perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KESETARAAN GENDER PEGAWAI KOPERASI UNIT DESA (STUDI KASUS PEMBAGIAN PERAN DAN TUGAS ANTARA PEGAWAI LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN KOPERASI UNIT DESA KEBAKKRAMAT, KARANGANYAR) Skripsi
Oleh: Apridika Candra Sikmawaty X.8406004
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN. UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSETUJUAN
Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pembimbing I
Pembimbing II
Dra. Hj. Siti Rochani, CH, M. Pd
Atik Catur Budiati, S.Sos, M.A
NIP. 1954021 198003 2 001
NIP. 19800929 200501 2 021
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi sebagai persyaratan mendapatkan gelar sarjana pendidikan.
Pada hari
:
Tanggal
:
Tim Penguji Skripsi Nama Terang
Tanda Tangan
Ketua
: Drs. H. MH. Soekarno, M. Pd
.............................
Sekretaris
: Drs. Slamet Subagyo, M. Pd
...............................
Anggota I
: Dra. Hj. Siti Rochani, CH, M. Pd
Anggota II
: Atik Catur Budiati, S.Sos, MA
Disahkan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd NIP. 19600727 198702 1 001
commit to user iv
...........................
..............................
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Apridika Candra Sikmawaty, X8406004,. Kesetaraan Gender Pegawai Koperasi Unit Desa (Studi Kasus Pembagian Peran dan Tugas antara Pegawai Laki-laki dan Perempuan Koperasi Unit Desa Kebakkramat, Karanganyar) Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2010. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pembagian peran dan tugas antara pegawai laki-laki dan perempuan di KUD Kebakkramat. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif dengan studi kasus tunggal terpancang. Sumber data didapat dari informan, dan aktivitas, dokumen dan arsip, serta studi pustaka. Teknik cuplikan menggunakan purposive dan snowball. Pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi dan dokumentasi. Untuk mencari validitas data menggunakan trianggulasi data dan metode. Teknik analisis data menggunakan model analisis interaktif. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa di KUD Kebakkramat belum menunjukkan adanya kesetaraan gender antara pegawai lakilaki dan perempuan dalam pembagian peran dan tugas, hal ini dapat dilihat dari : (1) Adanya anggapan bahwa perempuan itu lemah lembut, emosional, irasional, sabar dan teliti maka perempuan ditempatkan pada bidang administratif, karena perempuan dianggap tidak penting dalam pengambilan keputusan. Sedangkan laki-laki menempati posisi atas seperti ketua dan manajer maka konsekuensinya laki-laki sebagai pengambil keputusan. (2) Adanya beban kerja ganda pada pegawai perempuan, selain bekerja pada dunia domestik pegawai perempuan juga bekerja pada dunia publik. Pada dunia publik ini pegawai perempuan mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap pekerjaannya, karena selain mereka bekerja pada bidangnya masing-masing, juga merangkap pada bidang lainnya. (3) Beban kerja yang ditanggung pegawai perempuan lebih banyak, selain merangkap pada bidang lain pegawai perempuan sering melaksanakan lembur pada akhir bulan dibanding pegawai laki-laki, hal ini menyebabkan hak pegawai perempuan tidak terpenuhi dengan baik. Contohnya dalam mengikuti pelatihan, pegawai perempuan enggan mengikuti pelatihan dikarenakan pekerjaan yang ditinggalkan tidak ada yang mengganti, sehingga hak untuk memperoleh cuti saat hamil, melahirkan dan menyusui juga terbatas karena pegawai perempuan tidak ingin berlama-lama di rumah takut pekerjaannya menumpuk dan kerepotan sendiri.
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAC Apridika Candra Sikmawaty, X8406004. Gender Equality of Village Unit Cooperative Officers (A Case Study on the Role and Task Division between Male and Female Employees in KUD Kebakkramat, Karanganyar) Thesis, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty. Sebelas Maret University, Surakarta, 2010. This research aims to describe the role and task division between Male and Female Employees in KUD kebakkramat. This research employed a qualitative approach using a single embedded case study. The data sources were obtained from informant, and activity, document and archive, as well as library study. The sampling technique employed was purposive and snowball. Technique of collecting data employed was interview, observation, and documentation. In order to validate the data, data and method triangulation techniques were used. Technique of analyzing data employed was an interactive analysis model. Considering the result of research, it can be concluded that in KUD Kebakkramat there has not been shown the gender equality between the male and female employees in the role and task division, it can be seen from: (1) the presence of assumption that the woman is gentle, emotional, irrational, patient, and thorough, therefore woman is place in administrative division, meanwhile man occupies the top position such as principal and manager therefore konsekwencion mans as decision making. (2) the presence of double workload for female employees, that in addition to work in domestic sector, the also work in public sector. In this sector, female employee has higher responsibility for her job, because in addition to work in each division, she also serves in other division. (3) workload the female employee assumes is greater, in addition to assume double workload in other division, she often work overtime in the end of month compared with the male one, it makes the female employee’s right is not meet properly. For example, in attending the training program, female employee is reluctant to attend it because there is no one can replace her position to do her job, include the right for pregnant, giving birth and lactation furloughs is also limited because she is not willing to be at home longer and she is afraid that her work will accumulate and it will make her busy.
commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
Kau dan aku adalah sama, semua akan terasa indah bila diantara kita saling menghargai karya kita bersama, karena keseimbangan adalah kunci dari kemajuan kita (Gressya N Winandra)
Hikmat, kesabaran dan ketekunan dalam kerja dan doa adalah kunci keberhasilan hidup (Amsal 19:2)
commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Dengan segenap rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, skripsi ini saya persembahkan kepada: 1. Bapak dan ibu tercinta, atas semua usaha, doa, serta kasih sayang sehingga saya mampu mewujudkan harapannya, 2. Mbak Siska, Mbak Vero, Mas Tri, Mas Mardi serta adikku Vicko dan Kelvin, untuk kasih sebagai saudara, 3. Mas Agung Wiyanto (Wiwid), terima kasih untuk motivasi dan doa yang diberikan selama ini, 4. Tari, Mika, Pipit, Sanna dan Laras, kau adalah sahabat setia yang pernah aku miliki, 5. Almamater.
commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan rahmat karunia-Nya dan kemudahan dalam penyelesain skripsi ini untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar sarjana pendidikan. Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidaklah berjalan dengan mudah, akan tetapi banyak hambatan yang menyertainya. Oleh karena itu sudah sepantasnya peneliti menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang peneliti hormati: 1. Prof. Dr. H.M. Furqon Hidayatullah, M.Pd Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Drs. Saiful Bachri, M.Pd Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Drs. H. MH. Sukarno, M.Pd Ketua Program Pendidikan SosiologiAntropologi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. 4. Dra. Hj. Siti Rochani, CH, M. Pd pembimbing I yang telah membimbing skripsi ini dari awal sampai akhir. 5. Atik Catur Budiati, S.Sos, MA pembimbing II yang telah membimbing skripsi ini dari awal sampai akhir. 6. Drs. Soeparno, M.Si Pembimbing Akademik yang telah membimbing selama masa perkuliahan. 7. Segenap
Bapak/Ibu
Dosen
Program
Studi
Pendidikan
Sosiologi
Antropologi yang telah memberikan ilmu kepada peneliti selama di bangku kuliah; 8. Bapak Kepala Badan Kesbangpolinmas Kabupaten Karanganyar beserta stafnya atas pelayanan dalam pembuatan surat ijin penelitian; 9. Bapak Ketua Koperasi Unit Desa Kebakkramat beserta stafnya atas ijin yang diberikan untuk mengadakan penelitian serta informasi yang diperlukan dalam penyusunan skripsi; 10. Berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Semoga amal kebaikan tersebut mendapatkan balasan dari Tuhan Yang Maha Esa. Peneliti menyadari akan adanya kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Surakarta, Juli 2010
Peneliti
commit to user x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI JUDUL.................................................................................................................
i
PENGAJUAN......................................................................................................
ii
PERSETUJUAN..................................................................................................
iii
PENGESAHAN...................................................................................................
iv
ABSTRAK...........................................................................................................
v
MOTTO................................................................................................................
vii
PERSEMBAHAN................................................................................................
viii
KATA PENGANTAR .........................................................................................
ix
DAFTAR ISI .......................................................................................................
xi
DAFTAR TABEL................................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................
xv
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah.......................................................................
1
B. Perumusan Masalah.............................................................................
6
C. Tujuan Penelitian.................................................................................
6
D. Manfaat Penelitian…………………………………………………...
6
BAB II LANDASAN TEORI………………………………………………..
8
A. Tinjauan Pustaka……………………………………………………..
8
1. Konsep Seks dan Gender………………………………...……...
8
2. Perspektif Gender………….………………………………….....
10
a.
Perspektif Struktural Fungsional.............................................
10
b.
Perspektif Struktural Konflik..................................................
15
3. Kesetaraan Gender dalam Pembangunan……….………...….......
18
4. Konsep Peran dan Tugas……..…………………………………..
23
5. Koperasi…………………………………….................................
28
a. Pengertian Koperasi…………………………………………
28
b. Perkembangan Koperasi di Indonesia………………………
32
c. Mekanisme Kerja Koperasi………………………………….
34
d. Sistem Kepegawaian Koperasi………………………………
37
commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Penelitian yang Relevan…………….......……………………………
39
C. Kerangka Berpikir................................................................................
40
BAB III METODE PENELITIAN…………………………………………….
42
A. Tempat dan Waktu Penelitian..............................................................
42
B. Bentuk dan Strategi Penelitian.............................................................
43
C. Sumber Data.........................................................................................
46
D. Teknik Pengambilan Informan.............................................................
47
E. Teknik Pengumpulan Data...................................................................
48
F. Validitas Data.......................................................................................
50
G. Analisis Data........................................................................................
51
H. Prosedur Penelitian..............................................................................
53
BAB IV SAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA PENELITIAN…………
55
A. Deskripsi Lokasi Penelitian………………………………………….
55
1. Gambaran Umum KUD Kebakkramat..........................................
55
2. Sejarah Keberhasilan KUD Kebakkramat.....................................
56
3. Gambaran Umum Struktur Organisasi KUD Kebakkramat..........
59
B. Deskripsi Permasalahan Penelitian………………………………..…
62
1. Laki-laki Sebagai Pengambil Keputusan………………….…......
62
2. Beban Kerja Perempuan Lebih Banyak…….................................
64
3. Hak Pegawai Perempuan Tidak Terpenuhi…................................
72
C. Temuan Studi Yang Dihubungkan Dengan Kajian Teori....................
83
1. Pembagian Peran dan Tugas Berdasarkan Ideologi Gender……
83
2. Dunia Publik dan Domestik Perempuan Bekerja...........................
86
3. Pembagian Kerja Untuk Mewujudkan Keteraturan Sosial.............
107
BAB V PENUTUP...............................................................................................
95
A. Simpulan……………………………………………………………..
95
B. Implikasi……………………………………………………………...
96
C. Saran………………………………………………………………….
97
Daftar Pustaka…………………………………………………………………..
99
LAMPIRAN…………………………………………………………………….
100
commit to user xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
1. Jadwal kegiatan penelitian............................................................................
commit to user xiii
44
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
1. Kerangka Berfikir………………………………………………………….
41
2. Skema Model Analisis Interaktif…………………………………………..
54
commit to user xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
1.
Field Note
2.
Interview guide
3.
Foto-foto penelitian
4.
Struktur Organisasi
5.
Komposisi Pegawai Berdasarkan Jenis Kelamin
6.
Pembagian Peran dan Tugas Pegawai Laki-laki dan Perempuan
7.
Surat Permohonan Ijin Menyusun Research Kepada Rektor UNS
8.
Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi
9.
Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi Kepada PD I
10. Surat Permohonan Ijin Mengadakan Penelitian Kepada Kesbang dan polinmas Karanganyar 11. Surat Tidak Keberatan Penelitian dari Kesbang dan polinmas Karanganyar 12. Surat Rekomendasi Research dari Bappeda Karanganyar 13. Surat Permohonan Ijin Mengadakan Penelitian Kepada KUD Kebakkramat. 14. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian 15. Curriculum Vitae 16. Lembar Ucapan Terima Kasih
commit to user xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan pelepasan belenggu-belenggu ketidakbebasan, termasuk diantaranya kemiskinan, kemerosotan sosial, pelayanan publik yang buruk, termasuk diantaranya adalah diskriminasi gender. Pembangunan untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender di Indonesia memiliki akar historis dan konstitusional serta telah menjadi komitmen global. Secara historis, tuntutan untuk menyetarakan perempuan dan laki-laki mulai gencar dilakukan oleh Kartini sebagai inspirator gerakan perempuan Indonesia, yang kemudian menjadi sumber inspirasi yang tak pernah padam bagi para pejuang perempuan berikutnya, baik pada masa penjajahan Belanda maupun setelah kemerdekaan. Pada tingkat kontitusional Indonesia, telah dihasilkan berbagai peraturan perundang-undangan untuk menjamin terwujudnya kesetaraan gender, baik dalam bentuk UndangUndang Dasar, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan maupun Instruksi
Presiden
atau
Peraturan
Menteri.
Pada
tataran
internasional,
pembangunan untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender telah menjadi suatu gerakan global yang mulai gencar dilakukan setelah ditetapkannya deklarasi Hak-Hak Asasi manusia PBB pada tahun 1948. Dalam Pembangunan, gerakan kaum perempuan pada hakekatnya adalah gerakan untuk mewujudkan kesetaraan gender dan bukanlah gerakan untuk membalas dendam kepada kaum laki-laki. Atas dasar inilah dikatakan gerakan perempuan adalah suatu proses untuk menciptakan hubungan antara sesama manusia (laki-laki dan perempuan) agar lebih baik dan baru. Hubungan ini meliputi hubungan ekonomi, politik, kultural, ideologi, lingkungan dan termasuk di dalamnya hubungan antara laki-laki dan perempuan. Memperjuangkan kesetaraan gender merupakan tugas berat karena masalah gender adalah masalah yang sangat intens dan proses pencarian solusinya perlu dilakukan secara komprehensif. Sehubungan dengan hal itu perlu ada konsistensi
dalam
perjuangan
strategis
jangka
panjang
dalam
rangka
memperkokoh pencapaian tujuan yang diinginkan bersama. Dalam perjuangan
commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2
tersebut kelompok atau organisasi lebih sulit diintimidasi ataupun dikalahkan dibandingkan dengan perjuangan-perjuangan yang dilakukan oleh individu. Konsep kesetaraan gender yang digemakan sebagai salah satu indikator keberhasilan pembangunan mendorong munculnya berbagai isu tentang makna kesetaraan gender bagi kemajuan pembangunan. Salah satunya adalah isu yang menghubungkan kesetaraan gender dengan penyelenggaraan negara yang baik disebut Good Governance (Pemerintah yang baik). Apabila di asumsikan kualitas pembangunan yang baik berbanding lurus dengan kualitas pemerintahan yang baik, dimana kualitas pemerintahan yang baik berhubungan lurus dengan kualitas kesetaraan gender dalam sistem kepegawaian, maka dapat dikatakan bahwa kegagalan Indonesia untuk mempertahankan kualitas pembangunan salah satunya disebabkan oleh ketidaksetaraan gender yang terjadi dalam sistem kepegawaian. (Riant Nugroho, 2008:10) Pendapat
ini
juga
berhubungan
dengan
komponen-komponen
pemerintahan yang baik dari UNDP (United Nation For Development Programes) dimana salah satunya adalah kesetaraan gender, yang artinya posisi dimana lakilaki
dan
perempuan
mempunyai
kesempatan
untuk
memperbaiki
atau
meningkatkan kesejahteraan mereka, dalam memperoleh kesempatan serta hakhaknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan, dan pertahanan dan keamanan serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan. Pembangunan di Indonesia tidak memiliki kualitas pemerintah yang baik, karena kesetaraan gender di Indonesia tidak terpenuhi secara maksimal. Gender sebagai konstruksi budaya banyak dijumpai dibanyak budaya di Indonesia. Dalam kebudayaan tersebut semuanya menempatkan perempuan untuk bekerja di sektor domestik, sementara dominasi sektor publik ada di pihak laki-laki ( Soewando dalam Achmad Muthali’in 2004:7). Perempuan disektor domestik dan laki-laki di sektor publik pada umumnya berdasarkan asumsi bahwa perempuan secara fisik lemah, namun memiliki kesabaran dan kelembutan, sementara laki-laki memiliki fisik lebih kuat sekaligus berperangai kasar. Karenanya, kemudian perempuan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3
menjadi tersubordinasi dihadapan laki-laki dan termarginalisasi dalam kehidupan publik. Fenomena perempuan bekerja sebenarnya bukanlah barang baru di tengah masyarakat kita, namun terkadang menjadi sebuah perdebatan. Anggapan yang cukup kuat dalam masyarakat bahwa laki-laki berperan sebagai pencari nafkah, sedangkan perempuan bekerja untuk pengasuhan anaknya. Jaman yang berkembang, sejatinya tidak membakukan anggapan-anggapan semacam itu. Terlebih ketika situasi ekonomi yang mendesak, tidak dapat dipungkiri istri akan turun tangan untuk bekerja diluar rumah guna mencari nafkah tambahan. Dilihat dari segi kuantitasnya, jumlah perempuan lebih dari 50% jumlah seluruh penduduk Indonesia, merupakan sumberdaya manusia yang cukup potensial di dalam proses pembangunan.(Riant Nugroho, 2008:283) Perempuan diharapkan ikut berpartisipasi aktif dalam berbagai bidang. Dalam kenyataannya, potensi sumber daya perempuan di Indonesia sampai saat ini tergolong sangat rendah, terlihat dari perannya disegala bidang yang jauh tertinggal dibanding pria. Data dari United Nation (2004) menunjukkan bahwa gender-related development index (GDI) tentang peran perempuan diIndonesia dalam pembangunan berada di tempat ke-90 dari 162 negara, jauh tertinggal dari perempuan-perempuan lain dinegara ASEAN, yaitu, malaysia (52), Thailand (61), dan Fhilipina (66). Demikian pula dilihat dari (GEM) Gender Empowerment Measuremen), yang hanya 49,5 berarti representasi perempuan Indonesia dalam lembaga-lembaga mengambil keputusan masih sangat rendah padahal merupakan sumber daya manusia yang potensial.(Ismi, 2009:11) Anggapan yang menyatakan bahwa perempuan tak pantas dan tak perlu dilibatkan dalam kegiatan di sektor publik, harus diubah karena merugikan, menghambat dan tak sesuai dengan semangat memanusiakan manusia. Selama kondisi perempuan masih terpuruk dan diwarnai kerentanan akibat ketidakadilan gender yang dihadapinya, negara dan masyarakat mempunyai tanggung jawab untuk melakukan berbagai upaya agar hak perempuan sebagai anggota masyarakat dapat terpenuhi. Berbagai bentuk ketidakadilan yang sering kali dialami perempuan dalam berbagai bentuk, seperti marjinalisasi, beban kerja yang panjang dan berat, diskriminasi upah, pengabaian hingga pelanggaran hak-hak reproduksi perempuan, penganiayaan serta berbagai bentuk kekerasan, harus dapat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4
dihilangkan dari masyarakat yang dalam slogan-slogannya sangat peduli terhadap manusia dan nilai-nilai kemanusiaan. Perempuan dengan segala dinamikanya memang seakan menjadi sumber inspirasi yang tak akan pernah habis. Merebaknya bentuk kajian-kajian yang membahas tentang isu-isu perempuan merupakan suatu kelaziman dibanding mencuatnya permasalahan yang membahas tentang isu laki-laki. Kecenderungan itu muncul karena tak dapat dipungkiri bahwa fenomena kesetaraan gender masih banyak ditemukan di dalam keseharian kita. Haruslah diakui bahwa posisi perempuan dalam kebudayaan kita tidaklah seberuntung dan sebaik posisi lakilaki. Dalam sejarah peradaban manusia, perempuan seakan menempati posisi belakang. Realitas tersebut diperparah dengan adanya dikotomi konstruksi sosial, khususnya dalam pembagian kerja, dimana perempuan ditempatkan di wilayah domestik dan laki-laki di wilayah publik, yang secara empirik semakin menempatkan perempuan dalam wilayah inferior di bawah kekuasaan laki-laki. Dalam tatanan sosial yang telah ada tersebut menjadikan perempuan sulit untuk bergerak bebas mengembangkan potensinya. Dikotomi publik dan domestik tersebut menjadikan kendala utama bagi perempuan untuk tampil secara total dalam wilayah publik. Salah satu yang paling menonjol adalah beban produksi dan kelangsungan generasi yang hampir seluruhnya dibebankan pada pundak perempuan. Dalam konteks ini perempuan dituntut untuk dapat berperan ganda dalam arti perempuan dapat berkiprah aktif diwilayah publik dengan asumsi dia diharuskan juga tetap aktif di wilayah domestik. Tuntutan itu tidak berlaku bagi kaum laki-laki sehingga tidak dikenal sebutan peran ganda laki-laki. Suatu hal yang menarik adalah ketika ada perempuan yang bekerja di wilayah kerja yang didominasi oleh laki-laki. Salah satunya adalah pegawai koperasi unit desa. Tidak dapat dipungkiri, bahwa budaya patriarki telah membawa kita kedalam anggapan bahwa laki-laki lebih diutamakan dibanding perempuan. Hal ini merambah ketika wanita masuk dalam dunia pekerjaan, peran yang diberikan kepada perempuan masih terbatas pada jabatan khusus saja, seperti jabatan administratif.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5
Sesuai dengan data yang ada dilapangan, dapat dilihat bahwa jumlah anggota pegawai KUD perempuan masih terbatas, masih jauh bila dibandingkan dengan pegawai laki-laki. Data tahun 2006 menyebutkan bahwa jumlah anggota pegawai KUD perempuan se-Kabupaten Karanganyar ada 71 orang. Dengan rincian, bendahara 17 orang, kasir 17 orang, bidang pengkreditan 11 orang, bidang pertokoan 19 orang dan bidang distribusi produksi ada 7 orang. Dari jumlah tersebut, sekitar 27 orang berpendidikan paling rendah adalah SMP. Hal ini berbeda dengan posisi yang diberikan kepada laki-laki, yakni sebagian besar jabatan yang dipegang laki-laki adalah ketua sub-bagian. (Yuniati SE, 2006:89) Jumlah tersebut masih sangat kecil, yaitu hanya sekitar 21,7 % dari keseluruhan jumlah pegawai laki-laki sebanyak 256 orang. Sedang untuk seKecamatan juga masih sangat kecil, misalnya untuk KUD Tasikmadu hanya ada 6 orang, KUD Karangayar ada 9 orang sedang KUD lainnya yang ada di Kabupaten Karangayar rata-rata di bawah 10 orang, suatu jumlah yang masih sangat kecil. (yuniati SE, 2006:91) Pada KUD Kebakkramat, terdapat 29 orang pegawai. Jumlah pegawai KUD perempuan memang masih terbatas dibandingkan dengan pegawai laki-laki yakni 7 orang. Sedangkan pegawai laki-lakinya berjumlah 22 orang. Dapat kita lihat, bahwa keterlibatan perempuan disini masih rendah, yakni hanya sekitar 24,13 % dari keseluruhan jumlah pegawai pemasyarakatan laki-laki. Terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki sehingga antara perempuan dan lakilaki memiliki akses, kesempatan berpartisipasi, dan kontrol atas pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan. Untuk itu akan dilihat mengenai kemampuan yang dimiliki perempuan untuk menyejajarkan diri dengan laki-laki untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut serta kesempatan yang diberikan pada perempuan untuk mengaktualisasikan kemampuan dirinya. Dengan kesetaraan gender berarti tidak ada lagi pembakuan peran, beban ganda, subordinasi, marjinalisasi dan kekerasan terhadap perempuan maupun lakilaki. Berdasarkan uraian diatas penelitian ini mengambil judul ” Kesetaraan Gender Pegawai Koperasi Unit Desa (Studi Kasus Pembagian Peran dan Tugas
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6
antara Pegawai Laki-laki dan Perempuan Koperasi Unit Desa Kebakkramat, Karanganyar)”
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah penelitian adalah sebagai berikut : a. Bagaimanakah pembagian peran antara pegawai laki-laki dan perempuan dalam mewujudkan kesetaraan gender di KUD Kebakkramat ? b. Bagaimanakah pembagian tugas antara pegawai laki-laki dan perempuan dalam mewujudkan kesetaraan gender di KUD Kebakkramat ?
C. Tujuan Penelitian Dari uraian latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Untuk mengetahui pembagian peran antara pegawai laki-laki dan perempuan di KUD kebakkramat dalam mewujudkan kesetaraan gender. b. Untuk mengetahui pembagian tugas antara pegawai laki-laki dan perempuan di KUD Kebakkramat dalam mewujudkan kesetaraan gender.
D. Manfaat Penelitian Nilai dari suatu penelitian adalah ditentukan oleh besarnya manfaat yang dapat diambil dari penelitian tersebut. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : a.
Manfaat teoritis Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah menambah, memperkaya dan menguatkan teori yang telah ada dalam bidang sosiologi pada khususnya dan ilmu pengetahuan pada umumnya guna mengembangkan kajian tentang pentingnya kesetaraan gender.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7
b.
Manfaat Praktis 1. Bagi Mahasiswa Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang kesetaraan gender dalam kepegawaian sehingga mahasiswa bisa memahami bentuk-bentuk ketidakadilan gender yang terjadi di dunia kerja. 2. Bagi Pegawai Koperasi Unit Desa di Kebakkramat Hasil penelitian diharapkan dapat menyumbangkan pengetahuan bagi pegawai Koperasi Unit Desa untuk lebih memberi kesempatan bekerja bagi kaum perempuan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. 3. Bagi Pemerintah Kabupaten Karanganyar Dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun kebijakankebijakan bagi dinas koperasi dalam pembagian peran dan tugasnya, agar pegawai koperasi mampu bekerja secara efektif dan mampu meningkatkan profesionalismenya dalam melayani masyarakat.
c. Manfaat Metodologis Penelitian ini dapat digunakan sebagai titik tolak melakukan penelitian sejenis yang lebih mendalam.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Seks dan Gender Harus diakui, gender merupakan isu baru bagi masyarakat sehingga menimbulkan berbagai penafsiran dan respon yang tidak proporsional tentang gender. Bermacam-macam tafsiran tentang pengertian gender adalah salah satu factor yang menimbulkan adanya kesenjangan gender. Kata gender dalam istilah bahasa Indonesia sebenarnya berasal dari Bahasa Inggris yaitu gender. Jika dilihat dalam kamus Bahasa Inggris tidak secara jelas dibedakan pengertian antara seks dan gender. Secara konseptual terdapat perbedaan antara seks dan gender. Seks dalam ilmu sosial dan biologis atau yang sering disebut jenis kelamin adalah suatu kategori biologis, perempuan dan laki-laki menyangkut hitungan kromoson, pada genetik dan struktur genital (Saparinah Sadli, 1995: 70). Pengertian jenis kelamin merupakan penafsiran atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Misalnya, bahwa manusia jenis laki-laki adalah manusia yang memiliki atau bersifat seperti : laki-laki adalah manusia yang memiliki penis, memiliki jakala (kala menjing) dan memproduksi sperma. Sedangkan perempuan memiliki alat reproduksi seperti rahim dan saluran untuk melahirkan, memproduksi telur, memiliki vagina dan mempunyai alat menyusui (Mansour Fakih, 1996: 8). Secara biologis alat-alat tersebut tidak bisa dipertukarkan antara alat biologis yang melekat pada manusia laki-laki dan perempuan. Secara permanen tidak berubah dan merupakan ketentuan biologis atau sering dikatakan sebagai ketentuan Tuhan atau kodrat. Gender sendiri dipahami sebagai sebuah konstruksi sosial tentang relasi laki-laki dan perempuan yang dikonstruksikan oleh sistem dimana keduanya berbeda. Gender biasanya dipergunakan untuk menunjukkan pembagian kerja yang dianggap tepat bagi pria dan wanita. Sering kali kegiatan didefinisikan
commit to user 8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9
sebagai milik laki-laki atau perempuan yang diorganisasikan dalam hubungan saling ketergantungan. Dalam kenyataan konstruksi sosial ini dikonstruksikan oleh kekuasaan, baik kekuasaan politik, ekonomi, sosial, kultural, bahkan fisikal karena sebagaimana halnya kenyataan kekuasaan adalah identik dengan kepemimpinan. Konsep gender menurut Mansour Fakih adalah sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial dan kultural. Misalnya perempuan dikenal lemah lembut, emosional dan keibuan, sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, dan jantan. Ciri dari sifat itu bisa dipertukarkan atau gender semua hal yang dipertukarkan antara sifat laki-laki dan perempuan yang berubah dari waktu ke waktu, dari tempat yang satu ke tempat yang lainnya, maupun berbeda antara kelas satu dengan kelas lainnya (1996: 8). Pada prinsipnya, semua hal ciri-ciri dan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan antara laki-laki dan perempuan merupakan konsep gender. ”Sebagai sebuah konsep, gender adalah interpretasi mental kultural terhadap perbedaan jenis kelamin dan hubungan perempuan laki-laki” (Sjamsiah Ahmad, 1995: 171). Secara umum gender digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan lakilaki dan perempuan dari segi sosial budaya. Sementara itu, seks secara umum digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi anatomi biologi. (Handayani, Trisaksi dan sugiarti, 2008: 4). Istilah seks lebih banyak berkonsentrasi kepada aspek biologi seseorang, meliputi perbedaan komposisi kimia dan hormon dalam tubuh, anatomi fisik, reproduksi dan karakteristik biologi lainnya. Sementara itu, gender lebih banyak berkonsentrasi kepada aspek sosial, budaya, psikologi dan aspek-aspek non biologi lainnya. Di sini gender lebih menekankan perkembangan aspek maskulinitas dimana maskulin atau maskulinitas berasal dari Bahasa Perancis, masculinine yang berarti "kepriaan" atau menunjukkan sifat laki-laki sedangkan feminim atau feminitas adalah sifat perempuan yang menunjuk kepada perasaan yang lembut. Istilah feminitas dan maskulinitas yang berkaitan dengan istilah gender berkaitan dengan sejumlah karakteristik psikologi dan perilaku yang secara kompleks yang sudah dipelajari seorang melalui pengalaman sosialnya. Contohnya dilingkungan budaya kita sifat lembut, sabar, berpenampilan rapi dan senang melayani
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10
kebutuhan orang lain, dianggap sebagai karakteristik positif dari feminitas. Perilaku tersebut diperkuat dengan cara anak perempuan didandani, mainan yang dibelikan untuknya dan diberi peringatan bila berperilaku yang oleh lingkungannya dianggap tidak feminim, sebagai anak perempuan ia belajar sifatsifat yang dianggap pantas sebagai perempuan. Sedangkan maskulinitas identik dengan istilah pemberani, jantan dan mainan yang diberikan kepadanya pun pedang untuk perang-perang supaya menjadi seorang pemberani. Sedangkan seks lebih menekankan perkembangan aspek biologis dan komposisi kimia dalam tubuh laki-laki dan perempuan. Untuk proses pertumbuhan anak menjadi seorang laki-laki atau seorang perempuan, lebih banyak digunakan istilah gender dari pada istilah seks. Istilah seks umumnya digunakan untuk merujuk kepada persoalan reproduksi dan aktivitas seksual, selebihnya akandigunakan istilah gender. Jadi yang dimaksud dengan gender adalah tatanan sosial yang mengatur hubungan peran laki-laki dan perempuan yang terbentuk melalui proses sosialisasi, mengalokasikan kedudukan hak dan kewajiban yang sama diantara keduanya dan bisa berubah seiring waktu dan tempat, yang berbeda antara kultur satu dengan kultur lainnya, dan yang dimaksud dengan seks adalah pembagian jenis kelamin yang ditentukan secara biologis melekat pada jenis kelamin tertentu, yang berarti perbedaan laki-laki dan perempuan sebagai mahkluk yang secara kodrati memiliki fungsi-fungsi organisme yang berbeda.
