KOMPRESI CITRA BERWARNA DENGAN ALGORITMA ENHANCED SELF ORGANIZING MAP (ENHANCED SOM) Bambang Trianggono *, Agus Zainal Arifin † * Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Informasi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS, Keputih, Sukolilo, Surabaya. email:
[email protected]
kapasitas media penyimpanan dan transmisi data yang terbatas [1].
ABSTRAK Saat ini, citra berwarna banyak digunakan dalam berbagai macam aplikasi, yang mana citra berwarna biasanya memiliki ukuran yang besar. Kompresi citra diperlukan karena media transmisi dan penyimpanan data yang terbatas. Dengan penggunaan Indexed Color Images, sebuah pendekatan baru untuk kompresi citra dipresentasikan. Algoritma Enhanced Self Organizing Map (Enhanced SOM) ini mengkombinasikan fitur-fitur terbaik dari ART1 dan Kohonen SOM. Algoritma ini menggunakan sebuah parameter vigilance untuk menjamin nilai minimal kemiripan di antara data masukan dan pusat clusternya. Jika nilai minimal dari fungsi kemiripan dalam setiap tahap pembelajaran melebihi nilai parameter vigilance, maka sebuah cluster baru akan ditambahkan pada jaringan; sebaliknya cluster pemenang akan diubah.
Salah satu teknik yang digunakan untuk kompresi citra berwarna adalah penggunaan Indexed Color Images. Penggunaan Indexed Color Images merupakan cara praktis untuk mempresentasikan citra berwarna. Dengan teknik ini kita dapat membuat cluster (kelompok) untuk mengelompokkan piksel-piksel yang mirip dari data citra. Algoritma Kohonen SOM dan ART1 merupakan modelmodel clustering yang terkenal, yang mana biasanya digunakan untuk tujuan kompresi [2]. Hasil clustering dari Kohonen SOM tergantung pada nilai bobot awal dan jumlah tahap pembelajaran untuk mendapatkan hasil yang baik. Kohonen SOM membutuhkan nilai bobot awal yang tepat dan jumlah tahap pembelajaran yang cukup. Hal ini akan menyebabkan runtime (waktu eksekusi) yang lama. Begitu pula hasil dari ART1 yang sensitif terhadap urutan pola masukan. Ketika ART1 tidak dapat mengenali cluster yang benar dari sebuah pola masukan, maka runtime yang lama dibutuhkan pada jaringan [2].
Kemampuan dari algoritma Enhanced SOM ini tidak tergantung pada urutan data masukan dan hanya sekali tes, algoritma ini dapat menentukan apakah sebuah cluster baru dibutuhkan atau tidak. Algoritma ini dihitung dalam segi runtime dan validitas clustering. Sebagaimana uji coba dan analisis, algoritma dengan parameter vigilance ini dapat mengurangi runtime, dan menyajikan validitas clustering lebih baik dibandingkan dengan Kohonen SOM.
Dengan penggunaan Indexed Color Images, sebuah algoritma Enhanced Self Organizing Map (Enhanced SOM) dibuat untuk mengatasi permasalahan kompresi citra berwarna. Algoritma ini mengkombinasikan fitur terbaik dari ART1 dan Kohonen SOM, yang mana dapat menambahkan sebuah cluster baru ketika diperlukan. Algoritma Enhanced SOM tidak tergantung pada urutan presentasi masukan, karena setiap data masukan dapat menghitung rata-rata dari data-data masukan yang tergolong dalam satu cluster. Algoritma ini juga tidak membutuhkan jumlah tahap pembelajaran yang banyak untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.
Keywords: kompresi citra berwarna, Enhanced SOM, parameter vigilance
1
LATAR BELAKANG
Saat ini, citra berwarna banyak digunakan dalam berbagai macam aplikasi untuk menampilkan data yang berupa gambar. Karena data citra umumnya berukuran besar, maka diperlukan kompresi. Kompresi citra dilakukan terhadap citra digital dengan tujuan untuk mengurangi reduplikasi (redundancy) data yang terdapat di dalam citra. Sehingga data dapat disimpan atau ditransmisikan secara efisien. Hal ini dilakukan karena
2
Tinjauan Teori
Teori-teori yang dibahas meliputi definisi citra digital, model warna RGB, format file BMP, kompresi citra, Enhanced Self Organizing Map (Enhanced SOM) runtime, validitas clustering dan ukuran file kompresi.
