Volume 01, Nomor 02 Desember 2015 eISSN 2477-5819
KESMAS WIGAMA Jurnal Kesehatan Masyarakat Peran Masyarakat Terhadap Pembayaran Retribusi Sampah Di Kota Samarinda
H. Abd Rachim AF
Hubungan Higynie Sanitasi Dengan Kandungan Escherichia Pada Es Batu Industri Rumah Tangga Di Tepi Jalan Wahid Hasyim Kecamatan Sempaja Kota
Suwignyo
Analisis Resiko Pajanah NH3 dan N2S Terhadap Gangguan Pernapasan Pada Penduduk Di Sekitar Tempat Perbuangan Akhir Sampah Bukit Pinang
Ade Rahmat F
Faktor Penyebab Keracunan Akut Penguna Pestisida Pada Petani Di Desa Ponorogo Kecamatan Loa Kulu Kabupaten Kutai Kartanegara.
Dina Lusiana
Analisis Manfaat Pelayanan Kesehatan Yang Diterima Pasien BPJS Kesehatan Di Puskesmas Lempake Kota Samarinda Tahun 2015
Herry Farjam
Hubungan Sikap Dan Pola Komunikasi Orang Tua Dengan Perilaku Seks Pranikah Pada Siswa SMA Di Kota Samarinda Tahun 2015
Nur Rohmah
Diterbitkan oleh, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda, Kalimantan Timur
eISSN : 2477 – 5819 Vol. 01 No. 02 Desember 2015
Volume 01, Nomor 02, Desember 2015, eISSN 2477-5819
Dewan Redaksi JURNAL “KESMAS WIGAMA” Pelindung : Prof. Dr. Abdul Rachim, SE, MM. H. Ismed Barakbah, SE, MM. Penanggung Jawab : Rosdiana,SKM,M.Kes (Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Widya Gama Mahakam) Ketua Dewan Redaksi : Ferry Fadzlul Rahman, SKM, M.Kes Sekretaris Dewan Redaksi : Swignyo,SKM,M.Si Anggota Redaksi : Ilham Rahmatullah, SKM ShintaDewiyanti, SKM Godefridus Bali Geroda,S.Pd Sirkulasi dan Korespondensi : Faridawati, S.Sos.
Nur Faridawati, SKM. Desain Grafis Didit Suprihanto, S.T., M.Kom Eko Saputro
-Terbit dua kali setahun (Januari dan Juli), berisi tulisan hasil penelitian dan kajian di bidang
kesehatan masyarakat. - Menerima sumbangan tulisan yang belum pernah diterbitkan dalam media lain. - Penerbit/redaksi: Jurnal Ilmiah “KESMAS WIGAMA”, Kampus Widyagama, Jl. K.H. Wahid Hasyim Sempaja Telp (0541) 734294 – 737222, Fax. (0541) 736572 Samarinda Kalimantan Timur E-mail :
[email protected] Web : http://ejurnal.fkm-uwgm.ac.id/
Volume 01, Nomor 02, Desember 2015
eISSN 2477-5819
“KESMAS WIGAMA” JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS WIDYA GAMA MAHAKAM
DAFTAR ISI No
Halaman
1
Peran Masyarakat Terhadap Pembayaran Retribusi Sampah Di Kota Samarinda
33 –42
2
Hubungan Higynie Sanitasi Dengan Kandungan Escherichia Pada Es Batu Industri Rumah Tangga Di Tepi Jalan Wahid Hasyim Kecamatan Sempaja Kota Samarinda Tahun 2015
43-48
3
Analisis Resiko Pajanah NH3 dan N2S Terhadap Gangguan Pernapasan Pada Penduduk Di Sekitar Tempat Perbuangan Akhir Sampah Bukit Pinang Samarinda
49–59
4
Faktor Penyebab Keracunan Akut Penguna Pestisida Pada Petani Di Desa Ponorogo Kecamatan Loa Kulu Kabupaten Kutai Kartanegara.
60–67
5
Analisis Manfaat Pelayanan Kesehatan Yang DI Terima Pasien BPJS Kesehatan Di Puskesmas Lempake Kota Samarinda Tahun 2015
68–73
6
Hubungan Sikap Dan Pola Komunikasi Orang Tua Dengan Perilaku Seks Pranikah Pada Siswa SMA Di Kota Samarinda Tahun 2015
74– 82
Penerbit/redaksi: JurnalIlmiah “KESMAS WIGAMA”, KampusWidyagama, Jl. K.H. Wahid HasyimSempajaTelp (0541) 734294 – 737222, Fax. (0541) 736572 Samarinda Kalimantan Timur E-mail :
[email protected] Web : http://ejurnal.fkm-uwgm.ac.id/
Kesmas Wigama Jurnal Kesehatan Masyarakat
eISSN 2477-5819 Volume 01, Nomor 02, Hal. 33- 42, Desember 2015
PERAN MASYARAKAT TERHADAP PEMBAYARAN RETRIBUSI SAMPAH DI KOTA SAMARINDA H. Abd Rachim AF, email:
[email protected]
ABSTRAK Salah satu masalah lingkungan hidup di daerah perkotaan adalah pencemar an yang diakibatkan oleh sampah. Masalah sampah disebabkan oleh berbagai faktor seperti pertambahan jumlah penduduk, perubahan standar hidup, gaya hidup dan p erilaku masyarakat, serta bagaimana system pengelolaan sampah tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peran masyarakat terhadap Pembayaran retribusi sampah di Kota Samarinda. Penelitian ini bersifat diskriptif, yakni data yang dikumpulkan kemudian disusun, dijelaskan dan dianalisis menggunakan analisis frekuensi relatif. Peran serta masyarakat membayar "retribusi sampah", yang menyatakan membayar setiap bulan = 96,67%, dan mengenai tarif masyarakat menyatakan murah, sedang dan cukup, masing masing 46,08%, 21,21%, 21,04%. Dari data tersebut peran serta masyarkat dalam membayar "retribusi sampah" cukup tinggi. ABSTRAK One of the environmental problems in urban areas is the pollution caused by garbage. The waste problem is caused by various factors such as population growth, living standards changes, lifestyles and behavior, as well as how the waste management system. This study aims to determine how the role of society to levy payments garbage in Samarinda. This research was descriptive; where the data is collected then compiled, described and analyzed used relative frequency analysis. The participation of the public to pay a "levy junk", which stated to pay 96.67%, for each month and the rates stated society cheap, moderate and fairly, respectively 46.08%, 21.21%, 21.04%. Base on the data , the role of the community to pay "levy junk" quite high.
PENDAHULUAN Pencemaran lingkungan hidup pada hakekatnya diakibatkan oleh manusia. Sedangkan tingkat pencemaran dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pertambahan jumlah penduduk, perubahan
standar hidup, gaya hidup dan perilaku masyarakat. Produksi sampah yang besar mempunyai dampak negatif ( Hardjosoemantri 2000 : 63 - 75), mengambarkan antara sampah dengan usaha pembinaan kehidupan di daerah perkotaan sebagai berikut " dalam pembinaan 33
Kesmas Wigama Jurnal Kesehatan Masyarakat
eISSN 2477-5819 Volume 01, Nomor 02, Hal. 33- 42, Desember 2015
lingkungan didaerah perkotaan perlu diusahakan perbaikan dan peningkatan fasilitas pelayanan umum kota, seperti fasilitas pelayanan kesehatan, pengendalian pencemaran lingkungan dan kebersihan, pelayanan sosial, pengangkutan penumpang, rekreasi, sarana komunikasi, air bersih, dan penerangan. Melalui usaha-usaha tersebut daerah dan masyarakat kota akan menjadi lebih baik dalam kesehatan masyarakat, kerukunan sosial kenyamanan lingkungan dan produktivitasnya. Berbagai upaya untuk mengendalikan pencemaran sampah dan sampah industri di daerah perkotaan lebih ditingkatkan seperti manfaat sampah kota, pemusnahan sampah , upaya pengelolaan dan sebagainya. Pencemaran oleh sampah domestik yaitu sampah yang berasal dari rumah tangga lebih umum danmengenai lebih banyak orang dari pada pencemaran industri. Namun pada umumnya pencemaran oleh industri memdapat perhatian yang lebih besar dari pers dan pemerintah dari pada pencemaran sampah domestik. Investasi Penanggulangan pencemaran sampah domestik jauh lebih kecil dari pada pencemaran dari industri. Penelitian tentang penanggulangan sampah industri jauh lebih maju dari pada penanggulangan sampah domestik kecuali kalau ada keterkaitan dengan proyek air bersih. Apabila sampah tersebut tidak mendapat perhatian dalam pengelolaannya, sedangkan jumlahnya semakin meningkat maka pada waktu tertentu akan melebihi kemampuan daya serap lingkungan hidup kota, akibatnya kondisi sanitasi kota semakin buruk, sampah menumpuk dimana-mana, padahal kebersihan
lingkungan adalah salah satu fasilitas pelayanan yang di dambakan oleh masyarakat kota dalam kehidupanya. Permasalahan sampah domestik atau sampah rumah tangga harus segera ditanggulangi baik oleh pemerintah maupun masyarakat sebab sasaran pembuangan sampah adalah sumberdaya milik bersama seperti jalan, sungai, tanah yang tidak dikelola dan tidak ada pemiliknya, ini berakibat keindahan kota menjadi kurang karena sampah menumpuk dimana-mana, dan tidak memberikan kenyamanan, harga tanah dikawasan tersebut manjadi murah dan juga gangguan peningkatan jumlah wisata baik wisata manca negara maupun wisata lokal. Disamping keinginan Pemerintah Darah untuk mendapatkan Piala Adipura yang diberikan pemerintah pusat sulit untuk diperoleh sebab salah satu unsur penilaian pemberian piala adipura adalah pengelolaan sampah atau dengan kata lain kota tersebut harus bersih. Kemudian yang lebih patal lagi adalah timbulnya berbagai jenis penyakit yang akhirnya melanda manusia itu sendiri, yang berakibat tingkat kesakitan meningkat, produktivitas rendah, pendapatan rendah dan kesenjangan pemerataan semakin tajam karena sebagian pendapatan dipergunakan untuk pengobatan. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kebanyakan Pemerintah Kota di Indonesia, jumlah anggaran untuk pengeluaran rutin penaggulangan sampah umumnya sangat kecil, keluhan utama ialah bahwa jumlah penerimaan dari masyarakat kota tidak cukup ( Salim 2000:199-202). Jika masyarakat secara keseluruhan menyadari lingkungan hidup, maka biaya pengelolaan sampah dapat diperkecil. Masalah lingkungan hidup ditimbulkan oleh 34
Kesmas Wigama Jurnal Kesehatan Masyarakat
eISSN 2477-5819 Volume 01, Nomor 02, Hal. 33- 42, Desember 2015
perbuatan manusia yang tidak memperhatikan kelestarian daya dukung dari alam. Berdasarkan uraian diatas, penulis akan melakukan penelitian dan pembahasan dalam Jurnal ini adalah Bagaimana peran Masarakat Terhadap Pembayaran Retribusi Sampah Kota Samarinda.
misalnya sisa makanan, sayuran dan buahbuahan. Sampah ini mempunyai ciri mudah terurai dan mudah busuk dan sangat menjijikan apabila telah busuk dan relatif sulif pengelolannya, (ii) Sampah Organik tidak membusuk, yaitu sampah padat organik cukup kering dan sulit terurai sehingga sulit membedakannya misalnya plastik, kaca, sampah jenis ini relatif mudah pengelolaanya, (iii) Sampah Abu, yaitu sampah padat yang berupa abu misalnya abu habis pembakaran ciri sampah ini mudah terbawa angin karena ringan, (iv) Sampah bangkai binafang, yaitu semua sampah berupa bangkai binatang seperti tikus, ikan, anjing dan lain -lain. Ini relatif sedikit kecuaii sehabis terjadi bencana alam tau kebakaran, (v) Sampah sapuan, yaitu sampah hasil sapuan halaman atau jalanan seperti sampah dedaunan, kertas dan plastic, dan (vi) Sampah industri, yaitu semua sampah yang berasal dari buangan industri, dan jenisnya tergantung kegiatan industri yang dilaksanakan.
PENGERTIAN SAMPAH Sampah dapat diartikan sesuatu bahan/benda padat karena adanya aktivitas manusia yang tidak dipakai lagi, tidak disenangi dan dibuang, Banyak ahli mengajukan batasan-batasan lain, tetapi . prinsifnya. sama, yaitu: (i) Adanya sesuatu benda atau zat padat atau bahan, (ii) Adanya Hubungan langsung / tidak iangsung dengan aktivitas manusia, (iii) Benda atau bahan tersesebut tidak dipakai lagi, dan (iv) Dibuang dalam arti pembangunan dengan cara yang diteriam oieh umum. Kemudian ada yang berpendapat "sampan ialah sebagian dari sesuatu yang" tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang hams dibuang. yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan manusia.(termasuk kegiatan industri), tetapi yang bukan biologis (karena human waste tidak termasuk kedalamnya) dan umumnya bersifat padat (karena air bekas tidak termasuk didalamnya" (Azwar 1993 : 54). Mengenai sampah dapat diklasiflkasikan menurut teknis menjadi enam kelompok yaitu: (i) Sampah Organik mudah busuk, yaitu sampah padat semi basah berupa bahan-bahan organik yang umumnya berasal dari sektor pertanian,
ASAL DAN PENGELOLAAN SAMPAH Asal sampah biasanya berhubungan dengan penggunaan lahan dan daerah, " meskipun ada bermacam-macam asal sampah, tetapi ada beberapa katagori yang biasannya digunakan yakni, sampah yang berasal dari daerah pemukiman, perdagangan, pertanian, perkebunan, daerah pertambangan, gedung-gedung atau perkantoran, pembangunan/pemugaran tempat-tempat umum, daerah kehutanan, pusat pengelolaan air buangan serta pertenakan dan perikanan" . (Kusnoputranto 1996 : 67).
35
Kesmas Wigama Jurnal Kesehatan Masyarakat
eISSN 2477-5819 Volume 01, Nomor 02, Hal. 33- 42, Desember 2015
Banyak cara yang dilakukan dalam pembuangan/pemusnahan sampah serta manfaat sampah antara lain : 1) Hog Feeding, yakni pemanfaatan sampah untuk makanan babi. 2) Inceneration, yakni pembakaran samapah besar-besaran yang khusus dibangun. 3) Sanitary Landfill, yakni pembuangan sampah dengan cara menimbun dengan tanah, yang dilakukan lapis demi lapis sedemikian rupa sehingga tidak berada diruang terbuka. Jadi tidak sampai menimbulkan bau serta tidak menjadi tempat binatang bersarang. 4) Composting, yakni pengelolaan sampah menjadi pupuk, yang berbentuk zat-zat organ ik dan bermanfaat untuk menyuburkan tanah. 5) Dischange to sewers, yakni sampah dihaluskan dahulu dan kemudian dibuang kedalam salauran pembuangan air. 6) Dumping, yakni pembuangan sampah dengan meletakkan begitu saja ditanah. 7) Dumping in water, yakni prinsif sama dengan dumping, tetapi dibuang kedalam air (sungai atau laut). 8) Landfill, yakni sampah dibuang ditanah yang rendah tanpa ditimbun dengan lapisan tanah. 9) Individual sucineration, yakni pembakaran sampah yang dilakukan secara perorangan di rumah tangga. 10) Recycling, yakni pengelolaan sampah dengan cara pemakaian kembali barang-barang yang masih bisa dipakai. 11) Redeuction, yakni menghancurkan sampah menjadi jumlah yang lebih kecil dan hasilnya dimanfaatkan.
12) Salvaging, yakni pemanfaatan beberapa macam sampah yang dipandang dapat dipakai kembali " (Azwar 1993 : 58-63) AKIBAT YANG DITIMBULKAN OLEH SAMPAH Apabila sampah tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan dampak negatif, namun sebaliknya apabila dikelola dengan baik akan memberikan dampak positif. Dampak Negatif Pengelolaan sampah yang tidak baik akan mengakibatkan banyaknya sampah yang menumpuk dan berserakan ditempattempat yang tidak semestinya, sehingga langsung atau tidak langsung menimbulkan dampak negatif sebagai berikut: a) Tumpukan sampah dapat menjadi media berkembang biaknya lalat dan tern pat mencari makan serta bersarangnya tikus. b) Kontak langsung dengan sampah, yang mengandung kuman penyakit, misalnya sampah yang berasal dirumah sakit. c) Suplai air minum yang mengalami kontaminasi dengan bahan kimia beracur dari sampah yang dibuang ke dalam air. d) Keadaan fisik sampah, seperti kaleng bekas, pecahan kaca, paku dan Iain-lain akan mengakibatkan kecelakaan pada manusia. e) Sampah yang dibakar menganggu pernapasar. manusia. f) Sampah daiam jumlah banyak dan tidak riapat terurai oleh bakteri pengurai dalam waktu lama akan mencemari tanah. g) Sampah yang dibuang kedalam air, menyebabkan menghambat aliran air sehinggga pada musim penghujan akan menyebabkan air. h) Sampah dapat menjadi sumber kebakaran. 36
Kesmas Wigama Jurnal Kesehatan Masyarakat
eISSN 2477-5819 Volume 01, Nomor 02, Hal. 33- 42, Desember 2015
i) Sampah dapat menggangu kebersihan dan pen andangan. j) Sampah yang tidak teratur pada suatu kota dapat mengurangi minat turis mancanegara dan nusantara. k) Juga mencerminkan sosial budaya dan martabat masyarakat dan bangsa. l) Pengelola sampah yang kurangbaik menyebabkan menggangu kenyamanan dan ketentraman hidup.
Jenis Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data
METODE PENELITIAN Lokasi Peneiitian Penelitian ini dilakukan di Kota Samarinda yang meliputi luas lahan 718 Km2 atau 71.800 Ha. Dan terdiri dari 6 Kecamatan , 48 Kelurahan Kedudukannya memanjang pada kanan kiri sungai mahakam dan melebar kedaratan kurang lebih 10 Km, sampai paling lebar 16 Km, yang secara geografis terletak pada koordinat 0° 20' 18" - 1° 16' 16" LS dan 116° 15' 36" -117° 24' 16 " BT. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1987 batas daerah sebagai berikut : 1. Sebelah utara berbatasan dengan kecamatan Muara Badak dan Kecamatan Tenggarong Seberang Kutai Kartanegara. 2. Sebelah Timur Berbatasan dengan kecamatan Anggana, Kutai Kertanegara. 3. Sebelah barat berbatasan dengan kecamatan Loa Janan dan Kecamatan Loa Kulu, Kutai Kertanegara. 4. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Sanga-sanga, Kutai Kertanegara.
