e – ISSN : 2528 - 2069
KETIKA MAHASISWA DIMARAHI DOSEN: Studi Fenomenologi Perilaku Komunikasi Mahasiswa Ketika dimarahi Dosen Ira Mirawati, Putri Trulline Prodi Manajemen Komunikasi Fikom Unpad
[email protected] [email protected]
ABSTRACT Bagi mahasiswa, dimarahi dosen bisa menjadi sumber kecemasan (anxiety), yang pada tingkat lebih jauh dapat menjadi traumatic event dan sewaktu-waktu dapat menjadi pemicu dari sebuah tindakan. Hal ini mengindikasikan adanya pergolakan emosi yang terjadi pada diri mahasiswa tersebut ketika dimarahi. Penelitian Fenomenologi 10 Mahasiswa Universitas Padjadjaran ini mengungkap bagaimana perilaku komunikasi mahasiswa terhadap kemarahan dosen, mencakup bagaimana perasaan dan reaksi saat dimarahi, serta tindakan yang dilakukan setelah dimarahi. Hasil penelitia menunjukkan ketika mahasiswa dimarahi dosen, sebenarnya dalam diri mereka ada emosi yang bergejolak. Namun, sebagai manusia yang telah menyadari keberasaan dirinya secara intersubjektif dan menyadari bahwa dosen memiliki ekspektasi terhadap dirinya, maka mahasiswa menahan dirinya dan berlaku sesuai ekspektasi tersebut. Adapun emosi yang tidak bisa disalurkan saat berhadapan dengan dosen, mereka salurkan ketika berada di antara teman-temannya atau bahkan mencurahkannya ke media sosial. Adapula mahasiswa yang meredakan emosinya dengan menyimpannya sendiri atau berkontemplasi. Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan menceritakannya pada keluarga. Keyword: Komunikasi Dosen, Komunikasi Pendidikan, Hubungan Dosen Mahasiswa
PENDAHULUAN Sebuah peristiwa mengenaskan dan tragis sekaligus menimbulkan keprihatinan yang begitu mendalam di dunia pendidikan tinggi terjadi pada 2 Mei 2016. Peristiwa yang terjadi bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional tersebut adalah pembunuhan seorang dosen yang dilakukan oleh mahasiswanya. RMS, sang pelaku, mengaku membunuh Nuraini Lubis karena kesal dan sakit hati sering dimarahi oleh dosennya itu, seperti peneliti kutip dari berita di Republika Online berikut ini: Kapolresta Medan Kombes Mardiaz Kusin Dwihananto mengatakan, dari keterangan pelaku kepada penyidik, motif dari pembunuhan ini adalah rasa dendam. "Motifnya adalah dendam terhadap korban, di mana korban selalu memarahi si tersangka," …
JURNAL POLITIKOM INDONESIANA VOL. 2 NO. 1 JULI 2017
121
e – ISSN : 2528 - 2069 Mardiaz mengatakan, tersangka mengaku kerap ditegur oleh korban karena tidak membawa buku pada saat belajar di kelas. Korban pun sering menyuruh tersangka ke luar kelas karena mengenakan kaos saat kuliah. … Selain itu, pelaku juga mengatakan korban yang juga mantan Dekan FKIP UMSU pernah mengancam akan memberikan nilai jelek kepadanya. Hal ini dikarenakan Nur'ain Lubis merupakan salah satu dosen atau pembimbing Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) tersangka … "Dosen ini juga mengancam jika kelakuan tersangka begini terus, dia akan memberikan nilai jelek, maka tersangka akan tidak diluluskan di mata kuliah PPL ini," ujar Mardiaz.1 Peristiwa ini mengguncang dunia pendidikan karena masyarakat tidak menyangka bahwa mahasiswa bisa melakukan hal keji “hanya” karena dimarahi oleh dosennya. Oleh karena itu adalah perlu untuk mengeksplorasi bagaimana perspektif mahasiswa terhadap kemarahan dosen. Bagi mahasiswa, dimarahi dosen bisa menjadi sumber kecemasan (anxiety), yang pada tingkat lebih jauh dapat menjadi traumatic event dan sewaktu-waktu dapat menjadi pemicu dari sebuah tindakan. Hal ini mengindikasikan adanya pergolakan emosi yang terjadi pada diri mahasiswa tersebut ketika dimarahi. Emosi adalah keadaan bergejolak, gangguan keseimbangan, respon kuat dan tidak beraturan terhadap stimulus. Akar kata emosi adalam movere, dalam bahasa latin, yang artinya “menggerakkan, bergerak” yang menunjukkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal yang mutlak dalam emosi. Pada dasarnya, semua emosi adalah dorongan untuk bertindak, rencana seketika untuk mengatasi masalah (Mahmud 1990, Goleman 2000 dalam Cahyono, 2011)2. Mahasiswa yang melakukan tindakan yang ekstrim bahkan tindakan kriminal berupa pembunuhan terhadap dosen yang memarahinya adalah contoh ekstrim dari ketidakmampuannya mengelola emosi. Namun, contoh ekstrim ini adalah sebuah peringatan bagi akademisi untuk melihat fenomena ini secara lebih dalam.
