KESESUAIAN DESAIN DAN KONSTRUKSI CANTRANG PADA KAPAL 20 GT UNTUK PENINGKATAN PERFORMA OPERASIONAL
SUPARMAN SASMITA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertas berjudul Kesesuaian Desain dan Konstruksi Cantrang Pada Kapal 20 GT untuk Peningkatan Performa Operasional adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Suparman Sasmita NIM C461090041
RINGKASAN
SUPARMAN SASMITA. C461090041. Kesesuaian Desain dan Konstruksi Cantrang Pada Kapal 20 GT untuk Peningkatan Performa Operasional. Dibimbing oleh: Ari Purbayanto, Sulaeman Martasuganda dan Totok Hestirianoto.
Cantrang dikenal sebagai salah satu alat tangkap populer dikeluarkannya nelayan pantai utara Jawa (Pantura) sejak tahun 1960. Pasca dikeluarkan Keputusan Presiden Nomor 39 Tahun 1980 yang melarang penggunaan pukat hela (trawl) telah berdampak bagi nelayan trawl. Cantrang merupakan alat penangkap ikan berbentuk kantong terbuat dari jaring dengan dua seam, tanpa dilengkapi alat pembuka mulut jaring. Target ikan tangkapan cantrang yaitu ikan demersal, walaupun pada kenyataannya ikan hasil tangkapan sangat beragam. Bentuk dan konstruksi cantrang sangat bervariasi dan beragam ukuran. Selain itu, ada pula nelayan yang berupaya merubah fungsi kapal purse seine menjadi kapal cantrang untuk menghindari kerugian usaha. ABK mempunyai peran dan tugas masing-masing. Prosedur kerja di atas dek kapal belum menjadi perhatian khusus bagi nelayan dan berdasarkan pengalaman. Berdasarkan uraian tersebut, maka diperlukan pengkajian mengenai kesesuaian dimensi cantrang dan ukuran kapal pada kapal 20 GT, dengan mempertimbangkan tingkat kenyamanan kerja di dek kapal. Tujuan umum penelitian adalah menentukan kesesuaian dimensi alat tangkap cantrang dan ruang dek kapal, agar lebih optimal sehingga memiliki efisiensi, dan efektivitas sesuai dengan keselamatan operasi penangkapan. Tujuan khusus penelitian, yaitu: (1) mengkaji desain dan konstruksi melalui penentuan bentuk cantrang serta melakukan komparasi bagian-bagian jaring yang digunakan pada kapal berukuran 20 GT dan (2) menganalisis tata letak alat tangkap, jaringan kerja dan tingkat pemanfaatan ruang di atas dek kapal, dengan memperhatikan kenyamanan kerja untuk efektivitas pada operasi penangkapan. Data primer diambil dengan metode purposive sampling dari kapal cantrang berukuran 20 GT di Kabupaten Rembang dan Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Brondong. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait. Untuk mengetahui karakteristik desain dan konstruksi cantrang dihitung berdasarkan perhitungan pada Standar Nasional Indonesia bentuk baku konstruksi pukat tarik cantrang nomor SNI 01-7236-2006 (SNI 2006). Pada operasi penangkapan cantrang dibatasi oleh dek kapal yang terdapat penempatan alat tangkap, tali selambar dan peralatannya. Analisis alur dan waktu kerja serta risiko keselamatan dilakukan untuk meningkatkan kenyamanan dan antisipasi penanggulangan kecelakaan. Cantrang mempunyai karakteristik 60% sesuai dengan nilai standar (SNI) SNI 01-7236-2006. Cantrang nelayan memliki jumlah panel lebih banyak yaitu 11-13 panel, yang berarti badan jaring akan lebih panjang. Ukuran panjang tali ris atas dibandingkan total jaring memiliki nilai lebih besar, sehingga badan jaring hingga kantong cenderung lebih panjang dibandingkan dengan sayap jaring.
Perbandingan antara panjang sayap atas dan total jaring menunjukkan sayap cantrang lebih pendek dan ukuran mulut jaring cenderung besar. Dengan mengamati secara membujur, bagian badan lebih pendek dari total panjang jaring, sehingga kantong jaring dapat lebih lebar dan panjang. Bagian sayap cantrang pada saat digunakan dapat membuka lebar dilihat dari perbandingan sayap atas dan lebar jaring. Berdasarkan hasil pengukuran, cantrang Brondong memiliki dimensi (panjang x lebar) 51,56 x 37,72 m dan Rembang berukuran 43,52 x 49,35 m, serta masing-masing berbentuk dua seam. Keliling mulut jaring untuk (a) cantrang nelayan Brondong dan Rembang berturut-turut sebesar 55 m dan 46,56 m. Simulasi perlakuan pelampung (3,780 grf) dan pemberat (4 – 5 kg), menunjukkan penambahan pelampung memperbesar bukaan mulut jaring, sedangkan pemberian pemberat pada tali ris bawah mengakibatkan tali ris akan mencapai dasar perairan. Estimasi tinggi bukaan mulut jaring cantrang dengan menggunakan model cantrang yang diukur dan diuji pada flume tank di Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Bagian badan jaring ke bagian kantong cenderung menyempit atau membentuk kerucut. Cantrang dibuat dengan beberapa bagian jaring dengan jumlah bagian sayap sebanyak 5 bidang jaring, bagian badan 13 bidang jaring dan bagian kantong yaitu 1 bidang jaring. Hasil pengamatan pada flume tank dengan kecepatan arus 20, 30, dan 50 cm/dt dapat diketahui tinggi bukaan mulut jaring secara berurutan 34 cm, 24 cm dan 18 cm dengan prediksi tinggi jaring sebenarnya 10,2 m, 7,2 m dan 5,4 m. Data tersebut menunjukkan bahwa tinggi bukaan mulut jaring semakin rendah dengan bertambahnya kecepatan arus di flume tank. Jaring cantrang hasil pengukuran dimungkinkan dioperasikan pada perairan dengan kedalaman 2 kali tinggi bukaan mulut jaring atau lebih dari 12 m. Hasil pengamatan pada operasi penangkapan cantrang diketahui terdapat 9 tahapan. Tahapan setting dimulai penurunan tali pelampung dan tali selambar (pemutaran tali) yang dilakukan di bagian kanan kapal, penurunan danleno dan sayap jaring. Tahapan hauling yaitu penarikan selambar, pengangkatan danleno dan sayap, pengangkatan badan, pengangkatan dan membuka kantong jaring, serta sortir penurunan pelampung hingga menaikkan bagian kantong jaring. Area kerja di atas kapal sangat terbatas, dimana setiap aktivitas posisi ABK. Tingkat keparahan dan peluang kecelakaan tertinggi terdapat pada waktu aktivitas towing, khususnya pada penyiapan mesin gardan yang menyebabkan meninggal dunia. Tahapan hauling rata-rata tingkat keparahan dan peluang kecelakaan berada pada indeks risiko 4 dan 5. Tindakan pencegahan pada operasi penangkapan cantrang, antara lain peralatan tambahan dan alat bantu pada saat mengatur tali pada gardan, peraturan penggunaan alat dan teknis pada saat towing dan pengaturan tali selambar, penambahan ruang kerja pada saat hauling.
Kata Kunci: cantrang, resiko keselamatan, karakteristik, desain dan konstruksi, waktu kritis
SUMMARY
SUPARMAN SASMITA. C461090041. Appropriateness of Design and Construction of Danish Seine Net on 20 GT Boat for Improvement of Its Operational Performance. Supervised by: Ari Purbayanto, Sulaeman Martasuganda and Totok Hestirianoto. Danish seine net called in Indonesia language “cantrang” is a fishing gear shaped a pocket made with two seams of webbing, without any net mouth opening equipment. Since 1960, cantrang known as one of the popular fishing gear fishing in the north coast of Java. Post issued Presidential Decree No. 39 in 1980 which prohibits the use of trawl nets have an impact on fishing trawlers. Furthermore trawl fishermen replace with cantrang. There are various design and construction of the Danish seine net with a different measurement. The fisherman used various capacity of the cantrang boat. Regulation of government had permits fisherman using not more than 30 GT. Therefore, it needs on assessment of suitability of the gear related to the net dimension and boat size with respect to the level of working comfort onboard. The general objective of this study is to determine appropriateness of Danish seine net dimension and onboard area for more optimum used regarding safety of fishing operation. The specific objectives are: (1) To predict height of mouth opening of the Danish seine net through laboratory test of the model scaled net on the flume tank; (2) To assess the design and construction through determining the shape of Danish seine net and to compare the net components used on 20 GT boat; (3) To analysis the net layout, work – network and utilizing level of area onboard by considering working comfort for fishing operation effectiveness. In this study, primary data collected used a purposive sampling method for the danish seine boat of 20 GT based in Rembang Regency and Archipelagic Fishing Port (PPN) of Brondong. The data analyses used were a flume tank laboratory test analysis, comparison analysis, net work analysis and work safety assessment. Dimension (long x wide) of cantrang Rembang was 51,56 x 37,72 meters and Brondong 43,52 x 49,35 meters with 2 seams system. The data analysis shows that circumference of mouth 55 m dan 46,56 m. The Simulations of buoyancy of heard rope and shinking force of ground rope shows the additioning of floats and shinkers was increased the vertical or high of net mouth and cantrang
could touch of ground. Danish seine net has technical characteristic of 60% matched with the national standard value (SNI 01-72312006). The net used by the fishers has more net panels (11-13 panels) that made the body on net was longer. The result shows that the height of net mouth opening on the flume tank current speed of 20, 30 and 50 cm/s was 34, 24 and 18 cm, respectively these values indicated the height of net mouth opening decreased by the increase of the water current in the flume tank. The shape mouth of net was a circle an oval shape and body of net its like cone. The on board working area is very limited, where as every activity position of crews has accident probability. The cantrang operation was stared from setting such as throwing of float, circling of warp rope, release the net and taking the float. Some accident probabilities were related to pacing activity of crews during fishing operation of danish seine net. The result of Formal Safety Analysis (FSA), there was some activities had dangerous level. The highest probability accident during hauling activity, especially on preparation of auxiliary machinery (gardan) that cause dead. Keyword: Danish seine, net, design, construction, characteristic, safety, critical time
© Hak cipta milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KESESUAIAN DESAIN DAN KONSTRUKSI CANTRANG PADA KAPAL 20 GT UNTUK PENINGKATAN PERFORMA OPERASIONAL
SUPARMAN SASMITA
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Teknologi Perikanan Tangkap
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
Penguji pada Ujian Tertutup:
Dr. Ir. Fedi A Sondita, M.Sc
Dr. Ir. Diniah, M.Si
Penguji pada Ujian Terbuka:
Prof. Dr. Ir. Daniel R. Monintja, M,Sc
Gellwyn Yusuf Ph.D
Judul Nama Nomor Pokok Mayor
: Kesesuaian Desain dan Konstruksi Cantrang Pada Kapal 20 GT Untuk Peningkatan Performa Operasional : Suparman Sasmita : C 461090041 : Teknologi Perikanan Tangkap
Disetujui oleh Komisi Pembimbing:
Prof. Dr. Ir. Ari Purbayanto, M.Sc. Ketua
Dr. Sulaeman Martasuganda, M.Sc. Anggota
Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc. Anggota
Diketahui oleh Ketua Program Studi Teknologi Perikanan Tangkap
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc.
Dr. Ir. Dahrul Syah,M.Sc.Agr.
Tanggal Ujian : 6 September 2013
Tanggal kelulusan:
PRAKATA
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Alloh Subhanahu Wataala, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penyusunan disertasi ini dapat diselesaikan. Disertasi ini disusun sebagai salah satu syarat dalam penyelesaian studi Doktor pada Program Studi Teknologi Perikanan Tangkap Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Disertasi berjudul “ Kesesuaian Desain dan Konstruksi Cantrang pada Kapal 20 GT Untuk Peningkatan Performa Operasional” ini disusun untuk mengkaji perikanan cantrang di pantai utara Jawa, serta keprihatinan terhadap konflik yang terjadi di kalangan nelayan. Disertasi ini menguraikan tentang desain dan konstruksi cantrang, teknis operasi penangkapan dan alur kerjanya. Terkait dengan hal tersebut, di dalamnya diungkap jaringan kerja dan keselamatan kerja nelayan cantrang. Disertasi ini juga mengidentifikasi peluang kecelakaan kerja yang umum terjadi pada nelayan cantrang. Harapan dari disertasi ini adalah memberikan informasi sebagai bagian penyelesaian konflik dari perspektif teknis alat tangkap cantrang. Akhirnya, disadari bahwa dalam tulisan ini masih banyak kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu diharapkan adanya kritik dan saran yang konstruktif untuk perbaikan dan kesempurnaan disertasi ini. Semoga hasil penelitian yang dituangkan dalam disertasi ini dapat bermanfaat.
Bogor, September 2013
Suparman Sasmita
DAFTAR ISTILAH
ABK
:
singkatan dari anak buah kapal
Badan jaring
:
bagian cantrang terletak di antara bagian sayap dan kantong
BHP
:
break horse power atau daya motor penggerak kapal.
Cantrang
:
alat penangkap ikan berbentuk kantong terbuat dari jaring dengan dua seam, yang tanpa dilengkapi papan rentang (otter board) sebagai pembuka mulut jaring.
CCRF
:
Code of conduct for responsible fisheries atau Tata laksana untuk perikanan yang bertanggung jawab.
Danleno
:
kelengkapan
cantrang
terbuat
dari
besi
yang
membentuk segitiga sebagai alat perentang sayap jaring dan dipasang tegak pada ujung depan bagian sayap. Hanging ratio
:
nilai ratio perbandingan panjang tali terpasang dengan panjang jaring terenggang.
Hauling
:
kegiatan pengangkatan jaring setelah selesai penarikan tali selambar.
HP
:
daya mesin penggerak kapal dikenal juga dengan horse power
Kantong
:
bagian cantrang yang terletak diujung belakang atau akhir.
Keliling mulut
:
bagian badan pukat yang terbesar dan terletak diujung depan dari bagian badan jaring cantrang.
Kisi
:
lembar-lembar
jaring
yang
dihubungkan
hingga
membentuk sayap, badan dan kantong cantrang Knot
:
satuan kecepatan kapal setara dengan mil per jam
Panel (Seam)
:
lembaran susunan jaring yang dapat dibedakan dalam gambar bagian cantrang, sering dikenal dengan kisikisi.
Panjang total jaring
:
hasil penjumlahan dari panjang bagian sayap, badan dan kantong jaring cantrang.
PE
:
polyethilen bahan jaring dan atau tali terbuat dari serat sintetik
PA
:
polyamide bahan jaring dan atau tali terbuat dari serat alami
Rpm
:
putaran per menit (rotation per minute)
Sayap
:
bagian jaring terpanjang dan terletak diujung depan dari cantrang.
Setting
:
kegiatan penurunan jaring yang diawali dengan penurunan pelampung, tali selambar dan jaring.
Square
:
jaring dengan bentuk empat persegi yang dipasang pada bagian atas mulut jaring untuk mencegah ikan meloloskan diri.
Towing
:
kegiatan penarikan tali selambar yang terhubung dengan jaring cantrang.
Responsible fishing
:
kegiatan penangkapan ikan yang berkelanjutan selain itu juga menyediakan konsumen dengan kualitas ikan yang baik dan memenuhi standar kualitas makanan yang sesuai dengan standar keselamatan makanan.
Sustainable fisheries :
kegiatan perikanan yang berkelanjutan merupakan kegiatan perikanan yang tidak menyebabkan perubahan dalam
biologi
atau
produktivitas
keanekaragaman hayati struktur ekosistem
ekonomi, untuk
generasi yang akan datang. Tali ris
:
tali yang berfungsi untuk menggantungkan dan menghubungkan kedua sayap cantrang di bagian atas dan bawah.
Tali selambar
:
tali yang berfungsi sebagai penarik cantrang ke atas kapal.
Target spesies
:
spesies yang menjadi tujuan utama penangkapan dan bernilai ekonomi.
ix
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xv
1. PENDAHULUAN
ix
Latar Belakang ........................................................................................................ 1 Tujuan ..................................................................................................................... 4 Manfaat ................................................................................................................... 4 Ruang Lingkup ........................................................................................................ 4 Kerangka Pikir ........................................................................................................ 6 2. METODOLOGI
9
Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................................. 9 Alat dan Bahan Penelitian ....................................................................................... 9 Metode Pengumpulan Data ..................................................................................... 9 Kerangka Penelitian .............................................................................................. 10 Analisis Data ......................................................................................................... 12 3. KARAKTERISTIK DESAIN DAN KONSTRUKSI TANGKAP CANTRANG UKURAN KAPAL 20 GT
ALAT 13
Pendahuluan .......................................................................................................... 13 Tujuan ................................................................................................................... 16 Manfaat ................................................................................................................. 16 Metodologi ............................................................................................................ 16 Hasil dan Pembahasan........................................................................................... 24 Kesimpulan ........................................................................................................... 38 4. UJI PERFORMA CANTRANG MENGGUNAKAN MODEL PADA FLUME TANK 40 Pendahuluan .......................................................................................................... 40 Tujuan ................................................................................................................... 43 Manfaat ................................................................................................................. 43 Metodologi ............................................................................................................ 43 Hasil dan Pembahasan........................................................................................... 46 Kesimpulan ........................................................................................................... 61
x
5. PEMANFAATAN RUANG ATAS DEK KAPAL DAN ALUR KERJA PENGOPERASIAN MELALUI PENDEKATAN ANALISIS JARINGAN DAN KESELAMATAN KERJA 62 Pendahuluan .......................................................................................................... 62 Tujuan .................................................................................................................... 63 Manfaat .................................................................................................................. 63 Metodologi ............................................................................................................ 63 Hasil dan Pembahasan ........................................................................................... 73 Kesimpulan ............................................................................................................ 90 6
PEMBAHASAN UMUM
91
7
KESIMPULAN DAN SARAN
94
Kesimpulan ............................................................................................................ 94 Saran ..................................................................................................................... 95 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL
1
Besaran koversi kecepatan dengan kecepatan tarik ................................... 14
2
Jumlah kisi-kisi pada jaring cantrang ........................................................ 19
3
Material dan ukuran mata jaring cantrang ................................................. 20
4
Material dan ukuran tali temali pada jaring cantrang ................................ 20
5
Perbandingan antara diameter benang dengan ukuran mata jaring ........... 20
6
Nilai hanging ratio pada jaring cantrang ................................................... 21
7
Panjang tali temali pada jaring cantrang .................................................... 21
8
Kisi-kisi pada bagian jaring ....................................................................... 24
9
Batasan bentuk jaring kearah memanjang ................................................. 26
10
Batasan bentuk jaring kearah melintang .................................................... 26
11
Material dan ukuran mata jaring ................................................................ 27
12
Material dan ukuran tali ............................................................................. 27
13
Perbandingan dt/mo berdasarkan karakteristik baku ................................. 27
14
Perbandingan standar baku hanging ratio (E) dengan sampel .................. 28
15
Hasil simulasi panjang tali selambar yang membentuk sudut 70° kemiringan dalam air ................................................................................. 28
16
Hasil simulasi penggunaan perbedaan jarak antar tali selambar pada panjang tali selambar yang sama ............................................................... 29
17
Tahanan jaring cantrang pada kecepatan berbeda ..................................... 29
18
Simulasi penghitungan perlakuan penambahan pemberat ......................... 30
19
Estimasi penghitungan daya apung pada perlakuan pelampung ............... 30
20
Estimasi bukaan mulut jaring cantrang (satuan m).................................... 31
21
Perancangan konstruksi model cantrang ................................................... 50
22
Nilai tinggi bukaan mulut jaring pada uji laboratorium dengan kecepatan 317 Rpm (0,2 m/dt) dan perhitungan Prado (1990) (satuan m) 56
23
Nilai tinggi bukaan mulut jaring pada uji laboratorium dengan kecepatan 580 Rpm (0,3 m/dt) dan perhitungan Prado (1990) (satuan m) 57
24
Nilai tinggi bukaan mulut jaring pada uji laboratorium dengan kecepatan 799 Rpm (0,5 m/dt) dan perhitungan Prado (1990) (satuan m) 59
25
Narasumber utama ..................................................................................... 64
26
Sumber dan jenis data. ............................................................................... 65
27
Nilai tingkat keparahan .............................................................................. 71
xii
28
Indeks frekuensi kejadian .......................................................................... 72
29
Indeks risiko .............................................................................................. 72
30
Ukuran kapal hasil pengukuran berdasarkan lokasi survei ....................... 73
31
Waktu setiap aktivitas operasi penangkapan............................................. 82
32
Perincian waktu dan kelonggaran dalam proses penangkapan cantrang .. 83
33
Tingkat keparahan dan frekuensi keselamatan kerja pada operasi penangkapan cantrang pada setiap aktivitas ............................................. 86
34
Tindakan pencegahan untuk keselamatan kerja pada operasi penangkapan cantrang ............................................................................... 89
xiii
DAFTAR GAMBAR
1
Kerangka pikir ...........................................................................................
8
2
Lokasi Penelitian .......................................................................................
9
3
Kerangka Penelitian ................................................................................... 11
4
Bagian-bagian jaring cantrang (BSN 2006) .............................................. 18
5
Daerah operasi cantrang selama penelitian................................................ 31
6
Arah dan kekuatan arus permukaan bulan Maret 2012 (BMKG 2012)..... 32
7
Arah dan kekuatan arus permukaan bulan April 2012 (BMKG 2012) ...... 33
8
Arah dan kekuatan arus permukaan bulan Mei 2012 (BMKG 2012) ........ 33
9
Arah dan kekuatan arus permukaan bulan Juni 2012 (BMKG 2012) ....... 34
10
Pola penurunan tali selambar dan jaring pada lokasi 1 (Tanjung Bendoh)...................................................................................................... 35
11
Pola penurunan tali selambar dan jaring pada lokasi 2 (Utara Perairan Rembang)................................................................................................... 36
12
Pola penurunan tali selambar dan jaring pada lokasi 3 (Utara Perairan Rembang)................................................................................................... 36
13
Arah dan kekuatan angin dari nilai rerata tahunan di perairan Teluk Rembang pada tahun 1992 – 2009 (NOAA 2013) .................................... 37
14
Pola penurunan tali selambar dan jaring pada lokasi 4 (Utara Perairan Rembang)................................................................................................... 38
15
Tangki pengujian (flume tank) ................................................................... 44
16
Desain alat tangkap cantrang ..................................................................... 47
17
Model jaring cantrang ................................................................................ 48
18
Sketsa desain konstruksi model cantrang nelayan ..................................... 49
19
Grafik arus pada putaran 317 rpm ............................................................. 52
20
Grafik arus pada putaran 538 rpm ............................................................. 53
21
Grafik arus pada putaran 799,9 rpm .......................................................... 54
22
Tinggi bukaan mulut jaring model pada putaran 317 rpm (kisaran nilai rerata standard deviasi) .............................................................................. 55
23
Estimasi bentuk bukaan mulut jaring pada kecepatan 0,2 m/dt berdasarkan hasil laboratorium .................................................................. 56
24
Pengamatan tinggi bukaan mulut jaring pada putaran 538 rpm (kisaran nilai rerata standard deviasi) ...................................................................... 57
xiv
25
Estimasi bentuk bukaan mulut jaring pada kecepatan 0,3 m/dt berdasarkan hasil laboratorium ................................................................. 58
26
Pengamatan tinggi bukaan mulut jaring pada putaran 799 rpm (kisaran nilai rerata standard deviasi) ..................................................................... 58
27
Estimasi bentuk bukaan mulut jaring pada kecepatan 0,2 m/dt berdasarkan hasil laboratorium ................................................................. 59
28
Perubahann tinggi bukaan mulut jaring pada kecepatan berbeda ............. 60
29
Skema alur kerja ........................................................................................ 67
30
Lingkaran aktivitas (event)........................................................................ 69
31
Tahapan dalam penelitian ......................................................................... 73
32
Tahapan kerja di atas dek kapal selama operasi penangkapan cantrang ... 76
33
Model Alur kerja operasi penangkapan cantrang...................................... 76
34
Pembagian tata letak ruang di atas dek kapal............................................ 79
35
Posisi nelayan di atas dek kapal saat setting cantrang .............................. 80
36
Posisi nelayan di atas dek kapal saat penarikan tali selambar (hauling) cantrang ..................................................................................................... 80
37
Posisi nelayan di atas dek kapal saat pengangkatan jaring (hauling) ....... 81
38
Bagan jaringan kerja proses operasi penangkapan cantrang ..................... 83
xv
DAFTAR LAMPIRAN
1
Data spesifikasi unit penangkapan cantrang hasil survei .........................101
2
Data hasil pengukuran waktu operasi penangkapan cantrang ...................102
3
Kapal nelayan untuk mengoperasikan cantrang ........................................107
4
Aktivitas operasi penangkapan .................................................................108
xvi
1
1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Cantrang dikenal sebagai salah satu alat tangkap populer dikalangan nelayan pantai utara Jawa (Pantura) sejak tahun 1960. Setelah penerbitan Keputusan Presiden Nomor 39 Tahun 1980 yang melarang penggunaan pukat hela (trawl), selanjutnya banyak nelayan trawl berupaya mencari alat tangkap alternatif untuk memperoleh ikan tangkapan yang banyak dan efisien. Pada tahun 1982, pemerintah membatasi daerah operasi alat tangkap trawl diwilayah Timur Indonesia berdasarkan Kepres 85 tahun 1982. Salah satu alat tangkap yang menjadi pengganti trawl adalah cantrang. Alat tangkap ini, berkembang pesat di beberapa daerah dan dioperasikan pada daerah penangkapan yang sama dengan alat tangkap lainnya. Cantrang (BSN 2006) merupakan pukat tarik yang pengoperasiannya menggunakan satu kapal, yang dioperasikan dengan tali selambar di dasar perairan dengan melingkari gerombolan (schooling) ikan demersal, penarikan dan pengangkatan jaring (hauling) dari atas kapal. Pukat tarik cantrang termasuk dalam klasifikasi pukat (seine net) dengan perahu (boat seine), sesuai dengan International Standard Statistical Classification of Fishing Gears FAO, menggunakan singkatan SDN dan berkode ISSCFG 02.2.1. Berdasarkan metode penangkapan, alat tangkap cantrang termasuk seine netting, dimana terdapat tali warp panjang yang melingkari perairan dengan jaring menyerupai trawl pada pertengahan perairan. Kedua tali warp ditarik hingga menyatu pada saat proses hauling, sehingga ikan berada di dalam kantong jaring dan mengangkatnya keatas kapal (Sainsbury 1971). Brandt (2005) menjelaskan bahwa seine net adalah alat tangkap yang terdiri dari jaring sayap sebagai dinding penghadang dan kantong (bunt) pada bagian tengah atau samping, untuk mengumpulkan ikan. Pada setiap sayap jaring diikatkan tali (warp) untuk menarik jaring. Konstruksi jaring (seine net) terdiri dari sayap yang panjang, memiliki kantung kecil dan atau tidak berkantung, dioperasikan dengan menurunkan salah satu sayap, luas area penangkapan ditentukan oleh panjang sayap dan tali selambar, dioperasikan pada kedalaman lebih dari 50 meter pada danau dan 400 m pada perairan laut, penarikan jaring tetap pada samping bagian kapal. Ditinjau dari bentuk alat tangkap, cantrang memiliki sayap dan kantong yang terbuat dari jaring dengan dua seam, tanpa dilengkapi papan rentang (otter board) sebagai pembuka mulut jaring. Pada konstruksi cantrang tidak terdapat medan jaring atas (square), sayap pendek dengan tali selambar yang panjang. Pengoperasian cantrang dilakukan dengan melingkarkan tali selambar pada gerombolan ikan di atas dasar perairan, kemudian jaring ditarik ke atas kapal menggunakan peralatan bantu berupa kapstan, kapal dalam keadaan berhenti atau
2
tidak menghela. Berdasarkan klasifikasi statistik perikanan tangkap Indonesia, cantrang termasuk kedalam kelompok pukat kantong (DKP 2010). Pada pengoperasian alat tangkap akan berkaitan dengan reaksi tingkah laku ikan terhadap alat tangkap. Setiap bagian cantrang mempunyai hubungan dengan upaya mengontrol ikan agar tergirig masuk kebagian kantong jaring. Nikonorov (1975) menerangkan membagi zona pengaruh alat tangkap pada saat dioperasikan diantaranya zona tergiring (zone of influence) dan zona aksi (zona of action). Nelayan melakukan modifikasi pada bagian sayap, badan dan kantong dengan maksud untuk mempengaruhi serta mencegah ikan dari area tangkapan yang dilingkari tali selambar cantrang. Bagian-bagian cantrang yang terdiri dari sayap, badan dan kantong dalam konstruksinya memiliki ukuran yang sangat bervariasi seperti ukuran benang, mata jaring, dan jumlah mata jaring, dan beberapa bagian dengan material lainnya. Pada umumnya dimensi cantrang disesuaikan dengan ukuran kapal yang dimiliki nelayan, semakin besar ukuran kapal maka dimungkinkan semakin besar pula ukuran cantrang yang digunakan alat tangkap yang lebih panjang dan luasan sapuan dasar lebih besar dan kolom air yang menjadikan alat tangkap ini lebih tinggi. Untuk meningkatkan kemampuan jaring, nelayan menambah besar bukaan mulut jaring. Nelayan menganggap dengan memperbesar bukaan mulut jaring dapat menangkap ikan pada kolom air yang lebih tinggi, sehingga peluang ikan tergiring semakin besar dan menghindari semakin kecil. Target utama ikan tangkapan cantrang adalah ikan demersal, walaupun pada kenyataannya ikan hasil tangkapan sangat beragam. Keragaman ikan dipengaruhi oleh daerah perairan dan musim penangkapan. Beberapa aktivitas perikanan komersial memiliki target penangkapan pada satu atau beberapa jenis ikan, seperti halnya pada perikanan trawl di Arafura (Purbayanto dan Riyanto 2005). Salah satu sumberdaya ikan demersal yang menjadi sasaran alat tangkap cantrang adalah ikan kuniran (Saputra et al. 2009). Nelayan akan berupaya menambah hasil tangkapan untuk mengejar keuntungan dengan adanya fluktuasi hasil tangkapan pada dewasa ini. Untuk menghindari kerugian usaha, nelayan berupaya mendapatkan hasil tangkapan yang baik dengan melakukan modifikasi pada cantrang. Modifikasi dilakukan pada bentuk alat tangkap, teknik operasi penangkapan dan mencari daerah penangkapan ikan baru. Selain itu, nelayan berupaya menggunakan kapal yang biasanya mengoperasikan alat tangkap lain menjadi kapal cantrang untuk menghindari kerugian usaha. Salah satunya dengan penggunaan kapal pukat cincin (purse seine) dengan merubah beberapa bagian dek kapal. Kapal tersebut memiliki ukuran lebih dari 20 gross tonage (GT), sehingga nelayan memperbesar ukuran alat tangkap yang digunakan. Pemerintah telah mengatur daerah operasi penangkapan alat tangkap cantrang dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 02 Tahun 2011 pada pasal 23 ayat 6. Menurut Peraturan tersebut, kapal yang digunakan untuk mengoperasikan cantrang berukuran kurang dari 30 GT. Mengacu pada aturan tersebut, maka ukuran alat tangkap yang digunakan harus sesuai untuk ukuran kapal tersebut. Namun sering kali nelayan tidak mematuhi
3
peraturan operasi penangkapan, misalnya secara tidak langsung teknik operasi cantrang akan berubah dengan menggunakan alat bantu, sehingga bukan menjadi cantrang. Area ruang kerja selain operasi penangkapan ikan sangat terbatas, yaitu dek kapal, dimana terdapat penempatan alat tangkap, alat bantu penangkapan dan aktivitas lainnya. Jaring dan tali slambar adalah dua komponen alat tangkap yang memerlukan ruang secara signifikan. Penempatan alat tangkap seperti jaring dan tali selambar di atas kapal memenuhi ruang gerak di dek. Alat tangkap yang akan dioperasikan, diletakkan pada bagian tertentu pada dek kapal. Penempatan atau tata letak alat tangkap serta alat bantu penangkapan di atas dek kapal disesuaikan dengan alur aktivitas ABK pada saat operasi penangkapan ikan. Untuk mencapai kondisi yang optimal, penempatan alat tangkap tidak membatasi pergerakan ABK. Hal ini memberikan dampak pada lamanya waktu yang digunakan untuk mengoperasikan alat tangkap agar lebih efektif, sehingga tingkat keberhasilan menangkap ikan menjadi lebih tinggi. Faktor waktu menjadi indikator produktivitas kerja di atas kapal, khususnya pencapaian efektivitas operasi penangkapan. Jumlah ABK pada kapal cantrang disesuaikan dengan ukuran alat (tali selambar dan jaring) yang digunakan. Setiap perubahan jumlah ABK akan cenderung berdampak pada prosedur kerja, dan efektivitas operasi penangkapan. ABK mempunyai peran dan tugas masing-masing, bahkan seringkali bergantian dalam pelaksanaannya. Prosedur kerja di atas dek kapal belum menjadi perhatian khusus bagi nelayan. Nelayan menentukan prosedur kerja berdasarkan pengalaman serta biaya operasional. Aktivitas anak buah kapal (ABK) di atas kapal selama operasi penangkapan berlangsung haruslah berhati-hati, agar tidak mengalami kecelakaan yang tidak diinginkan. Cara operasi penangkapan cantrang dipengaruhi berbagai faktor, diantaranya ukuran alat tangkap, ukuran kapal, serta jumlah ABK selama operasi penangkapan. beberapa hal tersebut, saling terkait serta dapat mempengaruhi keberhasilan penangkapan ikan. Adanya prosedur kerja dan penempatan peralatan dan atau rangkaian alat tangkap di atas kapal akan membuat kenyamanan kerja dan peningkatan keberhasilan operasi penangkapan. Setiap alat tangkap berkantong memiliki perbedaan bentuk, sehingga perlu ditentukan apakah suatu alat tangkap dapat dinamakan cantrang. Penentuan suatu alat tangkap dinamakan cantrang dapat dilakukan pengamatan dan pengkajian dari desain dan konstruksi alat, dan cara pengoperasiannya. Setiap bagian pada jaring yang membentuk cantrang memiliki ukuran jaring, benang dan materialnya. Demikian pula halnya dengan teknik pengoperasian cantrang, yang berbeda dengan jaring berkantong lainnya. Cantrang umumnya dioperasikan pada kedalaman tertentu dengan dasar perairan lumpur berpasir. Berdasarkan paparan di atas, maka diperlukan pengamatan dan pengkajian mengenai kesesuaian berkaitan dimensi alat tangkap cantrang, dan ukuran kapal pada kapal 20 gross tonnage (GT) dengan mempertimbangkan tingkat kenyamanan kerja di dek kapal. Hal ini dapat membantu untuk mengefektifkan operasi penangkapan dan akan memberikan dampak produktivitas hasil tangkapan nelayan.