Penelitian ini bersifat diskriftif, yakni data yang dikumpulkan kemudian disusun dijelaskan dan dianalisis. Dalam pengumpulan data penelitian ini, terutama bersumber pada data primer, kemudian sebagai bahan pendukung juga dikumpulkan data sekunder dengan cara. Data primer didapat melalui pengamatan terhadap cara petugas mengumpulkan, mengangkut, dan memusnahkan sampah yang diamati di Tempat Pembuangan Akhir, serta melalui wawancara dan kuasioner. Data sekunder dikumpulkan melalui dokumen-dokumen yang ada di perpustakaan. Populasi dan Sampel Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh wajib retribusi yang berdomisili dalam wilayah Kota Samarinda.dan datanya diperoleh dari Dinas Pendapatan Kota Samarinda. Jumlah Populasi = 50.354 wajib retribusi yang terdiri dari klasifikasi rumah tangga, usaha, hotel dan industri. Jumlah populasi setiap klasifikasi wajib retribusi adalah rumah tangga = 47.594 Wjib retribusi, usaha = 2.638 wajiD retribusi, Hotel = 28 Wajib retribusi dan industri = 94 wajib retribusi. Dari klasifikasi tersebut, kemudian distratifikasi sehingga untuk rumah tangga denga kode R| = 33.925 wajib retribusi, R.2 = 13.029 wajib retribusi, R3 = 548 wajib retribusi, R4 = 94 wajib retribusi, Usaha kode U; =1912 wajib retribusi, Lb = 724 wajib retribusi, U3 = 2 wajib retribusi, Hotel Kode Hi = 24 wajib retribusi, H2 - 2 wajib retribusi, H3 = 2 wajib retribusi, dan industri kode 11 = 3 wajib retribusi , I2 = 22
37
Kesmas Wigama Jurnal Kesehatan Masyarakat
eISSN 2477-5819 Volume 01, Nomor 02, Hal. 33- 42, Desember 2015
wajib retribusi, I3 = 45 wajib retribusi, I4 = 24 wajib retribusi, Agar jumlah sampel terhindar dari subyektivitas dan keseluruhannya terwakili maka ditetapkan dengan berpedoman kepada : 1. Jumlah wajib retribusi > 1000 diambil sampel sebesar 1% 2. Jumlah wajib retribusi antara 500 sd 999 diambil sampel sebesar 5% 3. Jumlah wajib retribusi antara 50 sd 499 diambil sampel sebesar 10% 4. Jumlah wajib retribusi antara 10 sd 49 diambil sampel sebesar 25% 5. Jumlah wajib retribusi < 9 diambil sampel sebesar 50% Dari penetapan ini jumlah sampel masing-masing dapat dilihat pada tabel 1. Kemudian untuk menentukan responden dari sejumlah sampel, digunakan metode penarikan sampel acak sistematik. "dengan contoh bahwa sebuah populasi yang terdiri dari N unit nomor 1 sampai N dalam beberapa susunan. Untuk memilih sebuah sampel berukuran N unit, kita ambil sebuah unit acak dari K Unit yang pertama, selanjutnya mengambil setiap kelipatan (Cochran 2001 : 234). Tabel 1 Jumlah populasi dan sampel berdasarkan jenis kegiatan di Kota Samarinda. No Jenis . Kegiata n 1. Rumah Tangga
Kod Populasi Sampel e Presenta si 33.92 1% R1 R2 5 1% R3 13.02 5% R4 9 10% 546 94 Jumlah 47.59
Jumla h 339 130
505
2. Usaha
U1 U2 U3
Jumlah Hotel H1 H2 H3 Jumlah Industri I1 I2 I3 I4 Jumlah Total
4 1.912 724 2 2.638 24 2 2 28 3 22 45 24 94 50.35 4
1% 5% 50% 25% 50% 50% 50% 25% 25% 25%
19 36 1 56 6 1 1 8 2 6 11 6 25 594
Penerapan pemilihan responden berdasarkan jumlah sampel yang telah ditetapkan tersebut adalah : Populasi Kode R = 33.925 wajib retribusi Sampel = 339 wajib retribusi Responden yang dipilih berdasarkan sampling interval : 33.925 =100,7dibulatkan 100 339
Kemudian dibuat kertas nomor 1 dengan 100, selanjutnya diundi, ternyata yang keluar adalah nomor 49, responden yang dipilih dengan nomor 49, 149. 249, 349, 449, 549, 649 dan seterusnya, hinga sejumlah responden 339. Cara demikianlah seterusnya yang dilakukan dari rumah tangga kode R sampai industri kode I 4
Cara Pengelolaan Data Untuk keperluan pengelolaan dan analisis data yang bersumber dari daftar pertanyaan perorangan mengenai Pembayaran Retribusi dalam sampah kota 38
Kesmas Wigama Jurnal Kesehatan Masyarakat
eISSN 2477-5819 Volume 01, Nomor 02, Hal. 33- 42, Desember 2015
samarinda. dianalisis dan dibahas dengan menggunakan analisis frekuensi relatif. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui besaran Prosentase Pembayaran Retribusi Sampah. HASIL PENELITIAN Keadaan Sosial Ekonomi Klasifikasi responden menurut keadaan sosiai ekonominya dapat dibuat berdasarkan jenjang pendidikan, jumlah anggota keluarga, asal tempat tinggal, status kepemilikan rumah, lama tinggal, bidang pekerjaan, dan status pekerjaan responden, seperti ditunjukkan pada tabel 2 sd 3. Tabel 2 Jenjang Pendidikan Responden No. Jenjang pendidikan Responden 1. SD belum 2. tamat 3 SD 4. SLTP 5. SLTA 6. Akademi/ 7. Diploma Sarjana Muda Sarjana Jumlah Responden
Jumlah Responden 34 77 52 320 47 36 28
594
Prosentase
5,71 12,97 8,76 53,87 7,92 6,06 4,72
100
Tabel 3 Status pemilikan rumah responden responden Status Pemilikan No. Rumah responden Ikut orang tua/ 1. keluarga
Jumiah Prosentase Responden 77
2. 3. 4. 5.
Menyewa / mengontrak Rumah dinas / jabatan Milik sendiri Lain-lain Jumiah Responden
131
22.05
47
7.91
321 18
54.04 3.03
594
100
Peran respondent Pembayaran sampah Guna menilai pengetahuan responden mengenai pengelolaan sampah, responden diklasifikasikan berdasarkan pengetahuannya akan perda pengelolaan sampah, seminar mengenai pengelolaan sampah yang pernah diikuti, pendapat responden mengenai siapa yang dirugikan jika sampah tidak teurus, pendapat responden tentang akibat sampah yang tidak terurus, pendapat responden mengenai siapa yang seharusnya bertanggung jawab akan sampah, serta pendapat responden mengenai gangguan yang dise-babkan oleh sampah. Hasil pengklasifi-kasian ini ditunjukkan pada tabel 4 sd 9. Tabel 4 Peran serta responden dalam melaksanakan pembayaran "retribusi sampah" Peran serta responden dalam Jumlah No. melaksanakan Prosentase Responden pembayaran "retribusi sampah i. Tidak mengetahui Tidak pernah 2. 6 1,01 membayar Sewaktu-waktu 3. 12 2,02 membayar Setiap bulan 4. 576 96,97 membayar 5. Lain-lain Jumlah Responden 594 100
12.97 39
Kesmas Wigama Jurnal Kesehatan Masyarakat
eISSN 2477-5819 Volume 01, Nomor 02, Hal. 33- 42, Desember 2015
Tabel 5 Jumlah pembayaran "retribusi sampah" yang dibayar responden setiap bulan
No. Pendapat responden Jumlah Prosentase mengenai kesesuaian Responden antara "retribusi sampah" dengan No. Jumlah Jumlah Prosentase kebersihan pembayaran Responden 1. Tidak dapat menilai 18 3,03 "retribusi 2. Tidak sesuai 52 8,75 sampah" yang 3. Kurang sesuai 109 18,35 dibayar 4. Cukup sesuai 368 61,95 responden setiap 5. Sangat Sesuai 47 7,92 bulan Jumlah Responden 594 100 1.
dari Rp No. Pendapat responden Jumlah Prosentase 10.000,mengenai penilaian Responden 594 Jumlah 100 pembayaran Responden "retribusi sampah" bersamaan dengan Tabel 6 rekening listrik Pendapat responden mengenai tarif 1. Tidak dapat menilai 6 1,01 "retribusi sampah" yang dibayar 2. Tidak baik 12 2,02 3. Kurang baik 42 7,07 Pendapat 4. Baik 398 67,00 mengenai tarif Jumlah 5. Sangat baik 136 22,90 Prosentase No. "retribusi Responden Jumlah 594 100 sampah" Responden 1. Murah 237 46,80 2. Sedang 126 21,21 Tabel 9 3. Cukup 125 21,04 Pendapat responden mengenai cara 4. Mahal 54 9,09 pembayaran "retribusi sampah' 5. Lain-lain II 1,85 Jumlah 594 100 Responden Pendapat responden Tabel 7 mengenai cara Jumlah No. Prosentase pembayaran Responden Pendapat responden mengenai kesesuaian "relribusi antara "retribusi sampah" dengan sampah'" kebersihan.
40
Kesmas Wigama Jurnal Kesehatan Masyarakat
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Melalui penagihan rumah ke rumah Membayar di RT Membayar di Kelurahan Membayar di bank Membayar disatukan dengan rekening listrik Membayar disatukan dengan PBB Lain-lain Membayar disatukan Jumlah Responden
eISSN 2477-5819 Volume 01, Nomor 02, Hal. 33- 42, Desember 2015
32 18 6 6 514 12 6 6
5,39 3,03 1,01 1,01 86,53 2,02 1,01 1,01
594
100
PEMBAHASAN Meningkatnya jumlah sampah khusus di Kota Samarinda, disebabkan beberapa faktor seperti bertambahnya jumlah penduduk, perubahan standar hidup, gaya hidup dan perilaku masyarakat.untuk menanggulanginya diperlukan peran serta masyarakat baik pada saat memproduksi maupun konsumsi apakah melalui pengurangan, penghematan, penggunaan kembali suatu barang yang dimanfaatkan maupun upaya untuk mengmpulkan dan memusnahkannya. Mengingat masalah sampah ini merupakan pelayanan umum, maka dalam halini peranan pemerintah daerah dituntut pula untuk menanggulanginya, namun pemerintah mempunyai keterbatasan dana untuk pengelolaannya. Berdasarkan data yang diperoleh lahan yang dimanfaatkan untuk kegiatan perumahan dan usaha setiap tahun semakin meningkat, akibat dari bertambahnya
jumlah penduduk dan kegiatan lainnya. Sebagai akibat dari lahan kosong berkurang, sampah tidak mungkin dibuang lagi pada suatu lahan agar alam sendiri yang menguraikannya. Keadaan demikian sangat memprihatinkan kebersihan kota apabila tidak dilakukan lebih serius lagi. Salah satu faktor yang cukup menentukan. adalah terhimpunnya dana dari hasil pungutan "retribusi sampah" yang cukup untuk membiayai pengeloalaan sampah. Oleh karenanya dalam penulisan ini, ingin mengetahui peranan masyarakat terhadap Pembayaran Retribusi Sampah Kota Samarinda. Peran masyarakat terhadap pembayaran retribusi sampah Peran serta responden dalam membayar "retribusi sampah" yang membayar setiap bulan = 96,67%, jumlah pembayaran lebih kecil dari Rp 1.000,- = 85,02%, pendapat mengenai "retribusi sampah", yang menyatakan murah = 46,80%, sedang = 21,21% dan cukup mahal = 21,04%. Lebih lanjut ditanyakan pendapat responden mengenai kesesuian antara "retribusi sampah" dengan kebersihan, yang menyatakan cukup sesuai = 61,95% dan kurang sesuai = 18,35%. Akhirnya pendapat responden mengenai pembayaran "retribusi sampah" dengan rekening listrik, yang menyatakan baik = 67,00% dan sangat baik = 22,90%. Serta cara pembayaran "retribusi sampah" yang paling banyak menyatakan bersamaan dengan rekening listrik adalah = 86,53%. Dengan demikian peran serta responden dalam membayar "retribusi sampah" cukup tinggi.
41
Kesmas Wigama Jurnal Kesehatan Masyarakat
eISSN 2477-5819 Volume 01, Nomor 02, Hal. 33- 42, Desember 2015
KESIMPULAN
Salim, E. 2000. Masalah pembangunan ekonomi Indonesia, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Soerjani, M. R. Ahmad & R. Munir (eds) 1987. Lingkungan: Sumberdaya alain dan kependudukan dalam pembangunan- penerbit Universita Indonesia Press, Jakarta. Surakhmat, W. 1978. Dasar-dasar dan tekhnik research, penerbit CV. Tarsito, Bandung. Zen, M. T. (ed) 1978. Menuju kelestarian lingkungan hidup, penerbit Yayasan Obor Indonesia dan Institut Teknologi bandung.
Salah satu masalah lingkungan hidup di daerah perkotaan adalah pencemaran yang diakibatkan oleh sampah. Timbulnya masalah sampah pada hakekatnya disebabkan oleh manusia, sedangkan tingkat pencemaran dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti bertambahnya jumlah penduduk, perubahan standar hidup, gaya hidup dan perilaku masyarakat. Di samping itu erat pula hubungannya dengan organisasi dengan sistem yang dilaksanakan dalam pengelolaan sampah. Apabila dilihat peran serta masyarakat membayar "retribusi sampah", yang menyatakan membayar setiap bulan = 96,67%, dan mengenai tarif masyarakat menyatakan murah, sedang dan cukup, masing-masing 46,08%, 21,21%, 21,04%. Dari data tersebut peran serta masyarkat dalam membayar "retribusi sampah" cukup tinggi. DAFTAR PUSTAKA Azwar, A. 1993. Pengantar ilmu kesehatan lingkungan, penerbit Mutiara, Jakarta. Cochran, G. W. 1991. Teknik penarikan sampel, penerjemah Rusdiansyah, penerbit Universitas Indonesia Press, Jakarta. Hardjasoemantri, K. 2000. Hukum tata lingkungan, penerbit Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Kusnoputranto. H. 1983. Kesehatan lingkungan, penerbit Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Jakarta.
42
Kesmas Wigama Jurnal Kesehatan Masyarakat
eISSN 2477-5819 Volume 01, Nomor 02, Hal. 43- 48, Desember 2015
HUBUNGAN HIGIENE SANITASI DENGAN KANDUNGAN ESCHERICHIA COLI PADA ES BATU INDUSTRI RUMAH TANGGA DI TEPI JALAN WAHID HASYIM 2 KECAMATAN SEMPAJA KOTA SAMARINDA TAHUN 2015 Suwignyo 1, Abdul Rachim2, Arizal Sapitri 3 [email protected] 1 [email protected] 2 [email protected] 3 ABSTRAK Es batu merupakan air yang didinginkan pada suhu di bawah 0 °C dan digunakan sebagai bahan pelengkap minuman. Es batu banyak dijual termasuk di tepi jalan Wahid Hasyim 2 Kecamatan Sempaja. Berdasarkan survey pendahuluan didapatkan 5 sampel es batu positif mengandung Escherichia coli. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan higiene sanitasi dengan kandungan Escherichia coli pada es batu industri rumah tangga di tepi jalan Wahid Hasyim Kecamatan Sempaja Kota Samarinda. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode survey. Populasi dalam penelitian ini adalah penjual es batu di tepi jalan Wahid Hasyim 2 Kecamatan Sempaja Kota Samarinda berjumlah sebanyak 50 orang. Penentuan besar sampel menggunakan tabel sampel Krejcie dan Morgan sehingga didapatkan sampel sebanyak 44 orang. Teknik pengambilan sampling dilakukan dengan cara Cluster Random Sampling. Instrumen yang digunakan adalah kuisioner, observasi dan uji laboratorium. Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat ( menggunakan uji fisher p=0,05). Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan uji Fisher Exact, didapatkan hasil bahwa ada hubungan pemilihan air bahan baku es batu (p=0,03) dan penyimpanan air bahan baku es batu dengan kandungan Eschericia coli dalam es batu (p=0,03). Tidak ada hubungan antara pengolahan air bahan baku es batu dengan kandungan Eschericia coli dalam es batu (p=0,15). Saran yang diberikan terhadap penjual es batu sebaiknya tetap menjaga higiene sanitasi pemilihan, pengolahan dan penyimpanan es batu. Kata Kunci : Es batu, Escherichia coli, Higiene sanitasi ABSTRACT Ice is a water that cooled below 0 °C and used for complement in drink. Ice can be found almost everywhere, including in the Wahid Hasyim Sempaja Roadside. From the preliminary test, obtained 5 samples ice cube were contaminated by Escherichia coli. The purpose of this study was to determine relationship between hygiene and sanitation with presence of Eschericia coli in ice cube of home industry at Wahid Hasyim Roadside Samarinda. This research used quantitative with survey methode. The population in this study was all of the seller in 2nd Wahid Hasyim Roadside. Sample was taken by Krejcie and Morgan so the there were 44 samples and used Cluster Random Sampling. The instruments are questionnaries, observation and laboratory test. Data analysis was carried out univariate and bivariate (using Fisher test p= 0.05). The conclusion of this study there are a relation between chosing raw material (p=0,03) and saving raw material (p=0,03) with presence of Eschericia coli. There was no relation between processing raw material into ice cube with presence of Eschericia coli (p=0,15).Advice that can be given to ice cube should maintain hygiene and sanitation of the selection, processing and storage of ice cube. Keywords: Escherichia coli, Hygiene sanitation, Ice cube 43
Kesmas Wigama Jurnal Kesehatan Masyarakat
PENDAHULUAN Sehat dapat diartikan bahwa suatu keadaan yang sempurna baik secara fisik, mental, sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan. Sedangkan menurut Undangundang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan, kesehatan adalah keadaan sehat baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 942/Menkes/SK/VII/2003 Tentang Pedoman Persyaratan Higiene Sanitasi Makanan Jajanan, pada pasal 1 menyebutkan Higiene Sanitasi adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan, orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mugkin menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan. Penanganan makanan jajanan adalah kegiatan yang meliputi pengadaan, penerimaan bahan makanan, pencucian, peracikan, pembuatan, pengubahan bentuk, pewadahan, penyimpanan, pengangkutan, penyajian makanan atau minuman. Keamanan pangan, dalam UU RI no 7 tahun 1996 didefinisikan sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Air merupakan kebutuhan yang tidak tergantikan dalam suatu kehidupan. Air dapat dijumpai dalam berbagai bentuk, baik dalam bentuk cair ataupun dalam bentuk padat, dalam bentuk padat yaitu berupa es batu. Es batu dianggap dapat memperpanjang umur simpan suatu produk pangan karena berkaitan dengan rendahnya suhu es batu sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikrobia. Proses pembekuan tidak membinasakan bakteri, banyak bakteri dapat bertahan hidup pada suhu yang rendah ini untuk jangka waktu yang relatif panjang dan telah diketahui menjadi penyebab ledakan penyakit alat pencernaan. Timbulnya penyakit yang berkaitan dengan
eISSN 2477-5819 Volume 01, Nomor 02, Hal. 43- 48, Desember 2015
konsumsi es dapat dihubungkan antara lain dengan kurang diperhatikannya faktor kebersihan dan sanitasi dalam penanganan es batu. Es batu merupakan air yang dibekukan, yang didinginkan di bawah 0°C. Es batu digunakan sebagai pelengkap minuman atau sebagai bahan tambahan minuman. Studi di beberapa negara menunjukkan bahwa es batu yang digunakan dalam makanan dan minuman yang dibuat pabrik es mengandung Escherichia coli, dan bakteri coliform. Kehadiran kuman-kuman tersebut disebabkan rendahnya kualitas sumber air atau kurangnya higiene dalam pembuatan dan pengelolaan. Menurut World Health Organization (WHO), Kurang lebih sepertiga penduduk dunia menderita berbagai penyakit yang ditularkan melalui air minum yang terkontaminasi. Setiap tahun sekitar 13 juta diantaranya adalah bayi dan anak-anak. Mengkomsumsi air yang terkontaminasi oleh mikroorganisme patogen, baik air minum atau air yang ditambahkan ke dalam makanan, dapat menimbulkan berbagai penyakit gastrointestinal. Berdasarkan Standar World Health Organization (WHO), standar air minum yang digunakan tidak boleh mengandung Eshcerichia coli, coliform dan sebaiknya air bebas dari bakteri Eshcerichia coli, coliform. Standar WHO kualitas air yang baik adalah 0 cfu/100ml sampel air (World Health Organization, 2004). Diare menurut World Health Organization (WHO) tahun 2013 secara klinis diidentifikasikan bertambahnya defaksi (buang air besar) lebih dari biasanya, lebih dari 3 kali sehari, diare biasanya merupakan gejala infeksi pada saluran intestinal. Secara klinis dibedakan 3 macam sindroma diare yaitu diare cair akut, disentri, dan diare persisten. Sedangkan menurut Depkes RI tahun 2014 diare adalah suatu penyakit dengan tandatanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dan tinja, yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari. 44
Kesmas Wigama Jurnal Kesehatan Masyarakat
Menurut data Depkes RI di Indonesia pada tahun 2012 terdapat 1.585 kasus, wabah diare terjadi di 15 provinsi dengan penderita terbanyak di sumatera utara, sumatera barat, dan sumatera utara masing-masing sebanyak 292.274 dan 241 penderita. Lalu pada tahun 2013 terdapat kasus diare ditangani 3.902.993. dan terakhir pada tahun 2014 mengalami peningkatan diare ditangani sebanyak 8.490.976. (Depkes RI, 2014). Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur tahun 2012 diare mencapai 71.046 jiwa. Dan pada tahun 2013 dari data yang diambil dari profil Dinas Kesehatan Samarinda, insiden diare 48.290 jiwa, selanjutnya pada tahun 2014 mengalami peningkatan sekitar 67.418 jiwa (DKK Provinsi Samarinda, 2014). Pada kasus diare yang terdapat di Puskesmas Sempaja pada tahun 2012 mencapai 1.162 jiwa selanjutnya pada tahun 2013 kasus diare mengalami penurunan 474 jiwa dan pada tahun 2014 kasus diare di Kecamatan Sempaja mengalami kenaikan mencapai 2.163 jiwa (DKK Kota Samarinda, 2014) karna adanya peningkatan angka diare, jadi saya memutuskan untuk mengambil penelitian higiene sanitasi dengan Escherichia coli pada es batu di industri rumah tangga di tepi jalan Wahid Hasyim 2 Kecamatan Sempaja Kota Samarinda. Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan peneliti pada bulan April tahun 2015 didapatkan 5 sampel es batu positif mengandung Escherichia coli dan 1 sampel es batu tidak mengandung bakteri Escherichia coli. Dari hasil survey pendahuluan jumlah es batu yang kandungan Escherichia coli lebih banyak dari pada yang tidak mengandung Escherichia coli. Dilihat dari higiene sanitasinya tidak memenuhi syarat kebersihannya yang kurang. tempat penyimpanan air yang tidak bersih dan berlumut, dan pengolahan yang sembarangan membuat higiene sanitasi nya kurang memenuhi syarat. Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk meneliti tentang hubungan higiene sanitasi
eISSN 2477-5819 Volume 01, Nomor 02, Hal. 43- 48, Desember 2015
