KINERJA MODEM ADHOC RADIO UNTUK MENDUKUNG MANAJEMEN TRANSPORTASI KAPAL TRADISIONAL Michael Ardita1 dan Achmad Affandi2 1
Mahasiswa Jurusan Teknik Elektro FTI, ITS, Kampus ITS Sukolilo Surabaya, email:
[email protected]. 2 Dosen Jurusan Teknik Elektro FTI, ITS, Kampus ITS Sukolilo Surabaya, email:
[email protected] Indonesia adalah Negara kepulauan yang memiliki wilayah laut yang cukup luas dengan segala kekayaan yang terkandung di dalamnya. Pada umumnya komunikasi data di laut mempergunakan sistem komunikasi satelit namun biaya operasionalnya tentu terasa berat bagi nelayan tradisional. Pada umumnya kapal sudah tradisional memiliki radio HF/VHF yang dapat dikembangkan untuk komunikasi data. Pada paper ini diperkenalkan komunikasi data pada kapal nelayan tradisional dengan memanfaatkan radio komunikasi yang sudah ada mengelola mode transportasi kapal tradisional (untuk pengangkutan barang, penumpang antar pulau atau pun kapal nelayan). Pada saat ini penulis bersama tim di Laboratorium Jaringan Telekomunikasi ITS telah mengembangkan sistem komunikasi data AdHoc Radio untuk diterapkan di laut. Sistem AdHoc Radio diharapkan dapat memperluas daerah cakupan jaringan radio karena setiap anggota dalam jaringan dapat menjadi perantara bagi anggota jaringan yang lain. Manfaat dari sistem komunikasi data ini antara lain dapat dipergunakan untuk monitoring posisi, pengiriman informasi logistik di kapal, penyampaian pesan, dan lain-lain. Dalam komunikasi data, modem (modulator-demodulator) berfungsi sebagai jembatan antara data digital dengan sinyal analog. Analisa kinerja modem diperlukan untuk mengetahui karakteristik modem apabila sinyal yang ditransmisikan melalui radio mendapatkan gangguan berupa noise atau interferensi. Pada paper ini akan dibahas tentang kehandalan modem pada level gangguan yang bervariasi, kecepatan pengiriman data, efisiensi penggunaan kanal radio, juga pengenalan sistem AdHoc pada pada komunikasi data dengan kecepatan rendah (sekitar 30-120 karakter per detik). Pengujian kinerja modem dilakukan dengan simulator noise yang level dayanya dapat diatur dari rendah hingga level yang dapat menyebabkan rusaknya data. Pengujian juga dilakukan pada lama pendudukan kanal radio. Untuk pengujian Ad-Hoc dilakukan dengan mempergunakan beberapa komputer dan radio komunikasi. Dari beberapa pengujian ini diharapkan dapat dihasilkan titik optimal antara panjang paket data, lama waktu sinkronisasi, dan ketahanan terhadap gangguan sehingga diperoleh troughput yang terbaik.. Kata kunci: komunikasi data, modem, adhoc.
1. PENDAHULUAN Sebagai negara kepulauan sebagian wilayah Indonesia adalah perairan. Luas perairan Indonesia merupakan potensi besar bagi usaha penangkapan ikan. Potensi ini juga diharapkan mampu menyediakan banyak lapangan pekerjaan dan keuntungan ekonomi. Kekayaan laut ini seharusnya dapat memberikan penghidupan yang cukup bagi kebanyakan para nelayan. Tetapi kondisi nyata berbeda, banyak di antara para nelayan berada pada keadaan kurang mampu, khususnya nelayan tradisional. Banyak kapal nelayan yang beroperasi di daerah yang berdekatan pada saat yang sama, sementara tempat lain masih belum tersentuh. Persebaran nelayan pada lokasi pencarian ikan tidak merata sehingga hasil yang didapatkan tidak maksimal. Mereka pada umumnya mengalami kesulitan untuk mengoptimalkan sumber daya alam ini disebabkan oleh peralatan yang digunakan sangat sederhana dan terbatas.
