HUKUM IKUT SERTA MERAYAKAN NATAL BAGI MUSLIM DALAM PANDANGAN ULAMA
(Komparasi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Dâr al-Iftâ’ alMisriyyah dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi)
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana Hukum Islam (S.H)
Oleh: TEGUH TRIESNA DEWA NIM: 1112043100038
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438H/2016M
LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata I di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 30 September 2016
TEGUH TRIESNA DEWA NIM: 1112043100038
iv
ABSTRAK
Teguh Triesna Dewa, NIM 1112043100038, “Hukum Ikut Serta Merayakan Natal Dalam Pandangan Ulama (Komparasi Fatwa Majlis Ulama Indonesia, Dâr al-Iftâ’ al-Misriyyah dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi)”, Program Studi Perbandingan Mazhab Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 1437 H/2016M. Fatwa merayakan Natal bagi muslim menjadi objek kajian ini sesungguhnya memiliki kesamaan perspepsi dalam hal menjaga hubungan baik dengan sesama. Dimana berhubungan dengan non-Muslim adalah hanya sebatas hubungan yang bersifat ta’aruf (saling mengenal), saling tolong menolong, saling berbuat kebaikan dan berbuat adil. Hubungan tersebut akan menciptakan perdamaian, kebaikan dan interaksi yang harmonis dengan mereka. Dari sinilah Islam tidak membedakan antara orang muslim dengan kafir dzimmi (orang yang hidup di tengah masyarakat Islam, dan mendapat perlindungan dari pemerintah Islam). Akan tetepi hubungan tersebut tidak dimaksudkan untuk mencampuradukan urusan akidah. Penelitian ini menngunakan metodelogi library research dengan analisis komparatif dan Content analisys dalam mebandingkan fatwa yang menjadi objek kajian penulian ini. Tujuan peneliatan adalah untuk mengetahui letak perbedaan dan persamaan fatwa Majlis Ulama Indonesia, Lembaga Fatwa Mesir dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi tentang perayaan natal. Berdasarkan metode dan bahan penelitian kesimpulan dari penelitian ini bahwa hukum merayakan Natal adalah hal yang diharamkan bila mana terdapat pencampuradukan aqidah didalamnya. Kata Kunci Pembimbing
: Fatwa Merayakan Natal Bersama : 1. Dr. H. Muhammad Taufiki, M. Ag 2. Ummu Hanah Yusuf Saumin, M.A
Daftar Pustaka
: 1983-2015 Tahun
v
KATA PENGANTAR Puji dan rasa syukur mendalam penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat limpahan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya maka skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Salam dan salawat semoga selalu tercurah pada baginda Rasulullah Muhammad SAW. Selanjutnya, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang membantu kelancaran penulisan skripsi ini,baik berupa dorongan moril maupun materil. Karena penulis yakin tanpa bantuandan dukungan tersebut, sulit rasanya bagi penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. Oleh karena itu penulis secara khusus ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Phil. Asep Saepudin Jahar, M.A., Selaku Dekan Fakultas Syarî’ah dan Hukum serta para Pembantu Dekan Fakultas Syarî’ah dan Hukum Universitas Islâm Negeri (UIN) Syarîf Hidâyatullâh Jakarta; 2. Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si, Selaku Ketua Program Studi Perbandingan Mazhab dan ibu Hj. Siti Hana, S. Ag, Lc., MA selaku Sekretaris Program Studi Perbandingan Mazhab; 3. Ibu Hj. Siti Hanna, S.Ag, Lc., MA, selaku Dosen Penasehat Akademik Penulis; 4. Bapak Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag dan Ummu Hanah Yusuf Saumin, M.A selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan, saran dan ilmunya hingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik;
vi
5. Seluruh dosen Fakultas Syarî’ah dan Hukum Universitas Islâm Negeri (UIN) Syarîf Hidâyatullâh Jakarta, yang telah mendidik dan mengajarkan ‘Ilmu dan Akhlâq yang tidak ternilai harganya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Syarî’ah dan Hukum Universitas Islâm Negeri (UIN) Syarîf Hidâyatullâh Jakarta; 6. Pimpinan dan seluruh karyawan perpustakaan Universitas Islâm Negeri Syarîf Hidâyatullâh Jakarta; 7. Kedua orang tua tercinta Ayahanda dan Ibunda, yang telah mencintai saya dengan segenap jiwa dan raga, memberikan segala yang mereka bisa, baik doa maupun dukungan sehingga dengan ridha mereka saya bisa sampai seperti ini; 8. Kepada
Siti
Zakiah
yang
telah
membantu
dan
menemani
menyelesaikan tugas akhir ini. 9. Keluarga Besar MCC Fakultas Syariah dan Hukum tempat penulis berproses dalam bidang akademisi. Sebagai akhir kata semoga Allah Subhânahu Wata’âlâ memberikan balasan
atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini. Dan juga, semoga apa yang telah kalian berikan menjadi
berkah dan amal kebajikan serta bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Jakarta, 30 September 2016
Penulis
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................
ii
SURAT PENGESAHAN PANITIA UJIAN .............................................
iii
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................
iv
ABSTRAK ...................................................................................................
v
KATA PENGANTAR .................................................................................
vi
DAFTAR ISI................................................................................................
ix
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ......................................................
1
B. Identifikasi Masalah ............................................................
5
C. Batasan dan Rumusan Masalah ...........................................
5
D. Tujuan Penelitian .................................................................
6
E. Manfaat Penelitian ..............................................................
7
F. Kerangka Konseptual .........................................................
8
G. Review Studi Terdahulu ......................................................
10
H. Teknis Penulisan .................................................................
14
I. Metode Penelitian ................................................................
14
J. Sistematika Penulisan ..........................................................
17
PENGERTIAN SEJARAH DAN TRADISI PERAYAAN NATAL A. Pengertian Perayaan Natal ...................................................
19
B. Sejarah Perayaan Natal ........................................................
22
viii
BAB III
C. Tradisi Perayaan Natal ........................................................
29
a. Pohon Natal .................................................................
29
b. Sinterklas .....................................................................
29
c. Malam Natal.................................................................
30
d. Hadiah Natal ................................................................
31
e. Ucapan Selamat Natal ..................................................
32
FATWA IKUT SERTA MERAYAKAN NATAL BAGI UMAT MUSLIM A. Fatwa Majelis Ulama Indonesia ..........................................
33
B. Fatwa Ulama Lembaga Fatwa Mesir .................................
41
C. Fatwa Ulama Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi ........................................................................... BAB IV
49
ANALISA PERBANDINGAN FATWA A. Analisis Isi Fatwa ................................................................
56
1. Fatwa Majelis Ulama Indonesia .....................................
56
2. Fatwa Ulama Lembaga Fatwa Mesir Mesir ...................
59
3. Fatwa Ulama Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi ......................................................................
62
B. Analisis Perbandingan Fatwa ..............................................
65
1. Persamaan ......................................................................
65
a. Dalam Hal Merujuk Dalil........................................
65
b. Dalam Hal Metode Istinbath Hukum ......................
66
ix
BAB V
c. Dalam Hal Penemuan‘Illat Hukum .......................
67
d. Dalam Hal Latar Belakang .....................................
68
2. Perbedaan ......................................................................
68
a. Dalam Hal Merujuk Dalil........................................
68
b. Dalam Hal Metode Istinbath Hukum ......................
74
c. Dalam Hal Penemuan‘Illat Hukum .......................
75
d. Dalam Hal Latar Belakang .....................................
76
PENUTUP A. Kesimpulan ..........................................................................
79
B. Saran ....................................................................................
80
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
81
LAMPIRAN .................................................................................................
84
ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap bulan Desember umat Kristiani merayakan hari raya agama mereka, yaitu Hari Natal yang jatuh pada tanggal 25 Desember. Hampir setiap tahunnya perayaan Natal semakin terlihat meriah, pada tahun 2015 di Indonesia misalnya, beberapa sudut pertokoan mulai ramai dengan hiasan Natal. Supermarketsupermarket yang mulanya sepi-sepi saja, dihiasi dengan pernak-pernik Natal, Media massa pun tak ketinggalan ikut memeriahkan hari Raya Natal dengan menayangkan acara-acara spesial Natal, bahkan tidak jarang mereka yang beragama Islam ikut serta dalam memeriahkan hari Raya Natal, mulai dari karyawan toko dan restoran yang menggunakan atribut Natal sampai para pengusaha yang sengaja ingin memeriahkan hari Natal. Hampir disetiap negara memiliki model yang berbeda-beda dalam perayaan Natal. Di Arab Saudi, umat Kristiani tidak bisa bebas merayakan Natal. Walaupun ada hampir 1 juta umat Kristiani disana, pemerintah memiliki larangan untuk merayakan Natal di tempat umum. Di saat yang sama, pemerintah Arab Saudi tidak memiliki larangan yang tegas terkait perayaan Natal di kediaman pribadi. Meskipun begitu, dibeberapa area, umat Kristiani masih dapat melakukan perayaan Natal dengan melakukan semacam pendekatan dengan pejabat setempat. Tetapi, secara umum perayaan Natal di Arab Saudi sering kali disamarkan sebagai
1
perayaan liburan biasa di dalam rumah pribadi.1 Berbeda dengan Arab Saudi, perayaan Natal di Indonesia justru dapat dikatakan cukup meriah meskipun mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim. Umat Kristiani di Indonesia dapat merayakan Natal bersama dengan keluarga, teman, serta dikelilingi dengan dekorasi Natal di rumah, pohon Natal, kue-kue, dan lain sebagainya. Karena pada dasarnya Indonesia menganut prinsip kebebasan beragama bagi warga negaranya.2 Oleh karenanya hak untuk beribadah bagi agama apapun menjadi hak fundamental yang dilindungi oleh negara. Selain itu Bhineka Tunggal Ika juga menjadi pilar kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia,3 yang berarti Indonesia terdiri dari bermacam suku bangsa dan agama sehingga perayaan Natal justru menjadi perayaan yang harus dilindungi oleh negara, bahkan setiap perayaan Natal di Indonesia pemerintah selalu melakukan pengamanan yang ekstra ketat. Di Mesir Natal dirayakan pada tanggal 7 Januari, mayoritas umat Kristiani di Mesir adalah penganut Kristen Koptik yang memang merayakan Natal pada tanggal 7 Januari berdasarkan kalender yang mereka yakini. Suasana perayaan Natal di Mesir tidak seheboh sebagaimana di Indonesia, di Mesir penjagaan terhadap gereja-gereja tidak berlebihan, tradisi menghias pohon Natal atau atribut ala sinterklas juga tidak menonjol di tempat publik. Namun meski demikian spanduk-spanduk ucapan selamat Natal banyak ditemui, bahkan pihak Universitas
1
“Natal di Negara Islam, dari Pelarangan Hingga Bagi Kado”, Republika, 21 Desember 2015, h.21. 2 Effendi, A. Mansur, Perkembangan Dimensi Hak Asasi Manusia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2005), h.128. 3 Z Yasni, Bung Hatta Menjawab, (Jakarta: Gunung Agung, 1978), cet.III, h.107.
2
al-Azhar Kairo mengirim utusan resmi mengunjungi gereja dan mengucapkan selamat Natal kepada umat Kristiani.4 Pemerintah Mesir menjadikan perayaan Natal tanggal 7 januari sebagai hari libur resmi nasional sejak tahun 2002 silam. Perbedaan perayaan tersebut, tentu didasari pada hukum yang berlaku dan fatwa-fatwa ulama setempat yang mempengaruhi masyarakat di negara-negara tersebut dalam menyikapi perayaan Natal yang ada. Fatwa-fatwa ulama tersebut tentu dirumuskan dengan melihat bentuk negara, budaya serta latar belakang negara dan masyarakatnya. Dalam ilmu ushul fiqh, fatwa berarti pendapat yang dikemukakan oleh seorang mujtahid atau fakih sebagai jawaban yang diajukan peminta fatwa dalam satu kasus yang sifatnya tidak mengikat.5 Fatwa juga dapat diidentikkan dengan ra’yu. Ra’yu didefinisikan sebagai pendapat tentang suatu masalah yang tidak diatur oleh al-Qur’ân dan Sunnah. Ra’yu adalah pendapat yang dipertimbangkan dengan matang, yang dicapai sebagai hasil pemikiran yang dalam dan upaya keras individu dengan tujuan menyingkapkan dan mencari pengetahuan tentang suatu subyek yang mungkin hanya menjadi pertanda atau indikasi dari hal lain.6 Sehingga tentunya fatwa juga dapat mempengaruhi bagaimana seorang Muslim dapat bersikap terhadap suatu permasalahan yang tidak diatur dalam al-Qur’ân dan Sunnah. Dalam hal ini fatwa ulama terkait dengan perayaan Natal memiliki dimensi yang berbeda-beda. Dimensi yang paling mendasar adalah terkait dengan 4
“Natal di Negara Islam, dari Pelarangan Hingga Bagi Kado”, Republika, 21 Desember 2015, h.21. 5 Abdul Aziz Dahlan (Eds), Einsiklopedi Hukum Islam I, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1999), h. 326. 6 Mohammad Hasyim Kamali, Kebebasan Berpendapat Dalam Islam, (Bandung: Mizan, 1996), h. 89.
3
”Tasyabuh” yaitu suatu kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang mukmin menyerupai, dalam hal ini adalah menyerupai orang kafir baik dalam perkataan, perbuatan maupun kebiasaan-kebiasaan mereka.7 Sebagai mana yang tergambar dalam Hadîts Nabi: Dari Ibnu ‘Umar, Nabi Muhammad SAW bersabda,
َ ” مَنْ َتشَبَّهَ ِبقَوْمٍ فَ ُهو:ل رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّ ُه عََليْ ِه وَسَلَّ َم َ قَا:ل َ قَا،َع َمر ُ ن ِ ْن اب ِ َع 8
)4031/ِمنْهُمْ “)رواه أبو داود
Artinya: “Dari Ibnu Umar, Rosulullah Bersabda: “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” (HR. Abu Daud no. 4031). Dalam hal ini tentunya perayaan Natal yang dilakukan oleh seseorang Muslim dapat dikatakan sebagai perbuatan tasyabuh, namun kalangan ulama juga masih berbeda pendapat sehingga fatwa yang diberikan terhadap persoalan ini berbeda-beda pula. Perbedaan tersebut tentunya terlihat dari taks-taks pernyataan berbagai fatwa yang menjadi subjek dalam penelitian ini yaitu Majelis Ulama Indonesia, Lembaga Fatwa Mesir dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi. Yang dimana ketiga lembaga fatwa tersebut tentunya memiliki metode yang berbeda dalam permasalahan fatwa perayaan Natal. Metode dan pendekatan tersebut juga akan berdampak pada substansi fatwa yang menyebabkan terjadinya ikhtilâf dikalangan ulama.9Karena itu penulis merasa
7
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Ringkasan Iqtidha’ Ash-Shirathil Mustaqim, Penerjemah Ahmad Hamdani Ibnu Muslim, (Solo: Pustaka Ar-Rayyan), h.68. 8 Abu Dawud, Sunan Abi Dawud, (Beirut: Dar al-Fikr, 1994), h.77 9 Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h.50.
4
tertarik untuk membahas ”Hukum Ikut Serta Merayakan Natal Bagi Muslim Dalam Pandangan Ulama (Komparasi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Dâr alIftâ’ al-Misriyyah Dan Komisi Tetap Urusan Riset Dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi)”. Sebagai kajian yang mencoba membandingkan metode, pendekatan serta substansi fatwa ulama terhadap permasalahan kontemporer Umat Islam. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas penulis mencoba mengindentifikasi permasalahan yang ada dalam judul penelitian ini sebagai berikikut: 1. Apa saja metode pengambilan fatwa yang dialakukan oleh ketiga lembaga fatwa dalam permasalahan perayaan Natal dinegaranya? 2. Apa saja hal yang menjadi pertimbangan ulama tersebut dalam pengambilan fatwa? 3. Apa dalîl argumentasi yang digunakan ulama ketiga lembaga tersebut dalam pengambilan fatwa? 4. Bagaimana para ulama tersebut memaknai perayaan Natal oleh Umat Muslim sebagai tindakan tasyabuh? 5. Sampai sejauh mana fatwa tentang perayaan Natal oleh ketiga lembaga fatwa tersebut mempengaruhi masyarakat negaranya dalam menyikapi perayaan Natal? 6. Bagaimana kedudukan fatwa ulama ketiga lembaga fatwa tersebut dinegaranya? C. Pembatasan dan Rumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah
5
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis menganggap perlu adanya pembatasan masalah yang menjadi fokus pembahasan dalam skripsi ini. Guna mengefektifkan dan memudahkan pengolahan data, maka penulis membatasi permasalahan dalam penulisan skripsi ini pada seputar pembahasan tentang Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Lembaga Fatwa Mesir dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi tentang keikutsertaan Muslim dalam perayaan Natal. 2. Rumusan Masalah Berdasarkan dari uraian di atas maka akan diuraikan beberapa rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana Fatwa Majelis Ulama Indonesia terhadap perayaan Natal di Indonesia? 2. Bagaimana Fatwa Lembaga Fatwa Mesir terhadap perayaan Natal di Negara Mesir? 3. Bagaimana Fatwa Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi terhadap perayaan Natal di negara saudi? 4. Apa perbedaan dan persamaan fatwa Majelis Ulama Indonesia, Lembaga Fatwa Mesir dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi tentang perayaan Natal? D. Tujuan Penelitian Sebagaimana rumusan masalah di atas, tujuan dari kajian ini adalah: 1. Untuk mengetahui fatwa Majelis Ulama Indonesia terhadap perayaan Natal di Indonesia.
6
2. Untuk mengetahui fatwa Lembaga Fatwa Mesir terhadap perayaan Natal di Negara Mesir. 3. Untuk mengetahui fatwa Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi terhadap perayaan Natal di Negara Saudi. 4. Untuk mengetahui letak perbedaan dan persamaan fatwa Majelis Ulama Indonesia, Lembaga Fatwa Mesir dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi tentang perayaan Natal. E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Diharapkan kajian ini bermanfaat bagi perkembangan khasanah ilmu pengetahuan syarî’ah umumnya yang berkaitan dengan fatwa dan lebih khususnya Hukum Islam. 2. Kegunaan Praktiss a. Bagi Mahasiswa Diharapkan dapat digunakan untuk meningkatkan wawasan keilmuan dan keahlian, khususnya dalam perancangan fatwa terhadap suatu permasalahan umat. b. Bagi Peneliti Dapat melatih kemampuan diri dalam menerapkan teori yang telah diterima selama kuliah, memperdalam dan meningkatkan keterampilan serta kreativitas dalam berfikir dan dapat memecahkan permasalahan yang dihadapi dengan topik yang diambil. c. Bagi Fakultas Syariah dan Hukum
7
Dapat menambah hasil penelitian yang aktual terhadap permasalahan umat serta meningkatkan pemahaman secara komperhensif terkait dengan fatwa-fatwa ulama terhadap permasalahan kontemporer dalam hukum Islam. F. Kerangka Konseptual 1. Penegasan Konseptual a. Studi komparatif: sejenis penelitian deskriptif yang ingin mencari jawaban secara mendasar tentang sebab-akibat, dengan menganalisa faktor-faktor penyebab terjadinya ataupun munculnya suatu fenomena tertentu.10 b. Fatwa: Fatwa dilihat dari segi etimologi berasal dari kata al fatwâ wal futyâ (fatâwâ) yang berarti petuah, nasehat jawaban atas pertanyaan yang berkaitan dengan hukum.
11
Sedangkan al- istiftâ’ berarti permintaan fatwa dan al-
mufti adalah pemberi fatwa.12 Dari segi terminologi fatwa adalah pendapat atau keputusan dari alim ulama atau ahli Hukum Islam.13 Sedangkan dalam ilmu usûl fiqh, fatwa berarti pendapat yang dikemukakan oleh seorang mujtahid atau fakih sebagai jawaban yang diajukan peminta fatwa dalam satu kasus yang sifatnya tidak mengikat.14 Pihak yang meminta fatwa tersebut bisa pribadi, lembaga maupun kelompok masyarakat berdasarkan kebutuhan hukumya masing-masing.15 c. Majelis Ulama Indonesia: Lembaga Swadaya Masyarakat yang mewadahi ‘ulamâ, zu’amâ, dan cendikiawan Islam di Indonesia untuk membimbing, 10
M. Nasir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985), h.68. Abdul Aziz Dahlan, Einsiklopedi Hukum Islam I, h.326 12 Ahmad Warson Munawir, Al-Munawir Kamus Arab-Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Progressif, 1984), h.1110. 13 Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1990), 127 14 Abdul Aziz Dahlan, Einsiklopedi Hukum Islam I, h.326 15 Yusuf Qardhawi, Al-Fatwa bayn al-Indibat wa al-Tasayyub, (Dar al-Sahwah: Kaherah, 1992), h.5. 11
8
membina dan mengayomi kaum Muslimin di seluruh Indonesia. Majelis Ulama Indonesia berdiri pada tanggal, 7 Rajab 1395 Hijriah, bertepatan dengan tanggal 26 Juli 1975 di Jakarta, Indonesia.16 d. Lembaga Fatwa Mesir: Dâr al-Iftâ’ al-Misriyyah atau Lembaga Fatwa Mesir adalah lembaga fatwa pertama yang didirikan di dunia Islam. Lembaga ini menjadi salah satu rujukan terpenting Umat Islam seluruh dunia untuk mengetahui jawaban setiap permasalahan hukum-hukum Islam. didirikan untuk mewakili Islam dan pusat penelitian hukum Islam yang unggul di tingkat Internasional sejak berdiri pada tahun 1895/ 1311 H. berdasarkan surat keputusan dari Khedive Mesir Abbas Hilmi yang ditujukan kepada Nizârah Haqqiniyyah NO. 10 November 1895. Surat tersebut diterima oleh Nizharah yang bersangkutan tanggal 7 Jumadil Akhir 1313 nomor 55.17 e. Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi : (al-Lajnah alDâimah lil Buhûts al-Ilmiyah wal Iftâ) merupakan lembaga resmi yang ditunjuk pemerintahan Kerajaan Saudi Arabia untuk mengurusi perkara berkaitan fatwa, dakwah dan juga wakaf. Kalau di Indonesia semacam MUI. Fatwa-fatwa yang keluar selalu menjadi rujukan kaum Muslimin di seluruh dunia. Hal ini tidaklah mengherankan karena ulama yang duduk di lembaga tersebut benar-benar terpilih dan keilmuannya sudah diakui dunia. Diantara ulama ahl al-Sunnah yang pernah
16
“ MUI” diakses pada 16 Februari 2016 dari http://mui.or.id/sekilas-mui “ Dar al-Ifta’ al-Misriyyah atau Lembaga Fatwa Mesir” diakses pada 16 Februari 2016 dari http://www.dar-alifta.org/Module.aspx?Name=aboutdar 17
9
menjabat sebagai ketua Lajnah al-Dâimah adalah al-Syaikh Ibnu Baz rahimahullah.18 G. Review Studi Terdahulu Fatwa-Fatwa MUI Yang Kontroversial Pelarangan Bagi Umat Islam Mengikuti Program Keluarga Berencana (1979) Dan Merayakan Natal (1981) Skripsi yang disusun oleh Fitra Rahmansyah Fakultas
Ilmu Pengetahuan
Budaya, Universitas Indonesia.. Skripsi ini mengangkat Fatwa-fatwa MUI yang dianggap kontroversial dan merupakan analisis kritis terhadap fatwa MUI khususnya fatwa terkait perayaan Natal. Permasalahan utama yang diangkat dalam skripsi ini adalah bagaimana MUI menghadapi dan menyikapi anjuran pemerintah mengenai program Keluarga Berencana (KB) dan memperbolehkan Umat Islam mengikuti perayaan Natal bersama tersebut. Disamping itu, skripsi ini juga mengangkat permasalahan utama yaitu sejauhmana fatwa-fatwa MUI yang dianggap kontroversial itu juga disikapi oleh pemerintah.19 Intisari dalam skripsi ini adalah menganalisa bahwa Fatwa MUI sebagai sebuah bentuk atau wujud dari cara MUI untuk memprotes sikap pemerintah dalam menangani masalah kerukunan umat beragama dan Keluarga Berencana. Adapun persamaan penelitian dengan skripsi yang disusun penulis adalah adanya kesamaan dalam objek penelitian yaitu fatwa MUI dalam perayaan Natal, sedangkan perbedaannya adalah pada pola dan metode penelitiannya metode penelitian dalam skripsi yang
18
“Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi” diakses pada 16 Februari 2016 dari http://alifta.net/default.aspx?languagename=ar 19 Fitra Rahmansyah, Fatwa-Fatwa MUI Yang Kontroversial Pelarangan Bagi Umat Islam Mengikuti Program Keluarga Berencana (1979) Dan Merayakan Natal (1981), (Skripsi S1, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, 2007), h.76
10
disusun penulis adalah studi komparatif dimana penulis mencoba membandingkan fatwa dari berbagai lembaga fatwa di tiga negara terkait dengan perayaan Natal, yaitu Majelis Ulama Indonesia, Lembaga Fatwa Mesir: Dâr al-Iftâ’ al-Misriyyah dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi : (al-Lajnah alDâimah lil Buhûts al-Ilmiyah wal Iftâ). Makna Perayaan Hari Raya Idhul Fitri dan Hari Raya Natal (Analisa Perbandingan Makna) Skripsi yang diajukan oleh Ihya Ulumuddin Jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Univeritas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Srkipsi ini berisi tentang perbandingan pemaknaan antara perayaan Hari Raya Idhul Fitri dan Hari Raya Natal yang ditinjau melalui filosofis dan sejarah perayaan kedua hari raya tersebut. Serta didalamnya juga terdapat pembahasan terkait dengan tradisi yang dilakukan oleh Umat Muslim dalam merayakan Hari Raya Idhul Fitri serta tradisi yang dilakukan umat Kristiani dalam Merayakan Hari Raya Natal.20 Adapun persamaan dengan skripsi yang disusun penulis adalah adanya pembahasan sub objek penelitian yang sama yaitu terkait dengan perayaan Natal, sedangkan perbedaannya adalah pada objek penelitian yaitu dalam skripsi ini penulis mengkaji fatwa ulama dalam perayaan Natal serta metode penelitian. Yang berbeda dalam skripsi yang disusun oleh Ihya Ulumuddin telah membandingkan makna perayaan Hari Raya Idhul Fitri dan Hari Raya Natal dalam skripsi ini penulis membandingkan fatwa dari berbagai lembaga fatwa di tiga negara terkait dengan perayaan Natal, yaitu Majelis Ulama
20
Ihya Ulumuddin, Makna Perayaan Hari Raya Idhul Fitri dan Hari Raya Natal (Analisa Perbandingan Makna), (Skripsi S1, Jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Univeritas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), h.73
11
Indonesia, Lembaga Fatwa Mesir: Dâr al-Iftâ’ al-Misriyyah dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi : (al-Lajnah al-Dâimah lil Buhûts al-Ilmiyah wal Iftâ). Berita Ucapan Natal di Republika Online (Kajian Isi Berita Melalui Analisis Freming), Skripsi yang disusun oleh Fatoni Shidqi Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.21 Penelitian dalam skripsi tersebut mengangkat terkait dengan isu kontorversi hukum ucapan selamat Natal bagi Umat Muslim, yang dimana Republika Online sebagai salah satu bagian dari media massa mencoba memberitakan berbagai fatwa ulama terkait dengan larangan ucapan selamat Natal, namun dalam penelitian tersebut penulis menemukan pelanggaran kode etik jurnalistik yang ternyata Republika Online mencoba mengarahkan pemberitaan isu ucapan Natal agar pembaca dapat ikut serta memperbolehkan ucapan Natal. Persamaan dalam penelitian ini adalah adanya sub objek yang masih terkait yaitu hukum merayakan Natal yang salah satu isunya adalah hukum mengucapkan selamat Natal, sedangkan perbedaannya adalah dalam objek kajian dan metode kajian dimana objek dan metode kajian dalam skripsi ini adalah terkait dengan perbandingan fatwa ulama dalam hukum perayaan Natal. Analisis Wacana Pemberitaan Kontroversi Ucapan Selamat Natal Di Republika Online (Edisi 4 Januari 2013) Skripsi yang disusun oleh Ramadhan Halim Pratama Program studi Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Ilmu 21
Fatoni Shidqi, Berita Ucapan Natal di Republika Online (Kajian Isi Berita Melalui Analisis Freming), (Skripsi S1 Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2015), h.48.
12
Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, berisi tentang isu yang berkembang di masyarakat tentang boleh tidaknya Umat Muslim memberikan ucapan selamat Natal kepada umat yang merayakannya, dimana Republika Online mempublikasikan sebuah pemberitaan tentang kontroversi ucapan Selamat Natal.22 Dari penjabaran di atas, maka dalam penelitian tersebut muncul suatu pertanyaan, sebagai objek pembahasan skripsi ini, bagaimana isi teks yang dikonstruksi oleh Republika Online edisi 4 Januari 2013 tentang pemberitaan Kontroversi Ucapan Selamat Natal, bagaimana proses produksi dan konsumsi teks di Republika Online edisi 4 Januari 2013 tentang pemberitaan Kontroversi Ucapan Selamat Natal, serta bagaimana sosiocultural practice yang dikonstruksi oleh Republika Online edisi 4 Januari 2013 tentang pemberitaan Kontroversi Ucapan Selamat Natal. Dalam pemberitaan tersebut, secara keseluruhan Republika Online merepresentasikan tentang tokoh-tokoh/Ulamaulama besar di luar Indonesia yang menimbulkan kontroversi dikarenakan ada yang mendukung ucapan Natal dan ada pula yang menolaknya. Republika Online membuat berita tersebut semata-mata hanya ingin mendukung toleransi umat beragama dan ingin menghormati hari raya besar umat agama lainnya. Republika Online berusaha menyeimbangkan kondisi dengan mengkonstruksi realita tersebut melalui wacana. Mengingat Republika Online merupakan salah satu media online nasional berbasis Islam di Indonesia sehingga konstruksi wacana yang dihasilkan akan cenderung mengandung dukungan terhadap kerukunan umat beragama yang
22
Ramadhan Halim Pratama, Analisis Wacana Pemberitaan Kontroversi Ucapan Selamat Natal Di Republika Online (Edisi 4 Januari 2013), (Skripsi S1Program studi Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013), h.37.