2. Perspektif Gender Dari berbagai macam perspektif gender yang ada, secara sederhana penulis mengambil dua aliran dalam ilmu sosial yakni aliran status quo atau fungsionalisme dan aliran konflik. Dua aliran tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Perspektif Struktural Fungsional Teori struktural fungsional ini dikembangkan oleh Robert Merton dan Talcot Parson. Teori struktural fungsional memang tidak secara langsung menyinggung masalah perempuan. Namun keyakinan mereka bahwa masyarakat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11
adalah suatu sistem terdiri atas bagian dan saling berkaitan (agama, pendidikan, struktur politik, sampai keluarga) dan masing-masing bagian secara terus-menerus mencari keseimbangan dan harmoni, dapat menjelaskan posisi mereka tentang kaum perempuan. Interelasi itu terjadi karena konsensus. Pola yang non normatif dianggap akan melahirkan gejolak. Jika hal tersebut terjadi maka masing-masing bagian
akan
berusaha
secepatnya
menyesuaikan
diri
untuk
mencapai
keseimbangan kembali. Bagi penganut teori struktural fungsional, masyarakat berubah secara evolusioner. Konflik dalam masyarakat dilihat sebagai tidak berfungsinya integrasi sosial dan keseimbangan. Oleh karena itu harmoni dan integrasi dipandang sebagai fungsional, bernilai tinggi dan harus ditegakkan, sedangkan konflik harus dihindarkan. Maka, satus quo harus dipertahankan. Jadi teori ini menolak setiap usaha yang mengguncang status quo, termasuk yang berkenaan dengan hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Mereka melihat bahwa kondisi yang ada adalah normal dan sehat, yang diperlukan adalah reformasi yang terkontrol, tapi jangan sampai mengganggu stabilitas sosial. Mereka tidak menyoroti hubungan antara kekuasaan dan ketaatan sosial dan kurang peka terhadap aspek paksaan dan konflik dari segala bentuk kekuasaan (Mansour Fakih, 1996; 80-81). Para fungsionalis beranggapan bahwa teori struktural fungsional pada awal perkembangannya justru mengupas tentang perubahan evolusioner pada suatu sistem. Tetapi perubahan itu sendiri akan tetap mencari keseimbangan baru. Perubahan melalui proses adaptasi menurut Parson adalah konsep moving equilibrium (keseimbangan dinamis). Menurut sistem ini meskipun masyarakat cenderung untuk melestarikan keseimbangan, tapi keberadaannya tidak statis. Keadaan saat inilah yang memberi peluang fleksibilitas agar proses modifikasi dapat berlangsung karena adanya interaksi perubahan dari luar (Rosalia Retno Meiawati, 2000: 45). Dalam hal peran gender, sebagai contoh dalam teori ini menunjuk masyarakat pra industri. Betapa masyarakat terintegrasi didalam suatu sistem sosial. Laki-laki berperan sebagai pemburu (hunter) dan perempuan sebagai peramu (gatherer). Sebagai pemburu, laki-laki lebih banyak berada di luar rumah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12
dan bertanggung jawab untuk membawa makanan kepada keluarga. Peran perempuan lebih terbatas di sekitar rumah dalam rumusan reproduksi, seperti mengandung, memelihara dan menyusui anak. Pembagian kerja seperti ini telah berfungsi dengan baik dan berhasil menciptakan kelangsungan masyarakat yang stabil. Dalam masyarakat seperti ini stratifikasi peran gender sangat ditentukan oleh jenis kelamin. Meskipun laki-laki terkadang berpartisipasi dalam kegiatan meramu dan perempuan
juga
terkadang
melakukan
pemburuan
binatang
kecil-kecil,
menangkap ikan, terlibat dalam kegiatan bercocok tanam. Pemburuan binatang besar-besaran dan hewan liar dan penangkapan dilepas pantai adalah tugas utama kaum laki-laki. Dalam masyarakat pemburu dan peramu ini kaum laki-laki memperoleh pengakuan dan prestise. Semakin besar jumlah hasil buruan semakin besar pula kekuasaan yang diperoleh seorang laki-laki. Sebaliknya semakin kecil hasil buruan yang diperoleh semakin kecil pula peran kontrol seorang laki-laki kepada perempuan. Menurut teori fungsional ”Perempuan lebih pantas sebagai peramu karena perempuan harus melahirkan. Ini adalah fungsi yang diberikan alam kepada kaum perempuan dan fungsi ini tidak dapat berubah” (Marwell dalam Arief Budiman, 1981: 28). Karena ketika perempuan mengandung dan melahirkan anak dan kemudian mengasuh anak yang baru dilahirkan, akan berbahaya bagi perempuan untuk bekerja berat diluar rumah tangga, termasuk mendidik anakanaknya sampai besar. Karena itu, lebih baik kalau perempuan itu diberi pekerjaan dalam rumah tangga dan laki-laki berada di luar rumah. Dalam teori Fungsionalis ini Park memusatkan perhatian pada pembahasan mengenai perempuan dalam fungsi-fungsi dan peran-perannya di masyarakat. Jika peran-peran perempuan menyumbang pada stabilitas, maka mereka dilihat sebagai fungsional, jika mereka menyumbang pada perubahan sosial yang cepat, seperti memasuki pasar tenaga kerja upahan dalam jumlah yang semakin banyak, mereka dilihat sebagai disfungsional (Park dalam Jane C. Ollenburger dan Helen A. Moore, 1996: 13).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13
Pembagian kerja secara seksual dalam bahasa peran-peran dijelaskan Tacolt Parson sebagai berikut : ...pengaruh fungsionalisme jelas menyebar luas digunakan tanpa kritik dalam istilah-istilah ”peran-peran jenis kelamin”, ”peran kewanitaan”, ”peran kelelakian”, yang tidak hanya mengaburkan perbedaan-perbedaan kekuasaan antara perempuan dan laki-laki, tetapi juga mengaburkan adanya konflik (Tacolt Parson dalam Jane C. Ollenburger dan Helen A. Moore, 1996: 14) Menurut teori Fungsionalis pembagian kerja secara seksual merupakan kebutuhan masyarakat dan diciptakan untuk keuntungan seluruh masyarakat itu sebagai keseluruhan. Teori ini berpendapat bahwa perempuan harus tinggal di dalam lingkungan rumah tangga karena ini merupakan pengaturan yang paling baik dan berguna bagi keuntungan masyarakat secara keseluruhan. Menurut Talcot Parsons, dengan pengaturan yang jelas bahwa perempuan harus bekerja di dalam rumah tangga, maka ditiadakan kemungkinan terjadinya persaingan antara suami dan isteri. Dengan pembagian kerja secara seksual ini, jelas bahwa sang suami mengembangkan karirnya di luar rumah, sang istri di dalam rumah. Istri boleh bekerja di luar rumah, tapi hendaknya itu bukan merupakan karirnya. Kalau tidak, persaingan antra suami dan istri akan terjadi dan ini akan merusak keserasian kehidupan perkawinan. Pembagian secara seksual memperjelas fungsi suami dan istri dalam keluarga inti, dan ini memberikan rasa tenang bagi keduanya (Arief Budiman, 1981: 18). Pembagian peran secara seksual menurut Tacolt Parson adalah sesuatu yang wajar. Peran suami sekaligus ayah mengambil peran instrumental, membantu memelihara sendi-sendi masyarakat dan keutuhan fisik keluarga dengan jalan menyediakan bahan makanan, tempat perlindungan dan menjadi penghubung keluarga dengan dunia luar. Sementara peran istri sekaligus sebagai ibu mengambil peran ekspresif, membantu mengentalkan hubungan, memberikan dukungan emosional dan pembinaan kualitas penopang kebutuhan keluarga dan menjamin kelancaran urusan rumah tangga. Keseimbangan itu akan terwujud bila tradisi peran gender senantiasa mengacu kepada posisi semula. Dengan kata lain,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14
kerancuan peran gender menjadi unsur penting dalam suatu perceraian (Nasaruddin Umar, 1999: 53). Dominasi laki-laki dalam masyarakat bukan hanya karena mereka jantan, lebih dari itu karena mereka mempunyai banyak akses kepada kekuasaan pada memperoleh status. Mereka misalnya mengontrol lembaga-lembaga legislatif, dominan di lembaga-lembaga hukum dan peradilan, pemilik sumbersumber produksi, organisasi profesi dan lembaga-lembaga pendidikan tinggi. Sementara perempuan ditempatkan pada posisi inferior. Peran mereka terbatas sehingga akses untuk memperoleh kekuasaan juga terbatas, akibatnya perempuan mendapatkan status lebih rendah dari laki-laki. Pekerjaan yang diperuntukkan laki-laki umumnya dianggap sesuai dengan kapasitas biologis, psikologis dan sosial sebagai laki-laki, secara umum dikonsepaikan sebagai orang yang memiliki otot lebih kuat, tingkat resiko dan bahayanya lebih tinggi karena bekerja di luar rumah, dan tingkat keterampilan dan kerja samanya di dalam kelompok masyarakat lebih tinggi. Sementara itu, pekerjaan yang diperuntukkan kepada perempuan ialah umumnya yang dianggap sesuai dengan kapasitas biologisnya sebagai perempuan, yang secara umum dikonsepsikan sebagai orang yang lemah dengan tingkat resiko lebih rendah, cenderung bersifat mengulang, tidak memerlukan konsentrasi yang intensif dan lebih mudah terputus-putus. Karena itu tingkat keterampilan perempuan dianggap rata-rata lebih rendah dibanding laki-laki (Nasarudin Umar, 1999: 77) Kondisi masyarakat dimana terjadi pembagian peran antara laki-laki dan perempuan yaitu bahwa laki-laki berperan pada dunia publik sedangkan perempuan dalam dunia privat, yang kemudian memunculkan dominasi dan eksploitasi dari laki-laki kepada perempuan yang membuat jarak semakin lebar antara laki-laki dan perempuan tersebut. Adanya perbedaan antara laki-laki dan perempuan diakui oleh feminisme liberal, sementara perubahan yang diharapkan adalah perubahan yang transformatif, artinya bagaimana mempersiapkan kaum perempuan untuk bisa melaksanakan peran dan fungsi seperti yang dilakukan laki-laki tanpa mengubah seluruh struktur dan sistem yang ada dalam masyarakat. Perubahan yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15
transformatif ini tidak memberikan keuntungan dan kerugian bagi pihak tertentu, karena keseimbangan yang ada mencerminkan normalnya keadaan yang tidak terganggu. Baik laki-laki maupun perempuan dapat melaksanakan peran dan fungsinya bersama-sama untuk mencapai keseimbangan yang dinamis (Mansour Fakih, 1996: 82) Jadi teori struktural fungsional memiliki penekanan perhatian pada konsep keteraturan dalam masyarakat. Konsep keteraturan yang dimaksud adalah bahwa setiap masyarakat yang akan mencapai kondisi keseimbangan haruslah melalui suatu proses keteraturan sosial, dimana tidak ada konflik yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Menurut teori struktural fungsional keteraturan dalam elemen-elemen atau unsur-unsur yang membentuk masyarakat menjadi sebuah sistem yang sangat diperlukan oleh masyarakat. Termasuk di dalam pembagian kerja secara seksual antara laki-laki dan perempuan, istri di rumah dan suami mencari nafkah di luar rumah adalah sesuatu yang wajar diman apembagian kerja ini merupakan kebutuhan masyarakat dan diciptakan untuk keuntungan seluruh masyarakat itu sebagai keseluruhan. Oleh karena itu, stuktural fungsional mengabaikan konflik dan perubahan yang mengarah pada terjadinya konflik dalam masyarakat.
b. Perspektif Struktural Konflik Sosiologi konflik merupakan aliran ilmu sosial yang menjadi alternatif dari aliran sosiologi fungsionalisme. Mereka percaya bahwa setiap kelompok masyarakat memiliki kepentingan dan kekuasaan yang adalah pusat dari setiap hubungan sosial termasuk hubungan kaum laki-laki dan perempuan. Bagi mereka, gagasan dan nilai-nilai selalu dipergunakan sebagai senjata untuk menguasai dan melegitimasi kekuasaan, tidak terkecuali hubungan antara laki-laki dan perempuan. Berdasarkan pendapat ini maka perubahan akan terjadi melalui konflik yang akhirnya akan merubah posisi dan hubungan. Demikian juga, perubahan hubungan antara laki-laki dan perempuan hanya akan dilihat dari konflik antardua kepentingan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16
Karl Marx misalnya, melihat masyarakat secara konstan berubah komposisinya, kekuatan-kekuatan antitesis menyebabkan perubahan sosial melalui ketegangan-ketegangan dan perjuangan antar kelas yang bertentangan. Kemajuan sosial, karena itu, diisi oleh perjuangan-perjuangan dan upaya keras yang membuat konflik sosial menjadi inti dari proses sejarah. Marx membicarakan pengaruh umum mesin terhadap kehidupan keluarga pada industri-industri domestik. Marx dan Engels menulis tentang perempuan sebagai alat produksi : Tetapi komunis anda akan memasukkan komunitas wanita, mengutuk semua borjuis secara serempak. Seorang borjuis melihat istrinya sebagai alat produksi belaka. Ia mendengar bahwa alat-alat produksi biasanya dieksploitasi dan tentu saja tidak ada kesimpulan lain, apa yang biasa terjadi pada kebanyakan alat produksi, menimpa pula kaum wanita. Ia tidak pernah menyangsikan bahwa tujuan sesungguhnya adalah menjauhkan status wanita sebagai alat produksi belaka (Marx dalam Jane C. Ollenburger dan Helen A. Moore, 1996: 8) Frederick Engels dalam Jane C. Ollenburger dan Helen A. Moore, 1996: 8, secara spesifik menulis tentang penindasan wanita di dalam keluarga : Dalam kasus-kasus besar utama ini, paling tidak dalam kelas-kelas pemilik, suami bertanggung jawab mencari nafkah dan menghidupi keluarganya hal ini memberikan kepadanya suatu posisi supremasi, tanpa membutuhkan title-titel khusus dan hak istimewa. Di dalam keluarganya, ia adalah borjuis dan istrinya mewakili proletariat. Ketimpangan gender di dalam masyarakat adalah akibat penerapan sistem kapitalis yang mendukung terjadinya tenaga kerja tanpa upah berarti perempuan di dalam rumah tangga. Isteri mempunyai ketergantungan lebih tinggi pada suami dari pada suami mempunyai ketergantungan yang tinggi pada perempuan. Perempuan senantiasa mencemaskan keadaan ekonominya kalau tidak patuh pada suami, karenanya mereka memberikan dukungan kekuasaan kepada suaminya untuk mencari nafkah diluar rumah dan menguasai kehidupannya. Dalam tulisan Marx, penindasan terhadap perempuan dikemukakan di dalam suatu konteks faktor-faktor ekonomi yang membentuk struktur politik dan sosial serta kehidupan perempuan. Dengan memprioritaskan struktur ekonomi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17
kapitalis sebagai sumber perubahan sosial, kemudian Max Weber mengusulkan suatu kumpulan dimensi untuk menambah ukuran ekonomi yang bisa menyumbang pada sistem-sistem ketidaksamaan dan potensi perubahan sosial. Tulisan Max Weber berpusat pada hubungan antara kelas, status dan kekuasaan. Menurut Weber, kelas adalah basis ekonomi ketidaksamaan organisasi yang longgar sekitar kelas kaya dan miskin. Selain dimensi kelas, Weber menambahkan status sosial pandangan mengenai kehormatan atau prestise yang dapat diberikan oleh latar belakang keluarga, aktivitas pekerjaan atau bentuk-bentuk konsumsi. Dimensi ketiga Weber, kekuasaan, secara eksplisit menunjukkan pada hak-hak politik sumbersumber penghasilan (Max Weber dalam Jane C. Ollenburger dan Helen A. Moore, 1996: 9) Dari ketiga dimensi yang diutarakan Max Weber terdapat hubungan yang kuat untuk melihat latar belakang seseorang di dalam masyarakat, hal ini dapat dilihat dalam masyarakat industri yang maju. Sebagai contohnya, seorang wanita mungkin ditampatkan pada status yang rendah hanya karena jenis kelaminnya, dan ia hanya memiliki sedikit sumber ekonomi atau hak politik. Namun, pekerjaannya sebagai perawat mungkin memberikan kepadanya suatu status kehormatan tertentu di dalam masyarakat yang menghargai pekerjaan pengasuhan, yakni peran-peran keperawatan oleh wanita. Untuk analisis mengenai wanita di dalam masyarakat, hal itu merupakan suatu perkembangan penting, karena status atau posisi seseorang pada suatu tatanan sosial berhubungan dengan kekuasaan. Status wanita di dalam masyarakat kini dapat dianalisis dalam hubungannya dengan kerugian mereka, baik dalam kekuasaan ekonomi dan sosial maupun dalam pembentukan prestise sosial yang dikaitkan pada jenis kelamin dan peran-peran pekerjaan. Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa teori struktural konflik menekankan pada faktor ekonomi sebagai basis ketidakadilan yang kemudian melahirkan konflik di masyarakat. Konflik yang muncul di dalam masyarakat tidak hanya terjadi karena perjuangan kelas dan ketegangan antara pemilik dan pekerja, tetapi juga disebabkan oleh beberapa faktor lain termasuk diantaranya ketegangan orang tua dan anak, suami dan isteri dalam perkawinan, senior dan yunior serta antara laki-laki dan perempuan. Konflik antara laki-laki
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18
dan perempuan tidak disebabkan oleh perbedaan biologis, tetapi merupakan bagian dari penindasan kelas yang berkuasa, dalam relasi produksi yang diterapkan dalam konsep keluarga. Hubungan suami istri tidak ubahnya hubungan antara hamba dan tuan. Dengan kata lain, ketimpangan peran dalam masyarakat bukan karna faktor biologis atau pemberian Tuhan, tetapi karena konstruksi masyarakat.
3. Kesetaraan Gender dalam Pembangunan Kesetaraan dan keadilan gender belum sepenuhnya terwujud di Indonesia. Nilai-nilai sosial budaya merupakan salah satu penyebab dan penghambat ketidaksetaraan gender. Pada umumnya, perempuan sebagai sumber daya manusia dalam pembangunan masih memiliki keterbatasan akses, kesempatan atau peluang, partisipasi dan kontrol. Kesetaraan gender adalah seperti istilah suci yang sering diucapkan oleh para aktivis sosial, kaum feminis, politikus, bahkan hampir oleh para pejabat negara. Istilah kesetaraan gender dalam tatanan praktis, hampir selalu diartikan sebagai kondisi kesetaraan yang dialami oleh para perempuan. Konsep kesetaraan gender ini memang merupakan suatu konsep yang sangat rumit dan mengundang kontroversi. Ada yang mengatakan bahwa kesetaraan yang dimaksud adalah kesamaan hak dan kewajiban yang tentunya masih belum jelas. Kesetaraan gender dapat juga berarti adanya kesamaan kondisi bagi lakilaki maupun perempuan di dalam memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebgai manusia berperan dan berpartisipasif dalam kegiatan pembangunan serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan (Riant Nugroho, 2008: 60). Secara umum semua orang menginginkan kesetaraan gender yang sama rata antara laki-laki dan perempuan dari segala aspek kehidupan, baik dilingkungan keluarga maupun di lingkungan masyarakat. ”Kesetaraan gender adalah isu pembangunan yang paling mendasar tujuan pembangunan itu sendiri” (Ismi Dwi Astuti, 2009: 33). Kesetaraan akan meningkatkan kemampuan negara untuk berkembang, mengurangi kemiskinan dan menjalankan pemerintahan secara efektif.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19
Dengan demikian, meningkatkan kesetaraan gender adalah bagian penting dari strategi pembangunan yang mengupayakan pemberdayaan semua orang, baik laki-laki maupun perempuan untuk melepaskan diri dari kemiskinan serta meningkatkan taraf hidup. ”Kesetaraan gender adalah suatu keadaan dimana terjadi kesetaraan atau keadilan sosial antara laki-laki dan perempuan” (Mandy Macdonald, Ellen Spenger, Ireen Dubel, 1997: xii). Kesetaraan sosial ini meliputi perlakuan yang sama antara laki-laki dilingkungan rumah tangga mereka, melawan pemerasan di dalam keluarga, menentang status yang terus-menerus rendah di tempat kerja, dalam masyarakat, serta dalam agama di negerinya dan menentang beban rangkap yang mereka derita dalam produksi dan reproduksi. Kesetaraan gender dalam pengertian umum tersebut berarti penerimaan martabat kedua jenis kelamin dalam ukuran yang setara. Orang harus mengakui bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai hak-hak yang setara dalam bidang sosial, ekonomi dan politik. Keduanya mempunyai hak yang setara dalam tanggung jawab sebagaimana dalam hal kebebasan. Tujuan dari kesetaraan gender tidak sekedar memperbaiki status perempuan yang indikatornya menggunakan norma laki-laki, melainkan memperjuangkan martabat dan kekuatan perempuan. Hal tersebut akan membawa perubahan peran yang baik bagi perempuan maupun laki-laki. Dalam hal ini kekuatan bukan berarti mendominasi yang lain, kekuatan yang dimaksudkan adalah kekuatan internal, dalam rangka mengontrol hidup dan jasad, juga kemampuan meraih akses dan kontrol terhadap sumber-sumber material dan non material. Perkembangan kesetaraan dan keadilan gender di Indonesia diawali sejak diratifikasinya konvensi CEDAW (convention on the elimination of all forms of discrimination againt women) sejak tahun 1984, dengan meratifikasinya konvensi ini Indonesia berkewajiban untuk melaksanakannya. Negara diperintahkan untuk melaksanakan langkah-langkah khusus sementara untuk mencegah terjadinya diskriminasi, tindakan-tindakan tersebut merupakan alternative action yang harus
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20
dilakukan Negara sebagai konpensasi sejarah diskriminasi yang telah terjadi dan meninggalkan dampak yang tidak dapat dengan mudah dihilangkan. Rendahnya partisipasi sebagian sumber daya pembangunan berimplikasi terhadap laju perkembangan pembangunan. Untuk itu perlu dilaksanakan pengarusutamaan gender yang artinya strategi yang dilakukan secara rasional dan sistimatis untuk mencapai dan mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam berbagai aspek kehidupan manusia (rumah tangga, masyarakat dan negara), melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program diberbagai bidang kehidupan dan pembangunan, agar laki-laki dan perempuan secara bersama-sama bisa berada pada tingkatan partisipasi yang tinggi, yang tentunya juga berimplikasi pada peningkatan yang baik. Ketidakadilan berdasarkan jenis kelamin bervariasi sesuai dengan kondisi masyarakat, tetapi terdapat tiga fakta sosial yang konstan, yang menentukan wanita sebagai harta seksual kepunyaan laki-laki. Semua manusia memiliki (1) dorongan kuat untuk kepuasan seksual, dan (2) daya tahan menghadapi kekerasan. Fakta ketiga ialah biasanya laki-laki lebih besar dan lebih kuat dari pada wanita”... karenanya laki-laki menjadi agresor seksual, dan wanita umumnya mengambil sikap defensif (Collins, dalam Jane C. Ollenburger dan Helen A. Moore, 1996: 15). Ketidakadilan berdasarkan jenis kelamin dan kekerasan bervariasi menurut dua struktur sosial adalah paksaan oleh organisasi-organisasi politik terhadap masyarakat (keluarga, hukum, dan sebagainya) dan keadaan pasar, serta sumber pengahasilan laki-laki dan perempuan. Dominasi terhadap perempuan berakar dalam biologi, tapi biologi yang dihubungkan dengan akses seksual yang bertentangan dengan reproduksi dan kekayaan pribadi. Struktur-struktur ekonomi dan politik menjadi perantara meningkatkan subordinasi tersebut, dengan ketidakadilan dalam dominasi/subordinasi paling parah terjadi dalam rumah tangga masyarakat praindustri yang telah terstratifikasi. Orang harus mengakui bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai hak-hak yang setara dalam bidang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21
sosial, ekonomi dan politik. Keduanya mempunyai hak yang setara dalam tanggung jawab sebagaimana dalam hal kebebasan. Perempuan sebagai bagian terbesar dari masyarakat Indonesia, nampaknya harus menanggung beban berat dari akselerasi pembangunan nasional yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi yang cepat. Berbagai peningkatan pemberdayaan perempuan bisa dilihat dengan meningkatnya kualitas hidup perempuan dari berbagai aspek, meskipun masih belum optimal. Untuk meningkatkan status dan kualitas perempuan juga telah diupayakan namun hasilnya masih belum memadai, ini terlihat dari kesempatan kerja perempuan belum membaik, beban kerja masih berat, kedudukan masih rendah. Di lain pihak, pada saat ini masih banyak kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang belum
peka
gender,
yang mana
belum mempertimbangkan
perbedaan
pengalaman, aspirasi dan kepentingan antara perempuan dan laki-laki serta belum menetapkan kesetaran dan keadilan gender sebagai sasaran akhir pembangunan. Penyebabnya antara lain belum adanya kesadaran gender terutama di kalangan para perencana dan pembuat keputusan, ketidak lengkapan data dan informasi gender yang dipisahkan menurut jenis kelamin (seks), juga masih belum mapannya hubungan kemitraan antara pemerintah dengan masyarakat maupun lembaga-lembaga yang memiliki visi pemberdayaan perempuan yaitu dalam tahap-tahap perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi kebijakan dan program pembangunan (Nur Indah Yogadiasti, 2009: 1) Bergesernya proporsi pekerjaan utama perempuan dari pertanian ke ranah industri, meningkatnya mobilitas perempuan baik migrasi domestik maupun internasional serta semakin membaiknya peran perempuan di lingkup keluarga, masyarakat dan berbangsa serta bernegara merupakan indikator keberhasilan pemberdayaan perempuan khususnya upaya kesetaraan dan keadilan gender mulai dapat dirasakan. Meskipun kemajuan perempuan ini hanya bisa dinikmati pada tataran masyarakat yang sosial ekonominya mapan (menengah ke atas). Sebaliknya pada tingkat sosial ekonomi menengah ke bawah, masih sering dijumpai ketimpangan antara laki-laki dan perempuan baik dalam memperoleh peluang, kesempatan dan akses serta kontrol dalam pembangunan, serta perolehan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22
manfaat atas hasil pembangunan. Hal ini tidak lain karena masalah struktural utamanya. Selain nilai-nilai budaya patriarkhi yang dilegitimasi dengan (atas nama) agama dan sistem sosial yang menempatkan perempuan dan laki-laki dalam kedudukan dan peran yang berbeda dan dibeda-bedakan (Nur Indah Yogadiasti, 2009: 2). Dalam GBHN 1999-2004 menetapkan dua arah kebijakan pemberdayaan perempuan yakni pertama, meningkatkan kedudukan dan peranan perempuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui kebijakan nasional yang diemban oleh lembaga yang mampu memperjuangkan terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender. Kedua, meningkatkan kualitas peran dan kemandirian organisasi perempuan dengan tetap mempertahankan nilai persatuan dan kesatuan serta nilai historis perjuangan perempuan dalam rangka melanjutkan usaha pemberdayaan perempuan serta kesejahteraan keluarga dan masyarakat. Dengan demikian pemberdayaan perempuan dalam rangka mewujudkan kesetaraan gender merupakan komitmen bangsa Indonesia yang pelaksanaannya menjadi tanggung jawab seluruh pihak eksekutif, legislatif, yudikatif, tokoh-tokoh agama dan masyarakat secara keseluruhan. Sesuai dengan dua arahan kebijakan itu, pemerintah
bertanggung
pemberdayaan
perempuan
jawab di
untuk tingkat
merumuskan nasional
kebijakan-kebijakan
maupun
daerah,
yang
pelaksanaannya dapat memberikan hasil terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender di segala bidang kehidupan dan pembangunan. Jadi yang dimaksud dengan kesetaraan gender adalah suatu situasi sosial yang memberi pemahaman terhadap laki-laki dan perempuan dalam menghayati bahwa laki-laki dan perempuan itu mempunyai hak, kewajiban dan kesempatan yang sama. Perempuan dan laki-laki tidak harus diperlakukan secara sama, tetapi diperlakukan sesuai dengan kebutuhan mereka. Dengan demikian perempuan dan laki-laki bisa diperlakukan secara berbeda tetapi perlakuan tersebut dinilai setara (diperhitungkan
ekuivalen
dalam
hak,
kewajiban,
kesempatannya).