Michael Ardita, Achmad Affandi
Di Indonesia telah mengadopsi ketentuan Food and Agriculture Organization of The United Nations (FAO) dalam menggunakan teknologi Vessel Monitoring System (VMS) untuk melakukan pengawasan terhadap kapal-kapal penangkap ikan [1], namun biaya yang harus dikeluarkan sangat mahal sehingga hanya diwajibkan untuk kapal-kapal di atas 100GT dan mulai diperkenalkan untuk kapal 30GT. Saat ini sudah ada beberapa sistem dan alat yang dapat dimanfaatkan nelayan utuk membantu mencari daerah penangkapan ikan melalui berbagai media informasi seperti layanan internet, faksimili, dan radio [2]. Akan tetapi semua layanan ini tidak familiar bagi nelayan tradisional Indonesia, sehingga nelayan jarang menggunakanya. Selain itu data yang didapatkan kurang update, karena selang waktu nelayan memperoleh peta dan nelayan menjaring ikan cukup lama. Hal ini memungkinkan gerombolan ikan sudah pindah tempat. Pada saat ini sudah ada penelitian dikembangkan di Lab Jaringan Telekomunikasi ITS yaitu tentang VMeS (Vessel Messaging System) untuk diterapkan pada kapal <30GT. Sistem ini diharapkan dapat membantu penyelesaian masalah komunikasi data dari darat ke laut. Nelayan tradisional biasanya mempunyai jarak jangkau kurang dari 200 nm. Peralatan yang sudah ada pada kapal nelayan tradisional adalah radio komunikasi HF/VHF. Fasilitas yang dicakup oleh sistem ini antara lain : monitoring posisi kapal secara periodik terkait dengan masukan sinyal GPS, permintaan dan penerimaan (display dan memory) peta data potensi ikan, pengiriman pesan pendek ke pusat kendali atau tujuan lain (jaringan GSM), pesan laporan / log book penangkapan dan hasilnya, pesan darurat / SOS. Permasalahan yang akan diangkat pada makalah ini adalah pengukuran kinerja modem adhoc radio untuk diterapkan pada nelayan tradisional. Untuk dapat melakukan komunikasi data dengan harga yang terjangkau oleh kaum nelayan, maka, diperlukan peralatan komunikasi data yang dapat diterapkan pada peralatan radio komunikasi yang sudah ada di kapal. Tujuan umum penelitian ini untuk membantu nelayan tradisional memperoleh informasi yang aktual pada saat berada di lepas pantai. Dengan mempergunakan teknologi digital data dapat disimpan di memori sehingga dapat dibaca pada saat offline, dimana para nelayan tidak sedang dalam keadaan sibuk. Penelitian ini juga bertujuan untuk menghasilkan informasi tentang karakteristik kinerja modem adhoc untuk pengembangan prototype terminal VMeS terintegrasi.
2. TEORI PENUNJANG 2.1 Jaringan Wireless Ad Hoc Jaringan Wireless terdiri dari dua model yaitu fixed dan mobile.Jaringan Fixed wireless tidak mendukung mobility, dan kebanyakan adalah point to point (seperti microwave network dan geostationary satellite network). Lain halnya dengan jaringan mobile wireless yang sangat dibutuhkan oleh pengguna yang bergerak. Jaringan mobile dibagi dalam dua kategori utama yaitu jaringan yang memiliki infrastruktur (selular) dan jaringan yang tidak memiliiki infrastruktur. Jaringan yang tak memiliki infrastruktur ini yang yang bisanya disebut dengan jaringan ad hoc. [3]. Jaringan ad hoc untuk suatu tujuan diartikan sebagai suatu jaringan tanpa infrastruktur dimana masing-masing node adalah suatu router bergerak yang dilengkapi dengan transceiver wireless. Pesan yang dikirim dalam lingkungan jaringan ini akan terjadi antara dua node dalam cakupan transmisi masing-masing yang secara tidak langsung dihubungkan oleh multiple hop melalui beberapa node perantara. [4].
Please leave the footers empty
Kinerja Modem Adhoc Radio untuk Mendukung Manajemen Transportasi Kapal Tradisional
Gambar 1 menunjukkan node C dan node F berada di luar cakupan transmisi satu terhadap yang lainnya, tetapi masih dapat berkomunikasi lewat perantara node D dalam multiple hop.
