KOMPOSISI dan AKTIVITAS BIOFLOKULAN dari Flavobacterium sp.
JULIANA
PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2009
ABSTRAK JULIANA. Komposisi dan Aktivitas Bioflokulan dari Flavobacterium Sp. Dibimbing oleh LAKSMI AMBARSARI dan POPI ASRI KURNIATIN. Flokulan sintetik telah banyak diaplikasikan secara luas di bidang industri sebagai agregat koloid. Penggunaan flokulan tersebut diketahui memberikan dampak negatif baik bagi kesehatan manusia maupun kelestarian lingkungan karena bersifat neurotoksik dan karsinogen kuat serta tidak dapat didegradasi oleh mikroba. Adanya dampak negatif tersebut, menjadikan bioflokulan sebagai alternatif pengganti flokulan sintetik. Bioflokulan yang berasal dari Flavobacterium sp. telah diketahui memiliki aktivitas flokulasi sebesar 71.23%, akan tetapi belum diketahui komponen biokimianya. Komponen biokimia bioflokulan perlu dianalisis agar dapat diaplikasikan secara tepat. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan menganalisis komponen biokimia bioflokulan yang berasal dari Flavobacterium sp. yang diperoleh dari hasil pengendapan etanol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bioflokulan dari Flavobacterium sp. mengandung polisakarida dan protein masing-masing sebanyak 0.0800 mg/mL dan 0.0566 mg/mL dari media 1; 0.2284 mg/mL dan 0.5983 mg/mL dari media 2. Aktivitas flokulasi kultur bioflokulan dari media 1 (glukosa 1% dan sukrosa 1%) dan media 2 (glukosa 0.2% dan pati 3%), yaitu masing-masing sebesar 66.34% dan 51.18%. Sementara itu, uji aktivitas flokulasi bioflokulan hasil pengendapan etanol dari media 1 lebih kecil daripada media 2, yaitu masing-masing sebesar 12.78% dari media 1 dan 24.93% dari media 2.
ABSTRACT JULIANA. Composition and Activity Bioflocculant from Flavobacterium sp. Under the direction of LAKSMI AMBARSARI and POPI ASRI KURNIATIN. Synthetic flocculant has widely used in industrial application as a colloidal aggregation. The usage of flocculant has known to be risky on human health and environment sustainability because the characteristic: neurotoxic, strong carcinogen, and unbiodegradable by microbe. Therefore, bioflocculant can become one of solution to provide alternative flocculant synthetic. Bioflocculant from Flavobacterium sp. has proven give flocculation activities well, 71.23%, although its component has not identified yet. Each bioflocculant has different biochemistry component so it is need to make sure its type for more precise application. The objective of this research were to analyze biochemistry component of bioflocculant from Flavobacterium sp. which has been gotten from ethanol precipitation. The result of this research showed that bioflocculant from Flavobacterium sp. contained polysaccaharide (carbohydrate) and protein are 0.0800 mg/mL and 0.0566 mg/mL for medium 1; 0.2284 mg/mL and 0.5983 mg/mL for medium 2. The flocculation activities of bioflocculant cultur from medium 1 (glucose 1% and sucrose 1%) and from medium 2 (glucose 0.2% and starch 3%) were 66.34% and 51.18%, respectively. Meanwhile, the flocculation activities of ethanol precipitation was less than its culture, were 12.78% from medium 1 and 24.93% from medium 2.
KOMPOSISI dan AKTIVITAS BIOFLOKULAN dari Flavobacterium sp.
JULIANA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Biokimia
PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2009
Judul Skripsi : Komposisi dan Aktivitas Bioflokulan dari Flavobacterium Sp. Nama : Juliana NIM : G 440104054
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Laksmi Ambarsari, MS Ketua
Popi Asri Kurniatin, S.Si, Apt Anggota
Diketahui
Dr. drh Hasim, DEA Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji syukur kepada Allah Tritunggal karena dengan kuasa dan anugerah-Nya karya ilmiah yang berjudul Komposisi dan Aktivitas Bioflokulan dari Flavobacterium sp. dapat terselesaikan. Karya ilmiah ini berdasarkan hasil penelitian di Laboratorium Mikrobiologi dan Fermentasi Biokimia selama bulan Maret sampai Agustus sebagai prasyarat untuk memperoleh gelar sarjana Sains Program Studi Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Laksmi Ambarsari, MS dan Popi Asri Kurniatin, S.Si, Apt sebagai pembimbing yang telah memberikan arahan, saran, kritik, dan dorongan selama pelaksanaan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih dan penghargaan yang setingginya penulis sampaikan kepada Papa, Mama, Kakak, dan Adik-adikku (Yulian Lis, Yento, dan Tono) serta Henry atas doa, kasih sayang, dukungan semangat baik moril maupun materil. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Lina, Balqis, Erika, Putri, Bembi, Fitri, Frahel, Netty, teman-teman Biokimia 41 atas bantuan, semangat dan kebersamaannya; kepada seluruh staf Biokimia antara lain Bu Iis, Bu Merry, Bu Tuti, Pak Edi, Pak Arya, Pak Yadi, Mas Eka, dan Pak Nana atas fasilitas dan kemudahan yang diberikan; kepada BPH PMK IPB 41; dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian serta karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Bogor, Maret 2009
Juliana
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tanjung Pandan pada tanggal 29 Juli 1986 dari pasangan Kindi Solihin dan Bong Lie Tjin. Penulis merupakan anak kedua dari lima bersaudara. Tahun 2004 penulis lulus dari SMU Negeri I Depok dan masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten Agama Kristen Protestan pada tahun ajaran 2005/2006. Penulis aktif di unit kegiatan mahasiswa Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) di Komisi Pembinaan Pemuridan sebagai pengurus dan pemimpin kelompok kecil, Community of Research and Education in Biochemistry (CREBs) pada tahun 2006-2007 sebagai pengurus, Badan Pengurus Harian PMK IPB pada tahun 2007-2008. Penulis melakukan Praktik Kerja Lapang di Laboratorium Biologi Mikroba, Bidang Biologi Molekular dan Mikrob, Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong, Bogor dari bulan Juli sampai Agustus 2007.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL….……………………………………………………………..ix DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………...x DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………………x PENDAHULUAN…………………………………………………………………1 TINJAUAN PUSTAKA Koagulasi dan Flokulasi ...................................................................................1 Bioflokulan .......................................................................................................2 Komponen Biokimia dalam Bioflokulan ..........................................................3 BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat ..…………………………………………………….......4 Metode .…………………………………………………………….........4 HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................................6 SIMPULAN………………………………………………………………...........11 SARAN..................................................................................................................11 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................12 LAMPIRAN .........................................................................................................14
DAFTAR TABEL Halaman 1 Data pengukuran OD pada λ 550 nm waktu kultivasi 16 jam ............................ 8 2 Aktivitas flokulasi berbagai media produksi....................................................... 8 3 Aktivitas flokulasi kultur bioflokulan ................................................................. 9 4 Uji aktivitas bioflokulan hasil pengendapan etanol .......................................... 10 5 Hasil uji kualitatif bioflokulan 1% .................................................................... 10
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Tahapan proses flokulasi ..................................................................................... 2 2 isolat lumpur aktif pada media cawan NA ......................................................... 6 3 Morfologi bioflokulan dari Flavobacterium sp. dengan pewarnaan Gram......... 6 4 Koloni bioflokulan dari Flavobacterium sp ........................................................ 6 5 Variasi media produksi bioflokulan .................................................................... 7 6 Aktivitas flokulasi media produksi bioflokulan .................................................. 8 7 Aktivitas flokulasi kultur bioflokulan ................................................................. 9 8 Aktivitas flokulasi kultur bioflokulan ................................................................. 9 9 Bioflokulan hasil pengendapan etanol ................................................................ 9 10 Hasil uji Molisch bioflokulan 1% .................................................................... 10 11 Hasil uji Ninhidrin bioflokulan 1% .................................................................. 10 12 Analisis gula total bioflokulan 1% (fenol-asam sulfat).................................... 11 13 Analisis protein bioflokulan 1% (Metode Bradford) ...................................... 11
