KARAKTERISTIK PENDERITA TUBERKULOSIS PARU BTA POSITIF DAN HASIL PENGOBATANNYA DI POLI PARU RSUD DELI SERDANG TAHUN 2011-2012 Tri Hartini1, Sori Muda Sarumpaet2, Rasmaliah2 1
Mahasiswa Departemen Epidemiologi FKM USU 2 Dosen Departemen Epidemiologi FKM USU Jl. Universitas No.21 Kampus USU Medan, 20155
Abstract Pulmonary Tuberculosis (TB) is an infectious disease lung tissues caused by Mycobacterium tuberculosis. Prevalence of TB in 2010, there were 660.000 number of cases pulmonary TB in Indonesia, in North Sumatera there were 15.614 people, in Medan there were 2.152 people suffering from TB. In 2008, there were 1.276 people suffering from TB at Deli Serdang Regency. This research used a case-series design and large sample equal to great population that is 205 patient data. The results showed the proportion of people with pulmonary tuberculosis smear positive at pulmonary Poly Regency Hospital in Deli Serdang in 2011-2012, highest is age group 15-54 years (74,6%), male (69,3%), stayed at Deli Serdang regency (91,7%), new case (98,5%), category I (98,5%), supervised by family (81,5%), have sputum conversion at intensive phase (89,8%), have sputum conversion at advanced phase (79%), treatment outcome is cured (79%). The result of statistical analysis on the treatment outcome, there was a significant difference with residence (p=0,011), sputum conversion at intensive phase (p=0,000), and sputum conversion at advanced phase (p=0,000). However, there was no a significant difference with type of patient (p=0,112), category of medicial treatment (p=0,112), and supervised (p=0,370), For families and patient of pulmonary tuberculosis are required to follow the advice of health officials to conduct a re-examination of sputum in order to know how the subsequent treatment process. Keyword : pulmonary tuberculosis smear positive, characteristic of patient Pendahuluan Salah satu tujuan pembangunan Milenium di Indonesia (Kementerian PP/ Bappenas 2010) adalah mengendalikan penyebaran dan menurunkan jumlah kasus Tuberkulosis (TB).1 Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Mycobacterium tuberculosis tidak hanya menyerang paru, tetapi juga dapat mengenai organ tubuh lainnya.2 World Health Organization (WHO) melaporkan pada tahun 2011 terdapat 8,7 juta orang yang menderita TB paru dan 1,4 juta orang meninggal karena penyakit ini. Lebih dari 95% kematian akibat TB paru terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Insidensi TB paru terbesar pada tahun 2011 di Asia, yaitu 60% dari insidensi TB paru secara global.3 Dimana 35% dari seluruh kasus TB di dunia berasal dari kawasan Asia Tenggara.4 Di Afrika insidensi TB paru yaitu 260 kasus per 100.000 penduduk pada tahun 2011.3 Berdasarkan data WHO pada tahun 2007, jumlah penderita TB di Indonesia sekitar 528.000 atau berada di posisi tiga di dunia setelah India dan Cina. Laporan WHO pada tahun 2009 mencatat peringkat Indonesia menurun ke posisi lima dengan jumlah penderita TB sebesar 429.000 orang. Lima negara dengan jumlah terbesar kasus insiden pada tahun 2009 adalah India, Cina, Afrika Selatan, Nigeria dan Indonesia.5 Menurut Data WHO tahun 2010 estimasi Prevalensi TB semua kasus adalah
