KETERIKATAN INTERPERSONAL, TRAIT KEPRIBADIAN, DAN PEMAAFAN: SEBUAH KAJIAN TEORITIK H. Fuad Nashori* Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia ABSTRACT This article intends to explain the dynamics of individual forgiveness. The dynamics of forgiveness involves interpersonal attachment and personality trait. First, interpersonal attachment influences personality trait are agreeableness and neuroticism. Second, agreeableness and neuroticism personality trait influence forgiveness. Keywords: forgiveness, interpersonal attachment, personality trait
Rourke (2006) mengungkapkan bahwa fenomena pemaafan pada diri individu dipengaruhi oleh keterikatan interpersonal antara individu dan pelaku serta antara individu dan orang-orang yang ada di lingkungan sekitarnya. Penulis percaya bahwa pengaruh keterikatan interpersonal terhadap pemaafan tidak bersifat langsung, namun diperantarai trait kepribadian.
Pengertian dan Dimensi Keterikatan interpersonal Keterikatan interpersonal, sebagaimana diungkapkan Nashori, Iskandar, Setiono, dan Siswadi (2011), adalah suatu situasi di mana individu sangat mempertimbangkan keberadaan orang lain dalam pengambilan keputusan atas hal-hal yang penting dalam kehidupannya, khususnya yang berkaitan dengan relasi interpersonal dengan orang lain. Sekurang-kurangnya terdapat lima kata kunci, yaitu pertimbangan, * Korespondensi: HP: 0819 3118 0909 Email:
[email protected], Situs: www.fuadnashori.com
Prestasi dan Kesejahteraan Psikologis
|1
H. Fuad Nashori
keberadaan orang lain, pengambilan keputusan, hal-hal penting dalam hidup, dan relasi interpersonal. Pertimbangan adalah penalaran yang dimiliki seseorang dalam memahami dan menjelaskan peristiwaperistiwa yang terjadi dalam kehidupannya. Keberadaan orang lain adalah kenyataan bahwa orang lain hadir dalam kehidupan individu, memberikan pengaruh kepada individu sekaligus dapat menerima pengaruh individu. Pengambilan keputusan adalah proses mental dalam diri seseorang untuk memilih berbagai alternatif yang dapat menghasilkan keuntungan yang terbaik yang mungkin diperoleh individu. Hal-hal penting adalah tonggak-tonggak penting dalam perjalanan hidup seseorang. Terakhir, relasi interpersonal adalah hubungan antar pribadi yang meliputi berbagai keperluan hidup bagi individu-individu yang terlibat di dalamnya. Keterkaitan interpersonal meliputi persepsi terhadap orang yangorang yang akrab melakukan relasi interpersonal dengannya, kualitas hubungan dengan orang yang pernah terlibat relasi interpersonal, dan tanggapan pihak lain terhadap peristiwa relasi interpersonal penting yang dialami seseorang. Tiga hal di atas memberikan pengaruh terhadap individu dalam hal apakah ia meneruskan langkah berikutnya atau menghentikan relasi dengan orang yang pernah mengganggu kehidupannya. Salah satu dari tiga hal di atas, yaitu tanggapan pihak lain terhadap peristiwa relasi interpersonal penting yang dialami seseorang, akan memberikan pengaruh terhadap individu. Contoh kongkrit yang dapat diberikan adalah apakah individu akan membalas atau tidak fitnah yang diterimanya dari mitra relasinya. Bila orang-orang yang penting (the significant person) dan teman-teman dekat memberikan nasihat agar ia bersikap acuh tak acuh, maka ia akan menjadi nasihat itu sebagai acuannya.
Berdasar studi yang dilakukan Nashori dkk (2011-b), diketahui bahwa dimensi-dimensi keterikatan interpersonal meliputi: a. Persepsi individu terhadap sikap dan perilaku dari mitra relasi, yang meliputi persepsi adanya perubahan pada diri pelaku serta persepsi terhadap komitmen pelaku untuk tidak mengulangi perbuatan yang merugikan. b. Kualitas hubungan individu dan mitra relasi, yang meliputi mengingat kebaikan mitra relasi serta komitmen melanjutkan hubungan yang akrab dengan mitra relasi.
