Konferensi Nasional Sistem Informasi 2014, STMIK Dipanegara Makassar, 27 Februari – 01 Maret 2014
KNSI2014-205 IMPLEMENTASI DAN DESAIN KAMERA BERBASIS TEKNOLOGI CMOS 0.35µm MENGGUNAKAN APLIKASI MENTOR GRAPHICS Purnawarman Musa1, Missa Lamsani2 1,2
1,2
Sistem Komputer, Universitas Gunadarma Jl. Margonda Raya No. 100 Pondokcina - Depok 16424 {1p_musa, 2missa}@staff.gunadarma.ac.id
Abstrak Perkembangan terbaru dari teknologi VLSI pada kamera menggunakan elemen pengolahan digital terintegrasi pada sebuah chip yang ditanamkan sebuah sistem tertentu. Saat ini, perkembangan sebuah sistem tidak hanya terjadi sebuah chip tunggal tetapi merupakan gabungan rancangan antara hardware dan software. Sehingga perangkat yang telah terintegrasi tersebut selain ukurannya menjadi lebih kecil juga penggunaan konsumsi tenaga listrik sangat rendah. Penggunaan kamera tradisional makin ditinggalkan, mulai beralih menggunakan kamera digital yang terus berkembang secara pesat. Kamera digital telah ditanamkan sebuah sistem pengolahan citra yang dapat mendeteksi objek, mengenal benda atau seseorang, bahkan penerapannya dapat menjadi perangkat pendukung pada dunia kedokteran dan lain sebagainya. Ketidakpuasan terhadap perkembangan yang ada dan karena kebutuhan akan kamera juga semakin meningkat, maka para peneliti dibidang instrumentasi dan informatika terus melakukan pengembangan dan mengimplementasikan sistem-sistem tersebut dalam sebuah chip kamera yang terintegrasi. Proses pengolahan citra secara low level memerlukan proses dengan kecepatan yang sangat tinggi, sehingga diperlukan untuk mendesain sensor penerima pencahayaan yang cepat dengan resolusi 64x64 pixel. Selain itu adalah untuk mendapatkan ukuran yang sangat kecil dengan konsumsi power yang sangat rendah, maka pilihan arsitektur memerlukan banyak transistor. Kata kunci : sensor kamera, matriks 64x64 pixel, APS, teknologi CMOS
1.
Pendahuluan
Pertumbuhan elektronik analog lambat laun semakin bergeser ke arah elektronik berbasis sistem digital. Hal ini juga dialami hampir seluruh perangkat elektronik termasuk pada sistem vision sejak penerapan CMOS Active Pixels Sensor (APS) tahun 1995 diperkenalkan oleh Eric R. Fossum. Sehingga ditahun berikutnya banyak para peneliti umumnya lebih menggunakan CMOS teknologi pada sensor kamera. Teknologi CMOS dijadikan alasan utama dalam pemilihan sebuah sensor kamera, karena bentuk yang dihasilkan sangat kecil, konsumsi daya rendah, serta dari sisi ekonomis dengan biaya produksi yang sangat kecil. Dari keuntungan diatas, maka sensor kamera berbasis CMOS juga berpotensi mengintegrasikan sejumlah VLSI secara chip sehingga mengurangi komponen dan biaya pabrikasi. Sekarang kamera single-chip telah terintegrasi sistem timing dan kontrol elektronik, sensor array, sistem pengolah secara “low level” (elektronik analog), analog-to-digital converter dan antarmuka KNSI 2014
yang baik. Dalam tulisan ini, tujuan umum pada desain, pengujian, dan implementasi adalah sensor gambar CMOS APS sebagai sensor kamera dalam bentuk chip yang didalamnya terdapat sistem pengolah citra non-linear beroperasi dengan tegangan logika standar menggunakan operasi morpologi matematika dan mengkonsumsi daya dalam puluhan miliwatt. Konsep dan implementasi hardware sebuah sensor kamera menggunakan model APS, sehingga dilakukan perancangan, fabrikasi dan pengujian kamera 64x64 pixel CMOS. Hal itulah yang menjadi pokok permasalahan penelitian ini dan memberikan salah satu solusinya untuk permasalahan tersebut. Semua itu dimulai dengan memperkenalkan sejarah perkembangan sensor kamera tradisional hingga akhirnya menerapkan proses secara elekronik baik dengan sistem tertanam atau tidak. Dilanjutkan dengan studi literatur terhadap beberapa penelitian yang sudah dilakukan untuk memperoleh informasi yang lebih akurat. Kemudian melakukan percobaan secara simulator dan eksperimen dalam bentuk chip untuk menguji sensor kamera yang telah difabrikasi akan terlihat pada hasil ujicoba. Setelah melihat dari
1024
Konferensi Nasional Sistem Informasi 2014, STMIK Dipanegara Makassar, 27 Februari – 01 Maret 2014
hasil ujicoba tersebut dapat diambil kesimpulan dan rencana pengembangan selanjutnya tentang sensor kamera dengan resolusi 64x64 pixel yang terintegrasi dengan algoritma Minimum dan Maximum. 2.