4
Tujuan Tujuan umum penelitian adalah menentukan kesesuaian dimensi cantrang dan ruang dek kapal, agar operasi penangkapan menjadi optimal serta efisien dan efektif dengan memperhatikan keselamatan nelayan. Tujuan khusus penelitian, yaitu: 1) Mengkaji desain dan konstruksi dengan menentukan bentuk cantrang serta melakukan komparasi bagian-bagian jaring yang digunakan pada kapal berukuran 20 GT. 2) Mengkaji tinggi bukaan mulut cantrang melalui uji cantrang skala model pada laboratorium flume tank untuk analisis performa jaring di laut. 3) Menganalisis tata letak alat tangkap, jaringan kerja dan tingkat pemanfaatan ruang di atas dek kapal yang mengoperasikan cantrang, dengan memperhatikan kenyamanan kerja untuk efektivitas pada operasi penangkapan. Manfaat Manfaat penelitian yang dilakukan, antara lain: 1) Manfaat bagi pemerintah, dapat menjadi bahan penyusunan dalam penentuan standardisasi alat tangkap, penentuan acuan kesesuaian antara desain dan konstruksi berdasarkan ukuran dalam upaya pengelolaan perikanan. 2) Manfaat bagi masyarakat, memberikan kontribusi pemikiran secara ilmiah bagi masyarakat untuk perancangan alat tangkap yang sesuai dengan ukuran kapal. 3) Manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan yakni dapat menjadi referensi bagi pengkajian alat tangkap khususnya, dalam upaya meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja. 4) Sebagai bahan evaluasi standar nasional tentang cantrang yang telah ditetapkan. Ruang Lingkup Nelayan seringkali melakukan perubahan pada alat tangkap, cara operasi penangkapan dan mencari daerah tangkapan. Perubahan alat tangkap diantaranya pada ukuran, bentuk dan konstruksi alat tangkap yang dimiliki agar mampu menggiring ikan hasil tangkapan lebih optimal. Untuk merubah teknik atau cara mengoperasikan dilakukan agar alat tangkap yang digunakan dapat bekerja optimal.
5
Penggunaan alat tangkap yang berukuran besar akan membutuhkan area penempatan yang lebih luas di atas dek kapal. Penempatan unit alat tangkap (cantrang dan tali selambar) seringkali menutup sebagian besar dek kapal. Kapal ukuran kecil dapat mengoperasikan ukuran cantrang yang kecil. Umumnya nelayan berupaya memperbesar ukuran alat tangkap, tanpa memperhatikan ruang kerja di atas dek kapal, sehingga produktivitas kerja menjadi rendah. Kondisi tersebut di atas menimbulkan sejumlah pertanyaan terkait pengoperasian cantrang, diantaranya: 1) Apakah cantrang yang digunakan mempunyai desain dan konstruksi alat tangkap sesuai dengan rancangan cantrang atau telah mengalami modifikasi menjadi alat lain? Rancangan cantrang yang sebenarnya tidak dioperasikan dengan cara dihela. 2) Ketersediaan luas area kerja pada dek kapal yang berkaitan dengan sistem kerja di atas kapal serta penggunaan alat bantu dan penempatan alat tangkap yang digunakan, sehingga memenuhi persyaratan kenyamanan kerja. 3) Apakah terdapat kesesuaian antara ukuran kapal dan dimensi alat tangkap yang sehingga akan memberikan kenyamanan kerja bagi nelayan. Cantrang yang digunakan nelayan di pantai Utara Jawa memiliki dimensi ukuran beragam. Beberapa kemungkinan penyebab keberagaman tersebut antara lain ukuran kapal yang digunakan, daerah operasi penangkapan pada perairan yang dalam, ukuran cantrang dan peralatan yang dimiliki nelayan. Daerah penangkapan ikan nelayan cantrang, menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor Per.02/MEN/2011, mengatur daerah operasi penangkapan cantrang, yaitu pada jalur II dan III atau lebih dari 3 mil dari pantai, serta menggunakan kapal kurang dari 30 GT. Penelitian ini difokuskan pada alat tangkap cantrang dengan spesifikasi desain dan konstruksi alat tangkapnya. Cantrang yang diteliti adalah ukuran dan dimensi cantrang pada kapal dengan panjang 12 meter, dan atau berukuran antara 20 GT. Data pengamatan dikumpulkan dari nelayan yang berbasis di pantai utara Jawa yang mengoperasikan alat tangkap cantrang. Lokasi pengambilan data merupakan daerah dengan jumlah pengguna alat tangkap cantrang yang dominan, sehingga diharapkan dapat merepresentasikan kondisi perikanan cantrang. Penelitian ini memiliki ruang lingkup sebagai berikut: 1) Alat tangkap cantrang yang diteliti dioperasikan menggunakan kapal berukuran 20 GT, 2) Bentuk baku konstruksi pukat tarik cantrang (SNI 01-7236-2006) menjadi acuan, dan tidak dioperasikan dengan penghelaan, sehingga berbeda dengan mengoperasikan alat lainnya. 3) Alur kerja dan jaringan kerja yang diamati setiap operasi alat tangkap.
6
Kerangka Pikir
Alat tangkap cantrang yang telah dikenal nelayan Indonesia, banyak berkembang di pantai utara Jawa (Subani dan Barus 1989), mempunyai penamaan yang berbeda-beda di setiap daerah. Ada beberapa alasan penamaan, antara lain: berdasarkan hasil tangkapan terdapat udang dogol dinamakan dogol/arad, berdasarkan operasi penangkapan seperti payang dinamakan payangan, cantrang dinamakan cantrangan dan banyak lagi. Ditinjau dari fungsinya, cantrang bertujuan untuk menangkap ikan demersal atau kolom perairan diatas permukaan dasar. Alat tangkap cantrang pada umumnya dioperasikan secara tradisional untuk penangkapan ikan-ikan yang hidupnya dekat dasar perairan yang dangkal (Mulyono 1986). Desain cantrang didalam operasinya berusaha memfilter kolom perairan pada area pengaruh (zone of influence) dan berupaya mengontrol tingkah laku ikan sehingga terkonsentrasi pada area aksi atau zone of action (Nikonorov 1975). Operasi penangkapan ikan dengan cantrang pada saat ini cenderung mendekati daerah pantai dengan tujuan memaksimalkan hasil tangkapan. Pada beberapa daerah yang terancam dengan beroperasinya cantrang diperairannya. Indikasi yang timbul adanya kecenderungan cantrang dioperasikan seperti alat tangkap trawl yaitu melakukan penghelaan dan menangkap udang atau seluruh ikan dasar. Salah satu modifikasi yang dilakukan nelayan adalah cara operasi cantrang pada saat hauling dengan penghelaan. Disamping itu, modifikasi cantrang telah banyak dilakukan pada desain dan konstruksi, agar jumlah hasil tangkapan bertambah dan dapat mengembalikan modal usaha. Ada pula perbahan ukuran mata jaring yang semakin kecil, panjang tali selambar atar (head rope) dan sayap, penambahan dimensi yang semakin besar, serta teknik pengoperasian pada daerah operasi penangkapan yang dangkal sangat sering dilakukan oleh nelayan. Ukuran kapal cantrang yang digunakan nelayan sangat bervariasi. Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 02 Tahun 2011, alat tangkap cantrang dioperasikan menggunakan kapal berukuran kurang dari 30 GT, dan pada perairan lebih dari 4 mil. Pada kenyataannya banyak nelayan menggunakan kapal berukuran lebih dari ukuran yang diatur pemerintah. Aturan tersebut menjadi acuan, dimana ukuran kapal yang digunakan sebagai pembatas bagi nelayan untuk menentukan ukuran alat tangkap yang dapat dipergunakan. Nelayan berusaha memperbesar ukuran alat bertujuan untuk memaksimalkan ikan hasil tangkapan dan keuntungan semakin besar. Cantrang yang berukuran besar akan mempunyai area penangkapan semakin luas dan kedalaman perairan semakin dalam. Teknik operasi penangkapan pada cantrang yang berukuran besar akan membutuhkan peralatan yang bertambah besar, sehingga dimungkinkan penyimpangan operasi penangkapan dapat terjadi. Penangkapan ikan yang dilakukan nelayan cantrang yang cenderung mencapai dasar perairan dan mendekati perairan pantai, memberikan dampak adanya tekanan terhadap sumberdaya ikan khususnya pada ikan demersal. Selain itu dapat menyebabkan terjadinya persaingan antar nelayan yang menggunakan alat tangkap lain. Kondisi seperti itu dapat menimbulkan keresahan dan bahkan
7
dapat mengakibatkan konflik di antara nelayan. Untuk mengantisipasi dan menghindari terjadinya keresahan di antara nelayan, dan memberi peluang berusaha bagi nelayan skala kecil maka perlu adanya ketentuan yang mengatur penggunaan cantrang khususnya jalur penangkapan. Food Agriculture Organization (FAO 1995), mengeluarkan tata laksana yang dikenal dengan Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF), didalamnya mengatur pelaksanaan perikanan bertanggung jawab yang menjelaskan prinsip-prinsip dan standar perilaku internasional dengan tujuan untuk konservasi, pengelolaan dan pengembangan sumberdaya akuatik yang efektif berkenaan dengan ekosistem dan biodiversitas. CCRF menghimbau adanya penggunaan alat tangkap dan praktek penangkapan yang selektif dan ramah lingkungan, serta memperhatikan tingkat keselamatan nelayan. Menurut Chauvin et al. (2007), kegiatan penangkapan ikan di laut mempunyai risiko kerja yang sangat tinggi. Penelitian dilakukan untuk mengamati aktivitas nelayan selama operasi penangkaan yang berhubungan dengan kondisi keselamatan kerja pada setiap desain kapal. Pemanfaatan ruang kerja pada kapal ikan, dapat mempengaruhi produktivitas kerja nelayan. Pembagian ruang kerja dibutuhkan untuk memudahkan arus lintas pekerja dan luasan area kerja yang nyaman dan meningkatkan keselamatan kerja di atas kapal. Beberapa lembaga internasional seperti International Maritime Organization (IMO), International Labour Organization (ILO), dan Food and Agriculture Organization (FAO) telah membuat aturan yang berkaitan dengan keselamatan pada kapal penangkapan ikan (Ben-Yami 2000; FAO 1995 2000 2005). Berdasarkan panduan keselamatan nelayan dan kapal ikan, penataan lokasi penempatan alat tangkap dan perlengkannya diupayakan lebih rendah di atas kapal untuk menghindari kesulitan luas pandang nakhoda. Lokasi menempatan alat tangkap dipersiapkan untuk dapat melakukan operasi penangkapan dan lokasi pengangkatan (hauling) hasil tangkapan harus berada pada tempat yang baik. Perubahan-perubahan pada dimensi alat tangkap memerlukan studi desain dan konstruksi atau dimensi alat tangkap cantrang melalui pengamatan teknis operasi penangkapan serta daerah penangkapan ikannya. Kenyamanan kerja pada dek kapal diperlukan untuk mengamati efektivitas kerja nelayan berkaitan dengan pemanfaatan dan penataan alat agar produktivitas maksimal. Pada pengkajian untuk menganalisis kesesuaian dimensi alat tangkap dan ukuran kapal berkaitan dengan pemanfaatan area kerja agar tercipta kenyamanan dalam operasi penangkapan ikan.
8
Aspek legal: Kepres RI No 38/1980 Permen KP No. 02/2011
Code of Conduct For Responsible Fisheries (CCRF)
Unit Penangkapan Ikan (Cantrang)
Alat Tangkap Cantrang
Kapal
Ukuran Bagianbagian Cantrang
Dimensi & Ukuran Kapal
Dimensi Alat Tangkap
Tata Letak Peralatan dan Area Kerja (dek) Kapal
SNI 01-7236-2006
Desain dan Konstruksi Alat Tangkap
Performa Alat Tangkap
- Keragaan Penataan Peralatan, - Alur dan Waktu Kerja pada Operasi Penangkapan - Keselamatan Kerja (peluang kecelakaan)
Dimensi Cantrang Untuk Kapal 20 GT Gambar 1 Kerangka pikir Kebaruan (novelty) Nilai kebaruan dari penelitian ini yaitu karakter cantrang nelayan yang mempunyai desain dan konstruksi sesuai nilai standar dengan tinggi dan bentuk bukaan mulut jaring optimal ketika penarikan tali selambar, serta mengantisipasi peluang kecelakaan dalam rangka mengoptimalkan operasi penangkapan ikan pada kapal 20 GT.
9
2. METODOLOGI
Waktu dan Tempat Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Desember 2011 sampai dengan Juni 2012. Pengambilan data meliputi data primer dan sekunder. Pengambilan data primer dilakukan pada dua lokasi, yaitu Kabupaten Rembang di sentra nelayan Tanjungsari, dan Kabupaten Lamongan Jawa Timur, di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong. Peta Lokasi Penelitian
U
Keterangan: Lokasi Penelitian Sumber www.maps.google.co.id:
Gambar 2 Lokasi Penelitian Alat dan Bahan Penelitian Peralatan dan bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain: data sheet, alat tulis, dan program komputer (MS Word, dan MS Excel) serta beberapa alat ukur berupa penggaris (30 cm), roll meter (50 m), jangka sorong, Global Positioning System (GPS), stopwatch dan kamera digital. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data sampel dilakukan dengan dasar beberapa pertimbangan yang menganggap unsur-unsur yang dikehendaki telah ada dalam anggota sampel yang diambil. Data primer terdiri dari alat tangkap cantrang pada kapal berukuran 20 GT. Nelayan yang menjadi sampel merupakan nelayan yang menggunakan alat tangkap cantrang dengan kapal berukuran 20 GT. Ukuran kapal 20 GT yang menjadi populasi merupakan kapal yang diukur (panjang x lebar x dalam) dilapangan dan masih beroperasi, sehingga tidak berdasarkan surat-surat atau keterangan nelayan. Jumlah nelayan cantrang kapal 20 GT berjumlah 36 unit di Pelabuahan Perikanan Pantai Tanjungsari, Kabupaten Rembang dan 17 unit di
10
Brondong Kabupaten Lamongan. Berdasarkan data tersebut pelaksanaan penelitian sebagai berikut: 1) Pengumpulan data primer dengan cara survei dan ditentukan pengambilan sampel dengan qouta sampling, yaitu 10% dari jumlah populasi sampel nelayan yang menggunakan cantrang pada ukuran 20 GT di lokasi penelitian; 2) Pengumpulan data sekunder, antara lain sebaran dan jumlah kapal penangkap ikan di lokasi penelitian berupa laporan data statistik perikanan tangkap tingkat Kabupaten. Data primer diperoleh secara langsung di lapangan/pelabuhan dengan bertemu langsung dengan pemiliki setiap kapal dan mengukur alat tangkap dan kapalnya. Jenis data dan informasi yang dikumpulkan antara lain: 1) Data teknis kapal perikanan : a. Nama kapal. b. Jumlah kapal. c. Jenis dan tipe kapal. d. Dimensi/ukuran kapal. e. Jenis alat penangkapan ikan yang digunakan. f. Mesin kapal dan alat bantu (jenis/merk/daya/BBM). g. Peralatan keselamatan. h. Peralatan komunikasi. i. Peralatan navigasi. 2) Data teknis alat tangkap : a. Ukuran alat total. b. Bagian-bagian panel. c. Jenis dan tipe bahan setiap bagian. d. Komponen tali temali. e. Jenis dan tipe bahan tali. f. Sumber pembelian bahan dan material. 3) Wawancara a. Tugas ABK (nakhoda, juru mesin, juru alat, juru masak dan lainnya). b. Kenyamanan. c. Persepsi. d. Tingkat pengetahuan. e. Info kecelakaan. Kerangka Penelitian
Penelitian dilakukan dengan mengamati dimensi alat tangkap cantrang yang digunakan nelayan. Pengambilan sampel ditentukan berdasarkan batasan ukuran kapal yang dioperasikan nelayan, yaitu 20 GT. Dimensi dibuat berdasarkan hasil pengukuran dan informasi nelayan. Dari hasil pengukuran dapat ditentukan desain dan konstruksi dari cantrang nelayan. Desain dan konstruksi merupakan gambaran dari bentuk-bantuk cantrang yang diamati dan selanjutnya dilakukan komparasi dengan Standar Nasional Indonesia yang telah ada.
11
Cantrang
Jaring Cantrang
Kapal
Ukuran & Dimensi Cantrang
Dimensi & Ukuran Kapal
Desain dan Konstruksi cantrang Uji performa model/prototipe cantrang
Analisis Komparasi (SNI 01-72362006)
Tata Letak Peralatan dan Area Kerja (dek) Kapal
Penataan dan Alur Kerja, Operasi Penangkapan
Analisis Jaringan Kerja
Analisis Keselamatan Kerja
Rancangan Penataan Alat dan Alur Kerja, Operasi Penangkapan
Dimensi Cantrang Untuk Ukuran Kapal 20 GT Gambar 3 Kerangka Penelitian Untuk mengamati kondisi cantrang di dalam air, maka setelah mendapatkan data dari salah satu alat dibuatkan model. Kemudian model diuji performa pada flume tank dan diamati perilaku model tersebut. Hasil pengamatan dari model di flume tank, dijadikan acuan untuk performa cantrang yang digunakan nelayan. Pengamatan selanjutnya dilakukan selama operasi penangkapan cantrang berlangsung. Pengambilan data setiap tahapan operasi penangkapan dikumpulkan seperti waktu, lokasi, alur kerja nelayan, pemanfaatan ruang kerja di atas dek dan kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.
12
Analisis Data Karakteristik desain dan konstruksi alat tangkap cantrang ukuran kapal 20 GT Karakteristik desain dan konstruksi cantrang yang dimiliki nelayan diidentifikasi dengan melakukan pengukuran dan pengamatan pada bagian-bagian cantrang. Pengumpulan data dilakukan di setiap lokasi penelitian pada kapal nelayan yang berukuran 20 GT. Analisis deskriptif komparatif digunakan untuk membandingkan data hasil pengukuran cantrang nelayan dengan Standar Nasional Indonesia SNI 01-7236-2006. Uji performa jaring cantrang menggunakan model pada flume tank Perilaku alat khususnya tinggi bukaan mulut jaring, pada penelitian ini dilakukan dengan pengamatan model jaring cantrang pada flume tank. Perancangan model menyesuaikan dengan ukuran bidang pengamatan pada flume tank. Pengambilan data dilakukan pada tiga kecepatan berbeda untuk mengamati tinggi bukaan mulut jaring dan prediksi bentuk bukaan mulut jaring. Perberbedaan kecepatan tersebut dapat diestimasi tinggi bukaan mulut jaring pada saat operasi penangkapan, sehingga dapat diprediksi kedalaman yang memungkinkan, agar nelayan dapat mengoptimalkan penggunaan cantrang. Pemanfaatan ruang atas dek kapal dan alur kerja serta kemungkinan kecelakaan kerja pengoperasian Kapal yang digunakan nelayan selama operasi penangkapan pada kapal berukuran 20 GT. Pengamatan difokuskan untuk mengetahui pengaruh penempatan alat tangkap pada dek kapal selama operasi penangkapan berlangsung. Data pemanfaatan ruang di atas dek kapal diidentifikasi dan dikumpulkan dengan melakukan wawancara dengan ABK dan mengukur luas area kerja. Analisis jaringan kerja dilakukan untuk dapat menghitung waktu efektif selama aktivitas operasi penangkapan ikan di kapal untuk memanfaatkan area kerja. Analisis keselamatan kerja (formal safety assessment) untuk mengamati peluang terjadinya kecelakaan di atas kapal pada saat operasi penangkapan ikan.
