KEWENANGAN PRESIDEN MEMBERIKAN GRASI KEPADA TERPIDANA DALAM SISTEM KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA
Oleh Dede Agus Salam Dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 disebutkan bahwa “Indonesia negara hukum (rechstaat), Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sebagai pedoman dalam penyelenggaraan kekuasaan negara, telah menegaskan bahwa konsep bernegara Republik Indonesia adalah konsep negara modern yang menganut sistem pemerintahan presidensial. Berkaitan dengan Kewenangan Presiden dalam pemberian Grasi kepada terpidana
termaktub dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang menempatkan
kedudukan yang dimiliki Presiden pada posisi dua fungsi sangat penting dalam struktur ketatanegaraan Indonesia, Pemberian grasi kepada terpidana merupakan kewenangan konstitusional Presiden yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar Tahun 1945 melalui Pasal 14 ayat (1), Pasal 11 Undang-Undang No. 22 Tahun 2002 tentang Grasi, Pasal 1 UndangUndang Republik Indonesia Nomor 5
Tahun
2004
tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, dan Pasal 27 Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Permasalahan yang timbul atas pemberian grasi adalah mengenai eksistensi Grasi dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Grasi tidak mengatur secara eksplisit yang merinci mengenai alasan dan batasan permohonan grasi yang diberikan oleh Presiden kepada terpidana, yang tersirat hanya mengatur mengenai prinsip-prinsip umum tentang grasi serta tata cara pengajuan dan penyelesaian permohonan grasi. Untuk itu dalam rangka upaya penyelesaian dianggap perlu perbaikan pengaturan secara rinci dan jelas, hal ini dimaksudkan sebagai upaya agar Presiden dalam memutus mengabulkan atau menolak permohonan grasi kepada terpidana mempunyai dasar atau kriteria yang jelas dalam pemberian grasi.
kekuasaan belaka (machstaat). Dikaitkan
Latar Belakang Dalam
Undang-Undang
Dasar
dengan kalimat di atas arti negara hukum
Tahun 1945 disebutkan bahwa “Indonesia
tidak terpisahkan
ialah
kedaulatan rakyat. Di samping itu para
negara
(rechstaat),
berdasarkan
tidak
berdasarkan
hukum atas
pendiri 1
negara
dari
dalam
pilarnya
yaitu
membentuk
pemerintahan
telah
menentukan
pilar
Dalam
Amandemen
Undang-
lainnya, yaitu kedaulatan rakyat. Hal yang
Undang Dasar Tahun 1945, teori equality
demikian mewujudkan perpaduan integral
before the law (kesamaan di hadapan
antara paham kedaulatan hukum dan
hukum
kedaulatan rakyat.
pemerintah,
baik
bagi
rakyat
tidak
ada
maupun peradilan
administrasi) termaktub dalam Pasal 27 Negara hukum, kekuasaan negara, hak
asasi
manusia,
dan
ayat (1) yang menyatakan “Segala warga
kekuasaan
negara bersamaan kedudukannya di dalam
kehakiman, hal ini berkaitan pula dengan kewenangan Negara
Presiden
dalam
Sebagaimana dahulu,
sebagai
pemberian
diketahui
grasi
telah
hukum
Kepala
menjunjung hukum dan pemerintahan itu
Grasi.
bahwa
sejak
dikenal
dan
dengan tidak ada kecualinya”. Teori dan konsep equality before the law seperti yang dianut oleh Pasal 27 ayat (1) Amandemen
dipraktikkan oleh para Kaisar atau Raja pada
masa
monarki
absolut,
dan pemerintahan dan wajib
Undang-Undang
seperti
Dasar
Tahun
1945
tersebut menjadi dasar perlindungan bagi
misalnya pada zaman Yunani dan Romawi
warga negara agar diperlakukan sama di
serta pada abad pertengahan di Eropa dan
hadapan hukum dan pemerintahan.
Asia. Kaisar atau Raja diangggap sebagai sumber dari segala kekuasaan termasuk di dalam
kekuasaan
bidang
peradilan.
Sebagaimana
1
diberikan
oleh
diketahui,
Grasi
Presiden
dalam
Sedangkan dewasa ini pemberian grasi
kedudukannya sebagai Kepala Negara.
oleh
Dalam
Kepala
dipraktikkan
Negara oleh
juga
kedudukannya
sebagai
Kepala
negara.