dengan kandungan Escherichia coli pada es batu yang diproduksi oleh industri rumah tangga di tepi Jalan Wahid Hasyim 2 Kecamatan Sempaja Kota Samarinda. TUJUAN DAN MANFAAT Tujuan Untuk mengetahui hubungan antara Higiene sanitasi dengan kandungan Escherichia coli pada es batu industri rumah tangga di tepi Jalan Wahid Hasyim 2 Kecamatan Sempaja Kota Samarinda. Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk para pembaca dan sekurang kurangnya dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran bagi dunia kesehatan. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif melalui pendekatan cross sectional . Populasi dalam penelitian ini yang ada saat ini di Tepi Jalan Wahid Hasyim 2 Kecamatan Sempaja Kota Samarinda berjumlah sebanyak 50 penjual es batu dan pengambilan sampel menggunakan Cluster Random Sampling, yaitu teknik dengan pengambilan sampel berdasarkan kelompok air bahan baku yang digunakan penjual es batu di tepi jalan Wahid Hasyim 2 Kecamatan Sempaja Kota Samarinda. Penentuan besar sampel menggunakan tabel sampel Krejcie dan Morgan (Sugiyono, 2014) sehingga didapatkan sampel sebanyak 44 orang. Data primer diambil dengan metode wawancara yang dilakukan dengan menggunakan lembar kuesioner yang dipandu kepada responden. Pengukuran kandungan Escherichia coli dengan melakukan uji Laboratorium yang akan dijasikan sampel. Uji statistik yang digunakan adalah uji korelasi Kendall Tau dengan tingkat kemaknaan 0,05. HASIL DAN PEMBAHASAN Escherichia coli merupakan flora normal usus, biasanya tidak menyebabkan penyakit dan didalam usus memberikan fungsi normal 45
Kesmas Wigama Jurnal Kesehatan Masyarakat
eISSN 2477-5819 Volume 01, Nomor 02, Hal. 43- 48, Desember 2015
berupa pembusukan feses dan sisa-sisa makanan. Namun jika Escherichia coli masuk kedalam saluran pencernaan dalam jumlah banyak, dapat membahayakan kesehatan. Berdasarkan hasil penelitian terhadap 44 es batu yang dijual industri rumah tangga di tepi jalan Wahid Hasyim Kecamatan Sempaja, didapatkan ada 11 pedagang yang memenuhi persyaratan Permenkes RI No 492 tahun 2010 tentang persyaratan kualitas air minum, yaitu kadar maksimum Escherichia coli yang diperbolehkan adalah 0 per 100 ml sampel air. Keberadaan bakteri Escherichia coli disebabkan cara penanganan yang kurang bersih atau sanitasinya rendah. Sumber bakteri coliform dari pencemaran air yang kotor, kotoran manusia dan hewan. Semakin banyak jumlah bakteri coliform yang dicerna oleh manusia maka dapat mengakibatkan muntaber dan kurang enak badan bahkan menyebabkan kematian. Salah satu faktor yang menyebabkan adanya bakteri coliform pada es batu yaitu pemakaian air kotor. Tabel 2. Tabulasi silang hubungan Kondisi Tempat Penyimpanan air bahan baku dengan kandungan Escherichia coli dalam es batu Kondisi Tempat Penyimpa nan Air Tidak Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat Total
Kandungan Escherichia coli TM S MS
Total
25
4
29
66%
8
7
15
34%
33
11
44
100 %
P
0,03
Berdasarkan tabel 2 dapat disimpulkan bahwa dari 29 penjual es batu yang tidak memenuhi syarat dalam kondisi tempat penyimpanan air, terdapat 25 responden yang tidak memenuhi syarat kandungan Escherichia coli dalam es batu. Hasil pengolahan data menggunakan Fisher Exact, didapatkan nilai
p(value) = 0,03. Maka p(value) < α 0,05 yang artinya ada hubungan antara kondisi tempat penyimpanan air bahan baku dengan kandungan Escherichia coli pada es batu. Bahan baku makanan dan minuman harus dilindungi dari waktu dan suhu penyimpanan sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 942 tahun 2003 tentang Pedoman Persyaratan Higiene Sanitasi Makanan dan Jajanan.Tahap penyimpanan bahan makanan merupakan salah satu bagian dari proses menghasilkan makanan yang aman dan bermutu. Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan uji Fisher Exact, didapatkan nilai p(value) = 0,03 < α 0,05 yang artinya ada hubungan antara kondisi tempat penyimpanan air bahan baku dengan kandungan Eschericia coli dalam es batu. Dari hasil observasi dilapangan didapatkan masalah kondisi penyimpanan air bahan baku PDAM dan sumur tidak memenuhi syarat, karena sama sama ditampung pada drum dengan keadaan kondisi tempat penyimpanan air yang menggunakan drum yang berlumut, berbau, berkarat dan tempat penampungan air yang digunakan bersamaan dengan aktifitas lainnya. Sedangkan yang menggunakan air galon di letakkan pada galon di dispenser. Sebagian responden yang menggunakan air sumur letaknya berdekatan dengan Water closet (WC) dan tempat sampah, yang berpengaruh terkontaminasinya sumber air dengan feses di dalam tanah. Hal ini tidak sesui dengan Permenkes RI No. 492/MENKES/SK/VII/2003 tentang pedoman persyaratan Higiene Sanitasi makanan jajanan. Menurut Fachri (2011) Karat adalah salah satu jenis korosi yang di khususkan untuk bahan logam, sangat lazim terjadi terutama pada besi. Korosi adalah penurunan mutu dari peralatan logam akibat reaksi dengan lingkungan yang korosif. Karat dari peralatan logam dapat menjadi bahaya kimia dan lapisan logam yang terkelupas dapat menjadi bahaya fisik jika masuk kedalam 46
Kesmas Wigama Jurnal Kesehatan Masyarakat
pangan, dan dapat menyebabkan ganguan kesehatan seperti mual. Sedangkan Tempat penmpungan yang berlumut merupakan bukti bahwa penjual kurang maksimal dalam melakukan pembersihan tempat penampungan. Fases dapat menjadi perantara penyakit menular yang biasanya dapat menyerang masyarakat. Kotoran manusia yang ditampung pada suatu tempat penampungan kotoran yang selanjutnya diserapkan ke dalam tanah atau diolah dengan cara tertentu tidak akan menimbulkan bau dan tidak mencemari sumber air di sekitarnya (Waluyo, 2009). Penimbunan limbah rumah tangga mengakibatkan pembusukan yang menimbulkan bau di sekitarnya. Dengan tertimbunnya limbah ini dalam jangka waktu lama, permukaan tanah menjadi rusak dan air hujan yang meresap ke dalam tanah terkontainasi dengan bakteri tertentu yang mengakibatkan turunnya kualitas air tanah. (Hasna, 2012) Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yunus (2015) bahwa terdapat hubungan antara penyimpanan makanan dengan kontaminasi Eschericia coli pada rumah makan padang di Kota Manado. Menurut Mukono (2001), penyimpanan makanan perlu memperhatikan hal-hal penting yaitu terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya, serangga dan hewan lainnya. Dalam higiene sanitasi makanan dan minuman, penyimpanan bahan makanan sangat diperlukan. Dengan penyimpanan yang baik, maka air bahan baku es batu dapat terhindar dari debu, vektor penyakit, dan juga menghambat pertumbuhan mikroorganisme.Cara meminimalisasinya dengan tidak menggunakan tempat penampungan air yang sama dengan aktifitas lainnya, misalnya air digunakan untuk keperluan MCK (mandi cuci dan kakus), juga menutup rapat penampungan air setelah air digunakan untuk membuat es batu, dan tidak menggunakan penampungan air yang berkarat atau berlumut.
eISSN 2477-5819 Volume 01, Nomor 02, Hal. 43- 48, Desember 2015
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Ada hubungan yang bermakna antara kondisi tempat penyimpanan air bahan baku es batu dengan tingginya Escherichia coli pada es batu yang dijual di industri rumah tangga di Wahid Hasyim 2 Saran 1. Merebus air bahan baku yang digunakan untuk membuat es batu terlebih dahulu. 2. Sebaiknya tidak menyimpan es batu bercampur dengan daging atau makanan beku lainnya, tidak meletakkan barang barang untuk mengolah es batu sembarangan dan tidak meggunakan penampungan air yang sama untuk bahan baku membuat es batu bercampur untuk keperluan lainnya. DAFTAR PUSTAKA Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Penyehatan Air dan Sanitasi. Dirjen PPM & PL. Jakarta Dinas Kesehatan Kota Samarinda 2014 Laporan Bulanan Puskesmas tentang Kelengkapan Imunisasi tahun 2011-2013 di Kota Samarinda Fachri, A. (2011). Studi pengaruh konsentrasi Ubi Ungu Sebagai Green Inhibitor Pada Material Baja Karbon Rendah Di Lingkungan Air Laut Pada Temperature 60°C. Universitas Indonesia Hasna. (2012). Sumber-sumber sampah dan pengaruhnya. [online]. http://metro.tempo.co. [diakses 22 Desember 2012] Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta : Bandung. Sugiyono. (2009). Statistika untuk Penelitian. Rineka Cipta. Bandung 47
Kesmas Wigama Jurnal Kesehatan Masyarakat
eISSN 2477-5819 Volume 01, Nomor 02, Hal. 43- 48, Desember 2015
Waluyo, Lud (2009). Mikrobiologi Lingkungan. Malang : UMM Press World Health Organization. (2004). World Health Organization Drinking Water Guidelines. [online] http://onlinelibrary.wiley.com [diakses 02 Oktober 2015] Yunus, Salma P. (2015). Hubungan personal higiene dan fasilitas sanitasi dengan kontaminasi Eschericia coli pada makanan di Rumah Makan Padang Kota Manado dan Kota Bitung. Pascasarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado
48
Kesmas Wigama Jurnal Kesehatan Masyarakat
eISSN 2477-5819 Volume 01, Nomor 02, Hal. 49 - 59, Desember 2015
ANALISIS RISIKO PAJANAN NH3 DAN H2S TERHADAP GANGGUAN PERNAPASAN PADA PENDUDUK DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH BUKIT PINANG SAMARINDA Ade Rahmat Firdaus Email : [email protected] ABSTRAK Tercemarnya udara di sekitar TPA menyebabkan kesehatan lingkungan terganggu, gas NH3, H2S dan gas pencemar lainnya adalah zat pencemar udara di TPAS yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan, terutama meningkatkan gangguan pernapasan. TPAS Bukit Pinang merupakan TPAS yang terdapat di Kota Samarinda dan masih menggunakan metode open dumping yang dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan.Desain penelitian dengan pendekatan cross-sectional.3 titik pengambilan sampel NH3 dan H2S dan responden sebanyak 34 orang yang dipilih menggunakan purposive sampling.Analisis data menggunakan Uji T Independen dengan tingkat kepercayaan 95%.Hasil penelitian menunjukkan konsentrasi NH3 dan H2S di TPA Sampah Bukit Pinang pada titik sampel I, II, dan III masih berada dibawah baku mutu. Hasil uji T - Independent menunjukkan ada hubungan konsentrasi NH3 (ρ-value = 0,005), konsentrasi H2S (ρ-value = 0,042), lama pajanan NH3 dan H2S (ρ-value = 0,000), dan Risk Quotient NH3 (ρ-value = 0,000), H2S (ρ-value = 0,000) dengan gangguan pernapasan pada penduduk di sekitar TPA Sampah bukit Pinang. Hasil uji Mann-Whitney menunjukkan tidak ada hubungan frekuensi pajanan NH3 dan H2S (ρ-value = 0,284) dengan gangguan pernapasan pada penduduk di sekitar TPA Sampah Bukit Pinang.
Kata Kunci : Amonia (NH3), Hidrogen Sulfida (H2S), Gangguan pernapasan.
ABSTRACT The air pollution in the garbage dump gave the bad effect for the environmental health , NH3, H2S and the other polluted gases were the causes of air pollution that could give the bad effect for health, especially respiratory disorders. The garbage dump of bukit pinang was located in samarinda and still used open dumping method that could cause environmental pollution. Research design used cross sectional approach. The sample of NH3 and H2S was taken at 3 points and there were 34 respondents that were chosen using purposive sampling. Data collection included in the measurement of NH3 and H2S, interview, and observation of respiratory disorders. Data analysis used t-independent test with 95% of confidence level.Result of the study showed that the concentration of NH3 and H2S at garbage dump of Bukit Pinang at sample points I, II, and III was still under quality standard. Result of T - Independent showed that there was relationship among concentration of NH3 (ρ-value= 0,005), concentration H2S (ρ-value=0,042), exposure period of NH3 and H2S (ρ-value=0,000), and Risk Quotient NH3 (ρ-value=0,000), H2S (ρ-value=0,000) with the respiratory disorders of the people around the garbage dump of bukit pinang. Result of Mann-Whitney test showed that there was no relationship between exposure frequency of NH3 and H2S (ρ-value=0,284) with the respiratory disorders of the people around the garbage dump of bukit pinang. Key words
: Ammonia (NH3), Hydrogen Sulfide (H2S), Respiratory Disorders.
49
Kesmas Wigama Jurnal Kesehatan Masyarakat
PENDAHULUAN Sampah (waste) dapat diartikan sebagai sesuatu yang tidak digunakan, tidak terpakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang, yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya. Sampah yang tidak dikelola sebagaimana mestinya terbukti sering menyebabkan masalah lingkungan dan kesehatan pada manusia. Antara lain dari masalah estetika, tersumbatnya saluran air yang menyebabkan banjir, bahaya kebakaran, terjadinya pencemaran lingkungan, hingga meningkatnya penyakit-penyakit yang ditularkan melalui vektor (Sastrawijaya, 2009). Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) adalah tempat penampungan produksi sampah yang berasal dari aktivitas manusia.Keberadaan TPAS dapat menyelesaikan masalah sampah di wilayah perkotaan. Di sisi lain, sampah yang ditimbun di tempat pembuangan sampah juga menjadi sumber pencemar bagi lingkungan di sekitarnya. Timbunan sampah padat yang terbuka tidak saja menimbulkan dampak yang biasa dirasakan langsung misalnya bau tetapi juga dapat memberikan pengaruh buruk terhadap kualitas udara di daerah sekitarnya (Sastrawijaya, 2009). Pada umumnya pemrosesan akhir sampah yang dilaksanakan di TPAS adalah berupa proses landfilling (pengurugan), dan sebagian besar dilaksanakan dengan open-dumping, yang dapat mengakibatkan permasalahan lingkungan, seperti pencemaran udara akibat gas, bau dan debu. Tempat pembuangan akhir sampah dengan tersebut. METODE Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey dengan pendekatan cross sectional karena tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan konsentrasi gas NH3&H2S, frekuensi pajanan NH3& H2S, lama pajanan NH3& H2S, dan Risk Quotient NH3& H2S terhadap gangguan pernapasan
eISSN 2477-5819 Volume 01, Nomor 02, Hal. 49 - 59, Desember 2015
sistem open dumping menimbulkan bau telur busuk karena tumpukan sampah mengalami dekomposisi secara alamiah menghasilkan gas H2S, CH4 dan NH3. Bau ini dapat menyebar di TPAS dan sekitarnya sehingga menurunkan kualitas udara (Slamet, 2009). Beberapa hasil pengukuran yang pernah dilakukan di TPAS antara lain TPAS Namo Bintang (2009) dan TPAS Putri Cempo Surakarta (2011), diketahui pada kedua TPAS tersebut konsentrasi gas NH3 dan H2S telah melebihi nilai ambang batas kebauan yaitu 2 ppm untuk gas NH3 dan 0,02 ppm untuk gas H2S (Haryoto, 2011 dan BLH Provinsi Sumatera Utara, 2009). Tercemarnya udara di sekitar TPA menyebabkan kesehatan lingkungan terganggu, termasuk kualitas udara disekitar TPA terutama meningkatnya penyakit gangguan Saluran Pernapasan.Berdasarkan data dari Puskesmas Air Putih menunjukkan bahwa penyakit pada Saluran Pernafasan merupakan kasus tebanyak. Data menunjukkan gangguan pernapasan yang terjadi di wilayah kerja Puskesmas Air Putih 3 tahun terakhir fluktuatif, tahun 2012 tercatat 6.141 kejadian, 2013 tercatat 6.166 kejadian dan 2014 tercatat 5.345 kejadian (Puskesmas Air Putih). Berdasarkan hal tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian di TPAS Bukit Pinang Samarinda untuk mengetahui hubungan antara konsentrasi gas NH3 dan H2S, waktu pajanan NH3 dan H2S, lama pajanan NH3 dan H2S, serta Risk Quotient NH3 dan H2S terhadap gangguan pernapasan pada penduduk di sekitar TPA Sampah
pada penduduk di sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Bukit Pinang Samarinda. HASIL DAN PEMBAHASAN Hubungan Konsentrasi NH3 Dengan Gangguan Pernapasan Pada Penduduk Di Sekitar TPA Sampah Bukit Pinang Samarinda
50
Kesmas Wigama Jurnal Kesehatan Masyarakat
Hasil pengukuran NH3 pada ketiga titik sampling menunjukkan konsentrasi masih dibawah Kepmen LH No. 50 Tahun 1996 tentang baku mutu tingkat kebauan, yaitu 2,0 ppm. Faktor meteorologi menyebabkan keadaan atmosfer yang dinamis sehingga mempengaruhi hasil pengukuran konsentrasi gas NH3 di kawasan TPA Sampah Bukit Pinang Samarinda. Tabel 1.Konsentrasi NH3 Pada Kawasan Bermukim Masyarakat Sekitar TPA Bukit Pinang Samarinda Waktu Pengu kuran
Titik Pengukuran Pemuk Pemuk Titi N Sat iman 1 iman 2 k o. uan Ten gah 1. Pagi ppm 0,0010 0,0020 2. Siang ppm 0,0030 0,0020 3. Malam ppm 0,0001 0,0150 0,00 10 Rata-rata 0,0013 0,0063 0,00 6 10 Ket: Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 50 Tahun 1996 Tentang Baku Mutu Kebauan Baku Mutu NH3 = 2 ppm Titik pengukuran 1, pengambilan sampel dilakukan di zona non aktif TPA Sampah Bukit Pinang Samarinda yang dijadikan tempat pemukiman masyarakat sekitar. Pengukuran dengan waktu pagi, siang, dan malam dilakukan dalam keadaan cuaca cerah dan menunjukkan konsentrasi NH3 0,0010 ppm, 0,0030 ppm, dan 0,0001 ppm. Hal ini dipengaruhi oleh suhu udara, kecepatan angin, dan arah datangnya angin dan titik sampling yang berada di bagian selatan zona aktif. Hasil pengukuran berada pada kisaran suhu 31,80C pada pagi hari, 32 0C pada siang hari, dan 27,7 0 C pada malam hari. Hasil pengukuran pagi, siang, dan malam dilakukan dalam keadaan cuaca cerah dan menunjukkan kecepatan angin 0,6 m/s, 1,0 m/s, dan 0,2 m/s dengan arah dominan angi dari barat ke timur. Kecepatan angin akan
eISSN 2477-5819 Volume 01, Nomor 02, Hal. 49 - 59, Desember 2015
mempengaruhi dispersi pencemar udara. Hal ini sesuai dengan penelitian Sastrawijaya (1991) yaitu konsentrasi akan berkurang apabila angin berkecepatan tinggi. Hal ini dikuatkan oleh Soedomo (2001) bahwa faktor meteorologi seperti kecepatan dan arah angin akan mempengaruhi dispersi (penyerapan) pencemar di udara. Titik pengukuran 2, pengambilan sampel dilakukan di zona non aktif TPA Sampah Bukit Pinang Samarinda yang dijadikan sebagai tempat pemukiman masyarakat sekitar. Pengukuran dengan waktu pagi dan siang dilakukan dalam keadaan cuaca cerah dan menunjukkan konsentrasi NH3 sebesar 0,0020 ppm. Hal tersebut dipengaruhi oleh suhu udara, kecepatan angin, arah datang angin dan titik sampling yang berada di bagian tenggara zona aktif. Pengukuran dengan waktu sampling malam menunjukkan konsetrasi NH3 0,0120 ppm. Pengukuran pada pagi dan siang dilakukan dalam keadaan cuaca cerah, menunjukkan suhu udara 26 0C dan 32,90C, sedangkan pada malam hari 25,6 0C. Suhu udara yang tinggi dapat membantu pembentukan emisi gas di udara termasuk gas NH3. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Soedomo (2001) yaitu peningkatan suhu udara dapat membantu perubahan suatu pencemar. Hasil pengukuran pagi dan siang menunjukkan kecepatan angin 0,6 m/s dan 0,8 m/s dengan arah angin dominan ke selatan, sedangkan pada malam hari kecepatan angin 0,3 m/s dengan arah angin dominan ke timur. Kecepatan angin akan mempengaruhi dispersi pencemar udara. Hal ini sesuai dengan penelitian Sastrawijaya (1991) yaitu konsentrasi akan berkurang ketika angin berkecepatan tinggi dengan membagi kecepatan tersebut secara vertikal dan mendalam. Hal ini dikuatkan oleh Soedomo (2001) bahwa faktor meteorologi seperti kecepatan dan arah angin akan mempengaruhi dispersi (penyerapan) pencemar di udara. Titik pengukuran 3, pengambilan sampel dilakukan pada barat zona aktif TPA Sampah Bukit Pinang Samarinda.Pengukuran dilakukan pawa waktu malam hari dengan 51
Kesmas Wigama Jurnal Kesehatan Masyarakat
asumsi suhu rendah, kelembaban tinggi agar tidak terjadi penguapan dan gas dapat terdispersi (terserap) sempurna.Pengukuran dilakukan dalam keadaan cuaca cerah. Hasil pengukuran menunjukkan konsentrasi H2S 0,0010 ppm dengan suhu 27,6 0C dan kecepatan angin 2,4 m/s dengan arah dominan dari utara ke selatan. Kecepatan angin akan mempengaruhi dispersi pencemar udara. Hal ini sesuai dengan penelitian Sastrawijaya (1991) yaitu konsentrasi akan berkurang jika angin berkecepatan tinggi. Hal ini juga dikuatkan oleh Soedomo (2001) bahwa faktor meteoroli seperti kecepatan dan arah angin akan mempengaruhi dispersi (penyerapan) pencemar di udara. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan (Kualitas Udara) konsentrasi gas NH3 untuk lingkungan pemukiman seharusnya tidak terdeteksi sama sekali secara biologis. Hasil uji statistik T - Independent menunjukkan nilai ρ-value = 0,005, maka ρ< 0,05 artinya ada hubungan antara konsentrasi NH3 dengan gangguan pernapasan pada penduduk di Sekitar TPA Sampah Bukit Pinang Samarinda. Gas Amonia yang terdapat di udara dapat masuk ke dalam tubuh melalui sistem pernapasan. Partikulat berukuran besar dapat tertahan di saluran pernapasan bagian atas, sedangkan partikulat berukuran kecil dan gas dapat mencapai paru-paru. Dari paru-paru, Amonia akan diserap oleh sistemperedaran darah dan menyebar ke seluruh tubuh (Haryoto et.al, 2014). Efek jangka pendek terpapar amonia adalah Iritasi terhadap saluran pernapasan, hidung, tenggorokan, mata terjadi pada 400-700 ppm.Sedang pada 5000 ppm menimbulkan kematian Kontak dengan mata dapat menimbulkan iritasi hingga kebutaan total.Kontak dengan kulit dapat menyebabkan luka bakar (frostbite).Efek Jangka Panjang (Kronis) menghirup uap asam dalam jangka panjang dapat mengakibatkan iritasi pada hidung, tenggorokan dan paru-paru dan bronkitis.
