52
KEMAMPUAN BERBICARA (BAHASA INDONESIA) MAHASISWA LAMBAN BELAJAR (SLOW LEARNER) POLITEKNIK NEGERI JAKARTA Oleh: Nur Hasyim, M.Si.
Dosen Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Jakarta
[email protected] Abstrak Tujuan penelitian ini mengetahui kemampuan berbicara (bahasa Indonesia) mahasiswa lamban belajar (slow learner) Politeknik Negeri Jakarta, jenjang diploma III, program studi manajemen pemasaran, angkatan 2013/2014, yang berjumlah lima orang, meliputi: (i) kemampuan membaca (tulisan berbahasa Indonesia), (ii) kemampuan mendeskripsikan sesuatu. Topik penelitian ini dipandang penting untuk diinvestigasi karena mereka berkategori lamban belajar (kecerdasan intelektual 70—79, berdasarkan skala wechsler). Pada sisi lain, mereka berstatus sebagai mahasiwa jenjang diploma III sehingga dituntut mampu berbicara dengan baik dan tepat. Pertanyaanya adalah apakah mahasiswa lamban belajar Politeknik Negeri Jakarta mempunyai kemampuan berbicara yang baik? Jawabannya adalah kemampuan berbicara mereka belum diketahui. Karena itu, dipandang perlu dilakukan penelitian tentang hal tersebut. Penelitian dilakukan dengan pendekatan penelitian deskriptif. Data dikumpulkan dengan memberikan tes dan melakukan observasi langsung di lapangan (kelas). Data dianalisis secara kualitatif, dengan proses: (i) mereduksi data, (ii) men-disply data, dan (iii) menyimpulkan. Hasilnya adalah (i) 100% mahasiswa dapat membaca (tulisan berbahasa Indonesia) dengan baik, (ii) 100% mahasiswa dapat mendeskripsikan sesuatu bila diberikan rambu-rambu petunjuk gagasan, tetapi kurang mampu mendeskripsikan sesuatu bila tidak diberikan rambu-rambu penunjuk gagasan. Kesimpulannya adalah mahasiswa lamban belajar Politekik Negeri Jakarta dapat membaca tulisan berbahasa Indonesia dengan baik dan dapat mendeskripsikan sesuatu bila diberikan rambu-rambu penunjuk gagasan. Kata Kunci: kemampuan berbicara, bahasa Indonesia, lamban belajar -
Abstract The purpose of this study to determine the ability to speak (Indonesian ) slow learner students at State Polytechnic of Jakarta, diploma III, marketing management courses, academic registration on 2013/2014, which amounted to five people, including: (i) the ability to read (the writing language Indonesia), (ii ) the ability to describe something . It is considered an important research topic for investigation because they are categorized as slow learner (70-79 intelligenc, based on the wechsler scale ) . On the other hand, their status as a student diploma level III so supposedly able to speak well and right . The question is whether the slow learner student at State Polytechnic of Jakarta have good speaking skills? The answer is not yet known their speaking ability . Therefore , it is necessary to do research on it. The study was conducted with descriptive research approach . Data were collected by giving tests and direct observation in the field (class) . Data were analyzed qualitatively, with the process: (i) data reduction, (ii) download disply the data , and ( iii ) concludes. The result is (i) 100 % of students can read (writing in Indonesian language ) well, ( ii ) 100 % of students to describe something when given directions signs ideas , but are less able to describe something when not given signs pointing the idea . The conclusion is a slow learner student State Politekik of Jakarta could read well and be able to describe something when given the signs pointing the idea . Keywords : speech , Indonesian , slow learner
Dr.Nurhasyim,Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia mahasiswa….
