Keterlibatan Perusahaan Dalam Pemberdayaan Perempuan Dalam Konteks Tanggung Jawab Sosial
KETERLIBATAN PERUSAHAAN DALAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DALAM KONTEKS TANGGUNG JAWAB SOSIAL Elisabeth Supriharyanti Lydia Ari Widyarini Staf Pengajar Fakultas Bisnis Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya
[email protected] Abstraksi Tanggung jawab social (Corporate Social Responsibility) yang selanjutnya disingkat CSR mulai diperhatikan dan dipertimbangkan oleh perusahaan karena hal tersebut dianggap dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan. Berbagai pendekatan CSR yang terentang mulai dari motif amal hingga pemberdayaan. Salah satu program pemberdayaan yang perlu mendapat perhatian serius adalah program pemberdayaan perempuan . Penelitian ini bertujuan mengetahui tingkat keterlibatan perusahaan dalam program Pemberdayaan Perempuan. Berdasarkan analisis deskriptif, dapat disimpulkan bahwa keterlibatan perusahaan dalam pemberdayaan masih dalam taraf sedang (rata-rata = 2,9082 ). Pemberdayaan perempuan yang dilakukan perusahaan cenderung masih pada kriteria economic responsibilities (4,5192) dan legal responsibilities (4,2736). Sedangkan phillantrophy responsibility merupakan kegiatan tanggung jawab social yang paling tidak diminati (2,9283) karena bersifat kerelaan. Bentuk keterlibatan perusahaan pada pemberdayaan perempuan lebih pada bentuk sumbangan, sedangkan model pengelolaannya keterlibatan langsung. Tidak terdapat hubungan antara karakteristik pasar perusahaan dengan keterlibatan perusahaan dalam pemberdayaan perempuan. 150
Faculty of Business – Widya Mandala Catholic University Surabaya
The 4rd National Conference Towards a New Indonesia Business Architecture - No Business as Usual: Responses to Civilization & Climate Change
Keywords: Corporate Empowerment Program
Social
Responsibility,
Woman
PENDAHULUAN Tanggung jawab sosial perusahaan ( corporate social responsibility) disingkat CSR dimaksudkan untuk mendorong dunia agar lebih etis dalam menjalankan aktivitas bisnisnya sehingga tidak berdampak buruk pada masyarakat dan lingkungan. CSR ini muncul sebagai akibat adanya industrialisasi, yang dampak negatifnya tidak dapat ditolerir oleh masyarakat. Seiring dengan pesatnya perkembangan sektor dunia usaha sebagai akibat liberalisasi ekonomi, berbagai kalangan swasta, organisasi masyarakat dan dunia pendidikan berupaya merumuskan dan mempromosikan tanggung jawab sosial sektor usaha dalam hubungannya dengan masyarakat dan lingkungan. Peraturan terbaru yang mengatur tanggung jawab sosial yang dilakukan perusahaan di Indonesia tertuang dalam UU Nomor 40 Tahun 2007 Pasal 74. Budaya patriarki telah menyebabkan ketidakadilan gender. Ketidakadilan tersebut termanifestasi dalam marginalisasi, subordinasi, stereotipe, kekerasan dan beban kerja yang tidak sesuai serta sosialisasi peran gender. Berkaitan dengan itu program pemberdayaan perempuan saat ini perlu mendapat perhatian yang serius. Berdasarkan laporan UNDP (www.BKKBN.go.id) , Gender Related Development Index-GDI menunjukkan ketidaksetaraan pembangunan, kesehatan dan ekonomi antara laki-laki dan perempuan. Sedangkan menurut data BPS 1999-2000, 54 persen perempuan Indonesia hanya lulusan SD ke bawah, 19% lulusan SLTP dan 27% lulusan SLTA. Kondisi tersebut menunjukkan posisi perempuan demikian memprihatinkan.
