KOMITMEN DAN ETIKA AUDIT: SEBUAH FENOMENOLOGI LOCUS OF CONTROL AUDITOR INTERNAL COMMITMENT AND AUDIT ETHICS: A PHENOMENOLOGY ON LOCUS OF CONTROL INTERNAL AUDITOR
La Ode Kamaluddin Mursidi1, Syarifuddin2, Hj. Mediaty3 1
Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Pascasarjana Universitas Hasanuddin,
[email protected] 2 Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi,Universitas Hasanuddin,
[email protected] 3 Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi,Universitas Hasanuddin,
[email protected]
Alamat Korespondensi:
La Ode Kamaluddin Mursidi Akuntansi Universitas Hasanuddin Makassar, 90215 Hp. 085288304656 Email:
[email protected]
Abstrak
Penelitian ini didasarkan atas fenomena hubungan antara locus of control auditor internal dengan konteks komitmen dan etika audit. Penelitian ini bertujuan untuk memahami dan menjelaskan locus of control auditor internal dalam konteks komitmen dan etika audit berdasarkan fenomenologi Alfred Schutz. Penelitian ini dilaksanakan di Inspektorat Kota Baubau dengan mengambil informan para auditor internal berdasarkan snowbolling sampling. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara semi struktur, dan dokumentasi. Data dianalisis dengan metodologi kualitatif berparadigma interpretif dan menggunakan metode fenomenologi Alfred Schutz. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam perspektif komitmen dan etika audit, auditor internal di Inspektorat Kota Baubau memiliki locus of control eksternal. Akibatnya, auditor internal di Inspektorat ini menghadirkan komitmen yang rendah dan perilaku tidak etis dalam konteks audit internal. Tepatnya, ada upaya pelanggaran standar audit dan kode etik yang dipahami sekaligus diabaikan. Akhirnya, segala hubungan dan konsekuensi ini akan mempertontonkan proses audit internal yang sarat dengan minimnya kompetensi, integritas, independensi dan disiplinitas yang dapat mengeruk sikap profesionalisme auditor Inspektorat dalam mengaktualisasikan komitmen dan etikanya di ranah audit internal.
Kata kunci: locus of control, komitmen, etika audit.
Abstract
The study is based on the phenomenon of the relationship between locus of control internal auditor with the context of the commitment and ethics audit. This study aims to determine the locus of control of internal auditor in the context of the commitment of ethical audit based on the phenomenology of Alfred Schutz. This research was conducted at the Inspectorate of Baubau city and the informants were taken from internal auditors based on snowballing sampling. The data were collected through observation, semi structure interview, and documentation. Data were analyzed using qualitative methodology and interpretive paradigm using phenomenology of Alfred Schutz. The results indicate that in commitment perspective and audit ethic, internal auditor at Inspectorate of Baubau city has an external locus of control. As a results, internal auditor in the Inspectorate presents a low commitment and unethical behavior in the context of internal audit. Precisely, there is an attempt to break auditing standards and code of ethics that is discerned and ignored. Finally, all the relationships and consequences will show the internal audit process is loaded with lack of competence, integrity, independence, and dicipline to dredge the profesisionalism of inspectorate auditors to actualize the commitment and ethics in the realm of internal audit. Keywords: locus of control, commitment, ethic audit.