1
2.1
Definisi Citra Digital
Sebuah citra dapat didefinisikan sebagai fungsi dua dimensi, yaitu f(x,y). Nilai x dan y menyatakan koordinat spasial atau bidang dan nilai f menyatakan intensitas atau tingkat keabuan dari citra di titik koordinat tersebut. Ketika nilai x, y dan f adalah semua terbatas dan dalam jumlah discrete maka citra tersebut dinamakan citra digital [1]. Citra digital M x N secara lengkap dapat ditulis dalam bentuk matriks yang tersusun seperti pada Gambar 1. Sisi sebelah kanan dari persamaan pada Gambar 1 merupakan representasi sebuah citra digital. Setiap elemen dari array matriks tersebut dinamakan piksel. Satu piksel dengan piksel lainnya yang bertetangga mempunyai jarak yang sama.
⎡ f (0,0) ⎢ f (1,0) f ( x, y) = ⎢ ⎢ M ⎢ ⎣ f (M − 1,0)
Gambar 2. Representasi model warna RGB
2.3
f (0, N − 1) ⎤ f (1, N − 1) ⎥⎥ ⎥ M O M ⎥ f (M − 1,1) L f (M − 1, N − 1)⎦ f (0,1) f (1,1)
L L
Format file BMP dibuat oleh perusahaan Microsoft untuk menangani gambar di dalam sistem operasi Microsoft Windows dan IBM OS/2. Bukan berarti sistem operasi yang lain (Macintosh dan DOS) tidak bisa memanfaafkan, yang penting mengetahui formatnya. Format file ini dapat mendukung resolusi warna dari monokrom sampai true color. Format file gambar ini terdiri dari empat bagian, yaitu file header, info header, tabel warna dan bit piksel. File header mebutuhkan memori 14 byte dan info header memerlukan memori 40 byte. Sedangkan memori yang dibutuhkan untuk tabel warna dan bit piksel tergantung pada ukuran citra. Format file citra BMP ini memiliki ekstensi .bmp [3].
Gambar 1. Representasi citra digital
2.2
Format file BMP
Format file BMP merupakan contoh sederhana dari format file bitmap yang artinya peta bit. Jadi, tiap piksel citra dipetakan sebagai satu atau lebih bit dalam memori komputer. Perubahan tampilan citra juga terjadi pada perubahan bit di memori. Dengan instruksi dan dalam bahasa pemrograman apapun dalam membuat tampilan, semuanya tetap mengarah pada perubahan bit.
Model Warna RGB
Model warna RGB dikenal dengan sebutan citra spektrum utama, yang mana warna citra dinyatakan dalam tiga komponen warna utama, yaitu merah (red), hijau (green) dan biru (blue). Angka bit yang digunakan untuk mereprentasikan tiap piksel pada ruang RGB dinamakan kedalaman piksel (pixel depth). Jadi, masing-masing komponen warna memiliki ukuran citra 8 bit. Berdasarkan kondisi ini, setiap piksel warna RGB memiliki kedalaman 24 bit. Bit 0 sampai bit 7 mewakili warna merah dengan 256 level warna merah, bit 8 sampai bit 15 mewakili warna hijau dengan 256 level warna hijau dan bit 16 sampai bit 23 mewakili warna biru dengan 256 level warna biru [1].
2.4
Kompresi Citra
Kompresi citra merupakan proses kompresi data yang dilakukan terhadap citra digital dengan tujuan untuk mengurangi atau menghapus reduplikasi (redundancy) data yang terdapat di dalam citra. Efek dari proses kompresi ini adalah ukuran citra menjadi lebih kecil. Karena ukurannya lebih kecil, citra hasil dari proses kompresi dapat ditransmisikan lebih cepat dan dapat disimpan pada tempat penyimpanan yang lebih kecil.
Model warna RGB berdasarkan pada sistem koordinat Cartesian. Ruang warna RGB dapat direpresentasikan dengan bentuk kubus seperti pada Gambar 2. Nilai RGB berada pada sudut R, sudut G, sudut B dan nilai CMY berada pada tiga sudut yang lain. Warna hitam berada pada sudut asli (origin) dan warna putih berada pada sudut terjauh dari sudut asli. Dalam model warna RGB, nilai grayscale berada pada garis lurus dari hitam ke putih, dan kombinasi warnanya berada di sepanjang garis tersebut. Pada Gambar 2, semua nilai dari R, G, dan B dinormalisasi berada pada rentang [0, 1]. Proses normalisasi ini yang digunakan pada proses perhitungan karena untuk menghindari munculnya angka yang besar.