53
I. Pendahuluan Pada tahun akademik 2013/2014, Politeknik Negeri Jakarta menerima 20 mahasiswa berkebutuhan khusus. Setelah dilakukan psikotes diketahui bahwa 5 di antaranya berkategori sebagai mahasiswa lamban belajar (slow learner/border line), yakni kondisi kecerdasan intelektual 70—79, berdasarkan skala wechsler), sementara 15 mahasiswa yang lain memiliki nilai kecerdasan emosi di bawah 70. Berkaitan dengan fenomena warga negara berkebutuhan khusus, dalam hal ini warga negara lamban belajar, dapat mengikuti pendidikan di perguruan tinggi (Politeknik Negeri Jakarta) tentu saja terdapat sejumlah permasalahan, antara lain berkaitan dengan (i) kemampuan mereka dapat menyelesaikan pendidikan, dan (ii) kemampuan bahasa Indonesia (khususnya dalam hal menulis dana membaca). Kemampuan menulis mahasiswa lamban belajar Politeknik Negeri Jakarta angkatan 2013/2014 belum diketahui. Karena itu, dilakukan penelitian tentang “Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia Mahasiswa Lamban Belajar Politeknik Negeri Jakarta. Topik ini dipandang perlu dilakukan, antara lain karena (i) kemampuan berbicara merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh seorang mahasiswa dalam rangka sukses studi, (ii) sejak 2009, Pemerintah Republik Indonesia memberikan kesempatan kepada warga negara berkebutuhan khusus untuk dapat mengikuti pendiddikan, (iii) hasil penelitian diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada para dosen bahasa Indonesia pada saat harus mengajar mahasiswa lamban belajar. Teori Keterampilan berbicara menurut Santoso (dalam Akhadiah, 1994: 215--219) adalah
kemampuan menyampaikan gagasan secara baik. Kemampuan berbicara yang baik sangat diperlukan karena merupakan modal agar kita dapat mengembangkan ilmu dan pengetahuan. Fonoza (2001) menjelaskan bahwa kemampuan berbicara atau berbahasa lisan sama pentingnya dengan kemampuan menulis. Karena itulah, pengguna bahasa perlu memiliki kemampuan untuk dapat menggunakan bahasa lisan maupun bahasa tulisan, dengan baik. Rahayu (2009: 215—244) menyampaikan bahwa kemampuan berbicara merupakan unsur penting untuk mendukung keberhasilan apa pun. Untuk dapat berbicara dengan baik diperlukan (i) wawasan berbicara, (ii) teknik berbicara, dan (iii) perencanaan yang matang sehingga Pembicara yang memiliki keterbatasan dalam kemampuan berbicara dianjurkan agar membuat persiapan secara matang, dengan cara: (i) menyusun ide, (ii) menyiapkan bahan presentasi (berbasis multimedia), dan (iii) membuat ikhtisar, Stuart (2009: 93—99) menyarankan agar sebelum berbicara di depan umum, pembiacara melakukan latihan dan repetisi. Latihan dan repetisi penting karena kita (i) menjadi lebih biasa dengan materi, (ii) mampu menaklukkan sindrom “pikiran kosong”, (iii) merasa lebih yakin, (iv) menguasai rasa takut, (v) mampu mengemban suara efektif, dan (vi) dapat memakai bahasa isyarat dengan positif dan tepat. Mereka yang lamban belajar (lamban belajar) memiliki gaya bahasa (style) tersendiri, antara lain kalimatnya sulit dipahami dan sering kurang logis. Karena itu, dimungkinkan ada variasi bahasa
Epigram, Vol. 10 No. 1 April 2013::49-56
54
Indonesia “lamban belajar” atau bahasa Indonesia register lamban belajar. Perihal register, Wiratno dan Wiradi (2011: 86—87) menjelaskan bahwa register adalah variasi bahasa berdasarkan penggunaan atau use-nya. Register adalah variasi bahasa yang digunakan pada saat tertentu; dan ditentukan oleh apa yang Anda kerjakan, dengan siapa dan dengan menggunakan sarana apa. Register menunjukkan tipe proses sosial yang sedang terjadi. Oleh karena itu, register pada hakikatnya mengatakan hal yang berbeda. Karenanya, register cenderung berbeda dalam bidang semantik dan oleh karena itu berbeda tata bahasa dan kosa katanya, tetapi jarang berbeda dalam fonologinya. Santoso (2003: 43—47) juga menyebut bahwa register tidak terbatas pada variasi pilihan kata , tetapi termasuk pada pilihan penggunaan pilihan struktur teks, termasuk juga pilihan pilihan fonologi dam grafologi karena register meliputi seluruh aspek kebahasaan sehingga linguis sering menyebut register sebagai style atau gaya bahasa. Lamban belajar sering disebut dengan slow learner. Mangunsong (2009: 130—131) memasukkkan anak-anak lamban belajar sebagai border line. Ia menyampaikan anakanak lamban belajar ini dapat menunjukkan kemajuan dengan dukungan/bimbingan belajar yang tepat. Semakin memiliki nilai intelejensi rendah, ia memerlukan bimbingan lebih banyak. Guru perlu menyiapkan pengajaran dengan baik agar anak lamban belajar merasa disambut dengan baik. Chauhan (2011) menyampaikan bahwa slow learner adalah anak-anak dengan kecerdasan emosi 76 sampai dengan 89; mereka lambat