Negara, maka walaupun ada nasihat atau
Demikian juga halnya di Indonesia, Kepala
pertimbangan dari Mahkamah Agung,
Negara yang mempunyai Hak Prerogratif
Grasi oleh Presiden pada dasarnya adalah
memberikan
terpidana
bukan suatu tindakan hukum, melainkan
tujuannya adalah kepentingan negara di
suatu tindakan non-hukum berdasarkan hak
mana para terpidana tersebut akan lebih
preogratif seorang Kepala Negara. Dengan
cepat kembali ke masyarakat.
demikian Grasi bersifat pengampunan
grasi
banyak
masih
kepada
berupa 1
Nisfsu Sya’ban, Hak Presiden Dalam Memberi Grasi, Amnesti, dan Rehabilitasi, (Jakarta: FH- UI, 1985), hal. 1.
mengurangi
pidana
atau
memperingan pidana atau penghapusan
2
pelaksanaan pidana yang telah diputuskan
Dasar
Tahun
1945
berbunyi
:
oleh Mahkamah Agung.
“Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
Pemberian grasi bukan merupakan
untuk memajukan kesejahteraan umum,
campur tangan Presiden dalam bidang yudikatif,
melainkan
hak
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
prerogatif
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
Presiden untuk memberikan ampunan.
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
Kendati pemberian grasi dapat mengubah, meringankan,
mengurangi
menghapuskan
kewajiban
abadi dan keadilan sosial”.
atau menjalani
Undang-Undang
Dasar
atau
pidana yang dijatuhkan pengadilan, tidak
hukum (tertinggi) adalah alat untuk
berarti menghilangkan kesalahan dan juga
mencari ketertiban dan untuk mencapai
bukan merupakan rehabilitasi terhadap
kesejahteraan
terpidana.
dipertegas terdapat
Konsepsi Negara Hukum dan Unsur-
sosial.
dalam dalam
Rumusan
keterangan
pasal-pasal
ini yang
Undang-
Undang Dasar Tahun 1945.
unsur Negara Hukum Indonesia Roeslan Saleh berpendapat bahwa Pokok
persoalan
yang
perlu
dengan
dipahami adalah negara sebagai sarana
fungsi
untuk melindungi hak asasi manusia. Undang-Undang
Dasar
Tahun
merupakan
1945
konstitusional
bagi
dasar
hukum
negara
hukum
Pancasila
dalam
penempatan Pembukaan,
maka Pancasila merupakan grundnorm yang lebih luas dari pada arti Grund
adalah hukum dasar positif di Indonesia, juga
memperhatikan
Norm menurut Hans Kelsen, karena meliputi
seluruh
norma
kehidupan
bangsa Indonesia.2 Sedangkan Padmo
Indonesia. Istilah negara hukum itu
Wahyono berpendapat bahwa Pancasila
sendiri tidak terdapat dalam pembukaan,
menjadi
melainkan dalam pasal-pasalnya, yaitu
landasan
berkelompok
Pasal 1 ayat (3) yang langsung dikaitkan
dasar
(bernegara)
kehidupan bangsa
Indonesia dan kaedah pokok fundamental
dengan sistem pemerintahan negara. Adapun
tujuan
berdirinya
2
negara
Roeslan Saleh, Penjabaran Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 Dalam Perundang-Undangan, (Jakarta : Aksara Baru, 1979), hal 43.
Indonesia pada alinea 4 Undang-Undang 3
negara.3 Inilah yang menjadi ciri atau
terutama dalam Pasal 10, 11, 12, 13, 14,
unsur pada Pancasila. Di samping itu,
dan 15.4
perlu pula diketahui bahwa Pancasila sebagai
pandangan
Indonesia
juga
hidup
bangsa
merupakan
ideologi
Sebagaimana yang tertera dalam Pasal 10 Undang-Undang Dasar Tahun 1945
negara.
bahwa
Presiden
memegang
kekuasaan tertinggi terhadap Angkatan Kekuasaan, Tugas dan Wewenang
Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan
Presiden
Udara. Dan Pasal 11 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 menentukan bahwa
Kekuasaan, wewenang dan tugas
Presiden
Presiden dalam negara demokrasi modern
membuat
Dasar. Rincian kewenangan Presiden
agar
tidak
11 dirubah menjadi tiga ayat, yakni ayat (1) yaitu Presiden dengan persetujuan
Kepala Negara. Presiden sebagai Kepala Pasal
Dewan Perwakilan Rakayat menyatakan
4
perang,
Undang-Undang Dasar Tahun 1945 baik sebelum
atau
Kedudukan Negara
sesudah
Presiden
ditemukan
Undang-Undang
membuat
perdamaian
dan
perjanjian dengan negara lain.
amandemen.
sebagai dalam
Dasar
perjanjian
Undang Dasar Tahun 1945 ketentuan Pasal
sebagai Kepala Pemerintahan dan sebagai
dalam
dan
Tahun 1945. Pasca amandemen Undang-
Presiden mempunyai fungsi ganda yaitu
diatur
perdamaian
dalam Pasal 11 Undang-Undang Dasar
menyimpang. Dalam sistem Presidensial,
Pemerintahan
Dewan
dengan negara sebagaimana ditentukan
tersebut dimaksudkan untuk membatasi Presiden
persetujuan
Perwakilan Rakyat menyatakan perang,
diatur secara rinci dalam Undang-Undang
kekuasaan
dengan
Kepala
penjelasan
Tahun
1945
4
Jimly Asshiddiqie, Konsolidasi Naskah UUD 1945 setelah Perubahan Keempat, (Jakarta: Pusat Studi Hukum FH-UI, 2002), hlm.17-20.
