Prestasi Vol. 9 No. 1 - Juni 2012
ISSN 1411 - 1497
Komitmen Organisasional, Tenaga Penjual, dan Tipe Kepemimpinan: Bagaimana Mengelola, Meningkatkan Komitmen dan Mempertahankan Tenaga Penjual Leo Indra Wardhana STIE YKPN Yogyakarta ABSTRACT Sales people are different with the other non-sales employeers. They are more independent and self-reliant. In the other hand, the turnover rate of sales people are the highest among the other jobs in generla. This high degree of turnover rate makes companies suffer from sales loss due to some costs resulting from sales peolpe turnover. Nevertheless, Recruiting and retaining high performing experienced sales people are the most difficult tasks which is faced by sales and human resource managers today. Thus, many organizations need to reevaluate their policy in managing their sales people and need to understand the personality and motivation of their sales people. This paper first shows that the type of leadership, especially transformational and servant leadership is the most suitable leadership style for sales people which possibly lower the rate of turnover of sales people and maintain profitable relationship with customer. Second, the effect of ethical climate also important in sales people retention. PENDAHULUAN Tenaga penjual atau salesman adalah ujung tombak dari setiap perusahaan atau organisasi bisnis. Dari fenomna yang ada di Indonesia, salesman adalah karyawan yang berada di tingkatan paling bawah di sebuah struktur organisasi bisnis. Sering kali para salesman atau tenaga penjual ini bukanlah karyawan tetap di perusahaan tersebut. Dari tugas mereka yang selalu dipatok dengan targettarget penjualan pastilah tingkat stres dari pada salesman ini tinggi, di sisi lain hal ini tidak diimbangi dengan kompensasi yang cukup. Sager dan Johnston (1989) mengidentifikasi bahwa personal selling adalah pekerjaan yang rumit, yang membutuhkan kemampuan beradaptasi dan menuntut inisiatif. Sering kali para tenaga penjual terisolasi dari para karyawan lainnya. Kotler dan Keller (2009) menekankan pentingya tenaga penjual dalam sebuah organisasi, sehingga tenaga penjual ditempatkan pada jenjang organisasi yang paling atas, berkebalikan dengan struktur organisasi yang biasa ada. Dalam konsep pemasaran moderen tentu saja konsumen yang harus menjadi dasar dari hampir semua pengambilan keputusan, dan pihak yang langsung bersentuhan dengan konsumen tidak lain adalah pada tenaga penjual. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Stevens (2003) dalam Fu, et al . (2009) menunjukkan bahwa kos untuk penggantian seorang tenaga penjual yang bepengalaman yang memiliki kinerja rata-rata berkisar antara $40.000 sampai dengan $60.000. Dari angka tersebut dapat diketahui betapa mahalnya jika perusahaan kehilangan seorang tenaga penjual yang
15
Prestasi Vol. 9 No. 1 - Juni 2012
ISSN 1411 - 1497
berpengalaman. Dengan demikian, tentu saja para manajer harus dapat mempertahankan para tenaga penjualnya yang berpengalaman, di mana beban kerja mereka menyebabkan posisi sales memiliki tingkat turn over yang tinggi. Menurut Adidam (2006) tingkat turnover tenaga penjual di Amerika adalah tinggi, dengan rerata 38 per sen. Pekerjaan yang paling sulit diisi juga tenaga penjual (Rivera, 2007). Pada studi tentang organisasi ditemukan bahwa komitmen organisasional karyawan yang berdasarkan kepercayaan bahwa organisasi dengan karyawan yang berkomitmen akan memiliki kecenderungan kinerja yang superior dalam jangka panjang (Luchak dan Gellatly, 2007; Bentein et al. , 2005 ;). Komitmen organisasional sendiri didefinisikan sebagai kekuatan relatif dari identifikasi dan keterlibatan seseorang di dalam sebuah oragnisasi tertentu (Steers, 1977) . Porter et al. (1974) komitmen organisasional memiliki karakter sebagai berikut: Kepercayaan yang kuat dan keberterimaan tujuan dan nilai organisasi. Kemauan untuk mengerahkan tenaga demi mendapatklan tujuan organisasi. Kemauan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi Kemudian Maertz et al. (2007) menemukan indikasi bahwa dukungan organisasional memiliki hubungan positif dengan komitmen organisasional. Dari meta analisis yang dilakukan oleh Jaramillo, Mulki, dan Marshal (2005) hubungan positif antara komitmen organisasional dan kinerja lebih kuat untuk salesperson dibandingkan karyawan non- sales. Meskipun demikian, ternyata perhatian dari manajemen puncak atau manajemen pada tingkat atasnya sangatlah kurang (Sager, 1999 dalam Fu, 2009). Sringkali, manajemen juga gagal dalam membangun hubungan jangka panjang dengan tenaga penjual karena manajemen dipersepsikan tidak menaruh perhatian terhadap kesejahteraan mereka. Konsekuensinya para karyawan di bidang penjualan ini tidak memiliki komitmen terhadap organisasi dan tidak melakukan pekerjaan demi tujuan organisasi. Menurut Bernstein (1998), para tenaga penjual lebih fokus pada bagaimana bisa bertahan diri, dengan kata lain para karyawan ini lebih menekankan tujuan pribadi dibanding tujuan perusahaan yang juga menyebabkan mereka dapat berpindah pekerjaan dengan sekehendak hati. Jika mereka merasa ada dan bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, maka mereka akan secara sukarela mengundurkan diri. Paper ini akan membahas bagaimana kepemimpinan yang sesuai dapat mengurangi turnover para tenaga penjual yang sangat mahal untuk perusahaan jika perusahaan kehilangan tenaga penjualnya. Di bagian awal akan dibahas pentingnya sales preson dan kos yang dapat timbul jika tingkat turnover tenaga penjual tinggi, kemudian akan dibahas bagaimana kepemimpinan dapat mempengaruhi tenaga penjual dalam konteks komitmen organisasional, kepuasan kerja, dan tingkat stres, dan akhirnya satu persatu tipe kepemimpinan yang sesuai untuk tenaga penjual sehingga dapat mengurangi tingkat turnover. Kemudian, akan dijelaskan pengaruh iklim etis terhadap komitmen
16
Prestasi Vol. 9 No. 1 - Juni 2012
ISSN 1411 - 1497
organisasional tenaga penjual. PEMBAHASAN 2.1. Pentingnya Mempertahankan Tenaga penjual Seperti yang dikemukakan dalam penelitian Stevens (2003) dalam Fu, et al . (2009) menunjukkan bahwa kos untuk penggantian seorang tenaga penjual yang bepengalaman yang memiliki kinerja rata-rata berkisar antara $40.000 sampai dengan $60.000. Selain itu, pada penelitian Darmon (1990) kos yang muncul akibat hilangnya sales person dibagi menjadi dua, yaitu kos langsung dan kos tidak langsung. Richardson (1999) membagi kos tersebut menjadi empat, yaitu: a. Kos langsung hilangnya penjualan b. Dimensi tidak langsung dari pemisahan kos c. Kos penggantian d. Biaya pelatihan Dari apa yang diungkapkan oleh Stevens, Darmon ,dan Richardson tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa kesulitan yang akan dialami perusahaan tidak hanya pada saat proses rekrutmen saja, tetapi juga pada saat kehilangan. Selain itu semakin sulit perusahaan mencari pengganti sales person yang hilang, berarti kos kehilangan penjualan juga akan semakin bertambah selama perusahaan belum mendapatkan pengganti. Pada umumnya turnover yang terjadi pada tenaga penjual adalah pengunduran diri suka rela. Pengunduran diri secara suka rela ini telah menjadi perhatian manajemen karena hal ini mengganggu kemampuan perusahaan untuk menjaga keberlangsungan dan membangun hubungan saling menguntungkan dengan konsumen (Palmatier et al., 2007). 