commit to user
kepentingan
dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23
4. Konsep Peran dan Tugas Peran sering diartikan sebagai serangkaian perilaku yang diharapkan dan dituntut oleh masyarakat terhadap individu ataupun organisasi yang memegang kedudukan tertentu dalam masyarakat. Setiap orang akan memainkan peran yang berbeda-beda, dimana di dalam setiap peran tersebut diharapkan juga orang akan melakukan perbuatan dengan cara-cara tertentu. Peran yang melembaga merupakan seperangkat harapan perilaku yang membatasi kebebasan seseorang memilih, jadi perilaku peran yang dilembagakan diarahkan oleh harapan peran, bukan oleh preferensi pribadi. Koperasi dalam hal ini merupakan lembaga yang di dalamnya terdapat aturan-aturan atau norma-norma yang mengikat anggotanya dalam berhubungan. Dan hubungan tersebut akan tetap terjaga apabila masingmasing anggotanya menjalankan sejumlah perilaku yang diharapkan menurut tuntutan norma yang berlaku dalam lembaga tersebut. Identitas peran terdiri dari gambaran diri yang bersifat ideal yang dimiliki oleh individu sebagai orang yang menduduki berbagai posisi sosial. Seorang individu memiliki sejumlah identitas peran yang berhubungan dengan pelbagai posisi sosial yang mereka miliki dan berbeda-beda menurut tingkatan dalam perbandingannya satu sama lain. Identitas peran ini diungkapkan secara terbuka dalam melaksanakan peran dan membantu menentukan pentingnya suatu identitas peran tertentu dalam konsep diri seseorang secara keseluruhan (Doyle Paul Johnson, 1986: 38). Menurut Suhardono (2009: 1), makna peran dapat dijelaskan melalui beberapa cara, yaitu pertama penjelasan historis. Menurut penjelasan historis, konsep peran semula dipinjam dari kalangan yang memiliki hubungan erat dengan drama atau teater yang hidup subur pada jaman yunani kuno atau romawi. Dalam hal ini, peran berati karakter yang disandang atau dibawakan oleh seorang aktor dalam sebuah pentas dengan lakon tertentu. Kedua, pengertian peran menurut ilu sosial. Peran dalam ilmu sosial berarti suatu fungsi yang dibawakan seseorang ketika menduduki suatu posisi dalam struktur sosial tertentu. Dengan menduduki jabatan tertentu, seseorang dapat memainkan fungsinya karena posisi yang di dudukinya tersebut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24
Pengertian peran dalam kelompok pertama di atas merupakan pengertian yang dikembangkan oleh paham strukturalis dimana lebih berkaitan antara peranperan sebagai unit kultural yang mengacu pada hak dan kewajiban yang secara normatif telah dicanangkan oleh sistem budaya. Sedangkan pengertian peran dalam kelompok dua adalah paham interaksionis, karena lebih memperlihatkan konotasi aktif dinamis dari fenomena peran. Seseorang dikatakan menjalankan peran manakala ia menjalankan hak dan kewajiban yang merupakan bagian yang tidak terpisah dari status yang disandangnya. Setiap status sosial terkait dengan satu atau lebih peran sosial. Menurut Horton dan Hunt (1996: 118-119) peran (role) adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang yang memiliki suatu status. Berbagai peran yang tergabung dan terkait pada satu status ini dinamakan perangkat peran. Dalam kerangka besar, organisasi masyarakat atau disebut sebagai struktur sosial ditentukan oleh hakekat dari peran-peran ini, hubungan antra peran-peran tersebut, serta distribusi sumber daya
yang langka
diantara orang-orang
yang
memainkannya. Bila yang diartikan dengan peran adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang dalam suatu status tertentu, maka perilaku peran adalah perilaku yang sesungguhnya dari orang yang melakukan peran tersebut. Perilaku peran mungkin berbeda dari perilaku yang diharapkan karena beberapa alasan. Bilton, (1981) dalam Hana (2009: 2) menyatakan, ”peran sosial mirip dengan peran yang dimainkan oleh aktor”, maksudnya orang yang memiliki posisi-posisi atau status-status tertentu dalam masyarakat diharapkan untuk berperilaku dalam cara-cara tertentu yang bisa diprediksikan seolah-olah sejumlah naskah sudah disiapkan oleh mereka. Namun harapan-harapan yang terkait dengan peran-peran ini tidak hanya bersifat satu arah. Seseorang tidak hanya diharapkan memainkan suatu peran dengan cara khas tertentu, namun orang itu sendiri juga mengharapkan orang lain untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap dirinya. Harapan-harapan terpenting yang melingkupi peran sosial bukanlah sekedar pernyataan tentang apa yang sebenarnya terjadi, tentang apa yang akan dilakukan seseorang, diluar kebiasaan dan seterusnya, tapi norma-norma yang menggaris bawahi sesuatu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25
dimana seseorang yang memiliki status
diwajibkan untuk menjalankannya.
Dalam kaitannya dengan peran yang harus dilakukan, tidak semuanya mampu untuk menjalankan peran yang melekat dalam dirinya. Oleh karena itu sering terjadi kekurangberhasilan dalam menjalankan perannya. Seperti yang dijelaskan oleh Hana (2009: 2) dalam ilmu sosial ketidakberhasilan ini terwujud dalam role conflict dan role strain. 1) Role Conflict Setiap orang memainkan sejumlah peran yang berbeda, kadangkadang peran-peran tersebut membawa harapan-harapan yang bertentangan. Menurut Hendropuspito (1989), konflik peran sering terjadi pada orang yang memegang sejumlah peran yang berbeda macamnya, kalau peran-peran itu mempunyai pola kelakuan yang saling berlawanan meski subjek atau sasaran yang dituju sama. Dengan kata lain, bentrokan peranan terjadi kalau untuk menaati suatu pola, seseorang harus melanggar pola lain. Setidaknya ada dua macam konflik peran. Yakni, konflik antara berbagai peran yang berbeda dimana satu atau lebih peran mungkin menimbulkan kewajiban-kewajiban yang bertentangan bagi seseorang. dan konflik dalam satu peran tunggal, dalam peran tunggal mungkin ada konflik inheren. 2) Role Strain Adanya harapan-harapan yang bertentangan dalam suatu peran yang sama ini dinamakan role strain. Satu hal yang menyebabkan terjadinya role strain adalah karena peran apapun sering menuntut adanya interaksi dengan berbagai status lain yang berbeda. Sampai tingkatan tertentu, masing-masing interaksi ini merumuskan peran yang berbeda, karena membawa harapan-harapan yang berbeda pula. Maka apa yang tampak sebagai suatu peran tunggal mungkin dalam sejumlah aspek sebenarnya adalah beberapa peran. Sebagai contoh, status sebagai karyawan bagian pemasaran eceran disebuah perusahaan, dalam arti tertentu sebenarnya membawa beberapa peran sebagai bawahan(terhadap atasan di perusahaan itu), sebagai sesama pekerja (terhadap karyawan-karyawan lain diperusahaan itu), dan sebagai penjual (terhadap konsumen dan masyarakat yang ditawari produk perusahaan tersebut).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26
Seseorang mungkin tidak memandang suatu peran dengan cara yang sama sebagimana orang lain memandangnya. Sifat kepribadian seseorang mempengaruhi bagaimana orang itu merasakan peran tersebut, karena hal ini dapat bertentangan dengan peran lainnya. Semua faktor ini terpadu sedemikian rupa, sehingga tidak ada dua individu yang memerankan satu peran tertentu dengan cara yang benar-benar sama. Ada beberapa proses yang umum untuk memperkecil ketegangan peran dan melindungi diri dari rasa bersalah. Pertama, rasionalisasi, yakni suatu proses defensive untuk mendefinisikan kembali suatu situasi yang menyakitkan dengan istilah-istilah yang secara sosial dan pribadi dapat diterima. Rasionalisasi menutupi kenyataan konflik peran, yang mencegah kesadaran bahwa ada konflik. Contoh, orang yang percaya bahwa semua manusia sederajat, tetapi tetap merasa tidak berdosa mempunyai budak, dengan kata lain budak bukanlah manusia tetapi benda milik. Kedua, pengkotakan, yakni memperkecil ketegangan peran dengan memagari peran seseorang dalam kotak-kotak kehidupan yang terpisah sehingga seseorang hanya menanggapi seperangkat tuntutan peran pada satu waktu tertentu. Contoh, seorang politisi yang diacara seminar bicara tentang pembelaan kepentingan rakyat, tapi dikantornya sendiri ia terus melakukan korupsi dan merugikan kepentingan rakyat. Ketiga, ajudikasi yaitu prosedur yang resmi untuk mengalihkan penyelesaian konflik peran yang sulit kepada pihak ketiga, sehingga seseorang merasa bebas dari tanggung jawab dan dosa. Keempat, kadang-kadang orang membuat pemisahan secara sadar antara peranan dan kedirian, sehingga konflik antara peran dan kediarian dapat muncul sebagai suatu bentuk dari konflik peran. Hana (2009: 3). Bila orang menampilkan peran yang tidak disukai, mereka kadangkadang mengatakan bahwa mereka hanya menjalankan apa yang harus mereka perbuat. Sehingga secara tidak langsung mereka mengatakan, karakter mereka yang sesungguhnya tidak dapat disamakan dengan tindakan-tindakan mereka itu. Peran seseorang di dalam masyarakat tidak terlepas dari adanya tugas yang ditanggungnya, hal itu diberikan kepadanya karena seseorang tersebut mempunyai kedudukan yang tinggi dalam masyarakat. Tugas memang sebuah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27
amanah yang harus diemban dengan tanggung jawab penuh, karena didalamnya melekat komitmen, dedikasi, dan profesionalitas. Pelaksanaan tugas akan semakin optimal apabila suasana kebatinan kita juga senang dengan tugas tersebut. Sangat membahagiakan apabila selain bisa menjalankan tugas dengan baik kita juga bisa memberi nilai tambah, maka dalam prinsip ekonomi inilah orang yang beruntung. Menurut WJS Purwodaminto dalam Ipnu Nurjanto (2009: 1) ”tugas diartikan sebagai (kewajiban) sesuatu yang wajib dikerjakan atau yang ditentukan untuk dilakukan”. Tugas adalah sesuatu yang wajib dikerjakan atau lebih ditentukan untuk dilakukan seseorang atau sekelompok orang. Tugas ada karena adanya sesuatu yang harus diselesaikan dan tugas tersebut harus diselesaikan sesuai dengan ketentuan yang ada sehingga hasilnya pun tidak akan mengecewakan. Tugas seseorang dalam suatu kelompok atau organisasi tidak akan terlepas dari jabatan atau kedudukan seseorang tersebut dalam kelompok atau organisasinya. Dengan demikian setiap jabatan atau kedudukan tersebut mempunyai tugas-tugas tertentu pula. Semakin tinggi jabatan atau kedudukan seseorang dalam kelompok atau organissasi maka akan semakin besar pula luas bidang tugas serta tanggung jawab yang harus dilaksanakan. Tugas adalah kerja yang sudah ditentukan untuk dikerjakan atau perintah yang harus dilaksanakan. Dalam melaksanakan suatu tugas dibutuhkan tanggung jawab yang besar, sebagai bukti bahwa tugas yang diberikan sudah selesai dan dapat dipertanggungjawabkan kepada yang memberi tugas atau organisasi yang bersangkutan. Dari pengertian tersebut, yang dimaksud dengan tugas adalah sesuatu yang wajib dan telah ditentukan untuk dilakukan, sedangkan peran merupakan sesuatu yang diharapkan lingkungan untuk dilakukan oleh seseorang atau kelompok yang karena kedudukan di dalam masyarakat dapat memberi pengaruh pada lingkungannya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28
5. Koperasi a. Pengertian Koperasi
Dasar hukum keberadaan koperasi di Indonesia adalah UUD 1945 pasal 33 dan Undang-Undang Nomor. 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian. Dalam penjelasan UUD 1945 pasal 33 antara lain dikemukakan : “…Perekonomian disusun atas usaha bersama berdasarkan kekeluargaan. Bangun perusahaan dengan itu adalah koperasi “.
azas
Sedangkan menurut Undang – Undang Nomor. 25 Tahun 1992 pasal 1, yang dimaksud dengan koperasi di Indonesia adalah : “…badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatan berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan”. Berdasarkan kutipan penjelasan pasal 33 di atas, dapat diketahui bahwa di Indonesia koperasi tidak semata-mata dipandang sebagai bentuk perusahaan sebagaimana halnya sebagai bentuk perusahaan perseorangan, perusahaan firma atau perseroan terbatas. Selain dipandang sebagai bentuk perusahaan yang memiliki azas dan prinsip sendiri, koperasi Indonesia juga dipandang sebagai alat untuk membantu sistem perekonomian nasional. Hal itu kiranya sejalan dengan tujuan koperasi sebagaimana dikemukakan dalam Undang-Undang No 25 tahun 1992 pasal 3 sebagai berikut : ” Koperasi bertujuan untuk memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila dan UUD 1945” Dengan tujuan seperti itu maka mudah dimengerti bila koperasi mendapat kehormatan sebagai satu-satunya bentuk perusahaan yang hendak dibangun di Indonesia. Sebagaimana dikemukakan dalam penjelasan UUD 1945 pasal 33. Dalam pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua dibawah pimpinan atau pemilihan angota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakat orang-seorang. Sebab itu perekonomian disusun
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29
sebagai usaha bersama berdasar azas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi. Penjabaran yang lebih rinci mengenai koperasi indonesia sebagaimana dimaksudkan di atas adalah sebagai berikut (Alfred Hanel, 1989:53) : Koperasi berdasarkan perbedaan struktur hubungan, pengambilan keputusan dan proses pengendalian, maka dibedakan menjadi tiga koperasi : 1) Traditional Cooperative (Koperasi Tradisional) Koperasi tradisional adalah koperasi yang kegiatan ekonominya secara eksplisit dan khusus didasarkan kepada kebutuhan anggota yang harus dilayani oleh perusahaan koperasi. Koperasi semacam ini tidak memberikan pelayanan kepada non anggota, biasanya koperasi relatif kecil dan homogen anggotanya. 2) Market-Linkage Cooperative (Koperasi Mata Rantai Tataniaga) Koperasi semacam ini bergerak dalam kredit, konsumsi, perumahan , perdagangan. Di dalam koperasi diperlukan otonomi yang lebih luas bagi koperasi untuk merumuskan tujuannya, bukan saja untuk tujuan yang sifatnya operasional akan tetapi juga untuk tujuan yang lebih tinggi. Ada satu dampak yang akan dihadapi yaitu terlepasnya hubungan antara perusahaan anggota dengan perusahaan koperasi yang harus menyediakan barang dan jasa bagi anggota, lebih menguntungkan. Di lain pihak situasi ini akan membawa pengaruh pada menurunnya partisipasi anggota baik berupa kontribusi dana maupun partisipasi dalam pengambilan keputusan. 3) Integrated Cooperative (Koperasi yang terintegrasi) Hubungan usaha antara perusahaan anggota dengan perusahaan koperasi ditetapkan atas dasar kebijakan-kebijakan manajemen perusahaan koperasi. Ini diartikan bahwa manajemen koperasi mengambil alih sebagaian atau seluruh kebijakan usaha pihak anggota. Hal itu disebabkan oleh karena anggota menyadari bahwa mereka tidak mempunyai informasi yang memadai untuk membuat keputusan yang optimal dan inofatif. Menurut Undang-Undang Nomor. 25 tahun 1992 tentang perkoperasian menyatakan bahwa koperasi adalah badan hukum, koperasi melandaskan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30
kegiatannya berlandaskan pada azas kekeluargaan. Adapun tujuan koperasi adalah sebagai berikut : Memajukan kesejahteraan anggotanya pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berdasarkan pancasila dan UUD 1945 (UU perkoperasian, 1992: 6). Agar tujuan koperasi dapat terwujud dibutuhkan modal usaha yang besar guna membantu masyarakat yang tidak mempunyai modal usaha yang cukup untuk mengembangkan ketrampilan yang dimiliki. Dengan pemberian modal usaha kepada masyarakat diharapkan kesejahteraan masyarakat meningkat dan pembangunan perekonomian di Indonesia menjadi lebih baik. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor. 25 tahun 1992 fungsi dan peran koperasi adalah sebagai berikut : 1)
Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan
ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya. Koperasi dengan ini membantu memberikan usaha baru kepada para anggotanya yang mempunyai keahlian khusus dalam mencari nafkah. 2)
Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas
kehidupan manusia dan masyarakat. Koperasi dalam hal ini terus menambahkan modal atau menyediakan barang-barang yang dibutuhkan oleh masyarakat, misalnya bagi petani disediakan pupuk dan obat pemusnah hama. 3)
Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan
ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai soko gurunya. Dengan adanya koperasi, ekonomi rakyat diperkuat melalui simpan pinjam dikoperasi untuk membantu memajukan perekonomian nasional. 4)
Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian
nasional yang merupakan usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi. Pengurus koperasi dengan sekuat tenaga dan pikiran berusaha meningkatkan dan mengembangkan potensi masyarakatnya agar dapat terwujud masyarakat yang adil, makmur dan merata.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31
Prinsip koperasi merupakan satu kesatuan dan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan berkoperasi. Dengan melaksanakan keseluruhan prinsip tersebut koperasi mewujudkan dirinya sebagai badan usaha sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berwatak sosial. Koperasi melaksanakan prinsip koperasi sebagai berikut : 1) Keanggotaan Bersifat Sukarela Sifat kesukarelaan dalam keanggotaan koperasi mengandung makna bahwa menjadi anggota koperasi tidak boleh dipaksakan oleh siapapun. Sifat kesukarelaan
juga
mengandung
makna
bahwa
seorang
anggota
dapat
mengundurkan diri dari koperasinya sesuai dengan syarat yang ditentukan dalam Anggaran Dasar Koperasi. Sedangkan sifat terbuka memiliki arti bahwa dalam keanggotaan tidak dilakukan pembatasan atau diskriminasi dalam bentuk apapun. 2) Pengelolaan dilakukan secara demokratis Prinsip
demokrasi
menunjukkan
bahwa
pengelolaan
koperasi
dilakukan atas kehendak dan keputusan anggota. Para anggota itulah yang memegang dan melaksanakan kekuasaan tertinggi dalam koperasi. 3) Pembagian sisa hasil usaha secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota Pembagian sisa hasil usaha kepada anggota dilakukan tidak sematamata berdasarkan modal yang dimiliki seseorang dalam koperasi tetapi juga berdasarkan pertimbangan jasa usaha anggota terhadap koperasi. Ketentuan yang demikian ini merupakan perwujudan nilai kekeluargaan dan keadilan. 4) Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal Modal
dalam
koperasi
pada
dasarnya
dipergunakan
untuk
kemanfaatan anggota dan bukan untuk sekedar mencari keuntungan. Oleh karena itu balas jasa terhadap modal yang diberikan kepada para anggota juga terbatas, dan tidak didasarkan atas besarnya modal yang diberikan. Yang dimaksud dengan terbatas adalah wajar dalam arti tidak melebihi suku bungan yang berlaku di pasar.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
32
5) Kemandirian Kemandirian mengandung pengertian dapat berdiri sendiri, tanpa bergantung pada pihak lain yang dilandasi oleh kepercayaan kepada pertimbangan, keputusan, kemampuan dan usaha sendiri. Dalam kemandirian terkandung pula pengertian kebebasan yang bertanggung jawab, otonomi, swadaya, berani mempertanggung jawabkan perbuatan sendiri dan kehendak untuk mengelola diri sendiri.
b. Perkembangan Koperasi di Indonesia Pada dasarnya koperasi di Indonesia mempunyai peran ganda yaitu sebagai alat dalam sistem tatanan demokrasi ekonomi, dan juga sekaligus berfungsi sebagai salah satu bangun usaha untuk melaksanakan proses produksi. Berdasarkan prinsip demokrasi ekonomi Indonesia terdiri tiga unsur penting dalam tata perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan yaitu, sektor negara, sektor swasta dan sektor koperasi. Ketiga sektor harus dikembangkan secara serasi dan mantap, sehingga menjadi pilar-pilar ekonomi yang kuat dan seimbang dalam kedudukannya sebagai soko guru ekonomi Indonesia. Namun demikian, dari ketiga bangun usaha yang paling sesuai dengan azas kekeluargaan adalah koperasi. Suatu badan usaha yang berbentuk koperasi di Indonesia memiliki kedudukan politis tinggi dan strategis dalam kaitannya dengan sistem pembangunan demokrasi ekonomi nasional. Hal itu disebabkan karena koperasi dipandang sebagai salah satu bentuk badan ekonomi yang mempunyai corak nilai dalam mekanisme sistem koperasi yang paling cocok dengan kebudayaan masyarakat Indonesia, yaitu budaya gotong royong dan azas kekeluargaan dalam kegiatan kemasyarakatannya. Di Indonesia koperasi dikembangkan dalam dua pola : pertama, koperasi dilakukan karena mempunyai beberapa tujuan, diantaranya masyarakat pedesaan di dorong untuk mampu melakukan kegiatan ekonomi dan sosial untuk meningkatkan pendapatan standar hidup, mereka diharapkan bergabung dengan KUD yang memiliki serta dikelola oleh masyarakat pedesaan untuk mereka
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
33
sendiri, salah satu diantaranya adalah bergabung pada KUD Kebakkramat.KUD dikembangkan sebagai lembaga yang berorientasi pada anggota di daerah pedesaan dengan harapan menjadi organisasi sebagai alat untuk melakukan kegiatan ekonomi, pengelolaan KUD yang efisien dan berhasil diharapkan dapat memperbaiki keadaan ekonomi anggota serta mampu menyumbangkan usahanya untuk tujuan pembangunan seperti peningkatan standar hidup masyarakat pedesaan. Pola pendirian koperasi kedua, organisasi koperasi yang hidup di daerah perkotaan dalam arti tidak mendapat beban kerja seperti yang dituntutkan kepada KUD. Koperasi yang tidak langsung mendapat bantuan pemerintah dan semata-mata mempunyai tujuan untuk meningkatkan kondisi para anggotanya. Koperasi sebagai organisasi ekonomi dalam operasionalnya akan dihadapkan pada resiko kerugian apabila tidak mampu melaksanakan fungsinya dalam kehidupan ekonomi. Sejalan dengan usahanya untuk mencapai tujuan pembangunan dan melaksanakan fungsinya dalam kehidupan ekonomi, pemerintah menciptakan lembaga pelayanan yang mula-mula bernama Badan Usaha Unit Desa (BUUD). Kemudian berubah menjadi Koperasi Unit Desa (KUD) yang diperkenalkan pada tahun 1971 hal ini dimantapkan keberadaannya dalam Instruksi Presiden Nomer 4 tahun 1973, perkembangan Inpres tersebut diperbaharui dengan keluarnya Inpres No. 2/1978 dan akhirnya disempurnakan melalui Inpres No. 4/1984. Dalam Inpres No. 4/1984 pemerintah mempunyai rencana tiga tahap dalam pembinaan dan pengembangan KUD, diantaranya adalah sebagai berikut : pertama, pemerintah memperkenalkan konsep KUD dengan mengambil inisiatif untuk mendirikannya, membina dan membimbing pertumbuhannya, membantu dengan berbagai fasilitas yang diperlukan KUD agar dapat berfungsi. Tujuannya adalah agar KUD dapat berperan secara efektif dan efisien, terutama dalam meningkatkan produksi dan menyediakan pangan. Kedua, dimana kesempatan dan bantuan pemerintah demikian juga pengalaman yang di dapat diharapkan dapat menjadikan KUD mandiri. KUD harus sudah mulai dengan pembentukan modal sendiri dan tidak lagi tergantung kepada anggaran pemerintah. Ketiga,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
34
KUD telah mencapai kondisi mandiri sebagai organisasi yang dapat menolong dirinya sendiri secara bebas untuk berswadaya (Sri Edi Swasono, 1987: 112). KUD harus mampu berswakarya dalam mengembangkan usahanya dengan jalan memiliki anggota yang aktif dengan jumlah yang cukup memadai, memiliki pengurus yang berjiwa kewirakoperasian, mempunyai idealisme dan dedikasi, mampu memperkejakan manajer dan staf yang profesional, memiliki badan manajemen yang baik, yang dapat mendukung pertumbuhan KUD. Dalam upaya mendukung kemandirian koperasi, maka KUD menduduki peran penting karena dengan keswadayaannya mampu bertahan dan bersaing dalam menghadapi iklim usaha yang kurang kondusif dewasa ini. Kabupaten Karanganyar yang penduduknya cukup potensial, dimana perkembangan KUD cukup menonjol maka usaha simpan pinjam merupakan cikal bakal berdirinya suatu koperasi, karena itu prospek pembangunan koperasi simpan pinjam dan unit simpan pinjamkoperasi merupakan usaha utama perlu mendapat perhatian dan binaan.Keberadaan KUD di Kecamatan Kebakkramat diharapkan mampu meningkatkan kinerjanya dan menjadi lembaga keuangan alternatif yang dapat dipilih oleh masyarakat terutama para anggotanya.