1
Republika, 3 Mei 2016, diakses 28 Mei 2016 melalui http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/daerah/16/05/03/o6ldly361-ini-pengakuan-mahasiswa-umsu-yangbunuh-dosennya-sendiri 2
Cahyono, Rudi, 2011, Dinamika Emosi dan Pengalaman Spiritual Beragama, INSAN Vol. 13 No. 01 April 2011 diakses 28 Mei 2016 melalui http://journal.unair.ac.id/filerPDF/artikel%204-13-1.pdf
JURNAL POLITIKOM INDONESIANA VOL. 2 NO. 1 JULI 2017
122
e – ISSN : 2528 - 2069 Bila dilihat dari sisi dosen, tentu mayoritas akan menyatakan bahwa mereka memarahi mahasiswa dilandasi oleh niat untuk memberi pendidikan tentang bagaimana agar mahasiswa tersebut menjadi lebih baik. Namun bagaimana kemarahan dosen ini dilihat dari sisi mahasiswa? Lalu bagaimana perasaan dan reaksi saat dimarahi, serta tindakan yang dilakukan setelah dimarahi, adalah hal menarik untuk diteliti. Perspektif dan metode yang tepat untuk meneliti pengalaman mahasiswa ini adalah fenomenologi. Fenomenologi menempatkan kesadaran mahasiswa dan makna subjektifnya sebagai fokus untuk memahami tindakan sosial mereka berkaitan dengan kemarahan dosen. Fokus penelitian ini adalah bagaimana pengalaman manajemen emosi mahasiswa yang dimarahi oleh dosennya, mencakup: Alasan apa yang menyebabkan mahasiswa dimarahi oleh dosen? Bagaimana bentuk komunikasi dosen saat marah? Bagaimana perasaan mahasiswa saat dimarahi oleh dosen? Bagaimana reaksi mahasiswa saat dimarahi? Dan Tindakan apa yang dilakukan setelah dimarahi? METODE PENELITIAN Subjek penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Padjadjaran. Perguruan tinggi ini menarik untuk diteliti karena setidaknya dalam tiga tahun terakhir menjadi universitas dengan peminat tertinggi di Indonesia. Untuk dapat menggali secara mendalam bagaimana perilaku seorang mahasiswa saat dimarahi dosen, semua informan yang menjadi subjek penelitian ini pernah mengalami dimarahi oleh dosen mereka setidaknya tiga kali. Sementara objek penelitiannya adalah pengalaman mereka dimarahi dosen meliputi alasan dimarahi, bentuk komunikasi dosen saat memarahi mereka, perasaan saat dimarahi, reaksi saat dimarahi, dan tindakan yang dilakukan sesudah dimarahi. Untuk mengungkap pengalaman pengelolaan emosi mahasiswa yang dimarahi dosen, peneliti akan menggunakan metode penelitian kualitatif dengan tradisi penelitian fenomenologi. Peneliti mendapatkan data penelitian melalui interaksi dengan subyek penelitian dan berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka atas dunianya. Studi dengan pendekatan fenomenologis berupaya untuk menjelaskan makna pengalaman hidup sejumlah orang tentang suatu konsep atau gejala, termasuk di dalamnya konsep diri atau pandangan hidup mereka sendiri. Hal ini seperti dikatakan oleh Cresswell (1998:51) : “a phenomenological study describes the meaning of life experiences for several individuals about a concept or the phenomenon”. Penggunaan pendekatan fenomenologi dalam penelitian ini dinilai tepat dan sesuai dengan karakteristik subyek penelitian yang dipilih. Mahasiswa adalah manusia yang memiliki mental dan pikiran normal, sehingga setiap apa yang dilakukan senantiasa atas kesadaran subyektifnya. Dengan kesadaran dan subyektifitasnya, mereka tentu memiliki kemauan yang bebas, sikap yang dinamis, inovatif, dan kreatif. Untuk mengungkap realitas subyek penelitian dengan karakteristik sebagaimana yang telah disebutkan di atas, diperlukan pendekatan fenomenologi, karena JURNAL POLITIKOM INDONESIANA VOL. 2 NO. 1 JULI 2017
123
