KL – 4099 Tugas Akhir Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari
Bab 3
METODOLOGI PELAKSANAAN
Toni Pebriana (15504037)
Bab
3
METODOLOGI PELAKSANAAN Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari
3.1 Survei Lapangan 3.1.1 Survei Topografi Survei ini bertujuan untuk memperoleh gambaran kondisi rupa bumi di lokasi studi dan daerah di sekitarnya beserta dengan obyek-obyek dan bangunan-bangunan penting di dalamnya dalam rupa situasi dan ketinggian serta posisi kenampakan. Hasil survei ini akan menjadi tambahan data dari data yang sudah ada hasil dari survei pada pekerjaan sebelumnya. A. Pengukuran Pengikatan Salah satu kegiatan survei topografi adalah pengukuran pengikatan yaitu pengukuran untuk mendapatkan titik-titik referensi posisi horisontal dan posisi vertikal. •
Peralatan Peralatan yang digunakan untuk kegiatan survei pengukuran pengikatan adalah: a. 1 unit Theodolite T2 (untuk posisi horisontal) b. 1 unit waterpass NAK (untuk posisi vertikal) c. 1 buah pita baja 50 m d. 2 set bak ukur
•
Metoda Pelaksanaan 1) Titik Referensi Posisi Horisontal/Koordinat (X,Y) Untuk pekerjaan ini dibuat dua buah BM. Dalam proses pemetaan BM.1 dipakai sebagai referensi horisontal (X,Y). BM ini harus diikatkan terlebih dahulu terhadap BM yang ada dilapangan (milik PT Timah) yang sudah memiliki nilai koordinat global. BM yang lain diikatkan terhadap BM.1 ini. Titik-titik referensi ini dilalui atau termasuk dalam jaringan pengukuran poligon, sehingga merupakan salah satu titik poligon. 2) Titik Referensi Posisi Vertikal (Z) Sebagai referensi ketinggian digunakan elevasi yang sudah tersimpan pada BM di lapangan, yang juga digunakan pada pekerjaan terdahulu, yang mempunyai datum (elevasi 0.00 m) pada Lowest Low Water Level (LLWL) pasang surut.
KL – 4099 Tugas Akhir Desain Pengamanan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari
3-1
Toni Pebriana (15504037)
B. Pemasangan BM Sebagai titik pengikatan dalam pengukuran topografi perlu dibuat bench mark (BM) dibantu dengan control point (CP) yang dipasang secara teratur dan mewakili kawasan secara merata. Kedua jenis titik ikat ini mempunyai fungsi yang sama, yaitu untuk menyimpan data koordinat, baik koordinat (X,Y) maupun elevasi (Z). Mengingat fungsinya tersebut maka patok-patok beton ini diusahakan ditanam pada kondisi tanah yang stabil dan aman. Kedua jenis titik ikat ini diberi nomenklatur atau kode, untuk memudahkan pembacaan peta yang dihasilkan. Disamping itu perlu pula dibuat deskripsi dari kedua jenis titik ikat yang memuat sketsa lokasi dimana titik ikat tersebut dipasang dan nilai koordinat maupun elevasinya. Bentuk bench mark yang dimaksud dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1 Bench mark yang dibuat untuk titik referensi. C. Pengukuran Poligon •
Peralatan Peralatan yang digunakan untuk kegiatan survei ini adalah: a. 1 Unit Theodolite T2 b. 1 buah pita baja 50 m c. 1 set bak ukur
KL – 4099 Tugas Akhir Desain Pengamanan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari
3-2
Toni Pebriana (15504037)
•
Metoda Pelaksanaan Dalam rangka penyelenggaraan kerangka dasar peta, dalam hal ini kerangka dasar horisontal/posisi horisontal (X,Y) digunakan metoda poligon. Dalam pengukuran poligon ada dua unsur penting yang perlu diperhatikan yaitu jarak dan sudut jurusan yang akan diuraikan dalam penjelasan di bawah ini. Dalam pembuatan titik dalam jaringan pengukuran poligon, titik-titik poligon tersebut berjarak sekitar 50 meter.
Pengukuran Jarak Pada pelaksanaan pekerjaan, pengukuran jarak dilakukan dengan menggunakan pita ukur 100 m. Tingkat ketelitian hasil pengukuran jarak dengan menggunakan pita ukur, sangat bergantung kepada: -
Cara pengukuran itu sendiri
-
Keadaan permukaan tanah
Khusus untuk pengukuran jarak pada daerah yang miring dilakukan dengan cara seperti yang digambarkan pada Gambar 3.2 dibawah ini.
d1
A
d2 1 d3
Jarak AB = d1 + d2 + d3
2
B
Gambar 3.2 Pengukuran jarak pada daerah miring. Untuk meningkatkan ketelitian pengukuran jarak, juga dilakukan pengukuran jarak optis hasil pembacaan rambu ukur sebagai koreksi.
Pengukuran Sudut Jurusan Sudut jurusan sisi-sisi poligon yaitu besarnya bacaan lingkaran horisontal alat ukur sudut pada waktu pembacaan ke suatu titik. Besarnya sudut jurusan ditentukan berdasarkan hasil pengukuran sudut mendatar di masing-masing titik poligon. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.3 dibawah ini. Berdasarkan Gambar 3.3 dibawah, besarnya sudut β: β = α ΑΧ − α ΑΒ
.....................................................................
(3-1)
dimana: β
=
α ΑΧ =
sudut mendatar. bacaan skala horisontal ke target kiri.
KL – 4099 Tugas Akhir Desain Pengamanan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari
3-3
Toni Pebriana (15504037)
α ΑΒ =
bacaan skala horisontal ke target kanan.
Pembacaan sudut jurusan dilakukan dalam posisi teropong biasa dan luar biasa. Spesifikasi teknis pengukuran poligon adalah sebagai berikut: a. Jarak antara titik-titik poligon adalah ≤ 50 meter. b. Alat ukur sudut yang digunakan Theodolite T2. c. Alat ukur jarak yang digunakan pita ukur 100 meter. d. Jumlah seri pengukuran sudut 4 seri (B1, B2, LB1, LB2) e. Selisih sudut antara dua pembacaan < 5” (lima detik) f.
Ketelitian jarak linier (K1).
αAB
β
B
αAC
A C
Gambar 3.3 Pengukuran sudut jurusan. D. Pengamatan Azimuth Astronomis Disamping untuk mengetahui arah/azimuth awal, pengamatan matahari dilakukan untuk tujuan sebagai berikut:
Sebagai koreksi azimuth guna menghilangkan kesalahan akumulatif pada sudut-sudut terukur dalam jaringan poligon.