c. Mekanisme Kerja Koperasi Mekanisme kerja yang dikembangkan oleh koperasi adalah dengan melalui rapat anggaota, melalui pengurus koperasi, melalui badan pemeriksa koperasi dan melalui manajer koperasi. Empat mekanisme kerja Koperasi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1) Rapat Anggota Koperasi Kekuasaan tertinggi dalam koperasi terletak ditangan keputusan rapat anggota. Rapat anggota dilaksanakan sekurang-kurangnya sekali dalam setahun. Rapat anggota merupakan satu kesempatan bagi pengurus untuk melaporkan para kepada anggota tentang kegiatan-kegiatannya selama setahun yang lalu pada saat rapat anggota, pengurus dengan anggota menelaah rencana kerja tahun mendatang dengan menetapkan anggaran dasar koperasi, kebijaksanaan umum serta pelaksanaan keputusan-keputusan koperasi yang lebih atas (pusat koperasi),
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
35
pemilihan dan pengangkutan ataupun pemberhentian pengurus, badan pemeriksa dan dewan penasehat koperasi dan penetapan rencana kerja, anggaran belanja, pengesahan neraca dan kebijaksanaan pengurus koperasi di dalam bidang organisasi dan perusahaan koperasi. 2) Pengurus Koperasi Pengurus dipilih dari dan oleh anggota-anggota koperasi di dalam suatu rapat anggota koperasi. Masa jabatan pengurus koperasi di tentukan di dalam anggaran dasar koperasi. Pengurus koperasi mempunyai wewenang melakukan tindakan dan upaya untuk kepentingan koperasi sesuai dengan tanggung jawabnya dan keputusan Rapat Anggota Koperasi. Pengurus koperasi secara bersama bertanggung jawab kepada Rapat Anggota Koperasi. 3) Badan Pemeriksa Koperasi Badan pemeriksa dipilih dari dan oleh anggota-anggota koperasi di dalam rapat anggota koperasi. Masa jabatan anggota dan badan pemeriksa koperasi ditentukan di dalam anggaran dasar koperasi. Jabatan badan pemeriksa tidak dapat dirangkap dengan jabatan pengurus koperasi, maksudnya untuk memisahkan secara tegas antara tugas pengawasan oleh pemeriksa dan tugas pelaksanaan oleh pengurus koperasi. Badan pemeriksa koperasi bertugas melaksanakan pengawasan dan melakukan pemeriksaan terhadap tata kehidupan koperasi, termasuk usaha-usaha koperasi dan pelaksanaan kebijaksanaan pengurus koperasi. Badan pemeriksa harus membuat laporan tertulis tentang hasil pemeriksaannya. Badan pemeriksa juga berwenang mengumpulkan segala keterangan yang diperlukan dari siapapun untuk melaksanakan tugasnya dan bertanggung jawab kepada rapat anggota koperasi. Badan pemeriksa menduduki tempat yang sangat penting dalam menjalankan kemajuan koperasi. 4) Manajer Koperasi Manajer dalam suatu koperasi adalah seorang tenaga khusus yang mempunyai kecakapan dan kemampuan di bidang usaha, diangkat oleh pengurus dengan berpedoman pada keputusan rapat anggota, untuk memimpin usaha
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
36
dengan mengkoordinir seluruh karyawan yang melaksanakan usaha tersebut. Manajer juga sering pula disebut pelaksana utama. Dengan adanya manajer pelaksanaan tugas sehari-hari untuk usaha koperasi tidak lagi ditangani oleh pengurus, melainkan oleh manajer. Dengan berkembangnya bidang usaha manajer memerlukan kepala-kepala bagian sebagai pembantunya yang bertugas untuk memimpin para karyawan. Manajer bertanggung jawab kepada pengurus, sedangkan pengurus bertanggung jawab kepada rapat anggota. Dengan demikian maka dalam koperasi kedudukan manajer berada dibawah pengurus. Di dalam tugasnya sebagai manajer dalam koperasi mempunyai tugas dan tanggung jawab antara lain ; pertama, di bidang kekaryawanan manajer hendaknya mengajukan usul pengangkatan karyawan tertentu dan juga mengangkat karyawan beserta stafnya atas dasar batas-batas yang ditetapkan oleh pengurus; kedua, manajer hendaknya aktif untuk melakukan bimbingan atau pembinaan terhadap karyawan, melakukan pengawasan langsung terhadap para karyawan dan stafnya; ketiga, di bidang perencanaan, manajer mengkoordinir penyusunan kerja; keempat, di bidang pelaksanaan usaha koperasi, manajer mengkoordinir dan memimpin para karyawannya dengan penuh tanggung jawab di dalam melaksanakan tugasnya dibidang masing-masing; kelima, bidang administrasi
barang
dan
jasa
manajer
bertanggung
jawab
dalam
menyelenggarakan administrasi uang dan barang. Di bidang pelayanan manajer bertanggung jawab untuk membuat laporan kepada pengurus dan menjamin laporan tersebut berdata dan berfakta benar, agar pengurus dapat mengetahui jalannya usaha yang sebenarnya. Istilah-istilah yang digunakan untuk menentukan pejabat-pejabat dalam koperasi dewasa ini berbeda dengan yang dipergunakan dalam waktu sebelumnya. Tetapi dalam banyak hal, undang-undang koperasi masih mengikuti pola tradisional, sedangkan dalam praktek pola dan istilah-istilah yang dipergunakan berubah. Menurut ketentuan tradisional, pengurus itu dirumuskan sebagai badan pemerintahan terhadap siapa pengelolaan urusan koperasi itu dipercayakan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
37
Karena itu pengurus adalah badan eksekutif yang bertugas di bidang pengelolaan, sedangkan para anggota dalam rapat umum adalah pembuat kebijaksanaan dengan kekuasaan untuk memutuskan segala hal yang berkenaan dengan koperasi dan urusan-urusannya, dan memberikan petunjuk-petunjuk pada pengurus mengenai soal pengelolaan sehari-hari (Abdulkadir Muhammad, 1982: 45). Tugas anggota pengurus ini dapat digolongkan sebagai tugas setengah hari, tugas sore hari, yang secara realatif melakukan pekerjaan yang sederhana contohnya pekerjaan menunggu toko dan wartel yang biasa dilakukan oleh pegawai perempuan. Pelaksanaan kerja koperasi semacam itu, yang dilakukan oleh pengurus honorer biasa dibantu oleh satu atau dua orang petugas yang dibayar, tetap dalam ukuran kecil-kecilan dan sederhana. Jadi mekanisme kerja di Koperasi Unit Desa Kebakkramat tetap berpegang
pada
Anggaran
Dasar
Koperasi
Kebakkramat
nomer
7925.C/BH/PAD/2851/III/2003. Kekuasaan tertinggi dalam koperasi terletak ditangan keputusan rapat anggota, yang bertanggung jawab atas rapat anggota adalah seluruh pengurus dan tata kehidupan koperasi tetap dipantau oleh badan pemeriksa koperasi serta pelaksanaan tugas sehari-hari untuk usaha koperasi dipegang oleh manajer koperasi. Dengan demikian kedudukan seorang manajer tetap dibawah pengurus koperasi.
d. Sistem Kepegawaian Koperasi Setiap instansi atau perusahaan mempunyai sistem kepegawaian yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan yang dimiliki oleh instansi tersebut. Sistem kepegawaian sangat diperlukan untuk melihat kinerja dari masing-masing pegawai.
Berdasarkan
Undang-undang
nomer
25
tahun
1992
tentang
perkoperasian di Indonesia yang berlandaskan pancasila dan UUD 1945 serta berdasar atas azas kekeluargaan ini, bermaksud menyejahterakan anggotanya dan masyarakat serta ikut membangun tata perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur. Dalam Undang-undang nomer 25 tahun 1992 tersebut, pengurus maupun pengelola bekerja secara bersama-sama mengelola koperasi dan usahanya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
38
Di dalam undang-undang tersebut tidak dijelaskan bahwa ada ketentuan laki-lakilah yang lebih pantas dan mampu menjadi seorang pemimpin koperasi atau menjadi ketua dari sub bagian koperasi dan perempuan di bagian staff saja. Tidak ada ketentuan pula bahwa perempuan harus ekstra dalam kerjanya, dalam arti pegawai perempuan bekerja sampai sore hari melebihi jam kerja hanya untuk menyelesaikan pekerjaan dari sub bagian lainnya yang kebetulan pekerjaan dari pegawai laki-laki yang di tinggal karena mempunyai tugas di luar koperasi. Ketentuan-ketentuan seperti ini tidak ada di dalam undang-undang perkoperasian karena di dalam koperasi yang dipentingkan adalah kebersamaan dalam kekeluargaan. Berdasarkan Anggaran Dasar Koperasi nomer 7925.C/BH/PAD/ 2851/III/2003 yang disyahkan tanggal 6 maret 2003 oleh menteri negara urusan koperasi dan usaha kecil menengah republik Indonesia dijelaskan tentang hak dan kewajiban pegawai koperasi unit desa, adalah sebagai berikut : 1) Pasal 32 tentang hak dan kewajiban manajer a) Hak manajer (1) Mendapat penghasilan dan gaji yang layak (2) Mengikuti pendidikan, baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun gerakan koperasi atau lembaga-lembaga lain (3) Mengangkat dan memberhentikan karyawan menurut keperluan atas persetujuan pengurus (4) Mengajukan pembelaan diri atas tuduhan-tuduhan yang ditujukan kepadanya b) Kewajiban manajer (1) Memperhatikan setiap ketentuan atau peraturan pemerintah yang berhubungan dengan kepegawaian serta membuat laporan secara periodik tentang hal-hal yang berhubungan dengan kepegawaian. (2) Mengadakan pertemuan secara berkala antara para karyawan beserta kepala-kepala bagian atau unit kerja koperasi bersama pengurus (3) Membuat laporan setiap bulan kepada pengurus 2) Pasal 34 tentang syarat diangkat menjadi karyawan dan hak karyawan a) Syarat diangkatnya menjadi karyawan (1) Mempunyai pendidikan atau keterampilan sesuai dengan bidang yang akan ditangani (2) Rajin serta dapat bekerja secara efisien
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
39
(3) Mempunyai dedikasi, motivasi, kejujuran, dan rasa tanggung jawab b) Hak karyawan (1) Memperoleh penghasilan atau gaji yang layak (2) Mengadakan pembelaan atas dirinya sesuai peraturan 3) Pasal 35 tentang pengelola a) Pengelola adalag seorang atau beberapa orang yang diangkat oleh pengurus setelah mendapat persetujuan rapat anggota yang diberi wewenang dan kuasa untuk mengelola usaha KUD b) Pengelola usaha tidak mengurangi tanggung jawab pengurus sebagaimana ditentukan dalam pasal 23 Anggaran Dasar Koperasi c) Persyaratan pengelola antara lain : (1) Mempunyai sifat kejujuran dan keterampilan usaha (2) Mengetahui seluk beluk perkoperasian dan ekonomi Jadi sistem kepegawaian di koperasi dilihat dari pemberian hak dan kewajibannya antara pegawai laki-laki dan pegawai perempuan adalah sama, tidak ada yang membedakan antara keduanya.
B. Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan yaitu penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya dan dapat dijadikan sebagai pendukung dalam sebuah penelitian baru. Pada bagian ini akan dikemukakan beberapa penelitian yang relevan dengan penelitaian yang penulis lakukan. Penelitian Endang Probowati yang dilakukan pada tahun 2004 berjudul ”Kesetaraan Gender dalam Pembagian Peran dan Tugas polisi” (Studi deskriptif mengenai pembagian peran dan tugas antara polisi laki-laki dan polisi wanita di Polresta Surakarta). Hasil dari penelitian ini sangat menarik karena disini dikatakan bahwa pembagian tugas dan peran antara polisi laki-laki dan polisi wanita di Polresta Surakarta masih terjadi bias gender baik dalam pembagian tugas polisi maupun pada pembagian perannya. Posisi yang diberikan kepada polisi wanita (polwan) lebih banyak pada posisi staf, sedangkan polisi laki-laki (polki) memiliki peran yang lebih luas sehingga kehadirannya dapat dirasakan optimal dalam masyarakat. Untuk pembagian tugasnya, polwan mendapat tugas tidak hanya dari bagian/satuannya saja, tetapi mereka juga melaksanakan tugas
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
40
dari satuan lain. Untuk polki, mereka hanya mendapat tugas yang memang menjadi kewajibannya sesuai dengan posisi masing-masing. Penelitian yang ke dua dari Angga Laksono,yang dilakukan pada tahun 2006 berjudul ”Pembagian Kerja Berdasarkan Gender” (Studi Deskriptif Kualitatif tentang Pembagian Kerja laki-laki dan perempuan pada Pegawai Rutan Boyolali). Hasil dari penelitian ini juga masih senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Endang, hanya saja penelitian ini lebih berbicara tentang pembagian kerjanya saja. Dimana terdapat kesenjangan dalam akses, kontrol, peran dan manfaat khususnya bagi pegawai perempuan. Sehingga aktualisasi diri perempuan menjadi sangat relatif sedikit karna kebanyakan pegawai perempuan di tempatkan sebagai pembantu staf. Dari dua hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pendukung untuk penelitian yang sedang dilaksanakan oleh peneliti.
C. Kerangka Berpikir Perjuangan menuju kesetaraan gender yakni keadaan yang setara antara laki-laki
dan
perempuan,
yang
dilandaskan
pada
pengakuan
bahwa
ketidaksetaraan gender itu disebabkan oleh adanya diskriminasi gender dan kelembagaan. Dalam istilah ini terlibat unsur pemahaman tentang perbedaan antara peran-peran jenis kelamin dengan peran-peran gender. Jika perbedaanperbedaan hakiki yang menyangkut jenis kelamin tidak bisa diganggu gugat (misalnya bahwa secara biologis perempuan memiliki kemampuan untuk melahirkan dan menyusui sedangkan laki-laki tidak), perbedaan gender bisa diubah lantaran yang menjadi akarnya adalah faktor-faktor sosial dan sejarah. Kedua faktor itu membentuk dan menentukan perbedaan-perbedaan gender yang diberlakukan disuatu masyarakat pada waktu tertentu. Sudut pandang (perspektif) gender dan kesetaraan gender dilandasi oleh prinsip kesetaraan gender yang hendak dicapai. Kesetaraan gender dalam koperasi merupakan kesetaraan dalam perilaku yang diharapkan atau yang dituntut dari peran dan fungsinya sebagai pegawai koperasi baik laki-laki maupun perempuan. Kesetaraan peran ini juga merupakan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
41
kesetaraan
dalam
hal pelaksanaan
hak
dan
kewajiban
sesuai dengan
kedudukannya masing-masing dalam koperasi. Yang kemudian membedakan pegawai laki-laki dan perempuan adalah kodrat perempuan yaitu menstruasi, mengandung, melahirkan dan menyusui. Kodrat itulah yang seharusnya membedakan perlakuan bagi pegawai laki-laki dan perempuan. Perempuan sering merasa disingkirkan dari bidang kerja publik termasuk dalam koperasi hal ini karena perempuan dianggap punya fisik yang lemah dibandingkan laki-laki dan karena perempuan mempunyai beban pekerjaan domestik dalam rumah tangga yang ditanggungnya, perbedaan seperti ini dapat menimbulkan ketidakadilan gender. Penilaian terhadap perempuan yang dianggap tidak mampu mengerjakan pekerjaan publik juga karena perempuan dinilai hanya mampu mengandalkan emosi dari pada rasio. Sedangkan pekerjaan yang dapat dilakukan perempuan hanyalah pekerjaan yang halus saja telah banyak mempengaruhi pembagian peran dan tugas antara pegawai laki-laki dan perempuan di koperasi. Kesetaraan gender dalam koperasi adalah mungkin untuk diwujudkan. Penghilangan diskriminasi dalan pembagian peran dan tugas diperlukan agar keduanya bisa berada pada posisi yang setara. Pemberian kesempatan bagi pegawai perempuan untuk membuktikan kemampuannya sangat diperlukan karena dengan begitu pegawai perempuan akan bisa melaksanakan peran dan tugasnya secara optimal.
Peran dan Tugas
Ditinjau dari Perspektif Struktural Fungsional
Gb. Kerangka Berpikir
commit to user
Kesetaraan Gender Pegawai Koperasi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
Metode adalah cara yang digunakan dalam mengumpulkan data, pengujian hipotesis dan penarikan kesimpulan. Metode penelitian menurut Ary et.al (1982: 50),“ialah strategi umum yang dianut dalam pengumpulan dan analisis data yang diperlukan, guna menjawab persoalan yang dihadapi”. Jadi metode penelitian merupakan alat yang digunakan untuk mengumpulkan, mengolah, menganalisis dan menyajikan data yang dapat dipertanggungjawabkan dalam memecahkan suatu permasalahan atau menguji suatu kesimpulan sementara, tujuannya untuk menemukan jawaban terhadap permasalahan yang dihadapi peneliti melalui penerapan prosedur-prosedur ilmiah.
A. Tempat dan Waktu Penelitian 1.
Tempat Penelitian
Penelitian yang berusaha mengungkap kesetaraan gender pegawai Koperasi Unit Desa ini dilakukan di Dusun Gedangan, Desa Kemiri, Kecamatan Kebakkramat, Kabupaten Karanganyar. Pertimbangan memilih lokasi ini adalah sebagai berikut : a. Mempunyai letak yang strategis tidak jauh dari Kota Karanganyar sehingga memudahkan peneliti dalam mencari data. b. 75,87 % pegawai di KUD Kebakkramat adalah laki-laki, dengan demikian memiliki
keahlian
dan
karakteristik
sendiri
dalam
pembagian peran dan tugasnya dengan pegawai perempuan. c. Di KUD Kebakkramat belum pernah diadakan penelitian sebagaimana yang akan diteliti oleh penulis.
2.
Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan setelah konsultasi pengajuan judul disetujui oleh Dosen Pembimbing skripsi dan telah mendapatkan ijin dari berbagai pihak yang berwenang baik dari dalam kampus maupun lembaga/atau instansi-instansi yang
commit to user 42
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
43
terkait. Penelitian ini akan dilaksanakan terhitung sejak penyusunan proposal sampai penyusunan laporan yakni dari bulan Januari 2010 sampai bulan Juli 2010. Namun tidak menutup kemungkinan adanya perubahan waktu yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang diperlukan dalam penelitian. Tabel 1.1 Waktu dan Kegiatan Penelitian TAHUN 2009-2010 No
Kegiatan
1
Penyusu
Jan’10
Feb’10
Mar’10 Apr’10
Mei’10
Jun’10
Jul’10
nan proposal 2
Perijinan
3
Pengum pulan data
4
Analisis data
5.
Penyusu nan laporan
B. Bentuk dan Strategi Penelitian 1. Bentuk Penelitian Ada dua macam bentuk pendekatan dalam penelitian ilmiah, yaitu penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif. Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang dikaji dengan menggunakan ukuran angka dan mengutamakan kuantitasnya. Sedangkan penelitian kualitatif adalah menitikberatkan pada proses yang diambil dari fenomena-fenomena yang ada kemudian ditarik suatu kesimpulan atau dengan kata lain mengutamakan kualitas. Dalam penelitian ini, peneliti memilih penelitian kualitatif karena hal yang akan diteliti membutuhkan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
44
suatu analisis yang mendalam yaitu mengenai pembagaian peran dan tugas antara pegawai laki-laki dan perempuan di KUD Kebakkramat. Dalam penelitian ini, kasus yang dihadapi tidak dapat diukur dengan angka tetapi harus dikaji dengan menggunakan ukuran kualitas. Menurut Bogdan dan Taylor (1993: 30),“metodologi kualitatif menunjuk kepada prosedur-prosedur riset yang menghasilkan data kualitatif: ungkapan atau catatan orang itu sendiri atau tingkah laku mereka yang terobservasi. Pendekatan ini, mengarah kepada keadaan-keadaan individu secara holistik (utuh)”. Moleong (2000: 3) mengutip pendapat Kirk dan Miller, “penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya”. H.B Sutopo,(2002: 49) mengatakan “penelitian kualitatif menekankan pada makna, lebih memfokuskan pada data kualitas dengan analisis kualitatifnya”. Sehingga dapat diambil kesimpulan, metode penelitian kualitatif adalah penelitian yang menekankan makna dari obyek yang menjadi pengamatan dan lebih memusatkan pada kualitas data tersebut. Sesuai pendapat di atas maka bentuk penelitian ini adalah penelitian kualitatif dan bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif kualitatif adalah penelitian dengan mengambil masalah-masalah dengan memusatkan makna dan kualitas data yang ada pada masa sekarang dengan menggambarkan obyek yang menjadi pokok permasalahannya
dengan
mengumpulkan,
menyusun,
mengklasifikasi,
menganalisa, dan menginterpretasikan. Informasi atau data yang didapat dari lapangan berupa keterangan, pendapat, konsep, pandangan, tanggapan yang berhubungan dengan pembagian peran dan tugas antara pegawai laki-laki dan perempuan di KUD Kebakkramat. Penelitian ini bersifat lentur dan terbuka sesuai dengan kondisi yang dijumpai di lapangan. Peneliti terjun langsung ke lapangan mencari informan untuk mendapatkan informasi yang lengkap. Tahapan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. Melakukan observasi dengan mengamati langsung ke lokasi penelitian,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
45
b. Menetapkan informan, c. Melakukan wawancara dengan para informan, d. Membuat catatan lapangan (field note), e. Menyajikan dan menganalisis data yang diperoleh, f. Menarik kesimpulan 2. Strategi Penelitian Strategi merupakan bagian dari desain penelitian yang dapat menjelaskan bagaimana tujuan penelitian akan dicapai dan bagaimana masalah yang dihadapi di dalam penelitian akan dikaji dan dipecahkan untuk dipahami. Menurut H.B Sutopo,(2002: 123) “strategi adalah metode yang digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisis data” Strategi dalam penelitian yang digunakan adalah studi kasus agar dapat menangkap masalah-masalah yang ada di lapangan kemudian dikaji lebih mendalam lagi. Menurut Yin (1997: 1) studi kasus memiliki ciri-ciri pertanyaan berkenaan dengan ”how” atau ”why”, peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa yang akan diselidiki, fokus penelitian terletak pada fenomena masa kini di dalam konteks kehidupan nyata. Studi kasus digunakan karena untuk memperoleh kebenaran dalam penelitian yaitu tentang pembagian peran dan tugas. Masalah yang ada di lapangan kemudian dikonstruksi secara sosial dan tidak bebas nilai. Informasi dari lapangan kemudian disusun ke dalam teks yang menekankan pada masalah proses dan makna. Ada dua kategori studi kasus menurut H.B Sutopo,(2002: 112-113), yaitu studi kasus tunggal dan studi kasus ganda. Studi kasus tunggal adalah subyek atau lokasi penelitian memiliki persamaan karakteristik. Sedangkan studi kasus ganda merupakan kebalikan dari studi kasus tunggal, yaitu subyek atau lokasi penelitian memiliki perbedaan karakteristik. Schramm dalam Yin (1997: 17) mengatakan ”esensi studi kasus, tendensi sentral dari semua jenis studi kasus, adalah mencoba menjelaskan keputusan-keputusan tentang mengapa studi tersebut dipilih, bagaimana mengimplementasikannya, dan apa hasilnya”. Dalam penelitian ini strategi yang digunakan peneliti adalah studi kasus tunggal terpancang. Menurut H.B Sutopo,(2002:
commit to user
112), “studi kasus tunggal
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
46
adalah penelitian hanya dilakukan pada satu sasaran (satu lokasi atau satu subyek)”. Jumlah sasaran (lokasi studi) tidak menentukan suatu penelitian berupa studi kasus tunggal ataupun ganda, meskipun penelitian dilakukan dibeberapa lokasi (beberapa kelompok atau sejumlah pribadi), kalau sasaran studi tersebut memiliki karakteristik yang sama atau seragam maka penelitian tersebut tetap merupakan studi kasus tunggal. Terpancang artinya terfokus, maksudnya dalam penelitian ini memfokuskan pada suatu masalah yang sudah ditetapkan sebelum peneliti terjun ke tempat penelitian. Disebut tunggal karena penelitian ini merupakan penataan secara rinci aspek-aspek tunggal. H.B Sutopo,( 2002: 112113) mengungkapkan “aspek tunggal bisa dilakukan pada sasaran satu orang atau lebih, satu desa, kecamatan, kabupaten, propinsi, negara, bangsa atau lebih, tergantung adanya kesamaan karakteristiknya atau adanya keseragaman”. Aspek tunggal atau karakteristik dalam penelitian ini yaitu pembagaian peran dan tugas antara pegawai laki-laki dan perempuan di KUD Kebakkramat, Karanganyar.
C. Sumber Data Penelitian ilmiah memerlukan data atau informasi yang relevan dengan persoalan yang dihadapi sehingga mengena dan tepat. Sumber data merupakan segala sesuatu yang digunakan sebagai data dalam suatu penelitian. Menurut Lofland dan Lofland yang dikutip Moleong (2000: 112) mengatakan “sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain”. Sumber data penting yang dapat dijadikan sasaran penggalian informasi dalam penelitian diantaranya: 1) Data Primer, 2) Data Sekunder. Sumber data dalam penelitian ini adalah: 1. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya. Jenis data primer yang dimanfaatkan dalam penelitian ini adalah informasi tentang kesetaraan gender dalam pembagian peran dan tugas pegawai yang didapat dari manajer, pegawai laki-laki dan perempuan di Koperasi Unit Desa Kebakkramat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
47
2. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh bukan secara langsung dari sumbernya. Dalam penelitian ini sumber data sekunder yang peneliti pilih adalah sumber tertulis seperti : buku mengenai koperasi, anggaran dasar koperasi, masalah gender dan sosiologi, surat kabar tentang koperasi, arsip, dokumen, jurnal dan undang-undang tentang perkoperasian, serta hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan masalah penelitian ini.
D. Teknik Cuplikan Di dalam penelitian kualitatif yang digunakan untuk menarik cuplikan sangat selektif. Cuplikan yang dimaksud mempunyai fungsi yang sangat bermakna sebagai sumber informasi permasalahan. Kualitatif tidak memandang dari segi kuantitasnya melainkan segi kualitas dari penelitian sehingga jumlah cuplikan tidak begitu diperhitungkan dan bukan mewakili populasi namun untuk menggali informasi sebanyak-banyaknya dan sedalam-dalamnya. Teknik cuplikan menurut H.B Sutopo, (2002: 55), “teknik cuplikan merupakan suatu bentuk khusus atau proses bagi pemusatan atau pemilihan dalam penelitian yang mengarah pada seleksi”. Teknik cuplikan sering juga dinyatakan sebagai internal sampling yang bersifat internal, dimana cuplikan diambil untuk mewakili informasinya dengan kelengkapan dan kedalamannya yang tidak perlu ditentukan oleh jumlah sumber datanya. Sedangkan sampling dari sifatnya yang internal mengarah pada kemungkinan generalisasi teoritis. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan purposive dengan snowball. Menurut Patton yang dikutip H.B Sutopo, (2002: 185), ”purposive adalah peneliti akan memilih informan yang dipandang paling tahu, sehingga kemungkinan pilihan informan dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan dan kemantapan peneliti dalam memperoleh data”. Dalam teknik purposive, peneliti tidak menjadikan semua orang sebagai informan, tetapi peneliti memilih informan yang dipandang tahu dan cukup memahami tentang pembagian peran dan tugas serta bisa diajak kerjasama, misalnya bersikap terbuka dalam menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh peneliti.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
48
Snowball menurut Black dan Dean (1992: 267),“mendapatkan semua individu dalam organisasi atau kelompok terbatas yang dikenal sebagai teman dekat/kerabat dan kemudian teman tersebut memperoleh teman-teman kerabat lainnya, sampai peneliti menemukan konstelasi persahabatan berubah menjadi pola sosial yang lengkap”. Peneliti menemukan informan dengan cara bertanya pada orang pertama untuk selanjutnya bergulir ke orang kedua, kemudian orang ketiga dan seterusnya sehingga diperoleh data yang lengkap, akurat dan mendalam. Dalam metode ini beberapa obyek penelitian dipilih, kemudian dari yang dipilih tersebut dijadikan sebagai sumber data yang akan membantu dalam mengungkap permasalahan yang telah dirumuskan. Snowball digunakan peneliti untuk mencari informan kunci (key informan) yaitu peneliti mengambil orangorang kunci untuk dijadikan sebagai sumber data yang dapat dipercaya sehingga menghasilkan informasi yang jelas. Informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pegawai perempuan di KUD Kebakkramat, Karanganyar.
E. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data adalah cara yang digunakan untuk mendapatkan data dalam suatu penelitian. Untuk mendapatkan data sepenuhnya dari lapangan maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Wawancara mendalam ( In-dept interviewing ) Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonsruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Menurut Y. Slamet, (2006: 101), “teknik wawancara adalah cara yang dipakai untuk memperoleh informasi melalui kegiatan interaksi sosial antara peneliti dengan yang diteliti”. Sedangkan menurut Moleong (2000: 135), “wawancara adalah percakapan yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu”. Dari pengertian wawancara di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa wawancara merupakan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
49
teknik tanya jawab antara dua orang dimana kedudukannya sebagai peneliti dan yang diteliti guna memperoleh informasi atau data secara mendalam. H.B Sutopo, (2002: 58-59), mengungkapkan ada dua jenis teknik wawancara, yaitu wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur yang disebut wawancara mendalam (in-depth interviewing). Wawancara terstruktur merupakan jenis wawancara yang sering disebut sebagai wawancara terfokus. Dalam wawancara terstruktur, masalah ditentukan oleh peneliti sebelum wawancara dilakukan. Sedangkan wawancara tidak terstruktur atau mendalam dilakukan dengan pertanyaan yang bersifat “open ended” dan mengarah pada kedalaman informasi, serta dilakukan dengan cara yang tidak secara formal terstruktur, guna menggali pandangan subyek yang diteliti tentang banyak hal yang sangat bermanfaat untuk menjadi dasar penggalian informasinya secara lebih jauh dan mendalam. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik wawancara tidak terstruktur atau wawancara mendalam. Di sini peneliti tidak tahu apa yang belum diketahuinya. Wawancara ini bersifat sangat lentur dan terbuka, pertanyaan yang diajukan bisa semakin terfokus sehingga informasi yang dikumpulkan semakin rinci dan mendalam. Kelonggaran dan kelenturan cara ini akan mampu mengorek kejujuran informan untuk memberikan informasi yang sebenarnya sehingga dari wawancara ini akan diperoleh informasi yang akurat mengenai kesetaraan gender dalam perkoperasian, terutama yang berkaitan dengan sikap, pandangan dan persepsi pegawai koperasi unit desa mengenai peran dan tugasnya.
2. Observasi Observasi dilakukan dengan cara pengamatan secara langsung mengenai fenomena-fenomena yang diteliti. Observasi ini dilakukan dengan mengamati berbagai kegiatan dan peristiwa yang terjadi berkaitan dengan pelaksanaan pembagian peran dan tugas antara pegawai laki-laki dan perempuan, sehingga akan diperoleh data mengenai fenomena kesetaraan gender dalam Koperasi Unit Desa di Kebakkramat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
50
3. Dokumentasi Menurut H.B Sutopo, (2002: 54), “dokumen dan arsip merupakan bahan tertulis yang berkaitan dengan suatu peristiwa atau aktivitas tertentu”. Dokumen yang digunakan sebagai sumber data yang dapat dimanfaatkan untuk menguji, menaksirkan, bahkan untuk meramalkan kejadian, peristiwa yang akan datang. Teknik dokumenter dapat berupa arsip-arsip yang relevan serta benda fisik lainnya. Dokumen dalam penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data berdasarkan sumber-sumber yang berasal dari buku-buku, literatur dan laporan serta dokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan penulisan sehingga sangat penting dalam penelitian kualitatif sebagai sumber data. Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengumpulkan data sekunder yang bersumber dari undang-undang, anggaran dasar koperasi, data pegawai, arsip,penelitian yang relevan, artikel, jurnal umum dan sebagainya yang terdapat di Koperasi Unit Desa Kebakkramat.
F. Validitas Data Dalam penelitian kualitatif, temuan atau data dapat dinyatakan valid apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti dengan apa yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti tetapi kebenaran realitas data menurut penelitian kualitatif tidak bersifat tunggal, tetapi jamak dan tergantung pada konstruksi manusia dibentuk dalam diri seseorang sebagai hasil proses mental tiap individu dengan berbagai latar belakangnya (Sugiyono, 2005: 119). Trianggulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Moleong (2000: 178) menyatakan,“trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan/sebagai pembanding terhadap data itu”. Maksudnya adalah, data yang diperoleh akan diuji keabsahannya dengan cara mengecek kepada sumber lain sehingga dihasilkan suatu kebenaran. Menurut H.B Sutopo, (2002: 78-83) dengan mengutip Patton, teknik trianggulasi ada empat macam, yaitu:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
51
1. Trianggulasi data (trianggulasi sumber) Yaitu peneliti menggunakan beberapa sumber data untuk mengumpulkan data yang sama. 2. Trianggulasi metode Yaitu penelitian yang dilakukan dengan menggunakan teknik atau metode pengumpulan data yang berbeda. 3. Trianggulasi peneliti Yaitu hasil penelitian baik data maupun simpulan mengenai bagian tertentu atau keseluruhannya bisa diuji validitasnya dari beberapa peneliti. 4. Trianggulasi teori Yaitu trianggulasi yang dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan perspektif lebih dari satu teori dalam membahas permasalahan yang dikaji. Dari uraian tentang trianggulasi di atas, penulis menggunakan pendekatan trianggulasi data (sumber) yaitu pengumpulan data dengan menggunakan berbagai sumber untuk mengumpulkan data yang sama. Yang termasuk ke dalam trianggulasi sumber adalah satu orang pegawai di bidang pengkreditan, satu orang pegawai di kasir dan satu orang bendahara. Informasi yang diperoleh selalu dibandingkan dan diuji dengan data/informasi yang lain untuk mengecek kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda. Selain itu, penulis juga menggunakan trianggulasi metode yaitu pengumpulan data dengan teknik pengumpulan data yang berbeda. Teknik yang digunakan yaitu wawancara, observasi dan dokumentasi. Sehingga data atau informasi dapat teruji secara mantap dimana hasilnya dibandingkan dan dapat ditarik kesimpulan data atau informasi yang lebih kuat validitasnya.
G. Analisis Data Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan dalam periode tertentu. Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang diwawancarai. Bila jawaban yang diwawancarai setelah dianalisis terasa belum memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi, sampai
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
52
tahap tertentu, diperoleh data yang dianggap kredibel. Miles dan Huberman (1992: 20) mengemukakan “aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Penelitian ini menggunakan analisa model interaktif, dimulai dari pengumpulan data, reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan. Keterkaitan empat komponen dilakukan secara interaktif dengan proses pengumpulan data yang dilakukan secara kontinu sehingga proses analisis merupakan rangkaian interaktif yang bersifat siklus. Tahapan analisis interaktif adalah sebagai berikut: 1. Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, peneliti mengumpulkan data dari berbagai sumber antara lain buku-buku yang relevan, informasi, dan peristiwa di lapangan. Sedangkan pengumpulan data melalui teknik observasi dan wawancara. 2. Reduksi Data Reduksi data merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan dan abstraksi data kasar yang ada dalam fiel note. Reduksi data dilakukan dengan melaporkan data primer mengenai informasi pembagian tugas antara pegawai laki-laki dan perempuan yang di Koperasi Unit Desa Kebakkramat.
3. Penyajian Data Dalam hal ini penyajian meliputi berbagai matrik, yaitu matrik pembagian tugas pegawai dan matrik analisis kesetaraan gender dan pembagian peran dan tugas pegawai di Koperasi Unit Desa Kebakkramat. Juga dengan penyajian skema struktur organisasi serta tabel komposisi seluruh personel yang ada pada setiap bagian. Dari matrik dan tabel tersebut di analisis. Analisis digunakan untuk mencapai kesimpulan akhir.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
53
4. Penarikan Kesimpulan Penarikan kesimpulan diambil dari analisis-analisis matrik yang ada yang dari analisis tersebut diambil kesimpulan inti dari semua pokok persoalan. Dalam hal ini analisis dari matrik pembagian tugas pegawai koperasi dan analisis matrik kesetaraan gender dipadukan dan akhirnya di dapat kesimpulan akhir mengenai kesetaraan gender dalam pembagian peran dan tugas pegawai koperasi di Koperasi Unit Desa Kebakkramat.
Model interaktif menurut Milles dan Huberman (1992: 20) yaitu : Pengumpulan data
Penyajian data
Reduksi data
Kesimpulan / verifikasi
Gambar 2. Model Interaktif
Dalam bentuk ini peneliti tetap bergerak diatas empat komponen (termasuk proses pengumpulan datanya) selama proses pengumpulan data waktu penelitian berlangsung. Kemudian peneliti bergerak diantara tiga komponen analisis, yaitu reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan sesudah pengumpulan data selesai. (HB. Sutopo, 2002 ; 186).
H. Prosedur Penelitian Menurut H.B Sutopo, (2002: 187-190) prosedur penelitian adalah rangkaian tahap demi tahap kegiatan dari awal sampai akhir penelitian. Dalam penelitian kasus ini, peneliti menggunakan prosedur atau langkah-langkah dari persiapan, pengumpulan data, analisis data, dan penyusunan laporan penelitian. Lebih jelasnya akan diuraikan sebagai berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
54
1. Persiapan a. Mengajukan judul penelitian kepada pembimbing. b. Mengumpulkan bahan/ sumber materi penelitian. c. Menyusun proposal penelitian. d. Mengurus perijinan penelitian. e. Menyiapkan instrument penelitian/ alat observasi.
2. Pengumpulan data a. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. b. Membuat field note. c. Memilah dan mengatur data sesuai kebutuhan.
3. Analisis data a. Menentukan teknik analisis data yang tepat sesuai proposal penelitian. b. Mengembangkan
sajian
data
dengan
analisis
lanjut
kemudian
direcheckkan dengan temuan lapangan. c. Melakukan verifikasi dan pengayakan dengan pembimbing. d. Membuat simpulan akhir sebagai temuan penelitian.
4. Penyusunan laporan penelitian a. Penyusunan laporan awal. b. Review laporan yaitu mendiskusikan laporan yang telah disusun dengan orang yang cukup memahami penelitian. c. Melakukan perbaikan laporan sesuai hasil diskusi. d. Penyusunan laporan akhir.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV SAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA PENELITIAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian
1. Gambaran Umum KUD Kebakkramat KUD Kebakkramat terletak di Jalan Solo Sragen Km 10, yang terletak di Kalurahan Kemiri, Kecamatan Kebakkramat, Kabupaten Karanganyar. Kabupaten Karanganyar adalah salah satu bagian dari Provinsi Jawa Tengah yang dibatasi oleh beberapa kabupaten dan kota antara lain, sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Sragen. Sebelah selatan dibatasi Kabupaten Sukoharjo. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Magetan dan Madiun Provinsi Jawa Timur. Sedangkan sebelah barat berbatasan dengan Kota Surakarta. Kabupaten Karanganyar memiliki luas daerah 202.236,02 ha yang berada 1 km di sebelah timur Kota Surakarta. Kabupaten Karanganyar terletak pada garis lintang 7030’– 8010’ Lintang Selatan dan garis bujur 110035’–111010’ Bujur Timur, dengan ketinggian antara 75 – 1500 meter diatas permukaan laut. Keadaan alamnya sebagian besar terdiri dari pegunungan. Kabupaten Karanganyar juga dikenal sebagai kota pariwisata yang kaya dengan pemandangan alam seperti air terjun jumok, grojokan sewu dan candi. Secara administratif, Kabupaten Karanganyar dibagi menjadi 17 kecamatan yaitu Kecamatan Kebakkramat, Tasikmadu, Karanganyar, Karangpandan, Matesih, Tawangmangu, Jumapolo, Jumantono, Kerjo, Jenawi, Ngargoyoso, Jaten, Mojogedang, Colomadu, Jatipuro, Jatiyoso, dan Gondangrejo. Lokasi penelitian berada di Kecamatan Kebakkramat, untuk batas wilayah Kecamatan Kebakkramat, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Jaten, sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Mojogedang, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Tasikmadu dan sebelah barat antara Kecamatan Kebakkramat dan Kota Surakarta di batasi oleh Sungai Bengawan Solo. Obyek penelitian berada di Kalurahan Kemiri yang memiliki luas wilayah 390.9778 ha. Secara administratif Kalurahan Kemiri memiliki ketinggian desa 500 meter dari permukaan air laut. Kalurahan Kemiri terbagi menjadi 8 Dusun, yaitu Dusun
commit to user 55
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
56
Jangganan, Kebak Kalang, Kramat, Dawung, Kemiri, Kopakan, Beji, dan Ngelo. Batas wilayah untuk Kalurahan Kemiri sendiri yaitu sebelah selatan berbatasan dengan Kalurahan Nangsri, sebelah utara Kalurahan Kebak, sebelah barat Kalurahan Waru, dan sebelah timur Kalurahan Macanan. Luas Kecamatan Kebakkramat adalah 11.391,260 ha dan terbagi menjadi 10 kalurahan atau desa sebagai wilayah kerja KUD Kebakkramat yaitu Kalurahan Banjarharjo, Alastuwo, Pulosari, Macanan, Kaliwuluh, Malanggaten, Kemiri, Waru, Kebak dan Nangsri. Batas daerah kerja KUD Kebakkramat adalah sebelah timur berbatasan dengan KUD Madukoro dan Mojogedang, sebelah Barat berbatasan dengan KUD Gondangrejo, sebelah utara berbatasan dengan KUD Akur, Kabupaten Sragen dan sebelah selatan berbatasan dengan KUD Jaten. Sedangkan luas derah kerja KUD Kebakkramat yaitu 1.312.817 HA yang berupa sawah tehnis, 800.027 HA berupa sawah ½ tehnis, 125.654 HA berupa sawah tadah hujan, 236.187 HA berupa sawah tegalan dan 916.305 HA berupa tanah pekarangan. Dalam penerimaan pegawai baru di KUD, KUD membuka kesempatan bagi siapa saja yang ingin melamar di KUD Kebakkramat dengan syarat penduduk di Kecamatan Kebakkramat. Untuk pegawai KUD saat ini berasal dari beberapa Kalurahan, di bidang pengkreditan berasal dari Kalurahan Alastuwo dan Macanan, bidang Waserda berasal dari Kalurahan Malanggaten, bidang kasir berasal dari Kalurahan Kaliwuluh, bidang listrik berasal dari Kalurahan Macanan dan Kebak.
2. Sejarah Keberhasilan KUD Kebakkramat Keadaan Koperasi Unit Desa sekarang ini tidaklah bisa dipisahkan begitu saja dari rintisan kehidupan perkoperasian di Kecamatan Kebakkramat. Diawali dengan perkumpulan koperasi simpan pinjam ”KOPERTI” yang berbadan hukum Nomor 7925/BH/VI/71 tanggal 23 Juni 1971, yang waktu itu diketuai oleh Bapak Soekasto, Bsc.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
57
Tanggal 26 Februari 1973 terjadi perubahan anggaran dasar pertama yaitu KOPERTI berubah menjadi Badan Usaha Unit Desa dengan Badan Hukum Nomor 7925/BH/VI/73 tanggal 26 Februari 1973 jabatan ketua masing dipegang oleh Bapak Soekasto, Bsc dan pada tanggal 24 maret 1975 Badan Usaha Unit Desa berubah menjadi Koperasi Unit Desa dan jabatan ketua di duduki oleh Bapak Ngadimin. Pada tahun 1979 anggaran dasar ketiga terjadi, semasa jabatan ketua dipegang oleh Bapak Koemanto, perubahan ini dibarengi dengan ditetapkannya Koperasi Unit Desa Kebakkramat sebagai Koperasi Unit Desa model Kecamatan Kebakkramat dengan Nomor 7925/BH/VI/79. Pada tahun 1982 ketua Koperasi Unit Desa Kebakkramat dipegang oleh Bapak Suyono, karena beliau meninggal kemudian pada tahun 1985 ketua Koperasi Unit Desa Kebakkramat dipegang oleh Bapak MT. Sumali.
Pada
tanggal 5 Januari 1988 yaitu anggaran dasar keempat Badan Hukum Koperasi Unit Desa Kebakkramat diperbaharui menjadi Nomor 7925/BH/VI/88. Usaha untuk menjadi Koperasi Unit Desa mandiri, terlaksana pada tanggal 18 Maret 1990
dengan
turunnya
surat
keputusaan
Menteri
Koperasi
Nomor
259/KPTS/M/111/90 tertanggal 18 Maret 1990 menjadi KUD Mandiri. Periode tahun 1985 sampai tahun 1990 Koperasi Unit Desa ditetapkan masuk dalam klasifikasi A dengan nilai 90. Pada tanggal 12 Juli 1990 mendapat predikat koperasi terbaik juara kedua tingkat Kabupaten Karanganyar yang di ketuai oleh Bapak MT. Sumali. Pada tanggal 12 Juli 1996 ulang tahun Koperasi ke-49 KUD Kebakkramat mendapat juara ke-III tingkat Kabupaten Karanganyar yang di ketuai oleh M. Hadisiswoyo. Perubahan anggaran dasar ke V tentang simpanan pokok dan wajib yang ditetapkan oleh Kanwil Kop Propinsi Jawa Tengah, pada tanggal 30 September 1996 ditetapkan dasar hukum yang dipakai Nomor 7925/b/BH/PAD/11/1X/96 pada saat itu diketuai oleh M. Hadisiswoyo. Koperasi Unit Desa Kebakkramat mengalami perubahan sesuai dengan akte pendirian tanggal 30 September 1996 dengan Badan Hukum Nomor 7925/b/BH/PAD/KWK.II/IX/1996. Pada ulang tahun Koperasi ke-53 tahun 2000 Kabupaten Karanganyar mengadakan lomba dan KUD Kebakkramat mendapat juara ke-III dalam bidang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
58
pertanian saat itu ketua di pegang oleh Bapak Drs. H. Toegijo. Pada tanggal 10 Januari 2002 KUD Kebakkramat sudah ditetapkan menjadi Anggota Dewan Koperasi Indonesia Pusat dengan nomor registrasi : 1/220035. Perubahan anggaran dasar ke-VI sesuai perkembangan perekonomian pendapatan anggota, tentang simpanan pokok menjadi Rp. 25.000 per bulan dan simpanan wajib Rp. 1.000 per bulan bagi calon anggota yang ingin menjadi anggota tetap KUD Kebakkramat. Perubahan ini ditetapkan oleh Dinas Penindak Koperasi dan Penawaran Modal Kabupaten Karanganyar dengan Badan Hukum Nomor 7925c/BH/PAD/28.5.1/111/2003 tertanggal 30 Maret 2003. Pada tahun 2000, KUD mendapatkan bantuan bahan bakar minyak (BBM) sebesar 100 juta untuk membantu masyarakat yang sulit mendapatkan BBM seperti masyarakat miskin dan program 10 hari menjual BBM murah tersebut berhasil dengan baik. KUD mengambil keuntungan per liternya hanya Rp.200, jauh lebih murah dibandingkan di toko. Pada tanggal 7 Januari 2007 KUD mendapat bantuan pengembangan usaha dari Semarang berupa sapi sebanyak 72 ekor yang dikelola oleh 36 anggota KUD terbagi ke dalam 25 dusun di Kecamatan Kebakkramat. Dengan harga pokok sebesar Rp.288.000.000 dan KUD mendapatkan jasa sebesar Rp.48.400.000 selama 2 tahun. Kemudian tahun 2008 KUD mendapatkan perguliran sapi dari kementerian sebanyak 10 ekor dikelola oleh 9 anggota KUD, dengan harga pokok Rp.50.000 dan jasa yang diterima KUD sebesar Rp.4.250.000 selama 1 tahun. Tahun 2009 KUD mendapatkan perguliran sapi lagi sebanyak 8 ekor yang dikelola oleh 4 anggota KUD, Dengan harga pokok Rp.40.000 dan KUD mendapatkan jasa sebesar Rp.1.000.000 selama 1 tahun. Jasa yang diterima KUD dari tahun ke tahun menjadi sedikit dikarenakan sapi yang dipelihara anggota ada yang mati dan ada yang terkena penyakit sehingga harus dijual kembali dan tidak memberikan jasa pada KUD. Namun dengan adanya program yang diselenggarakan KUD bisa terlaksana dengan baik demi kemajuan dan perkembangan KUD. Pada hasil rapat RAT tahun 2009 yang dilaksanakan pada tanggal 24 Februari 2010, KUD mendapatkan peringkat ke-3 se-Kabupaten Karanganyar tentang administrasi yang jauh lebih baik dari sebelumnya. Sebelumnya banyak nasabah yang menunggak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
59
pembayarannya, namun sekarang 80% nasabah KUD Kebakkramat telah tertib dalam pembayarannya.
3. Gambaran Umum Struktur Organisasi KUD Kebakkramat
Dalam suatu instansi atau perusahaan agar berjalan dengan lancar maka harus ada struktur organisasi yang sah terdiri dari ketua, bendahara, sekretaris dan karyawan seperti di KUD Kebakkramat. Dalam struktur organisasi Kebakkramat dijelaskan bahwa kekuasaan tertinggi KUD dipegang oleh rapat anggota KUD, dimana kekuasaan tersebut berlaku hanya di dalam lingkup Koperasi Unit Desa di Kebakkramat. Saat ini jumlah anggota KUD sebesar 1989 orang, namun yang aktif hanya 1925 orang, baik aktif dalam membayar simpanan pokok dan wajib namun juga aktif dalam setiap kegiatan KUD. Jumlah anggota KUD tersebut terdiri dari 1415 anggota laki-laki dan 510 anggota perempuan, dari berbagai pekerjaan yang disandangnya, seperti lurah/kepala desa, pegawai Kecamatan Kebakkramat, petani, wirausaha, dan pedagang. Dalam rapat anggota tahunan, anggota berhak memilih pengurus untuk mengelola koperasi, memilih badan pemeriksa dan diangkat untuk melakukan tugas pengawasan terhadap penerapan pelaksanaan kebijakan pengurus. Mereka yang di tunjuk sebagai badan pemeriksa harus melaksanakan pemeriksaan sewaktu-waktu mengenai keuangan dan persediaan baru, serta kekayaan koperasi. Karena dalam melaksanakan tugas tersebut, pengurus tidak dapat bekerja dan mengelola koperasi sendiri, maka pengurus berhak untuk menyeleksi, memilih dan mengangkat manajer guna meningkatkan kelancaran usaha, menurut anggaran dasar berfungsi sebagai pelaksana tugas pengurus sehari-hari. Demi kelancaran pelaksanaan tugas pengurus tersebut, manajer dibantu oleh beberapa pegawai lainnya seperti kasir, juru buku, perkreditan, pertokoan, pengolahan, pemasaran produksi dan listrik yang masing-masing bertanggung jawab pada setiap bidangnya. Tidak hanya di lingkup KUD, dalam bekerja KUD juga mempunyai tempat sebagai sasaran pengembangan modal yang biasa disebut dengan Tempat Pelayanan Koperasi (TPK). Tempat Pelayanan Koperasi (TPK)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
60
berada di 3 Kalurahan yang pertama di Kalurahan Alastuwo, kedua di Kalurahan Malanggaten dan ketiga di Kalurahan Waru. Dari semua bidang-bidang di KUD mempertanggung
jawabkan
ke
manajer,
begitu
juga
dengan
manajer
mempertanggung jawabkan kepada pengurus, dan pengurus mempertanggung jawabkan kepada rapat anggota. Apabila di dalam rapat anggota terdapat permasalahan yang membuat anggota tidak paham dengan hasil kerja pengurus, maka penyuluh akan memberikan pemahaman dan penjelasan kepada anggota, sedangkan peran dan tugas Pembina Departemen Koperasi atau Dinas Koperasi di dalam struktur organisasi tersebut adalah, memeriksa dan mengontrol apakah KUD mengalami perkembangan atau tidak, dan sebagai penasehat pada saat rapat anggota dalam memutuskan suatu program pantas tidaknya program akan dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Berdasarkan data yang diperoleh dari lapangan, secara keseluruhan KUD mempunyai 29 orang pegawai, yang terdiri atas 22 orang pegawai laki-laki dan 7 orang pegawai perempuan. Jika dilihat dari komposisi jumlah pegawai laki-laki dan perempuan diatas, jumlah pegawai KUD perempuan masih sangat kecil jika dibandingkan dengan pegawai KUD laki-laki, perbandingan hanya sekitar 1 : 4, yaitu jumlah pegawai KUD perempuan hanya sekitar 24,13% dari jumlah pegawai secara keseluruhan, sedangkan pegawai laki-laki sebesar 75,86%. Pegawai KUD yang tidak menjabat sebagai pengurus biasanya disebut karyawan. Tugas karyawan disini adalah membantu pengurus dalam melayani masyarakat atau nasabah yang akan mencari pinjaman maupun akan mengangsur pinjaman. Selain itu juga ada yang menjalankan tugas administratif. Semakin tinggi kedudukan atau jabatan seseorang maka semakin besar dan luas pula bidang tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan. Tugas dan tanggung jawab itu, berarti dia telah menjalankan peranannya dengan baik. Setiap instansi atau perusahaan mempunyai sistem kepegawaian yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan yang dimiliki oleh instansi tersebut. Di KUD Kebakkramat sistem kepegawaian sangat diperlukan untuk melihat kinerja dari masing-masing pegawai, namun ada kejanggalan pada sistem kepegawaian KUD Kebakkramat yaitu tentang posisi antara laki-laki dan perempuan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
61
Berdasarkan
Undang-undang
Nomor
25
Tahun
1992
tentang
perkoperasian di Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 serta berdasar atas azas kekeluargaan, bermaksud menyejahterakan anggotanya dan masyarakat serta ikut membangun tata perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur. Dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tersebut, pengurus maupun pengelola bekerja secara bersama-sama mengelola koperasi dan usahanya. Di dalam undang-undang tersebut tidak dijelaskan bahwa ada ketentuan laki-lakilah yang lebih pantas dan mampu menjadi seorang pemimpin koperasi atau menjadi ketua dan perempuan di bagian administratif. Tidak ada ketentuan pula bahwa perempuan harus ekstra dalam kerjanya, dalam arti pegawai perempuan bekerja sampai sore hari melebihi jam kerja hanya untuk menyelesaikan pekerjaan lain yaitu pada saat tutup buku. Ketentuan-ketentuan seperti yang dijelaskan di atas tidak ada di dalam undang-undang perkoperasian karena di dalam koperasi yang dipentingkan adalah kebersamaan dalam kekeluargaan. Namun pada kenyataannya selama ini, seperti di KUD Kebakkramat laki-laki yang lebih menonjol dan di utamakan. Sebagai contoh ketua dari KUD tersebut adalah laki-laki, manajer KUD adalah laki-laki, dalam rapat pun laki-laki yang memimpin dan pegawai perempuan disini bertugas sebagai pemandu jalannya rapat, mempersiapkan tempat rapat serta menyiapkan konsumsi dan menunggu buku tamu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
62
B. Deskripsi Permasalahan Penelitian
Deskripsi hasil dan analisis penelitian dimaksudkan untuk menyajikan data yang dimiliki sesuai dengan pokok permasalahan yang akan dikaji pada penelitian ini yaitu kesetaraan gender pegawai koperasi unit desa dalam pembagian peran dan tugas antara pegawai laki-laki dan perempuan, untuk mewujudkan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan disajikan tentang peran laki-laki sebagai pengambil keputusan, beban kerja perempuan yang lebih banyak dan pemenuhan hak pegawai perempuan tidak terpenuhi dengan baik. Adapun nama dari subyek penelitian merupakan inisial dari nama sebenarnya.