Reduplikasi data merupakan isu utama didalam kompresi citra digital. Reduplikasi data merupakan bagian data yang tidak mengandung informasi terkait atau merupakan pengulangan dari informasi yang sudah dinyatakan sebelumnya atau sudah diketahui. Reduplikasi data relatif dapat dihitung seperti pada persamaan (1). RD = 1 – 1/CR
2
(1)
Dari persamaan (2.1), RD menyatakan reduplikasi data relatif dan CR menyatakan rasio kompresi (compression ratio). Nilai dari CR dapat diperoleh dengan persamaan (2). Variabel n1 menyatakan jumlah data asli dan variabel n2 menyatakan jumlah data setelah mengalami kompresi. CR = n1 / n2
Di dalam jaringan Kohonen SOM, suatu cluster bisa terjadi tidak memiliki anggota atau data, karena cluster tersebut tidak memiliki kemiripan terhadap data masukan. Keadaan semacam ini dinamakan under-dimension [2]. Ini yang menjadi kelemahan dari Kohonen SOM, yang mana cluster dibuat tidak sesuai dengan kebutuhan. Selain itu, di dalam jaringan Kohonen SOM terjadi perhitungan yang kompleks. Ini terjadi karena setiap tahap pembelajaran, sebuah bobot dan bobot di sekitarnya yang memiliki kemiripan maksimal terhadap data masukan akan diubah. Perubahan bobot pemenang dan bobot di sekitarnya tidak dikontrol oleh sebuah nilai ambang batas (threshold). Sebagaimana yang kita ketahui, cluster yang baik harus dibagi menjadi beberapa bagian, yang mana kemiripan data masukan terhadap pusat kelompoknya (intra-cluster) dimaksimalkan dan kemiripan antara cluster satu dengan cluster yang lain (inter-cluster) diminimalkan [4].
(2)
Jika n1 = n2, CR = 1 dan RD = 0, ini mengindikasikan bahwa tidak ada reduplikasi data. Ketika n1 << n2, CR → ∞ dan RD → 1, ini mengindikasikan bahwa terjadi kompresi yang signifikan dan terjadi reduplikasi data yang tinggi. Dan yang terakhir, ketika n1 >> n2, CR → 0 dan RD → -∞, ini mengindikasikan bahwa data kompresi lebih besar daripada data asli [1]. Penggunaan Indexed Color Images dari hasil proses clustering termasuk salah satu teknik kompresi yang bersifat Lossy. Teknik ini merupakan sebuah cara yang praktis untuk mempresentasikan citra berwarna. Sebuah citra berindeks menyimpan sebuah citra dalam dua buah matriks. Matriks pertama memiliki ukuran yang sama dengan citra dan satu kode untuk setiap piksel. Matriks kedua dinamakan color map dan ukurannya mungkin berbeda dari citra. Kode dalam matriks pertama berisi kode angka yang digunakan untuk mendapatkan nilai warna yang ada di dalam matriks color map [2]. Ilustrasi dari citra berwarna menjadi Indexed Color Images dapat dilihat pada Gambar 3.
Metode ART1 hanya digunakan dalam pembelajaran terhadap data biner, sehingga ART1 tidak dapat diterapkan pada vektor RGB. Ukuran kemiripan cluster terhadap data masukan, ART1 menggunakan inner (dot) product. Ukuran kemiripan ini biasanya tidak sesuai dengan harapan, jika inner product digunakan pada vektor RGB. Selain itu, ART1 selalu bergantung pada urutan data masukan yang diberikan pada jaringan, karena jaringan tidak melakukan perubahan terhadap nilai bobot pemenang. Ada lagi, jika ukuran kemiripan maksimal dari cluster pemenang tidak melebihi nilai ambang batas, maka jaringan akan mencari cluster pemenang selanjutnya. Ini yang menimbulkan waktu eksekusi yang lama.
255 0 0 204 153 0 0 0 255 0 255 255 citra hasil clustering
Enhanced SOM dibuat dengan mengambil fitur-fitur terbaik dari Kohonen SOM dan ART1 dan membuang fitur yang jelek. Ada beberapa poin penting yang ada pada algoritma Enhanced Self Organizing Map (Enhanced SOM), antara lain: 1) Inisialisasi nilai bobot awal (W0) diambil dari nilai pertama data masukan (X0). Ini salah satu yang membuat waktu eksekusi (runtime) Enhanced SOM lebih cepat daripada Kohonen SOM. 2) Perubahan bobot pemenang dilakukan seperti Kohonen SOM, tetapi hanya bobot pemenang saja yang diubah sedangkan bobot di sekitarnya tidak berubah. Ini juga yang memberi runtime lebih cepat daripada Kohonen SOM. Perubahan bobot ini juga yang digunakan untuk menghindari ketergantungan urutan masukan ke jaringan seperti yang terjadi pada ART1. 3) Perhitungan ukuran kemiripan antara pola masukan dengan cluster yang sudah ada dihitung dengan minimal jarak Eucledian. Ini biasanya yang
Indexed Color Images
Gambar 3. Indexed Color Images
2.5
Enhanced Self (Enhanced SOM)
Organizing
Map
Enhanced Self Organizing Map (Enhanced SOM) merupakan kombinasi fitur yang terbaik dari ART1 dan Kohonen SOM. Enhnaced SOM dapat menentukan apakah sebuah cluster baru diperlukan atau tidak untuk beberapa data masukan. Metode baru ini tidak bergantung pada urutan data masukan yang diberikan pada jaringan, karena setiap tahap pembelajaran algoritma ini dapat menghitung rata-rata masukan yang berada pada satu cluster. Jumlah tahap pembelajaran lebih sedikit daripada algoritma Kohonen SOM, sehingga waktu eksekusi yang lama menjadi lebih cepat daripada Kohonen SOM [2].