3
Padmo Wahyono, Membudayakan UUD 1945, (Jakarta : Ind-Hild Co., 1991) hal 34. 35.
4
sistem
ketatanegaraan
Indonesia
yang
berlaku pada saat ini dan substansinya sudah tidak sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat, maka KEWENANGAN PEMBERIAN
lahirlah Undang-undang No. 22 Tahun
GRASI OLEH PRESIDEN
2002 tentang Grasi, yang diberlakukan
TERHADAP TERPIDANA
mulai tanggal 22 Oktober 2002, dimuat dalam Lembaran Negara Tahun 2002
Sejarah dan Dasar Hukum Penerapan
Nomor 108. Sejak saat itu UU No. 3 Tahun
Grasi
1950 tentang Grasi
dinyatakan tidak
berlaku lagi. Pemberian grasi atau pengampunan pada mulanya di zaman kerajaan absolut di Eropa
adalah
(vorstelijk
berupa
yang
Raja
Tahun
undang-undang
2002
tentang
No.
Grasi
22
putusan
memberikan
pemidanaan yang dapat diajukan grasinya
pengampunan kepada orang yang telah
selain pidana mati dan penjara seumur
dipidana, jadi sifatnya sebagai kemurahan
hidup
hati Raja yang berkuasa. Tetapi setelah
ditentukan lamanya paling rendah 2 (dua)
tumbuhnya negara-negara modern di mana
tahun. Berbeda dengan undang-undang
kekuasaan
grasi lama yang tidak membatasi lamanya
dengan
gunst)
anugerah
Dalam
kehakiman
kekuasaan
telah
terpisah
pidana
penjara
yang
atas
pidana penjara yang dapat dimohonkan
pengaruh paham Trias Politica, yang mana
grasi. Oleh sebab itu dimungkinkan terjadi
kekuasaan
dapat
proses pengajuan grasi lebih lama dari
sekehendaknya ikut campur ke dalam
masa hukuman seorang terpidana. Selain
kekuasaan kehakiman, maka pemberian
itu,
grasi berubah sifatnya menjadi suatu upaya
menyebabkan
koreksi
grasi yang harus diproses.
pemerintahan
terhadap
khususnya
pemerintahan
adalah
dalam
tidak
putusan
pengadilan,
hal
mengenai
tidak
adanya
batasan
banyaknya
tersebut
permohonan
Kedudukan Presiden sebagai Kepala
pelaksanaannya.
Eksekutif dan Kepala Negara dan Setelah UU No. 3 Tahun 1950
Mahkamah
tentang Grasi tidak sesuai lagi dengan
Agung
dalam
Sistem
Ketatanegaraan Republik Indonesia 5
Mencermati dan mengkaji tentang
dibedakan
antara
kekuasaan pemerintahan yang dilakukan
penyelenggaraan
oleh Presiden selalu menarik untuk di
bersifat
bahas
penyelengaraan
karena
Presiden
pemegang
kekuasaan
Indonesia.
Apabila
merupakan tertinggi
dalam
di
praktik
penyelengaraan
penyelenggaraan
terakhir ini menunjukkan kecenderungan
Presiden
pengaturan sitem bernegara yang lebih berat
Posisi
yang
Kekuasaan
pemerintahan
yang berjalan selama empat dekade
eksekutif.
kekuasaan
khusus.
bersifat
lembaga
dan
yang
pemerintahan
ketatanegaraan yang terjadi, fenomena
ke
pemerintahan
umum
bersifat
kekuasaan
umum
adalah
yang
kekuasaan
administrasi
negara.
pimpinan
tertinggi
penyelenggaraan
administrasi
negara.
Penyelenggaraan
administrasi
negara
adalah
Presiden sebagai kepala negara sekaligus
meliputi lingkup tugas dan wewenang
sebagai kepala pemerintahan yang tidak
yang sangat luas, yaitu setiap bentuk
jelas
perbuatan
batasan
wewenangnya
dapat
berkembang ke arah yang negatif berupa penyalahgunaan wewenang.
atau
kegiatan
administrasi
negara. Lingkup tugas dan wewenang ini
5
makin meluas sejalan dengan makin meluasnya tugas-tugas dan wewenang
Penyelenggaraan
Kekuasaan
negara atau pemerintah.