13
ada di Indonesia. Dalam penelitian tersebut terdapat persamaan sub objek penelitian yaitu terkait dengan ucapan selamat Natal, sedangkan perbedaannya adalah pada metode penelitian dalam skripsi ini penulis mencoba membandingkan fatwa ulama terkait dengan perayaan Natal sedangkan penelitian di atas terkait dengan penggiringan opini publik terhadap bolehnya ucapan selamat Natal yang dilakukan melalui tulisan dalam Republika Online. H. Teknis Penulisan Teknis penulisan skripisi ini mengacu pada Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2012. I. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis kajian yang digunakan dalam skripsi ini adalah menggunakan library research atau kajian pustaka yaitu telaah yang dilaksanakan untuk memecahkan suatu masalah yang pada dasarnya bertumpu pada penelaahan kritis dan mendalam terhadap bahan-bahan pustaka dan hasil-hasil penelitian yang terkait dengan topik (masalah) kajian.23 2. Pendekatan Penelitian
23
Departemen Agama STAIN Tulungagung, Pedoman Penyusunan Skripsi, (Tulungagung: Depag, 2009), h.35.
14
Pendekatan penelitian pada kajian ini adalah kualitatif, yaitu penelitian yang dilakukan untuk menghasilkan data deskriptif yang berupa fakta-fakta tertulis atau lisan dari orang atau pelaku yang diamati.24 3. Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Sumber primer, yaitu pustaka yang berisikan pengetahuan ilmiah yang baru dan mutakhir ataupun pengertian baru tentang fakta yang diketahui maupun mengenai suatu gagasan (idea).25 Maka dalam skripsi ini sumber data primer yang dimaksud adalah fatwa dari berbagai lembaga fatwa di tiga negara terkait dengan perayaan Natal, yaitu Majelis Ulama Indonesia, Lembaga Fatwa Mesir: Dâr al-Iftâ’ alMisriyyah dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi : (alLajnah al-Dâimah lil Buhûts al-Ilmiyah wal Iftâ). b. Sumber sekunder, adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber sekunder dari data yang kita butuhkan26, yaitu buku-buku yang mendukung atau pelengkap, khususnya buku Fiqih dan Ushul Fiqih. 4. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dari hal-hal yang akan dibahas adalah dokumentasi. Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, fatwa, lengger, agenda dan sebagainya.27 Dalam pengumpulan data penulis
24
Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), h.18. Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dan Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), h.51. 26 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Prenada Media, 2005), h.122. 27 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), h.231. 25
15
mengumpulkannya melalui website resmi ketiga lembaga fatwa yaitu yaitu Majelis Ulama Indonesia, Lembaga Fatwa Mesir: Dâr al-Iftâ’ al-Misriyyah dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi : al-Lajnah alDâimah lil Buhûts al-Ilmiyah wal Iftâ. 5. Analisis Data Sesuai dengan penelitian pustaka maka analisis yang penulis gunakan adalah: a.
Komparasi Metode komparatif yang dimaksud disini adalah dilakukan dengan membandingkan suatu fakta yang lain sehingga diketahui suatu persamaan dan perbedaannya, sebagaimana yang dikemukakan Aswari Sudjud bahwa penelitian komparasi akan dapat menemukan persamaan-persamaan dan perbedaanperbedaan tentang benda-benda, tentang orang-orang, tentang prosedur kerja, tentang ide-ide, kritik terhadap orang, kelompok, terhadap suatu ide atau suatu prosedur
kerja.28
Dan
dalam
penulisan
ini,
penulis
membandingkan,
mengkomparasikan antara berbagai fatwa dari berbagai lembaga fatwa di tiga negara terkait dengan perayaan Natal, yaitu Majelis Ulama Indonesia, Lembaga Fatwa Mesir: Dâr al-Iftâ’ al-Misriyyah dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi :(al-Lajnah al-Dâimah lil Buhûts al-Ilmiyah wal Iftâ). b. Content analisys
28
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, h.267.
16
Content analisys merupakan suatu metode penelitian yang memanfaatkan seperangkat prosedur, untuk menganalisa isi fatwa dan menarik kesimpulan yang shahih dari sumber data penelitian berupa buku.29 J. Sistematika Penulisan BAB I : PENDAHULUAN Bab pendahuluan berisi uraian mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, penegasan istilah, penelitian terdahulu, metode penelitian dan sistematika pembahasan. BAB II : PENGERTIAN SEJARAH DAN TRADISI PERAYAAN NATAL Berisi pembahasan umum terkait definisi dan sejarah perayaan Natal, yang juga bagaimana saja model-model perayaan Natal yang terdapat diberbagai negara dan tempat. Khususnya pembahasan keikutsertaan Muslim dalam tradisi perayaan Natal. Dalam bab ini juga dibahas tradisi dan model model perayaan Natal yang tidak hanya melibatkan Kaum Kristiani saja melainkan juga melibatkan kaum Muslimin. BAB III : FATWA HUKUM IKUT SERTA MERAYAKAN NATAL BAGI MUSLIM Berisi pembahasan tentang isi fatwa dalam hukum perayaan Natal yang meliputi hukum mengucapkan selamat Natal, sampai dengan perayaan Natal bersama yang dikeluarkan melalui fatwa ketiga lembaga fatwa tersebut yaitu Majelis Ulama Indonesia, Lembaga Fatwa Mesir dan Komisi Tetap Urusan Riset 29
Winarno Surachmat, Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar, Metode dan Teknik, (Bandung: Tarsito, 1990), h.143.
17
dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi. Pada bab ini penulis juga menguraikan secara singkat argumentasi ulama ketiga lembaga fatwa tersebut melalui dalil dan kaidah-kaidah Hukum Islam. BAB IV : ANALISA PERBANDINGAN FATWA Berisi pembahasan tentang perbandingan isi serta metode fatwa tentang hukum perayaan Natal yang dikeluarkan oleh ulama Majelis Ulama Indonesia, Lembaga Fatwa Mesir dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi. Dalam bab ini juga penulis mencoba mengurai latar belakang apa saja yang menyebabkan terjadinya perbedaan fatwa ulama ketiga lembaga tersebut dalam hal hukum merayaan Natal dinegaranya. BAB V: PENUTUP Pada bab ini, penulis akan memberi kesimpulan dan saran yang didasarkan pada hasil penelitian.
18
BAB II PENGERTIAN SEJARAH DAN TRADISI PERAYAAN NATAL A. Pengertian Perayaan Natal Kata Christmas (Natal) yang dalam Bahasa Inggris Mass of Christ atau di singkat dengan Christ-Mass, diartikan sebagai hari untuk merayakan kelahiran “Yesus”. Kata Natal sendiri berasal dari Bahasa Latin yang artinya adalah lahir. Kata Christmas juga sering disingkat menjadi Xmas, yang dalam bahasa Yunani, X adalah kata pertama dalam nama Kristus (Yesus).1 Di Indonesia Mass of Christ juga dikenal dengan Misa Natal yang secara Bahasa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah upacara ibadat utama dalam Gereja Katolik, yang di dalamnya roti dan anggur yang dikurbankan berubah zatnya menjadi kehadiran Kristus. Secara istilah Natal berarti upacara yang dilakukan oleh orang Kristen untuk memperingati hari kelahiran Isa Al-Masih yang mereka sebut Tuhan Yesus. Yesus dalam sejarah umat Islam sebenarnya adalah Nabi Isa Al Masih putra Maryam. Sebutan "Isa" (dalam bahasa Arab) berasal dari bahasa Ibrani dari kata "Esau". Dalam bahasa Latin nama itu menjadi "Yesus". Munculnya nama Yesus terjadi pada peristiwa pengadilan Isa Al Masih oleh mereka yang hadir dengan menambahkan huruf "J" pada awal dan "S" pada akhir kata "Esau" sehingga menjadi Yesus. Nama Yesus baru populer pada abad ke-2.2 Populernya nama Yesus akhirnya menenggelamkan nama asli Esau di kalangan Kristen. Namun
1
Irena Handono, Perayaan Natal 25 Agustus Antara Dogma dan Toleransi, (Jakarta: Bima Rodheta, 2004), cet.IV, h.11. 2 Nahdi Saleh, Bibel dalam Timbangan, (Jakarta: Arista Brahmatysa, 1994), h.55.
19
ُ ال َمسِيtetap demikian dalam surat Ali 'Imran: ayat 45-46 َح عِيسَى ابْنُ َمرْ َيم mempertahankan nama Esau (Isa dalam dialek Arab).3 Sedangkan kata Masyiakh, Messiah, atau Mesyah berasal dari bahasa Arab dari kata “masaha” dengan tiga huruf mati yang dikandungnya yaitu: m-sh yang berarti mengembara. Dalam perkembangan selanjutnya orang Yunani mengubah sebutan Messiah bagi Isa menjadi Kristos yang berarti yang disiram dengan minyak (diurapi).4 Oleh orang Eropa, Yesus disebut Christus atau Kristus, yaitu Sang Penyelamat atau Sang Penebus Dosa. Dalam pengertian secara Bahasa jika kita lihat dalam pembahasan di atas ternyata terdapat literatur Bahasa yang berbeda dalam pemaknaan Yesus, Isa dan Kristus. Keajaiban kelahiran Yesus ke dunia menjadi bahan aktual dalam diskusi yang tidak ada habisnya. Sebagian ada yang mengatakan bahwa Yesus itu darah daging Yusuf tunangan Maria (Maryam). Oleh karena itu -seperti sudah saya jelaskan (kekeliruannya) di depan -Yesus memiliki silsilah dari Yusuf, dengan nenek moyang Daud.5 Bibel sendiri rupanya masih bingung terhadap status "ayah" Yesus. Pada suatu kesempatan Yusus itu diakui sebagai tunangan Maryam (Matius 1:18), tapi dilain kesempatan juga diakui sebagai suami Maryam (Matius 1:19). Terhadap persoalan ini, sebagian orang Yahudi sangat ekstrem dengan menuduh bahwa Yesus adalah anak haram, hasil hubungan gelap Maryam dengan Yusuf. 3
W.Herbert Amstrong dan Masyhud, Misteri Natal Sebuah Kritik dari Tokoh Kristen Internasional, (Surabaya: Pustaka Da'i, 1994), h.29. 4 Ahmed Deedat, Siapa Pewaris Yesus Muhammad ataukah Rohul Kudus, (Surabaya: Pustaka Da'i, 1995), h.56. 5 Joesoef Sou'yb, Isa Al Masih Sudah Mati, Kajian Kritis Sekitar Nabi Isa as. Berdasarkan Dalil Naqli, Aqli. dan Historis, (Jakarta: Al Husna Zikra, 1997), h.34.
20
Sebagian lagi ada yang berpendirian bahwa Yesus itu dilahirkan secara murni suci, tanpa campur tangan (unsur jantan) manusia. Oleh karena itu Yesus adalah "anak Tuhan". Tetapi pihak yang berpendapat demikian juga bertentangan dalam memahami dan menafsirkan kata "anak Tuhan" tersebut. Di satu pihak memahaminya secara harfiyah (literal), bahwa Yesus adalah anak secara "biologis", yakni anak yang kejadiannya memerlukan campur tangan Tuhan secara langsung kepada Maryam melalui ruh yang suci. Pemikiran tersebut nantinya melahirkan konsep ketuhanan "Trinitas": Tuhan Bapak, Tuhan Anak, dan Tuhan Roh Suci.6 Akan tetapi sebagian pihak memahaminya secara kiasan (metafora). Bahwa anak, bukan dalam pengertian "biologis" atau nasab, melainkan kiasan saja. Pendapat seperti ini didasarkan oleh adanya penyebutan anak yang bukan hanya kepada Yesus, sebagaimana penjelasan Bibel di bawah ini: "Maka anak-anak Allah melihat, bahwa anak-anak perempuan manusia itu cantik-cantik, lalu mereka mengambil istri dari antara perempuan-perempuan itu, siapa saja yang disukai mereka. " (Kejadian6:2). "Pada waktu itu orang-orang raksasa ada di bumi, dan juga pada waktu sesudahnya, ketika anak-anak Allah menghampiri anak-anak perempuan manusia dan perempuan-perempuan itu melahirkan anak bagi mereka." (Kejadian 6:4). "Aku mau menceritakan tentang ketetapan Tuhan; la berkata kepadaku: "AnakKu engkau! Engkau telah kuperanakkan pada hari ini." (Mazmur2:7). "Dengan menangis mereka akan datang, dengan hiburan Aku akan membawa mereka; Aku akan memimpin mereka ke sungai-sungai, dijalan yang rata, dimana mereka tidak akan tersandung; sebab Aku telah menjadi bapa Israel. Efraim adalah anak sulungku." (Jeremia 31:9).
6
Ahmed Deedat, Siapa Pewaris Yesus Muhammad ataukah Rohul Kudus, h. 60.
21
Namun demikian dalam Qosidah Burdah bagian ketiga Nadham yang disusun oleh seorang Sufi Terkenal Al-Imam Busyiri menyebutkan:7
ِت َمدْحًا ِفيْ ِه وَاحْ َت ِكم َ ْحكُمْ ِبمَا شِئ ْ ٰى فِي َنبِّيهِمِ ٰ وَا عتْ ُه النَّصَار َ ع مَاا ّد ْ َد Artinya: “Tinggalkan tuduhan kaum nasrani, tuduhan yang dilontarkan kepada nabi-nabi mereka, Tetapkanlah untaian pujian kepada nabi pujian apapun yang engkau suka” Nadham di atas memberikan gambaran bagi kita bahwa ajaran Islam melarang untuk memuja-muji Nabi dengan cara berleihan layakya umat Nashrani memuji Nabi Isa Putra Maryam sebagai Tuhan bagi mereka, pujian kepada Nabi Isa tidak boleh melebihi pujian kepada Nabi-Nabi lainya. Karena pada prinsipnya dalam pemujaan Nabi Isa dengan berlebihan seagai Tuhan merupakan prilaku musyrik yaitu Menduakan Keesaan Allah SWT. Dari paparan di atas, jelaslah bahwa istilah "anak Allah" adalah ungkapan khas orang Yahudi kepada umatnya, dan jumlahnya banyak, bukan hanya Yesus. Dimana kelahiran Yesus tersebut dirayakan dalam Hari Raya Natal bagi umat Kristiani. Yang artinya pengertian Perayaan Natal juga merupakan perayaan terhadap keyakinan Ketuhanan Trinitas yaitu Tuhan Bapak, Tuhan Anak, dan Tuhan Roh Suci. B. Sejarah Perayaan Natal Peringatan Natal baru tercetus antara tahun 325-354 oleh Paus Liberius, yang
ditetapkan
tanggal
25
Desember,
7
sekaligus
menjadi
momentum
Asnawi, Ulinuha, “Qosidah Burdah Lengkap Dengan Terjemahan Indonesia Tediri dari 10Bagian, Nadham Ini disusun oleh seorang Sufi Terkenal Al-Imam Busyiri”, Artikel diakses pada 12 Oktober 2016 dari http://ulinuhaasnawi.blogspot.co.id/2014/01/sair-burdah-lengkap-denganterjemah-nya.html
22
penyembahan Dewa Matahari, yang kadang juga diperingati pada tanggal 6 Januari, 18 Oktober, 28 April, atau 18 Mei. Oleh Kaisar Konstantin, tanggal 25 Desember tersebut akhirnya disahkan sebagai kelahiran Yesus (Natal).8 Untuk menyibak tabir Natal pada tanggal 25 Desember yang diyakini sebagai Hari Kelahiran Yesus, marilah kita simak apa yang diberitakan oleh Bibel tentang kelahiran Yesus sebagaimana dalam Lukas 2:1-8 dan Matius 2:1, 10, II (Markus dan Yohanes tidak menuliskan kisah kelahiran Yesus). Lukas 2:1-8: Pada waktu itu Kaisar Agustus mengeluarkan suatu perintah, menyuruh mendaftarkan semua orang di seluruh dunia. Inilah pendaftaran yang pertama kali diadakan sewaktu Kirenius menjadi wali negeri di Siria. Maka pergilah semua orang mendaftarkan diri, masingmasing dikotanya sendiri. Demikian juga Yusuf pergi dari kota Nazaret di Galileo ke Yudea, ke kota Daud yang bernama Betlehem, karena ia berasal dari keluarga dan keturunan Daud-supaya didaftarkan bersamasama dengan Maria, tunangannya yang sedang mengandung. Jadi, menurut Bibel, Yesus lahir pada masa kekuasaan Kaisar Agustus yang saat itu yang sedang melaksanakan sensus penduduk (7M = 579 Romawi). Yusuf, tunangan Maryam ibu Yesus berasal dari Betlehem, maka mereka bertiga kesana, dan lahirlah Yesus Betlehem, anak sulung Maria.9 Maria membungkusnya dengan kain lampin dan membaringkannya dalam palungan (tempat makanan sapi, domba yang terbuat dari kayu). Peristiwa itu terjadi pada malam hari dimana gembala sedang menjaga kawanan ternak mereka dipadang rumput.10
8
Ar Roddul Jamil, Yesus dalam Pandangan Al Ghazali, (Surabaya: Pustaka Da'i, 1994),
h.29. 9
Ar Roddul Jamil, Yesus dalam Pandangan Al Ghazali, h.50. Ahmed Deedat, Mengungkap tentang Bibel versi Islam dan Kristen, (Surabaya: Pustaka Da'I, 1993), h. 90. 10
23
Menurut Matius 2:1, 10, 11 Sesudah Yesus dilahirkan di Betlehem di tanah Yudea pada zaman Herodus, datanglah orangorang Majus dari Timur ke Yerusalem. Ketika mereka melihat bintang itu, sangat bersuka citalah mereka. Maka masuklah mereka kedalam rumah itu dan melihat Anak itu bersama Maria, ibunya. Jadi menurut Matius, Yesus lahir dalam masa pemerintahan raja Herodus yang disebut Herodus Agung yang memerintah tahun 37 SM-4 M (749 Romawi), ditandai dengan bintang-bintang yang terlihat oleh orang-orang Majusi dari Timur. Bagi yang memiliki wawasan luas, hati terbuka dan lapang dalam mencari kebenaran, kitab suci Al Qur'an telah memberikan jawaban tentang kelahiran Nabi Isa atau yang Umat Kristiani sebut dengan Yesus.11 Hal tersebut dijelaskan dalam suarat Q.S. Maryam (19): 23-25
ْالنخْلَ ِة قَالَتْ يَا لَيْتَنِي مِتُّ قَبْلَ َهذَا َوكُنْتُ َنسْيًا مَ ْنسِيًّافَنَادَاهَا ِمن َّ ِجذْع ِ ض إِلَى ُ َفَأجَاءَهَا الْ َمخَا ك ِ النخَْل ِة ُتسَا ِقطْ عَلَ ْي َّ ِج ْذع ِ ك ِب ِ ( وَهُزِّي ِإلَ ْي٤٢) ك َتحْ َتكِ سَرِيًّا ِ جعَ َل ر َُّب َ َْتحْتِهَا أَلَّا َتحْ َزنِي َقد (23-25 : 19 / ( (مريم٤٢ ) ُرطَبًا جَنِيًّا Artinya : "Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (Maryam) bersandar pada pangkal pohon kurma, ia berkata: "Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti, lagi dilupakan". Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah: "Janganlah kamu bersedih had, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai dibawahmu (untuk minum). Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu kearahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu."(Q.S. Maryam (19): 23-25)
11
Ahmed Deedat, Al Masih dalam Al Qur'an, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), h. 49
24
Jadi menurut Al Qur'an Nabi Isa yang Umat Kristiani sebut sebagai Yesus dilahirkan pada musim panas disaat pohon-pohon kurma berbuah dengan lebatnya. Ternyata antara pemahaman yang beredar di kalangan umat Kristen tentang kelahiran Yesus dengan berita yang disampaikan oleh Injil, Lukas maupun Matius, tidaklah menunjukkan suatu kepastian, sehingga ilmuwan-ilmuwan mereka ada yang menyatakan Yesus lahir tahun 8 Sebelum Masehi, tahun 6 Sebelum Masehi, tahun 4 sesudah Masehi. Dimana kepastian terhadap kelahiran Yesus akan mempengaruhi waktu dari perayaan Natal.12 Perintah untuk menyelenggarakan peringatan Natal tidak ada dalam Bibel dan Yesus tidak pernah memberikan contoh ataupun memerintahkan pada muridnya untuk menyelenggarakan peringatan kelahirannya. Perayaan Natal baru masuk dalam ajaran Kristen Katolik pada abad ke-4 M. Dan peringatan inipun berasal dari upacara adat masyarakat penyembah berhala. Dimana kita ketahui bahwa abad ke-l sampai abad ke-4 M dunia masih dikuasai oleh imperium Romawi yang paganis politheisme.13 Ketika Konstantin dan rakyat Romawi menjadi penganut agama Katholik, mereka tidak mampu meninggalkan adat/budaya pagannya, apalagi terhadap pesta rakyat untuk memperingati hari Sunday (sun = matahari; day=hari) yaitu kelahiran Dewa Matahari tanggal 25 Desember.14
12
Ahmed Deedat, Mengungkap tentang Bibel versi Islam dan Kristen, h. 95. Irena Handono, Perayaan Natal 25 Agustus Antara Dogma dan Toleransi, h.78. 14 Joesoef Sou'yb, Isa Al Masih Sudah Mati, Kajian Kritis Sekitar Nabi Isa As. Berdasarkan Dalil Naqli, Aqli. dan Historis, h. 54. 13
25
Maka supaya agama Katholik bisa diterima dalam kehidupan masyarakat Romawi diadakanlah sinkretisme (perpaduan agama-budaya / penyembahan berhala), dengan cara menyatukan perayaan kelahiran Sun of God (Dewa Matahari) dengan kelahiran Son of God (Anak Tuhan = Yesus). Maka pada konsili tahun 325, Konstantin memutuskan dan menetapkan tanggal 25 Desember sebagai hari kelahiran Yesus. Juga diputuskan: Pertama, hari Minggu (Sunday = hari matahari) dijadikan pengganti hari Sabat yang menurut hitungan jatuh pada Sabtu. Kedua, lambang dewa matahari yaitu sinar yang bersilang dijadikan lambang Kristen. Ketiga, membuat patung-patung Yesus untuk menggantikan patung Dewa Matahari.15 Peringatan hari kelahiran Yesus tidak pernah menjadi perintah Kristus untuk dilakukan. Cerita dari Perjanjian Baru tidak pernah menyebutkan adanya perayaan hari kelahiran Yesus dilakukan oleh gereja awal. Klemens dari Aleksandria mengejek orang-orang yang berusaha menghitung dan menentukan hari kelahiran Yesus. Dalam abad-abad pertama, hidup kerohanian anggota-anggota jemaat lebih diarahkan kepada kebangkitan Yesus.16 Natal tidak mendapat perhatian. Perayaan hari ulang tahun umumnya – terutama oleh Origenes – dianggap sebagai suatu kebiasaan kafir: orang orang seperti Firaun dan Herodes yang merayakan hari ulang tahun mereka. Orang Kristen tidak berbuat demikian: orang Kristen merayakan hari kematiannya sebagai hari ulang tahunnya.
15
W.Herbert Amstrong dan Masyhud, Misteri Natal Sebuah Kritik dari Tokoh Kristen Internasional, h. 67. 16 W.Herbert Amstrong dan Masyhud, Misteri Natal Sebuah Kritik dari Tokoh Kristen Internasional, h. 75.
26
Perayaan kedua pesta ini berlangsung pada tanggal 5 Januari malam (menjelang tanggal 6 Januari) dengan suatu tata ibadah yang indah, yang terdiri dari Pembacaan Alkitab dan puji pujian. Ephraim dari Syria menganggap Epifania sebagai pesta yang paling indah. Ia katakan: “Malam perayaan Epifania ialah malam yang membawa damai sejahtera dalam dunia. Siapakah yang mau tidur pada malam, ketika seluruh dunia sedang berjaga jaga?” Pada malam perayaan Epifania, semua gedung gereja dihiasi dengan karangan bunga. Pesta ini khususnya dirayakan dengan gembira di gua Betlehem, tempat Yesus dilahirkan. 17 Perayaan Natal di Timur Tengah baru dimulai pada sekitar tahun 200 M di Aleksandria (Mesir). Para teolog Mesir menunjuk tanggal 20 Mei tetapi ada pula pada 19 atau 20 April. Di tempat-tempat lain perayaan dilakukan pada tangal 5 atau 6 Januari; ada pula pada bulan Desember.18 Perayaan pada tanggal 25 Desember dimulai pada tahun 221 oleh Sextus Julius Africanus, dan baru diterima secara luas pada abad ke-5. Ada berbagai perayaan keagamaan dalam masyarakat non-Kristen pada bulan Desember. Dewasa ini umum diterima bahwa perayaan Natal pada tanggal 25 Desember adalah penerimaan ke dalam gereja tradisi perayaan non-Kristen terhadap (dewa) matahari: Solar Invicti (Surya tak Terkalahkan), dengan menegaskan bahwa Yesus Kristus adalah Sang Surya Agung itu sesuai berita Alkitab (lihat Maleakhi 4:2; Lukas 1:78; Kidung Agung 6:10).19
17
Ahmed Deedat, Mengungkap tentang Bibel versi Islam dan Kristen, (Surabaya: Pustaka Da'I, 1993), h. 90. 18 W.Herbert Amstrong dan Masyhud, Misteri Natal Sebuah Kritik dari Tokoh Kristen Internasional, h. 33. 19 Irena Handono, Perayaan Natal 25 Agustus Antara Dogma dan Toleransi, h.89.
27
Ada pendapat yang berkata bahwa tanggal 25 Desember bukanlah tanggal hari kelahiran Yesus. Pendapat ini diperkuat berdasarkan kenyataan bahwa pada malam tersebut para gembala masih menjaga dombanya di padang rumput. (Lukas 2:8). Pada bulan Desember tidak mungkin para gembala masih bisa menjaga domba-dombanya dipadang rumput sebab musim dingin pada saat tersebut telah tiba jadi sudah tidak ada rumput yang tumbuh lagi. Para pendukung tanggal kelahiran bulan Desember berpendapat meski musim dingin, domba-domba tetap tinggal di kandangnya dipadang rumput dan tetap dijaga oleh gembala, dan meski tidak ada rumput, padang rumput tetaplah disebut padang rumput. Ada juga pendapat yang berkata bahwa perayaan Natal bersumber dari tradisi Romawi pra-Kristen, peringatan bagi dewa pertanian Saturnus jatuh pada suatu pekan di bulan Desember dengan puncak peringatannya pada hari titik balik musim dingin (winter solstice) yang jatuh pada tanggal 25 Desember dalam kalender Julian.20 Peringatan yang disebut Saturnalia tersebut merupakan tradisi sosial utama bagi bangsa Romawi. Agar orang-orang Romawi dapat menganut agama Kristen tanpa meninggalkan tradisi mereka sendiri, atas dorongan dari kaisar Kristen pertama Romawi, Konstantin I, Paus Julius I memutuskan pada tahun 350 bahwa kelahiran Yesus diperingati pada tanggal yang sama. Namun pandangan ini disanggah oleh Gereja Ritus Timur, karena Gereja Ritus Timur sudah merayakan kelahiran Yesus sejak abad ke-2, sebelum Gereja di Roma menyatakan perayaan Natal pada tanggal 25 Desember.
20
Irena Handono, Perayaan Natal 25 Agustus Antara Dogma dan Toleransi, h.93.
28
Oleh karena itu, ada beberapa aliran Kristen yang tidak merayakan tradisi Natal karena dianggap berasal dari tradisi kafir Romawi, yaitu aliran Gereja Yesus Sejati, Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh, Gereja Baptis Hari Ketujuh, Perserikatan Gereja Tuhan, kaum Yahudi Mesianik, dan Gereja Jemaat Allah Global Indonesia. Saksi-Saksi Yehuwa juga tidak merayakan Natal.21 C. Tradisi Perayaan Natal a. Pohon Natal Pohon natal di gereja atau di rumah-rumah mungkin berhubungan dengan tradisi Mesir, atau Ibrani kuno. Ada pula yang menghubungkannya dengan pohon khusus di taman Eden.22 Tetapi dalam kehidupan pra-Kristen Eropa memang ada tradisi menghias pohon dan menempatkannya dalam rumah pada perayaan tertentu. Tradisi “Pohon Terang” modern berkembang dari Jerman pada abad ke18. b. Sinterklas Dalam perayaan Natal terdapat tradisi Sinterklaas, yang berasal dari Belanda. Tradisi yang dirayakan pada tanggal 6 Desember ini, sekarang dikenal dengan Santa Claus (atau Sint Nikolas), seorang tokoh legenda, yang mengunjungi rumah anak-anak pada malam dengan kereta salju terbang ditarik beberapa ekor rusa kutub membagi-bagi hadiah. Santo Nikolas yang sebenarnya
21
W.Herbert Amstrong dan Masyhud, Misteri Natal Sebuah Kritik dari Tokoh Kristen Internasional, h. 40. 22 W.Herbert Amstrong dan Masyhud, Misteri Natal Sebuah Kritik dari Tokoh Kristen Internasional, h. 48.