Untuk menentukan arah/azimuth titik-titik kontrol/poligon yang tidak terlihat satu dengan yang lainnya.
Penentuan sumbu X untuk koordinat bidang datar pada pekerjaan pengukuran yang bersifat lokal/koordinat lokal. Metodologi pengamatan azimuth astronomis diilustrasikan pada Gambar 3.4 di bawah ini.
KL – 4099 Tugas Akhir Desain Pengamanan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari
3-4
Toni Pebriana (15504037)
Gambar 3.4 Pengamatan azimuth astronomis. Dengan memperhatikan metoda pengamatan azimuth astronomis pada Gambar 3.4 azimuth target (α T ) adalah: αT = αM + β
.......................................................................
(3-2)
atau αT = αM + ( ιT - ιM )
............................................................
(3-3)
dimana: α T = azimuth ke target. α M = azimuth pusat matahari. (ι T ) = bacaan jurusan mendatar ke target. (ι M ) = bacaan jurusan mendatar ke matahari. β
= sudut mendatar antara jurusan ke matahari dengan jurusan ke target.
Pengukuran azimuth matahari dilakukan pada jalur poligon utama terhadap patok terdekat dengan titik pengamatan pada salah satu patok yang lain. E. Pengukuran Sipat Datar Kerangka dasar vertikal diperoleh dengan melakukan pengukuran sipat datar pada titik-titik jalur poligon. Jalur pengukuran dilakukan tertutup (loop), yaitu pengukuran dimulai dan diakhiri pada titik yang sama. Pengukuran beda tinggi dilakukan double stand dan pergi pulang. Seluruh ketinggian di traverse net (titik-titik kerangka pengukuran) telah diikatkan terhadap BM. Penentuan posisi vertikal titik-titik kerangka dasar dilakukan dengan melakukan pengukuran beda tinggi antara dua titik terhadap bidang referensi seperti diilustrasikan pada Gambar 3.5.
KL – 4099 Tugas Akhir Desain Pengamanan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari
3-5
Toni Pebriana (15504037)
Slag 2 Slag 1 b1
m21
b2 m1
Bidang Referensi D
D
Gambar 3.5 Pengukuran sipat datar. Spesifikasi teknis pengukuran sipat datar adalah sebagai berikut: a
Jalur pengukuran dibagi menjadi beberapa seksi.
b
Tiap seksi dibagi menjadi slag yang genap.
c
Setiap pindah slag rambu muka menjadi rambu belakang dan rambu belakang menjadi rambu muka.
d
Pengukuran dilakukan double stand pergi pulang pembacaan rambu lengkap benang atas, benang tengah, dan benang bawah.
e
Selisih pembacaan stand 1 dengan stand 2 lebih kecil atau sama dengan 2 mm.
f
Jarak rambu ke alat maksimum 75 m.
g
Setiap awal dan akhir pengukuran dilakukan pengecekan garis bidik.
h
Toleransi salah penutup beda tinggi (T) ditentukan dengan rumus berikut:
(
)
T = 8 D mm dimana D = Jarak antara 2 titik kerangka dasar vertikal dalam satuan km. Hasil pengukuran lapangan terhadap kerangka dasar vertikal diolah dengan menggunakan spreadsheet sebagaimana kerangka horisontalnya. Dari hasil pengolahan tersebut didapatkan data ketinggian relatif pada titik-titik patok terhadap bench mark acuan. Ketinggian relatif tersebut pada proses selanjutnya akan dikoreksi dengan pengikatan terhadap elevasi muka air laut paling surut (Lowest Low Water Level - LLWL) yang dihitung sebagai titik ketinggian nol (+0.00). F. Pengukuran Situasi Detail Penentuan situasi dilakukan untuk mengambil data rinci lapangan, baik obyek alam maupun bangunan-bangunan, jembatan, jalan dan sebagainya. Obyek-obyek yang diukur kemudian dihitung harga koordinatnya (x,y,z). Untuk selanjutnya garis kontur untuk masing-masing ketinggian dapat ditentukan dengan cara interpolasi. KL – 4099 Tugas Akhir Desain Pengamanan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari
3-6
Toni Pebriana (15504037)
•
Peralatan Peralatan yang digunakan untuk kegiatan survei ini adalah: a. 2 unit Theodolite T0. b. 2 buah pita baja 50 meter. c. 2 set bak ukur.
•
Metoda Pelaksanaan Pengukuran situasi rinci dilakukan dengan cara tachymetri dengan menggunakan alat ukur Theodolite kompas (T0). Dengan cara ini diperoleh data-data sebagai berikut: a
Azimuth magnetis
b
Pembacaan benang diafragma (atas, tengah, bawah)
c
Sudut zenith atau sudut miring
d
Tinggi alat ukur
3.1.2 Survei Batimetri Survei batimetri atau pemeruman (sounding) dimaksudkan untuk mengetahui kondisi rupa bumi dasar perairan. Kawasan yang disurvei batimetri meliputi wilayah perairan dari garis pantai ke arah laut sejauh lebih dari 1,5 km. Survei dilakukan dengan alat echosounder yang dilengkapi dengan GPS, sehingga survei dapat dilakukan dengan mudah walau lokasi yang disurvei meliputi cukup jauh dari garis pantai. Hasil dari survei batimetri ini diolah dan digabung dengan hasil survei topografi sehingga diperoleh peta darat-laut kawasan yang dikaji. Metoda pelaksanaan survei batimetri ini digambarkan dalam uraian berikut ini. A. Penentuan Jalur Sounding Jalur sounding adalah jalur perjalanan kapal yang melakukan sounding dari titik awal sampai ke titik akhir dari kawasan survei. Jarak antar jalur sounding tergantung pada resolusi ketelitian yang diinginkan. Untuk pekerjaan ini jalur sounding dibuat sejauh 100 m. Untuk tiap jalur sounding dilakukan pengambilan data kedalaman perairan setiap jarak 20 m. Titik awal dan akhir untuk tiap jalur sounding dicatat dan kemudian di-input ke dalam alat pengukur yang dilengkapi dengan fasilitas GPS, untuk dijadikan acuan lintasan perahu sepanjang jalur sounding. Contoh jalur sounding pada kawasan pengukuran dapat dilihat pada Gambar 3.6.