eISSN 2477-5819 Volume 01, Nomor 02, Hal. 49 - 59, Desember 2015
Penelitian sesuai dengan Richardson dalam ATSDR (2006) yang menyatakan ada hubungan pajanan kronik H2S konsentrasi rendah dengan penurunan fungsi paru (gangguan pernapasan). Secara statistik terdapat perbedaan siknifikan nilai FEV1/FEC sewer works yang terpajan H2S dan water treatment works yang tidak terpajan H2S pada umur, tinggi badan, ras, dan kebiasaan merokok yang sama. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Juniarto (2011) yaitu tidak ada hubungan antara konsentrasi amonia dari peternaakan ayam PT. Indocentral dengan gangguan kesehatan masyarakat dan pekerja. Gangguan kesehatan berupa iritasi hidung dengan ρ-value = 0,168, iritasi tenggorokan ρ-value = 0,182, dan batu-batuk dengan ρ-value = 0,076. Gas amonia merupakan salah satu gas pencemar udara yang dihasilkan dari penguraian senyawa organik oleh mikroorganisme seperti dalam proses pembuatan kompos, dalam industri peternakan, dan pengolahan sampah kota. Amonia (gas) itu terdiri dari hidrogen dan nitrogen yang biasanya perbandingan molarnya 3:1, ada metan, argon, dan CO2.Amonia disintesis dengan reaksi reversibel antara hidrogen dengan nitrogen (Dwipayani, 2001). Udara di alam tidak pernah ditemukan bersih tanpa polutan sama sekali. Beberapa gas seperti sulfur dioksida (SO2), hydrogen sulfide (H2S), amonia (NH3), dan karbon monoksida (CO) selalu terdapat di udara sebagai hasil dari proses-proses alami seperti aktivitas vulkanik, pembusukan sampah tanaman, kebakaran hutan dan sebagainya.Selain itu partikel-partikel padatan atau pencemaran cairan berukuran kecil dapat tersebar di udara oleh angin, letusan vulkanik atau gangguan alam lainnya (Fardiaz, 2003). Konsentrasi gas NH3 yang terdeteksi di sekitar lingkungan pemukiman warga sekitar TPAS Bukit Pinang Samarinda masih dalam batas yang belum membahayakan kesehatan.Bau gas NH3 tercium dan menyebabkan gangguan kesehatan (seperti iritasi mata dan tenggorokan serta rangsangan batuk), bila kadarnya lebih dari 50 ppm di 52
Kesmas Wigama Jurnal Kesehatan Masyarakat
udara. Rendahnya konsentrasi NH3 di pemukiman sekitar TPAS Bukit Pinang disebabkan oleh sifat gas NH3 yang tidak stabil di udara dan kelarutannya yang tinggi dengan uap air akan membentuk ammonium (Ditjen PPM & PL). Hubungan Konsentrasi H2S Dengan Gangguan Pernapasan Pada Penduduk Di Sekitar TPA Sampah Bukit Pinang Samarinda Hasil pengukuran H2S pada ketiga titik sampling menunjukkan konsentrasi masih dibawah Kepmen LH No. 50 Tahun 1996 tentang baku mutu tingkat kebauan, yaitu 0,02 ppm. Faktor meteorologi menyebabkan keadaan atmosfer yang dinamis sehingga mempengaruhi hasil pengukuran konsentrasi gas H2S di kawasan TPA Sampah Bukit Pinang Samarinda. Tabel 2. Distribusi Konsentrasi H2S Pada Kawasan Bermukim Masyarakat Sekitar TPA Bukit Pinang Samarinda
Waktu Pengu kuran
Titik Pengukuran Pemuk Pemuk Titi N Sat iman 1 iman 2 k o. uan Ten gah 1. Pagi ppm 0,0006 0,0003 2. Siang ppm 0,0005 0,0012 3. Malam ppm 0,0008 0,0003 0,00 06 Rata-rata 0,0006 0,0006 0,00 3 06 Keterangan : Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 50 Tahun 1996 Tentang Baku Mutu Kebauan Baku Mutu H2S = 0,02 ppm Titik pengukuran 1, pengambilan sampel dilakukan di zona non aktif TPA Sampah Bukit Pinang Samarinda yang dijadikan tempat pemukiman masyarakat sekitar.
eISSN 2477-5819 Volume 01, Nomor 02, Hal. 49 - 59, Desember 2015
Pengukuran dengan waktu pagi, siang, dan malam dilakukan dalam keadaan cuaca cerah dan menunjukkan konsentrasi H2S 0,0006 ppm, 0,0005 ppm, dan 0,0008 ppm. Hal ini dipengaruhi oleh suhu udara, kecepatan angin, dan arah datangnya angin dan titik sampling yang berada di bagian selatan zona aktif. Hasil pengukuran berada pada kisaran suhu 31,80C pada pagi hari, 32 0C pada siang hari, dan 27,7 0 C pada malam hari. Hasil pengukuran pagi, siang, dan malam menunjukkan kecepatan angin 0,6 m/s, 1,0 m/s, dan 0,2 m/s dengan arah dominan angi dari barat ke timur. Kecepatan angin akan mempengaruhi dispersi pencemar udara. Hal ini sesuai dengan penelitian Sastrawijaya (1991) yaitu konsentrasi akan berkurang apabila angin berkecepatan tinggi dan membagi kecepatan tersebut secara vertical dan mendalam. Hal ini dikuatkan oleh Soedomo (2001) bahwa faktor meteorologi seperti kecepatan dan arah angin akan mempengaruhi dispersi (penyerapan) pencemar di udara. Titik pengukuran 2, pengambilan sampel dilakukan di zona non aktif TPA Sampah Bukit Pinang Samarinda yang dijadikan sebagai tempat pemukiman masyarakat sekitar. Pengukuran dengan waktu pagi dan malam dilakukan dalam keadaan cuaca cerah dan menunjukkan konsentrasi H2S sebesar 0,0003 ppm. Hal tersebut dipengaruhi oleh suhu udara, kecepatan angin, arah datang angin dan titik sampling yang berada di bagian tenggara zona aktif. Pengukuran dengan waktu sampling siang menunjukkan konsetrasi H2S 0,0012 ppm. Hasil pengukuran pada pagi dan malam dilakukan dalam keadaan cuaca cerah dan menunjukkan suhu udara 26 0C dan 25,60C, sedangkan pada siang hari 32,9 0C. Suhu udara yang tinggi dapat membantu pembentukan emisi gas di udara termasuk gas H2S. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Soedomo (2001) yaitu peningkatan suhu udara dapat membantu perubahan suatu pencemar. Hasil pengukuran pagi dan malam menunjukkan kecepatan angin 0,3 m/s dan 0,6 m/s dengan arah angin dominan ke selatan, 53
Kesmas Wigama Jurnal Kesehatan Masyarakat
sedangkan pada siang hari kecepatan angin 0,8 m/s dengan arah angin dominan ke timur. Kecepatan angin akan mempengaruhi dispersi pencemar udara. Hal ini sesuai dengan penelitian Sastrawijaya (1991) yaitu konsentrasi akan berkurang ketika angin berkecepatan tinggi dengan membagi kecepatan tersebut secara vertical dan mendalam. Hal ini dikuatkan oleh Soedomo (2001) bahwa faktor meteorologi seperti kecepatan dan arah angin akan mempengaruhi dispersi (penyerapan) pencemar di udara. Titik pengukuran 3, pengambilan sampel dilakukan pada zona barat zona aktif TPA Sampah Bukit Pinang Samarinda.Pengukuran dilakukan pada waktu malam hari dengan asumsi suhu rendah, kelembaban tinggi agar tidak terjadi penguapan dan gas dapat terdispersi (terserap) sempurna.Pengambilan sampel dilakukan dalam keadaan cuaca cerah. Hasil pengukuran menunjukkan konsentrasi H2S 0,0006 ppm dengan suhu 27,6 0C dan kecepatan angin 2,4 m/s dengan arah dominan dari utara ke selatan. Kecepatan angin akan mempengaruhi dispersi pencemar udara. Hal ini sesuai dengan penelitian Sastrawijaya (1991) yaitu konsentrasi akan berkurang jika angin berkecepatan tinggi. Hal ini juga dikuatkan oleh Soedomo (2001) bahwa faktor meteorologi seperti kecepatan dan arah angin akan mempengaruhi dispersi (penyerapan) pencemar di udara. Konsentrasi gas H2S hasil penelitian masih dapat terdeteksi walau cukup kecil. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan (Kuaslitas Udara) konsentrasi gas H2S untuk lingkungan pemukiman seharusnya tidak terdeteksi sama sekali secara biologis. Hasil uji statistik T- Independent menunjukkan nilai ρ-value = 0,042, maka ρ< 0,05 artinya ada hubungan antara konsentrasi H2S dengan gangguan pernapasan pada penduduk di Sekitar TPA Sampah Bukit Pinang Samarinda. Hidrogen sulfida dapat masuk kedalam tubuh melalui sistem respirasi.Hidrogen sulfida masuk ke paru-paru kemudian diikat
eISSN 2477-5819 Volume 01, Nomor 02, Hal. 49 - 59, Desember 2015
oleh darah.Hidrogen sulfida yang terkandung dalam darah tergantung pada cairan plasma, cairan interstitial dan cairan intracelular. Setelah memasuki darah akan didistibusi dengan cepat ke seluruh tubuh. Laju distribusi akan menuju ke setiap organ di dalam tubuh. Mudah tidaknya zat ini melewati dinding kapiler dan membran sel dan suatu jaringan sangat ditentukan oleh aliran darah ke organ tersebut. Efek fisik gas H2S pada tingkat rendah dapat menyebabkan terjadinya gejala-gejala seperti sakit kepala atau pusing, badan terasa lesu, hilangnya nafsu makan, rasa kering pada hidung, tenggorokan dan dada, batuk-batuk, sertakulit terasa perih(Elnusa, 2012). Penelitian ini tidak sesuai dengan dengan Hessel, et al dalam ATSDR (2006), mengenai hubungan H2S dengan kesehatan paru 175 Canadian extracted and processed oil and gas workers yang baru bekerja. Secara statistik tidak tidak terdapat perbedaan signifikan nilai (FEV1, FVC, atau FEV1/FVC). Namun ada peningkatan odd ratio yang secara signifikan menunjukkan gejala H2S, yaitu napas pendek OR = 3,55 (95% CI = 1.02 – 12,4), mengi dengan sesak dada OR = 5,15 (95% CI = 1,29 – 20,6), serangan mengi OR = 5,08 (95% CI = 1,28 – 20,6). Gejala ini konsisten dengan bronchial hyperresponsiveness. Gas H2S pada kadar 0,05 ppm dapat dideteksi dari bau, dan pada kadar 0,1 ppm dapat menyebabkan iritasi dan kehilangan rasa sensoris. Jika terpajan gas H2S dengan kadar diatas 50 ppm, gejala secara bertahap akan naik, conjunctivitis yang nyeri, pusing, mual, batuk, radang tenggorokan dan edema paru. Pada kadar 500 ppm akan terjadi kehilangan kesadaran mendadak, dan meninggal dalam waktu 30-60 menit (Ditjen PPM & PL, 2001). Pada umumnya manusia dapat mengenali bau H2S ini dengan konsentrasi 0,0005 ppm sampai dengan 0,3 ppm. Bila konsentrasi tinggi menyebabkan seseorang kehilangan kemampuan penciuman.(Mukono, 2008).Efek fisik gas H2S pada tingkat rendah dapat menyebabkan terjadinya 54
Kesmas Wigama Jurnal Kesehatan Masyarakat
eISSN 2477-5819 Volume 01, Nomor 02, Hal. 49 - 59, Desember 2015
gejala-gejala seperti sakit kepala atau pusing, Badan terasa lesu, Hilangnya nafsu makan, Rasa kering pada hidung, tenggorokan dan dada, batuk–batuk, kulit terasa perih.(Efa, 2003). Gas H2S ini bersifat iritan bagi paru-paru, tetapi ia digolongkan ke dalam asphyxiant karena efek utamanya adalah melumpuhkan pusat pernafasan, sehingga kematian disebabkan oleh terhentinya pernafasan (Slamet,2009). Hubungan Frekuensi Pajanan NH3 Dan H2S Dengan Gangguan Pernapasan Pada Penduduk Di Sekitar TPA Sampah Bukit Pinang Samarinda Frekuensi pajanan adalah lamanya responden terpajan oleh gas NH3 dan H2S dalam sehari. Distribusi responden berdasarkan frekuensi pajanan dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Pajanan NH3 dan H2S Frekuensi Frekuensi Pajanan 1. 19 Jam/Hari 3 2. 24 Jam/Hari 31 34 Jumlah
No.
Persentase (%) 8,8 91,2 100
Berdasarkan tabel dapat diketahui bahwa distribusi frekuensi tertinggi terdapat pada kelompok waktu pajanan 24 jam/hari sebanyak 31 orang responden (91,2%) dan mean 23,56 jam/hari (SD = 1,440). Hal tersebut dikarenakan responden adalah penduduk tetap di sekitar TPAS Bukit Pinang Samarinda dan pekerjaannya adalah pemulung. 3 orang responden (8,8%) yang tidak terpapar selama 24 jam/hari karena mereka bekerja selama 5 jam di luar kawasan TPAS bukit pinang Samarinda. Hasil uji statistik Mann-Whitney menunjukkan nilai ρ-value = 0,284 dibandingkan dengan nilai α = 5%, dimana nilai ρ> 0,05, artinya tidak ada hubungan frekuensi pajanan dengan gangguan
pernapasan pada penduduk di sekitar TPA Sampah Bukit Pinang Samarinda. Hal ini sesuai dengan penelitian Kumalasari 2011 yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan pola paparan dengan keluhan gangguan kesehatan pada pemulung yang tinggal di sekitar TPA Jatibarang dengan ρ-value sebesar 0,878. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 829/MENKES/SK/VII/1999 Tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan, kualitas udara ambient di lingkungan perumahan harus bebas dari gangguan gas beracun seperti NH3 dan H2S dan memenuhi syarat baku mutu lingkungan (Keman, 2005). Zat kimia yang diabsorbsi melalui jalur inhalasi memiliki sifat yang spesifik. Jika gas dan uap sifatnya larut air, maka zat tersebut dapat larut di dalam lendir yang melapisi permukaan saluran pernapasan sehingga menimbulkan iritasi dan dimungkinkan tidak akan pernah mencapai jalan udara bagian bawah serta alveolus (widyastuti dan Ester, 2005). Respon sistem pernapasan dengan pajanan gas berbahaya yang tidak berhasil dikeluarkan melalui bersihan mukosiliar dan sel-sel imun, dapat menyebabkan perubahan dalam paru akibat inhalasi gas berbahaya akan bergantung pada konsentrasi materi yang dihirup, durasi pemajanan, dan sifat kimiawinya. Kerusakan pada mekanisme bersihan mukosiliar akan menyebabkan tertahannya substansi pemajanan itu akan memperbesar risiko munculnya efek yang merugikan (Widyastuti dan Ester, 2005). Hubungan Lama Pajanan NH3 Dan H2S Dengan Gangguan Pernapasan Pada Penduduk Di Sekitar TPA Sampah Bukit Pinang Samarinda Responden dengan lama pajanan NH3 dan H2S > 5 tahun sebanyak 22 orang responden (64,7%). Pajanan NH3 dan H2S secara terus menerus dapat mengakibatkan gangguan kesehatan salah satunya adalah gangguan saluran pernapasan.Penelitian Kilbum dan Warshaw (1995), menunjukkan ada hubungan 55
Kesmas Wigama Jurnal Kesehatan Masyarakat
pajanan H2S dari unit pengolahan minyak dengan gangguan kesehatan pekerja seperti saluran pernapasan, batuk, dan sakit kepala.Dapat diketahui bahwa sakit kepala, batuk, dan pilek merupakan gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh pajanan NH3 dan H2S walaupun sifatnya hilang kambuh. Hasil uji statistik T - Independent menunjukkan nilai ρ-value = 0,000, maka ρ< 0,05 artinya ada hubungan lama pajanan dengan gangguan pernapasan pada penduduk di Sekitar TPA Sampah Bukit Pinang Samarinda. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Jayanti dan Eko Hartini 2014 di TPA Jatibarang yaitu ada hubungan antara lama kerja dengan keluhan gangguan pernapasan pada pemulung yang tinggal di sekitar TPA Jatibarang dengan ρ-value = 0,002. Semakin lama seseorang tinggal di daerah yang tercemar maka akan semakin tinggi risiko terhadap gangguan kesehatan. Lama tinggal menunjukkan lama pajanan responden terhadap faktor risiko NH3 dan H2S, semakin lama pajanan NH3 dan H2S semakin besar pula kemungkinan responden mendapatkan faktor risiko NH3 dan H2S tersebut.Salah satu variabel potensial yang dapat menimbulkan gangguan pernapasan adalah lamanya seseorang terpajan polutan tersebut.Hal ini berarti semakin lama tinggal seseorang, semakin lama pula waktu pajanan terhadap polutan NH3 dan H2S tersebut (Sumakmur, 1998).Dari penelitian Bannet (1997) diketahui bahwa konsentrasi dan lama pajanan terhadap polutan berbanding lurus dengan gangguan pernapasan, dalam Nugraheni (2004). Paparan yang terus menerus dari H2S dapat mengakibatkan gangguan kesehatan.Target organ yang sering terganggu adalah saluran pernapasan.Sebuah penelitian Kilburn dan Warshaw tahun 1995 bahwa ada hubungan lama paparan H2S dari unit pengolahan minyak dan efek gangguan kesehatan para pekerja pada saluran pernapasan (Sianipar, 2009).