3
4)
5)
6)
7)
menjamin ukuran kemiripan daripada menggunakan inner product seperti yang digunakan pada ART1. Perubahan bobot dan penambahan cluster baru dikendalikan oleh dua fungsi, yaitu fungsi kemiripan dengan jarak Euclidean yang dipakai di dalam algoritma Kohonen SOM dan fungsi ambang batas dengan parameter vigilance yang dipakai di dalam algoritma ART1. Parameter vigilance menjamin adanya kemiripan antara pola masukan dengan pusat kelompoknya (cluster center) dan menjamin adanya penambahan cluster baru jika nilai kemiripan melebihi nilai parameter vigilance. Kompetisi kemiripan dilakukan terhadap cluster yang sudah terbentuk, tidak seperti pada Kohonen SOM kompetisi kemiripan dilakukan terhadap semua cluster yang ditetapkan dari awal. Tidak seperti ART1, hanya sekali tes terhadap parameter vigilance, algoritma Enhanced SOM dapat menentukan apakah cluster baru dibutuhkan apa tidak.
jumlah cluster yang terbentuk memainkan sebuah peranan yang penting terhadap hasil yang diinginkan. Flowchart secara lengkap dari algoritma Enhanced SOM ditunjukan pada Gambar 4. Inisialisasi pola Xi Inisialisasi W0 dari X0 Menyajikan satu demi satu pola Xi Menyajikan pola Xk pada jaringan Mencari cluster pemenang(Wj) Tidak Apakah Wj<ρ? Ya Wij(t+1) = Wij(t) + λ(t). (Xk – Wij(t))
Perubahan bobot pemenang dilakukan, jika ||Xk Wij(t)|| < ρ. Perubahan bobot pemenang dari algoritma Enhanced Self Organizing Map (Enhanced SOM) ditunjukkan pada persamaan sebagai berikut: Wij(t+1) = Wij(t) + λ(t) . (Xk – Wij(t))
Tambah cluster baru dan inisialisasi bobot = Xk
Ya Masih ada Xk? Tidak
Tidak
(3)
Ya Tahap pembelajaran selesai?
yang mana Wij adalah nilai bobot dari cluster pemenang, λ(t) adalah parameter pembelajaran, Xk adalah pola masukan dan ρ adalah parameter vigilance (0 < ρ < 1)[5].
Hasil Keluaran
Gambar 4. Flowchart algoritma Enhanced Self Organizing Map (Enhnaced SOM)
Jika jumlah cluster yang terbentuk melebihi dari jumlah cluster awal yang telah ditentukan, maka jumlah cluster yang digunakan dalam jaringan adalah sebanyak jumlah cluster awal. Jumlah cluster yang digunakan ini diambil dari cluster-cluster yang memiliki distribusi anggota yang lebih banyak daripada cluster-cluster yang tidak dipilih. Oleh karena itu, perlu penambahan program untuk menghitung distribusi dari anggota yang termasuk dalam setiap pusat cluster. Jika cluster yang terbentuk kurang dari cluster awal, maka tidak perlu penambahan program untuk menghitung distribusi anggota. Dampak dari penambahan program mengakibatkan waktu eksekusi menjadi lebih lama.
2.6 Runtime Waktu eksekusi atau runtime adalah waktu yang dibutuhkan untuk menjalankan perintah dalam sebuah proses atau kejadian. Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan eksekusi dapat dihitung dengan mengurangi waktu akhir eksekusi dengan waktu awal eksekusi. Runtime dihitung dalam satuan milisecond (milidetik). Satu detik setara dengan seribu milidetik.