Sensor Kamera
2.1 Sejarah Perkembangan sensor kamera Sejarah kamera dimulai dengan kamera “obscura” dimana cara kerjanya memproyeksikan gambar yang terdapat pada permukaan dengan menggunakan cermin. Kamera obscura merupakan kotak kamera yang belum dilengkapi dengan film untuk menangkap gambar atau bayangan, namun cara kerjanya mencatat tampilan gambarnya selain secara manual mengikuti jejaknya. Pada tahun 1826, Joseph Nicepore Niepce mempublikasikan gambar dari bayangan yang dihasilkan kamera pada sebuah lempengan campuran timah yang dipekakan yang kemudian dikenal sebagai foto pertama. Foto-foto diambil menggunakan piring timah dan aspal agar terkena cahaya. Metode pertama foto praktis diciptakan pada tahun 1835 oleh Louis Jacques Daguerre. Proses ini meliputi pelapisan pelat tembaga dengan perak, dan kemudian uap yodium untuk membuatnya sensitif terhadap cahaya. Selanjutnya dikembangkan oleh uap merkuri, dan diperbaiki dengan larutan garam biasa. Proses ini kemudian disempurnakan oleh William Fox Talbot pada tahun 1840. Calotype menghasilkan gambaran negatif di atas kertas. Hasilnya akan dibuat pada selembar kertas peka, yang terkena cahaya melalui negatif. Pada tahun 1963, perkembangan kamera mengalami perubahan kearah elektronika. Dimulai dari menggunakan Transistor MOS, kemudian dieliminasi dengan menggunakan tampilan matriks kamera menggunakan tehnologi CCD, dan terakhir menggunakan teknologi CMOS. Sejarah evolusi secara elektronika pada sensor kamera ditunjukkan pada gambar 1.
Gambar 1. Sejarah MOS, CCD dan CMOS pada Sensor Penangkap Gambar
KNSI 2014
2.2 Penelitian Ilmiah Terkait Sensor Kamera CMOS Sensor kamera sebagai aplikasi pengolahan citra memiliki dampak revolusioner terhadap industri, medikal, pertahanan, keamanan, dan beberapa aplikasi penunjang lainnya. Secara general trend teknologi pada sensor gambar yang sering digunakan sebagai sistem pencitraan yaitu ChargeCoupled Devices (CDD) dan Complementary Metal Oxide Semiconductor (CMOS). Kedua model arsitektur tersebut ditunjukkan pada gambar 2.
