KINERJA GURU DALAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN MADRASAH Nurrotun Mumtahanah Sekolah Tinggi Al Hikmah Tuban E-mail : ningmumun@gmail,com
Abstract: The performance of teachers is closely related to the teaching. teachers must have certain ways in transfering knowledge and experience to their students. Creative, productive, and competent teachers having a good performance could encourage the students to be excited in learning and their ways of thinking will increasingly be growing. Teachers having a good performance will always be desired and dreamed by every educational institution. Their presence always becomes a focus and attention of their students. Teachers are also expected to be able to create significant interaction in developing a set of Islamic values and educate students in madrassa (Islamic schools). In terms of improving the quality of madrassa, various well-designed education systems should be adapted to the needs of development in all fields and require the kinds of expertise and skills in addition to improving work efficiency. Therefore, it is necessary inter alia the improvement of teachers' performance, curriculum development and education evaluation development to improve the quality of madrasa education. Keywords: Performance of teachers, quality of education, madrassa Pendahuluan Pendidikan merupakan salah satu aspek yang sangat esensial dalam kehidupan dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Sifatnya mutlak dalam kehidupan baik dalam kehidupan seseorang, keluarga maupun bangsa dan negara. Maju mundurnya suatu bangsa atau Negara sebagian besar ditentukan oleh mutu pendidikan di negara tersebut. Mengingat sangat pentingnya pendidikan bagi kehidupan, maka pendidikan harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya sehingga memperoleh hasil yang diharapkan.1 Secara umum esensi daripada pendidikan adalah pembentukan manusia yang bukan hanya mampu beradaptasi di masyarakat, namun juga dapat mengembangkan sumber daya Manusia (SDM) secara utuh dalam rangka memajukan kehidupan bangsa dan Negara. Guru akan selalu menjadi unsur yang penting dalam menentukan keberhasilan suatu pendidikan, hal ini merupakan persoalan bagi guru dalam segala geraknya dalam pendidikan. Kompetensi guru ditantang untuk selalu membenahi dan turut menyertai evaluasi pendidikan dalam dinamika zaman. Guru harus meningkatkan kompetensinya sehingga dapat menjawab persoalan pendidikan dan pengajaran yang semakin komplek saat ini. Kompetensi diperlukan sebagai kemampuan yang integralistis dalam diri pribadi guru sebagai professional yang diharapkan dapat mengantarkan anak didik menjadi pribadi yang paripurna.2 Kinerja guru erat kaitannya dengan mengajar, artinya bagaimana kiat-kiat guru dalam menyampaikan ilmu pengetahuan dan pengalamannya kepada anak didik. Guru yang kreatif, 1 2
Sudarman, Dkk. Ilmu Pendidikan (Bandung : PT. Rosdakarya, 1999), 3 Syaiful Bahri Djamarah, Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru (Surabaya: Penerbit Usaha Nasional, 2006), 10.
AKADEMIKA, Volume 8, Nomor 2, Desember 2014
242
produktif, berkopetensi serta mempunyai kinerja yang tinggi, menjadikan peserta didik akan bersemangat didalam belajarnya serta cara berfikirnya akan akan semakin berkembang. Namun sebaliknya bila seorang guru tidak memiliki kreatifitas, kompetensi serta kinerja yang rendah, maka akibatnya peserta didik akan tidak bersemangat, tidak termotivasi dalam belajarnya sehingga menjadikan anak didik yang kerdil dalam berfikir dan yang lebih parah ialah rendahnya mutu pendidikan di lembaga pendidikan tersebut. Guru yang mempunyai kinerja yang tinggi akn selalu menjadi dambaan dan impian setiap lembaga pendidikan. Kehadirannya selalu menjadi tumpuan dan perhatian ank didik. Hal ini akan memberikan sinyal, tanda bahwa figure guru tersebut dipandang sebagai orang yang mempunyai tanggung jawab. Potensi yang menjelma dari bisikan jiwanya atas pendidikan, baik dalam pendidikan anak-anak maupun remaja yang masih menuntut ilmu disekolah, maka menurut Muhibbin Syah: Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar adalah: faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu sendiri. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar siswa.” 