2.7 Validitas Clustering Validitas clustering atau clustering validation merupakan nilai rasio antara piksel-piksel yang valid dengan banyaknya piksel pada citra. Piksel-piksel yang valid diperoleh dari pengukuran jarak antara setiap vektor RGB dengan pusat kelompoknya (cluster center) [2]. Nilai pengukuran ini harus lebih kecil daripada nilai ambang batas (validation-threshold) minimal. Nilai ambang batas ini ditentukan dengan nilai yang mendekati dengan nilai jarak minimal antara piksel citra dengan cluster center yang terbentuk. Validitas clustering ini
Setiap pusat cluster dipandang sebagai rata-rata dari pola masukan yang termasuk dalam cluster tersebut. Dalam algoritma ini, ketika sebuah data masukan yang memiliki frekuensi rendah dibandingkan dengan yang lainnya, sebuah cluster yang spesifik akan dibuat, yang mana data-data masukan lain yang berfrekuensi tinggi tidak dapat mengubahnya selama proses pembelajaran. Bagaimanapun, penentuan nilai parameter vigilance dan
4
2. Uji coba dilakukan dengan jumlah tahap pembelajaran = 1, 5 dan 10. Meskipun tahap pembelajaran bisa dilakukan lebih dari 10, berdasarkan tinjauan pustaka algoritma Enhanced Self Organizing Map (Enhanced SOM) tidak membutuhkan jumlah tahap pembelajaran yang banyak. 3. Uji coba dilakukan dengan parameter vigilance = 0,1; 0,3 dan 0,5. Meskipun rentang nilai dari parameter vigilance 0 sampai 1, uji coba ini menggunakan angka yang bernilai kecil karena kemiripan piksel dengan pusat cluster dimaksimalkan dan kemiripan antar pusat cluster diminimalkan. 4. Jumlah maksimal cluster ditetapkan sebanyak 255. Ini dilakukan karena algoritma Enhanced Self Organizing Map (Enhanced SOM) dapat membentuk cluster sesuai dengan yang dibutuhkan. Jadi, alokasi jumlah cluster dibuat maksimal.
dapat digunakan untuk mengetahui kemiripan antara citra asli dengan citra hasil dari proses kompresi.
2.8 Ukuran File Kompresi Ukuran file kompresi diperoleh dari jumlah data yang tersimpan dikalikan dengan ukuran tipe data yang digunakan untuk menyimpan setiap data. Pada paper ini, sebuah file kompresi dibagi menjadi empat. Bagian pertama berisi data lebar citra dan tinggi citra. Bagian kedua berisi data jumlah indeks warna. Bagian ketiga berisi kode dari indeks warna sebanyak lebar kali tinggi citra. Bagian yang terakhir berisi nilai RGB sebanyak jumlah indeks warna. Setiap data yang tertulis di dalam file kompresi diukur dengan satuan byte. Bagian pertama berukuran 2 byte dan bagian kedua berukuran 1 byte. Ukuran data bagian ketiga tergantung pada lebar dan tinggi citra, sedangkan ukuran data bagian keempat tergantung pada banyaknya cluster atau indeks warna yang terbentuk.
3
Hasil dari uji coba berupa gambar hasil kompresi, runtime (dalam satuan ms = miliseconds), validitas clustering, ukuran file kompresi (dalam satuan bytes), rasio kompresi dan reduplikasi data. Hasil uji coba ditampilkan dalam bentuk gambar dan dalam bentuk tabel. Contoh hasil uji coba kompresi citra Mobil.bmp dengan jumlah tahap pembelajaran = 1 dilakukan dengan nilai parameter vigilance 0,1; 0,3 dan 0,5 ditunjukkan pada Tabel 1 dan Gambar 6.
HASIL
Hasil keluaran pada sistem ini berupa tampilan gambar dari proses dekode. Selain itu, sistem juga menampilkan runtime, validitas clustering dan ukuran file kompresi. Rasio kompresi dan persentase reduplikasi data dijadikan sebagai kesimpulan. Gambaran umum dari deskripsi sistem ditunjukkan dengan diagram blok pada Gambar 5. File citra asli Enkode File kompresi
(a)
(b)
(c)
(d)
Dekode Hasil citra kompresi Kesimpulan Gambar 5. Deskripsi sistem
Gambar 6. Hasil kompresi citra Mobil.bmp dengan jumlah tahap pembelajaran = 1.
Skenario uji coba kompresi citra berwarna dengan algoritma Enhanced Self Organizing Map (Enhanced SOM) mengikuti aturan sebagai berikut: 1. Uji coba kompresi citra berwarna dilakukan terhadap semua citra uji coba seperti pada Gambar 7 dengan validitas ambang batas (validation-threshold) = 0,1.
Keterangan: (a) citra asli Mobil.bmp dengan ukuran 131 x 131 piksel; (b) hasil kompresi dengan parameter vigilance = 0,1; (c) hasil kompresi dengan parameter vigilance = 0,3; (d) hasil kompresi dengan parameter vigilance = 0,5.
5
Tabel 1 Hasil Uji Coba Kompresi Citra Mobil.bmp dengan jumlah tahap pembelajaran = 1. Parameter Vigilance 0,1 0,3 0,5
Runtime (ms) 1984 1235 1141
Validitas Custering 0,9999 0,5534 0,2695
Ukuran Kompresi (bytes) 17293 17182 17170
Rasio Kompresi 3,00 3,02 3,02
9.