2.2. Pengaruh Tipe Kepemimpinan Terhadap Intensi Tenaga Penjual untuk Mengundurkan Diri Turnover para pekerja sales tersebut di atas disebabkan oleh kebijakan manajemen. Salah satu penyebab dari turnover adalah kualitas hubungan supervisor dan tenaga penjual, bahwa tenaga penjual akan keluar dari pekerjaan secara suka rela pada saat mereka tidak puas dengan supervisor-nya (Nonish et al., 1996). Dengan kata lain, kepuasan kerja para tenaga penjual ini rendah. Ketidakpuasan ini tentu saja akan berakibat pada turnover. Selain itu kepercayaan tenaga penjual kepada supervisor juga menjadi potensi penyebab terjadinya pengunduran diri tenaga penjual, yaitu pada saat tenaga penjual tidak percaya dengan supervisornya. Manajer yang dapat mendapatkan kepercayaan dari para tenaga penjualnya dengan cara manajer bertindak sebagai mentor, memberi dukungan, dan memfasilitasi pengembangan dan karir para sales person yang dibawahinya, maka akan menciptakan efektivitas komitmen organisasional yang semakin tinggi (Brashear et al., 2006). Ingram et al. (2005) dalam penelitiannya menemukan bahwa kualitas hubungan supervisor dan tenaga penjual dapat dijelaskan oleh tipe kepemimpinan manajer. Tenaga penjual yang bekerja di
17
Prestasi Vol. 9 No. 1 - Juni 2012
ISSN 1411 - 1497
bawah pemimpin yang mendukung memiliki motivasi intrinsik yang lebih tinggi (Jaramillo dan Mulki, 2008). Selain itu tenaga penjual yang bekerja untuk seorang pemimpin yang penuh pengertian akan merasa lebih puas dalam pekerjaannya dan memiliki tingkat stres yang rendah (DeCarlo dan Agrawal, 1999). Kepemimpinan sendiri didefinisikan sebagai sebuah proses di mana seorang individu mempengaruhi anggota yang lain di dalam grup untuk mencapai tujuan grup tersebut. Tipe kepemimpinan yang sesuai dengan tenaga penjual adalah tipe kepemimpinan transformasional (MacKenzie, et al., 2001). Kemudian Rafferty dan Griffin (2004) menemukan bahwa karyawan memiliki komitmen yang lebih tinggi pada organisasinya pada saat mereka percaya bahwa supervisor mereka memiliki karakter kepemimpinan trasformasional. Sedangkan menurut Jaramillo et al . (2009), tipe kepemimpinan yang sesuai untuk tenaga penjual adalah tipe servant leadership. Hal ini didukung oleh penelitian sebelumnya. Liden et al. (2008) menemukan bahwa salah satu dimensi servant leadership yaitu membantu subordinat berkembang dan sukses memiliki hubungan positif dengan komitmen organisasional. Kepemimpinan transformasional adalah seorang pemimpin yang memiliki ciriciri sebagai berikut: Idealized influence , yaitu memberi visi dan misi, menjadi contoh, menanamkan rasa bangga pada organisasi, mendapatkan respek, dikagumi, dan dapat dipercaya. Inspirational motivation, yitu mengkomunikasikan ekspektasi tinggi, memberi tantangan, menunjukkan antusiasme dan optimisme, menggunakan berbagai simbol untuk memfokuskan upaya, mengekspresikan tujuan penting dengan cara-cara sederhana. Intellectual stimulation, yaitu menstimulasi kreativitas dan daya inovatif bawahan, menyajikan berbagai cara baru untuk memecahkan masalah, mendorong bawahan untuk mengungkapkan gagasan dan mencoba pendekatan baru. Individual consideration, memberikan perhatian personal, bertindak sebagai mentor, dan memperlakukan karyawan sebagai individual. Ciri-ciri yang ada pada kepemimpinan transformasional