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Strategi penelitian ............................................................................................. 15 2 Peremajaan isolat dan produksi bioflokulan ......................................................16 3 Uji aktivitas flokulasi bioflokulan......................................................................17 4 Isolasi bioflokulan (Zhang et al. 2002) ..............................................................17 5 Uji kualitatif bioflokulan ....................................................................................18 6 Analisis kandungan polisakarida (Dubois et al. 1956) ......................................18 7 Analisis kandungan protein bioflokulan metode Bradford (1976) ....................19 8 Kurva standar metode Fenol-asam sulfat ...........................................................20 9 Kurva standar metode metode Bradford ............................................................20
PENDAHULUAN Berbagai jenis flokulan sintetik telah banyak diaplikasikan secara luas di bidang industri sebagai agregat (penyatu) koloid. Flokulan sintetik merupakan suatu senyawa organik maupun anorganik yang dapat mempercepat proses flokulasi koloid sehingga menyatu akhirnya membentuk flok. Flokulan sintetik juga dapat mempercepat pengendapan sehingga memisahkan padatan dari suatu campuran. Jika flokulan tersebut ditambahkan ke dalam koloid maka akan terbentuk flok berukuran lebih dari 0.1 µm, kemudian bergabung menjadi partikel yang lebih besar hingga akhirnya mengendap. Terdapat dua jenis flokulan sintetik, yaitu (a) organik, contohnya turunan poliakrilamid, polivinilpirimidin, polietilenimin, dan sodiumpoliakrilat; (b) anorganik, contohnya polialuminium klorida (PAC) dan polimer polihidroksi sulfat. Flokulan sintetik organik, seperti turunan poliakrilamid umumnya digunakan pada pengolahan air limbah (Shimizu & Odawara 1985); pemurnian gula (Mochtar 1975 diacu dalam Susanti 2007; Lie et al 2003); dan pengolahan bahan makanan (Kurane & Matsuyama 1994; Nam et al. 1996; Jie et al. 2006). Flokulan sintetik organik banyak digunakan di industri dibandingkan flokulan anorganik karena memberikan hasil aktivitas flokulasi yang cukup tinggi dan sangat ekonomis. Namun, poliakrilamid tidak dapat didegradasi oleh mikrob sehingga berpotensi mencemari lingkungan. Adapun monomer pembentuk flokulan tersebut, akrilamid, bersifat neurotoksik (menyerang syaraf) dan karsinogen kuat terhadap manusia (Kurane & Nohata 1991; Nam et al. 1996; Salehizadeh & Shojaosadati 2002). Sementara itu, beberapa hasil penelitian telah membuktikan bahwa aluminium, bahan baku PAC juga berpotensi menyebabkan penyakit syaraf Alzheimer (Masters et al. 1985; Kurane & Matsuyama 1994; Salehizadeh & Shojaosadati 2002). Hal tersebut menyebabkan penggunaan flokulan sintetik berbahaya bagi generasi mendatang (Yokoi et al. 1998). Adanya dampak negatif tersebut, mendorong kebutuhan flokulan yang lebih aman bagi manusia juga ramah terhadap lingkungan. Agen flokulasi alternatif yang berasal dari mikrob serta dapat didegradasi oleh mikrob, yaitu bioflokulan dapat menjadi salah satu solusi. Bioflokulan merupakan polimer ekstraseluler yang diproduksi oleh mikrob selama fase pertumbuhannya
(Salehizadeh et al. 1999; Zhang et al. 2002; Jie et al. 2006). Umumnya, mikrob penghasil bioflokulan yang banyak diteliti hanya terfokus pada kultur yang berasal dari sampel tanah atau air laut, masih sedikit informasi mengenai bioflokulan yang berasal dari lumpur aktif (Tsuge & Nakano 2005). Mikrob hasil isolasi dari lumpur aktif mampu menghasilkan bioflokulan yang dapat didegradasi oleh mikrob, yang memiliki aktivitas flokulasi tinggi, hampir setara dengan flokulan sintetik. Beberapa bakteri atau fungi penghasil bioflokulan di antaranya memiliki komponen protein, polisakarida, glikoprotein maupun lipid (Kurane 1986; Koizumi et al. 1991; Yokoi et al. 1996; Shih et al. 2001). Berdasarkan penelitian Dewi (2007), isolat lumpur aktif memiliki aktivitas flokulasi cukup tinggi, yaitu lebih dari 50%. Akan tetapi, komponen biokimia bioflokulannya belum diketahui secara pasti. Hal tersebut dinilai penting agar komponen bioflokulan yang diproduksi dapat diaplikasikan secara efisien dan tepat di berbagai industri. Oleh sebab itu, penelitian ini memiliki tujuan untuk menganalisis komponen biokimia bioflokulan Flavobacterium sp. yang diperoleh dari pengendapan etanol Adapun yang menjadi hipotesis penelitian ini adalah bioflokulan Flavobacterium sp. yang diperoleh dari pengendapan etanol serta melalui tahapan analisis biokimia dapat diketahui komponen penyusun bioflokulan baik polisakarida (karbohidrat) maupun protein. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai alternatif flokulan pengganti yang aman bagi manusia, ramah bagi lingkungan, dan dapat didegradasi oleh mikrob. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan bermanfaat bagi industri gula khususnya dalam pemurnian gula dan pengolahan limbah cair sehingga meminimalkan penggunaan flokulan sintetik yang berbahaya.
TINJAUAN PUSTAKA Koagulasi dan flokulasi Koagulasi adalah penambahan koagulan ke dalam campuran untuk mengurangi daya tolak menolak antar partikel koloid, sehingga partikel mulai menggumpal dan akhirnya membentuk bahan padat (flok). Sementara itu, flokulasi adalah penggabungan flok-flok, dengan pengadukan lambat, menjadi flok dengan ukuran lebih besar hingga akhirnya
mengendap. Kedua proses tersebut terjadi dalam partikel koloid. Koloid memiliki sifat khas, yaitu tidak dapat disaring, fase terdispersi tersebar merata dalam medium pendispersi, dan dapat memberikan suatu hamburan cahaya yang bergerak tidak teratur jika terkena seberkas cahaya, dinamakan efek Tyndall (Benefield et al. 1982). Koagulasi dan flokulasi merupakan proses yang saling terkait, flokulasi terjadi setelah koagulasi di dalam suspensi koloid. Keberhasilan flokulasi bergantung dari koagulasi yang merupakan rangkaian pembentukan flok yang lebih besar. Koagulasi bertujuan menurunkan energi penghalang hingga bernilai nol agar partikel-partikel tidak lagi saling tolak-menolak, melainkan beragregasi satu sama lain. Koagulan (kation multivalen) ditambahkan dalam koloid untuk mengurangi nilai energi penghalang tersebut. Energi penghalang ialah gaya yang menghambat partikel koloid (umumnya bermuatan negatif) membentuk flok sehingga peran kation diperlukan seperti AlCl3 atau FeCl3. Cara ini membuat suspensi koloid stabil diubah menjadi tidak stabil, membentuk partikel-partikel yang lebih besar, siap mengendap (Parwono 1998). Faktor-faktor yang mempengaruhi flokulasi, yaitu kecepatan dan lama pengadukan, konsentrasi flokulan, pH, kekeruhan serta sifat flokulan (Mujiadi & Nieke 2002). Proses flokulasi dilakukan dengan menambahkan flokulan, yaitu senyawa kimia berupa polimer. Polimer disebut juga polielektrolit jika menomernya mengandung gugus fungsi yang dapat terionisasi. Proses flokulasi terjadi melalui empat tahap seperti terlihat pada Gambar 1. Tahapan tersebut, yaitu (1) dispersi polielektrolit dalam suspensi, (2) adsorbsi antara permukaan solidliquid, (3) kompresi polielektrolit yang teradsorbsi, dan (4) koalisi masing-masing polielektrolit yang terlingkupi oleh partikel untuk membentuk flok-flok kecil dan berkembang menjadi flok yang lebih besar. Flokulasi terjadi karena peran flokulan dengan bobot molekul tinggi seperti polielektrolit atau pati. Materi tersebut secara fisik membentuk jembatan antara dua atau lebih partikel yang menyatukan partikel padat menjadi bentuk acak dengan struktur tiga dimensi. Polielektrolit, bagian dari polimer (flokulan) yang dapat terionisasi dan mempunyai kemampuan membuat terjadinya suatu flokulasi dalam medium cair. Tahapan tersebut dapat juga berlaku dalam proses
koagulasi-flokulasi menggunakan bioflokulan (Kenneddy 2001 dalam Widodo 2006).