PENDAHULUAN Locus of control kini menjadi konsep yang digunakan secara luas dalam riset keprilakuan untuk menjelaskan perilaku manusia dalam setting organisasi. Konsep ini pertama kali dikembangkan oleh Rotter (1966), yang mengetengahkan bahwa locus of control mengarah pada tingkatan dimana seorang individu berharap bahwa reinforcement atau hasil dari perilaku mereka tergantung pada perilaku mereka sendiri atau dikendalikan oleh kekuatan eksternal (seperti keberuntungan, nasib, atau dukungan dari kekuatan orang lain). Esensinya, mereka yang yakin dapat mengendalikan tujuannya disebut memiliki locus of control internal, sedangkan yang memandang hidup mereka dikendalikan oleh kekuatan eksternal disebut memiliki locus of control eksternal (Rotter, 1966). Locus of control sebagai salah satu karakteristik kepribadian, telah banyak diteliti dan teramati memainkan peran penting di tempat kerja (Reed et al., 1994). Dalam penelitian audit, locus of control auditor sangat berkaitan dengan efektivitas tugas para akuntan (Chen & Silverthorne, 2008). Beberapa riset audit, seperti Donelly et al (2003); Silaban (2009); Kung & Huang (2013); Alkautsar 2014), menunjukkan bahwa locus of control auditor kerap dihubungkan dengan konteks komitmen dan etika audit. Komitmen, pada dasarnya merupakan sikap yang merefleksikan loyalitas personal terhadap organisasi dan proses keberlanjutan, dimana anggota organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap keberhasilan dan kemajuan organisasi dan profesi secara berkelanjutan (Luthans, 2005). Komitmen auditor sangat berkaitan dengan etika audit yang melibatkan persoalan moral dan pilihan, serta berhubungan dengan perilaku yang benar dan salah. Dalam hal ini, etika dijadikan orientasi fungsi dari auditor dalam memenuhi standar dan etika audit yang terkait dengan komitmen profesional dalam meningkatkan sikap independensinya (Halim et al., 2014). Dari beberapa wujud hubungan yang dihasilkan dari locus of control yang dimiliki seorang auditor, kontek komitmen dengan etika audit teraktualisasi dari beberapa studi Meyer et al (1993); Lord & DeZoort (2001); Silaban (2009); Alkautsar (2014), yang menegaskan bahwa auditor yang memiliki komitmen profesional yang rendah lebih cenderung melakukan tindakantindakan kurang etis, jika dibandingkan dengan auditor yang memiliki komitmen profesional yang tinggi. Konteks tersebut oleh beberapa peneliti Herbach (2005); Yuen et al (2013); Silaban (2009), mengemukakan bahwa pada dasarnya permasalahan yang hadir menengarai persoalan komitmen dan etika audit adalah masalah keterbatasan personil yang menjadi penyebab adanya tekanan waktu bagi auditor dalam konteks audit. Masalah ini akan mengarahkan auditor untuk memilih berusaha keras mencapai anggaran waktu yang ditetapkan daripada memilih
profesionalisme kerja. Akibatnya, profesionalisme auditor internal yang termanifestasi dari lahirnya standar audit dan kode etik yang menuntun konsistensi karakter, komitmen dan etika audit bisa berdampak pada minimnya aktualisasi auditor internal dalam melaksanakan tugas audit. Karenanya, untuk mewujudkan sikap profesionalisme tersebut, maka diperlukan karakter kepribadian locus of control dan komitmen auditor baik secara organisasional maupun profesi yang diwujudkan dalam perilaku etis (Wijayanti, 2009). Berangkat dari argumentasi tersebut, studi ini mencoba mengkaji secara fenomenologi locus of control auditor internal pemerintah dalam konteks komitmen dan etika audit. Tepatnya, studi ini akan mencoba memahami lebih jauh hubungan konteks locus of control, komitmen dan etika audit di ranah audit internal, yang tidak lain terkait dengan eksistensi auditor Inspektorat Kota Baubau sebagai lembaga pemeriksa atau pengawas intern di tingkat pemerintah daerah, yang hingga saat ini masih diperhadapkan dengan keterbatasan personil auditor fungsional yang turut membayangi eksistensi dan profesionalismenya. Persoalan ini merupakan hal yang sangat urgen, pasalnya, keterbatasan jumlah auditor fungsional tersebut dapat berimplikasi pada komitmen dan etika audit auditor Inspektorat di ranah audit internal. Dengan mencermati konteks hubungan locus of control, komitmen dan etika auditor internal serta merepresentasikannya secara alamiah dalam bingkai penelitian kualitatifinterpretif, maka studi ini sangat penting dan diharapkan dapat memberikan interpretasi makna yang terdalam, sekaligus mampu untuk mengungkap fakta dibalik pengalaman auditor internal di Inspektorat Kota Baubau. Atas dasar itu, peneliti termotivasi untuk mengungkap fakta dari konteks tersebut dengan mengangkat judul penelitian “Komitmen dan Etika Audit: Sebuah Kajian Fenomenologi Locus of Control Auditor Internal”. Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami dan menjelaskan locus of control auditor internal dalam konteks komitmen dan etika audit. Dari hasil kajian fenomonologi, studi ini dapat memberikan suatu tatanan konsep locus of control auditor internal di ranah perilaku fungsional dan disfungsional, serta komitmen dan etika yang mendasari pelaksanaan fungsi audit di sektor pemerintahan.