sebesar 660.000 kasus, Insidensi TB erjumlah 430.000 kasus baru per tahun dan jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61.000 kematian per tahunnya.4 Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia pencapaian Case Detection Rate (CDR) pada tahun 2010 adalah 78,3%, angka ini telah memenuhi target minimal yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan yaitu 73%. Pada tingkat Propinsi Case Detection Rate (CDR) tertinggi terdapat di Provinsi Sulawesi Utara 96,2%, DKI Jakarta 79,9% dan Gorontalo 77,3%, sedangkan Provinsi dengan Case Detection Rate (CDR) terendah adalah Kalimantan Tengah 29,8%, Kalimantan Timur 32,5% dan Nusa Tenggara Barat 33,3%.6 Berdasarkan Laporan Subdit P2M Dinkes Provisi Sumatera Utara tahun 2008, dari 28 kabupaten/kota yang terdapat di Sumatera Utara jumlah penderita TB positif terbanyak di Medan yaitu sebanyak 1.606 orang, Langkat yaitu sebanyak 1.285 orang, Deli Serdang yaitu sebanyak 1.276 orang, Labuhan Batu yaitu sebanyak 1.067 orang dan Nias yaitu sebanyak 832 orang.7 Menurut data Dinas Kesehatan Sumatera Utara tahun 2010, tercatat 73,8% penderita TB paru BTA positif di Sumatera Utara atau sebesar 15.614 orang. Lima kabupaten/kota dengan penderita terbanyak yaitu Medan dengan jumlah 2.152 orang, Pematang Siantar sebanyak 288 orang, Binjai sebanyak 260 orang, Tanjung Balai sebanyak 150 orang dan Tebing Tinggi sebanyak 145 orang.8 Perumusan Masalah Belum diketahui karakteristik penderita Tuberkulosis paru BTA positif dan hasil pengobatannya di Poli Paru RSUD Deli Serdang Tahun 2011-2012. Tujuan Penelitian Mengetahui karakteristik penderita Tuberkulosis paru BTA positif dan hasil pengobatannya di Poli Paru RSUD Deli Serdang Tahun 2011-2012. Tujuan khusus penelitian ini adalah: Mengetahui distribusi proporsi penderita TB paru BTA positif berdasarkan variabel sosiodemografi yaitu: umur, jenis kelamin dan tempat tinggal. Mengetahui dis-
tribusi proporsi penderita TB paru BTA positif berdasarkan tipe penderita sewaktu datang berobat. Mengetahui distribusi proporsi penderita TB paru BTA positif berdasarkan kategori pengobatan. Mengetahui distribusi proporsi penderita TB paru BTA positif berdasarkan Pengawas Menelan Obat (PMO). Mengetahui distribusi proporsi penderita TB paru BTA positif berdasarkan konversi sputum pada tahap intensif dan tahap lanjutan. Mengetahui distribusi proporsi penderita TB paru BTA positif berdasarkan hasil akhir pengobatan. Mengetahui distribusi proporsi tempat tinggal penderita TB paru BTA positif berdasarkan hasil akhir pengobatan. Mengetahui distribusi proporsi tipe penderita TB paru BTA positif berdasarkan hasil akhir pengobatan. Mengetahui distribusi proporsi kategori pengobatan penderita TB paru BTA positif berdasarkan hasil akhir pengobatan. Mengetahui distribusi proporsi Pengawas Menelan Obat (PMO) penderita TB paru BTA positif berdasarkan hasil akhir pengobatan. Mengetahui distribusi proporsi konversi sputum penderita TB paru BTA positif pada tahap intensif berdasarkan hasil akhir pengobatan. Mengetahui distribusi proporsi konversi sputum penderita TB paru BTA positif pada tahap lanjutan berdasarkan hasil akhir pengobatan. Manfaat penelitian ini adalah: Sebagai informasi dan bahan masukan bagi pihak RSUD Deli Serdang mengenai karakteristik penderita Tuberkulosis paru BTA positif dan hasil pengobatannya di Poli Paru RSUD Deli Serdang dalam upaya peningkatan pelayanan, pengobatan, serta penyediaan fasilitas perawatan penderita Tuberkulosis Paru. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut mengenai penyakit Tuberkulosis Paru. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis tentang penyakit Tuberkulosis Paru dan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Metode Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif, dengan menggunakan desain case series. Penelitian ini berlokasi di RSUD Deli Serdang.
Waktu penelitian dilakukan dari bulan Juli 2013 sampai dengan Februari 2014. Populasi dalam penelitian ini adalah data seluruh penderita TB paru BTA positif yang sudah selesai pengobatan di Poli Paru RSUD Deli Serdang tahun 2011-2012 yaitu sebanyak 205 orang. Besar sampel sama dengan besar populasi (total sampling). Data univariat dianalisa secara deskriptif dan data bivariat dianalisa dengan menggunakan uji Chi-square dan Exact fisher.
