KOMPARASI PENGARUH KEKUATAN BUDAYA TERHADAP TINGKAT PROFESIONALISME PERAWAT ANTARA RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH DENGAN RSUD DI TEMANGGUNG Nanang Alfian *) Raharjo Apriyatmoko. S.KM., M.Kes**), Sukarno. S.Kep.,Ns**) *) Mahasiswa PSIK STIKES Ngudi Waluyo Ungaran *) Dosen PSIK STIKES Ngudi Waluyo Ungaran ABSTRAK Budaya organisasi merupakan salah satu aspek penting dalam pencapaian tujuan organisasi, termasuk dalam mempengaruhi profesionalisme. RS PKU Muhammadiyah dan RSUD diasumsikan memilki kekuatan budaya organisasi yang berbeda dalam meningkatkan tingkat profesionalisme perawat. Tujuan peneliti adalah mengetahui perbedaan pengaruh kekuatan budaya dengan profesionalisme di RS PKU Muhammadiyah dan RSUD Temanggung. Studi dilakukan adalah deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional pada 55 perawat di RS PKU dan 69 perawat RSUD di Temanggung. Kuesioner dipergunakan untuk pengumpulan data yang telah diuji oleh pakar manajemen (content validity). Hasil penelitian di RS PKU Muhammadiyah Temanggung menggambarkan adanya suatu hubungan positif (r = 0,445) yang bermakna antara budaya organisasi dengan profesonalisme dan hasil penelitian di RSUD Temanggung juga menggambarkan adanya suatu hubungan yang positif (r = 0,429) yang bermakna antara budaya organisasi termasuk dengan tingkat profesionalisme perawat, (p < 0,0001). Melalui uji komparasi t independent didapatkan hasil ada perbedaan bermakna antara pengaruh kekuatan budaya organisasi dan profesionalisme perawat di RS PKU Muhammadiyah dan RSUD Temanggung. Dimana kekuatan budaya di RS PKU Muhammadiyah Temanggung lebih kuat dalam meningkatkan profesionalisme dibandingkan dengan RSUD Temanggung. Hal ini memang menunjukkan bahwa kekuatan budaya organisasi memang berpengaruh terhadap tingkat profesionalisme perawat, disamping ada faktor lain yang mempengaruhi profesionalisme. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan perlu adanya upaya, baik dari pihak rumah sakit maupun profesi keperawatan di RS PKU Muhammadiyah Temanggung dan RSUD Temanggung dalam mengembangkan sebuah sistem dimana nilai-nilai budaya organisasi yang dikembangkan rumah sakit dapat diperkuat. Kata kunci
: Komparasi Kekuatan Budaya Organisasi, Tingkat Profesionalisme
PENDAHULUAN
Rumah sakit adalah suatu organisasi yang unik dan kompleks karena `merupakan institusi yang padat karya, mempunyai sifatsifat dan ciri-ciri serta fungsi-fungsi yang khusus dalam proses menghasilkan jasa medik dan mempunyai berbagai kelompok
profesi dalam pelayanan terhadap penderita. Di samping melaksanakan fungsi pelayanan kesehatan masyarakat, rumah sakit juga mempunyai fungsi pendidikan dan penelitian (Depkes RI, 2003).
Rumah sakit di Indonesia pada awalnya dibangun oleh dua institusi. Pertama adalah pemerintah dengan maksud untuk menyediakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat umum terutama yang tidak mampu. Kedua adalah institusi keagamaan yang membangun rumah sakit nirlaba untuk melayani masyarakat miskin dalam rangka penyebaran agamanya. Hal yang menarik akhir-akhir ini adalah adanya perubahan orientasi pemerintah tentang menejemen rumah sakit di mana kini rumah sakit pemerintah digalakkan untuk mulai berorientasi ekonomis. Untuk itu, lahirlah konsep Rumah Sakit Swadana di mana investasi dan gaji pegawai ditanggung pemerintah namun biaya operasional rumah sakit harus ditutupi dari kegiatan pelayanan kesehatannya dengan demikian, kini rumah sakit mulai memainkan peran ganda, yaitu tetap melakukan pelayanan publik sekaligus memperoleh penghasilan (laba) atas operasionalisasi pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat (Depkes RI, 2003) Dalam menyelenggarakan kegiatan pelayanan rumah sakit, peranan sumber daya manusia sangat penting. Tangkilisan (2002) menyatakan bahwa unsur manusia merupakan unsur penting, karena manusia selalu berperan aktif dan dominan dalam setiap organisasi. Manusia adalah perencana, pelaku sekaligus penentu terwujudnya tujuan organisasi. Menurut Lako (2004) Manajemen sumber daya manusia merupakan sarana untuk meningkatkan kualitas manusia, dengan memperbaiki sumber daya manusia, meningkatkan pula kinerja dan daya hasil organisasi, sehingga dapat mewujudkan pegawai yang memiliki disiplin dan kinerja yang tinggi sehingga diperlukan pula peran yang besar dari pimpinan organisasi. Dalam meningkatkan kinerja pegawai diperlukan analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhinya dengan memperhatikan kebutuhan dari para pegawai, diantaranya adalah terbentuknya budaya organisasi yang baik dan terkoordinasi.
Budaya organisasi memiliki aspekaspek seperti nilai-nilai, ritual-ritual, penghargaan terhadap pahlawan yang diyakini mempengaruhi kinerja perusahaan. Menurut Bratakusumah (2002), nilai-nilai (values) adalah ukuran yang mengandung kebenaran dan kebaikan tentang keyakinan dan perilaku organisasi yang paling dianut dan digunakan sebagai budaya kerja dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan kegiatan Visi dan Misi Organisasi. Keberadaan budaya akan berpengaruh terhadap seluruh aspek organisasi, termasuk profesionalisme karyawan. Berdasarkan pendapat para ahli (Gibson, 2003; Robbins, 2001) dapat disimpulkan bahwa tingkat profesionalisme karyawan cenderung dipengaruhi oleh budaya organisasi yang berlaku. Menurut Ilyas (1999), interaksi yang kompleks dari kinerja sejumlah individu dalam organisasi mempengaruhi kinerja organisasi tersebut. Menurut Widodo (2005) kinerja individu dan kinerja organisasi memiliki keterkaitan yang sangat erat. Pencapaian tujuan organisasi tidak bisa dilepaskan dari sumber daya yang dimiliki oleh organisasi yang digerakkan oleh sekelompok orang yang berperan aktif sebagai pelaku dalam pencapaian tujuan organisasi tersebut. Berdasarkan survei budaya organisasi selama 15 tahun lebih dari 1000 organisasi diberbagai bidang dan melibatkan lebih dari 40.000 ribu individu, Denison (2000) mengembangkan konsep tentang 4 karakteristik budaya yang diidentifikasi sebagai budaya organisasi yang mempunyai pengaruh besar dalam kinerja organisasi. Karakteristik budaya tersebut meliputi : keterlibatan (involvement), penyesuaian (adaptability), konsistensi (consistency) dan misi (mission), yang menggambarkan besarnya fokus organisasi pada faktor internal dan eksternal organisasi. Semua organisasi memiliki budaya, namun tidak semua budaya organisasi sama kuatnya dalam mempengaruhi perilaku dan tindakan para karyawan. Budaya yang kuat
(strong culture) yaitu, budaya yang menanamkan nilai-nilai utama secara kokoh dan diterima secara luas di kalangan para karyawan,memilki pengaruh yang lebih besar terhadap perilaku para karyawan dibandingkan dengan budaya yang lemah. Semakin tinggi tingkat penerimaan para karyawan terhadap nilai-nilai pokok organisasi dan semakin besar komitmen mereka pada nilai-nilai tersebut, Robbins (2010). Penting sebuah organisasi untuk memiliki budaya yang kuat adalah akan memberikan kesetiaan yang lebih besar dari pada karyawan dalam organisasi yang memiliki budaya lemah. Dari sebuah penelitian juga terungkap bahwa budaya organisasi yang kuat cenderung memperlihatkan hubungan dengan kinerja organisasi yang baik Robbins (2010). Bila nilai-nilai pokok organisasi dapat dipahami secara jelas dan diterima secara luas, para karyawan akan mengetahui apa yang harus dikerjakan dan apa yang diharapkan dari diri mereka, sehingga mereka selalu dapat bertindak dengan cepat untuk mengatasi berbagai permasalahan secara profesional. Profesional adalah orang yang tahu akan keahlian dan keterampilannya, meluangkan seluruh waktunya untuk pekerjaan atau kegiatannya, hidup dari satu serta bangga akan pekerjaannya (Moore 1970 dalam Hasyim dan Prasetyo 2012) . Moore menyatakan bahwa seorang profesional wajib mengembangkan profesionalismenya. Pengembangan profesional dapat dicapai melalui kewajiban belajar (menguasai lebih banyak pengetahuan teknis) dan bukan hanya melalui interaksi dengan klien. Profesionalisme merupakan suatu tingkah laku, suatu tujuan, atau suatu rangkaian kualitas kegiatan yang menunjukkan sebuah bentuk profesi. Profesionalisme juga mengandung pengertian menjalankan suatu profesi untuk keuntungan atau sumber penghidupan. Disamping itulah profesionalisme, ada istilah yaitu profesi.