Gambar 2. Arsitektur CDD dan CMOS sebagai Sensor Kamera [2] Pada CDD seperti gambar diatas, metode transfer pixel “charger” paket secara struktur berurutan, dimana mengubah “charge” menjadi sebuah tegangan pada keluarannya, kemudian diteruskan ke buffer dan selanjutnya akan mengirimkannya di luar chip/kamera. Sedangkan pada sensor kamera pada CMOS proses konversi pada transfer sebuah pixel “charge” menjadi nilai tegangan terjadi pada setiap pixel [1, 2]. Berbagai tinjauan penelitian yang dilakukan para peneliti dan akademisi tentang sensor kamera diantaranya; perbandingan antara sensor gambar CMOS umum dipasaran dan retina eksperiment [3], dimana berkaitan dengan kecepatan pemrosesan sebuah kamera, kehandalan pengolahan secara analog, programmabilitas, bandwidth dan tahap perhitungan atau komputasi. Sensor kamera CMOS dengan sistem berbasis PARIS (Programmable Analog Retina-like Image Sensor) bahwa perbandingan kemampuan retina eksperiment sangat baik untuk sistem pada chip. Selain itu penelitian Eric R. Fossum [4], mengatakan bahwa pixel pada sensor kamera CMOS terhadap pengolah sinyal analog, dan konversi analog ke digital menunjukkan model Active Pixel Sensor (APS) pada teknologi CMOS dapat meredam noise, efisiensi, dapat bersinergi secara dinamis serta meningkat fungsi dan pemakaian daya atau power jauh lebih rendah dibandingkan menggunakan teknologi CDD. Sensor kamera CMOS pada penelitian [5, 6] menggunakan arsitektur secara massively parallel sebagai sistem komputasi dengan pengolahan citra tingkat rendah yang ditanamkan/embededd pada
1025
Konferensi Nasional Sistem Informasi 2014, STMIK Dipanegara Makassar, 27 Februari – 01 Maret 2014
setiap pixel. Penelitian ini menerapkan sistem low level secara analog mengaplikasikan model ekstraksi gradien spasial dan convolutions seperti Sobel atau filter Laplacian diimplementasikan di dalam sirkuit tersebut. Sensor kamera dengan arsitektur Active Pixel Sensor (APS) menjadi pilihan dominan setiap penelitian di benua eropa dan amerika dibandingkan arsitektur Passive Pixel Sensor (PPS). Hal ini dikarenakan metode APS mencapai high-density array untuk suatu pencitraan dengan efisiensi yang tinggi dan implementasi yang sangat sederhana. Kedua arsitektur ditunjukkan pada gambar 3.
bagian adalah photo-circuit dengan arsitektur APS sebagai sensor kamera 64x64 pixel.
Gambar 4. Diagram Global Kamera 64x64 Pixel 3.1 Arsitektur APS sebagai Photo-circuit
a. Arsitektur PPS
APS sebagai sensor penangkap suatu frame gambar dari setiap pixel dengan mengaktifkan sebuah transistor. Transistor dalam pixel APS beroperasi sebagai penguat dan penyangga untuk mengisolasi muatan photon dari kondensator. Photocircuit umumnya APS menggunakan photo-diode atau photo-gates seperti gambar 5.
b. Arsitektur APS Gambar 3. Skema Dasar Pixel Menggunakan Arsitektur PPS dan APS Dari beberapa literatur diatas, penulis melakukan dan menentukan penelitian yang akan dibahas dititikberatkan pada penerapan konsep dan desain arsitektur APS pada sebuah sensor kamera 64x64 pixel dengan teknologi CMOS 0.35m. 3.
Konsep, Desain dan Cara Kerja Arsitektur APS untuk Sebuah Sensor Kamera
Kemajuan teknologi bidang semikonduktor terdapat suatu fungsi atau terintegrasi dengan sebuah SIMD (Single Instruction, Multiple Data) contohnya sebuah array dengan ribuan pengolahan elemen dasar dalam satu chip. Pada penelitian ini sebuah sensor kamera dengan resolusi 64x64 pixel untuk mendapatkan hasil dari setiap pixel, maka menggunakan proses secara massively-parallel pada kamera Non-linear Image Processing (NLIP) menjadi sebuah chip. Arsitektur kamera NLIP akan dibahas pada artikel lain. Gambar 4 terdiri dari tiga arsitektur utama dalam kamera 64x64 pixel. Pertama blok dekoder baris serta multiplexer kolom sebagai pemilihan koordinat pixel. Kedua penguat sinyal per kolom dari hasil keluaran setiap kolom. Ketiga KNSI 2014
Gambar 5. Photo-circuit secara APS sebagai Photo-detektor Konsep diatas dari setiap pixel secara photodiode, tujuannya agar optimalisasi photo-detektor untuk memfasilitasi akses ke setiap nilai-nilai pada pixel. Keuntungan utama dari struktur ini adalah meminimalkan panjang logam interkoneksi antara piksel yang berdekatan dan mengurangi noise, sehingga menghasilkan : faktor mengisi lebih baik dan frame rate yang lebih tinggi. Selain itu, dalam penentuan bentuk rancangan secara layout photodiode terdiri dari tiga bentuk, yaitu kotak, simpangan dan segi delapan (gambar 6). Pada penelitian ini, penulis mengambil bentuk segi delapan.