Gambar 1 - Struktur Dasar Jaringan Ad hoc [3]
2.2 Model Komunikasi Data Sederhana Perangkat komunikasi yang sudah ada pada kapal nelayan tradisional adalah pesawat radio untuk komunikasi suara. Untuk melewatkan data digital pada media transmisi analog diperlukan peralatan yang disebut modem (modulator-demodulator) berfungsi untuk merubah sinyal digital ke analog dan mengembalikan sinyal analog ke bentuk digital kembali pada sisi penerima. Adapun bentuk model komunikasi data tersebut dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2 – Model Komunikasi Data [5]
Sumber data dan tujuan pada sistem ini dapat berupa PC atau peralatan dengan mikrokontroler yang diprogram untuk aplikasi spesifik, dan modem berada pada posisi transmitter dan receiver. Untuk sistem transmisi dapat berupa media/kanal komunikasi analog yang pada penelitian ini akan dipergunakan kanal radio komunikasi.
3. RANCANGAN UMUM SISTEM Sistem jaringan adhoc pada umumnya memiliki kemampuan untuk membangun rute secara mandiri. Namun dengan beberapa pertimbangan teknis sistem adhoc yang akan dibahas adalah sistem yang komunikasi datanya terkontrol dari pusat. Untuk membangun protokol komunkasi data maka perlu mempertimbangkan beberapa aspek seperti kecepatan pengiriman data (bitrate), jumlah trafik yang ditawarkan, ketersediaan kanal komunikasi, jarak antar masing-masing titik client yang ada di dalam jaringan, dan proses untuk menangani multiple acces. Pada
Jangan menulis apapun pada footer
Michael Ardita, Achmad Affandi
penelitian ini akan diangkat model komunikasi data yang terkontrol dari pusat (gateway). Dasar dari pengembangan ini karena kecepatan komunikasi data melalui kanal radio terbatas yaitu sebesar 1200 bps atau sekitar 120 karakter per detik sehingga proses 'flooding paket data' untuk memperbaharui tabel routing sebaiknya dihindari. Di atas kapal pada saat ini sudah dirasa perlu untuk memasang GPS dimana GPS selain untuk navigasi pada saat berada di atas kapal juga dapat pula dimanfaatkan untuk memperbarui tabel routing dan untuk monitoring posisi. Pada komunikasi data kesalahan satu bit dalam satu paket data dapat mengakibatkan dibuangnya seluruh paket data sehingga paket data yang dikirimkan dibuat tidak terlalu panjang supaya bila ada kesalahan data yang dibuang juga tidak banyak. Namun paket yang terlalu pendek juga tidak akan efisien karena satu paket juga memerlukan rangkaian bit sinkronisasi dan overhead yang berupa pengalamatan dan untuk kontrol kesalahan paket.
Gambar 3 – Contoh kasus komunikasi data di laut melalui jaringan adhoc
Rancangan awal yang akan dibuat untuk proses multiple accessnya dipergunakan metode pooling ( Time Division Multiple Access - TDMA ) dengan menyisipkan slot-slot waktu untuk registrasi client selain untuk menginterogasi clientclient yang sudah terdaftar. Fungsi dari registrasi client adalah untuk menyisipkan client dalam daftar pooling TDMA dan untuk membuang client dari tabel routing apabila sudah kembali ke daratan. Kapal-kapal yang sedang berlayar diharapkan dapat selalu terpantau sampai mereka kembali ke daratan. Dalam proses pooling TDMA ini dapat juga diterapkan metode prediksi posisi dari laporan posisi, arah dan kecepatan terakhir serta dapat juga didasarkan pada laporan rencana rute jelajah pada saat sebelum melepas jangkar. Sebagai contoh kasus dapat dilihat pada gambar 3 dimana jarak jangkauan maksimum yang dapat dilakukan client-client diasumsikan sebagai berikut : G1<->N1, N1<->N2, N2<->N3, N3<->N4 dan N4<->N5. Pada kasus ini G1 untuk menjangkau N2 tidak dapat dilaukan secara langsung sehingga akan memanfaatkan N1 sebagai perantara penyampaian paket ke N2. Begitu pula untuk mengirimkan data ke N5 dari G1 akan diperlukan perantara dari N1, N2, N3, dan N4.