Quinn dan Smith (1987) dalam Huber (2000) menegaskan bahwa klaim keperawatan itu sebuah profesi adalah sumber dari banyak isu utama dalam keperawatan. ini adalah karena perilaku perawat, sikap masyarakat, dan jenis lembaga sosial yang mencakup praktek keperawatan. keperawatan telah digambarkan sebagai wilayah abu-abu kerja karena beberapa perawat menganggap dirinya sebagai profesional dan bertindak sesuai, sedangkan yang lainnya tidak, sebagian masyarakat memperlakukan perawat sebagai profesional, tetapi orang lain tidak dan di beberapa institusi perawat profesional otonom, sedangkan di lain mereka tergantung. Inkonsistensi ini menciptakan masalah untuk mengklasifikasikan keperawatan baik sebagai profesi atau pekerjaan nonprofesional. Keperawatan telah berjuang dengan unsur ukuran besar, keragaman tingkat persiapan pendidikan, gender, dan perbedaan kerja intra dalam pencarian status profesi penuh. Melemahnya kinerja perawat akan terlihat pada buruknya kualitas kerjanya yang ditunjukkan antara lain: tingginya angka kemangkiran (absensi) perawat, sering terlambatnya perawat masuk kantor atau pulang lebih cepat dari jam yang telah ditentukan, menurunnya semangat dan gairah kerja, sering terjadinya konflik antar perawat, tidak terlaksananya supervisi, kurangnya kinerja perawat yang menganut budaya-buadaya organisasi yang diterapkan serta pasien tidak diberikan pelayanan yang bagus baik dari bio,psiko,sosio dan spiritual. Dampak dari kinerja yang rendah akan menurunkan keprofesionalan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan, kinerja yang baik harus ditegakkan dalam suatu rumah sakit yang memberikan pelayanan kepada pasien dan masyarakat, tanpa dukungan dari kinerja perawat yang baik sulit rumah sakit untuk mewujudkan tujuannya dalam menciptakan propesionalisme perawat.
Dapat disimpulkan bahwa tingkat profesionalisme perawat dalam melakukan tindakan asuhan keperawatan cenderung dipengaruhi oleh kuatnya budaya organisasi rumah sakit. Sehingga karyawan dapat menumbuhkan sikap loyalitas, mengerti tujuan organisasi serta mengerti perilaku mana yang dipandang baik dan tidak baik. Akan tetapi tidak semua rumah sakit memiliki budaya yang kuat dan kekuatan budaya disuatu rumah sakit bisa berbedabeda. Berdasarkan hasil analisis visi dan misi beberapa rumah sakit yang berbasis agama, dalam hal ini Muhammadiyah ratarata dari rumah sakit tersebut menerapkan pelayanan yang berbasis islami yaitu pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dengan memberikan pelayanan yang sebaik mungkin demi terwujudnya pelayanan yang bermutu dan berlandaskan keikhlasan dan keimanan kepada sang maha pencipta dan merupakan perwujudan keimanan pada ALLAH SWT. Dari semua pelayanan keperawatan yang di berikan kepada masyarakat semata- mata untuk mendapat ridho dari sang maha pencipta, yang mana pelayanan yang diberikan kepada masyarakat bersumber dari hati nurani, hati yang ikhlas, bekerja dengan sungguh-sungguh, bertanggung jawab serta melakukan asuhan keperawatan dengan senang hati tanpa mengharapkan imbalan dari masyarakat yang telah dilayaninya. Studi pendahuluan yang dilakukan di rumah sakit PKU Muhammadiyah Temanggung pada tanggal 10 April 2013 , managemen rumah sakit bertekad memberikan pelayanan terbaik atau service exellent terhadap semua pelanggan. Hal ini dituangkan dalam sebuah kebijakan mutu yang menuntun setiap petugas di rumah sakit untuk bertindak dan berperilaku dengan selalu tersenyum (smile) baik diwajah maupun hatinya, dengan hati yang terbuka (openherated), bersikap seolah sebagai teman atau saudara secara pribadi terhadap pelanggan (friendly), dan lembut (tenderly), SOFT yang merupakan
pencerminan Budaya, FAST yang menggunakan sifat-sifat Rosulullah yaitu Fatonah, Amanah, Sidiq, dan Tabligh yang merupakan pencerminan ajaran agama Islam. Berdasarkan hasil wawancara dengan 2 Kepala Ruangan, bahwa dalam menanamkan budaya SOFT and FAST, kepala ruang sebagai Role Model (sebagai contoh) untuk menerapkan budaya yang ditetapkan oleh rumah sakit sebelum diterapkan kepada perawat lain diruangan, selain itu perawat juga menerapkan budaya saling mengingatkan apabila salah satu dari perawat lupa akan tugas yang seharusnya dilakukan,bekerjasama dengan tim dalam setiap melakukan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam mencapai tujuan organisasi. Selain itu dari hasil wawancara dengan Kepala Diklat RS. PKU. Muhammadiyah dan 2 perawat, dilihat dari hasil penilaian budaya organisasi rumah sakit, bahwa perawat yang sudah mampu menerapkan budaya yang telah diterapkan rumah sakit sebanyak 70 – 75%. Sedangkan yang 30% masih diupayakan untuk diterapkan. Selain itu berdasarkan informasi yang didapatkan dari kepala ruang bahwa, komplen-komplen yang diungkapkan pasien lebih banyak pada Dokter dibandingkan dengan komplen terhadap perawat. Dan berdasarkan dengan hasil wawancara dengan kepala ruang dan perawat bahwa keprofesionalan dalam melaksanakan tindakan Keperawatan berdasarkan SOP masih ada yang lupa melaksanakan sesuai dengan standar SOP, jadi berdasarkan penomena diatas dapat disimpulkan bahwa budaya yang diterapkan di rumah sakit belum sepenuhnya dapat diterapkan dalam mencerminkan keprofesionalan seorang perawat. Menurut pendapat Gibson (2003) menyatakan “sikap terhadap karakteristik pekerjaan secara positif dapat menumbuhkan semangat kerja dan untuk mencapai prestasi kerja yang optimal”. Perawat yang memiliki sikap positif terhadap karakteristik pekerjaannya maka
perawat tersebut akan semakin berorientasi di bidang pekerjaannya. Perawat akan menekuninya dan konsentrasi, bertanggungjawab disertai perasaan senang sampai diperoleh hasil yang memuaskan dan tinggi kualitasnya dan akan berusaha semaksimal mungkin untuk mengembangkan agar mencapai prestasi tinggi dalam perusahaan. Sedangkan Sigit (2003) menyatakan bahwa, suatu pekerjaan yang menarik bagi karyawan dan menyenangkan untuk dikerjakan dapat menimbulkan motivasi bagi karyawan. Berdasarkan hasil sudi pendahuluan di RSUD Temanggung pada tanggal 25 April 2013, diperoleh data yang menunjukkan bahwa manajemen yang diterapkan di RSUD Temanggung untuk meningkatkan kualitas pelayanan dengan menggunakan strategi MPKP (Model Praktik Keperawatan Profesional). Wawancara yang dilakukan pada 2 kepala ruang dengan ruangan yang berbeda, di ruang Dahlia sistem MPKP yang diterapkan adalah pembentukan Tim, dimana tim tersebut memiliki ketua tim, yang dimana masing-masing individu dari tim tersebut bertanggung jawab terhadap 10 pasien. Setiap mengawali dan mengakhiri kegiatan perawat melakukan pre dan post comference, yang bertujuan untuk melanjutkan intervensi yang dilakukan oleh perawat dan rencana yang akan dilakukan untuk menindak lanjuti intervensi yang akan dilakukan serta mengevaluasi hasil kinerja yang telah dilakukan oleh perawat. Selain itu bila terdapat permasalahan di dalam ruangan tersebut, maka masalah tersebut akan diselesaikan secara musyawarah bersama seluruh perawat yang ada diruangan tersebut. Dalam melakukan tindakan keperawatan yang profesional, ruangan menerapkan budaya saling menghormati sesama perawat dan pasien, serta menanamkan sistem kekeluargaan dalam melakukan tindakan keperawatan dan di dalam ruangan tersebut telah melakukan sistem kekeluargaan antara perawat dan perawat dan perawat dengan pasien, hal itu
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari demi tercapainya tujuan organisasi. Adapun komplain yang pernah disampaikan oleh pasien terhadap tindakan keperawatan adalah kurangnya komunikasi antara pasien dengan perawat, begitu juga dengan perawat kepada pasien dan selain itu care (kepedulian perawat terhadap pasien kurang memuaskan). Sedangkan dari hasil yang diperoleh di ruangan ICU adalah, secara garis besar sistem yang diterapkan diruang Dahlia dan ICU hampir sama, namun yang membedakan antara ruang Dahlia dan ICU adalah, ruang ICU lebih menanamkan sistem Religius ( tidak mengharapkan imbalan, ikhlas, selalu berdoa, serta melakukan tindakan keperawatan dilakukan dengan hati yang tulus dan senang). Berdasarkan penjelasan dari 2 kepala ruangan tersebut, sistem MPKP sudah diterapkan oleh perawat di masing-masing ruangan tersebut dalam meningkatkan profesionalisme perawat. Apabila dibandingkan dengan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) yang berlandasan dari peraturan Pemerintah dimana menerapkan pelayanan keperawatan berdasarkan peraturan-paraturan yang sudah diterapkan oleh pemerintah, namun apabila dilihat dari tindakan dan pelayanan keperawatan yang diberikan kepada masyarakat tidak jauh beda dengan tindakan dan pelayanan keperawatan di rumah sakit berbasis agama yaitu melayani dengan sepenuh hati, bertanggungjawab, ikhlas dalam melayani, serta senang hati dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dan demi terwujudnya pelayanan yang bermutu dan kepuasan pasien dalam menerima asuhan keperawatan. Dilihat dari sudut pandang bahwa seharusnya budaya yang diterapkan lebih kuat dirumah sakit berbasis agama namun dalam kenyataannya dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien tidak jauh beda dengan rumah sakit umum daerah, sedangkan menurut teori Robbins (2010), bahwa budaya yang kuat menentukan tingkat profesionalisme perawat. Berdasarkan
kesimpulan tersebut, maka perlu dikaji kembali perbedaan pengaruh kuatnya budaya organisasi dirumah sakit berbasis agama dengan rumah sakit umum terhadap tingkat profesionalisme perawat.
METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian komparatif yaitu mengkaji perbandingan terhadap pengaruh (efek) pada kelompok subjek tanpa adanya suatu perlakuan dari peneliti (Nursalam, 2008). Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan cross sectional, yaitu jenis penelitian yang menekankan waktu pengukuran/observasi data variabel independen dan dependen hanya satu kali pada satu saat (Nursalam, 2008). Desain ini untuk mengetahui perbedaan pengaruh kekuatan budaya terhadap tingkat profesionalisme perawat antara rumah sakit PKU Muhammadiyah dan RSUD di Temanggung. HASIL PENELITIAN A. Budaya Organisasi 1. RS PKU Muhammadiyah Temanggung Pada tabel 5.1 digambarkan nilai rata-rata dan letak percentil dari nilai budaya organisasi di RS PKU Muhammadiyah Temanggung. Berdasarkan penilaian perawat, nilai-nilai budaya dasar yang sudah tertanam secara rata-rata adalah sebesar 2.59. Jika diproporsikan dengan nilai maksimum, yaitu 3, maka nilai rata-rata tersebut mencapai 68,3 %. Dengan letak persentil berada pada 51, menunjukkan bahwa 51 % perawat menilai penerapan nilai-nilai dasar budaya organisasi berdasarkan konsep Denison tertanam cukup kuat di RS PKU Muhammadiyah Temanggung. Budaya organisasi yang telah diidentifikasi, selain digambarkan secara umum, yaitu merupakan hasil gabungan dari 4 karakteristik budaya organisasi,
juga akan digambarkan dalam masingmasing karakteristik budaya organisasi (keterlibatan, penyesuaian, konsistensi dan misi) tersebut. Setiap karakteristik budaya organisasi dijelaskan dengan menggunakan nilai rata-rata dan persentil juga. Tabel 5.1. Rata-rata Nilai dan Letak Persentil Budaya Organisasi di RS PKU Muhammadiyah Temanggung Karakteristik Rerata Letak Budaya Nilai Percentil Organisasi Keterlibatan 2,55 58 Penyesuaian 2,40 61 Konsistensi 2,60 40 Misi 2,85 56 Budaya 2,59 51 Orgnisasi Keterangan: nilai maksimum 3 Berdasarkan sebaran data pada Tabel 5.1 terlihat nilai misi dengan ratarata adalah 2,85 (nilai maksimum 3). Nilai tersebut terletak pada persentil 51, yang berarti rerata tersebut berada di 51 % perawat lebih menonjol dibandingkan dengan nilai-nilai yang lain. Hal ini menunjukkan nilai misi lebih kuat dirasakan oleh para kalangan perawat ruangan di RS PKU Muhammadiyah Temanggung. 2. RSUD Temanggung Nilai rata-rata budaya organisasi berdasarkan penilaian perawat RSUD Temanggung adalah 1,98 (dengan nilai maksimum 3 maka proporsinya adalah 66%). Dengan letak persentil 46, maka diketahui bahwa perawat RSUD Temanggung yang menilai penerapan budaya pada angka 1,98 adalah sebesar 46%. Dilihat secara spesifik berdasarkan 4 karakteristik budaya organisasi, tidak ada perbedaan yang bermakna, dimana nilai rata-rata berada pada rentang 1,92 – 2,09. Letak persentil menunjukkan bahwa budaya keterlibatan lebih kuat dibandingkan aspek budaya lainnya.
Tabel 5.2. Rata-rata Nilai dan Letak Persentil Budaya Organisasi di RSUD Temanggung Karakteristik Rerata Letak Budaya Nilai Persentil Organisasi Keterlibatan 2,09 51 Penyesuaian 1,99 45 Konsistensi 1,92 46 Misi 1,92 44 Budaya 1,98 46 Orgnisasi Keterangan: nilai maksimum 3 Berdasarkan pada tabel 5.2 ratarata nilai budaya organisasi dari konsep Denison, budaya keterlibatan terdapat pada rata-rata 2,09 dengan nilai maksimum 3, nilai tersebut terletak pada 46, dimana keterlibatan perawat di RSUD tersebut berada di 46 % perawat menilai penerapan nilai-nilai dasar budaya organisasi. Hal ini menunjukkan bahwa budaya keterlibatan lebih menonjol dibandingkan dengan nilainilai yang lain. B. Profesionalisme Perawat 1. RS PKU Muhammadiyah Temanggung Dapat dilihat bahwa rata-rata nilai profesionalisme perawat di RS PKU Muhammadiyah Temanggung berdasarkan penilaian perawat ruangan adalah sebesar 2.39 dengan nilai maksimum 3. Perawat menilai bahwa 48% perawat telah menerapkan 79,7% dari nilai-nilai profesionalisme. Hasil rata-rata dan letak persentil profesionalisme perawat di RS PKU Muhammadiyah dapat dilihat di Tabel 5.2 di bawah ini. Tabel 5.3. Rata-rata Nilai dan Letak Persentil Profesionalisme Perawat di RS PKU Muhammadiyah Temanggung
Aspek RataLetak Profesionalisme rata Persentil Perawat Pendekatan prinsip 2,31 47 Pendekatan asuhan 2,41 55 Profesionalisme 2,39 48 perawat Keterangan: nilai maksimum 3 Dapat dilihat pada tabel 5.2 bahwa dari 2 sub profesionalisme perawat di RS PKU Muhammadiyah Temanggung tidak begitu berbeda, dimana perilaku perawat yang telah diukur berdasarkan penilaian diri terhadap pelaksanaan nilai-nilai profesional berdasarkan aspek pendekatan asuhan lebih menonjol nilainya yaitu 2,41 yang terletak di 55% perawat dibandingkan dengan aspek pendekatan prinsip. Hal ini menunjukkan aspek pendekatan asuhan lebih tertanam kuat dikalangan perawat di RS PKU Muhammadiyah Temanggung. 2. RSUD Temanggung Pada tabel 5.3 dapat dilihat bahwa rata-rata nilai profesionalisme perawat di RS PKU Muhammadiyah Temanggung berdasarkan penilaian perawat ruangan adalah sebesar 2.07. Nilai profesionalisme yang sudah diterapkan adalah 69%. Nilai tersebut berada di 48% dari total perawat. Tabel 5.4. Rata-rata Nilai dan Letak Persentil Profesionalisme Perawat di RSUD Temanggung Profesionalisme RataLetak Perawat rata Persentil Pendekatan 2,25 59 prinsip 2,02 54 Pendekatan asuhan Profesionalisme 2,07 48 perawat Nilai maksimum rerata : 3
Dilihat secara spesifik, aspek pendekatan prinsip lebih menonjol nilainya yaitu: 2,25 (nilai maksimum 3), nilai tersebut terletak pada persentil 59 berada di 59 % dibandingkan dengan aspek pendekatan asuhan yaitu: 2,02. Hal ini menunjukkan bahwa aspek pendekatan prinsip lebih banyak diterapkan dikalangan perawat di RSUD Temanggung. C. Hubungan Budaya Organisasi dan Profesionalisme Perawat di RS PKU Muhammadiyah Temanggung
Tabel 5.6. Hasil Uji Pearson Product Moment antara Budaya Organisasi Dengan Profesionalisme Perawat di RS PKU Muhammadiyah temanggung Variabel Budaya Organisasi Profesionalisme
Pearson Correlation 0,445
Sig. (2tailed) 0,001
0,445
0,001
Dilihat pada tabel 5.6, dimana nilai koefisien korelasi ( r ) bernilai positif yaitu 0,445. Dari nilai tersebut dapat diinterpretasikan kekuatan hubungan dengan menggunakan nilai koefisiensi determinasi (R2) yaitu sebesar 0,198, yang berarti sebesar 19,8 % varians nilai profesionalisme dapat dijelaskan oleh budaya organisasi.