Faculty of Business – Widya Mandala Catholic University Surabaya
151
Keterlibatan Perusahaan Dalam Pemberdayaan Perempuan Dalam Konteks Tanggung Jawab Sosial
Berdasarkan berbagai motivasi perusahaan untuk melakukan CSR di Indonesia penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keterlibatan perusahaan dalam pemberdayaan perempuan dalam konteks tanggung jawab sosial, bentuk keterlibatan perusahaan dalam pemberdayaan perempuan serta mengetahui hubungan karakteristik konsumen perusahaan dengan keterlibatan perusahaan dalam pemberdayaan perempuan. TINJAUANKEPUSTAKAAN 1. Pengertian Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dibentuk untuk menghasilkan barang atau jasa yang diperlukan masyarakat. Tujuan tersebut menjadi suatu tanggung jawab yang penting bagi perusahaan (Cannon, 1995). Bisnis hanya akan memberikan sumbangan kepada masyarakat apabila dijalankan dengan efisien, menguntungkan dan bertanggung jawab secara sosial. Tanggung jawab social perusahaan atau corporate social responsibilitity yang kemudian disingkat CSR didefinisikan oleh Making Good Business Sense sebagai “Continuing commitment by business to behave ethically and contribute to economic while improving the quality of life of the workforce and their families as well as the local community and society at large (Wibisono, 2007) . Hal yang paling dasar adalah tanggung jawab ekonomi, dimana perusahaan diharapkan mampu menghasilkan profitabilitas yang baik, kemudian beranjak pada tingkat selanjutnya yaitu tanggung jawab legal perusahaan yang berhubungan dengan hukum yang berlaku dimana perusahaan tersebut berada. Tingkat yang ketiga adalah tanggung jawab etis dimana perusahaan diharapkan dapat menerapkan norma-norma etis yang berlaku dalam lingkungan perusahaan sendiri dan yang terakhir adalah tanggung jawab philanthropic, dimana perusahaan diharapkan menerapkan bagaimana kontribusi perusahaan 152
Faculty of Business – Widya Mandala Catholic University Surabaya
The 4rd National Conference Towards a New Indonesia Business Architecture - No Business as Usual: Responses to Civilization & Climate Change
bagimasyarakat, dalam hal ini berhubungan dekat dengan Corporate Citizenzhip. 2. Triple Bottom Line Istilah Triple Bottom Line dipopulerkan oleh Elkington (1997) dalam Wibisono (2009)yang memberikan pandangan bahwa perusahaan yang ingin berkelanjutan, haruslah memperhatikan “3P”, selain mengejar profit, perusahaan juga mesti memperhatikan dan terlibat pada pemenuhan kesejahteraan masyarakat dan turut berkontribusi aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan. a. Profit ( Keuntungan) Profit merupakan unsur terpenting dan menjadi tujuan utama dari setiap kegiatan usaha. Fokus utam dari seluruh kegiatan dalam perusahaan adalah mengejar profit atau mendongkrak harga saham setinggi-tingginya, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Profit sendiri pada hakekatnya merupakan tambahan pendapatan yang dapat digunakan untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan. b. People (masyarakat) Masyarakat sekitar perusahaan merupakan salah satu stakeholder penting bagi perusahaan. Untuk memperkokoh komitmen dalam tanggung jawab sosial ini perusahaan memang perlu memiliki pandangan bahwa CSR adalah investasi masa depan. Artinya, CSR bukan lagi dilihat sebagai sentra biaya, melainkan sentra laba di masa mendatang. Melalui hubungan yang harmonis dan citra yang baik, timbal baliknya masyarakat juga akan ikut menjaga eksistensi perusahaan. c. Planet (lingkungan) Unsur ketiga yang harus diperhatikan adalah planet atau lingkungan. Lingkungan adalah suatu yang terkait dengan seluruh Faculty of Business – Widya Mandala Catholic University Surabaya
153
Keterlibatan Perusahaan Dalam Pemberdayaan Perempuan Dalam Konteks Tanggung Jawab Sosial