Pemerintahan secara umum dirumuskan dalam ketentuan Undang-Undang Dasar
Undang-Undang Dasar Tahun 1945
Tahun 1945 Pasal 4 ayat (1) menyebutkan
juga memberikan kedudukan yang kuat
“Presiden
bahwa
memegang
Republik
kekuasaan
Indonesia
kepada lembaga kepresidenan. Presiden
pemerintahan
adalah
penyelenggara
pemerintahan.
menurut Undang-Undang Dasar”. Ditinjau
Selain menjalankan kekuasaan eksekutif,
dari teori pembagian kekuasaan, yang
Presiden juga menjalankan kekuasaan
dimaksud kekuasaan pemerintahan adalah
membentuk
kekuasaan eksekutif. Sebagai kekuasaan
undangan,
eksekutif, penyelenggaraan pemerintahan
dengan penegakan hukum (grasi, amnesti,
yang
abolisi,
dilaksanakan
Presiden
dapat
kekuasaan
dan
sebagainya.
5
Anom Suryo Putra, Hukum Konstitusi Masa Transisi; Semiloka, Psikoanalisis dan Kritik Ideologi, Nuansa Cendekian, (Bandung: Nuansa Cendekian, 2003), hlm. 9.
peraturan
perundang-
yang
rehabilitasi) Walaupun
berkaitan
dan
lain
telah
ada
perubahan terhadap Pasal 5 ayat (1) dan
6
Pasal 20 ayat (1) yang menggeser
ini, hak preogratif Presiden tidak lagi
wewenang membentuk undang-undang
bersifat mutlak.
dari Presiden ke Dewan Perwakilan Permohonan grasi kepada Presiden
Rakyat (Perubahan Pertama, 1999), tetapi dapat
wewenang Presiden membentuk peraturan
diajukan
pengadilan
perundang-undangan tetap kuat.
yang
terhadap telah
putusan
memperoleh
kekuatan hukum tetap. Artinya, setelah Dalam kaitannya dengan pemberian
suatu perkara selesai diputus oleh hakim,
grasi kedudukan dan peran Mahkamah
barulah dapat diajukan permohonan grasi.
Agung sebagaimana ketentuan dalam
Putusan
Pasal 35 Undang-Undang Nomor 5 Tahun
dimohonkan grasi adalah putusan pidana
2004 tentang Perubahan atas Undang-
mati, pidana penjara seumur hidup, dan
Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
pidana penjara paling rendah selama 2
Mahkamah
(dua) tahun. Namun,
wewenang hukum
Agung, memberikan kepada
mempunyai pertimbangan
Presiden
pemidanaan
yang
dapat
terpidana
yang
biasanya mengajukan permohonan grasi
dalam
adalah terpidana yang dijatuhi pidana mati
permohonan grasi dan rehabilitasi. Selain
atau pidana penjara seumur hidup.
itu juga dapat memberikan pertimbangan Persyaratan
hukum atau saran kepada lembaga-
lainnya.
Pada adanya
Mahkamah
agung
pertimbangan
pemberian
peran
serta
dalam
hal
grasi
Prosedur
(Tata
Cara), serta Proses Permohonan Grasi
lembaga negara Dan lemabaga pemerintah
Dengan
dan
dasarnya
setiap
putusan
pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap termasuk putusan pidana mati harus segera
ini,
dilaksanakan
eksekusinya
meskipun si terpidana mengajukan upaya
memberikan indikasi pembatasan terhadap
hukum
otoritasi presiden. Sebagaimana diketahui,
peninjauan
kembali.
Ketika
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950
sistim presidensial yang dianut oleh
Tentang Grasi masih berlaku, permohonan
negara Indonesia mempunyai kelemahan
grasi yang diajukan tepat dalam tenggat
berupa kecenderungan terlalu kuatnya
waktu yang ditentukan, terhadap hukuman
otoritas dan konsentrasi kekuasaan di
mati, hukuman penjara, serta hukuman
tangan Presiden, dan dengan pembatasan 7
kurungan, menunda pelaksanaan putusan pemidanaan, putusan pemidanaan baru Analisis Kewenangan Presiden dan
dapat dilaksanakan setelah Keputusan
Pertimbangan
Presiden menyangkut permohonan grasi
dalam
tersebut sampai kepada Kepala Kejaksaan di
wilayah
hukum
pengadilan
pegawai
yang
pengembangan kehidupan kenegaraan dan pemerintahan Indonesia yang demokratis di masa mendatang. Dari kajian yang
Undang-Undang
dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa
Nomor 3 Tahun 1950, permohonan grasi menunda
pelaksanaan
pendapat yang bahwa kekuasaan Presiden
putusan
Repulik Indonesia adalah didasarkan pada
pemidanaan bagi terpidana, kecuali dalam
cita negara integralistik sudah tidak lagi
hal putusan pidana mati. Apabila si
relevan dengan kebutuhan demokratisasi di
terpidana mati mengajukan permohonan
masa
grasi maka hukuman mati tidak dapat
menyangkut
terpidana.
batas
waktu
Konsep
kekuasaan
sentralistis sudah selayaknya disesuaikan
menyangkut permohonan grasi tersebut oleh
mendatang.