sesuai jika diterapkan pada sebuah tim penjualan yang membutuhkan perhatian untuk karir dn kesejahteraan mereka, membutuhkan kepercayaan, mentoring, dan dapat menjadi contoh. Tetapi, menurut Jaramillo et al. (2009) tipe kepemimpinan yang lebih tepat untuk memimpin tenaga penjual adalah servant leadership, karena servant leadership adalah tipe kepemimpinan yang menunjukkan komitmen terbesar dari manajemen untuk bawahannya. Servant leadership adalah sebuah pemahaman dan praktik kepemimpinan yang menempatkan kebaikan yang dipimpinnya diatas kebaikan diri sendiri (Laub, 1999: 25 dalam Jaramillo et al. 2009). Menurut Ehrhart (2004) servant
18
Prestasi Vol. 9 No. 1 - Juni 2012
ISSN 1411 - 1497
leadership percaya bahwa memenuhi kebutuhan pengikutnya adalah sebuah prioritas utama. Servant leadership juga berpikir bahwa mereka memiliki kewajiban moral untuk memenuhi kebutuhan pengikutnya dan menempatkan para pengikutnya di atas kepentingan pribadi dan bahkan lebih dari kepentingan organisasinya (Greenlaf, 1998). Pikiran akan tanggung jawab moral dan mau mementingkan kepentingan para pengikutnya di atas kepentingannya lah yang menjadi pembeda yang signifikan dengan tipe kepentingan yang lainnya. Jarramilo (2009) menemukan bahwa servant leadership memiliki hubungan positif dengan persepsi tenaga penjual terhadap etika pada sebuah organisasi. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Babin et al. (2000) bahwa masalalah etika menimbulkan kemungkinan hilangnya kepercayaan dan Iklim etis perusahaan juga terkait dengan stres dalam pekerjaan, kepuasan kerja dan komitmen organisasional. Dengan demikian tipe kepemimpinann transformasional kurang cukup dibandingkan tipe kepemimpinan servant leader, karakter servant leader yang dipersepsikan etis dan mau mementingkan bawahannya di atas kepentingan dirinya sendiri akan lebih sesuai dengan karakter tenaga penjual . Dengan pemimpin yang memiliki karakter servant leadership, maka komitmen organisasional tenaga penjual dapat meningkat dan pada akhirnya menurunkan niat unruk mengundurkan diri. Di luar tipe kepemimpinan mana yang lebih sesuai untuk mengelola tenaga penjual, baik transformasional maupun servant leadership memiliki karakteristik yang sama, yaitu mendukung pengikutnya. Dukungan dari manajemen kepada pekerjanya diindikasikan memiliki pengaruh yang positif terhadap komitmen organisasional. Hal tersebut dijelaskan oleh support theory (Eisenberger et al., 1986) dan social exchange theory (Blau, 1964). 2.3. Pengaruh Iklim Etis Terhadap Intensi Pengunduran Diri Tenaga Penjual Iklim etis adalah bagian dari budaya perusahaan. Iklim yang etis didefinisikan sebagai persepsi umum yang berlaku pada praktik organisasi dan prosedur pada umumnya yang mengandung etika (Victor dan Cullen, 1988 dalam Fournier et al., 2010). Iklim etis mempengaruhi banyak fungsi di salam sebuah organisasi. Iklim etis membantu para karyawan dalam memecahkan isu-isu etika pada saat mengalami dilema moral (Homans, 1950 dalam Valentine, et al. , 2002). Iklim etis juga membantu karyawan dalam mengidentifikasi isu-isu etika dalam organisasi. Dengan kata lain iklim etis berfungsi sebagai lensa perseptual yang melaluinya karyawan mendiagnosis dan menilai sebuah situasi (Cullen et al., 2002). Dalam tipologi Victor dan cullen (Victor dan Cullen, 1987 dalam Cullen et al. 2002) iklim etis dibagi menjadi tiga, yaitu: Egoistic Climate, di mana organisasi mendukung kepuasan kepentingan dirinya sendiri. Biasanya pengambil keputusan akan mencari alternatif yang paling menguntungkan kepentingan dirinya dan mengabaikan kepentingan yang lain (Cullen et al. , 2002). Iklim etis ini memiliki hubungan negatif terhadap komitmen organisasional. Benevolence climate,