bidang kehidupan kita. Air, udara dan seluruh peralatan yang kita gunakan semuanya berasal dari lingkungan. Hubungan manusia dengan lingkungan adalah hubungan sebab akibat. Jika manusia merawat lingkungan, maka lingkungan pun akan memberikan manfaat kepada manusia. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada berbagai perusahaan manufaktur dan jasa di Indonesia. Hal itu didasarkan pertimbangan untuk meningkatkan validitas eksternal dari penemuan penelitian. Perusahaan tersebut terdaftar dalam Direktori Perusahaan, Statistik Industri Besar dan Sedang tahun 2006 terbitan Badan Pusat Statistik . PEMBAHASAN 1. Karakteristik Responden Berdasarkan jenis perusahaan seperti yang terlihat pada Gambar 4.2, responden berasal dari perusahaan manufaktur berjumlah 31 dari 53 responden (53,4%), 31% dari perusahaan jasa dan 15,6 % tidak menyebutkan jenis perusahaannya. Dengan demikian praktik tanggung jawab sosial bukan hanya dilakukan perusahaan manufaktur tetapi juga perusahaan jasa yang produknya bersifat intangible. Sedangkan berdasarkan karakteristik perusahaan yang didasarkan pada kecenderungan konsumen yang dimiliki perusahaan mayoritas perusahaan yang menjadi responden cenderung memiliki konsumen perempuan (53%). Sedangkan perusahaan yang memiliki konsumen non perempuan (mayoritas konsumen laki-laki) berjumlah 28%. Artinya, secara umum perusahaan bersentuhan dengan konsumen perempuan. Menurut penelitian Abidin (2002) salah satu motivasi perusahaan yang melakukan tanggung jawab sosial adalah promosi. Dalam konteks 154
Faculty of Business – Widya Mandala Catholic University Surabaya
The 4rd National Conference Towards a New Indonesia Business Architecture - No Business as Usual: Responses to Civilization & Climate Change
penelitian ini, perusahaan memiliki kepentingan promosi kepada perempuan. a. Keterlibatan Perusahaan dalam Pemberdayaan Perempuan Perusahaan memiliki berbagai peranan dalam masyarakat, termasuk salah satunya tugas pemeliharaan untuk memelihara stabilitas dan kelangsungan hidup. Sebagai bagian dari masyarakat yang masih termarjinalkan, perempuan perlu mendapat perhatian dari berbagai pihak termasuk perusahaan. Hasil penelitian ini menjelaskan keterlibatan perusahaan dalam pemberdayaan perempuan. Berdasarkan data survey yang sudah diolah, rata-rata keterlibatan perusahaan dalam pemberdayaan perempuan masih dalam tingkat sedang. Berdasarkan data dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa 73,58% keterlibatan perusahaan dalam pemberdayaan perempuan termasuk dalam kategori sedang , 15,09 % dalam kategori rendah dan 1,89 dalam kategori tinggi. Mayoritas perusahaan memiliki keterlibatan dengan tingkat sedang terhadap pemberdayaan perempuan. Berdasarkan pertanyaan terbuka dapat disimpulkan bahwa perusahaan cukup memperhatikan isu pemberdayaan perempuan tetapi masih secara internal dan pada level staf. Terbukti pada level pimpinan perusahaan juga diduduki oleh kaum perempuan. Hal itu disebabkan perempuan yang bekerja di perusahaan pada level staf memiliki pendidikan yang cukup tinggi. Semakin tinggi pendidikan di tingkat partisipasi perempuan semakin rendah. Menurut Harsosumarto (2001) tingkat pendidikan akan berkorelasi dan berbanding lurus dengan kondisi tingkat perekonomian dan kesejahteraannnya karena dengan tingkat pendidikan rendah, kesempatan memperoleh kesempatan,
Faculty of Business – Widya Mandala Catholic University Surabaya
155
Keterlibatan Perusahaan Dalam Pemberdayaan Perempuan Dalam Konteks Tanggung Jawab Sosial