Reduplikasi Data (%) 66 66 66
pembelajaran sehingga nilai kemiripan antara setiap data masukan atau setiap piksel dengan pusat clusternya dapat dikontrol. Nilai validitas clustering yang tinggi mencerminkan kemiripan antara citra hasil kompresi dengan citra asli.
Tabel 2 Analisis Hasil Uji Coba Kompresi Citra dengan Parameter Vigilance = 0,1.
Berdasarkan uji coba kompresi citra terhadap lima buah gambar dengan nilai jumlah tahap pembelajaran dan nilai parameter vigilance yang berbeda, hasilnya dapat dianalisis sebagai berikut: 1. Nilai runtime dan nilai validitas clustering yang terbentuk dipengaruhi oleh perubahan nilai dari tahap pembelajaran dan parameter vigilance. 2. Nilai runtime akan meningkat jika jumlah tahap pembelajaran bertambah dengan nilai parameter vigilance yang tetap. Sebaliknya, nilai runtime akan menurun jika jumlah tahap pembelajaran tetap dengan nilai parameter vigilance yang bertambah. 3. Nilai validitas clustering akan meningkat jika jumlah tahap pembelajaran bertambah dengan nilai parameter vigilance yang tetap. Sebaliknya, nilai validitas clustering akan menurun jika jumlah tahap pembelajaran tetap dengan nilai parameter vigilance yang bertambah. 4. Nilai validitas clustering mencapai optimal (bernilai tinggi) jika nilai parameter vigilance bernilai kecil. Hal ini berbanding terbalik dengan runtime yang diperlukan, yaitu runtime semakin cepat jika nilai parameter vigilance bernilai besar. 5. Dengan jumlah tahap pembelajaran = 1, nilai validitas clustering yang cukup tinggi (lebih dari 0,8) sudah dapat diperoleh. Hal ini mengindikasikan bahwa kemiripan antara tampilan hasil kompresi dengan tampilan citra asli dapat diperoleh dengan nilai parameter vigilance = 0,1. Nilai validitas clustering dengan jumlah tahap pembelajaran = 1 terhadap Nilai validitas clustering dengan jumlah tahap pembelajaran = 5 dan 10 tidak mengalami perubahan yang signifikan. Analisis hasil uji coba kompresi citra dengan parameter vigilance = 1 ditunjukkan pada Tabel 2. 6. Ukuran file kompresi mengalami perubahan relatif kecil pada setiap jenis citra, walaupun terjadi perubahan nilai parameter vigilance dan jumlah tahap pembelajaran. Perubahan ukuran file kompresi yang besar terjadi pada citra uji coba yang berbeda karena masing-masing citra memiliki jumlah piksel yang berbeda. 7. Nilai rasio kompresi berkisar antara 2,97 – 3,02 dan nilai reduplikasi data terjadi dengan persentase 66 %. 8. Pemberian nilai parameter vigilance memainkan sebuah peranan yang sangat penting terhadap proses
Runtime (ms) 1469
Validitas Clustering
Pola
Tahap Pembelajaran 1
Pola
5
2562
1
Nama Citra
1
Pola
10
3953
1
Palette
1
1484
0,8008
Palette
5
3094
0,9999
Palette
10
5172
1
Mobil
1
1984
0,9999
Mobil
5
3766
1
Mobil
10
6016
1
Gedung
1
1672
0,9997
Gedung
5
2500
1
Gedung
10
3782
1
Soko
1
4109
0,9998
Soko
5
8891
1
Soko
10
15250
1
Untuk membandingkan antara algoritma Enhanced SOM dengan algoritma Kohonen SOM maka parameterparameter yang digunakan harus ditetapkan secara seimbang agar perbandingan bersifat objektif. Kedua algoritma tersebut menggunakan maksimal jumlah cluster sebanyak 255, parameter pembelajaran = 0,01. Validitas ambang batas (validation-threshold) untuk menentukan validitas clustering ditentukan dengan angka 0,1. Hal ini berarti bahwa piksel yang dianggap valid memiliki jarak dengan pusat cluster lebih kecil daripada 0,1. Angka 0,1 mengindikasikan bahwa setiap piksel terhadap pusat cluster memiliki kemiripan 90 % keatas. Selain itu, algoritma Enhanced SOM menggunakan parameter vigilance dengan angka 0,1 dan algoritma Kohonen SOM menggunakan radius ketetanggaan 22,5. Nilai 22,5 diperoleh dengan cara membagi dua dari salah satu nilai tinggi atau nilai lebar lapisan keluaran yang maksimal. Pada kasus ini digunakan ukuran 5 x 45 sebagai tinggi dan lebar lapisan keluaran yang jumlahnya 255. Karena nilai lebar yang lebih besar maka nilainya dibagi 2 untuk dijadikan sebagai radius ketetanggaan awal. Perbandingan
6
Tabel 3 Hasil kompresi citra menggunakan algoritma Enhanced SOM dengan parameter vigilance = 0,1 dan jumlah tahap pembelajaran = 1.