eISSN 2477-5819 Volume 01, Nomor 02, Hal. 49 - 59, Desember 2015
Hubungan Risk Quotient (RQ) NH3 Dengan Gangguan Pernapasan Pada Penduduk Di Sekitar TPA Sampah Bukit Pinang Samarinda Hasil perhitungan RQ dapat menunjukkan tingkat risiko kesehatan masyarakat akibat menghirup udara yang mengandung NH3.RQ ≤ 1 menunjukkan pajanan masih berada dibawah batas normal dan masyarakat yang menghirup udara tersebut aman dari risiko kesehatan NH3.sedangkanRQ> 1 menunjukkan pajanan berada diatas batas normal dan masyarakat yang menghirup udara tersebut memiliki risiko kesehatan NH3. Tabel 4. Distribusi Nilai Risk Quotient (RQ) NH3 Variab Mea Media SD Min Ma el n n x Risk Quotie 0,01 0,13 0,001 0,04 0,011 nt (RQ) 6 3 6 4 NH3 Dari tabel 4 diatas dapat diketahui bahwa RQNH3 masih < 1 yang artinya masih belum berisiko non karsinogenik bagi masyarakat. Hasil uji statistik T – Independent menunjukkan nilai ρ-value = 0,000, maka ρ< 0,05 artinya ada hubungan Risk Quotient (RQ) NH3 dengan gangguan pernapasan pada penduduk di sekitar TPA Sampah Bukit Pinang Samarinda. Berdasarkan perhitunagan RQ dapat diketahui bahwa 34 orang responden (100%) menunjukkan RQ ≤ 1 (Tidak Berisiko) terhadap potensi non karsinogenik NH3 dan yang mengalami gangguan pernapasan 9 orang dan yang tidak 25 orang. Hasil analisis menunjukkan mean 0,016, median 0,011 (SD = 0,013). RQ terendah 0,0016 dan RQ tertinggi adalah 0,04. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Haryoto dkk, dimana hasil perhitungan Risk Quotient pada penduduk di sekitar TPAS Putri Cempo Surakarta RQ ≤ 1 (tidak berisiko) sebayak 29 orang dengan persentase 28,4%, 56
Kesmas Wigama Jurnal Kesehatan Masyarakat
eISSN 2477-5819 Volume 01, Nomor 02, Hal. 49 - 59, Desember 2015
dan RQ> 1 (berisiko) sebanyak 73 orang dengan persentse 71,6%. Rendahnya nilai RQ dipengaruhi oleh variabel dalam persamaan asupan (I) yaitu variabel konsentrasi (C) NH3, dalam persamaan asupan (I) variabel konsentrasi NH3 menggunakan konsentrasi tertinggi 0,0102 mg/m3. Berdasarkan Kepmen LH No. 50 Tahun 1996 tentang baku mutu tingkat kebauan, konsentrasi tertinggi ini masih berada dibawah nilai baku mutu. Faktor meteorologi menyebabkan atmosfer yang dinamis sehingga mempengaruhi hasil pengukuran konsentrasi gas NH3 di kawasan TPA Sampah Bukit Pinang Samarinda. Hubungan Risk Quotient (RQ) H2S Dengan Gangguan Pernapasan Pada Penduduk Di Sekitar TPA Sampah Bukit Pinang Samarinda Hasil perhitungan RQ dapat menunjukkan tingkat risiko kesehatan masyarakat akibat menghirup udara yang mengandung H2S.RQ ≤ 1 menunjukkan pajanan masih berada dibawah batas normal dan masyarakat yang menghirup udara tersebut aman dari risiko kesehatan H2S, sedangkan RQ> 1 menunjukkan pajanan berada diatas batas normal dan masyarakat yang menghirup udara tersebut memiliki risiko kesehatan H2S. Tabel 5. Distribusi Nilai Risk Quotient (RQ)H2S Variab el Risk Quotie nt (RQ) H2S
Mea n
Media n
0,11 6
0,076
SD
Min
Ma x
0,09 6
0,01 3
0,30 1
Dari tabel 5 diatas dapat diketahui bahwa RQ H2S masih < 1 yang artinya masih belum berisiko non karsinogenik bagi masyarakat. Hasil uji statistik T - Independent menunjukkan nilai ρ-value = 0,000, maka ρ< 0,05 artinya ada hubungan Risk Quotient (RQ) H2S dengan gangguan pernapasan pada
penduduk di sekitar TPA Sampah Bukit Pinang Samarinda. Berdasarkan perhitunagn RQ dapat diketahui bahwa 34 orang responden (100%) menunjukkan RQ ≤ 1 (Tidak Berisiko) terhadap potensi non karsinogenik H2S. hasil analisis menunjukkan mean 0,116 (SD = 0,096). RQ terendah 0,0131 dan RQ tertinggi adalah 0,301. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Sianipar 2009 dimana hasil perhitungan Risk Quotient pada masyarakat di sekitar TPAS Terjun Kecamatan Medan Marelan RQ ≤ 1 (tidak berisiko) sebayak 50 orang dengan persentase 62%, dan RQ> 1 (berisiko) sebanyak 30 orang dengan persentse 38%. Rendahnya nilai RQ dipengaruhi oleh variabel dalam persamaan asupan (I) yaitu variabel konsentrasi (C) H2S, dalam persamaan asupan (I) variabel konsentrasi H2S menggunakan konsentrasi tertinggi 0,00160 mg/m3. Berdasarkan Kepmen LH No. 50 Tahun 1996 tentang baku mutu tingkat kebauan, konsentrasi tertinggi ini masih berada dibawah nilai baku mutu. Faktor meteorologi menyebabkan atmosfer yang dinamis sehingga mempengaruhi hasil pengukuran konsentrasi gas H2S di kawasan TPA Sampah Bukit Pinang Samarinda. KESIMPULAN Ada hubungan konsentrasi NH3(ρ-value=0,005), konsentrasi H2S (ρ-value=0,042), lama pajanan NH3 dan H2S (ρ value=0,000),Risk Quotient (RQ) NH3(ρ-value=0,000),Risk Quotient (RQ) H2S (ρ-value=0,000) dengan gangguan pernapasan pada penduduk di sekitar TPA Sampah Bukit Pinang Samarinda, dan tidak ada hubungan Frekuensi Pajanan NH3 dan H2S dengan gangguan pernapasan pada penduduk di sekitar TPA Sampah Bukit Pinang Samarinda(ρ-value=0,284).
57
Kesmas Wigama Jurnal Kesehatan Masyarakat
eISSN 2477-5819 Volume 01, Nomor 02, Hal. 49 - 59, Desember 2015
SARAN Saran yang dapat diberikan dri penelitian ini adalah perbaikan sistem pengelolaan sampah di TPAS Bukit Pinang dengan alternatifnya menggunakan sistem sanitary landfill atau lokasi TPAS dipindahkan.Bagi Masyarakat Sekitar TPAS Bukit Pinang diharapkan untuk memperbanyak jumlah tanaman barier yang sifatnya dapat menurunkan tingkat pencemaran udara dan tanaman pohon untuk meminimalisir bau di TPAS dan memperbanyak melakukan aktivitas di luar kawasan TPAS untuk mengurangi waktu paparan dengan gas yang dihasilkan oleh sampah.
IPCS.Risk Assessment Terminology. Geneva: Word Healt Organizationa, 2004.
DAFTAR PUSTAKA
Khumaidah.Analisi Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gangguan Fungsi Paru padaPekerja Mebel PT Kota Jati Furnindo Desa Suwawal Kecamatan Mlongo Kabupaten Jepara. Tesis Pasca Sarjana, Universitas
Chandra, Budiman.Pengantar Kesehatan Lingkungan. Buku Kedokteran EGC: Jakarta,2007. Dainur.Materi-materi Pokok Ilmu Kesehatan Masyarakat. Widya Medika : Jakarta, 1995. Diponegoro : Semarang. Diakses di http://core.uc.uk/download/pdf/117238 55.pdf pada tanggal 11 Maret 2015, 2009.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: KEP-41/MENLH/11/1999 Tentang Baku Mutu Tingkat Kebauan, 1999 Keman, Soedjajadi. Kesehatan Perumahan Dan Lingkungan Pemukiman. Jurnal KesehatanLingkungan, Vol 2, No. 1, Juli 2005: 29 – 42. Diakses di http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Under graduate-16307-Bibliography-pdf pada tanggal 11Maret 2015, 2005.
Meirinda.Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kualitas Udara Dalam Rumah DiSekitar Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan Tahun 2008.Thesis. Universitas Sumatera Fitriyani.Pajanan PM10 terhadap Kejadian Utara.Diakses Gejala ISPA pada Pekerja dihttp://www.repository.usu.ac.id/ pada Pergudangan Semendi Kotamadya tanggal 10 Maret 2015, 2008. Palembang Tahun 2011. Tesis Program Pasca Sarjana, University of Indonesia : Mukono, H.J. Pencemaran Udara dan Pengaruhnya Terhadap Gangguan Depok. Diakses di SaluranPernapasan, Airlangga http://lib.fkm.ui.ac.id/opac/id/hasilcari. University Press : Surabaya, 2008. jps pada tanggal 6 Maret 2015, 2011. Puskesmas Air Putih.Laporan Bulanan Puskesmas Air Putih.Puskesmas Air Haryoto, DKK. Fate Gas Amoniak Terhadap PutihSamarinda, 2014. Besarnya Resiko Gangguan Kesehatan PadaMasyarakat Di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Price, S.A, dan Wilson L.M. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-proses Putri Cempo Surakarta. Tesis Program Penyakit,Edisi ke Empat, Buku II, Pasca Sarjana, Program Studi Ilmu Judul Asli Pathophysiology Clinical Lingkungan, Universitas Sebelas Concept EGC: Jakarta, 1994. Maret : Surakarta. Diakses dihttp://jurnal.pasca.uns.ac.id/index.ph p/ekosains/article/view/2016/421pada tanggal 10 Maret 2015, 2014 58
Kesmas Wigama Jurnal Kesehatan Masyarakat
Rahman, Abdur. Model Kajian Prediktif Dampak Lingkungan dan Aplikasi untuk ManajemenRisiko Kesehatan, Pusat Kajian Kesehatan Lingkungan dan Industri FKM-UI: Depok, 2007 Sastrawijaya, A.T. Pencemaran Lingkungan (Edisi Revisi), Penerbit Rineka Cipta: Jakarta,2009. Soemirat, Slamet Juli. Kesehatan Lingkungan, Gadjah Mada University Press: Yogyakarta,2009. Sianipar, Reinhard H. 2009. Analisis Risiko Paparan Hidrogen Sulfida pada MasyarakatSekitar TPA Sampah Terjun Kecamatan Medan Marelan Tahun 2009.Tesis..
eISSN 2477-5819 Volume 01, Nomor 02, Hal. 49 - 59, Desember 2015
Universitas Diponegoro. Diakses dihttp://www.repository.usu.ac.id/ pada tanggal 13 Maret 2015, 2009. U.S. EPA.Toxicological Review Of Hydrogen Sulfide. Washington DC: U.S. environmentalProtection Agency, 2003. Wardhana, W.A. Dampak Pencemaran Lingkungan (Edisi Revisi)¸ Penerbit Andi:Yogyakarta, 2004. Widyastuti, Palupi dan Ester.Bahaya Bahan Kimia pada Kesehatan Manusia danLingkungan. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta, 2005.
59
Kesmas Wigama Jurnal Kesehatan Masyarakat
eISSN 2477-5819 Volume 01, Nomor 02, Hal. 60 - 67, Desember 2015
FAKTOR PENYEBAB KERACUNAN AKUT PENGGUNAAN PESTISIDA PADA PETANI DI DESA PONORAGAN KECAMATAN LOA KULU KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA Dina Lusiana S1), Fakhrur Rozi M2) Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Mulawarman Jl. Sambaliung, Samarinda Kalimantan Timur 75119 Email: [email protected]
ABSTRAK Keracunan akut penggunaan pestisida disebabkan dari pemakaian pestisida yang masuk dalam tubuh. Desa Ponoragan, adalah daerah pertanian sehingga mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani yang mempunyai risiko mengalami keracunan akut akibat penggunaan pestisida. Hasil pemeriksaan cholinesterase oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Kutai Kartanegara didapatkan hasil dari 223 petani yang diperiksa terdapat 100 petani yang mengalami keracunan akut akibat paparan pestisida. Penggunaan pestisida yang tidak tepat akan menyebabkan terjadinya keracunan akut pada petani. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan penggunaan apd, masa kerja, dan lama paparan dengan keracunan akut penggunaan pestisida pada petani di Desa Ponoragan. Jenis penelitian ini adalah survei analitik dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan data menggunakan kuesioner dengan jumlah sampel 69 orang. Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara lama paparan (p= 0.290) dengan keracunan akut penggunaan pestisida. Ada hubungan antara penggunaan APD (p=-0.052), masa kerja (p= 0.025) dengan keracunan akut penggunaan pestisida. Kata Kunci
: APD, Masa Kerja, Lama Paparan, Keracunan Akut, dan Pestisida
ABSTRACT Acute pesticide poisoning resulting from the use of pesticides that enter the body. Ponoragan village, is an agricultural area so that the majority of the population worked as farmers who have suffered acute poisoning risks resulting from the use of pesticides. Cholinesterase examination results by the District Health Office Kutai is obtained from 223 farmers who checked there are 100 farmers who suffered acute poisoning due to exposure to pesticides. Improper use of pesticides will cause acute poisoning among farmers. The purpose of this study was to determine the relationship PPE use, work of service, and duration of exposure and acute poisoning pesticide on farmers in the Ponoragan. This type of research is analytic survey with cross sectional approach. Collecting data using by a questionnaire with a sample of 69 people. The results showed that there was no relationship between duration of exposure (p = 0.290) with acute pesticide poisoning. There was a relationship between of work of service (p = 0.025), the use of PPE (p = 0.052) and acute pesticide poisoning. Keyword: PPE, work of service, duration of exposure, pesticide and acut poisoning
60
Kesmas Wigama Jurnal Kesehatan Masyarakat
PENDAHULUAN Penggunaan pestisida yang tidak terkendali dapat menyebabkan pencemaran lingkungan, baik darat, air maupun udara, dan dapat mengganggu kesehatan manusia. Para petani sering menggunakan pestisida bukan atas dasar keperluan pengendalian hama secara indikatif, mereka melakukan penyemprotan tanaman tanpa memperhatikan ada tidaknya serangan hama, penggunaan semacam ini telah banyak menimbulkan masalah adanya kandungan residu pestisida pada produk pertanian dan pencemaran lingkungan, khususnya pencemaran udara yang dapat menyebabkan penyakit saluran pernapasan pada para petani (Himmawan, 2006). Keracunan akut akibat pestisida dapat terjadi secara cepat setelah kontak langsung dengan pestisida. Penggunaan alat pelindung diri memiliki pengaruh yang besar terhadap kejadian keracunan. Alat pelindung diri merupakan pelindungan langsung dari kontak terhadap pestisida. Dalam pemakaian Alat pelindung diri (APD), masih cukup banyak petani yang tidak menggunakan dengan alasan ketidaknyamanan, mengganggu pekerjaan, dan merasa tidak perlu menggunakan, sehingga hanya sedikit petani yang ditemui menggunakan APD, APD yang dipakai pun tidak sesuai yang diharapkan dan terkesan asal pakai. Petani merupakan salah satu pekerjaan sektor informal, dimana orang-orang yang bekerja disektor informal pengetahuan akan pentingnya alat pelindung diri masih kurang dibanding orang yang bekerja di sektor formal. Ketersedian dan pemakaian alat pelindung diri juga berbeda, pekerjaan formal seperti di industri, pihak perusahaan sudah menyediakan dan ada pengawasan oleh pihak-pihak tertentu seperti Dinas Tenaga Kerja, sehingga kesehatan dan keselamatan kerja sektor informal lebih terjamin, sedangkan petani dengan kondisi yang cukup terbatas biasanya hanya menggunakan alat pelindung diri seadanya, sehingga kesehatan dan keselamatan kerja jauh tidak terjamin dibandingkan sektor formal (Himmawan, 2006).