29
berasal dari kota Myra dan diyakini hidup pada abad ke-4 Masehi.23 Dia terkenal karena kebaikannya memberi hadiah kepada orang miskin. Di Eropa (lebih tepatnya di Belanda, Belgia, Austria dan Jerman) dia digambarkan sebagai seorang uskup yang berjanggut dengan jubah keuskupan resmi, tetapi kemudian gambaran ini menjalar ke seluruh dunia dengan penambahan sejumlah atribut, seperti topi dan sebagainya. Ada pengamat agama yang menyatakan Sinterklas justru merupakan simbol-simbol sekuler dalam Kristen yang memang tidak ada Referensinya Alkitab, dan dikomersialkan sedemikian rupa sehingga simbol Sinterklas diusahakan lebih populer daripada hal-hal yang berkaitan langsung dengan Natal yang sesungguhnya, misalnya gambar bayi Yesus, dalam setiap perayaan Natal. c. Malam Natal Pada awalnya malam Natal adalah hari raya keagamaan Umat Katholik, hari tersebut ditetapkan sebagai hari libur resmi. Gereja-gereja mengadakan perayaan pada malam itu. Mereka mengadakan prosesi keagamaan di gua Natal (replika dari kandang domba tempat Yesus "Mesias" Kristus lahir, yang telah dihiasi dengan dengan patung-patung tokoh Yesus, Mariam, Yusuf, para gembala) sambil menyanyikan lagu-lagu Natal.24 Di Eropa, konon ada tradisi tersendiri dalam perayaan Natal, di mana orangorang dewasa minum eggnog, semacam susu telur madu, yaitu campuran krim,
23
Ahmed Deedat, Mengungkap tentang Bibel versi Islam dan Kristen, (Surabaya: Pustaka Da'I, 1993), h. 98. 24 Irena Handono, Perayaan Natal 25 Agustus Antara Dogma dan Toleransi, (Jakarta: Bima Rodheta, 2004),Cet. IV, h.34.
30
susu, gula, telur kocok dan brandy (semacam minuman beralkohol) atau rum. Konon, pada malam Natal, Santa Claus menaiki kereta salju penuh hadiah, ditarik oleh delapan ekor rusa kutub. Santa Claus lalu terbang menembus awan untuk mengantarkan hadiah-hadiah itu kepada anak-anak di seluruh dunia. Untuk mempersiapkan
kunjungan
Santa,
anak-anak
mendengarkan
orangtuanya
membacakan The Night Before Christmas (Malam Sebelum Natal) sebelum tidur pada Malam Natal.25 Puisi tersebut dikarang oleh Clement Moore pada tahun 1832. Konon, para anak-anak menggantungkan stoking atau kaus kaki besar di atas perapian. Santa turun dari cerobong asap dan meninggalkan permen dan hadiah-hadiah dalam kaus kaki itu untuk anak-anak. Kini, tradisi itu tetap diteruskan, namun kaus kakinya digantikan oleh tas kain merah berbentuk kaus kaki. d. Hadiah Natal Dalam sejarah Perayaan Natal Bahkan sebelum Yesus dilahirkan, ada kebiasaan tukar hadiah atau kado saat upacara Romawi, Saturnalia. Pada hari raya "perpindahan musim" kuno ini, orang-orang yang menukarkan hadiah percaya bahwa kebaikan mereka akan membuat mereka beruntung pada tahun mendatang. Selama abad kekristenan mula-mula, orang yang baru memeluk agama Kristen masih sering merayakan tradisi dan perayaan Romawi ini. Mereka masih membeli dan menukarkan kado saat Saturnalia. Pada abad ke-4, saat tanggal 25 Desember ditetapkan sebagai hari peringatan kelahiran Yesus, perayaan Saturnalia mulai redup. Karena tanggal resmi Natal jatuh pada periode yang sama dengan perayaan 25
Irena Handono, Perayaan Natal 25 Agustus Antara Dogma dan Toleransi, h.35.
31
Romawi, mungkin saja beberapa orang Kristen menerapkan kebiasaan tukar hadiah saat merayakan Natal. Bahkan di Indonesia banyak penjual parcel Natal sebelum perayaan Natal yang parcel tersebut saling ditukarkan ketika Perayaan Natal, bahkan tidak jarang penjual berbagai hadiah tersebut di Indonesia adalah dari kalangan umat Muslim. Bahkan ada juga sebagian Muslim yang ikut serta saling memberi hadiah atau diberi hadiah dari umat Krintiani pada saat Natal. e. Ucapan Selamat Natal Kebiasaan mengucapkan “Selamat Natal” atau
“Merry Christmas” di
Indonesia, sebagaimana di negara-negara lain dilakukan bukan hanya oleh orangorang Kristen, tetapi juga oleh orang-orang non-Kristen, termasuk kaum muslim. Kita juga sering menyaksikan ucapan selamat Natal di Negeri ini datang dari saudara-saudara mereka yang beragama Islam. Misalnya kita sering menyaksikan banyak artis, pembawa acara dan penyiar yang beragama Islam mengucapkan selamat Natal dan hari besar agama lain lewat media-media, baik cetak dan elektronik. Atau contoh praktik mengucapkan selamat Natal atau hari besar agama lain (non Islam) oleh Presiden, padahal kita ketahui bahwa semua Presiden kita beragama Islam.26 Di sinilah terjadi banyak perdebatan mengenai hukum orang Islam yang mengucapkan “selamat Natal” atau mengucapkan selamat hari raya kepada umat agama lain yang pada dasarnya ucapan selamat Natal juga merupakan bagian dari Perayaan Natal.
26
Zainul Kamal, dkk, Fiqih Lintas Agama, (Jakarta: Paramadina, 2004), .h. 89.
32
BAB III FATWA IKUT SERTA MERAYAKAN NATAL BAGI UMAT MUSLIM A.
Fatwa Majelis Ulama Indonesia
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menganjurkan umat Islam tak mengikuti kegiatan-kegiatan perayaan Natal. Mengikuti upacara Natal Bersama bagi umat Islam hukumnya haram.1 Demikian bunyi fatwa tentang perayaan Natal Bersama yang dikeluarkan MUI pada 7 Maret 1981. Kala itu MUI dipimpin Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka), sedangkan ketua Komisi Fatwa-nya adalah Syukri Ghozali. Fatwa tersebut dilatar belakangi fenomena yang kerap terjadi sejak 1968 ketika Hari Raya Idul Fitri jatuh pada 1-2 Januari dan 21-22 Desember. Lantaran perayaan Lebaran berdekatan dengan Natal, banyak instansi menghelat acara perayaan Natal dan Halâl Bihalal bersamaan. Ceramah-ceramah keagaman dilakukan bergantian oleh ustâdz, kemudian pendeta. Hamka mengecam kebiasaan itu bukan toleransi namun memaksa kedua penganut Islam dan Kristiani menjadi munafik. Hamka juga menilai penganjur perayaan bersama itu sebagai penganut sinkretisme.2 Dalam fatwanya, MUI sendiri melihat bahwa perayaan Natal Bersama disalahartikan oleh sebagian umat Islam dan “disangka sama dengan perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw”. Karena salah pengertian itu, ada sebagian umat 1
Irena Handono, Perayaan Natal 25 Agustus Antara Dogma dan Toleransi, (Jakarta: Bima Rodheta, 2004),Cet. IV, h.11. 2 Aritonang, Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005), h.21
33
Islam ikut dalam perayaan Natal dan duduk dalam kepanitiaan Natal. Padahal, lanjut MUI, perayaan Natal bagi umat Kristen adalah ibadah.3 Dengan pertimbangan, Umat Islam perlu mendapat petunjuk jelas, tak tercampuraduknya akidah dan ibadahnya dengan agama lain, perlu menambah iman dan takwa, serta tanpa mengurangi usaha menciptakan kerukunan antar umat beragama, MUI mengeluarkan fatwa tentang Perayaan Natal Bersama. MUI berharap Umat Islam tak terjerumus dalam syubhat (perkara-perkara samar) dan larangan Allah. Dalam fatwanya, MUI mepertimbangkan faktor-faktor sosiologis dalam pengambilan fatwa pertama, Perayaan Natal bersama pada saat itu disalah artikan oleh sebagian Umat Islam dan disangka dengan Umat Islam merayakan Maulid Nabi Besar Muhammad SAW. Kedua, Karena salah pengertian tersebut ada sebagian orang Islam yang ikut dalam perayaan Natal dan duduk dalam kepanitiaan Natal. Ketiga, Perayaan Natal bagi orang-orang Kristen adalah merupakan ibadah. Sehingga MUI menganggap bahwa Umat Islam perlu mendapat petunjuk yang jelas tentang Perayaan Natal Bersama. Yang hal tersebut dilakukan Tanpa mengurangi usaha Umat Islam dalam Kerukunan Antar Umat Beragama di Indonesia. MUI dalam fatwanya juga mendasarkan pada ajaran agama Islam yang diformulasikan dalam bentuk argumentasi berikut:
3
Zainul Kamal, dkk, Fiqih Lintas Agama, (Jakarta: Paramadina, 2004), .h. 77.
34
Pertama: Bahwa Umat Islam diperbolehkan untuk bekerja sama dan bergaul dengan Umat agama-agama lain dalam masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah keduniaan, berdasarkan atas QS. al-Hujarat (49): 13
ِن َّ خ َلقْنَاكُمْ مِنْ ذَ َكرٍ وَأُنْثَى وَجَ َعلْنَاكُمْ شُعُوبًا َوقَبَا ِئلَ ِلتَعَارَفُوا إ َ س إِنَّا ُ يَا أَيُّهَا النَّا (13: 49 /علِي ٌم خَبِيرٌ (الحجرات َ ِن اللَّ َه َّ الل ِه أَ ْتقَاكُ ْم إ َّ عنْ َد ِ أَكْ َرمَكُ ْم Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsabangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” QS. Luqman (31): 15
علْمٌ َفلَا تُطِعْهُمَا َوصَاحِبْ ُهمَا فِي ِ ك بِ ِه َ َك بِي مَا َليْسَ ل َ ِوَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلى َأنْ تُشْر ن َ َي مَرْجِعُكُمْ َفُأن َِّبئُكُمْ ِبمَا ُكنْتُمْ تَ ْع َملُو َّ ُم ِإل َّ َات ِبعْ سَبِيلَ مَنْ َأنَابَ ِإلَيَّ ث َّ الدُّنْيَا مَعْرُوفًا و (15: 31 /(لقمان Artinya: “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan” QS. Mumtahanah (60): 8
ْن َولَمْ ُيخْ ِرجُوكُمْ ِمنْ دِيَارِكُمْ َأن ِ عنِ َّال ذِينَ َلمْ ُيقَا ِتلُوكُمْ فِي الدِّي َ ُالله َّ لَا يَنْهَا ُك ُم (8: 60 /ن (الممتحنة َ ِب ا ْل ُمقْسِطِي ُّ ِن اللَّ َه يُح َّ سطُوا ِإ َليْهِ ْم إ ِ ْتَبَرُّوهُ ْم َو ُتق Artinya: “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil”
35
Kedua: Bahwa Umat Islam tidak boleh mencampur adukkan aqiqah dan peribadatan agamanya dengan aqiqah dan peribadatan agama lain berdasarkan: QS. Al-Kafirun (109):1-6
ن مَا أَعْبُ ُد َولَا َأنَا َ ( َولَا أَنْتُمْ عَابِدُو٢)ن َ ( لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُو١)ن َ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُو ) ٦( ن ِ ي دِي َ ِ( لَكُمْ دِينُكُمْ َول٥)ُ( َولَا َأنْتُمْ عَابِدُونَ مَا َأعْبُد٤) ْعبَدْتُم َ عَابِدٌ مَا (1-9: 109 /َ(ا ْلكَا ِفرُون Artinya: “Katakanlah hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah pula menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku.” QS.al-Baqarah (2): 42
(42 : 2 / ن (البقرة َ َق وََأنْتُمْ تَعْ َلمُو َّ َق بِالْبَاطِ ِل َوتَكْ ُتمُوا الْح َّ َولَا َتلْبِسُوا الْح Artinya: “Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu Mengetahuinya”. Ketiga: Bahwa Umat Islam harus mengakui kenabian dan kerasulan Isa Al Masih bin Maryam sebagaimana pengakuan mereka kepada para Nabi dan Rasul yang lain, berdasarkan atas: QS. Maryam [19]: 30-32
ُ( َوجَ َع َلنِي مُبَارَكًا َأيْنَ مَا ُكنْت٠٣)ب َوجَ َعلَنِي َنبِيًّا َ اللهِ َآتَانِيَ الْكِتَا َّ قَالَ إِنِّي عَبْ ُد ( َوبَرًّا ِبوَالِ َدتِي َولَمْ َيجْ َعلْنِي جَبَّارًا٠١) ت حَيًّا ُ ِالصلَاةِ وَالزَّكَا ِة مَا دُ ْم َّ وََأوْصَانِي ب (30-32 : 19 /( (مريم٠٢)شقِيًّا َ Artinya: “Berkata Isa: Sesungguhnya aku ini hamba Allah. Dia memberiku Al Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi. Dan Dia 36
menjadikan aku seorang yang diberkahi di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku mendirikan shalat dan menunaikan zakat selama aku hidup. (Dan Dia memerintahkan aku) berbakti kepada ibumu (Maryam) dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka.” QS. Al-Maidah (5) : 75
ن ِ ُمهُ صِدِّي َقةٌ كَانَا َيأْ ُكلَا ُّ سلُ وَأ ُ ُّخ َلتْ ِمنْ قَبْ ِل ِه الر َ ْن َمرْيَمَ إِلَّا رَسُولٌ قَد ُ ْمَا ا ْلمَسِيحُ اب (75 : 5 /ن (المآئدة َ ُم انْظُ ْر أَنَّى يُؤْفَكُو َّ ت ث ِ ن َلهُ ُم الْ َآيَا ُ ِّف نُبَي َ ْالطَّعَا َم انْظُ ْر كَي Artinya: “Al Masih putera Maryam itu hanyalah seorang Rosul yang sesungguhnya telah lahir sebelumnya beberapa Rosul dan ibunya seorang yang sangat benar. Kedua-duanya biasa memakan makanan (sebagai manusia). Perhatikanlah bagaimana Kami menjelaskan kepada mereka (ahli Kitab) tanda-tanda kekuasaan (Kami), kemudian perhatikanlah bagaimana mereka berpaling (dari memperhatikan ayatayat Kami itu).” Q.S Al Baqarah (2): 285
ِاللهِ َو َملَائِ َكتِ ِه وَكُ ُتبِ ِه َّ ن كُلٌّ َآ َمنَ ب َ َآ َمنَ الرَّسُولُ ِبمَا أُنْزِ َل ِإ َل ْي ِه ِمنْ ر َِّبهِ وَا ْلمُ ْؤمِنُو ك َ ْك ر ََّبنَا وَِإ َلي َ َغفْرَان ُ سمِعْنَا وََأطَعْنَا َ س ِلهِ َوقَالُوا ُ ن أَحَ ٍد ِمنْ ُر َ ْس ِل ِه لَا ُنفَرِّقُ َبي ُ ُوَر (285 : 2 /ا ْلمَصِيرُ (البقرة Artinya: “Rasul (Muhammad telah beriman kepada Al-Qur’ân yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman) semuanya beriman kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitabNya dan Rasul-Nya. (Mereka mengatakan): Kami tidak membedabedakan antara seseorang pun (dengan yang lain) dari Rasul-rasulnya dan mereka mengatakan: Kami dengar dan kami taat. (Mereka berdoa) Ampunilah Ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali.” Keempat: Bahwa barang siapa berkeyakinan bahwa Tuhan itu lebih daripada satu, Tuhan itu mempunyai anak Isa Al Masih itu anaknya, bahwa orang itu kafir dan musyrik, berdasarkan atas: Bahwa Allah pada hari kiamat nanti akan menanyakan Isa, apakah dia pada waktu di dunia menyuruh kaumnya, agar
37
mereka mengakui Isa dan Ibunya (Maryam) sebagai Tuhan. Isa menjawab “Tidak”: Hal itu berdasarkan atas: QS. al-Maidah (5) : 72
اللهَ ثَالِثُ َثلَا َث ٍة َومَا ِمنْ ِإ َلهٍ إِلَّا ِإ َلهٌ وَاحِدٌ وَإِنْ لَمْ َينْتَهُوا َّ ِن َّ ن قَالُوا إ َ َلقَدْ َكفَ َر الَّذِي (72 : 5 /ب َألِيمٌ (المآئدة ٌ ن َك َفرُوا ِمنْهُ ْم عَذَا َ َّن الَّذِي َّ ن َل َيمَس َ عَمَّا َيقُولُو Artinya: “Sesungguhnya telah kafir orang-orang yang berkata: Sesungguhnya Allah itu ialah Al Masih putera Maryam. Padahal Al Masih sendiri berkata: Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga dan tempatnya ialah neraka, tidak adalah bagi orang zhalim itu seorang penolong pun.”
Q.S At Taubah (9) 30:
ْك َق ْوُلهُم َ ِاللهِ َذل َّ ن ُ ْالنصَارَى ا ْلمَسِيحُ اب َّ ت ِ الل ِه َوقَا َل َّ ُعزَيْرٌ ابْن ُ ُت الْيَهُود ِ َوقَا َل ن (التوبة َ اللهُ أَنَّى يُؤْفَكُو َّ ُن َك َفرُوا مِنْ قَبْ ُل قَا َت َلهُم َ ن َقوْلَ الَّذِي َ ِبأَفْوَا ِههِمْ ُيضَا ِهئُو (30 : 9 / Artinya “Orang-orang Yahudi berkata Uzair itu anak Allah, dan orang-orang Nasrani berkata Al Masih itu anak Allah. Demikianlah itulah ucapan dengan mulut mereka, mereka meniru ucapan/perkataan orang-orang kafir yang terdahulu, dilaknati Allah-lah mereka bagaimana mereka sampai berpaling.” Kelima: Bahwa Allah pada hari kiamat nanti akan menanyakan Isa, apakah dia pada waktu di dunia menyuruh kaumnya, agar mereka mengakui Isa dan ibunya (Maryam) sebagai Tuhan. Isa menjawab “tidak”: Hal itu berdasarkan atas: Q.S Al Maidah (5) :116-118
ن ِ ن مِنْ دُو ِ ْت ُق ْلتَ لِلنَّاسِ َّاتخِذُونِي وَأُمِّيَ ِإ َلهَي َ الل ُه يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَ َم أََأ ْن َّ وَإِذْ قَا َل ُع ِلمْ َته َ ْت ُقلْ ُتهُ َف َقد ُ َق ِإنْ ُك ْن ٍّ ك مَا يَكُونُ لِي أَنْ أَقُولَ مَا َليْسَ لِي بِح َ الل ِه قَالَ سُبْحَا َن َّ 38
ْت َلهُم ُ ( مَا ُق ْل١١١)ب ِ ت عَلَّامُ الْغُيُو َ ك َأ ْن َ سكَ إ َِّن ِ ْعلَ ُم مَا فِي َنف ْ تَ ْعلَ ُم مَا فِي َنفْسِي َولَا َأ ْت فِيهِم ُ علَيْهِمْ شَهِيدًا مَا دُ ْم َ ُاللهَ رَبِّي َورَبَّكُمْ وَكُ ْنت َّ ن اعْبُدُوا ِ إِلَّا مَا َأ َمرْتَنِي ِب ِه َأ ْ( ِإن١١١) ٌت عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيد َ ْب عَلَيْ ِهمْ وََأن َ الر ِقي َّ ت َ َْفيْ َتنِي كُنْتَ أَن َّ َفلَمَّا َتو (المآئدة
(١١١)ُت الْ َعزِيزُ الْحَكِيم َ ْك َأن َ َّك َوإِنْ تَ ْغ ِفرْ َلهُمْ َفإِن َ عبَا ُد ِ َْذبْهُمْ َفإ َِّنهُم ِّ تُع (116-118 : 5 /
Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: Hai Isa putera Maryam adakah kamu mengatakan kepada manusia (kaummu): Jadikanlah aku dan ibuku dua orang Tuhan selain Allah, Isa menjawab : Maha Suci Engkau (Allah), tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakannya tentu Engkau telah mengetahuinya, Engkau mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang ghaib. Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang engkau perintahkan kepadaku (mengatakannya), yaitu : sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu dan aku menjadi saksi terhadapa mereka selama aku berada di antara mereka. Tetapi setelah Engkau wafatkan aku, Engkau sendirilah yang menjadi pengawas mereka. Engkaulah pengawas dan saksi atas segala sesuatu. Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu dan Jika Engkau mengampunkan mereka, maka sesungguhnya Engkau Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.” Keenam: Islam mengajarkan Bahwa Allah SWT itu hanya satu, berdasarkan atas QS. Al-Ikhlas (112): 1-4
ٌ( َو َلمْ يَ ُكنْ َلهُ ُكفُوًا أَحَد٠)ْ( َلمْ َي ِلدْ َولَمْ يُولَد٢)ُالص َمد َّ ُالله َّ (١)ٌالل ُه َأحَد َّ قُلْ هُ َو (1-4 : 112 / ( (اإلخالص٤) Artinya: “Katakanlah: Dia Allah yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang segala sesuatu bergantung kepada-Nya. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada seorang pun / sesuatu pun yang setara dengan Dia.”
39
Ketujuh: Islam mengajarkan kepada umatnya untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang syubhat dan dari larangan Allah SWT serta untuk mendahulukan menolak kerusakan daripada menarik kemaslahatan, berdasarkan atas: a.
Hadits Nabi dari Nu’man bin Basyir :
ُن بَشِيرٍ َيقُول َ ْن ب َ ت النُّعْمَا ُ ْل سَمِع َ َدثَنَا عَا ِمرٌ قَا َّ عنْ مُجَالِ ٍد ح َ ن سَعِي ٍد ُ َْدثَنَا َيحْيَى ب َّ ح ٌِن الْحَلَالَ ب َِّين َّ عَليْ ِه وَسَلَّ َم وَأَوْمَأَ بِإِصْ َبعَيْ ِه إِلَى أُ ُذ َنيْ ِه إ َ ُل اللَّ ِه صَلَّى اللَّه َ سمِعْتُ َرسُو َ ن َ س َأ ِم ِ ت لَا يَدْرِي َكثِيرٌ مِنْ النَّا ٍ ن الْحَلَالِ وَالْحَرَا ِم مُشْ َت ِبهَا َ ِْن بَي َّ ن وَإ ٌ ِّحرَا َم بَي َ ْوَال ْك أَن ُ ِعرْضِ ِه َو َمنْ وَا َقعَهَا يُوش ِ َل ِهيَ َأمْ مِنْ الْحَرَا ِم فَ َمنْ َت َر َكهَا اسْ َتبْرََأ لِدِينِ ِه و ِ الْحَلَا ِن َّ حمًى َوإ ِ ٍُل مَلِك ِّ ك َأنْ يَرْ َت َع فِيهِ َولِك ُ ِحمًى يُوش ِ ب ِ ْجن َ يُوَاقِعَ الْحَرَا َم َفمَنْ رَعَى ِإلَى )54671/حِمَى اللَّ ِه َمحَا ِرمُ ُه ( رواه احمد Artinya:“Telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Sa'id] dari [Mujalid] Telah menceritakan kepada kami [Amir] ia berkata, aku mendengar [An Nu'man bin Basyir] berkata, "Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda-sambil ia mengisyaratkan dengan dua jari tangannya ke arah dua telinganya-: "Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas, di antara yang halal dan yang haram ada perkara-perkara syubhat yang kebanyakan manusia tidak mengetahui, apakah ia termasuk halal ataukah haram. Maka barangsiapa meninggalkan syubhat, berarti dia telah menjaga kehormatan dan agamanya. Dan barangsiapa terjerumus di dalamnya maka dikawatirkan ia akan terjerumus dalam perkara haram. Siapa yang mengembala di sekitar daerah terlarang, maka dikawatirkan ia akan terjerumus di dalamnya. Sesungguhnya setiap raja itu memiliki daerah terlarang, dan daerah terlarang Allah adalah hal-hal yang terlah diharamkan-Nya." (HR. Ahmad No.17645).
b.
Kaidah Ushul Fiqih
ح ِ ِب الْ َمصَا ل ِ ْجل َ علَى َ َدرْ ُء الْ َمفَا سِ ِد مَقَّ َد ُم
40
Artinya “Menolak kerusakan-kerusakan itu didahulukan daripada menarik kemaslahatan-kemaslahatan (jika tidak demikian sangat mungkin mafasidnya yang diperoleh, sedangkan masholihnya tidak dihasilkan).” Berdasarkan dalil dan pertimbangan fatwa tersebut MUI mengambil kesimpulan bahwa Perayaan Natal di Indonesia meskipun tujuannya merayakan dan menghormati Nabi Isa AS, akan tetapi Natal itu tidak dapat dipisahkan dari soal-soal yang diterangkan di atas, mengikuti upacara Natal bersama bagi Umat Islam hukumnya haram serta agar Umat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah SWT dianjurkan untuk tidak mengikuti kegiatan-kegiatan Natal. B.
Fatwa Ulama Lembaga Fatwa Mesir Mesir
Kristen Koptik adalah agama yang dianut oleh sebagian penduduk Mesir dari sebelum Islam datang sampai hari ini. Saat ini Kristen Koptik adalah agama kedua setelah Islam. Umatnya pada saat Natal datang, menyambutnya dengan sukaria dan sukacita. Spanduk yang berisi “Id al-Milâd al-Majîd” (Selamat Hari Natal) terpajang di mana-mana. Suasana Natal semakin meriah bersamaan dengan suasana menyambut tahun baru, dengan spanduk “Sanah Hilwah”, bunyi terompet melengking di seantero Kairo, dan baju merah putih Santa Claus.4 Suasana Natal di Mesir dalam nuansa penuh khidmat dan meriah. Umat Koptik menyambutnya dengan sukacita dan mempersiapkan segala sesuatu, seperti membeli Paphirus, sejenis lontar klasik, yang bergambar lukisan simbolsimbol kebesaran agama yaitu lukisan Isa, Bunda Mariya dan simbol Salib, yang banyak dijual di toko-toko aksesoris di Pasar Husein yang terletak di sebelah 4
Nahdi Saleh, Bibel dalam Timbangan, (Jakarta: Arista Brahmatysa, 1994), h.55.
41
Masjid dan gedung Universitas Al-Azhar Kairo.5 Paphirus tersebut untuk dipajang di dinding-dinding rumah mereka. Atau mereka berbelanja Kristal yang berbentuk patung Isa atau Bunda Maryam atau Salib di toko Asfour, sebuah pusat tokoh kristal terbesar kedua di dunia. Anak-anak muda-mudinya membeli kartu ucapan selamat untuk dikirimkan kepada teman-temannya atau saudaranya yang jauh.6 Umat Koptik secara umum, baik tua maupun muda, pada saat Natal mengenakan pakaian baru atau bagus, menyediakan kue-kue dan makanan yang istimewa untuk para tamunya. Sedangkan Grand Syaikh Al-Azhar saat ini, Syaikh Prof. Dr. Ahmad Thayyib menegaskan bahwa barang siapa yang mengharamkan mengucapkan dan ikut berbahagia dalam acara Natal umat Kristiani maka orang itu sejatinya tidak paham Islam dengan baik. Sebab menurutnya al-Qur’an sendiri telah menganjurkan agar terjalin tali kasih sayang dan cinta antara umat Muslim dan Non-Muslim. Hanya Syaikh Dr. Yusuf Qardhawi, seorang ulama Ikhwânul Muslim, yang saat ini mengharamkan umat Islam mengucapkan dan merayakan Natal. Akan tetapi, pendapat tersebut menuai komentar dari sebagian besar cendikiawan.7 Seperti komentar dari Syaikh Shabri, seorang wakil Menteri Wakaf Mesir, menyatakan bahwa Yusuf Qardhawi sudah sepuh dan dimakan usia sehingga pendapatnya dulu dan sekarang banyak yang inkonsisten. Tapi kalau dilihat dalam buku-bukunya yang terbit pada tahun 2009-an, Yusuf Qardhawi membolehkan 5
W.Herbert Amstrong dan Masyhud, Misteri Natal Sebuah Kritik dari Tokoh Kristen Internasional, (Surabaya: Pustaka Da'i, 1994), h.29. 6 Joesoef Sou'yb, Isa Al Masih Sudah Mati, Kajian Kritis Sekitar Nabi ha as. Berdasarkan Dalil Naqli, Aqli. dan Historis, (Jakarta: Al Husna Zikra, 1997), h.34. 7 Zaini Dahlan, Perbandingan Agama, h.54.