dalam menyelesaikan pekerjaan, tetapi sabar dan koperatif; mereka memerlukan bantuan khusus untuk mencapai kesuksesan; mereka pada umumnya lemah dalam hal angka, bahasa, dan konsep. Borah (2013) menyampaikan bahwa peserta didik lamban belajar adalah peserta didik dengan kecerdasan di bawah kecerdasan rata-rata. Ia adalah mahasiswa normal, hanya kurang tertarik dengan metode pembelajaran tradisional. Ciri-ciri peserta didik lamban belajar menurut Borah adalah (i) kurang mampu berhubungan dengan orang lain, (ii) tidak mampu menyelesaikan masalah yang berat karena mereka bekerja sangat lambat, (iii) cepat lupa, dan (iv) sulit menguasai keterampilan. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampaun peserta lamban belajar adalah dengan memberikan pendidikan khusus, dengan guru yang dapat membantu dan memotivasinya. Dunlap (1979) menyatakan bahwa lamban belajar menunjuk pada peserta didik yang tidak mampu mencapai standar capaian yang diharapkan. Kecerdasan intelegensi mereka adalah 70—9. Upaya peningkatan kemampaun peserta lamban belajar adalah dengan memberikan program pendidikan khusus yang sesuai yang mampu memperhatikan kondisi tiap-tiap individu lamban belajar, dengan target capaian kompetensi yang jelas. Suryani (2010) menyampaikan bahwa lamban belajar adalah anak-anak yang memiliki keterbatasan potensi kecerdasan sehingga proses belajarnya menjadi lamban. Kecerdasan intelegensinya 80—90. Akibatnya adalah mereka memiliki lemah
Dr.Nurhasyim,Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia mahasiswa….
55
dalam penguasaan berbagai mata pelajaran. Lamban belajar disebut pula dengan border line, yakni berada di antara kategori kecerdasan rata-rata dan kategori tunagrahita. Pada SMALB-C (sekolalah menengah atas luar biasa [tuna grahita-ringan]) telah diberikan mata pelajaran bahasa Indonesia yang materinya adalah mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, serta pada akhir pendidikan mereka telah membaca lima buku sastra/nonsastra (Mangunsong, 2009: 156). Hasil Penelitian dan Pembahasan Deskripsi Data Subjek penelitian 1 (T) mampu membaca tulisan bahasa Indonesia dengan benar dan lancar, baik tulisan yang berupa kata, frasa, kalimat, dan paragraf. ia juga mampu mendeskripsikan ruang tamu rumahnya dengan baik, terutama setelah dosen memberikan rambu-rambu deskripsi ruang tamu, meliputi (i) luas ruangan, (ii) cat ruangan, (iii) perabot dalam ruangan), (iv) warna ubin, dan (v) fasilitas lain yang ada dalam ruangan. Ia hanya tampak agak terganggu saat ada mahasiswa lain yang menggodanya. Subjek penelitian 2 (F) dapat membaca tulisan bahasa Indonesia dengan benar dan lancar. Ia juga mampu mendeskripsikan ruang tamu rumahnya dengan baik setelah dosen memberikan rambu-rambu deskripsi ruang tamu. Ia hanya terlihat lamban saat mendeskripsikan ruang tamu rumahnya. Subjek penelitian 3 (E) dapat membaca tulisan bahasa Indonesia dengan baik. Ia juga mampu mendeskripsikan ruang tamu rumahnya dengan baik setelah dosen memberikan rambu-rambu deskripsi ruang tamu. Ia berbicara dengan penuh semangat, tetapi terkadang keluar dari fokus yang dibicarakan. Subjek penelitian 4 (O) dapat membaca tulisan bahasa Indonesia dengan baik. Ia juga mampu mendeskripsikan ruang tamu rumahnya dengan baik setelah dosen memberikan rambu-rambu deskripsi ruang tamu. Ia memiliki lebih banyak