menduduki jabatan-jabatan strategis baik di perusahaan, pemerintahan maupun parlemen juga rendah. Bachtiar (2006) juga menyebutkan beberapa alasan perusahaan memberi tempat bagi perempuan di jajaran pengambilan keputusan. Pertama, jajaran direksi dan eksekutif harus dipilih dari kumpulan orang terbaik tanpa memperhatikan gender. Kedua adalah alasan pasar karena perempuan adalah pangsa pasar yang menguntungkan. Studi oleh Adler (2001) dan Catalyst (2004) yang dikutip oleh Bachtiar (2006) menunjukkan kedua alasan tersebut mendukung adanya korelasi antara keragaman jender pada jajaran eksekutif dan kinerja finansial di 353 dari 500 perusahaan terbaik di Amerika Serikat. Ketiga, relasi dengan perusahaan. Perempuan yang menjadi petinggi perusahaan memberi kesan khusus ke karywati jika di perusahaan tersebut tidak ada atap kaca (glass ceiling1). Dengan demikian perusahaan tampak tidak melakukan diskriminasi. Walaupun promosi dan kenaikan pangkat di banyak perusahaan bahkan di negara maju sekalipun, masih dipengaruhi aspek jender. Menurut Wibisono (2007) berdasarkan program CSR yang disarikan dari beberapa perusahaan, isu pemberdayaan perempuan bukan merupakan isu yang berdiri sendiri namun termasuk dalam bidang sosial bersamaan dengan isu kepemudaan atau generasi muda. Begitu juga dengan penelitian Saidi (2003) dalam Suharto (2006), isu pemberdayaan perempuan dalam kegiatan CSR juga belum tertuang secara eksplisit, namun termasuk dalam pelayanan sosial. Berdasarkan temuan penelitian tersebut pelayanan sosial termasuk kegiatan CSR yang paling banyak dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yakni sebesar 34%. Bahkan dalam skala yang lebih luas, berdasarkan survey di tujuh Gejala atap kaca (Glass ceiling phenomenon) pmengacu adanya hambatan transparan, seperti kaca, di mana perempuan hanya bias melihat ke atas bahwa di sana ada posisi bergengsi tetapi tidak dapat ditembus. Istilah ini ditelurkan pertama kali dalam Wall Street Journal tahun 1986. (Bachtiatr, 2006)
1
156
Faculty of Business – Widya Mandala Catholic University Surabaya
The 4rd National Conference Towards a New Indonesia Business Architecture - No Business as Usual: Responses to Civilization & Climate Change
negara di Asia (Abidin, 2002), isu pemberdayaan perempuan juga bukan termasuk isu yang perlu ditangani secara khusus. Hal tersebut dimungkinkan perempuan adalah pelaku atau subyek, bukan obyek aktivitas seperti bidang sosial, lingkungan, dan lainlain. Dengan demikian perempuan dapat dimasukkan sebagai subyek atau pelaku dalam aktivitas-aktivitas lain seperti pelatihan UKM perempuan, pelatihan pengelolaan sampah (lingkungan) ibu rumah tangga seperti yang dilakukan oleh PT Unilever Indonesia, Tbk. Analisis annual report yang dilakukan pada 50 perusahaan go public juga menyimpulkan bahwa pemberdayaan perempuan bukan menjadi prioritas dalam kegiatan CSR. b. Pemberdayaan Perempuan dalam Konteks Tanggung Jawab Sosial Carrol & Buchholtz (2003) membagi tanggung jawab sosial dalam 4 tanggung jawab bisnis yaitu Economic responsibilities, Legal responsibilities Ethical responsibilities dan Discretionary responsibilities philantropy. Tabel 1 Deskripsi Pemberdayaan Perempuan dalam Konteks Tanggung Jawab Sosial Statistics N Mean Range Minimum Maximum
Valid Missing
economic 52 1 4.5192 3.00 2.00 5.00
legal 53 0 4.2736 2.00 3.00 5.00
ethical 53 0 3.8962 3.00 2.00 5.00
philantrophy 53 0 2.9283 4.00 1.00 5.00
Berdasarkan hasil analisis data dan disarikan dalam Tabel 1 dapat dilihat nilai rata-rata kegiatan tanggung jawab sosial
Faculty of Business – Widya Mandala Catholic University Surabaya
157
Keterlibatan Perusahaan Dalam Pemberdayaan Perempuan Dalam Konteks Tanggung Jawab Sosial
perusahaan dalam pemberdayaan perempuan pada masing-masing kategori. Rata-rata tertinggi ditunjukkan oleh kegiatan economic responsibilities sebesar 4,5192, disusul dengan kegiatan legal responsibilities sebsar 4,2736, ethical responsibilities sebesar 3,8962 dan yang terendah philantrophy sebesar 2,9283. Sesuai dengan tujuan perusahaan di awal bahwa perusahaan berusaha mendapatkan keuantungan untuk menunjukkan tanggung jawab terhadap pemegang saham atau investor. Dengan demikian sangat wajar jika economic responsibilities memiliki nilai rata-rata yang paling tinggi. Dalam konteks pemberdayaan perempuan, perusahaan berusaha