e – ISSN : 2528 - 2069 pendekatan tersebut memberi ruang bagi setiap penelitian untuk melakukan eksplorasi (penggalian) data penelitian secara alami atau lebih dekat dan lama bersama subyek penelitian (emik). Kedekatan dan kelamaan peneliti bersama subyek penelitian memungkinkan peneliti dapat mengungkap realitas-realitas yang khas dan tersembunyi dari mahasiswa yang dimarahi dosen. Daftar informan penelitian ini, peneliti sajikan pada tabel di bawah. Adapun nama informan adalah bukan nama sebenarnya, mengingat pengalaman yang mereka ceritakan adalah pengalaman yang sangat pribadi dan mereka tidak ingin saat dipublikasikan terpampang nama asli mereka. Pada penelitian ini, ada tujuh informan laki-laki dan informan perempuan. Tabel I. Identitas Informan Penelitian No
Nama
Jenis Kelamin
Semester
Program Studi
1
Aldo
L
VI
Manajemen Komunikasi
2
Bowi
L
VI
Kehumasan
3
Alina
P
VIII
Agro Industri
4
Miranda
P
VI
Jurnalistik
5
Haris
L
VIII
Agro Industri
6
Bimo
L
VI
Ilmu Kedokteran
7
Rizal
L
VI
Kehumasan
8
Fatana
L
VIII
Ilmu Politik
9
Vini
L
VIII
Manajemen Komunikasi
10
Puti
P
VIII
Ilmu Keperawatan
HASIL DAN PEMBAHASAN Ada beragam alasan yang menyebabkan seorang mahasiswa dimarahi oleh dosennya, berikut ini alasan-alasan yang berhasil diungkapkan dari para informan:
JURNAL POLITIKOM INDONESIANA VOL. 2 NO. 1 JULI 2017
124
e – ISSN : 2528 - 2069 a. Terlambat datang kuliah Terlambat datang kuliah merupakan alasan yang menyebabkan mahasiswa paling sering dimarahi oleh dosen. Menurut pada informan ada tiga jenis reaksi dosen saat mahasiswa datang terlambat: Membolehkan mahasiswa masuk namun memarahinya atau menasehati berkepanjangan sebelum melanjutkan kuliahnya. Tidak marah berkepanjangan namun langsung melarang mahasiswa tersebut ikut perkuliahan. Kalimat-kalimat yang diucapkan dosenpun lebih sering tidak meledak atau terlihat emosi, namun mereka sama sekali tidak mentolerir keterlambatan. Dosen-dosen seperti ini adalah dosen yang sejak awal sudah menetapkan toleransi keterlambatan mahasiswa pada kontrak belajar yang mereka buat di awal perkuliahan. Terkadang, mahasiswa ketika menyadari bahwa mereka terlambat langsung memilih untuk tidak masuk kelas karena sudah tahu bahwa mereka pasti tidak diizinkan masuk. Kombinasi dari jenis marah pertama dan kedua. Jadi kadang mereka strik namun kadang mengizinkan masuk kadang tidak mengizinkan. Dari dua jenis marah dosen terhadap keterlambatan ini, para informan mengakui bahwa mereka lebih menyukai kategori kedua. Menurut mereka, tidak apa-apa dosen marah, memang sudah selayaknya, asalkan mereka boleh masuk dan mengisi daftar hadir, atau mengumpulkan tugas, dibandingkan dosen yang marahnya singkat atau tidak marah namun tidak mengizinkan mereka mengisi daftar hadir dan mengumpulkan tugas. Dari ketiga kategori tersebut, yang paling tidak disukai oleh mahasiswa adalah yang ketiga. Ini karena mahasiswa tidak bisa memprediksi reaksi dosen terhadap keterlambatan mereka. b. Mencontek dan Bekerja Sama saat Ujian Alasan kedua yang menyebabkan mahasiswa dimarahi dosen adalah mencontek dan bekerja sama saat ujian. Bila mahasiswa tidak melakukan perlawanan biasanya marahnya dosen hanya saat mengambil kertas contekan mahasiswa atau memperingatkan agar jangan bekerja sama. Dosen biasanya akan semakin marah jika mahasiswa mencari-cari alasan dan membela diri bahwa kertas contekan itu sebenarnya bukan contekan. Dosen juga akan marah berkepanjangan jika mahasiswa yang bekerja sama saat ujian tidak berhenti bekerja sama setelah ditegur sekali. c. Mengobrol saat Perkuliahan Berlangsung Alasan ketiga para informan ini dimarahi adalah mengobrol di kelas. biasanya dosen akan mengingatkan untuk tidak mengobrol. Jika beberapa saat kemudian mahasiswa mengobrol kembali, dosen-dosen akan berkata: “Silakan yang mau mengobrol keluar kelas saya” atau kalimat lain yang menyatakan bahwa mereka marah.