Hal ini disebabkan karena orang pada usia produktif mempunyai mobilitas yang tinggi sehingga kemungkinan untuk terpapar kuman TB lebih besar, selain itu reaktifasi kuman (aktif kembali kuman yang telah ada dalam tubuh) cenderung terjadi pada usia produktif.9 Penderita TB paru BTA positif lebih banyak pada laki-laki dibandingkan pada perempuan karena laki-laki lebih banyak yang datang berobat ke pelayanan kesehatan dibandingkan dengan perempuan.10 Tabel 4.2
Hasil dan Pembahasan Distribusi proporsi penderita TB paru BTA positif berdasarkan sosiodemografi dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 4.1
Umur (tahun) 15 – 22 23 – 30 31 – 38 39 – 46 47 – 54 55 – 62 63 – 70 71 – 78 79 – 86 Total
Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Penderita TB Paru BTA positif Berdasarkan Umur di Poli Paru RSUD Deli Serdang Tahun 20112012 Jenis Kelamin Laki-laki f % 8 5,6 10 7,0 16 11,3 31 21,8 31 21,8 32 22,5 8 5,6 5 3,5 1 0,7 142 69,3
Perempuan f % 9 14,3 9 14,3 13 20,6 13 20,6 13 20,6 2 3,2 2 3,2 1 1,6 1 1,6 63 30,7
Total f 17 19 29 44 44 34 10 6 2 250
% 8,3 9,3 14,1 21,5 21,5 16,6 4,9 2,9 1,0 100
Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa proporsi penderita TB paru BTA positif berdasarkan kelompok umur tertinggi adalah kelompok usia produktif (15-54 tahun) sebesar (74,6%), sedangkan terendah adalah kelompok umur ≥ 55 tahun (25,4%). Dari 142 orang penderita yang berjenis kelamin lakilaki proporsi tertinggi adalah kelompok umur 55-62 tahun sebanyak 32 orang (22,5%) dan terendah adalah kelompok umur 79-86 tahun sebanyak 1 orang (0,7%). Dari 63 orang penderita TB paru BTA Positif yang berjenis kelamin perempuan proporsi tertinggi adalah ke-lompok umur 31-38 tahun, 39-46 tahun dan 47-54 tahun masing-masing sebanyak 13 orang (20,6%) dan terendah adalah kelompok umur 71-78 tahun dan 79-86 tahun masingmasing sebanyak 1 orang (1,6%). Beberapa penelitian menunjukkan kecenderungan pada kelompok umur produktif.
Distribusi Proporsi Penderita TB Paru BTA positif Berdasarkan Tempat Tinggal di Poli Paru RSUD Deli Serdang Tahun 2011-2012 Tempat Tinggal f % Kabupaten Deli Serdang 188 91,7 Luar Kabupaten Deli Serdang 17 8,3 Jumlah 205 100
Dari tabel 4.2 dapat dilihat bahwa proporsi tempat tinggal penderita TB paru BTA positif tertinggi adalah di Kabupaten Deli Serdang sebanyak 188 orang (91,7%) dan terendah adalah di luar Kabupaten Deli Serdang sebanyak 17 orang (8,3%). Proporsi tertinggi adalah pasien yang berasal dari Kabupaten Deli Serdang, ini diasumsikan karena letak RSUD Deli Serdang yang strategis dan mudah dijangkau yaitu berada di pusat Ibu kota Kabupaten Deli Serdang (Lubuk Pakam) sehingga masyarakat menjadikan RSUD ini sebagai tempat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Pasien yang datang berobat lebih didominasi oleh masyarakat yang bertempat tinggal di Lubuk Pakam, selebihnya berasal dari daerah Galang, Pantai Labu, Tanjung Morawa, dll. Sementara itu pasien yang berasal dari luar kabupaten Deli Serdang hanya 8,3%, ini diasumsikan karena di daerah tersebut ada pusat pelayanan kesehatan yang lebih dekat dengan tempat tinggal mereka. Distribusi proporsi penderita TB paru BTA positif berdasarkan tipe penderita dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.3
Distribusi Proporsi Penderita TB Paru BTA positif Berdasarkan Tipe Penderita di Poli Paru RSUD Deli Serdang Tahun 2011-2012 Tipe Penderita f % Kasus Baru 202 98,5 Kasus Kambuh 3 1,5 (Relaps) Jumlah 205 100
Tabel 4.5 Distribusi Proporsi Penderita TB Paru BTA positif Berdasarkan Pengawas Menelan Obat (PMO) di Poli Paru RSUD Deli Serdang Tahun 2011-2012 Pengawas Menelan Obat f % (PMO) Petugas Kesehatan 38 18,5 Keluarga 167 81,5 Jumlah 205 100
Dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa proporsi tipe penderita penderita TB paru BTA positif tertinggi adalah kasus baru sebanyak 202 orang (98,5%) dan terendah adalah kasus kambuh (Relaps) sebanyak 3 orang (1,5%). Proporsi kasus baru sangat tinggi, ini diasumsikan karena rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai bahaya penyakit TB paru dan bisa juga karena masih banyak penderita TB paru BTA positif yang tidak menyelesaikan pengobatannya dengan baik ataupun penderita kambuh yang menjadi sumber penularan kepada orang lain sehingga banyak ditemukan kasus baru. Distribusi proporsi penderita TB paru BTA positif berdasarkan kategori pengobatan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Dari tabel 4.5 dapat dilihat bahwa proporsi Pengawas Menelan Obat (PMO) penderita TB paru BTA positif tertinggi adalah keluarga sebanyak 167 orang (81,5%) dan terendah adalah petugas kesehatan sebanyak 38 orang (18,5%). Hal ini diasumsikan karena keluarga merupakan orang yang dekat dengan penderita TB paru sehingga mempunyai waktu banyak untuk bertemu, sedangkan petugas kesehatan mempunyai lebih sedikit waktu untuk bertemu dan jarak rumah dengan penderita jauh sehingga sulit untuk mengontrol penderita minum obat sampai selesai pengobatan. Distribusi proporsi penderita TB paru BTA positif berdasarkan konversi sputum pada tahap intensif dan tahap lanjutan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.4
Distribusi Proporsi Penderita TB Paru BTA positif Berdasarkan Kategori Pengobatan di Poli Paru RSUD Deli Serdang Tahun 2011-2012 Kategori Pengobatan f % Kategori I 202 98,5 Kategori II 3 1,5 Jumlah
205
100
Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa proporsi kategori pengobatan penderita TB paru BTA positif tertinggi adalah kategori I sebanyak 202 orang (98,5%) dan terendah adalah kategori II sebanyak 3 orang (1,5%). Hal ini berkaitan dengan proporsi tipe penderita TB paru BTA positif dimana 98,5% adalah kasus baru sehingga kategori pengobatan yang paling banyak diberikan adalah kategori I. Distribusi proporsi penderita TB paru BTA positif berdasarkan Pengawas Menelan Obat (PMO) dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.6 Distribusi Proporsi Penderita TB Paru BTA positif Berdasarkan Konversi Sputum Tahap Intensif dan Lanjutan di Poli Paru RSUD Deli Serdang Tahun 2011-2012 Konversi Sputum f % Tahap Intensif Mengalami Konversi Tidak Ada Hasil Pemeriksaan Ulang Dahak Jumlah Tahap Lanjutan Mengalami Konversi Tidak Ada Hasil Pemeriksaan Ulang Dahak Jumlah
184
89,8
21
10,2
205
100
162
79,0
43
21,0
205
100
Dari tabel 4.6 dapat dilihat bahwa proporsi konversi sputum pada tahap intensif penderita TB paru BTA positif tertinggi adalah mengalami konversi sebanyak 184 orang (89,8%) dan terendah adalah tidak ada hasil pemeriksaan ulang dahak sebanyak 21 orang (10,2%), sedangkan pada tahap lanjutan pen-
derita yang mengalami konversi sebanyak 162 orang (79,0%) dan yang tidak ada pemeriksaan ulang dahak sebanyak 43 orang (21,0%). Hal ini diasumsikan karena penderita yang berobat di Poli Paru RSUD Deli Serdang sudah mengikuti pengobatan dengan baik selama tahap intensif, baik itu karena kemauan dari diri sendiri ataupun karena peran PMO selama proses pengobatan. Pada tahap lanjutan menunjukkan bahwa ada 43 orang penderita yang berobat di Poli Paru RSUD Deli Serdang yang tidak melakukan pemeriksaan ulang dahak, ini diasumsikan karena kurangnya pemahaman penderita mengenai pentingnya pemeriksaan ulang dahak, dan kurang optimalnya fungsi petugas kesehatan dalam menjelaskan pentingnya melakukan pemeriksaan ulang dahak pada jadwal yang telah ditetapkan. Distribusi proporsi penderita TB paru BTA positif berdasarkan hasil akhir pengobatan dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 4.7 Distribusi Proporsi Penderita TB Paru BTA positif Berdasarkan Hasil Akhir Pengobatan di Poli Paru RSUD Deli Serdang Tahun 2011-2012 Hasil Akhir f % Pengobatan Sembuh 162 79,0 Pengobatan Lengkap 43 21,0 Jumlah
205
100