BAHAN DAN METODE Lokasi dan Rancangan Penilitian Penelitian ini dilaksanakan di Kantor Inspektorat Kota Baubau, Provinsi Sulawesi Tenggara. Untuk mengungkap fakta lebih mendalam sebagaimana tujuan studi ini, maka penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi-interpretif dalam bingkai metodologi penelitian kualitatif. Tepatnya, penelitian ini menggunakan fenomenologi Alfred Schutz (1899-
1959), dalam mengamati dan menjelaskan aspek locus of control auditor Inspektorat yang diperhadapkan pada konteks komitmen dan etika audit, khususnya hal-hal yang berkaitan dalam pelaksanaan audit internal. Di samping itu, penelitian ini dilakukan dalam setting alamiah yang lebih menekankan paradigma naturalistik dengan menggunakan informan (auditor Inspektorat) sebagai instrumennya. Metode pengumpulan Data Metode pengumpulan data dalam penelitian ini ditempuh melalui hasil wawancara dengan peserta (informan), pengamatan (tindakan informan) dan beberapa dokumen lainnya. Informasi lisan informan yang dijadikan sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari hasil wawancara semi terstruktur. Untuk kategori informan, yakni para auditor internal yang dianggap memiliki informasi kunci (key informan). Sedangkan untuk jenis pengamatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pengamatan berperanserta (pengamat partisipan). Adapun pengambilan informasi dalam penelitian ini menggunakan teknik bola salju (snowball samples), yakni penentuan subjek maupun informan penelitian akan berkembang dan bergulir mengikuti informasi atau data yang diperlukan dari informan yang diwawancarai sebelumnya. Karenanya dalam studi ini, spesifikasi informan akan berkembang sesuai dengan tujuan penelitian yang akan dianalisis berikutnya. Teknik Analisa Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan model interaktif yang terdiri atas empat tahap, yaitu tahap pengumpulan data; display data, dan tahap penarikan kesimpulan dan/atau tahap verifikasi. Dalam penelitian ini, tahap pengumpulan data, menyangkut tentang serangkaian proses pengumpulan data di Inspektorat Kota Baubau; Tahap reduksi data, berisi tentang proses penggabungan dan penyeragaman segala bentuk data yang diperoleh dari informan menjadi satu bentuk tulisan (script) yang akan dianalisis; Tahap display data, berisi tentang pengolahan data setengah jadi yang sudah seragam dalam bentuk tulisan dan sudah memiliki alur tema yang jelas ke dalam suatu matriks kategorisasi, sesuai tema-tema yang sudah dikelompokkan dan dikategorikan, serta akan memecah tema-tema tersebut ke dalam bentuk yang lebih konkret dan sederhana yang disebut subtema, yang diakhiri dengan pemberian kode dari subtema tersebut sesuai dengan verbatim wawancara yang sebelumnya telah dilakukan; dan untuk tahap kesimpulan/verifikasi yang merupakan tahap akhir, peneliti menjurus pada jawaban dari pertanyaan penelitian yang diajukan untuk mengungkapkan hasil dari fokus penelitian yang diajukan.
HASIL PENELITIAN Locus of Control Auditor Inspektorat Auditor Inspektorat memahami locus of control sebagai karakter kepribadian dalam pengendalian diri mereka dalam melaksanakan tugas audit. Bagi auditor Inspektorat, locus of control tersebut termanifestasi dari aktualisasi tugas audit yang dilaksanakan secara tim yang secara kolektiv menguraikan kerja sama dan kebersamaan dalam konteks pelaksanaan tugas audit. Manifestasi dari aktualisasi tersebut bagi kalangan auditor Insepektorat, menyiratkan makna bahwa keberhasilan maupun kegagalan tugas audit secara personal terurai secara organisasional yang tidak lain hal tersebut dilatar belakangi oleh proses tugas pemeriksaan yang dilakukan secara tim. Artinya hampir di semua situasi, aroma dari eksistensi auditor internal yang meyirat makna dari keterbatasan personil, kompetensi, serta masih rentannya nilai profesionalisme mengorientasikan mereka bekerja di bawah bantuan rekan kerja dalam tim. Tepatnya, ada nuansa ketergantungan dari bentuk kolektivisme auditor Inspektorat dalam tugas pemeriksaan, dimana nuansa ketergantungan dan bentuk kolektivisme ini menjadi ciri khas dari locus of control eksternal yang dimiliki auditor Inspektorat Kota Baubau. Lebih lanjut, struktur hierarkis di lingkup Inspektorat sendiri menunjukkan situasi bahwa anggota tim yang terdiri atas auditor