Gambar 1 Tahapan proses flokulasi (Kenneddy 2001 dalam Widodo 2006). Bioflokulan Bioflokulan merupakan hasil sintesis polimer ekstraseluler oleh mikrob selama fase pertumbuhan dan setiap mikrob memproduksi bioflokulan dengan komposisi yang berbedabeda (Kurane & Nohata 1991; Salehizadeh et al. 1999; Zhang et al. 2002; Jie et al. 2006). Bioflokulan juga adalah senyawa pembentuk flok dari bahan alami, dapat didegradasi oleh mikrob, ramah lingkungan, dan tidak berbahaya jika digunakan dalam industri makanan sehingga aman bagi manusia (Nam et al. 1996; Yokoi et al. 1998; Lu et al. 2005; Tsuge et al. 2005). Adanya bioflokulan menjadi alternatif pengganti flokulan sintetik yang biasa digunakan dalam proses flokulasi. Flokulasi menggunakan mikrob pertama kali ditemukan oleh Louis Pasteur, kemudian Butterfield (1935) yang telah berhasil mengisolasi bioflokulan dari lumpur aktif, menyimpulkan bahwa bioflokulan tersebut memberikan nilai aktivitas flokulasi yang tinggi terhadap bahan anorganik seperti suspensi kaolin (caolin clay) (Takeda et al. 1991; Kurane & Matsuyama 1994; Shimofuruya et al. 1996; Yokoi et al. 1998; Zhang et al. 2002b). Beberapa mikrob telah diteliti dapat menghasilkan bioflokulan, yaitu Corynebacterium sp, Aspergilus sojae, Dematinum sp, Paecilomyces sp, Agrobacterium sp, dan Rhodococcus erythropolis (Kurane 1986), Zoogloea sp (Farah & Richard 1976). Berikut adalah bioflokulan yang mengandung protein Nocardia amarae YK-1 (Koizumi et al. 1991), Bacillus licheniformis (Shih et al. 2001), dan Rhodococcus erythropolis (Takeda et al. 1991); bioflokulan yang mengandung polisakarida, yaitu Alcaligenes cupidus KT201 (Toeda & Kurane 1991), Bacillus subtilis IFO 3335 (Yokoi et al. 1996), Xanthomonas, Pseudomonas, dan Rhizobium spp.. (Yun & Park 2003). Selain itu, Arcuadendron sp. TS-4 (Lee et al. 1995) dan
Arathrobacter sp merupakan bioflokulan yang mengandung glikoprotein (Wang et al. 1995) serta Rhodococcus erythropolis ditemukan sebagai boflokulan yang mengandung lipid (Kurane et al. 1994). Hasil penelitian terbaru menyimpulkan bahwa bioflokulan tidak hanya dihasilkan dari bakteri atau fungi, melainkan juga dari mikrob yang ada di dalam lumpur aktif dan tanah (Shimizu & Odawara 1985; Toeda & Kurane 1991; Yokoi et al. 1998; Zhang et al. 2002; Tsuge & Nakano 2005; El-tayeb & Khodair 2007). Berdasarkan Nakamura (1976), bioflokulan yang berasal dari lumpur aktif yang telah berhasil diteliti terdapat pada bakteri Pseudomonas, Zooglea, Alcaligenes, flavobacterium, dan Nocardia. Bakteri hasil isolasi lumpur aktif, yaitu Zooglea ramigera merupakan bakteri penghasil bioflokulan yang menunjukkan aktivitas flokulasi yang tinggi terhadap suspensi kaolin (Shimizu & Odawara 1985). Bioflokulan yang diisolasi dari kultur lumpur aktif memiliki aktivitas yang hampir setara dengan flokulan sintetik. Pernyataan tersebut senada dengan hasil penelitian Dewi (2007), isolat lumpur aktif yang disolasi dari PT UNITEX, Bogor dan PT Indonesian Toray Synthetics (PT ITS) Tangerang memiliki nilai flokulasi lebih dari 50%. Berdasarkan hasil identifikasi menggunakan pewarnaan Gram diperoleh bakteri Gram negatif, sedangkan dengan identifikasi genus diperoleh bakteri Flavobacterium sp., yang kemudian dicocokan dengan kunci taksonomi Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology. Bioflokulan lebih baik digunakan daripada flokulan sintetik, sebab ramah terhadap lingkungan meskipun dalam jumlah yang berlebih (Tsuge et al. 2005). Lumpur aktif telah banyak digunakan secara luas dalam pengolahan limbah cair di industri tekstil. Lumpur tersebut merupakan suspensi yang mengandung mikrob penghasil bioflokulan dan umumnya mempunyai komposisi 70-90% bahan organik dan 10% bahan anorganik. Istilah lumpur aktif digunakan karena mikrob aerobik umumnya tampak menggumpal seperti lumpur tanah. Lumpur aktif terdiri dari berbagai jenis mikrob yang terdiri dari 95% bakteri dan 5%nya adalah fungi, alga, dan protozoa. Komponen Biokimia dalam Bioflokulan Umumnya penelitian yang berkembang mengenai bioflokulan hanya terfokus pada kondisi kultur yang optimum untuk tahap
produksi atau flokulasi dan ada juga yang meneliti mengenai karakterisasi molekulernya atau komposisi biokimianya. Komponen yang terkandung dalam bioflokulan di antaranya protein (Koizumi et al. 1991; Takeda et al. 1991; Shih et al. 2001), polisakarida (Toeda & Kurane 1991; Yokoi et al. 1996), lipid (Kurane et al. 1994; Nam et al. 1996; Zhang et al. 2002; Lu et al. 2005; Jie et al. 2006), dan glikoprotein (Lee et al. 1995; Wang et al. 1995). Bioflokulan perlu dipisahkan dari pengotornya terlebih dahulu agar pada saat menganalisis komponen biokimia bioflokulan memberikan hasil yang baik. Isolasi bioflokulan memiliki tujuan untuk memisahkan sampel dari pengotor atau bahan yang tidak diinginkan (sel atau media produksi). Bioflokulan dapat diisolasi menggunakan pelarut organik yang umumnya bersifat nonpolar, misalnya etanol, cetiltrimetil-amonium bromida (CTAB), aseton, dan cetylpyridinium chloride (CPC). Cara kerja pelarut tersebut ialah mempercepat pengendapan sehingga diperoleh hasil bioflokulan dalam bentuk endapan (Nam et al. 1996; Salehizadeh et al. 1999; Jie et al. 2006; El-tayeb & Khodair 2007). Kadar gula total atau polisakarida dalam bioflokulan dapat ditentukan menggunakan metode fenol-asam sulfat (Dubois et al. 1956) (Kurane & Matsuyama 1994; Nam et al. 1996; Salehizadeh & Shojaosadati 2002; Zhang et al. 2002; Zhang et al. 2002b; Lu et al. 2005; Jie et al. 2006) dan diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 490 nm (Vis). Metode fenol-asam sulfat merupakan cara yang paling mudah dan dapat dipercaya untuk menganalisis kandungan karbohidrat (Masuko et al. 2004). Metode ini menggunakan reagen fenol 5% bertujuan menentukan polisakarida dalam jumlah sampel yang sedikit (sekitar 50 μg) secara kuantitatif dapat dipisahkan dengan kromatografi kertas (Koji et al. 2001). Kandungan protein dapat ditentukan menggunakan metode Bradford (1976) dengan bovine serum albumin (BSA) sebagai standar (Zhang et al. 2002; Zhang et al. 2002b; Lu et al. 2005; Jie et al. 2006). Metode Bradford dianggap cukup sederhana karena hanya menggunakan satu macam reagen untuk pewarnaan, yaitu Coomassie Brilliant Blue. Reaksi yang terjadi antara reagen pewarna tersebut dan protein dalam larutan asam akan menghasilkan absorban yang diukur pada panjang gelombang maksimum dari 465-595 nm. Intensitas warna yang diukur sebanding dengan jumlah protein dalam sampel.
Semakin banyak kandungan protein dalam sampel maka warna larutan akan semakin pekat sehingga nilai transmitan akan semakin kecil. Keunggulan metode ini ialah sensitivitas tinggi, jumlah sampel yang dibutuhkan sedikit, waktu analisis relatif singkat, dan menunjukkan variasi perubahan yang cukup signifikan untuk berbagai jenis protein (Boyer 1986).