KL – 4099 Tugas Akhir Desain Pengamanan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari
3-7
Toni Pebriana (15504037)
JALUR SOUNDING
LAUT
DARAT
Gambar 3.6 Pergerakan perahu dalam menyusuri jalur sounding. B. Peralatan Survei Peralatan survei yang diperlukan pada pengukuran batimetri adalah: i)
Echo Sounder GPSMap dan perlengkapannya. Alat ini mempunyai fasilitas GPS (Global Positioning System) yang akan memberikan posisi alat pada kerangka horisontal dengan bantuan satelit. Dengan fasilitas ini, kontrol posisi dalam kerangka horisontal dari suatu titik tetap di darat tidak lagi diperlukan. Selain fasilitas GPS, alat ini mempunyai kemampuan untuk mengukur kedalaman perairan dengan menggunakan gelombang suara yang dipantulkan ke dasar perairan. Gambar alat ini disajikan pada Gambar 3.7, sedangkan penempatan alat ini dan perlengkapannya pada perahu dapat dilihat pada Gambar 3.8.
ii) Notebook. Satu unit portable computer diperlukan untuk menyimpan data yang didownload dari alat GPSMap. iii) Perahu. Perahu digunakan untuk membawa surveyor dan alat-alat pengukuran menyusuri jalur-jalur sounding yang telah ditentukan. Dalam operasinya, perahu tersebut harus memiliki beberapa kriteria, antara lain:
Perahu harus cukup luas dan nyaman untuk para surveyor dalam melakukan kegiatan pengukuran dan downloading data dari alat ke komputer, dan lebih baik tertutup dan bebas dari getaran mesin.
Perahu harus stabil dan mudah bermanuver pada kecepatan rendah.
Kapasitas bahan bakar harus sesuai dengan panjang jalur sounding.
iv) Papan duga. Papan duga digunakan pada kegiatan pengamatan fluktuasi muka air di laut. v) Peralatan keselamatan. Peralatan keselamatan yang diperlukan selama kegiatan survei dilakukan antara lain life jacket.
KL – 4099 Tugas Akhir Desain Pengamanan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari
3-8
Toni Pebriana (15504037)
Gambar 3.7 Reader alat GPSMap yang digunakan dalam survei batimetri.
SATELIT
TAMPAK SAMPING
TAMPAK BELAKANG READER
ANTENA
ANTENA
Permukaan Air Laut
TRANDUSER
TRANDUSER
DASAR LAUT
Gambar 3.8 Penempatan GPSMap (transducer, antena, reader) di perahu.
KL – 4099 Tugas Akhir Desain Pengamanan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari
3-9
Toni Pebriana (15504037)
3.1.3 Survei Hidro-Oceanografi Survei hidro-oseanografi untuk studi ini terdiri dari survei/pengamatan pasang surut dan pengambilan contoh sedimen.
A. Survei Pasang Surut Pengamatan pasang surut dilaksanakan selama pengukuran batimetri berlangsung dengan pembacaan ketinggian air setiap satu jam. Pengukuran dilakukan pada satu tempat yang secara teknis memenuhi syarat. Lokasi ini harus secara langsung dipengaruhi pasang surut air laut. Pengamatan pasut dilaksanakan menggunakan peilschaal dengan interval skala 1 (satu) dm. Hasil pengamatan pada papan peilschaal dicatat pada formulir pencatatan elevasi air pasang surut yang telah disediakan. Kemudian diikatkan (levelling) ke patok pengukuran topografi terdekat pada salah satu patok seperti Gambar 3.9, untuk mengetahui elevasi nol peilschaal dengan menggunakan alat waterpass. Sehingga pengukuran topografi, batimetri, dan pasang surut mempunyai datum (bidang referensi) yang sama. Elevasi Nol Peilschaal = T.P + BT.1 – BT.2 Dimana:
......................................
T.P
=
tinggi titik patok terdekat dengan peilschaal.
BT.1
=
bacaan benang tengah di patok.
BT.2
=
bacaan benang tengah di peilschaal.
(3-4)
BT. 1
BT. 2
Patok
Peilschaal
Gambar 3.9 Pengikatan (levelling) peilschaal.
B. Pengambilan Contoh Sedimen Dasar Pekerjaan ini mencakup pengambilan contoh sedimen suspensi dan dasar. Peralatan pengambilan contoh air (sedimen suspensi) menggunakan satu unit botol yang dilengkapi dengan katup-katup pemberat. Botol yang digunakan, dimasukkan pada kedalaman yang dikehendaki di titik pengambilan sampel air. Sampel air yang didapat, disimpan dalam botol plastik untuk di tes di laboratorium. Dalam pengambilan sampel air, terdapat dua metoda pengambilan yaitu grab sample dan composite sample. Grab sample adalah pengambilan sampel dilakukan dengan sekali ambil pada kedalaman tertentu. Sementara composite sample adalah pengambilan KL – 4099 Tugas Akhir Desain Pengamanan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari
3-10
Toni Pebriana (15504037)
sampel pada kedalaman air yang berbeda dan kemudian digabung menjadi satu sampel. Metoda yang dipilih untuk diterapkan dalam pekerjaan ini adalah composite sample. Pengambilan contoh sedimen layang dilakukan pada kedalaman yang sama dengan arus.
Gambar 3.10 Metode pengambilan sedimen dasar. Sementara pengambilan sampel sedimen dasar menggunakan satu unit grabber yang diturunkan dengan kondisi “mulut” terbuka dengan mengulur tali hingga membentur tanah dasar laut/sungai. Saat tali ditarik kembali, secara otomatis mulut grabber akan menggaruk material di bawahnya hingga tertutup. Dengan demikian grabber yang telah memuat material dasar dapat ditarik ke atas. Sampel material dasar tersebut dimasukkan ke dalam wadah plastik yang diberi tanda untuk dites di laboratorium.
3.1.4 Survei Mekanika Tanah/Penyelidikan Tanah Pekerjaan penyelidikan tanah dilakukan guna mendapatkan data-data serta gambaran mengenai keadaan, jenis dan sifat-sifat mekanis tanah di lokasi studi. Pada pekerjaan penyelidikan tanah ini, lingkup pekerjaan yang akan dilaksanakan terdiri dari:
Penyelidikan tanah di lapangan yang meliputi pekerjaan sondir, dan boring.
Pekerjaan tes laboratorium dari contoh tanah yang diambil.