fungsional maupun non fungsional, serta staf yang ditunjuk oleh Inspektorat dalam penugasan pemeriksaan harus bertanggung jawab kepada ketua tim yang posisi ini ditempati Sekretaris Inspektorat maupun para Inspektur pembantu. Dengan konstalasi ini, aktualisasi kegiatan pemeriksaan mulai dari proses hingga diterbitkannya Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) tetap didasarkan atas konsultasi yang disertai dengan keputusan secara bersama-sama, dengan hasil yang setidak-tidaknya diwarnai oleh sikap ketergantungan dari kekuatan rekan kerja (anggota maupun ketua tim). Akibatnya, aspek hierarkis tersebut turut mengurung atau membatasi peran auditor fungsional sebagai auditor internal dalam konteks tanggung jawab dan pengambilan keputusan. Fakta menunjukkan auditor fungsional yang seharusnya menjadi pihak yang satu-satunya melakoni tugas pemeriksaan sebagaimana yang diamanahkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 64 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis dan Tata Kerja Inspektorat Provinsi dan Kabupaten/Kota, ikut menjadi terabaikan. Komitmen Auditor di Balik Locus of Control Auditor Inspektorat Dalam konteks komitmen, auditor Inspektorat memahami komitmen sebagai wujud dari loyalitas dan tanggung jawab yang mengisyaratkan pentingnya kompetensi, integritas, independensi dan kedisiplinan yang termediasi oleh upaya kerja keras auditor dalam melaksanakan tugas. Interpretasi dari loyalitas dan tanggung jawab itupun adalah bentuk hasil dari sebuah komitmen yang dapat menghadirkan perilaku etis. Karenanya, menghadirkan
perilaku etis adalah hal utama dalam konteks pemeriksaan, mengingat konsekuensi dari perilaku tidak etis tidak akan menghadirkan objektifitas personal dalam kegiatan audit internal. Bahkan perilaku tidak etis ini dapat menenggelamkan kompetensi dan integritas yang semestinya dimiliki auditor Inspektorat di ranah pemeriksaan. Dalam menyikapi persoalan ini, auditor Inspektorat menegaskan bahwa aspek tanggung jawab dalam tugas audit perlu diaktualisasi dengan upaya kerja keras yang diwujudkan dengan kedisiplinan auditor dalam melaksanakan tugas, mengingat konteks kerja keras dan kedisiplinan dalam hal ketepatan waktu penyelesaian tugas tersebut menjadi ciri khas dari komitmen organisasional yang termanifestasi ke dalam komitmen profesi. Bagi mereka, komitmen yang teristilahkan dari adanya loyalitas dan tanggung jawab tersebut seharusnya dapat dilaksanakan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pelaporan audit guna menjamin pelaksanaan tugas auditor Inspektorat menjadi lebih baik. Studi ini menunjukkan bahwa aspek tanggung jawab auditor Inspektorat dalam melaksanakan tugas audit belum sepenuhnya teraktualisasi. Persoalan ini teristilahkan dari bentuk ketidaksesuaian fungsi yang dipertontonkan para auditor Inspektorat yang berimplikasi pada terbengkalainya tugas pemeriksaan. Persoalan tersebut tidak lain adalah aroma dari karakter kepribadian locus of control auditor Inspektorat yang berfokus eksternal dengan ditengarai oleh faktor minimnya kompetensi, integritas, independensi dan disiplinitas mereka dalam melaksanakan
tugas
audit.
Faktor-faktor
tersebut
jelas
akan
mengakibatkan
tidak
teraktualisasinya aspek tanggung jawab sebagai bentuk komitmen auditor Inspektorat, sekaligus dapat menyeret persoalan baru, yakni terbengkalainya tugas pemeriksaan yang dapat memengaruhi kemampuan auditor dalam mengambil keputusan terhadap objek pemeriksaan. Tak hanya sebatas itu, karakter kepribadian locus of control auditor Inspektorat yang berfokus eksternal yang berada dibalik nuansa ketergantungan dan aspek hierarkis birokrasi ini turut mengurung dan membatasi peran auditor dalam konteks tanggung jawab dan pengambilan keputusan yang dapat mengakibatkan hilangnya independensi auditor dalam mengungkap dan menindaklanjuti temuan-temuan yang sifatnya wajib bagi mereka. Tepatnya, persoalan ini bisa berdampak pada kegagalan auditor Inspektorat dalam mengaktualisasikan visi dan misinya, dan secara multidimensial, implikasi dari locus of control auditor eksternal Auditor Inspektorat Kota Baubau tersebut tidak lain adalah aktualisasi dari komitmen normatif yang secara organisasi maupun profesi, auditor Inspektorat ini kerap diperhadapkan dengan motif ekstrinsik yang tidak terealisir.
