KOMITMEN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BPOM) DALAM PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS KEAMANAN PANGAN DARI BAHAYA FORMALIN DAN BAHAN BERBAHAYA LAIN Dl INDONESIA
Diana Tantri Cahyaningsih Abstract
The aim ofthis research are to reveal role ofBadan Pengawas Obat dan Makanan (called BPOM) in control offoods security in Indonesia and its obstacles. As a legal research the study choosen empirical approach in which focused to primary resources and supported by secondary materials. Result of this research showed that lawarrangements in Indonesia regardingprotection consumerexpeciallyinterrelated
foods protection from dangerous substances have to arrange by complete rules. BPOM have strongly
commitment to protect comsumers but its activity would beeffective ifthere are not strongly coordination with others instances forprotection foods from dangerous substances. Generally, the obstacles ofBPOM to protect foods consumerare lack offund allocation, human resources, awareness of societyandlack of optimally coordination BPOM and others instances which interrelated.
Keywords:Protection consumer, foodsecurity, dangerous substances.
A. Pendahuluan
Setiap konsumen memiliki hak-hakdasaryang harus dilindungi negaranya. Guidelines for Con sumer Protection of 1985, yang dikeluarkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan bahwa konsumen di manapuh mereka berada, dari segala bangsa, mempunyai hak-hak dasar sosialnya. Yang dimaksud dengan hak-hak dasar tersebut adalah hak untuk mendapatkan informasi yang jelas, benar, dan jujur;hak untuk mendapatkan ganti rugi; hak untuk mendapatkan kebutuhan dasar manusia (cukup pangan daii papan); hak untuk mendapatkan lingkungan yang baikdan bersih serta kewajiban untuk menjaga lingkungan; dan hak untuk mendapatkan pendidikan dasar. PBB menghimbau seluruh anggotanya untuk memberlakukan hak-hak
konsumen tersebut di negaranya masing-masing (AZ Nasution, 2001: vii). Indonesia sebagai anggota PBB berkewajiban juga melindungi konsumen dengan menjamin hak-hak yang melekat padanya, termasuk hak konsumen memperoleh makanan yang layak dan aman untuk dikonsumsi. Liberalisasi perdagangan membawa kbnsekuensi bahwa semua barang dan jasa yang berasal dari negara lain harus dapat masuk ke In donesia. Ditinjau dari aspek keamanan pangan, globalisasi tersebut akan memperbesar timbulnya bahaya yang terkandung dalam makanan yang akan dikonsumsi. Misalnya, kasus beberapa tahun lalu, lewat perdagangan internasional, penyakit sapi gila {mad cow)/ bovine spongiform encephalaphaty
membahayakan konsumen Indonesia yang mengkonsumsinya (YusufShofie, 2003:9). Belum lama ini, juga telah ditemukan produk-produk Cina yang beredar bebas di Indonesia yang diindikasikan mengandung formalin, bahan pengawet dan bahan berbahaya lainnya. Hal tersebut ditambah lagi dengan kondisi perekonomian Indonesia saat ini yang semakin memburuk, hal ini menjadikan
produsen berpikiran membuat barang dengan harga tetap bersaing,sehingga ada yang meiiggantibahanbahan tertentu dengan bahan yang jauh lebih rhurah bahkan kadang menggunakan campuran bahan kimiatertentu yang biladicampurkan pada makanan dapat membahayakan kesehatan konsumen.
Hal ini terbukti dengan ditemukannya beberapa makanan atau bahan makanan yang diindikasikan adanya penambahan formalin maupun borak. Bahkan menurut laporan dari Kepala Bidang Pengujian Pangan dan Bahan Berbahaya BPOM selama tahun 2002, dari 29 sampel mi basah yang ditemukan di pasar dan supermarket di Jawa Barat,
25 di antaranya (86,2%) mengandung formalindan boraks. Hanya empat sampel yang dinyatakan bersih, dua sampel (6,9%) dinyatakan mengandung boraks dan satu sampel (3,45) mengandung formalin, dan sisanya 22 sampel (75,8%) mengandung formalin dan boraks.
(BSE) yang diderita sejumlah besar sapi dapat
Sementara itu, terasi 53,33% mengandung zat pewarna tekstil rhodamin B (http//www/ pikiran_rakyat.eom/cetak/0303/19/0801 .htm). BPOM Republik Indonesia sebagai badan yang dibentuk untukmengawasi peredaran pangan
Yustisia Edisi Nomor 75 Sept- Desember2008
Komitmen Badan Pengawas Obat dan.
15