3 Meninjau dari pernyataan tersebut, maka kinerja guru tidak lahir sendiri secara alamiah, namun hal tersebut membutuhkan serangkaian proses pendidikan dan latihan secara khusus serta membutuhkan waktu yang cukup lama, sehingga terbentuk tenaga pendidik yang handal. Oleh karena itu, harus ada program yang dirancang khusus kearah pembentukan tenaga pengajar yang diharapkan, artinya bahwa tidak semua orang dewasa dapat dikatagorikan sebagai pendidik melainkan harus memenuhi berbagai persyaratan sebagai calon pendidik, sebagaimana telah dicantumkan dalam UU SISDIKNAS No. 20 tahun 2003 pada BAB VII pasal 28 ayat 2 yang berbunyi : “Untuk dapat diangkat sebagai tenaga pengajar, tenaga pendidik yang bersangkutan harus beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berwawasan pancasila dan undang-undang dasar 1945 serta memiliki kualitas sebagai pengajar”.4 Perspektif tersebut jelas bahwa kehadiran guru memiliki kompetensi strategi dalam memanifestasikan pendidikan guna menghantarkan peserta didik bukan terbatas sebagai sosok yang mampu menjadi pembangun, pengadopsi terlebih-lebih sains teknologi, tetapi sekaligus mengendalikan, menguasai, dan memimpinnya seperti mengarahkan dan mendistribusikan kepada aktifitas yang bermanfaat baik secara pribadi, sosial, maupun organisasi agar keberadaan peserta didik tidak dangkal karena penetrasian yang berkarakter mekanistik tersebut. Tapi sekaligus tidak keropos dalam bidang moralitas. Kinerja Guru: Sebuah Tinjauan Komprehensif Dalam kajian tentang pengertian kinerja guru ini terdapat dua istilah yang masingmasing mempunyai pegertian sendiri, yaitu istilah “kinerja” dan istilah “guru”. Pertama, penulis mencoba menelusuri pengertian kinerja dari beberapa definisi. Menurut ST. Vebrianto, dkk kinerja merupakan bentuk-bentuk kecakapan profesional5, sedangkan Nanang Fatah berpendapat bahwa kinerja adalah ungkapan kemajuan yang didasari oleh pengetahuan,
3
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2005), 146-147 Undang-Undang Republik Indonesia No. 20, Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Bandung: Fokus Media, 2006), 18. 5 Vembrianto, St, Dkk. Kamus Pendidikan (Jakarta: PT. Gramedia Widasarana Indonesia, 2001), 94 4
AKADEMIKA, Volume 8, Nomor 2, Desember 2014
243
sikap, keterampilan, dan motivsi dalam menghasilkan sesuatu.6 Adapun Ali L mengungkapkan bahwa kinerja adalah ketekunan suatu mental atau usaha secara fisik.7 Dari definisi di atas, kinerja secara umum dapat diartikan sebagai suatu usaha yang dicapai seseorang berdasarkan pada kemampuan kerja atau keterampilan kerja. Dengan memiliki kinerja yang tinggi, seseorang akan selalu terdorong untuk berpartisipasi memecahkan masalah yang timbul dalam menyelesaikan pekerjaan, kesediaan untuk bekerja, selalu bergairah pada pekerjaan taat dan memiliki loyalitas yang tinggi, berdedikasi tinggi untuk selalu meningkatkan kemampuan individual. Kedua, penulis mencari pemahaman tentang definisi “guru” melalui pengertian yang dikemukakan oleh para ahli, antara lain menurut Djamarah yang dikutip oleh Fathurrahman dan Sutikno menjelaskan bahwa Guru dapat diartikan sebagai tenaga pendidik yang memberikan sejumlah ilmu pengetahuan kepada anak didik di sekolah.8 Sedangkan Muhibbin Syah mengartikan bahwa guru adalah tenaga pendidik yang tugas utamanya mengajar, dalam arti mengembangkan ramah, cipta rasa, dan karya siswa sebagai implementasi konsep ideal mendidik.9 Dari pemahaman tentang pengertian “kinerja” dan pegertian “guru” maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja guru secara utuh adalah sesuatu yang telah dicapai oleh guru secara utuh atau prestasi yang ditampakkan guru disebabkan kemampuan dan keterampilannya, bila definisi kinerja guru dihubungkan dengan objek pembahasan skripsi ini adalah peningkatan mutu madrasah, maka kinerja guru sangat berperan sekali, karena guru di samping sebagai pelaksana, guru juga merupakan faktor kunci dalam pelaksanaan sistem pendidikan nasional. 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja guru a. Kompetensi Dalam proses interaksi belajar mengajar guru adalah orang yang memberikan pelajaran dan siswa adalah orang yang menerima pelajaran. Dalam mentransfer ilmu pengetahuan (transfer of knowledge) kepada siswa diperlukan pengetahuan atau kecakapan keterampilan sebagai guru. Kompetensi merupakan suatu kemampuan yang mutlak dimiliki oleh guru agar tugas sebagai pendidik dapat terlaksana dengan baik. Kompetensi sebagaimana yang diungkapkan oleh W. Roberts Houston, adalah: “Competence ordinary is defined as adequacy for a task or as prossesion or require knowledge, skill and abilities” (yakni suatu tugas yang memadai atau memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dianut oleh jabatan seseorang”. Kehadiran guru dalam proses belajar mengajar masih tetap memegang peranan yang sangat penting. Peranan guru dalam proses pengajaran belum dapat digantikan oleh selain manusia, seperti mesin tape recorder atau komputer yang paling modern pun. Masih banyak unsur-unsur manusiawi seperti sikap, sistem nilai, perasaan, motivasi dan lain-lain yang diharapkan merupakan hasil dari proses pengajaran, tidak dapat dicapai melalui alat-alat tersebut di atas. Di sinilah beberapa kelebihan manusia, dalam hal ini guru dari alat-alat atau teknologi yang diciptakan manusia untuk membentuk dan mempermudah kehidupannya.