memuaskan konsumen tanpa membedakan gender. Dengan demikian konsumen akan puas dan mendatangkan keuntungan bagi perusahaan. Temuan tersebut diperkuat data dalam lampiran 4. Lampiran 4 yang menampilkan sebaran data variabel economic responsibilities. Perusahaan yang melakukan economic responsibilities dengan baik (nilai =4 - 5) berjumlah 42 perusahaan (79%). Tanggung jawab perusahaan untuk legal responsibilities juga menunjukkan angka yang cukup tinggi. Hal tersebut disebabkan terdapat beberapa aturan hukum yang mengharuskan perusahaan melakukan pemberdayaan terhadap perempuan. Konvenan internasional yang telah ditandatangani pada tahun 1996 tentang hak ekonomi, sosial dan budaya melarang diskriminasi yang berbasis gender. Hak-hak perempuan dalam CEDAW didasarkan atas tiga prinsip, yakni kesetaraan, non diskriminasi dan kewajiban negara. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang gender tertuang dalam pasal 27 UUD 1945 dan Bab 29 lampiran Perpres RI no 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka menengah Nasional Tahun 2004-2009. Selain itu juga UU Nomor 7 Tahun 1984 tentang pengesahan CEDAW, Instruksi Pressiden RI No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender. Disamping itu juga ada UU tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga. Peraturan158
Faculty of Business – Widya Mandala Catholic University Surabaya
The 4rd National Conference Towards a New Indonesia Business Architecture - No Business as Usual: Responses to Civilization & Climate Change
peraturan itulah yang mengharuskan perusahaan melakukkan pemberdayaan perempuan. Tanggung jawab kerelaan (philantrophy) memiliki nilai ratarata yang paling rendah . Aktivitas yang termasuk dalam tanggung jawab ini bersifat kerelaan, artinya perusahaan tidak diwajibkan untuk memenuhi tanggung jawab ini, misalnya kegiatan menyumbang, memberi pelatihan ke masyarakat sekitar perusahaan, dan lain-lain. Hal tersebut sesuai dengan analisis sebaran data yang menunjukkan bahwa perusahaan yang melakukan kegiatan tanggung jawab sosial dalam kriteria ini dengan baik hanya berjumlah 9 perusahaan (17%). Berdasarkan hasil wawancara, perusahaan merasa bahwa aktivitas tersebut merupakan kewajiban negara. Melalui pembayaran pajak, secara tidak langsung perusahaan sudah memberi kontribusi dalam pengembangan masyarakat. c. Bentuk Keterlibatan Perusahaan dalam Pemberdayaan Perempuan Kegiatan CSR yang dilakukan oleh perusahaan selain dalam berbagai bidang juga dalam berbagai bentuk kegiatan. Mengacu pada penelitian sebelumnya, peneliti memberikan pilihan bentuk kegiatan pemberdayaan perempuan dalam enam pilihan kegiatan , yakni sumbangan, pemberian beasiswa,pelatihan, pembangunan fasilitas fisik, bantuan kesehatan dan bantuan modal. Berdasarkan Gambar 1 bentuk keterlibatan yang paling banyak dipilih adalah pemberian sumbangan atau sering disebut dengan kegiatan CSR yang bersifat karitatif. Temuan tersebut senada dengan pendapat Harahap (2006). Penulis tersebut menyatakan bahwa program yang dilakukan perusahaan dalam melakukan tanggung jawab sosial biasanya bersifat charity seperti memberi sumbangan, santunan, sembako. Dengan konsep charity, Faculty of Business – Widya Mandala Catholic University Surabaya
159
Keterlibatan Perusahaan Dalam Pemberdayaan Perempuan Dalam Konteks Tanggung Jawab Sosial