kompresi citra ini menggunakan citra asli seperti pada Gambar 7. Perbandingan kedua algoritma ini menggunakan jumlah tahap pembelajaran = 1 dan 5 sedangkan yang dibandingkan adalah runtime, validitas clustering dan ukuran file kompresi. Hasil kompresi citra menggunakan algoritma Enhanced Self Organizing Map (Enhanced SOM) dengan jumlah pembelajaran = 1 ditunjukkan pada Tabel 3 dan dengan jumlah tahap pembelajaran =5 ditunjukkan pada Tabel 5. Sedangkan hasil kompresi citra menggunakan algoritma Kohonen SOM dengan jumlah tahap pembelajaran = 1 ditunjukkan pada Tabel 4 dan dengan jumlah tahap pembelajaran = 5 ditunjukkan pada Tabel 6. Tampilan citra hasil kompresi dengan jumlah tahap pembelajaran = 1 dari kedua algoritma tersebut ditunjukkan pada Gambar 8 dan Gambar 9. Sedangkan tampilan citra hasil kompresi dengan jumlah tahap pembelajaran = 5 dari kedua algoritma tersebut ditunjukkan pada Gambar 10 dan Gambar 11.
Nama Citra Pola Palette Mobil Gedung Soko
Ukuran Piksel
Runtime (ms)
113x113 120x120 131x131 140x140 150x150
1469 1484 1984 1672 4109
Validitas Clustering 1 0,8008 0,9999 0,9997 0,9998
Ukuran Kompresi (bytes) 12889 14505 17293 19651 22770
Tabel 4 Hasil kompresi citra menggunakan algoritma Kohonen SOM dengan radius ketetanggaan = 22,5 dan jumlah tahap pembelajaran = 1. Nama Citra Pola Palette Mobil Gedung Soko
Berdasarkan data hasil kompresi pada Tabel 3, Tabel 4, Tabel 5 dan Tabel 6 dapat disimpulkan bahwa: 1. Runtime dari algoritma Enhanced SOM lebih cepat daripada algoritma Kohonen SOM. Hal ini terjadi karena proses pembelajaran pada algoritma Enhanced SOM hanya dilakukan terhadap cluster yang terbentuk dan perubahan nilai bobot hanya dilakukan pada cluster pemenang saja. 2. Validitas clustering dari algoritma Enhanced SOM lebih tinggi daripada algoritma Kohonen SOM. Hal ini terjadi karena adanya parameter vigilance pada algoritma Enhanced SOM yang menjamin jarak kemiripan antara data masukan dengan pusat clusternya. 3. Ukuran file kompresi dari algoritma Enhanced SOM relatif lebih kecil daripada algoritma Kohonen SOM. Hal ini terjadi karena algoritma Enhanced SOM dapat membentuk cluster baru jika diperlukan. Jika jumlah cluster yang terbentuk tidak sampai melebihi atau sama dengan jumlah maksimal cluster yang telah ditentukan, maka hanya data cluster yang terbentuk saja yang disimpan. 4. Jika jumlah cluster yang terbentuk melebihi dari jumlah maksimal cluster yang ditetapkan, maka algoritma Enhanced Self Organizing Map (Enhanced SOM) akan memiliki runtime lebih lama seperti yang terjadi pada kompresi citra Soko.bmp. 5. Algoritma Kohonen SOM memerlukan jumlah tahap pembelajaran yang lebih besar daripada algoritma Enhanced SOM untuk mendapatkan hasil citra kompresi yang baik. Hal ini ditunjukkan dengan perubahan nilai validitas clustering yang signifikan dari Tabel 6 terhadap nilai validitas clustering dari Tabel 4
Ukuran Piksel
Runtime (ms)
113x113 120x120 131x131 140x140 150x150
6406 7297 8625 9797 11344
Validitas Clustering 0,1812 0,1079 0,5398 0,5086 0,4748
Ukuran Kompresi (bytes) 13537 15168 17929 20368 23268
Tabel 5 Hasil kompresi citra menggunakan algoritma Enhanced SOM dengan parameter vigilance = 0,1 dan jumlah tahap pembelajaran = 5 Nama Citra Pola Palette Mobil Gedung Soko
Ukuran Piksel
Runtime (ms)
113x113 120x120 131x131 140x140 150x150
2562 3094 3766 2500 8891
Validitas Clustering 1 0,9999 1 1 1
Ukuran Kompresi (bytes) 12892 14550 17302 19657 22785
Tabel 6 Hasil kompresi citra menggunakan algoritma Kohonen SOM dengan radius ketetanggaan = 22,5 dan jumlah tahap pembelajaran = 5 Nama Citra Pola Palette Mobil Gedung Soko
Ukuran Piksel
Runtime (ms)
113x113 120x120 131x131 140x140 150x150
19281 21875 25656 29266 33766
Validitas Clustering 0,9147 0,8784 0,9787 0,9983 0,9528
Ukuran Kompresi (bytes) 13537 15168 17929 20368 23268
6. Jumlah tahap pembelajaran yang besar pada algoritma Kohonen SOM mengakibatkan runtime dalam proses pembelajaran juga akan semakin lama. 7. Ukuran file kompresi dari algoritma Kohonen SOM pada citra yang sama tidak berubah meskipun terjadi perbedaan pada tampilan hasil kompresi.