Dari tabel 4.7 dapat dilihat bahwa proporsi hasil akhir pengobatan penderita TB paru BTA positif tertinggi adalah sembuh sebanyak 162 orang (79,0%) dan terendah adalah pengobatan lengkap sebanyak 43 orang (21,0%). Hal ini menunjukkan bahwa pengobatan penderita TB Paru BTA Positif di Poli Paru RSUD Deli Serdang Tahun 2011-2012 masih dibawah target angka kesembuhan yaitu < 85%.2 Analisis Statistik Distribusi proporsi tempat tinggal penderita TB paru BTA positif berdasarkan hasil akhir pengobatan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.8
Distribusi Proporsi Tempat Tinggal Penderita TB Paru BTA positif Berdasarkan Hasil Akhir Pengobatan di Poli Paru RSUD Deli Serdang Tahun 2011-2012 Tempat Tinggal Luar Kabupaten Deli Serdang f %
Hasil Akhir Pengobatan
Kabupaten Deli Serdang f
%
f
%
Sembuh
153
94,4
9
5,6
162
100
35
81,4
8
18,6
43
100
Pengobatan Lengkap
Jumlah
Dari tabel 4.8 dapat dilihat bahwa dari 162 orang penderita TB paru BTA positif yang hasil akhir pengobatan sembuh proporsi tertinggi adalah yang bertempat tinggal di Kabupaten Deli Serdang sebanyak 153 orang (94,4%) dan terendah yang bertempat tinggal di luar kabupaten Deli Serdang sebanyak 9 orang (5,6%). Dari 43 orang penderita TB paru BTA positif yang hasil akhir pengobatan lengkap proporsi tertingi adalah yang bertempat tinggal di kabupaten Deli Serdang sebanyak 35 orang (81,4%) dan terendah yang bertempat tinggal di luar kabupaten Deli Serdang sebanyak 8 orang (18,6%). Analisa statistik dengan uji Chisquare tidak memenuhi syarat untuk dilakukan karena terdapat 1 sel (25,0%) Expected count yang besarnya kurang dari 5, kemudian dilanjutkan dengan uji Exact fisher diperoleh nilai p<0,05 (p = 0,011) berarti ada perbedaan proporsi tempat tinggal berdasarkan hasil akhir pengobatan. Hal ini menunjukkan bahwa proporsi penderita yang berasal dari luar kabupaten Deli Serdang lebih banyak yang mengalami pengobatan lengkap dibandingkan dengan yang sembuh, ini diasumsikan karena faktor jarak ataupun akses ke RSUD Deli Serdang jauh sehingga penderita tidak mengikuti pengobatan dengan baik. Bisa saja penderita tidak datang lagi untuk melakukan pemeriksaan ulang dahak pada jadwal yang telah ditentukan, ini yang menyebabkan banyak penderita dengan hasil akhir pengobatan lengkap, sedangkan proporsi penderita yang berasal dari kabupaten Deli Serdang lebih banyak yang sembuh dibandingkan dengan yang pengobatan lengkap, ini diasumsikan karena faktor jarak dan akses yang lebih dekat se-
hingga memungkinkan penderita untuk mengikuti pengobatan dengan baik. Distribusi proporsi tipe penderita TB paru BTA positif berdasarkan hasil akhir pengobatan dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 4.9
Distribusi Proporsi Tipe Penderita TB Paru BTA positif Berdasarkan Hasil Akhir Pengobatan di Poli Paru RSUD Deli Serdang Tahun 2011-2012 Tipe Penderita
Hasil Akhir Pengobatan
Kasus Kambuh (Relaps) f % f % Sembuh 161 99,4 1 0,6 Pengobatan Lengkap 41 95,3 2 4,7 Kasus Baru
Jumlah f 162 43
% 100 100
Dari tabel 4.9 dapat dilihat bahwa dari 162 orang penderita TB paru BTA positif yang hasil akhir pengobatan sembuh proporsi tertinggi adalah pada kasus baru sebanyak 161 orang (99,4%) dan terndah pada kasus kambuh (Relaps) sebanyak 1 orang (0,6%). Dari 43 orang penderita TB paru BTA positif yang hasil akhir pengobatan lengkap proporsi tertinggi adalah pada kasus baru sebanyak 41 orang (95,3%) dan terendah pada kasus kambuh (Relaps) sebanyak 2 orang (4,7%). Analisa statistik dengan uji Chisquare tidak memenuhi syarat untuk dilakukan karena terdapat 2 sel (50,0%) Expected count yang besarnya kurang dari 5, kemudian dilanjutkan dengan uji Exact fisher diperoleh nilai p>0,05 (p = 0,112) berarti tidak ada perbedaan proporsi tipe penderita berdasarkan hasil akhir pengobatan. Hal ini menunjukkan tipe penderita yang terbesar adalah kasus baru, artinya penderita tersebut belum pernah mendapat pengobatan sebelumnya. Dapat diasumsikan bahwa banyaknya jumlah penderita TB Paru kasus baru menunjukkan bahwa upaya pencegahan penyakit ini belum berhasil. Hasil akhir pengobatan ditentukan oleh kepatuhan penderita mengikuti pengobatan dan meminum obat secara teratur serta peran dari PMO bukan berdasarkan tipe penderita. Distribusi proporsi kategori pengobatan penderita TB paru BTA positif berdasarkan hasil akhir pengobatan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.10