1. Laki-laki Sebagai Pengambil Keputusan Adanya anggapan yang mengatakan bahwa perempuan itu lemah, sabar, teliti, emosional dan mempunyai resiko bekerja lebih ringan dari pada laki-laki, membuat perempuan enggan untuk melakukan pekerjaan yang membutuhkan keberanian. Di KUD posisi yang diberikan kepada perempuan terbatas pada posisi administratif yang membutuhkan ketelitian dan kesabaran yang semua itu dimiliki oleh perempuan. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Mm, perihal kenapa ditempatkan di bagian perkreditan; “Karena laki-laki lebih banyak di bagian pergudangan dan listrik mbak, nanti sewaktu-waktu kirim barang atau mati listrik laki-laki lebih konsen pada itu saja, kalo bisanya ada yang menganggap ‘kok yang nagih hutang ke nasabah ibu-ibu? Selama saya mampu ndak masalah bagi saya“. (W/Mm/19/05/2010) Untuk tugas seperti menagih hutang nasabah yang lebih mempunyai keberanian khusus dan bijaksana dalam menghadapi berbagai macam karakter nasabah, juga pernah di alami oleh semua pegawai perempuan dan laki-laki di bagian unit lain, seperti apa yang pernah diungkapkan oleh Bapak Rd, dalam wawancara dengan peneliti, bahwa; “Meskipun pegawai perempuan mengelola secara administratif tapi kadang juga menagih hutang kelapangan langsung berhadapan dengan nasabah, begitu juga dengan saya mbak... jika ada nasabah yang pembayarannya nunggak lama saya turun tangan sendiri“. (W/Rd/24/06/2010)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
63
Tugas administrasi merupakan tugas yang sering disandang oleh perempuan, karena tugas ini membutuhkan ketelitian dan kecermatan itu lebih melekat pada diri perempuan. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Ibu Sm, selaku bendahara dan merangkap di unit USP yang mengurusi nasabah pasar Kebakkramat; “jarene yen masalah duit ki pegawe putri luwih teliti nyimpen duit, ngitung duit ora grusa-grusu, karo ora neko-neko ngerti duit“. (katanya kalau masalah uang itu pegawai perempuan lebih teliti menyimpan uang, menghitung uang tidak terburu-buru, dan tidak neko-neko liat uang). (W.Sm/12/05/2010) Hal ini diperkuat juga oleh pendapat Pak Lm, selaku manajer KUD bahwa yang berhubungan dengan administratif lebih pantas dipegang oleh perempuan; “Memang sengaja mbak, kalau bisa urusan uang itu dikelola oleh pegawai perempuan. Karena perempuan itu bisa teliti, setiti kaya orang jawa bilang dan sabar saat meneliti laporan keuangan. Saya percayakan pengkreditan itu ke Ibu Mm dan kasir kepada Ibu Ny, Waserda Ibu St buktinya sampai sekarang ndak ada masalah lancar-lancar saja tidak ada tindakan korupsi. Berbeda dengan Ibu Sm itu dilih oleh anggota untuk menjadi bendahara KUD selama puluhan tahun, mereka juga mempercayakan kalau uang di pegang perempuan ki ndak mungkin tercecer dan neko-neko kecuali kalau perempuan itu mempunyai niat jahat ingin korupsi“. (W/Lm/30/03/2010) Pada dasarnya semua pegawai perempuan memang sengaja ditempatkan pada bagian administratif. Hal ini dikarenakan adanya anggapan dari masyarakat yang mengatakan bahwa perempuan itu lebih cocok bekerja yang mempunyai resiko lebih ringan. Sebagai contoh peran pegawai perempuan pada saat rapat anggota tahunan hanya sebagai teknis saja yaitu sebagai sie konsumsi, menunggu buku tamu dan sebagai moderator, berbeda dengan posisi laki-laki yaitu sebagai pengambil keputusn saat rapat karena posisi yang dipegangnya adalah sebagai ketua dan manajer KUD. Dengan posisi yang dimiliki pegawai perempuan di KUD Kebakkramat, membuat pegawai perempuan tidak bisa menyalurkan aspirasinya karena dianggap tidak penting dalam pengambilan keputusan terkait dengan jabatan yang dimiliki.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
64
Berdasarkan hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa tugas utama pegawai perempuan dibidang administratif adalah mengelola keuangan nasabah dan laki-laki sebagai pelaksana. Jadi dapat dilihat bahwa peran pegawai laki-laki disini berada pada posisi yang lebih tinggi seperti ketua atau manajer dari pada pegawai perempuan hanya pada bidang administratif. Hal ini menunjukkan bahwa laki-laki mempunyai peran penting sebagai pengambil keputusan di KUD, terlihat pada tugas yang diemban ketua dan manajer KUD pada saat rapat.
2. Beban Kerja Perempuan Lebih Banyak
Sebuah hal yang menarik ketika melihat fenomena perempuan bekerja. Sebagai seorang perempuan yang bekerja menjadi wanita karir, berarti mereka telah memiliki peran ganda, yakni peran publik dan peran domestik (peran dalam rumah tangga). Hal itu berarti perempuan telah memahami bahwa mereka punya kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk memiliki karir di luar rumah. Selain sebagai ibu rumah tangga yang mengurusi anak dan suami, mereka juga bekerja di kancah publik untuk mencari nafkah tambahan untuk keluarganya. Mereka harus pandai membagi waktu antara pekerjaan domestik dan pekerjaan publik, pekerjaan publik sangat menekan pegawai perempuan karena dibebani tanggung jawab yang berat dan harus merangkap pada bidang lainnya seperti yang diungkapkan oleh Ibu Ny; “Sebenarnya tugas saya di sini hanya di kasir saja, tapi karena nasabah KUD banyak terutama di petani ya... saya bersedia membantu di bidang pengkreditan. Saya di tunjuk untuk mengelola KUT katanya... pembukuan yang saya buat bagus bisa dipertanggung jawabkan dan yang jelas kalau perempuan itu kata orang setiti gak neko-neko dengan uang buat urusan pribadi alias korupsi“. (W/Ny/08/05/2010) Tugas dibagian kasir yang dikerjakan Ibu Ny adalah untuk mengecek apakah KUD laba atau rugi, membagikan gaji para pegawai dan membuat laporan keuangan setiap bulan, sedangkan di unit KUT Ibu Ny juga membuat laporan keuangan setiap bulan dan melayani nasabah petani yang hendak membayar atau mencari pinjaman. Semua tugas yang ada di bagian kasir dan unit KUT dikerjakan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
65
sendiri oleh Ibu Ny karena tidak ada pegawai laki-laki. Meskipun demikian tidak menjadikan suatu penghambat dalam bekerja karena Ibu Ny sudah terbiasa menangani semua itu. Hal yang sama juga di alami Ibu Sm bahwa ia juga merangkap pada bidang lain; “Aku sebenere anu... mbak tugase bendahara ki mung gawe pembukuan, tanda tangan duit sing metu karo mlebu KUD, tapi gandeng pegawe putri sitik trus aku ngrewangi Ibu Mm ngurusi simpan pinjam khusus warga pasar Kebakkramat tok, jarene yen masalah duit ki pegawe putri luwih teliti nyimpen duit, ngitung duit ora grusa-grusu, karo ora neko-neko ngerti duit“. (Saya itu sebenarnya mbak tugasnya bendahara itu membuat pembukuan, tanda tangan uang yang keluar dan uang yang masuk KUD, tapi karena pegawai perempuan sedikit terus saya membantu Ibu Mm mengurus simpan pinjam Khusus nasabah pasar Kebakkramat saja, katanya kalau masalah uang itu pegawai perempuan lebih teliti menyimpan uang, menghitung uang tidak terburu-buru, dan tidak neko-neko liat uang). (W/Sm/12/05/2010) Pekerjaan utama Ibu Sm sebenarnya membuat laporan keuangan di KUD, karena pegawai perempuan sangat terbatas kemudian Ibu Sm merangkap di bagian simpan pinjam untuk nasabah yang ada di pasar Kebakkramat. Begitu juga dengan pengakuan Ibu St yang mempuanyai beban kerja paling berat di KUD; “Kulo niku tugas’e ten waserda niku namung damel laporan duit kalih nglayani masyarakat tok“. (Saya itu tugasnya di waserda hanya membuat laporan keuangan dan melayani masyarakat saja). (W/St/14/04/2010) Untuk tugas lainnya di Waserda, seperti angkat junjung, yang harus mempunyai tenaga ekstra sering di lakukan oleh Ibu St. Karena pegawai laki-laki yang khusus bekerja sebagai penjaga malam, bersih-bersih dan angkat junjung sekarang sudah tidak bekerja lagi lantaran sudah tua dan sakit-sakitan. Demikian hasil wawancara dengan Ibu St mengenai bekerja angkat junjung; “Sakniki ngrangkep dadi tukang angkat junjung soale tukang angkat junjung’e mriki niku pun sepuh mlaku men pun kangelan, ten Waserda niku mung nyapu latar tok, niku men dang tek!! KUD niku nggih ndhagel, tiyang kados ngoten kok moten di phk isih entuk gaji. Terosne rencang-rencang niku yen ajeng di phk mesakne soale wong raduwe opo-opo“. (Sekarang merangkap menjadi tukang angkat junjung, karena tukang angkat junjung disini sudah tua berjalan saja sudah sulit, di Waserda ini hanya menyapu halaman saja, itu pun kadang-kadang!! KUD itu ya lucu, orang seperti itu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
66
tidak di phk masih dapat gaji. Kata teman-teman itu kalau maju di phk kasihan karena orang yang tidak punya apa-apa). (W/St/14/04/2010) Berbeda dengan yang dialami oleh Ibu Ls, beliau bekerja pada bidang listrik tidak merangkap pada bidang lain dikarenakan hari kerjanya hanya 15 hari dan lebih difokuskan pada pelayanan tagihan listrik saja; “Kulo ten mriki tugase nggih namung nompo kalih nyatet setoran warga sing mbayar listrik niku mbak, yen sing damel bukti pembayaran ngge PLN mas Hr“. (saya disini tugasnya ya hanya menerima dan mencatat masyarakat yang membayar listrik itu mbak, kalau yang membuat bukti pembayaran untuk PLN ma Hr). (W/Ls/07/05/2010) Pendapat Ibu Ls ini diperkuat oleh pengakuan Mas Hr; “Saya juga membantu di listrik mbak, memasukkan data ke komputer untuk PLN, sebagai bukti“. (W/Hr/30/06/2010) Di bidang listrik ini Ibu Ls di bantu oleh pegawai laki-laki jadi sedikit berkurang beban kerja Ibu Ls. Di bidang listrik pembagian tugas antara laki-laki dan perempuan sudah ada, mereka melaksanakan tugasnya sendiri-sendiri sesuai dengan bagian masing-masing termasuk pegawai laki-laki yang bekerja di lapangan saat ada gangguan listrik. Ibu Ls bekerja di KUD tidak setiap hari, namun pada saat tanggal pembayaran listrik saja; “Kulo ten mriki niku anu mbak nyambet damel namung gangsal welas dinten pas mbayar listrik, nggih mboten mbantu-mbantu liyane“. (saya disini itu mbak bekerja hanya lima belas hari waktu pembayaran listrik dimulai, ya tidak membantu yang lain). (W/Ls/07/05/2010) Pernyataan Ibu Ls mengandung arti bahwa ia tidak membantu di bidanglain selain di listrik karena sudah tanda tangan kontrak bahwa beliau hanya bekerja 15 hari, jika ingin membantu bidang lain diberikan ijin dari KUD namun untuk gaji tidak bisa bertambah, dengan kata lain membantu atau tidak gaji tetap sama. Dalam dunia kerja baik di instansi maupun perusahaan, jika pekerjaan belum selesai pada batas waktu yang sudah ditentukan pasti pegawainya akan mengalami tambahan jam kerja atau jam lembur. Di KUD setiap akhir bulan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
67
selalu ada jam lembur yaitu pada saat tutup buku. Yang biasa mengerjakan tugas lembur adalah pegawai perempuan, karena sudah menjadi tugas dan tanggung jawab sebagai seorang pegawai yang bekerja di bidang administratif. Pekerjaan perempuan di KUD Kebakkramat lebih banyak dibanding dengan pekerjaan lakilaki hal ini terlihat ketika mulai tanggal 29-31, pegawai perempuan sibuk bekerja sampai jam 15.00 sore bahkan sampai jam 16.00 sore karena mengerjakan laporan keuangan untuk tutup buku bulanan yang kesemuanya itu dikerjakan pegawai perempuan, dengan alasan perempuan lebih teliti, sabar dalam menghitung angka dan pegawai laki-laki masih mempunyai kepentingan yang lebih banyak dibandingkan pegawai perempuan. Jika ada tutup buku, biasanya yang sering mengerjakan adalah pegawai perempuan sedangkan pegawai laki-laki hanya menemani saat lembur membelikan makan siang baru kalau ada kerepotan membantu sebentar terus pulang tidak sampai selesai. Dalam kenyataan seharihari tugas seorang perempuan juga banyak dan berat. Di rumah sudah bangun pagi menyiapkan makanan, mengasuh anak, melayani suami dan bersih-bersih rumah. Belum lagi di dunia publik seorang perempuan di tuntut bekerja lebih karena untuk mengejar target tutup buku sebelum tanggal 30 laporan keuangan selama satu bulan harus sudah jadi. Seperti yang di ungkapkan Ibu St sebagai berikut; ”kulo paling anyel yen dalu dik, enten sing dodok-dodok lawang tumbas obat omo nggih kulo bukakne, lha pripun petani niku yen ngendrem omo yen dalu golek longgare kalih nunggu medale omo, kados walang niko” (Saya paling sebel kalau malam dik, ada yang ketuk-ketuk pintu beli obat serangga ya saya bukakan pintu, mau bagaimana lagi petani itu kalau membasmi serangga pada malam hari mencari waktu yang luang dan menunggu keluarnya serangga, seperti walang). (W/St/14/04/2010) Seperti yang di alami oleh Ibu St tersebut, selain sebagai pengelola Waserda beliau juga tenaga angkat junjung di waserda. Ibu St tidak bisa dikatakan kalau hanya mengalami jam lembur 1 atau 2 jam saja, karena jam kerja Ibu St sudah melebihi jam kerja dari yang di terapkan KUD. Meskipun jam kerja sampai jam 14.00 siang namun pada malam hari Ibu St juga menjual obat serangga untuk mencari tambahan modal, disamping itu para petani sering membelinya obat pada malam hari. Dari sini Ibu St sama sekali tidak mendapatkan bonus dari KUD.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
68
Hal yang sama juga di ungkapkan oleh Ibu Sm juga mengalami jam lembur pada akhir bulan; “Yen masalah nglembur ki ben wulan wayah tutup buku, yen sedino ra dadi yo sesok neh mbak paling-paling nglembur’e mung rong dino rampung kan sing nglebokne komputer kan wis ono dewe“. (kalau masalah nglembur itu tiap bulan waktu tutup buku, kalau sehari tidak jadi ya besok lagi mbak paling-paling nglemburnya hanya dua hari selesai kan yang memasukkan data ke komputer itu sudah ada sendiri). (W/Sm/12/05/2010) Pendapat yang hampir sama disampaikan juga oleh kedua informan lainnya seperti Ibu Mm dan Ibu Ny sebagai berikut; “Saya pernah mengalami jam lembur lho mbak kalau di akhir bulan mau tutup buku 3 hari sebelumnya itu sampai jam 15.00 sore kalau pekerjaannya banyak dan salah-salah terus pernah sampai jam 17.00 sore baru sampai rumah, ya beginilah mbak cari uang buat anak. Kadang saat lembur juga ada manajernya tapi ndak sampai selesai paling cuma membelikan makan siang”. (W/Mm/19/05/2010) “Saya juga mengalami jam lembur mbak, biasanya pulang jam 14.00 siang menjadi jam 16.00 sore. Saya kalau lembur itu kalau tutup buku sekitar tanggal 29 sampai tanggal 31. Kadang saat lemur saya di bantu oleh Ibu Sm dan Ibu Mm yang sama-sama menegerjakan perkreditan“. (W/Ny/07/05/2010) Tidak hanya Ibu St, Ibu Mm, Ibu Ny dan Ibu Sm mengalami jam lembur, Ibu Ls juga mengalami jam lembur selama 5 hari dari tanggal 15 sampai tanggal 20; “Kulo nggih ngalami jam lembur mbak, biasane wangsul jam kalih siang dados jam sekawan sonten. Kulo yen nglembur niko tanggal gangsal welas ngantos tanggal kalih doso pas rame-ramene mbayar pajek“. (Saya juga mengalami jam lembur mbak, biasanya pulang jam 14.00 siang menjadi jam 16.00 sore. Saya kalau lembur itu dari tanggal 15 sampai tanggal 20 waktu ramai-ramahnya membayar pajak). (W/Ls/07/05/2010) Dari hasil wawancara dengan beberapa pegawai perempuan di atas di benarkan oleh manajer, ketua dan pegawai laki-laki KUD yang melihat pada saat tutup buku di akhir bulan perempuan yang bertugas dan bertanggung jawab atas pekerjaan tersebut. Demikian penuturan dari manjer KUD, Bapak Lm; “Di sini hampir semua pegawai mengalami jam lembur mbak, namun berbeda-beda jam lemburnya. Ada yang dua jam ada yang tiga jam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
69
tergantung banyak tidaknya pekerjaan. Tapi yang sering lembur pegawai perempuan karena mereka yang mempokok’i bidang masing-masing. Meskipun demikian pegawai laki-laki pun juga ikut membantu kalau megalami kesulitan, saya selalu ada mbak jika ada pegawai yang lembur kalau ndak ada yang di bantu ya menemani satu dua jam terus pulang“. (W/Lm/01/04/2010) Begitu pula dengan apa yang di ungkapkan Bapak Rd, selaku ketua KUD; “Kalo soal lembur itu memang ada mbak, pada saat tutup buku tanggal 2930/31 sampai jam 15.00 jam 16.00 sore biasanya yang mengerjakan ya pegawai perempuan karena memang sudah pekerjaannya yang harus diselesaikan. Kalau pegawai laki-laki ya disini tapi menemani saja“. (W/Rd/24/06/2010) Pendapat yang hampir sama juga di ungkapkan oleh pegawai laki-laki yaitu Mas Hr dimana setiap akhir bulan pada tutup buku ia selalu membantu pegawai perempuan dalam membuat laporan keuangan melalui komputer. Ia rela pulang sore karena membantu pegawai perempuan dan karena juga merangkap administratif untuk bidang perkreditan. Demikian pengakuannya; “Kalo soal lembur mbak setiap akhir bulan saya sering mengalami, tanggal 30 atau 31 saya selalu pulang sore membantu Ibu-Ibu itu.... ya kasihan mbak mereka juga capek belum lagi punya anak kecil dirumah. Saat lembur, saya membantu menyusun laporan sampai selesai, pulang sore gak masalah gak ada yang nyari mbak, istri gak punya apalagi anak“. (W/Hr/30/06/2010) Disisi lain, perempuan memiliki beban yang berat karena disibukkan dengan urusan rumah serta pekerjaan, ini adalah tantangan tersendiri bagi perempuan. Namun bagi para pegawai KUD perempuan, untuk menjalankan pekerjaan sebagai ibu rumah tangga tidak menjadi masalah bagi ibu St untuk membagi waktu keduanya; “Kulo saben dinden niku jam 04.00 pun tangi dik, nggih masak, resik-resik griyo, jam 07.00 ngeterke anak sekolah, balik neterke ngumbahi klambi. Sedoyo kulo sing ngrampungi, pun biasa dik“. (Saya setiap hari itu jam 04.00 sudah bangun dik, ya masak, bersih-bersih rumah, jam 07.00 mengantar anak sekolah, pulang nganter anak mencuci baju. Semua yang menyelesaikan saya, sudah biasa dik). (W/St/14/04/2010)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
70
Pendapat ini berbeda dengan yang ungkapkan oleh Ibu Sm, yang setiap harinya di bantu oleh Ibu Ad : ”Masalah gawean omah ki anu mbak... esok kae ngalah’i tangi jam 04.00 masak sik, soale bapak ki masak’ane wong liyo emoh kemaki kok. Terus jam 08.00 rewang’e teko yo nyapu, isah-isah, nyetliko, ngumbah’i pokok’e yo ngopo-ngopo mbak kecuali masak. Lha piye mbak wis sepuh yen nyambet gawe dewe ra kua.”. (Masalah pekerjaan rumah itu gini mbak... pagi bangun jam 04.00 masak dulu, karena bapak itu masakkannya orang lain itu ndak mau kemaki kok. Terus jam 08.00 rewang’e sudah datang ya menyapu, mencuci piring, menyetlika, memncuci baju pokoknya ya semua mbak kecuali masak). (W/Sm/12/05/2010) Pendapat yang sama juga dikatakan oleh Ibu Mm, sebagai berikut; “Saya jam 04.00 itu sudah bangun mbak masak nasi, nyuci piring, kalau sempat ya cuci baju juga. Jam 06.00 tepat itu pasti makanan sudah siap di meja jadi anak-anak bisa sarapan bareng, jam 07.00 saya mandi siap-siap dan jam 08.00 pas saya berangkat dari rumah kadang saya ndak langsung ke KUD kadang harus nagih hutang orang yang nunggak setorannya nanti sampai kantor jam 09.00 – jam 10.00. Siangnya sampai rumah ya istirahat sebentar sore sudah beraktivitas di masyarakat seperti BPD dll meskipun tidak setiap hari tapi sering kegiatan luar KUD pada sore hari, ya begitu terus setiap harinya”. (W/Mm/19/05/2010) Dari pernyataan mereka sudah terbiasa untuk berperan dalam kancah publik dan domestik. Selain itu karena pengalaman yang mereka alami sudah cukup banyak karena rata-rata mereka sudah senior. Para pegawai perempuan melakukan semua pekerjaan dengan senang hati tanpa ada beban yang dirasakan semua terasa seperti biasa saja. Pernyataan yang tidak jauh berbeda dilontarkan juga oleh Ibu Ny ; “Setiap hari itu saya bangun jam 04.00 mbak, memasak, nyuci baju, memandikan anak, sarapan baru jam 06.45 berangkat dari rumah nganter anak sekolah, nitipke anak ke rumah neneknya. Lha gimana lagi mbak kalo ndak ditipkan nanti saya ndak bisa kerja“. (W/Ny/07/05/2010) Begitu juga dengan pendapat Ibu Ls yang setiap hari juga melakukan pekerjaan rumah, namun di dalam keluarga Ibu Ls ada kerja sama antara anggota keluarga, jadi beban kerja Ibu Ls sedikit berkurang ; ”Ten griyo niku gotong royong mbak, sinten sing repot nggih di rewangi. Kulo jam gangsal niku mesti pun tangi nggih nopo-nopo masak, resik-resik
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
71
griyo,ngumbah’i mengke sing memeni bapak’e. Bapak’e bocah-bocah niku jam 06.00 pun tangi memeni kumbah’an yen mboten nggih ngedusi Nt terus langsung ngurusi open-open’ane. Yen Nk tangi nggih ngedalke pit ten ngemper di lap’i. Kulo jam 08.00 budal kalih nyangking anak titipke mbah’e lha pripiun mbak yen ra ngono raiso kerjo”. (Dirumah itu saling membantu mbak, siapa yang repot ya di bantu. Saya jam 05.00 pasti sudah bangun ya masak, bersih-bersih rumah, mencuci baju nanti yang jemur suami saya. Bapaknya anak-anak itu jam 06.00 sudah bangun jemur pakaian kalau tidak ya memandikan Nt terus langsung mengurus ternaknya. Kalau Nk bangun tidur menyiapkan sepeda motor di teras dibersihkan. Saya jam 08.00 berangkat dari rumah dengan anak di titipkan ke rumah nenek lha gimana mbak kalau tidak seperti itu tidak bisa bekerja). (W/Ls/05/05/2010) Dari hasil wawancara dengan beberapa informan dapat disimpulkan bahwa, tugas administrasi merupakan tugas yang sering disandang oleh perempuan, karena tugas ini membutuhkan ketelitian dan kecermatan yang lebih melekat pada diri perempuan. Selain bekerja pada bidang masing-masing, mereka juga merangkap pada bidang lain yaitu pada bidang administratif seperti yang dialami Ibu Sm seorang bendahara merangkap di unit USP, Ibu Ny bekerja di bidang kasir merangkap di unit USP, dan Ibu St yang juga merangkap sebagai tenaga angkat junjung di Waserda. Disamping itu pegawai perempuan juga mengalami jam lembur pada akhir bulan pada saat tutup buku. Sebenarnya jam lembur berlaku untuk pegawai perempuan maupun laki-laki, namun di sini yang sering mengalami jam lembur adalah pegawai perempuan karena sudah menjadi tanggung jawab bekerja pada bidang administratif. Peran pegawai laki-laki pada saat jam lembur adalah hanya menemani dan membelikan makan siang, namun ada juga pegawai laki-laki yang membantu pada saat tutup buku seperti Mas Hr, karena juga merangkap sebagai staff administrasi. Para pegawai perempuan selain bekerja di dunia domestik mereka juga bekerja di dunia publik mempunyai beban kerja ganda yang harus disandangnya. Namun tidak menjadi masalah bagi pegawai perempuan karena mereka sudah terbiasa dengan keadaan seperti itu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
72
3. Hak Pegawai Perempuan Tidak Terpenuhi
Selain pegawai perempuan mempunyai beban kerja yang banyak di KUD, hak perempuan tidak terpenuhi dengan baik. Hal ini dapat dilihat ketika pegawai perempuan mengalami jam lembur, hak yang diperoleh tidak seimbang dengan pekerjaan yang ditanggung. Dalam hal ini adalah pemenuhan uang lembur yang tidak setara dengan pekerjaan seperti yang dikatakan oleh Ibu Sm; “Yen nglembur sedino yo kadang diparingi uang makan Rp.10.000Rp.20.000, tapi kerepe yo mung di jajakne maem tok ning warung ngarep kuwi. Yen rong dino entuk uang makan paling yo Rp.30.000, ya disyukuri mbak diparingi piro gelem sing penting ora kothong“. (Kalau lembur sehari ya kadang dikasih uang makan Rp.10.000-Rp.20.000, tapi seringnya di belikan makan di warung depan itu. Kalau dua hari dapat uang makan paling ya Rp.30.000,ya bersyukur mbak dikasih berapa mau yang penting tidak kosong). (W/Sm/12/05/2010) Pendapat yang hampir sama disampaikan juga oleh kedua informan lainnya seperti Ibu Mm dan Ibu Ny sebagai berikut; “Kadang saat lembur juga ada manajernya tapi ndak sampai selesai paling Cuma membelikan makan siang kalau ndak, ngasih uang makan antara Rp.20.000 – Rp.30.000 tiap orang selama lembur. Kalau lemburnya 2 hari dapatnya ya itu kalau tiga hari ya itu, tapi kalau hanya sehari cuma dapat makan siang saja ya... di syukuri mbak berarti masih diperhatikan pegawainya meskipun hanya sedikit bagiannya”. (W/Mm/19/05/2010) “Waktu lembur ya dapat uang makan mbak, dapatnya ya lumayan mbak bisa buat jajan anak di rumah. Biasanya kalau sehari Itu saya dapat Rp.20.000 kalau dua hari sekitar Rp.30.000 tergantung bayak sedikitnya pekerjaan dan lembur sampai jam berapa“. (W/Ny/07/05/2010) Tidak hanya Ibu St, Ibu Mm, Ibu Ny dan Ibu Sm mendapat uang lembur yang tidak sesuai dengan pekerjaan yang ditanggungnya, Ibu Ls juga mengalami; “...Pas nglembur niko nggih angsal arto ngge maem kalih arto bensin, kulo niku gangsal dinten kadang angsal Rp.50.000 kadang Rp. 100.000. Nggih lumayan mbak saged ngge tumbas susu...“. (Saya kalau lembur itu dari tanggal 15 sampai tanggal 20 waktu ramai-ramainya membayar pajak. Waktu lembur ya dapat uang makan dan uang bensin, saya itu lima hari kadang mendapat Rp. 50.000 kadang Rp. 100.000. Ya lumayan mbak bisa buat beli susu). (W/Ls/07/05/2010)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
73
Dari hasil wawancara dengan beberapa pegawai perempuan di atas di benarkan oleh manajer, ketua dan pegawai laki-laki KUD yang melihat pada saat tutup buku di akhir bulan juga mendapatkan uang lembur namun tergantung dengan pekerjaannya. Demikian penuturan, Bapak Lm; “Di KUD setiap pegawai yang lembur selalu dapat uang lembur mbak, tapi tidak sama tergantung pekerjaannya berat apa ndak. Rata-rata uang lembur di sekitar Rp.15.000 sampai Rp.50.000, berbeda di bagian listrik itu paling banyak rata-rata Rp.50.000 sampai Rp.100.000 karena sebagian uang lembur dari KUD sebagian dari PLN“. (W/Lm/01/04/2010) Bapak Rd juga menjelaskan tentang uang lembur; “Uang lembur?eee... disini istilahnya uang makan mbak, dari KUD sendiri mengeluarkan uang untuk beli makan buat yang lembur-lembut itu tapi kadang ya uang bensin ya... jangan dilihat nilainya“. (W/Rd/24/06/2010) Begitu pula Mas Hr salah satu pegawai laki-laki yang merasakan jam lembur mengungkapkan adanya uang lembur yang tidak seimbang; “Heem... uang lembur??? Kalau disini seringnya dapat makan siang mbak, kalo uang lembur itu jarang ya kalao ada itu Rp.15.000 – Rp.20.000 ya lumayan bisa buat beli pulsa mbak“.(W/Hr/30/06/2010) Terkait
dengan