eISSN 2477-5819 Volume 01, Nomor 02, Hal. 60 - 67, Desember 2015
Lama kerja petani pun cukup lama karena masa tanam tanaman padi cukup lama sekitar 4-6 bulan untuk sekali masa tanam sehingga petani mempunyai masa kerja yang cukup lama. Dalam penentuan masa kerja, rata-rata petani yang telah bekerja selama 5 tahun atau lebih berarti telah terjadi proses degeneratif yang diakibatkan seringnya menggunakan pestisida (Himmawan, 2006). Lamanya masa tanam menyebabkan petani menyebabkan penggunaan pestisida pun semakin sering. Penggunaan pestisida yang sering mempunyai pengaruh terhadap keracunan akut pada petani. Hal ini terjadi karena semakin lama petani melakukan penyemprotan secara terus-menerus, maka semakin banyak kadar yang masuk dalam tubuh. Faktor eksposisi yang berulang-ulang ini akan menyebabkan akumulasi zat toksik dalam tubuh sehingga melewati ambang batas keracunan sehingga timbullah paparan pestisida (Afriyanto, 2008). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa banyak dampak negatif dari penggunaan pestisida, dampak negatif tersebut diantaranya kasus keracunan pada manusia, ternak, polusi lingkungan dan resistensi hama. Data yang dikumpulkan WHO menunjukkan 500.000-1.000.000 orang per tahun di seluruh dunia telah mengalami keracunan pestisida dan sekitar 500-1000 orang per tahun diantaranya mengalami dampak yang sangat fatal seperti kanker, cacat, kemandulan dan gangguan pada hepar. Penggunaan pestisida yang tidak terkendali akan menimbulkan bermacam-macam masalah kesehatan dan pencemaran lingkungan. Penggunaan pestisida yang dipengaruhi oleh daya racun, volume dan tingkat pemajanan secara signifikan mempengaruhi dampak kesehatan. Semakin tinggi daya racun pestisida yang digunakan semakin banyak tanda gejala keracunan yang dialami petani (Yuantari, 2009). Data Staf Pusat Penelitian Ekologi Kesehatan Departemen Kesehatan, Kusnindar menemukan bahwa keracunan pada petani di Indonesia terjadi setidaknya pada 14 juta orang. Kusnidar melakukan riset tersebut 61
Kesmas Wigama Jurnal Kesehatan Masyarakat
pada tahun 1989 atau 20 tahun lalu. Perkiraan itu berdasarkan pada banyaknya kasus keracunan yang pernah terjadi pada 1985-1986 seperti di di Brebes 85.7 %, Klaten 54.8 %, Karo Sumatera Utara 38 %, dan termasuk Bali. Dari rata-rata kasus di atas diperoleh angka 35% petani yang menyemprot pestisida akan keracunan. Menurut Kusnidar jumlah petani penyemprot sekitar 37 % dari jumlah petani. Di sisi lain, per 2007 lalu, berdasarkan catatan dari Departemen Pertanian Republik Indonesia jumlah petani Indonesia sekitar 50 % dari jumlah penduduk Indonesia atau sekitar 110 juta. Dengan perkiraan jumlah petani penyemprot adalah 37.1% maka jumlah petani yang rentan terpapar pestisida sebanyak 40 juta orang. Jika 35 % petani terpapar pestisida mengalami keracunan, maka jumlah petani yang mengalami keracunan kira-kira 14 juta orang (Muhajir, 2009). Data mengenai keracunan pestisida di Indonesia belum dapat dipastikan jumlahnya karena wilayah Indonesia yang luas, banyaknya jumlah petani, kurangnya petugas kesehatan di wilayah terpencil, belum tersosialisasinya kerja sama lintas sektor dan pendataan keracunan masih bersifat umum sehingga untuk data keracunan akut sendiri belum jelas. Untuk wilayah Kalimantan Timur jumlah keracunan pestisida belum terdata seluruhnya, hal ini dikarenakan masih ada daerah yang belum melakukan pemeriksaan kejadian keracunan akibat penggunaan pestisida secara khusus, wilayah yang luas dan masih banyak daerah terpencil, dan kurangnya pengetahuan dari petugas-petugas kesehatan dalam melakukan pemeriksaan keracunan akibat dari penggunaan pestisida yang tidak sesuai aturan. Hasil pemeriksaan cholinesterase yang dilakukan oleh seksi Penyehatan Lingkungan Perumahan (PLP) Dinas Kesehatan Kabupaten Kutai Kartanegara tahun 2008 yang bekerja sama dengan puskesmas-puskesmas seKabupaten Kutai Kartanegara terhadap tingkat pemaparan pestisida pada petani yang berada di wilayah kerja puskesmas didapatkan hasil dari 223 orang yang di periksa terdapat 100 orang petani yang mengalami keracunan akut
eISSN 2477-5819 Volume 01, Nomor 02, Hal. 60 - 67, Desember 2015
akibat paparan dari pestisida. Untuk wilayah Kecamatan Loa Kulu, kejadian keracunan akut akibat penggunaan pestisida masih belum ada karena kurang terdatanya kejadian keracunan akut dikarenakan luasnya wilayah Loa Kulu, jumlah petani yang banyak, kurangnya jumlah petugas kesehatan di wilayah terpencil yang cukup jauh, dan pendataan keracunan masih bersifat umum sehingga untuk data keracunan akut sendiri belum jelas. Desa Ponoragan merupakan salah satu desa yang berada di wilayah kecamatan Loa Kulu, dimana penduduknya rata-rata bekerja sebagai petani. Karena rata-rata pekerjaan penduduk Desa Ponoragan bekerja sebagai petani, maka Desa Ponoragan membentuk Kelompok Tani Sumber Rukun. Kelompok Tani Sumber Rukun merupakan gabungan dari beberapa kelompok tani di di Desa Ponoragan. Pertanian merupakan salah satu pekerjaan sektor informal yang menjadi tumpuan hidup dari penduduk di Desa Ponoragan. Namun dalam beberapa hal petani masih banyak yang kurang memperhatikan kesehatan dikarenakan kurang adanya pemantauan dan perhatian khusus dalam bidang pertanian, termasuk penggunaan pestisida. Penggunaan pestisida yang berlebih dan tidak sesuai dengan cara pemakaian yang aman dapat menyebabkan keracunan bagi kesehatan petani. Keracunan akut dapat terjadi akibat penggunaan alat pelindung diri yang tidak sesuai, masa kerja yang lama, dan lama paparan dari petani terhadap pestisida. Hasil observasi yang dilakukan terhadap petani-petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Sumber Rukun di Desa Ponoragan hanya sebagian yang menggunakan APD dengan kondisi yang tidak layak dan kebanyakan tidak menggunakan APD. Para petani menerapkan jenis pertanian tadah hujan dalam menanam padi. Sedangkan untuk sekali musim tanam padi memerlukan waktu sekitar 4-6 bulan. Lamanya masa tanam mengakibatkan masa kerja yang semakin lama. Rata-rata petani memiliki wilayah pertanian yang luas. Luasnya wilayah pertanian yang di tanam 62
Kesmas Wigama Jurnal Kesehatan Masyarakat
eISSN 2477-5819 Volume 01, Nomor 02, Hal. 60 - 67, Desember 2015
mengakibatkan pola penggunaan pestisida semakin meluas, sehingga petani-petani menjadi semakin lamanya terpapar oleh pestisida. Tujuan dan Manfaat Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor penyebab keracunan akut penggunaan pestisida pada petani di Desa Ponoragan Kecamatan Loakulu Kabupaten Kutai Kartanegara. Manfaat penelitian ini adalah dapat diketahui faktor penyebab keracunan akut penggunaan pestisida pada petani sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei analitik dengan melihat hubungan variabel bebas terhadap variabel terikat pada saat bersamaan (cross sectional study). Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dan lembar observasi. Analisis data menggunakan program SPSS dengan menggunakan uji Chi Square (α= 0.05 dan CI = 95%). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petani di kelompok tani sumber rukun Desa Ponoragan Kecamatan Loakulu Kabupaten Kutai Kartanegara yang berjumlah 218 orang, dengan jumlah sampel sebesar 69 responden. Ditribusi populasi dan sampel dapat dilihat pada tabel 1 dibawah ini : Tabel 1. Distribusi Populasi dan Sampel Penelitian Nama Kelompok Populasi Sampel Tani Sejahtera Suka Maju Baru Mekar Harapan Maju Usaha Tani Bukit Marangan Wiratani Karya Tani Abadi Total
28 20 21 30 32 28 35 24 218
9 6 7 9 10 9 11 8 69
Hasil dan Pembahasan a. Karakteristik Responden Hasil analisis univariat distribusi karakteristik responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1.2 sebagai berikut: Tabel 1.2 Distribusi Karakteristik Responden Variabel
Frekue nsi
Persentase (%)
Umur 28 – 41 19 42 – 55 27 56 – 69 17 70 – 83 6 Jenis Kelamin Laki44 laki Perem 25 puan Tingkat Pendidikan Tidak Sekola 16 h SD / 33 SR SMP 8 SMA/S 11 MK S1 1 Penggunaan Alat Pelindung Diri Mengg unakan 23 APD Tidak Mengg 46 unakan APD Masa Kerja ≤ 5 3 Tahun > 5 66 Tahun Lama Paparan ≤ 3 Jam/H 58 ari > 3 11
27.5 39.1 24.7 8.7 63.8 36.2
23.2 47.8 11.6 15.9 1.4
33.3
66.7
4.3 95.7
84.1 15.9 63
Kesmas Wigama Jurnal Kesehatan Masyarakat
eISSN 2477-5819 Volume 01, Nomor 02, Hal. 60 - 67, Desember 2015
Jam/H ari Keracunan Tidak Keracu nan Akut Keracu nan Akut
21
30.4
48
69.6
b. Hasil Analisis Hubungan Variabel Bebas dengan Variabel Terikat Hasil analisis hubungan antara variabel bebas penggunaan alat pelindung diri (APD), masa kerja dan lama paparan dengan keracunan akut dapat dilihat pada tabel 1.3 sebagai berikut: Tabel 1.3 Analisis Hubungan Variabel Bebas dengan Variabel Terikat Variab el
Keracunan Akut Total p Tidak Ya n % N % n % Penggunaan APD 2 60. 1 39. 4 10 0.052 Tidak 8 9 8 1 6 0 * 2 2 10 Ya 87 3 13 0 3 0 Masa Kerja >5 4 72. 1 27. 6 10 Tahun 8 7 8 3 6 0 0.025* ≤5 10 0 0 3 100 3 Tahun 0 Lama Paparan 54. 45. 1 10 > 3 Jam 6 5 5 5 1 0 0.290 4 72. 1 27. 5 10 ≤ 3 Jam 2 4 6 6 8 0 Ket: * Variabel yang berhubungan (α = 0.05; CI 95%)
Hubungan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) dengan Keracunan Akut Berdasarkan tabel 1.2 didapatkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara penggunaan alat pelindung diri (APD) dengan keracunan akut pada petani (p= 0.052). Sebanyak 60.9% responden mengalami keracunan akut dan tidak menggunakan APD berupa masker (81.2%), pakaian kerja (98.6%) dan sarung tangan (82.6%). Ada sebanyak 39.1% responden tidak menggunakan APD namun tidak mengalami keracunan akut, hal ini terjadi karena 84.1% responden terpapar pestisida ≤ 3 jam/ hari, hal ini disebabkan karena pada saat penelitian dilakukan bertepatan dengan musim kemarau sehingga penggunaan pestisida oleh petani menjadi jarang. Keracunan pestisida terjadi bila ada bahan pestisida yang mengenai tubuh atau masuk ke dalam tubuh dalam jumlah tertentu dengan waktu paparan yang lama (≥ 3 jam). Jalan masuk pestisida dalam tubuh dapat melalui mulut, pernapasan serta kulit. Penelitian ini menemukan sebanyak 23 responden menggunakan APD namun APD yang digunakan tidak sesuai dengan standar karena hanya berupa pakaian untuk menutup hidung dan mulut, pakaian kerja dan sarung tangan. Berdasarkan wawancara bahwa pemakaian APD tersebut dilakukan berulang-ulang dan tidak pernah dibersihkan sehingga menyebabkan faktor resiko paparan menjadi lebih besar. APD berupa masker, pakaian kerja dan sarung tangan sangat penting digunakan saat melakukan penyemprotan sehingga petani yang tidak menggunakan APD akan mudah terpapar dengan pestisida, sehingga untuk mencegah terjadinya keracunan adalah memberikan perlindungan bagian tubuh dari paparan pestisida pada saat melakukan penyemprotan serta memperhatikan waktu paparan pestisida. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Runia (2008) yang menunjukkan tidak ada hubungan antara kelengkapan APD dengan keracunan akibat pestisida pada petani hortikultura di Desa Tejosari dengan
PEMBAHASAN
64
Kesmas Wigama Jurnal Kesehatan Masyarakat
eISSN 2477-5819 Volume 01, Nomor 02, Hal. 60 - 67, Desember 2015
nilai p = 0.335 (p > 0.05). Namun tidak sejalan dengan penelitian Yuantari (2009) yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara penggunaan alat pelindung diri sewaktu menyemprot dengan keracunan pestisida dengan nilai p = 0.001 (p < 0.05).
pada petani hortikultura di Desa Tejosari Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang di dapatkan hasil mengenai hubungan antara masa kerja dengan kejadian keracunan pada petani didapatkan hasil ada perbedaan keracunan akibat pestisida yang signifikan antara petani dengan masa kerja ≤ 5 tahun dan > 5 tahun.
Hubungan Penggunaan Masa Kerja dengan Keracunan Akut Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara masa kerja dengan keracunan akut penggunaan pestisida pada petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Sumber Rukun (p = 0.025). Sebanyak 95.7% responden memiliki masa kerja > 5 tahun dan 72.7% responden mengalami keracunan akut saat menggunakan pestisida. Di Desa Ponoragan bertani merupakan pekerjaan turun-temurun sehingga banyak petani yang dari kecil telah bekerja sebagai petani sehingga memiliki masa kerja yang cukup lama. Jika dilihat dari data kuisioner lama jam kerja dalam sehari didapatkan hasil sebanyak 49 responden (71%) bekerja > 8 jam dalam sehari dan 20 responden (29%) bekerja ≤ 8 jam dalam sehari. Masa kerja diatas 5 tahun, dimana dengan masa kerja tersebut dianggap telah terjadi proses degeneratif akibat sudah seringnya menggunakan pestisida (Himmawan, 2006). Hasil penelitian juga menunjukkan petani yang memiliki masa kerja > 5 tahun namun dan tidak mengalami keracunan akut saat menggunakan pestisida sebanyak 18 responden (27.3%) disebabkan oleh beberapa faktor diluar masa kerja seperti; lama paparan petani dengan pestisida didapatkan hasil sebanyak 58 responden (84.1%) terpapar dengan pestisida ≤ 3 jam/ hari, serta sebanyak 23 responden (33.3%) menggunakan APD saat melakukan penyemprotan pestisida, hal ini mempengaruhi waktu kontak dan risiko keracunan akut akibat pestisida menjadi lebih sedikit. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Kesavachandran (2006) dalam Runia (2008) mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan keracunan pestisida organofosfat, karbamat, dan kejadian anemia
Lama Paparan Lama paparan adalah waktu kontak langsung petani saat menggunakan pestisida dalam satu waktu. Petani berangggapan bahwa penyemprotan pestisida mutlak dilakukan, dan mereka beranggapan penyemprotan pestisida bukan bertujuan untuk mengendalikan hama tanaman, tetapi mereka beranggapan untuk mencegah timbulnya hama tanaman tertentu. Penyemprotan sebaiknya dilakukan tidak boleh lebih dari 3 jam/hari, bila melebihi maka risiko keracunan akan semakin besar. Kebiasaan petani yang melakukan penyemprotan lebih dari lebih dari 3 jam/hari tanpa istirahat akan mengakibatkan keracunan kronik. Seandainya masih harus menyelesaikan pekerjaannya hendaklah istirahat dulu untuk beberapa saat untuk memberi kesempatan pada tubuh untuk terbebas dari pemaparan pestisida (Aprinias, 2009). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara lama paparan dengan keracunan akut penggunaan pestisida pada gabungan Kelompok Tani Sumber Rukun (p= 0.290). Petani yang bekerja menggunakan pestisida > 3 jam/hari dan mengalami keracunan akut saat menggunakan pestisida sebanyak 6 responden (54.5%), hal ini disebabkan karena (93.3%) melakukan istirahat saat melakukan penyemprotan pestisida, dan juga sebanyak 23 responden (33.3%) menggunakan APD saat melakukan penyemprotan pestisida. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebanyak 72.4% responden mengalami keracunan akut namun mempunyai lama paparan dengan pestisida ≤ 3 jam/hari, hal ini terjadi karena petani hampir tiap hari melakukan 65
Kesmas Wigama Jurnal Kesehatan Masyarakat
eISSN 2477-5819 Volume 01, Nomor 02, Hal. 60 - 67, Desember 2015
penyemprotan sampai seluruh wilayah petaniannya selesai sehingga frekuensi paparan pestisida semakin sering. Menurut teori untuk frekuensi paparan pestisida adalah 2 minggu. Hal ini menyebabkan walaupun petani terpapar pestisida ≤ 3 jam/hari tetapi frekuensinya setiap hari maka petani akan rentan mengalami keracunan akut. Penggunaan pestisida yang sering mempunyai pengaruh terhadap keracunan akut pada petani. Hal ini terjadi karena semakin lama petani melakukan penyemprotan secara terus-menerus, maka semakin banyak kadar yang masuk dalam tubuh. Faktor eksposisi yang berulang-ulang ini akan menyebabkan akumulasi zat toksik dalam tubuh sehingga melewati ambang batas keracunan sehingga timbullah paparan pestisida (Afriyanto, 2008). Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Subakir (2008) mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan keracunan pestisida pada petani sayur di Kota Jambi didapatkan hasil analisis ada hubungan yang bermakna antara lama paparan dengan keracunan pestisida pada petani di Jambi dengan nilai p = 0.006 (p < 0.05). Karena diduga bahwa semakin banyak petani terpapar pestisida saat bekerja maka jumlah pestisida yang terpapar dalam tubuh petani akan semakin banyak. Namun sejalan dengan penelitian Runia (2008) mengenai faktorfaktor yang berhubungan dengan keracunan pestisida organofosfat, karbamat, dan kejadian anemia pada petani hortikultura di Desa Tejosari Kecamatan Ngablak Kabipaten Magelang di dapatkan hasil tidak ada hubungan antara lama paparan dengan kejadian keracunan pestisida pada petani hortikultura dengan nilai p = 1.000 (p > 0.05). Hal ini disebabkan karena pada penelitian ini lama saat penyemprotan petani masih dalam batas yang aman yaitu 1-3 jam sehingga keracunan akibat pestisida dapat diminimalisir.
keracunan akut penggunaan pestisida pada petani. Ada hubungan antara masa kerja dengan keracunan akut penggunaan pestisida pada petani (p = 0.025). Saran yang dapat diberikan adalah agar pemerintah terutama dinas pertanian dan dinas kesehatan dapat memberikan alat pelindung diri (APD) dan memberikan sosialisasi atau penyuluhan mengenai bahaya pestisida terhadap kesehatan untuk menumbuhkan kesadaran petani akan pentingnya penggunaan APD saat bekerja menggunakan pestisida.
KESIMPULAN DAN SARAN Tidak ada hubungan antara penggunaan alat pelindung diri (APD) (p = 0.052), lama paparan (p = 0.290) dengan
Referensi Afriyanto. 2008. Kajian Keracunan Pestisida Pada Petani Penyemprot Cabe Di Desa Candi Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang. Tesis. Semarang : Program Pascasarjana Kesehatan lingkungan : UNDIP. 2008. Aprinias. 2009. Kesehatan Lingkungan Antara Harapan Dan Kenyataan, Menggunakan Pestisida Secara Bijak. Http://www.aprinias. blogspot.com/2009/10/penggunaan pestisida.html. Tanggal Akses: 20 September 2010. Data Anggota Kelompok Tani Sumber Rukun Di Desa Ponoragan Kecamatan Loakulu Kabupaten Kutai Kartanegara tahun 2010. Data Laporan Seksi Penyehatan Lingkungan Perumahan (PLP) Dinas Kesehatan Kabupaten Kutai Kartanegara Tahun 2008. Himmawan, Lambang Satria. 2006. Pengaruh Pemakaian Alat Pelindung Pernapasan Terhadap Kapasitas Fungsi Paru Petani Sayuran Pengguna Pestisida Semprot. Skripsi. Semarang : FIK UNNES. 2006. Kutaikartanegara. 2010. Profil Kutai Kartanegara. Tenggarong : Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara. 66
Kesmas Wigama Jurnal Kesehatan Masyarakat
eISSN 2477-5819 Volume 01, Nomor 02, Hal. 60 - 67, Desember 2015
Muhajir, Anton. 2009. Revolusi Hijau, Menjerat Petani Dengan Racun. http:// www.balebengong.net/tetangga/2009/ 05/28/revolusi-hijau-menjerat-petanidengan-racun.html. Tanggal Akses : 27 September 2010. Runia, Yodenca Assti. 2008. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keracunan Pestisida Organofosfat, Karbamat, Dan Kejadian Anemia Pada Petani Hortikultura Di Desa Tejosari Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang. Tesis. Semarang : Program Pascasarjana Kesehatan lingkungan UNDIP. 2008. Subakir. 2008. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keracunan Pestisida Pada Petani Sayur Di Kota Jambi Tahun 2008. Poltekkes Jambi : Jambi. SKB Tenggarong. 2010. Profil Desa. Tenggarong : SKBTenggarong. Yuantari, Maria Goretti Catur. 2009. Studi Ekonomi Lingkungan Penggunaan Pestisida Dan Dampaknya Pada Kesehatan Petani Di Area Pertanian Hotikultura Desa Sumber Rejo Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang Jawa Tengah. Tesis. Semarang : Program Pascasarjana Kesehatan lingkungan UNDIP. 2009.