Langkah pertama dalam analisis ini adalah melakukan uji kenormalan data yaitu dengan Uji Kolmogorov-smirnov Z pada kedua variabel (budaya organisasi dan profesionalisme perawat) dengan hasil pada D. Hubungan Budaya Organisasi dan tabel 5.5. Profesionalisme Perawat di RSUD Tabel 5.5. Hasil Uji normalitas data di RS Temanggung PKU Muhammadiyah Temanggung Hasil uji normalitas data pada kedua Variabel Kolmogoro Asymp.Si variabel di RSUD Temanggung z-Sminor Z g. (2menunjukkan hal yang sama dengan RS tailed) PKU Muhammadiyah, dimana data Budaya 0,680 0,745 berdistribusi normal, seperti pada tabel 5.7. Organisasi Tabel 5.7. Hasil Uji normalitas data di Profesionalis 1,010 0,260 RSUD Temanggung me Perawat Variabel Kedua hasil uji menunjukkan bahwa nilai siknifikansi melebihi dari nilai alpha (0,05) yang dapat disimpulkan bahwa kedua data berdistribusi normal. Berdasarkan hal tersebut, maka uji korelasi antara kedua variabel dilakukan dengan uji parametrik yaitu Pearson Product Moment. Hasil uji dengan metode korelasi Pearson Product Moment antara dua variabel budaya organisasi dan profesionalisme perawat menunjukkan bahwa variabel bebas berhubungan secara bermakna dengan variabel terikat (dengan nilai p adalah < 0,0001)
Budaya Organisasi Profesionalis me Perawat
Kolmogoro z-Sminor Z 0,845
Asymp.Si g. (2tailed) 0,473
0,685
0,735
Berdasarkan hasil uji normalitas, maka uji korelasi Pearson Product Moment juga digunakan untuk menguji hubungan antara budaya organisasi dan profesionalisme perawat di RSUD Temanggung. Didapatkan hasil bahwa variabel bebas berhubungan secara bermakna dengan variabel terikat (nilai p adalah <0,0001)
Tabel 5.8. Hasil Uji Pearson Product Moment antara Budaya Organisasi Dengan Profesionalisme Perawat di RSUD Temanggung Variabel Budaya Organisasi Profesionalisme
Pearson correlation 0,429
Sig. (2tailed) 0,000
0,429
0,000
Pada tabel 5.8 juga terlihat bahwa terdapat hubungan positif (r = 0,429) antara budaya organisasi dengan tingkat profesionalisme perawat dengan nilai R2 adalah 0,184 (p < 0,0001). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang ada adalah bermakna, dengan prediksi bahwa budaya organisasi mempunyai peran dalam menjelaskan nilai profesionalisme perawat sebesar 18,4 %. E. Komparasi Kekuatan Budaya Organisasi dan Profesionalisme Perawat di RS PKU Muhammadiyah dan RSUD Temanggung Perbandingan kekuatan budaya organisasi antara RS PKU Muhammadiyah Temanggung dan RSUD Temanggung dapat dilihat pada gambar 5.1. Pada gambar tersebut terlihat bahwa untuk semua karakteristik budaya organisasi, RS PKU memiliki nilai rata-rata yang lebih besar. Lebih besarnya wilayah di rumah sakit tersebut menunjukkan bahwa nilai-nilai dasar (keterlibatan, penyesuaian, konsistensi, dan misi) lebih kuat tertanam dibandingkan di RSUD Temanggung. Gambar 5.1. Perbandingan Antara Kekuatan Budaya Organisasi di RS PKU dan RSUD Temanggung
Misi
3 2 1 0
Kete… Pen… Kons…
RS PKU Temanggung RSUD Temanggung
Selanjutnya, perbandingan sederhana antara tingkat profesionalisme perawat di dua rumah sakit dapat dilihat pada gambar 5.2. Pada bar diagram dibawah, rata-rata penerapan pendekatan prinsip dan pendekatan asuhan di RS PKU Muhammadiyah Temanggung lebh tinggi dibandingkan dengan RSUD Temanggung. Gambar 5.2. Perbandingan Tingkat Profesionalisme Perawat di RS PKU Muhammadiyah Temanggung dan RSUD Temanggung. 2.6 2.4 2.2 2 1.8
2.312.25 2.41 2.02
PendekatanPendekatan Prinsip Asuhan
RS PKU Temanggung
RSUD Temanggung
Dari dua perbandingan diatas, dapat disimpulkan sementara bahwa perbedaan rata-rata tingkat profesionalisme perawat dipengaruhi oleh kekuatan budaya organisasi di kedua rumah sakit. Lebih kuatnya penerapan nilai-nilai budaya dasar di RS PKU Muhammadiayah Temanggung berpengaruh terhadap lebih tingginya nilai profesionalisme perawat di rumah sakit tersebut. Untuk membuktikan hal tersebut, maka dilakukan uji komparasi. Karena nilai yang dianalisis pada kedua variabel di kedua rumah sakit adalah nilai mean, dan masingmasing data berdistribusi normal, uji yang komparasi yang dipergunakan adalah uji beda mean tidak berpasangan (independent mean test). Hasil uji tersebut dapat dilihat pada tabel 5.8.
Tabel 5.9. Hasil Uji T Independen Pada Budaya Organisasi dan Profesionalisme Perawat di RS PKU Muhammadiyah Temanggung dan RSUD Temanggung
Variabel
Budaya Organisasi Profesionalisme Perawat
Levene's Test for Equality of Variances F Sig. 28,515 0,552
0,000 0,459
t-test for Equality of Means (2-tailed sig.) 0,000 0,000
Dari hasil Uji Levene yang dilakukan antara 2 rumah sakit yang berbeda yaitu RS PKU Muhammadiyah dan RSUD Temanggung didapatkan nilai signifikan 0,000 pada budaya organisasi yang berarti varian dari kedua data di rumah sakit tidak berbeda dan 0,459 yang berarti kedua varian pada profesionalisme perawat adalah berbeda. Hasil tersebut menunjukkan bahwa budaya organisasi dapat diidentifikasi sebagai faktor yang mempengaruhi profesionalisme perawat. Walaupun hasil uji Levene menunjukkan kedua varian berbeda pada profesionalisme perawat, namum hasil dari uji t independen menunjukkan ada perbedaan bermakna antara kekuatan budaya organisasi dan profesionalisme perawat di RS PKU Muhammadiyah dan RSUD Temanggung (nilai p = 0,000). Hal ini memang menunjukkan bahwa kekuatan budaya organisasi memang berpengaruh terhadap tingkat profesionalisme perawat, disamping ada faktor lain yang mempengaruhi profesionalisme. PEMBAHASAN A. Interpretasi dan Diskusi Hasil 1. Gambaran Budaya Organisasi Antara RS PKU Muhammadiyah Dengan RSUD Temanggung Jika diperhatikan dari gambaran budaya organisasi di RS PKU Muhammadiyah Temanggung. Berdasarkan letak persentil nilai rerata, bahwa dikatakan rata-rata dari
gabungan karakteristik budaya organisasi, dalam hal ini nilai keterlibatan sebanyak (2,55), penyesuaian (2,40) , konsistensi (2,60) dan misi (2,85), bisa dikatakan cukup kuat dirasakan oleh perawat ruangan. Dengan rerata keseluruhan karakteristik budaya organisasi di dapatkan hasil adalah 2,59 (dari hasil maksimum 3) terdapat pada 51 % perawat ruangan, dapat dikatakan nilai dari gabungan 4 karakteristik budaya organisasi melekat kuat dikalangan perawat ruangan. Jika dibandingkan dari gambaran budaya organisasi di RSUD Temanggung. Berdasarkan letak persentil dan rerata nilai, bahwa dikatakan rata-rata dari gabungan karakteristik budaya organisasi, dalam hal ini yaitu keterlibatan, penyesuaian, konsistensi dan misi tidak begitu dirasakan oleh perawat ruangan. Dengan rerata keseluruhan karakteristik budaya organisasi di dapatkan hasil adalah 1,98 (dari hasil maksimum 3) dimana nilai rata-rata berada pada rentang 1,92 – 2,09, terdapat pada 46 % perawat ruangan, dimana nilai budaya keterlibatan (2,09) lebih menonjol dibandingkan dengan nilai-nilai yang lain, dapat dikatakan nilai dari gabungan 4 karakteristik budaya organisasi tidak begitu melekat secara kuat dikalangan perawat ruangan. Dua rumah sakit yang berbeda, yaitu RS PKU Muhammadiyah dan RSUD Temanggung memiliki kekuatan budaya yang sangat berbeda, RS PKU Muhammadiyah (swasta) yang lebih mengembangkan budaya SOFT (smile, openherated, friendly, dan tenderly) dan FAST yang menggunakan sifatsifat Rosulullah dalam penyebaran Da’wah , sedangkan RSUD mengambangkan budaya MPKP (Model Keperawatan Praktek Profesional). Dimana RS PKU Muhammadiyah memiliki budaya yang lebih kuat, dikarenakan dari hasil analisis visi