Gambar 6. Bentuk Layout pada Photo-diode
1026
Konferensi Nasional Sistem Informasi 2014, STMIK Dipanegara Makassar, 27 Februari – 01 Maret 2014
Model photo-circuit secara APS pada penelitian yang dilakukan, skema photo-circuit hanya terdiri 3 buah transistor CMOS. Secara garis besar, cara kerja APS pada gambar 5.a menyerupai cara kerja APS pada gambar 7.a yang merupakan penelitian penulis. Perbedaannya adalah jika Vbias atau Vpolarisasi diterapkan pada setiap kolom, sedangkan pada penelitian ini berlaku pada setiap pixel. Proses “Reset” dilakukan untuk meng-charge masukkan yang diterima oleh photo-diode bernilai photon dan kemudian akan dikonversikan menjadi sebuah nilai tegangan secara paralel disetiap pixellevel dengan memberikan nilai “low” atau logika “0” (gambar 8) selama 0.2s.
maka proses selanjutnya mengirimkan nilai tegangan yang didapat dari masing-masing photon ke memori disetiap pixel yang didapatkan dari keluaran APS yang terjadi pada sinyal “N” dengan memberikan masukkan pada sinyal “read”. Proses ini ditunjukkan pada gambar 8, dimana untuk mengaktifkan adalah dengan memberikan logika “1” atau “high” dengan durasi waktu maksimum terjadinya pengisian pada memori adalah s. 1 Tahap read diilustrasikan menghubungkan secara singkat atau yang lebih dengan dengan saklar analog tertutup sehingga selama waktu tersebuh terjadi pengisian kapasitor pada CMA2.
Gambar 8. Ilustrasi Proses Perubahan Photon Terhadap Reaksi dari Sinyal Reset dan Read
Gambar 7. Skema Rangkaian dan Desain Layout pada Arsitektur APS Penggunaan pengaturan pada Vpolarisasi adalah untuk mengatur kecepatan sensifitas photo-circuit yang diterima. Pengaturan ini berlaku pada level tegangan yang terima Vpolarisasi adalah 0.3 – 1.65 Volt. Makin besar nilai polarisasinya, maka makin cepat proses integrasi. Hasil percobaan dengan nilai polarisasi 1.4 volt, maka mendapatkan durasi terjadinya integrasi seperti yang ditunjukkan pada tabel 1.
Bagian dari Memory Analog Amplifier (MA2) didesain untuk menangkap sebuah hasil photon kecepatan yang sangat tinggi, dimana waktu integrasi minimal photon diperkirakan mencapai 0.1μs, dengan pencahayaan yang memadai. Kemudian dalam interval waktu yang secara bersamaan, pembacaan sekuensial frame (photon) yang sebelumnya diperoleh sangat mungkin akan membutuhkan waktu tertentu mengingat resolusi sensor besar, sehingga ditentukan membaca “read” antara kecepatan dan resolusi sensor. Skema MA2 ditunjukkan pada gambar 9.