42
umat Muslim mengucapkan “Selamat Natal” kepada umat Koptik dan mengucapkan selamat kepada penduduk Mesir yang non-Muslim lainnya atas hari-hari raya mereka yang lain.8 Dari kalangan ulama Islam, para ulama Al-Azhar sudah biasa mengisi ceramah atau khutbah di gereja-gereja Kristen Koptik, seperti yang biasa dilakukan Syaikh Thanthawi (Grand Syekh Mesir dulu).9 Dan pada saat hari Natal, Grand Syaikh Mesir dan para ulama Al-Azhar menyampaikan “Selamat Natal” dalam sebuah jumpa pers dan disampaikan secara resmi. Bukan hanya para ulama muslim saja yang menyampaikan ucapan “Selamat Natal”, pada saat lebaran Idul Fitri dan Idul Adha, para Baba Koptik juga menyampaikan ucapkan “Selamat Hari Raya Idul Fitri atau Idul Adha” Model Fatwa yang dikeluarkan oleh Lembaga Fatwa Mesir berbeda dengan model fatwa yang dikeluarkan dengan MUI, karena fatwa yang dikeluarkan oleh Lembaga Fatwa Mesir merupakan fatwa yang dikeluarkan oleh seorang Mufti atas pertanyaan dari seorang Mustafti (Peminta Fatwa) terkait dengan Perayaan Natal yang fatwa tersebut dikeluarkan oleh Syekh Ali Jum'ah sebagai pimpinan Lembaga Fatwa Mesir, adapun fatwa fatwa tersebut adalah sebagai berikut: 1. Fatwa Membawa Hadiah kepada Non-Muslim di Hari Raya Natal Ulama Lembaga Fatwa Mesir berargumentasi bahwa membawa hadiah kepada Non-Muslim di Hari Raya Natal pada hakikatnya tidak dilarang dalam Hukum Islam. Bahkan hal tersebut merupakan suatu moral dan sikap yang baik. Bahkan kita diperbolehkan untuk mengucapkan selamat kepada Non-Muslim di 8 9
Mujtahid Abdul Manaf, Sejarah Agama – Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo,1994), h.79. Mujtahid Abdul Manaf, Sejarah Agama – Agama, h.81.
43
Hari Raya Agama mereka, namun tidak menggunakan kata-kata yang bertentangan dan merusak akidah Islam. Memelihara ikatan silaturahmi, memberi hadiah, mengunjungi rumahnya dan memberi selamat non-Muslim adalah merupakan prilaku yang baik, Allah SWT memerintahkan kita untuk berbicara dengan kata-kata yang baik kepada semua orang tanpa terkecuali dengan NonMuslim. Allah Berfirman dalam Q.S Al-Baqarah (2): 83:
الل َه َوبِالْوَالِ َديْنِ ِإحْسَانًا وَذِي ا ْل ُقرْبَى َّ ق َبنِي ِإسْرَائِيلَ لَا تَعْبُدُونَ إِلَّا َ وَإِذْ َأخَذْنَا مِيثَا ْالصلَاةَ وَ َآتُوا الزَّكَاةَ ثُ َّم َتوََّليْتُم َّ ن وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا وََأقِيمُوا ِ وَالْ َيتَامَى وَا ْلمَسَاكِي (83 : 2 /ن (البقرة َ إِلَّا َقلِيلًا مِنْكُ ْم وََأنْتُمْ مُعْرِضُو
Artinnya:”Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling” Allah juga memerintahkan kita untuk selalu berbuat baik kepada orang lain, dengan firmanNYA dalam Q.S An-Nahl (16): 90 :
ن ا ْل َفحْشَاءِ وَا ْل ُمنْ َك ِر ِع َ ن وَإِيتَاءِ ذِي ا ْلقُرْبَى وَ َينْهَى ِ الل َه َي ْأمُ ُر بِالْعَدْ ِل وَالْ ِإحْسَا َّ َّإِن (90 : 16 / ن (النّحل َ ي يَ ِعظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُو ِ ْوَالْبَغ Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”
44
Allah tidak melarang kita untuk menjaga hubungan baik dengan nonMuslim, bertukar hadiah atau atau perbuatan-perbuatan baik lainya. Allah SWT berfirman dalam QS. Mumtahanah (60): 8:
ْن َولَمْ ُيخْ ِرجُوكُمْ ِمنْ دِيَارِكُمْ َأن ِ ن الَّذِينَ َلمْ ُيقَا ِتلُوكُمْ فِي الدِّي ِ َالل ُه ع َّ لَا يَنْهَا ُك ُم (8: 60 /ن (الممتحنة َ ِب ا ْل ُمقْسِطِي ُّ ِن اللَّ َه يُح َّ سطُوا ِإ َليْهِ ْم إ ِ َْروهُ ْم َو ُتق ُّ َتب Artinya: “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil” Para Ulama Muslim memahami dari hadist tersebut bahwa terdapat kebolehan untuk menerima hadiah dari Non-Muslim karena hal tersebut merupakan perilaku yang bijak. Hal ini juga tergambar dalam hadist Nabi Muhammad SAW: Nabi Muhammad SAW pernah menawarkan hadiah kepada Non-Muslim Sehingga berdasarkan argumentasi di atas, Ulama Lembaga Fatwa Mesir menyimpulkan Melalui ayat-ayat mulia yang disebutkan di atas, hadist, dan opini ilmiah, jelas bahwa tidak ada keraguan untuk menjaga hubungan baik dengan non-Muslim dengan bertukar kunjungan, mengucapkan selamat dan berbuat baik, bertukar hadiah dan sejenisnya merupakan perbuatan yang baik. Ini dianggap salah satu cara menuju seruan agama Allah melalui perilaku yang mulia kepada sesama. 2. Fatwa Merayakan Natal dengan Keluarga Non-Muslim Menurut Ulama Lembaga Fatwa Mesir Islam adalah agama rahmat dan itu mencakup semua nilai yang tertanam dalam manusia terlepas dari perbedaan
45
agama mereka, perbedaan budaya dan latar belakang etnis dan bahkan juga meliputi tanaman dan hewan bersama dengan benda mati juga. Dengan kata lain, konsep kemurahan dalam Islam sehingga keagungan tercakup pada seluruh alam semesta, apakah rahmat itu tidak termasuk bagi keluarga juga walaupun memiliki keyakinan berbeda? Fakta dalam Al-Qur’an tidak hanya memberikan kesempatan kepada seorang muslim untuk berhubungan baik dengan Non-Muslim tetapi juga AlQur’an mejadikan hal tersebut menjadi persoalan yang wajib dilaksanakan. Sesuai dengan FirmanNYA dalam Q.S Luqman (31): 14:
ْن اشْ ُكر ِ َن أ ِ ْن َو ِفصَاُل ُه فِي عَا َمي ٍ ْعلَى َوه َ ُم ُه َوهْنًا ُّ ح َم َلتْ ُه أ َ ن ِبوَالِ َديْ ِه َ وَوَصَّيْنَا ا ْل ِإنْسَا َّ ك ِإل َ ْلِي َو ِلوَالِ َدي (14: 31 /َي ا ْلمَصِيرُ (لقمان Artinya: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu” Q.S Luqman (31): 15
علْمٌ َفلَا تُطِعْهُمَا َوصَاحِبْ ُهمَا فِي ِ ك بِ ِه َ َك بِي مَا َليْسَ ل َ ِوَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلى َأنْ تُشْر ن َ َي َمرْجِعُكُمْ َفأُن َِّبئُكُمْ ِبمَا كُنْتُمْ تَ ْع َملُو َّ ُم ِإل َّ َي ث َّ ب ِإل َ سبِي َل َمنْ أَنَا َ َْات ِبع َّ الدنْيَا مَعْرُوفًا و ُّ (15: 31 /(لقمان Artinya: “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan” 46
Dalam ayat yang mulia tersebut, Allah memerintahkan kepada kita untuk menjaga hubungan baik dengan keluarga kita bahkan disaat mereka berusaha untuk mengarahkan kita untuk masuk kepada agama yang mereka yakini, dengan tetap memberikan perlakuan baik kepada kita maka kita tunjukkan rasa hormat kita atas agama yang kita pilih dengan lebih berbuat baik dari mereka untuk memberikan gambaran yang sesungguhnya kepada mereka bahwa Islam adalah agama yang sempurna. Tidak ada halangan hukum untuk berpartisipasi dalam merayakan kelahiran Yesus. Islam adalah sistem terbuka dan pengikutnya percaya, menghargai dan menghormati semua nabi dan rasul, dan memperlakukan para pengikut agamaagama lain dengan kebaikan sesuai dengan firman Allah dalam QS. Al 'Ankabut (29): 46:
ظ َلمُوا ِمنْهُمْ َوقُولُوا َآمَنَّا َ ن َ ن إِلَّا الَّذِي ُ َي أَحْس َ َِولَا ُتجَا ِدلُوا َأهْ َل الْ ِكتَابِ إِلَّا بِالَّتِي ه ن (العنكبوت َ حدٌ وَ َنحْنُ لَ ُه مُسْ ِلمُو ِ بِالَّذِي أُنْزِ َل ِإ َليْنَا وَأُنْ ِزلَ ِإلَيْكُمْ وَإِلَ ُهنَا وَِإلَهُ ُكمْ وَا (46: 29 / Artinya: “Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka, dan katakanlah: "Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan kami hanya kepada-Nya berserah diri” 3. Fatwa Mengucapkan Selamat Natal Dalam hukum Islam, tidak ada larangan bagi Muslim ucapan selamat dan berbagi kepada warga non-Muslim secara damai dalam acara-acara keagamaan
47
mereka agar tidak melanggar pada dasar-dasar Islam. Ini berada di bawah konsep kebenaran yang Allah SWT tidak melarang, terutama jika mereka berasal dari antara anggota keluarga seseorang dan hubungan, tetangga, rekan dan sejenisnya dari hubungan manusia. Hal ini didorong terutama jika mereka bertukar ucapan selamat dengan sesama Muslim pada kesempatan dalam acara Islam sesuai firman Allah SWT dalam QS An Nisaa' (4): 86 :
سيبًا ِ َي ٍء ح ْ ش َ ُل ِّ علَى ك َ ن َ ِن اللَّ َه كَا َّ سنَ ِمنْهَا أَ ْو رُدُّوهَا إ َ ْوَإِذَا حُيِّيتُ ْم ِب َتح َِّي ٍة َفحَيُّوا ِب َأح (86: 4 / (النساء
Artinya: “Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu” Bertukar selamat dengan non-Muslim menurut Ulama Lembaga Fatwa Mesir tidak berarti mengakui kekafiran mereka juga tidak sama dengan sujud kepada salib atau menyatakan Ketuhanan Kristus seperti para ulama ucapkan. Sebaliknya, ini adalah salah satu bentuk dari kebenaran dan keadilan yang Allah SWT mencintai.
Seorang Muslim diperintahkan untuk mengucapkan kata-kata yang baik dan memperlakukan orang lain dengan baik dengan cara yang kondusif untuk mencintai Islam dan memperkenalkan alam dan kelengkapan toleran nya. Allah SWT berfirman dalam Q.S Al-Baqarah (2): 83:
48
الل َه َوبِالْوَالِ َديْنِ ِإحْسَانًا وَذِي ا ْل ُقرْبَى َّ ق َبنِي ِإسْرَائِيلَ لَا تَعْبُدُونَ إِلَّا َ وَإِذْ َأخَذْنَا مِيثَا ُْم َتوََّليْتُم َّ الصلَا َة وَآَتُوا الزَّكَا َة ث َّ وَالْ َيتَامَى وَا ْلمَسَاكِينِ َوقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا وَأَقِيمُوا (83: 2 /ن (البقرة َ مُعْرِضُو
ْإِلَّا َقلِيلًا مِنْكُ ْم وََأنْتُم
Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling” Hal ini diketahui bahwa menjadi orang yg baik untuk non-Muslim dan memperlakukan mereka dengan kebaikan tidak selalu berarti bahwa kita menerima kekafiran mereka. Selain itu, ketenangan, rahmat dan kasih antara suami Muslim dan istrinya di antara orang-orang dalam Kitab tidak mewajibkan dia untuk menerima keyakinannya yang bertentangan dengan putusan Islam. Dalam hal ini Ulama Lembaga Fatwa Mesir menyimpulkan berdasarkan cerita di atas, mengucapkan selamat kepada non muslim dalam acara mereka dan menerima undangan untuk menghadiri gereja mereka tidak berarti mengakui kekafiran mereka atau keyakinan yang melenceng. C.
Fatwa Ulama Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi
Di Arab Saudi, umat Kristiani tidak bisa bebas merayakan Natal. Walaupun ada hampir 1 juta umat Kristiani di sana, pemerintah memiliki larangan untuk
49
merayakan Natal di tempat umum.10 Di saat yang sama, pemerintah Arab Saudi tidak memiliki larangan yang tegas terkait perayaan Natal di kediaman pribadi. Meskipun begitu, di beberapa area, umat Kristiani masih dapat melakukan perayaan Natal dengan melakukan semacam pendekatan dengan pejabat setempat. Tetapi, secara umum perayaan Natal di Arab Saudi seringkali disamarkan sebagai perayaan liburan biasa di dalam rumah pribadi.11 Tidak hanya larangan marayakan Natal, Komite Tetap Kajian dan Fatwa negara setempat berpendapat, hukum ucapan Selamat Natal adalah haram. Apalagi, hukum mengikuti prosesi ibadahnya, sangat diharamkan. Mereka mengutip pendapat Ibnul Qayyim, dan gurunya Ibnu Taimiyah. Ibnul Qayyim dalam “Ahkam Ahludz Dzimmah” menegaskan bahwa ucapan terhadap ritual kekufuran haram hukumnya, seperti ucapan selamat atas hari raya dan puasa mereka.12 Sekali pun pelakunya terhindar dari penyimpangan akidah, tetap saja ucapannya dihukumi haram, dalilnya dalam Alquran Surah Ali Imran: 85, dan AzZumar: 07. Bagi Ibnu Taimiyah dalam “Iqtidha as-Shirath al-Mustaqim”, menekankan bahwa tindakan apa pun yang menyerupai dan membuat senang hati umat Kristiani termasuk perbuatan batil.13 Pendapat ini juga yang menjadi rujukan resmi Asosiasi Ulama Senior Arab Saudi. Model Fatwa yang dikeluarkan oleh Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi sama dengan model fatwa yang dikeluarkan dengan 10
Ar Roddul Jamil, Yesus dalam Pandangan Al Ghazali, (Surabaya: Pustaka Da'i, 1994),
11
Ar Roddul Jamil, Yesus dalam Pandangan Al Ghazali, h.55.
h.29. 12
Ibnul Qayyim, Ahkâm Ahli Dzimmah, (Mesir: Darul Hadis Mesir, 1418 H), h.43. Taimiyah, Ibnu, Iqtidha’ Shirat Al-mustaqim li Mukhalafati Ash-Haabil Jahiim, (Riyadh: Dar Al-Fadhilah, 1424 H), h.287-310. 13
50
Lembaga Fatwa Mesir Mesir, karena fatwa yang dikeluarkan oleh Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi merupakan fatwa yang dikeluarkan oleh seorang mufti atas pertanyaan dari seorang Mustafti (Peminta Fatwa) terkait dengan Perayaan Natal dimana fatwa tersebut dikeluarkan oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin salah satu tim komisi fatwa Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi No. 8848, adapun fatwa fatwa tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Fatwa Mengucapkan Selamat Natal dan Merayakan Natal Bersama Menurut Ulama Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi mengucapkan selamat pada hari raya orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan. Alasannya, ketika mengucapkan seperti ini berarti seseorang itu setuju dan ridho dengan syiar kekufuran yang mereka perbuat. Meskipun mungkin seseorang tidak ridho dengan kekufuran itu sendiri, namun tetap tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk ridho terhadap syiar kekufuran atau memberi ucapan selamat pada syiar kekafiran lainnya karena Allah Ta’ala sendiri tidaklah meridhoi hal tersebut. Allah Ta’ala berfirman dalam QS. Az Zumar (39): 7:
ْض ُه لَكُم َ ْعنْكُمْ َولَا َيرْضَى لِ ِعبَا ِد ِه الْ ُكفْ َر وَإِنْ تَشْ ُكرُوا َير َ ٌّغنِي َ الل َه َّ َِّإنْ تَ ْك ُفرُوا َفإِن ُن إ َِّنه َ جعُكُمْ فَ ُين َِّبئُكُمْ ِبمَا ُكنْتُمْ تَعْ َملُو ِ ُْم ِإلَى رَبِّ ُكمْ مَر َّ َولَا َتزِ ُر وَا ِزرَةٌ وِزْ َر أُخْرَى ث (7: 39 / ر (الزّمر ِ الصُّدُو
ت ِ علِي ٌم بِذَا َ
Artinya: “Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman) mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian
51
kepada Tuhanmulah kembalimu lalu Dia memberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui apa yang tersimpan dalam (dada) mu” Allah Ta’ala juga berfirman dalam QS. Al Maidah (5): 3
ُخ ِن َقة َ ْاللهِ ِب ِه وَا ْلمُن َّ ِل لِغَيْ ِر َّ َالدمُ َولَحْ ُم الْخِنْزِيرِ َومَا ُأه َّ ع َليْكُمُ الْ َميْ َت ُة و َ ُْر َمت ِّ ح ب ِ ص ُ الن ُّ علَى َ ح َ الس ُب ُع إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ َومَا ذُ ِب َّ ح ُة َومَا أَكَ َل َ وَا ْل َموْقُوذَ ُة وَا ْل ُمتَرَدِّ َي ُة وَالنَّطِي سقٌ الْ َيوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ َكفَرُوا مِنْ دِينِكُمْ َفلَا ْ سمُوا بِا ْلأَ ْزلَامِ َذلِكُمْ ِف ِ ْوَأَنْ تَسْ َتق ُت لَ ُكم ُ ع َليْكُمْ نِ ْع َمتِي َو َرضِي َ ت ُ ت لَكُمْ دِينَكُمْ وََأتْ َم ْم ُ شوْنِ الْ َيوْ َم أَ ْك َم ْل َ ْتَخْشَ ْوهُمْ وَاخ ٌغفُورٌ َرحِيم َ َالله َّ ن َّ ف ِل ِإثْ ٍم َف ِإ ٍ ِغيْ َر مُ َتجَان َ ٍصة َ خ َم ْ ُر فِي َم َّ ن اضْط ِ سلَامَ دِينًا َف َم ْ ِا ْلإ (3: 5 / (المآئدة Artinya: “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” Apakah Perlu Membalas Ucapan Selamat Natal? Memberi ucapan selamat semacam ini pada mereka adalah sesuatu yang diharamkan, baik mereka adalah rekan bisnis ataukah tidak. Jika mereka mengucapkan selamat hari raya mereka pada kita, maka tidak perlu kita jawab karena itu bukanlah hari raya kita dan hari raya mereka sama tidak diridhoi oleh Allah Ta’ala. Hari raya tersebut boleh jadi hari raya yang dibuat-buat oleh 52
mereka. Atau mungkin juga hari raya tersebut disyariatkan, namun setelah Islam datang, ajaran mereka dihapus dengan ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ajaran Islam ini adalah ajaran untuk seluruh makhluk. Mengenai agama Islam yang mulia ini, Allah Ta’ala sendiri berfirman dalam QS. Ali Imron (3): 85:
ن َ سرِي ِ ن الْخَا َ ِخرَ ِة م ِ َن ُيقْبَ َل ِمنْ ُه َوهُ َو فِي الْآ ْ َسلَامِ دِينًا َفل ْ غيْ َر ا ْل ِإ َ ِن َيبْ َتغ ْ َو َم (85: 3 /(آل عمران Artinya: “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi” Bagaimana Jika Menghadiri Perayaan Natal? Adapun seorang muslim memenuhi undangan perayaan hari raya mereka, maka ini diharamkan. Karena perbuatan semacam ini tentu saja lebih parah daripada cuma sekedar memberi ucapan selamat terhadap hari raya mereka. Menghadiri perayaan mereka juga bisa jadi menunjukkan bahwa kita ikut berserikat dalam mengadakan perayaan tersebut. Begitu pula diharamkan bagi kaum muslimin menyerupai orang kafir dengan mengadakan pesta natal, atau saling tukar kado (hadiah), atau membagibagikan permen atau makanan (yang disimbolkan dengan ‘santa clause’ yang berseragam merah-putih, lalu membagi-bagikan hadiah, pen) atau sengaja meliburkan kerja (karena bertepatan dengan hari natal). Alasannya, Nabi Muhammad SAW bersabda,
53
” َمنْ َتشَبَّهَ ِبقَوْمٍ َف ُه َو:َل رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّ ُه عَلَيْ ِه وَسََّلم َ قَا:َ قَال،َن عُمَر ِ ْن اب ِع َ 14
)4031/مِنْ ُه ْم “)رواه أبو داود
Artinya: “Dari Ibnu Umar, Rosulullah Bersabda: “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” (HR. Abu Daud no. 4031). 2. Fatwa Merayakan Natal Bersama Menurut Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi, tidak boleh bagi kita bekerjasama dengan orang-orang Nashrani dalam melaksanakan hari raya mereka, walaupun ada sebagian orang yang dikatakan berilmu melakukan semacam ini. Hal ini diharamkan karena dapat membuat mereka semakin bangga dengan jumlah mereka yang banyak. Di samping itu pula, hal ini termasuk bentuk tolong menolong dalam berbuat dosa. Padahal Allah berfirman dalam QS. Al Maidah (5): 2:
ي وَلَا ا ْل َقلَائِ َد َ ْحرَامَ َولَا الْهَد َ ْالشهْرَ ال َّ اللهِ َولَا َّ ن َآ َمنُوا لَا تُحِلُّوا شَعَا ِئ َر َ يَا أ َُّيهَا الَّذِي ح َللْتُمْ فَاصْطَادُوا َ ضلًا ِمنْ ر َِّبهِمْ َورِضْوَانًا وَإِذَا ْ َن ف َ حرَا َم َيبْتَغُو َ ْن الْ َب ْيتَ ال َ َولَا آَمِّي علَى َ ن ا ْلمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَنْ تَعْتَدُوا َو َتعَاوَنُوا ِع َ َْولَا يَجْ ِرمَنَّكُمْ شَنَ َآنُ َقوْ ٍم َأنْ صَدُّوكُم ب ِ ِن اللَّ َه شَدِيدُ الْ ِعقَا َّ الل َه إ َّ َاتقُوا َّ ن و ِ علَى الْ ِإثْ ِم وَالْعُدْوَا َ َالتقْوَى َولَا تَعَاوَنُوا َّ ِر و ِّ الْب (2 : 5 /(المآئدة Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi´arsyi´ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatangbinatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keridhaan 14
Abu Dawud, Sunan Abi Dawud, (Beirut: Dar al-Fikr, 1994), h.77
54
dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian (mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”
55
BAB IV ANALISA PERBANDINGAN FATWA A. 1.
Analisis Isi Fatwa Fatwa Majelis Ulama Indonesia Dalam pertimbangan Fatwa MUI tentang perayaan Natal, MUI merasa umat Islam perlu mendapat petunjuk jelas, tak tercampuraduknya akidah dan ibadahnya dengan agama lain. Dengan menngunakan dalil: QS. Al-Kafirun (109):1-6
ن مَا أَعْبُ ُد َولَا َأنَا َ ( َولَا أَنْتُمْ عَابِدُو٢)ن َ ( لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُو١)ن َ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُو ) ٦( ن ِ ي دِي َ ( لَكُمْ دِينُكُمْ َو ِل٥)ُ( َولَا َأنْتُمْ عَابِدُونَ مَا َأعْبُد٤) ْعبَدْتُم َ عَابِدٌ مَا (1-9: 109 /َ)ا ْلكَا ِفرُون Artinya: “Katakanlah hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah pula menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku.” QS.al-Baqarah (2): 42
(42 : 2 / ن (البقرة َ َق وََأنْتُمْ تَعْ َلمُو َّ َق بِالْبَاطِ ِل َوتَكْ ُتمُوا الْح َّ َولَا َتلْبِسُوا الْح Artinya: “Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu Mengetahuinya”.
Yang dalam Tafsîr al-Qurthubi surat tersebut menggambarkan bahwa perlu adanya penambahan iman dan takwa bagi seorang muslim, dengan tanpa
56
mengurangi usaha menciptakan kerukunan antar umat beragama, begitu juga agar umat Islam tak terjerumus dalam syubhat (perkara-perkara samar) dan larangan Allah.1 Yang dalam Tafsir Al-Maraghi juga menyebutkan bahwa ummat Islam tidak boleh mencampuradukkan urusan aqidah dengan mengikuti peribadatan agama lain sehingga mencampurkan urusan yang hak dan yang bathil.2 Terkait dengan larangan ummat Islam untuk menjalankan perilaku yang syubhat, MUI juga berdalil bahwa Islam mengajarkan kepada ummatnya untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang syubhat dan dari larangan Allah SWT serta untuk mendahulukan menolak kerusakan, berdasarkan atas :3 Hadits Nabi dari Nu’man bin Basyir:
ُن بَشِيرٍ َيقُول َ ْن ب َ ت النُّعْمَا ُ ْس ِمع َ َعنْ ُمجَالِ ٍد حَدَّثَنَا عَامِرٌ قَال َ ٍسعِيد َ ُحَدَّثَنَا يَحْيَى بْن ٌِن الْحَلَالَ ب َِّين َّ عَليْ ِه وَسَلَّ َم وَأَوْمَأَ بِإِصْ َبعَيْ ِه إِلَى أُ ُذ َنيْ ِه إ َ ُت َرسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه ُ ْس ِمع َ ن َ ت لَا يَدْرِي كَثِيرٌ ِمنْ النَّاسِ أَ ِم ٍ حرَامِ مُشْ َت ِبهَا َ ْل وَال ِ حلَا َ ْوَالْحَرَا َم ب َِّينٌ َوإِنَّ َبيْنَ ال ْك أَن ُ ِعرْضِ ِه َو َمنْ وَا َقعَهَا يُوش ِ َحرَامِ َف َمنْ َت َر َكهَا اسْ َتبْرََأ لِدِينِ ِه و َ ْي َأمْ ِمنْ ال َ ِل ه ِ الْحَلَا ِن َّ حمًى َوإ ِ ٍُل مَلِك ِّ ك َأنْ يَرْ َت َع فِيهِ َولِك ُ ِحمًى يُوش ِ ب ِ ْجن َ يُوَاقِعَ الْحَرَا َم َفمَنْ رَعَى ِإلَى )54671/ر ُمهُ ( رواه احمد ِ حمَى اللَّ ِه مَحَا ِ Artinya: “Telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Sa'id] dari [Mujalid] Telah menceritakan kepada kami [Amir] ia berkata, aku mendengar [An 1
Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar bin Farah al-Qurthubiy Abu Abdillah, Tafsîr alQurthubi. (Kairo: Dar asy-Sya’bi, 1372 H) Jilid 8, h. 80 2 Ahmad Mushthafa Al- Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, (Dar Al-Kutub: Cairo, 1993), Jilid III. h.78. 3 Al-Imam Abu Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Beirut Libanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1992) h.1132
57
Nu'man bin Basyir] berkata, "Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda-sambil ia mengisyaratkan dengan dua jari tangannya ke arah dua telinganya-: "Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas, di antara yang halal dan yang haram ada perkara-perkara syubhat yang kebanyakan manusia tidak mengetahui, apakah ia termasuk halal ataukah haram. Maka barangsiapa meninggalkan syubhat, berarti dia telah menjaga kehormatan dan agamanya. Dan barangsiapa terjerumus di dalamnya maka dikawatirkan ia akan terjerumus dalam perkara haram. Siapa yang mengembala di sekitar daerah terlarang, maka dikawatirkan ia akan terjerumus di dalamnya. Sesungguhnya setiap raja itu memiliki daerah terlarang, dan daerah terlarang Allah adalah hal-hal yang terlah diharamkan-Nya." (HR. Ahmad No.17645). Dalam fatwanya, MUI juga melihat bahwa perayaan Natal Bersama disalahartikan oleh sebagian umat Islam dan “disangka sama dengan perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw”. Karena salah pengertian itu, ada sebagian umat Islam ikut dalam perayaan Natal dan duduk dalam kepanitiaan Natal. Padahal, , perayaan Natal bagi umat Kristen adalah ibadah. Bahkan perayaan tersebut merupakan ajaran yang bathil dalam meyakini bahwa Nabi Isa adalah sebagai tuhan yang dalam hal ini MUI berdalil:4 QS. Maryam [19]: 30-32
ُ( َوجَ َعلَنِي مُبَا َركًا َأيْنَ مَا ُكنْت٠٣)ب َوجَ َعلَنِي َنبِيًّا َ اللهِ َآتَانِيَ الْكِتَا َّ قَالَ إِنِّي عَبْ ُد ( َوبَرًّا ِبوَالِ َدتِي َولَمْ َيجْ َعلْنِي جَبَّارًا٠١) ت حَيًّا ُ ِالصلَاةِ وَالزَّكَا ِة مَا دُ ْم َّ وََأوْصَانِي ب (30-32 : 19 /(مريم
(٠٢)شقِيًّا َ
Artinya: “Berkata Isa: Sesungguhnya aku ini hamba Allah. Dia memberiku Al Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi. Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkahi di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku mendirikan shalat dan menunaikan zakat selama aku hidup. (Dan Dia memerintahkan aku) berbakti kepada 4
W.Herbert Amstrong dan Masyhud, Misteri Natal Sebuah Kritik dari Tokoh Kristen Internasional, (Surabaya: Pustaka Da'i, 1994), h.29.