di mana norma organisasi mendukung untuk
19
Prestasi Vol. 9 No. 1 - Juni 2012
ISSN 1411 - 1497
memaksimalkan kepentingan kelompok sosial tertentu. Pengambil keputusan akan mencari alternatif untuk memaksimalkan keuntungan bersama orang-orang yang terlibat dalam pengambilan keputusan walaupun artinya akan mengurangi keuntungan pribadi. Tipe iklim etis ini memiliki pengaruh positif terhadap komitmen organisasional (Cullen et al, 2002). Principled climate, di mana norma organisasi mendukung abstraksi prinsip yang independen dari hasil yang situasional. Pengambil keputusan akan mempertimbangkan prinsip-prinsip yang lebih luas dalam mendasari keputusannya, misalnya kitab suci atau norma sosial masyarakat. Iklim etis ini memiliki hubungan poitif dengan komitmen organisasional, khususnya untuk pekerja profesional, misalnya tenaga penjual. Valentine dan Barnet (2003) menemukan bahwa semua jenis pekerja akan lebih memilih untuk bekerja pada perusahaan yang memiliki iklim etis. Tenaga penjual yang percaya bahwa perusahaan beroperasi secara etis juga akan percaya bahwa perusahaan akan peduli dengan karir mereka. Persepsi tenaga penjual tentang iklim etis berbeda dengan elemen iklim yang lain seperti kontrol persepsi, stuktur organisasi, sistem penghargaan (Victor dan Cullen, 1988 dalam Fournier et al., 2010). Persepsi tenaga penjual tentang iklim etis ini muncul ketika mereka menghadapi masalah etika. Masalah etika tersebut menimbulkan kemungkinan hilangnya kepercayaan (Babin et al., 2000). Iklim etis perusahaan juga terkait dengan stres dalam pekerjaan, kepuasan kerja dan komitmen organisasional (Babin et al., 2000). Jika sebuah perusahaan memiliki iklim yang tidak etis, maka semakin rentan potensi seorang karyawan untuk stres dan tidak puas dalam pekerjaannya. Jika demikian, maka para tenaga penjual akan dengan suka rela keluar dari pekerjaan mereka. Iklim etis yang kuat, terutama benevolent dan principled climate , akan menghasilkan tingkat stres yang lebih rendah dan komitmen organisasional yang lebih tinggi, sehingga keinginan untuk mengundurkan diri tenaga penjual menurun. Dari sudut pandang konsumen, iklim etis mempengaruhi kesejahteraan tenaga penjual. Grisaffe dan Jaramillo (2007) menemukan bahwa iklim etis di perusahaan terkait dengan beberapa indikator kesejahteraan tenaga penjual. Sedangkan Jhonston dan Marshal (2003) dalam Prakash et al., (2006) menemukan bahwa manajer percaya bahwa standar etis yang tinggi adalah penting untuk menjalin hubungan jangka panjang dengan pelanggan. Para tenaga penjual percaya bahwa jika mereka mewakili sebuah perusahaan yang etis dalam praktik bisnisnya, maka hal ini akan menjadikan sebuah keunggulan kompetitif bagi mereka karena integritas nilai konsumen dan reputasi praktik bisnis yang etis menjadi salah satu dasar pengambilan keputusan untuk melakukan pembelian (Gilbert, 2003). Dengan demikian, iklim etis dapat menjadi jaminan bagi para tenaga penjual dalam usahanya untuk mendapatkan pelanggan baru. Kemudian, iklim etis sendiri dapat dibangun dengan kepercayaan para tenaga penjual terhadap manajernya. Pada saat manajer dipersepsikan sebagai orang yang dapat dipercaya dan dapat menciptakan iklim organisasi yang etis, maka para tenaga
20
Prestasi Vol. 9 No. 1 - Juni 2012
ISSN 1411 - 1497