kapasitas dan akses masyarakat tidak beranjak dari kondisi semula tetap marginal. Suharto (2005) juga mengemukakan bahwa tahapan dalam melakukan kegiatan CSR diawali dengan kegiatan yang bersifat karitatif, selanjutnya bersifat filantropis dan yang terakhir kewarganegaraan. Kegiatan yang bersifat karitatif dimotivasi oleh agama atau tradisi dan pengelolaannya bersifat jangka pendek atau hanya mengatasi permasalahan sesaat. Namun setidaknya kegiatan tersebut merupakan tahapan awal dari kegiatan CSR yang berlanjut ke arah corporate citizenship yang bersifat jangka panjang. Bantuan kesehatan menempati urutan kedua, karena memang bantuan kesehatan untuk karyawan perempuan diatur dengan peraturan tenaga kerja, yaitu lewat Jamsostek atau Askes. Artinya, bantuan ini hanya ditujukan untuk perempuan internal perusahaan belum untuk bantuan kesehatan eksternal. Begitu juga untuk beasiswa juga masih ditujukan untuk karyawan perusahaan. Pemberian modal juga menjadi pilihan beberapa perusahaan seperti Perum Pegadaian memberikan kredit usaha rumah tangga (KRISTA) bagi ibu-ibu rumah tangga yang memiliki usaha dan tanpa jaminan. Hal tersebut dimungkinkan karena Perum Pegadaian termasuk dalam perusahaan yang dimiliki negara, sehingga sesuai program pemerintah bahwa lembaga keuangan diharpkan membantu kredit usaha kecil termasuk usaha dalam skala rumah tangga. Menurut Saidi dan Abidin ( 2004) terdapat 4 model pengelolaan kegiatan CSR yakni keterlibatan langsung, partner, yayasan atau konsorsium. Temuan penelitian tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan yang menjadi responden memilih bermitra dengan lembaga sosial (51,6%) atau keterlibatan langsung (40,5%).
160
Faculty of Business – Widya Mandala Catholic University Surabaya
The 4rd National Conference Towards a New Indonesia Business Architecture - No Business as Usual: Responses to Civilization & Climate Change
Gambar 1 Bentuk Keterlibatan Perusahaan dalam Pemberdayaan Perempuan beasiswa pembangunan kesehatan modal pelatihan sumbangan 0
2
4
6
8
10
Sumber: Data diolah
Sedikit berbeda dengan temuan penelitian ini , hasil penelitian menunjukkan bahwa keterlibatan langsung paling banyak dipilih dalam pengelolaan CSR. Jika melihat bentuk keterlibatan , terdapat hubungan yang jelas antara bentuk keterlibatan dan model hubungan. Bentuk keterlibatan yang banyak dipilih perusahaan dengan memberikan sumbangan yang bersifat jangka pendek. Dengan demikian sangat wajar apabila model pengelolaan yang digunakan perusahaan adalah keterlibatan langsung karena sifat kegiatannya insidentil. Apabila perusahaan bekerja sama atau berpartner dengan lembaga sosial (Lembaga Swadaya Masyarakat), kegiatan cenderung jangka panjang. Begitu juga apabila perusahaan membentuk Yayasan. Selain membutuhkan sumber daya manusia khusus yang mengelola kegiatan tersebut, alokasi dana yang dibutuhkan juga lebih besar. Sesuai dengan tahapan kegiatan CSR yang masih
Faculty of Business – Widya Mandala Catholic University Surabaya
161
Keterlibatan Perusahaan Dalam Pemberdayaan Perempuan Dalam Konteks Tanggung Jawab Sosial
dalam tahap karitatif, maka pengelolaannya pun keterlibatan langsung. Sedangkan pada urutan kedua perusahaan menggunakan model pengelolaan partner dengan lembaga sosial dan yayasan. Beberapa perusahaan besar memang memiliki yayasan yang khusus melaksanakan kegiatan CSR, seperti PT HM Sampoerna, PT Semen Gresik, PT Unilever Indonesia, Tbk dan lain-lain. Model pengelolaan konsorsium sedikit digunakan, mengingat kegiatan CSR masih sangat muda di Indoensia sehingga belum terbentuk asoiasi atau lembaga yang didirikan bersama untuk melakukan kegiatan sosial . Jika perusahaan ingin melakukan kegiatan sosial , kegiatan masih dikelola perusahaan sendiri. d. Perbedaan Keterlibatan Perusahaan Dalam Pemberdayaan Perempuan Analisis ini digunakan untuk menguji hipotesis yang menyebutkan adanya hubungan antara karakteristik pasar dengan keterlibatan perusahaan dalam pemberdayaan perempuan . Karakteristik pasar dicerminkan dengan mayoritas jenis kelamin konsumen yang membeli produk perusahaan. Dugaan peneliti didasarkan atas temuan Abidin ( 2002) yang menyebutkan bahwa salah satu motivasi perusahaan dalam melakukan kegiatan CSR adalah promosi. Perusahaan yang kecenderungan memiliki konsumen perempuan tentunya memiliki kepentingan terhadap perempuan. Motivasi tersebut dapat ditunjukkan dengan kegiatan CSR yang memiliki sasaran perempuan.