JURNAL POLITIKOM INDONESIANA VOL. 2 NO. 1 JULI 2017
125
e – ISSN : 2528 - 2069 d. SMS tidak Sopan Alasan keempat penyebab dimarahi dosen adalah SMS mahasiswa yang tidak sopan kepada dosen. SMS tidak sopan ini mayoritas adalah penggunaan kata yang kurang tepat. Misalnya seorang mahasiswa keperawatan dimarahi dosennya karena bertanya: “Pak Bono, apakah Anda akan masuk jam kuliah sekarang?”. Seorang informan lainnya dimarahi karena bunyi SMSnya: “Bu, saya hanya ingin mengingatkan bahwa kita ada janji bimbingan jam 11. Di lihat dari perspektif mahasiswa, mereka mengaku bingung mengapa mereka dimarahi karena hal yang menurut mereka sepele, hanya salah menggunakan kata saja, bukan masalah besar. Apalagi mereka sebenarnya mereka tidak bermaksud untuk kurang ajar. e. Tidak Bimbingan Skripsi dalam Waktu Lama Alasan kelima mahasiswa dimarahi adalah mereka yang sedang dalam proses bimbingan skripsi, tidak hadir dan tidak ada kabar dalam jangka waktu lama, lebih dari dua bulan. Para informan mengaku dimarahi karena dianggap tidak serius untuk menyelesaikan skripsi. Seorang informan mengaku dimarahi, dia tidak bimbingan selama empat bulan dan ketika datang membawa skripsi yang sudah jadi dia malah dimarahi. Menurut mahasiswa, di mana letak kesalahannya? Bukankah bimbingan itu tujuannya membuat skripsi. Jadi kalua skripsi bisa diselesaikan tanpa bimbingan, bukankah itu bukan masalah besar? f. Berbohong Alasan keenam mahasiswa dimarahi dosen adalah karena berbohong. Misalnya, salah satu informan ketahuan memalsukan surat keterangan dokter. Mahasiswa tidak menyangka bahwa surat keterangan sakit yang dia fotokopi warna dan diubah tanggalnya akan ketahuan oleh dosennya. g. Alasan Tidak Jelas Alasan ketujuh penyebab mahasiswa dimarahi yang paling membingungkan bagi mahasiswa adalah ada kalanya mereka dimarahi dengan alasan yang tidak jelas. Misalnya, seorang informan mengaku dimarahi karena tugasnya tidak sesuai standar, namun ketika ditanya tugas yang mana, dosennya tidak menjelaskan lebih jauh. Ada juga informan yang mengaku dia dan teman-teman satu kelasnya dimarahi tanpa sebab yang jelas. Menurut mahasiswa, mungkin dosen ini sedang punya masalah, sehingga dia melampiaskan kekesalannya pada mahasiswa. Ada juga mahasiswa yang dimarahi hanya karena saat setelah praktikum di laboratorium, mahasiswa ini ingin membersihkan sisa bahan-bahan praktikum, lalu ia bertanya pada dosennya: “Pak, kalau sapu di mana ya Pak?” Tanpa disangka, dosen tersebut marah dan berkata: “Memangnya saya tukang sapu, malah nanya sama saya. Cari sana sendiri!”. Sang mahasiswa bingung, di mana letak kesalahannya, karena niatnya baik, yakni ingin membersihkan laboratorium.