kodratnya
sebagai
wanita,
yakni
menstruasi,
mengandung, melahirkan dan menyusui, kebijakan dari pemerintah berdasarkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan telah mengatur bahwa mereka diberikan keleluasaan, terutama saat melahirkan dan menyusui. Perempuan diberikan kesempatan untuk cuti pra dan pasca melahirkan. Namun Di KUD belum menerapkan Undang-undang tersebut ke pegawai perempuan di karenakan oleh beberapa faktor seperti yang di ungkapkan Ibu Mm; “Saya selama hamil dan melahirkan tidak ada cuti mbak, dari KUD memberikan kesempatan untuk istirahat begitu lah istilahnya apa ya yang jelas bukan cuti. Dulu saat saya hamil 9 bulan masih masuk, 9 bulan lebih tujug hari besoknya saya melahirkan 5 hari kemudian saya sudah bekerja lagi. Lha mau bagaimana lagi mbak kalau saya tidak masuk siapa yang sanggup menggantikan pekerjaan saya dan nanti saya sendiri yang repot kalau lama-lama di rumah“. (W/Mm/19/05/2010)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
74
Begitu juga pendapat Ibu Mm tentang boleh tidaknya pulang untuk menyusui anak; “Di KUD ndak ada aturan bagi ibu yang menyusi boleh pulang untuk menyusui anaknya, tapi diberikan kesempatan untuk datang jam 09.00 pulang jam 13.00 selama 2 bulan meskipun sebenarnya jam kerja dari jam 08.00 – jam 14.00“. (W/Mm/19/05/2010) Hal serupa juga di ungkapkan oleh Ibu Ny tentang tidak adanya pemberian cuti; “Di KUD itu gak ada cuti seperti PNS 3 bulan mbak, piye ya... istilahnya itu dikasih waktu untuk istirahat sejenak bila sakit. Dari pengalaman yang saya alami dulu pas hamil, saya hamil 9 bulan lebih 5 hari masuk masuk ke kantor trus malamnya saya melahirkan enam hari setelah melahirkan saya sudah masuk kerja lagi mbak, lha gimana lagi kalau saya lama-lama dirumah KUD akan rugi, jika ada yang bayar hutang gak bisa lagian gak ada yang ganti nanti saya sendiri yang repot kalo lama-lama dirumah. Pekerjaan menumpuk, masih mikir anak dirumah gimana malah gak jadi kerja“. (W/Ny/07/05/2010) Pendapat Ibu Ny dan Ibu Mm diperkuat oleh pengakuan dari Bapak Lm, selaku manajer KUD; “Kalau masalah hak cuti bagi pegawai perempuan saat hamil dan menyusui kalau di telusuri dari berdirinya KUD memang tidak ada seperti layaknya PNS mbak. Namun KUD memberikan kesempatan untuk istirahat di rumah sampai sembuh namun ya tidak lama-lama rata-rata satu minggu seperti yang di alami Ibu Ny, Ibu Mm dll, kecuali kalau memang belum sembuh total ya KUD memberikan waktu istirahat paling lama 1 bulan mbak ya... saling toleransi aja“. (W/Lm/30/03/2010) Begitu juga dengan pengakuan bapak Rd, selaku ketua KUD menanggapi bahwa di KUD memang tidak ada cuti Ibu hamil dan melahirkan; “Memang dari KUD sendiri belum mengatur adanya cuti bagi pegawai perempuan yang melahirkan dan menyusui, tapi sebisa mungkin KUD memberikan istirahat yang cukup tapi ya... gak lama mbak karena gak ada yang ngganti pekerjaannya“. (W/Rd/24/06/2010) Begitu juga dengan pengakuan Ibu Ls tentang cuti di KUD;
“Wonten KUD niku mboten enten cuti kados PNS niko mbak... lha yen sakit nggih ijin mboten mlebet, yen bar-bar‘an kados sing kulo alami mbiyen niku
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
75
bobot 9 wulan nggih tasih mlebet, griyo kulo celak kok mbak mbiyen kulo niku tasih nunut tiyang sepuh kulo ten nangsri mriku. Kulo kroso ajeng barbar‘an anak kulo sing cilik niku nggih ten KUD, kulo langsung diangkut ten griyo sakit, sekawan dinten bar-bar’an kulo nggih langsung mlebet nggih namung seminggu tok ten griyo“. (Di KUD itu tidak ada cuti seperti PNS itu mbak... kalau sakit ya ijin tidak masuk, kalau melahirkan seperti yang saya alami dulu hamil 9 bulan masih masuk kerja, rumah saya dekat kok mbak saya masih ikut orang tua saya di Nangsri. Saya terasa mau melahirkan ya di KUD, saya langsung di angkat ke rumah sakit, 4 hari setelah melahirkan saya sudah masuk kerja ya hanya satu minggu saja di rumah). (W/Ls/05/05/2010) Ibu Ls juga mengatakan tentang hal menyusui, beliau sangat beruntung mendapat kesempatan itu, demikian jelasnya; “Kulo niku termasuk’e nggih bejo mbak, pas ngaso angsal wangsul ngemik’i anak raketan mung 10 menit tok. Lha Pak Ll ngendiko ngeteniki ten kulo (bali sedelo ora popo dari pada ora mlebu sing penting jam kerjo ono ning kantor) nggih kulo manut mawon mbak dari pada mboten angsal blas“. (Saya itu termasuk orang yang beruntung mbak, waktu istirahat boleh pulang menyusui anak meskipun hanya 10 menit saja. Pak Ll itu pernah bilang ke saya begini “pulang sebentar tidak apa-apa dari pada tidak masuk yang penting jam kerja ada di kantor“ saya nurut aja mbak dari pada tidak boleh sama sekali). (W/Ls/05/05/2010) Pendapat yang sama juga di katakan Ibu Sm;
”Yen aku loro kae to mbak yo ijin ning manajer lewat sms we ora popo opo telpon KUD kecuali yen opname kudu nglampirke surat ko rumah sakit go bukti yen bener-bener loro, yen cuti ki aku pernah ngalami pas nglairke anak mbarep pirang sasi yo... kae wah lali neh mbak yo yen ora rong sasi yo telung sasi soale mbiyen ki gawean rung akeh koyo sakiki dadi ning omah sik ngurusi anak rapopo soale ning KUD ki sedulurane duwur”. (Kalau saya baru sakit itu mbak ya ijin ke manajer lewat sms tidak apa-apa atau telepon KUD kecuali kalau opname harus melampirkan surat dari rumah sakit sebagai bukti kalau benar-benar sakit, kalau cuti itu saya pernah mengalami waktu melahirkan anak pertama berapa bulan ya... itu wah saya lupa lagi mbak kalau tidak dua bulan ya tiga bulan karena dulu itu pekerjaannya belum banyak seperti sekarang ini jadi dirumah dulu mengurus anak tidak apa-apa karena di KUD itu kekeluargaannya tinggi). (W/Sm/28/04/2010) Berbeda dengan pegawai laki-laki jika tidak masuk, pekerjaan yang di tinggalkan ada yang menggantinya karena pekerjaan yang dikerjakan pegawai
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
76
laki-laki lebih ringan dibandingkan pekerjaan pegawai perempuan. Demikian penuturan dari Bapak Lm; “Kadang pegawai laki-laki itu juga ada yang gak masuk mbak, ijinnya ya lewat sms atau telpon. Kalo sampai seminggu itu gak ada, kecuali pas sakit dan opname di rumah sakit itu pernah ada, ketuanya KUD dulu. Selama sakit pekerjaannya yang ganti ya sekretaris kalo gak ya saya tapi ya hanya hal kecil-kecil mbak seperti tanda tangan undangan kalo berkas-berkas penting gak brani, harus nunggu ketuanya“. (W/Lm/30/03/2010) Dalam sebuah instansi atau perusahan selalu ada ketua atau manajer perusahaan, begitu pula dengan KUD yang mempunyai pengurus salah satunya adalah ketua KUD. Ketua KUD merupakan pimpinan di dalam Koperasi Unit Desa. Tugas ketua Koperasi Unit Desa adalah memimpin, membina, mengawasi, mengendalikan segala kegiatan yang ada dari berbagai bidang di koperasi seperti perkreditan, kasir, listrik, pertokoan, gudang dll dan bekerja sama dengan subsie yang ada di lingkungan KUD, jabatan ketua KUD saat ini dipegang oleh laki-laki yaitu oleh Bapak Rd, “Tugas saya ya itu mbak, pokok’e merencanakan kegiatan koperasi intinya itu, kalau saya gak ada kesibukan di kantor saya terjun kelapangan sendiri, kerumah nasabah-nasabah yang molor mbayar hutang sampai 2 bulan. Saya tunggu mbak, sudah tekat saya kalau gak di kasih uang saya gak pulang biar punya rasa ‘perkewuh‘ pada saya“. (W/Rd/24/06/2010) Seluruh rangkaian kegiatan yang merencanakan adalah ketua KUD yang dibahas pada saat rapat anggota namun yang memutuskan adalah anggota KUD yang sebagian besar adalah laki-laki. Dalam menyukseskan rangkaian kegiatan tersebut, ketua di bantu oleh manajer KUD dimana tugas manajer yaitu sebagai pelaksana kegiatan tersebut. Pada saat ini manajer KUD juga dipegang oleh lakilaki yaitu Bapak Lm, “Tugas saya disini sebagai pelaksana kegiatan KUD mbak, berjalan tidaknya KUD itu tergantung dari manajer“. (W/Lm/30/03/2010) Sering kali jabatan sebagai ketua atau manajer selalu dipegang oleh lakilaki, dimana laki-laki selalu dianggap berwibawa dan selalu mendapatkan posisi yang lebih tinggi jabatannya dibandingkan perempuan. Sebagai contoh ketua dan manajer KUD Kebakkramat juga dipegang oleh laki-laki, dimana pada saat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
77
pemilihan ketua anggota selalu mencalonkan laki-laki sebagai ketua dan keputusan yang diambil adalah berdasarkan suara dari anggota laki-laki sedangkan perempuan hanya nurut dengan keputusan laki-laki. Sedangkan posisi perempuan pada saat pemilihan berlangsung hanya berkisar sekitar administratif saja seperti bendahara yang selalu berurusan dengan keuangan. Meskipun begitu, bukan berarti pegawai perempuan tidak boleh menduduki posisi ketua atau manajer. Seperti yang telah di sampaikan oleh Ibu Sm ; ”Ket mbiyen teko sakiki mbak aku durung pernah ngalami di pimpin piyayi putri, mbiyen pas RAT taun piro yo...wah aku lali pokoke sak durunge aku nglairke anak ke loro aku di pilih anggota KUD dadi ketua tapi piye neh yo mbak aku perkewuh karo pak Tg, terus aku nunjuk pak Tg wae akhire disetuji anggota. Soale anu mbak aku wedi di sepelekne soale mung lulusan SMA karo ra duwe pengalaman akeh kenalan wong kantoran we mung sak mit tok, bedo yen pak Tg pengalaman akeh kenalan wong kantoran sak dabrek. Lagian aku ngurusi anak we mumet opo meneh ngurusi gawean sing maneko warno.“ (Dari dulu sampai sekarang mbak saya belum pernah mengalami di pimpin orang perempuan, dulu waktu RAT tahun berapa ya... wah saya lupa yang pasti sebelum saya melahirkan anak kedua saya di pilih anggota KUD jadi ketua tapi bagaimana lagi ya mbak saya tidak enak sama pak Tg, terus saya tunjuk pak Tg saja akhirnya disetujui anggota. Karena gini mbak saya takut diremehkan karena hanya lulusan SMA dan tidak punya pengalaman banyak kenalan orang kantor hanya sedikit, beda dengan pak Tg pengalamannya banyak kenalan orang kantor juga banyak. Lagian saya mengurus anak saja dah pusing apalagi mengurusi pekerjaan yang bermacam-macam). (W/Sm/28/04/2010) Hal ini dibenarkan oleh pernyataan Ibu Ny, yang mengatakan bahwa perempuan juga mempunyai kesempatan untuk menduduki posisi pemimpin, bila sanggup dan dapat di pilih oleh anggotanya. Namun disini Ibu Ny tidak ingin menjadi
pengurus
KUD
meskipun
di
pilih
anggota.
Berikut
petikan
wawancaranya; “Disini itu perempuan diberi kesempatan mbak, tapi saya pilih jadi pegawai bisanya saja mbak...walaupun gaji sedikit dan mengurus dua bidang ya gak apa-apa yang penting bisa tetap bekerja di KUD, kalau jadi pengurus itu kan hanya 3 tahun ya kalo dipilih anggotanya lagi, kalo tidak kan saya bisa nganggur. Saya juga gak sanggup mbak... menghadapi masyarakat banyak takut kalo diremehkan gak bisa mimpin“. (W/Ny/07/05/2010)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
78
Pendapat ini juga senada dengan Ibu Mm yang mengatakan tidak ingin menjadi pemimpin meskipun KUD memberikan kesempatan. “Wahhh... saya itu ndak mau mbak jadi pemimpin atau ketua apalagi pengurus, meskipun saya di tunjuk jadi ketua pun saya ndak mau. Ketua dan pengurus itu kan dilipih dan diberhentikan oleh anggota dengan masa jabatan 3 tahun, ya kalo nanti di pilih lagi oleh anggotanya kalau tidak kan berarti ngangur dong ndak punya pekerjaan lagi. Mending saya jadi pegawai biasa saja mbak gajinya pas-pasan ndak masalah yang penting bisa terus bekerja“. (W/Mm/19/06/2010) Pendapat ini berbeda dengan Ibu Ls, jika terpilih menjadi ketua atau pengurus beliau siap meskipun ada tantangannya. Demikian penuturannya; “Yen kulo di pilih dados pimpinan nopo pengurus nggih purun-purun mawon mbak ngge nambah pengalaman kulo. Yen mboten di pilih anggotane melih nggih pun, niku tantangan kok, nggih kudu siap yen nganggur“. (Kalau saya di pilih jadi pimpinan atau pengurus ya mau-mau saja mbak untuk menambah pengalaman saya. Kalau tidak di pilih lagi oleh anggotanya ya sudah, itu tantangan kok, ya harus siap nganggur). (W/Ls/05/05/2010) Pernyataan
dari
beberapa
informan
perempuan,
diperkuat
oleh
pengakuan dari Bapak Lm sebagai berikut; “KUD membuka kesempatan bagi perempuan untuk menduduki pemimpin baik ketua atau manajer mbak, asal memenuhi syarat-syarat yang sudah ditetapkan contohnya menjadi pemimpin itu harus mempunyai pengalaman minimal tahu tentang bidang wirausaha, jujur, dapat menunjukkan dedikasi kerja yang baik dan yang paling utama adalah dipilih oleh anggota. Kalau tidak dipilih anggota ya ndak bisa jadi pemimpin mbak, disini pegawai tidak boleh mencalonkan, kandidat itu yang memilih anggota“. (W/Lm/30/03/2010) Begitu juga dengan pengakuan Bapak Rd tentang kesempatan untuk menduduki pemimpin; “Disini (KUD), kesempatan untuk laki-laki dan perempuan ada mbak, asalkan dicalonkan dan dipilih oleh anggotanya dan mampu bekerja“.(W/Rd/24/06/10) Selain KUD memberikan kesempatan kepada pegawai untuk menjadi pemimpin, KUD juga memberikan kesempatan kepada pegawai laki-laki dan perempuan untuk mengikuti pelatihan yang di adakan Dinas Koperasi Karangnyar guna menambah keterampilan yang dimiliki pegawai. Namun yang sering
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
79
mengikuti pelatihan adalah pegawai laki-laki, ada alasan yang membuat pegawai perempuan enggan untuk mengikuti pelatihan seperti yang diungkapkan Ibu Mm; “Kalo pekerjaan saya ada yang ngganti oke-oke aja mbak, tapi yen gak ada itu lho nanti yang susah saya sendiri, lagian ibu-ibu disini sudah repot. Kalo mau bantu pekerjaan saya paling cuma sesaat kalo lama ya gak mau karna pekerjaan mereka juga banyak. Mau dititipkan bapak-bapak takut kalo gak selesai. 6 bulan itu lama lho mbak...? Belum lagi urusan rumah...“ (W/Mm/19/06/2010) Pendapat yang sama juga disampaikan Ibu Ny; “Laki-laki dan perempuan boleh ikut pelatihan mbak, sebenarnya saya ya pengen ikut, pengen merasakan pelatihan itu seperti apa tapi bagaimana lagi mbak, kondisinya gak memungkinan untuk ikut, karna repot dengan pekerjaan disini (KUD) belum lagi saya punya anak kecil ditinggal 3-6 bulan nanti ikut siapa...?“ (W/Ny/08/05/2010) Pengakuan dari Ibu Mm dan Ibu Ny dibenarkan oleh Bapak Lm berikut ini; ”Kebanyakan yang ikut pelatihan itu laki-laki mbak, karna apa...? laki-laki dirumah gak ngapa-ngapain, dikantor pekerjaannya bisa di handle teman kerjanya yang juga laki-laki, sedangkan ibu, mereka itu sibuk ngurusi keluarganya, ditinggal 6 bulan nanti rumahnya gak ada yang nyapu, gak ada yang masak, terus anak’e sama siapa? Dan mereka nggak mau kalau pekerjaannya menumpuk setelah pulang dari pelatihan. Sebenarnya ya maumau aja semuanya dibiayai Dinas Koperasi kok, kitanya tinggal berangkat, naik bis AC, tidur di hotel pulang dapat uang saku. Enak kan???”. (W/Lm/30/03/2010) Hal yang senada juga disampaikan Bapak Rd mengenai perihal perempuan enggan mengikuti pelatihan; “Ibu-ibu kalau ditanya soal pelatihan selalu angkat tangan mbak, maksudnya gak sanggup mengikuti pelatihan lantaran mengurusi rumah tangga. Apalagi mereka juga punya balita, seperti Ibu Ny, ia janda anak dua kalo ditinggal yang ngurusi gak ada. Kalau nekat berangkat yang ngurusi juga ada, mbahnya juga ada, namanya ibu ya gak tega ninggal anak, yen bapak ngono mangkat-kari mangkat mbak cari pengalaman kerja, gak mungkin ninggali sarapan dulu itu urusane ibu”. (W/Rd/24/06/2010) Dari hasil wawancara, disimpulkan bahwa KUD memberikan hak yang sama antara laki-laki dan perempuan, namun dalam pemenuhan hak tersebut tidak berjalan seimbang. Hak pegawai perempuan tidak terpenuhi dengan baik, dapat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
80
terlihat pertama, ketika pegawai perempuan tutup buku peran pegawai perempuan pada saat tutup buku adalah membuat laporan keuangan, sedangkan laki-laki menemani dan membelikan makan siang saat pegawai perempuan lembur namun ada satu pegawai laki-laki yang membantu pegawai perempuan dalam mengolah data ke komputer yaitu Mas Hr yang saat ini masih melanjutkan kuliah. Kedua, karena pegawai perempuan mempunyai beban kerja ganda maka dalam pemenuhan hak cuti (menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui) dan hak untuk mengikuti pelatihan tidak terpenuhi dengan baik. Pegawai perempuan enggan mengikuti pelatihan dan meninggalkan pekerjaan karena pegawai perempuan akan merasakan kerepotan sendiri dalam pekerjaan yang tinggalkan, sehingga dalam pemenuhan hak cuti (menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui) juga tidak terpenuhi dengan baik karena ketika pegawai perempuan tidak masuk kerja, pekerjaan yang ditinggalkan tidak ada yang mengganti.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
81
Kesimpulan Hasil Temuan Kesimpulan dari hasil temuan penelitian tentang pembagian peran dan tugas antara pegawai laki-laki dan perempuan di KUD Kebakkramat adalah sebagai berikut: Pertama, adanya anggapan bahwa perempuan lemah, teliti, sabar dan emosional membuat pembagian kerja yang menempatkan posisi perempuan pada bidang administratif adalah sesuatu yang wajar, yaitu bidang perkreditan yang dialami oleh Ibu Mm, bidang kasir Ibu Ny, bendahara Ibu Sm, pertokoan Ibu St dan bidang listrik, yang menangani pembayaran tagihan listrik adalah Ibu Ls. Berbeda dengan posisi yang dimiliki pegawai laki-laki yaitu sebagai ketua dan manajer sekaligus sebagai pengambil keputusan pada saat rapat, terlihat bahwa peran perempuan hanya sebagai teknis saja. Kedua, pegawai perempuan mempunyai beban kerja ganda, selain bekerja pada dunia domestik pegawai perempuan juga bekerja pada dunia publik. Pada dunia publik pegawai perempuan mempunyai tanggung jawab yang besar tehadap pekerjaannya, karena selain mereka sering mendapat jam lembur , bekerja pada bidang masing-masing, juga merangkap pada bidang lainnya seperti Ibu Sm seorang bendahara KUD merangkap pada unit USP, Ibu Ny bekerja di bidang kasir KUD juga merangkap pada unit USP, dan Ibu St pengelola Waserda merangkap menjadi tenaga angkat junjung. Di dunia domestik peran yang dimiliki sebagai istri sekaligus ibu rumah tangga. Ketiga, karena pegawai perempuan mendapatkan beban kerja ganda maka pemenuhan hak pegawai perempuan tidak terpenuhi dengan baik, terlihat pada saat pegawai perempuan tidak masuk karena cuti (hamil, melahirkan, menyusui), sakit dan mengikuti pelatihan, pekerjaan yang ditinggalkan tidak ada yang mengganti. Di samping itu, perolehan tambahan gaji yang di dapat setiap pegawai saat tutup buku sama, padahal pekerjaan perempuan lebih berat yaitu membuat laporan keuangan yang membutuhkan tenaga dan pikiran, sedangkan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
82
pegawai laki-laki hanya menemani dan membelikan makan siang untuk pegawai perempuan, namun ada satu pegawai laki-laki yang bersedia membantu pegawai perempuan pada saat tutup buku yaitu Mas Hr. Meskipun di KUD pegawai perempuan tidak mendapatkan haknya secara penuh, terkait dengan hak cuti, hak mengikuti pelatihan dan uang lembur yang sepantasnya diterima, namun pegawai perempuan tetap berusaha bekerja demi membantu mencari nafkah tambahan untuk keluarganya, meskipun peran yang dijalankan tidak seimbang dengan penghasilan yang diperoleh.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
83
B. Temuan Studi yang Dihubungkan dengan Kajian Teori
Pada sub bab sebelumnya telah dijelaskan penyajian data dan temuan penelitian di lapangan. Untuk memperoleh makna yang mendasari temuan-temuan penelitian berkaitan dengan teori-teori yang relevan dan dapat pula terjadi penemuan teori baru dari penelitian kemudian dinyatakan dalam bentuk kesimpulan. Temuan data-data yang dihasilkan dari penelitian kemudian dianalisis berdasarkan teori-teori atau pendapat yang ada atau sedang berkembang. Untuk lebih jelasnya berikut ini dilakukan pembahasan secara rinci. 1. Pembagian Peran dan Tugas Berdasarkan Ideologi Gender
Peran sering diartikan sebagai serangkaian perilaku yang diharapkan dan dituntut oleh masyarakat terhadap individu ataupun organisasi yang memegang kedudukan tertentu dalam masyarakat. Setiap orang akan memainkan peran yang berbeda-beda, dimana di dalam setiap peran tersebut diharapkan orang akan melakukan perbuatan dengan cara-cara tertentu. Hal ini sama dengan peran yang dimainkan oleh pegawai perempuan di KUD, mereka mempunyai peran di bagian administratif karena dianggap mempunyai kesabaran dan ketelitian yang berhubungan dengan uang. Berbeda dengan laki-laki yang selalu berada pada posisi paling depan, yaitu menjadi seorang pemimpin dan pengambil keputusan. Hal ini sama dengan pendapat Mansour Fakih yang melihat perempuan sebagai sosok yang lemah lembut: Konsep gender menurut Mansour Fakih adalah sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial dan kultural. Misalnya perempuan dikenal lemah lembut, emosional dan keibuan, sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, dan jantan. Ciri dari sifat itu bisa dipertukarkan atau gender semua hal yang dipertukarkan antara sifat laki-laki dan perempuan yang berubah dari waktu ke waktu, dari tempat yang satu ke tempat yang lainnya, maupun berbeda antara kelas satu dengan kelas lainnya (1996: 8).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
84
Seperti pengakuan dari manajer dan ketua KUD yang menganggap perempuan itu lemah lembut, sabar dan teliti. Hal ini tampak pada jabatan yang diberikan kepada perempuan sebagai administratif membutuhkan ketelitian dalam menghitung angka dan kesabaran dalam memasukkan angka pada jurnal buku. Ideologi gender telah menempatkan perempuan pada bidang pekerjaan yang dianggap oleh masyarakat sesuai dan cocok dilakukan oleh perempuan yaitu bidang administratif dan segala urusan yang membutuhkan kesabaran, dan ketelitian. Masyarakat sudah terlanjur menganggap bahwa perempuan selayaknya bekerja membutuhkan ketelitian, kerapian dan kesabaran. Inilah yang dicitrakan bagi perempuan oleh masyarakat luas sebagai hal yang wajar dan lumrah dilakukan oleh perempuan. Banyak masyarakat yang menganggap bahwa perempuan lebih pantas di bidang administrasi, posisi yang diberikan oleh perempuan seolah-olah karena memiliki jenis kelamin perempuan. Seperti di KUD, perempuan lebih pantas bekerja di bidang administrasi, karena mempunyai sifat yang lemah lembut, sabar, teliti, dan rapi saat membuat laporan keuangan atau pada saat menghadapi nasabah. Adanya perbedaan jenis pekerjaan yang sepantasnya untuk laki-laki dan perempuan adalah akibat ideologi gender yang berkembang dalam masyarakat. Dengan demikian laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan di dalam bidang kerja yang mereka lakukan. Mereka mempunyai paham budaya yang dilestarikan secara terus-menerus untuk dapat dilakukan karena sudah semestinya dan sewajarnya seperti yang diharapkan oleh masyarakat kebanyakan. Sehingga di dalam pekerjaannya, baik laki-laki maupun perempuan memiliki spesifikasi pekerjaan berbeda yang di dasarkan atas paham budaya yang di anut oleh masyarakat. Sebenarnya tidak hanya perempuan saja yang bisa bekerja di bidang administrasi, laki-laki pun juga bisa dan pantas bekerja di bagian administrasi. Dari sinilah tampak bahwa di KUD Kebakkramat terjadi subordinasi antara pegawai laki-laki dan perempuan. Subordinasi merupakan anggapan bahwa perempuan tidak penting dalam pengambilan keputusan. Anggapan sementara,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
85
bahwa perempuan emosional atau irasional, sehingga perempuan tidak bisa memimpin, akibatnya perempuan sering ditempatkan pada posisi yang tidak penting seperti posisi administratif. Di KUD Kebakkramat, tidak ada jabatan inti yang dipegang oleh perempuan, maka kontrol perempuan dalam pengambilan keputusan sangat rendah. Di KUD juga ada pegawai laki-laki yang bisa mengemban tugas di bidang administrasi, Mas Hr contohnya meskipun ia seorang laki-laki namun juga bisa membuat laporan keuangan pada akhir bulan saat tutup buku dan mengolah data kedalam komputer. Laki-laki juga bisa teliti dan sabar dalam memasukkan angka dalam jurnal buku dan menghitung jumlah uang yang masuk dan keluar dari kas. Perbedaan jenis kelamin melahirkan perbedaan gender. Konstruksi sosial mengenai adanya gender menyebabkan ketidaksetaraan gender. Salah satu faktor yang membuat ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan di KUD adalah adanya anggapan bahwa perempuan tidak bisa bekerja yang membutuhkan resiko yang tinggi. Anggapan tersebut sering merugikan dan menyebabkan ketidakadilan antara laki-laki dan perempuan. Anggapan yang terkait dengan perbedaan jenis kelamin tertentu, dalam hal ini perempuan, akan menimbulkan kesan negatif yang merupakan keharusan yang disandang oleh perempuan. Misalnya, perempuan lebih cocok pada pekerjaan domestik atau pada bagian administrasi, dikarenakan adanya konstruksi sosial perempuan sehingga mereka adalah makhluk halus dan emosional. Dengan posisi perempuan lebih rendah dari laki-laki, maka peran perempuan pada saat rapat hanya sebagai teknis yaitu sebagai sie konsumsi, menunggu buku tamu dan sebagai moderator. Berbeda dengan peran yang dipegang laki-laki saat rapat adalah ketua dan manajer sekaligus sebagai pengambil keputusan pada saat rapat. Banyaknya perempuan yang bekerja di bagian administrasi adalah karena anggapan bahwa perempuan lebih cenderung rapi dan teratur saat membuat laporan-laporan yang berkaitan dengan administrasi dibandingkan laki-laki. Dengan adanya anggapan semacam ini, perempuan seakan-akan menjadi pihak yang lemah dan tidak berdaya. Proses yang demikian secara berangsur-angsur
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
86
membentuk citra diri di setiap perempuan yang dipandang sebagai kodrat perempuan yang tidak bisa diubah sedikitpun. Jadi peran yang dimainkan oleh pegawai perempuan ditentukan oleh pegawai laki-laki yang berperan sebagai pengambil keputusan seperti ketua dan manajer. Adanya ideologi gender yang berkembang di KUD, maka penempatan posisi perempuan di bidang administratif dianggap wajar dan lumrah.