13
3. KARAKTERISTIK DESAIN DAN KONSTRUKSI ALAT TANGKAP CANTRANG UKURAN KAPAL 20 GT
Pendahuluan
Setiap alat tangkap ikan memiliki desain dan konstruksi, yang sama atau mirip dan adapula yang berbeda. Alat tangkap yang memiliki fungsi yang sama, namun memiliki desain dan konstruksi berbeda. Adapun ukurannya sangat bervariasi yang tergantung pada kemampuan nelayan dalam mengoperasikannya. Ukuran alat tangkap cantrang sangat bervariasi dimulai dari ukuran kecil dengan perahu 10 GT hingga ukuran besar yang dioperasikan dengan kapal berukuran lebih dari 30 GT. Umumnya alat tangkap ini dioperasikan di sekitar pesisir pantai, terutama alat yang mempunyai ukuran kecil sedangkan yang memiliki bentuk yang lebih besar lebih jauh dari pantai. Kondisi sebenarnya dilapangan banyak alat cantrang dapat dijumpai dibeberapa daerah, akan tetapi memiliki bentuk yang berbeda dari sebenarnya dan hal ini berlaku sebaliknya. Menurut Soewito dalam Nurfitasari (2005), beberapa daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur, cantrang disebut sebagai dogol, payang atau potol, yaitu sejenis pukat tarik yang digunakan untuk menangkap ikan dasar (demersal) dengan jalan melingkarkan pukat pada perairan yang diduga banyak ikannya, kemudian menariknya. Pada awalnya, usaha penangkapan cantrang dilakukan menggunakan perahu berukuran panjang (p) antara 6 - 7 m, lebar (l) antara 1,5 - 2 m, dalam (d) antara 0,5 - 1 m, panjang jaring dari ujung kantong sampai ujung kaki/sayap sekitar 8 12 m. Pada saat ini untuk mengoperasikan cantrang digunakan kapal berukuran panjang 18 m, lebar 7 m, dan dalam 2,75 m dengan kekuatan mesin 200 PS. Menurut Sudirman dan Achmar (2004), operasi penangkapan dengan jaring cantrang di Pantura Jawa Tengah dan Jawa Timur dahulu masih menggunakan perahu layar jenis kememting, jakung, compreng, ataupun cantrangan. Perahu tersebut berukuran panjang 8 - 9 m dan lebar 1,5 m dengan jumlah nelayan sebanyak 3 orang, dimana 2 orang bekerja untuk menarik dan menurunkan jaring dan 1 orang sebagai juru mudi. Cantrang merupakan alat tangkap ikan yang memiliki sayap, badan dan kantong, serta termasuk pada keompok alat tangkap berkantong (KKP 2009). Ukuran cantrang yang dioperasikan tergantung kapal yang digunakan dan daerah operasi penangkapannya. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi antara lain ukuran kapal, kemampuan mesin dan teknis operasi penangkapan. Ikan demersal merupakan ikan target tangkapan nelayan cantrang, antara lain Pepetek (Leiognathus sp.), Kurisi (Nimipterus hexodon) dan Biji Nangka (Upenus moluccensis) (Riyanto et al. 2011; Sudirman et al. 2008). Menurut Luong (2001), alat tangkap bentuk trawl yang bervariasi umumnya sulit dibandingkan, dikarenakan banyaknya variabel dan adanya fluktuasi selama penangkapan berlangsung. Dimensi bukaan mulut jaring tidak dapat di hitung
14
secara akurat melalui gambar dan grafik. Pada trawl dengan ukuran yang sama dapat mempunyai bukaan mulut yang berbeda, sehingga demikian pula pada ukuran trawl yang berbeda. Penentuan prototipe bentuk yang efektif dilakukan dengan metode membandingkan setiap bagian alat tangkap trawl. Pembandingan dilakukan antara dimensi struktur relatif dengan dimensi absolut berdasarkan Fridman (1986), dimana dimensi struktur relatif berdasarkan rasio. N/L, A/L, B/L, C/L, D/L dengan : A : Panjang jaring sayap bawah (meter) B : Panjang jaring belly (meter) C : Panjang jaring codend (meter) D : Lebar jaring setelah square (meter) L : Panjang tali ris atas (meter) N : Panjang jaring keseluruhan (meter) Kecepatan tarik dari alat tangkap cantrang merupakan kecepatan yang memungkinkan kapal berupaya menarik alat tangkap dengan simbol V2,45. Nilai dari kecepatan tarik dapat dilihat melalui Tabel 1: Tabel 1
Besaran koversi kecepatan dengan kecepatan tarik Kecepatan tarik knot
meter / detik
0,50 1,00 1,50 2,00 Keterangan : V = Kecepatan
0,25 0,50 0,75 1,00
V2,45 0,033 0,183 0,494 1,000
Pada konstruksi alat tangkap ikan terdiri dari bagian-bagian yang membentuk alat tersebut. Setiap bagian akan mempunyai bentuk tertentu dengan bahan yang ditentukan oleh nelayan. Bagian-bagian pada jaring cantrang sebagian besar disusun dengan jaring dan tali temali. Jaring cantrang mempunyai bagian-bagian berbeda, dimana setiap bagian memiliki ukuran benang, ukuran mata, jumlah mata jaring, serta ukuran dan panjang tali. Tali selambar sebagai tali penarik jaring mempunyai ukuran dan panjang yang disesuaikan dengan kebutuhan dan target tangkapannya. Perbedaan yang ada di bagian-bagian tersebut menjadi pembeda karakteristik dari sebuah alat tangkap. Nelayan membuat alat tangkap bertujuan untuk menangkap target tangkapan tertentu dengan hasil tangkapan dalam jumlah banyak. Alat tangkap dibentuk menyesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi perairan, serta melakukan modifikasi berdasarkan pengalamannya. salah satu alat tangkap yang banyak digunakan nelayan pantai utara Jawa, yaitu cantrang. Cantrang yang dioperasikan nelayan di pantai Utara Jawa sangat sulit teridentifikasi desain dan konstruksinya. Umumnya disetiap daerah di pantai
15
utara Jawa, dapat ditemukan jaring cantrang yang mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda–beda. Disamping itu, perbedaan cantrang nelayan, diperlihatkan pula pada jenis bahan, ukuran benang serta mata jaring. Perbedaan yang ada, umumnya berdasarkan pengalaman dan kebiasaan selama lama. Cantrang yang termasuk pukat tarik memiliki kantong, dioperasikan dengan tali selambar yang pengoperasiannya di dasar perairan dengan cara melingkari gerombolan ikan, penarikan dan pengangkatan pukat (hauling) dari atas kapal tanpa alat pembuka mulut jaring. Standar bentuk baku konstruksi pukat tarik cantrang pada SNI 01-7236-2006, menetapkan batasan ukuran dan sketsa dari bentuk baku konstruksi cantrang, serta metode pengoperasiannya. Kondisi saat ini terdapat nelayan menggunakan cantrang berukuran sama yang dioperasikan dengan kapal berukuran berbeda, dan cenderung lebih besar. Pada sisi lainnya, dimungkinkan terdapat ukuran cantrang yang berbeda dioperasikan pada kapal yang sama. Adapula nelayan yang merubah fungsi kapal purse seine untuk dapat mengoperasikan jaring cantrang, sehingga nelayan akan berupaya merubah bentuk dan konstruksi jaring menjadi lebih besar. Kapal berukuran besar digunakan nelayan untuk dapat mengoperasikan jaring cantrang pada perairan yang lebih jauh. Umumnya ukuran kapal yang banyak digunakan nelayan yaitu kurang dari (<) 30 GT atau ukuran kapal yang diperbolehkan mneggunakan jaring cantrang. Namun kenyataannya terdapat kapal berukuran besar dioperasikan pada daerah yang tidak diperbolehkan. Untuk operasi penangkapan dengan jarak jauh dan waktu yang lama nelayan biasanya menggunakan kapal berukuran besar. Kapal yang berukuran besar akan memiliki alat tangkap yang besar atau jumlahnya banyak. Sehubungan ukuran alat yang cukup besar, maka daerah penangkapan ikan untuk alat tersebut berbeda dengan nelayan dengan alat tangkap kecil. Pengoperasian cantrang dilakukan pada daerah pasir atau lumpur pasir, dimana pengaruh arah arus dan kekuatan arus mempengaruhi terbukanya mulut jaring. Akan tetapi berapa kekuatan kecepatan aliran arus yang harus dipenuhi, agar mulut jaring dapat mengembang dengan optimal dan hal ini masih menjadi pertanyaan. Kecepatan dan arah arus perlu diperhatikan dan membutuhkan peralatan yang memadai dalam mengamatinya. Perubahan pada arah dan kecepatan yang dialami nelayan, seringkali membuat nelayan mengalami kegagalan dalam operasi penangkapan. Cantrang dioperasikan melawan arus, sehingga nelayan memiliki pola penurunan jaring agar mendapatkan posisi yang baik untuk menurunkan jaring. Penurunan jaring yang keliru menyebabkan jaring akan terpuntal dan operasi penangkapan menjadi gagal. Perubahan arus banyak terjadi ketika musim pancaroba dan pada kedalaman perairan yang berbeda di Laut Jawa. Berdasarkan di atas, diperlukan pengkajian cantrang agar diketahui adanya keterkaitan antara ukuran cantrang dengan ukuran kapalnya. Karakteristik dari cantrang pun perlu diketahui nelayan sejak awal, sehingga dapat memberikan efisiensi serta menghindari kerugian bagi nelayan.
16
Tujuan
Penelitian ini mempunyai tujuan: 1) Menentukan desain dan konstruksi cantrang pada kapal kurang dari 20 GT, yang dioperasikan oleh nelayan Kabupaten Rembang dan Kabupaten Lamongan Jawa Timur. 2) Melakukan perbandingan dimensi setiap bagian bentuk konstruksi cantrang nelayan dengan nilai standar bentuk baku cantrang. 3) Mengetahui performa jaring yang digunakan nelayan saat operasi penangkapan cantrang.
Manfaat
Manfaat dari hasil penelitian ini adalah: 1) Data dan informasi karakter alat tangkap cantrang yang dioperasikan nelayan Pantura, khususnya di lokasi penelitian. 2) Bahan bagi pemerintah dan instansi terkait dalam mengambil kebijakan dan penentuan pengaturan pengoperasian alat tangkap.
Metodologi Waktu dan lokasi Lokasi pengamatan yaitu Pelabuhan Perikanan Pantai Tanjungsari, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah dan Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong, Kabupaten Lamongan Jawa Timur. Kajian dilakukan dengan mengumpulkan data-data primer hasil pengukuran lapangan pada bulan Pebruari hingga Juni tahun 2012. Data sekunder berupa hasil pengamatan data alat tangkap pada Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan tahun 2009. Bahan dan alat 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9)
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini antara lain: Alat ukur panjang (meteran, penggaris, jangka sorong/stigmat), Alat ukur berat (timbangan digital), Kamera digital, Flume tank, Global Positioning system (GPS), Stopwatch, Echo sounder, Flowmeter, Benang, pelampung, timah,
17
Pengambilan data Pengumpulan data dilakukan dengan mengukur alat tangkap cantrang sebanyak 4 (empat) unit yang beroperasi di pantai utara Jawa. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode non-probability sampling, yaitu purposif (purposive sampling) menggunakan teknik judgment sampling dari populasi nelayan yang memiliki kriteria sebagai pengguna cantrang. Sampel diambil dengan maksud atau tujuan tertentu bahwa seseorang atau sesuatu tersebut memiliki informasi yang diperlukan dalam penelitian. Pengukuran dilakukan pada setiap bagian dari alat tangkap cantrang, seperti tali ris, sayap, badan dan kantong. Sentra perikanan cantrang ditentukan berdasarkan informasi instansi setempat. Selanjutnya pada populasi tersebut dikelompokkan ukuran kapal yang berukuran 20 GT atau sesuai dengan kriteria panjang kapalnya. Dengan selesainya pemilihan tersebut, dilakukan pengukuran cantrang dan luasan dek pada kapal. Pengumpulan data jaring dilakukan dengan mengumpulkan dokumen (perekaman dan foto) selama pengamatan berlangsung. Analisis data Berdasarkan SNI 01-7236-2006 (BSN 2006), cantrang memiliki karakteristik yang dilihat dari ratio dari perbandingan bagian-bagian jaring sesuai dengan teori Fridman (1986). Gambaran sketsa jaring cantrang dapat dilihat pada Gambar 4. Analisis dilakukan menggunakan metode deskriptif komparasi dari penghitungan karakteristik desain dan konstruksi hasil pengukuran lapangan dengan Standar pukat tarik cantrang (SNI 01-7236-2006). Pada analisis ini akan menjelaskan setiap bagian-bagian alat tangkap cantrang nelayan Rembang dan Brondong. Batasan pada SNI 01-7236-2006 menjadi acuan untuk mengamati karakteristik desain dan konstruksi cantrang. 1) Batasan bentuk jaring ke arah memanjang merupakan nilai ratio perbandingan bagian-bagian jaring: l/m; l/b; m/b; a/b; c/b; d/b; Sqr/b; e/b dan f/b .......................................... (1) dengan: l = panjang tali ris atas; a = keliling mulut jaring; c = panjang bagian sayap atas; Sqr (d-c) = panjang bagian square; f = panjang bagian kantong;
m b d e
= = = =
panjang tali ris bawah; panjang total jaring; panjang bagian sayap bawah; panjang bagian badan jaring;
18
Nilai batasan bentuk konstruksi cantrang arah memanjang berdasarkan SNI 01-7236-2006 sebagai berikut: l/m = 0,890 - 1,035 l/b = 0,935 - 1,090 m/b = 0,970 - 1,130 a/b = 1,095 - 1,275 c/b = 0,535 - 0,625 d/b = 0,535 - 0,625 Sqr/b = e/b = 0,340 - 0,395 f/b = 0,050 - 0,060
Keterangan:
1) Panjang bagian-bagian kearah memanjang: Panjang tali ris atas Panjang tali ris bawah Panjang total jaring Panjang bagian sayap atas Panjang bagian sayap bawah Panjang bagian badan jaring Panjang bagian kantong jaring
:l :m :b :c :d :e :f
2) Panjang bagian-bagian kearah melintang: Keliling mulut jaring :a Setengah keliling mulut jaring :h Lebar ujung depan sayap atas : g2 Lebar ujung belakang sayap atas : g1 Lebar ujung depan sayap bawah : h1 Lebar ujung belakang sayap bawah : h2 Lebar ujung depan badan :i Lebar ujung belakang badan : i1 Lebar ujung depan kantong :j Lebar ujung belakang kantong : j1
Gambar 4 Bagian-bagian jaring cantrang (BSN 2006)
19
2) Batasan bentuk jaring kearah melintang merupakan nilai ratio perbandingan antara lebar bagian-bagian jaring dengan lebar setengah keliling mulut jaring, dengan perbandingan: g2 /h; g1 /h; h2 /h; h1 /h; i /h; i1 /h; j /h; j1 /h ............................................ (2) dengan : h = setengah keliling mulut jaring; g2 = lebar ujung depan sayap atas g1 = lebar ujung belakang sayap atas; h2 = lebar ujung depan sayap bawah h1 = lebar ujung belakang sayap bawah; i = lebar ujung depan badan jaring i1 = lebar ujung belakang badan jaring; j = lebar ujung depan kantong; j1 = lebar ujung belakang kantong Nilai batasan bentuk konstruksi cantrang secara melintang berdasarkan SNI 01-7236-2006 : g2/h = 0,535 - 0,625 g1/h = 0,935 - 0,840 h2/h = 0,535 - 0,625 h1/h = 0,725 - 0,840 i/h = 1,000 i1/h = 0,160 - 0,185 j/h = 0,070 - 0,080 j1/h = 0,070 - 0,080 3) Bagian jaring dan jumlah kisi – kisi jaring yang dimiliki nelayan akan berbeda-beda atau setiap kapal. Jumlah kisi pada cantrang tertera pada Tabel 2 berikut. Tabel 2 No.
Jumlah kisi-kisi pada jaring cantrang Bagian – bagian jaring
1. Bagian sayap atas 2. Bagian sayap bawah 3. Bagian medan jaring atas 4. Bagian badan 5. Bagian kantong *) Identifikasi BBPPI Sumber : Fachrudin et al. (2009)
Jumlah kisi jaring*) 4~6 4~6 --5~7 1~2
20
4) Pengamatan bahan material dan ukuran mata jaring pada setiap bagian jaring yang diamati mengacu pada Tabel 3. Tabel 3 No
Material dan ukuran mata jaring cantrang Material jaring*)
Bagian - bagian jaring
1.
Bagian sayap atas
2.
Bagian sayap bawah
3.
Bagian square
4.
Bagian badan
5.
Bagian kantong
Ukuran mata *) jaring
PE.380 d/6 ~ d/9 atau R. 280 ~ 420 tex Ø = 0,64 ~ 0,83 mm PA 210 d/9 ~ 12 atau R. 230 ~ 390 tex Ø = 0,50 ~ 0,65 mm
101,6 ~ 203,3 mm (4 ~ 8 inch) 25,4 ~ 101,6 mm ( 1 ~ 4 inch) 19,1 ~ 25,4 mm ( ¾ ~ 1 inch)
*) Identifikasi BBPPI Sumber : Fachrudin et al. (2009) 5) Material dan ukuran diameter tali temali untuk alat tangkap cantrang berukuran sesuai dengan kebutuhan nelayan dengan mengacu pada Tabel 4 berikut. Tabel 4 No
Material dan ukuran tali temali pada jaring cantrang Tali temali
1.
Tali ris atas
2.
Tali ris bawah
3.
Tali kekang
Material tali temali
Tegangan*)
Polyethyline (PE)
St. hr = (5 ~ 8) Rn St. gr = (7 ~ 10) Rn
Polyamide (PA)
4. Tali selambar Catatan: Pemberat cantrang = 3,50 ~ 6,50 kg Daya apung cantrang (B) = 110 ~ 125 kgf/m Daya tenggelam cantrang (S) = 125 ~ 150 kgf/m *) Identifikasi BBPPI Sumber : Fachrudin et al. (2009)
St. br = (6 ~ 9) Rn St. wr = (12 ~ 18) Rn
6) Karakteristik bentuk baku konstruksi cantrang memiliki nilai perbandingan diameter benang dengan ukuran mata jaring pada setiap bagian jaringnya. Nilai perbandingan dapat dilihat pada Tabel 5 berikut. Tabel 5
Perbandingan antara diameter benang dengan ukuran mata jaring
No Bagian - bagian jaring Material jaring PE 1. Bagian sayap atas 2. Bagian medan jaring atas 3. Bagian badan 4. Bagian kantong Pukat tarik cantrang rata – rata
Perbandingan Dt / mo*) 0,0030 ~ 0,0085 0,0060 ~ 0,0330 0,0250 ~ 0,0425 0,0110 ~ 0,0285
21
Tabel 5 (lanjutan) No Bagian - bagian jaring
Perbandingan Dt / mo*)
Materal jaring PA 1. 2. 3. 4.
Bagian sayap atas Bagian medan jaring atas Bagian badan Bagian kantong
Pukat tarik cantrang rata – rata *) Identifikasi BBPPI Sumber : Fachrudin et al. (2009)
0,0025 ~ 0,0065 ----0,0045 ~ 0,0260 0,0195 ~ 0,0340 0,0085 ~ 0,0225
7) Hanging ratio (E) merupakan nilai perbandingan dari daya apung dan daya tenggelam pada setiap bagian jaring. Nilai E mengacu pada Tabel 6 berikut. Tabel 6
Nilai hanging ratio pada jaring cantrang
No 1.
Bagian – bagian jaring Bagian sayap atas
2.
Bagian mulut
3. Bagian badan *) Identifikasi BBPPI Sumber : Fachrudin et al. (2009)
Hanging ratio (E)*) 0,85 ~ 0,90 0,50 0,95 ~ 1,00
8) Ukuran panjang tali temali untuk tali ris atas dan bawah, tali kekang dan tali selambar. Ukuran panjang yang sesuai dengan ukuran jaring dapat mengikuti Tabel 7 dan formula berikut. Tabel 7
Panjang tali temali pada jaring cantrang
No 1.
Tali temali Tali ris atas : l
Panjang*) ( 0,860 ~ 1,050 ) x b
2.
Tali ris bawah : m
( 0,890 ~ 1,090 ) x b
3.
Tali kekang : br
( 0,032 ~ 0,036 ) x b
4. Tali selambar : wr Keterangan: b = panjang total jaring *) Identifikasi BBPPI Sumber : Fachrudin et al. (2009)
( 15,0 ~ 25,0 ) x b
9) Keliling mulut jaring (circumference at net mouth) dalam keadaan teregang, dapat ditentukan dengan menggunakan rumus atau formula teoritis (Y. Shu). Keliling mulut jaring merupakan perbandingan daya motor penarik pukat/kapstan gardan (dalam HP) sebesar 85% dari maksimum daya dengan perbandingan antara diameter benang jaring dengan ukuran mata jaring rata – rata, kecepatan tarik (1 hingga 2 knot). Nilai hasil persamaan akan dapat menentukan panjang total (b).
22
Keliling mulut jaring (circumference at net mouth) dalam keadaan teregang, dapat ditentukan dengan menggunakan rumus atau formula teoritis (Y.Shu dalam Nomura 1981), sebagai berikut:
a2
BHP 2,5 x d /l x V 2.45 .................................................................................. (3)
dengan: = keliling mulut jaring (dalam m) dimana a/b = 1,065 – 1,305 a BHP = daya motor penarik pukat/kapstan gardan (dalam HP), sebesar 85% x Maximum Continuous Rating (Break Horse Power = BHP) Dt = diameter benang kisi – kisi jaring (dalam mm) mo = ukuran mata jaring kisi – kisi jaring (dalam mm) d/l = perbandingan antara diameter benang jaring dengan ukuran mata jaring rata – rata (Dt / mo) V = kecepatan tarik (1 ~ 2 knot atau 0,5 ~ 1,0 m/detik) b = panjang total jaring = ( 0,765 ~ 0,940 ) x a 10) Tahanan jaring (net resistance), dapat ditentukan dengan menggunakan rumus atau formula teoritis (Koyama T 1977). Tahanan jaring dipengaruhi oleh keliling mulut jaring, panjang total jaring perbandingan antara diameter benang jaring dengan ukuran mata jaring rata–rata, dan kecepata tarik. Jumlah tahanan jaring cantrang (Rn) dapat ditentukan dengan menggunakan rumus atau formula teoritis (Koyama dalam Nomura 1981), sebagai berikut: atau Rn = 16 x a x b x Dt / mo x V ² ......... (4) dengan : Rn = a = b = = V
=
Tahanan jaring (Kgf ) Keliling mulut jaring dalam keadaan teregang Panjang total jaring dalam keadaan teregang (dalam m) Perbandingan diameter benang jaring dengan ukuran mata jaring rata – rata (Dt/mo) Kecepatan penarikan dan pengangkatan jaring (1 ~ 2 knot atau 0,5 ~ 1,0 m/detik)
Pada jaring cantrang memiliki kemampuan mengapung atau daya apung dan daya tenggelam. Komponen pukat tarik cantrang mempunyai massa jenis lebih kecil dari 1,00 gr/cm3 (massa jenis air tawar) atau lebih kecil dari 1,025 gr/cm3 (massa jenis air laut), maka komponen pukat tarik mempunyai daya apung. Sebaliknya bila memiliki nilai lebih besar dari 1,025 gr/cm3 akan memiliki daya tenggelam. Bahan jaring dan bahan tali temali PE serta pelampung memiliki daya apung. Untuk bahan jaring/tali terbuat dari PA dengan berat jenis 1,14 mempunyai daya tenggelam. Daya apung dan tenggelam komponen mulut cantrang dapat ditentukan dengan menggunakan pendekatan persamaan berikut:
23
a. ℓ B = Wk ( ——— - 1 ) .....................................................................................(7) k dengan: B = Wk = a. ℓ = k =
Daya apung komponen Berat komponen cantrang ( grf / kgf) Massa jenis air laut ( 1,025 gr/cm3 atau kg/dm3) Massa jenis komponen cantrang (gr/kg)
Menurut Fridman (1969) karakteristik penting gerakan trawl di dalam air dipengaruhi oleh kedalaman trawl, jarak antara trawl dan kapal saat hauling sepanjang haluan yang ditempuh, dan panjang warp. Tahanan tali selambar (warp rope resistance), dapat ditentukan dengan menggunakan rumus atau formula teoritis dari Nomura (1975), yang disimbolkan sebagai Rwr dengan satuan kilogram force (kgf). Nilai tahanan tali selambar dipengaruhi oleh sudut tali selambar terhadap arah aliran air (0,022 ~ 0,036), densitas/kerapatan massa air, panjang dan diameter tali selambar, dan kecepatan tarik (1 hingga 2 knot). Kedudukan cantrang di dalam perairan tergantung dari sudut kemiringan tali selambar, panjang tali selambar dan kedalaman perairan. Sudut kemiringan tali selambar dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut :
dengan: β = Sudut kemiringan tali selambar terhadap garis tengah kapal (derajat) L = Panjang tali selambar (m) H = Kedalaman perairan (m) = Sudut kemiringan tali selambar terhadap dasar perairan = 90° – β Kecepatan kapal dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut: Vs
Ca x BHP Ca x BHP atau 2 2 / 3 Vs 3
dengan: Vs = = Ca = BHP =
...............................................................(8)
Kecepatan kapal (m/det) Displacement Kapal (ton) Koefisien admirality (Kapal kayu 55 – 70) Daya motor penggerak kapal
11) Bukaan mulut jaring dapat diduga dengan menggunakan formula (Prado 1990), sebagai berikut: - Bukaan mulut jaring vertikal ..........................................................................(9)
24
dengan: VO = Dugaan bukaan mulut jaring secara vertikal (m) n = Jumlah mata jaring pada mulut jaring a = Ukuran mata jaring (m) 0,25 (to) 0,3 = Hanging ratio - Bukaan mulut jaring horizontal .................................................................................. (10) dengan: S = Dugaan jarak antar sayap pada mulut jaring (m) HR = Panjang tali ris atas (m) 0,5 (to) 0,6 = Hanging ratio
Hasil dan Pembahasan Konstruksi jaring cantrang Kajian desain dan konstruksi jaring cantrang dari data lapangan yang diperoleh sebagai berikut: 1) Keliling mulut jaring (a) Berdasarkan hasil perhitungan menunjukkan keliling mulut jaring dari nelayan Rembang dan Brondong sebesar masing-masing 68,57 dan 37,72 m. Jaring nelayan rembang memiliki bukaan mulut yang lebih besar dibandingkan dengan jaring nelayan Brondong. 2) Komparasi karakteristik bentuk cantrang berdasarkan standar dan realisasi pembuatannya. Berdasarkan hasil pengukuran dilapangan, cantrang yang dipergunakan nelayan memiliki beberapa kisi yang hampir sama (Tabel 8). Pada bagian sayap jaring memiliki 5 kisi, dimana dari seluruh sampel yang diukur mempunyai jumlah yang sama. Untuk bagian badan jaring cantrang terdiri dari 12 hingga 13 kisi, sedangkan kisi bagian kantong berjumlah 1 kisi. Tabel 8 No. 1. 2. 3. 4. 5.
Kisi-kisi pada bagian jaring
Bagian-bagian jaring Bagian sayap atas Bagian sayap bawah Bagian square Bagian badan jaring Bagian kantong
Pengukuran Rembang1
Rembang 2
Rembang 3
Brondong 4
5 kisi 5 kisi 13 kisi 1 kisi
5 kisi 5 kisi 13 kisi 1 kisi
5 kisi 5 kisi 12 kisi 1 kisi
5 kisi 5 kisi 13 kisi 1 kisi
25
Bagian jaring dengan kisi terbanyak terdapat pada bagian badan jaring berjumlah 13. Jumlah kisi pada bagian badan lebih banyak dibanding standar konstruksi cantrang dengan tujuan membentuk kantong jaring lebih panjang. Berdasarkan hasil komparasi jaring memanjang pada bagian-bagian jaring (Tabel 9) terdapat beberapa bagian karakteristik khusus cantrang nelayan, dimana menunjukkan bahwa bagian sayap jaring cantrang lebih pendek dari panjang jaring keseluruhan. Untuk bagian kantong, cantrang nelayan Rembang berukuran lebih panjang. Hal ini ditunjukkan dengan perbandingan panjang kantongnya dengan panjang total jaring. Berdasarkan data diperoleh bentuk jaring cantrang secara melintang (Tabel 10), dimana secara umum terlihat cantrang memiliki bagian sayap yang lebar. Bagian sayap yang lebar dapat menghadang dan menggiring arah renang ikan ketika dioperasikan. Bagian badan dan kantong cantrang nelayan Brondong memiliki bentuk jaring yang cenderung ramping di bagian tengah dan menyempit dibagian kantong, sedangkan cantrang nelayan Rembang dibagian badan lebih lebar atau menggembung dengan bagian kantong yang kecil. Pada bagian kantong cantrang yang digunakan memiliki kecenderungan perbedaan dari kedua lokasi (Rembang dan Brondong). Berdasarkan nilai perbandingan melintang (Tabel 10) antara lebar bagian kantong dengan keliling jaring menunjukkan, bahwa kantong cantrang Rembang cenderung mendekati nilai standard sedangkan cantrang Brondong memiliki nilai yang rendah. Hal tersebut menggambarkan kantong yang sangat sempit pada cantrang Brondong dan kantong yang ramping memanjang terdapat pada cantrang Rembang.
26
Tabel 9
Batasan bentuk jaring kearah memanjang
Komponen Nilai Standar*) Brondong penilaian l/m 0,890 - 1,035 1.0 l/b 0,935 - 1,090 1,030 m/b 0,970 - 1,130 1,030 a/b 1,095 - 1,275 1,057 c/b 0,535 - 0,625 0,500 d/b 0,535 - 0,625 0,500 d-c/b e/b 0,340 - 0,395 0,472 f/b 0,050 - 0,060 0,058 Keterangan *) SNI 01-7236-2006
Keterangan
sayap pendek sayap pendek badan panjang
Rembang 1
Rembang 2
Rembang 3
0,900 0,887 0,986 1,127 0,417 0,417 0,482 0,100
0,859 1,264 1,470 1,070 0,467 0,467
0,887 0,923 1,041 0,892 0,447 0,447 0,441 0,112
0,454 0,079
Keterangan
sayap pendek sayap pendek badan panjang
Tabel 10 Batasan bentuk jaring kearah melintang Komponen Nilai Standar*) penilaian g2/h 0,535 - 0,625 g1/h 0,935 - 0,840 h2/h 0,535 - 0,625 h1/h 0,725 - 0,840 i/h 1.0 i1/h 0,160 - 0,185
Brondong
Keterangan
Rembang 1
Rembang 2
Rembang 3
Keterangan
0,264 0,920 0,464 0,746 1,0 0,133
sayap lebar
0,385 0,519 0,385 0,519 1,185 0,162
0,567 0,742 0,567 0,742 2,139 0,083
0,447 0,671 0,447 0,671 1,454 0,126
sayap lebar
0,111 0,111
0,111 0,111
0,094 0,094
j/h 0,070 - 0,080 0,033 j1/h 0,070 - 0,080 0,033 Keterangan *) SNI 01-7236-2006
bawah badan menyempit kecil/sempit kecil/sempit
badan lebar bawah badan menyempit
27
Material mata jaring yang digunakan pada cantrang yaitu polyethylene (PE) dan polyamide (PA). Berdasarkan pengukuran bahan dan ukuran material yang umum digunakan pada alat tangkap cantrang dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Material dan ukuran mata jaring No. 1.
Bagian jaring Sayap atas
2.
Sayap bawah
3.
Square
4.
Badan
5.
Kantong
Material jaring Standar Pengukuran PE 380 d/6-9 atau R 280 PE 380 d/18 420 Tex Ø = dan d/24; 0,64 ~ 0,83 PA d/66 mm PE 380 d/12 dan d/21; PA d/66 PE 380 d/9 – 12 PE 380 d/30
Ukuran mata jaring Standar Pengukuran 101,6 ~ 203,3 mm (4 ~ 8 in) 25,4 – 101,6 mm (1 ~ 4 in) 19,1 ~ 25,4 mm ( ¾ ~ 1 in)
6 dan 8 in 1 dan 5 in 0,5 dan 1,2 in
Tabel 12 Material dan ukuran tali No. 1. 2. 3. 4.
