Volume 5, Number 1---- Juni 2017
Kompetensi Thematic Role Anak Autis dalam Memproduksi Kalimat Ardi Mulyana Haryadi STKIP Garut
[email protected] Abstrak Penelitian ini diniati untuk mengungkap bagaimana struktur thematic role pada ujaran anak autis. Secara umum, anak autis dapat memproduksi bahasa seperti anak pada umumnya. Akan tetapi, ada sedikit perbedaan. Itu didasari oleh berkenaannya dengan masalah interaksi sosial, perilaku, dan komunikasi verbal. Penelitian ini bersifat kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa struktur thematic role anak autis berpola agent > theme > experiencer > beneficiary. Kata kunci: thematic role, autis, sintaksis
1. Pendahuluan Autis berhubungan dengan fungsi kemampuan otak dalam mereduksi kemampuan kognitif. Beberapa studi yang berkenaan dengan kajian linguistik klinis khususnya tentang autis telah banyak dilakukan. Kajian tersebut telah dilakukan di antaranya oleh Perera (2007), Prasetyoningsih (2014), Yani (2015), dan Durrleman, Hippolyte, Zufferey, Iglesias, & Hadjikhani (2015). Secara umum autis merupakan gangguan yang menyangkut masalah interaksi sosial, pergerakan yang berulang-ulang, dan masalah komunikasi (Perera, 2007). Tiga gangguan tersebut berbanding lurus dengan yang diungkapkan Prasetyoningsih (2014) yakni kesulitan bersosialisasi, imajinasi atau prilaku, dan komunikasi verbal dan nonverbal. Ketiga isu utama tersebut tidak bisa lepas dari permasalahan anak autis. Sikap anak autis cenderung memiliki masalah dalam pergaulan kesehariannya. Misalnya saja menjadi anak yang penyendiri serta tidak mengindahkan lingkungan sekitar. Itu tentu menjadi sebuah awal permasalahan berkurangnya tindakan komunikasi. Dengan tidak adanya komunikasi, anak autis akan menjadi bermasalah dengan lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu perlu penanganan luar biasa ketimbang anak yang tumbuh kembang secara umum. Bentuk-bentuk komunikasi anak autis cenderung 11 CARAKA: “Jurnal Pendidikan Bahasa Indonesia & Bahasa Daerah
STKIP-Garut
Volume 5, Number 1---- Juni 2017
berbeda dengan anak pada umumnya. Dalam kegiatan berkomunikasi seringkali adanya hambatan/gangguan yang menyertainya sehingga mengakibatkan komunikasi menjadi terhambat. Masalah komunikasi dapat dikatakan sebagai isu utama dalam artikel ini. Kesulitan berbahasa pada anak autis kerap menjadi permasalahan yang utama di samping masalah interaksi sosial. Tingkat kesulitan berbahasa tersebut pada konteks tertentu bisa dikatakan bervariasi. Itu dapat ditentukan bagaimana anak autis memperoleh bahasa dan juga pengaruh interaksi lingkungan sekitar. Komunikasi yang dilakukan oleh anak autis terbatas dari apa yang dilakukan anak lain pada umumnya. Interaksi yang terjadi disinyalir merupakan refleksi dari kompetensi berbahasa dalam kognitifnya sehingga terwujud dalam performansi bahasanya. Dalam pandangan generatif, performansi selalu lebih rendah ketimbang kompetensi. Dengan demikian anak autis hanya memiliki separuh kemampuan dari keseluruhan kompetensinya. Ujud ujaran baik lisan maupun tulisan termaktub dalam kemampuan verbal yang dihasilkan.