A. Pekerjaan Sondir Pekerjaan ini dilakukan dengan menggunakan alat sondir berkapasitas 2,5 ton dengan kedalaman penyondiran maksimum 30 m dari permukaan tanah atau telah mencapai lapisan tanah dengan tahanan konus sebesar 200 kg/cm2. Prosedur pelaksanaan pekerjaan sondir akan mengikuti standar ASTM D3441-86; ”Method for Deep, QuasiStatic Cone and Friction Cone Penetration Test of Soil”. KL – 4099 Tugas Akhir Desain Pengamanan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari
3-11
Toni Pebriana (15504037)
Hasil dari pekerjaan sondir berupa grafik sondir yang menyajikan besarnya tekanan konus qc dan jumlah hambatan pelekat (JHP), versus kedalaman. Pembacaan sondir dilakukan selang interval 20 cm, dengan titik elevasi 0 (nol) berada di permukaan tanah setempat pada saat penyelidikan. Beberapa hal penting yang dapat diperoleh dari penyelidikan tanah melalui sondir, antara lain: a
Perkiraan kedalaman tanah keras sesuai dengan spesifikasi pekerjaan.
b
Perkiraan ketebalan tiap jenis tanah.
c
Dengan dapat diperkirakannya ketebalan lapisan tanah, maka dapat diperkirakan penurunan yang mungkin terjadi akibat pembebanan.
B. Pekerjaan Boring Pengeboran dilakukan dengan menggunakan alat bor tangan hingga kedalaman maksimum sekitar 8 m dari permukaan tanah. Hasil dari pekerjaan boring berupa boring log yang menyajikan gambaran jenis-jenis tanah dan sampel tanah pada kedalaman 2, 4, 6 dan 8 m, untuk setiap titik bor. Sama halnya dengan sondir, penyelidikan tanah melalui boring juga memberikan beberapa hal penting antara lain: a. Letak lapisan tanah keras. b. Perkiraan jenis lapisan tanah. c. Perkiraan ketebalan tiap jenis lapisan tanah. d. Pengambilan contoh tanah untuk di uji laboratorium yang selanjutnya dapat diperoleh parameter-parameter tanah yang diperlukan sehubungan dengan perencanaan. Pengambilan contoh tanah tak terganggu (undisturbed sample) dilakukan dengan menggunakan tabung contoh tanah yang berdiameter 76 mm dengan panjang 60 cm, serta memiliki area ratio < 10 %. Tabung yang berisi contoh tanah tersebut kemudian ditutup dengan lilin agar kondisi tanah tetap terjaga dari penguapan. Selanjutnya tabung tersebut diberi tanda berupa nomor titik, kedalaman dan tanggal pengambilan. Standar yang digunakan dalam prosedur pengerjaan boring beserta peralatannya meliputi: •
ASTM D-420-87; ”Standard Guide for Investigating and Sampling Soil and Rock”.
•
ASTM D-1452-80; ”Standard Practice for Soil Investigation and Sampling by Auger Borings”.
•
ASTM D-2488-84; ”Standard Practice for Description and Identification of Soil”.
•
ASTM D-1586-84; ”Standard Method for Penetration Test and Split Barrel Sampling of Soil”.
•
ASTM D-1587-83; ”Standard Practice for Thin Walled Tube Sampling of Soil”.
Gambar-gambar alat yang digunakan dalam pekerjaan boring disampaikan pada Gambar 3.11 dan Gambar 3.12.
KL – 4099 Tugas Akhir Desain Pengamanan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari
3-12
Toni Pebriana (15504037)
Gambar 3.11 Peralatan Hand Boring : Auger Boring.
Gambar 3.12 Peralatan pengambilan sampel: Thin Wall Tube Sampler.
KL – 4099 Tugas Akhir Desain Pengamanan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari
3-13
Toni Pebriana (15504037)
3.2 Pengolahan Data Survei 3.2.1 Pengolahan Data Topografi A. Perhitungan Koordinat Titik Poligon Prinsip dasar hitungan koordinat titik-titik poligon (digambarkan pada Gambar 3.13 di bawah ini). Koordinat titik B dihitung dari koordinat A yang telah diketahui.
b3
a 12
b1 a PA
a 23 bA
a A1
dPA
A
a 34
dA1
d12
b2
d34
d23
B
a 4B d4B
b4
3
1
4
2
5
Gambar 3.13 Pengukuran poligon. Hitungan koordinat: X P = X A + d AP Sin α AP
..................................................................
(3-5)
Y P = Y A + d AP Cos α AP
.................................................................
(3-6)
dalam hal ini: X A, YA d AP Sin
= koordinat titik yang akan ditentukan. = selisih absis (X AP ) definitif (telah diberi koreksi).
αΑΠ
d AP Cos αΑΠ
= selisih ordinat (Y AP ) definitif (telah diberi koreksi).
dengan, δ ΑΠ
= jarak datar AP definitif.
α ΑΠ
= azimuth AP definitif.
Untuk menghitung azimuth poligon dari titik yang diketahui digunakan rumus sebagai berikut: α 12 α 23 α 34
=
α 1A + β 1
=
α AP + β A + β 1 –1(1800)
=
α 21 + β 2 = β 12 + β 2 – 1800
=
α AP + β A + β 1 + β 2 – 2(1800)
=
α 32 + β 3 = α 23 + β 3 – 1800
................................................
......................................
(3-7)
(3-8)
KL – 4099 Tugas Akhir Desain Pengamanan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari
3-14
Toni Pebriana (15504037)
α 4Β
=
α AP + β A + β 1 + β 2 + β 3 – 3(1800)
=
α 43 + β 4 = α 34 + β 4 – 180
=
α 43 + β A + β 1 + β 2 + β 3 + β 4 – 4(1800)
.............................. (3-9)
0
...................... (3-10)
Syarat Geometri Poligon Secara garis besar bentuk geometri poligon dibagi menjadi poligon tertutup (loop) dan poligon terbuka, apabila dalam hitungan syarat geometri tidak terpenuhi maka akan timbul kesalahan penutup sudut yang harus dikoreksikan ke masing-masing sudut yang akan diuraikan berikut ini.
Hitungan Koordinat Koordinat titik kerangka dasar dihitung dengan perataan Metoda Bowdith. Rumusrumus yang merupakan syarat geometrik poligon dituliskan sebagai berikut: a) Syarat Geometrik Sudut α
Akhir
-α
Awal
- Σ β + Σβ + n.180 = fβ
......................................
(3-11)
.....................................................
(3-12)
dimana: α
=
sudut jurusan.
β
=
sudut ukuran.
n
=
bilangan kelipatan.
fβ
=
salah penutup sudut.
b) Syarat Geometrik Absis (K∆X) m
∑ ∆X
(X Akhir – X Awal ) -
i =1
i
=0
dimana: di
=
jarak vektor antara dua titik yang berurutan.
Σd i
=
jumlah jarak.
X
=
absis.
∆X
=
elemen vektor pada sumbu absis.
m
=
banyak titik ukur.
c) Koreksi Ordinat
K∆Y = −
di
∑
f∆Y di
.............................................................