2. Dunia Publik dan Domestik Perempuan Bekerja
Seseorang tidak hanya memainkan suatu peran dengan cara khas tertentu, namun orang itu sendiri juga mengharapkan orang lain untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap dirinya. Dari hasil penelitian di lapangan, pegawai perempuan tidak hanya diharapkan bekerja pada bagiannya sendiri tetapi di tuntut merangkap di bidang lain untuk memperlancar program yang sudah dilaksanakan oleh KUD. Dalam kaitannya dengan peran yang harus dilakukan, tidak semuanya mampu untuk menjalankan peran yang melekat dalam dirinya. Oleh karena itu sering terjadi kekurangberhasilan dalam menjalankan perannya. Seperti yang dijelaskan oleh Hana (2009: 2) dalam ilmu sosial ketidakberhasilan ini terwujud dalam role conflict dan role strain. Pertama adalah role conflict setiap orang memainkan sejumlah peran yang berbeda, kadang-kadang peran-peran tersebut membawa harapan-harapan yang bertentangan. Konflik peran sering terjadi pada orang yang memegang sejumlah peran yang berbeda macamnya, kalau peranperan itu mempunyai pola kelakuan yang saling berlawanan meski subjek atau sasaran yang dituju sama. Seorang pegawai memegang sejumlah peran yang berbeda-beda akan dapat menimbulkan konflik seperti yang dialami pegawai perempuan di KUD mereka memegang dua peran di bidang kerjanya dan bekerja sama dengan orang yang berbeda karakternya. Contohnya Ibu Sm merangkap dibagian USP dan dirumah juga mempunyai peran seperti menjadi ketua RT. Kedua, role Strain adalah adanya harapan-harapan yang bertentangan dalam suatu peran yang sama. Satu hal yang menyebabkan terjadinya role strain adalah karena peran apapun sering menuntut adanya interaksi dengan berbagai status lain yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
87
berbeda. Seperti yang ditemukan peneliti, bahwa pegawai perempuan juga mengalami role strain kebanyakan pegawai perempuan di tuntut dengan berbagai peran melebihi peran yang mereka sandang. Sebagai contoh seorang pengelola Waserda, seharusnya hanya bekerja untuk melayani masyarakat yang hendak membeli perlengakapan pertanian, peralatan sekolah namun harus memainkan peran sebagai tenaga angkat junjung yang sama sekali bukan peran yang ia harapkan dari pekerjaan tersebut. Dari berbagai bidang yang ada di KUD, semua pegawai perempuan merangkap pada bidang lain dan menjadi tanggung jawabnya. Pekerjaan yang diperuntukkan perempuan tidak lepas dari urusan administratif yang mengatakan seorang perempuan itu lembut, sabar dan yang membuat pegawai perempuan semakin terpojokkan di kalangan kaum laki-laki. Dominasi laki-laki dalam masyarakat bukan hanya karena jantan, lebih dari itu karena mereka mempunyai banyak akses kepada kekuasaan memperoleh status. Seperti halnya kedudukan di KUD, ketua dan manjer KUD di pegang oleh laki-laki, karena anggota KUD lebih mempercayakan bahwa pemimpin di depan harus laki-laki dan perempuan berada di bawahnya laki-laki. Menurut teori fungsional dalam masyarakat pemburu dan meramu kaum laki-laki memperoleh pengakuan dan prestise. Semakin besar jumlah hasil buruan semakin besar pula kekuasaan yang diperoleh seorang lakilaki. Sebaliknya semakin kecil hasil buruan yang diperoleh semakin kecil pula peran kontrol seorang laki-laki kepada perempuan. Di samping itu, perempuan lebih pantas di pandang sebagai peramu karena perempuan harus melahirkan dan mengurus rumah tangga. Ini adalah fungsi yang diberikan alam kepada kaum perempuan dan fungsi ini tidak dapat berubah (Marwell dalam Arief Budiman, 1992: 28). Dengan kata lain, pekerjaan yang diperuntukkan laki-laki umumnya dianggap sesuai dengan kapasitas biologis, psikologis dan sosial sebagai laki-laki, secara umum digambarkan sebagai orang yang memiliki otot lebih kuat, tingkat resiko dan bahayanya lebih tinggi karena bekerja diluar rumah, dan tingkat keterampilan dan kerja samanya di dalam kelompok masyarakat lebih tinggi. Sementara itu, pekerjaan yang diperuntukkan kepada perempuan ialah umumnya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
88
yang dianggap sesuai dengan kapasitas biologis sebagai perempuan, secara umum dikonsepsikan sebagai orang yang lemah dengan tingkat resiko lebih rendah, cenderung bersifat mengulang, tidak memerlukan konsentrasi yang intensif dan lebih mudah terputus-putus. Karena itu tingkat keterampilan perempuan dianggap rata-rata lebih rendah di banding laki-laki. (Nasarudin Umar, 1999: 77). Dalam hal ini, KUD Kebakkramat bisa digambarkan antara orang yang menjabat sebagai pemimpin dengan orang yang menjabat sebagai staf administrasi sebagai pemburu dan peramu. Dimana seorang pemburu adalah pemimpin dipegang oleh laki-laki dan seorang peramu adalah staf administrasi dipegang oleh perempuan. Semakin tinggi jabatan yang dipegang laki-laki, semakin tinggi pula kekuasaan yang diperoleh laki-laki. Sebaliknya semakin kecil jabatan yang dipegang laki-laki semakin kecil pula peran kontrol seorang laki-laki kepada perempuan. Ketidaksetaraan yang di alami pegawai perempuan disini dikarenakan adanya hegemoni patriarki, yaitu yang berkuasa pada suatu hal adalah laki-laki. Patriarki adalah konsep bahwa laki-laki memegang kekuasaan atas peran penting di dalam masyarakat, pendidikan, industri pemerintahan maupun di dalam bidangbidang lainnya seperti di KUD peran yang mendominasi sebagai ketua dan manjer adalah laki-laki. Perempuan yang bekerja di KUD mempunyai beban kerja berat yang harus ditanggung di kantor, selain merangkap jabatan pegawai perempuan memegang peran penting pada saat lembur dikarenakan tidak ada pegawai lakilaki yang membantu. Jadi menutup kemungkinan seorang pegawai laki-laki akan mendominasi dan menguasai perempuan. Keadaan semacam ini dianggap wajar, karena untuk membentuk suatu keteraturan sosial tidak diharapkan adanya konflik antara laki-laki dan perempuan. Di wilayah kerja administrasi, tidak ada pembagian tugas yang secara khusus untuk pegawai perempuan dan laki-laki, jadi keduanya memiliki tugas yang hampir sama sehingga mengakibatkan pegawai laki-laki seolah-olah membebankan semua pekerjaan pada pegawai perempuan. Selain perempuan mempunyai pekerjan di dunia publik, perempuan juga mempunyai pekerjaan domestik sebaagi ibu rumah tangga. Memang benar, perempuan tidak akan pernah lepas dari tanggung jawabnya sebagai ibu rumah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
89
tangga yang harus mengurus suami dan anak. Faktor itulah yang menghambat perempuan tidak bisa mengembangkan karirnya diluar rumah. Menurut Talcot Parsons, dengan pengaturan yang jelas bahwa perempuan harus bekerja di dalam rumah tangga, maka ditiadakan kemungkinan terjadinya persaingan antara suami dan isteri. Dengan pembagian kerja secara seksual ini, jelas bahwa sang suami mengembangkan karirnya diluar rumah, sang istri di dalam rumah. Istri boleh bekerja diluar rumah, tapi hendaknya itu bukan merupakan karirnya. Kalau tidak, persaingan antara suami dan istri akan terjadi dan ini akan merusak keserasian kehidupan perkawinan. Pembagian secara seksual memperjelas fungsi suami dan istri dalam keluarga inti, dan ini memberikan rasa tenang bagi keduanya (Arief Budiman, 1981: 18). Dalam sebuah keluarga, laki-laki menempati peran sebagai kepala rumah tangga, pencari nafkah utama dan berkuasa atas perempuan (istri) serta wilayah publik. Sedangkan perempuan menempati peran sebagai yang bertanggung jawab atas wilayah domestik yaitu segala urusan rumah tangga mulai dari mencuci, memasak, memelihara anak dan mengurus rumah. Laki-laki selalu dikaitkan dengan hal budaya sedangkan perempuan diakitkan dengan hal-hal yang bersifat alam. Kondisi masyarakat dimana terjadi pembagian peran antara laki-laki dan perempuan yaitu bahwa laki-laki berperan pada dunia publik sedangkan perempuan dalam dunia privat, yang kemudian memunculkan dominasi dan eksploitasi dari laki-laki kepada perempuan membuat jarak semakin lebar antara laki-laki dan perempuan tersebut. Peran suami sekaligus ayah mengambil peran instrumental, membantu memelihara sendi-sendi masyarakat dan keutuhan fisik keluarga dengan jalan menyediakan bahan makanan, tempat perlindungan dan menjadi penghubung keluarga dengan dunia luar. Sementara peran istri sekaligus sebagai ibu mengambil peran ekspresif, membantu mengentalkan hubungan, memberikan dukungan emosional dan pembinaan kualitas penopang kebutuhan keluarga dan menjamin kelancaran urusan rumah tangga. Jadi secara tidak langsung seorang perempuan lebih pantas bekerja di rumah, kalaupun harus bekerja di luar rumah sebisa mungkin tidak melupakan kewajibannya sebagai seorang ibu dan seorang istri. Karena jika seorang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
90
perempuan mementingkan karirnya dari pada keluarga, maka persaingan suami istri dalam bekerja akan muncul. Untuk itu perempuan boleh saja bekerja, tetapi tidak menjadikan pekerjaan itu lebih utama agar tidak terjadi konflik dalam keluarga.
3. Pembagian Kerja Untuk Mewujudkan Keteraturan Sosial Konsep kesetaraan gender memang merupakan konsep yang sangat rumit dan mengundang kontroversi. Ada yang mengatakan bahwa kesetaraan yang dimaksud adalah kesamaan hak dan kewajiban yang masih belum jelas. Kesetaraan gender dapat juga berarti adanya kesamaan kondisi bagi laki-laki maupun perempuan di dalam memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia berperan dan berpartisipasif dalam kegiatan pembangunan serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan (Riant Nugroho, 2008: 60). Koperasi Unit Desa adalah tempat para pegawai perempuan mencari tambahan nafkah untuk membantu suami dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dan dalam bekerja ingin memperoleh hak dan kewajiban yang sama dengan lakilaki, karena telah melaksanakan tugas dan kewajiban dengan baik. Namun pada kenyataan di lapangan, pemenuhan hak-hak kepada pegawai perempuan tidak terpenuhi dengan baik. Pertama, dapat dilihat ketika pegawai perempuan mengalami jam lembur,
hak
yang
diperoleh
tidak
seimbang
dengan
pekerjaan
yang
ditanggungnya. Rata-rata pegawai di KUD Kebakkramat semua mengalami jam lembur, namun pada kenyataan yang sering melakukan tugas lembur adalah pegawai perempuan. Hal ini dikarenakan sudah menjadi tanggung jawab dalam bekerja di KUD. Para pegawai biasanya pulang jam 14.00 namun karena tutup buku harus pulang jam 15.00 bahkan ada yang pulang jam 16.00 seperti yang di alami Ibu Mm pada saat tutup buku. Pegawai perempuan kadang juga mengalami masalah ketika tutup buku, yaitu jumlah angka yang tertera di buku tidak sesuai
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
91
dengan uang yang mereka pegang. Hal ini dikarenakan pegawai perempuan kurang konsentrasi dibebani pekerjaan yang banyak seperti rangkap jabatan. Dari hasil wawancara, pegawai perempuan pada saat tutup buku tidak hanya membuat laporan keuangan pada bidangnya masing-masing namun juga membuat laporan keuangan dari bidang yang lain yang mereka rangkap. Seperti Ibu Ny, beliau diakhir bulan membuat dua laporan keuangan satu bagian kasir, satu bagian USP. Begitu pula yang dialami oleh Ibu Sm, selain harus membuat laporan keluar masuk uang di kas bendahara juga membuat laporan keuangan pada unit USP. Berbeda dengan pegawai laki-laki, tugas mereka pada saat tutup buku tidak seberat yang dikerjakan pegawai perempuan. Mereka hanya membelikan makan siang dan menemani pada saat pegawai perempuan sedang mengerjakan tutup buku. Di KUD, hak yang diperoleh pegawai perempuan tidak seimbang dengan pekerjaan yang ditanggungnya. Pada saat lembur mereka tidak mendapatkan uang lembur, namun uang bensin RP.10.000-Rp.20.000, kalau tidak mendapat uang bensin mereka hanya mendapat makan siang saja. Upah yang mereka terima ini tidak sesuai dengan beban kerja mereka, berbeda dengan laki-laki mereka mempunyai tugas menemani dan membelikan makan juga mendapatkan hak yang sama dengan pegawai perempuan yang sedang mengerjakan tutup buku. Namun ada juga pegawai laki-laki yang membantu pegawai perempuan pada saat tutup buku, Mas Hr contohnya. Ia rela pulang sore karena membantu pegawai perempuan untuk mengolah data ke komputer, hal ini dilakukan Mas Hr karena mengetahui beban kerja yang ditanggung pegawai perempuan belum lagi mereka mempunyai anak balita seperti Ibu Ls dan Ibu Ny. Pembagian
kerja
yang belum
optimal menyebabkan timbulnya
ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam dunia kerja, mereka yang merasa tidak di tunjuk untuk membantu pegawai perempuan pada saat tutup buku hanya duduk diam sambil menikmati makan siang yang disajikan. Demikian yang di alami Ibu Sm, Ibu Mm, Ibu St, Ibu Ny dan Ibu Ls, yang setiap akhir bulan melakukan tutup buku membuat laporan keuangan bersama. Namun dari penelitian di lapangan bahwa pada saat lembur tutup buku, peran laki-laki hanya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
92
10%, karena yang membantu pegawai perempuan hanya 1 orang yaitu Mas Hr seorang pegawai muda yang masih melanjutkan studi ke jenjang S1. Ia dipilih untuk membantu di bidang administratif karena kepandaiannya dalam mengolah data di komputer meskipun sebenarnya juga kurang teliti dalam memasukkan angka. Dengan adanya jam lembur saat tutup buku, pekerjaan pada bulan tersebut bisa terselesaikan tepat waktu demi kelancaran program yang akan dilaksanakan pada bulan berikutnya, serta menghasilakan pekerjaan yang bisa di pertanggung jawabkan kepada anggota. Kedua, karena perempuan dibebankan oleh pekerjaan yang merangkap jabatan dan sering melakukan lembur, maka pemenuhan hak yang berkaitan dengan reproduksi perempuan (menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui) tidak terpenuhi dengan baik. Berdasarkan pengakuan dari Ibu Mm dan Ibu Ny bahwa di KUD tidak ada hak cuti bagi Ibu hamil dan melahirkan, alasan yang memperkuat kenapa tidak ada cuti adalah tidak ada yang mengganti pekerjaan yang ditinggalkan oleh ibu yang melahirkan tersebut, karena pekerjaan itu sudah menjadi bagian dan tanggung jawab sebagai pengelola perkreditan dan kasir seperti yang di pegang Ibu Mm dan Ibu Ny. Jika berlama-lama di rumah, pegawai perempuan akan mengalami kerepotan sendiri dan ditambah tidak ada pegawai laki-laki yang membantunya. Hal ini juga dibenarkan oleh manajer KUD dan ketua KUD, bahwa cuti bagi ibu hamil, melahirkan dan menyusui sebenarnya memang tidak ada, karena dari pihak KUD sendiri belum mengaturnya. Selayaknya sebagai manusia, KUD memberikan kesempatan untuk istirahat bagi ibu yang hamil, melahirkan dan menyusi tapi tidak lama. Rata-rata yang sudah dialami oleh pegawai perempuan adalah 1 minggu mereka harus sudah masuk, kecuali kalau memang kondisinya belum sehat diberi kesempatan istirahat maksimal 1 bulan. Alasan yang membuat pegawai perempuan tidak mendapatkan cuti hamil dan melahirkan tersebut telah membuat pegawai perempuan mempunyai beban kerja yang berat, disamping ia harus mengurus rumah tangga juga harus mengurus pekerjaan yang ia tinggalkan. Disamping itu di KUD tidak ada distribusi pekerjaan, hal ini dikarenakan terbatasnya pegawai yang bekerja di KUD dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
93
pegawai lain sudah memegang bidangnya sendiri dan merangkap juga di bidang lain. Meskipun ada yang menggantikan bidang yang ditinggalkan, pegawai perempuan juga yang bekerja di bidang yang serupa dengan yang ditinggalkan. Contohnya, Ibu Mm tidak masuk karena melahirkan pada saat Ibu Mm dirumah yang menggantikan pekerjaannya adalah Ibu Ny atau Ibu Sm yang sama-sama mengelola bidang perkreditan karena sudah tahu cara pembukuannya. Namun itu hanya sementara saja, karena mereka tidak sanggup bila harus bekerja beberapa bidang, karena kemampuannya pun juga terbatas. Pekerjaan seperti tidak akan pernah dikerjakan oleh pegawai laki-laki karena mereka tidak mempunyai keterampilan di bidang tersebut dan dari pihak KUD sendiri telah menyatakan bahwa itu sudah tanggung jawab pihak yang bersangkutan dan tidak bisa di pindah tangankan bila ada nasabah yang mengangsur hutang maupun mencari pinjaman. Berbeda dengan pegawai laki-laki, beban kerja yang di tanggungnya lebih ringan dibandingkan beban kerja yang di tanggung pegawai perempuan. Apabila ada pegawai laki-laki yang tidak masuk satu atau dua hari, pekerjaan yang ditinggalkan digantikan oleh pegawai laki-laki lainnya namun tidak sampai satu minggu atau lebih. Kalau dikaitkan dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan sebenarnya KUD sudah melanggar Undang-undang tersebut, karena di dalam Undang-undang ketenagakerjaan salah satunya disebutkan bahwa perempuan mempunyai kesempatan cuti yang berkaitan dengan reproduksi perempuan diantaranya (cuti hamil, cuti melahirkan dan cuti keguguran). Namun pada kenyataannya di KUD tidak memberikan cuti itu kepada pegawainya, dikarenakan tidak ada distribusi pekerjaan antara pegawai. Pegawai perempuan dicitrakan sebagai pegawai ideal yang terampil, rajin, teliti dan pastinya patuh pada pimpinannya. Di samping itu, pegawai perempuan dianggap bahagia dengan kesempatan kerja yang diperolehnya, sehingga mereka menjadi pegawai yang paling mudah di atur. Citra semacam itu sudah menjadi mitos dan dimanfaatkan dengan baik oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan untuk pengembangan usahanya, seperti KUD yang memanfaatkan tenaga perempuan dalam bidang usahanya tanpa memperdulikan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
94
hak-hak pegawainya. Keadaan yang terjadi di KUD Kebakkramat tidak sesuai dengan tujuan Koperasi pada umumnya yaitu ”memajukan kesejahteraan anggotanya pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945”. Kenyataan yang ada para pegawai perempuan tidak sejahtera karena beban kerja yang mereka tanggung begitu berat, selain di dunia publik juga harus mengemban di dunia domestik juga. Keterbatasan pegawai perempuan juga menjadi salah satu penyebab kesenjangan di KUD. Apalagi belum ada perempuan yang menduduki posisi sebagai kepala subsie, menjadikan aktualisasi perempuan belum terlihat secara nyata. Sebagai contoh, pegawai perempuan enggan mengikuti pelatihan yang diadakan Dinas Koperasi karena mereka mempunyai beban kerja ganda yang harus ditanggung dan tidak bisa ditinggalkan, karena tidak ada yang menggantikan posisinya sebagai administrasi. Itulah alasan pertama yang membuat pegawai perempuan kurang berpartisipasi dan enggan mengikuti program dari Koperasi. Alasan yang kedua karena pegawai perempuan mempunyai tanggung jawab di wilayah domestik yaitu statusnya sebagai istri dan ibu yang tidak bisa digantikan oleh laki-laki. Jadi, apabila di dalam KUD ingin mencapai keseimbangan haruslah melalui proses keteraturan sosial dimana tidak ada konflik dalam KUD. Termasuk dalam pembagian kerja secara seksual, seperti yang diungkapkan dalam teori struktural fungsional bahwa pembagian kerja di KUD adalah sesuatu yang wajar, perempuan ditempatkan pada posisi lebih rendah dari pada laki-laki adalah sesuatu yang wajar, dimana pembagian kerja ini merupakan kebutuhan bersama dan diciptakan untuk keuntungan seluruh pegawai KUD. Oleh karena itu, untuk menghindari konflik yang akan timbul di KUD maka pegawai perempuan dengan senang hati menerima posisi yang mereka miliki di KUD sebagai bentuk keteraturan sosial demi mencapai keseimbangan antara laki-laki dan perempuan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. SIMPULAN Berdasarkan analisis data dan pembahasan hasil penelitian tentang Kesetaraan Gender Pegawai Koperasi Unit Desa (Studi Deskriptif tentang Pembagian Peran dan Tugas antara Pegawai Laki-laki dan Perempuan Koperasi Unit Desa Kebakkramat, Karanganyar), penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut: Kesetaraan gender adalah suatu situasi sosial yang memberi pemahaman terhadap laki-laki dan perempuan dalam menghayati bahwa laki-laki dan perempuan itu mempunyai hak, kewajiban dan kesempatan yang sama. Perempuan dan laki-laki tidak harus diperlakukan secara sama, tetapi diperlakukan sesuai dengan kebutuhan mereka. Dengan demikian perempuan dan laki-laki bisa diperlakukan secara berbeda tetapi perlakuan tersebut dinilai setara (diperhitungkan
ekuivalen
dalam
hak,
kewajiban,
kepentingan
dan
kesempatannya). Dari hasil penelitian yang dilakukan, di KUD Kebakkramat belum menunjukkan adanya kesetaraan gender antara pegawai laki-laki dan perempuan dalam pembagian peran dan tugas, hal ini dapat dilihat dari : 1.
Adanya anggapan bahwa perempuan itu lemah, lembut, emosional, irasional, sabar dan teliti merupakan keharusan yang harus disandang oleh perempuan. Maka perempuan ditempatkan pada bidang administratif, karena perempuan dianggap tidak penting dalam pengambilan keputusan. Sedangkan laki-laki menempati posisi atas seperti ketua dan manajer yang berperan sebagai pengambil keputusan.
2.
Adanya beban kerja ganda pada pegawai perempuan, selain bekerja pada dunia domestik pegawai perempuan juga bekerja pada dunia publik. Pada dunia publik ini pegawai perempuan mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap pekerjaannya, karena selain mereka bekerja pada bidangnya masingmasing, juga merangkap pada bidang lainnya seperti Ibu Sm seorang
commit to user 95
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
96
bendahara merangkap pada unit USP, Ibu Ny bekerja di bidang kasir merangkap pada unit USP, dan Ibu St pengelola waserda merangkap menjadi tukang angkat junjung. 3.
Beban kerja yang ditanggung pegawai perempuan lebih banyak, selain merangkap pada bidang lain pegawai perempuan sering melaksanakan lembur pada akhir bulan dibanding pegawai laki-laki, hal ini menyebabkan hak pegawai perempuan tidak terpenuhi dengan baik. Contohnya dalam mengikuti pelatihan, pegawai perempuan enggan mengikuti pelatihan dikarenakan pekerjaan yang ditinggalkan tidak ada yang mengganti, sehingga hak untuk memperoleh cuti saat hamil, melahirkan dan menyusui juga terbatas karena pegawai perempuan tidak ingin berlama-lama di rumah takut pekerjaannya menumpuk dan kerepotan sendiri.
B. IMPLIKASI Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian dapat dikaji implikasi sebagai berikut: 1. Implikasi Teoritis a. Menambah wawasan mengenai teori dari Tacolt Parson yaitu teori struktural fungsional yang membahas tentang pembagian peran dan tugas laki-laki dan perempuan adalah sesuatu yang wajar meskipun sebenarnya pembagian kerja tersebut tidak berjalan dengan seimbang. Pembagian kerja menurut teori struktural fungsional digunakan untuk mewujudkan keteraturan sosial dalam masyarakat. Teori dari Tacolt Parson ini digunakan sepenuhnya untuk melihat kejadian di KUD, dimana pembagian peran dan tugas antara pegawai laki-laki dan perempuan sengaja diciptakan demi keteraturan sosial di KUD agar tidak terjadi konflik antara laki-laki dan perempuan karena teori struktural fungsional lebih menekankan pada keteraturan sosial dari pada konflik. b. Dapat digunakan sebagai acuan bagi peneliti yang lain tentang berbagai hal yang terkait dengan ketidakteraturan atau ketidaksetaraan dalam kehidupan masyarakat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
97
2. Implikasi Praktis Dari penelitian di atas, implikasi praktis adalah memberikan pengetahuan kepada para pegawai Koperasi Unit Desa di Kebakkramat baik laki-laki maupun perempuan. Mereka dapat menjaga hubungan sosial yang terjadi antara dirinya dengan masyarakat tempat tinggal, dengan pegawai laki-laki maupun perempuan, ketua, manajer serta nasabah KUD. Para pegawai dapat mengembangkan karirnya dengan mengikuti pelatihan yang di adakan oleh Dinas Koperasi Karanganyar. Dari pengembangan karir tersebut pegawai dapat meningkatkan motivasi kerjanya untuk bisa sejajar dengan pegawai lainnya khususnya laki-laki. Dengan meningkatnya motivasi kerja dan dedikasi kerjanya di KUD, pegawai perempuan berharap bisa sejajar dengan pegawai laki-laki, agar tidak di cap sebagai orang yang lemah dan tidak mampu.
C. SARAN Setelah mengadakan penelitian dan pengkajian tentang Kesetaraan Gender Pegawai Koperasi Unit Desa (Studi Deskriptif tentang Pembagian Peran dan Tugas antara Pegawai Laki-laki dan Perempuan Koperasi Unit Desa Kebakkramat, Karanganyar), penulis memberikan saran-saran untuk menambah wawasan mengenai hal tersebut sebagai berikut:
1. Bagi Pegawai Koperasi Unit Desa Para pegawai laki-laki dan perempuan diharapkan meningkatkan kesadaran tentang kualitas dirinya, sehingga laki-laki dan perempuan bisa berdiri sejajar dan memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk pengembangan karir, jika ada pegawai laki-laki maupun perempuan yang tidak masuk karena sakit atau ada keperluan yang mendadak hendaknya bisa mengganti pekerjaan yang ditinggalkan sampai masuknya pegawai tersebut, hendaknya antar pegawai baik laki-laki maupun perempuan saling membantu pada saat tutup buku setiap akhir bulan agar pegawai perempuan yang mempunyai tanggung jawab dibagiannya bisa lebih ringan pekerjaan yang ditanggungnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
98
2. Bagi Pengurus atau Manajer Pengurus atau manajer hendaknya memberikan kepala bidang dalam pelaksanaannya sehari-hari sehingga bisa terlihat tugas kepala bidang dengan staff itu berbeda, tidak dijadikan satu seperti kepala bidang merangkap staff dan masih merangkap bidang lain yang semuanya itu adalah perempuan yang mengerjakan. Pengurus atau manajer hendaknya membuat pembagian tugas pada masingmasing bidang agar pekerjaan pegawai laki-laki dan perempuan bisa terlihat jelas sehingga tidak hanya pegawai perempuan saja yang mempunyai tugas lebih banyak dari pada pegawai laki-laki. Apabila ada pegawai perempuan yang cuti (hamil, melahirkan dan menyusui) ada yang menggantikan pekerjaan pegawai perempuan yang ditinggalkan sehingga peran dan tugas pegawai perempuan dan laki-laki bisa seimbang. 3. Bagi Anggota dan Nasabah KUD Anggota hendaknya lebih bijaksana dalam memilih pengurus, tidak semua perempuan itu lemah dan tidak mampu menjadi pemimpin. Dikotomi peran publik dan peran domestik harus dihilangkan dan tidak dipermasalahkan, karena peran ganda adalah menjadi tanggung jawab bersama, baik pegawai perempuan maupun pegawai laki-laki saat bekerja, sehingga tidak terjadi konflik peran dalam masyarakat terutama di KUD. Nasabah hendaknya mau menjaga hubungan dengan pegawai yaitu ramah pada saat mencari pinjaman maupun menganggsur hutang, bersikap sopan terhadap pegawai jika pada saat di tagih hutangnya dan tidak marah-marah.
commit to user