rumah sakit tersebut lebih menanamkan nilai-nilai budaya dan pengembangan budaya selalu disosialisasikan dan diterima secara luas dikalangan perawat, dan dalam melakukan tindakan keperawatan, semua karyawan menerapkan budaya tersebut. Pernyataan diatas dibuktikan oleh ungkapan Robbins (2010), yang menyatakan budaya yang kuat (strong culture) yaitu budaya yang menanamkan nilai-nilai utama secara kokoh dan diterima secara luas dikalangan para karyawan. Semakin tinggi penerimaan karyawan maka semakin kuat budaya organisasi tersebut. Termasuk menciptakan organisasi yang efektif. Penelitian dilakukan pada rumah sakit islam di surabaya, bahwa budaya organisasi adalah salah satu pedoman dalam meningkatkan efektifnya suatu organisasi, dimana dalam menciptakan budaya organisasi berorientasi pada nilai-nilai yang ada. Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Rosyidah (2011) di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta, dengan melakukan Analisis Bivariat, dimana menyimpulakn bahwa ada hubungan yang signifikan dari budaya organisasi dengan komitmen organisasi. Hal ini berarti semakin efektifnya suatu organisasi maka akan berdampak pada menerapan budaya organisasi yang ada. Penelitian lain juga diperjelas oleh Berson dan Linton (2005), menemukan bahwa efek pengembangan budaya organisasi akan berdampak pada manajemen organisasi. Pachuta (2012) menganalisis bahwa manajemen memainkan peran penting dalam menentukan budaya organisasi. Nilainilai, keyakinan dan pandangan dari orang di atas menyaring turun melalui semua tingkatan dan menciptakan lingkungan operasional yang mempengaruhi semua anggota staf. Promosi dan "rantai komando" ditentukan oleh seberapa dekat individu
selaras adalah dengan norma-norma yang berlaku dalam organisasi yang ditentukan oleh manajemen. Jika dilihat dari manajemen pengembangan budaya di RSUD, dari hasil observasi bahwa dalam penerapan budaya disetiap ruangan sangat berbeda-beda. Jika dianalisis dari visi rumah sakit dimana berlandaskan dari peraturan-peraturan pemerintah, berbeda dengan rumah sakit muhammadiyah. Rumah Sakit Islam Temanggung sebagai Amal Usaha Kesehatan yang dimilki langsung oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, dimana era Consciousness ini, budaya organisasi sebagai penentu kesukesesan bisnis, tentunya lebih menekankan pada pembentukan budaya yang kuat. 4 komponen karakteristik budaya organisasi berpengaruh sangat kuat terhadap jangka panjang suatu organisasi. Dalam hal ini Denison 1990 dalam Kusdi 2011 mengungkapkan bahwa organisasi yang berada dalam lingkungan yang cepat berubah akan memiliki kinerja yang tinggi jika mereka mengembangkan fleksibilitas dan daya adaptasi terhadap perubahan. Organisasi tersebut juga dapat memperkuat ikatan internalnya melalui partisipasi dan komitmen anggota. Sementara itu, pada lingkungan yang stabil, kinerja organisasi ditentukan oleh kemampuan membangun arah masa depan melalui misi yang kuat (mission culture), atau membangun prosedur-prosedur yang baku, nilai-nilai tradisi, dan konformitas (consistency culture). Beberapa budaya organisasi dapat dikatakan kuat sedangkan yang lainnya dapat dikatakan lemah. Semua organisasi memiliki budaya, namun tidak semua organisasi sama kuatnya dalam mempengaruhi perilaku dan tindakan para karyawan (Robbins, 2010). Sathe (1985) dalam Ndraha (2005) mengungkapkan budaya kuat adalah budaya organisasi yang ideal,
dianut secara luas dan jelas penyampainnya serta kekuatan budaya mempengaruhi intensitas perilaku. Hal ini senada dengan pendapat Robbins (1990) dalam Ndraha (2005), yang mengatakan budaya kuat adalah budaya organisasi yang dipegang semakin intensif (nilainya tertanam semakin mendasar dan kokoh), semakin luas dianut (semakin banyak warga organisasi yang menganutnya), dan semakin jelas disosialisasikan dan diwariskan. Semakin kuat budaya, semakin kuat efek atau pengaruhnya terhadap lingkungan dan prilaku manusia. Bila disimpulkan dari hasil yang didapatkan diatas, yaitu RS PKU Muhammadiyah dimana rumah sakit ini merupakan rumah sakit berbasis islam, dimana managemen rumah sakit bertekad memberikan pelayanan terbaik atau service exellent terhadap semua pelanggan. dan RSUD Temanggung yang merupakan rumah sakit pemerintah daerah dan diatur oleh peraturan pemerintah, dalam hal ini RSUD menerapkan sistem MPKP (model praktek keperawatan profesional) demi meningkatkan kualitas pelayanan. Dapat di identifikasi bahwa budaya organisasi antara 2 rumah sakit yang berbeda yang terdiri dari 4 karakteristik budaya dari konsep Denison yaitu: (keterlibatan, penyesuaian, konsistensi dan misi) di RS PKU Muhammadiyah Temanggung tertanam lebih kuat dikalangan perawat dibandingkan dengan RSUD Temanggung. Namun demikian, belum dapat dikatakan bahwa lemahnya nilainilai budaya organisasi tersebut akan berdampak pada penampilan rumah sakit, khususnya dalam pelayanan keperawatan. Sebagai rumah sakit daerah tentunya RSUD Temanggung memiliki nilai-nilai kuat yang tidak bisa digambarkan dalam penelitian ini. Nilai-nilai tersebut mungkin saja
tercipta atau diciptakan berbeda dengan organisasi lain, sesuai dengan keputusan manajernya. Robbins (2010) menyatakan bahwa para menejer bertanggung jawab secara langsung atas keberhasilan atau kegagalan organisasi yang mereka pimpin. Manajer bertugas membuat keputusan, dan mereka ingin keputusan tersebut menjadi keputusan yang baik. Pengamatan yang dilakukan oleh Schein (1992) dalam Kusdi (2011) barangkali ada benarnya bahwa kultur organisasi pada umumnya dibentuk dan dibangun oleh pendiri organisasi. Pendiri mempunyai suatu visi bagaimana seharusnya organisasi. 2. Gambaran Tingkat Profesionalisme Perawat Antara RS PKU Muhammadiyah Dengan RSUD Temanggung Dalam penlitian ini menunjukkan bahwa nilai rerata tingkat profesionalisme perawat dari gabungan 2 sub komponen profesionalisme yaitu pendekatan prinsip dan pendekatan asuhan. Diamana prilaku yang diukur berdasarkan aspek profesionalisme di RS PKU Muhammadiyah cukup tinggi yaitu 2,39 (nilai maksimum 3), terdapat pada 48 % perawat ruangan yang menilai 79,7 % telah menerapkan nilainilai profesionalisme, dimana aspek pendekatan asuhan lebih menonjol nilainya yaitu 2,41 yang terletak di 55% perawat dibandingkan dengan aspek pendekatan prinsip yaitu 2,31 yang terletak di 47 % perawat. Jika dianalisis berdasarkan jawaban yang diberikan, mempunyai arti bahwa rata-rata perawat ruangan sering mempraktekkan komponen-komponen profesionalisme dalam memberikan asuhan keperawatan sehari-hari. Observasi nilai profesionalisme yang dilakukan di RS PKU Muhammadiyah. Hal ini perawat ruangan Rumah Sakit Pku Muhammadiyah dalam meningkatkan aspek profesionalisme yang ada, setiap
perawat dituntut untuk menerapkan nilai-nilai budaya yang dikembangkan. Hal ini dikembangkan dalam kebijakan mutu rumah sakit yaitu perawat dalam melaksanakan tindakan keperawat menuntun perawat agar selalu tersenyum (smile), dengan hati yang terbuka (openherated), bersikap seolah sebagai teman atau saudara secara pribadi terhadap pelanggan (friendly), lembut (tenderly) dan menerapkan sifatsifat Rosulullah yaitu Fatonah, Amanah, Sidiq, dan Tabligh yang merupakan pencerminan ajaran agama Islam. Jika dibandingkan dari hasil penelitian yang dilakukan di RSUD Temanggung menunjukkan bahwa letak persentil dan nilai rerata berdasarkan aspek profesionalisme yaitu aspek pendekatan prinsip lebih menonjol nilainya yaitu 2,25 yang terletak di 59 % perawat dibandingkan dengan pendekatan asuhan, dari rerata keseluruhan tingkat profesionalisme perawat didapatkan hasil adalah 2,07 (nilai maksimum 3), terdapat pada 48 % perawat, menunjukkan bahwa tingkat profesonalisme di RSUD Temanggung cukup tinggi dalam mempraktekkan komponen-komponen profesionalisme perawat. Dimana hasil obervasi/wawancara yang didapatkan bahwa, dalam melakukan tindakan keperawatan, perawat dituntut untuk menanamkan sifat kekeluargaan antara perawat dan pasien, perawat dan perawat sendiri, ikhlas dalam berbuat, menganggap pasien adalah saudara, teman atau kerabat dekat, bersikap sopan serta selalu tersenyum dalam melakukan tindakan keperawatn. Hal ini menunjukkan perawat ruangan di RS PKU Muhammadiyah dan RSUD Temanggung menanam cukup kuat nilai-nilai profesionalisme dalam memberikan asuhan keperawatan. Cukup kuatnya nilai-nilai profesionalisme yang ditanamkan oleh perawat di RS PKU Muhammadiyah