6
Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), 56 Ali. L, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta : Balai Pustaka, 2002), 156 8 Syaiful Bahri Djamarah, dan Aswan Zain, Startegi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), 43. 9 Muhibbin Syah Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003), 256 7
AKADEMIKA, Volume 8, Nomor 2, Desember 2014
244
Berbicara mengenai kompetensi guru, maka tidak bisa terlepas dari dasar-dasar kemampuan guru itu sendiri, yakni: a) Kepribadian, b) Penguasaan bahan pengajaran, c) Kemampuan dalam cara-cara atau metode mengajar.”10 Apabila ketiga macam kompetensi tersebut dapat dikuasai, dipahami oleh guru, maka guru dapat melaksanakan pengajaran dengan baik. Walaupun demikian, guru tidak cukup hanya memiliki dasar-dasar kompetensi itu, masih ada kompetensi lainnya yang harus dikuasai oleh seorang guru, yang semuanya itu saling isi mengisi dalam pencapaian tujuan pendidikan dan pembelajaran. Kompetensi guru di Indonesia telah pula dikembangkan oleh proyek pembinaan pendidikan guru Departemen Pendidikan Nasional. Pada dasarnya kompentensi guru bertolak dari analisis tugas seorang guru, baik sebagai pendidik, maupun sebagai administrator kelas. b. Profesionalisme Menurut Oemar Hamalik “Profesionalisme berkembang sesuai dengan kemajuan masyarakat modern, hal ini menuntut beraneka ragam spesialisasi yang sangat diperlukan dalam masyarakat yang semakin komplek”.11 Rumusan yang singkat ini mengandung sejumlah makna, pengertian yang masih perlu penulis kaji lebih lanjut agar pembaca dapat memahami keseluruhan rumusan tersebut. 1) Hakikat profesi Adalah suatu pernyataan atau suatu janji yang terbuka. Profesi merupakan sebuah bentuk pernyataan atau janji yang dinyatakan oleh tenaga profesional tidak sama dengan suatu pernyataan yang dikemukakan oleh non profesional, karena pernyataan profesional mengandung makna terbuka yang sungguh-sungguh, yang keluar dari lubuk hatinya. 2) Profesi mengandung unsur pengabdian. Suatu profesi bukan bermaksud mencari keuntungan bagi dirinya sendiri, baik dalam arti ekonomis maupun dalam arti psikis, tetapi dalam rangka pengabdian kepada masyarakat. Hal ini berarti bahwa profesi itu harus berusaha menimbulkan suatu kebaikan, keberuntungan, dan kesempurnaan serta kesejahteraan bagi masyarakat, misalnya profesi kependidikan adalah untuk kepentingan anak didiknya. 3) Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan. Suatu profesi erat kaitannya dengan jabatan atau pekerjaan tertentu yang dengan sendirinya menuntut suatu keahlian, pengetahuan dan keterampilan tertentu.12 3. Pengembangan Kinerja Guru Meningkatkan motivasi kerja adalah upaya yang dilaksanakan secara sadar dan terencana dari dorongan batin hingga perwujudannya pada sikap dan perilaku di lapangan untuk merubah keadaan yang lebih baik daripada sebelumnya secara berkesinambungan dalam melaksanakan serangkaian aktivitas manajemen kelembagaan dan menfungsikan karir sesuai dengan tanggung jawabnya, sehingga dapat melahirkan sistem kerja yang solid. Hal ini mutlak dibutuhkan, karena dipengaruhi banyak faktor manusia yang menumbuhkan pelayanan semakin banyak yang berarti memerlukan ketepatan dan kecepatan. 10
Syaiful Bahri Djamarah, Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru (Surabaya: Penerbit Usaha Nasional, 2006), 56 11 Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi (Bandung : PT Bumi Aksara, 2002), 1 12 Ibid. 3
AKADEMIKA, Volume 8, Nomor 2, Desember 2014
245
Dalam bidang yang sama persaingan sedemikian ketatnya yang berarti menuntut mutu produktivitas kerja yang lebih tinggi agar minimal keberadaan lembaga sebagai tempat kerja dapat bertahan dan sekaligus dapat berkembang dengan baik. Berkenaan dengan pengembangan kinerja guru ini ada beberapa kiat untuk menumbuhkembangkan kinerja guru, di antaranya adalah : a. Bangun potensi Perlu disadari bahwa manusia diciptakan didunia ini dilengkapi dengan berbagai potensi, baik fisik, mental maupun sosial yang hal tersebut patut dikembangkan agar tetap bermanfaat bagi orang banyak. Tanpa pengembangan diri tidak akan diperoleh suatu kesempurnaan bahkan akan mengalami ketidak stabilan dan akan sakit yang berarti tidak bahagia. Artinya bahwa hidup adalah pertumbuhan dan perkembangan lewat bekerja. b. Kerja adalah lapangan hidup “Hidup merupakan arena dan di antara arena itu adalah dunia kerja, pada hakikatnya manusia bekerja untuk memenuhi kebutuhan atas dorongan atau motivasi tertentu”. 13 Mustahil diraih keluasan hidup tanpa dunia kerja, yang berarti bahwa dalam bekerja perlu kerja keras, disamping itu dilapangan kerja kita harus menunjukkan sikap memiliki tanggung jawab yang tinggi. Dengan demikian keberuntungan lembaga tempat kerja tetap terjaga dan terjamin. c. Kerja adalah idealisme Idealisme adalah suatu sikap atau perbuatan yang didasarkan pada ideal, atau prinsip idealis itu seseorang bekerja selalu berusaha menampilkan hasil yang terbaik dan lebih baik dari yang sebelumnya”. 