2|
Jurnal Psikologi, Vol. IV, No. 2, Desember 2011
Keterikatan Interpersonal, Trait Kepribadian, dan Pemaafan: Sebuah Kajian Teoritik
c.
Pertimbangan pihak ketiga kepada individu, yang meliputi permintaan dari orang lain yang berpengaruh (the significant others) serta dukungan dari lingkungan. Tabel 1. Dimensi Faktor Keterikatan interpersonal
No Dimensi 1 Persepsi terhadap sikap dan perilaku dari mitra relasi
Indikator Persepsi adanya perubahan pada mitra relasi Persepsi terhadap komitmen mitra relasi untuk tidak mengulangi perbuatan yang tidak menyenangkan Mengingat kebaikan mitra relasi Komitmen melanjutkan hubungan yang akrab dengan mitra relasi
2
Kualitas hubungan individu dan mitra relasi
3
Umpan balik pihak Pertimbangan dari the significant person ketiga kepada korban Pertimbangan dari lingkungan
Berikut ini adalah penjelasan atas dimensi-dimensi dan indikator-indikator keterikatan interpersonal: 1. Dimensi persepsi individu terhadap sikap dan perilaku mitra relasi Dimensi pertama dari faktor keterikatan interpersonal adalah persepsi individu terhadap sikap dan perilaku mitra relasi, baik perbuatan yang menyenangkan maupun perbuatan yang tidak menyenangkan. Dimensi ini menunjukkan bahwa tafsir individu atas apa yang dilakukan orang lain, terutama orang lain yang pernah melakukan perbuatan yang tidak menyenangkan, menjadi dasar bagi individu untuk melakukan tindakan-tindakan lanjutan terhadap mitra relasinya. Dimensi ini terdiri atas persepsi adanya perubahan pada diri pelaku dan persepsi terhadap komitmen mitra relasi untuk tidak mengulangi perbuatan yang tidak menyenangkan. Bila individu mempersepsikan bahwa orang-orang yang melakukan perbuatan tidak menyenangkan di masa lalu itu berubah menjadi lebih baik, maka individu memiliki kesiapan untuk menghapus kesalahankesalahan mitra di masa lalu dan menjalin hubungan baru yang lebih baik di masa yang akan datang. Perubahan mitra relasi itu bisa pada dataran sikap dan bisa pula pada dataran perilaku.
Prestasi dan Kesejahteraan Psikologis
|3
H. Fuad Nashori
Indikator lain dari dimensi pertama adalah persepsi terhadap komitmen mitra relasi untuk tidak mengulangi perbuatan yang tidak menyenangkan. Bila individu mempersepsikan bahwa mitra relasi berjanji dengan sungguh-sungguh untuk berperilaku yang positif atau lebih positif terhadap individu di masa-masa yang akan datang, maka individu akan lebih siap mempertahankan dan memelihara hubungan yang sudah berlangsung di antara mereka. ator lain dari dimensi ran sikap dan perilaku dari pelaku. pelaku di masa lalu dan menjalin hubungan baru yang lebih baik
2.