2. Kerangka Teoretis Artikel ini menitikberatkan pada aspek thematic role pada ujaran atau pemroduksian kalimat anak autis. Aspek thematic role dapat memberikan prediksi terhadap subjek dan objek sebagai argumennya. Studi ini tidak hanya melibatkan konstruksi sebuah struktur kalimat. Tetapi juga melibatkan aspek semantik yang tercakup dalam thematic role. Sebuah verba atau kata kerja memiliki peranan untuk menentukan peran tematik apa untuk argumennya. Itu erat kaitannya ketika seorang anak dalam usia 13 tahun memproduksi ujaran bahasa sebagai bagian dari pengembangan kemampuan bahasanya. Sekaitan dengan hal tersebut, Government and Binding Theory Chomsky (1981) menjabarkan D-Structure – S-Structure – representasi PF dan LF. Oleh karena itu thematic role diyakini berada dalam level D-Structure. Hal tersebut juga diamini oleh Jackendoff (1990) bahwa status dari thematic role merupakan bagian dari struktur konseptual, bukan bagian dari struktur sintaksis. Selain itu konsep dalam MGG (mainstream generative grammar) memiliki pandangan mengenai proyeksi dalam inovasi konseptual serta operasi Head Movement (Jackendoff dan Cullicover, 2005). Oleh karena itu, artikel ini terilhami oleh UTAH (Uniform Theta Assigment 12 CARAKA: “Jurnal Pendidikan Bahasa Indonesia & Bahasa Daerah
STKIP-Garut
Volume 5, Number 1---- Juni 2017
Hypothesis) yang diajukan Baker (1988 dalam Jackendoff dan Cullicover, 2005) yang mengidentifikasi relasi antara fitur yang direpresentasikan pada level D-structure. UTAH mengklaim peran tematik tertentu dapat menentukan posisi dalam struktur (Arad, 1996). UTAH juga dapat mengidentifikasi posisi serta peranan sebuah leksikon dalam struktur sintaksis. dalam studi ini, leksikon dibagi menjadi dua yaitu the static lexicon dan the dynamic lexicon (Rhamchand, 2008). Sebuah struktur sintaksis memiliki argumen-argumen tertentu yang ditentukan oleh verba yang memiliki peranan dalam menentukan kehadiran argumen tertentu. Kehadiran subjek sebagai agent ditentukan oleh predikasi verba sebagai penentu peran tematik. Struktur peran tematik verba yang diyakini berada pada level D-structure memiliki proyeksi argumen dalam bentuk fonetik dan bentuk logis struktur luar. Misalnya seorang anak dengan serta merta membawa tatabahasa universal ke dalam situasi tutur di mana ia berbahasa. Berbahasa di sini dalam artian proses komunikasi antara siapa, isinya apa, dengan ragam lisan atau tulisan, dan efek tertentu dari tindak komunikasi (Lasswell, 1948). Baik disadari atau tidak, peran tematik tersusun secara hierarki dalam ujaran bahasa. Ada dua bentuk universal yang dianggap sebagai bentuk penentu argumen, yaitu protoagent dan proto-patient (Dowty, 1991). Peran tematik seperti agent, patient, theme, experiencer, beneficiary, instrument, location, goal, source dapat dilihat berikut ini (Saeed, 2003). AGENT: inisiator dari sebuah aksi atau seseorang yang memiliki kehendak. PATIENT: sesuatu yang mengalami perlakuan akibat dari sebuah aksi; terkadang juga mengalami perubahan keadaan. THEME: sesuatu yang berubah akibat sebuah aksi; atau juga bagaimana sebuah aksi digambarkan. EXPERIENCER: sesuatu yang mengetahui sebuah aksi atau sebuah keadaan digambarkan oleh sebuah predikat tetapi tidak bisa mengontrol aksi atau keadaan tersebut. BENEFICIARY: sesuatu yang mendapat keuntungan dari perlakuan sebuah aksi. INSTRUMENT: sarana atau alat yang digunakan berdasarkan perlakuan dari sebuah aksi. LOCATION: tempat di mana sebuah kejadian atau sesuatu terjadi. 13 CARAKA: “Jurnal Pendidikan Bahasa Indonesia & Bahasa Daerah
STKIP-Garut
Volume 5, Number 1---- Juni 2017
Goal: sesuatu tujuan; sebuah tujuan dari perlakuan sebuah aksi. SOURCE: sesuatu di mana awal mulanya berasal; atau juga sebuah sumber dari argumen. Akan tetapi Radford (1988 dalam Saeed, 2003) memperlakukan PATIENT dan THEME sebagai konsep yang berbeda untuk pesan semantis yang sama. Kesamaan peran semantis yang diajukannya terhadap dua konsep yang berbeda memang hampir berdekatan. PATIENT memiliki terminologi sesuatu yang mengalami perlakuan dari sebuah aksi, sedangkan THEME berarti perubahan akibat dari perlakuan sebuah aksi. Berdasarkan hal di atas thematic role dibagi menjadi dua tipe (Saeed, 2003). Action
tier
roles:
ACTOR,
AGENT,
EXPERIENCER,
PATIENT,
BENEFICIARY, INSTRUMENT. Thematic tier roles: Seperti
yang
sudah
THEME, GOAL, SOURCE, LOCATION.