Presiden yang sangat besar, abstrak dan
dilaksanakan sebelum Keputusan Presiden
diterima
yang
memberikan pengertian yang relevan bagi
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002
tidak
kepada
dimiliki oleh Presiden Republik Indonesia,
Sedangkan berdasarkan Pasal 3
menggantikan
Grasi
Kekuasaan-kekuasaan
diwajibkan
menjalankan keputusan hakim.
yang
Pemberian
Terpidana
yang
memutus perkara pada tingkat pertama atau
Mahkamah Agung
dengan perkembangan konsep demokrasi
Sedangkan
di negara-negara modern yang menuntut
pengajuan
diselenggarakannya
permohonan grasi, Undang-Undang Nomor
rasional,
22 Tahun 2002 tidak memberikan batas
kekuasaan
terbatas
dan
secara dapat
dipertanggungjawabkan. Undang-Undang
waktu tertentu bagi terpidana.
Dasar Tahun 1945 sebagai pedoman dalam penyelenggaraan kekuasaan negara, telah menegaskan
bahwa
konsep
bernegara
Republik Indonesia adalah konsep negara modern
yang
pemerintahan 8
menganut
presidensial.
sistem Kekuasaan
Presiden dalam sistem pemerintahan ini
di tangan kepala negara. Tetapi dalam
hanya merupakan salah satu dari kekuasan
sistem presidensial, kewenangan untuk
alat kelengkapan negara yang berdiri
memberikan grasi, abolisi dan amnesti itu
sejajar dengan lembaga negara lainnya.
ditentukan berada di tangan Presiden.
Kekuasaan-kekuasan
Presiden
yang Dalam
dimaksud adalah kekuasaan sebagai kepala negara,
kekuasaan
sebagai
kewenangan
kepala
terpidana
pemerintahan dan kekuasaan legislatif.
perundang-undangan
merupakan
grasi
kepada
kewenangan
melalui Pasal 14 ayat (1). Pendapat Yusril Ihza Mahendra, yang mengatakan bahwa
mendapatkan pengawasan dari DPR.
kedudukan Jimly Asshiddiqie,
adalah
oleh Undang-Undang Dasar Tahun 1945
yang
berlaku dan dalam penyelenggaraannya
6
pemberian
itu
konstitusional Presiden yang diberikan
Kekuasaan ini dibatasi oleh konstitusi dan peraturan
kaitan
menjelaskan
Presiden
Negara
sebagai
Kepala
dihapuskan
pasca
Undang-Undang
Dasar
telah
bahwa kewenangan Presiden dalam sistem
amandemen
presidensial yang biasa dirumuskan dalam
Tahun 1945 merupakan suatu hal yang
Undang-Undang Dasar Tahun 1945 di
tidak tepat. Meskipun Penjelasan Undang-
berbagai
Undang
negara
mencakup
lingkup
Dasar
Tahun
telah
kewenangan di antaranya kewenangan
dihapuskan
yang bersifat
rangka
amandemen, hal ini tidak berarti bahwa
pemulihan keadilan yang terkait dengan
kewenangan Presiden sebagai Kepala
putusan
Negara bisa ditiadakan begitu saja dan
judisial
pengadilan,
mengurangi
hukuman,
pengampunan, tuntutan
yang
ataupun terkait
dalam
yaitu
untuk
memberikan
secara
menghapuskan erat
pasca
1945
otomatis
dilakukannya
membuat
Keppres
Pemberian Grasi menjadi suatu Keputusan
dengan
Tata Usaha Negara.
kewenangan pengadilan. Dalam sistem parlementer
yang mempunyai
Dalam
kepala
lingkungan
Mahkamah
Agung, terdapat empat lingkup peradilan,
negara, ini biasanya mudah dipahami
yaitu Peradilan Umum, Peradilan agama,
karena adanya peran simbolik yang berada
Peradilan Peradilan
6
Jimly Asshiddiqie, Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan dalam UUD 1945, (Yogyakarta, FHUII, 2002), hlm. 172.
Tata
Usaha
Militer.