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini, yaitu bioflokulan dari Flavobacterium sp.; media sintetik untuk pertumbuhan mikrob Nutrient Agar; Nutrient Broth; bahan untuk media produksi bioflokulan, yaitu glukosa, sukrosa, ekstrak khamir, pepton, urea, MgSO4, KH2PO4, (NH4)2SO4, NaCl, pati, dan akuades; bahan uji standar aktivitas flokulasi, yaitu suspensi kaolin 0.05% (caolin clay); koagulan AlCl3; etanol 95%; alkohol 75%; pereaksi Molisch; larutan ninhidrin 0.1%; larutan fenol 5%, H2SO4 pekat, standar glukosa untuk analisis kandungan gula total; standar Bovine serum albumin (BSA), reagen Bradford, dan NaCl 0.9 % untuk analisis kandungan protein bioflokulan. Alat-alat yang digunakan adalah peralatan gelas seperti labu Erlenmeyer, gelas ukur, tabung reaksi, cawan petri, gelas piala, batang pengaduk, dan pipet tetes; pipet volumetrik, jarum inokulasi, wadah kertas, mikropipet, aluminium foil, kapas, plastik tahan panas, termometer, label, kapas berlemak, bunsen, pengaduk magnetik, vorteks, penangas air, inkubator, pH meter, neraca analitik, oven, spektrofotometer UV-Vis, sentrifus, rotary shaker, laminar air flow cabinet, dan autoklaf. Metode Penelitian Penelitian dilakukan dalam 5 tahap, yaitu 1) Peremajaan isolat, 2) Produksi bioflokulan, 3) Pengujian aktivitas flokulasi, 4) Isolasi bioflokulan, dan 5) Analisis komponen biokimia bioflokulan. Peremajaan Isolat Peremajaan isolat dilakukan terhadap isolat yang ada dalam stok gliserol dipindahkan dalam media Nutrient Agar (NA) menggunakan teknik cawan gores. Komposisi media NA, yaitu 0.75 g beef extract, 1.25 g pepton, 1.25 g NaCl dicampurkan dengan 2.5
g agar ke dalam labu Erlenmeyer lalu akuades ditambahkan hingga mencapai 250 mL. Campuran dipanaskan sambil dikocok dengan pengaduk magnetik hingga homogen lalu disterilisasi dengan autoklaf selama 15 menit, suhu 121 ºC dan tekanan dua atm. Setelah media NA dingin, kemudian dituangkan ke dalam cawan petri dan tabung reaksi, masingmasing untuk membuat media cawan dan agar miring. Satu ose isolat lumpur aktif dari stok gliserol diinokulasikan ke dalam media NA cawan dan agar miring, kemudian diinkubasi 16 jam pada suhu 30 ºC. Koloni tunggal yang diperoleh pada cawan diambil dengan jarum inokulasi dan ditumbuhkan dalam 5 mL media Nutrient Broth (NB). Media NB diinkubasi pada kondisi yang sama dengan sebelumnya, yaitu suhu 30 ºC selama 16 jam, dikocok dengan kecepatan 180 rpm. Lalu 1% dari media NB masuk tahap selanjutnya, yaitu ditumbuhkan ke dalam media produksi bioflokulan (Shimizu & Odawara 1985; Lu et al. 2005; Jie et al. 2006; El-tayeb & Khodair 2007). Produksi Bioflokulan Kultur cair media Nutrient Broth (NB), dipindahkan sebanyak 1 % dari volume media produksi (100 μL) ke dalam 10 mL media produksi bioflokulan lalu diinkubasi pada suhu 30 ºC pada dikocok dengan kecepatan 180 rpm selama 42 jam. Berdasarkan penelitian sebelumnya, kultur diambil pada saat keadaan produksi bioflokulan maksimum ditunjukkan dengan nilai aktivitas flokulasi yang tinggi (Dewi 2007). Adapun komposisi media produksi bioflokulan sebagai berikut: variasi sumber C, 0.015 g ekstrak khamir, 0.015 g pepton, 0.015 g urea, 0.006 g MgSO4, 0.15 g KH2PO4, 0.015 g (NH4)2SO4, dan 0.003 g NaCl dilarutkan dalam 30 mL aquades dan diatur pHnya 6 (Wang et al. 1995; Lu et al. 2005; Jie et al. 2006). Variasi sumber C dalam media produksi menggunakan glukosa, sukrosa, dan pati. Ada tiga variasi media produksi bioflokulan, yaitu (a) media 1 mengandung glukosa 1% dan sukrosa 1%, (b) media 2 mengandung glukosa 0.2% dan pati 3%, dan (c) media 3 mengandung pati 1%. Uji Aktivitas Flokulasi Pengujian aktivitas flokulasi cairan kultur (bioflokulan) hasil produksi terhadap suspensi kaolin dilakukan dalam gelas ukur 100 mL. Sebanyak 80 mL suspensi kaolin (5,5 g/L) dicampur dengan 10 mL koagulan AlCl3
0.05% b/v dan 1.0 mL kultur bioflokulan, ditambahkan akuades hingga mencapai volume total 100 mL. Campuran diaduk, suhu 27 ºC dan dibiarkan tegak selama 2 menit (Kurane et al. 1986; Kurane et al. 1995; Zhang et al. 2002a; Jie et al. 2006). Pembentukkan agregat visibel diamati untuk menentukan terbentuk atau tidaknya flok dalam campuran reaksi. Aktivitas flokulasi dapat ditentukan dengan mengukur penurunan turbiditas bagian atas campuran dalam gelas ukur. Kerapatan optis (OD) bagian atas campuran setelah 2 menit kemudian diukur pada panjang gelombang 550 nm menggunakan spektrofotometer. Aktivitas flokulasi dihitung menurut persamaan: (A-B)/A x 100% dengan A adalah OD kontrol dan B adalah OD sampel. Kondisi yang sama untuk kontrol hanya tanpa penambahan cairan kultur. Isolasi Bioflokulan Setelah tahap inkubasi pada media produksi, cairan kultur kemudian diisolasi dengan pengendapan etanol, metode Zhang et al. 2002. Cairan kultur disentrifus pada 6.000g selama 15 menit untuk memisahkan sel. Supernatan yang diperoleh ditambahkan etanol 95% dingin sebanyak dua volume supernatan secara bertahap sambil diaduk dengan pengaduk magnetik. Perubahan yang terjadi selama penambahan etanol secara bertahap diamati. Setelah itu didiamkan selama kurang lebih 30 menit hingga mencapai kesetimbangan. Lalu fraksi endapan etanol disentrifus kembali pada 12.000g selama 15 menit untuk memperoleh endapan bioflokulan yang kemudian dikeringkan dalam oven. Bioflokulan hasil pengendapan etanol kemudian diuji aktivitas flokulasinya dan dianalisis komponen biokimianya. Analisis Komponen Biokimia Bioflokulan Analisis komponen bioflokulan secara kuantitatif meliputi penentuan kandungan karbohidrat (gula total) ditentukan dengan metode fenol-asam sulfat (Dubois et al. 1956) dengan glukosa sebagai standar. Sementara itu, kandungan protein ditentukan dengan metode Bradford (1976) dan BSA sebagai standar. Akan tetapi, sebelum memasuki tahap analisis tersebut, akan dilakukan uji pendahuluan terhadap bioflokulan, yaitu uji kualitatif. Uji Molisch untuk mendeteksi adanya karbohidrat, sedangkan uji Ninhidrin untuk mendeteksi kandungan protein. Kedua uji tersebut masing-masing merupakan uji secara umum baik karbohidrat maupun protein
dalam sampel yang merupakan langkah awal memasuki uji lebih lanjut. Sampel (bioflokulan) sebanyak 5 mL ditambahkan 2 tetes pereaksi Molisch, kemudian dicampur merata. Setelah itu, campuran ditambahkan 3 mL H2SO4 pekat perlahan-lahan melalui dinding tabung. Tabung reaksi beserta isi didiamkan selama 10 menit di ruang asam. Perubahan warna dan pembentukkan cincin yang terjadi diamati. Sementara itu, untuk uji Ninhidrin 3 mL sampel ditambahkan 0.5 mL larutan ninhidrin 0.1%. Campuran kemudian dipanaskan dalam penangas air mendidih selama 10 menit. Perubahan warna yang terjadi diamati. Metode fenol-asam sulfat untuk mengidentifikasi kandungan total gula dalam sampel (Nam et al. 1996; Zhang et al. 2002; Lu et al. 2005; Jie et al. 2006). Langkah awal ialah membuat kurva standar dengan glukosa (1 mg/mL) sebagai standar dari konsentrasi tertinggi hingga terendah. Sebanyak 0, 0.1, 0.3, 0.5, 0.8, dan 1 mg/mL glukosa dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan akuades hingga mencapai volume 100 μL. Sebanyak 0.5 mL larutan fenol 5%, 2.5 mL H2SO4 pekat dicampurkan ke dalam tabung tersebut dan dicampur rata. Standar glukosa diganti dengan akuades untuk blanko, sedangkan untuk analisis sampel, standar diganti dengan (bioflokulan 1%). Setelah itu, campuran diinkubasi selama 15 menit di ruang asam. Lalu tabung berisi campuran dipanaskan dalam air (40 °C) selama 15-30 menit (perubahan warna diamati), kemudian absorbansi dibaca pada panjang gelombang 490 nm. Langkah awal untuk menentukan kandungan protein ialah dilakukan pembuatan kurva standar dengan BSA (1 mg/mL) sebagai standar dengan berbagai variasi konsentrasi (Zhang et al. 2002; Lu et al. 2005; Jie et al. 2006). Sebanyak 0-100 μL standar BSA dimasukkan ke dalam tabung reaksi (interval 10 μL) dan ditambahkan NaCl 0.9% hingga volume mencapai 100 μL kemudian ditambah 5 mL reagen Bradford dan dicampur rata. Untuk blanko larutan standar diganti dengan NaCl 0.9%. Setelah diperoleh persamaan kurva standar, langkah berikutnya ialah penentuan konsentrasi sampel. Untuk analisis sampel, standar BSA diganti dengan bioflokulan 1%. Sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 5 mL reagen Bradford dicampur rata menggunakan vorteks kemudian absorbansi diukur pada panjang gelombang 595 nm.