14 Sebagaimana firman Allah yang menganjurkan untuk berlombalomba dalam hal kebaikan (Al-Baqoroh: 148). d. Kerja adalah hubungan sosial Tidak ada suatu pekerjaanpun didunia ini yang tidak berhubungan dengan kebutuhan sosial, semua kegiatan membutuhkan dan sekaligus dibutuhkan oleh orang lain. Oleh karenanya tunjukkanlah rasa kemanusiaan yang tinggi terhadap rekan kerja. Dengan demikian komunikasi kita menjadi hangat dan sekaligus mereka mendapatkan kesan yang dalam untuk dikenang dan ditiru.15 e. Kerja adalah latihan perbaikan diri. Dalam bekerja tidak ada seorang pun yang lupu dari kesalahan, kelemahan dan ketidaktahuan. Oleh karenanya pendidikan seumur hidup sagat penting sekali bagi setiap insan baik pendidikan dalam hal bekerja ataupun yang lainnya. Dalam ajaran islam manusia dibimbing untuk mengevaluasi kekuatan, kelemahan, serta kendala diri. Dan yang sadar akan tugasnya tentu akan selalu meningkatkan pengetahuan sikap dan keterampilan diri secara terus menerus, sehingga pada akhirnya melalui pengembangan kinerja guru, maka suatu lembaga akan tinggi nilai pendidikannya, sehingga akan menghasilkan peserta didik yang berkualitas tinggi pula. 16 4. Kriteria Kinerja Guru
13
Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), 19 Ibid. 21 15 Ibid. 23 16 Ibid. 26-27 14
AKADEMIKA, Volume 8, Nomor 2, Desember 2014
246
Seorang guru yang mendidik peserta didiknya tidak luput dari tujuan serta dorongan dan motivasi yang bersifat intrinsik ataupun ekstrinsik dalam melaksanakan pekerjaan tersebut. Etos kerja merupakan salah satu diantara barometer bahwa seorang guru mempunyai kinerja yang tinggi ialah apabila ia mempunyai etos kerja yang tinggi. Menurut Tholhah Hasan terdapat empat kriteria yang digunakan untuk mengetahui seseorang mempunyai kinerja yang tinggi atau tidak, yaitu: a. Bagaimana pandangan seseorang tentang kerja. Orang yang mempunyai etos kerja yang tinggi dan baik pasti mempunyai pandangan bahwa kerja adalah perbuatan yang mulia. b. Ada atau tidak adanya semangat untuk melakukan pekerjaan. Orang yang mempunyai etos kerja yang baik apabila ditugasi untuk melakukan pekerjaan akan tumbuh semangat, artinya untuk menyelesaikan pekerjaan itu dengan baik. c. Adanya keinginan untuk menyempurnakan suatu pekerjaan agar lebih produktif. Seorang guru tidak hanya melakukan suatu pekerjaan berdasarkan semangat, tetapi berusaha menjadikan cara kerja, model kerja atau sistem kerja menjadi lebih produktif. d. Adanya kebanggaan dapat melakukan pekerjaan yang menjadi tugasnya.”17 Seorang guru yang mempunyai empat kriteria, barometer tersebut dianggap seorang guru telah mempunyai etos kerja yang tinggi. Mutu Pendidikan Madrasah: Upaya Mendeskripsikan Konsep Ideal Istilah mutu atau kualitas mula-mula digunakan oleh Plato dan Aristoteles untuk menyatakan esensi suatu benda. Pengertian mutu dapat dilihat dari dua segi yakni segi normatif dan segi deskriptif. Dalam arti normatif mutu ditentukan berdasarkan kriteria instinsik dan ekstrinsik. Berdasarkan kriteria intrinsik, mutu pendidikan merupakan produk pendidikan yakni “manusia yang terdidik sesuai dengan standar ideal. Sedangkan berdasarkan pada kriteria ekstrinsik pendidikan merupakan instrumen untuk mendidik, tenaga kerja yang terlatih. Dalam artian deskriptif mutu ditetapkan berdasarkan keadaan senyatanya misalnya hasil tes prestasi belajar. a. Mutu pendidikan dalam artian instrinsik Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan manusia terdidik yakni manusia yang memiliki prilaku, cara berpikir dan berkesadaran sesuai dengan kebudayaan masyarakat. Adapun konsep manusia terdidik dapat ditinjau dari dua segi, yakni produk dan proses. Konsep produk digunakan untuk menentukan wujud manusia yang dicita-citakan (ideal), oleh karena itu kriteria ini penting dalam merumuskan tujuan pendidikan. Di antara tujuan itu antara lain : 1) Nilai-nilai Manusia yang terdidik mengembangkan sikap non instrumenal serta kegiatan-kegiatan praktis yang berdasarkan pada pengertian teoritis. 2) Pengertian dan pemahaman
17
Moh Tolhah Hasan Dinamika Kehidupan Religius (Jakarta: Penerbit Lista Fariska Purta, 2000), 177
AKADEMIKA, Volume 8, Nomor 2, Desember 2014
247
Aspek ini mendasari pertimbangan kesadaran dalam arti yang luas, yang meliputi ilmiah, matematik, moral, hubungan pribadi, histories, estetis dan filosofis. 3) Keseluruhan Mendidik manusia secara keseluruhan, bukan menghasilkan manusia dengan spesialisasi yang sempit atau dibatasi dalam satu bidang. Mutu pendidikan berhubungan dengan keseluruhan jenis pemahaman dan tentu saja pemahaman ketiga rumusan tersebut diatas disesuaikan dengan tingkat usia dan perkembangan anak.18 Menurut Tilar, proses mutu pendidikan dapat dilihat pada tingkat efisiensi prosedur pendidikan dalam lembaga pendidikan atau sekolah. Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa komponen yakni : besarnya kelas sekolah, faktor guru, buku pelajaran, situasi belajar mengajar, kurikulum yang dipakai, faktor manajemen sekolah serta keluarga yang turut serta memberikan efek terhadap proses dan hasil pendidikan. Adapun yang menjadi indikator kualitas suatu pendidikan ialah partisipasi sekolah, efisiensi internal, prestasi belajar kognitif, serta prestasi belajar efektif”.19 b. Konsep mutu pendidikan Masalah mutu pendidikan merupakan salah satu masalah nasional yang dihadapi oleh sistem pendidikan di Negara kita, karena masalah mutu pendidikan tergolong suatu pendidikan tergolong suatu topik yang sangat penting, maka penulis ingin mengkaji lebih jauh mengenai konsep mutu pendidikan. Dalam hal ini ada tiga konsep yang perlu penulis bahas, yakni : 1) Tinjauan sosiologis mutu pendidikan. Kualitas pendidikan ternyata bersifat sangat teoritis, sebab yang penting ialah mendidik kepribadian manuasia yang sekaligus mampu mengerjakan hal-hal yang praktis. Masyarakat sadar bahwa karena pengaruh pendidikan seseorang akan mampu menempati status sosial ekonomi yang lebih tinggi didalam masyarakat. Lembaga pendidikan tidak dapat dipisahkan dari pengaruh lingkungan sosial masyarakat, bahkan sebaliknya kegiatan didalam lembaga pendidikan selalu diwarnai oleh lingkungan masyarakat, yang menjadikan proses sosialisasi, lingkungan masyarakat dan fungsi sekolah sebagai lembaga pendidikan tidak sama disemua Negara. 