(3-13)
dimana: di
=
jarak vektor antara dua titik yang berurutan.
Σd i
=
jumlah jarak.
Y
=
ordinat.
∆Y
=
elemen vektor pada sumbu ordinat.
m
=
banyak titik ukur.
KL – 4099 Tugas Akhir Desain Pengamanan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari
3-15
Toni Pebriana (15504037)
Untuk mengetahui ketelitian jarak linier (SL) ditentukan berdasarkan besarnya kesalahan linier jarak (KL)
SL =
KL =
( f∆X
2
( f∆X
+ f∆Y 2 )
........................................................
+ f∆Y 2 ) ≤ 1 : 5.000 ∑D
(3-14)
2
.............................................
(3-15)
Setelah melalui tahapan hitungan tersebut di atas, maka koordinat titik poligon dapat ditentukan. B. Pengamatan Azimuth Astronomis Untuk menghitung azimuth matahari didasarkan pada rumus-rumus sebagai berikut:
Casα M =
Sin δ − Sin ϑ . Sin m Cos ϑ . Cos m
........................................................
(3-16)
dimana: αM
=
azimuth matahari.
δ
=
deklinasi matahari dari almanak matahari.
m
=
sudut miring ke matahari.
θ
=
lintang miring ke matahari.
Dalam perhitungan azimuth matahari harga sudut miring (m) atau sudut Zenith (Z) yang dimasukkan adalah harga definitif sebagai berikut:
Z d = Z u + r ± 1 2 d − p ± i atau m d = m u − r ± 12 d + p ± i
......................................................
(3-17)
dimana: Zd
=
sudut zenit definitif
m
=
sudut miring definitif
u
Z
=
sudut zenit hasil ukuran
mu
=
sudut miring hasil ukuran
r
=
koreksi refraksi
½d
=
koreksi semi diameter
p
=
koreksi paralax
i
=
salah indeks alat ukur
d
C. Perhitungan Kerangka Dasar Vertikal
Syarat geometris: H akhir - H awal =
(
)
Σ∆H ± FH
..........................................
(3-18)
T = 8 D mm
KL – 4099 Tugas Akhir Desain Pengamanan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari
3-16
Toni Pebriana (15504037)
Hitungan beda tinggi: ∆Η1-2 =
B tb - B tm
.........................................................
(3-19)
........................................................
(3-20)
Hitungan tinggi titik: H2 = H1 + ∆Η12 + KH di mana: H
=
tinggi titik.
∆Η
=
beda tinggi.
B tb
=
benang tengah belakang.
B tm
=
benang tengah muka.
FH
=
salah penutup beda tinggi.
KH
=
koreksi beda tinggi.
d
T
D
FH
=
∑d
=
toleransi kesalahan penutup sudut.
=
(8 D ) mm
=
Jarak antara 2 titik kerangka dasar vertikal dalam satuan kilometer.
D. Hitungan Situasi Detail Berdasarkan data yang diperoleh selanjutnya melalui proses hitungan, diperoleh jarak datar dan beda tinggi antara dua titik yang telah diketahui koordinatnya (X,Y,Z) Untuk menentukan tinggi titik B dari tinggi A yang telah diketahui koordinat (X,Y,Z), digunakan rumus sebagai berikut: TB = TA + ∆H Untuk menghitung jarak datar (Dd):
1 ΔH = 100 (Ba − Bb ) Sin 2m + TA − Bt 2 Dd
= DO Cos2 m
Dd
= 100 (Ba – Bb) Cos2 m
........................................
(3-21)
dimana: TA
=
titik tinggi A yang telah diketahui
TB
=
titik tinggi B yang akan ditentukan
∆H
=
beda tinggi antara titik A dan titik B
Ba
=
bacaan benang diafragma atas
Bb
=
bacaan benang diafragma bawah
Bt
=
bacaan benang diafragma tengah
TA
=
tinggi alat
KL – 4099 Tugas Akhir Desain Pengamanan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari
3-17
Toni Pebriana (15504037)
DO
=
jarak optis
m
=
sudut miring
Mengingat akan banyak titik-titik rinci yang diukur, serta terbatasnya kemampuan jarak yang dapat diukur dengan alat tersebut, maka diperlukan titik-titik bantu yang membentuk jaringan poligon kompas terikat sempurna. Sebagai konsekuensinya pada jalur poligon kompas akan terjadi perbedaan arah orientasi utara magnetis dengan arah orientasi utara peta sehingga sebelum dilakukan hitungan, data azimuth magnetis diberi koreksi Boussole supaya menjadi azimuth geografis. Hubungan matematik koreksi Boussole (C) adalah: = αg - αm
C dimana: αg
=
azimuth geografis
αm
=
azimuth magnetis
Pada pelaksanaannya kerapatan titik detail akan sangat bergantung pada skala peta yang akan dibuat, selain itu keadaan tanah yang mempunyai perbedaan tinggi yang ekstrim dilakukan pengukuran lebih rapat. Perhitungan topografi dilakukan di lapangan dan penggambaran konsep (draft) juga dilakukan di lapangan. Koordinat yang digunakan adalah koordinat lokal yang ada atau dipasang di lokasi. Setelah pekerjaan lapangan selesai maka koordinat vertikal (sumbu-z) harus diikatkan pada LLWL yang diperoleh dari analisis pasang surut. Peta yang akan dihasilkan adalah peta situasi dengan interval kontur 0,5 meter. Kedalaman atau ketinggian muka air yang dicatat disesuaikan terhadap Chart Datum (CD). Dalam hal ini, CD adalah ketinggian muka air terendah (LLWL) diambil sebagai ketinggian nol (0) pada peta topografi.
3.2.2 Pengolahan Data Batimetri A. Koreksi Terhadap Kedalaman Data yang tercatat pada alat GPSMap adalah jarak antara transducer alat ke dasar perairan. Transducer tersebut diletakkan di bagian belakang kapal, di bawah permukaan air yang terpengaruh oleh pasang surut. Oleh sebab itu diperlukan suatu koreksi kedalaman terhadap jarak transducer ke permukaan air dan koreksi kedalaman terhadap pasang surut. Gambar 3.14 menampilkan sketsa definisi besaran-besaran panjang yang terlibat dalam proses koreksi tersebut.
KL – 4099 Tugas Akhir Desain Pengamanan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari
3-18
Toni Pebriana (15504037)
PAPAN DUGA
TAMPAK SAMPING READER ANTENA
Permukaan Air Laut A EMA TRANDUSER
0.00
Z
DASAR LAUT
Gambar 3.14 Sketsa definisi besaran-besaran yang terlibat dalam koreksi kedalaman. Keterangan gambar: EMA
=
elevasi muka air diukur dari nol papan duga.