HASIL DAN PEMBAHASAN Isolat Lumpur Aktif Penghasil Bioflokulan Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa bioflokulan dapat bersumber dari mikrob yang ada di dalam lumpur aktif (LA) dan tanah (Shimizu & Odawara 1985; Toeda & Kurane 1991; Yokoi et al. 1998; Zhang et al. 2002; Tsuge & Nakano 2005; Lu et al. 2005; El-tayeb & Khodair 2007). Bioflokulan yang berasal dari LA sangat terbatas hanya pada bakteri Pseudomonas, Zooglea, Alcaligenes, flavobacterium, dan Nocardia (Nakamura 1976), Bioflokulan yang diisolasi dari kultur LA memiliki aktivitas yang hampir setara dengan flokulan sintetik. Bioflokulan tersebut akan lebih baik digunakan dibandingkan dengan flokulan sintetik sebab ramah terhadap lingkungan meskipun dalam jumlah yang berlebih (Tsuge et al. 2005). Penelitian ini memfokuskan pada isolat LA yang berasal dari industri tekstil PT UNITEX, Bogor. Isolat yang terpilih untuk dianalisis lebih lanjut ialah isolat yang memberikan hasil uji aktivitas flokulasi tinggi terhadap suspensi kaolin. Berdasarkan penelitian Dewi (2007), LA-2; LA-7; LA-4; dan LA-1 merupakan empat isolat dengan aktivitas flokulasi tertinggi, secara berurut sebesar 71.23%; 70.87%; 60.70%; dan 57.54%. Setelah itu, isolat-isolat tersebut (dalam stok gliserol) ditumbuhkan ke dalam media cawan Nutrient Agar (NA) dan diinkubasi pada suhu 30 ºC selama 16 jam, hasil inkubasi tampak pada Gambar 2. Media NA ialah media nutrien yang dapat menunjang pertumbuhan mikrob. Media tersebut mengandung sumber karbon (beef extract), sumber nitrogen organik (pepton), agar, dan air. Hasil peremajaan tersebut memperlihatkan bahwa koloni LA-2 dan LA-4 tumbuh lebih banyak, sedangkan LA-1 sedikit dan LA-7 tidak tumbuh. Koloni yang tumbuh sedikit atau bahkan tidak tumbuh dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Faktorfaktor tersebut ialah mikrob yang ada dalam isolat memerlukan media yang lebih kompleks, selain nutrisi juga perlu diperhatikan kondisi fisik yang menunjang pertumbuhan bakteri seperti suhu atau pH (Pelczar & Chan 1986). Faktor lainnya, yaitu kondisi semasa penyimpanan dalam stok gliserol tidak stabil, baik suhu maupun waktu. Berbagai jenis mikrob dapat dibekukan langsung dalam media gliserol. Penyimpanan dapat bertahan lama dalam kondisi beku dengan cara mereduksi sebagian besar
aktivitas atau kecepatan metabolisme mikrob (Machmud 2001). Berdasarkan identifikasi, Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology diperoleh LA-2 mengandung mikrob Flavobacterium sp.. Sementara itu, Gambar 3 merupakan pewarnaan Gram bioflokulan dari Flavobacterium sp. yang diamati di bawah mikroskop pada perbesaran 10x100. Hasil yang diperoleh ialah Gram negatif dengan bentuk kokus (Dewi 2007). Koloni tunggal isolat ini juga dapat diperoleh dalam waktu yang relatif cepat dan tumbuh dengan baik pada media NA (Gambar 3). Koloni tunggal yang terbentuk akan diinokulasikan pada media cair Nutrient Broth (NB). Media NB merupakan media aktivasi mikrob, kemudian diinkubasi selama 16 jam pada kecepatan 180 rpm suhu 30 ºC. Hasil pengukuran Kerapatan Optis (OD atau Optical Density) menunjukkan bahwa aktivitas pertumbuhan mikrob cukup tinggi, yaitu sebesar 0.860. LA-1
LA-4
LA-7
LA-2
Gambar 2 Koloni isolat lumpur aktif pada media cawan NA.
Gambar 3
Gambar
4
Morfologi bioflokulan dari Flavobacterium sp. dengan pewarnaan Gram.
Koloni bioflokulan Flavobacterium sp..
dari
Media Produksi Bioflokulan Salah satu faktor pendukung mikrob untuk memproduksi bioflokulan ialah media produksinya. Hal yang perlu diperhatikan, yaitu komposisi media produksi tidak hanya mencakup sumber nutrisi bagi mikrob tetapi juga memenuhi kebutuhan bagi pembentukan produk bioflokulan secara maksimum. Sumber karbon (C) dan nitrogen (N) yang terkandung dalam media produksi dapat divariasikan untuk mengetahui peran media terhadap produksi bioflokulan. Glukosa, sukrosa, fruktosa, dan pati merupakan contoh sumber C yang dapat divariasikan, dalam media berfungsi sebagai sumber energi bagi bakteri. Sementara itu, sumber N organik yang dapat divariasikan ialah ekstrak khamir dan pepton, sedangkan untuk N anorganik ialah urea dan (NH4)2SO4. Hal tersebut senada dengan hasil penelitian Kurane (1986) yang menyatakan kondisi kultur paling efektif untuk produksi bioflokulan, yaitu menggunakan glukosa sebagai sumber C dan ekstrak khamir serta pepton sebagai sumber N organik. Namun, pada penelitian ini hanya akan dilakukan variasi sumber C dalam media produksi dengan konsentrasi yang bervariasi. Media 1 mengandung glukosa 1% dan sukrosa 1% (Kurane et al. 1994; Wang et al. 1995; Lu et al. 2005), media 2 mengandung glukosa 0.2% dan pati 3% (Zhang et al. 2002a), dan media 3 mengandung pati 1% (Kurane & Matsuyama 1994). Variasi media bertujuan melihat pengaruh sumber C terhadap produksi bioflokulan yang akan ditinjau dari hasil uji aktivitas dan bobot bioflokulan. Media produksi dikultivasi selama 42 jam dan dilakukan pengocokkan dengan kecepatan 180 rpm. Waktu tersebut diperkirakan adalah kondisi kultivasi optimum bagi mikrob untuk menghasilkan bioflokulan (Yokoi et al. 1998; Dewi 2007). Kecepatan pengocokkan yang digunakan untuk produksi ialah 180 rpm agar bakteri memiliki aerasi yang baik mengingat kemungkinan bakteri tersebut bersifat aerob atau anerob fakultatif. Selain itu juga agar kultur homogen dan dapat menyeragamkan kondisi ketika produksi bioflokulan (Kurane & Nohata 1991; Lu et al. 2005). Perbandingan antara jumlah media produksi dengan udara Erlenmeyer perlu diperhatikan. Sebanyak 30 mL media produksi dalam Erlenmeyer 250 mL berarti memiliki perbandingan sekitar 1:8. Kondisi tersebut memberikan aerasi yang baik dan menunjang pertumbuhan sel untuk menghasilkan bioflokulan (Lu et al. 2005).
Koloni mikrob Flavobacterium sp. yang ditumbuhkan ke dalam tiga jenis media produksi tersebut mempengaruhi pertumbuhan dan produksi bioflokulan. Pertumbuhan mikrob dapat dilihat dari kekeruhan media. Semakin keruh media, semakin banyak jumlah bakteri yang tumbuh. Gambar 5 menunjukkan media produksi sebelum dan sesudah kultivasi selama 42 jam. Keadaan awal (Gambar 5a), media 1 terlihat bening, media 2 paling keruh, dan media 3 agak keruh. Sementara itu, Gambar 5b adalah keadaan setelah kultivasi 42 jam suhu 30 ºC. Media 2 terlihat paling keruh (Gambar 5a), dikarenakan mengandung pati 3% yang tidak larut dengan sempurna dalam air. Pati merupakan polisakarida kompleks yang terdiri dari amilosa dan amilopektin yang tidak larut dalam air. Setelah kultivasi (Gambar 5b), hasilnya tampak keruh, menunjukkan adanya pertumbuhan mikrob. Hal tersebut juga didukung oleh nilai OD yang cukup tinggi (Tabel 1). Pertumbuhan mikrob tertinggi dengan pengenceran 3x dihasilkan media 2 (Glukosa 0.2% & Pati 3%) dengan OD sebesar 0.638. Hal ini memungkinkan bahwa kekeruhan yang terjadi akibat sumber C yang tidak larut sempurna. Kultur bioflokulan perlu diuji aktivitas flokulasinya untuk memastikan bahwa memang benar adanya pertumbuhan mikrob penghasil bioflokulan. Selain itu juga aktivitas flokulasi media saja akan diuji untuk melihat peran media.