7
4
Selain itu, penentuan nilai parameter vigilance yang tepat memerlukan pengkajian lebih lanjut untuk mendapatkan kualitas citra hasil kompresi yang lebih baik.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil uji coba perangkat lunak yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa algoritma Enhanced Self Organizing Map (Enhanced SOM) berhasil diimplementasikan pada kompresi citra berwarna RGB 24 bit dengan format BMP. Algoritma ini berhasil mengkompresi citra berwarna dengan ukuran file kompresi lebih kecil daripada ukuran file citra asli, rasio kompresi antara 2,97 – 3,02 dan terjadi reduplikasi data sebesar 66 %.
REFERENSI [1] R.C. Gonzales dan R.E. Woods, Digital Image Processing, 2nd ed, Upper Saddle River, N.J.: Prentice-Hall, 2002. [2] E. Bavafa, M.J. Yazdanpanah, “Image Compression Using An Enhanced Self Organizing Map Algorithm with Vigilance Parameter”, International Joint Conference on Neural Networks. Sheraton Vancouver Wall Centre Hotel, Vancouver, BC, Canada, July 16-21, 2006.
Berdasarkan hasil perbandingan dalam kompresi citra berwarna dapat disimpulkan bahwa runtime dari algoritma Enhanced Self Organizing Map (Enhanced SOM) lebih cepat daripada runtime dari algoritma Kohonen SOM. Validitas clustering dari algoritma Enhanced Self Organizing Map (Enhanced SOM) lebih baik daripada validitas clustering dari algoritma Kohonen SOM. Ukuran file kompresi dari algoritma Enhanced Self Organizing Map (Enhanced SOM) relatif lebih kecil daripada ukuran file kompresi dari algoritma Kohonen SOM.
[3] S. Hetzl, “The .bmp file format”, 1998,
[4] Y. Jiang, Z.H. Zhou, “SOM Ensemble-Based Image Segmentation”, Neural Processing Letters, 20(3): 171-178, 2004.
Untuk penelitian lebih lanjut, algoritma ini dapat dibuat aplikasi kompresi citra yang dapat mengkompresi berbagai macam citra berwarna dan berbagai ukuran citra.
[5] J.M. Zurada, Introduction to Artificial Neural Systems, West Publishing Company, 1992.
(a) (b) (c) (d) (e) Gambar 7. Citra Asli: (a) Pola dengan ukuran 113 x 113 piksel, (b) Palette dengan ukuran 120 x 120 piksel, (c) Mobil dengan ukuran 131 x 131 piksel, (d) Gedung dengan ukuran 140 x 140 piksel dan (e) Soko dengan ukuran 150 x 150 piksel
(a) (b) (c) (d) (e) Gambar 8. Citra Hasil Kompresi Menggunakan Enhanced SOM dengan jumlah tahap pembelajaran = 1: (a) Pola, (b) Palette, (c) Mobil, (d) Gedung dan (e) Soko
8
(a) (b) (c) (d) (e) Gambar 9. Citra Hasil Kompresi Menggunakan Kohonen SOM dengan jumlah tahap pembelajaran = 1: (a) Pola, (b) Palette, (c) Mobil, (d) Gedung dan (e) Soko
(a) (b) (c) (d) (e) Gambar 10. Citra Hasil Kompresi Menggunakan Enhanced SOM dengan jumlah tahap pembelajaran = 5: (a) Pola, (b) Palette, (c) Mobil, (d) Gedung dan (e) Soko
(a) (b) (c) (d) (e) Gambar 11. Citra Hasil Kompresi Menggunakan Kohonen SOM dengan jumlah tahap pembelajaran = 5: (a) Pola, (b) Palette, (c) Mobil, (d) Gedung dan (e) Soko
9