penjual akan merasa nyaman, produktif, dan merespon organisasi dengan kesetiaan (Davis et al., 2000 dalam Prakash, 2006). Jadi, kemampuan manajer untuk membangun kepercayaan dalam jangka panjang merupakan kunci sukses dalam pengelolaan divisi atau organisasi penjualan. KESIMPULAN Tenaga penjual memiliki karakter dan jenis pekerjaan yang berbeda dari karyawan non-sales. Para tenaga penjual ini bersifat independen, mengandalkan diri sendiri, dan menyukai pelimpahan wewenang. Sering kali para tenaga penjual terisolasi dari karyawan yang lain di perusahaan dan seakan-akan tidak mendapat fasilitas dan dukungan dari perusahaan. Kemudian kondisi ini akan membawa mereka pada komitmen organisasional yang rendah karena mereka berpikir sebagai “ lone ranger ”. Selain itu, jenis pekerjaan mereka juga diindikasikan memiliki beban stres yang cukup besar dibanding jenis pekerjaan lainnya. Seringkali para tenaga penjual ini mengabaikan tujuan perusahaan karena tergantikan oleh tujuan pribadi, yaitu sekedar bisa bertahan. Tenaga penjual juga akan dengan mudah untuk berpindah pekerjaan jika mereka tidak puas dengan pekerjaan dan kondisi perusahaan yang tidak mendukung mereka. Faktanya, kehilangan tenaga penjual sangatlah mahal bagi sebuah perusahaan. Hendaknya perusahaan lebih proaktif untuk mendengarkan para tenaga penjualnya, memahami apa yang mereka butuhkan dan memberikan jaminan bahwa perusahaan memperhatikan kepentingan mereka dengan menunjukkan dan menciptakan iklim yang etis. Pada saat manajer dipersepsikan sebagai orang yang dapat dipercaya dan dapat menciptakan iklim organisasi yang etis, maka para tenaga penjual akan merasa nyaman, produktif, dan merespon organisasi dengan kesetiaan. Untuk membangun iklim etis, modal pertama yang harus ada adalah kepercayaan para tenaga penjual terhadap manajernya. Dengan demikian, kemampuan manajer dalam membangun kepercayaan dalam jangka panjang adalah sebuah keharusan. Di sini, tipe kepemimpinan menjadi faktor yang sangat penting. Untuk dapat memahami para tenaga penjual dengan karakternya yang unik, dan untuk mendapatkan kepercayaan, tipe kepemimpinan transformasional dan servant leadership menjadi paling sesuai untuk mengelola tenaga penjual. DAFTAR PUSTAKA Babin, Barry J., and Donald P. Robin .2000. Representing the Preceived Ethical Work Climate Among Marketing Employees. Journal of American Academy Business,10 (1), 137-41. Brashear, Thomas G., Danny N. Bellenger, James S. Boles, and Hiram C. Barksdale, Jr. 2006. An Exploratory Study of the Relative Effectiveness of Different Types of Sales Force Mentors. Journal of Personal Selling and Sales Management, 26, 1 (Winter): 7-18. Beintein, Kathlee, Robert Vandenberg, Christian Vandenberghe, dan Florence
21
Prestasi Vol. 9 No. 1 - Juni 2012
ISSN 1411 - 1497
Stinglhamber. 2005. The Role of Change in relationship Between Commitment and Turnover: A Latent Growth Modeling Approach. Journal of Applied Psycology, 90 (3), 468-82. Darmon, René. 1990. Identifying Sources of Turnover Costs: A Segmental Approach. Journal of Marketing, 54 (2), 46-56. DeCarlo, Thomas E.,and Sanjeev Agarval. 1999. Influence of Managerial Behaviours and Job Autonomy on Job Satisfaction of Industrial Salespersons. Industrial Marketing Management, 28, 1 (January): 51-62. Ehrhart, Mark. 2004. Leadership and Procedural Justice Climate as Antecedents of Unit-Level organizational citizanship Behavior. Personel Psycology, 28, 1 (winter): 7-20. Eisenberger, Robin Hutington, Steven Hutchison, and Debora Sowa. 1986. Percieved Organizational Support. Journal of Applied Psycology, 71 (3): 500-7. Fu, Frank Q., Willy Bolander, dan Eli Jones. 