Please leave the footers empty
Kinerja Modem Adhoc Radio untuk Mendukung Manajemen Transportasi Kapal Tradisional
3.1. Pemilihan Metode Acknowledgement (ACK) Untuk mengetahui bahwa pesan yang dikirimkan telah sampai di tujuan atau tidak dapat diketahui dengan pengiriman acknowledgement (ACK) dari sisi client. Untuk menghemat waktu maka dipilih mode End-to-End ACK daripada Segment-toSegment ACK karena waktu yang dipergunakan adalah lebih hemat. Dasar penentuan model ini dapat dilihat pada state-diagram pada gambar 4a dan gambar 4b dimana gambar 4b menunjukkan penggunaan waktu yang lebih sedikit.
Gambar 4a – model ACK per segment
Gambar 4b – model ACK End-to-End
3.2 Rancangan Terminal komunikasi data terintegrasi dengan modem Gambaran umum sistem yang akan dibuat dapat dilihat pada gambar 5 dimana sistem nantinya terbagi menjadi 2 bagian besar yaitu blok modem radio dan blok terminal komunikasi data. Blok modem radio ini nantinya akan diuji secara lebih detail karena pada bagian ini konversi data dari bentuk sinyal digital menjadi sinyal analog pada modulator dan proses sebaliknya pada bagian demodulator. Sinyal analog nantinya dibawa oleh modulasi radio komunikasi konvensional untuk dilewatkan pada kanal komunikasi bandpass.
Gambar 5. Blok diagram Sistem
Jangan menulis apapun pada footer
Michael Ardita, Achmad Affandi
Gambar 6 Rencana pengujian performa modem terhadap gangguan
Gambar 6 menunjukkan rencana proses pengujian modem dengan simulasi noise dari sinyal generator. Pada bagian ini level sinyal FSK amplitudonya dijaga konstan dan level noisenya dibuat berubah-ubah. Hasil yang diharapkan dari pengujian ini adalah seberapa baik ketahanan sinyal FSK terhadap noise apabila mempergunakan modem dengan IC TCM3105. Dalam pengujian nantinya bit-error-rate analyzer akan dilakukan dengan software yang dibuat dengan mempergunakan Borland Delphi. Audio Level Meter dipergunakan untuk melihat level daya sinyal FSK dan level daya Noise. Audio Level Meter dapat dilakukan dengan software Spectra-Lab atau software Visual Analyzer. Noise Generator dapat dibuat dengan memainkan suatu file .WAV yang berisi rakaman sinya white noise dan dapat juga diisi dengan hasil rekaman dari demodulasi sinyal radio sesungguhnya. Pada software ini terdapat fungsi analisa sinyal untuk daerah frekuensi audio (20Hz–20kHz). Hal tersebut tentunya dapat dimanfaatkan untuk pengukuran kualitas sinyal pada daerah pita spektrum baseband untuk komunikasi suara pada rentang 300Hz – 3400 Hz. 3.3 Pengujian modem yang mendukung mode ad-hoc Untuk mengetahui bahwa modem dapat dipergunakan pada mode adhoc maka pada penelitian ini juga diuji model komunikasi data dengan mempergunakan terminal perantara dengan susunan perangkat seperti tampak pada gambar 7.
Gambar 7 – Model pengujian untuk dukungan terhadap sistem adhoc
Yang akan diuji pada tahap ini adalah fungsi terminal perantara pada komunikasi data apakah dapat meneruskan paket ke tujuan atau tidak. Pada saat ini
Please leave the footers empty
Kinerja Modem Adhoc Radio untuk Mendukung Manajemen Transportasi Kapal Tradisional
dipergunakan tiga buah komputer dengan fungsi masing sebagai gateway ( basestation ), node perantara, dan node tujuan.