Aktualisasi Kode Etik Auditor Inspektorat Auditor Inspektorat memahami etika sebagai moral dalam menentukan apa yang benar atau salah yang didasarkan pada aturan yang tidak lain bersumber dari Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/05/M.PAN/03 Tahun 2008 tentang Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah. Aturan yang bagi kalangan auditor Inspektorat ini terangkum dalam kode etik auditor internal (APIP) yang memuat prinsip-prinsip perilaku akan pentingnya integritas; objektifitas; kerahasian dan kompetensi, serta standar umum yang menganut prinsip objektif dan independensi yang dijadikan dasar dalam mengantar prinsip perilaku etis tersebut ke arah substansi etis dalam konteks pelaksanaan tugas di ranah audit internal. Namun dibalik substansi etis pelaksanaan tugas audit, fakta independensi bagi auditor Inspektorat masih menjadi hal yang dilematis. Prinsip independensi ini ikut terbentur dengan adanya aspek hierarkis dalam birokrasi pemerintah daerah yang dapat mengakibatkan auditor Inspektorat sebagai audit internal menjadi tersandera atas segala keterbatasan, baik posisi, tanggung jawab, maupun dalam hal pengambilan keputusan. Di samping itu, fakta tidak independennya dalam tugas audit ini dipengaruhi oleh karakter kepribadian locus of control eksternal yang dimiliki para auditor Inspektorat. Hasilnya, studi ini menunjukkan bahwa auditor Inspektorat diperhadapkan dengan dilema etis yang tidak hanya berimplikasi pada minimnya independensi, namun bisa berimbas pada minimnya integritas dan objektifitas yang mereka miliki. Fakta ini merujuk pada suatu konteks tugas audit internal, bahwasanya auditor Inspektorat dalam menjalankan fungsinya sebagai auditor internal menerima sejumlah imbalansi ekonomis yang dapat memengaruhi keputusannya terkait dengan fungsinya sebagai auditor internal. Fakta pemberian ini adalah merupakan bentuk godaan pihak auditee kepada auditor yang dianggap lazim dan hadir di ranah pemeriksaan. Persoalan ini mengakibatkan dilema etis yang berimplikasi tidak terpenuhinya prinsip independensi auditor Inspektorat yang berfokus eksternal dan berimbas pada minimnya integritas dan objektifitas di ranah audit internal. Dalam konteks yang sama, fakta ‘pemberian’ yang diterima dari pihak auditee oleh pihak auditor, selain dianggap sebagai perilaku tidak etis, konteks ini juga dianggap sebagai upaya penyuapan; fasilitas komunikasi; negoisasi; atau bisa menjadi bentuk ucapan terimakasih dari pihak auditee kepada auditor yang dapat menghadirkan perilaku disfungsional audit.