Z
=
kedalaman air hasil sounding (jarak dasar perairan ke transducer).
A
=
jarak transducer ke muka air.
Dari definisi-definisi di atas maka elevasi dasar perairan dihitung dari nol papan duga adalah (ED):
ED = Z + A − EMA
........................................................................
(3-22)
B. Pengikatan Terhadap Elevasi Referensi Hasil dari koreksi pertama (koreksi terhadap jarak transducer ke muka air dan terhadap pasang surut) menghasilkan elevasi dasar perairan terhadap nol papan duga. Elevasi ini kemudian diikatkan kepada elevasi LLWL yang dihitung pada pengolahan data pasang surut. Pengikatan terhadap LLWL dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut ini:
ED LWS = ED − LWS
.......................................................................
(3-23)
Keterangan: ED LWS
= elevasi dasar perairan relatif terhadap LLWL
ED
= elevasi dasar perairan relatif terhadap nol papan duga
LWS
= elevasi LWS relatif terhadap nol papan duga
Dengan demikian LLWL berada pada elevasi + 0.00 m. KL – 4099 Tugas Akhir Desain Pengamanan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari
3-19
Toni Pebriana (15504037)
3.2.3 Pengolahan Data Pasang Surut Data hasil pengamatan selama 15 (lima belas) hari kemudian dianalisa untuk mendapatkan parameter-parameter pasang surut di lokasi pekerjaan. Proses yang dilakukan dalam analisa pasang surut ini digambarkan dalam suatu bagan alir yang disajikan pada Gambar 3.15. Perhitungan konstituen pasang surut dilakukan dengan menggunakan metode Least Square, meliputi 9 (sembilan) konstituen seperti yang disajikan dalam Tabel 3.1. Dengan konstanta pasang surut yang ada pada proses sebelumnya dilakukan penentuan jenis pasang surut menurut rumus berikut: NF =
K1 + O1 M2 + S 2
...............................................................................
(3-24)
Dimana jenis pasut untuk nilai NF: 0....0,25
= semi diurnal
0,25....1,5
= mixed type (semi diurnal dominant)
1,5....3,0
= mixed type (diurnal dominant)
>3,0
= diurnal
Selanjutnya dilakukan peramalan pasang surut untuk 15 hari yang dipilih bersamaan dengan masa pengukuran yang dilakukan. Hasil peramalan tersebut dibandingkan dengan pembacaan elevasi di lapangan untuk melihat kesesuaiannya. Dengan konstanta yang di dapatkan dilakukan pula peramalan pasang surut untuk masa 20 tahun sejak tanggal pengamatan. Hasil peramalan ini dibaca untuk menentukan elevasi-elevasi penting pasang surut. Elevasi-elevasi penting yang akan dicari disajikan dalam Tabel 3.2.
Data Pasut
Least Square
Komponen Pasang Surut
Peramalan Pasang Surut 15 Hari
Perbandingan Hasil Ramalan dengan Pengukuran Lapangan
Jenis Pasang Surut
Peramalan Pasang Surut 20 Tahun
Elevasi Penting Pasang Surut
Probabilitas Kejadian Terlampaui Elevasi Pasang Surut
Gambar 3.15 Bagan alir proses analisa pasang surut. KL – 4099 Tugas Akhir Desain Pengamanan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari
3-20
Toni Pebriana (15504037)
Tabel 3.1 Konstituen Pasang Surut di Lokasi Pekerjaan No.
Konstituen pasang surut
Keterangan
Perioda (jam)
1
M2
Principal lunar
12.24
2
S2
Principal solar
12.00
3
N2
Larger lunar elliptic
12.66
4
K2
Luni-solar semi diurnal
11.97
5
K1
Luni-solar diurnal
23.93
6
O1
Principal lunar diurnal
25.82
7
P1
Principal solar diurnal
24.07
8
M4
6.21
9
MS 4
6.10
Tabel 3.2 Elevasi-Elevasi Penting Pasang Surut No
Elevasi Penting Pasang Surut
1
HHWL
Highest high water level
2
MHWS
Mean high water spring
3
MHWL
Mean high water level
4
MSL
Mean sea level
5
MLWL
Mean low water level
6
MLWS
Mean low water spring
7
LLWL
Lowest low water level
3.3 Analisa Gelombang Rencana Untuk mendapatkan nilai gelombang rencana di laut dalam, beberapa analisa harus dilakukan yaitu:
Pengolahan data angin untuk mendapatkan iklim gelombang. Proses ini dinamakan hindcasting yaitu meramal besarnya gelombang yang dibangkitkan oleh angin berdasarkan data angin dari stasiun BMG.
Hal kedua yang perlu dilakukan adalah analisa harga ekstrim gelombang untuk mendapatkan nilai gelombang rencana untuk perioda ulang tertentu.
KL – 4099 Tugas Akhir Desain Pengamanan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari
3-21
Toni Pebriana (15504037)
3.3.1 Pengolahan Data Angin untuk Mendapatkan Iklim Gelombang Inti dari proses hindcasting adalah untuk memperkirakan besar tinggi gelombang dan periodanya berdasarkan data angin. Sebenarnya akan lebih baik bila analisa gelombang dilakukan berdasarkan data gelombang. Akan tetapi data gelombang tidak tersedia di Indonesia, sehingga gelombang tersebut diprediksi berdasarkan data angin yang merupakan faktor utama pembentuk gelombang. Metoda yang digunakan dalam proses hindcasting ini mengikuti metoda yang dijelaskan di dalam SPM (Shore Protection Manual, 1984). Bagan alir proses hindcasting tersebut disajikan pada Gambar 3.16.
HS = tinggi gelombang signifikan (m) TP = perioda gelombang (s) F
= panjang fetch efektif (m)
UA = wind stress factor (ke. angin yang dimodifikasi)
Gambar 3.16 Bagan alir proses hindcasting. Di dalam proses hindcasting di atas terdapat parameter-parameter yang harus dihitung terlebih dahulu yaitu fetch efektif dan juga wind stress factor. A. Perhitungan fetch efektif Fetch menurut definisi adalah daerah pembentukan gelombang. Gelombang memerlukan daerah untuk dapat dibentuk oleh angin. Semakin panjang daerah pembentukannya, KL – 4099 Tugas Akhir Desain Pengamanan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari
3-22
Toni Pebriana (15504037)
semakin besar pula gelombang yang dihasilkan oleh suatu angin dengan kecepatan tertentu, sampai gelombang itu mencapai kondisi yang tetap (fully developed). Daerah pembentukan gelombang dibagi dalam 8 (delapan) arah mata angin utama. Setiap mata angin utama memiliki 9 (sembilan) garis fetch dengan sudut antaranya 5o. Garis fetch ditarik dari titik pembentukan gelombang hingga menyentuh daratan (pulau). Fetch efektif untuk masing-masing arah utama dihitung dengan persamaan di bawah ini:
Feff =
∑ f .cosα ∑ cosα i
i
.