58
ibumu (Maryam) dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka.” QS. Al-Maidah (5) : 75
ن ِ ُمهُ صِدِّي َقةٌ كَانَا َيأْ ُكلَا ُّ سلُ وَأ ُ ُّخ َلتْ ِمنْ قَبْ ِل ِه الر َ ْن َمرْيَمَ إِلَّا رَسُولٌ قَد ُ ْمَا ا ْلمَسِيحُ اب (75 : 5 /ن (المآئدة َ ُم انْظُ ْر أَنَّى يُؤْفَكُو َّ ت ث ِ ن َلهُ ُم الْ َآيَا ُ ِّف نُبَي َ ْالطَّعَا َم انْظُ ْر كَي Artinya: “Al Masih putera Maryam itu hanyalah seorang Rosul yang sesungguhnya telah lahir sebelumnya beberapa Rosul dan ibunya seorang yang sangat benar. Kedua-duanya biasa memakan makanan (sebagai manusia). Perhatikanlah bagaimana Kami menjelaskan kepada mereka (ahli Kitab) tanda-tanda kekuasaan (Kami), kemudian perhatikanlah bagaimana mereka berpaling (dari memperhatikan ayatayat Kami itu).” Q.S Al Baqarah (2): 285
ِاللهِ َو َملَائِ َكتِ ِه وَكُ ُتبِ ِه َّ ن كُلٌّ َآ َمنَ ب َ َآ َمنَ الرَّسُولُ ِبمَا أُنْزِ َل ِإ َل ْي ِه ِمنْ ر َِّبهِ وَا ْلمُ ْؤمِنُو ك َ ْك ر ََّبنَا وَِإ َلي َ َغفْرَان ُ سمِعْنَا وََأطَعْنَا َ س ِل ِه َوقَالُوا ُ ُن َأحَدٍ مِنْ ر َ ْق بَي ُ َر ِّ س ِلهِ لَا ُنف ُ َُور (285 : 2 /ا ْلمَصِيرُ (البقرة Artinya: “Rasul (Muhammad telah beriman kepada Al-Qur’ân yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman) semuanya beriman kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitabNya dan Rasul-Nya. (Mereka mengatakan): Kami tidak membedabedakan antara seseorang pun (dengan yang lain) dari Rasul-rasulnya dan mereka mengatakan: Kami dengar dan kami taat. (Mereka berdoa) Ampunilah Ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali.” Ayat di atas merupakan petunjuk bahwa ummat Islam harus mengakui kenabian dan kerasulan Isa Al Masih bin Maryam sebagaimana pengakuan mereka kepada para Nabi dan Rasul yang lain, berdasarkan atas:5 2.
Fatwa Ulama Lembaga Fatwa Mesir 5
Mohammad Aly Ash Shabuny, Pengantar Study Al-Qur’an, (Bandung: PT.Alma’arif, 1996), h. 46.
59
Fatwa yang dikeluarkan oleh Ulama Lembaga Fatwa Mesir berbeda dengan model fatwa yang dikeluarkan dengan MUI, karena fatwa yang dikeluarkan oleh Lembaga Fatwa Mesir merupakan fatwa yang dikeluarkan oleh seorang mufti atas pertanyaan dari seorang Mustafti (Peminta Fatwa) terkait dengan Perayaan Natal.6 Sehingga tentunya model fatwa juga dilatar belakangi oleh situasi individual seorang muslim. Dimana hampir semua pertanyaan masyarakat muslim yang diajukan terkait dengan perayaan natal diperbolehkan oleh Ulama Lembaga Fatwa Mesir. Dimana salah satu dalil yang digunakan oleh Lembaga Fatwa Mesir adalah: Q.S Al-Baqarah (2): 83:
الل َه َوبِالْوَالِ َديْنِ ِإحْسَانًا وَذِي ا ْل ُقرْبَى َّ ق َبنِي ِإسْرَائِيلَ لَا تَعْبُدُونَ إِلَّا َ وَإِذْ َأخَذْنَا مِيثَا ُْم َتوََّليْتُم َّ الصلَا َة وَآَتُوا الزَّكَا َة ث َّ وَالْ َيتَامَى وَا ْلمَسَاكِينِ َوقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا وَأَقِيمُوا (83 : 2 /ن (البقرة َ إِلَّا َقلِيلًا مِنْكُ ْم وََأنْتُمْ مُعْرِضُو Artinnya:”Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling” Ayat di atas dalam Tafsîr Ibnu Katsîr pada hakikatnya menjelaskan bahwa perbuatan baik yang dialakukan oleh seorang Muslim juga harus dilakukan kepada Non-Muslim dengan tanpa mencampuradukan urusan akidah, karena ikut 6
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam , (Jakarta: Ichtiar Baru 2006), h.65
60
serta dalam perayaan Natal bukan serta merta menggabungkan antara akidah Agama Islam dengan akidah agama lainnya, dimana hal tersebut merupakan bagian dari ajaran Agama Islam untuk berlaku adil dan baik kepada sesama.7 Argument tafsir tersebut juga sama digunakan terhadap dalil yang digunakan Lembaga Fatwa Mesir yaitu:
Allah juga memerintahkan kita untuk selalu berbuat baik kepada orang lain, dengan firmanNYA: Q.S An-Nahl (16): 90 :
ن ا ْل َفحْشَاءِ وَا ْل ُمنْ َك ِر ِع َ ن وَإِيتَاءِ ذِي ا ْلقُرْبَى وَ َينْهَى ِ الل َه َي ْأمُ ُر بِالْعَدْ ِل وَالْ ِإحْسَا َّ ِن َّ إ (90 : 16 / ن (النّحل َ ي يَ ِعظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُو ِ ْوَالْبَغ Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran” Allah tidak melarang kita untuk menjaga hubungan baik dengan nonMuslim, bertukar hadiah atau atau perbuatan-perbuatan baik lainya.8 Allah SWT berfirman: QS. Mumtahanah (60): 8:
ْن َولَمْ ُيخْ ِرجُوكُمْ ِمنْ دِيَارِكُمْ َأن ِ ن الَّذِينَ َلمْ ُيقَا ِتلُوكُمْ فِي الدِّي ِ َالل ُه ع َّ لَا يَنْهَا ُك ُم (8: 60 /ن (الممتحنة َ ِب ا ْل ُمقْسِطِي ُّ ِن اللَّ َه يُح َّ سطُوا ِإ َليْهِ ْم إ ِ ْتَبَرُّوهُ ْم َو ُتق Artinya: “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan 7
Isma’il bin Umar bin Katsîr ad-Dimsyâqi Abu Fida, Tafsîr Ibnu Katsîr, (Beirut Lebanon: Dar al-Fikr, 1401 H),Jilid IV, h. 341 8 Isma’il bin Umar bin Katsîr ad-Dimsyâqi Abu Fida, Tafsîr Ibnu Katsîr, h. 245
61
tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil”
3.
Fatwa Ulama Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi Keberadaan Arab Saudi sebagai Negara Agama Islam tentu sangat mempengaruhi eksistensi keberagaman agama di negara tersebut, tak terkecuali terhadap perayaan hari raya agama selain Agama Islam.9 Natal misalnya, di Arab Saudi perayaan Natal tidak hanya dilarang bagi pemeluk Agama Islam, namun juga perayaan Natal diluar rumah bagi pemeluk agama Kristiani juga menjadi suatu hal yang dilarang di Negara yang dijuluki Tanah Haram tersebut. Latar belakang Arab Saudi sebagai Negara Islam menjadi salah satu pemicu mengapa ulama di Arab Saudi mengharamkan perayaan Natal, namun demikian ada beberapa hal lain yang melatar belakangi pengharaman perayaan Natal melalui fatwa Ulama Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi yang ternyata tidak hanya mengharamkan bagi Muslim untuk merayakan Natal namun juga fatwa lembaga tersebut melarang umat Muslim mengucapkan Selamat Natal kepada umat Kristiani dengan alasan bahwa mengucapkan selamat pada hari raya orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan dengan dalil: QS. Az Zumar (39): 7:
ش ُكرُوا يَرْضَ ُه َل ُكمْ وَلَا َت ِز ُر ْ ِإنْ َتكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّ َه غَنِيٌّ عَ ْن ُكمْ وَلَا يَ ْرضَى ِلعِبَا ِد ِه الْكُفْ َر وَِإنْ َت ِالصدُور ُّ ِعلِيمٌ ِبذَات َ ُج ُع ُكمْ فَيُنَبِّ ُئ ُكمْ ِبمَا كُنْ ُتمْ تَعْمَلُونَ إِنَّه ِ وَازِ َر ٌة ِوزْ َر ُأخْرَى ثُمَّ إِلَى ر َِّب ُكمْ مَ ْر (7: 39 / (الزّمر 9
Ajid Thohir, Perkembangan Islam di Kawasan Dunia Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,; 2002), Cet I, h.77
62
Artinya: “Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman) mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kembalimu lalu Dia memberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui apa yang tersimpan dalam (dada) mu” Dalam Tafsîr Ibnu Katsîr ayat tersbut menggambarkan, ketika mengucapkan selamat kepada ajaran kafir berarti seseorang itu setuju dan ridho dengan syiar kekufuran yang mereka perbuat.10 Meskipun mungkin seseorang tidak ridho dengan kekufuran itu sendiri, namun tetap tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk ridho terhadap syiar kekufuran atau memberi ucapan selamat pada syiar kekafiran lainnya karena Allah Ta’ala sendiri tidaklah meridhoi hal tersebut.11 Allah Ta’ala juga berfirman: QS. Al Maidah (5): 3
ُخ ِن َقة َ ْاللهِ ِب ِه وَا ْلمُن َّ ِل لِغَيْ ِر َّ ع َليْكُ ُم الْمَيْ َتةُ وَالدَّمُ َولَحْ ُم الْخِنْزِيرِ َومَا ُأه َ ُْر َمت ِّ ح ب ِ ص ُ الن ُّ علَى َ ح َ الس ُب ُع إَِّلا مَا ذَكَّيْتُمْ َومَا ذُ ِب َّ ح ُة َومَا أَكَ َل َ َالنطِي َّ وَا ْل َموْقُوذَ ُة وَا ْلمُ َترَدِّ َي ُة و ق الْ َيوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ َكفَرُوا مِنْ دِينِكُمْ َفلَا ٌس ْ ِسمُوا بِا ْل َأ ْزلَا ِم َذلِكُمْ ف ِ ْوَأَنْ تَسْ َتق ُت لَ ُكم ُ علَيْكُمْ نِ ْع َمتِي َو َرضِي َ ُن الْيَوْمَ أَ ْك َم ْلتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَ ْت َم ْمت ِ ْشو َ ْش ْوهُمْ وَاخ َ َْتخ ٌغفُورٌ َرحِيم َ َالله َّ ِن َّ ف ِل ِإثْ ٍم َفإ ٍ ِصةٍ غَيْ َر مُ َتجَان َ خ َم ْ ُر فِي َم َّ ن اضْط ِ سلَامَ دِينًا َف َم ْ ِا ْلإ (3: 5 / (المآئدة Artinya: “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, 10 11
Isma’il bin Umar bin Katsîr ad-Dimsyâqi Abu Fida, Tafsîr Ibnu Katsîr, h.91 Isma’il bin Umar bin Katsîr ad-Dimsyâqi Abu Fida, Tafsîr Ibnu Katsîr, h.106
63
kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” QS. Al Maidah (5): 2:
ي وَلَا ا ْل َقلَائِ َد َ ْحرَامَ َولَا الْهَد َ ْالشهْرَ ال َّ اللهِ َولَا َّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ َآ َمنُوا لَا تُحِلُّوا شَعَا ِئ َر ح َللْتُمْ فَاصْطَادُوا َ ضلًا ِمنْ ر َِّبهِمْ َورِضْوَانًا وَإِذَا ْ ن َف َ حرَامَ َيبْتَغُو َ َْولَا آَمِّينَ الْ َب ْيتَ ال علَى َ ن ا ْلمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَنْ تَعْتَدُوا َو َتعَاوَنُوا ِع َ ْشنَ َآنُ َقوْمٍ َأنْ صَدُّوكُم َ َْولَا َيجْ ِرمَنَّكُم ب ِ ِن اللَّ َه شَدِيدُ الْ ِعقَا َّ الل َه إ َّ علَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ َو َّاتقُوا َ َالتقْوَى َولَا تَعَاوَنُوا َّ الْبِرِّ و (2 : 5 /(المآئدة Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi´arsyi´ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatangbinatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keridhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian (mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya” Dalam Tafsîr ath-Thabari berdasarkan kedua ayat di atas tidak boleh umat Muslim bekerjasama dengan orang-orang Nashrani dalam melaksanakan hari raya mereka karena hari raya merupakan bagian dari peribadatan. Hal ini diharamkan
64
karena juga dapat membuat mereka semakin bangga dengan jumlah mereka yang banyak.12 Di samping itu pula, hal ini termasuk bentuk tolong menolong dalam berbuat dosa.13 B.
Analisis Perbandingan Fatwa
1.
Persamaan
a. Dalam Hal Merujuk Dalil Diantara ketiga fatwa yang menjadi objek kajian terdapat beberapa persamaan dalam mendasarkan dalil, adapaun persamaan merujuk dalil tersebut seperti: a) Ajaran untuk berkerjasama dalam urusan keduniaan antara sesama manusia seperti dalam QS. Mumtahanah (60): 8:
ْن َولَمْ ُيخْ ِرجُوكُمْ ِمنْ دِيَارِكُمْ َأن ِ ن الَّذِينَ َلمْ ُيقَا ِتلُوكُمْ فِي الدِّي ِ َالل ُه ع َّ لَا يَنْهَا ُك ُم (8: 60 /ن (الممتحنة َ ِب ا ْل ُمقْسِطِي ُّ ِن اللَّ َه يُح َّ سطُوا ِإ َليْهِ ْم إ ِ ْتَبَرُّوهُ ْم َو ُتق Artinya: “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil” Ayat di atas dalam Tafsîr ath-Thabari Allah tidak melarang untuk menjaga hubungan baik dengan non-Muslim, saling berkerjasama atau perbuatanperbuatan baik lainnya.14 Dimana ummat Islam juga diperbolehkan untuk bekerja sama dan bergaul dengan ummat agama-agama lain dalam masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah keduniaan. Namun demikian ada perbedaan pendefinisian perayaan Natal Antara Lembaga Fatwa Mesir yang mengartikan 12
Muhammad bin Jarîr bin Yazîd bin Khâlid ath-Thabari Abu Ja’far, Tafsîr ath-Thabari, (Beirut Lebanon: Dar al-Fikr, 1405 H), Jilid 10, h. 86 13 Muhammad bin Jarîr bin Yazîd bin Khâlid ath-Thabari Abu Ja’far, Tafsîr ath-Thabari, h.77. 14 Muhammad bin Jarîr bin Yazîd bin Khâlid ath-Thabari Abu Ja’far, Tafsîr ath-Thabari, h.106.
65
perayaan Natal sebagai urusan keduniaan namun MUI mengkatagorikanya sebagai bagian dari peribadatan yang tidak boleh dilakukan oleh seorang Muslim. b) Q.S Luqman (31): 15:
علْمٌ َفلَا تُطِعْهُمَا َوصَاحِبْ ُهمَا فِي ِ ك بِ ِه َ َك بِي مَا َليْسَ ل َ ِوَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلى َأنْ تُشْر ن َ َي مَرْجِعُكُمْ َفُأن َِّبئُكُمْ ِبمَا ُكنْتُمْ تَ ْع َملُو َّ ُم ِإل َّ َي ث َّ ب ِإل َ سبِي َل َمنْ َأنَا َ َْات ِبع َّ الدنْيَا مَعْرُوفًا و ُّ (115: 31 /(لقمان Artinya: “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan” Ayat di atas merupakan dalil yang digunakan dalam Fatwa MUI dan Lembaga Fatwa Mesir oleh karena Dalam ayat yang mulia tersebut, Allah memerintahkan kepada ummat Islam untuk menjaga hubungan baik dengan keluarga, bahkan disaat mereka berusaha untuk mengarahkan kita untuk masuk kepada agama yang mereka yakini dengan tetap memberikan perlakuan baik kepadanya maka kita tunjukan rasa hormat kita atas agama yang kita pilih dengan lebih berbuat baik dari mereka untuk memberikan gambaran yang sesunnguhnya kepada mereka bahwa Islam adalah agama yang sempurna tanpa merusak dan mengganti keyakinan sebagai Umat Islam.15 Selain kedua ayat di atas ketiga lembaga fatwa Majlis Ulama Indonesia, Lembaga Fatwa Mesir dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi memiliki perbedaan dan pandangan dalam hal mengutip dalil baik dalil AlQur’an dan Al-Hadist. b. Dalam Hal Metode Istinbath Hukum
15
Rachmat Syafe’i, Al-Hadist Akidah, Akhlak, Sosial dah hukum, (Bandung: Pustaka Setia, 2003), h.97
66
Jika kita cermati fatwa Ulama Majlis Ulama Indonesia, Lembaga Fatwa Mesir dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi ada beberapa persamaan dalam hal Istinbath Hukum: 1. Kesamaan
dalam
menggunakan
dilalah
‘Am
dalam surat
surat
Mumtahanah ayat 8 dimana ayat tersebut menjadi dalil dalam melakukan perbuatan baik kepada sesama tanpa membeda-bedakan suku, ras, agama dan golongan.16 2.
Kesamaan dalam menyepakati dilalah Nahyi dalam surat Luqman ayat 15
dimana ayat tersebut kedua lembaga fatwa yakni Majlis Ulama Indonesia dan Lembaga Fatwa Mesir sepakat bahwa ummat Islam dilarang untuk mengikuti seseorang yang mengajaknya kepada kemusyrikan dan kekufuran.17 Meskipun kedua lembaga fatwa tersebut berbeda dalam mendefinisikan perayaan Natal, dimana MUI mengartikan perayaan Natal adalah bahwa perayaan Natal adalah sebagai langkah awal ajakan kepada kemusyrikan sedangkan Ulama Lembaga Fatwa Mesir mendalilkan bahwa perayaan Natal bagian dari ajakan atau dakwah kepada Islam dengan menunjukan prilaku baik kepada umat Kristiani. c. Dalam Hal Penemuan ‘Illat Hukum ‘Illat merupakan salah satu dari rukun qiyas, sedangkan ta’lil adalah sebuah penalaran yang menggunakan ‘illat tersebut sebagai ‘illat utamanya.18 Hampir seluruh ulama menerima dan mengamalkan ‘illat dalam tujuan menggali dan menetapkan hukum khususnya dalam pengambilan hukum dalam fatwa, setidaknya terdapat satu kaidah untuk menggambarkan persamaan ‘Illat Hukum yang digali ketiga fatwa yang menjadi objek kajian ini yaitu:
الحكم يدور مع علته وجودا و عد ما Artinya:“Berlaku tidaknya hukum tergantung dari ada atau tidaknya illat (sebab)
16
Djazuli, H.A. dan Nurol Aen, Ushul Fiqh; Metodologi Hukum Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), h.89. 17 Djazuli, H.A. dan Nurol Aen, Ushul Fiqh; Metodologi Hukum Islam, h.97. 18 Al-Zuhaily, al-Washith fi Ushul al-Fiqh al-Islamy, (Damaskus : Dar al-Kitab, 1978), h. 207
67
Dalam hal ini tampak terdapat persamaan dalam analisis Illat Hukum khususnya terhadap Fatwa yang mengharamkan yaitu antara Majlis Ulama Indonesia dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi bahwa Illat diharamkannya merayakan Natal bagi Umat Muslim adalah karena ikut serta dalam merayakan Natal merupakan perilaku yang dapat merusak akidah, karena pada dasarnya dalam keikutsertaan Umat Islam dalam perayaan Natal sama saja dengan mengakui kebenaran ajaran agama Kristiani.19 d. Dalam Hal Latar Belakang Lahirnya sebuah fatwa tentu didasari pada latar belakang yang merupakan suatu permasalahan dalam fatwa ketiga lembaga yaitu Majlis Ulama Indonesia, Lembaga Fatwa Mesir dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi sama-sama memiliki latar belakang pengambilan fatwa yang sama yaitu kemajemukan masyarakatnya dimana Umat Islam hidup berdampingan dengan Umat Kristiani sehingga menimbulkan suatu hubungan pada saat perayaan Natal.20 Hubungan antara masyarakat tersebut menjadi sebuah latar belakang yang sama dalam lahirnya fatwa merayakan Natal bagi Umat Muslim karena pada dasarnya perilaku merayakan Natal baik dalam hal perbuatan maupun ucapan menimbulkan suatu konsekuensi hukum bilamana Umat Islam ikut serta dalam merayakannya.21 2.
Perbedaan
a. Dalam Hal Merujuk Dalil Perbedaan pandangan dalam ketiga fatwa baik Majlis Ulama Indonesia, Lembaga Fatwa Mesir dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab 19
Mu’in Umar dkk, Ushul Fiqh, (Jakarta: Departemen Agama RI, 1985), hal: 121 Muhammad Galib Mattola, Ahl al-Kitab: Makna dan Cakupannya, (Jakarta: Paramadina, 1998) cet. I, h. 56. 21 Yusuf Qaradhawi, Mauqif al-Islam al-‘Aqady min Kufr al-Yahud wa al-Nashara, (Kairo: Maktabah Wahbiyah, 1999), h.102 20
68
Saudi tentu didasari pada penggunaan dalil baik dalil Naqly yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadist mapun dalil Aqly seperti Qiyâs dan Kaidah Ushûlliah adapun perbedaan dalam menggunakan dalil tersebut tergambar dalam rujukan tiga lembaga tersebut seperti:22 a) Ajaran untuk tidak mencampuradukan antara urusan agama Islam dengan agama lainya. Ulama MUI melalui fatwa yang dikeluarkannya berpendapat bahwa Ummat Islam tidak boleh mencampuradukkan aqiqah dan peribadatan agamanya dengan aqiqah dan peribadatan agama lain berdasarkan :23 QS. Al-Kafirun (109):1-6
ن مَا أَعْبُ ُد َولَا َأنَا َ ( َولَا أَنْتُمْ عَابِدُو٢)ن َ ( لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُو١)ن َ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُو ( ٦ ( ِي دِين َ ِ( لَكُمْ دِينُكُمْ َول٥)ُن مَا َأعْبُد َ ( َولَا َأنْتُمْ عَابِدُو٤) ْعَابِ ٌد مَا عَبَدْتُم (1-9: 109 /َ(ا ْلكَا ِفرُون Artinya: “Katakanlah hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah pula menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku.” Yang ayat tersebut merupakan dalil yang menjadi alasan bahwa keikutsertaan Umat Muslim dalam merayakan Natal merupakan satu bentuk pencampuradukan akidah yang tidak boleh dilakukan oleh umat Islam sebagaimana yang disebutkan dalam Tafsîr ath-Thabari, dimana seorang muslim tidak perlu mengikui segala bentuk peribadatan agama selain Islam.24 Sedangkan Ulama
Lembaga Fatwa Mesir berpendapat bahwa ikut serta dalam perayaan Natal merupakan bukan bentuk pencampuradukan akidah umat Islam melainkan merupakan sebuah ajaran untuk berbuat baik kepada sesama manusia tanpa 22 23
Jaih Mubarok, Metodologi Ijtihad Hukum Islam, (Yogyakarta: UII press, 2002), h.97 Muhammad bin Jarîr bin Yazîd bin Khâlid ath-Thabari Abu Ja’far, Tafsîr ath-Thabari,
24
Muhammad bin Jarîr bin Yazîd bin Khâlid ath-Thabari Abu Ja’far, Tafsîr ath-Thabari,
h.124 h.97.
69
melihat ras, agama, suku dan bangsa tanpa mencampuradukan akidah seperti dalam dalil Q.S Al-Baqarah (2): 83:
الل َه َوبِالْوَالِ َديْنِ ِإحْسَانًا وَذِي ا ْل ُقرْبَى َّ ق َبنِي ِإسْرَائِيلَ لَا تَعْبُدُونَ إِلَّا َ وَإِذْ َأخَذْنَا مِيثَا ُْم َتوََّليْتُم َّ الصلَاةَ وَ َآتُوا الزَّكَاةَ ث َّ ن وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا وََأقِيمُوا ِ وَالْ َيتَامَى وَا ْلمَسَاكِي (83 : 2 /ن (البقرة َ إِلَّا َقلِيلًا مِنْكُ ْم وََأنْتُمْ مُعْرِضُو Artinnya:”Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling” Namun demikian ulama Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi merujuk dalil yang berbeda bahwa keikutsertaan umat Islam dalam perayaan natal, dimana dalam Tafsir al-Misbah segala bentuk keikutsertaan dalam peribadatan agama selain Islam merupakan persetujuan atas kebenaran ajaran Agama tersebut dengan mendalilkan ayat Al-Qur’an sebagai berikut:25 QS. Az Zumar (39): 7:
ْض ُه لَكُم َ ْعنْكُمْ َولَا َيرْضَى لِ ِعبَا ِد ِه الْ ُكفْرَ وَِإنْ تَشْ ُكرُوا َير َ ِي ٌّ الل َه غَن َّ ِن َّ ِإنْ تَ ْكفُرُوا َفإ ُن إ َِّنه َ جعُكُمْ فَ ُين َِّبئُكُمْ ِبمَا ُكنْتُمْ تَعْ َملُو ِ ُْم ِإلَى رَبِّ ُكمْ مَر َّ َولَا تَ ِزرُ وَا ِزرَةٌ وِزْ َر أُخْرَى ث (7: 39 / ر (الزّمر ِ الصُّدُو
ت ِ علِي ٌم بِذَا َ
Artinya: “Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman) mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian 25
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian Alquran (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol. 5, h.117
70
kepada Tuhanmulah kembalimu lalu Dia memberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui apa yang tersimpan dalam (dada) mu” b) Kebenaran terhadap kebenaran Nabi Isa Dalam Tafsîr Ibnu Katsîr bahwa kepercayaan Umat Kristiani tentang pengakuan Nabi Isa sebagai tuhan merupakan ajaran yang keliru. Umat Islam seharusnya mengakui kenabian dan kerasulan Isa Al Masih bin Maryam sebagaimana pengakuan mereka kepada para Nabi dan Rasul yang lain dan bukan sebagai tuhan.26 Sehingga perayaan Natal sebagai bentuk perayaan kelahiran Nabi Isa yang mereka sebut sebagai Yesus merupakan perayaan yang keliru meskipun maksudnya adalah untuk merayakan kelahiran Nabi Isa, sehingga MUI mendasarkan fatwanya dengan dalil: QS. Al-Maidah (5): 75
ن ِ ُمهُ صِدِّي َقةٌ كَانَا َيأْ ُكلَا ُّ خ َلتْ مِنْ َقبْ ِل ِه الرُّسُلُ وَأ َ ْح ابْنُ مَرْيَ َم إِلَّا رَسُولٌ قَد ُ مَا ا ْل َم سِي (75 : 5 /ن (المآئدة َ ُم انْظُ ْر أَنَّى يُؤْفَكُو َّ ت ث ِ ن َلهُ ُم الْ َآيَا ُ ِّف نُبَي َ ْالطَّعَا َم انْظُ ْر كَي Artinya: “Al Masih putera Maryam itu hanyalah seorang Rosul yang sesungguhnya telah lahir sebelumnya beberapa Rosul dan ibunya seorang yang sangat benar. Kedua-duanya biasa memakan makanan (sebagai manusia). Perhatikanlah bagaimana Kami menjelaskan kepada mereka (ahli Kitab) tanda-tanda kekuasaan (Kami), kemudian perhatikanlah bagaimana mereka berpaling (dari memperhatikan ayatayat Kami itu).” Berbeda dengan Ulama Lembaga Fatwa Mesir yang menganggap ikut serta dalam perayaan Natal merupakan satu perilaku untuk menghormati Nabi Isa sebagai rosul yang harus dipercayai oleh Umat Islam,27 namun tidak kita percayai sebagai tuhan yang dalam hal ini Ulama Lembaga Fatwa Mesir berdalil melalui Firman Allah SWT: QS. Al 'Ankabut (29): 46 :
26 27
Isma’il bin Umar bin Katsîr ad-Dimsyâqi Abu Fida, Tafsîr Ibnu Katsîr, h.91 Ahmad Mushthafa Al- Maraghi, Terjemahan Tafsir Al-Maraghi, h.104
71
ظ َلمُوا ِمنْهُمْ َوقُولُوا َآمَنَّا َ ن َ ن إِلَّا الَّذِي ُ َي أَحْس َ ِِالتِي ه َّ َولَا تُجَا ِدلُوا َأهْلَ الْكِتَابِ إِلَّا ب ن (العنكبوت َ حدٌ وَ َنحْنُ لَ ُه مُسْ ِلمُو ِ بِالَّذِي أُنْزِ َل ِإ َليْنَا وَأُنْ ِزلَ ِإلَيْكُمْ وَإِلَ ُهنَا وَِإلَهُ ُكمْ وَا (46: 29 / Artinya: “Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka, dan katakanlah: "Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan kami hanya kepada-Nya berserah diri” Menurut fatwa yang dikeluarkan oleh Lembaga Fatwa Mesir ikut serta dalam merayakan Natal merupakan bentuk dakwah dalam menyerukan ajaran Agama Islam terkait kebenaran kenabian dari Nabi Isa sesuai dengan ajaran agama Islam.28 c) Ajaran untuk membalas persembahan Kaum Kafir Perbandingan yang paling terlihat dari ketiga fatwa melalui lembaga Majlis Ulama Indonesia, Lembaga Fatwa Mesir dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi adalah terkait dengan perilaku Umat Muslim untuk membalas persembahan berupa hadiah atau ucapan Umat Kristiani ketika Natal, atas apa yang telah di berikan kepada seorang muslim ketika Umat Islam merayakan hari raya besar Islam. Dalam hal ini terdapat Kaidah yang dapat dijadikan dasar dalam perbedaan pendapat ini yaitu:29
رضي بالشيء رضي يتولد منه Artinya: “Rela pada sesuatu berarti rela terhadap konsekuensi yang ditimbulkannya”
28
Ahmad Amrullah, Dakwah Islam dan Perubahan Sosial, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar 1985), h.76 29 Muhammad al-Zarqa, Ahmad bin, Sharh al-Qawa’id al-Fiqhiyyah, (Damaskus: Darul Qolam, 1989), h. 144.