PEMBAHASAN Studi ini menunjukkan bahwa komitmen bagi auditor Inspektorat dipahami sebagai wujud dari loyalitas dan tanggung jawab yang mengisyaratkan pentingnya kompetensi, integritas, independensi dan kedisiplinan yang termediasi oleh upaya kerja keras auditor dalam melaksanakan tugas audit. Makna tersebut tidak lain untuk mengaktualisasikan tanggung jawab auditor yang disejajarkan dengan relevansi pemahaman konseptual dalam komitmen organisasi maupun profesi. Di sudut yang sama, auditor Inspektorat yang menunjukkan karakter kepribadian locus of control eksternal dalam hasil studi ini menghadirkan aspek tanggung jawab yang belum sepenuhnya teraktualisasi, yang menandai adanya komitmen yang rendah dalam diri auditor yang berfokus eksternal (Lord & DeZoort, 2001; Silaban, 2009). Komitmen yang rendah tersebut adalah komitmen yang didasarkan pada aspek normatif, atau disebut sebagai komitmen normatif. Komitmen ini yang secara multidimensional hadir di tengah-tengah komitmen organisasi dan profesi auditor di Inspektorat yang teridentifikasi sebagai perasaan wajib bagi mereka untuk tetap berada dalam organisasi (Meyer & Allen, 1991; Dunham et al., 1994; Jernigens et al., 2002; Munir & Sajid, 2010; Farris, 2012). Bukti dari penelitian ini, komitmen normatif hadir sebagai wujud keberadaan auditor internal yang menyandang status sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang turut menyiratkan bahwa keberadaan mereka berada di tangan seorang pimpinan (eksekutif) sebagai pihak yang menilai, mempromosikan ataupun menempatkan jabatan dan instansi bagi mereka (auditor internal). Namun di balik status tersebut, komitmen normatif tidak akan menjadi hal yang abadi, karena isyarat yang menyiratkan motif ekstrinsik yang tidak terpenuhi di kalangan auditor Inspektorat akan menyebabkan orientasi auditor fungsional beralih ke struktural. Akibatnya, minat bagi mereka yang hendak menduduki jabatan fungsional auditor bisa menjadi pupus, dan mewarnai masalah keterbatasan personil auditor fungsional yang ada di Inspektorat Kota Baubau menjadi permasalahan yang tak berujung pangkal. Dari berbagai representasi auditor Inspektorat yang berfokus eksternal, menunjukkan bahwa sifat dari locus of control eksternal yang dimiliki oleh auditor internal di Inspektorat Kota Baubau dapat memengaruhi kemampuan mereka dalam menolak tekanan klien (auditee) untuk melakukan tindakan tidak etis atau melanggar standar audit. Fakta dari persoalan ini memberi titik terang terkait dengan personil auditor Inspektorat yang berfokus eksternal yang lebih mengikuti prinsip-prinsip moral atau etika mereka sendiri. Bahkan kriteria etis yang dipertontonkan adalah sikap egoisme yang berfokus pada upaya memaksimalkan kepentingan
diri, dan sikap utilitarianisme auditor yang tidak lain berfokus pada perhatian atau kepedulian untuk kepentingan bersama atau kelompok. Di sudut lain, persoalan dari fakta pemberian yang dianggap lazim oleh kedua pihak (auditee dan auditor) tersebut menjadi sebuah istilah dari ungkapan khas yang menyangkut resiproksitas. Eriksen (1998), mengungkapkan bahwa kewajiban untuk memberi akan menyiratkan kewajiban untuk menerima. Untuk itu penerima berjanji pada dirinya sendiri untuk memberi balasan kepada pemberi. Karenanya, kategori pemberian tersebut melibatkan keseluruhan pribadi dan oleh asosiasi simboliknya yang mencakup keseluruhan relasi sosial dan nilai budaya dalam masyarakat. Imbalansi ekonomis yang menyiratkan “pemberian” sebagai ajang negoisasi yang dapat menghilangkan sebuah temuan dalam audit adalah salah satu wujud dari perilaku disfungsional. Dalam studi audit, perilaku ini adalah bentuk dari tindakan auditor yang dapat mereduksi atau menurunkan kualitas audit secara langsung maupun tidak langsung, dimana negoisasi tersebut adalah merupakan bentuk perilaku reduksi kualitas audit (audit quality reduction behaviors) yang secara langsung dapat memengaruhi kualitas audit atau pemeriksaan (Kelly & Margheim, 1990; Otley & Pierce, 1996; Herbach, 2007). Dari rentetan peristiwa dan implikasi etika