dikemukakan,
hubungan
subjek-hubungan
objek
dapat
diidentifikasi secara struktural. Peran tematik yang berada pada level D-structure dapat direpresentasikan secara x-bar. Misalnya proyeksi leksikal secara hierarki menentukan posisi skema di bawahnya. VP V’
NP
V
PP
Selain itu, pendekatan terkini (phase-syntax) yang berkenaan dengan MGG (mainstream generative grammar) merepresentasikan proyeksi sintaksis beserta argumennya seperti yang diperikan berikut ini (Ramchand, 2008: 39).
initP (causing projection) DP3 (subj of cause) Init
procP (process projection) DP2 (subj of process) 14
CARAKA: “Jurnal Pendidikan Bahasa Indonesia & Bahasa Daerah
STKIP-Garut
Volume 5, Number 1---- Juni 2017
proc
resP DP1 (subj of result) res
XP
.... Dengan demikian jelaslah bahwa level dari representasi struktur konseptual dapat menentukan status argumen dari struktur sintaksis.
3. Metode Penelitian Penelitian ini bersifat kualitatif dengan pendekatan studi kasus karena berusaha mengungkap kompetensi thematic role anak autis pada proses pemahaman bentuk kalimat sederhana. Data yang digunakan dalam penelitian ini ialah data lisan yang bersifat alamiah. Data tersebut diambil secara langsung dengan teknik simak dan catat dengan cara mengunjungi lokasi Sekolah Luar Biasa yang berada dalam ruang lingkup Kecamatan Wanaraja. Peneliti langsung mengamati bagaimana anak autis (perkiraan rentang usia 13 tahun) berujar dalam situasi jeda istirahat sekolah. Alasan pemilihan subjek tersebut karena pada rentang usia itu merupakan rentang pengembangan bahasa. Oleh karena itu data yang didapat kiranya merepresentasikan bentuk ujaran anak autis secara khusus. Data hasil pencatatan difokuskan hanya pada kalimat sederhana. Hal itu dilakukan guna menjaga fokus dari penelitian ini.
4. Temuan Temuan atas permasalahan pertama yaitu pendeskripsian struktur thematic role pada ujaran anak autis dalam bahasa Sunda. Ujaran yang tercipta merupakan ujaran bahasa lisan dengan latar belakang alami. Dari data yang tersedia terdapat empat struktur peran tematik yang terbentuk berdasarkan verba yang membentuk argumennya. Temuan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.
Thematic Role
Verba
Argumen
15 CARAKA: “Jurnal Pendidikan Bahasa Indonesia & Bahasa Daerah
STKIP-Garut
Volume 5, Number 1---- Juni 2017
Agent
mere
ibu-sapidol koneng
meser
abi-acuk ultramen
jajan
abi-cilok
momotoran
si andi-
najong
usep-bal
ngasupkeun
dikri-dua
ngadedetkeun
dedi-panto
mayar
arif-ka si emang
naplok
eta hileud-na kai
ngala
abi-simeut
ngaliluan
barudak-mengbal
garandeng
barudak-
ditajong
éta bal-
nyisiran
buukna-
batuk
si éta-
ditariguan
endog
gering
abi-
diuyahan
tariguna-
diatoman
tahu bulatna-
dikecapan
batagor-
dibubukkeun
tahuna-
dipasihan
abi-ciki
mangmeserkeun
mamah abi-buku gambar
dipangmeserkeun
abi-sapatu
dibere
abi-duit
dipangnaekkeun
abi-kana delman
Patient Theme
Experiencer
Beneficiary
Instrument
-
-
Location
-
-
Goal
-
-
16 CARAKA: “Jurnal Pendidikan Bahasa Indonesia & Bahasa Daerah
STKIP-Garut
Volume 5, Number 1---- Juni 2017
Source
-
-
Persoalan kedua mengenai dominasi peran tematik pada ujaran anak rentang usia 13 tahun pada penelitian ini hanya didominasi oleh agent, theme, experiencer, dan beneficiary. Oleh karena itu pola peran tematiknya agent > theme > experiencer > beneficiary. Peran tematik tersebut hampir serupa dengan hierarki peran tematik yang diajukan Hale dan Keyser (1992).