JURNAL POLITIKOM INDONESIANA VOL. 2 NO. 1 JULI 2017
126
e – ISSN : 2528 - 2069 h. Menggunakan peralatan praktikum tidak semestinya Alasan dimarahi dosen ini, dialami mahasiswa ilmu keperawatan. Saat praktikum mereka ingin mengabadikan kegiatan mereka, lalu mereka berfoto bersama jenazah dan tengkorak manusia yang sedang menjadi bahan praktikum. Dosen yang kemudian masuk ke ruangan laboratorium dan mendapati kegiatan foto-foto mereka ini lantas sangat marah dan menganggap para mahasiswa ini tidak sopan dan tidak beretika. Dosen ini lalu mengancam akan memberikan nilai C pada mereka. Para mahasiswa yang sangat ketakutan dan merasa bersalah lalu berkali-kali meminta maaf, dan sang dosen tidak jadi melaksanakan ancamannya. Gambar 1. Diagram Alasan Mahasiswa dimarahi Dosen
Terlambat Mencontek dan bekerja sama saat ujian Ngobrol di Kelas SMS tidak sopan Tidak bimbingan skripsi dalam jangka waktu lama Berbohong Alasan Tidak Jelas Menggunakan Alat praktikum tidak semestinya
Gambar 1. Diagram Alasan Mahasiswa dimarahi Dosen
Bentuk komunikasi dosen saat memarahi Bentuk komunikasi dosen saat marah terdiri dari bentuk verbal dan nonverbal yang keduanya berjalan seiringan. Kemarahan verbal ada dua jenis yakni kata-kata keras, misalnya: “kamu ini tidak tahu diri, memanggil saya pakai Anda.” Contoh kata-kata halus menusuk adalah: “Coba anda yang tadi mengobrol terus, gantian sini sama saya. Kamu saja yang jadi dosen”. Sebenarnya kalimat verbal akan terasa apakah keras atau tidak berdasarkan komunikasi nonverbal yang menyertainya. Bila intonasinya tinggi, maka kata-kata yang menyindir pun akan terdengar keras, apalagi jika diserta mimic wajah alis naik, dahi mengernyit, mata membesar dan wajah yang memerah. JURNAL POLITIKOM INDONESIANA VOL. 2 NO. 1 JULI 2017
127
e – ISSN : 2528 - 2069 Untuk gerakan tangan yang dilakukan dosen contohnya: menunjuk mahasiswa yang bersalah, mengisyaratkan mahasiswa yang terlambat datang agar keluar. Tidak satu pun di antara mahasiswa pernah mengalami kekerasan fisik saat dimarahi.
•Kata-kata keras •Kata-kata halus menusuk
NONVERBAL •Intonasi •Mimik wajah •Gerakan tangan
VERBAL
Gambar 2. Bentuk Komunikasi Dosen Saat Memarahi Mahasiswa
Perasaaan Mahasiswa Saat Dimarahi Mayoritas perasaan mahasiswa saat dimarahi, yang pertama adalah takut. Mereka yang merasa takut adalah yang menyadari bahwa mereka bersalah. Rasa takut lebih kepada konsekuensi yang muncul akibat kesalahan ini, misalnya selain dimarahi mungkin nilai mereka akan jelek, dosen akan bersikap negative seterusmya, atau dosen jadi tidak mau membimbing skripsi.
1. Takut
4. Biasa saja
Perasaan Saat Dimarahi
2. Kesal
3. Sedih Gambar 3. Perasaan Mahasiswa saat Dimarahi JURNAL POLITIKOM INDONESIANA VOL. 2 NO. 1 JULI 2017
128
e – ISSN : 2528 - 2069 Empat informan mengaku saat dimarahi mereka merasa kesal. Rasa kesal muncul karena dosen memarahi mereka dengan alasan yang tidak jelas atau memarahi mereka karena hal sepele yang sebenarnya tidak mereka maksudkan dengan sengaja. Perasaan sedih muncul apabila dosen yang memarahi mereka adalah dosen yang selama ini dekat dan dianggap baik oleh mahasiswa. Mereka mengaku sedih karena dosen inilah yang selama ini bisa diandalkan dan sangat mereka sukai. Setelah dimarahi ini mereka khawatir dosen tersebut tidak akan mau dekat lagi. Ada juga informan yang mengaku saat dimarahi merasa biasa saja. “ah, dosen kan emang kerjaannya marah. Lagi pula aku udah tahu bakal dimarahin” mereka yang mengaku merasa biasa saja saat dimarahi ini adalah mahasiswa yang pernah dimarahi lebih dari satu kali karena alasan yang sama terutama adalah karena terlambat. “Atuh gimana lagi Bu, saya tuh gak bisa bangun pagi. Jadi seringnya telat. Kalau dimarahin terus gak boleh masuk, ya udah saya ke kantin aja.” Reaksi Mahasiswa saat dimarahi Diam dan wajah menunduk dirasa sebagai