Dimensi kualias hubungan individu dan mitra relasi Dimensi kedua dari keterikatan interpersonal adalah kualitas hubungan individu dan mitra relasi. Dimensi ini menggambarkan kedekatan personal antara pelaku dan individu, baik kenyataan di masa lalu maupun kemungkinannya di masa depan. Di dalamnya terdapat kekuatan hubungan yang berlangsung antar orang-orang yang terlibat, dalam hal ini adalah antara mitra relasi sebagai pelaku pelanggaran dan individu sebagai korban. Ada dua indikator yang termasuk dalam dimensi ini, yaitu kemampuan individu untuk mengingat kebaikan mitra relasi di masa lalu dan komitmen untuk melanjutkan hubungan di masa-masa yang akan datang. Kebaikan hati ini sangat mungkin ditunjukkan oleh orang-orang yang memiliki kedekatan hubungan dengan individu, seperti orangtua, anak, saudara, pasangan, sahabat karib, dan sebagainya. Bila mitra relasi melakukan suatu kebaikan yang berkesan di masa lalu kepada individu, maka ada kecenderungan bagi individu untuk membalas kebaikannya itu di suatu kesempatan. Ini sesuai dengan teori pertukaran sosial yang mengungkapkan bahwa individu satu mempertukarkan sumber daya yang dimilikinya ketika berinteraksi dengan individu lain (Baron & Byrne, 2004; Nashori, 2008). Kebaikan hati (tender-mindedness) adalah rekening yang dimiliki pelaku yang dapat dipakainya untuk menebus kesalahan atau perilaku yang tidak menyenangkan. Selain itu, kualitas hubungan individu dengan mitra relasi juga ditunjukkan oleh komitmen untuk melanjutkan hubungan di masamasa yang akan datang. Komitmen ini terlihat dari keinginan dan tekad pada diri individu untuk memelihara dan mengembangkan hubungan yang sudah terbentuk dan terpelihara di masa lalu.
4|
Jurnal Psikologi, Vol. IV, No. 2, Desember 2011
Keterikatan Interpersonal, Trait Kepribadian, dan Pemaafan: Sebuah Kajian Teoritik
Komitmen ini menjadi sangat kuat bila norma agama atau nilai budaya memberi dukungan bagi individu untuk mempertahankan dan memelihara hubungan tersebut. Hubungan persaudaraan akan diusahakan seseorang untuk dilanjutkan karena norma agama mendukung individu untuk memelihara hubungan persaudaraan. Hubungan perkawinan juga akan diusahakan individu untuk dipertahankan dan dipelihara karena keyakinan bahwa pernikahan adalah sesuatu yang sakral. Hubungan persahabatan juga akan dipertahankan dan dipelihara karena orang yakin bahwa jalinan hubungan dengan sesama dapat menghasilkan kebaikan di antara orang-orang yang terlibat di dalamnya.
3.
Pertimbangan pihak ketiga kepada individu Dimensi ketiga adalah pertimbangan pihak ketiga kepada individu. Pertimbangan pihak ketiga adalah saran, nasihat, umpan balik (feedback) dari pihak-pihak yang tidak terlibat secara langsung dalam persoalan yang dihadapi individu dengan mitra relasi interpersonal, namun memiliki perhatian dan pemahaman atas persoalan yang dihadapi individu. Pertimbangan pihak ketiga ini dapat bersumber dari (a) ungkapan orang-orang berpengaruh (the significant person) dan (b) dapat pula bersumber dari dukungan lingkungan sosial individu. Dalam kehidupan individu, selalu terdapat orang-orang yang dipandang sangat penting (the significant person) kedudukannya bagi diri individu. Orang yang penting itu bisa ayah, ibu, atau orang-orang lain yang diposisikan sebagai pihak yang terhormat bagi diri individu, seperti profesional yang berkaitan dengan penyelesaian problema (psikolog, psikiater, konselor, terapis, ahli agama/kyai/ustadz, dan sebagainya). Permintaan, nasihat atau saran dari orang-orang penting ini menjadi rujukan bagi individu dalam mengambil keputusan.
Selain permintaan, nasihat, saran dari orang-orang yang penting, pertimbangan juga dapat bersumber dari dukungan dari orang-orang dekat individu. Permintaan, saran, nasihat dari orang-orang yang berada dalam lingkungan pergaulan individu juga memberikan pengaruh. Mereka adalah teman-teman dalam kelompok (peer group), saudara, teman, sahabat, tetangga, kenalan, baik yang sehari-hari berada di dekat individu secara fisik maupun yang tinggal jauh namun dekat di hati Prestasi dan Kesejahteraan Psikologis
|5
H. Fuad Nashori
individu. Bila orang-orang dekat ini secara sendiri-sendiri atau secara bersama-sama memberi nasihat atau masukan kepada individu, maka individu akan menjadikannya sebagai salah satu rujukan pengambilan sikap dan perilaku.