5. Analisis Data Pada permasalahan mengenai deskripsi peran tematik pada ujaran anak autis usia 13 tahun dalam bahasa Sunda berdasarkan hasil pengamatan didominasi oleh empat peran tematik saja. Ada aspek universal yang membatasi tiap-tiap tahapan dalam pemerolehan serta pengembangan bahasa. Di bawah ini akan diperikan satu per satu analisis mengenai masing-masing peran tematiknya. [NP ibu [VP mere [AdjP sapidol koneng]]] Verba ‘mere’ memungkinkan hadirnya argumen pada subjek berupa nomina yang memiliki peran tematik sebagai agent. Argumen subjek ‘ibu’ hadir karena verba ‘mere’ yang dalam level D-structure diharuskan hadirnya seseorang yang melakukan pekerjaan ‘mere’. Pada argumen kedua yang berupa frasa ajektiva atau AdjP ‘sapidol koneng’ kehadirannya relatif. Argumen kedua bisa diganti dengan argumen yang lain misalnya ‘duit’. Tetapi kemunculan argumen ‘sapidol koneng’ dalam ujaran bahasa alami tidak mutlak dapat diprediksi. Bahasa Sunda secara word order berpola SVO. Dryer (1988) menarik simpulan bahwa pola SVO cenderung NAdj. Itu pula yang cenderung berlaku dalam bahasa Sunda. Untuk memperlihatkan kejelasan struktur maka di bawah ini akan diperikan skema x-barnya. VP
NP (ibu)
V’
agent VP (sapidol kng)
V (mere) 17
CARAKA: “Jurnal Pendidikan Bahasa Indonesia & Bahasa Daerah
STKIP-Garut
Volume 5, Number 1---- Juni 2017
Pada peran tematik theme yang bercirikan perubahan sesuatu akibat perlakuan dari aksi tergambar pada kalimat berikut. [DP éta [NP bal [VP ditajong]]] Verba ‘ditajong’ merupakan verba pasif dari ‘najong’. Pelesapan pelaku dalam kalimat aktif ditiadakan dalam struktur kalimat di atas. Pelaku ‘najong’ menjadi lesap. Akan tetapi penulis yakin pelakunya tercermin merkipun abstrak pada level D-structure. Argumen ‘eta bal’ penulis cirikan sebagai DP atau determiner phrase karena penunjukan spesifik terhadap subjek. Sebagai pelengkap kejelasan analisis maka di bawah ini akan diperikan skema x-barnya. VP
DP (éta bal)
V’
theme V’
NP
V (ditajong)
NP (D-structure)
Pada peran tematik experiencer yang bercirikan sesuatu yang digambarkan oleh verba. Tetapi argumen subjeknya tidak bisa mengontrol perlakuan tersebut. Argumen subjek pada peran tematik ini tampaknya konsep animacy tidak begitu diperhatikan. Di bawah ini akan diperikan proyeksi strukturnya. [DP si éta [VP batuk]] Verba ‘batuk’ merupakan aksi yang tidak bisa dikontrol oleh argumen subjeknya. Meskipun demikian, verba ‘batuk’ menghadirkan subjek yang berkenaan dengan makhluk hidup. Dalam hal ini manusia tentunya. Verba tersebut dapat dikatakan sebagai perlakuan yang tidak diharapkan karena berupa rasa sakit. Di bawah ini akan dijelaskan skema x-barnya. 18 CARAKA: “Jurnal Pendidikan Bahasa Indonesia & Bahasa Daerah
STKIP-Garut
Volume 5, Number 1---- Juni 2017
VP V’
DP (si éta)
V (batuk)
NP
Pada peran tematik beneficiary yang bercirikan sesuatu yang mendapatken keuntungan akibat perlakuan dari verba. Argumen subjek pada peran tematik ini tampaknya konsep animacy tidak begitu diperhatikan. Proyeksi struktur kalimat tersebut akan diperikan sebagai berikut. [NP abi [VP dipangmeserkeun [NP sapatu]]] Verba ‘dipangmeserkeun’ merupakan verba pasif dari ‘mangmeserkeun’. Akan tetapi argumen subjek ‘abi’ berperan tematik sebagai beneficiary karena subjek tersebut mendapat keuntungan karena perlakuan dari verba. Verba tersebut memungkinkan argumen subjek ‘abi’ mendapat perlakuan dari pelaku yang lesap. Lesapnya pelaku tersebut memang terlihat pada level S-structure. Tetapi tidak pada level D-structure. Di bawah ini akan diperikan skema x-barnya.