...........................................................
(3-25)
i
ket: F eff
: panjang fetch efektif (m)
Fi
: panjang fetch ke-i (m)
αi
: sudut antara fetch ke-i dengan arah utama (derajat)
B. Perhitungan wind stress factor Wind stress factor merupakan parameter yang digunakan untuk menghitung tiggi gelombang yang dibangkitkan dalam proses hindcasting. Parameter ini intinya adalah kecepatan angin yang dimodifikasi. Sebelum merubah kecepatan angin menjadi wind stress factor, koreksi dan konversi terdahap data kecepatan angin perlu dilakukan. Berikut ini adalah koreksi dan konversi yang perlu dilakukan pada data angin untuk mendapatkan nilai wind stress factor. 1. Koreksi ketinggian Wind stress factor dihitung dari kecepatan angin yang diukur dari ketinggian 10 m di atas permukaan. Bila data angin diukur tidak dalam ketinggian ini, koreksi perlu dilakukan dengan persamaan berikut ini (persamaan ini dapat dipakai untuk z <20m):
10 U (10) = U ( z ) z
1/ 7
.......................................................
(3-26)
ket: U(10) : Kecepatan angin pada elevasi 10 m (m/s) U(z)
: Kecepatan angin pada ketinggian pengukuran (m/s)
z
: Kecepatan angin pada ketinggian pengukuran (m).
2. Koreksi stabilitas Koreksi stabilitas ini berkaitan dengan perbedaan temperatur udara tempat bertiupnya angin dan air tempat terbentuknya gelombang. Persamaan koreksi stabilitas ini adalah sebagai berikut:
U = RT U (10)
...................................................................
(3-27)
KL – 4099 Tugas Akhir Desain Pengamanan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari
3-23
Toni Pebriana (15504037)
ket: U
: Kecepatan angin setelah dikoreksi (m/s)
U(10) : Kecepatan angin sebelum dikoreksi (m/s) RT
: Koefisien stabilitas, nilai nya didapat dari grafik pada SPM (Vol. I, Figure 3-14), atau pada laporan ini disajikan pada Gambar 3.17
Jika data temperatur udara dan air (sebagai data untuk membaca grafik) tidak dimiliki, maka dianjurkan memakai nilai RT =1.10. 3. Koreksi efek lokasi Koreksi ini diperlukan bila data angin yang diperoleh berasal dari stasiun darat, bukan diukur langsung di atas permukaan laut, ataupun di tepi pantai. Untuk merubah kecepatan angin yang bertiup di atas daratan menjadi kecepatan angin yang bertiup di atas air, digunakan grafik yang ada pada SPM (Vol I, Figure 3-15), atau pada Gambar 3.18 di laporan ini. 4. Konversi ke wind stress factor Setelah koreksi dan konversi kecepatan di atas dilakukan, tahap selanjutnya adalah mengkonversi kecepatan angin tersebut menjadi wind stress factor, dengan menggunakan persamaan berikut ini.
U A = 0.71U 1.23
..................................................................
(3-28)
ket: UA
: Wind stress factor (m/s)
U
: Kecepatan angin (m/s)
KL – 4099 Tugas Akhir Desain Pengamanan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari
3-24
Toni Pebriana (15504037)
Gambar 3.17 Grafik yang digunakan untuk melakukan koreksi stabilitas.
Gambar 3.18 Grafik yang digunakan koreksi efek lokasi.
3.3.2 Analisa Harga Gelombang Ekstrim Tinggi gelombang rencana yang diperlukan sebagai data input dalam analisis gelombang selanjutnya diperoleh dengan cara sebagai berikut:
Dari hasil peramalan gelombang, diambil tinggi gelombang yang terbesar dengan periodanya untuk tiap arah, tiap tahun.
Dilakukan analisis harga ekstrim berdasarkan data gelombang terbesar tahunan per arah yang telah tersusun dari langkah sebelumnya. Dengan cara analisis harga ekstrim yang didasarkan pada tinggi gelombang ini, maka informasi mengenai perioda gelombang hilang dalam langkah selanjutnya.
Analisis frekuensi gelombang rencana dengan metode yang digunakan terdiri dari beberapa distribusi yaitu Log Normal, Log Pearson III, Pearson III dan Gumbell. Analisis frekuensi adalah kejadian yang diharapkan terjadi, rata-rata sekali setiap N tahun atau dengan perkataan lain tahun berulangnya N tahun. Kejadian pada suatu kurun waktu tertentu tidak berarti akan terjadi sekali setiap 10 tahun akan tetapi terdapat suatu kemungkinan dalam 1000 tahun akan terjadi 100 kali kejadian 10 tahunan.
Pemilihan distribusi yang sesuai dari beberapa distribusi tersebut untuk memberikan nilai gelombang rencana.
KL – 4099 Tugas Akhir Desain Pengamanan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari
3-25
Toni Pebriana (15504037)
Berikut ini adalah penjelasan untuk masing-masing distribusi frekuensi yang digunakan pada tahap (iv) diatas: A. Distribusi Log Normal Suatu nilai acak X memiliki fungsi distribusi Log Normal apabila nilai dari fungsi probabilitas denstitasnya seperti persamaan dibawah ini (Ochi 1992).
f (x) =
(ln x − µ )2 exp − ; σx 2π 2σ 2 1
0≤x<∞ ................................
(3-29)
σ
Distribusi Log Normal memiliki 2 parameter statistik yaitu µ dan . Nilai dari parameter µ adalah suatu nilai logaritmik dari variabel acak X yang terdistribusi sebagai ratadan rata µ dan varian . Persamaan dari nilai rata-rata dan varian dari distribusi Log Normal adalah sebagai berikut:
σ
σ
σ2 E[x ] = exp µ + 2
........................................................................
(
){ ( ) }
(3-30)
Var[x ] = exp 2µ + σ 2 exp σ 2 − 1
B. Distribusi Pearson Tipe III Distribusi Pearson Tipe III adalah suatu distribusi gamma (memiliki 3 parameter gamma) yang diturunkan dari suatu fungsi gamma. Persamaan tersebut diberikan di bawah ini (Ochi 1992):
f (x) =
exp[− λ (x − ε )] Γ(β )
λβ (x − ε )
β −1
....................................................