!
2
3
(a) !
2
3
(b) Gambar 5 Variasi media produksi bioflokulan (a) keadaan awal (b) setelah kultivasi 42 jam.
Tabel 1 Data Pengukuran OD pada λ550 nm waktu kultivasi 16 jam Variasi media OD Pengenceran produksi kultur 3x Media 1 0.452 1.356 (Glukosa 1% & Sukrosa 1%) Media 2 0.638 1.914 (Glukosa 0.2% & Pati 3%) Media 3 (Pati 1%) 0.594 1.782 Aktivitas Flokulasi Bioflokulan Pengujian aktivitas flokulasi cairan kultur bioflokulan menggunakan AlCl3 0.05% sebagai koagulan. Penambahan koagulan ke dalam campuran bertujuan mengurangi daya tolak menolak antar partikel koloid sehingga partikel-partikel tersebut dapat bergabung menjadi flok-flok kecil. Kation multivalen Al3+ memiliki muatan permukaan yang luas dan dapat mengikat permukaan partikel koloid yang umumnya bermuatan negatif dengan kuat. Ion-ion positif yang berasal dari kation Al3+ akan menarik partikel-partikel bermuatan negatif karena sifatnya yang lebih positif. Melalui penetralan muatan ini, akan terbentuk flok karena antar koloid saling bergabung. Tabel 2 memperlihatkan hasil pengujian kemampuan flokulasi berbagai variasi media saja (tanpa bioflokulan) terhadap kaolin. Pengujian ini bertujuan melihat peran media terhadap proses flokulasi. Berdasarkan hasil uji, masing-masing media memberikan hasil aktivitas flokulasi <50%. Media 3 (pati 1%) manunjukkan hasil aktivitas flokulasi paling tinggi sebesar 21.94%. Sementara itu, aktivitas flokulasi paling kecil ialah media 2 (glukosa 0.2% dan pati 3%), sebesar 7.14%. Pengamatan aktivitas flokulasi dilakukan selama dua menit, karena merupakan waktu yang ideal untuk mengamati aktivitas flokulasi yang terjadi dalam suspensi koloid. Bentuk flok yang terbentuk juga dapat diamati sehingga tampak pemisahan antara bagian yang bening dan endapan kaolin. Semakin cepat terjadinya pemisahan dan terbentuknya flok maka kerja bioflokulan semakin baik. Selanjutnya, waktu yang sama juga akan digunakan untuk uji aktivitas flokulasi kultur bioflokulan dan bioflokulan hasil pengendapan etanol. Berdasarkan hasil uji aktivitas tersebut, media yang selanjutnya digunakan sebagai media produksi bioflokulan Flavobacterium sp. ialah media yang memberikan pengaruh kecil pada proses flokulasi, yaitu media 1 dan
2. Media tersebut memberikan pengaruh kecil saat flokulasi sehingga produk mikrob (bioflokulan) akan lebih berperan untuk memflok kaolin bukan media. Gambar 6 menunjukkan kondisi aktivitas flokulasi media selama dua menit dalam gelas ukur. Media 3 terlihat paling jernih dengan aktivitas flokulasi paling besar, yaitu 21.94%. Hal ini disebabkan oleh media 3 terdiri atas pati 3% yang tidak larut dan berperan dalam flokulasi. Setelah kultivasi 42 jam, pertumbuhan bakteri diukur nilai OD550nm, hasilnya pada media 1 dan 2 secara berurut sebesar 0.452 dan 0.638. Kemudian dilakukan uji aktivitas flokulasi bioflokulan yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil uji menunjukkan bahwa kultur dari media 1 memberikan nilai aktivitas lebih tinggi sebesar 66.34% daripada media 2 sebesar 51.18%. Glukosa dan sukrosa yang digunakan sebagai sumber C memberikan pengaruh aktivitas flokulasi yang lebih baik daripada pati (Toeda & Kurane 1991; Yokoi et al. 1998). Hal tersebut juga terlihat dari hasil uji aktivitas flokulasi kultur masing-masing media terhadap suspensi kaolin (Gambar 7 dan Gambar 8). Kultur media 1 terlihat lebih jernih daripada kontrol (tanpa kultur). Endapan kaolin yang terbentuk juga lebih banyak dan terlihat flok-flok yang terbentuk. Sementara itu, Gambar 8 juga memberikan hasil yang lebih jernih jika dibandingkan dengan kontrol. Namun, aktivitas kultur dari meda 1 lebih efektif daripada media 2. Tabel 2 Aktivitas flokulasi berbagai media produksi (Tanpa bioflokulan) OD Aktivitas Variasi OD Sampel flokulasi media kontrol (%) produksi λ550nm 1 1.750 1.472 15.88 2 1.750 1.625 7.14 3 1.750 1.366 21.94 1
2
3
4
Gambar 6 Aktivitas flokulasi media produksi bioflokulan (1) kontrol, (2) media 1, (3) media 2, dan (3) media 3.
Tabel 3 Aktivitas flokulasi kultur bioflokulan Aktivitas OD OD Variasi media flokulasi kontrol kultur produksi (%) λ550nm Media 1
1.551
0.522
66.34
Media 2
1.485
0.725
51.18
1
2
Gambar 7 Aktivitas flokulasi kultur bioflokulan (1) kontrol (2) media 1 1
2
Gambar 8 Aktivitas flokulasi kultur bioflokulan (1) kontrol (2) media 2 Isolasi Bioflokulan melalui Pengendapan Etanol Kultur bioflokulan yang digunakan untuk uji aktivitas terdiri atas sel mikrob penghasil bioflokulan, media itu sendiri, dan produk (bioflokulan). Kultur tersebut perlu dipisahkan dari pengotornya agar diperoleh endapan bioflokulan sehingga dapat dianalisis komponen biokimianya. Beberapa penelitian terdahulu banyak menggunakan pelarut etanol untuk memisahkan bioflokulan dari media dan sel (Yokoi et al. 1998; Zhang et al. 2002a; Zhang et al. 2002b; Jie et al. 2006). Pelarut organik, etanol dipilih karena bersifat polar, efisien, dan ekonomis. Penambahan etanol dua volume bertujuan mempercepat pengendapan sehingga diperoleh hasil bioflokulan dalam bentuk endapan (Nam et al. 1996; Salehizadeh et al. 1999; Jie et al. 2006; El-tayeb & Khodair 2007).
Jumlah bioflokulan dari media 2 diperoleh lebih banyak daripada media 1, hampir sepuluh kali lebih banyak. Hal tersebut dapat disebabkan oleh sumber C yang mengandung pati 3%. Adanya pati yang tidak larut sempurna sangat berperan untuk menginduksi mikrob untuk menghasilkan bioflokulan dengan komposisi polisakarida yang tinggi. Dari jumlah media produksi sebanyak 250 mL masing-masing diperoleh bioflokulan sebanyak 0.185 g dari media 1 (Gambar 9a), 2.6289 g dari media 2 (Gambar 9b). Sementara itu, konsentrasi glukosa yang tinggi (1%) dalam media 1 dapat menghambat pertumbuhan sel dan produksi bioflokulan. Bioflokulan yang diperoleh dari media 2 disebabkan oleh konsentrasi sumber C yang tepat. Berdasarkan penelitian Zhang et al. 2002, konsentrasi glukosa yang rendah (0.1 0.2%) dapat menstimulasi sel mikrob untuk menggunakan pati sebagai sumber C dan menghasilkan bioflokulan secara maksimum. Sentrifus diulang sebanyak dua kali dengan kecepatan yang berbeda pada isolasi bioflokulan. Sentrifus pertama dengan kecepatan 6.000g untuk memisahkan sel dan media dari bioflokulan. Sentrifus kedua setelah ditambahkan etanol dua volume etanol, kecepatan menjadi 12.000g. Perubahan kecepatan sentrifus menjadi dua kali memiliki tujuan untuk memperoleh bioflokulan yang bebas dari pengotor. Setelah itu, endapan dikeringkan pada suhu 37 ºC agar bebas dari pelarut etanol. Bioflokulan hasil pengendapan etanol yang diperoleh diuji aktivitas flokulasinya. Berdasarkan Tabel 4, nilai aktivitasnya kurang dari 50%, yaitu bioflokulan dari media 1 sebesar 12.78% dan 6.19%. Sementara itu, bioflokulan media 2 memiliki kemampuan memflokulasi kaolin lebih baik, sebesar 24.93% dibandingkan media 1 sebesar 18.73%. Hasil penelitian menunjukkan aktivitas flokulasi kultur bioflokulan lebih tinggi daripada aktivitas flokulasi bioflokulan hasil pengendapan etanol.