Negara,
dan
Sebelumnya,
administrasi Peradilan Umum berada di 9
bawah
Departemen
Kehakiman,
tidak mengatur secara eksplisit yang
administrasi Peradilan Agama berada di
merinci mengenai alasan Presiden atas
bawah Departemen Agama, dan Peradilan
pemberian
Militer di bawah organisasi tentara. Namun
sedangkan dalam Undang-undang Nomor
kini, keempat lingkup peradilan tersebut
22 Tahun 2002 tentang Grasi, hal ini
berada
yaitu
merupakan kekuasaan Presiden bidang
seperti
yudikatif yang berwenang memberikan
di
bawah
satu
atap,
Mahkamah
Agung.
Hal
ini
tercantum
24
Amandemen Undang-Undang Dasar Tahun
Kekuasaan ini sering juga disebut dengan
berbunyi:
yang
dilakukan
ayat
terpidana,
grasi, abolisi, amnesti dan rehabilitasi.
kehakiman
Pasal
kepada
(2)
1945,
dalam
grasi
“Kekuasaan oleh
kekuasaan Prerogratif seorang Presiden.
sebuah Dalam Undang-Undang No. 22
Mahkamah Agung dan badan peradilan yang
berada
di
bawahnya
Tahun 2002 tentang Grasi, hanya mengatur
dalam
mengenai prinsip-prinsip umum tentang
lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama, lingkungan
Peradilan
grasi serta tata cara pengajuan dan
Militer,
penyelesaian permohonan grasi. Ketentuan
lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara
mengenai tata cara tersebut dilakukan
dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”.
dengan penyederhanaan tanpa melibatkan
Hal senada dituangkan juga dalam Pasal 2
pertimbangan dari instansi yang berkaitan
Undang-undang No.48 Tahun 2009 tentang
dengan sistem peradilan pidana. Untuk
Kekuasaan Kehakiman, dan Pasal 10 ayat
mengurangi
(2) yang lebih spesifik berbunyi: “Badan peradilan
yang
berada
di
permohonan
bawah
Peradilan
Umum,
grasi
penyelesaian dan
mencegah
penyalahgunaan permohonan grasi, dalam
Mahkamah Agung meliputi badan dalam lingkup
beban
Undang-Undang
Peradilan
ini
diatur
mengenai
pembatasan putusan pengadilan yang dapat
Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan
diajukan grasi paling rendah 2 (dua) tahun
Tata Usaha Negara”.
serta ditegaskan bahwa permohonan grasi Permasalahan yang Timbul dan Upaya
tidak
menunda
Penyelesaian
kecuali terhadap putusan pidana mati. Di samping
Pokok
permasalahan
mengenai
itu,
pelaksanaan
ditentukan
pula
putusan,
bahwa
permohonan grasi hanya dapat diajukan 1
eksistensi Grasi dalam undang-undang 10
(satu) kali, kecuali untuk pidana tertentu
yang dimiliki oleh Presiden menembus
dan dengan syarat tertentu pengajuan
pada area kekuasaan-kekuasaan yang
permohonan grasi dapat diajukan 1 (satu)
lain, seperti kekuasaan legislatif dan
kali lagi. Pengecualian tersebut terbuka
kekuasaan yudisial.
bagi
terpidana
yang
pernah
ditolak
Dalam
praktiknya
permohonan grasinya dan telah lewat
Presiden
waktu
tanggal
kepala negara disebut dengan istilah “Hak
penolakan permohonan grasi tersebut, atau
Prerogatif Presiden” atau Hak Mutlak yang
bagi terpidana yang pernah diberi grasi dari
dimiliki Presiden bersifat mandiri diartikan
pidana
penjara
sebagai kekuasaan penuh dan hak istimewa
seumur hidup dan telah lewat waktu 2
Presiden yang tidak dapat diganggu oleh
(dua)
lembaga negara tertentu. Pemberian grasi
2
(dua)
mati
tahun
tahun
menjadi
sejak
sejak
pidana
tanggal
keputusan
pemberian grasi diterima.
Republik
kekuasaan
Indonesia
sebagai
kepada terpidana merupakan kewenangan konstitusional Presiden yang diberikan
Kesimpulan
oleh Undang-Undang Dasar Tahun 1945
Berikut
ini
akan
melalui Pasal 14 ayat (1), hal ini merujuk
disampaikan
pula pada Pasal 11 Undang-Undang No. 22
mengenai kesimpulan dari penelitian yang
Tahun
telah penulis paparkan, sebagai berikut :
2002
menyatakan 1. Dasar
atau
Presiden
kriteria
dalam
kepada terpidana
permohonan
kewenangan
pemberian
pertimbangan
Grasi
tentang
Grasi
Presiden Grasi
memutus
setelah mendengar
Mahkamah
Agung,
selanjutnya dalam Pasal 1 Undang-Undang
termaktub dalam
Undang-Undang Dasar Tahun 1945
Republik Indonesia Nomor 5
yang
2004
menempatkan
yang
kedudukan
Tahun
tentang Perubahan atas Undang-
Presiden pada posisi sangat penting
Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
dalam
Mahkamah Agung, menyebutkan bahwa
Indonesia.