2) Tinjauan normatif mutu pendidikan Tinggi rendahnya mutu pendidikan sangat bergantung pada norma yang dianut, baik sistem nilai, cara hidup adat kebiasaan bahkan hukum yang berlaku disuatu masyarakat tertentu dalam artian ekonomis manusia yang mampu bekerja sesuai dengan tuntunan masyarakat serta dilandasi oleh cita-cita dan filsafat sosial, dan inilah yang dianggap sebagai produk pencapaian pendidikan yang tidak mengenyampingkan norma-norma yang dianut, serta tidak melupakan pengaruh bawaan anak didik. 3) Tinjauan kultur mutu pendidikan. Kualitas pendidikan juga ditentukan oleh kultur nasional, dalam artian bahwa budaya mengandung berbagai dimensi seperti keluarga, politik, ekonomi, agama bahkan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sosial, pendidikan.20 18
Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi (Bandung : PT Bumi Aksara, 2002), 33 19 H.A.R. Tilar Membenahi Pendidikan Nasional. (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2002), 108 20 Ibid. 110-111
AKADEMIKA, Volume 8, Nomor 2, Desember 2014
248
Selanjutnya, menurut Oemar Hamaik bahwa mutu pendidikan harus berlandaskan pada kebudayaan nasional yang berdasarkan pada pancasila serta berpegang pada prinsip Bhineka Tunggal Eka. Ciri kebudayaan inilah yang membedakan dengan kebudayaan bangsa lain, sehingga mutu pendidikan pun tidak sama denga konsep mutu pendidikan di Negara lain.21 1. Kriteria Mutu Pendidikan Pendidikan sekolah adalah suatu bagian yang paling penting sebagai persiapan hidup bagi masyarakat, orang tua, dan sekaligus alat untuk masa depan. Keberhasilan sekolah dalam melaksanakan fungsi-fungsinyayang beraneka ragam sesuai dengan prioritas masingmasing instansi yang bersangkutan. Menurut Oemar Hamalik “Kriteria mutu pendidikan sangat berhubungan dengan tujuantujuan yang secara eksplisit mengarahkan pelaksanaan pendidikan dalam kerangka sosiokultural, serta sejauh mana lembaga tersebut telah berhasil mencapai tujuan-tujuan baik secara kognitif maupun non kognitif”.22 Adapun diantara kriteria bahwa pendidikan tersebut bermutu adalah : a. Nilai ujian nasional murni Nilai ujian nasional murni merupakan salah satu indikator terhadap mutu pendidikan, ujian nasional yang tinggi yang dicapai oleh peserta didik akan semakin menunjukkan bahwa pendidikan itu bermutu, begitu juga sebaliknya ujian nasional yang rendah akan menunjukkan bahwa pendidikan tersebut tergolong rendah. b. Nilai non akademik Suatu lembaga pendidikan akan mengandung gelar sebagai pendidikan yang bermutu ,maka lembaga tersebut dapat menerapkan kedisiplinan, moral dan etika yang baik serta kreatifitas kemandirian yang didukung dengan sikap demokratis. Hal ini mencerminkan tingkat kualitas pendidikan yang diharapkan oleh masyarakat luas. c. Kompetensi guru dalam mendidik Menurut Oemar Hamalik “Proses belajar dan hasil belajar para siswa bukan saja ditentukan oleh sekolah, pola struktur maupun kurikulumnya, akan tetapi sebagian ditentukan oleh kompetensi guru yang mengajar dan mendidik para peserta didik”. 23 d. Lingkungan sekolah Menurut Indra Djati “Lingkungan sekolah yang dimaksud adalah lingkungan yang kondusif yakni kondisi lingkungan sekolah dalam menerapkan pendidikan yang bersifat non-akademik (kreatifitas, kemandirian, demokratis)’.24 Dari beberapa kriteria tersebut diatas penulis berkesimpulan bahwa mutu suatu lembaga pendidikan dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya ialah nilai ujian nasional murni, latar belakang pendidikan pendidik atau kompetensi guru, serta bagaimana lembaga terkait dalam menerapkan kedisiplinan, moral, dan sikap anak didik sebagai hasil pendidikan. 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mutu Pendidikan Menurut Mulyasa “Dalam kehidupan manusia, pendidikan memegang peranan yang amat penting untuk menjamin kelangsungan hidupnya, karena pendidikan merupakan wahana 21
Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi (Bandung : PT Bumi Aksara, 2002), 37 22 Ibid. 45 23 Ibid. 36 24 Indra Djati Sidi Menuju Masyarakat Belajar (Jakarta: Paramadina, 2001), 72
AKADEMIKA, Volume 8, Nomor 2, Desember 2014
249
untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumberdaya manusia”. 25 Adap[un mengenai kualitas pendidikan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, di antaranya adalah : 1. Faktor dari luar a. Faktor environmental input (lingkungan) Kondisi lingkungan sangat berpengaruh terhadap kualitas pendidikan, baik berupa lingkungan fisik atau alam maupun lingkungan sosial. Lingkungan fisik/alami seperti keadaan suhu, kelembaban, kepengapan udara, dan sebagainya. Siswa yang belajar pada suhu udara yang segar akan lebih baik hasilnya dari pada belajar dalam keadaan suhu udara panas dan pengap. Adapun lingkungan sosial ialah baik yang berwujud manusia ataupun hal-hal lain yang semuanya itu menjadi salah satu faktor terhadap kualitas pendidikan. b. Faktor instrumental Adalah faktor keberadaan dan penggunaan dirancang dan diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana untuk tercapainya tujuan-tujuan belajar. Adapun faktor-faktor instrumental dapat berwujud faktor keras (hardware) seperti : Gedung sebagai perlengkapan belajar, alat-alat praktikum dan perpustakaan dan sebagainya. Sedangkan faktor-faktor teknis (software), terdiri dari kurikulum, bahan pelajaran, pedoman belajar dan sebagainya. Kiranya jelas bahwa faktor-faktor yang penulis sebutkan diatas dan faktorfaktor yang sejenis besar pengaruhnya terhadap kualitas pendidikan yang bersangkutan. 2. Faktor dari dalam Faktor dari dalam adalah kondisi individu atau anak yang belajar. Faktor individual dapat dibagi menjadi dua bagian, yakni : a. Kondisi fisiologis anak Secara umum kondisi fisiologis anak, seperti kesehatan yang prima, tidak cacat jasmani, baik visualnya, audio maupun yang lain. Karena pentingnya penglihatan dan pendengaran inilah, maka pendidik dalam melakukan kegiatan pembelajaran tidak mengalami kesulitan yang berarti, serta dapat menggunakan metode sesuai dengan kondisi yang ada. b. Kondisi psikologis anak Setiap manusia yang lahir membawa pembawaan dan membawa kondisi psikologis yang berbeda-beda (terutama dalam hal kadar bukan dalam hal jenis), maka sudah barang tentu perbedaan-perbedaan itu sangat mempengaruhi terhadap proses dan hasil belajar siswa. 1) Minat Minat sangat mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa, kalau siswa tidak berminat untuk mempelajari atau kurang senang terhadap mata pelajaran tertentu, maka ia tidak dapat diharapkan akan berhasil dengan baik dalam mempelajari suatu bidang mata pelajaran tersebut. Sebaliknya kalau siswa mempelajari atau belajar dengan adanya minat, maka hasil yang diharapkan akan lebih baik, sehingga setiap pendidik yang menyadari hal ini, maka akan berfikir untuk 25
Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sebuah Panduan Praktis, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), 15
AKADEMIKA, Volume 8, Nomor 2, Desember 2014
250
2)
3)
4)
5)
mengusahakan agar mata pelajaran yang disajikan sebagai pengalaman belajar yang dapat menarik minat para pelajar. Kecerdasan Telah menjadi pengertian yang relatif umum bahwa kecerdasan memang mempunyai pearnan besar dalam menentukan berhasil tidaknya seorang dalam mempelajari sesuatu atau mengikuti suatu program pendidikan. Orang yang lebih cerdas pada umumnya akan lebih mampu belajar dengan baik daripada orang yang kurang cerdas. Dalam lingkungan akademis kecerdasan dapat dibagi atas dua macam, pertama adalah kecerdasan linguistikyang mencakup aspek-aspek kemampuan berbicara, membaca, dan menulis. Kedua adalah kecerdasan logis matematis yang mencakup aspek-aspek kemampuan dalam logika, matematik dan sains. Bakat Di samping intelegence, bakat merupakan faktor yang besar pengaruhnya terhadap proses dan hasil belajar siswa, hampir tidak ada orang yang membantah, bahwa belajar pada bidang yang sesuai dengan bakat akan memperbesar kemungkinan berhasilnya suatu usaha tersebut. Motivasi Motivasi adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu, jadi motivasi untuk belajar adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk belajar. Penemuan penelitian bahwa hasil belajar pada umumnya meningkat jika motivasi belajar bertambah. Oleh karena itu, untuk meningkatkan motivasi belajar anak didik memegang peranan penting untuk mencapai hasil belajar yang optimal. Secara umum motivasi dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu : a. Motivasi instrinsik adalah suatu bentuk motivasi yang ditimbulkan dari dalam diri seseorang yang bersangkutan, tanpa rangsangan atau bantuan dari orang lain. b. Motivasi Ekstrinsik adalah suatu bentuk motivasi yang timbul akibat rangsangan dari luar. Kemampuan kognitif Walaupun diakui bahwa tujuan pendidikan yang berarti juga tujuan belajar yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Namun tidak dapat diingkari bahwa sampai sekarang pengukuran kognitif masih diprioritaskan untuk menentukan keberhasilan belajar seseorang, sedangkan aspek lainnya yakni aspek afektif dan psikomotorik lebih bersifat pelengkap dalam menentukan derajat keberhasilan anak di sekolah.26
Kinerja Guru dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan di Madrasah Madrasah adalah kata akrab yang berasal dari “sekolah”. Lembaga pendidikan ini mulai tumbuh di indonesia pada abad ke-20, madrasah lahir dari ketidakpuasan terhadap sistem pesantren yang semata-mata hanya mementingkan agama, maka jelaslah bahwa 26
Muhibbin Syah Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003), 150-152
AKADEMIKA, Volume 8, Nomor 2, Desember 2014
251