respon yang paling aman terhadap amarah dosen. Mahasiswa mengaku, kalau mereka diam maka dosen tidak akan marah berkepanjangan. Reaksi diam ditunjukkan oleh mahasiswa untuk menunjukkan bahwa mereka mengaku salah. Reaksi berikut yang dilakukan mahasiswa agar amarah dosen mereda adalah mengiyakan semua amarah dosen dan mengangguk-angguk. Reaksi ini untuk menunjukkkan pada dosen bahwa mereka bukan hanya mengaku salah, namun akan melakukan berbagai saran dan masukan dari dosen untuk kebaikan yang akan datang. Reaksi ketiga adalah mencoba menjelaskan alasan atas kesalahan mereka. Mahasiswa melakukan ini untuk menunjukkan bahwa mereka tidak bersalah atau kalaupun memang salah namun alasannya sebenarnya dapat diterima. Namun mahasiswa mengaku, bila mereka berusaha menjelaskan, dosen malah semakin marah. Jadi biasanya mereka kemudian akan memilih diam meskipun tidak terima dimarahi.
JURNAL POLITIKOM INDONESIANA VOL. 2 NO. 1 JULI 2017
129
e – ISSN : 2528 - 2069
2. "Iya-iya"
Gambar 4. Reaksi Mahasiswa Saat Dimarahi
Tindakan Mahasiswa Sesudah Dimarahi Untuk mengurangi perasaan takut, kesal, dan sedih karena dimarahi dosen, biasanya mahasiswa menceritakan permasalahannya pada teman-teman. Menurut mereka teman yang paling asik untuk diceritakan adalah teman yang juga pernah dimarahi oleh dosen tersebut. Ini akan membuat mereka tidak merasa sendiri. Biasanya diantara mahasiswa yang pernah dimarahi oleh dosen yang bersangkutan akan saling menceritakan pengalaman, yang akan berakhir dengan mereka tertawa terbahak-bahak karena merasa sependeritaan. Namun, jika mereka menyadari bahwa dosen yang memarahi mereka adalah dosen yang jarang marah, mahasiswa memilih untuk menceritakannya pada teman yang bukan sekelas atau tidak mengenal dosen tersebut. Karena menceritakannya pada teman yang mengenal dosen tersebut sebagai dosen yang baik hati malah akan membuat mahasiswa ini merasa semakin bersalah.
1. Menceritakan pada teman 2. Menuliskan di media sosial 3. Menyimpannya sendiri 4. Menceritakan pada keluarga Gambar 5. Tindakan Mahasiswa Sesudah Dimarahi Tindakan berikutnya dilakukan mahasiswa yang mencoba mengurangi kekesalannya adalah dengan menuliskan unek-uneknya di media sosial. Kata-kata yang ditulis biasanya implisit, hanya dapat dipahami oleh dirinya dan teman-teman yang mengetahui kejadiannya. Misalnya: “aahh mungkin dia kurang hiburan di rumah”. “mungkin dia habis dimarahi istri”. Ada pula JURNAL POLITIKOM INDONESIANA VOL. 2 NO. 1 JULI 2017
130
e – ISSN : 2528 - 2069 mahasiswa yang menulis dengan ekstrim misalnya “Nanti lagi, doi gue kasih kopinya Jessica nih” menurut mahasiswa, pengungkapan ini hanya sarana pelepasan dan katarsis, tentu tidak ada maksud untuk melaksanakan dengan sungguh-sungguh. Biasanya kalau sudah menulis di media sosial, maka komentar teman mereka akan lucu-lucu. Sehingga bebannya akan berkurang. Dalam menuliskan status di media sosial, mahasiswa tidak akan mengungkapkan nama dosen, atau mereka menyebutnya dengan “no mention”. Menurut mahasiswa, resiko menulis nama dosen sungguh sangat besar. Meskipun dosennya tidak memilliki akun media sosial, namun dosendosen biasanya tahu konstelasi yang terjadi di media sosial. Biasanya informasi di media sosial di dapatkan dari dosen-dosen muda yang aktif di media sosial. Ada pula mahasiswa yang memilih untuk menyimpan pengalamannya dimarahi ini untuk dirinya sendiri saja. Ini diakui oleh mahasiswa yang menyadari bahwa mereka bersalah dan malu untuk menceritakannya pada teman, apalagi jika dosen yang memarahinya adalah dosen yang objektif dan hanya marah apabila mahasiswa benar-benar salah. Selain tindakan-tindakan di atas, hanya ada seorang mahasiswa yang menceritakan kejadian dimarahi dosen pada keluarganya. Mahasiswa enggan menceritakan pada keluarga karena biasanya keluarga, terutama ibu, malah akan merasa khawatir dan malah menjadi beban tersendiri bagi mahasiswa ini. Sebelum membahas lebih jauh, dari paparan hasil penelitian berikut ini peneliti gambarkan bagaimana pengelolaan emosi yang dilakukan mahasiswa ketika dimarahi dosen:
JURNAL POLITIKOM INDONESIANA VOL. 2 NO. 1 JULI 2017
131
e – ISSN : 2528 - 2069 Panggung depan
DOSEN MARAH
Mahasiswa Menyadari Kesalahan
Menerima Kemarahan Dosen Dan Menunjukkan Penyesalan
Mahasiswa Tidak Merasa Bersalah
Seolah –Olah Menerima Kemarahan Dosen Dan Menunjukkan Penyesalan
Mencoba Menjelaskan/ Membela Diri
Dosen Semakin Marah
Seolah –Olah Menerima Kemarahan Dosen Dan Menunjukkan Penyesalan
DOSEN TIDAK MARAH BERKEPANJANGAN
Panggung belakang MELAKUKAN TINDAKAN PELEPASAN EMOSI
Menceritakan Pada Teman
Menuliskan di Media Sosial
Kontemplasi/ Memikirkannya sendiri
Menceritakan pada Keluarga
Gambar 6. Pengelolaan Emosi Mahasiswa yang Dimarahi Dosen
JURNAL POLITIKOM INDONESIANA VOL. 2 NO. 1 JULI 2017
132
e – ISSN : 2528 - 2069 Dari uraian hasil penelitian dapat kita lihat bahwa mahasiswa mengaplikasikan regulasi emosi dalam dalam menghadapi kemarahan dosen. Pengelolaan emosi ini mereka lakukan untuk terutama adalah keberhasilam akademik. Apa yang dilakukan oleh mahasiswa dalam mengelola emosi menunjukkan bahwa mereka adalah makhluk kreatif, berkemauan bebas, dan memiliki beberapa sifat subyektif lainnya. Hubungan mahasiswa dan dosen dimaknai sebagai interaksi sadar yang sarat dengan muatan subyektif mereka, karena mereka juga masih memiliki sifat yang kreatif dan subyektif. Contohnya bahwa mereka kreatif dan subyektif adalah seperti diungkapkan Alina: “Tujuan saya kuliah adalah dapat nilai yang bagus, jadi supaya dosen tidak bertambah marah dan saya tetap bisa dapat nilai bagus, saya tidak berkeberatan mengaku salah dan menunduk mengiyakan, meskipun hati kecil saya kesal.” Dilihat dari perpektif interaksi simbolik perilaku mahasiswa saat dimarahi dosen ini merupakan proses yang memungkinkan mahasiswa tersebut membentuk dan mengatur perilaku mereka dengan mempertimbangkan ekspektasi dosen yang menjadi mitra interaksi mereka. Kalau menurutkan emosi mereka semata, tentu mereka juga ingin berontak, namun karena mereka memahami ekspektasi dosen terhadap mahasiswa, maka mereka berlaku sesuai ekspektasi dosen tersebut. Dalam membentuk tindakan, para mahasiswa ini melakukan dialog internal dalam menyusun konsep dan strategi untuk berhubungan dengan dunia di luar dirinya, dalam hal ini adalah dosen. Dengan demikian, mereka bukanlah makhluk yang beraksi atas pengaruh lingkungan luar, tetapi bertindak sesuai hasil interpretasi dalam dirinya. Sebagai hasil dari interaksi internal di atas maka akan menghasilkan tindakan. Sebelum bertindak mereka menentukan tujuan, memperkirakan situasi penyebab marahnya dosen, menggambarkan arah tingkah laku sesuai harapan dosen, baru kemudian bertindak sesuai ekspektasi dosen tersebut. Berkaitan dengan hal ini, Mead menyimpulkan bahwa manusia dipandang sebagai organisme aktif yang memiliki hak-hak terhadap obyek yang ia modifikasikan. Tindakan dipandang sebagai tingkah laku yang dibentuk oleh pelaku, sebagai ganti respon yang didapat dari dalam dirinya. Berikutnya, mahasiswa yang dimarahi dosen melakukan tindakan dramaturgi agar memenuhi ekspektasi dosen. Apa yang dilakukan oleh para mahasiswa ini sesuai dengan yang dikatakan Goffman, ketika mereka dimarahi, mereka ingin mengelola kesan yang diharapkan tumbuh pada dosen terhadapnya. Untuk itu, mereka melakukan pertunjukkan bagi sang dosen, sehingga arena kehidupan ini layaknya sebuah panggung sandiwara. Contoh dari dramaturgi ini adalah ketika mahasiswa dimarahi dosen, mereka mengangguk dan mengiyakan saja, padahal di panggung belakang, para mahasiswa ini kemudian mencurahkan di media social bahwa dia kesal, atau menceritakan kekesalannya pada teman-temannya.