Distribusi Proporsi Kategori Pengobatan Penderita TB Paru BTA positif Berdasarkan Hasil Akhir Pengobatan di Poli Paru RSUD Deli Serdang Tahun 2011-2012
Hasil Akhir Pengobatan Sembuh Pengobatan Lengkap
Kategori Pengobatan Kategori I f % 161 99,4 41
95,3
Kategori II f % 1 0,6 2
4,7
Jumlah f % 162 100 43
100
Dari tabel 4.10 dapat dilihat bahwa dari 162 orang penderita TB paru BTA positif yang hasil akhir pengobatan sembuh proporsi tertingi adalah pada kategori I sebanyak 161 orang (99,4%) dan terendah pada kategori II sebanyak 1 orang (0,6%). Dari 43 orang penderita TB paru BTA positif yang hasil akhir pengobatan lengkap proporsi tertinggi adalah pada kategori I sebanyak 41 orang (95,3%) dan terendah pada kategori II sebanyak 2 orang (4,7%). Analisa statistik dengan uji Chisquare tidak memenuhi syarat untuk dilakukan karena terdapat 2 sel (50,0%) Expected count yang besarnya kurang dari 5, kemudian dilanjutkan dengan uji Exact fisher diperoleh nilai p>0,05 (p = 0,112) berarti tidak ada perbedaan proporsi kategori pengobatan berdasarkan hasil akhir pengobatan. Dalam menentukan kategori pengobatan harus disesuaikan dengan tipe penderita, pengobatan kategori I diberikan untuk penderita baru sedangkan pengobatan kategori II diberikan untuk penderita kambuh, gagal dan lalai.11 Hal ini menunjukkan bahwa pengobatan dengan kategori I baik hasil akhir pengobatannya sembuh ataupun lengkap sama -sama paling tinggi, ini dikarenakan faktor kepatuhan berobat dan peran serta PMO dari masing-masing penderita. Jika penderita tersebut menjalankan pengobatan dengan baik maka ia akan sembuh demikian sebaliknya, baik itu dengan pengobatan kategori I maupun kategori II. Distribusi proporsi Pengawas Menelan Obat (PMO) penderita TB paru BTA positif berdasarkan hasil akhir pengobatan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.11
Distribusi Proporsi Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita TB Paru BTA positif Berdasarkan Hasil Akhir Pengobatan di Poli Paru RSUD Deli Serdang Tahun 2011-2012
Tabel 4.12
Distribusi Proporsi Konversi Sputum Tahap Intensif Penderita TB Paru BTA positif Berdasarkan Hasil Akhir Pengobatan di Poli Paru RSUD Deli Serdang Tahun 2011-2012 Konversi Sputum Tahap Intensif
Pengawas Menelan Obat (PMO) Hasil Akhir Pengobatan Sembuh Pengobatan Lengkap
Petugas Kesehatan f % 28 17,3 10
23,3
Keluarga f 134 33
% 82,7 76,7
Jumlah f 162 43
Hasil Akhir Pengobatan
% 100 100
P = 0,370
Dari tabel 4.11 dapat dilihat bahwa dari 162 orang penderita TB paru BTA positif yang hasil akhir pengobatan sembuh proporsi tertinggi adalah dengan PMO keluarga sebanyak 134 orang (82,7%) dan terendah dengan PMO petugas kesehatan sebanyak 28 orang (17,3%). Dari 43 orang penderita TB paru BTA positif yang hasil akhir pengobatan lengkap proporsi tertinggi adalah dengan PMO keluarga sebanyak 33 orang (76,7%) dan terendah dengan PMO petugas kesehatan sebanyak 10 orang (23,3%). Berdasarkan hasil uji statistik Chisquare diperoleh nilai p>0.05, berarti dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan proporsi pengawas menelan obat (PMO) berdasarkan hasil akhir pengobatan. Hal ini dapat diasumsikan bahwa keterlibatan Pengawas Menelan Obat (PMO) dalam pengobatan TB Paru dapat meningkatkan keberhasilan pengobatan TB Paru yang terlihat dari meningkatnya angka konversi dan kesembuhan. Tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti kewajiban penderita mengambil obat dari unit pelayanan kesehatan melainkan untuk mengawasi penderita TB paru agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengoabatan.2 Hasil akhir pengobatan tidak ditentukan dari siapa yang menjadi PMOnya tetapi dari keinginan penderita TB tersebut untuk sembuh. Distribusi proporsi konversi sputum tahap intensif penderita TB paru BTA positif berdasarkan hasil akhir pengobatan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Sembuh Pengobatan Lengkap