dan RSUD, tentunya akan berdampak pada kontribusi optimal yang ditunjukkan oleh para perawat. Hal tersebut dipahami karna konsep dan fungsi profesional yang saat ini mulai dikembangkan. Menetapkan dan menerapkan nilai-nilai profesionalisme merupakan landasan dalam bekerja dalam peningkatan kepuasan pelayanan. Landasan profesionalisme secara jelas mencerminkan fungsi dan aktivitas para perawat. Standar praktik keperawatan klinis ANA terdiri dari standar asuhan dan standar performa profesional, dimana menjelaskan tingkat kompetensi perilaku profesionalisme perawat Blais, Hayes, Kozier dan Erb (2002). Penjelasan tersebut dijelaskan pada penelitian yang dilakukan oleh Saragih (2002), menemukan bahwa profesionalisme dalam keperawatan menjamin kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Brent (2001) menyatakan bahwa pada hakekatnya profesionalisme dalam keperawatan didasarkan pada pemahaman suatu landasan ilmiah yang spesifik dan menjadi dasar pada praktek keperawatan, disertai dengan adanya kemampuan tenaga keperawatan untuk melaksanakan praktek keperawatan tersebut dan diterapkan untuk kesejahteraan manusia. Standar keperawatan merupakan suatu pernyataan dimana profesi keperawatan menjelaskan tanggung jawab professional dalam menjalankan praktek keperawatan yang acontable. Standar keperawatan pada dasarnya merupakan suatu pedoman atau peraturan dalam melaksanakan praktek keperawatan (PPNI, 2001) dalam Saragih 2002. Menurut ANA (1998) dalam Blais, Hayes, Kozier dan Erb (2002), menyatakan standar keperawatan berfokus pada pemberian asuhan keperawatan dan pelaksanaan aspek profesionalisme. Standar praktek keperawatan diterapkan terhadap
seluruh prawat yang melaksanakan praktek keperawatan. Seorang yang dikatakan profesional adalah mereka yang sangat kompeten atau memiliki kompetensikompetensi tertentu yang mendasari kinerjanya, kompetensi dapat berupa motif, sifat, konsep diri pribadi, attitude atau nilai-nilai, pengetahuan yang dimiliki, keterampilan dan berbagai sifat-sifat seseorang yang dapat diukur. Tjerk Hooghiemstra dalam Herlambang (2011) menyatakan kompetensi adalah karakteristik pokok seseorang yang berhubungan dengan atau menghasilkan unjuk kerja yang efektif. Khusunya akan berdampak pada manajemen sumber daya. Manajemen sumber daya manusia mencakup semua aspek-aspek kemampuan dan kekuatan yang dimiliki sebagai kualitas individu dan kelompok dalam mencapai tujuan yang di inginkan. Suryono (2011) mengkategorikan kualitas manusia, salah satunya kualitas non fisik, yang mencerminkan kualitas batiniah: seperti kualitas pribadi yang melekat pada dirinya, produktifitas, kualitas spiritual, kualitas hati nurani dll, sehingga akan berdampak pada peningkatan profesionalisme seseorang. Tidak mudah untuk menunjukkan seseorang dalam pelaksanaan profesionalisme perawat, harus ada kriteria-kriteria tertentu yang mendasarinya. Menurut Herlambang (2011), menjelaskan ciri-ciri profesionalisme adalah, bagaimana profesionalisme menghendaki sifat mengejar kesempurnaan hasil (perfect result), sehingga anda di tuntut untuk selalu mencari peningkatan mutu, bagaimana profesionalisme memerlukan kesungguhan dan ketelitian kerja yang hanya dapat diperoleh melalui pengalaman dan kebiasaan, bagaimana seorang profesionalisme menuntut ketekunan dan ketabahan, dan seorang
Profesionalisme memerlukan adanya kebulatan fikiran dan perbuatan, sehingga terjaga efektivitas kerja yang tinggi. Hal ini senada dengan Herlambang (2011) yang mengungkapkan bahwa profesionalisme mengandung unsur, yaitu unsur keahlian dan unsur panggilan, unsur kecakapan teknik dan kematangan etika, unsur akal dan unsur moral. 3. Komparasi Pengaruh Kekuatan Budaya Organisasi Terhadap Profesionalisme Perawat Antara RS PKU Muhammadiyah Dengan RSUD Temanggung Dalam hal ini penelitian didapatkan suatu hubungan yang bermakna antara budaya organisasi dengan profesionalisme perawat di RS PKU Muhammadiyah dan RSUD Temanggung. Hasil uji hubungan budaya organisasi dengan profesionalisme dilakukan pada RS PKU Muhammadiyah yang dilakukan menggunakan Uji Pearson Product Moment dan diinterpretasikan menggunakan nilai koefisiensi determinasi didapatkan bahwa sebesar 19,8 % varians nilai profesionalisme dapat dijelaskan oleh budaya organisasi. Hasil uji hubungan juga dilakukan di RSUD Temanggung dimana budaya organisasi 18,4 % berpengaruh terhadap tingkat profesionalisme. Uji komparasi telah dilakukan di RS PKU Muhammadiyah dan RSUD Temanggung. Uji menggunakan Independent Tests menunjukkan ada perbedaan bermakna antara kekuatan budaya dan profesionalisme di RS PKU Muhammadiyah dengan RSUD. Dalam hal ini pengaruh kekuatan budaya organisasi terhadap tingkat nilai-nilai profesionalisme perawat di RS PKU Muhammadiyah lebih kuat ditanamkan dikalangan perawat dibandingkan dengan RSUD Temanggung, namun demikian disamping itu ada faktor-
faktor lain yang mempengaruhi profesionalisme. Kesimpulan tersebut di buktikan penelitian serupa oleh Alison dkk (2010), yang membandingkan pengaruh budaya yang dikembangkan di Rumah Sakit Magnet (Swasta) dan Rumah Sakit Non-Magnet (Daerah) di Amerika, dimana atribut rumah sakit magnet yang menarik perawat: otonomi tinggi, struktur organisasi desentralisasi, manajemen yang mendukung dan selfgovernance. 7, 8 perawat rumah sakit Magnet dinilai pengambilan keputusan dan kontrol atas praktek dan kepuasan kerja lebih tinggi dibandingkan perawat di rumah sakit non-Magnet sebesar 0,9. perawat rumah sakit Magnet juga melaporkan memiliki lingkungan yang lebih mendukung pekerjaan dibandingkan rumah sakit non-Magnet. Di sisi lain, bukti-bukti yang terbatas menunjukkan bahwa rumah sakit Magnet memiliki keselamatan pasien serta menanamkan nilai profesionalisme dan hasil pasien yang baik dibandingkan dengan mereka nonMagnet. Studi yang dilakukan ini menggambarkan bahwa kekuataan budaya dirumah sakit swasta dalam meningkatkan kualitas kinerja khusunya nilai-nilai profesionalisme lebih ditanamkan dibandingkan dengan rumah sakit daerah. Penelitian Llliois dan Carolina (2004) ditemukan bahwa RS Swasta lebih mengembangakn manajemen organisasi yaitu budaya dalam menciptakan kualitas pelayanan keperawatan khususnya dalam meningkatkan nilai-nilai profesionalisme dibandingkan dengan Rumah Sakit Daerah. Dalam kaitannya dengan hasil penelitian di RS PKU Muhammadiyah dimana rumah sakit lembaga yang lebih mengarah ke budaya usaha. Budaya usaha mencerminkan berbagai hal yaitu: rasionalitas, sistem manajemen yang berorientasi pada hasil, pengacuan pada dasar, penggunaan prinsip-psinsip
manajemen secara ilmiah dan penekanan hubungan antar manusia (Trice and Bayer 1993) dalam Kusdi (2011). dan RSUD merupakan Rumah Sakit Pemerintah yang mempunyai budaya birokrasi. Ashkanasy dkk (2002) menggambarkan budaya birokrasi sebagai suatu ideologi yang menekankan pada pengendalian ketat yang bertingkat untuk mencapai hasil akhir. Dapat ditarik suatu penjelasan adanya perbedaan pengaruh antara rendahnya nilai-nilai budaya organisasi dengan nilai profesionalisme perawat. Rendahnya nilai budaya organisasi di kedua rumah sakit tersebut berdampak secara langsung terhadap tingkat profesionalisme dan dampak lanjut pada aspek-aspek organisasi. Kusdi (2011) menjelaskan bahwa kultur organisasi merupakan variabel sentral dalam organisasi, yang mengandung keterikatan dengan hampir semua aspek. Keberadaan budaya dalam lingkungan organisasi akan dipersepsikan oleh anggota organisasi sebagai suatu sistem yang harus dijalankan. Pemikiran tersebut berpengaruh terhadap respon anggota organisasi dalam menjalankan suatu organisasi. Respon yang dilaksanakan oleh perawat dalam mencapi tujuan organisasi akhirnya mempengaruhi keseluruhan aspek-aspek, nilai-nilai yang dikatakan sebagai budaya organisasi. Dalam berbagai teori atau hasil penelitian yang telah ada sebelumnya, pengaruh budaya organisasi terhadap profesionalisme sudah banyak dijelaskan. Berdasarkan pendapat para ahli (Gibson, 2003; Robbins, 2001) mangungkapkan bahwa tingkat profesionalisme karyawan cenderung dipengaruhi oleh budaya organisasi yang berlaku. Kotter (1997) dalam Kusdi (2011) juga menyatakan bahwa budaya pada dasarnya berpengaruh kuat terhadap perilaku manusia.