ide dibanding teman-temannya, tetapi terlihat kurang peduli dengan pendengarnya. Pada sisi lain, ia terlihat kurang perhatian saat mengikuti kuliah dan sangat disiplin. Ia terlihat lebih tertarik dengan hand phone dan lap top-nya. Subjek penelitian 5 (El) dapat membaca tulisan bahasa Indonesia dengan baik. ia juga mampu mendeskripsikan ruang tamu rumahnya dengan. Ia disiplin dan serius dalam mengerjakan tugas dosen. Pembahasan Dalam hal memberikan pembelajaran kepada para mahasiswa lamban belajar, pengetahuan tentang kondisi mahasiswa sangat diperlukan. Pengetahuan yang dimaksud antara lain nilai kecerdasan intelektual, potensi, kekurangan, kemampuan menulis, dan kemampuan berbicara. Seperti disampaikan oleh Mangunsong, Chauhan, dan Borah, bahwa mahasiswa lamban belajar itu memerukan motivasi dan dorongan. Karena itu, dosen (mahasiswa lamban belajar) harus menyadari hal itu. Dosen tidak bisa menyamakan mahasiswa lamban belajar dengan mahasiswa yang tidak lamban belajar. Bila tidak mau tahu, dosen akan menemui jalan buntu dan marah sehingga dosen tidak berhasil memberikan kontribusi kepada anak-anak kita yang memang memerlukan bantuan itu. Kesimpulan dan Saran Mahasiwa lamban belajar Politeknik Negeri Jakarta memiliki (i) kemampuan membaca tulisan berbahasa Indonesia dengan tepat dan lancar, baik tulisan berupa kata, frasa, kalimat, dan paragraf (ii) kemampuan mendeskripsikan sesuatu dengan baik, asalkan diberikan ramburambu pendeskripsian dan dimotivasi. Disarankan dalam upaya meningkatkan kemampuan berbicara mahasiswa lamban belajar perlu (i) diberikan perintah dan ramburambu yang jelas, (ii) dilakukan pengulangan kegiatan, dan (iii) diberikan motivasi. DAFTAR PUSTAKA Akhadiah, Sabarti dkk. 1994. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga. Borah, Rashmi Rekha. 2013. “Slow Learners: Role of Teachers and Guardians in Honing their Hidden Skills”. Dalam
Epigram, Vol. 10 No. 1 April 2013::49-56
56
International Journal of Education Planning and Administration, Volume 3, Number 2 (2013), Halaman 139— 143. Chauhan, M.S. Sangeeta. 2011.” Slow Learner: their Psychologi and Educational Programmess”. International Journal of Multidisiplinary Research, vol 1, issue 8, December 2011. Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa, Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. 2009. ”Pendidikan Inklusi”. Bahan pelatihan Dunlap, Howard G.1979.“Minimum Competency Testing and the Slow Learner”. Dalam Education Leadership. Textbook. Finoza, Lamuddin. 2001. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. Hasyim, Nur. 2013. Bahasa Indonesia. Depok: JurusanAkuntansi PNJ. Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Depdiknas RI, Nomor 43/DIKTI/Kep/2006 tentang “RambuRambu Pelaksanaan Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi”. Mangunsong, Frieda. 2011. Psikologi dan Anak Berkebutuhan Khusus. LPSP3 UI. Depok. Moskovsky. 2009. “Intrinsic Motivation in Saudi Learners of English as a Foreign Language”. Dalam The Open Applied Linguistics Journal, Volume 2, Halaman 1—10. Madrid, Daniel dan Stephen P. Gughes. 2010. “Speaking the Same Language? GenderBased Teacher Performance in the EFL Class”. Dalam The Open Applied Linguistics Journal, Volume 3, Halaman 1—9. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa. Rahayu, Minto. Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi.Jakarta: PT Grasindo.
Santoso, Riyadi. 2003. SemiotikaSosial. Surabaya: Pustaka Eureka dan JP Press Surabaya. Stuart, Cristina. 1994. Berbicara Efektif. Jakarta: PT Binaman Pressindo. Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Suryani, Yulinda Erma. 2010. “Kesulitan Belajar”. Dalam jurnal Magistra.Magistra, No. 73, Th. XXII September 2010. Susanti, Nelfitri dkk.2013. “Meningkatkan Kemampuan Membaca Permulaan Melalui Metode Abacaga bagi Anak Lambat Belajar”. Dalam E-JUPEKhu (Jurnal ilmiah Pendidikan Khusus), Volume 2, Nomor 3, September 2013. USAID: from the American People. 2013. “Pembelajaran di Perguruan Tinggi.Dalam mbscenter.or.id. 2013. Wiratno. Situasi Kebahasaan di Masyarakat Jawa dalam kaitannya dengan multilingualisme dan multidialektalisme, dan diglosia. Wiratno, Tri danRiyadiSantoso. 2011. PengantarLinguistik. Jakarta: PenerbitUniversitas Terbuka.
Dr.Nurhasyim,Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia mahasiswa….
57
Epigram, Vol. 10 No. 1 April 2013::49-56