Keterikatan interpersonal dan Trait Kepribadian Kualitas hubungan yang lebih tinggi berkorelasi positif dengan trait kebersetujuan atau agreeableness, selain berkorelasi dengan trait ekstraversi, dan trait kehati-hatian atau conscientiousness (Kurtz dan Sherker, 2003). Kedekatan hubungan antara individu dengan orang lain (anak, orangtua, kerabat, sahabat) akan membuahkan kedekatan emosi di antara mereka. Kedekatan emosi ini membantu individu untuk berempati terhadap orang lain tersebut. Kalau seseorang sudah berempati kepada orang lain, maka keinginannya untuk menolong orang lain tersebut menjadi tinggi. Ketika orang lain yang dekat itu melakukan perbuatan yang menyakitkan atau tidak menyenangkan, individu lebih mampu untuk memahami dan berempati terhadap pelaku. Dalam kondisi demikian, keterikatan interpersonal akan menghidupkan sifatsifat yang ada dalam pribadi yang memiliki trait agreeableness tinggi, seperti kebaikan hati (tender-mindedness), kerendahhatian (modesty), pemberian pertolongan (altruism), dan sebagainya. Dengan trait agreeableness yang tinggi, maka pintu pemafan menjadi terbuka.
Ada suatu penjelasan yang menarik dari McCullough dkk (1998) sehingga hubungan yang dekat dengan orang lain dapat menghidupkan trait agreeableness dan pada gilirannya bersedia memaafkan. Pertama, dalam hubungan yang erat ada orientasi jangka panjang dalam menjalin hubungan di antara mereka. Seseorang yang merasa dirugikan dalam hubungan interpersonal bisa saja memilih untuk menjalin hubungan dekat karena ia berharap dalam jangka lama hubungan mereka membaik. Hubungan antara suami dan istri, hubungan antara anak dan orangtua, hubungan antar sahabat akrab, adalah hubungan yang diharapkan berjangka panjang. Selain itu, McCullough dkk (1998) menunjukkan bahwa dalam kualitas hubungan yang tinggi, kepentingan satu orang dan pasangannya menyatu. Sebagai contoh, dalam hubungan antara suami dan istri, maka kepentingan mereka dan anak-anak mereka banyak yang bertemu. Masih menurut McCullough dkk, kualitas hubungan memiliki orientasi kolektivitas yang menginginkan pihak-pihak yang terlibat 6|
Jurnal Psikologi, Vol. IV, No. 2, Desember 2011
Keterikatan Interpersonal, Trait Kepribadian, dan Pemaafan: Sebuah Kajian Teoritik
untuk berperilaku yang memberikan keuntungan di antara mereka. Selain kualitas hubungan dengan orang lain, pendapat atau tanggapan dari lingkungan juga berpengaruh terhadap tait agreeableness. Dukungan dari the siginificant person sangat penting bagi individu. Dalam tradisi Jawa ada prinsip rukun, hormat dan manut. Prinsip-prinsip tersebut menjadi landasan adanya keterikatan interpersonal pada diri seseorang. Tentang prinsip rukun dan hormat, Geertz (1983) mengungkapkan bahwa dua kaidah nilai di atas merupakan yang paling menentukan dalam pola pergaulan dalam masyarakat Jawa. Mulder (1986) menunjukkan bahwa prinsip kerukunan dimaksudkan untuk mempertahankan masyarakat dalam keadaan yang harmonis. Rukun, menurut Magnis-Suseno (1999), dapat juga berarti “dalam keadaan selaras”, “tenang dan tentram”, “tanpa perselisihan dan pertentangan”, “bersatu dalam maksud untuk saling membantu”. Dari sini, menurut penilaian penulis, jika seseorang terlibat permasalahan dengan orang lain atau berada dalam posisi disakiti orang lain, maka prinsip rukun akan membantunya berusaha agar hubungan dengan orang lain tidak terganggu. Prinsip hormat juga membantu individu mengembangkan trait agreeableness. Dalam prinsip hormat, setiap orang dalam cara bicara dan membawa diri selalu harus dapat menunjukkan sikap hormat terhadap orang lain, sesuai dengan derajat dan kedudukannya (Geertz, 1983). Orangtua, kerabat yang lebih tua, ustadz/kyai, dan pihak-pihak lain adalah beberapa contoh pihak yang umumnya dihormati individu. Bila mereka menyampaikan pendapat, nasihat, saran, maka individu akan merasakan keterikatan untuk mengikutinya. Kemungkinan individu akan mengikuti pandangan orangtua dikarenakan mereka juga memiliki prinsip manut. Menurut Idrus (2004), manut berarti menuruti atau menyetujui kehendak orang lain (Idrus, 2004). Dalam Serat Wulangreh (Taryati, 1995) dinyatakan bahwa kepada orangtua anak seharusnya taat dan patuh tanpa syarat. Ibarat mengabdi kepada raja, harus dengan sepenuh hati dan tanpa syarat.