72
Karena ketika seorang muslim membalas persembahan berupa hadiah atau ucapa selamat Umat Kristiani berarti seseorang itu setuju dan ridho dengan syiar kekufuran yang mereka perbuat. Meskipun mungkin seseorang tidak ridho dengan kekufuran itu sendiri, namun tetap tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk ridho terhadap syiar kekufuran atau memberi ucapan selamat pada syiar kekafiran agama lainya yang dalam hal ini Ulama Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi berdalil malalui firmaNYA: QS. Az Zumar (39): 7:
ْض ُه لَكُم َ ْعنْكُمْ َولَا َيرْضَى لِ ِعبَا ِد ِه الْ ُكفْرَ وَِإنْ تَشْ ُكرُوا َير َ ِي ٌّ الل َه غَن َّ ِن َّ ِإنْ تَ ْكفُرُوا َفإ ُن ِإ َّنه َ جعُكُمْ فَ ُين َِّبئُكُمْ ِبمَا ُكنْتُمْ تَعْ َملُو ِ ُْم ِإلَى رَبِّ ُكمْ مَر َّ َولَا َتزِ ُر وَا ِزرَةٌ وِزْ َر أُخْرَى ث ِ الصُّدُو (7: 39 / ر (الزّمر
ت ِ علِي ٌم بِذَا َ
Artinya: “Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman) mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kembalimu lalu Dia memberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui apa yang tersimpan dalam (dada) mu” Sedangkan Ulama Lembaga Fatwa Mesir Berpendapat bahwa Dalam hukum Islam, tidak ada larangan bagi Muslim untuk mengucapkan selamat atau membalas memberikan hadiah dan berbagi kepada warga non-Muslim dengan damai dalam acara-acara keagamaan mereka yang tidak melanggar dasar-dasar Islam.30 Ini berada di bawah konsep kebenaran yang Allah SWT tidak melarang, terutama jika mereka berasal dari antara anggota keluarga seseorang dan hubungan, tetangga, rekan dan sejenisnya dari hubungan manusia.31 Hal ini didorong terutama jika mereka bertukar ucapan selamat dengan sesama Muslim pada kesempatan dalam acara Islam sesuai firman Allah SWT, 30
Yusuf Qaradhawi, Mauqif al-Islam al-‘Aqady min Kufr al-Yahud wa al-Nashara, h.113 Riaz Hasan, Keragaman Iman Studi Komperatif Masyarakat Muslim, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), h. 12. 31
73
QS An Nisaa' (4): 86:
ي ٍء حَسِيبًا ْ َُل ش ِّ علَى ك َ ن َ الل َه كَا َّ ِن َّ ن مِنْهَا َأ ْو رُدُّوهَا إ َ َوَإِذَا حُيِّيتُ ْم ِبتَح َِّي ٍة فَحَيُّوا ِبأَحْس (86: 4 / (النساء
Artinya: “Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu” b. Dalam Hal Metode Istinbâth Hukum Metode yang digunakan dalam menyimpulkan hukum ikut serta merayakan Natal bagi Umat Islam dalam ketiga fatwa lembaga Majlis Ulama Indonesia, Lembaga Fatwa Mesir dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi memiliki metode yang berbeda-beda sehingga keputusan hukumnya pun menjadi berbeda antara satu fatwa dengan fatwa lainnya.32 Metode Isthinbath Hukum yang digunakan oleh MUI terletak pada penggunaan Maqoshid Syariah yaitu Hifd Ad-din atau yang bisa juga kita artikan sebagai perlindungan agama dalam menjaga kemurnian Aqidah.33 Selain itu MUI juga memberikan batasan untuk dapat berkerjasama dengan kaum kafir selama kerjasama tersebut dalam permasalahan keduniaan. Sehingga MUI berpendapat bahwa keikutsertaan Umat Islam dalam perayaan Natal walaupun diartikan sebagai kerjasama merupakan hal yang bertentangan dengan Aqidah Agama Islam. Sedangkan Ulama Lembaga Fatwa Mesir lebih banyak menggunakan metode mashlahah dimana perbuatan ikut serta dalam perayaan natal bersama kerabat dan saudara merupakan bentuk kemashlahatan untuk menjaga hubungan
32
Yusuf Qaradhawi, Fatawa Mu’asarah, (Kaherah: Dar al-Wafa’, 1993), Jilid II, h.79. Abdul Wahab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam, ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), h. 333-343 33
74
baik antara sesama manusia.34 Namun Ulama Lembaga Fatwa Mesir juga tetap membatasi keikutsertaan Umat Islam dalam perayaan Natal untuk tidak mencampuradukkan Aqidah Islam dan tidak ikut terjerumus pada perbuatan maksiat dalam perayaan Natal. Berbeda dengan Ulama Lembaga Fatwa Mesir dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi yang lebih sering menggunakan Metode Qiyas.35 Dimana perbuatan keikutsertaan Umat Islam dalam perayaan Natal dianggap sebagai perbuatan Tashabbuh yaitu mengikut-ikuti perilaku kaum kafir, bahkan dalam fatwa tersebut tergambar bahwa keikutsertaan Umat Islam dalam perayaan Natal merupakan bentuk pengakuan terhadap kepercayaan yang diayakini oleh Umat Kristiani.36 c. Dalam Hal Penemuan ‘Illat Hukum Perbedaan dalam memberi Isthinbath Hukum diantara ketiga lembaga fatwa baik Majlis Ulama Indonesia, Lembaga Fatwa Mesir dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi tentang keikutsertaan Umat Islam dalam Perayaan Natal memiliki pandangan yang berbeda-beda, perbedaan tersebut juga didasari pada penentuan ‘Illat Hukum dalam pengambilan fatwa.37 Majlis Ulama Indonesia dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi mengharamkan Umat Islam untuk ikut serta dalam perayaan Natal oleh karena menurut kedua lembaga tersebut ‘Illat Hukum dalam permasalahan keikutsertaan Umat Islam dalam perayaan Natal adalah adanya kelunturan kemurnian aqidah, karena pada dasarnya ketika seorang Muslim ikut serta dalam kegiatan tersebut secara tidak langsung ia telah menyetujui atas apa yang dipercayai oleh Umat Kristiani.
34
Miftahul Arifin, Ushul Fiqh: Kaidah-Kaidah Penetapan Hukum Islam, (Surabaya: Citra Media, 1997), h.98 35 Tengku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Hukum Islam, (Bandung : PT. Pustaka Rizki Putra, 2003), h. 206. 36 Muhammad ‘Abd Ra’uf al-Munawi Faid al-Qadir, Syarh Jami’ al-Saghir (Beirut : Dar al-Ma’rifah, 1408 H), h. 6. 37 Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqh, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008), h. 364
75
Sedangkan fatwa yang dikeluarkan Lembaga Fatwa Mesir menghalalkan keikutsertaan seorang Muslim untuk ikut serta dalam perayaan Natal oleh karena hal tersebut hanya hubungan hamba kepada hamba lainya yaitu Hablum Minannasi sehingga Ulama Lembaga Fatwa Mesir berpandangan bahwa Illat Hukum dari diperbolehkannya Umat Islam untuk ikut serta dalam perayaan Natal adalah untuk menjaga hubungan baik antara sesama manusia, tanpa harus mencampur adukannya dengan urusan Aqidah. d. Dalam Hal Latar Belakang Setiap pengambilan fatwa tentu didasari pada latar belakang timbulnya suatu permasalahan yang mempertanyakan oleh seorang mustafti, oleh karenanya hal tersebut berpengaruh terhadap perbedaan keputusan hukum suatu fatwa yang diambil oleh para Ulama dalam permasalahan yang sama.38 Setidaknya terdapat satu kaidah dalam penemuan hukum Islam yang dapat menggambarkan perbedaan latar belakang ketiga fatwa ulama yang menjadi objek kajian penulisan ini:
تغير األحكام بتغير األزمنة واألمكنة Artinya: “Perubahan hukum didasarkan karena adanya pada perubahan zaman dan tempat” Kaidah tersebut tentu tergambar dalam perbedaan fatwa yang dikeluarkan oleh satu ulama dengan ulama lainnya dimana tempat dan waktu menjadi hal yang melatar belakangi perbedaan dalam pengambilan Fatwa.39 Namun demikian hal sama sekali tidak dapat dirubah adalalah terkait dengan akidah. Dalam ajaran Islam Nabi Isa merupakan Seorang Rosul yang tidak boleh lebih ditinnggikan derajatnya sebagai Anak Tuhan layaknya dalam paham Trinitas, seperti dalam firmanNYA: Q.S Al-Baqoroh(2): 285:
38
Abdul Wahab Khalaf, Al-Ijtihâd bi al-Ra’yi, (Mesir: Dâr al-Kitab al- Arabi, l960), h.95 Abdurrahman al-Jaziri, al-Fiqh ‘ala Madzahib al-Arba’ah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1986), Jilid IV, h.108 39
76
ِاللهِ َو َملَائِ َكتِ ِه وَكُ ُتبِ ِه َّ ن كُلٌّ َآ َمنَ ب َ َآ َمنَ الرَّسُولُ ِبمَا أُنْزِ َل ِإ َل ْي ِه ِمنْ ر َِّبهِ وَا ْلمُ ْؤمِنُو ك َ ْك ر ََّبنَا وَِإ َلي َ َغفْرَان ُ سمِعْنَا وََأطَعْنَا َ سلِ ِه َوقَالُوا ُ ُن َأحَدٍ مِنْ ر َ ْق بَي ُ َر ِّ س ِلهِ لَا ُنف ُ َُور (285 : 2 /ا ْلمَصِيرُ (البقرة Artinya: “Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasulNya. (Mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami taat". (Mereka berdoa): "Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali". Dalam ayat di atas menggambarkan bahwa Nabi Isa bukanlah Anak Tuhan namun hanya sebatas Rosul yang harus dipercayai layakya Rosul-Rosul laianya merupakan hal yang mutlaq tidak berubah dengan perbedaan zaman dan tempat. namun demikian perbedaan pendapat ulama dalam penelitian ini hanya didasari pada apakah ikut serta dalam perayaan Natal dalam dimensi Muamalah adalah hal yang halal atau haram untuk dilakukan. Di Indonesia misalnya fatwa MUI terkait perayaan Natal bersama didasari pada kejadian bertemunya waktu antara Hari Raya Natal dengan Hari Raya Idhul Fitri pada tahun 1983 dimana ketika itu Umat Muslim dan Umat Kristiani merayakan bersama kedua hari raya tersebut, bahkan di kota tertentu Umat Muslim ikut serta dalam merayakan Natal bersama dengan maksud untuk merayakan kelahiran Nabi Isa, namun demikian MUI juga tidak sampai melarang Umat Kristiani untuk merayakan Natal di tempat umum seperti fatwa yang dikeluarkan oleh Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi karena mengingat Indonesia adalah negara dengan penduduk yang majemuk terdiri dari ribuan suku, ras dan agama. Berbeda dengan perayaan Natal di mesir, dimana Kristen Koptik memiliki kedekatan tersendiri dengan Umat Muslim disana, sehingga banyak sekali Umat Muslim di Mesir yang memliki hubungan dan kerabat dekat dengan Umat Kristen Koptik di Negara Mesir. Latar belakang hubungan ini menjadi alasan fatwa yang
77
dikeluarkan oleh Ulama Lembaga Fatwa Mesir untuk tetap menjaga hubungan baik antara sesama. Bahkan Ulama Lembaga Fatwa Mesir dalam fatwanya membolehkan Umat Islam untuk ikut serta dalam perayaan Natal sebagai sarana dakwah Umat Islam untuk menyeru Umat Kristiani Koptik disana kepada Agama Islam. Namun tidak demikian yang terjadi di Negara Saudi Arabia sebagai negara yang terlahir sebagai negara Islam, yang tentunya keberadaan Arab Saudi sebagai Negara Islam menjadi alasan yang mendasar mengapa Ulama Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi sangat mengharamkan kepada Umat Islam untuk ikut serta dalam perayaan Natal, bahkan Ulama Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi juga mengharamkan kepada Umat Kristiani untuk merayakan Natal di tempat-tempat umum.
78
BAB V PENUTUP A.
Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan penelitian dalam skripsi ini, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut: 1.
Fatwa yang menjadi objek kajian ini sesungguhnya memiliki kesamaan
persepsi dalam hal menjaga hubungan baik dengan sesama. Dimana berhubungan dengan non-Muslim adalah hanya sebatas hubungan yang bersifat ta’ûruf (saling mengenal), saling tolong menolong, saling berbuat kebaikan dan berbuat adil. Hubungan tersebut akan menciptakan perdamaian, kebaikan dan interaksi yang harmonis dengan mereka. Dari sinilah Islam tidak membedakan antara orang muslim dengan kâfir dzimmi (orang yang hidup di tengah masyarakat Islam, dan mendapat perlindungan dari pemerintah Islam). Akan tetapi hubungan tersebut tidak dimaksudkan untuk mencampuradukan urusan akidah. 2.
Hukum merayakan Natal bagi Umat Muslim adalah haram apabila di
dalamnya terdapat kekufuran dan juga kemaksiatan serta dapat mengancam kerusakan Akidah dengan meyakini kepercayaan Trinitas dimana Nabi Isa dipercayai sebagai Anak Tuhan, dengan dalil sebagai berikut: a. QS. Al-Kafirun (109):1-6
ن مَا أَعْبُ ُد َولَا َأنَا َ ( َولَا أَنْتُمْ عَابِدُو٢)ن َ ( لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُو١)ن َ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُو ) ٦( ن ِ ي دِي َ ِ( لَكُمْ دِينُكُمْ َول٥)ُ( َولَا َأنْتُمْ عَابِدُونَ مَا َأعْبُد٤) ْعَابِدٌ مَا عَبَدْتُم (1-9: 109 /َ(ا ْلكَا ِفرُون 79
Artinya: “Katakanlah hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah pula menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku.” b.
QS.al-Baqarah (2): 42
(42 : 2 / ن (البقرة َ َق وََأنْتُمْ تَعْ َلمُو َّ َق بِالْبَاطِ ِل َوتَكْ ُتمُوا الْح َّ َولَا َتلْبِسُوا الْح Artinya: “Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu Mengetahuinya”.
3. Dalam penelitian ini peneliti mengambil sikap bahwa hukum ikut serta merayakan Natal adalah mubah yakni apabila terlepas dari kerusakan yang ditimbulkan akibat penyerupaan diri tersebut dan apabila diniatkan hanya untuk menjaga hubungan antar umat beragama, memenuhi undangan keluarga dan jabatan dan menghormati mereka dalam kaitan hubungan Muamalah. a. Q.S Al-Baqarah (2): 83:
اللهَ َوبِالْوَالِ َديْنِ ِإحْسَانًا وَذِي ا ْل ُقرْبَى َّ ن إِلَّا َ وَإِذْ َأخَذْنَا مِيثَاقَ َبنِي إِسْرَائِيلَ لَا تَعْبُدُو ُْم َتوََّليْتُم َّ الصلَا َة وَآَتُوا الزَّكَا َة ث َّ وَالْ َيتَامَى وَا ْلمَسَاكِينِ َوقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا وَأَقِيمُوا (83 : 2 /ن (البقرة َ إِلَّا َقلِيلًا مِنْكُ ْم وََأنْتُمْ مُعْرِضُو Artinnya:”Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling” b.
Q.S An-Nahl (16): 90 :
80
ن ا ْل َفحْشَاءِ وَا ْل ُمنْ َك ِر ِع َ ن وَإِيتَاءِ ذِي ا ْلقُرْبَى وَ َينْهَى ِ الل َه َي ْأمُ ُر بِالْعَدْلِ وَالْ ِإحْسَا َّ َّإِن (90 : 16 / ن (النّحل َ ي يَ ِعظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُو ِ ْوَالْبَغ Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran” 4.
Selanjutnya penulis menambahkan, bahwa Islam adalah agama yang indah
dan universal, mengatur seluruh umatnya dalam segala aspek kehidupannya, baik hubungan dengan Tuhan (vertikal) maupun hubungan dengan sesama manusia (horizontal). Semua aturan dari Allah yang ditujukan kepada manusia pasti untuk kebaikan manusia itu sendiri. B.
Saran Untuk kepentingan penelitian selanjutnya, maka peneliti menyarankan: Pertama, perilaku ikut serta merayakan Natal bahkan sudah banyak dipraktekan dikalangan masyarakat kecil, karena biasanya pada hari-hari besar akan ada pembagian bingkisan atau uang, yang bagi masyarakat kecil itu merupakan hal yang sangat membantu bagi kehidupan mereka. Kedua, juga diharapkan adanya penelitian tentang bagaimana kehidupan seorang muslim di tengah-tengah masyarakat non-muslim agar penelitian ini lebih sempurna dan hasilnya lebih maksimal. Ketiga, penulis menyarankan kepada berbagai elemen masyarakat, tokoh masyarakat, alim ulama, agar memantau dan memberikan kontribusinya kepada masyarakat dalam pemahaman agama, lebih dalam yaitu dalam hubungan antar umat beragama.
81
DAFTAR PUSTAKA Al-Qur’ân al-Karîm dan Terjemahannya.
Abdul Manaf, Mudjahid, Sejarah Agama- Agama, Jakarta: PT Raja Grafindo, 1994. Abu Zahrah, Muhammad, Ushul Fiqh, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008. Ad-Dimsyâqi Abu Fida, Isma’il bin Umar bin Katsîr, Tafsîr Ibnu Katsîr Beirut Lebanon: Dar al-Fikr, 1401 H. Al-Bukhari, Abu Abdillah, Shahih al-Bukhari, Beirut Libanon: Dar al-Kutub alIlmiyah, 1992. Al-Jaziri, Abdurrahman, al-Fiqh ‘ala Madzahib al-Arba’ah, Beirut: Dar al-Fikr, 1986. Al-Qurthubiy, Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar bin Farah al-Qurthubiy Abu Abdillah, Tafsîr al-Qurthubi, Kairo: Dar asy-Sya’bi, 1992. Aly Ash Shabuny, Mohammad, Pengantar Study Al-Qur’an, Bandung: PT. Alma’arif, 1996. Al-Zuhaily, Wabah, al-Washith fi Ushul al-Fiqh al-Islamy, Damaskus: Dar alKitab, 1997. Amrullah, Ahmad, Dakwah Islam dan Perubahan Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar 1996. Amstrong, W. Herbert dan Masyhud, Misteri Natal Sebuah Kritik dari Tokoh Kristen Internasional, Surabaya: Pustaka Da'i, 1994. Arifin, Miftahul, Ushul Fiqh Kaidah-Kaidah Penetapan Hukum Islam, Surabaya: Citra Media, 1997. Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006 Aritonang, Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005. Ath-Thabari Abu Ja’far, Muhammad bin Jarîr bin Yazîd bin Khâlid, Tafsîr athThabari, Beirut Lebanon: Dar al-Fikr, 1405 H. Aziz Dahlan, Abdul (Eds), Einsiklopedi Hukum Islam I, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2006 Bungin, Burhan, Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta: Prenada Media, 2005
82
Dahlan, Zaini, Perbandingan Agama, Jakarta: Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam 1982. _________, Al Masih dalam Al Qur'an, Jakarta: Gema Insani Press, 1995. _________, Mengungkap tentang Bibel versi Islam dan Kristen, Surabaya: Pustaka Da'I, 1993. _________, Siapa Pewaris Yesus Muhammad ataukah Rohul Kudus, Surabaya: Pustaka Da'i, 1995. Dawud, Abu, Sunan Abi Dawud, (Beirut: Dar al-Fikr, 1994) Effendi, A. Mansur, Perkembangan Dimensi Hak Asasi Manusia, Ghalia Indonesia: Jakarta, 2005 Galib Mattola, Muhammad, Ahl al-Kitab: Makna dan Cakupannya, Jakarta: Paramadina, 1998. H.A, Djazuli, dan Aen, Nurol, Ushul Fiqh Metodologi Hukum Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000. Handono, Irena, Perayaan Natal 25 Agustus Antara Dogma dan Toleransi, cet.IV, Jakarta: Bima Rodheta, 2004. Hasan, Riaz, Keragaman Iman Studi Komperatif Masyarakat Muslim, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006. Hasyim Kamali, Mohammad, Kebebasan Berpendapat Dalam Islam, Bandung: Mizan, 1996. Jamil, Ar Roddul, Yesus dalam Pandangan Al Ghazali, Surabaya: Pustaka Da'i, 1994. Kamal, Zainul, dkk. Fiqih Lintas Agama, Jakarta: Paramadina, 2004. Mubarok, Jaih, Metodologi Ijtihad Hukum Islam, (Yogyakarta: UII press, 2002), h.97 Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tengku, Pengantar Hukum Islam, Bandung: PT. Pustaka Rizki Putra, 2003. Munawir, Ahmad Warson, Al-Munawir Kamus Arab-Indonesia Yogyakarta: Pustaka Progressif 1984 Mushthafa Al- Maraghi, Ahmad, Terjemahan Tafsir Al-Maraghi, Semarang: PT Karya Thoha Putra, 1993. Nasir, M., Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985.