audit tersebut, menunjukkan bahwa di Inspektorat, meskipun etika audit yang dikumandangkan dari lahirnya sebuah aturan kode etik, prinsip etika tersebut bagi auditor internal di Inspektorat belum sepenuhnya dapat diaktualisasi . Persoalan independensi dan objektifitas seorang auditor yang menjadi sebuah kekuatan terpenuhinya dari segala prinsip yang termuat dalam kode etik, turut dibayang-bayangi oleh carut marutnya proses pemeriksaan yang ditandai dengan dilema etis yang menyandera maupun menggoda profesionalisme auditor internal. Sementara itu di internal kelembagaan (rekan kerja, dan atasan) maupun dari pihak auditee, independensi yang mestinya menjadi buah dari profesionalisme auditor internal di Inspektorat ini menjadi terkikis karena adanya aspek hierarkis secara kelembagaan, dan dari godaan di balik materi, ataupun hubungan personal (kedekatan) yang terjalin antara auditor dengan auditee. Akibatnya, situasi ini membawa hadirnya perilaku tidak etis yang mengarahkan auditor untuk melakukan perilaku disfungsional audit dalam konteks audit internal. Dengan mencermati berbagai informasi terkait dengan konteks etika dalam audit internal, studi ini menunjukkan bahwa auditor dengan locus of control eksternal kurang mengambil tanggung jawab pribadi atas konsekuensi perilaku tidak etis, dan mereka lebih rentan terhadap pengaruh luar (Trevino, 1986; Shapeero et al., 2003). Di samping itu, studi ini membuktikan bahwa auditor yang memiliki komitmen profesional rendah lebih cenderung
melakukan tindakan-tindakan kurang etis (Jeffrey et al., 1996b; Lord & DeZoort, 2001; Silaban, 2009; Yuen et al., 2013). Adapun bukti dari hadirnya perilaku reduksi kualitas audit yang merupakan hasil dari sebuah negoisasi pihak auditee terhadap auditor, turut memberi gambaran bahwa perilaku disfungsional audit sangat berkaitan dengan karakter kepribadian locus of control eksternal (Malone & Roberts, 1996; Otley & Pierce,1996; Donnelly et al., 2003; Silaban, 2009), dimana perilaku ini menunjukkan bahwa auditor lnternal memberikan toleransi dalam menerima perilaku disfungsionalnya, yakni melakukan manipulasi guna mempertahankan pengaruhnya terhadap lingkungan audit (Kartika & Wijayanti, 2007; Nadirsayah et al., 2009).
KESIMPULAN DAN SARAN Bukti dari studi ini menguatkan argumentasi bahwa fakta di balik karakter pribadi auditor yang berfokus eksternal (locus of control eksternal) akan menghadirkan komitmen yang rendah dalam diri auditor, dan menghadirkan perilaku tidak etis. Tepatnya, ada upaya pelanggaran standar audit dan kode etik yang dipahami sekaligus diabaikan. Akhirnya, akhir dari segala hubungan dan konsekuensi ini akan mempertontonkan proses audit internal yang sarat dengan minimnya kompetensi, integritas, independensi dan disiplinitas yang dapat mengeruk sikap profesionalisme auditor Inspektorat dalam mengaktualisasikan komitmen dan etikanya di ranah audit internal. Oleh karena itu, studi ini membuat pengakuan yang jelas bahwa setidaktidaknya konteks tersebut di atas dapat di konstruksi dengan menghadirkan dan memaksimalkan kuantitas dan kualitas auditor fungsional yang sarat dengan profesionalisme; atau dapat memenuhi standar audit dan kode etik. Karena pada dasarnya, semua konsekuensi yang hadir tersebut ditemukan dari kurangnya mentalitas, pendidikan dan pelatihan auditor internal di Inspektorat, serta nuansa hierarkis birokrasi yang terkesan setengah hati mengakui peran auditor internal dalam jargon pemerintahan daerah.
DAFTAR PUSTAKA Alkautsar M. (2014). Locus of Control, Commitment Profesional and Dysfunctional Audit Behaviour. International Journal of Humanities and Management Sciences, 2(1): 3538. Chen J. & Silverthorne C. (2008). The Impact of Locus of Control on Job Stress, Job Performance and Job Satisfaction in Taiwan. Leadership & Organization Development Journal, 29 (7): 572-582. Donnelly DP., Quirin JJ., & O'Bryan D. (2003). Auditor Acceptance of Dysfunctional Audit Behavior: An Explanatory Model Using Auditors' Personal Characteristics. Behavioral Research In Accounting, 15: 87-110.