(3-31)
dimana nilai dari Γ(β) adalah suatu fungsi gamma dengan λ, β dan ε merupakan parameters yang diberikan oleh persamaan berikut ini : λ=
sx β
,
2 β = Cs
ε = x − sx β
C. Distribusi Log Pearson Tipe III Distribusi Log Pearson III merupakan modifikasi dari distribusi Pearson Tipe III dengan mengubah y = log (x) sehingga mengurangi nilai kemencengan (skewness). Persamaan distribusi Log Pearson adalah sebagai berikut (Ochi 1992).
f (x) =
λβ (x − ε )
exp[− λ (x − ε )] , Γ(β )
β −1
y = log( x )
..............................
(3-32)
dimana:
KL – 4099 Tugas Akhir Desain Pengamanan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari
3-26
Toni Pebriana (15504037)
λ=
sx β
,
2 β = C s (y)
2
ε = y − sx β
D. Distribusi Gumbel Distribusi Gumbel berasal dari Distribusi Nilai Asimtot Ekstrim Tipe I dan merupakan fungsi distribusi kumulatif sebagai berikut (Ochi 1992):
x − u F ( x) = P ( X ≤ x) = − exp − α
..................................
(3-33)
atau dalam fungsi probabilitas densitas dinyatakan sebagai berikut: x − u f ( x ) = 1 − exp − exp − ; α
-∞ ≤ x ≤ ∞
.............................
(3-34)
dimana: α=
s 6 π
u = x − 0.5772α s = standar deviasi
x = rata-rata Keempat distribusi yang telah dijelaskan di atas diterapkan ke dalam nilai tinggi gelombang maksimum seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Nilai dari gelombang maksimum hasil prediksi berdasarkan masing-masing distribusi diplot berdasarkan nilai gelombang hasil pengamatan. Data pengamatan diplot berdasarkan nilai probabilitas Weibull yang terlampaui. Persamaan probabilitas Weibull adalah sebagai berikut :
P( X ≤ x m ) =
m n −1
.........................................................................
(3-35)
P( X ≤ x m ) = probabilitas dari suatu nilai X yang berada di bawah suatu nilai di bawah x m.
m
= ranking dari x m.
n
= jumlah total data dari nilai maksimum.
Fungsi distribusi yang paling sesuai dapat dipilih berdasarkan: (1) pengamatan visual, dan (2) nilai error (= perbedaan antara data dan perhitungan). Definisi dari “rata-rata error” adalah sebagai berikut: Error rata-rata =
∑ (XDistribution − XData )2 N −1
........................................
(3-36)
dimana: X Distribustion = tinggi gelombang hasil perhitungan. X Data
= tinggi gelombang hasil peramalan.
KL – 4099 Tugas Akhir Desain Pengamanan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari
3-27
Toni Pebriana (15504037)
N
= jumlah data.
Selanjutnya dengan menggunakan metoda error terkecil akan ditemukan nilai dari sebuah distribusi selanjutnya yang akan digunakan dalam analisis pada pekerjaan ini. Setelah mendapatkan tinggi gelombang rencana untuk periode ulang tertentu tersebut kemudian dianalisis periode gelombang yang sesuai melalui sebuah grafik hubungan antara tinggi gelombang dengan periode gelombang. Grafik ini didapatkan dari hasil hidcasting gelombang dari data angin.
KL – 4099 Tugas Akhir Desain Pengamanan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari
3-28
Toni Pebriana (15504037)
Contents Bab........................................................................................................1 METODOLOGI PELAKSANAAN ....................................................................1 Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari ...............................................................................................1 3.1
Survei Lapangan .........................................................................1
3.1.1 3.1.2 3.1.3 3.1.4
Survei Topografi ............................................................................................................................. 1 Survei Batimetri .............................................................................................................................. 7 Survei Hidro-Oceanografi............................................................................................................. 10 Survei Mekanika Tanah/Penyelidikan Tanah ............................................................................... 11
3.2
Pengolahan Data Survei ............................................................. 14
3.2.1 3.2.2 3.2.3
Pengolahan Data Topografi .......................................................................................................... 14 Pengolahan Data Batimetri ........................................................................................................... 18 Pengolahan Data Pasang Surut ..................................................................................................... 20
3.3
Analisa Gelombang Rencana ....................................................... 21
3.3.1 3.3.2
Pengolahan Data Angin untuk Mendapatkan Iklim Gelombang .................................................. 22 Analisa Harga Gelombang Ekstrim .............................................................................................. 25
Tabel 3.1 Konstituen Pasang Surut di Lokasi Pekerjaan ................................................... 21 Tabel 3.2 Elevasi-Elevasi Penting Pasang Surut ....................................................... 21 Gambar 3.1 Bench mark yang dibuat untuk titik referensi. ................................................ 2 Gambar 3.2 Pengukuran jarak pada daerah miring. ................................................... 3 Gambar 3.3 Pengukuran sudut jurusan. ........................................................................ 4 Gambar 3.4 Pengamatan azimuth astronomis. ............................................................ 5 Gambar 3.5 Pengukuran sipat datar. ............................................................................. 6 Gambar 3.6 Pergerakan perahu dalam menyusuri jalur sounding. ........................... 8 Gambar 3.7 Reader alat GPSMap yang digunakan dalam survei batimetri. ........... 9 Gambar 3.8 Penempatan GPSMap (transducer, antena, reader) di perahu. .......... 9 Gambar 3.9 Pengikatan (levelling) peilschaal. ........................................................... 10 Gambar 3.10 Metode pengambilan sedimen dasar................................................... 11 Gambar 3.11 Peralatan Hand Boring : Auger Boring. ............................................... 13 Gambar 3.12 Peralatan pengambilan sampel: Thin Wall Tube Sampler. .............. 13 Gambar 3.13 Pengukuran poligon. ............................................................................... 14 Gambar 3.14 Sketsa definisi besaran-besaran yang terlibat dalam koreksi kedalaman. ................................................................................................................. 19 Gambar 3.15 Bagan alir proses analisa pasang surut. ............................................. 20 Gambar 3.16 Bagan alir proses hindcasting...................................................................... 22 Gambar 3.17 Grafik yang digunakan untuk melakukan koreksi stabilitas. ...................... 25 Gambar 3.18 Grafik yang digunakan koreksi efek lokasi. ........................................ 25
KL – 4099 Tugas Akhir Desain Pengamanan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari
3-29