4. PENGUKURAN DAN ANALISA 4.1 Pengujian bentuk gelombang pada sisi penerima Sebelum mamasuki pengujian pada bagian komunikasi data, pertama-tama akan dilihat terlebih dahulu kualitas sinyal analog setelah melewati kanal radio komunikasi. Pengujian yang dilakukan ini mempergunakan satu buah pesawat radio yang berfungsi sebagai pemancar dan dua buah pesawat pernerima radio dengan tipe berbeda
Gambar 8 – Bentuk sinyal keluaran dari 2 buah radio yang berbeda tipe
Gambar 8 menunjukkan bentuk sinyal baseband dari dua buah pesawat penerima. Gambar pada bagian atas adalah hasil demodulasi dari pesawat HT IcomIC2N dan pada bagian bawah adalah sinyal hasil demodulasi oleh pesawat HT Weirwei VEV-3288D. Pada sinyal hasil demodulasi pesawat Icom tampak lebih baik dipandang dari sisi variasi amplitudo dan pesawat Weirwei amplitudonya berantakan. Variasi amplitudo ini kemungkinan besar disebabkan oleh adanya filter de-emphasis pada pesawat radio Weirwei. Pada beberapa modem FSK variasi amplitudo dapat menyebabkan kesalahan pada suatu paket data. Pada modem dengan IC TCM3105 sinyal dengan amplitudo tidak teratur masih dapat didekode dengan baik, kelebihan ini disebabkan karena pada IC tersebut memiliki prosesor sinyal sebelum proses demodulasi. 4.2. Pengujian Signal to Noise Ratio (SNR) terhadap performa modem Pengujian yang tidak kalah pentingnya dalam penelitian ini adalah pengukuran performa modem terhadap noise yang ada di kanal komunikasi. Untuk pengujian ini konfigurasinya dapat dilihat pada gambar 4.3 dengan sumber noise dipergunakan sebuah HT tanpa sinyal input. Untuk mengukur tingkat kesalahan datanya dilakukan dengan membuat program applikasi kecil yang berfungsi untuk membangkitkan 1000 karakter 'U' dan juga berfungsi untuk menerima kembali data hasil dekode setelah melewati kanal yang sengaja diberi noise dengan level tertentu. Gambar 9 menunjukkan kondisi pengujian dengan level gangguan yang diukur dalam bentuk Total Harmonic Distrotion + Noise (THD+N) sebesar 15%. Pada gambar tersebut tampak bahwa dari 1000 karakter yang dikirimkan terjadi kesalahan pada 4 karakter. Kesalahan per-1000 karakter tidak terjadi pada saat level noise berada pada posisi THD+N=11% atau ekuivalen dengan SNR sekitar 18 dB. Hasil pengujian SNR ini masih dirasa kurang bagus, hal ini kemungkinan disebabkan oleh penalaan level deteksi yang belum opimal. Untuk memastikan performa modem terhadap noise,
Jangan menulis apapun pada footer
Michael Ardita, Achmad Affandi
maka percobaan diulang pada modem yang lain dan didapatkan performa kesalahan mulai muncul pada saat posisi THD+N=28%.
Gambar 9 - GUI aplikasi untuk anlisa kesalahan
4.2 Pengujian Diagram waktu antara penekanan PTT dengan transmisi data Pengukuran diagram waktu ini dapat bermanfaat untuk optimasi pemilihan lama waktu tone sinkronisasi sebelum data dikirimkan. Pada software bagian pemancar, TxDelay-nya diset pada nilai 200 mili detik, Gambar 10 pada bagian atas adalah sinyal output analog dari node perantara dan pada bagian bawah adalah sinyal dari radio yang difungsikan sebagai pemantau yang hanya pasif mendengarkan. Gambar pada Detik 0.2 sampai dengan detik 1.0 adalah sinyal yang dipancarkan dari sisi pemancar ( Gateway ) sedangkan pada ditik 1.35 sampai dengan 2.10 adalah sinyal output yang dibungkam karena posisi memancar. Gambar pada detik ke 1.0 sampai dengan detik ke 1.35 adalah delay proses yang terjadi pada sisi client karena proses buffering data yang diterima, namun delay proses ini natinya dapat dioptimalkan lagi dengan perbaikan pada sisi proses pembacaan datanya. Gambar ini berfungsi untuk menggambarkan bahwa pada sisi client dapat melakukan proses penjawaban secara otomatis apabila ada data yang ditujukan kepada client.