Keterikatan interpersonal dan Trait Neuroticism pada Etnis Jawa Kurtz dan Sherker (2003 menunjukkan hasil penelitian bahwa kualitas hubungan yang lebih tinggi berkorelasi dengan trait neurotisisme (neuroticism). Prestasi dan Kesejahteraan Psikologis
|7
H. Fuad Nashori
Peran dari umpan balik dari orang lain juga menghidupkan trait neurotisisme (neuroticism). Orang-orang yang ada di sekitar individu tentunya berharap individu dalam keadaan yang baik. Bila orang-orang yang ada di lingkungan individu mengetahui kondisi individu dalam keadaan yang menyedihkan, tentunya mereka akan berupaya memberikan perspektif, pemikiran, saran, atau masukan yang mengarahkan individu pada keseimbangan emosi. Kehadiran orang-orang yang berpengaruh (the significant person) akan lebih besar peranannya dalam menghidupkan sifat-sifat positif individu. Prinsip hormat, manut, akan benar-benar berfungsi bila orang yang berpengaruh yang menyampaikan perspektifnya kepada individu. Perspektif yang mereka berikan diharapkan dapat mengantarkan individu tidak lagi labil, dilanda kegelisahan, dipenuhi kemarahan dan frustrasi, dan sejenisnya. Perspektif yang mereka berikan diharapkan dapat mengantarkan individu menjadi lebih puas dan bergembira dalam hidup. Kondisi emosi yang stabil akan mengantarkan individu untuk memaafkan. Selain itu, kualitas hubungan antara korban dan pelaku akan menjadikan korban mudah atau sebaliknya dalam memaafkan. Seseorang yang memaafkan kesalahan pihak lain dapat dilandasi oleh komitmen yang tinggi pada relasi di antara mereka. Menurut McCullough dkk (1998), ada empat alasan mengapa kualitas hubungan berpengaruh terhadap perilaku memaafkan. Pertama, pasangan yang mau memaafkan pada dasarnya memiliki motivasi yang tinggi untuk menjaga hubungan. Kedua, dalam hubungan yang erat ada orientasi jangka panjang dalam menjalin hubungan di antara mereka. Ketiga, dalam kualitas hubungan yang tinggi kepentingan satu orang dan pasangannya menyatu. Keempat, kualitas hubungan memiliki orientasi kolektivitas yang menginginkan pihak-pihak yang terlibat untuk berperilaku yang memberikan keuntungan di antara mereka. Mudahnya seseorang memaafkan orang lain juga dikarenakan adanya dukungan social dari orang-orang penting terhadap subjek penelitian di atas. Hasil penelitian ini searah dengan hasil penelitian Nashori dkk (2011) yang menunjukkan bahwa pertimbangan dari orangorang lain, terutama orang yang penting bagi individu, akan memengaruhi individu untuk memberikan pemaafan. Masukan, usulan, saran, nasihat the significant person serta dukungan dari lingkungan menjadi faktor yang memudahkan individu untuk memaafkan. 8|
Jurnal Psikologi, Vol. IV, No. 2, Desember 2011
Keterikatan Interpersonal, Trait Kepribadian, dan Pemaafan: Sebuah Kajian Teoritik