Bagian-bagian Tali Tali ris atas Tali ris bawah Tali kekang Tali selambar
Material Standar Realisasi PE PE PA PA PA PA PA PA
Tegangan Standar Realisasi (5 – 8) RN PP 20 = 5 RN (7 –10) RN Mix 30 = 16 RN (6-9) RN Mix 32 = 18 RN (12-8) RN Mix 32 = 18 RN
Tabel 13 Perbandingan dt/mo berdasarkan karakteristik baku No. Bagian-bagian jaring 1. 2. 3. 4. 5.
Bagian sayap atas Bagian sayap bawah Bagian square Bagian badan Bagian kantong Rata-rata
Perbandingan dt/mo Standar Brondong Rembang 0,0080 0,007 0,0030 0,0085 0,0080 0,007 0,0030 0,0085 0,026 0,017 0,0330 0,0600 0,037 0,076 0,0250 0,0435 0,0194 0,0110 0,0285
Hasil pengamatan seluruh sampel menunjukkan pada bagian badan memiliki nilai lebih kecil. Data tersebut menunjukkan bahwa badan jaring lebih pendek. Tabel 14 menggambarkan data pengukuran memiliki nilai hanging ratio yang masih dalam kategori standar. Untuk beberapa bagian menunjukkan pada
28
nilai batas tertinggi. Pada bagian mulut jaring nelayan mengupayakan nilai E sebesar 0,5 dengan harapan jaring dapat bergerak lebih fleksibel atau elastis dalam membentuk lingkaran. Bagian sayap pada cantrang lebih cenderung menutup, dimana terlihat nilai E mencapai 95%. Jaring pada sayap akan lebih berbentuk garis dan membuat dinding bagi ikan, sehingga tergiring ke mulut jaring. Tabel 14 Perbandingan standar baku hanging ratio (E) dengan sampel No.
Bagian-bagian jaring
1. Bagian sayap 2. Bagian mulut 3. Bagian badan Catatan : * nilai rerata
Hanging ratio (E) Standar Rembang* Brondong* 0,90 0,95 0,85 0,090 0,50 0,50 0,50 0,95 – 100 0,90 0,95
Simulasi dengan sudut dan α, akan menghitung panjang tali selambar yang menyentuh dasar perairan. Asumsi pada perhitungan ini, adalah: bentuk jaring yang sama dan menggunakan kapal berukuran dan mesin penggerak yang sama pada perairan yang tenang. Hasil simulasi dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Hasil simulasi panjang tali selambar yang membentuk sudut kemiringan dalam air No 1 2 3
Kedalaman (H) 40 m 50 m 60 m
Panjang tali selambar (L) 116,95 155.20 175,43
Cos 0,3420 0,2588 0,342
70° 70° 70°
70° α 20° 20° 20°
Estimasi sudut β yang dibentuk pada penarikan tali selambar dapat mengetahui panjang tali selambar yang menyentuh dasar perairan, yaitu dengan mengurangi panjang tali selambar total dengan panjang tali selambar hasil perhitungan (L). Kedudukan tali selambar di dasar perairan pada kedalaman 40 m dengan panjang tali selambar 1000 m, maka panjang tali selambar yang membentuk sudut 70° sepanjang 116,95 m dan tali yang menyentuh dasar perairan sepanjang 883,05 m. Tali yang menyentuh dasar perairan tersebut berfungsi menggiring ikan agar menuju jaring. Selanjutnya untuk kedalaman 50 dan 60 m dengan panjang tali selambar 1000 m, maka tali selambar menyentuh dasar perairan sepanjang 844,8 m dan 824,8 m. Dari ketiga perlakuan dengan kedalaman perairan yang dangkal memperlihatkan semakin panjang tali selambar yang berada di dasar perairan. Perairan yang semakin dalam dengan tali selambar yang tetap sama, maka tali selambar yang berada di dasar perairan akan semakin pendek, sehingga panjang/luas area penggiring ikan yang semakin pendek. Dengan perkataan lain apabila mengharapkan, luas area penggiring ikan yang lebih besar cantrang dioperasikan pada perairan dangkal dan diperlukan tali selambar yang lebih panjang bila dioperasikan pada perairan semakin dalam. Jarak bentangan sayap jaring disimulasikan dengan memberikan perbedaan jarak antar tali selambar. Pemberian jarak sepanjang 2,57 m, 2,60 m, dan 2,57 m pada kedalaman berbeda dengan panjang tali selambar yang sama.
29
Tabel 16 Hasil simulasi penggunaan perbedaan jarak antar tali selambar pada panjang tali selambar yang sama No
Kedalaman (H) 40 m
Panjang tali selambar (L) 1000 m
Jarak antar tali selambar 2,60
Jarak bentangan sayap jaring (EF) 52,5
1 2
50 m
1000 m
2,65
62,6
3
60 m
1000 m
2,57
30
Ketiga perlakuan kedalaman perairan 40 m, 50 m dan 60 m dan panjang tali selambar 1000 m (Tabel 16), menunjukkan bahwa jarak bentangan sayap jaring berturut-turut 52,5 m, 62,6 m, dan 30 m. Pengukuran bukaan sayap jaring perbedaan tidak terlalu mencolok karena pengukuran sudut tali selambar berubah sangat cepat, bukaan mulut cantrang relatif sempit dan waktunya singkat, karena tanpa alat pembuka mulut jaring. Jaring cantrang akan memberikan tahanan pada saat operasi penangkapan berlangsung. Berdasarkan persamaan 4 menunjukkan bahwa tahanan jaring (Rn) pada kecepatan 1 knot rata-rata lebih dari 1000 kg. Tabel 17 memperlihatkan bahwa pada kecepatan 1 knot, nelayan harus memiliki kemampuan untuk dapat menarik cantrang dengan total tahanan 1 ton. Pada kecepatan 2 knot memiliki nilai tahanan 2 kali lipat, berarti dengan bertambahnya kecepatan jaring akan bertambah tahanannya. Pengukuran pada kecepatan 1 knot menghasilkan tegangan tali selambar sebesar 850 - 900 kg (425 – 450) kg tiap satu sisi (Fachrudin et al. 2009). Tabel 17 Tahanan jaring cantrang pada kecepatan berbeda No
Nama
Tahanan Jaring (Kgf) 1 knot 2 knot 1457,11 2914,23
1
Rembang 1
2
Rembang 2
1082,22
2164,44
3
Rembang 3
1149,33
2298,66
904,03
1808,05
4 Brondong 4 Sumber: data olahan (2012)
Pemberat pada cantrang disimulasikan pada operasi penangkapan ikan dengan penambahan berat berukuran masing-masing 1 (satu) kg. Untuk dapat dioperasikan pada kedalam perairan 40 m, pemberat pada cantrang perlu ditambahkan 1 kg pemberat yang dsebar merata pada tali ris bawah (Tabel 18). Penambahan tersebut mulut jaring telah mencapai dasar perairan, sehingga pada dasarnya cantrang nelayan mampu dioperasikan pada perairan lebih dalam dengan memberikan penambahan pemberat.
30
Tabel 18 Simulasi penghitungan perlakuan penambahan pemberat
1
Kedalaman (H) 40 m
2
50 m
3
60 m
No.
Pemberat Berat total (kg) Jumlah 2,92 32 (@ 60 grm) + 1 kg batu 3,42 32 (@ 60 grm) + 1,5 kg batu 5,42 32 (@ 60 grm) + 3,5 kg batu
Hasil Perlakuan Tali ris bawah menyentuh dasar Tali ris bawah menyentuh dasar Tali ris bawah menyentuh dasar
Estimasi dengan perubahan jumlah pelampung dapat memberikan dampak selama operasi penangkapan, dimana dengan penambahan daya apung 3,780 grf dan 7,56 grf (Tabel 19). Tabel 19 Estimasi penghitungan daya apung pada perlakuan pelampung No
Kedalaman (H)
1 2 3
40 50 60
Pelampung tambahan Diameter Daya apung (grf) 20 3.780 20 3.780 20 7,56 (2 x @ 3.780 )
Hasil Estimasi Cukup sesuai Cukup sesuai Cukup sesuai
Setelah sayap jaring ditebar, maka haluan kapal diarahkan membentuk sudut 45 untuk menurunkan tali selambar sepanjang 1000 meter pada panjang tali selambar yang ke 2000 meter kapal diarahkan lagi dengan membentuk sudut 45o. Pada panjang tali selambar yang ke 1000 meter kapal diarahkan haluannya membentuk sudut 45o, sehingga selesainya penurunan tali selambar, pelampung umbul berada tepat di depan haluan kapal tunggal menaikan keatas kapal. o
Perairan Laut Jawa pada bulan Januari hingga Maret, arah arus air menuju daerah barat atau berasal dari timur. Pada beberapa lokasi pesisir pantai terdapat arus yang terpecah atau terjadi pembelokan arus dan sebagian diteruskan dikarenakan arus bertemu dengan tanjung di sebelah utara Jepara. Selama operasi penangkapan berlangsung mulut jaring akan memiliki tinggi secara vertikal dengan adanya perubahan kecepatan hauling (Konkane 2008). Bukaan mulut jaring akan menggiring ikan masuk ke dalam badan dan kantong jaring. Berdasarkan Tabel 20 dapat dilihat bukaan mulut jaring secara vertikal dan horizontal pada kecepatan berbeda. Adapun bentuk dari bukaan mulut jaring cantrang akan cenderung membentuk lingkaran bulat. Bentuk lingkaran tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Konkane (2008), dimana pada penelitiannya diketahui pada hanging ratio berbeda bentuk mulut jaring terlihat berbentuk lingkaran yang mengerucut membentuk “cone”. Adanya perubahan bentuk sangat dimungkinkan terjadi, apabila adanya perubahan arus atau dikarenakan tali selambar yang menyentuh permukaan dasar perairan yang menghambat mulut jaring. Dari nilai besaran bukaan mulut jaring diatas dapat diduga, cantrang akan memiliki bukaan secara vertikal akan mencapai 50% dari panjang tali ris. Hal ini sesuai dengan yang dikemukanan oleh Konkane (2008), dimana pengoperasian trawl pertengahan (mid-water trawl) diperoleh gambaran muka dari mulut jaring
31
akan membentuk lingkaran selama hauling berlangsung dengan bukaan horizontal sebesar 50% dari panjang tali ris atas (head rope). Tabel 20 Estimasi bukaan mulut jaring cantrang (satuan m) No.
Nama
1 Rembang 1 2 Rembang 2 3 Rembang 3 4 Brondong Sumber: data diolah (2012)
Bukaan mulut cantrang Vertikal Horizontal 16,51 - 19,81 23,50 - 28,20 24,89 - 29,87 27,50 - 33,00 20,32 - 24,38 27,00 - 32,40 15,24 - 18,29 26,50 - 31,80
Pola penurunan tali selambar dan jaring selama operasi penangkapan Selama penelitian berlangsung, operasi penangkapan menggunakan cantrang dilakukan pada pagi hingga sore hari. Nelayan mengoperasikan jaring cantrang dimulai pada bagian lambung kanan kapal. Setiap penurunan tali selambar, kapal melakukan manuver dengan melingkari target di daerah tangkapan. Selama penurunan tali selambar kapal akan dipengaruhi oleh arus dan gelombang selama operasi penangkapan, nelayan atau nakhoda akan menyesuaikan kondisi arus dan gelombang agar jaring yang akan diturunkan berada posisi yang diharapkan. U
3
2
1
4
Gambar 5 Daerah operasi cantrang selama penelitian Pengamatan dimulai ketika nelayan berupaya memanfaatkan waktu pada pagi hari, dimana perairan cenderung tenang atau arus masih dalam kondisi lemah. Kondisi perairan pada siang hari cenderung berangin dan gelombang, dan nelayan memprediksi kedatangan arus dan gelombang berdasarkan kedatangan
32
arah angin. Untuk memaksimalkan bentuk jaring terkembang sempurna, nelayan memperkirakan letak menurunkan jaring berlawanan dengan arus air. Pola yang cenderung sama yaitu melingkar dan hampir membentuk belah ketupat walaupun terkadang terdapat sedikit perbedaan dimana menunjukkan adanya pengaruh arus perairan. Gambar 5 menunjukkan teknik operasi dan daerah penangkapan ikan pada cantrang. Selama pengamatan dilakukan terdapat beberapa lokasi yang banyak menjadi tujuan daerah tangkapan, sehingga berdasarkan data dapat dikelompokkan menjadi 4 lokasi. Arus perairan Rembang pada bulan Januari hingga Maret 2012, arah angin ke tenggara (Gambar 6) arus air laut menuju timur. Arus pesisir pantai cenderung menuju kearah barat dengan kecepatan arus antara 15 - 25 cm/dt. Setelah mengalami pancaroba arus air berbalik arah dari timur ke barat, sedangkan arus ang berada di pesisir dari arah barat ke timur.
Gambar 6
Arah dan kekuatan arus permukaan bulan Maret 2012 (BMKG 2012)
33
Gambar 7
Arah dan kekuatan arus permukaan bulan April 2012 (BMKG 2012)
Gambar 8
Arah dan kekuatan arus permukaan bulan Mei 2012 (BMKG 2012)
34
Gambar 9
Arah dan kekuatan arus permukaan bulan Juni 2012 (BMKG 2012)
Pada bulan Mei dan Juni terlihat arus pesisir Rembang yang berasal dari barat menuju timur semakin luas hingga kedalaman 30 m (Gambar 8 dan 9). Kondisi tersebut sering dimanfaatkan nelayan untuk mengoperasikan cantrang pada kedalaman diatas 20 m. Pada perubahan bulan tersebut, kecepatan arus sebesar 5 sampai 15 cm/dt. 1) Lokasi 1 (Tanjung Bendoh) Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, terdapat beberapa bentuk manuver kapal pada saat operasi penangkapan dilakukan. Beberapa gambaran pola penurunan tali selambar dan jaring cantrang dapat dilihat pada Gambar 10. Pada operasi penangkapan kapal 1 menunjukkan daerah operasi di posisi S 6° 32″ 35.5 dan E 111° 27 55.5 sampai S 6° 36 28.7 dan E 111° 24″ 43.2, dimana pengoperasian cantrang tergantung dari arah dan kecepatan arus dengan kedalaman antara 14 hingga 29 m. Kondisi arah arus pada perairan ini pada bulan awal Maret cenderung mengarah ke barat (mata angin), selajutnya diantara akhir bulan Maret dan April terdapat pancaroba atau perubahan arah arus yang berbalik kearah timur. Pada saat pengambilan data menunjukkan adanya perubahan arus ke barat, sehingga nelayan cantrang memanfaatkan arah dan kekuatan arus tersebut. Perubahan arah hauling kapal (heading ship) sering kali mengalami perubahan bila beropearasi pada kedalaman yang dangkal yang mendekati Teluk Rembang. Arah arus sering mengalami arus dari arah Barat Laut terlihat mempengaruhi arah kapal (heading ship) menuju selatan. Kekuatan arus pada waktu perubahan berkisar antara 5 – 25 cm/dt.
35
U
Gambar 10 Pola penurunan tali selambar dan jaring pada lokasi 1 (Tanjung Bendoh) Kemudi kapal pada saat hauling selalu tetap atau kemudi terkunci. Berdasarkan dimanika kapal, arah kapal akan cenderung ke kanan kapal (lambung kanan), akan tetapi dengan adanya kekuatan arus dari lambung kanan kapal, maka kapal cenderung mengarah ke kiri (lambung kiri). Arah haluan kapal (heading ship) yang melakukan operasi penangkapan di Lokasi I, memiliki kecenderungan sama, yaitu sekitar 298°. Pada waktu tertentu seperti pada siang hari haluan kapal sekitar 265°. 2) Lokasi 2 (perairan utara Rembang/Teluk Rembang) Pengamatan pada lokasi 2 dapat dilihat pada gambar 28, dimana daerah penangkapan sudah berada jauh dari teluk dengan kedalaman perairan 12 hingga 29 m. Pada gambar tersebut menunjukkan adanya pengaruh arus yang kuat pada saat operasi cantrang. Posisi kapal pada penurunan tali selambar cenderung mengalami kesulitan, karena melawan arus untuk mencapai pelampung awal terakhir. Waktu untuk menyelesaikan penurunan selambar semakin lama dan pola melingkarkan tali selambar kurang beraturan. Pada saat penarikan tali selambar, kapal mengarah ke selatan bersamaan dengan arus ke selatan. Berdasarkan Gambar 11, terlihat bahwa arus air pada daerah tersebut terdapat kecenderungan pengaruh arus dari barat. Arah haluan kapal pada saat hauling menuju ke barat.
36
Gambar 11 Pola penurunan tali selambar dan jaring pada lokasi 2 (Utara Perairan Rembang) 3) Lokasi 3 (perairan utara Rembang) Gambar 12 memperlihatkan bahwa pola melingkarkan tali selambar beberapa membentuk belah ketupat, dan ada yang tidak menentu atau tidak beraturan. Pada daerah tersebut dikarenakan adanya pertemuan arus berbeda, sehingga nelayan mengalami kesulitan dalam menentukan penurunan jaring. Daerah operasi penangkapan dengan rata-rata kedalaman dari 29 meter. Pada proses setting hingga hauling mengalami perubahan arah yang cenderung mengarah ke selatan, dimana waktu menjelang pukul 12. Pada saat tersebut, nelayan mengalami kesulitan dalam menentukan arus diperairan, sehingga heading kapal ketika hauling mengarah ke selatan dan heading kapal menjadi tidak beraturan. U
Gambar 12 Pola penurunan tali selambar dan jaring pada lokasi 3 (Utara Perairan Rembang)
37
Mei - Okt
Nop - Apr 1992 – 2000
Mei - Okt
Nop - Apr 2001 – 2009
U
Gambar 13 Arah dan kekuatan angin dari nilai rerata tahunan di perairan Teluk Rembang pada tahun 1992 – 2009 (NOAA 2013)
38
Pada Gambar 13 tampak terlihat adanya pengaruh daerah tanjung di Jepara, menunjukkan pengaruh arus dari arah tenggara lebih dominan, sehingga pada saat proses hauling atau penarikan tali selambar posisi kapal cenderung mengarah ke selatan. Selanjutnya, terlihat bahwa pada waktu siang dimungkinkan ada arus pasang kearah selatan atau pantai, sehingga ketika hauling akan cenderung mengikuti arus ke selatan. 3) Lokasi 4 (perairan utara Rembang) Operasi penangkapan yang terdapat pada Gambar 14 dilakukan di kedalaman 10 hingga 12 m. Dari gambar terlihat bahwa saat hauling berlangsung posisi kapal cenderung mengarah ke barat, sehingga selama operasi penangkapan berlangsung terdapat pengaruh arus air dari arah timur laut. Nelayan berupaya melingkarkan tali selambar agar membentuk belah ketupat, namun pada setting tertentu tidak sesuai dengan yang harapkan. Lokasi penangkapan berada pada perairan yang dangkal dengan dasar perairan lumpur berpasir. Pengaruh pasang surut sangat dominan, sehingga nelayan mengoperasikan alat tangkap ketika terdapat arus air pasang naik.
U
Gambar 14 Pola penurunan tali selambar dan jaring pada lokasi 4 (Utara Perairan Rembang) Kesimpulan Alat tangkap cantrang nelayan mempunyai karakteristik 60% sesuai dengan nilai standar (SNI) SNI 01-7236-2006. Beberapa nilai yang ditemukan berbeda antara lain: 1) Jumlah kisi pada badan jaring berjumlah lebih banyak yaitu 11-13 kisi, maka badan jaring akan lebih panjang. 2) Perbandingan ukuran panjang tali ris atas dengan total jaring memiliki nilai lebih tinggi sehingga badan jaring hingga kontong cenderung membentuk kantung lebih panjang dibandingkan dengan sayap jaring.
39
3) Perbandingan antara panjang sayap atas dan total jaring menunjukkan sayap cantrang lebih pendek dan ukuran mulut jaring cenderung besar. 4) Bagian badan lebih pendek dari total panjang jaring, sehingga kantong jaring dapat lebih lebar dan panjang. 5) Bagian sayap pada jaring cantrang pada saat digunakan dapat membuka lebar dilihat dari perbandingan sayap atas dan lebar jaring. Berdasarkan hasil pengukuran, dimensi (panjang x keliling) cantrang Brondong yaitu 51.56 x 37.72 m dan Rembang berukuran 43,52 x 49,35 m, dengan dua seam. Keliling mulut jaring (a) dari nelayan Brondong dan Rembang berturut-turut sebesar 55 m dan 46,56 m. Estimasi panjang tali selambar yang digunakan sepanjang 1000 m yang beroperasi pada kedalaman 30 m, akan memiliki luas sapuan jaring yang panjang kurang lebih 800 m. Simulasi perlakuan pelampung (3,780 grf) dan pemberat (4 – 5 kg), menunjukkan penambahan pelampung pada operasi penangkapan memperbesar bukaan mulut jaring, sedangkan pemberian pemberat pada tali ris bawah mengakibatkan tali ris mencapai dasar perairan. Berdasarkan Dimensi cantrang yang digunakan nelayan Rembang dan Brondong dapat dioperasikan pada kedalaman lebih dari 40 m. Daerah operasi penangkapan pada kedalaman kurang dari 40 m akan berdampak pada kesulitan penarikan dan berisiko tersangkutnya jaring pada permukaan dasar perairan. Hubungan panjang tali selambar berkaitan dengan kedalam perairan yang akhirnya mempengaruhi luas sapuan cantrang. Penggunaan tali selambar yang panjang pada perairan dangkal, maka akan semakin luas daerah sapuan. Kedalaman daerah operasi penangkapan cantrang pada saat ini berada pada perairan dangkal yaitu 10 hingga 30 m. Operasi penangkapan cantrang dilakukan dengan menurunkan dan melingkarkan tali selambar cenderung membentuk belah ketupat. Selama pengamatan terpantau bahwa arus perairan sangat mempengaruhi keberhasilan operasi penangkapan. Pada saat penelitian pengaruh arus pasang surut lebih dominan. Hal ini menunjukkan bahwa kedalaman daerah operasi masih dipengaruhi pasang surut. Penangkapan yang dilakukan dekat dengan daerah tanjung (lokasi 1) dan perairan pada kedalaman 20 – 30 m, memiliki kecenderungan arah hauling seragam, yaitu menuju barat. Pada perairan penangkapan pada kedalaman perairan 12 – 20 m di utara teluk (lokasi 3), terdapat perpecahan arus menuju utara serta selatan dan arah hauling sering berubah berdasarkan perubahan arus. Aktivitas hauling pada area Teluk Rembang (lokasi 4) di kedalaman kurang dari 12 m, arahnya cenderung seragam yaitu menuju utara. Nelayan melakukan penangkapan dengan cantrang dilakukan sepanjang waktu, dengan memperhatikan arah dan kecepatan arus. Untuk waktu yang baik dalam mengoperasikan cantrang yaitu pada bulan Mei hingga Juli. Hal ini mengingat perairan telah melalui masa pancaroba.
40
4. UJI PERFORMA CANTRANG MENGGUNAKAN MODEL PADA FLUME TANK
Pendahuluan
Bagian-bagian jaring cantrang terdisi atas sayap, badan dan kantong berbahan jaring yang memiliki ukuran mata jaring yang berbeda-beda. Untuk bahan lainnya antara lain: tali ris (atas dan bawah), pelampung, pemberat, besi segitiga, dan tali selambar. Desain dan konstruksi alat tangkap cantrang memiliki ciri tertentu, seperti panjang sayap yang hampir sama dengan panjang kantung, menggunakan pemberat bukan berupa rantai, dan untuk menangkap ikan demersal, serta dioperasikan tidak dengan cara penghelaan. Cantrang termasuk pada kelompok Danish seine merupakan sebuah alat tangkap berbentuk kantong terdiri dari beberapa bagian sayap jaring panjang dengan ukuran jaring berbeda, menggunakan tali panjang yang tebarkan membentuk lingkaran (Subani dan Barus 1989; FAO 2005). Dimensi dan ukuran dari cantrang sangat bervariasi, dimana setiap sentra nelayan mempunyai kebiasaan dan kebutuhan berbeda. Pembuatan jaring cantrang sangat tergantung dengan kebiasaan dan ketersediaan bahan jaring, serta biaya yang dimiliki oleh nelayan. Berdasarkan data (DKP 2010), ukuran kapal dominan yang digunakan berkisar antara 20-30 GT. Operasian penangkapan cantrang dilakukan diatas dasar perairan dengan cara melingkari tali selambar pada gerombolan ikan, melakukan penarikan dan pengangkatan pukat (hauling) dari atas kapal. Dalam operasinya agar jaring terbuka tidak menggunakan papan rentang atau otter board, tetapi menggunakan besi dibentuk segitiga yang diberi pemberat (BSN 2006). Menurut Thiele dan Prado (2005), danish seine pada dasarnya terdiri dari badan jaring, tersambung dengan 2 buah sayap dan tali yang akan dilingkarkan pada area tertentu. Untuk mencapai kedalaman yang ingin dicapai, nelayan melakukan modifikasi di beberapa bagian pada alat tangkap. Penambahan beberapa pemberat dan pelampung sering dilakukan nelayan, disamping adanya perubahan pada bahan dan ukuran mata jaring. Hal ini dilakukan, dengan harapan bukaan mulut jaring (tinggi mulut jaring) semakin besar dan banyak ikan pada kolom perairan yang tergiring dan nelayan akan mendapatkan hasil tangkapan lebih banyak. Jaring cantrang akan mengalami perubahan bentuk dan fungsinya bila terdapat perubahan pada bagian-bagian jaring dan berdampak pada performa alat tangkap. Bagian jaring yang memiliki fungsi penting pada cantrang, yaitu mulut jaring. Bagian mulut jaring akan memiliki kemampuan membuka mulut jaring hingga ke bagian kantong. Dengan besarnya bukaan mulut jaring akan memungkinkan gerombolan ikan akan mudah menggiring ikan masuk ke bagian kantong. Tinggi bukaan mulut jaring dipengaruhi oleh bagian jaring atas (upper net) dan jaring bawah (lower net), dimana pelampung akan membantu jaring atas
41
mengapung dan pemberat (timah) memberikan gaya temgelam pada jaring. Disamping itu adanya pengaruh aliran air yang masuk ke jaring akan mempengaruhi bukaan mulut jaring. Beberapa istilah dan definisi pada bagian-bagian konstruksi cantrang antara lain (BSN 2006): 1) Panel adalah lembaran jaring yang dibedakan dari arah posisinya, terdiri dari panel atas (upper seam) dan panel bawah (lower seam). 2) Kisi jaring adalah lembaran-lembaran jaring yang disusun menjadi bagianbagian jaring sedangkan bagian-bagian jaring disusun menjadi panel. 3) Sayap/kaki pukat adalah bagian jaring yang terpanjang, terletak di ujung depan, terdiri dari sayap atas (upper wing) dan sayap bawah (lower wing). 4) Badan jaring adalah bagian jaring yang terletak di antara bagian kantong dan bagian sayap jaring. 5) Kantong (cod end) adalah bagian dari pukat tarik cantrang yang terletak di ujung belakang. 6) Panjang total jaring adalah ukuran panjang jaring dari penjumlahan panjang sayap, badan, dan kantong dalam keadaan jaring teregang. 7) Keliling mulut jaring adalah ukuran badan jaring yang terbesar dalam keadaan jaring teregang. 8) Tali ris atas adalah tali yang dipergunakan untuk menggantungkan, menghubungkan kedua sayap jaring di bagian atas. 9) Tali pemberat adalah tali yang dipergunakan untuk menempatkan dan mengikatkan pemberat. 10) Pelampung tambahan adalah benda yang mempunyai daya apung dan dipasang pada mulut jaring bagian atas yang diikat dengan pelampung tambahan. 11) Pemberat adalah benda yang mempunyai daya tenggelam dan dipasang pada tali pemberat, berfungsi sebagai penenggelam jaring. 12) Danleno adalah kelengkapan pukat yang berbentuk batang kayu/pipa besi yang dipasang pada ujung depan kedua bagian sayap, berfungsi sebagai alat perentang sayap ke arah tegak. 13) Tali danleno adalah tali cabang yang dipasang pada danleno digunakan untuk menghubungkan danleno dengan tali selambar. 14) Pelampung tanda adalah pelampung yang berfungsi sebagai tanda penurunan tali selambar pertama dalam pengoperasian. 15) Tali selambar adalah tali yang berfungsi sebagai penarik (hauling) pukat pada operasi penangkapan. Menurut Queirolo D et al. (2009), dalam melakukan perancangan desain trawl baru dan mengevaluasi desain trawl perikanan krustase, dihitung secara matematika dan melakukan pengujian model pada flume tank. Model dibuat pada skala 1:5 yang ditentukan berdasarkan desain konstruksi trawl yang beroperasi. Penelitian Nedostup dan Belyh (2009), melakukan penghitungan karakteristik gaya pada alat tangkap danish seine. Penelitian dilakukan dengan eksperimen yang memperhatikan gaya yang terjadi, geometri dimensi danish seine. Penggunaan material yang berbeda, akan mengakibatkan tahanan pada jaring yang berbeda. Jumlah pelampung dan pemberat yang dipakai akan
42
mempengaruhi perubahan tinggi bukaan mulut jaring. Menurut Klust (1987), perbedaan jenis bahan memberikan reaksi yang berbeda antara kondisi basah dan kering serta benang jaring dapat menyusut atau bertambah panjang. Koyama dan Kawashima (1983), telah melakukan percobaan terhadap konstruksi trawl untuk meminimalkan tertangkapnya ikan salmon. Modifikasi alat tangkap dilakukan dengan eksperimen skala lapangan melalui pemberian mata jaring berukuran besar pada bagian atas mulut jaring (upper belly). Sun et al. (2010), menghitung dengan model matematika, trawl pertengahan (mid water trawl) dengan satu kapal untuk dipergunakan pada model simulasi operasi penangkapannya. Pada pemodelan ini digambarkan hubungan operasi penangkapan trawl pertengahan dengan pengaruh tinggi gelombang dan kecepatan arus air, dan kecepatan angin yang dihitung berdasarkan matematis. Teori desain untuk alat tangkap khususnya trawl belum ada kepastian, maka desain mengikuti kreatifitas berdasarkan kejadian yang dialami nelayan. efektivitas suatu alat tangkap sangat tergantung pada pengetahuan nelayan dan informasi tentang kondisi dasar perairan dan tingkah laku ikan (Luong 2001). Menurut Fridman (1986), prinsip dasar karakteristik secara teknik dari alat tangkap adalah dimensi dan bentuk, penarikan sebagai fungsi kecepatan dan sudut gaya digambarkan oleh variasi dari komponen batasannya. Nilai-nilai dihitung untuk mendesain suatu alat dari model dengan menggunakan aturan kesamaan (the rules of similarity), untuk mendapatkan alat tangkap baru dan model merupakan bentuk yang mirip. Adanya arus perairan yang kuat, akan memberikan dampak pada bukaan mulut jaring. Nelayan akan mencari daerah penangkapan ikan yang memiliki kecenderungan arus yang cukup untuk melakukan operasi penangkapan. Operasi cantrang dilakukan dengan melawan arus, sehingga nelayan harus mengamati dan memperhatikan arah dan kecepatan arus. Pada saat operasi penangkapan berlangsung, keragaan cantrang di dalam air seperti bentuk dan tinggi mulut jaring dapat diamati menggunakan peralatan khusus. Kendala dengan skala lapangan, yaitu kondisi perairan yang tidak jenih atau keruh, dapat menyulitkan pengamatan. Pengamatan akan terganggu, ketika cuaca buruk, sehingga pengoperasian alat tangkap tidak dapat dilakukan. Pengamatan skala laboratorium merupakan salah satu alternatif dengan menggunakan model atau prototipe berukuran kecil yang disesuaikan dari ukuran sebenarnya. Konkane (2008), menjelaskan bahwa flume tank digunakan untuk mengamati bentuk dan posisi alat tangkap, kecepatan, dan arah gaya yang bekerja yang berukuran model. Ukuran model merupakan alat tangkap ikan yang dibuat berdasarkan skala tertentu untuk kebutuhan penelitian. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran tinggi bukaan mulut jaring cantrang dari model alat tangkap yang diujikan. Salah satu cara untuk mengetahui tinggi bukaan mulut jaring cantrang yang diamati melalui pemberian arus tertentu pada flume tank. Model yang dirancang disesuaikan dengan ketersediaan luas bidang pengamatan pada flume tank.