Gambar 10 – Bentuk sinyal saat pengiriman data
Untuk mengetahui proses pemancaran pada saat tombol PTT ditekan dapat dilihat pada detik 1.30 sampai dengan detik 2.15. Pada sisi software pemancar Pre-TxDelay diset 200ms dan Post-Tx-Delay diset 150ms. Pada detik 1.35 adalah proses penekanan PTT, dan pada detik 1.55 sampai detik 1.92 adalah proses pengiriman data. Dari bagian bawah tampak bahwa sinyal dari modem dapat dikirimkan dengan baik setelah detik ke 1.43. Dari sini tampak bahwa untuk pengiriman data diperlukan tunda waktu >=80 mili detik. Untuk memberikan waktu sinkronisasi yang cukup Pre-TxPlease leave the footers empty
Kinerja Modem Adhoc Radio untuk Mendukung Manajemen Transportasi Kapal Tradisional
Delay sebaiknya diambil sebesar 90-100 mili detik karena dengan baud rate 1200 bps dibutuhkan waktu sekitar 8 ms untuk mengirimkan 1 karakter. Setelah PTT dilepas tampak bahwa pesawat penerima masih memerlukan waktu sekitar 100 ms untuk kembali. 4.3 Pengujian fungsi terminal pada mode adhoc Pengujian yang terakhir adalah pengujian modem apabila dilakukan pada jaringan dengan mode adhoc. Untuk uji fungsional dapat dilihat pada gambar 11.
Gambar 11 – Bentuk sinyal pada saat pengiriman data secara AdHoc
Gambar 11 menunjukkan performa modem dengan mode adhoc dimana point 1 adalah pengiriman data dari gateway ( base station ) ke node preantara dan point 2 adalah data yang dikirimkan ulang dari node perantara ke node tujuan. Point 3 dan 4 menunjukkan paket data balasan yang dikirimkan oleh node tujuan kembali ke gateway dengan mempergunakan node perantara. Pada saat ini delay proses tampak pada detik ke-2, detik ke-4 dan detik ke-6. Delay proses yang tidak sama ini disebabkan karena adanya proses buffering pada saat penerimaan data serial. Untuk lebih mengoptimalkan waktu dalam pendudukan kanal, maka proses ini masih perlu disempurnakan.
Gambar 12 – Bentuk sinyal pada saat pengiriman data secara AdHoc
Gambar 12 menunjukkan log proses dari GUI ( Graphical User Interface ) node perantara dimana pada kasus ini dapat berfungsi dengan baik untuk meneruskan paket request dari gateway ke node-2 dan juga meneruskan paket jawaban dari node-2 ke gateway. Pada saat ini data jawaban yang dikirimkan dari base station ke kapal adalah data berupa karakter ‘UUUUUUU……’ dan jawaban dari kapal adalah angkaJangan menulis apapun pada footer
Michael Ardita, Achmad Affandi
angka yang menunjukkan simulasi informasi lokasi yang ditunjukkan dengan ‘064210S’ dan ‘1112050E’ ditambah tulisan ‘Auto Reply Test’. Pada kondisi realnya nanti data-data tersebut dapat diganti dengan informasi lokasi potensi ikan, informasi cuaca, dan bis juga berisi informasi dari pemilik kapal kepada para awak kapal yang sedang melaut. Dari sisi kapal menuju ke gateway paket data dapat pesan dari awak kapal yang perlu segera disampaikan ke darat, informasi hasil tangkapan ikan. Selain infromasi posisi, dari sisi kapal juga dapat mengirimkan informasi secara otomatis tentang kondisi di kapal dan lingkungannya semisal temperatur permukaan laut, kondisi bahan bakar apabila di kapal dilengkapi dengan sensor-sensor yang dibutuhkan.
5. KESIMPULAN Dari hasil pengujian dapat ditarik kesimpulan bahwa modem TCM3105 dapat bekerja dengan baik pada kanal komunikasi yang respon frekuensinya tidak rata dan dengan ketahanan terhadap gangguan sampai pada level THD+N < 28%. Untuk dasar fungsi adhoc modem radio juga telah dapat berfungsi dengan baik tetapi masih perlu penyempurnaan untuk optimasi terhadap delay proses.
DAFTAR PUSTAKA 1.
… (1998), FAO Technical Guidelines For Responsible Fisheries, 1, FAO of The United Nations, Rome.
2.
Hartanto Sanjaya (2006), Info Penangkap Ikan, http://hartanto.wordpress.com/2006/06/15/info-untuk-penangkap-ikan
3.
Amitava M dkk (2003), Location Management And Routing In Mobile wireless networks, Artech House, Boston & London.
4.
Johnson D. (1994). Routing in Ad Hoc Networks of Mobile Hosts, Proc. IEEE Workshop on Mobile Comp. System and Appls.
5.
Stallings, W (2001), Komunikasi Data dan Komputer, Penerbit Salemba Teknika. Jakarta.
Please leave the footers empty