2009. Managing the Drivers of Organizational Commitment and Sales Person Effort: An Application of Meyer and Allen's Three-Component Model. Journal of Marketing Theory and Practices, 17 (4): 335-50. Gilbert, Jenifer. 2003. A Matter of Trust . Sales and Marketing Management , 155 (3), 30-5. Grisaffe, Douglas B. And Fernando Jaramillo. 2007. Toward Higher Levels of Ethics: Preliminary Evidence of Positive Outcomes. Journal of Personal Selling and Management, 27, 4 (Fall): 355-71. Ingram, Thomas N., Raymond W. LaForge, William B. Locander, Scott B. MacKenzie, and Phillip M. Podsakoff. 2005. New Directions in Sales Leadership Research. Journal of Personal Selling and Sales Management, 25, 2 (Spring): 137-54. Jarmillo, Fernando, Jay Prakash Mulki, and Greg W. Marshal. 2005. A Meta Analysis of the relationship Between Organizational Commitment and Sales People Job Performance: 25 Years of Research. Journal of Business research, 58 (6): 705-14. Jaramillo, Fernando, and Jay Prakash Mulki. 2008. Sales Effort: The Intertwined Roles of The Leader, Customers, and The Salesperson. Journal of Personal Selling and Sales Management, 28,1 (Winter): 37-51. Jaramillo, Fernando, Douglas B. Grisaffe, Lawrence B. Chonko, and James A. Roberts. 2009. Examining The Impact of Servant Leadership on Salesperson's Turnover Intention. Journal of Personal Selling and Sales Management, 4 (Fall): 351-65. Kotler, Philip, dan Kevin Lane Keller. 2009. Marketing Management , 13 th edition, New Jersey: Pearson Education, Inc. Liden, Robert C., Sandy J. Wayne, Hao Zhao, and David Henderson. 2008. Servant Leadership: Development of Multidimensional Measure and Multi-Level Assesment. Leadership Quarterly, 19, 2 (April): 161-77.
22
Prestasi Vol. 9 No. 1 - Juni 2012
ISSN 1411 - 1497
Luchak, Andrew A. dan Ian R. Gellatly. 2007. A Comparison of Linear and Non linear Relations Between Organizational Commitment and Work Outcome. Journal of Applied Psycology, 92 (3), 786-93. Nonis, Sarath A., Jeffrey K. Sager, and Kamalesh Kumar. 1996. Salespeople's Use of Upward Influence Tactics (UITs) in Coping with Role Stress. Journal of the Academy of Marketing Science, 24 (1) : 44-56. Porter, Lyman W., Richard M. Steers, Richard T. Mowday, and Paul B. Boulian. 1974. Organizational Commitment, Job Satisfaction, and Turnover Among Psychiatric Technicians. Journal of Applied Psycology , 59 (5), 603-09. Mulki, Prakash W., Fernando Jaramillo, and William B. Locander. 2006. Effects of Ethical Climate and Supervisory Trust on Sales Person's job Attitude and Intention to Quit, Journal of Personal Selling and Sales Management, 26, 1 (Winter), 19-26. Rafferty, Alannah E., and Mark A. Griffin. 2004. Dimension of Transformational Leadership: Conceptual and Empirical Extensions. Leadership Quarterly, 15, 3 (June): 329-54. Richardson, Robert. 1999. Selling and Sales Management in Action;Measurung the Impact of Turn Over on Sales. Journal of Personal Selling and Sales Management, 19, 4 (Fall), 53-66. Steers, Richard M. 1977. Antecedents and Outcomes of Organizational Commitment. Administrative Science Quarterly, 22, 1 (March): 46-56. Palmatier, Robert W., Lisa K. Scheer, and Jan-Benedict E. M. Steenkamp. 2007. Customer Loyalty to Whom? Managing The Benefits and The Risks of Salesperson-Owned Loyalty. Journal of Marketing Research , 44 (May): 185-199. Valentine, Sean, and Tim Barnet. 2003. Ethics Code Awareness, Perceived Ethical Values, Organizational Commitment. Journal of Personal Selling & Sales Management, 23, 4 (Fall): 359-367.
23