83
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Pedoman Penulisan Skiripsi, Jakarta: Pusat Peningkatan dan Jaminan Mutu Fakultas Syariah dan Hukum, 2012. Qaradhawi, Yusuf, Mauqif al-Islam al-‘Aqady min Kufr al-Yahud wa al-Nashara, Kairo: Maktabah Wahbiyah, 1999. ________________, Al-Fatwa bayn al-Indibat wa al-Tasayyub: Kaherah: Dar alSahwah, 1992 ________________,, Fatawa Mu’asarah, Jilid II, Kaherah: Dar al-Wafa’, 1993. Quraish Shihab, Muhammad, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian Alquran, Jakarta: Lentera Hati, 2002. Saleh, Nahdi, Bibel dalam Timbangan, Jakarta: Arista Brahmatysa, 1994. Sou'yb, Joesoef, Isa Al Masih Sudah Mati, Kajian Kritis Sekitar Nabi ha as. Berdasarkan Dalil Naqli, Aqli dan Historis, Jakarta: Al Husna Zikra, 1997. Sudarsono, Kamus Hukum, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1990. Sukandarrumidi, Metodologi Penelitian: Petunjuk Praktis Untuk Peneliti Pemula, Gadjah Mada University Press, 2006. Surachmat, Winarno, Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar, Metode dan Teknik, Bandung: Tarsito, 1990 Suryabrata, Sumadi, Metodologi Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000. Syafe’i, Rachmat, Al-Hadist Akidah, Akhlak, Sosial dah Hukum, Bandung: Pustaka Setia, 2003. Tahido Yanggo, Huzaemah, Pengantar Perbandingan Mazhab, Logos Wacana Ilmu: Jakarta, 1997. Taimiyyah, Ibnu, Iqtidha’ As Shirathil Mustaqim, Darul Ma’rifah, Beirut, 1995. Thohir, Ajid, Perkembangan Islam di Kawasan Dunia Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002. Umar, Mu’in, dkk. Ushul Fiqh, Jakarta: Departemen Agama RI, 1985. Wahab Khalllaf, Abdul, Al-Ijtihâd bi al-Ra’yi, Mesir: Dâr al-Kitab al- Arabi, l960. _____________, Abdul, Kaidah-kaidah Hukum Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996. Waluyo, Bambang, Penelitian Hukum dan Praktek, Jakarta: Sinar Grafika, 1996 Yasni, Z, Bung Hatta Menjawab, Cetakan ketiga, Gunung Agung, Jakarta, 1978 84
LAMPIRAN A. Fatwa Majlis Ulama Indonesia Tentang Merayaan Natal Bersama KEPUTUSAN KOMISI FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA TENTANG PERAYAAN NATAL BERSAMA DAN PENGUCAPANNYA Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia, setelah: Memperhatikan: 1. Perayaan Natal bersama pada akhir-akhir ini disalah artikan oleh sebagian ummat Islam dan disangka dengan ummat Islam merayakan Maulid Nabi Besar Muhammad SAW. 2. Karena salah pengertian tersebut ada sebagian orang Islam yang ikut dalam perayaan Natal dan duduk dalam kepanitiaan Natal. 3. Perayaan Natal bagi orang-orang Kristen adalah merupakan ibadah. Menimbang: 1. Ummat Islam perlu mendapat petunjuk yang jelas tentang Perayaan Natal Bersama. 2. Ummat Islam agar tidak mencampur adukkan aqiqah dan ibadahnya dengan aqiqah dan ibadah agama lain. 3. Ummat Islam harus berusaha untuk menambah Iman dan Taqwanya kepada Allah SWT. 4. Tanpa mengurangi usaha ummat Islam dalam Kerukunan Antar Ummat Beragama di Indonesia. Meneliti kembali: Ajaran-ajaran agama Islam, antara lain: 1. Bahwa ummat Islam diperbolehkan untuk bekerja sama dan bergaul dengan ummat agama-agama lain dalam masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah keduniaan, berdasarkan atas: Al Qur’an surat Al-Hujurat ayat 13:
شعُوبٖا ُ َٰٓ َٰٓكُم ََٰٓن جعَل َ ََٰٓ و َٰٓكُم مِّن َذكَرٖ وَأُنثَى ََٰٓن َٰٓأ َُّيهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَق َي ٌٱللهَ عَلِيم َّ ََّٰٓ إِن َٰٓكُم َٰٓقَى ٱللهِ أَت َّ ََٰٓ عِند َٰٓ َر َمكُم َٰٓ إِنَّ أَك َْٰٓا َٰٓئِلَ لِ َتعَا َرفُو َوقَبَا ١١ ٖخَبِير Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
85
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” (QS. al-Hujarat[49]: 13) Al Qur’an surat Luqman ayat 15:
َٰٓمٖ فَلَا َٰٓسَ َلكَ ِبهَِٰٓ عِل َٰٓ ِركَ بِي مَا لَي َٰٓ أَن تُش َٰٓهَدَاكَ عَلَى َوَإِن ج َٰٓ سَبِيلَ مَن َٰٓ َٰٓ َوٱتَّبِع َٰٓرُوفٖا َٰٓيَا مَع َٰٓ ُهمَا فِي ٱلدُّن َٰٓ وَصَاحِب َٰٓ ُهمَا ُتطِع ١٥ ََٰٓمَلُون َٰٓ تَع َٰٓ َفأُنَبِّ ُئكُم ِبمَا كُنتُم ج ُعكُم ِ َٰٓ َٰٓ ثُمَّ إِلَيَّ مَر َّأَنَابَ إِلَي Artinya: “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepadaKulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan” (QS. Luqman [31] : 15) Al Qur’an surat Mumtahanah ayat 8:
ََٰٰٓٓ فِي ٱلدِّينِ وَل َم َٰٓتِلُوكُم ََٰٓ يُق ٱللهُ عَنِ ٱلَّذِينَ لَم َّ َُٰٓكُم َٰٓهَى لَّا يَن ُّٱللهَ يُحِب َّ ََّٰٓ إِن َٰٓهِم َٰٓاْ إِلَي سطُو ِ َٰٓ َٰٓ وَتُق َٰٓ أَن تَبَرُّوهُم َٰٓ ِركُم ََٰٓرِجُوكُم مِّن دِي يُخ ٨ َسطِين ِ َٰٓ َٰٓمُق ٱل Artinya: “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil”(QS. Mumtahanah [99] : 8)
2. Bahwa ummat Islam tidak boleh mencampuradukkan aqiqah dan peribadatan agamanya dengan aqiqah dan peribadatan agama lain berdasarkan : Al Qur’an surat Al-Kafirun ayat 1-6:
َٰٓ َٰٓبِدُونَ مَا ََٰٓ ع َٰٓ أَنتُم وَلَا٢ ََٰٓبُدُون َٰٓبُدُ مَا تَع َٰٓ أَع لَا١ ََٰٓ ِفرُون ََٰٓك َٰٓأ َُّيهَا ٱل ََٰٓ ي قُل ٥ َُٰٓبُد َٰٓ أَع َٰٓبِدُونَ مَا ََٰٓ ع َٰٓ أَنتُم وَلَا٤ َٰٓ َٰٓ عَابِدٖ مَّا عَبَدتُّم َٰٓ أَنَا وَلَا١ َُٰٓبُد أَع ٦ َِٰٓ وَِليَ دِين َٰٓ دِي ُنكُم َلكُم
86
Artinya: “Katakanlah hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah pula menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku.” (QS. Al-Kafirun [109] : 1-6) Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 42:
٤٢ َََٰٓلمُون َٰٓ تَع َق وَأَنتُم َّ َٰٓح َٰٓتُمُواْ ٱل َٰٓطِلِ وَتَك ََٰٓب َٰٓحَقَّ بِٱل َٰٓبِسُواْ ٱل وَلَا تَل Artinya: “Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu Mengetahuinya”. (QS.al-Baqarah[2]: 42)
3. Bahwa ummat Islam harus mengakui kenabian dan kerasulan Isa Al Masih bin Maryam sebagaimana pengakuan mereka kepada para Nabi dan Rasul yang lain, berdasarkan atas: Al Qur’an surat Maryam ayat 30-32:
١٣ جعَلَنِي نَ ِبيّٖا َ ََٰٓبَ و ََٰٓكِت َٰٓ ِنيَ ٱل َٰٓدُ ٱللَّهِ ءَاتَى قَالَ إِنِّي عَب َٰٓةِ مَا َٱلزكَو َّ َٰٓةِ و َٰٓنِي بِٱلصَّلَو ََٰٓص َٰٓنَ مَا كُنتُ وَأَو جعَلَنِي مُبَا َركًا أَي َ َو ١٢ َٰٓنِي جَبَّارٖا شَ ِقيّٖا َٰٓعَل َٰٓ يَج َٰٓلِدَتِي وَلَم ََٰٓا بِو َّ وَبَر١١ حيّٖا َ َُٰٓت دُم Artinya: “Berkata Isa: Sesungguhnya aku ini hamba Allah. Dia memberiku Al Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi. Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkahi di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku mendirikan shalat dan menunaikan zakat selama aku hidup. (Dan Dia memerintahkan aku) berbakti kepada ibumu (Maryam) dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka.” (QS. Maryam [19]: 30-32) Al Qur’an surat Al Maidah ayat 75:
ُ َُِٰٓلهِ ٱلرُّس ل َٰٓ مِن قَب َد خَلَت ََٰٰٓٓيَمَ إِلَّا رَسُولٖ ق َٰٓنُ مَر َٰٓمَسِيحُ ٱب مَّا ٱل َُٰٓفَ نُبَيِّنُ َلهُم َٰٓ كَي َٰٓ ٱنظُر َٱلطعَام َّ َِٰٓكُلَان ٖ كَانَا يَأ َُٰٓمهَُٰٓ صِدِّيقَة ُّ وَأ ٥٥ ََٰٓ َفكُون َٰٓ يُؤ َٰٓ أَنَّى َٰٓتِ ثُمَّ ٱنظُر ََٰٓي َٰٓأ ٱل Artinya: “Al Masih putera Maryam itu hanyalah seorang Rosul yang sesungguhnya telah lahir sebelumnya beberapa Rosul dan 87
ibunya seorang yang sangat benar. Kedua-duanya biasa memakan makanan (sebagai manusia). Perhatikanlah bagaimana Kami menjelaskan kepada mereka (ahli Kitab) tanda-tanda kekuasaan (Kami), kemudian perhatikanlah bagaimana mereka berpaling (dari memperhatikan ayat-ayat Kami itu).” (QS. Al-Maidah[5] : 75) Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 285 :
َ ََٰٓ كُلٌّ ءَام ن ََٰٓمِنُون َٰٓمُؤ َٰٓهِ مِن ر َِّّبهَِٰٓ وَٱل َٰٓ أُنزِلَ إِلَي ءَامَنَ ٱلرَّسُولُ ِبمَا َٰٓنَ أَحَدٖ مِّن َرقُ بَي ِّ َٰٓئِكَ ِتهَِٰٓ وَكُتُ ِبهَِٰٓ َورُسُِلهَِٰٓ لَا نُف َِٱللهِ َومَل َّ ب َُٰٓمَصِير َٰٓكَ ٱل َٰٓرَا َنكَ رَبَّنَا وَإِلَي َٰٓ غُف َٰٓنَا َٰٓنَا وََأطَع سمِع َ ْرُّسُِلهَِٰٓ َوقَالُوا ٢٨٥ Artinya: “Rasul (Muhammad telah beriman kepada Al Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orangorang yang beriman) semuanya beriman kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya dan Rasul-Nya. (Mereka mengatakan) : Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang pun (dengan yang lain) dari Rasul-rasulnya dan mereka mengatakan : Kami dengar dan kami taat. (Mereka berdoa) Ampunilah Ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali.” 4. Bahwa barangsiapa berkeyakinan bahwa Tuhan itu lebih daripada satu, Tuhan itu mempunyai anak Isa Al Masih itu anaknya, bahwa orang itu kafir dan musyrik, berdasarkan atas: Bahwa Allah pada hari kiamat nanti akan menanyakan Isa, apakan dia pada waktu di dunia menyuruh kaumnya, agar mereka mengakui Isa dan Ibunya (Maryam) sebagai Tuhan. Isa menjawab “Tidak” : Hal itu berdasarkan atas : Al Qur’an surat Al Maidah ayat 72 :
َ َٰٓ َوقَا ل ََٰٓيَم َٰٓنُ مَر َٰٓمَسِيحُ ٱب ٱللهَ هُوَ ٱل َّ ََّٰٓاْ إِن َٰٓ كَ َفرَ ٱلَّذِينَ قَالُو لَقَد َٰٓ إ َِّنهَُٰٓ مَن ٱللهَ رَبِّي َور ََّبكُم َّ َْٰٓبُدُوا َٰٓءِيلَ ٱع ََٰٓر َٰٓ إِس َٰٓبَنِي ََٰٓمَسِيحُ ي ٱل َٰٓ وَمَا َُٰٓهُ ٱلنَّار َٰٓوَى َٰٓج ََّنةَ َومَأ َٰٓهِ ٱل ٱللهُ عَلَي َّ ََٰٓ حَرَّم َٰٓ بِٱللَّهِ فَقَد َٰٓرِك يُش ٥٢ َٰٖٓ أَنصَار َِٰٓلمِينَ مِن َّلِلظ Artinya: “Sesungguhnya telah kafir orang-orang yang berkata: Sesungguhnya Allah itu ialah Al Masih putera Maryam. Padahal Al Masih sendiri berkata: Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti
88
Allah mengharamkan kepadanya surga dan tempatnya ialah neraka, tidak adalah bagi orang zhalim itu seorang penolong pun.” (QS. al-Maidah [5] : 72) Al Qur’an surat Al Maidah ayat 73:
َٰٖٓه ََٰٓ إِل َٰٓ ٍه إِلَّا ََٰٓ إِل َٰٓ َومَا مِن َٰٖٓ َثة َٱللهَ ثَالِثُ ثَل َّ ََّٰٓاْ إِن َٰٓ كَ َفرَ ٱلَّذِينَ قَالُو لَّقَد َٰٓهُم َٰٓ َٰٓ يَن َتهُواْ عَمَّا يَقُولُونَ لَ َيمَسَّنَّ ٱلَّذِينَ كَ َفرُواْ مِن ٖ وَإِن لَّم ََٰٰٓٓحِد َو ٥١ ٌعَذَابٌ أَلِيم Artinya: “Sesungguhnya kafir orang-orang yang mengatakan: Bahwa Allah itu adalah salah satu dari yang tiga (Tuhan itu ada tiga), padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain Tuhan yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu pasti orang-orang kafir itu akan disentuh siksaan yang pedih.” (QS. al-Maidah [5]: 73) Al Qur’an surat At Taubah ayat 30:
ُ َٰٓمَسِي ح َٰٓرَى ٱل َٱللهِ َوقَالَتِ ٱلنَّص َّ َُٰٓن َٰٓرٌ ٱب عزَي ُ َُٰٓ َيهُود َوقَالَتِ ٱل َٰٓلَ ٱلَّذِينَ كَ َفرُواْ مِن َٰٓهُونَ قَو ِ َٰٓ ََٰٓ يُض َٰٓ ِههِم ََٰٓو َُٰٓلهُم ِبأَف َِٰٓلكَ قَو ََٰٓ ذ ِٱلله َّ َُٰٓن ٱب ١٣ ََٰٓ َفكُون َٰٓ يُؤ َٰٓ أَنَّى ُٱلله َّ َُٰٓتََلهُم ََٰٓ ق َُٰٓل قَب Artinya “Orang-orang Yahudi berkata Uzair itu anak Allah, dan orangorang Nasrani berkata Al Masih itu anak Allah. Demikianlah itulah ucapan dengan mulut mereka, mereka meniru ucapan/perkataan orang-orang kafir yang terdahulu, dilaknati Allah-lah mereka bagaimana mereka sampai berpaling.” 5. Bahwa Allah pada hari kiamat nanti akan menanyakan Isa, apakah dia pada waktu di dunia menyuruh kaumnya, agar mereka mengakui Isa dan ibunya (Maryam) sebagai Tuhan. Isa menjawab “tidak” : Hal itu berdasarkan atas : Al Qur’an surat Al Maidah ayat 116-118:
َٰٓتَ لِلنَّاسِ ٱتَّخِذُونِي َٰٓيَمَ ءَأَنتَ قُل َٰٓنَ مَر َٰٓعِيسَى ٱب َٱللهُ ي َّ ََٰٓ قَال وَإِذ َٰٓ َأقُولَ مَا َٰٓ أَن َٰٓنَكَ مَا َيكُونُ لِي ََٰٓح َٰٓ قَالَ سُب ِٱلله َّ َِٰٓنِ مِن دُون َٰٓهَي َُميَ إِل ِّ وَأ َٰٓسِي وَلَا َٰٓ ََٰٓلمُ مَا فِي نَف َٰٓ َتهَُٰٓ تَع َٰٓ عَلِم َٰٓ ُتهَُٰٓ فَقَد َٰٓ إِن كُنتُ قُل َٰٓسَ لِي بِحَق لَي َٰٓ إِلَّا مَا َٰٓ َٰٓتُ َلهُم مَا قُل١١٦ َِٰٓغُيُوب َٰٓمُ ٱل ََّٰٓ إ َِّنكَ أَنتَ عَل َسك ِ َٰٓ َٰٓلَمُ مَا فِي نَف أَع 89
شهِيدٖا َ َٰٓ َٰٓهِم َٰٓ َوكُنتُ عَلَي ٱللهَ رَبِّي َور ََّبكُم َّ َْٰٓبُدُوا َٰٓتَنِي ِبهَِٰٓ أَنِ ٱع َأمَر َٰٓ وَأَنتَ عَلَى َٰٓ َٰٓهِم ٱلرقِيبَ عَلَي َّ ََٰٓتَنِي كُنتَ أَنت َٰٓ فَلَمَّا تَوَفَّي َٰٓتُ فِيهِم مَّا دُم َٰٓ َلهُم َٰٓ َٰٓفِر َٰٓ وَإِن تَغ ََٰٓ عِبَا ُدك َٰٓ َفإ َِّنهُم َٰٓهُم إِن ُتعَذِّب١١٥ ٌشهِيد َ َٰٖٓء كُلِّ شَي ١١٨ ُحكِيم َ َٰٓ َٰٓ َعزِيزُ ٱل َفإ َِّنكَ أَنتَ ٱل Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: Hai Isa putera Maryam adakah kamu mengatakan kepada manusia (kaummu): Jadikanlah aku dan ibuku dua orang Tuhan selain Allah, Isa menjawab : Maha Suci Engkau (Allah), tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakannya tentu Engkau telah mengetahuinya, Engkau mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang ghaib. Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang engkau perintahkan kepadaku (mengatakannya), yaitu : sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu dan aku menjadi saksi terhadapa mereka selama aku berada di antara mereka. Tetapi setelah Engkau wafatkan aku, Engkau sendirilah yang menjadi pengawas mereka. Engkaulah pengawas dan saksi atas segala sesuatu. Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu dan Jika Engkau mengampunkan mereka, maka sesungguhnya Engkau Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. at-Taubah [9] : 30) 6. Islam mengajarkan Bahwa Allah SWT itu hanya satu, berdasarkan atas Al Qur’an surat Al Ikhlas :
وَلَم١ َٰٓ َٰٓ َٰٓ يُولَد َٰٓ وَلَم َٰٓ يَلِد لَم٢ ُٱلصمَد َّ ُٱلله َّ ١ ٌٱللهُ أَحَد َّ ََٰٓ هُو قُل ٤ َٰٓ َُيكُن َّلهَُٰٓ كُفُوًا أَحَد Artinya: “Katakanlah: Dia Allah yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang segala sesuatu bergantung kepada-Nya. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada seorang pun / sesuatu pun yang setara dengan Dia.” (QS. al-Ikhlas [112]: 1-4)
7. Islam mengajarkan kepada ummatnya untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang syubhat dan dari larangan Allah SWT serta untuk mendahulukan menolak kerusakan daripada menarik kemaslahatan, berdasarkan atas :
90
a. Hadits Nabi dari Nu’man bin Basyir :
ِنَ َكثِي ٌر مِنَ النَّاسِ َف َمن ّ ُن َوبَيْ َن ُهمَا مُشْ َت ِبهَاتٌ الَ َي ْعلَ ُمه ٌ حرَامَ َب ِّي َ ْنَ ال ّ ِل بَّيِنٌ َوإ َ ال َح َ ْنَ ال ّ ِإ حرَا ِم َ ْت وَقَعَ فِى ال ِ ش ُبهَا ُّ عرْضِهِ وَمَنْ َوقَ َع فِى ال ِ ت اسْتَ ْب َرأَ لِدِي ِنهِ َو ِ ش ُبهَا ُّ ا َتّقَى ال َن ّ حمًى َأالَ وَِإ ِ ٍلِ َمِلك ّ ن ِل ُك َّ ِال وَإ َ َشكُ أَنْ َيرْتَعَ فِيهِ أ ِ كَال َرّاعِى َيرْعَى حَ ْولَ الْحِمَى يُو (حمَى الَلّ ِه َمحَا ِرمُهُ )متفق عليه ِ
Artinya: “Sesungguhnya apa apa yang halal itu telah jelas dan apa apa yang haram itu pun telah jelas, akan tetapi diantara keduanya itu banyak yang syubhat (seperti halal, seperti haram) kebanyakan orang tidak mengetahui yang syubhat itu. Barang siapa memelihara diri dari yang syubhat itu, maka bersihlah agamanya dan kehormatannya, tetapi barang siapa jatuh pada yang syubhat maka berarti ia telah jatuh kepada yang haram, semacam orang yang mengembalakan binatang makan di daerah larangan itu. Ketahuilah bahwa setiap raja mempunyai larangan dan ketahuilah bahwa larangan Allah ialah apa-apa yang diharamkan-Nya (oleh karena itu hanya haram jangan didekati).” b. Kaidah Ushul Fiqih
ِب ا ْلمَصَا ِلح ِ ْجل َ علَى َ َد ْر ُء ا ْلمَفَا سِ ِد مَقَّدَ ُم Artinya “Menolak kerusakan-kerusakan itu didahulukan daripada menarik kemaslahatan-kemaslahatan (jika tidak demikian sangat mungkin mafasidnya yang diperoleh, sedangkan masholihnya tidak dihasilkan).”
MEMUTUSKAN, Memfatwakan: 1. Perayaan Natal di Indonesia meskipun tujuannya merayakan dan menghormati Nabi Isa AS, akan tetapi Natal itu tidak dapat dipisahkan dari soal-soal yang diterangkan diatas. 2. Mengikuti upacara Natal bersama bagi ummat Islam hukumnya haram. 3. Agar ummat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah SWT dianjurkan untuk tidak mengikuti kegiatan-kegiatan Natal. 91
Jakarta, 1 Jumadil Awal 1401 H/7 Maret 1981 KOMISI FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Ketua
Sekretaris
(K.H. M. SYUKRI GHOZALI)
(Drs. H. MAS’UDI)
B. Fatwa Ulama Darul Ifta Mesir Tentang Perayaan Natal 1.
Fatwa Membawa Hadiah kepada Non-Muslim di Hari Raya Natal Pertanyaan Mustafti: Bolehkah saya membawa hadiah untuk teman saya NonMuslim disaat Hari Raya Natal?? Saat ini saya bekerja di Kanada. Rekan-rekan saya membawa hadiah kecil untuk saya dan suami saya di waktu Natal tahun lalu. Saya hanya ingin tahu; bolehkah saya membawa hadiah kecil untuk mereka di Hari Raya Natal tahun Ini. Mereka tahu bahwa kita tidak merayakan Hari Raya Natal dan Kita sudah merayakan Hari Raya Kita . Saya berpikir bahwa kita harus membawa sesuatu hadiah untuk mereka untuk mengapresisai dan membalas budi atas hadiah yang mereka berikan tahun lalu. Saya tidak yakin apakah ini akan dilarang atau tidak. Terima kasih banyak Jawaban Mufti: Pada hakikatnya tidak ada larangan dalam syariat islam (Hukum Islam). Bahkan hal tersebut merupakan suatu moral dan sikap yang baik. Bahkan kita diperbolehkan untuk mengucapkan selamat kepada Non-Muslim di Hari Raya Agama mereka, namun tidak menggunakan kata-kata yang tidak bertentangan dan merusak akidah Islam. Memelihara ikatan silaturahmi, memberi hadiah, mengunjungi rumahnya dan memberi selamat non-Muslim adalah merupakan prilaku yang baik, Allah SWAT memerintahkan kita untuk berbicara dengan kata-kata yang baik kepada semua orang tanpa terkecuali dengan Non-Muslim. Allah Berfirman:
ِ َٰٓ ن َٰٓلِدَي ََٰٓو ٱللهَ وَبِٱل َّ َٰٓبُدُونَ إِلَّا َٰٓءِيلَ لَا تَع ََٰٓر َٰٓ إِس َٰٓقَ بَنِي ََٰٓنَا مِيث َٰٓ أَخَذ وَإِذ َِٰٓكِينِ َوقُولُواْ لِلنَّاس ََٰٓمَس َٰٓ وَٱل َٰٓمَى ََٰٓيَت َٰٓ وَٱل َٰٓبَى َٰٓقُر َٰٓسَانٖا وَذِي ٱل إِح 92
َٰٓ إِلَّا قَلِيلٖا َٰٓتُم َٰٓةَ ثُمَّ تَوَلَّي ٱلزكَو َّ َْٰٓةَ وَءَاتُوا َٰٓنٖا وََأقِيمُواْ ٱلصَّلَو حُس ٨١ ََٰٓرِضُون َٰٓ وَأَنتُم مُّع مِّنكُم Artinnya: ”Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling” (Q.SAl-Baqarah, 83) Allah juga memerintahkan kita untuk selalu berbuat baik kepada orang lain, dengan firmanNYA:
ََٰٰٓٓب َى َٰٓقُر َٰٓ ذِي ٱل َِٰٓي َٰٓنِ وَإِيتَا ََٰٓس َٰٓإِح َٰٓلِ وَٱل َٰٓعَد َٰٓ ُمرُ بِٱل ٱللهَ يَأ َّ ََّٰٓإِن َٰٓ َلعََّلكُم َٰٓ ظكُم ُ يِ َي ِع ََٰٰٓٓ َٰٓبَغ َٰٓمُن َكرِ وَٱل َٰٓءِ وَٱل َٰٓشَا َٰٓفَح َٰٓ عَنِ ٱل َٰٓهَى وَيَن ٠٣ ََكرُون َّ تَذ Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran” (Q.S An-Nahl, 90) Allah tidak melarang kita untuk menjaga hubungan baik dengan non-Muslim, bertukar hadiah atau atau perbuatan-perbuatan baik lainya. Allah SWT berfirman:
ََٰٰٓٓ فِي ٱلدِّينِ وَل َم َٰٓتِلُوكُم ََٰٓ يُق ٱللهُ عَنِ ٱلَّذِينَ لَم َّ َُٰٓكُم َٰٓهَى لَّا يَن ََٰٓ إِنَّ ٱللَّه َٰٓهِم َٰٓاْ إِلَي سطُو ِ َٰٓ َٰٓ وَتُق َٰٓ أَن تَبَرُّوهُم َٰٓ ِركُم ََٰٓرِجُوكُم مِّن دِي يُخ ٨ َسطِين ِ َٰٓ َٰٓمُق يُحِبُّ ٱل Artinya: “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil” (Q.S Al-Mumtahana, 8)
Nabi Muhammad SAW juga pernah menerima hadiah dari keluarganya yang Non-Muslim. Hal tersebut seperti yang diriwayatkan memalui hadist mutawatir yang tentang perilaku nabi “bahwa Nabi Mahammad SAW menerima hadiah dari Non-Muslim. Ia menerima hadiah dari AlMuqawqis, penguasa besar Koptik Mesir. Ali bin Abu Thalib melaporkan bahwa Chosroes, Caesar, dan raja-raja lainnya dikirim
93
hadiah kepada Nabi (saw) dan ia menerima mereka” [Direkam oleh Ahmed di Musnad dan At-Tirmidzi dalam Sunan-nya). Para Ulama Muslim memahami dari hadist tersebut bahwa terdapat kebolehan bahkan anjuran untuk menerima hadiah dari Non-Muslim karena hal tersebut merupakan perilaku yang bijak. Hal ini juga tergambar dalam hadist Nabi Muhammad SAW: Nabi Muhammad SAW pernah menawarkan hadiah kepada Non-Muslim Menyebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW menawarkan hadiah kepada non-Muslim, Al-Sarkhasi mengatakan, "Menawarkan hadiah untuk orang lain adalah dari kalangan moral yang baik sesuai kata-kata Nabi (saw)," Aku diutus untuk membangun sikap yang baik." Oleh karena itu, ulama memahami bahwa bertukar hadiah dianjurkan antara Muslim dan non-Muslim. (Syarh Al-Siyar Al-Kabir, vol. 1, hal. 96). Dalam Al-Fatawa Al-Hindiya, disebutkan bahwa Mohammed Ibn Al-Hassan berkata, "Tidak ada salahnya mengunjungi dan mendatangi Ahl Al-dzimmah (non-Muslim hidup berdampingan secara damai dengan Muslim) bahkan jika mereka hanya kenalan. Demikian juga, tidak ada salahnya seorang Muslim mengunjungi nonMuslim apakah mereka dekat atau hidup berdampingan dalam damai." (Al-Fatawa Al-Hindiya, vol. 5, p. 347). Dalam Fath Al-Ali Al-Malik (vol. 2, p. 349), Sheikh 'Ilish ditanya apakah ucapan selamat kepada non-Muslim dianggap murtad. Dia menjawab, "Mengucapkan selamat non-Muslim dengan berharap dia hidup panjang tidak dianggap murtad karena tidak berarti memuja atau mengakui apa yang ia percaya." Memutskan: Melalui ayat-ayat mulia yang disebutkan di atas, hadis, dan opini ilmiah, jelas bahwa tidak ada keraguan bahwa mempertahankan hubungan baik dengan non-Muslim dengan bertukar kunjungan, menawarkan belasungkawa dan dan berbuat baik, bertukar hadiah dan sejenisnya dari merupakan perbuatan yang baik. Ini dianggap salah satu cara menuju seruan agama Allah melalui perilaku yang mulia.
2.
Fatwa Merayakan Natal dengan Keluarga Non-Muslim Pertanyaan Mustafti:
94
Dapatkah saya menghabiskan waktu Natal dengan ibu non muslim saya ? Saya dan kakak saya berada dalam situasi yang sulit dan kami sangat membutuhkan konsultasi dan pendapat terhormat dari anda dalam permasalahan yang saya hadapi. Maka dengan senang hati anda dapat membatu kami. Saya merasa sangat tertekan karena saya tidak ingin meninggalkan ibu saya sendiri (dia tidak memiliki keluarganya di sini untuk menghabiskan Natal dengannya) dan dia mengundang saya dan saudara saya yang lain untuk menghabiskan hari natal dengan dia, saya tahu dia ingin berkumpul dengan kami. Dia menhormati kami dan melayani kami hanya dengan daging halal ketika kami mengunjunginya untuk makan malam dan dia menyambut kami di hari raya kami. Sejak orang tua saya bercerai, dia telah meninggalkan Islam, semoga Allah membimbingnya ke jalan yang benar lagi, dan niat saya bukan untuk merayakan melainkan niat saya adalah untuk menjaga ikatan silaturami dengan ibu saya dan saya ingin melembutkan hatinya terhadap Islam dengan menunjukkan bahwa saya tidak menyerah terhadapnya dan menunjukan adab yg baik sebagai muslim insya Allah. Mungkin dengan demikian dapat membuka kembali hatinya untuk kembali masuk Islam. Dan di sisi lain, muslim yang menjadi bagian dari keluarga mereka yang non-Muslim harus berurusan dengan banyak pendapat dan melarang kami mengunjungi keluarga kami disaat Hari Raya Natal, beberapa bahkan pergi sejauh mungkin dan mengatakan itu syirik dan tindakan itu seperti meninggalkan Islam. Semoga Allah menjaga kita dari hal seperti itu! Allah SWT tahu niat kita yang insya Allah adalah murni dan bebas dari apa yang mereka tuduhkan untuk kami. Apa pendapat Anda dalam permasalahan yang saya dan kakak saya hadapi? Beberapa hari tersisa sekarang dan tolong, kita benar-benar membutuhkan saran Anda. Semoga Allah memberi pahala atas bantuan anda! Jazakum Allahu khayran Saya benar-benar ingin mengucapkan terima kasih atas semangat anda untuk mengetahui pendapat agama tentang masalah menghabiskan waktu dengan ibumu selama Natal dan saya mengagumi kebaikan Anda dalam menjaga hubungan dengan ibu Anda dan keinginan Anda untuk menunjukkan contoh yang sangat baik tentang Islam itu seperti apa. Jawaban Mufti: Saya terkejut dengan pendapat yang tidak mendasar dari beberapa sarjana yang mengklaim menghabiskan waktu dengan seseorang keluarga non muslim selama Natal dan sejenisnya itu sama
95
dengan syirik atau kemusyrikan! Pendapat ini agak menyimpang dari ajaran dasar Islam yang sebenarnya baik secara tertulis dan spirit. Islam adalah agama rahmat dan itu mencakup semua nilai yang tertanam dalam manusia terlepas dari perbedaan agama mereka, perbedaan budaya dan latar belakang etnis dan bahkan juga meliputi tanaman dan hewan bersama dengan benda mati juga. Dengan kata lain, konsep kemurahan dalam Islam sehingga keagungan tercakup pada seluruh alam semesta, apakah rahmat itu tidak termasuk bagi ibumu juga? Fakta dalam Al-Qur’an tidak hanya memberikan kesempatan kepada seorang muslim untuk berhubungan baik dengan Non-Muslim tetapi juga Al-Qur’an mejadikan hal tersebut menjadi persolan yang wajib dilaksanakan. Sesuai dengan FirmanNYA:
َٰٖٓن َٰٓ وَه َٰٓنًا عَلَى ُمهَُٰٓ وَه ُّ َٰٓهُ أ حمَلَت َ َِٰٓه َٰٓلِدَي ََٰٓنَ بِو ََٰٓإِنس َٰٓنَا ٱل وَوَصَّي ١٤ َُٰٓمَصِير َٰٓكَ إِلَيَّ ٱل َٰٓلِدَي ََٰٓ لِي وَلِو َٰٓكُر َٰٓنِ أَنِ ٱش َُٰٓلهَُٰٓ فِي عَامَي ََوفِص Artinya: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu”
َٰٓمٖ فَلَا َٰٓسَ َلكَ ِبهَِٰٓ عِل َٰٓرِكَ بِي مَا لَي َٰٓ أَن تُش َٰٓهَدَاكَ عَلَى َوَإِن ج ََٰٓ أَنَاب َٰٓ سَبِيلَ مَن َٰٓ َوٱتَّبِع َٰٓرُوفٖا َٰٓيَا مَع َٰٓ ُهمَا فِي ٱلدُّن َٰٓ وَصَاحِب َٰٓ ُهمَا ُتطِع ١٥ ََٰٓمَلُون َٰٓ تَع َٰٓ فَأُنَبِّ ُئكُم ِبمَا كُنتُم ج ُعكُم ِ َٰٓ َٰٓ ثُمَّ إِلَيَّ مَر َّإِلَي Artinya: “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepadaKulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan” Dalam ayat yang mulia tersebut, Allah memerintahkan kepada kita untuk menjaga hubungan baik dengan keluarga kita bahkan disaat mereka berusaha untuk mengarahkan kita untuk masuk kepada agama yang mereka yakini dengan tetap memberikan perlakuan baik kepada kita maka kita tunjukan rasa hormat kita atas agama yang kita pilih dengan lebih berbuat baik dari mereka untuk memberikan gambaran 96
yang sesunnguhnya kepada mereka bahwa Islam adalah agama yang sempurna? Muslim menunjukkan kasih mengucapkan untuk ciptaan Tuhan secara umum sebagai tanda hormat kepada Allah dan Islam menempatkan betapa pentingnya terhadap konsep moral yang tinggi untuk berhubungan baik dengan ciptaan Allah dengan tetap menjaga batasan Iman dan Keyakinan. Nabi Muhammad SAW bersabda "Yang terdekat dari Anda untuk saya di hari kiamat adalah orang-orang yang memiliki moral tertinggi". Oleh karena itu kita diperintahkan untuk menunjukkan kebaikan kepada orang-orang terlepas dan memperlakukan mereka dengan belas kasihan dan cinta dan untuk menahan diri dari diskriminasi terhadap mereka berdasarkan pilihan agama mereka, latar belakang budaya atau sejenisnya. Tidak ada halangan hukum untuk berpartisipasi dalam merayakan kelahiran Yesus SAW. Islam adalah sistem terbuka dan pengikutnya percaya, menghargai dan menghormati semua nabi dan rasul, dan memperlakukan para pengikut agama-agama lain dengan kebaikan sesuai dengan firman Allah Yang Mahakuasa:
َٰٓسَنُ إِلَّا ٱلَّذِينَ ظََلمُو ْا َٰٓبِ إِلَّا بِٱلَّتِي ِهيَ أَح ََٰٓكِت َٰٓلَ ٱل َٰٓاْ أَه َٰٓدِلُو ََٰٓوَلَا تُج َٰٓهُكُم َٰٓ ََٰٓهُنَا وَإِل ََٰٓ وَإِل َٰٓكُم َٰٓنَا وَأُنزِلَ إِلَي َٰٓ أُنزِلَ إِلَي َٰٓاْ ءَامَنَّا بِٱلَّذِي َٰٓ َوقُولُو َٰٓهُم مِن ٤٦ ََِٰٓلمُون َٰٓنُ َلهَُٰٓ مُس َٰٓوَحِدٖ وَنَح Artinya: “Dan janganlah kamu berdebat denganAhli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka, dan katakanlah: "Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan kami hanya kepada-Nya berserah diri” Tidak ada halangan hukum untuk berpartisipasi dalam merayakan kelahiran Yesus SAW. Islam adalah sistem terbuka dan pengikutnya percaya, menghargai dan menghormati semua nabi dan rasul, dan memperlakukan para pengikut agama-agama lain dengan kebaikan sesuai dengan firman Allah Yang Mahakuasa:
َٰٓسَنُ إِلَّا ٱلَّذِينَ ظََلمُو ْا َٰٓبِ إِلَّا بِٱلَّتِي ِهيَ أَح ََٰٓكِت َٰٓلَ ٱل َٰٓاْ أَه َٰٓدِلُو ََٰٓوَلَا تُج َٰٓ َٰٓهُكُم ََٰٓهُنَا وَإِل ََٰٓ وَإِل َٰٓكُم َٰٓنَا وَأُنزِلَ إِلَي َٰٓ أُنزِلَ إِلَي َٰٓاْ ءَامَنَّا بِٱلَّذِي َٰٓ َوقُولُو َٰٓهُم مِن ٤٦ ََِٰٓلمُون َٰٓنُ َلهَُٰٓ مُس َٰٓوَحِدٖ وَنَح
97
Artinya: “Dan janganlah kamu berdebat denganAhli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka, dan katakanlah: "Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan kami hanya kepada-Nya berserah diri”
3.