Trait Kepribadian dan Pemaafan McCullough (2001) adalah ahli yang berpandangan bahwa pemaafan dipengaruhi oleh trait kepribadian. Secara khusus, McCullough mengungkapkan bahwa trait kepribadian yang berpengaruh terhadap pemaafan adalah trait kebersetujuan (agreeableness) dan trait kestabilan emosi (emotional stability). Hasil penelitian yang dilakukan berbagai peneliti menunjukkan hasil yang sebagian konsisten dan sebagian tidak konsisten. Penelitian pemaafan yang berhubungan dengan kepribadian pernah dilakukan oleh Watkins dan Regmi (2004). Penelitian ini mengambil subjek 218 mahasiswa yang terdiri dari 81 wanita dan 137 pria yang berusia sekitar 24 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di antara lima trait kepribadian yang meliputi ekstraversi (extraversion), trait kebersetujuan (agreeableness), trait kehati-hatian (conscientiousness), trait neurotisisme (neuroticism, emotional stability), dan trait keterbukaan (openness to experience), yang paling mudah memaafkan adalah trait kebersetujuan (agreeableness) dan trait kestabilan emosi (emotional stability). Trait kebersetujuan memiliki pengaruh positif terhadap pemaafan dan trait neurotisisme memiliki pengaruh yang negatif terhadap pemaafan.
Hasil yang senada dengan penelitian Watkins dan Regmi (2004) ditunjukkan oleh sebuah penelitian yang dilakukan Firdaus (2008). Penelitian ini bermaksud menguji kebenaran hipotesis trait kepribadian memengaruhi pemaafan terhadap kebohongan pasangan pada suku Bugis. Subjek penelitian berjumlah 100 orang yang berasal dari etnis Bugis, laki-laki dan perempuan yang telah menikah minimal selama satu tahun, tinggal bersama, telah mempunyai anak, tidak pernah bercerai, suku Bugis dan Makassar dan bertempat tinggal di Makassar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (a) ada hubungan yang positif antara trait kepribadian ekstraversi (extraversion), kebersetujuan (agreeableness), dan keterbukaan (openness to experience) dengan pemaafan terhadap kebohongan pasangan, dan (b) ada hubungan yang negatif antara trait kepribadian neurotisisme (neuroticism) dan trait kepribadian kehati-hatian (conscientiousness) dengan pemaafan terhadap kebohongan pasangan. Dari beberapa pandangan dan penelitian tentang pengaruh kepribadian terhadap pemaafan, dapat digarisbawahi (1) trait kebersetujuan (agreeableness) secara konsisten berpengaruh secara
Prestasi dan Kesejahteraan Psikologis
|9
H. Fuad Nashori
positif terhadap pemaafan (McCullough, 2001; Firdaus, 2008; Watkins & Regmi, 2004), (2) trait neurotisisme (neuroticism, lawan dari emotional stability) secara konsisten berpengaruh secara negatif terhadap pemaafan (McCullough, 2001; Watkins & Regmi, 2004; Firdaus, 2008), (3) trait keterbukaan (openness) kadang berpengaruh terhadap pemaafan (Firdaus, 2008), kadang tidak (Watkins dan Regmi, 2004), (4) trait ekstraversi (extraversion) kadang berpengaruh terhadap pemaafan (berdasar penelitian Firdaus, 2008), tapi kadang tidak (Watkins & Regmi, 2004), (5) trait kehati-hatian (conscientiousness) secara konsisten tidak berpengaruh terhadap pemaafan (Firdaus, 2008; Watkins & Regmi, 2004).
PENUTUP Simpulan yang dapat diberikan terhadap paparan di atas adalah pemaafan yang ada dalam diri individu dipengaruhi oleh keterikatan interpersonal dan trait kepribadian. Keterikatan interpersonal memengaruhi trait kebersetujuan (agreeableness) dan trait neurotisisme. Keterikatan interpersonal memengaruhi pemaafan. Terakhir, kepribadian sendiri, khususnya trait kebersetujuan (agreeableness) dan tipe neurotisme memengaruhi pemaafan.