Dunham RB., Grube JA., & Castaneda MB. (1994). Organizational Commitment: The Utility of an Integrative Definition. Journal of Applied Psychology, 79 (3): 370-380. Eriksen TH. (1998). Antropologi Sosial dan Budaya. Terjemahan oleh Yosef Maria Florisan. Maumere: Ladalero. Farris JR. (2012). Organizational Commitment and Job Satisfiction: A Quantitative Investigation of the Relationships Between Affective, Continuance, and Normative Constructs. Dissertation: Doctor of Philosophy Capella University. Halim A., Sutrisno T., Rosidi., & Achsin M. (2014). Effect of Competence and Auditor Independence on Audit Quality with Audit Time Budget and Professional Commitment as a Moderation Variable. International Journal of Business and Management Invention, 3 (6): 64-74. Herbach O. (2005). The Art of Compromise? The individual and Organisational Legitimacy of “Irregular Auditing”. Accounting, Auditing and Accountability Journal, 18 (3): 390-409. Jeffrey C. & Weatherholt N., & Lo S. (1996). Ethical Development, Professional Commitment and Rule Observance Attitudes: A Study of Auditors in Taiwan. The International Journal of Accounting, 31 (3): 365-379. Jernigens IE., Beggs JM., & Kohut GF. (2002). Dimensions of Work Satisfaction as Predictors of Commitment Type. Journal of Managerial Psychology, 17 (7): 564-579. Kartika I & Wijayanti P. (2007). Locus of Control sebagai Antaseden Hubungan Kinerja Pegawai dan Penerimaan Perilaku Disfungsional Audit (Studi pada Auditor Pemerintah yang Bekerja pada BPKP di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta). Makalah disajikan dalam acara Simposium Nasional Akuntansi ke‐10 di Makassar pada tanggal 26-28 Juli. Kelley T. & Margheim L. (1990). “The Impact of Time Budget Pressure, Personality and Leadership Variabel on Dysfunctional Behavior”. Auditing: A Journal of Practice and Theory, 9 (2): 21-41. Kung, FH. & Huang, CL. (2013). Auditors’ Moral Philosophies and Ethical Beliefs. Management Decision Journal, 51 (3): 479-500. Lord AT. & DeZoort FT. (2001). The Impact of Commitment and Moral Reasoning on Auditors' Responses to Social Influence Pressure. Accounting, Organizations and Society, 26: 215-235. Luthans F. (2005). Perilaku Organisasi, Edisi Sepuluh. Terjemahan oleh Vivin Andika Yuwono, dkk. 2006. Yogyakarta: Andi Offset Malone CF & Roberts RW. (1996). Factors Associated With the Incidence of Reduced Audit Quality Behaviors. Auditing: A Journal of Practice & Theory, 15 (2): 49-64. Meyer JP. & Allen NJ. (1991). A Three-Component Conceptualization of Organizational Commitment. Human Resource Management Review, 1 (1): 61-89. Meyer JP., Allen NJ., & Smith CA. (1993). Commitment to Organizations and Occupations: Extension and Test of a Three-Component Conceptualization. Journal of Applied Psychology, 78, (4): 538-551. Munir S. & Sajid M. (2010). Examining Locus of Control as a Determinant of Organizational Commitment among University Professors in Pakistan. Journal of Business Studies Quarterly, 1 (3): 78-93. Nadirsyah., Zuhra., & Intan Maulida. (2009). Locus of Control, Time Budget Pressure dan Penyimpangan Perilaku dalam Audit. Jurnal Telaah dan dan Riset Akuntansi, 2 (2): 104-116. Outley DT. & Pierce BJ. (1996). Auditor Time Budget Pressure: Consequences and Antecedents. Accounting, Auditing & Accountability Journal, 9 (1): 31-58. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 64 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat Provinsi dan Kabupaten/Kota. Jakarta: Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia.
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/05/M.PAN/03 Tahun 2008 tentang Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah. Jakarta: Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara. Reed SE., Kratchman SH., & Strawser RH. (1994). Job Satisfaction, Organizational Commitment, and Turnover Intentions of United States Accountants: The Impact of Locus of Control and Gender. Accounting, Auditing & Accountability Journal, 7 (1): 31-58. Rotter JB. (1966). Generalized Expectancies for Internal Versus External Control of Reinforcement. Psychological Monographs, 80: 1-28. Shapeero M., Koh HC., & Killough LN. (2003). Underreporting and Premature Sign-Off in Public Accounting. Managerial Auditing Journal, 18: 478-489. Silaban A. (2009). Perilaku Disfungsional Auditor dalam Pelaksanaan Program Audit (Studi Empiris di Kantor Akuntan Publik). Disertasi. Semarang: Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Trevino LK. (1986). Ethical Decision Making in Organizations: A Person-Situation Interactionist Model. The Academy of Management Review, 11 (3): 601-617. Wijayanti P. (2009). Pengaruh Karakteristik Personal Auditor terhadap Penerimaan Perilaku Disfungsional Audit (Studi Empiris pada Auditor Pemerintah Yang bekerja di BPKP Perwakilan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta). JAI, 5 (2): 251-271. Yuen DCY., Law PKF., Lu C., & Guan JQ. (2013). Dysfunctional Auditing Behaviour: Empirical Evidence on Auditors' Behaviour in Macau. International Journal of Accounting and Information Management, 21 (3): 209-226.