VP
NP (abi)
V’
beneficiary VP (dipang-v-keun)V’
NP (sapatu)
NP (D-structure)
5. Simpulan 19 CARAKA: “Jurnal Pendidikan Bahasa Indonesia & Bahasa Daerah
STKIP-Garut
Volume 5, Number 1---- Juni 2017
Simpulan dari temuan penelitian ini dibagi menjadi dua bagian. Pertama, ujaran dari anak autis rentang usia 13 tahun mengonfirmasi hierarki peran tematik agent > theme > experiencer > beneficiary. Akan tetapi agak sedikit berbeda dari hierarki peran tematik yang diajukan oleh Hale dan Keyser (1992). Kedua, pola dominan peran tematik argumen subjek dari verba yang dihasilkan oleh anak autis usia 13 tahun berada pada level D-structure.
Daftar Rujukan Arad, Maya. (1996). A Minimalist View of The Syntax-Lexical Semantic Interface. UCL Working Papers in Linguistics 8. Chomsky, Noam. (1981). Lectures on Government Binding. Foris Dowty, David. (1991). Thematic Proto-Roles and Argument Selection. Language, Vol. 67 No. 3. (Sep. 1991), pp. 547-619. Dryer, Matthew S. (1988). Object-Verb Order and Adjective-Noun Order: Dispelling A Myth. Lingua 74 pp. 185-217. North Holland. Durrleman, Stephanie. et al. (2015). Complex Syntax in Autism Spectrum Disorder: A Study of Relative Clauses. Int J Lang Commun Disord, March-April 2015. Vol. 50, No. 2, 260-267. Hale, Ken. & Keyser, Jay. (1992). Lexical Catagories and The Projection of Argument Structure. ASJU Geh 27. 1992. pp. 147-173. Jackendoff, Ray S. & Cullicover, Peter W. (2005). Simpler Syntax. Oxford: Oxford University Press. Jackendoff, Ray S. (1990). Semantic Structures. Cambridge: MIT Press. Lasswell, Harold D. (1948). The Structure and Function of Communication in Society, in Scrhamm, W. (Ed). (1960). Mass Communications (2nd ed), IL: University of Illinois Press. Perera, P. A. Dilmini Kumari. (2007). A Linguistics Study on Communication Disorder of The Children with Autism. Proceedings of the Annual Research Symposium 2007 - Faculty of Graduate Studies. University of Kelaniya.
20 CARAKA: “Jurnal Pendidikan Bahasa Indonesia & Bahasa Daerah
STKIP-Garut
Volume 5, Number 1---- Juni 2017
Prasetyoningsih, Luluk Sri Agus. (2014). Tindak Bahasa Terapis dalam Intervensi Klinis pada Anak Autis. LITERA, Volume 13, Nomor 2, Oktober 2014. Ramchand, Gillian Catriona. (2008). Verb Meaning and The Lexicon. Cambridge: Cambridge University Press. Saeed, John I. (2003). Semantics. Blackwell Publishing. Yani, Nurul Fitrah. (2015). Kemampuan Anak Penderita Autis dalam Memahami Tindak Tutur Direktif: Tinjauan Pragmatik Klinis. Tesis Universitas Hasanuddin Makasar. Tidak Diterbitkan.
21 CARAKA: “Jurnal Pendidikan Bahasa Indonesia & Bahasa Daerah
STKIP-Garut