Yesus anak Maria, saw, adalah salah satu nabi yang memiliki tekad, resolusi dan kesabaran. Nabi Muhammad [saw] berkata: "Saya lebih berhak Yesus anak Maria dari orang dalam kehidupan ini dan di akhirat, tidak ada nabi telah dikirim antara kami." Setiap Muslim percaya bahwa Yesus adalah seorang nabi manusia yang melakukan mukjizat besar, seperti menghidupkan kembali orang mati dan menyembuhkan orang sakit dengan kehendak Allah SWT. Ini bukan karena dia adalah dewa atau anak Allah dalam arti fisik prokreasi-Allah ditinggikan di atas ini. Merayakan hari kelahiran Yesus adalah tindakan keyakinan terlepas dari keyakinan Kristen dalam hal nya. Oleh karena itu, berpartisipasi dalam teman dan perayaan keluarga, makan dengan mereka dan menahan diri dari makan daging babi dan minum alkohol dengan bijaksana dan kesopanan. Tidak membayar perhatian untuk siapa saja yang ingin merusak hubungan antara Anda dan keluarga Anda dan orang lain dalam nama Islam karena Islam adalah bebas dari semua ini Fatwa Mengucapkan Selamat Natal Pertanyaan Mustafti: Apakah diperbolehkan untuk mengucapkan selamat Natal kepada umat Kristiani? Banyak orang menyerang saya ketika saya menunjukkan mereka fatwa Azhar yang kita tidak hanya mengizinkan untuk mengucapkan selamat kepada Umat Kristiani pada Hari Raya Natal mereka namun juga merupakan sunnah. Mereka mengatakan bahwa nabi tidak melakukannya dengan Festival Yahudi dan jadi kami tidak boleh juga untuk ikut serta dalam perayaan Hari Raya Ntal. Mereka juga meminta bukti dari Sunnah terkait bolehnya kita sebagai Umat Islam untu mengucapkan selamat Natal. Apakah ada bukti dari Quran atau Sunnah yang untuk dapat memberitahu saya sehingga saya bisa menjawab pertanyaan mereka? Jawaban Mustafti:
98
Kebolehan berurusan dengan non-Muslim. Hal ini dibolehkan untuk mengucapkan selamat non-Muslim pada kesempatan Hari Raya agama mereka, menggunakan kata-kata yang tidak bertentangan dengan akidah Islam. Memelihara ikatan, memberikan hadiah, mengunjungi dan memberi selamat kepada non-Muslim adalah semua dari kalangan perbuatan baik. Allah SWT memerintahkan kita untuk berbicara kata-kata baik kepada semua orang sama. Allah Berfirman
ِ َٰٓ ن َٰٓلِدَي ََٰٓو ٱللهَ وَبِٱل َّ َٰٓبُدُونَ إِلَّا َٰٓءِيلَ لَا تَع ََٰٓر َٰٓ إِس َٰٓقَ بَنِي ََٰٓنَا مِيث َٰٓ أَخَذ َوإِذ َِٰٓكِينِ َوقُولُواْ لِلنَّاس ََٰٓمَس َٰٓ وَٱل َٰٓمَى ََٰٓيَت َٰٓ وَٱل َٰٓبَى َٰٓقُر َٰٓسَانٖا وَذِي ٱل إِح َٰٓ إِلَّا قَلِيلٖا َٰٓتُم ُم تَوَلَّي َّ َٰٓةَ ث ٱلزكَو َّ َْٰٓةَ وَءَاتُوا َٰٓنٖا وََأقِيمُواْ ٱلصَّلَو حُس ٨١ ََٰٓرِضُون َٰٓ وَأَنتُم مُّع مِّنكُم Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anakanak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah katakata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling” [Al-Baqarah, 83)] Allah juga memerintahkan kita untuk selalu berbuat baik kepada orang lain. Dia berkata
ََٰٰٓٓب َى َٰٓقُر َِٰٓ ذِي ٱل َٰٓي َٰٓنِ وَإِيتَا ََٰٓس َٰٓإِح َٰٓلِ وَٱل َٰٓعَد َٰٓ ُمرُ بِٱل ٱللهَ يَأ َّ ََّٰٓإِن ََكرُون َّ َٰٓ تَذ َٰٓ َلعََّلكُم ظكُم ُ َٰٓ يَ ِع َِٰٓي َٰٓبَغ َٰٓمُن َكرِ وَٱل َٰٓءِ وَٱل َٰٓشَا َٰٓفَح َٰٓ عَنِ ٱل َٰٓهَى وَيَن ٠٣ Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran” [An-Nahl, 90)] Allah tidak melarang kita dari menjaga hubungan baik dengan non-Muslim, bertukar hadiah atau dari tindakan-tindakan lain dengan perlakuan baik. Allah SWT berfirman:
99
َٰٓرِجُوكُم َٰٓ يُخ َٰٓ فِي ٱلدِّينِ وَلَم َٰٓتِلُوكُم ََٰٓ يُق ٱللهُ عَنِ ٱلَّذِينَ لَم َّ َُٰٓكُم َٰٓهَى لَّا يَن َسطِين ِ َٰٓ َٰٓمُق ٱللهَ يُحِبُّ ٱل َّ ََّٰٓ إِن َٰٓهِم َٰٓاْ إِلَي سطُو ِ َٰٓ َٰٓ وَتُق َٰٓ أَن تَبَرُّوهُم َٰٓ ِركُم َمِّن دِي ٨ Artinya: “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil” [Al-Mumtahana, 8)] Nabi Muhammad menerima hadiah dari non-Muslim Hal ini ditetapkan melalui hadits mutawatir otentik bahwa Nabi (saw) menerima hadiah dari non-Muslim. Ia menerima hadiah dari AlMuqawqis, penguasa besar Koptik Mesir. Ali bin Abu Thalib (ra dengan dia) melaporkan bahwa Chosroes, Caesar, dan raja-raja lainnya dikirim hadiah kepada Nabi (saw) dan ia menerima mereka. [Diriwayatkan oleh Ahmed di Musnad dan At-Tirmidzi dalam Sunan-nya)] Ulama Islam dipahami dari hadist ini kebolehan atau rekomendasi dari menerima hadiah dari non-Muslim karena tindakan kebajikan. Hal ini, apalagi, sebuah sunnah Nabi (saw). Nabi (saw) menawarkan hadiah kepada non-Muslim Mengomentari hadiah Nabi (saw) menawarkan non-Muslim, AlSarkhasi mengatakan, "Menawarkan hadiah untuk orang lain adalah dari kalangan moral yang baik sesuai kata-kata Nabi (saw)," Aku diutus untuk membangun sikap yang baik. " Oleh karena itu, ulama memahami bahwa bertukar hadiah dianjurkan antara Muslim dan non-Muslim. [Syarh Al-Siyar Al-Kabir, vol. 1, hal. 96)] Dalam Al-Fatawa Al-Hindiya, disebutkan bahwa Mohammed Ibn Al-Hassan (semoga Allah merahmatinya) berkata, "Tidak ada salahnya mengunjungi dan hosting Ahl Al-dzimmah [non-Muslim hidup berdampingan secara damai dengan Muslim] bahkan jika mereka hanya kenalan. Demikian juga, tidak ada salahnya seorang Muslim mengunjungi non-Muslim apakah mereka dekat atau hidup berdampingan dalam damai. " [Al-Fatawa Al-Hindiya, vol. 5, p. 347)] Dalam Fath Al-Ali Al-Malik (vol. 2, p. 349), Sheikh 'Ilish ditanya apakah ucapan selamat non-Muslim dianggap murtad. Dia menjawab, "Mengucapkan selamat non-Muslim dengan berharap dia hidup panjang
100
tidak dianggap murtad karena tidak berarti memuja atau mengakui percaya". Berkuasa Melalui disebutkan di atas ayat-ayat yang mulia, hadits, dan opini ilmiah, jelas bahwa tidak ada keraguan bahwa mempertahankan hubungan dengan non-Muslim dengan bertukar kunjungan, menawarkan belasungkawa dan keinginan baik, bertukar hadiah dan sejenisnya dari kalangan perilaku baik. Ini dianggap salah satu cara menuju menelepon untuk agama Allah melalui perilaku yang mulia. Allah SWT tahu yang terbaik Pertanyaan Mustafti: Apakah diperbolehkan untuk mengucapkan selamat non-Muslim di festival keagamaan mereka (seperti Natal, Diwali, dll)? Jawaban Mustafti: Allah SWT berfirman,
َٰٓرِجُوكُم َٰٓ يُخ َٰٓ فِي ٱلدِّينِ وَلَم َٰٓتِلُوكُم ََٰٓ يُق ٱللهُ عَنِ ٱلَّذِينَ لَم َّ َُٰٓكُم َٰٓهَى لَّا يَن َسطِين ِ َٰٓ َٰٓمُق ٱللهَ يُحِبُّ ٱل َّ ََّٰٓ إِن َٰٓهِم َٰٓاْ إِلَي سطُو ِ َٰٓ َٰٓ وَتُق َٰٓ أَن تَبَرُّوهُم َٰٓ ِركُم َمِّن دِي ٨ Artinya: “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil” [Al-Mumtahana, 8)] Dalam hukum Islam, tidak ada keberatan bagi Muslim ucapan selamat dan berbagi warga non-Muslim damai acara-acara keagamaan mereka yang tidak melanggar dasar-dasar Islam. Ini berada di bawah konsep kebenaran yang Allah SWT tidak melarang, terutama jika mereka berasal dari antara anggota keluarga seseorang dan hubungan, tetangga, rekan dan sejenisnya dari hubungan manusia. Hal ini didorong terutama jika mereka bertukar ucapan selamat dengan sesama Muslim mereka pada kesempatan Islam sesuai firman Allah SWT,
َٱللهَ كَان َّ ََّٰٓ إِن َٰٓ رُدُّوهَا َٰٓ أَو َٰٓهَا َٰٓسَنَ مِن وَإِذَا حُيِّيتُم بِتَحِيَّةٖ فَحَيُّواْ ِبأَح ٨٦ َٰٓءٍ حَسِيبًا َٰٓ كُلِّ شَي عَلَى
101
Artinya: “Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu” (Qur'an 4: 86) Bertukar selamat dengan non-Muslim tidak berarti mengakui kekafiran mereka juga tidak sama dengan sujud sebelum salib atau menyatakan Ketuhanan Kristus (saw) sebagai beberapa sarjana mengklaim. Sebaliknya, ini adalah dari salah satu bentuk dari kebenaran dan keadilan yang Allah SWT mencintai. Seorang Muslim diperintahkan untuk mengucapkan kata-kata yang baik dan memperlakukan orang lain dengan baik dengan cara yang kondusif untuk mencintai Islam dan memperkenalkan alam dan kelengkapan toleran nya. Allah SWT berfirman,
ِ َٰٓ ن َٰٓلِدَي ََٰٓو ٱللهَ وَبِٱل َّ َٰٓبُدُونَ إِلَّا َٰٓءِيلَ لَا تَع ََٰٓر َٰٓ إِس َٰٓقَ بَنِي ََٰٓنَا مِيث َٰٓ أَخَذ وَإِذ َِٰٓكِينِ َوقُولُواْ لِلنَّاس ََٰٓمَس َٰٓ وَٱل َٰٓمَى ََٰٓيَت َٰٓ وَٱل َٰٓبَى َٰٓقُر َٰٓسَانٖا وَذِي ٱل إِح َٰٓ إِلَّا قَلِيلٖا َٰٓتُم ُم تَوَلَّي َّ َٰٓةَ ث ٱلزكَو َّ َْٰٓةَ وَءَاتُوا َٰٓنٖا وََأقِيمُواْ ٱلصَّلَو حُس ٨١ ََٰٓرِضُون َٰٓ وَأَنتُم مُّع مِّنكُم Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anakanak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah katakata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling” [Al-Baqarah, 83)] Jika kita menambahkan ini bahwa kesempatan merayakan kelahiran Kristus, terlepas dari keyakinan Kristen yang korup, dipandang sah karena merupakan bentuk mengungkapkan kegembiraan atas kelahiran salah satu nabi. Ketika Nabi (damai dan berkah di atasnya dan keluarganya) tiba di Madinah, ia menemukan bahwa orang-orang Yahudi berpuasa pada tanggal 10 Muharram [ 'Asyura]. Oleh karena itu, ia mengatakan kepada mereka, "Kami [Muslim] lebih berhak untuk Nabi Musa lebih dari yang Anda." Akibatnya, Nabi mengamati puasa pada hari 'Asyura dan memerintahkan kita untuk berpuasa pada hari itu juga. Nabi (damai dan berkah di atasnya dan keluarganya) mengatakan tentang Nabi 'Isa (saw),
102
"Saya memiliki hak yang paling untuk menghormati Isa (Yesus), putra Maryam, di dunia ini dan di akhirat karena ada tidak ada nabi antara aku dan dia. " Dalam hukum Islam, diperbolehkan dan sah untuk mengungkapkan kegembiraan atas kelahiran Kristus menurut keyakinan Muslim suara yang menganggap dia seorang hamba dan Rasul Allah, yang pada gilirannya bertentangan dengan kepercayaan Kristen yang korup. Ini diperbolehkan disediakan Muslim menahan diri dari terlibat dalam setiap ritual yang bertentangan dengan akidah Islam. Mengenai opini ditularkan oleh beberapa ulama yang menyepakati larangan mengucapkan selamat non-Muslim pada kesempatan agama mereka, larangan mereka hanya berkaitan dengan kata-kata yang menunjukkan pengakuan percaya baik secara eksplisit maupun implisit, atau kata-kata yang menunjukkan penerimaan dari setiap valid mereka bertindak seperti bersujud kepada salib. Hal ini diketahui bahwa menjadi lurus untuk non-Muslim dan memperlakukan mereka dengan kebaikan tidak dengan cara apapun tentu terdiri menerima kekafiran mereka. Selain itu, ketenangan, rahmat dan kasih antara suami Muslim dan istrinya dari antara orangorang dari Kitab tidak mewajibkan dia untuk menerima keyakinannya yang bertentangan dengan putusan Islam. Berkuasa Berdasarkan atas, ucapan selamat non-Muslim pada kesempatan mereka dan menerima undangan untuk menghadiri gereja mereka tidak memerlukan mengakui kekafiran mereka atau keyakinan yang korup. Allah SWT tahu yang terbaik.
C. Fatwa Ulama Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi. 1.
Fatwa Mengucapkan Selamat Natal dan Merayakan Natal Bersama “Apa hukum mengucapkan selamat natal (Merry Christmas) pada orang kafir (Nashrani) dan bagaimana membalas ucapan mereka? Bolehkah kami menghadiri acara perayaan mereka (perayaan Natal)? Apakah seseorang berdosa jika dia melakukan hal-hal yang dimaksudkan tadi, tanpa maksud apa-apa? Orang tersebut melakukannya karena ingin bersikap ramah, karena malu, karena kondisi tertekan, atau karena
103
berbagai alasan lainnya. Bolehkah kita tasyabbuh (menyerupai) mereka dalam perayaan ini?” Beliau rahimahullah menjawab: Memberi ucapan Selamat Natal atau mengucapkan selamat dalam hari raya mereka (dalam agama) yang lainnya pada orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan kesepakatan para ulama (baca: ijma’ kaum muslimin), sebagaimana hal ini dikemukakan oleh Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam kitabnya ‘Ahkamu Ahlidz Dzimmah’. Beliau rahimahullah mengatakan, “Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin. Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti mengatakan, ‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan semacamnya.” Kalau memang orang yang mengucapkan hal ini bisa selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan [ lolos dari perkara yang diharamkan. Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka sama saja dengan kita mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan seperti ini lebih besar dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat semacam ini lebih dibenci oleh Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat lainnya. Banyak orang yang kurang paham agama terjatuh dalam hal tersebut. Orang-orang semacam ini tidak mengetahui kejelekan dari amalan yang mereka perbuat. Oleh karena itu, barangsiapa memberi ucapan selamat pada seseorang yang berbuat maksiat, bid’ah atau kekufuran, maka dia pantas mendapatkan kebencian dan murka Allah Ta’ala.” –Demikian perkataan Ibnul Qoyyim rahimahullah– Dari penjelasan di atas, maka dapat kita tangkap bahwa mengucapkan selamat pada hari raya orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan. Alasannya, ketika mengucapkan seperti ini berarti seseorang itu setuju dan ridho dengan syiar kekufuran yang mereka perbuat. Meskipun mungkin seseorang tidak ridho dengan kekufuran itu sendiri, namun tetap tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk ridho terhadap syiar kekufuran atau memberi ucapan selamat pada syiar kekafiran lainnya karena Allah Ta’ala sendiri tidaklah meridhoi hal tersebut. Allah Ta’ala berfirman,
104
َٰٓ وَإِن ََٰٓر َٰٓكُف َٰٓ ِلعِبَا ِدهِ ٱل َٰٓضَى َٰٓ وَلَا يَر ٱللهَ غَنِيٌّ عَنكُم َّ ََّٰٓ ُفرُواْ َفإِن إِن تَك َٰٓ ر َِّبكُم َٰٓ ثُمَّ إِلَى َٰٓرَى َٰٓ َر أُخ َٰٓ وَلَا َت ِزرُ وَا ِزرَةٖ وِز ضهُ َلكُم َ َٰٓ َٰٓ ُكرُواْ يَر تَش ٥ َِٰٓ بِذَاتِ ٱلصُّدُور َُٰٓ إ َِّنهَُٰٓ عَلِيم ََٰٓمَلُون َٰٓ تَع َٰٓ فَيُنَبِّ ُئكُم ِبمَا كُنتُم ج ُعكُم ِ َٰٓ مَّر Artinya: “Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman) mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kembalimu lalu Dia memberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui apa yang tersimpan dalam (dada) mu” (QS. Az Zumar [39]: 7) Allah Ta’ala juga berfirman,
َٰٓ ِر َٰٓ أُهِلَّ ِلغَي َٰٓخِنزِيرِ َومَا َٰٓمُ ٱل َٰٓ َتةُ وَٱلدَّمُ وَلَح َٰٓمَي َٰٓكُمُ ٱل َٰٓ عَلَي ُرمَت ِّ ح حةُ َومَا َٰٓ َ َٱلنطِي َّ َٰٓمُ َترَدِّ َيةُ و َٰٓقُو َذةُ وَٱل َٰٓمَو َٰٓخَنِ َقةُ وَٱل َٰٓمُن ٱللهِ ِبهَِٰٓ وَٱل َّ ْسمُوا ِ َٰٓ َٰٓتَق صبِ وَأَن تَس ُ َُّٰٓ َومَا ذُبِحَ عَلَى ٱلن َٰٓتُم َأكَلَ ٱلسَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّي َٰٓ فَلَا َٰٓمَ يَ ِئسَ ٱلَّذِينَ كَ َفرُواْ مِن دِي ِنكُم َٰٓيَو َٰٓ ٱل ٌَٰٓق َٰٓ فِس َِٰٓلكُم ََٰٓ ذ َِٰٓم ََٰٓل َٰٓأَز بِٱل َٰٓكُم َٰٓ َٰٓتُ عَلَي َٰٓمَم َٰٓ وَأَت َٰٓ دِي َنكُم َٰٓتُ َلكُم َٰٓمَل َٰٓمَ أَك َٰٓيَو َٰٓ ٱل َِٰٓن َٰٓشَو َٰٓ وَٱخ َٰٓهُم َٰٓشَو تَخ ٍصة َ ََٰٓم َٰٓطُرَّ فِي مَخ َٰٓ َفمَنِ ٱض َٰٓمَ دِينٖا ََٰٓل َٰٓإِس َٰٓمَتِي َورَضِيتُ َلكُمُ ٱل نِع ١ ٖٱللهَ غَفُورٖ رَّحِيم َّ ََّٰٓمٖ َفإِن َٰٓرَ مُتَجَانِفٖ ِّلإِث غَي Artinya: “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Al Maidah [5]: 3) Apakah Perlu Membalas Ucapan Selamat Natal?
105
Memberi ucapan selamat semacam ini pada mereka adalah sesuatu yang diharamkan, baik mereka adalah rekan bisnis ataukah tidak. Jika mereka mengucapkan selamat hari raya mereka pada kita, maka tidak perlu kita jawab karena itu bukanlah hari raya kita dan hari raya mereka sama sekali tidak diridhoi oleh Allah Ta’ala. Hari raya tersebut boleh jadi hari raya yang dibuat-buat oleh mereka (baca: bid’ah). Atau mungkin juga hari raya tersebut disyariatkan, namun setelah Islam datang, ajaran mereka dihapus dengan ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ajaran Islam ini adalah ajaran untuk seluruh makhluk. Mengenai agama Islam yang mulia ini, Allah Ta’ala sendiri berfirman,
َخ َرةِ مِن ِ َٰٓ َٰٓأ َٰٓهُ وَهُوَ فِي ٱل َٰٓبَلَ مِن َٰٓمِ دِينٖا فَلَن يُق ََٰٓل َٰٓإِس َٰٓرَ ٱل َٰٓتَغِ غَي َومَن يَب ٨٥ َسرِين ِ َٰٓ ََٰٓخ ٱل Artinya: “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekalikali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi” (QS. Ali Imron [3]: 85)
Bagaimana Jika Menghadiri Perayaan Natal? Adapun seorang muslimn memenuhi undangan perayaan hari raya mereka, maka ini diharamkan. Karena perbuatan semacam ini tentu saja lebih parah daripada cuma sekedar memberi ucapan selamat terhadap hari raya mereka. Menghadiri perayaan mereka juga bisa jadi menunjukkan bahwa kita ikut berserikat dalam mengadakan perayaan tersebut. Bagaimana Hukum Menyerupai Orang Nashrani dalam Merayakan Natal? Begitu pula diharamkan bagi kaum muslimin menyerupai orang kafir dengan mengadakan pesta natal, atau saling tukar kado (hadiah), atau membagi-bagikan permen atau makanan (yang disimbolkan dengan ‘santa clause’ yang berseragam merah-putih, lalu membagibagikan hadiah, pen) atau sengaja meliburkan kerja (karena bertepatan dengan hari natal). Alasannya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ْمَنْ تَشَ ّبَهَ بِقَوْمٍ َفهُوَ مِ ْنهُم
106
Artinya: ”Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” (HR. Ahmad dan Abu Dawud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus) Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Iqtidho’ Ash Shirothil Mustaqim mengatakan, “Menyerupai orang kafir dalam sebagian hari raya mereka bisa menyebabkan hati mereka merasa senang atas kebatilan yang mereka lakukan. Bisa jadi hal itu akan mendatangkan keuntungan pada mereka karena ini berarti memberi kesempatan pada mereka untuk menghinakan kaum muslimin.” -Demikian perkataan Syaikhul IslamBarangsiapa yang melakukan sebagian dari hal ini maka dia berdosa, baik dia melakukannya karena alasan ingin ramah dengan mereka, atau supaya ingin mengikat persahabatan, atau karena malu atau sebab lainnya. Perbuatan seperti ini termasuk cari muka (menjilat), namun agama Allah yang jadi korban. Ini juga akan menyebabkan hati orang kafir semakin kuat dan mereka akan semakin bangga dengan agama mereka. Allah-lah tempat kita meminta. Semoga Allah memuliakan kaum muslimin dengan agama mereka. Semoga Allah memberikan keistiqomahan pada kita dalam agama ini. Semoga Allah menolong kaum muslimin atas musuh-musuh mereka. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Kuat lagi Maha Mulia. 2. Berkunjung Ke Tempat Orang Nashrani untuk Mengucapkan Selamat Natal pada Mereka Syaikh rahimahullah ditanya: Apakah diperbolehkan pergi ke tempat pastur (pendeta), lalu kita mengucapkan selamat hari raya dengan tujuan untuk menjaga hubungan atau melakukan kunjungan? Beliau rahimahullah menjawab: Tidak diperbolehkan seorang muslim pergi ke tempat seorang pun dari orang-orang kafir, lalu kedatangannya ke sana ingin mengucapkan selamat hari raya, walaupun itu dilakukan dengan tujuan agar terjalin hubungan atau sekedar memberi selamat (salam) padanya. Karena terdapat hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
سّالَ ِم َ ال ال َنّصَارَى بِال َ ال َتبْ َدءُوا الْ َيهُو َد َو َ
107
Artinya:“Janganlah kalian mendahului Yahudi dan Nashara dalam salam (ucapan selamat).” (HR. Muslim no. 2167)
Adapun dulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkunjung ke tempat orang Yahudi yang sedang sakit ketika itu, ini dilakukan karena dulu ketika kecil, Yahudi tersebut pernah menjadi pembantu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tatkala Yahudi tersebut sakit, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjenguknya dengan maksud untuk menawarkannya masuk Islam. Akhirnya, Yahudi tersebut pun masuk Islam. Bagaimana mungkin perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mengunjungi seorang Yahudi untuk mengajaknya masuk Islam, kita samakan dengan orang yang bertandang ke non muslim untuk menyampaikan selamat hari raya untuk menjaga hubungan?! Tidaklah mungkin kita kiaskan seperti ini kecuali hal ini dilakukan oleh orang yang jahil dan pengikut hawa nafsu. 3. Fatwa Merayakan Natal Bersama Fatwa berikut adalah fatwa Al Lajnah Ad Daimah Lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ (Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi) no. 8848. Pertanyaan: Apakah seorang muslim diperbolehkan bekerjasama dengan orang-orang Nashrani dalam perayaan Natal yang biasa dilaksanakan pada akhir bulan Desember? Di sekitar kami ada sebagian orang yang menyandarkan pada orang-orang yang dianggap berilmu bahwa mereka duduk di majelis orang Nashrani dalam perayaan mereka. Mereka mengatakan bahwa hal ini boleh-boleh saja. Apakah perkataan mereka semacam ini benar? Apakah ada dalil syar’i yang membolehkan hal ini? Jawab: Tidak boleh bagi kita bekerjasama dengan orang-orang Nashrani dalam melaksanakan hari raya mereka, walaupun ada sebagian orang yang dikatakan berilmu melakukan semacam ini. Hal ini diharamkan karena dapat membuat mereka semakin bangga dengan jumlah mereka yang banyak. Di samping itu pula, hal ini termasuk bentuk tolong menolong dalam berbuat dosa. Padahal Allah berfirman,
108
حرَامَ وَلَا َ َٰٓ َٰٓرَ ٱل َٰٓ ِئرَ ٱللَّهِ وَلَا ٱلشَّه ََٰٓأ َُّيهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تُحِلُّواْ شَع َي َٰٓلٖا َٰٓ َتغُونَ فَض حرَامَ يَب َ َٰٓ َٰٓتَ ٱل َٰٓبَي َٰٓمِّينَ ٱل َٰٓ ءَا َٰٓئِدَ وَلَا ََٰٓقَل َٰٓيَ وَلَا ٱل َٰٓهَد ٱل ََُٰٓان ََٰٓ شَن َٰٓ ِرم ََّنكُم َٰٓ وَلَا يَج َْٰٓطَادُوا َٰٓ َفٱص َٰٓتُم َٰٓ وَإِذَا حَلَل َٰٓنٖا ََٰٓو َٰٓ َورِض مِّن ر َِّّبهِم َٰٓ وَ َتعَاوَنُواْ عَلَى َْٰٓتَدُوا حرَامِ أَن تَع َ َٰٓ َٰٓجِدِ ٱل َٰٓمَس َٰٓ عَنِ ٱل َٰٓمٍ أَن صَدُّوكُم قَو ََٰٓ وَٱتَّقُواْ ٱللَّه َٰٓ َِٰٓن ََٰٓو َٰٓعُد َٰٓمِ وَٱل َٰٓإِث َٰٓ وَلَا َتعَاوَنُواْ عَلَى ٱل َٰٓوَى َٰٓبِرِّ وَٱلتَّق ٱل ٢ َِٰٓعِقَاب ٱلل َه شَدِيدُ ٱل َّ َّإِن Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi´ar-syi´ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulanbulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keridhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian (mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolongmenolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya” (QS. Al Maidah [5]: 2)
109