Mengalami Konversi f 162
% 100,0
22
51,2
Tidak Ada Hasil Pemeriksaan Ulang Dahak f % 0 0 21
48,8
Jumlah f 162
% 100
43
100
Dari tabel 4.12 dapat dilihat bahwa dari 162 orang penderita TB paru BTA positif yang hasil akhir pengobatan sembuh proporsi tertinggi adalah yang mengalami konversi sputum pada tahap intensif sebanyak 162 orang (100%). Dari 43 orang penderita TB paru BTA positif yang hasil akhir pengobatan lengkap proporsi tertinggi adalah yang mengalami konversi pada tahap intensif sebanyak 22 orang (51,2%) dan terendah yang tidak ada hasil pemeriksaan ulang dahak pada tahap intensif sebanyak 21 orang (48,8%). Analisa statistik dengan uji Chisquare tidak memenuhi syarat untuk dilakukan karena terdapat 1 sel (25,0%) Expected count yang besarnya kurang dari 5, kemudian dilanjutkan dengan uji Exact fisher diperoleh nilai p<0,05 (p = 0,000) berarti ada perbedaan proporsi konversi sputum tahap intensif berdasarkan hasil akhir pengobatan. Penderita TB paru BTA positif yang berobat di Poli Paru RSUD Deli Serdang yang mengalami konversi pada tahap intensif sebanyak 100% adalah hasil akhir pengobatan sembuh, hal ini diasumsikan bahwa penderita dengan hasil akhir pengobatan sembuh telah mengikuti pengobatan dengan baik selama tahap intensif, sedangkan penderita yang tidak ada hasil pemeriksaan ulang dahak pada tahap intensif paling banyak adalah dengan hasil akhir pengobatan lengkap, ini diasumsikan karena petugas kesehatan tidak menjelaskan mengenai pentingnya melakukan pemeriksaan ulang dahak untuk menentukan tahap pengobatan selanjutnya atau karena penderita TB paru yang tidak mau melakukan pemeriksaan ulang dahak karena merasa sudah sembuh (tidak ada keluhan lagi).
Distribusi proporsi konversi sputum tahap lanjutan penderita TB paru BTA positif berdasarkan hasil akhir pengobatan dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 4.13
Distribusi Proporsi Konversi Sputum Tahap Lanjutan Penderita TB Paru BTA positif Berdasarkan Hasil Akhir Pengobatan di Poli Paru RSUD Deli Serdang Tahun 2011-2012
b.
Konversi Sputum Tahap Lanjutan Hasil Akhir Pengobatan
Sembuh Pengobatan Lengkap
Mengalami Konversi f 162 0
% 100,0 0
Tidak Ada Hasil Pemeriksaan Ulang Dahak f % 0 0 43
100,0
Jumlah
c. f 162
% 100
43
100
P = 0,000
Dari tabel 4.13 dapat dilihat bahwa dari 162 orang penderita TB paru BTA positif yang hasil akhir pengobatan sembuh proporsi tertinggi adalah yang mengalami konversi sputum pada tahap lanjutan sebanyak 162 orang (100%). Dari 43 orang penderita TB paru BTA positif yang hasil akhir pengobatan lengkap proporsi tertinggi adalah yang tidak ada hasil pemeriksaan ulang dahak pada tahap lanjutan sebanyak 43 orang (100%). Berdasarkan hasil uji statistik Chisquare diperoleh nilai p<0.05, berarti dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan proporsi konversi sputum pada tahap lanjutan berdasarkan hasil akhir pengobatan. Hal ini menunjukan bahwa penderita TB paru BTA positif yang berobat di Poli Paru RSUD Deli Serdang yang mengalami konversi pada tahap lanjutan sebanyak 100% adalah hasil akhir pengobatan sembuh, ini diasumsikan karena penderita dengan hasil akhir pengobatan sembuh telah mengikuti pengobatan dengan baik selama tahap lanjutan, sedangkan penderita yang tidak ada hasil pemeriksaan ulang dahak pada tahap lanjutan paling banyak adalah dengan hasil akhir pengobatan lengkap, kemungkinan ini dikarenakan beberapa penderita TB paru BTA positif yang berobat di Poli Paru RSUD Deli Serdang sudah merasa sembuh sehingga tidak mau melakukan pemeriksaan ulang dahak. Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan a. Distribusi proporsi penderita Tuberkulosis paru BTA positif dan hasil pengobatannya di Poli Paru RSUD Deli