43
Tujuan
Penelitian mempunyai tujuan : 1) Melakukan analisis dan menentukan desain model cantrang yang dioperasikan nelayan. 2) Menguji performa alat tangkap cantrang nelayan Rembang dan Brondong menggunakan prototipe cantrang pada tangki berarus (flume tank). Manfaat Manfaat penelitian ini, antara lain: 1) Mengetahui perubahan tinggi bukaan mulut jaring cantrang yang dimiliki nelayan, sehingga dapat menentukan kondisi perairan yang sesuai. 2) Sebagai data bagi pemerintah dalam mengelola daerah operasi penangkapan alat tangkap cantrang. Metodologi Tahapan kegiatan yang dilakukan, antara lain pengambilan data, analisis data, dan pembuatan jaring, pengujian jaring model pada flume tank yang dimiliki Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pengambilan data dilakukan menggunakan teknik judgment sampling, dimana cantrang yang dipilih berasal dari sampel yang ditentukan kriterianya. Analisis data dilakukan untuk menentukan desain dan konstruksi jaring cantrang. Selanjutnya penghitungan dilakukan untuk merancang pembuatan model cantrang. Rancangan yang telah dihitung, kemudian diuji menggunakan flume tank. Waktu dan lokasi Kegiatan penelitian dilakukan selama 2 bulan yaitu, pada bulan Oktober dan Nopember 2012 meliputi pengumpulan data spesifikasi cantrang (sekunder dan lapangan) dan pengamatan pengujian. Tahapan pengamtan pengujian dilakukan pada fasilitas Laboratorium flume tank, yang dimiliki oleh Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Bahan dan alat Bahan yang digunakan pada penelitian ini, meliputi data primer dan sekunder. Data primer yaitu pengambilan data hasil pengukuran alat tangkap cantrang pada lokasi penelitian. Data sekunder diperoleh dari data instansi pemerintah, dan jurnal ilmiah serta verifikasi dengan melakukan pengukuran kembali cantrang.
44
Penentuan alat tangkap yang menjadi obyek pengukuran yaitu menggunakan metode proporsive sampling. Pada pengambilan contoh, didasarkan ukuran kapal yang umum digunakan nelayan antara 20 GT. Beberapa peralatan yang digunakan pada penelitian ini berupa benang, coban, penggaris, bambu, gunting, pisau, tangki berarus (flume tank), pengukur arus (flow meter), roda katrol, timbangan digital (gantung), dan kamera digital. Tangki pengujian yang digunakan berada pada laboratorium flume tank (Gambar 3), Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Flume tank yang digunakan merupakan tangki berarus dengan arus searah. Percobaan ini dilakukan dengan asumsi bahwa hanya terdapat arus searah dan tidak ada arus dari arah lain. Pengujian dan analisis data Pengujian model cantrang berhubungan dengan kondisi arus yang terjadi didalam flume tank. Penelitian ini mengasumsikan Setelah mengamati kondisi arus dibidang pengamatan, maka selanjutnya ditentukan kedalaman air penempatan model. Pengamatan arus berdasarkan tiga kecepatan putar poros penggerak arus, yaitu putaran 317 rpm, 583 rpm, dan 799 rpm. Pengamatan dilakukan setiap 5 detik selama 180 detik pengamatan. Pada percobaan ini diasumsikan bahwa arus diperairan selama operasi penangkapan berasal dari satu arah, seperti pada pengujian yang dilakukan di flume tank dan jaring model cantrang yang diuji memiliki kemampuan menampung air sebanyak 1,03 m³. Analsis data dilakukan menggunakan metode tabulasi dan deskriptif untuk mengetahui tinggi bukaan mulut jaring. Data tabulasi digambarkan dalam bentuk grafik dan ditentukan rata-rata tinggi mulut jaring.
Gambar 15 Tangki pengujian (flume tank)
45
Setelah diperoleh tinggi (vertikal) bukaan mulut jaring dari model yang diujikan, maka bukaan lebar (horizontal dapat dietimasi. Untuk mendapatkan nilai estimasi bukaan horizontal digunakan persamaan keliling lingkaran pada bangun elips 2 dimensi: .................................................................... (11) sehingga dengan K = Keliling lingkaran π = 3,14 r = Jari-jari lingkaran a = Jari-jari vertikal pada elips b = Jari-jari horizontal pada elips A = Panjang total mendatar (horizontal) = 2a B = Panjang total tegak (horizontal) = 2b Perancangan model Perancangan menggunakan perhitungan teoritis (Tauti 1934; Kawakami 1964) dengan menentukan rasio pengurangan skala pada alat cantrang pengukuran lapangan. Faktor penyetaraan skala (λ), sebagai nilai dari jumlah pada skala sebenarnya berbanding dengan model yang dibuat (Martasuganda 1984). Secara umum, perubahan (pengurangan) dimensi ukuran alam tersusun berdasarkan model yang terdiri dari faktor-faktor dasar. 1) Rasio skala Pada perancangan ini skala pengurangan menggunakan perbandingan 1 berbanding 30 dengan notasi 1 : 30.
2) Rasio ukuran mata jaring (mesh) Penghitungan rasio pada ukuran mata jaring dilakukan menggunakan persamaan berikut:
dengan : M = Ukuran mata jaring D = Diameter benang L = Panjang mata jaring Pada perhitungan ini akan ditentukan ukuran benang dan ukuran mata jaring model. Untuk mendapatkan nilai tersebut, sebaiknya diketahui standar perbandingan ukuran benang dan panjang mata jaring. Hal ini sangat penting
46
berkaitan dengan penentuan skala dari ukuran sebenarnya. Tujuan ditentukan ukuran yang sesuai dengan kekuatannya mendekati kesesuaian dari ukuran sebenarnya. 3) Rasio ukuran jaring (webbing) Rasio ukuran jaring untuk menentukan jumlah mata jaring mendatar dan atau vertikal pada model yang akan dibuat. Penghitungan dilakukan menggunakan persamaan berikut ini.
dengan: L = Jumlah mata jaring atas pada panel i (i = 1,2,3….) arah horizontal N = Jumlah mata jaring vertikal pada panel i (i = 1,2,3….) = Nilai rasio 4) Rasio ukuran tali Penentuan ukuran tali dilakukan menggunakan persamaan berikut:
dengan : Dr = Diameter tali Penghitungan ini dilakukan, agar tali yang digunakan pada alat tangkap atau jaring sesuai dengan rencana penskalaannya. Tujuan penentuan ini adalah mendekati ukuran tali dari alat sebenarnya, sehingga hampir mendekati nilai kesesuaian sebenarnya. Hasil dan Pembahasan Data alat tangkap cantrang Alat tangkap yang digunakan sebagai model cantrang yang diukur desain dan konstruksi pada kegiatan ini yaitu 1 (satu) unit cantrang dengan spesifikasi sebagai berikut : Dimensi (panjang x keliling) : 51.56 x 37.72 meter Bentuk konstruksi : 2 (dua) seam Tali ris atas : 53,16 PE 20 mm Pelampung : 3 PL @ 20 cm Tali ris bawah : 53.16 PE 30 mm Pemberat : 65 Pb, 33 gr (2110 g) Sayap atas : PE 380 d/18 – d/24 MS 7,5-6,5 inch = 25,965m Sayap bawah : PE 380 d/18 – d/24 MS 7,5-6,5 inch = 25,965m Badan jaring : PE 380 d/12 - d/18 & PA d/66 MS 1-5,3 inch = 23,032 m
47
Kantong jaring Pelampung tanda Tali pelampung tanda Tali selambar Pelampung mulut jaring
: PE 380 d15 MS 1,18 inch = 3,0 m : 40 x 40 x 30 cm; Gabus : PE 7 mm (15 m) DESAIN CANTRANG BRONDONG : Mixed rope 30 mm (2 x 1000 m) : PL Ø 30 cm (1 buah).
HR; 53.16cantrang nelayan dapat dilihat Secara umum gambar desain dan konstruksi pada Gambar 16. GR; 53.16 MAT
MS(mm)
MD 26
100
190
29
110
190
29
130
130
PE D/18
185
29
138
138
PA D/66
160
29
166
166
134 110
10 17
89
24
496
69
29
496
72
29
496
61
24 29 29 29
464 363 312 260 300
PE D/24
PA D/18 PA D/15
PA D/12
49
PA D/15
PA D/30
26.58 rafia Ø 20
26.58 mixed rope Ø 30
190
PE D/18
100
110
418 (20) 480
37 33
47 46 30
30
107
25
120
260 300
0
250 160
Gambar 16 Desain alat tangkap cantrang
1
2
3
4
5m
48
Cantrang yang dimiliki nelayan terdiri dari bagian sayap, badan dan kantong. Bagian sayap dipasang tali ris atas dan bawah yang sama panjang dengan jenis bahan tali ris atas sebesar 20 mm dan ris bawah 30 mm. Pada bagian ris atas terpasang pelampung dipasang setengah dari total panjang tali atas, sedangkan pada bagian bawah jaring yang dipasang pemberat secara merata dengan total 21 kg. Sayap cantrang terdiri dari 5 bagian jaring dengan jumlah mata jaring dan ukuran mata jaring serta bahan yang berbeda. Pada Gambar 18, dapat dilihat bahwa ukuran mata jaring berkurang dari ujung luar sebesar 190 mm hingga mendekati badan jaring sebesar 165 mm. Jumlah mata jaring kedalam (melintang) semakin bertambah, dimana diawali dengan jumlah 26 mata jaring diujung sayap hingga 29 mata jaring mendekati badan jaring. Demikian pula dengan jumlah mata memanjang semakin bertambah dari ujung sayap, mulai dengan 100 mata jaring hingga 165 mata jaring didekat badan jaring. Pada bagian badan jaring terdiri dari 13 bagian, dimana setiap bagian memiliki ukuran mata jaring, jumlah mata jaring (membujur dan melintang), serta bahan yang dipakai. Bagian kantong cantrang mempunyai jumlah jaring melintang 160 mata jaring dan jumlah jaring membujur 120 mata jaring. Ukuran mata jaring pada kantong adalah 25 mm dengan material yang digunakan yaitu PA. Secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 18. Perancangan model alat tangkap cantrang Berdasarkan data yang diperoleh pada pengukuran alat tangkap, maka dilakukan perancangan model cantrang. Perancangan diawali dengan menentukan perbandingan yang diinginkan atau sesuai dengan ukuran tangki pengamatan pada flume tank. Pada perancangan ini menggunakan perbandingan 1:30, sehingga berdasarkan panjang cantrang pengukuran maka ukuran cantrang model yaitu 1,73 meter. Pembuatan model mengikuti hasil perhitungan dengan memperhatikan ukuran setiap panel pada Table 21, sedangkan gambar sketsa model dapat dilihat pada Gambar 17.
Sayap Kantong
Badan
Gambar 17 Model jaring cantrang
49
Bagian MS (cm) MD A 6 3 B
5
4
C
5
4
D
6
3
E
4
3
F
4
1
G
4
2
H I J K L M N O P Q R S T
3 3 3 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1
2 2 2 2 2 2 2 4 4 3 10 10 10
10 11 15 18 18 19 14 16 20 26
10 11 15 18 18 19 14 16 20 26 53 58 48 49 45 45 39 39 39
36 37 29 29 25 25 20 20 24 27 23 24 28 27 23 23 14 14 14 14 14
Gambar 18 Sketsa desain konstruksi model cantrang nelayan
50
Tabel 21 Perancangan konstruksi model cantrang Bagian Panel
Sayap A B C D E Jenis Bahan Nylon Nylon Nylon Nylon Nylon Ukuran Benang 210 d/3 210 d/3 210 d/3 210 d/3 210 d/3 Ø Benang (mm) 0,41 0,41 0,41 0,41 0,41 Ukuran Mata (cm) 6 5 5 6 4 D/L 0,00640 0,00881 0,00881 0,00660 0,00920 Jumlah Mata Atas 10 15 18 14 20 Bawah 11 18 19 16 26 Dalam 3,0 4,0 4,0 3,0 3,0 Panjang Panel (mm) 165 184 184 179 155 Badan M N O P Q R S Nylon Nylon Nylon Nylon Nylon Nylon Nylon 210 d/3 210 d/3 210 d/3 210 d/3 210 d/3 210 d/3 210 d/3 0,41 0,41 0,41 0,41 0,41 0,41 0,41 2 2 1 1 1 1 1 0,01982 0,01982 0,03020 0,03575 0,03719 0,03719 0,03719 25 20 2,0 47
20 24 2,0 47
27 23 4,0 58
24 28 4,0 51
27 23 3,0 30
23 14 10,0 107
14 14 10,0 107
Badan F G H I J K L Nylon Nylon Nylon Nylon Nylon Nylon Nylon 210 d/3 210 d/3 210 d/3 210 d/3 210 d/3 210 d/3 210 d/3 0,41 0,41 0,41 0,41 0,41 0,41 0,41 4 4 3 3 3 2 2 0,01102 0,01111 0,01242 0,01403 0,01342 0,01639 0,01982 53 58 1,0 45
48 49 2,0 62
45 45 2,0 71
Cod End Komponen jaring Tali Ris T Nylon 210 d/3 0,41 Pelampung 1 0,03719
39 39 2,0 67
39 36 2,0 70
37 29 2,0 49
Ukuran model Keterangan 0,266 mm (atas) ; 1 mm (bawah); 1,772 meter (atas & bawah) 3 x 60 mm 3 x 0,116 grf = 0,35 ≈ 1 pelampung kayu Pemberat 70,33 grm tersebar merata 14 di semua sayap 14 Catatan: Pelampung 3 x bola plastik Ø200mm (3.6 grf) 11,0 120
29 25 2,0 47
51
Karakteristik aliran air pada flume tank Pengujian arus air pada flume tank dilakukan dengan mengukur pada beberapa titik dalam kolom air dengan membuat koordinat titik setiap 20 cm sepanjang bidang pengamatan dan secara vertikal terbagi sebanyak 4 titik dan 4 horizontal. Pada setiap titik dilakukan pengukuran kekuatan arus dengan flow meter. Pengukuran disesuaikan dengan kecepatan rata-rata putaran (rotary per meter/rpm) roda baling-baling yang terbagi kedalam 3 tingkatan, yaitu : 317 rpm putaran, 538 rpm, dan 799,9 rpm. 1) Kecepatan putaran poros baling-baling 317 rpm. Kecepatan putaran 317 rpm pada kolom air flume tank menghasilkan kecepatan air berkisar antara 10 – 20 cm/dt. Pada bidang pengamatan I dan II ccenderung memperlihatkan kecepatan yang stabil, namun bidang pengamatan II dan IV arus sangat berfuktuasi. Arus yang tidak beraturan tersebut dimungkinkan adanya aliran air sebelum sekat penyelaras mengalami turbulensi. Untuk kedalaman 20 cm, 40 cm, dan 80 cm, terdapat kecepatan arus yang tidak teratur yang cenedrung lemah kecepatan arusnya. Gambaran kondisi arus dikolom air pada putaran baling-baling 317 rpm, dapat dilihat pada Gambar 19. 2) Kecepatan putaran poros baling-baling 538 rpm. Berdasarkan data pengamatan kecepatan putaran 538 rpm, diperoleh kecepatan arus air berkisar 20 - 30 cm/dt. Besaran kecepatan yang berbeda pada bidang pengamatan I dan II, yang diperlihatkan dikedalaman pengamatan 20 cm, 60 cm dan 80 cm. Fluktuasi kecepatan yang hampir merata terjadi pada kedalaman 40 cm. Gambaran kondisi arus pada kolom perairan pada 538 rpm, dapat dilihat pada Gambar 20. 3) Kecepatan putaran poros baling-baling 799,9 rpm. Kecepatan yang dihasilkan pada putaran 799,9 rpm berkisar 30 hingga 60 cm/dt. Bidang pengamatan II dan III memiliki kecepatan yang cenderung selaras antara 40 - 50 cm, sedangkan pada bidang I memiliki kecepatan terendah dan bidang IV cenderung tinggi. Gambaran kondisi arus pada kolom perairan pada 799,9 rpm, dapat dilihat pada Gambar 21.
52
Kecepatan (m/dt)
0,2 0,15 0,1 0,05
I II III IV
0 1
2
3
4
5
6
7
8
titik pengamatan
(a) Kedalaman 20 cm
Kecepatan (m/dt)
0,3
0,25 0,2
0,15 0,1 0,05 I II III IV
0 1
2
3
4
5
6
7
8
titik pengamatan
(b) Kedalaman 40 cm
Kecepatan (m/dt)
0,3 0,25 0,2 0,15 0,1 0,05
I II III IV
0
1
2
3
4
5
6
7
8
titik pengamatan
(c) Kedalaman 60 cm
Kecepatan (m/dt)
0,3 0,25 0,2 0,15 0,1 0,05 I II III IV
0 1
2
3
4
5
6
7
8
titik pengamatan
(d) Kedalaman 80 cm Gambar 19 Grafik arus pada putaran 317 rpm
53
(a) Kedalaman 20 cm
(b) Kedalaman 40 cm
(c) Kedalaman 60 cm
(d) Kedalaman 80 cm Gambar 20 Grafik arus pada putaran 538 rpm
54
Kecepatan (m/dt)
0,6 0,5 0,4
0,3 0,2
0,1 I II III IV
0 1
2
3
4
5
6
7
8
titik pengamatan
(a) Kedalaman 20 cm Kecepatan (m/dt)
0,6 0,5 0,4
0,3 0,2 0,1
I II III IV
0 1
2
3
4
5
6
titik pengamatan
7
8
(b) Kedalaman 40 cm
Kecepatan (m/dt)
0,6
0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 I II III IV
0 1
2
3
4
5
6
7
titik pengamatan
8
(c) Kedalaman 60 cm
Kecepatan (m/dt)
0,6 0,5 0,4 0,3
0,2 0,1
I II III IV
0 1
2
3
4
5
6
titik pengamatan
7
8
(d) Kedalaman 80 cm Gambar 21 Grafik arus pada putaran 799,9 rpm
55
Pengujian model cantrang Model alat tangkap yang diamati adalah performa tinggi bukaan mulut jaring dari cantrang yang telah disesuaikan ukurannya dengan luas daerah pengamatan pada flume tank. Ukuran model alat telah mengalami pengurangan dengan perbandingan 1 : 30. Pengamatan performa tinggi bukaan mulut jaring cantrang dilakukan dengan memberikan perlakuan 3 kondisi putaran balingbaling, yaitu 317 rpm, 538 rpm dan 799,9 rpm. Pada setiap perlakuan diukur perubahan tinggi jaring. Jaring model cantrang ditempatkan pada kedalaman 40 dan 60 cm, dengan mempertimbangkan kecepatan aliran arus yang dihasilkan. Jaring model diikatkan menetap pada bagian inlet arus dan tidak mengalami perubahan beban pada bagian kantong. Pengamatan dilakukan untuk menentukan tinggi (vertikal) jaring model dari sisi bidang pengamatan flume tank. Berdasarkan hasil pengamatan pada kecepatan putaran 317 rpm, yang terdapat pada Gambar 22 memperlihatkan bahwa tinggi bukaan mulut jaring berkisar 33 – 36 cm. Kecepatan arus yang terjadi pada putaran ini berkisar antara 10 - 20 cm/dt. Data yang diperoleh menunjukkan terdapat tinggi bukaan jaring yang dominan yaitu antara 34 cm hingga 35 cm, dengan rata-rata sebesar 34,4 cm. Uraian di atas dapat memberikan gambaran bahwa tinggi bukaan mulut jaring di perairan dengan kecepatan penarikan 10 cm/dt atau 0,2 knot mencapai 10,32 m. Kondisi tinggi bukaan ini, terjadi ketika jaring cantrang selesai ditebarkan atau diturunkan. 40
Tinggi (cm)
35
34,5
35,5
34
34,75
33,5
34
34,25
30 25 20 15 10 20
40
60
80
100
120
145
Waktu (dt) Gambar 22 Tinggi bukaan mulut jaring model pada putaran 317 rpm (kisaran nilai rerata standard deviasi) Berdasarkan pengamatan bahwa tinggi (vertikal) bukaan mulut jaring pada percobaan pada kecepatan 0,2 m/dt ≈ 0,5 knot dapat diprediksi saat dioperasikan antara 5,1 – 5,33 m. Dari nilai vertikal tersebut dapat diestimasi lebar (horizontal) bukaan mulut jaring, yaitu sebesar 6,62 m hingga 6,85 m.
56
Pada Tabel 22 terlihat bahwa hasil laboratorium apabila dibandingkan hasil perhitungan dengan Prado (1990) terlihat bahwa nilai vertikal dan horinzontal bukaan mulut jaring berbeda. Untuk bukaan vertikal berbeda 1,5 m, sedangkan nilai horizontal hasil uji laboratorium berbeda 2 kali lipat dari hasil perhitungan. Perbedaan yang signifikan terlihatdari hasil tersebut Tabel 22 Nilai tinggi bukaan mulut jaring pada uji laboratorium dengan kecepatan 317 Rpm (0,2 m/dt) dan perhitungan Prado (1990) (satuan m) No
Vertikal (a)*
Vertikal (Prado 1990) 6,64
1 10,35 2 10,20 3 10,65 4 10,05 5 10,43 6 10,20 7 10,28 Keterangan * : Uji laboratorium ** : Hasil perhitungan
Horizontal (b)** 13,47 13,59 13,24 13,70 13,41 13,59 13,53
Horizontal (Prado 1990) 13,29
Keduanya berdasarkan pada perlakuan pertama dapat dilihat pada Tabel 22. Pada perhitungan Prado (1990), hanya menghitung tinggi vertikal dan panjang horizontal tanpa adanya pengaruh arus dan penggunaan pelampung serta pemberat. Adanya nilai vertikal dan horizontal dapat diprediksi bentuk bukaan mulut jaring dari model yang diujikan. Bentuk bukaan mulut jaring akan cenderung membentuk lingkaran (Gambar 23), hal ini sesuai dengan yang dikemukan oleh Konkane (2008), dimana dari prediksi model terlihat bentuk dari mulut jaring akan membentuk lingkaran pada aliran arus yang sesuai.
Gambar 23 Estimasi bentuk bukaan mulut jaring pada kecepatan 0,2 m/dt berdasarkan hasil laboratorium
57
Pada kecepatan putaran 538 rpm dengan kecepatan setara dengan 30 cm/dt, tinggi bukaan mulut jaring berkisar 24 – 27 cm (Gambar 24), dimana terlihat adanya fluktuasi kecepatan arus pada kolom air di dalam flume tank. Data yang diperoleh memperlihatkan bahwa tinggi bukaan mulut jaring yang dominan berkisar antara 26 hingga 27 cm. Jaring cantrang yang dioperasikan, dalam kondisi tali selambar teregang atau tali selambar akan digulung di atas kapal. 40
Tinggi (cm)
35 30 25
25,75
24,75
26,5
25,25
26,25
25
26,75
20 15 10 20
40
60
80
100
120
145
Waktu (dt) Gambar 24 Pengamatan tinggi bukaan mulut jaring pada putaran 538 rpm (kisaran nilai rerata standard deviasi) Dilihat dari tinggi bukaan mulut jaring (vertikal) pada percobaan, maka dapat ditentukan bahwa tinggi bukaan mulut jaring saat dioperasikan antara 7,4 hingga 7,64 m. Berdasarkan tinggi bukaan mulut jaring dapat diestimasi lebar (horizontal) bukaan mulut jaring, yaitu sebesar 14,9 hingga 15 m. Pada Tabel 23 terlihat bahwa hasil laboratorium apabila dibandingkan hasil perhitungan dengan Prado (1990) terlihat bahwa nilai horinzontal bukaan mulut jaring berbeda cukup signifikan. Tabel 23 Nilai tinggi bukaan mulut jaring pada uji laboratorium dengan kecepatan 580 Rpm (0,3 m/dt) dan perhitungan Prado (1990) (satuan m) No
Vertikal (a)*
Vertikal (Prado 1990) 6,64
1 7,64 2 7,57 3 7,60 4 7,51 5 7,53 6 7,62 7 7,49 Keterangan * : Uji laboratorium ** : Hasil perhitungan
Horizontal (b)** 15,28 15,13 15,21 15,01 15,05 15,24 14,97
Horizontal (Prado 1990) 13,29
58
Setelah nilai vertikal dan horizontal diketahui, maka dapat diprediksi bentuk bukaan mulut jaring dari model yang diujikan. Bentuk bukaan mulut jaring akan cenderung membentuk elips (Gambar 25). Hal ini menunjukkan bahwa aliran arus yang kuat (0,3 m/dt) sangat mempengaruhi bukaan mulut jaring. Volume air yang masuk ke dalam jaring menyebabkan pelampung semakin ter tarik ke bawah atau daya apungnya semakin kecil, dan pemberat yang memiliki daya tenggelam juga akan semakin.