madrasah lahir dilatarbelakangi oleh keinginan untuk memberlakukan ilmu agama agar seimbang dalam kegiatan pendidikan di kalangan umat Islam. Dengan adanya sistem madrasah maka sistem pendidikan mulai memasuki periode baru dalam pertumbuhan dan perkembangannya, karena madrasah telah diatur sedemikian rupa, baik mengenai program pengajarannya, staf pengajar, perpustakaan serta gelar ilmiah. Sejalan dengan itu madrasah adalah pendidikan Islam yang dikelola oleh pemerintah atau swasta yang mengakui aturan-aturan pemerintah. Dari definisi di atas penulis berkesimpulan bahwa yang dinamakan dengan madrasah ialah suatu lembaga pendidikan yang mengikuti aturan pemerintah yang mempunyai karakteristik agama Islam. Madrasah bukanlah lembaga kejuruan, melainkan bentuk sekolah umum yang menjadi jenjang pendidikan bagi anak didik yang hendak melanjutkan pendidikannya dengan disertai keinginan untuk mendalami ilmu agama. Dalam meningkatkan mutu madrasah, sistem pendidikan perlu disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan di segala bidang dan memerlukan jenis-jenis keahian dan keterampilan serta dapat meningkatkan efisiensi kerja. Oleh karena itu diperlukan antara lain melalui perbaikan kurikulum sebagai upaya perbaikan pendidikan di sekolah umum dan madrasah. Pembelajaran di madrasah tidak 100% pendidikan agama, tetapi juga memasukkan mata pelajaran umum juga untuk bersaing dengan sekolah umum. Oleh karena itu pendidikan madrasah harus mampu meningkatkan perkambangan ilmu pengetahuan dan teknologi, mempertinggi budi pekerti, baik dalam dimensi spiritual maupun material, hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, yaitu “Untuk meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan Yang Mahaesa, kecerdasan, keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusiamanusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri sera barsama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.”27 Di samping yang tersebut di atas, untuk mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan dengan berusaha meningkatkan kualitas pendidikan, maka peranan pendidik madrasah tersebut di antaranya dengan: a. Pengembangan kurikulum Kurikulum dipandang sebagai suatu program pendidikan yang direncanakan untuk mencapai tujuan pendidikan, bila tujuan yang diinginkan tidak terpenuhi, orang cenderung meninjau pada kurikulumnya, karena kurikulumlah yang berkaitan dengan kuantitas pendidikan dan relevansi hasil pendidikan dengan kebutuhan masyarakat. Kurikulum sebagai salah satu faktor pendidikan yang penting merupakan tujuan yang diharapkan dapat tercapai, maka dalam merumuskan kurikulum harus dilaksanakan dengan berbagai pertimbangan, didasarkan pada sumber-sumber perumusan tujuan pendidikan yang digunakan.28 Berdasarkan dari pendapat di atas, maka dalam penyusunan kurikulum hasil dikembangkan sesuai dengan keadaan serta kebutuhan. Pengembangan di sini merujuk pada kegiatan yang menghasilkan alat, sistem dan cara baru, melalui langlah-langkah penyusunan, pelaksanaan dan penyempurnaan tersebut atas dasar penilaian yang dilakukan selama kegiatan 27
Zakiah Daradjat, Dkk. Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), 285Zakiah Daradjat, Dkk. Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi aksara, 2004 ), 172. 28 Oemar Hamalik, Evaluasi Kurikulum. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), 94
AKADEMIKA, Volume 8, Nomor 2, Desember 2014
252
pengembangan tersebut, maka dengan pengembangan kurikulum madrasah diwujudkan adanya pengembangan kerangka program pendidikan agama Islam yang selain berfungsi untuk mengembangkan kepribadian, juga sekaligus berfungsi sebagai ciri has dan identitas yang membedakan dengan lembaga pendidikan lainnya. Dengan demikian, maka guru diharapkan mampu dalam menciptakan interaksi yang cukup berarti dalam mengembangkan seperangkat nilai-nilai keislaman dan mendidik peserta didik di madrasah sehingga guru bidang studi kelompok pendidikan agama berinteraksi secara berarti dengan guru bidang sudi pelajaran umum, untuk mengembangkan seperangkat nilai keislaman dalam segala aktivitas pendidikan di madrasah. Dengan demikian maka tujuan dari madrasah, yaitu membentuk peserta didik sebagai calon-calon ahli terampil bidang agama yang berkualitas disamping mengembangkan peserta didik yang berkualitas di bidang ilmu pengetahuan umum, sebagaimana yang direncanakan oleh pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan madrasah. b. Pengembangan evaluasi pendidikan Evaluasi adalah suatu proses penaksiran terhadap kemajuan, pertumbuhan dan perkembangan anak didik untuk tujuan pendidikan. Program evaluasi ini diterapkan dalam rangka mengetahui tingkat keberhasilan seorang pendidik dalam mengajar, baik yang berkaitan dengan materi, metode, fasilitas dan lain sebagainya. Tujuan evaluasi pendidikan adalah untuk mengetahui kadar pemahaman anak didik dalam mengingat kembali materi yang telah disampaikan, selain itu, program evalasi juga bertujuan untuk mengetahui siapa diantara anak didik yang cerdas dan lemah, sehingga yang lemah diberi perhatian khusus agar ia dapat mengejar kekuarangannya. Evaluasi tidak hanya bertujuan mengevaluasi anak didik saja tetapi juga bertujuan mengevaluasi pendidik, yaitu sejauh mana ia bersungguh-sungguh dalam melaksanakan tugasnya untuk mencapai tujuan pendidikan. Sehubungan dengan itu, harus diperhatikan prinsip-prinsip sbb: a. Prinsip kesinambungan (kontinuitas) Evaluasi tidak hanya dilakukan setahun sekali, atau persemester, cawu, tetapi dilakukan secara terus-menerus mulai dari proses belajar mengajar sambil memperhatikan kondisi anak didik, sampai akhirnya anak didik dapat tamat dari lembaga sekolah dengan sukses. b. Prinsip menyeluruh Prinsip ini melihat semua aspek yang meliputi kepribadian, ketajaman berfikir, pemahaman ketulusan, kerajinan, sikap kerja sama, tanggung jawab, dan sebagainya. c. Prinsip obyektivitas Dalam mengevaluasi berdasarkan kenyataan sebenarnya tidak boleh dipengaruhi oleh hal-hal yang bersifat emosional dan irasional.29 a. Peningkatan kualifikasi, kompetensi dan profesionalisme tenaga pendidik sesuai kebutuhan mereka melalui pendidikan dan pelatihan.30 Kompetensi pendidik sangat berpengaruh terhadap hasil pendidikan. semakin tinggi kompetensi pendidik, maka akan lebih mudah seorang pendidik dalam mengatasi masalah yang berkaitan dengan proses belajar siswa. 29 30