67
Kesmas Wigama Jurnal Kesehatan Masyarakat
eISSN 2477-5819 Volume 01, Nomor 02, Hal.68- 73, Desember 2015
ANALISIS MANFAAT PELAYANAN KESEHATAN YANG DITERIMA PASIEN BPJS KESEHATAN DI PUSKESMAS LEMPAKE KOTA SAMARINDA TAHUN 2015 Herry Farjam 1, Nita Violen Tamaela 2, Masitah 3, [email protected], [email protected], [email protected]
ABSTRAK Sebagai penyelenggara jaminan kesehatan sosial, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS) Kesehatan terus berupaya agar seluruh fasilitas kesehatan (Faskes) di Indonesia dapat mendukung berjalannya program jaminan kesehatan secara optimal agar seluruh peserta BPJS Kesehatan merasakan manfaat pelayanan kesehatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui manfaat pelayanan kesehatan yang diterima pasien peserta BPJS Kesehatan di Puskesmas Lempake Kota Samarinda Tahun 2015 yang terdiri dari variabel pelayanan promotif, pelayanan preventif, dan pelayanan kuratif. Desain penelitian yang digunakan adalah Dekriptif kuantitatif, dengan pendekatan survey. Total sampel adalah 100 pasien. Analisis data menggunakan Distribusi frekuensi. Hasil analisis dengan menggunakan distribusi frekuensi menunjukan bahwa dari 100 responden pasien yang merasakan pelayanan promotif sebanyak 89 responden, Pasien yang mendapatkan manfaat pelayanan prevenif sebanyak 66 responden, dan Pasien yang merasakan manfaat pelayanan kuratif sebanyak 95 responden. Kata Kunci : Manfaat pelayanan kesehatan, BPJS
ABSTRACT As organizer of social health insurance, social security health agencies continue to work so that all health facilities in Indonesia to support the passage of the health insurance program optimally so that all participants BPJS health benefit services. The purpose of this study was to determine the benefits of health care received by patients in health centers health BPJS participants Lempake cities Samarinda 2015 consists of variable promotive, preventive care, and curative services.The research method used is descriptive quantitative survey approach. The total sample is 100 patients. Data analysis using frequency distribution. Resulth of analysis using frequency distribution of 100 respondents showed that patients benefit as much as 89 respondents promotive services, patients feel the benefits of preventive care as much as 66 respondents, and patients feel the benefits of curative services as much as 95 respondents. Keywords : Health care benefits, BPJS
68
Kesmas Wigama Jurnal Kesehatan Masyarakat
PENDAHULUAN Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) menjadi suatu bukti yang kuat bahwa pemerintah dan pemangku kepentingan terkait, memiliki komitmen yang besar untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyatnya. Melalui SJSN sebagai salah satu bentuk perlindungan sosial, pada hakekatnya bertujuan untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak (UU No. 40 Tahun 2004). JKN adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah (Perpres No. 32 tahun 2014). Sebagai penyelenggara jaminan kesehatan sosial, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS) Kesehatan terus berupaya agar seluruh fasilitas kesehatan (Faskes) di Indonesia dapat mendukung berjalannya program jaminan kesehatan secara optimal melalui penerapan sistem rujukan berjenjang dan pola pembayaran BPJS Kesehatan. Dana kapitasi adalah besaran pembayaran per-bulan yang dibayar dimuka kepada fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar tanpa memperhitungkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan (Perpres No. 32 tahun 2014). Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan ,baik promotif,preventif,kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan atau masyarakat.pusat kesehatan masyarakat yang selanjutnya disebut puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan seseorang tingkat pertama,dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif,untuk mencapai derajat kesehatan
eISSN 2477-5819 Volume 01, Nomor 02, Hal.68- 73, Desember 2015
masyarakat yang setinggi-tingginya diwilayah kerjanya. ( Permenkes No 75 Tahun 2014 ). Berdasarkan hasil penelitian pada tahun 2015 oleh Fauziah Abdullah Ali di Ternate, ketersediaan obat- obatan dan bahan habis pakai dalam kategori cukup baik, ketersediaan fasilitas dan alat kesehatan medis fasilitas pelayanan kesehatan masih minim dan pemahaman petugas tentang fungsi Puskesmas sebagai pintu masuk/penapis rujukan cukup baik meskipun dalam prakteknya sering tidak mengikuti aturan yang ditetapkan. . Jumlah penduduk Indonesia berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2012 sebanyak 239.700.000 jiwa, selanjutnya data kementerian Kesehatan tahun 2012 menunjukan bahwa penduduk Indonesia yang telah memiliki Jaminan Kesehatan adalah 63% jiwa, Pada tahun 2013 jumlah penduduk Indonesia 250.000.000 jiwa, penduduk yang memiliki Jaminan Kesehatan 65%. Dan pada tahun 2014 jumlah penduduk Indonesia 254.000.000 jiwa, penduduk yang telah memiliki Jaminan Kesehatan yaitu 70% jiwa .Jumlah peserta Badan penyelenggara jaminan sosial di Indonesia pada tahun 2014 sebanyak 116.122.065 jiwa, dengan peserta pengalihan sebanyak 112.592.141 jiwa, dari Asuransi Kesehatan 16.142.615 jiwa, Jamkesmas 86,4 juta jiwa, TNI 859.216 jiwa, Polri 743.454 jiwa, dan peserta baru sebanyak 3.529.924 jiwa. Di Provinsi Kalimantan Timur dengan luas wilayah 198.441,17 Ha terdapat 3.824.802 jiwa penduduk pada tahun 2012, selanjutnya menurut data Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur terdapat 1.365.260 jiwa yang memiliki Jaminan Kesehatan. Pada tahun 2013 jumlah penduduk mencapai 3.967.793 jiwa, yang memiliki Jaminan Kesehatan sebanyak 3.916.793. Sedangkan pada tahun 2014 jumlah penduduk di Kalimantan Timur 4.115.741 jiwa, yang
69
Kesmas Wigama Jurnal Kesehatan Masyarakat
memiliki Jaminan Kesehatan sebanyak 4.040.741 jiwa. Berdasarkan hasil survey di Seluruh Puskesmas di Provinsi Kalimantan Timur pada tahun 2012 terdapat 512.889 kujungan pasien rawat inap dan rawat jalan, pada tahun 2013 terdapat 685.788 kunjungan pasien rawat inap dan rawat jalan, sedangkan pada tahun 2014 terdapat 696.442 kunjungan pasien rawat inap dan rawat jalan. Samarinda adalah ibu kota provinsi Kalimantan Timur dengan jumlah penduduk mencapai 852.536 jiwa ditahun 2014 dengan komposisi 442.464 jiwa laki-laki dan 410.072 jiwa perempuan yang terbagi menjadi beberapa kecamatan dengan pusat layanan kesehatan yang terdapat di Samarinda dibagi menjadi 24 Puskesmas ( DKK Samarinda, 2014). Jumlah kunjungan pasien rawat inap dan rawat jalan pada Puskesmas di Kota Samarinda pada tahun 2012 sebanyak 29.484 kunjungan, Pada tahun 2013 sebanyak 845.173 Kunjungan, dan pada tahun 2014 sebanyak 930.120 kunjungan (DKK Samarinda, 2015). Jumlah peserta BPJS kesehatan yang terdapat di Kota Samarinda sebanyak 306.913 jiwa, dengan komposisi 51.152 jiwa peserta penerima bantuan iuran (PBI), peserta Pekerja penerima upah (PPU) 85.254 jiwa, peserta pekerja buka penerima upah (PBPU) 93.779 jiwa, dan peserta bukan pekerja terdapat 76.728 jiwa (DKK Samarinda, 2014). Puskesmas Lempake adalah salah satu puskesmas 24 Jam yang terletak dibagian utara kota Samarinda dengan luas wilayah sebesar 229,5 km² dengan jumlah penduduk 99.454 jiwa. Cakupan wilayah kerja Puskesmas cukup luas yakni terdapat tiga kelurahan Lempake, kelurahan Tanah Merah dan Kelurahan Mugirejo (DKK Samarinda, 2015). Puskesmas Lempake melayani pasien BPJS Kesehatan dengan jumlah peserta yang telah terdaftar terhitung dari bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2015 sebanyak 50.489 jiwa dan dana kapitasi yang didapatkan sebesar Rp.302.934.000 Masing – masing peserta dibayar sebesar Rp. 6000 (Puskesmas Lempake 2015). Berdasarkan data kunjungan peserta BPJS kesehatan di Puskesmas Lempake tahun 2014
eISSN 2477-5819 Volume 01, Nomor 02, Hal.68- 73, Desember 2015
terdapat 63.205 kunjungan, sedangkan jumlah kunjungan pada tahun 2015 dari bulan Januari sampai dengan bulan Agustus terdapat 68.308 kunjungan ( Puskesmas Lempake, 2015). Berdasarkan study pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Lempake Kota Samarinda, Dana kapitasi yang didapatkan oleh Puskesmas setiap bulan dari BPJS Kesehatan tidak terealisasi. Berdasarkan Latar Belakang Masalah tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Analisis manfaat pelayanan kesehatan yang diterima pasien peserta BPJS Kesehatan di Puskesmas Lempake kota Samarinda Tahun 2015”. TUJUAN DAN MANFAAT Tujuan Mengatehui manfaat pelayanan kesehatan yang diterima oleh pasien peserta BPJS Kesehatan pada Puskesmas Lempake kota Samarinda. Manfaat Untuk menambah dan memperdalam pengembangan pengamatan peneliti serta sebagai latihan dalam rangka menuangkan hasil pemikiran dalam menganalis masalah sesuai dengan ketentuan penulisan karya ilmiah di Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda. METODE
PENELITIAN
Jenis desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif, yaitu metode yang tujuannya memberikan gambaran atau deskriptif tentang suatu keadaan secara objektif, dengan menunjukan angka, tabel atau grafik, mulai dari pengumpulan data sampai hasil (Arikunto, 2006). Ditinjau dari pendekatannya penelitian in imenggunakan pendekatan survey. Adapun Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien peserta Badan Penyelenggara Jaminan 70
Kesmas Wigama Jurnal Kesehatan Masyarakat
eISSN 2477-5819 Volume 01, Nomor 02, Hal.68- 73, Desember 2015
Sosial Kesehatan (BPJS) Kesehatan Penerima bantuan iuran (PBI) dan buka penerima bantuan iuran yang terdaftar di No Kategori Frekuensi Presentase 1 2
Tidak bermanfaat Bermanfaat Total
34
34%
66 100
66% 100%
Puskesmas Lempake Kota Samarinda Tahun 2015 sebanyak 50489. Sampel adalah sebagian dari populasi yang dianggap mewakili karakteristik populasi, dan setiap satuan objek dari sampel disebut elemen sampel (Darnah, 2013). Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Accidental Sample atau berdasarkan faktor spontanitas/kebetulan, yaitu siapa saja yang secara tidak sengaja bertemu dengan peneliti dan sesuai dengan karakteristik yang diteliti (Darnah,2013). Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 100 sampel/responden dihitung dengan menggunalan rumus Slovin, sebagai berikut : n= N/1 + N (d²) n= 50489/1 + 50489 (10%)² n= 99,99 Jadi sampel yang diambil berjumlah 100 sampel dengan kriteria sebagai berikut : kriteria inklusi : a. Berkunjung ke Puskesmas pada saat penelitian berlangsung b. Peserta BPJS Kesehatan yang terdaftar di Wilayah kerja Puskesmas Lempake Kota Samarinda c. Bersedia menjadi responden Kriteria ekslusi : Kriteria ekslusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subyek yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab (Nursalam, 2011). Kriteria ekslusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Subjek tidak bersedia diteliti 2. Tidak berkunjung di puskesmas pada saat penelitian.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Pelayanan Preventif Adapun hasil penelitian variabel pelayanan preventif di Puskesmas Lempake Samarinda, dapat dilihat pada table berikut : Tabel 1. Distribusi dan frekuensi manfaat pelayanan preventif di Puskesmas Lempake Kota Samarinda Tahun 2015 Sumber : Data Primer Tahun 2015 Pelayanan kesehatan preventif adalah suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah kesehatan/penyakit (UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009). Berdasarkan hasil penelitian, bahwa 66% pasien peserta BPJS Kesehatan mendapatkan manfaat dan 34% tidak mendapatkan manfaat pelayanan preventif. Sebagian besar pasien peserta BPJS Kesehatan mendapatkan manfaat pelayanan kesehatan khususnya pelayanan preventif. Manfaat yang didapatkan pasien berupa penyuluhan kesehatan, konseling KB, Imunisasi dasar, seperti juga tertulis dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2014 menyatakan bahwa Manfaat pelayanan preventif dan promotif meliputi pemberian pelayanan: a). Penyuluhan kesehatan Penyuluhan kesehatan yang dimaksud yaitu paling sedikit penyuluhan mengenai pengelolaan factor risiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat. Berdasarkan data 47% pasien tidak mengikuti penyuluahn kesehatan yang di adakan oleh Puskesmas hal ini dikarenakan kebanyakan dari pasien ini bekerja baik itu sebagai karyawan swasta, wiraswasta, maupun PNS sebanyak 58% sedangkan yang tidak bekerja sebanyak 42%. b). Imunisasi dasar Pelayanan imunisasi dasar sebagaimana yang dimaksudkan yaitu Baccile calmett Guerin (BCG), Difteri pertusis tetanus dan Hepatitis B 71
Kesmas Wigama Jurnal Kesehatan Masyarakat
(DPT-HB), Polio, dan campak. Berdasarkan penelitian yang dilakukan anak dari pasien/responden yang tidak mendapatkan imunisasi dasar sebanyak 70% dikarenakan orang tua dari anak lebih memilih ke Dokter praktek untuk mendapatkan imunisasi bagi anaknya, dari pada ke Puskesmas karena di Puskesmas waktu tunggu untuk mendapatkan imunisasi cukup lama. c). Keluaraga berencana Pelayanan keluarga berencana yang dimaksudkan disini yaitu konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi dan tubektomi. Berdasarkan data yang didapatkan sebanyak 8% pasien yang mengatakan bahwa pada saat melakukan pengobatan dokter maupun tenaga medis yang lain sama sekali tidak menjelaskan tentang tindakan yang harus dilakukan oleh pasien agar terhindar dari penyakit yang sedang diderita. Pasien juga sangat berharap bahwa dokter maupun tenaga medis lain dapat meluangkan waktu yang sedikit leluasa buat pasien agar pasien dapat mengutarakan keluhan – keluhan yang dialami dan keluhan tersebut dapat direspon oleh dokter maupun tenaga medis lain. Berdasarkan data yang didapatkan bahwa sebanyak 67% anak dari pasien/responden tidak mendapatkan Vitamin A hal ini dikarenkan orang tua dari anak bekerja sehingga tidak bisa membawa anaknya untuk mendapatkan Vitamin A, harapan dari orang tua agar apabila orang tua tidak bisa mengantarkan anaknya untuk mendapatkan vitamin A pihak Puskesmas dapat berkunjung ke rumah untuk memberikan vitamin A pada anak tersebut. Berdasarkan data 86% pasien/responden ibu hamil mengatakan bahwa pada saat melakukan pemeriksaan kehamilan petugas kesehatan tidak bersikap ramah sehingga pasien merasa canggung untuk menanyakan atau berkonsultasi dengan petugas kesehatan tersebut, sehingga kebanyakan ibu hamil memilih untuk melakukan pemeriksaan
eISSN 2477-5819 Volume 01, Nomor 02, Hal.68- 73, Desember 2015
kehamilan ke dokter praktek ataupun bidan praktek karena dokter maupun bidan praktek melayani pasien dengan ramah sehingga tidak ada rasa canggung dari pasien untuk menjelaskan ke dokter atau bidan tentang keluhan-keluhan yang sedang dialami. Pengakuan dari pasien BPJS Kesehatan bahwa Pasien kebanyakan benar – benar paham tentang pelayanan prevenif, dan sering mengikuti penyuluhan – penyuluhan kesehatan yang diadakan oleh Puskesmas, selain itu pada saat melakukan pengobatan dokter maupun tenaga medis yang lain selalu mengingatkan tentang tindakan – tindakan yang harus dilakukan agar bisa terhindar dari penyakit yang diderita. Sedangkan pasien peserta BPJS Kesehatan sebanyak 34% mengatakan tidak mendapatkan pelayanan kesehatan dikarenakan mereka tidak mempunyai waktu untuk mengikuti penyuluhan kesehatan dan pada saat pemeriksaan kesehatan petugas kesehatan tidak menjelaskan tentang apa dan bagimana caranya agar pasien dapat mencegah penyakit yang diderita, selain itu para ibu hamil melakukan pemeriksaan kehamilan di dokter praktek. kenapa ibu hamil lebih memilih untuk melakukan pemeriksaan kehamilan didokter praktek ? hal ini dikarenakan mereka mempunyai waktu yang lebih lama untuk berkonsultasi dengan dokter, dan dokter tersebut dapat mendengarkan keluhan mereka serta menanggapinya dengan memberikan solusi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Novayanti Sopia Rukmana dengan judul “Implementasi program jaminan kesehatan gratis di Puskesmas Sumbang Kecamatan Curio Enrekang Tahun 2013” dinamika perkembangan dunia yang yang semakin hebat tidak terlepas dari beragam permasalahan sosial termasuk diantaranya adalah permasalahan kesehatan. Dengan adanya program kesehatan gratis yang salah satunya dalah jamkesda sangat diharapkan dapat 72
Kesmas Wigama Jurnal Kesehatan Masyarakat
membantu masyarakat. Permasalahan kesehatan yang muncul karena kurangnya kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan dan tata pengelolaan hidup sehat. Menyadari kenyataan ini pemerintah menyepakati program jaminan kesehatan gratis daerah yang pelayannya kompeherensif meliputi pelayanan preventif, promotif, rehabilitative, dan kuratif. KESIMPULAN
DAN
SARAN
Kesimpulan 1. pasien peserta BPJS Kesehatan mendapatkan manfaat pelayanan kesehatan preventif adalah sebanyak 66 responden (66%), sedangkan pasien yang tidak mendapatkan manfaat pelayanan promotif yaitu 34 pasien (34%). Pasien peserta BPJS Kesehatan sebanyak 34% mengatakan tidak mendapatkan pelayanan kesehatan dikarenakan pasien tidak mempunyai waktu untuk mengikuti penyuluhan kesehatan karena sebagian besar dari pasien tersebut bekerja. Pada saat pemeriksaan kesehatan petugas kesehatan tidak menjelaskan tentang apa dan bagimana caranya agar pasien dapat mencegah penyakit yang diderita, selain itu para ibu hamil melakukan pemeriksaan kehamilan di dokter praktek. kenapa ibu hamil lebih memilih untuk melakukan pemeriksaan kehamilan didokter praktek ? hal ini dikarenakan mereka mempunyai waktu yang lebih lama untuk berkonsultasi dengan dokter, dan dokter tersebut dapat mendengarkan keluhan mereka serta menanggapinya dengan memberikan solusi.
eISSN 2477-5819 Volume 01, Nomor 02, Hal.68- 73, Desember 2015
sedikit dibandingkan yang sehat dengan keadaan seperti ini maka tidak begitu banyak dana yang dikeluarkan oleh puskesmas untuk pembiayaan obat dan alat medis. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur penelitian.Rineka cipta. Jakarta Dinas Kesehatan Kota Samarinda Tahun 2015. Dinas Kesehatan Kota Samarinda Tahun 2014. Nohe, Darnah Andi. 2013. Biostatistik I. Halaman Moeka. Jakarta Barat. Peraturan presiden Nomor 32 Tahun 2014 Tentang pengelolaan dan pemanfaatan Dana Kapitasi JKN pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 Tentang Puskesmas Puskesmas Lempake.2014.Data jumlah peserta BPJS Kesehatan Samarinda/:Tata usaha, samarinda. Puskesmas Lempake.2015.Data jumlah peserta BPJS Kesehatan Samarinda/:Tata usaha, samarinda. Undang – undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009. Undang – undang Nomor 40 Tahun 2004 Sistem Jaminan sosial nasional. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Saran Lebih meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, terutama pelayanan preventif dan promotif karena dengan berjalannya kedua pelayanan ini maka dana dapat diminimalisir, artinya dengan adanya penyuluhan-penyuluhan kesehatan maka masyarakat lebih waspada dengan keadaan lingkungan dan lebih memperhatikan diri agar dapat terhindar dari penyakit otomatis masyarakat yang sakit lebih 73
Kesmas Wigama Jurnal Kesehatan Masyarakat
eISSN 2477-5819 Volume 01, Nomor 02, Hal.74 - 82, Desember 2015
HUBUNGAN SIKAP DAN POLA KOMUNIKASI ORANG TUA DENGAN PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA SISWA SMA DI KOTA SAMARINDA TAHUN 2015 Nur Rohmah1,Annisa Nurrahmawati2 , Putri Tri H3 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Mulawarman email: [email protected] ABSTRAK Berdasarkan Hasil survey Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Kalimantan Timur tahun 2008. Dari 300 remaja (usia 13-20 tahun) 12% responden mengaku sudah melakukan hubungan seks. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan Sikap dan Pola Komunikasi Dengan Orang Tua dengan Perilaku seks Pranikah pada Siswa di SMA Swasta Kota Samarinda Tahun 2010. Penelitian ini adalah Observasional dengan metode “Cross Sectional Study”. dengan jumlah sampel sebanyak 102 siswa. Data yang diperoleh dari hasil menjawab angket. Analisis yang digunakan adalah analisis univariat dan bivariat dengan uji Chi Square Test. Analisis data univariat, sebanyak 3% telah melakukan hubungan intim selayaknya suami istri ,serta 2% . Perilaku beresiko seksual pada responden sebanyak 17% responden yang beperilaku resiko tinggi , dan hanya 5% yang tidak memiliki perilaku beresiko. Analisis bivariat menunjukan adanya hubungan sikap dengan perilaku seks pranikah p=0,028 dan tidak ada hubungan pola komunikasi dengan perilaku seks pranikah p=0.06). Penelitian ini diharapkan kerjasama antara guru dan orang tua untuk memberikan pendidikan dan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi yang baik agar dapat membentengi sikap dan prilaku Remaja di SMA Swasta Samarinda. Kata Kunci
: Sikap, Komunikasi ,perilaku seks pranikah
ABSTRACT Base on various reports, stated that many teens already trapped in unhealthy reproductive behavior, including sexual behavior before marriage. Based on the survey results Indonesian Family Planning Association (IPPA) East Kalimantan in 2008. Of the 300 adolescents (aged 13-20 years) 12% of respondents claimed to have had sex. This study aims to determine the relationship Attitudes and Patterns of Communication With Parents with Premarital Sex Behavior in High School Students in Private Samarinda in 2010. This study is observational method "Cross Sectional Study". with a total sample of 102 students. Data were obtained from questionnaires answered. The analysis is the analysis of univariate and bi-variate with Chi Square Test. Uni- variate analysis of the data obtained from 102 respondents as much as 3% had sex should husband and wife, and 2% had had sex in the past month and 1% had had sex in a last month . Behavior different sexual risk among respondents as many as 17% of respondents which high risk behavior , and only 5% who do not have risky behaviors. Bi-variate analysis showed an association with the attitude of premarital sexual behavior p = 0.028 and no association with the communication patterns of premarital sexual behavior (p = 0061). This study is expected the cooperation between teachers and parents to provide education and knowledge about good reproductive health in order to fortify the attitude and behavior of Private High School Youth in Samarinda. Keywords: Attitude, Communication, premarital sexual behavior
74
Kesmas Wigama Jurnal Kesehatan Masyarakat
PENDAHULUAN Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan pesat baik fisik, psikologis maupun intelektual. Pola karateristik pesatnya tumbuh kembang ini menyebabkan remaja dimanapun ia menetap, mempunyai sifat khas yang sama yaitu mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai petualangan dan tantangan serta cendrung berani menanggung risiko atas perbuatannya tanpa didahului oleh pertimbangan yang matang. Sifat tersebut dihadapkan pada ketersediaan sarana di sekitarnya yang dapat memenuhi keingintahuan tersebut. Keadaan ini sering kali mendatangkan konflik batin dalam dirinya. (Depkes 2007) Data dari PKBI pusat, menyebutkan adanya penelitian Annisa Foundation (2006) yang melibatkan siswa SMP dan SMU di cianjur (Jabar), dan mengungkap bahwa 42,3 persen pelajar telah melakukan hubungan seks yang pertama di bangku sekolah. Hasil penelitian itu, mendapati pula pengakuan beberapa dari siswa yang mengungkapkan bahwa dia melakukan hubungan seks tersebut berdasarkan rasa suka dan tanpa paksaan. Perilaku remaja tersebut menimbulkan resiko terjadi kehamilan yang tidak diinginkan dan kemudian dapat mendorong pengguguran kandungan (aborsi), termasuk dengan cara yang tidak aman sehingga mengakibatkan kematian.(www.bkkbn.go.id) Survey Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Kalimantan Timur tentang perilaku remaja Samarinda tahun 2008. Dari 300 remaja (usia 13-20 tahun) yang disurvey, 12% responden mengaku sudah melakukan hubungan seks. 56% diantaranya sudah melakukan hubungan layaknya suami istri itu pada usia antara 13-16 tahun. Survey dilakukan di kalangan remaja,
eISSN 2477-5819 Volume 01, Nomor 02, Hal.74 - 82, Desember 2015
termasuk sebagian besarnya adalah pelajar SMU/SMK. Penelitian ini mengunakan berbagai faktor yang berkaitan dengan perilaku seksual remaja berhubungan dengan sikap, dan pola komunikasi orang tua pada siswa SMA Swasta di Kota Samarinda. Tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui Hubungan sikap dan pola komunikasi dengan orang tua dengan perilaku seks pranikah pada siswa SMA Swasta di Kota Samarinda METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian Observasional dengan rancangan Cross Sectional Study yaitu suatu rancangan penelitian yang mempelajari dinamika korelasi antara sebab dengan akibat pada saat yang bersamaan. Penelitian ini mengambil lokasi salah satu SMA swasta Kecamatan Samarinda Ilir. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa yang terdapat salah satu SMA Swasta di Samarinda, yang terpilih untuk dijadikan responden, yang meliputi kelas X, XI dan XII sebanyak 102 siswa. Pemilihan sampel dilakukan secara Proporsional Random Sampling. Pengumpulan Data dengan menggunakan data primer diperoleh melalui daftar pertanyaan (Angket) yang telah disusun sebelumnya berdasarkan tujuan penelitian kemudian diberikan dan diisi sendiri oleh responden dan data Sekunder diperoleh dari instansi terkait yaitu Tata Usaha Sekolah bersangkutan dan instansi yang terkait. Model analisis data yang dilakukan adalah analisis Univariat dan bivariat dengan Chi Square.