(a) Gambar 9
(b) Bioflokulan hasil pengendapan etanol (a) media 1 (b) media 2
Tabel 4
Uji aktivitas bioflokulan hasil pengendapan etanol Media OD OD Aktivitas produksi Kontrol Sampel flokulasi (%) λ550nm 1 1.392 1.214 12.78 2 1.392 1.045 24.93 Analisis Biokimia Bioflokulan
Bioflokulan hasil pengendapan etanol kemudian dianalisis komponen biokimianya. Komponen yang akan dianalisis ialah polisakarida menurut metode fenol-asam sulfat (Dubois et al. 1956) dan protein dengan metode Bradford (1976). Akan tetapi perlu dilakukan uji kualitatif untuk mendeteksi keberadaan kedua komponen biokimia tersebut, yaitu uji Molisch sebagai uji umum karbohidrat dan uji Ninhidrin sebagai uji umum mendeteksi keberadaan protein. Uji Molisch merupakan uji umum untuk mendeteksi keberadaan karbohidrat. Prinsip uji ini ialah pembentukkan furfural atau turunan-turunan dari karbohidrat yang didehidratasi oleh asam pekat, reaksi α-naftol akan membentuk persenyawaan berwarna. Hasil uji positif adanya karbohidrat, yaitu terbentuknya warna ungu kemerahan pada kedua batas cairan (menyerupai cincin). Bioflokulan 1% dari media 1 dan 2 memberikan hasil positif seperti ditunjukkan pada Tabel 5, sedangkan visualisasi uji Molisch dapat dilihat pada Gambar 10a terbentuk warna ungu kemerahan pada kedua cairan, sedangkan untuk media 2 (Gambar 10b) terlihat sangat pekat yang diperkirakan terkandung kadar karbohidrat lebih tinggi. Uji kualitatif untuk mendeteksi keberadaan uji protein bioflokulan menggunakan Ninhidrin. Uji umum ini memberikan hasil positif ketika protein bereaksi dengan larutan ninhidrin terbentuk warna biru (keunguan). Namun, prolin dan hidroksiprolin yang gugus aminonya tersubstitusi memberikan hasil reaksi berwarna kuning. Bioflokulan 1% meberikan hasil positif baik produk dari media 1 maupun media 2. Berdasarkan Gambar 11, bioflokulan media 1 telihat agak samar-samar berwarna biru muda, sedangkan media 2 menghasilkan warna kuning. Kandungan total bioflokulan 1% diuji secara kuantitatif menggunakan metode fenolasam sulfat (Dubois et al. 1956) dengan glukosa sebagai standar. Larutan glukosa standar (1 mg/mL) dibuat dari konsentrasi 0, 0.1, 0.3, 0.5, 0.8, dan 1 mg/mL. Variasi
konsentrasi yang dibuat telah dianggap mewakili perbandingan antara konsentrasi dan absorbansi. Perubahan nilai absorban glukosa standar semakin meningkat seiring meningkatnya konsentrasi. Kurva glukosa standar memiliki persamaan y = 2.0691x– 0.1417 dengan nilai R sebesar 96.16%. Sampel bioflokulan 1% dari kedua media yang dianalisis menurut metode fenol-asam sulfat menunjukkan hasil positif dengan terbentuknya warna merah bata (orens). Perubahan warna yang terjadi akibat reaksi antara sampel dengan fenol 5% dan asam sulfat pekat sehingga warna yang muncul dapat diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 490 nm. Hasil uji tersebut dapat dilihat dari Gambar 12 baik untuk bioflokulan media 1 maupun media 2. Tabel 5 Hasil uji kualitatif bioflokulan 1% Media Uji Pengamatan produksi Molisch (+) cincin tipis (agak pekat) berwarna ungu kemerahan 1 Ninhidrin (+) samar-samar terlihat warna biru muda Molisch (+)cincin ungu kemerahan berwarna gelap (pekat sekali) 2 Ninhidrin (+) warna kuning Æ kemungkinan adanya prolin atau hidroksiprolin
(a) (b) Gambar 10 Hasil uji Molisch bioflokulan1% (a ) Media 1 (b) Media 2
(a) (b) Gambar 11 Hasil uji Ninhidrin bioflokulan 1% (a ) Media 1 (b) Media 2
(a)
(b) Gambar 12 Analisis gula total bioflokulan 1% metode fenol-asam sulfat (a) media 1 (b) media 2. Kandungan polisakarida yang diperoleh dari bioflokulan 1% ialah sebesar 0.0800 mg/mL untuk media 1 dan 0.2284 mg/mL untuk media 2. Gambar 12b memperlihatkan warna yang cukup pekat yang menandakan bahwa semakin tinggi intesitas warna semakin besar jumlah kandungan polisakarida. Pati 3% yang tidak terhidrolisis sempurna dari media 2 diduga memberikan peran yang signifikan terhadap kandungan polisakarida yang lebih tinggi dibandingkan dengan media 1. Kandungan protein bioflokulan secara kuantitatif diuji menggunakan metode Bradford (1976). Larutan BSA (1 mg/mL) dengan berbagai variasi konsentrasi mulai dari 0.1 – 1 mg/mL digunakan untuk membuat kurva standar protein. Peningkatan nilai absorbansi terjadi secara signifikan seiring dengan meningkatnya konsentrasi. Hal tersebut terlihat dari nilai absorbansi yang semakin meningkat senada dengan meningkatnya kandungan protein bioflokulan. Persamaan kurva standar, y = 1.2251x+0.07 dengan R sebesar 99.12%.
(a)
Konsentrasi sampel bioflokulan 1% yang diperoleh menurut metode Bradford ialah sebesar 0.0566 mg/mL untuk media 1 dan 0.5983 mg/mL untuk media 2. Gambar 13 menunjukkan hasil positif uji Bradford yang memberikan warna biru muda sehingga dapat diukur pada panjang gelombang 595 nm. Uji Bradford berdasarkan reaksi terjadi akibat pengikatan pewarna Coomassie Briliant Blue G-250 dengan protein yang absorbansinya secara maksimum diukur pada 595 nm.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil variasi media produksi diperoleh bahwa bioflokulan yang diproduksi dari media 1 (glukosa 1% dan sukrosa 1%) memberikan hasil uji aktivitas flokulasi lebih tinggi daripada media 2, sebesar 66.34% untuk media 1 dan 51.18% untuk media 2. Sementara itu, uji aktivitas flokulasi bioflokulan hasil pengendapan etanol lebih kecil dibandingkan kultur bioflokulan, masing-masing sebesar 12.78% dari media 1 dan 24.93% dari media 2. Media 2 (glukosa dan pati) memberikan hasil jumlah bioflokulan lebih banyak daripada media 1 melalui pengendapan etanol. Media produksi sebanyak 250 mL diperoleh bioflokulan sebanayk 0.185 g dari media 1 dan 2.6289 g dari media 2. Bioflokulan dari Flavobacterium sp. memiliki komposisi polisakarida dan protein secara berturut sebesar 0.0800 mg/mL dan 0.0566 mg/mL dari media 1 dan 0.2284 mg/mL dan 0.5983 mg/mL dari media 2. Saran Perlu dilakukan pemurnian dan analisis komponen biokimia untuk isolat LA-1 dan LA-4. Selain itu, dapat melakukan analisis komponen biokimia bioflokulan dari Flavobacterium sp.menggunakan teknik yang lebih spesifik, misalnya kromatografi. Ucapan Terima Kasih
(b) Gambar 13 Analisis protein bioflokulan 1% Metode Bradford (a) media 1 (b) media 2.
Penelitian ini dibiayai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional, melalui kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian dengan judul Pemurnian dan Analisis Biokimia Bioflokulan dari Bakteri Isolat Lokal atas nama Putri S. Pada tahun 2007.
DAFTAR PUSTAKA Benefield et al. 1982. Process Chemistry for Water and Wastewater Treatment. New York: Printice Hall. Boyer RF. 1986. Modern Experimental Cummings Biochemistry. Canada: Publishing Company. El-tayeb TS, Khodair TA. 2007. Production and purification of a bioemulsifier and flocculating agent produced by Pseudomonas sp. UBF 2. J Appl Sci Res 3:1564-1570. Dewi P. 2007. Isolasi dan optimasi flokulasi mikrob potensial penghasil biofokulan dari lumpur aktif [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
produced by Rhodococcus erythropolis. Biosci Biotech Biochem 58:1977-1982. Kurane R et al. 1995. Chemical structure of lipid bioflocculant produced by Rhodococcus erythropolis. Biosci Biotechnol Biochem 59:1652-1656. Lu WY et al. 2005. A novel biofloculant producced by enterobacter aerogenes and its use in defecating the trona suspension. J Biochem Engineering 27: 1-7. Masuko et al. 2004. Carbohydrate analysis by a phenol-sulfuric acid method in microplate format. J Anal Biochem 1:6972. Machmud M. 2001. Teknik penyimpanan dan pemeliharaan mikrob. Bul Agro Bio 4:2432.