Gambar 25 Estimasi bentuk bukaan mulut jaring pada kecepatan 0,3 m/dt berdasarkan hasil laboratorium Pada putaran 799,9 rpm dengan kecepatan 50 cm/dt, tinggi bukaan mulut jaring berkisar pada 18 hingga 22 cm dengan rata-rata 19,77 cm (Gambar 26). Adanya fluktuasi dapat dikarenakan kecepatan arus pada kolom air di dalam flume tank yang tidak stabil. 40
Tinggi (cm)
35 30 25 20
20,5
19,25
21
19
19
18,75
20,25
15 10 20
40
60
80
100
120
145
Waktu (dt) Gambar 26 Pengamatan tinggi bukaan mulut jaring pada putaran 799 rpm (kisaran nilai rerata standard deviasi)
59
Berdasarkan hasil pengamatan percobaan dapat ditentukan bahwa tinggi bukaan mulut jaring sebenarnya ketika dioperasikan antara 5,63 hingga 6,3 m. Berdasarkan tinggi bukaan mulut jaring dapat diestimasi lebar (horizontal) bukaan mulut jaring, yaitu sebesar 15,78 hingga 16,03 m. Pada Tabel 24 terlihat bahwa hasil laboratorium apabila dibandingkan hasil perhitungan dengan Prado (1990) terlihat bahwa nilai horinzontal bukaan mulut jaring berbeda cukup signifikan, yaitu lebih dari 2,5 m. Tabel 24 Nilai tinggi bukaan mulut jaring pada uji laboratorium dengan kecepatan 799 Rpm (0,5 m/dt) dan perhitungan Prado (1990) (satuan m) No
Vertikal (a)*
1 2 3 4 5 6 7
5,78 6,15 5,70 6,30 5,63 5,70 6,08
Vertikal (Prado 1990) 6,64
Horizontal (b)** 15,98 15,84 16,00 15,78 16,03 16,00 15,87
Horizontal (Prado 1990) 13,29
Keterangan * : Uji laboratorium ** : Hasil perhitungan Setelah nilai vertikal dan horizontal diketahui, maka dapat diprediksi bentuk bukaan mulut jaring dari model yang diujikan. Bentuk bukaan mulut jaring akan cenderung membentuk elips (Gambar 27). Hal ini menunjukkan bahwa aliran arus yang kuat (0,3 m/dt) sangat mempengaruhi bukaan mulut jaring. Volume air yang masuk ke dalam jaring menyebabkan pelampung semakin ter tarik ke bawah atau daya apungnya semakin kecil, dan pemberat yang memiliki daya tenggelam juga akan semakin kecil. Pada kondisi ini jaring akan sulit beroperasi secara maksimal dikarenakan mulut jaring cenderung menguncup.
Gambar 27 Estimasi bentuk bukaan mulut jaring pada kecepatan 0,2 m/dt berdasarkan hasil laboratorium
60
Dari data tersebut, tinggi bukaan jaring sebenarya dapat mencapai 5,7 m. Jaring cantrang pada keadaan tersebut, telah terangkat dipertengahan akibat penarikan tali selambar yang semakin cepat dan kuat, sehingga tinggi mulut jaring cenderung semakin kecil.
Berdasarkan pada Gambar 28 menunjukkan bahwa tinggi jaring mulut jaring akan mengalami penurunan bersamaan dengan meningkatnya kecepatan arus yang melewati model jaring (Chi 1988; Queirolo 2009; Kokane 2008). Pada percobaan ini diasumsikan bahwa cantrang mampu menampung volume air sebanyak 1,03 m³. Perubahan tinggi mulut jaring secara signifikan terjadi ketika peningkatan kecepatan 20 cm/dt menjadi 30 cm/dt.
Gambar 28 Perubahann tinggi bukaan mulut jaring pada kecepatan berbeda Hasil tersebut menggambarkan bahwa semakin besar arus yang mengalir ke dalam jaring, maka volume yang masuk ke dalam kantong jaring semakin banyak. Akibat volume air tertampung besar, tekanan yang mendorong jaring semakin tinggi (Matuda 1970) menyebabkan tertariknya bagian jaring atas dan bawah sehingga tinggi bukaan jaring semakin rendah. Pada waktu jaring mencapai volume maksimal menyebabkan tertahannya air yang akan melewati jaring. Air yang berada di depan jaring akan tertahan dan air yang akan masuk jaring cenderung mengalami pengalihan (turbulensi) dan air akan kembali keluar jaring. Secara keseluruhan, menurut data yang diperoleh menunjukkan bahwa jaring cantrang pengukuran dimungkinkan untuk dioperasikan pada perairan dangkal. Perairan dangkal yang masih memungkinkan untuk dapat dioperasikan cantrang, yaitu 2 kali tinggi bukaan mulut jaring atau berkisar pada kedalam 30 m.
61
Kesimpulan
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa dari bagian badan jaring hingga bagian kantong cenderung menyempit atau membentuk “cone”. Model cantrang terdiri dari bagian sayap, bagian badan dan bagian kantong jaring dan model tersebut mewakili desain dan konstruksi cantrang nelayan sebenarnya. Tinggi (vertikal) bukaan mulut jaring percobaan pada kecepatan 0,5 knot diprediksi antara 5,1 – 5,33 m dan lebar (horizontal), yaitu sebesar 6,62 m hingga 6,85 m. Bentuk bukaan mulut jaring terlihat cenderung bulat melingkar. Pada kecepatan 0,7 knot, tinggi bukaan mulut jaring mencapai 7,4 hingga 7,64 m dan estimasi lebar (horizontal) sebesar 14,9 hingga 15 m. Ketika kecepatan mencapai lebih dari 1 knot tinggi bukaan mulut jaring antara 5,63 hingga 6,3 m dan estimasi lebar (horizontal) bukaan mulut jaring, yaitu sebesar 15,78 hingga 16,03 m. Tinggi bukaan mulut jaring semakin rendah dengan bertambahnya kecepatan arus di flume tank. Bukaan mulut jaring akan cnederung bulat melingkar, sehingga dapat menghadang gerakan menghindar ikan ke atas. Bertambahnya kecepatan arus air, maka tinggi bentuk mulut jaring cenderung membentuk elips. Jaring nelayan akan optimal saat di atas dasar perairan pada kecepatan arus kurang dari 0,5 - 1 knot. Jaring cantrang hasil pengukuran dimungkinkan untuk dioperasikan pada perairan dengan kedalaman lebih dari 2 kali tinggi bukaan mulut jaring atau berkisar pada kedalam 30 m.
62
5. PEMANFAATAN RUANG ATAS DEK KAPAL DAN ALUR KERJA PENGOPERASIAN MELALUI PENDEKATAN ANALISIS JARINGAN DAN KESELAMATAN KERJA
Pendahuluan
Aktivitas nelayan selama kegiatan penangkapan, sangat dibatasi oleh luasan pada dek kapal. Area dek khususnya pada bagian atas kapal tidak hanya lokasi menempatkan alat tangkap, tetapi beberapa peralatan bantu penangkapan yang menunjang kegiatan nelayan. Operasi penangkapan dengan cantrang menggunakan beberapa peralatan bantu pada ruang atas dek seperti kapstan dan dewi-dewi (rig). Seluruh peralatan tersebut bertujuan membantu agar operasi penangkapan dapat berhasil dilakukan. Salah satu keberhasilan penangkapan ikan akan dipengaruhi oleh seluruh kegiatan nelayan di atas kapal. Terjadinya keadaan yang tidak sesuai dengan setiap tahapan aktivitas penurunan alat akan berakibat pada kegagalan. Umumnya nelayan telah mengaturan tata letak peralatan dengan memanfaatkan area yang tersedia, seperti pada penempatan mesin-mesin, bahanbahan, perlengkapan untuk operasi, ABK dan semua peralatan/fasilitas dalam aktivitas penangkapan. Hal ini dimulai dengan merencanakan dan mempersiapkan seluruh tahapan berdasarkan kebiasaan atau pengalaman yang dilakukan sejak lama. Wirakusuma dalam Winarso (2004), menyatakan aktivitas diharapkan dapat mencapai hasil, dengan mempertimbangkan hambatan unsur-unsur sumber serta fasilitas yang diperlukan. Kegiatan yang akan dilakukan dari waktu ke waktu, sehingga terjadi keseimbangan antara waktu, biaya dan tenaga, serta teknologi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu kegiatan. Hal yang direncanakan tidak selalu berjalan sesuai yang diharapkan, dikarenakan adanya pengaruh alokasi waktu, biaya dan tenaga, sehingga dibutuhkan penjadwalan. Rencana operasi penangkapan dilakukan dengan mengatur lokasi alat tangkap diatas dek kapal agar sesuai tahapan dan waktu yang disesuaikan dengan kecepatan kapal saat berjalan. Bila terjadi keterlambatan pada saat operasi, maka akan terjadi kegagalan penebaran jaring hingga pengangkatan kantong. Penjadwalan dapat menjawab permasalahan yang timbul pada saat kegiatan berlangsung dan mengantisipasi sedini mungkin kegagalan. Tata letak menjadi salah satu bagian yang penting dalam keberhasilan operasi penangkapan cantrang. Ruang gerak nelayan selama operasi penangkapan perlu diperhatikan untuk mengurangi tingkat kesalahan dan kecelakaan. Ruang kerja yang nyaman akan meningkatkan keselamatan nelayan di atas kapal. Setiap pergerakan ABK selama operasi penangkapan terdapat proses jaringan kerja yang teratur. ABK yang berada di atas kapal memiliki tugas kewajiban selama operasi penangkapan berlangsung.Pengoperasian cantrang,mempunyai jaringan kerja di kapal yang telah direncanakan,bahkan aktifitas yang biasa dilakukan ABK.
63
Berdasarkan permasalahan tersebut, kegiatan penangkapan ikan cantrang akan dihadapkan pada masalah perencanaan yang baik. Selanjutya perlu estimasi dalam hal perencanaan dan penyusunan jadwal, serta penataan ruang diatas dek kapal. Dalam operasi penangkapan di laut mempunyai risiko kecelakaan yang tinggi.Area kerja di atas Dek kapal Nelayan dihadapkan pada ruang kerja/area kerja yang dipenuhi oleh unit alat tangkap.Penempatan alat yang akan dapat menjangkau pergerakan ABK dalam melakukan tugasnya. Tujuan Penelitian ini memiliki tujuan: 1) Mengetahui jaringan kerja dan lintasan waktu kritis pada operasi penangkapan cantrang. 2) Menganalisis peluang kecelakaan dan keselamatan kerja di setiap aktivitas pada operasi penangkapan cantrang. 3) Merancang tindakan pencegahan pada perngoperasian cantrang.
Manfaat Manfaat penelitian ini, antara lain: 1) Untuk melengkapi nelayan untuk merancang operasi penangkapan ikan yang lebih efektif. 2) Untuk memperbaiki metode perencanaan dan pengawasan bagi stakeholder dalam melakukan pengelolaan perikanan cantrang 3) Mempertinggi daya guna (effisiensi) kerja, baik manusia maupun peralatan serta menjamin ketepatan selesainya suatu aktivitas.
Metodologi
Lokasi penelitian di pelabuhan pendaratan ikan Tanjungsari, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah dan Pelabuhan Perikanan Brondong, Kabupaten Lamongan. Penelitian yang fokuskan adalah alat tangkap cantrang pada kapal 20 GT sebanyak 3 unit alat tangkap. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder yang mencakup data jumlah alat tangkap cantrang, dan kapal. Pengumpulan data primer, dilaksanakan melalui pengukuran langsung di lapang dan pengumpulan data responden. Pemilihan responden dilakukan dengan metode purposive sampling. Untuk data sekunder berasal dari buku, jurnal, peraturan, dan lain-lain. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis kerja dan aktivitas (Job and Activity analysis). Metode ini ditujukan untuk menyelidiki
64
secara terperinci aktivitas, peralatan yang digunakan, cara kerja dan tata letak di atas kapal. Metode ini termasuk dalam metode deskriptif yang digunakan untuk meneliti sekelompok manusia, obyek, kondisi dan suatu sistem pemikiran (Nazir, 1988). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat deskripsi yang sistematis mengenai aktivitas dan aspek ergonomi pada aktivitas penangkapan cantrang. Pengumpulan data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis data, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer terdiri atas aktivitas detail di atas kapal, ukuran, cara kerja, waktu dan posisi peralatan yang digunakan, pendapat anak buah kapal (ABK) mengenai kenyamanan kerja di atas kapal, kejadian yang mengancam jiwa dalam operasi penangkapan ikan. Sebagai nara sumber utama adalah para ABK dengan rincian seperti yang dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25 Narasumber utama No Posisi narasumber 1 Nakhoda 2 Juru mesin/ KKM/ Enginer
3 Juru kerja 4 Juru masak/ Koki 5 Anak buah kapal (ABK)
Tugas Mengemudikan kapal Menjaga mesin tetap bekerja; Mengemudikan kapal dan membantu Nakhoda Mengatur alat, kerja dan palka di atas kapal Memasak makanan untuk ABK Melempar, menebar, mengangkat menggulung tali selambar dan jaring
dan
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian lapang yang dilakukan dengan observasi, wawancara, pengukuran langsung dan dokumentasi pada objek yang diteliti. Data akan dikumpulkan dengan menggunakan daftar pertanyaan yaitu kuesioner sebagai pedoman wawancara kepada ABK tentang aktivitas di atas kapal, peralatan yang mereka gunakan dan kenyamanan kerja selama operasi penangkapan ikan. Selain itu, data juga akan diperoleh dengan mengukur dimensi alat dan antrophometri. Dokumentasi dalam bentuk foto dan gambar dikumpulkan untuk memberikan gambaran mengenai kondisi di lapangan. Sementara itu, general arrangement digunakan sebagai alat bantu untuk mempermudah pemetaan alat dan aktivitas di atas kapal. Rincian metode pengumpulan data, sumber dan jenis data disampaikan pada Tabel 26. Data yang diperoleh dari lapangan selanjutnya diolah dan dianalisis berdasarkan metode deskriptif dengan analisis kerja dan aktivitas. Pengolahan data dilakukan dengan tabulasi dan pembuatan gambar-gambar yang dibutuhkan untuk analisis ergonomi.
65
Tabel 26 Sumber dan jenis data. No Metode 1 Observasi
2
Wawancara
3
Pengukuran langsung
4
Dokumentasi
Sumber - Kapal - ABK - Alat - ABK
- Kapal - ABK - Waktu kerja - Kapal - ABK - Alat
Jenis data Data mengenai aktivitas detail, alur kerja dan informasi tentang kenyamanan kerja dari ABK. Data mengenai aktivitas detail, alur kerja dan informasi tentang kenyamanan kerja dari ABK. Posisi alat bantu yang berada di kapal; Posisi dan ukuran alat bantu terhadap (antrophometri) Gambar /ABK foto kapal, ABK dan -alat Dimensi alat yang diperlukan
Analisis data dilakukan dengan mengkaji jawaban dari narasumber terhadap pertanyaan yang diajukan. Berdasarkan jawaban tersebut, dianalisis aktivitas di atas kapal penangkap cantrang. Deskripsi mengenai aktivitas di atas kapal diperkuat dengan hasil observasi yang sudah dilakukan dan dokumentasi berupa foto. Data mengenai ergonomi diperoleh dari pengukuran alat dan antropometri. Data tersebut dianalisis dengan membandingkan standar ergonomi yang ada. Berdasarkan pengkajian tersebut, dapat diketahui apakah kapal tersebut sudah ergonomis atau belum dengan menggunakan metode ergonomi dengan tahap diagnosis, yaitu melalui wawancara, observasi, pengukuran langsung dan dokumentasi. Analisis jaringan kerja dan aktivitas Analisa jaringan kerja merupakan suatu perpaduan pemikiran yang logis, digambarkan dengan suatu jaringan yang berisi lintasan-lintasan kegiatan dan memungkinkan pengolahan secara analitis. Analisa jaringan kerja memungkinkan suatu perencanaan yang efektif dari suatu rangkaian yang mempunyai interaktivitas. Metode manajemen banyak bermanfaat terutama dalam hal perencanaan, penjadwalan, dan pengawasan pembangunan proyek, bermanfaat dalam pengambilan keputusan (decision making) serta kegiatan-kegiatan operasional lainnya. Penerapan metode manajemen disegala bidang kegiatan pada kenyataannya prosedurnya tidaklah begitu kompleks, hal mana dapat dianalisa secara sistematis menggunakan analisa jaringan kerja. Analisa jaringan kerja menjadi suatu sistem kontrol proyek dengan cara menguraikan kegiatan yang terdiri dari pekerjaan menjadi komponen-komponen. Selanjutnya kegiatan ini disusun dan diatur sedemikian rupa sehingga memungkinkan proyek dapat dilaksanakan dan diselesaikan dengan ekonomis, dalam waktu yang sesingkat mungkin dengan jumlah tenaga kerja yang minimum.
66
Analisis jaringan kerja dapat menjadi salah satu teknik manajemen yang bermanfaat dalam mendisain, merencanakan, dan menganalisis suatu sistem. Disamping itu analisis jaringan kerja merupakan suatu teknik yang berguna dalam rancangan sistem karena teknik yang digunakan akan membantu para ahli analisis dalam mengetahui dan mengidentifikasi keterkaitan yang terdapat pada sub sistem yang ada. Agar dalam menganalisis jaringan kerja tersebut dapat berjalan dengan baik dan terencana sehingga menghasilkan suatu teknik manajemen yang bermanfaat memerlukan suatu prosedur yang baik untuk dapat melaksanakannya, yaitu dengan menggunakan pendekatan sistem. Analisis jaringan kerja memiliki hubungan dengan pendekatan sistem karena pendekatan sistem menggunakan cara berpikir dengan mempergunakan konsep sistem, sedangkan sistem itu sendiri adalah sekelompok unit yang bekerja sama secara keseluruhan berdasarkan suatu tujuan bersaa atau seperangkat unit yang terorganisir. Pendekatan sistem juga mengembangkan sistem yang menawarkan suatu struktur pembuatan keputusan dan seperangkat strategi keputusan sehingga terjadi pengembangan sistem. Bila hal ini dilakukan maka akan sangat berguna bagi perancang sewaktu mengoreksi dirinya sendiri, untuk merencakan proses yang logis mengembangkan dan melaksanakan kesatuan buatan manusia. Sehingga hal itu akan melengkapi prosedur dimana ada pengkhususan tujuan sistem sejak semula. Kemudian perancang juga akan dapat menganalisa urutan untuk menemukan cara yang terbaik untuk mencapainya. Akhirnya sistem evaluasi yang terus menerus mengamati pelaksanaan tujuan dan melengkapi dasar untuk merencanakan perubahan dalam penelitian masalah ekonomi dan penampilan. Pelaksanaan pendekatan sistem untuk mengembangkan dan memelihara sistem, menyebabkan sistem mempunyai kemungkinan untuk menjamin gambaran penampilan khusus, yang akan ditemukan bagi keluaran sistem. Jaringan kerja prinsipnya merupakan hubungan ketergantungan antara bagian-bagian pekerjaan yang digambarkan atau divisualisasikan dalam bagan jaringan kerja. Tahap selanjutnya, akan diketahui bagian-bagian pekerjaan mana yang harus diproritaskan, bila perlu dilembur (tambah biaya), pekerjaan mana yang menunggu selesainya pekerjaan yang lain, pekerjaan mana yang tidak perlu tergesa-gesa, sehingga alat dan orang dapat digeser ke tempat lain demi efisiensi (Badri, 1997) Selanjutnya Badri (1997), menjelaskan dimana terdapat dua metode jaringan berdasarkan letak kegiatan, yaitu Activity on Arrow (AoA) dan Activity on Node (AoN). Perbedaannya terletak pada penempatan kegiatan, yaitu pada AoA kegiatan berada pada anak panah dan AoN kegiatan berada pada node, atau simpul. Terminologi & kaidah dasar jaringan kerja sebagai berikut : 1) Anak panah (arrow), digambarkan sebagai anak panah ( ) yang menghubungkan dua lingkaran yang mewakili dua peristiwa. Ekor anak panah merupakan awal & ujungnya merupakan akhir kegiatan. 2) Lingkaran kecil (node), digambarkan sebagai lingkaran ( ) menyatakan sebuah kejadian atau peristiwa atau event. Kejadian didefinisikan sebagai ujung atau pertemuan dari satu atau beberapa kegiatan.
67
3) Anak panah terputus-putus ( ), menggambarkan kegiatan semu atau dummy yang tidak memiliki jangka waktu tertentu, karena sejumlah sumberdaya tidak digunakan. Aktivitas dummy adalah aktivitas yang sebenarnya tidak ada, sehingga tidak memerlukan pemakaian sumberdaya. Dummy terjadi karena terdapat lebih dari satu kegiatan yang mulai dan selesai pada event yang sama. Sebagai contoh Kegiatan A dan B harus sudah selesai sebelum kegiatan C dapat dimulai. Sedangkan D dapat dimulai segera setelah B selesai & tidak bergantung dengan A (Gambar 29).
Adapun aturan penggunaan simbol-simbol sebagai berikut: Di antara dua event yang sama, hanya boleh digambarkan satu anak panah. Nama suatu aktivitas dinyatakan dengan huruf atau nomor urut event. Aktivitas harus mengalir dari event bernomor rendah ke event bernomor tinggi. Diagram hanya memiliki sebuah initial evet dan sebuah terminal event. A
C
B
D
Gambar 29 Skema alur kerja Tahapan pada analisis jaringan kerja 1) Menggambar jaringan kerja Panduan dalam menggambar jaringan kerja, yaitu membuat anak panah dengan garis penuh dari kiri ke kanan, & garis putus-putus untuk dummy, menuliskan keterangan kegiatan diatas anak panah, sedangkan kurun waktu dibawahnya, menghindarkan sejauh mungkin garis menyilang, menuliskan peristiwa/ kejadian sebagai lingkaran, dengan nomor yg bersangkutan jika mungkin berada didalamnya, dan memberikan nomor peristiwa sebelah kanan lebih besar dari sebelah kiri. 2) Penentuan waktu Setelah jaringan kerja dapat digambarkan, kemudian diestimasikan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan masing-masing aktivitas, dan menganalisis seluruh diagram network untuk menentukan waktu terjadinya masing-masing event. Dalam mengestimasi dan menganalisis waktu ini, akan terdapat satu atau beberapa lintasan tertentu dari kegiatan-kegiatan pada jaringan kerja tersebut yang menentukan jangka waktu penyelesaian seluruh proyek. Lintasan ini disebut
68
lintasan kritis (critical path). Jalur kritis adalah jalur yang memiliki rangkaian komponen kegiatan dengan total jumlah waktu terlama dan menunjukkan kurun waktu penyelesaian yang tercepat. Pada jalur ini terletak kegiatan-kegiatan yang bila pelaksanaannya terlambat akan menyebabkan keterlambatan proyek secara keseluruhan. Selain lintasan kritis, terdapat lintasan-lintasan lain yang mempunyai jangka waktu yang lebih pendek daripada lintasan kritis. Dengan demikian, maka lintasan yang tidak kritis ini mempunyai jangka waktu untuk bisa terlambat, yang disebut float/slack. Float/slack memberikan sejumlah kelonggaran waktu dan elastisitas pada sebuah jaringan kerja, dan ini dipakai pada waktu penggunaan network dalam praktek, atau digunakan pada waktu mengerjakan penentuan jumlah material, peralatan, dan tenaga kerja. Float terbagi menjadi dua jenis, yaitu: 1) Total float/slack, dimana jumlah waktu untuk penyelesaian suatu aktivitas dapat diundur tanpa mempengaruhi saat paling cepat dari penyelesaian proyek secara keseluruhan. 2) Free float/slack, dimana jumlah waktu di mana penyelesaian suatu aktivitas dapat diukur tanpa mempengaruhi saat paling cepat dari dimulainya aktivitas yang lain atau saat paling cepat terjadinya event lain pada network. Untuk mempermudah perhitungan penentuan waktu digunakan notasi-notasi sebagai berikut: 1) Saat tercepat terjadinya event (earliest event occurrence time) dinotasikan sebagai TE, 2) Saat paling lambat terjadinya event (latest event occurrence time) dinotasikan sebagai TL, 3) Saat paling cepat dimulainya aktivitas (earliest activity start time) dinotasikan sebagai ES, 4) Saat paling cepat diselesaikannya aktivitas (earliest activity finish time) dinotasikan sebagai EF, 5) Saat paling lambat dimulainya aktivitas (latest activity start time) dinotasikan sebagai LS, 6) Saat paling lambat diselesaikannya aktivitas (latest activity finish time) dinotasikan sebagai LF, 7) Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu aktivitas (activity duration time) dinotasikan sebagai t, 8) Total slack/float dinotasikan sebagai S, 9) Free slack/float dinotasikan sebagai SF. Dalam penggunaannya menggunakan beberapa asumsi dan perhitungan. Asumsi yang digunakan dalam melakukan perhitungan adalah: 1) Proyek hanya memiliki satu initial event dan satu terminal event. 2) Saat tercepat terjadinya initial event adalah hari ke-nol
69
3) Saat paling lambat terjadinya terminal event adalah TL = TE untuk event ini. Adapun cara perhitungan yang harus dilakukan terdiri atas dua cara, yaitu: perhitungan maju (forward computation) dan perhitungan mundur (backward computation). Pada perhitungan maju, perhitungan bergerak dari initial event menuju ke terminal event. Tujuannya adalah untuk menghitung saat yang paling cepat terjadinya events dan saat paling cepat dimulainya serta diselesaikannya aktivitasaktivitas. Sedangkan perhitungan mundur, perhitungan bergerak dari terminal event menuju ke initial event. Tujuannya adalah untuk menghitung saat paling lambat terjadinya events dan saat paling lambat dimulainya dan diselesaikannya aktivitas-aktivitas. Untuk melakukan perhitungan maju dan perhitungan mundur, lingkaran event (Gambar 30) di bagi atas tiga bagian (Winarso, 2004).
Keterangan: a = Nomor event b = Saat tercepat terjadinya event, yang merupakan hasil perhitungan maju c = Saat paling lambat terjadinya event, yang merupakan hasil perhitungan mundur Gambar 30 Lingkaran aktivitas (event) Setelah kedua perhitungan di atas selesai, kemudian dilakukan perhitungan untuk mencari nilai slack/float. Adapun cara perhitungannya adalah sebagai berikut: 1) Total float/slack dihitung dengan cara mencari selisih antara saat paling lambat dimulainya aktivitas dengan saat paling cepat dimulainya aktivitas, atau dengan mencari selisih antara saat paling lambat diselesaikannya aktivitas dengan saat paling cepat diselesaikannya aktivitas. 2) Free float/slack aktivitas dihitung dengan cara mencari selisih antara saat tercepat terjadinya event di ujung aktivitas dengan saat tercepat diselesaikannya aktivitas tersebut. Aktivitas penangkapan ikan dengan menggunakan cantrang, pada dasarnya merupakan kumpulan dari berbagai aktivitas yang didalamnya terdapat kegiatan yang langsung berhubungan maupun kegiatan yang tidak langsung dengan penangkapan ikan. Untuk mengetahui tingkat efisiensi alokasi waktu yang dibutuhkan maupun tingkat kekritisan dalam memanfaatkan waktu dalam usaha penangkapan ikan dengan mengggunakan alat tangkap cantrang, maka melaui metode PERT (Program Evaluation Review Technique) digunakan untuk
70
menelaah dan mengevaluasi kegiatan tersebut. Setiap kegiatan atau event menekankan pada aspek kebutuhan dan ketepatan waktu. yang mana metode tersebut lebih merupakan metode manajemen yang mencoba menampilkan suatu kegiatan yang ditampilkan melalui visualisasi bahasa simbol dari setiap aktivitasnya (Moore & Hendrich 1977; Kirkpatrick & Levin 1972; Lester 1978). PERT juga merupakan alat perencanaan dan control dari pelaksanaan suatu aktivitas yang bertujuan untuk menekan kendala dan hambatan sekecil-kecilnya, disamping juga merupakan alat untuk melakukan koordinasi dari bagian-bagian kedalam suatu keseluruhan pekerjaan guna mencapai keberhasilan kegiatan sesuai dengan apa yang direncanakan. Metode tersebut diterapkan pada suatu kegiatan yang memiliki karakteristik kegiatan yang bersifat rutin dan terus-menerus seperti kasus penangkapan ikan dengan sistem rumpon tersebut (Martino 1974). Metode ini lebih menekankan data yang diambil berdasarkan realisasi alokasi waktu yang dibutuhkan dalam suatu aktivitas atau melalui proses pengalaman penggunaan waktu dalam suatu aktivitas. Apabila kebutuhan waktu dari semua aktivitas dapat diketahui maka dapat ditentukan mana aktivitas yang mempunyai “lintasan kritis” (Critical Path). Dengan demikian kegiatan secara keseluruhan akan terganggu manakala terdapat kegiatan-kegiatan yang ada pada jalur tersebut mengalami hambatan. Artinya keberhasilan suatu kegiatan ditentukan oleh keragaan aktivitas dari setiap jenis pekerjaan atau kegiatankegiatan yang ada pada semua jalur tersebut. Hal ini tentu berimplikasi bahwa menangguhkan setiap aktivitas yang ada pada jalur lintasan kritis tersebut berarti akan terjadi keterlambatan suatu kegiatan secara keseluruhan. Secara matematis dalam mengamati waktu suatu aktivitas dapat diformulasikan sebagai berikut: ................................................................................. (9) .................................................................................. (10) ................................................................................... (11) dengan: I = Nomor kejadian yang merupakan permulaan dari suatu aktivitas j = Nomor kejadian yang merupakan akhir dari suatu kegiatan Dij = Lama waktu yang diperlukan untuk melaksanakan aktivitas i – j ES = Waktu paling pagi untuk memulai suatu aktivitas EF = Waktu paling pagi untuk suatu aktivitas dapat diselesaikan LS = Waktu paling lambat untuk memulai suatu aktivitas LF = Waktu paling lambat untuk suatu aktivitas dapat diselesaikan TF = Total kelonggaran waktu
71
Analisis keselamatan kerja (formal safety assessment/FSA) Data diolah untuk mengidentifikasi aktivitas yang memungkinkan terjadi kecelakaan, dan dianalisis menggunakan metode FSA (2007). Pada metode ini, dilakukan identifikasi ke bahaya, penilaian risiko, penanggulangan bahaya dan memberikan rekomendasi. Adapun penilaian dibatasi pada aktivitas nelayan pada operasi alat tangkap cantrang, mulai setting hingga hauling. Pembahasan dilakukan dengan menggunakan metodes deskriptif. Pengolahan data dilakukan dengan tabulasi dan pembuatan gambar-gambar yang dibutuhkan. Disamping itu, dilakukan dengan pengkajian jawaban dari narasumber terhadap pertanyaan (kuesioner) yang diajukan. Berdasarkan jawaban tersebut, dianalisis aktivitas di atas kapal cantrang. Deskripsi mengenai aktivitas di atas kapal diperkuat dengan hasil observasi yang sudah dilakukan dan dokumentasi berupa foto. Hasil wawancara juga digunakan untuk menganalisis tingkat kenyamanan ABK. Pada tahap ini dapat diketahui bagaimana tingkat kenyamanan ABK ketika bekerja di atas kapal. Selain itu, digunakan JSA untuk menganalisis bagaimana mencegah kecelakaan dengan antisipasi dan eliminasi serta mengontrol bahaya yang ada. Hasil analisis data tersebut selanjutnya dibahas. Hasil wawancara juga digunakan untuk menganalisis tingkat kenyamanan ABK. Pada tahap ini dapat diketahui bagaimana tingkat kenyamanan ABK ketika bekerja di atas kapal. Pada penelitian ini dibatasi untuk menganalisis mengidentidikasi dan menentukan pencegahan kecelakaan dengan antisipasi dan eliminasi serta mengontrol bahaya yang ada. Hasil analisis data menggunakan matrik hubungan dan selanjutnya dibahas secara deskriptif. Keseluruhan tahapan pada penelitian dapat dilihat pada Gambar 31. Pada Tabel 27, tingkat keparahan (Severity Index), terdiri dari 4 tingkatan, yaitu: kecil (minor) yang umumnya berupa luka ringan, sedang (significant) yang ditandai dengan efek cedera atau luka-luka, berat (severe) berakibat pada kerusakan bagian tubuh dan cedera permanen, dan sangat berat (Catastrophic) menyebabkan terdapat kerusakan pada sebagian besar tubuh dan kematian. Tabel 27 Nilai tingkat keparahan SI 1 2 3 4
Tingkat Keparahan Minor Signifikan Severe Catastrophic
Efek kepada manusia Tunggal atau luka ringan Cedera ringan atau luka-luka Kematian tunggal or beberapa cedera Beberapa kematian
S (Equivalent fatalities) 0,01 0,1 1 10
Sumber : IMO 2004 Frekuensi kejadian kecelakaan pada operasi alat tangkap cantrang, dihitung selama aktivitas nelayan berlangsung. Frekuensi kejadian (Tabel 28) dibedakan berdasarkan 4 kategori sangat jarang terjadi, kadang terjadi, cukup sering, dan sering terjadi.