75
Kesmas Wigama Jurnal Kesehatan Masyarakat
eISSN 2477-5819 Volume 01, Nomor 02, Hal.74 - 82, Desember 2015
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil
digunakan dalam penelitian, data yang dianalisis berasal dari distribusi frekuensi :
1. Karakteristik Responden Karakteristik responden berdasarkan kelas dan umur resonden dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel1.Distribusi Responden Berdasarkan Kelas dan umur Pada Siswa SMA Swasta Di Samarinda Tahun 2010
A. Perilaku Perilaku adalah aktivitas atau kegiatan responden terhadap seks pranikah sendiri yaitu sejauh mana responden melakukan aktivitas seksual dalam kehidupan sehari- harinya, tempat saat melakukan aktivitas seksual dan dengan siapa melakukannya.
Karakteristik Responden Karakteristik responden berdasarkan kelas dan umur resonden dapat dilihat pada table berikut: Kelas X XI XII
No 34 (33,3%) 34 (33,3%) 34 (33,3%)
1 2 3
Umur Responden 14-16 (remaja Sedang) 17-19 (remaja akhir) Jumlah
Tabel 2 Distribusi Perilaku Responden Mengenai Seks Pranikah siswa SMA Swasta tahun 2010
62
61%
40
39%
4 5 6
102
100%
7
Tabel1.Distribusi Responden Berdasarkan Kelas dan umur Pada Siswa SMA Swasta Di Samarinda Tahun 2010 Pada Tabel 1 diatas dapat dilihat sebaran kelas diambil secara merata dengan proporsi 33,3%, adapaun usia responden yang dikatagorikan remaja sedang lebih banyak 61% dibandingkan usia remaja akhir 39%.
8 9
10 11
12 Analisa univariat Analisa ini dilakukan untuk memperoleh gambaran deskripsi tiap-tiap variabel yang
Perilaku Berpelukan Berpegangan tangan Menghabiskan waktu berduaan Ciuman Bermanja-manjaan Baring Bersama dengan pasangan Diraba didalam pakaian Meraba di dalam pakaian Melepaskan pakaian dan memperlihatkan alat kelamin Bersenggama dalam sebulan terakhir anda melakukan hubungan seks memiliki pasangan hubungan seks yang berbeda dalam sebulan terkahir
Ya n % 97 95 96 94
Tidak n % 5 5 6 6
91 89 11
11
60 59 42 53 52 49 19 19 83
41 48 81
16 16 86
84
14 14 88
86
5
5
97
95
3 2
3 2
99 97 100 98
1
1
101 100
76
Kesmas Wigama Jurnal Kesehatan Masyarakat
eISSN 2477-5819 Volume 01, Nomor 02, Hal.74 - 82, Desember 2015
Pada tabel 2 diatas mengenai perilaku berpacaran pada siswa SMA Swasta .Adapun aktivitas yang banyak dilakukan responden yaitu berpelukan 95%. Dari 102 responden sebanyak 3% telah melakukan hubungan intim selayaknya suami istri ,serta 2% pernah melakukan hubungan seks dalam sebulan terakhir dan 1% pernah melakukan hubungan seks yang berbeda dalam sebulan terakhir Dalam kategori ASAI perilaku seksual remaja dapat dibagi menjadi 4 kategori resiko, yaitu : Tidak beresiko dengan skor 0 Resiko Rendah dengan skor 1-3 Resiko sedang dengan skor 4-6 Resiko Tinggi dengan skor 7-10 Tabel. 3 Distribusi Perilaku Beresiko Responden menurut perilaku seksual remaja di SMA Swasta Di Samarinda Tahun 2010 No 1. 2. 3. 4.
Baik
59
58%
Kurang
43
42%
Tertutup
48
47%
Terbuka
54
53%
Komunikasi
Hubungan Sikap dan Pola Komunikasi dengan perilaku seks Pranikah pada siswa SMA Swasta di Kota Samarinda Tabel 5. Hubungan Sikap dan Pola Komunikasi dengan perilaku seks Pranikah pada siswa SMA Swasta di Kota Samarinda
Sikap Baik kurang
Tingkat Resiko Tidak Bersiko Resiko rendah Resiko sedang Resiko Tinggi Total
Sikap
n 5 36 45 16 102
% 5 35 44 17 100
Total Pola komun ikasi Terbu ka Tertut up Total
Perilaku SMA Swasta Tidak Resiko Resiko Resiko beresiko Rendah sedang Tinggi 4 26 24 5 6.8% 44.1% 40.7% 8.5% 1 10 21 11 2.3% 23.3% 48.8% 25.6% 5 36 45 16 4.9% 35.3% 44.1% 15.7%
0.028 P Value
1 1.9% 4 8.3% 5 4.9%
25 46.3% 11 22.9% 36 35.3%
21 38.9% 24 50.0% 45 44.1%
7 13.0% 9 18.8% 16 15.7%
B. Sikap dan Pola Komunikasi Sikap adalah Pernyataan siswa mengenai setuju atau tidak setuju terhadap perilaku seks pranikah. Respon siswa terhadap perilaku seks pranikah dan keterbukaan tentang perilaku seks pranikah. Tabel 4 Distribusi Sikap dan Pola Komunikasi dengan orang tua responden di SMA Swasta Kota Samarinda Tahun 2010
P Value
Dari tabel 5 diatas, kelompok responden yang memiliki perilaku beresiko tinggi lebih besar terdapat pada responden yang memiliki sikap kurang (25.6%) dibandingkan pada responden yang memiliki sikap baik (8.5%). Hasil uji Chi Square dengan α 0,05 diperoleh bahwa nilai р < 0,05 (0,028) maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara Sikap responden dengan
77
0.061
Kesmas Wigama Jurnal Kesehatan Masyarakat
perilaku seks pranikah pada siswa SMA Swasta . Dari tabel 5 diatas, kelompok responden yang memiliki perilaku beresiko tinggi lebih besar terdapat pada responden yang memiliki pola komunikasi yang tertutup (18.8%) dibandingkan responden yang memiliki pola komunikasi yang terbuka (13%). Hasil uji Chi Square dengan α 0,05 diperoleh bahwa nilai р < 0,05 (0,061) maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara Komunikasi responden dengan perilaku seks pranikah pada siswa SMA Swasta. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil pengolahan dan analisa data maka dilakukan pembahasan hasil penelitian sesuai dengan variabel yang di teliti. Perilaku Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo,2003) Berdasarkan penelitian yang dilakukan tentang perilaku remaja pada siswa SMA Swasta , diketahui bahwa responden yang dijadikan sempel adalah responden yang tidak pernah berpacaran dan pernah berpacaran (100%) dan aktivitas yang banyak dilakukan oleh responden dengan lawan jenis / pasangan yaitu responden di SMA Swasta berpelukan (95%), sedangkan yang melakukan hubungan intim (3%). Sedangkan di berpelukan (93%) dan yang melakukan hubungan intim (3%). Responden di SMA Swasta mulai tertarik dengan lawan jenis rata-rata pada usia 10-13 (78%) dan (92%). Dari data yang didapat diatas bahwa remaja mulai tertarik terhadap
eISSN 2477-5819 Volume 01, Nomor 02, Hal.74 - 82, Desember 2015
lawan jenis pada masa remaja awal, dimana pada tahap remaja awal ini responden mulai memasuki masa pubertas. Dengan adanya acuan untuk mengukur prilaku seks pranikah melaui ASAI maka dari hasil penelitian yang dilakukan di SMA Swasta samarinda terdapat siswa yang pernah melakukan seks pranikah, dan rata-rata siswa yang ada di SMA Swasta adalah siswa yang memiliki kategori seks aktif dilihat dari kriteria yang telah ada didalam ASAI sebanyak 3%. Sebagian besar dari remaja biasanya sudah mengembangkan perilaku seksualnya dengan lawan jenis dalam bentuk pacaran atau percintaan. Bila ada kesempatan para remaja melakukan sentuhan fisik, mengadakan pertemuan untuk melakukan aktifitas seksual bahkan kadang-kadang remaja tersebut mencari kesempatan untuk melakukan hubungan seksual (Soetjiningsih, 2004). . Untuk itu diharapkan pada seluruh aspek dapat memberikan dampak yang baik dengan mengubah yang buruk menjadi lebih baik, baik dari segi pengetahuan agar semakain ditingkatkan, pola komunikasi orang tua harus lebih terbuka dan merespon permasalahan anak agar anak tidak mencurahkan permasalahan pada orang yang kurang tepat yang akan berdampak pada perilaku seks pranikah, serta memperkecil paparan media dengan memberikan himbauan, arahan dan terus memantau agar dapat terkontrol, dengan demikian sikap yang terbentuk akan jauh lebih baik dan akan menimbulkan perilaku yang positip pada para remaja di SMA Swasta . Sikap Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap 78
Kesmas Wigama Jurnal Kesehatan Masyarakat
suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2003). Sikap yang tidak seiring dengan perilaku disebabkan faktor situasi dan kondisi. Bila keyakinan normatif responden tentang perilaku seks pranikah bersifat mendukung, artinya bahwa pandangan orang lain, baik lingkungan maupun keluarga menganggap bahwa perilaku seks merupakan sesuatu yang wajar, maka hal tersebut akan memicu terjadinya perilaku seks pranikah di kalangan mereka. Tetapi bila keyakinan normatif yang mereka miliki tidak mendukung, keyakinan subyektif terhadap perilaku seks pranikah akan berbeda. Akibatnya sikap yang sudah bagus tidak termanifestasi dalam perilaku yang baik seperti sikapnya terhadap sesuatu obyek. (azwar,1998) Dari hasil yang ada bahwa yang memiliki sikap yang baik tetapi tidak menutup kemungkinan dapat beresiko terhadap prilaku seks pranikah yaitu 8.5% pada penelitian ini . Dikarenakan pengetahuan responden masih ada yang kurang seperti pengetahuan responden mengenai cara mencegah kehamilan responden hanya mengetahui 11% di SMA Swasta 15% di tapi apabila dilihat dari jawaban responden setuju 53% mengenai hal yang terlarang apabila remaja menggunakan alat kontrasepsi untuk mencegah kehamilan. Sikap yang baik ini di SMA Swasta dikarenakan mempunyai kegiatan ekstrakulikuler yaitu kegiatan ibadah secara rutin di setiap minggunya dimana responden wajib untuk mengikutinya sehingga dengan
eISSN 2477-5819 Volume 01, Nomor 02, Hal.74 - 82, Desember 2015
adanya kegiatan tersebut dapat memperkuat keimanan. Sedangkan pada yaitu sekolah umum dimana tidak memiliki kegiatan ekstrakulikuler tentang keagamaan responden hanya mendapatkan materi keagamaan di pendidikan agama saja. Sehingga diperlukan kegiatan ibadah di ekastrakulikuler seperti kegiatan mentoring untuk membentengi sikap responden. Dengan demikian penelitian yang dilakukan di SMA Swasta pada siswa di sekolah tersebut diketahui bahwa sikap yang ditunjukan sudah baik dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam angket, tetapi disini juga tidak menutup kemungkinan bahwa pengisian tersebut belum dijawab dengan sejujur-jujurnya hal ini dapat dilihat responden dalam menjawab tidak searah, sehingga jawaban yang saling berkaitan menjadi tidak jelas, terlihat pada jawaban responden akan sikap mereka tentang menolak aborsi, dan pada variabel pengetahuan yang membahas tentang aborsi masih ada responden tidak mengetahui pengertian aborsi, hal ini yang menyebabkan jawaban menjadi rancu. Namun demikian dapat dilihat bahwa hasil dari penelitian ini terdapat hubungan antara sikap dan prilaku seks pranikah. Dengan rata-rata sikap yang sudah baik yang dimiliki oleh responden maka diharapkan bagi responden dapat mempertahankannya, sehingga dapat terhindar dari hubungan seks pranikah dengan cara memperkuat keimanan dan meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan seks pranikah, serta bagi responden yang masih memiliki sikap yang tidak baik dikarenakan pernah melakukan hubungan seks maka tidak mengulangi kesalahan yang sama dengan meingkatkan pengetahuan dan menjaga kesehatan reproduksinya, dan dengan 79
Kesmas Wigama Jurnal Kesehatan Masyarakat
memperbaiki akhlak dan memperkuat iman dapat menghindari seks pranikah. Sehingga perlunya pendidikan dan pengetahuan guru dan orang tua tentang kesehatan reproduksi sehingga guru dan orang tua dapat memberikan bimbingan konseling kepada responden yang memiliki masalah atau sikap yang menjurus kepada arah perilaku seks pranikah sehingga dapat meminimalisir terjadinya perilaku seks pranikah. Pola Komunikasi Komunikasi berlangsung bila antara orang-orang yang terlibat terdapat kesamaan makna mengenai suatu hal yang dikomunikasikan. Secara terminologis, komunikasi berarti proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain.( Djmarah,2004) Dukungan orang tua merupakan peran serta orang tua yaitu komunikasi secara terbuka antara orang tua dengan remaja. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa keluarga merupakan lingkungan primer hampir setiap individu. Hubungan antara manusia yang paling intensif dan paling awal terjadi dalam keluarga. Oleh karena itu sebelum mengenal norma-norma dan nilai-nilai dari masyarakat umum, pertama kali ia menyerap norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam keluarganya (sarwono,2006) Hasil penelitian di SMA Swasta memiliki komunikasi orang tua yang tertutup dengan perilaku resiko tinggi terhadap seks pranikah sebanyak 18.8% Dimana orang tua sebagai sosok orang yang susah untuk diajak tukar fikiran dan bertanya sehingga anak lebih condong keluar untuk mencari informasi apa yang dia butuhkan. Informasi yang dia dapat dari luar masih diragukan akan kebenarannya dan tanpa diimbangi dengan saran untuk
eISSN 2477-5819 Volume 01, Nomor 02, Hal.74 - 82, Desember 2015
kebaikan remaja tersebut. Peran keluarga dalam membimbing dan mendidik anakanaknya ternyata berpengaruh terhadap perilaku seksualnya. Dimana perilaku remaja jika tidak dikontrol dan diberikan arahan maka remaja akan berjalan sesuai dengan kehendaknya. Mengikuti keinginanya yang dianggap dapat membuatnya senang tanpa memikirkan dampaknya. Sehingga sangat diperlukan sekali Peran orang tua disini makin awal komunikasi itu dilakukan,fungsi pencegahannya semakin nyata. Hasil penelitian terkait mengungkapkan bahwa peran orang tua dalam komunikasi dengan remaja terbatas dalam hal tertentu saja, seperti pendidikan, pelajaran, kesehatan atau keuangan . sementara itu, untuk masalah pergaulan dan khususnya masalah seksual orang tua selalu mengangap sesuatu yang tabu untuk di bicarakan sehingga orang tua cenderung tetutup untuk mengungkapkan maslah-masalah seks dan tentang reproduksi yang dimiliki laki-laki maupun perempuan. Rasa penasaran yang dimiliki anak membuat anak untuk mencari informasi diluar melalui media-media dan pembicaraan dengan teman sebaya (Sarwono 2006) Hasil penelitian di SMA Swasta memiliki komunikasi terbuka dengan perilaku resiko tinggi terhadap seks pranikah sebanyak 13.0% ini dikarenakan Adanya Peran keluarga yang baik belum tentu tidak berperilaku resiko tinggi terhadap seks pranikah karena bisa saja remaja memiliki pergaulan teman sebaya yang kurang baik. ini terlihat dari persentasi responden mendapatkan informasi tentang seksualitas dari teman pada SMA Swasta sebesar (35%) . Pergaulan teman sebaya besar kecilnya akan sangat berpengaruh terhadap perilaku seksualnya karena terkadang remaja lebih terbuka dengan temanya dari pada dengan 80
Kesmas Wigama Jurnal Kesehatan Masyarakat
keluarganya karena rasa segan untuk bertanya dan menceritakan apa yang sedang dialami pada masa remajanya. Selain itu juga memiliki peran keluarga yang baik belum tentu tidak beresiko tinggi terhadap perilaku seks pranikah ini disebabkan dari sikap tidak baik responden yaitu responden tidak setuju kalau pendidikan seks sebaiknya diberikan dari lingkungan keluarga. Selain itu juga memiliki komunikasi yang terbuka belum tentu tidak berperilaku seks pranikah ini disebabkan oleh Pengetahuan remaja kurang dan seringnya remaja mengkases media pornografi baik dari media cetak, elektronik maupun internet. Kepuasan psikis yang diperoleh anak dalam keluarga akan sangat menentukan bagaimana ia akan bereaksi terhadap lingkungannya selain itu juga ibu didalam keluarga sangat berperan dalam meletakkan dasar perilaku sehat pada anak-anak mereka sejak lahir (Notoatmodjo 2005) Sehingga dengan adanya Komunikasi yang terbuka secara dini dari orang tua maka remaja tidak akan malu dan takut untuk bertanya sehingga remaja memperoleh informasi yang tepat dan akurat dan dapat terhindar dari perilaku seks pranikah. Selain itu juga harus adanya kerjasama dari lembagalembaga kesehatan dengan lembaga pendidikan untuk memberikan penyuluhan kepada orang tua bahwa seksualitas itu bukan masalah tabu untuk dibicarakan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
eISSN 2477-5819 Volume 01, Nomor 02, Hal.74 - 82, Desember 2015
Swasta dengan p < 0.05 yaitu 0.028 Tidak ada Hubungan antara Komunikasi dengan orang tua dengan perilaku seks pranikah pada Siswa SMA Swasta dengan dengan p < 0.05 yaitu 0.061 Saran Dari hasil kesimpulan yang di kemukakan, maka ada beberapa hal yang dapat disarankan yaitu: 1. Lebih menekankan pendidikan dan Pengetahuan guru dan orang tua mengenai kesehatan reproduksi dan seks pranikah sehingga guru dan orang tua dapat memberikan bimbingan konseling sehingga dapat membentengi sikap dan perilaku siswa selain itu juga pada menambah ekstrakulikuler di bidang keagamaan seperti pembinaan kerohanian 2. Harus adanya komunikasi terbuka yaitu Orang tua memberikan informasi tentang kesehatan reproduksi dan seksualitas dalam lingkungan keluarga sehingga sumber yang didapatkan untuk mengetahui seks dan kesehatan reproduksi dari orang tua yang dapat dipertanggung jawabkan, dan bagi para orang tua hendaknya lebih membuka wawasan agar tidak mengangap masalah seks adalah masalah yang tabu untuk dibicarakan kepada anak REFERENSI Azwar. Saifudin. 1998. Sikap Manusia. Yogyakarta : Liberty BKKBN.2004. 42,3% siswa Cianjur berhubungan seks Pranikah http://www.bkkbn.go.id/popups/printRubrik.
Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat disimpulkan sebagai berikut : Terdapat Hubungan antara Sikap dengan perilaku seks pranikah pada Siswa SMA
php?itemID=51(Akses tanggal 2 Oktober
2009) Djamarah, Syaiful Bahri. 2004. Pola Komunikasi Orang tua&anak dalam 81
Kesmas Wigama Jurnal Kesehatan Masyarakat
eISSN 2477-5819 Volume 01, Nomor 02, Hal.74 - 82, Desember 2015
keluarga. Jakarta. PT.Rineka Cipta. Notoatmodjo, soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan ilmu Perilaku. Jakarta. PT. Rineka cipta Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehatan Masyrakat ilmu dan seni. Jakarta. PT. Rineka cipta. PKBI Kaltim. 2008. Survey Perilaku remaja Samarinda tahun 2008 Purada, Hapsari. 2006. Pengetahuan dan Perilaku seks pranikah Remaja. Jakarta : Unika Atma Jaya Sarwono, Sarlito W.2002. Psikologi Remaja. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada. Soetjiningsih.2007. Tumbuh kembang remaja dan Permasalahannya. Jakarta. CV. Sagung Seto Widiyastuti, Yani dkk. 2009. Kesehatan Reproduksi. Fitramaya. Yogyakarta. Wuryani, sri esti. 2008. Pendidikan Seks Keluarga. Jakarta. PT. Indeks.
82
Penerbit/Redaksi : Jurnal Ilmiah “ KESMAS WIGAMA”, Kampus Widya Gama Jl.K.H.Wahid Hasyim Sempaja Telp (0541) 734294-737222, Fax.(0541) 736572, 082153931086 Samarinda, Kalimantan Timur Web: http://ejurnal.fkm-uwgm.ac.id/