DAFTAR PUSTAKA Baron, R.A. & Byrne, D. 2004. Social Psychology: Understanding Human Interaction. Boston: Allyn and Bacon. Costa Jr, P. T.& McCrae, R. R. 1997. Longitudinal stability of adult personality. In R. Hogan, J. A. Johnson, & S. R. Briggs (Eds.), Handbook of Personality Psychology (pp. 269–290). Orlando, FL: Academic Press. Firdaus, F. 2008. Hubungan antara Tipe Kepribadian dan Komitmen Perkawinan dengan Pemaafan terhadap Kebohongan Pasangan dalam Perkawinan Bugis. Tesis. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM. Geertz, H. 1983. Keluarga Jawa. Penerjemah: Hesri. Jakarta: Grafiti Press.
Idrus, M. 2004. Kepercayaan Eksistensial Remaja Jawa (Studi di Desa Tlogorejo, Purwodadi, Purworejo, Jawa Tengah). Disertasi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM. Kurtz, J.E. & Sherker, J.L. (2003). Relationship Quality, Trait Similarity, and Self-Other Agreement on Personality Ratings in College
10 |
Jurnal Psikologi, Vol. IV, No. 2, Desember 2011
Keterikatan Interpersonal, Trait Kepribadian, dan Pemaafan: Sebuah Kajian Teoritik
Roommates. Journal of Personality.71 (1), 21–48. Magnis-Suseno, F. 1999. Etika Jawa: Sebuah Analisa Filsafati tentang Kebijaksanaan Hidup Jawa. Jakarta: PT Gramedia. McCrae, R.R. & Costa, P.T. 2003. Personality in Adulthood: A Five-Factor Theory Perspective. New York: The Guilford Press. McCullough, M.E., Worthington, E.L., Rachal, K.C., Sandage, S.J., Brown, S.W., & Hight, T.L. 1998. Interpersonal Forgiving in Close Relationships II: Theoretical Elaboration and Measurement. Journal of Personality and Social Psychology, 75 (6), 1586-1603. McCullough, M.E. 2001. Forgiveness: Who Does It and How Do They Do it? Current Directions in Psychological Science, 10, 6-10. Mulder, N. 1996. Pribadi dan Masyarakat Jawa. Jakarta: Sinar Harapan Nashori, H.F. 2008. Psikologi Sosial Islami. Bandung: Penerbit Refika. Nashori, H.F, Iskandar, T.Z., Setiono, K., & Siswadi, A.G.P. 2011-a. Tematema Pemaafan pada Mahasiswa Yogyakarta. Laporan Penelitian. Yogyakarta: Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya UII.
Nashori, H.F, Iskandar, T.Z., Setiono, K., & Siswadi, A.G.P. 2011-b. Forgiveness among Muslim Student University. The Roles of Islamic Psychology in the Effort of Increasing Life Quality: Proceeding International Conference on Islamic Psychology and the Third of Congress of Association of Islamic Psychology. Malang:Association of Islamic Psychology and Faculty of Psychology State Islamic University Malang. Ohbuchi, K., Kameda, M. & Agarie, N. 1989. Apology as Aggression Control: Its Role in Mediating Appraisal of and Response to Harm.
Journal of Personality and Social Psychology, 56, 219-227. Rourke, J. 2006. Forgiving-Seekoing Motives and Behaviors. Dalam Forgiveness: A Sampling Research Result. United States: American Psychological Association. Taryati. 1985. Pembinaan Budaya Dalam Lingkungan Keluarga. Yogyakarta: Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Watkins, D. & Regmi, M. 2004. Personality and Forgiveness: A Nepalese Perspective. The Journal of Social Psychology, 144 (5), 539-351.
Prestasi dan Kesejahteraan Psikologis
| 11
H. Fuad Nashori
12 |
Jurnal Psikologi, Vol. IV, No. 2, Desember 2011