72
Tabel 28 Indeks frekuensi kejadian FI 4
Frekuensi Sering
3
Cukup sering
2
Kadang terjadi
1
Sangat jarang terjadi
Definisi Mungkin terjadi sekali per bulan pada satu kapal. Mungkin terjadi sekali per tahun dalam armada 10 kapal, yaitu: mungkin terjadi beberapa kali selama kapal beroperasi. Mungkin terjadi sekali per tahun dalam 1000 armada kapal, yaitu mungkin terjadi pada seluruh kapal serupa. Mungkin terjadi sekali dalam seumur hidup (20 tahun) dari dunia armada kapal 5000
F* 10 0,1 10-3 10-5
* kejadian dalam setahun Sumber : IMO 2007 Indeks risiko merupakan nilai yang menggambarkan kemungkinan risiko kecelakaan yang ada selama suatu aktivitas berlangsung. Gambaran tersebut menjadi acuan untuk melakukan mengevaluasi dan melakukan tindakan penanggulangan dalam meminimalisasi kecelakaan (IMO 2007). Secara umum indeks risiko dapat dilihat pada Tabel 29. Tabel 29 Indeks risiko FI
Frekuensi
4 3 2 1
Sering Cukup sering Kadang terjadi Sangat jarang terjadi
1 Minor 5 4 3 2
Keparahan 2 3 Signifikan Severe 6 7 5 6 4 5 3 4
4 Catastrophic 8 7 6 5
Keterangan: 2: sangat rendah; 3 & 4: rendah; 5 & 6: sedang; 7: tinggi; 8: sangat tinggi. Sumber : IMO 2007, direvisi 2012 Dalam menentukan posisi suatu aktivitas kedalam indeks risiko, sehingga dapat dibedakan menjadi 5 kategori (Tabel 29), yaitu sangat rendah, rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi. Setelah dapat ditentukan posisi risiko, selanjutnya ditentukan tindakan penanggulangan untuk dapat menggeser ke posisi yang lebih aman yaitu rendah.
73
Mulai
Tujuan: Waktu dan jaringan kerja operasi penangkapan cantrang Pemanfaatan ruang dan pada operasi penangkapan cantrang Kemungkinan kecelakaan dan tindakan penanggulangan pada operasi penangkapan cantrang
Pengumpulan data: 1) Identifikasi tata letak alat dan operasi 2) Pengukuran ruang kerja 3) Wawancara
Analisis data: 1) Deskri[psi tata letak alat dan operasi 2) Analisis jaringan kerja 3) Analisis keselamatan kerja
Pembahasan
Kesimpulan Gambar 31 Tahapan dalam penelitian Hasil dan Pembahasan Kapal cantrang Berdasarkan hasil sampling pengukuran dan pengamatan untuk kapal cantrang nelayan Rembang, yang mempunyai ukuran kurang dari 20 GT sebanyak 24 unit. Untuk nelayan Brondong yang berukuran kurang dari 20 GT sebanyak 22 unit (penghitungan manual lapangan 2012). Secara umum memiliki ukuran spesifikasi kapal cantrang dapat dilihat pada Tabel 30. Tabel 30 Ukuran kapal hasil pengukuran berdasarkan lokasi survei No. 1 2 3 4
Ukuran Bagian kapal Panjang Lebar Dalam GT kapal
Catatan : satuan = meter
Rembang 1 9,5 3,1 2,15 22,35
Rembang 2 10,3 3,2 2,10 24,43
Rembang 3 10,30 3,20 1,80 20,94
Brondong 11,00 3,20 1,90 23,60
74
Berdasarkan bentuk kasko kapal nelayan Rembang, bagian lambung kapal pada bagian haluan berbentuk V, bagian tengah, cenderung membentuk round dan semakin ke belakang membentuk U. Bentuk kasko kapal yang dimiliki kapal jenis ini memungkinkan kapal bergerak dengan bebas dan leluasa. Kapal nelayan Brondong, Umumnya memiliki bentuk U mulai dari keseluruhan bentuknya. Bentuk ini umumnya memanfaatkan luasan dek atas kapal lebih luas untuk aktivitas nelayan. Pembagian ruangan di bawah dan atas dek relatif sama pada beberapa kapal yang lain. Ruangan di bawah dek terdiri atas palka ikan, ruang simpan bahan makanan, ruang mesin (mesin utama dan mesin bantu), genset, tangki bahan bakar, dan tangki air minum. Mesin garden digunakan pada saat akan melakukan penarikan jaring (hauling). Mesin bantu ini digunakan untuk keperluan penggunaan lampu dan alat-alat elektronik lainnya. Ruangan di atas dek terdiri atas ruang kemudi, ruang tidur kapten dan ABK serta gudang alat tangkap serta tempat melakukan setting dan hauling. Alat bantu yang ada di kapal penangkap cantrang ini terdiri atas gardan untuk penarikan tali selambar dan dewi-dewi untuk mengangkat hasil tangkapan. Peralatan bantu navigasi terkonsentrasi di ruang kemudi antara lain kompas, GPS, dan beberapa radio komunikasi (SSB). Pembagian fasilitas yang diperlukan dalam penangkapan cantrang dibagi menjadi 2, antara lain fasilitas setting dan hauling. Adapun penjelasan dari fasilitas setting terdiri dari area tali selambar, dan kayu pengulur tali, sedangkan falisitas hauling berupa garden berfungsi untuk membantu penarikan tali selambar atau penarikan jaring, dan dewi-dewi berfungsi untuk membantu pengangkatan kantong jaring. Jumlah ABK pada kapal cantrang antara 6 hingga 13 orang. Nelayan tersebut memiliki tugas masing seperti nakhoda, juru mesin, juru alat, dan ABK biasa. Manurung (1993), menjelaskan bahwa struktur tenaga kerja yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap aturan main yang didalamnya tidak saja terhadap pembagian tugas dan tanggung jawab, namun juga akan berpengaruh terhadap pembagian pendapatan hasil. Secara fungsional dalam usaha penangkapan ikan laut secara umum melibatkan tiga faktor utama yaitu, 1) Kapal dan alat tangkap yang berperan sebagai sarana dan alat dan teknologi untuk menangkap ikan, 2) Sumberdaya manusia sebagai tenaga kerja yang melalui berbagai keahlian adalah merupakan sumberdaya tenaga kerja utama dalam melakukan usaha penangkapan, dan 3) Perbekalan yang terdiri dari bahan bakar, lauk-pauk dan perbekalan lainnya yang merupakan sarana pokok untuk untuk mendukung kegiatan usaha penangkapan ikan. Adanya strata-strata baik dalam pembagian tugas dan tanggung jawab antar ABK, akan berimplikasi terhadap aturan main dalam hal pembagian kerja maupun pembagian hasil (Bagen). Illustrasi sederhana dari aturan main yang tercermin lewat pembagian hasil maupun pembagian tanggung jawab. (Manurung 1990, Nikijuluw PH 1997, Racmat 1994)
75
Aktivitas penangkapan cantrang Cantrang dioperasikan secara melingkar, dimana tali selambar dan jaring ditebar melingkar pada kumpulan ikan (Sainsbury 1971, Subani dan Barus 1988). Winarso (2004) menjelaskan bahwa dalam penangkapan ikan, terdapat tiga kegiatan utama, yaitu persiapan, proses penangkapan ikan dan proses pembongkaran ikan dan pemasaran. Pengoperasian jaring cantrang (danish seine) dimulai dengan menurunkan tali pertama, kemudian menurunkan jaring hingga tali terakhir (IMO 2004). Pada pengamatan yang dilakukan, pengoperasian cantrang terdapat proses setting, penarikan selambar dan hauling. Proses setting merupakan proses terdiri dari beberapa tahapan dengan diawali penurunan pelampung tanda, penurunan tali selambar kanan, penurunan danleno serta jaring dan penurunan tali selambar kiri. Proses hauling terdiri dari penarikan tali selambar ke atas kapal dimana kegiatannya meliputi pengangkatan pelampung, penarikan tali selambar, penggulungan tali selambar dan menatanya agar dapat digunakan pada setting berikutnya, membalik tumpukan tali. Untuk proses hauling terdiri dari kegiatan pengangkatan danleno, pengangkatan sayap dan jaring, pengangkatan kantong, dan sortir ikan. Setiap tahapan memperhatikan kinerja tali, jaring dengan ketepatan waktu, sehingga meningkatkan keberhasilan operasi penangkapan. Pada masing-masing tahapan di awasi oleh beberapa nelayan yang memiliki tugas yang berbeda. Pembagian tugas nelayan menyesuaikan dengan tahap penurunan jaring. Gambaran umum tahapan teknis pada operasi penangkapan cantrang dapat dilihat pada Gambar 35. Setiap tahap dilakukan pada tempat yang telah ditentukan berikut dengan ABK yang menanganinya. Gambar 35, menunjukkan model alur kerja selama operasi penangkapan cantrang berlangsung. Selama operasi penangkapan cantrang, meliputi beberapa kegiatan, sebagai berikut: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) 10) 11) 12)
Kegiatan A dan B dilakukan serentak, Kegiatan C dilakukan setelah kegiatan A dan B hingga sayap kiri jaring, Kegiatan D dan E serentak dilakukan setelah kegiatan C selesai, Kegiatan F dapat dilakukan setelah kegiatan D dan E selesai, Kegiatan G serentak dilakukan setelah kegiatan F selesai, Kegiatan H dan I dilakukan serentak setelah G selesai, Kegiatan J dan K dapat dilakukan serentak setelah kegiatan I selesai, Kegiatan L dilakukan setelah kegiatan J dan K selesai, Kegiatan M dilakukan setelah kegiatan L selesai, Kegiatan N dilakukan setelah kegiatan M selesai, Kegiatan O dilakukan setelah kegiatan N selesai, Kegiatan P dan Q dilakukan serentak setelah O selesai.
76
Mulai
Penurunan pelampung (A)
Penurunan tali pelampung (B)
Penurunan tali selambar kanan (C)
Penurunan danleno kanan (D)
Menaikan tali pelampung (I)
Menaikan pelampung (H)
Penurunan tali selambar kiri (G)
Penurunan danleno kiri (F)
Penurunan jaring (E)
Penarikan tali selambar (J)
Menaikan danleno (K)
Menaikan sayap jaring (L)
Menaikan badan (M)
Menaikan kantong (N)
Selesai
Penyortiran (P)
Pembongkaran kantong (O)
Gambar 32 Tahapan kerja di atas dek kapal selama operasi penangkapan cantrang
B A
H
D C
E
F
G
I
J
L
M
Q
P
Q
K
Gambar 33 Model Alur kerja operasi penangkapan cantrang Lokasi aktivitas tidak terlepas dari teknik setting dan hauling, dimana lambung kanan kapal adalah tempat gulungan tali selambar yang akan diturunkan pertama pada saat setting dan lambung kiri kapal tempat gulungan tali selambar setelah jaring cantrang ditebarkan. Proses yang terjadi dan aktivitas setiap ABK dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Proses setting Tahap setting alat tangkap dilakukan, pada saat kapal telah mencapai daerah penangkapan ikan yang direncanakan. Persiapan letak alat tangkap, tali selambar dilakukan selama perjalanan. Beberapa ABK telah siap nemempati tempat yang telah ditentukan. Setiap ABK memiliki pemahaman terhadap tugas disetiap tempat. Awalnya terdapat beberapa ABK yang bertugas, dimana memiliki tugas: ABK 1- 1 orang bertugas menurunkan pelampung dan talinya, berdasarkan sinyal (tanda/aba-aba) dari nakhoda (Lampiran 6). ABK 2 - 1 orang bertugas mengawasi tali selambar agar tidak terjadi kusut pada saat dilepaskan, pada saat tersebut kecepatan kapal bertambah dan nakhoda memperhatikan GPS untuk mengendalikan manuver kapal.
77
ABK 3 - 3 orang bertugas untuk menurunkan danleno, dan jaring yang dilakukan ketika tali selambar pertama hampir selesai, salah satu ABK memberikan tanda kepada nakhoda, dan melakukan manuver atau belok kearah kanan dan mengatur kecepatan kapal. ABK 4 - 1 orang mengawasi penurunan tali selambar kedua hingga mendekati tali akan habis, setelah itu memberikan tanda kepada nakhoda untuk bersiap mengurangi kecepatan kapal dan mengatur posisi kapal untuk melakukan penarikan tali selambar. 2) Proses penarikan selambar (hauling) Proses hauling merupakan tahapan penarikan tali selambar hingga bagian sayap jaring. Aktivitas ABK dapat diuraikan sebagai berikut (Lampiran 6): ABK 1 - 2 orang mengangkat palampung tanda dengan ganco, dan menarik tali pelampung hingga tali selambar. ABK 2 - 1 orang melilitkan tali selambar ke klos gardan dan melakukan penarikan tali pada lambung kanan dan kiri kapal, dan 1 orang yang menata tali di lambung kanan. ABK 3 - 1 orang yang mengawasi mengendalikan panjang tali selambar yang di tarik. 3) Proses hauling Proses hauling merupakan tahapan penarikan tali selambar hingga bagian kantong jaring ke atas kapal. Pada proses ini melibatkan hampir seluruh ABK kapal (Lampiran 7). Aktivitas ABK sebagai berikut: ABK 1 - 2 orang mengangkat pelampung tanda dan talinya, hingga diperoleh tali selambar yang selanjutnya dililitkan pada klos gardan. Setelah itu melakukan mengatur penggulungan tali selambar. Proses ini terjadi pada lambung kanan kapal, juru mesin mengaktifkan mesin gardan, dan nakhoda mempertahankan manuver kapal agar tetap stabil dengan mengunci kemudi. ABK 2 – 1 orang (ABK ke - 4 setting) menggulung tali selambar ke kelos gardan di lambung kiri kapal, selanjutnya mengatur penggulungan tali selambar. ABK 3 – 1 orang pengawas penarikan tali dengan posisi diatas ruang kemudi. Bertugas untuk memastikan tali yang ditarik ke atas kapal pada panjang yang sama (tanda di tali selambar yang sama) dan mengamati kondisi kecepatan kapal yang harus stabil. ABK 4 - 4 orang ABK melakukan reposisi dengan membalikan gulungan tali selambar agar memudahkan proses setting selanjutnya. aktivitas ini dilakukan ketika tali selambar sudah tertarik 1/3 dari total panjangnya. ABK 4 – 2 orang mengangkat danleno dan sayap jaring. Proses ini dilakukan ketika tali selambar sudah tertarik seluruhnya dengan ditandai oleh
78
terlihat danleno di atas air. Nakhoda melakukan manuver ke kanan agar penarikan sayap jaring berada pada lambung kanan kapal. ABK 5 – 5 orang menarik sayap jaring bersamaan dengan ABK ke – 4. penarikan dilakukan dengan menarik bersama bagian sayap jaring hingga mencapai mulut jaring. ABK 6 - 2 orang menarik tali kantong, untuk mempercepat penarikan kantong ke lambung kanan kapal dan mengikat bagian kantong agar mudah ditarik keatas kapal. ABK 7 - 1 orang menyiapkan tali pada dewi-dewi untuk mengangkat kantong cantrang yang dibantu 1 orang menarik tali dengan gardan. ABK 8 – 1 orang dari ABK ke - 5 menyiapkan lokasi sortir hasil tangkapan yang diangkat ke dek kapal. ABK 9 – nelayan pada ABK ke 5 hingga ke 8, melakukan sortir hasil tangkapan, sedangkan ABK lainnya menyiapkan proses setting selanjutnya. Seluruh diatas berulang terus dan ABK yang bertugas bergantian atau di jadwalkan. Dalam satu kapal terdapat 2 tim kerja yang selalu bergantian melakukan tugasnya selama operasi penangkapan berlangsung. Kegiatan penangkapan dilakukan mulai pukul 6.00 WIB hingga 18.00 WIB, sehingga keseluruhan aktivitas setting dilakukan sebanyak 6 hingga 9 kali ulangan. 4) Waktu istirahat Waktu istirahat makan, dan sholat dilakukan bergantian, bersamaan dengan pergantian kelompok atau tim kerjanya. Juru masak akan melakukan kegiatannya di waktu sela, bila tidak bertugas pada operasi penangkapan ikan. Demikian pula dengan waktu istirahat ABK memanfaatkan waktu tidak bertugas pada operasi. Waktu istirahat menyesuaikan tugas tim/kelompoknya selama 20 – 30 menit. Aktivitas penangkapan keseluruhan berakhir pada pukul 18.00 WIB, seluruh peralatan berada pada posisi siap operasi keesokan harinya. Selama kegiatan terhenti nakhoda melakukan pengecekan dan evaluasi daerah penangkapan ikan dan bila dianggap kurang baik, maka nakhoda melakukan perpindahan lokasi pada malam harinya. Tata letak saat operasi penangkapan cantrang Tata letak peralatan dan alat bantu penangkapan di atas dek kapal disesuaikan dengan kebiasaan nelayan, untuk memudahkan aktivitas operasi. Penempatan gardan sudah dipastikan ketika pembuatan kapal, sedangkan penempatan peralatan lainnya, seperti tali selambar, danleno, dan jaring menempati hampir 70% ruang di atas dek kapal. Penataan peralatan dan alat tangkap di atas kapal ditujukan untuk tercapainya kenyamanan dalam bekerja. Penampatan yang teratur menciptakan suasana bekerja yang efektif bagi ABK dan mendukung produktivitas operasi penangkapan ikan.
79
Keterangan: 1 = Ruang kemudi 2 = Ruang ABK 3 = Palka 4 = Gardan 5 = Lambung kiri 6 = Lambung kanan
7 = Haluan 8 = Buritan 9 = Area memasak 10 = Area sortir 11 = Persediaan air tawar
Gambar 34 Pembagian tata letak ruang di atas dek kapal Beberapa diantaranya penempatan gardan di belakang ruang kemudi dengan mesin penggeraknya berada dibawah atau dekat dengan gardan, dan lokasi pengawas penarikan tali selambar berada di dekat buritan serta letak danleno dan jaring ditempatkan berdekatan di bagian belakang dekat buritan. Selama operasi, tali selambar menempati lambung kanan dan kiri kapal hingga ke bagian depan dekat haluan. Secara umum gambaran diatas dek kapal dapat dilihat pada Gambar 37. 2) Area setting Kegiatan setting dimulai pada lambung kanan, dengan pelemparan pelampung tanda. Tata letak nelayan di atas dek kapal saat operasi penangkapan cantrang (gambar non-skala) pada Gambar 38. Luasan area pelemparan pelampung 1 x 1 meter, bentuk pelampung cukup besar (berbentuk 2 buah jerigen 30 ltr) dan batang besar. Penurunan pelampung dilakukan dengan pelemparan pelampung dari lambung kapal (depan). Ketika pelemparan pelampung oleh ABK 1 harus memperhatikan tali pelampung yang berhubungan dengan tali selambar yang berjarak 1,5 meter dari posisinya. Tali selambar yang turun diawasi oleh satu orang (ABK 2) dengan luas area kerja 1 x 5 meter. ABK 7 melakukan manuver dan mengendalikan kapal cantrang untuk berputar kea rah kanan. Setelah tali selambar di lambung kanan telah selesai, maka ABK 3 di buritan kapal menyiapkan dan melemparkan danleno. Penurunan jaring dilakukan oleh ABK 4, dan dilanjutkan penurunan danleno oleh ABK 5. Area kerja ABK 3, 4 dan 5, masing-masing sebesar 0,8 x 1 meter. Proses setting terakhir yaitu penurunan tali selambar pada lambung kiri kapal. Aktivitas ini diawasi oleh ABK 6, hingga tali selambar selesai turun dan selanjutnya menggulung tali selambar pada klos gardan. Area kerja ABK 6 seluas 1 x 5 meter.
80
Gambar 35 Posisi nelayan di atas dek kapal saat setting cantrang 3) Area penarikan selambar (hauling) Penarikan tali selambar dikerjakan setelah aktivitas tali selambar pada lambung kiri turun sempurna, penempatan ABK pada aktivitas penarikan selambar dapat dilihat pada Gambar 39. ABK 5 mengendalikan manuver kapal mendekati pelampung tanda. Penarikan pelampung tanda dilaksanakan oleh ABK 1 dan 2 dengan alat bantu pengait (ganco). Penarik tali pelampung hingga mendekati tali selambar dan menyerahkan tali selambar ke ABK 3. Area kerja ABK 1 seluas 1 x 1 meter, dan ABK 2 seluas 1 x 2 meter, jarak (50 cm). ABK 3 dan 4 melingkarkan tali selambar ke klos gardan, dan menggulung tali selambar hingga tertata. Area kerja ABK 3 seluas 1 x 5 meter pada lambung kanan kapal, sedangkan ABK 4 seluas 1 x 3 meter pada lambung kiri. Disamping itu ada ABK yang lain melakukan pembalikan tali. Nakhoda kapal (ABK 5) mengawasi keseimbangan panjang tali selambar yang ditarik dan mengunci arah dan mengendalikan kecepatan kapal. Luasan area pengawasan ABK 5 sebesar 1 x 0,5 meter dengan ketinggian 1,8 meter. Proses ini dilakukan hingga danleno dan sayap jaring mencapai buritan kapal.
Gambar 36 Posisi nelayan di atas dek kapal saat penarikan tali selambar (hauling) cantrang 4) Area hauling Proses hauling dilakukan di bagian buritan kapal dan seluruh ABK bersiap menempati posisi di lambung kanan kapal. Hauling diawali dengan penarikan danleno sayap kanan dan kiri di buritan. Pengangkatan danleno dilaksanakan oleh ABK 7 dan 8 di buritan. Area kerja ABK 7 dan 8 masing-masing seluas 1 x 1
81
meter. Sayap jaring kanan dan kiri digabungkan di lambung kanan kapal, kemudian ditarik bersama-sama ABK 4,5,6,7 dan 8 (Gambar 40). Luas area kerja untuk penarikan sayap 0,8 x 5 meter, yang berada diatas tumpukan tali selambar yang tergulung di lambung kanan kapal hingga pinggir kapal. Nakhoda kapal (ABK 11) merubah posisi kapal dengan membelokkan kapal ke kanan, agar posisi jaring tegak lurus dengan kapal. Ketika pelampung pada jaring terangkat, maka ABK 1 dan 2 menarik tali badan jaring hingga bagian kantong jaring. Area kerja ABK 1 dan 2 seluas 0,8 x 2 meter berada di atas tumpukan jaring hingga pinggir kapal. Bila penarikan jaring telah mencapai bagian kantong, maka pengangkatan dilakukan dengan dewi-dewi (alat bantu) yang ditarik dengan gardan dilakukan oleh ABK 1 dan 2. Kemudian oleh ABK 3, 4, dan 5 didorong ke arah lambung kiri dan ditarik oleh ABK 9 dan 10 ke tempat bongkar dan sortir ikan. Luasan area kerja sortir ikan seluas 1 x 2,5 meter, bila jumlah ikan tangkapan lebih banyak maka area mencapai tutup palka. Setelah selesai pembongkaran kantong jaring di tarik kembali ke buritan kapal untuk dilakukan pembersihan jaring oleh ABK 7 dan 8. ABK 11 melakukan manuver kapal untuk kembali mempersiapkan operasi penangkapan atau setting.
Gambar 37 Posisi nelayan di atas dek kapal saat pengangkatan jaring (hauling) Waktu operasi penangkapan cantrang aktivitas penangkapan pada operasi cantrang terdiri kegiatan (event) yang saling terkait secara berurutan antar aktivitas. Berdasarkan pengamatan menunjukkan bahwa kronologis data runtut waktu yang dibutuhkan pada setiap event ABK cantrang, terdapat tiga kegiatan, yaitu setting, penarikan selambar dan hauling. Secara keseluruhan terdiri dari 9 (sembilan) aktivitas antara lain: penurunan tali pelampung dan tali selambar (pemutaran tali), Penurunan danleno dan sayap jaring, penarikan selambar, angkat danleno dan sayap, angkat badan, angkat dan buka kantong jaring, serta sortir. Dalam pengoperasian cantrang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti gelombang, angin, dan arus air. Kecepatan operasi sangat tergantung dari faktor tersebut. Keseluruhan waktu rata-rata untuk satu setting hingga hauling dibutuhkan 1 jam 19 menit, 38 detik atau 79 menit.
82
Pada setiap tahapan aktivitas memiliki waktu tertentu, untuk menentukan waktu acuan ditentukan dengan waktu rata-rata. Paparan waktu di setiap aktivitas dapat dilihat pada Tabel 31. Tabel 31 Waktu setiap aktivitas operasi penangkapan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Aktivitas TT TS PP WT AS AB AK BK S Jumlah
Tercepat 0:02:50 0:00:15 0:00:53 0:12:22 0:00:19 0:00:10 0:00:08 0:00:04 0:02:52 0:21:12
Waktu Terlambat 0:20:38 0:21:30 0:24:22 1:36:08 0:15:08 0:58:03 0:20:01 0:06:09 0:45:05 2:29:43
Rata-rata 0:08:10 0:04:21 0:08:43 0:49:39 0:02:06 0:02:29 0:01:33 0:00:40 0:16:47 1:17:37
Jumlah ABK (orang) 2 1 4 4 6-9 4-6 2-3 1 9
Keterangan: TT = Turun pelampung dan tali pelampung; TS = Turun tali selambar PP = Penurunan jaring dan putaran tali selambar ; AB = Angkat badan WT = Waktu tarik tali selambar; AS = Angkat sayap AK = Angkat kantong ; BK = Buka kantong S = Sortir Penurunan tali selambar pertama 4 menit 21 detik, dengan waktu tercepat dan terlambat 15 detik dan 21 menit 30 detik. Waktu rata-rata pada penurunan jaring dan tali selambar kedua 8 menit 43 detik, dengan waktu tercepat dan terlambat adalah 53 detik dan 24 menit 22 detik. Penarikan tali selambar rata-rata waktu selama 49 menit 39 detik, dengan waktu tercepat dan terlambat adalah 12 menit 22 detik dan 1 jam 36 menit 8 detik. Penarikan danleno dan sayap dibutuhkan waktu 2 menit 29 detik. Pengangkatan kantong selama 1 menit 33 detik dan pembukaan kantong (bongkar) 40 detik. Proses sortir rata-rata membutuhkan waktu 16 menit 41 detik. Berdasarkan data pada Tabel 32, menunjukkan bahwa terdapat beberapa kegiatan yang tidak memiliki waktu longgar bagi nelayan. Pada event tertentu terdapat kelonggaran namun masih sangat terbatas. Untuk aktivitas setiap kelompok yang bekerja yang bergiliran bertugas diperkirakan hanya memiliki waktu istirahat 15 hingga 20 menit. Aktivitas memasak (juru masak), harus sambil bekerja dan hanya memiliki waktu untuk memasak siang hari dengan waktu 30 menit. Secara umum gambaran jalur kerja operasi penangkapan cantrang dapat dilihat pada Gambar 38.