JURNAL POLITIKOM INDONESIANA VOL. 2 NO. 1 JULI 2017
133
e – ISSN : 2528 - 2069 KESIMPULAN Ketika mahasiswa dimarahi dosen, sebenarnya dalam diri mereka ada emosi yang bergejolak. Namun, sebagai manusia yang telah menyadari keberasaan dirinya secara intersubjektif dan menyadari bahwa dosen memiliki ekspektasi terhadap dirinya, maka mahasiswa menahan dirinya dan berlaku sesuai ekspektasi tersebut. Adapun emosi yang tidak bisa disalurkan saat berhadapan dengan dosen, mereka salurkan ketika berada di antara teman-temannya atau bahkan mencurahkannya ke media sosial. Adapula mahasiswa yang meredakan emosinya dengan menyimpannya sendiri atau berkontemplasi. Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan menceritakannya pada keluarga. Dalam hal ini, kesepuluh informan penelitian ini menyadari bagaimana mereka seharusnya bertindak memenuhi ekspektasi dosen agar tujuan mereka secara akademik tercapai, namun mereka juga menyadari bahwa emosi yang mereka rasakan harus disalurkan. Mahasiswa paling sulit menerima jika dimarahi dosen karena sebab yang tidak jelas. Oleh karena itu, ada baiknya instansi membekali dosen dengan pemahaman bahwasanya dosen boleh saja memarahi atau lebih tepatnya menasehati mahasiswa sebagai bagian dari pendidikan dan penanaman nilai, namun hendaknya dengan alasan yang jelas. Tunjukkan pula pada mahasiswa bagaimana caranya untuk memperbaiki diri. Selain itu, ada baiknya institusi pendidikan mengaktifkan tim bimbingan dan konseling yang dapat menjadi wadah bagi mahasiswa menyalurkan unek-uneknya, karena bagaimana pun emosi dan unek-unek tersebut harus disalurkan. Kesulitan menetralisir emosi dikhawatirkan dapat membuat mahasiswa dapat melakukan tindakan ekstrim yang mungkin membahayakan orang lain maupun dirinya sendiri. DAFTAR PUSTAKA Anggraini, Deni Tri, Irwan Nuryana Kurniawan, 2012, Self-compassion and Satisfaction with Life: A Preliminary Study on Indonesian College Students, DOI: 10.7763/IPEDR. 2012. V53. 23, diakses 28 Mei 2016 melalui http://www.ipedr.com/vol53/023-BCPS2012C10023.pdf Cahyono, Rudi, 2011, Dinamika Emosi dan Pengalaman Spiritual Beragama, INSAN Vol. 13 No. 01 April 2011 diakses 28 Mei 2016 melalui http://journal.unair.ac.id/filerPDF/artikel%204-13-1.pdf Creswell, John W.. 1998. Qualitative inquiry and Research Design Choosing Among Five Tradition. California : Sage Publication Miller, Katherine, 2002, Communication Theories; Perspective, Processes, and Context, Boston : McGraw-Hill, hal 49 Moleong, Lexy J., 1993. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya Mulyana, Deddy, 2001, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya Republika, 3 Mei 2016, diakses 28 Mei 2016 melalui http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/daerah/16/05/03/o6ldly361-ini-pengakuanmahasiswa-umsu-yang-bunuh-dosennya-sendiri JURNAL POLITIKOM INDONESIANA VOL. 2 NO. 1 JULI 2017
134