Budaya organisasi mengacu pada keyakinan dan nilai-nilai yang telah ada dalam sebuah organisasi untuk waktu yang lama, dan dengan kepercayaan staf dan nilai diramalkan pekerjaan mereka yang akan mempengaruhi sikap dan perilaku mereka. Administrator biasanya menyesuaikan perilaku perawat untuk mencapai misi organisasi. Oleh karena itu penting untuk memahami hubungan antara budaya organisasi dengan profesionalisme perawat. Penelitian dilakukan oleh Tsai (2010) di Rumah Sakit Taiwan, yang menyimpulkan, budaya dalam suatu organisasi sangat penting, memainkan peran besar dalam apakah itu lingkungan yang bahagia dan sehat di mana untuk bekerja. Dalam berkomunikasi dan mempromosikan etos organisasi kepada karyawan, pengakuan dan penerimaan dapat mempengaruhi perilaku kerja mereka dan sikap (nilai-nilai profesionalisme). Ketika interaksi antara pimpinan dan karyawan yang baik, yang terakhir akan memberikan kontribusi yang lebih besar untuk komunikasi tim dan kolaborasi, dan juga akan didorong untuk mencapai misi dan tujuan yang ditetapkan oleh organisasi. Dalam bidang manajemen lainnya, penelitian empiris dari budaya organisasi telah melibatkan perspektif fungsionalis, memberikan bukti yang mengesankan peranan budaya organisasi dalam meningkatkan kinerja. Dalam hal ini budaya organisasi memerlukan manajemen yang mengakui dimensi fondasi dan dampaknya terhadap variabel karyawan terkait, salah satunya nilai-nilai profesionalisme. Budaya yang menanamkan nilai-nilai utama secara kokoh dan diterima secara luas di kalangan para karyawan memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap prilaku para karyawan dibandingkan dengan budaya yang lemah, sehingga akan berdampak
pada penampilan organisasi. Sathe 1985, dalam Ndraha 2005 juga mengungkapakn bahwa kekuatan budaya mempengaruhi intensitas perilaku. Intensitas prilaku salah satu aspek-aspek yang dapat membentuk suatu nilai-nilai profesionalisme perawat. Hal yang sama dijelaskan oleh (Waterman, Peters, dan Philips, 1980) dalam Kusdi 2011, menempatkan kultur sebagai inti dari model perubahan organisasi. Kultur organisasi berhubungan langsung dengan empat variabel, salah satunya SDM (Profesionalisme). Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya. Struktur organisasi rumah sakit banyak bertentangan dengan praktek keperawatan profesional, sehingga dapat mempengaruhi hasil pasien. Kemampuan perawat untuk berlatih secara profesional dipengaruhi oleh budaya organisasi lingkungan kerja mereka. Analisis menunjukkan bahwa budaya organisasi diprediksi lebih dari 16% dari varians berpengaruh dalam profesionalisme keperawatan. Penelitian lain juga dilakukan oleh Tyasworo (1996) menyimpulkan bahwa variabel budaya organisasi mempunyai pengaruh yang sangat signifikan dengan profesionalisme perawat. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan Supomo dan Indriantoro (1998) dalam Lako (2004), yang menyatakan bahwa budaya organisasi berpengaruh terhadap tingkat kinerja. Pengaruh budaya terhadap kinerja khusunya profesionalisme perawat biasanya digambarkan sebagai suatu kesinambungan dengan praktik manajerial. Dalam kaitannya dengan hasil penelitian yang dilakukan di RS PKU Muhammadiyah dan RSUD Temanggung, dapat ditarik suatu penjelasan adanya hubungan antara kuat dan masih rendahnya nilai budaya organisasi dengan nilai-nilai
profesionalisme perawat. Kuat dan rendahnya nilai budaya organisasi di dua rumah sakit yang berbeda tersebut berdampak secara langsung terhadap tingkat profesionalisme perawat dan mempunyai dampak lanjutan pada peningkatan aspek-aspek ksususnya penampilan organisasi umumnya RS PKU Muhammadiyah dan RSUD Temanggung. Kekale (2004) menyatakan bahwa budaya organisasi berpengaruh terhadap kesuksesan dan kegagalan dalam implementasi pendekatan manajemen mutu secara keseluruhan. Gerloff (1985) dalam Kusdi (2011) menyatakan bahwa organisasi dapat dipahami sebagai agen/target dari proses manajemen, dalam arti wadah berlangsungnya proses tersebut, atau sebagai efek dari proses manajemen. Dalam hal ini organisasi sangat mempengaruhi aspek-aspek dari manajemen, salah satunya profesionalisme perawat. Manojlovich & Ketefian (2002) menyatakan bahwa profesionalisme keperawatan dan lingkungan rumah sakit yang terbentuk oleh budaya yang kuat adalah dua sumber kesehatan yang dapat mendukung peningkatan hasil pada pasien (patient outcomes). B. Keterbatasan Penelitian 1. Aspek Metodologi Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan menggunakan pendekatan cross sectional yang berarti melakukan pengukuran hanya satu kali saja pada waktu yang bersamaan (Nursalam, 2008). Oleh karena itu, hasil yang didapatkan dalam penelitian ini tidak secara langsung berdampak dalam mengatasi suatu permasalahan manajemen keperawatan, khususnya yang terkait dengan budaya organisasi dan profesionalisme perawat, karena banyak faktor-faktor lain yang bisa mempengaruhi profesionalisme seseorang, tetapi penelitian ini merupakan unsur yang penting dalam
merencanakan suatu perbaikan dalam pelayanan keperawatan. 2. Kualitas data Fenomena budaya organisasi adalah merupakan hasil interaksi dari beberapa faktor yang sangat komplek meliputi orang, sejarah dan lainnya. Penggunaan satu metode ini mungkin dapat menghasilkan penafsiran yang masih dangkal. Data budaya organisasi yang diperoleh juga merupakan penilaian dari perawat ruangan, sehingga penilaian masih bersifat pada satu sisi, yaitu perawat ruangan, sedangkan penilaian dari staf keperawatan belum diperoleh. Dalam pengambilan sampel, peneliti hanya mengambil 55 perawat di RS PKU Muhammadiyah dan 69 perawat di RSUD Temanggung. Pengambilan sampel dengan jumlah lebih banyak akan mendapatkan hasil yang lebih representatif. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka diperolah kesimpulan penelitian tentang “Perbedaan Pengaruh Kekuatan Budaya Terhadap Tingkat Profesionalisme Perawat Antara RS PKU Muhammadiyah dengan RSUD Temanggung” sebagai berikut: 1. Rata-rata nilai budaya organisasi di RS PKU Muhammadiyah Temanggung yang meliputi aspek keterlibatan, penyesuaian, konsistensi dan misi, berdasarkan penilaian perawat adalah 2,59 (nilai maksimum 3) yang dinilai cukup kuat, dan terdapat pada 51 % perawat. 2. Rata-rata nilai budaya organisasi di RSUD Temanggung yang meliputi aspek keterlibatan, penyesuaian, konsistensi dan misi, berdasarkan penilaian perawat adalah 1,98 (nilai maksimum 3) yang dinilai relatif
rendah, dan terdapat pada 46 % perawat. 3. Rata-rata tingkat profesionalisme perawat di RS PKU Muhammadiyah Temanggung yang meliputi pendekatan prinsip dan pendekatan asuhan, berdasarkan penilaian perawat adalah cukup tinggi yaitu 2,39 (nilai maksimum 3), yang terdapat pada 48 % perawat. 4. Rata-rata tingkat profesionalisme perawat di RSUD Temanggung yang meliputi pendekatan prinsip dan pendekatan asuhan, berdasarkan penilaian perawat adalah cukup tinggi yaitu 2,07 (nilai maksimum 3), yang terdapat pada 48 % perawat. 5. Ada hubungan yang bermakna antara kekuatan budaya organisasi dengan tingkat profesionalisme perawat di RS PKU Muhammadiyah Temanggung. 6. Ada hubungan yang bermakna antara kekuatan budaya organisasi dengan tingkat profesionalisme perawat di RSUD Temanggung. 7. Hasil uji perbedaan/komparasi menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara hubungan kekuatan budaya organisasi dengan profesionalisme perawat di RS PKU Muhammadiyah Temanggung dan di RSUD Temanggung. B. Saran 1. Kepada pihak RS PKU Muhammadiyah Temanggung Walaupun nilai budaya organisasi ditanamkan kuat dikalangan perawat, namun perlu adanya peningkatan nilai budaya organisasi keterlibatan, penyesuaian, konsistensi dan misi dalam aktifitas organisasi khususnya budaya misi yang memiliki hubungan paling erat. Sehingga kedepan dapat di aplikasikan lebih kuat lagi oleh kalangan perawat dalam maningkatkan nilai-nilai profesionalisme.