Jie G et al. 2006. Characterization of a bioflocculant from a newly isolated Vagococcus sp. W31. J Zhejiang Univ SCIENCE B 7:186-192.
Nakamura J, Miyashiro S, Hirose Y. 1976. Screening, isolation, and some properties of microbial cell flocculants. Agric Biol Chem 40:377-383.
Koizumi JI et al. 1991. Synergetic flocculation of the bioflocculant FIX extracellularly produced by Nocardia amarae. J Gen Microbiol 37:447-454.
Nam JS et al. 1996. Bioflocculant produced by Aspegillus sp. JS-42. Biosci Biotechnol Biochem 60:325-327.
Koji T et al. 2001. High sensitive phenolsulfuric acid colometric method. J Res Bull of Obihiro Univ 2:103-107. Kurane R, Matsuyama H. 1994. Production of a bioflocculant by mixed culture. Biosci Biotech Biochem 58:1589-1594. Kurane R et al. 1986. Screening for characteristics of microbial flocculants. Agric Biol Chem 50:2301-2307. Kurane R, Nohata Y. 1991. Microbial flocculation of waste liquids and oil emulsion by a bioflocculant from Alcaligenes latus. Agric Biol Chem 55:1127-1129 Kurane R et al. 1994. Production of a bioflocculant by Rhodococcus erythropolis S-1 Grown on Alcohols. Biosci Biotech Biochem 58:428-429. Kurane R et al. 1994. Purification and characterization of lipid bioflocculant
Pelczar MJ, Chan ECS. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI Press. Salehizadeh et al. 1999. Some investigations on biofocculant producing bacteria. J Biochem Engineering 5:39-44. Salehizadeh H, Shojaosadati SA. 2002. Isolation and characterization of a bioflocculant produced by Bacillus firmus. Biotechnol Letters 24: 35-40. Shih IL et al. 2001. Production of a biopolymer flocculant from Bacillus licheniformis and its flocculation properties. Bioresour Technol 78:267-272. Shimizu N, Odawara Y. 1985. Floc-forming bacteria isolated from activated sludge in high-BOD loading treatment. J Ferment Technol 1:67-71. Shimofuruya H et al. 1996. The production of flocculating substance(s) by Streptomyces griseus. Biosci Biotechnol Biochem 60:498-500.
Susanti HE. 2007. Isolasi dan optimasi flokulasi bakteri penghasil biofokulan dari sumber perairan di daerah Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Takeda M et al. 1991. A protein bioflocculant produced by Rhodococcus erythropolis. Agric Biol Chem 55:2663-2664. Toeda K, Kurane R. 1991. Microbial flocculant from Alcaligenes cupidus KT201. Agric Biol Chem 55:2793-2799. Tsuge J, Nakano M. 2005. Isolation and characterization of an extracellular polymer closely related to flocculation of activated sludge. J Water Environ Technol 2:289-298. Tsuge J, Nakano M, Kushi Y. 2005. Comparison of methods for the extraction of bioflocculants from activated sludge. J Water Environ Technol 1:145-153.
Yokoi H et al. 1998. Biopolymer flocculant produced by an Pseudomonas sp. Biotechnol Techniques 7:511-51. Yun UJ, Park HD. 2003. Physical properties of an extracellular polysaccharide produced by Bacillus sp. CP912. Appl Microbiol 36:282-287. Zhang J et al. 2002. Characterization of a bioflocculant produced by the marine myxobacterium Nannocystis sp. NU-2. Appl Microbiol Biotechnol 59:517-522. Zhang J et al. 2002. Production of an exopolysaccharide bioflocculant by Sorangium cellulosum. Appl Microbiol 34:178-181. Wang Z et al. 1995. Bioflocculant-producing microorganisms. Acta Microbiol Sin 35. Widodo A. 2006. Potensi Kitosan Dari Sisa Udang Sebagai Koagulan Logam Berat Limbah Cair Industri Tekstil. Karya Tulis Ilmiah. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
LAMPIRAN
15
Lampiran 1 Strategi Penelitian Peremajaan Isolat
• Inkubasi pada media NA • Inkubasi pada media NB Produksi Bioflokulan
• Inkubasi pada media Produksi Bioflokulan Isolasi Bioflokulan Aktivitas Flokulasi
Bioflokulan Analisis Komponen Biokimia Bioflokulan
Uji Kuantitatif
Uji Kualitatif
Karbohidrat
Molisch
Protein
Ninhidrin
Gula total
Protein
Asam fenol sulfat Bradford (1976) (Dubois et al. 1956)
16
Lampiran iran 2 Peremajaan isolat dan produksi bioflokulan diambil satu ose
Stok gliserol
inkubasi 16 jam, 30 °C
Media NA
Hasil inokulasi Pemurnian 16 jam, 30 °C
Koloni tunggal diambil satu ose pindahkan 50 μl kultur NB Inkubasi 42 jam, 180 rpm, 30 °C
Inkubasi 16 jam, 180 rpm, 30 °C
10 ml media produksi Cairan kultur (Bioflokulan)
Uji aktivitas flokulasi
Isolasi bioflokulan
5 ml Media NB
17
Lampiran 3 Uji aktivitas flokulasi bioflokulan 1.0 ml cairan kultur, ditambah akuades hingga 100 ml 10 ml koagulan AlCl3 0.05 % 80 ml suspensi caolin clay (5,5 g/L) Gelas ukur 100 ml Campuran diaduk, suhu 27 ºC Æ dibiarkan tegak 2 menit (amati flok yang terbentuk)
Ukur OD lapisan atas diukur Æ λ = 550 nm
Lampiran 4 Isolasi bioflokulan (Zhang et al. 2002) Sentrifus 6.000 g 30 menit
Diamkan 30 menit sambil di-stirer
supernatan + 2 V etanol 95%
Fraksi endapan etanol
Cairan kultur Media produksi
Sentrifus 12.000 g 15 menit Endapan bioflokulan dikeringkan suhu 37 ºC Bioflokulan Uji aktivitas flokulasi Analisis komponen biokimia
18
Lampiran 5 Uji kualitatif bioflokulan >>> Uji Molisch Campur merata + 2 tetes pereaksi Molisch
Perubahan warna diamati
+ 3 mL H2SO4 pekat perlahan
5 mL sampel 1% >>> Uji Ninhidrin Panaskan dalam air mendidih + 0.5 mL Larutan ninhidrin 0.1%
Perubahan warna diamati
3 mL sampel 1%
Lampiran 6 Analisis kandungan gula/polisakarida metode fenol-asam sulfat (Dubois et al. 1956) + 0.5 ml larutan fenol 5 %
sampel
+ 2.5 ml H2SO4 pekat Inkubasi 15 menit di ruang asam
Campuran dipanaskan dalam air 40 °C Selama 15-30 menit
Ukur A pada λ= 490 nm
Amati perubahan warna
19
Lanjutan Lampiran 6 ¶ Pembuatan kurva standar Volume (μl) Tabung ke-
Blanko
2
3
4
5
6
1.0
0.9
0.8
0.6
0.4
0.2
-
0.1
0.2
0.4
0.6
0.8
Akuades Standar glukosa (1 mg/ml) Larutan fenol 5%
0.5 ml 2.5 mL
H2SO4 pekat
Lampiran 7 Analisis kandungan protein bioflokulan metode Bradford (1976) + Larutan NaCl 0.9%
Campuran dikocok merata Sampel
5 mL reagen Bradford
Ukur A pada λ= 595 nm
¶ Pembuatan kurva standar Volume (μl) Tabung ke-
Blanko
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
NaCl 0.9%
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
-
-
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Standar BSA (1 mg/ml) Bradford
5 mL
20
Lampiran 8 Kurva standar metode fenol-asam sulfat Grafik hasil analisis metode Fenol-asam sulfat
Data kurva standar fenol-asam sulfat
Absorban 2 1.9 1.8 1.7 1.6 1.5 1.4 1.3 1.2 1.1 1 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0
Konsentrasi (mg/ mL) 0 0.1 0.3 0.5 0.8 1
y = 2.0691x - 0.1417 2
R = 0.9244
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1
Absorban 0 0.276 0.354 0.605 1.722 1.921
1.1 Konsentrasi
Lampiran 9 Kurva standar metode Bradford Absorban 1.5 1.4 1.3 1.2 1.1 1 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 0 0.1
Grafik hasil analisis metode Bradford
Data kurva standar Bradford y = 1.2551x - 0.07 R2 = 0.9822
0.2 0.3 0.4
0.5 0.6
0.7 0.8 0.9
1
1.1 Konsentrasi
Konsentrasi (mg/ mL) 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Absorban 0.093 0.197 0.287 0.346 0.503 0.737 0.847 1 1.057 1.136