Tabel 1. Waktu Integrasi untuk Arsitektur APS C
Gambar 9. Skema Rangkaian Memory Analog Amplifier (MA2)
Pembangkit Arus (I0 dalam Ampere) 50p
100p
500p
1n
5n
10n
50n
100n
12fF
0.2ms
97μs
20μs
10μs
2μs
1μs
0.2μs
0.1μs
500n 2.5ns
40fF
0.6ms
0.3ms
60μs
30μs
6μs
3μs
0.7μs
0.3μs
0.1μs
470fF
-
-
-
0.4ms
66μs
33μs
6.5μs
3.5μs
0.7μs
3.2 Arsitektur Memori Analog & Amplifier (MA2) sebagai sebuah media penyimpan sementara pixel Proses konversi dari sebuah cahaya yang menjadi nilai photon, kemudian dikonversikan menjadi sebuah nilai tegangan telah dibahas sebelumnya. Sesaat setelah terjadinya integrasi, KNSI 2014
Nilai photon yang disimpan pada memori akan dikuatkan dengan sebuah sirkuit inverter analog. Sinyal “column” dimaksud untuk mengirimkan nilai photon yang telah dikonvesikan menjadi nilai tegangan yang telah di amplifier. Sinyal tersebut cara kerjanya sama dengan pengaktif saklar “read” dengan aktif “high”. 4.
Realisasi dan Pengukuran Sensor Kamera
1027
Konferensi Nasional Sistem Informasi 2014, STMIK Dipanegara Makassar, 27 Februari – 01 Maret 2014
Penelitian ini, penulis melakukan beberapa tahapan dalam merealisasikan sebuah sensor kamera yang dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut; menganalisa dan menentukan karakterisasi sensor kamera, sehingga mendapatkan karakteristik fisik dari rangkaian final, mengimplementasikan sensor kamera untuk realisasi rancangan sensor CMOS kedalam bentuk chip (gambar 10), dan tahap akhir adalah melakukan uji coba alat dan memvalidasi hasil testing eksperimen yang didapat.
Penganalisaan lainnya terhadap karakterisasi dioda, penulis telah memperoleh ringkasan dalam gambar kurva yang ditunjukkan pada gambar 12. Hasil kurva tersebut menegaskan nilai pada bentuk segi delapan dari photo-diode lebih baik terhadap bentuk lain. Hal ini dikarenakan pencahayaan yang terpusat dan tidak mengalami “effect antenna”.
Gambar 12. Kurva Hasil Uji Coba Bentuk Photo-Diode Antara Segi Delapan dan Kotak 4.3 Mengukur Sensifitas Photo-detector Terhadap Cahaya Yang Di Terima
Gambar 10. Kamera 64x64 Pixel dalam Sebuah Chip 4.1 Menghitung Waktu Integrasi Dengan Rangkaian Persamaan Pada Simulator Photo-detector Sebelum melakukan penerapan dan pengimplementasian dari prinsip kerja dari sebuah sensor kamera, maka terlebih dahulu melakukan analisa dari karakteristik sensor. Dalam penelitian ini, menganalisa proses terjadinya integrasi dari sensor cahaya (photo-diode), sehingga luas area setiap pixel berdasarkan hasil simulasi. Pada simulasi tersebut, photo-diode digantikan dengan sebuah sumber pembangkit arus (I0) dan sebuah kondensator (C).
Pengujian selanjutnya, penulis mengukur sensifitas sebuah photo-diode yang terdapat pada kamera chip yang telah difabrikasi. Masuk dari beberapa warna cahaya yang berasal dari sumber laser optik, sehingga berdasarkan nilai lux pada gambar 13, maka sensor tersebut berfungsi dengan baik.
Gambar 13. Kurva dari Lux dan Tegangan Keluaran dari Photo-circuit. 4.4 Hasil percobaan kamera 64x64 pixel
Gambar 11. Simbol Photo-Diode dan Ekivalennya Hasil simulasi dengan mengubah I0 dan C telah ditunjukkan pada tabel 1, menggunakan C sebesar 40fF, karena penyimpanan menggunakan kondensator sebesar 40fF juga. 4.2 Mengukur Panjang Gelombang Struktur Photo-detector
KNSI 2014
Pengujian selanjutnya pada penelitin ini, penulis menguji pada tahap akuisisi sebuah data photon yang dikirim ke MA2. Hasil eksperimen diukur menggunakan osiloskop yang ditunjukkan gambar 14, dimana hasilnya berevolusi dari waktu ke waktu, semua sinyal karakteristik pixel: “reset” dan “read”.