2. Kepada pihak RSUD Temanggung Perlu adanya pertimbangan untuk meningkatkan nilai budaya organisasi keterlibatan, penyesuaian, konsistensi dan misi dalam aktifitas organisasi. Khususnya nilai keterlibatan yang memiliki hubungan paling erat yang diprediksikan dapat meningkatkan nilai-nilai profesionalisme perawat. 3. Bagi perawat ruangan di RS PKU Muhammadiyah Temanggung Sebagai upaya dalam peningkatan kualitas pelayanan, penting dimiliki oleh perawat ruangan adalah kemampuan mengaplikasikan nilainilai profesionalisme dalam memberikan asuhan keperawatan. Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah memperkuat, memahami, menjalankan serta menjunjung tinggi nilai-nilai inti didalam organisasi. Upaya tersebut merupakan salah satu bentuk dalam memperkuat budaya organisasi: keterlibatan, penyesuaian, konsistensi dan misi. 4. Bagi perawat ruangan RSUD Temanggung Sebagai upaya dalam peningkatan kualitas pelayanan, penting dimiliki oleh perawat ruangan adalah kemampuan mengaplikasikan nilainilai profesionalisme dalam memberikan asuhan keperawatan. Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah memperkuat, memahami, menjalankan serta menjunjung tinggi nilai-nilai inti didalam organisasi. Upaya tersebut merupakan salah satu bentuk dalam memperkuat budaya organisasi: keterlibatan. 5. Bagi peneliti lain Adanya tindak lanjut penelitian tentang perbedaan pengaruh kekuatan budaya organisasi dan Profesionalisme Perawat terhadap tingkat kepuasan pasien antara RS PKU Muhammadiyah dengan RSUD Temanggung.
DAFTAR PUSTAKA Alison; Storr; Hang; Yulan, Liang. (2010). A Comparison of Working Conditions Among Nurses in Magnet® and NonMagnet® Hospitals. http://www.nursingcenter.com/lnc/journalar ticle?Article_ID=1043474 diperoleh Agustus 2013 Ashkanasy, N.M, L.E. Broadfoot, dan S. Falkus.2000. “Questioner Measure Of Organizational Culture”. Dalam Ashkanasy, N.M., C.P.M. Wilderom, dan M.F. Peterson (eds.), Handbook of Organizational Culture and Climate. California: Sage Banyak Perawat RSUD Temanggung, didapatkan dari Data Bidang Keperawatan RSUD Temanggung. Banyak Perawat Rumah Sakit PKU. Muhammadiyah Temanggung, didapatkan dari Data PPNI Komisariat RS. PKU. Muhammadiyah Temanggung. Blais, Kathleen Koenig; Hayes, Janice S; Kozier, Barbara; Erb, Glenora. 2002. PROFESSIONAL NURSING PRACTICE: CONCEPTS AND PERSPECTIVES. 4th Edition. New Jersey: Pearson Education, Inc. Bratakusumah,D.S., 2002. Kajian Managemen stratejik, Modul pendidikan dan pelatihan Kepemimpinan Tingkat II, Buku 2, Jakarta: pusat pendidikan dan pelatihan SPIMNAS bidang Kepemimpinan, lembaga Administrasi Negara. Brent, NJ. 2001. Nurse and The Law. A Guide To Principle And Aplication. 2nd Edition. Philadelphia, WB. Sounders Company. Depkes RI Departemen Kesehatan RI, 2003, Sistem Informasi Rumah Sakit di Indonesia (sistem pelaporan rumah sakit revisi V),Jakarta: Dirjen Yanmed Depkes RI.
Denison,D.R. (2000). Culture Introduction
Organizational
http: www.denisonculture.com, diperoleh dari Tesis Raharjo Apriyatmoko Gobson, Konopaske,R., 2003. Organisation: Behavior, Structure, procces, 11 th ed, International Edition, New York: Mc Graw Hill/Iswin. Hasyim, Masruroh,; Prasetyo, Joko, 2012. Etika Keperawatan. Edisi pertama. Penerbit bangkit, Yogyakarta. Henderson, V. (1966). The nature of nursing: A definition and its implications for practice, education, and research. New York: Macmillan. Herlambang. Susatyo. 2011. Etika Profesi Tenaga Kesehatan: Pedoman Untuk Sukses Berkarya Bagi Tenaga Kesehatan. Cetakan pertama 2011. Yogyakarta: KDT Huber, Diane. 2000. Leadership and nursing care management. Sekond edition. Philadelphia: W.B. Saunders Company Ilyas,Y., 1999. Kinerja. Teori, Penilaian dan penelitian, Jakarta: FKM UI. Kusdi. 2011. Budaya Organisasi: Teori, Penelitian, dan Praktik. Jagakarsa, Jakarta: Salemba Empat. Loko, 2004. Kepemimpinan dan kinerja Organisasi. Isu, Teori. Dan solusi, cetakan pertama, penerbit. Amara Books, Yogyakarta. M. N-R Hadjam, 2002. “Efektivitas Pelayanan Prima Sebagai Upaya Meningkatkan Pelayanan di Rumah Sakit (Perspektif Psikologi)”. Jurnal Psikologi. Manley, K. (2000). Organizatiomal culture and consultant nurse outcomes: part I organizational culture. Art & science research: nursing standart, may 24/vol 14/no 36/2000. http://www.nursing-satndart.co.uk, diperoleh dari Tesis Raharjo Apriyatmoko
Majer, K., 2006. Values Based Leadership. Kepemimpinan Berbasis Nilai. Edisi Bahasa Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Robbins,Stephen, P.; Coulter, Mary 2010. MANAGEMENT, Tenth Edition. Jakarta : Erlangga
Monojlovich, M. & Ketefian, S. (2002). The effect of organizational culture on nursing proffesionalism : implication for healt resources planning. Canadian of Jurnal Nursing Researc, vol 33 (4).
Saragih, Rosita. (2002). Profesionalisme Keperawatan Dalam Lingkup Rumah Sakit. http://uda.ac.id/jurnal/files/PROFESIONAL ISME%20KEPERAWATAN%20DALAM%2 0LINGKUP%20RUMAH%20SAKIT_1_.pdf . diperoleh Agustus 2013
http:/ www.CJNR.nursing.megill.ca/achive 33/abst33, diperoleh Agustus 2013
Rosyidah .(2011). Hubungan Budaya Organisasi Dengan Komitmen Organisasi.
Ndraha, Taliziduhu, 2005. Teori Budaya Organisasi. Cetakan pertama. Jakarta: PT RINEKA CIPTA
journal.unair.ac.id/detail_jurnal.php?id=236 2&med=6&bid=3
Notoatmodjo, S, (2007). Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. Cetakan 1, Jakarta: Penerbit Salemba Medika Nursalam, 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika Pachuta.Jack Culture.
(2012).
Organizational
www.culturalanalysis.com/Home_Page.html. Agustus 2013
diperoleh
Potter ; Perry, 2005. Buku Ajar Keperawatan : Konsep, Proses, dan praktik. Volume 1. Ed. 4. Jakarta : EGC Profil RSUD Temanggung ebookbrowse.com/selayang-pandang-rsudtemanggung-doc-d367809452, diperoleh April 2013 Profil RS. PKU. Muhammadiyah Temanggung, diperoleh dari Diklat RS. PKU Muhammadiyah Temanggung. Robbins,Stephen,P. 2001. Organisational behavior, Runth Edition, New Jersey: Prentice Hall International, inc.
diperoleh Agustus 2013 Sigit, S., 2003. Perilaku Organisasional. Yogyakarta: BPFT Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa. Soetjipto,B.W., Firmanzah, 2006. The Spirit Of Change: Dinamika perubahan PT Perkebunan Nusantara III (Persero), Jakarta: Lembaga Menegement Fakultas Ekonomi UI. Suryono.2001. Manajemen Sumber Daya Manusia, Cetakan Pertama 2011. Surabaya: Anggota IKAPI Tangkilisan, Hesel Nogi.2002. Manajemen SDM Birokrasi Publik : Strategi Keunggulan Pelayanan Publik. YPAPI.Yogyakarta Tsay, Yafang . (2010). Relationship between Organizational Culture, Leadership Behavior and Job Satisfaction. http://www.biomedcentral.com/14726963/11/98 Diperoleh Agustus 2013. Tika, Moh. Pabundu. 2006. Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan. Jakarta : Bumi Aksara Umam, Khaerul. 2011. Manajemen Organisasi. Bandung : Pustaka Setia. Untuk Perguruan Tinggi dan Umum.
Widodo,J., 2005 Membangun Birokrasi Berbasis Kinerja, Malang: Bayu Media Publishing. Wutun, R.,F., 2004. Sistem Nilai dan Praktik-Praktik Organisasi Perusahaan, di dalam buku Corporate Culture. Challenge to Excellence, editor: Moeljono, D., Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Zammuto, R.F.,B. Fifford, dan E.A. Goodman. 2000. “Managerial Ideologies, Organization Culture, and the Outcomes of Innovation: A Competing Value Perpective”. Dalam Ashkanasy, N.M., C.P.M. Wilderom, dan M.F. Peterson (eds). Handbook of Organizational Culture and Climate. California: Sage