162
Faculty of Business – Widya Mandala Catholic University Surabaya
The 4rd National Conference Towards a New Indonesia Business Architecture - No Business as Usual: Responses to Civilization & Climate Change
Tabel 2 Hasil Uji Beda Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F keterlibatan Equal variances assumed Equal variances not assumed
Sig. .566
.457
t-test for Equality of Means
t
Mean Std. Error Sig. (2-tailed) Difference Difference
df
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper
-1.152
33
.258
-.09938
.08628
-.27492
.07616
-1.102
19.890
.284
-.09938
.09018
-.28756
.08881
Sumber: data diolah
Berdasarkan analisis uji beda pada Tabel 2 terlihat bahwa F hitung untuk variabel keterlibatan adalah 0,566 dengan probabilitas 0,457. Karena probabilitas >0,05 maka kedua varians populasi adalah identik. Sedangkan t hitung memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,254 (> 0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan antara perusahaan yang cenderung memilki konsumen perempuan dan perusahaan yang cenderung memiliki konsumen umum dalam hal keterlibatan perusahaan terhadap pemberdayaan perempuan. Bahkan nilai rata-rata keterlibatan perusahaan yang cenderung memiliki konsumen perempuan lebih sedikit dengan perusahaan yang cenderung memiliki konsumen umum. Terdapat beberapa hal yang menjadi alasan. Pertama, isu pemberdayaan bukan topik atu isu yang banyak diperhatikan oleh perusahaan, mengingat perusahaan terdiri dari karyawan yang sudah terdidik sehingga gender bukan hal yang dipertimbangkan dalam segala keputusan, termasuk keputusan promosi atau pemberian kompensasi. Sesuai Faculty of Business – Widya Mandala Catholic University Surabaya
163
Keterlibatan Perusahaan Dalam Pemberdayaan Perempuan Dalam Konteks Tanggung Jawab Sosial
dengan temuan penelitian di atas bahwa perusahaan melakukan pemberdayaan perempuan memang karena kepentingan ekonomis dan menaati aturan hukum. Kedua, masih sedikitnya perusahaan yang benar-benar hanya memiliki konsumen perempuan. Dalam kuesioner peneliti memberi pilihan jenis konsumen dan responden banyak yang memberi jawaban kedua jenis kelamin. Jika peneliti hanya memasukkan perusahaan yang memiliki konsumen perempuan saja, jumlah responden sangat sedikit. Sedangkan walaupun perusahaan juga hanya memiliki sedikit konsumen perempuan tetap memiliki kepentingan terhadap perempuan. Peningkatan emansipasi perempuan dapat juga menjadi alasan temuan penelitian tersebut. Perempuan yang semula hanya berkepentingan dengan ranah domestik seperti urusan rumah tangga bergeser ke arah publik yang semula hanya menjadi urusan laki-laki. Misalnya: konsumen toko bangunan yang semula hanya dikonsumsi laki-laki bergeser perempuan juga mulai ikut membeli bahan bangunan. Selain itu juga adanya istilah metroseksual, yakni laki-laki muda yang punya uang, hidup di tengah metropolis, dekat dengan salon, pusat kebugaran dan sebagainya (Kompas, 2003). Hal tersebut mengakibatkan bergesernya konsumen produk. Misalnya, konsumen produk kosmetik yang semula hanya pada menjadi konsumsi perempuan bergeser dikonsumsi oleh laki-laki. SIMPULAN&IMPLIKASI Dari keseluruhan analisis dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1. Keterlibatan perusahaan di Indonesia dalam pemberdayaan perempuan dalam tingkat sedang. Hal tersebut dikarenakan pemberdayaan perempuan yang dilakukan perusahaan masih dalam lingkup internal. 2. Kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan dalam bidang pemberdayaan perempuan cenderung pada criteria economic 164