struktur Itu
ketatanegaraan terlihat
Mahkamah Agung adalah salah satu
dengan
dimilikinya dua fungsi penting oleh
kekuasaan
Presiden, yaitu fungsi sebagai kepala
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
negara dan fungsi sebagai kepala
Tahun 1945, dan Pasal 27 Undang-Undang
pemerintahan. Untuk itu, kekuasaan
No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan 11
kehakiman
sebagaimana
Kehakiman, yang berbunyi: “Mahkamah
terdapat
agung
keterangan,
mendalam,
maka
pertimbangan, dan nasihat masalah hukum
pemberian
grasi
pada
kepentingan
negara.
dapat
memberi
lembaga
negara
dan
lembaga
pemerintah apabila diminta”. 1. Permasalahan
yang
sangat
dalam
hal
adalah
ini demi
Pertimbangan
pemberian grasi kepada si terhukum atas
lebih dititikberatkan pada memberi
mengenai
penilaian kembali terhadap putusan
eksistensi Grasi dalam undang-undang
hakim, dalam hal ini putusan tersebut
tidak mengatur secara eksplisit yang
dinilai kembali apakah putusan tersebut
merinci mengenai alasan Presiden atas
telah sesuai dengan kesalahan yang
pemberian
kepada terpidana,
terbukti dilakukan oleh si terhukum
selanjutnya substansi dalam pasal-pasal
atau apakah putusan tersebut ternyata
Undang-Undang No. 22 Tahun 2002
terlalu
tentang
keadaan atau situasi pada saat putusan
pemberian
yang
penyesalan
grasi
grasi
Grasi
mengenai
timbul
adalah
hanya
mengatur
prinsip-prinsip
umum
berat
dibandingkan
dengan
tersebut dijatuhkan.
tentang grasi serta tata cara pengajuan
3. Pemohon
atau
terpidana
yang
dan penyelesaian permohonan grasi,
mengajukan grasi adalah sebagai warga
sedangkan batasan-batasan dan alasan-
negara yang berhak meminta ampun
alasan permohonan grasi oleh terpidana
atas kesalahannya kepada Presiden
tidak diatur.
sebagai pemimpin negara. Meskipun tidak tercantum dalam KUHP, namun
2. Upaya penyelesaian pemberian grasi
grasi dapat menggugurkan hak negara
oleh kepala negara kepada terpidana
untuk menjalankan pidana.
selayaknya dilatarbelakangi oleh halhal,
seandainya
dipandang
Saran
adanya
Saran-saran yang dapat penulis
kekurang layakan dalam penerapan
kemukakan berkaitan dengan penelitian ini
hukum, maka pemberian grasi dalam
adalah sebagai berikut:
hal ini adalah untuk memperbaiki penerapan
hukum,
seandainya
1. Setelah
diperhatikan,
peraturan
dipandang bahwa para terhukum sangat
mengenai grasi yaitu Undang-undang
dibutuhkan negara atau pada mereka
Nomor 22 Tahun 2002 dirasa perlu
12
diperbaiki.
Undang-undang
tidak mengatur
tersebut
pemberian
grasi
Meskipun
sudah
peninjauan
kembali
ada yang
lembaga dapat
kepada terpidana dengan jelas batasan
digunakan oleh terpidana, namun grasi
waktu maksimal pengajuan dan alasan-
yang berada diluar ranah hukum, dapat
alasan serta batasan-batasan bahwa
dijadikan
grasi diproses dan diputuskan apakah
untuk mengkoreksi dan menunjukkan
dikabulkan
Undang-
kearifan hukumnya. Sebagai negara
hanya
berkembang tingkat kehati-hatian dan
undang
atau grasi
ditolak. tersebut
Presiden
sebagai
sarana
menyebutkan
grasi
kedua
dapat
kontrol terhadap pelaksana hukumnya
diajukan
tahun
setelah
grasi
mengenai
dua
penerapan
grasi,
jangan
pertama. Grasi juga dapat diajukan oleh
sampai terjadinya kekeliruan dalam
terpidana maupun keluarga. Oleh
pengambilan keputusan oleh Presiden.