Ibid. 95-96 Indra Djati Sidi Menuju Masyarakat Belajar (Jakarta: Paramadina, 2001), 75
AKADEMIKA, Volume 8, Nomor 2, Desember 2014
253
b. Penciptaan iklim dan suasana kompetitif serta kooperatif antara sekolah dalam memajukan dan meningkatkan kualitas siswa dan sekolah sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. c. Pengembangan sarana dan prasarana Sarana dan prasarana pendidikan merupakan faktor yang penting sebagai penunjang tercapainya tujuan pendidikan. Walaupun kurikulum disusun dengan baik serta didukung oleh pelaksana utama kurikulum (guru/pendidik) yang berkualitas dan kompeten, jika tidak ditunjang oleh sarana dan prasarana yang memadai maka akan sia-sia belaka dan pendidikan tidak akan berjalan dengan baik. Dengan kelengkapan sarana dan prasarana dalam satu sekolah akan dapat menciptakan suasana yang dapat membangkitkan motivasi belajar siswa serta akan dapat memudahkan dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Untuk meningkatkan sarana dan prasarana sekolah, maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Keadaan gedung Keadaan gedung sekolah sangat berpengaruh pada suasana belajar dan mengajar. Bagaimanapun proses belajar mengajar yang dilakukan dalam kelas yang bersih, baik serta memenuhi syarat kesehatan adalah sangat berbeda apabila dilakukan dalam kelas yang buruk, kotor dan tidak memenuhi syarat kesehatan. Disamping konstruksi bangunan gedung sekolah yang harus baik dan kokoh, faktor kesehatan juga harus diperhatikan termasuk penerangan, ventilasi dan lainlain. 2. Keberadaan alat dan peraga Dengan adanya fasilitas yang memadai yang dapat mencukupi kebutuhan siswa dan juga pendidik, maka akan lebih mudah dalam mencapai tujuan pendidikan. keberadaan alat sebagai penunjang dalam memberikan materi kepada siswa sangat dibutuhkan, karena hal tersebut akan membantu dan memperlancar proses belajar mengajar secara efektif dan efisien. Demikianlah apa yang penulis kemukakan di atas, yaitu beberapa hal yang berkaitan dengan kinerja guru dalam meningkatkan mutu pendidikan. Dengan demikian diharapkan guru mampu menerapkannya dengan baik sesuai dengan kondisi yang ada, sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai dengan baik. Kesimpulan Dalam meningkatkan mutu madrasah, sistem pendidikan perlu disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan di segala bidang dan memerlukan jenis-jenis keahlian dan keterampilan serta dapat meningkatkan efisiensi kerja guru. Oleh karena itu diperlukan antara lain melalui perbaikan kurikulum sebagai upaya perbaikan pendidikan di sekolah umum dan madrasah. Untuk mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan dengan berusaha meningkatkan kualitas pendidikan, maka peranan pendidik madrasah tersebut di antaranya dengan: a. Pengembangan kurikulum Kurikulum dipandang sebagai suatu program pendidikan yang direncanakan untuk mencapai tujuan pendidikan, bila tujuan yang diinginkan tidak terpenuhi, orang
AKADEMIKA, Volume 8, Nomor 2, Desember 2014
254
cenderung meninjau pada kurikulumnya, karena kurikulumlah yang berkaitan dengan kuantitas pendidikan dan relevansi hasil pendidikan dengan kebutuhan masyarakat. b. Pengembangan evaluasi pendidikan Evaluasi adalah suatu proses penaksiran terhadap kemajuan, pertumbuhan dan perkembangan anak didik untuk tujuan pendidikan. Program evaluasi ini diterapkan dalam rangka mengetahui tingkat keberhasilan seorang pendidik dalam mengajar, baik yang berkaitan dengan materi, metode, fasilitas dan lain sebagainya. Adapun prinsip-prinsip evaluasi sebagai berikut: a. Prinsip kesinambungan (kontinuitas) b. Prinsip menyeluruh c. Prinsip obyektivitas Daftar Rujukan Ali. L, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 2002 H.A.R. Tilar Membenahi Pendidikan Nasional, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2002 Indra Djati Sidi Menuju Masyarakat Belajar, Jakarta: Paramadina, 2001 Moh Tolhah Hasan Dinamika Kehidupan Religius, Jakarta: Penerbit Lista Fariska Purta, 2000 Muhibbin Syah Psikologi Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2005 Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sebuah Panduan Praktis, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007 Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002 Oemar Hamalik, Evaluasi Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002 Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi, Bandung : PT Bumi Aksara, 2002 Sudarman, Dkk. Ilmu Pendidikan, Bandung : PT. Rosdakarya, 1999 Syaiful Bahri Djamarah, dan Aswan Zain, Startegi Belajar Mengajar, Jakarta: Rineka Cipta, 2007 Syaiful Bahri Djamarah, Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru, Surabaya: Penerbit Usaha Nasional, 2006 Vembrianto, St, Dkk. Kamus Pendidikan, Jakarta: PT. Gramedia Widasarana Indonesia, 2001 Zakiah Daradjat, Dkk. Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2004 Undang-Undang Republik Indonesia No. 20, Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bandung: Fokus Media, 2006
AKADEMIKA, Volume 8, Nomor 2, Desember 2014