Secara
1028
Konferensi Nasional Sistem Informasi 2014, STMIK Dipanegara Makassar, 27 Februari – 01 Maret 2014
[1] [2] [3]
[4] Gambar 14. Kurva Karakteristik Pada Bentuk Segi Delapan Dengan Waktu Integrasi 500μs. Setelah siklus integrasi, biaya sel foto-sensitif dengan cepat ditransfer ke media-media penyimpanan. Waktu transfer minimal mampu memvalidasi adalah 500 μs. Dengan menetapkan batas frekuensi tersebut, maka pengambilkan obyek oleh sensor kamera yang dihasilkan maksimum sampai 2000 frame per detik yang secara signifikan cukup untuk sebuah aplikasi dalam pengenalan obyek. 5.
Kesimpulan
Dalam tulisan ini penulis mengusulkan dan mencari bagaimana sebuah kamera dapat mengkonversikan photon ke nilai tegangan dengan kecepatan tinggi dari photo-diode. Solusi dari permasalahan tersebut adalah dengan menggunakan arsitektur APS, maka hasil dari arsitektur tersebut yang diterima melalui photo-diode menghasilkan kecepatan yang sangat tinggi. Selain itu, APS dapat meredam sinyal penganggu atau yang lebih dikenal noise. Hasil eksperimen menggunakan struktur berbentuk segi delapan pada sensor photo-diode memberikan sensitifitas serta keakuratan sebuah sensor kamera sebagai pengolahan pencahayaan yang diterima. Pencapaian menghitung sebuah perubahan photon menjadi tegangan yang diterima terhadap warna merah, hijau dan biru berfungsi dengan baik. Hasil desain sensor kamera dengan matriks 64x64 pixel yang terstruktur dalam kamera pada sebuah chip yang sangat kompak, kompleks dan mudah digunakan. Dalam penelitian ini, penulis menyarankan untuk meningkatkan kecepatan waktu integrasi yang dihasilkan semakin lebih baik dengan penentuan koordinat matrik dari sebuah pixel tidak menggunakan sistem counter analog yang automatis, namun secara manual yang dikendalikan secara pemograman sistem. Pada penelitian ini, penulis melihat penelitian ini dapat dikembangkan dengan mengintegrasikan sebuah sistem pengolahan citra secara analog/low level. Untuk itu disarankan pula untuk memfokuskan penerapan sebuah fungsi minimum dan maksimum secara analog yang telah terintegrasi pada sensor kamera.
[5]
[6]
Dave Litwiller, 2001, CDD vs. CMOS: Fact and Fiction, Dalsa Corp. ---, Image Sensor Architectures for Digital Cinematography, Dalsa Corp. A. Elouardi, S. Bouaziz, A. Dupret, L. Lacassagne, J. O. Klein, R. Reynaud, 2004, CMOS Image Sensor Versus Retina Experience, IEEE Sensor, Wina, Austria. E. R. Fossum, 1997, CMOS Image Sensors: Electronics Camera-on-A-Chip, IEEE Transactions on Electron Devices, pp. 1689 – 1698. Jérôme Dubois, Dominique Ginhac, Michel Paindavoine, Barthélémy Heyrman, 2008, A 10000 fps CMOS Sensor With Massively Parallel Image Processing, Journal of Solid-State Circuits, IEEE, pp. 706-717. Purnawarman Musa; Sunny A. Sudiro; Eri P. Wibowo; Suryadi Harmanto; Michel Paindavoine, November 30, 2012, Design and implementation of non-linear image processing functions for CMOS image sensor, Optoelectronic Imaging and Multimedia Technology II, 85580O; doi:10.1117/12.2000538.
Daftar Pustaka:
KNSI 2014
1029