2. Para pihak yang berperan dibalik permohonan grasi seperti pengadilan pada
tingkat
pertama,
Mahkamah
Agung, bahkan sampai Presiden, agar dapat memproses permohonan grasi secara
sungguh-sungguh,
sehingga
grasi tidak hanya dijadikan alasan untuk
menunda
pelaksanaan
atau
eksekusi,
mengulur khususnya
dalam hal eksekusi pidana mati. 3. Grasi sebagai
sebenarnya lembaga
mengkoreksi dalam
dapat
dijadikan
rekoveri
untuk
“kesalahan-kesalahan”
penyelenggaraan
hukum.
13
DAFTAR PUSTAKA
----------------.“Konstitusi dan Konstitusionalisme”. Jakarta: Sekjen dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006.
A. Peraturan Perundang-undangan Indonesia.
------------.
------------.
Undang-Undang tentang Kekuasaan Kehakiman. UU No. 48 Tahun 2009. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Lembaran Negara Nomor 108 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4358).
Basah, Sjahran, “Perlindungan Hukum Terhadap Sikap Tindak Administrasi Negara”. Alumni: Bandung, 1992. Daud Busroh, Abu, Abubakar Busro, “Asas-asas Hukum Tata Negara. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985.
Undang-Undang tentang Mahkamah Agung. UU No. 5 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Lembaran Negara Nomor 9, Tambahan Lemaran Negara Nomor 4359).
De Vos, Piere. “Sebuah pelajaran singkat tentang grasi Presiden.” http. translate. googleusercontent.com/transl ate, 13 Januari 2010.
Undang-Undang tentang Grasi. UU No. 22 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Lembaran Negara Nomor 108, Tambahan Lemaran Negara Nomor 4234).
Effendie
Lotulung, Paulus. “Mengkaji Kembali Pokok-pokok Pikiran Pembentukan Peradilan Tata Usaha Negara”. Jakarta: LLP-HAN, 2003.
Ilyas, Jazim. “Implementasi Kekuasaan Pemerintah.” Semarang: UNDIP, 2008. Kartanegara, Satochid, “Hukum Pidana Bagian Dua.” Jakara: Balai Lektur Mahasiswa, 1975
B. Buku Asshiddiqie, Jimly. “Konsolidasi Naskah UUD 1945 Setelah Perubahan Keempat.” Jakarta: FH-UI, 2002.
Kanter, E.Y. dan S.R. Sianturi, “Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya.,” Jakarta: Storia Grafika, 2002. 14
Kamirsa, “Kamus Bahasa Indonesia.”. Jakarta: Ghalia, 2001.
Rehabilitasi.” Jakarta: FH-UI, 1985.
Kusnadi, Moh. dan Harmaily Ibrahim. “Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia.” Jakarta: CV. Sinar Bakti, 1983.
Tahir Azhary, Muhammad. “ Negara Hukum”. Jakarta : Unipress, 1992. Wijaya, Rendi. “Posisi Grasi dalam Sistem Hukum Nasional.” Jakarta: Posted, 2012.
M.P. Pangaribuan, Luhut, “Hukum Acara Pidana, Surat-Surat Resmi di Pengadilan Oleh Advokat”. Jakarta : Penerbit Djambatan, 2002.
Wahyono, Padmo. “Membudayakan UUD 194”. Jakarta : Ind-Hild Co., 1991.
P. , Darwan, “Hukum Acara Pidana Dalam Praktik”, Jakarta : Penerbit Djambatan, 2002.
------------------------. “Negara Republik Indonesia”. Jakarta : Rajawali Press, 1982.
Purbacaraka, Purnadi dan A. Ridwan Halim, “Filsafah Hukum Pidana dalam Tanya Jawab.” Jakarta: Penerbit Rajawali, 1982. Rahardjo,
C. Lain-lain Soemantri
Satjipto. “Ilmu Hukum.” Bandung, Citra Aditya, 1996.
Saleh, Roeslan. “Penjabaran Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 Dalam PerundangUndangan:, Jakarta : Aksara Baru, 1979.
http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Lemb aga_Keperesidenan_Indonesi a, 01 Oktober 2012.
Simorangkir, JCT. “Hukum dan Konstitusi Indonesia II”. Jakarta: Rajawali Press, 1982. Suny,
M., Sri. “ Kemandirian Kekuasaan Kehakiman Sebagai Prasyarat Negara Hukum Indonesia”. Makalah, Seminar.” 50 Tahun Kemandirian Kekuasaan Kehakiman di Indonesia.” Yogyakarta: FH-UGM, 1995.
Ismail. “Mekanisme Demokrasi Pancasila” Jakarta, Aksara Baru, 1981.
Suryo Putra, Anom . “Hukum Konstitusi Masa Transisi; Semiloka, Psikoanalisis dan Kritik Ideologi, Nuansa Cendekian”. Bandung: Nuansa Cendekian, 2003. Sya’ban, Nisfsu. “Hak Presiden Dalam Memberi Grasi, Amnesti, dan 15