Faculty of Business – Widya Mandala Catholic University Surabaya
The 4rd National Conference Towards a New Indonesia Business Architecture - No Business as Usual: Responses to Civilization & Climate Change
responsibilities dan legal responsibilities. Sedangkan phillantrophy responsibility merupakan kegiatan tanggung jawab social yang paling tidak diminati karena bersifat kerelaan. 3. Bentuk keterlibatan perusahaan pada pemberdayaan perempuan lebih pada bentuk sumbangan, sedangkan model pengelolaannya keterlibatan langsung. 4. Tidak terdapat hubungan antara karakteristik pasar perusahaan dengan keterlibatan perusahaan dalam pemberdayaan perempuan . Berdasarkan simpulan dan keterbatasan penelitian tersebut hasil penelitian ini membawa beberapa implikasi baik bagi penentu kebijakan perusahaan atau akademisi yang akan melakukan penelitian lanjutan: 1. Salah satu isu yang dapat digunakan dalam aktivitas tanggung jawab sosial adalah pemberdayaan perempuan. Aktivitas ini belum banyak digarap oleh perusahaan, padahal perempuan dalam setiap kelas masyarakat merupakan kelompok yang paling tertindas, khususnya untuk kelompok perempuan masyarakat miskin. 2. Bentuk kegiatan yang dapat digunakan dalam melakukan kegiatan tanggung jawab social sebaiknya yang mengarah pada tujuan jangka panjang, bukan memecahkan masalah sesaat. Begitu juga model pengelolaan dapat bekerjasama dengan lembaga lain seperti lembaga sosial dan perguruan tinggi yang cukup profesional menangani pemberdayaan masyarakat. DAFTAR KEPUSTAKAAN Abidin, (2002), Praktek Kedermawanan Sosial Perusahaan, PIRAC Hair, J.E., Anderson, R.E., Tatham, R.L.& Black, W.C., (1998), Multivariate Data Analysis, Fifth Edition, Prentice Hall International Inc.
Faculty of Business – Widya Mandala Catholic University Surabaya
165
Keterlibatan Perusahaan Dalam Pemberdayaan Perempuan Dalam Konteks Tanggung Jawab Sosial
Harahap, Oky, (2006), Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, Pikiran Rakyat, 24 Maret. ______________________ (2000), Measuring Corporate Citizenship in Two Countries: The Case of the United States and France, Journal of Business Ethics, Vol. 23, pp. 283-297 Nursahid, Fajar. 2006. Praktik Kedermawanan Sosial BUMN: Analisis terhadap Model Kedermawanan PT Krakatau Steel, PT Pertamina dan PT. Telekomunikasi Indonesia, Galang, Jurnal Filantropi dan Masyarakat Madani, Volume 1, No.2, Januari 2006, Hal. 5-21 Patrianila, Nara, (2007), Mengapa Perempuan, Potret, Pusat Pemberdayaan Masyarakat Unika. Atma Jaya Jakarta. Sekaran, U. 1992. Research Methods for Business: A Skill-Building Approach, Second Edition. John Wiley & Sons, Inc. Suharto, (2002), Pekerjaan Sosial Industri, CSR dan Community Development Suprapto, Siti A., (2006), Pola Tanggung Jawab Sosial Lokal di Jakarta. Galang, Jurnal Filantropi dan Masyarakat Madani, Volume 1, No.2, Januari, Hal. 36-61 Suprihayanti, Elisabeth & Susanto, Hendro dan (2006), Studi Eksplorasi dan Pengukuran Corporate Citizenship sebagai Upaya Peningkatan Kinerja Perusahaan, Surabaya Susilowati, E., (1999), Pengaruh Tanggung Jawab Sosial Perusahaan terhadap Kinerja Keuangan, Thesis S2 Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta. Wibisono, Yusuf, (2007), Membedah Konsep dan Aplikasi CSR, Fastsho Publishing. Surabaya Kompas, 1 September 2006, CSR Bukan Sekadar Promosi
166
Faculty of Business – Widya Mandala Catholic University Surabaya