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
Serdang tahun 2011-2012 berdasarkan sosiodemografi, tertinggi pada umur 1554 tahun (74,6%), jenis kelamin laki-laki (69,3%) dan tempat tinggal di Kabupaten Deli Serdang (91,7%). Distribusi proporsi penderita Tuberkulosis paru BTA positif dan hasil pengobatannya di Poli Paru RSUD Deli Serdang tahun 2011-2012 berdasarkan tipe penderita tertinggi yaitu kasus baru (98,5%). Distribusi proporsi penderita Tuberkulosis paru BTA positif dan hasil pengobatannya di Poli Paru RSUD Deli Serdang tahun 2011-2012 berdasarkan kategori pengobatan tertinggi yaitu kategori I (98,5%). Distribusi proporsi penderita Tuberkulosis paru BTA positif dan hasil pengobatannya di Poli Paru RSUD Deli Serdang tahun 2011-2012 berdasarkan pengawas menelan obat (PMO) tertinggi yaitu keluarga (81,5%). Distribusi proporsi penderita Tuberkulosis paru BTA positif dan hasil pengobatannya di Poli Paru RSUD Deli Serdang tahun 2011-2012 berdasarkan konversi sputum pada tahap intensif tertinggi yaitu mengalami konversi (89,8%). Distribusi proporsi penderita Tuberkulosis paru BTA positif dan hasil pengobatannya di Poli Paru RSUD Deli Serdang tahun 2011-2012 berdasarkan konversi sputum pada tahap lanjutan tertinggi yaitu mengalami konversi (79%). Distribusi proporsi penderita Tuberkulosis paru BTA positif dan hasil pengobatannya di Poli Paru RSUD Deli Serdang tahun 2011-2012 berdasarkan hasil akhir pengobatan tertinggi yaitu sembuh (79%). Ada perbedaan proporsi tempat tinggal berdasarkan hasil akhir pengobatan (p=0,011). Tidak ada perbedaan proporsi tipe penderita berdasarkan hasil akhir pengobatan (p=0,112). Tidak ada perbedaan proporsi kategori pengobatan berdasarkan hasil akhir pengobatan (p=0,112).
k.
Tidak ada perbedaan proporsi Pengawas Menelan Obat (PMO) berdasarkan hasil akhir pengobatan (p=0,370). l. Ada perbedaan proporsi konversi sputum pada tahap intensif berdasarkan hasil akhir pengobatan (p=0,000). m. Ada perbedaan proporsi konversi sputum pada tahap lanjutan berdasarkan hasil akhir pengobatan (p=0,000). 2. Saran a. Memberikan pendidikan dan pemahaman kepada petugas kesehatan bahwa pemeriksaan ulang dahak pada penderita TB paru sangat penting agar dapat diketahui bagaimana proses pengobatan selanjutnya. b. Kepada keluarga dan penderita TB paru diharuskan mengikuti anjuran petugas kesehatan untuk melakukan pemeriksaan ulang dahak walaupun sudah tidak ada keluhan yang dirasakan. c. Kepada pihak RSUD Deli Serdang agar melakukan penyuluhan kepada penderita dan Pengawas Menelan Obat (PMO) supaya penderita dapat menjalani pengobatan secara teratur sampai sembuh. Daftar Pustaka 1. Peraturan Presiden No. 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta. 2. Depkes RI. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2. Cetakan Pertama. Jakarta. 3. WHO. 2013. Tuberculosis. http://www. who.int/mediacentre/factsheets/fs10 4/en/. (diakses 10 September 2013). 4. Kemenkes RI. 2011. Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2010-2014. Jakarta. 5. WHO. 2010. Global Tuberculosis Control 2010. http://www.who.int /tb/data. (diakses 10 September 2013). 6. Kemenkes RI. 2011. Profil Kesehatan Indonesia 2010. Jakarta. 7. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. 2009. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008. Medan.
8.
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. 2010. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010. Medan. 9. Supar dan Tarmudji. 2008. Tuberkulosis Pada Sapi, Suatu Penyakit Zoonosis. Balai Besar Penelitian Veteriner, Bogor. http://peternakan. litbang. deptan.go.id /fullteks /wartazoa/wazo184-2.pdf. (diakses 4 Oktober 2013. 10. Crofton, J. dkk. 2002. Tuberkulosis Klinis. Edisi 2. Widya Medika, Jakarta. 11. Aditama, T. Y. 2002. Tuberkulosis : Diagnosis, Terapi dan Masalahnya. Edisi 4. Yayasan IDI, Jakarta.