83
Tabel 32 Perincian waktu dan kelonggaran dalam proses penangkapan cantrang Menit ke Waktu Mulai Selesai No Aktifitas Butuh awal Akhir D 8,10 4,21 8,43 49,39 2,06 2,29 1,33 0,40 16,47
(Esi) 0,00 2,00 9,00 50,00 53,00 56,00 58,00 60,00 75,00
Total Mulai Selesai Waktu Ket Lambat Lambat Longgar (EFij) (LS) (LFij) (TFij) 8,10 0,00 8,10 0,00 1 6,21 25,51 21,30 15,09 0 17,43 32,65 24,22 6,79 0 99,39 150,42 101,03 1,64 0 55,06 57,12 55,06 0,00 1 58,29 60,58 58,29 0,00 1 59,33 60,66 59,33 0,00 1 60,40 61,40 61,00 0,60 0 91,47 107,94 91,47 0,00 1
1 TT 2 TS 3 PP 4 WT 5 AS 6 AB 7 AK 8 BK 9 S Keterangan : 1 = jalur kritis ; 0 = jalur longgar
X X Gambar 38 Bagan jaringan kerja proses operasi penangkapan cantrang
Aspek kecelakaan kerja pada pengoperasian cantrang Identifikasi kemungkinan kecelakaan Kenyamanan kerja pada setiap aktivitas sangat dibutuhkan, sehingga akan berdampak pada produktifitas yang mengerjakannya. Salah satu aspek penting dalam mencapai kenyamanan kerja antara lain dengan mengantisipasi kemungkinan kecelakaan kerja. Tahapan kerja pada operasi penangkapan cantrang yang meliputi setting, penarikan selambar dan hauling yang dilakukan berulang selama kegiatan penangkapan berlangsung. Setiap aktivitas memiliki kemungkinan terjadi
84
kecelakaan kerja (Suwardjo 2010), dimana dipengaruhi luasan area/ruang kerja (Piniella et al 2008) dan waktu kecepatan kerja. Beberapa aktivitas yang berpeluang menyebabkan kecelakaan kerja antara lain: 1) Hilir mudik ABK Aktivitas operasi penangkapan cantrang hanya terbatas diatas dek kapal. Dek kapal menentukan pergerakan ABK selama aktivitas berlangsung. Kondisi dek pada saat operasi akan tersiram air laut akan memungkinkan menyebabkan lantai dek licin. 2) Pelemparan dan pelepasan tali pelampung Pelampung dilemparkan saat akan memulai setting alat tangkap. Pelampung tanda dibuat dari jerigen (30 ltr) dan bambu yang disambung dengan tali pelampung. Letak pelampung dipinggir lambung kanan kapal. Adanya bobot pada pelampung tanda dan tali memungkinkan terjadinya beberapa kecelakaan kerja seperti terseleo dan terbelit tali. 3) Penurunan tali selambar Penurunan tali selambar diawasi oleh ABK, untuk mengantisipasi tali kusut. Pada saat terjadi tali kusut, ABK berupaya memperbaiki tali dengan menarik tali secara langsung. Kemungkinan risiko kecelakaan seperti tertarik atau terpelanting bahkan tertarik ke laut. 4) Penurunan danleno Danleno menjadi awal penurunan jaring yang dilemparkan ke laut oleh ABK di buritan kapal. Danleno memiliki berat lebih dari 2,5 kg sehingga membutuhkan kesiapan dan tenaga. Kemungkinan risiko yang terjadi kekeliruan posisi tubuh, terpeleset, dan tertarik tali. 5) Penurunan jaring Jaring diturunkan oleh ABK di buritan kapal setelah danleno awal dilepaskan. Penurunan jaring membutuhkan gerakan cepat dan tenaga untuk mengangkat jaring ukuran besar. Pada aktivitas ini, memungkinkan terjadi keletihan, pegal dan terpeleset. 6) Penarikan tali selambar Tali selambar ditarik ketika proses penurunan jaring telah selesai. Penarikan dibantu menggunakan gardan karena beban jaring yang besar. ABK yang berada di posisi penarikan, mempunyai tugas menarik dan menggulung tali selambar yang panjang. Kemungkin risiko kecelakaan terjadi kelelahan, pegal, dan tergelincir. 7) Pengangkatan danleno Danleno diangkat setelah berada di buritan kapal dan 2 orang ABK yang melakukan pengangkatannya. Untuk melakukan proses ini dibutuhkan tenaga dan keterampilan. Risiko kemungkinan kecelakaan terjadi seperti pegal, keseleo, dan terjepit pada bagian lengan.
85
8) Penarikan sayap dan badan jaring Penarikan sayap dilakukan oleh beberapa orang ABK di lambung kanan kapal. ABK yang menarik jaring berada pada area kerja yang kecil dan memungkinkan terjadi beberapa risiko seperti bertabrakan antar ABK, keseleo, terpeleset, terjepit jaring, dan terjatuh ke laut. 9) Penarikan tali kantong Tali kantong yang terikat di badan jaring, ditarik oleh ABK kapal untuk membantu penarikan badan jaring dan mempercepat proses hauling. Penarikan dilakukan di atas tali selambar dan pinggir kapal. Risiko kecelakaan seperti terpeleset, terkait tali, tertarik jaring, dan kelelahan (pegal). 10) Pengangkatan kantong jaring Pengangkatan kantong jaring dilakukan dengan bantuan dewi-dewi dan gardan. ABK yang memasang tali angkat harus dapat melingkarkannya di jaring. Kemungkinan risiko yang terjadi seperti tergelincir, tertabrak jaring, dan pegal. 11) Pembongkaran hasil tangkapan Kantong jaring dibongkar di lambung kiri kapal di depan ruang kemudi. Proses pembongkaran dilakukan oleh ABK kapal dengan mengarahkan kantong ke tempat bongkar. Kemungkinan risiko kecelakaan seperti terpeleset, dan tertimpa. 12) Sortir ikan tangkapan Proses sortir dilakukan setelah ikan diturunkan dari kantong jaring. Kegiatan ini dilakukan dilantai dek kapal dan ABK yang melakukan sortir harus dalam posisi menunduk. Risiko kecelakaan yang timbul seperti pegal, gatal-gatal, tertusuk ikan, dan kelelahan. Beberapa kemungkinan kecelakaan kerja pada ABK saat operasi penangkapan cantrang antara lain: tergelincir, tertimpa benda, terjatuh ke laut, tersandung, terjerat tali/jaring, terjepit, tersangkut, dan tertusuk. Frekuensi dan tingkat keparahan Berdasarkan Tabel 33, aktivitas operasi penangkapan cantrang terbagi menjadi tahap setting dan hauling. Ketiga proses tersebut, merupakan proses yang umum dilakukan oleh nelayan, dimana pada setiap tahapan terdiri dari aktivitasaktivitas yang lebih spesifik. Beberapa aktivitas setting yang memiliki indek risiko kecelakaan yang cukup tinggi yaitu pada penurunan sayap jaring (kanan dan kiri). Aktivitas tersebut berjalan berurutan dan berlangsung cepat, sehingga kemungkinan terjadi kecelakaan kerja menjadi semakin tinggi. Hasil data setting (Tabel 33) kemudian dilihat keberadaan nilainya berdasarkan indeks risiko (Tabel 29), maka kedua aktivitas di atas termasuk pada zona 4.
86
Untuk kegiatan penurunan tali selambar (kanan dan kiri), dimana aktivitas ini berada di zona 3. Walaupun masih berada pada zona 3 atau kriteria aman, akan tetapi diperlukan tindakan penanggulangan untuk menghindari terjadinya kecelakaan fatal. Pada aktivitas hauling berlangsung, penyiapan mesin gardan merupakan aktif yang memiliki nilai indeks risiko tertinggi. Selama pengambilan data telah terjadi 2 kecelakaan yang mengkibatkan kerusakan anggota tubuh, dan 1 kejadian kematian. Berdasarkan penentuan indeks risiko, maka aktivitas penyiapan gardan atau adanya tali kusut saat penggulungan pada gardan berada pada posisi risiko tinggi (posisi 7). Aktivitas pengangkatan penarikan pelampung akibat dek licin dan penyiapan saat menyalakan mesin gardan akibat tali yang licin, berada pada posisi 5 atau sedang. Hal ini dimungkikan terjadi, dikarenakan pemasangan tali ke gardan yang tidak diatur dan pengaturan menggunakan anggota badan, tidak menggunakan alat. Sedangkan untuk aktivitas lainnya berada pada posisi rendah (nilai indeks risiko 3 dan 4). Berdasarkan Tabel 33, pada tahapan hauling teridentifikasi beberapa aktivitas berada pada posisi sedang (nilai 5), yaitu saat penarikan sayap hingga kantung jaring. Untuk aktivitas lain pada tahap ini, memiliki indeks risiko rendah atau pada posisi 3-4. Aktivitas lainnya (Tabel 33), pada saat operasi penangkapan cantrang berlangsung, mempunyai risiko rendah atau posisi 4. Namun tidak jarang menyebabkan aktivitas ini terganggu oleh aktivitas penangkapan yang terlampau padat. Tabel 33 Tingkat keparahan dan frekuensi keselamatan kerja pada operasi penangkapan cantrang pada setiap aktivitas No A 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Aktivitas Setting Penurunan pelampung Pelepasan tali pelampung Penurunan tali selambar kanan Penurunan danleno Penurunan sayap kanan Penurunan kantong Penurunan sayap kiri Penurunan danleno Penurunan tali selambar kiri
Potensi bahaya
Risiko (kemungkinan)
SI
F
IR
dek licin beban berat tali kusut tersangkut tali kusut tersangkut beban berat dek licin beban berat dek licin beban berat dek licin beban berat dek licin beban berat
tergelincir terjatuh tangan terlilit terjatuh tangan terlilit terjatuh tergelincir terjatuh tergelincir terjatuh tergelincir terjatuh tergelincir terjatuh tergelincir
2 3 1 4 2 3 2 3 1 3 1 3 1 3 2
2 2 1 1 2 1 1 1 1 2 1 1 1 2 1
3 4 2 3 4 4 3 4 2 5 2 4 2 5 3
tali kusut tersangkut
tangan terlilit terjatuh
3 3
2 1
4 4
87
Tabel 33 Lanjutan No B 1 2 3
Aktivitas Hauling Penarikan pelampung Penarikan tali pelampung Penyiapan mesin gardan
4
Penggulungan tali selambar
5
Penataan tali selambar Hauling Pengangkatan danleno
C 1
2
Penarikan sayap
3
Penarikan badan
4
Penarikan tali kantong dan kantong Pembongkaran kantong Penyortiran
5 6 D 1
Aktivitas lain Memasak dan istirahat (makan)
Potensi bahaya
Risiko (kemungkinan)
SI
F
IR
beban berat dek licin tali licin dek licin waktu cepat, dek licin tali licin tali kusut beban berat, dek licin waktu lama beban berat, dek licin
tergelincir terjatuh tergelincir terjatuh tergelincir
1 3 2 3 2
2 2 3 1 2
3 5 3 4 4
tangan/badan terjepit terjatuh tergelincir, terjatuh
4 2 2
3 3 1
7 5 3
lelah tergelincir,lelah terjatuh
1 1 2
2 3 2
3 4 4
beban berat
terjepit
2
1
3
dek licin, ruang sempit beban berat,
terjatuh
3
1
4
terjepit, tergelincir, lelah, bertabrakan, terjatuh ruang sempit terjatuh, lelah bertabrakan, terjatuh
2
2
4
3 2 2 3
2 3 3 3
5 5 5 5
terjatuh tergelincir
3 2
1 2
4 4
beban berat dek licin dek licin, posisi jongkok
tergelincir tergelincir terjatuh, tergelincir tertimpa
2 2 2 2
2 2 2 1
4 4 4 3
dek licin, posisi jongkok, ruang terbatas
terjatuh
3
1
4
tertimpa barang
2
2
4
dek licin, ruang sempit beban berat dek licin, ruang sempit beban berat, dek licin
Keterangan : Nilai SI = indeks keparahan (severity index) = 1 = pegal, lelah ; 2 = memar, terkilir, keseleo, cedera tangan, tabrakan, tertimpa; 3 = jatuh, jatuh ke laut ; 4 = putus bagian tangan, pegal, meninggal dunia. F = Frekuensi, IR = Indeks Risiko Sumber : Data diolah (2012)
88
Tindakan penanggulangan kecelakaan kerja Untuk menciptakan tingkat keselamatan dan kenyamanan yang tinggi, diperlukan tindakan penanggulangan kecelakaan. Beberapa tindakan yang dapat menghindari kecelakaan antara lain: 1) Membersihkan lantai dek kapal secara rutin, terutama setelah melakukan pemisahan hasil tangkapan (sortir). 2) Menggunakan sarung tangan untuk menghindari terjadi terkilir pada otot tangan dan badan serta menambah satu orang ABK khusus untuk menaikkan pelampung tanda. 3) Membuat pelampung tanda yang memiliki berat yang lebih ringan. 4) Menggunakan sarung tangan pada saat akan melakukan penarikan tali selambar, baju ware pack dan selalu mengingatkan kehati-hatian untuk ABK. 5) Memastikan lantai sekitar lokasi penurunan danleno tidak dalam kondisi licin, menggunakan sarung tangan, menambah alat bantu untuk menurunkan danleno agar lebih mudah dan mengingatkan posisi terbaik. 6) Memastikan sekitar lokasi penurunan jaring tidak licin, menggunakan sarung tangan dan memberikan aba-aba untuk menurunkan jaring. Hindari terjerat kaki pada jaring. 7) Pada saat penarikan selambar yang khusus diperhatikan pada saat melingkarkan tali selambar pada klos gardan, harus menggunakan sarung tangan, warepack, mengingatkan ABK untuk tidak dekat dengan gardan, memberikan info kepada pengawas hauling. 8) Pengangkatan danleno terpenting pada saat mendekati buritan kapal, ABK harus menggunakan sarung tangan, warepack, menghindari licin dek dan terkilir, memberikan ruang gerak kepada ABK untuk lebih nyaman, serta membatasi jumlah ABK yang berada di buritan. 9) Penarikan tali selambar harus menggunakan sarung tangan, ruang gerak ABK yang menarik harus lebih besar (tidak berdesakan), menghindari penarikan tali dari pinggir kapal, memastikan dek kapal tidak licin dan aman. 10) Penarikan tali kantong harus menggunakan sarung tangan, menghindari penarikan tali di atas tali selambar, mengenakan alat bantu untuk mempercepat. 11) Pengangkatan kantong harus menggunakan sarung tangan, menarik tali tidak pada pinggir kapal, memberikan ruang bagi alat bantu menghindari kantong jaring terlepas. Kenyamanan kerja pada setiap aktivitas sangat dibutuhkan, sehingga akan berdampak pada produktivitas yang mengerjakannya. Salah satu aspek penting dalam mencapai kenyamanan kerja antara lain dengan mengantisipasi kemungkinan kecelakaan kerja. Tahapan kerja pada operasi penangkapan cantrang yang meliputi setting, penarikan selambar dan hauling yang dilakukan berulang selama kegiatan
89
penangkapan berlangsung. Setiap aktivitas memiliki kemungkinan terjadi kecelakaan kerja (Suwardjo 2010), dimana dipengaruhi luasan area/ruang kerja (Piniella et al 2008) dan waktu kecepatan kerja. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa indeks risiko tertinggi terjadi pada saat hauling berlangsung, khususnya pada pemasangan tali selambar ke gardan. Aktivitas tersebut telah menyebabkan ABK meninggal dunia. Untuk indeks risiko sedang terjadi pada aktivitas hauling, dimana ABK berada pada ruang sangat terbatas atau sempit. Kondisi ini ditunjukkan pada penarikan sayap hingga menaikkan kantong (Table 34). Tabel 34 Tindakan pencegahan penangkapan cantrang No A 1.
Aktivitas Setting Penurunan pelampung
2 3 4
Pelepasan tali pelampung Penurunan tali selambar kanan Penurunan danleno
5 6 7 8
Penurunan sayap kanan Penurunan kantong Penurunan sayap kiri Penurunan tali selambar kiri
B 1 2
Hauling Penarikan pelampung Penarikan tali pelampung
3 4 5
Penyiapan mesin gardan Penggulungan tali selambar Penataan tali selambar
C 1
Hauling Pengangkatan danleno
2 3 4
Penarikan sayap Penarikan badan Penarikan tali kantong dan kantong Pembongkaran kantong Penyortiran Aktivitas lain Memasak dan istirahat (makan)
5 6 D 1
Sumber: data diolah (2012)
untuk
keselamatan
kerja
pada
operasi
Tindakan Pencegahan penambahan ruang gerak, menggunakan sepatu karet, sarung tangan, pelampung dibuat lebih sederhana, memasang pengait tali khusus pelampung area penempatan tali lebih luas, sarung tangan menggunakan sepatu karet, sarung tangan, alat bantu mengatur penurunan selambar menggunakan sepatu karet, sarung tangan, area pelemparan lebih luas, penambahan penggantung danleno dipinggir dek menggunakan sepatu karet, sarung tangan menggunakan sepatu karet, sarung tangan menggunakan sepatu karet, sarung tangan menggunakan sepatu karet, sarung tangan menggunakan sepatu karet, sarung tangan menggunakan sepatu karet, sarung tangan, alat penarik menggunakan sepatu karet, sarung tangan menggunakan sepatu karet, sarung tangan menggunakan sepatu karet, sarung tangan menggunakan sepatu karet, sarung tangan, alat penarik, penambahan luas area menggunakan sepatu karet, sarung tangan menggunakan sepatu karet, sarung tangan menggunakan sepatu karet, sarung tangan menggunakan sepatu karet, sarung tangan menggunakan sepatu karet, sarung tangan menyediakan ruang khusus, menempatkan bahan pada tempat tertutup, hati-hati pada saat memasak
90
Kesimpulan
Operasi penangkapan cantrang terdiri dari 9 tahapan yang mulai penurunan tali pelampung dan tali selambar (pemutaran tali) yang dilakukan dibagian kanan kapal, penurunan danleno dan sayap jaring, penarikan selambar, angkat danleno dan sayap, angkat badan, angkat dan buka kantong jaring, serta sortir penurunan pelampung hingga menaikkan bagian kantong jaring. Waktu pengoperasian cantrang diselesaikan rata-rata selama 1 jam 17 menit 37 detik atau 77 menit 37 detik. Pada jaringan kerja terdapat jalur kritis selama operasi berlangsung, antara lain pada tahap turun tali, angkat sayap jaring, angkat badan dan kantong jaring, serta sortir ikan. Area kerja diatas kapal sangat terbatas, dimana setiap aktivitas posisi ABK, beberapa kemungkinan kecelakaan berkait dengan aktivitas hilir mudik ABK selama operasi penangkapan cantrang. Tingkat keparahan dan peluang kecelakaan tertinggi terdapat pada waktu aktivitas hauling, khususnya pada penyiapan mesin gardan yang menyebabkan meninggal dunia. Tahapan hauling rata-rata tingkat keparahan dan peluang kecelakaan berada pada indeks risiko 4 dan 5. Tindakan pencegahan pada operasi penangkapan cantrang, antara lain peralatan tambahan dan alat bantu pada saat mengatur tali pada gardan, peraturan penggunaan alat dan teknis pada saat hauling dan pengaturan tali selambar, penambahan ruang kerja pada saat hauling.
91
6 PEMBAHASAN UMUM
Setelah pelarangan trawl tahun 1980, cantrang sebagai salah satu alat tangkap berkantong telah berkembang di wilayah pantai utara Jawa Tengah yaitu Rembang dan Jawa Timur yaitu Brondong. Pada kedua daerah ini terlihat adanya kemiripan pada desain pada bagian-bagian jaring cantrang, walaupun terdapat modifikasi yaitu penambahan kisi dibagian sayap dan badan jaring. Jaring cantrang terdiri dari bagian sayap, badan dan kantong. Bagian sayap cantrang terdapat 5 bagian jaring, badan jaring terdapat 13 bidang jaring dan bagian kantong terdapat 1 bidang jaring. Seluruh bagian jaring tersebut disambung, sehingga dari bagian badan sampai bagian kantong yang cenderung menyempit atau membentuk kerucut. Salah satu karakteristik cantrang yang dioperasikan nelayan pantai utara Jawa (Rembang dan Lamongan), yaitu bagian badan jaring yang memiliki kisikisi antara 11 – 13 bagian jaring. Bagian kantong cantrang cenderung lebih panjang dari sayap jaring berdasarkan perbandingan melintang. Dari perbandingan membujur tergambar bahwa bagian badan lebih pendek dari total panjang jaring, sehingga kantung jaring dapat lebih lebar dan panjang. Demikian pula bagian sayap pada jaring cantrang pada saat digunakan dapat membuka lebar dilihat dari perbandingan sayap atas dan lebar jaring. Berdasarkan perhitungan dari konstruksi jaring, keliling mulut jaring cantrang milik nelayan Rembang dan Brondong berturut-turut sebesar 46,56 m dan 55 m. Hal ini akan mempengaruhi daerah tangkapan yang sesuai untuk dioperasikan cantrang. Daerah penangkapan cantrang umumnya berada pada perairan dangkal yaitu 10 hingga 30 m. Pada saat penelitian pengaruh arus pasang surut lebih dominan. Hal ini ditentukan oleh kedalaman daerah operasi yang masih dipengaruhi pasang surut. Berdasarkan hasil pengamatan pengujian cantrang model di flume tank menunjukkan bahwa dengan karakteristik jaring cantrang nelayan dapat dioperasikan pada daerah perairan dangkal. Hal ini dapat dilakukan dengan mengetahui arah arus dan kecepatan penarikan jaring yang sesuai kemampuan. Penangkapan yang dilakukan dekat dengan daerah Tanjung Jepara dan perairan pada kedalaman 20 – 30 meter, memiliki kecenderungan arah hauling seragam, yaitu menuju barat. Operasi penangkapan cantrang dilakukan pada kedalaman perairan 12 – 20 meter di utara Teluk Rembang, terdapat perpecahan arus menuju utara serta selatan dan arah hauling sering berubah berdasarkan perubahan arus. Aktivitas hauling pada area Teluk Rembang di kedalaman kurang dari 12 meter, arahnya cenderung seragam yaitu menuju utara. Ditinjau dari kondisi tersebut, cantrang nelayan dapat dioperasikan pada kedalaman 25 meter di perairan utara Jawa dengan arus searah, sedangkan dibeberapa daerah yang berdekatan dengan perairan tanjung sangat sulit beroperasi dikarenakan pola arus yang tidak searah. Panjang lintasan saat penarikan tali selambar akan lebih panjang. Untuk mengoperasikan cantrang pada kedalaman lebih dari 25 meter, membutuhkan tali selambar yang lebih panjang,
92
namun penambahan tali selambar akan mengganggu ruang gerak nelayan diatas kapal. Operasi penangkapan cantrang terdiri dari sembilan tahapan yang dimulai dengan penurunan tali pelampung dan tali selambar (pemutaran tali) yang dilakukan dibagian kanan kapal, penurunan danleno dan sayap jaring, penarikan selambar, pengangkatan danleno dan sayap, angkat badan, angkat dan buka kantong jaring, serta sortir penurunan pelampung hingga menaikkan bagian kantong jaring. Secara keseluruhan rata-rata satu kali pengoperasian cantrang dengan panjang tali selambar 850 meter dilakukan dalam waktu 60 hingga 65 menit (Hardiantiko et. al. 2011). Untuk panjang tali selambar 1000 meter, waktu pengoperasian cantrang diselesaikan rata-rata selama 1 jam 17 menit 37 detik atau 77 menit 37 detik. Panjang tali penarikan yang tersebut, menjadikan zona aksi (zone of action) cantrang untuk menggiring ikan semakin panjang. Penelitian dapat memberikan gambaran besaran tinggi bukaan mulut jaring di dalam air melalui pengamatan pengujian dengan model cantrang skala laboratorium. Berdasarkan pengamatan laboratorium, tinggi bukaan mulut jaring semakin rendah dengan bertambahnya kecepatan arus di flume tank, dimana pada kecepatan 20, 30, dan 50 cm/dt, masing tinggi bukaan mulut jaring 34 cm, 24 cm dan 18 cm dengan prediksi tinggi jaring sebenarnya 10,2 m, 7,2 m dan 5,4 m. Performa jaring model akan menyesuaikan tinggi bukaan mulut jaring dengan kecepatan arus yang mengalir menuju sayap, badan hingga kantong, sehingga semakin besar arus yang mengalir, maka bukaan jaring akan semakin rendah (Kokane dan Hreinsson 2008). Tinggi jaring mulut jaring akan mengalami penurunan bersamaan dengan meningkatnya kecepatan dan penyebaran arus (Nikonorov 1975; Chi 1988; Queirolo D 2009) yang melewati model jaring. Tinggi mulut jaring cantrang dapat mempengaruhi gerombolan ikan dan mencegah ikan untuk melepaskan diri hingga bagian kantong. Hal ini sesuai dengan yang diungkap Nikonorov (1975), dimana alat tangkap beraksi terhadap ikan pada zona aksi (zone of action) dan jarak ikan dengan mulut jaring semakin dekat maka akhirnya ikan tertangkap. Estimasi bentuk bukaan mulut jaring menunjukkan bahwa bentuk yang optimal atau bulat pada kecepatan 0,2 – 0,3 m/dt atau kurang dari 1 knot. Pada penelitian ini belum dapat mengukap perbedaan tinggi bukaan jaring perbandingan antara hasil laboratorium dengan kondisi saat beroperasi diperairan laut. Kondisi dan ukuran yang akurat dapat dilakukan menggunakan peralatan pendukung yang memadai, seperti net sonde. Bagian mulut jaring cantrang dapat terbuka apabila adanya arus dan penarikan tali selambar menggunakan tenaga mekanis di kapal. Proses pengoperasian jaring memerlukan waktu tertentu, dimana waktu yang dibutuhkan untuk penarikan tali selambar sama dengan waktu yang diperlukan untuk menggerakkan cantrang di atas dasar perairan (Mulyanto dan Subroto 1993). Panjang tali selambar pada periaran dangkal akan memberikan luas sapuan semakin besar. Hal ini diperlihatkan dari hasil estimasi bahwa tali selambar yang berada di permukaan dasar perairan semakin panjang mencapai 800 m. Berdasarkan uraian tersebut, cantrang nelayan dimungkinkan untuk dioperasikan pada perairan dengan kedalaman yaitu 2 kali tinggi bukaan mulut jaring atau
93
berkisar pada kedalam 12 m, sedangkan panjang tali selambar dapat dikondisikan tetap. Selama pengoperasian cantrang aktivitas berupa jaringan kerja yang berlangsung cukup cepat, dimana terdapat waktu-waktu aman dan kritis. Pada Jaringan kerja jalur kritis selama operasi berlangsung, antara lain pada tahap turun tali, angkat sayap jaring, angkat badan dan kantong jaring, serta sortir ikan. Keterbatasan area kerja di atas kapal posisi ABK sangat aktif dimana akan banyak hilir mudik, memungkinkan terjadi kecelakaan terutama aktivitas hilir mudik ABK selama operasi penangkapan cantrang. Luasan kerja nelayan sangat sempit dan berisiko kecelakaan tinggi, seperti pada penarikan sayap, badan dan kantong jaring. ABK cenderung berdesakan, sehingga diperlukan area tambahan dan penggunaan peralatan khusus untuk penarikan tersebut. Tingkat keparahan dan peluang kecelakaan tertinggi terdapat pada waktu aktivitas hauling, khususnya pada penyiapan mesin gardan yang menyebabkan meninggal dunia. Tahapan hauling rata-rata tingkat keparahan dan peluang kecelakaan berada pada indeks risiko 4 dan 5. Tindakan pencegahan pada operasi penangkapan cantrang, antara lain peralatan tambahan dan alat bantu pada saat mengatur tali pada gardan, peraturan penggunaan alat dan teknis pada saat hauling dan pengaturan tali selambar, penambahan ruang kerja pada saat hauling. Peningkatan pengetahuan nelayan sangat dibutuhkan, khususnya penggunaan peralatan pada operasi penangkapan cantrang, seperti penanganan tali yang terbelit, jaring terpuntal dan terputusnya tali saat penarikan dan banyak lagi. Area penarikan jaring sangat terbatas atau sempit, dimana pergerakan ABK tidak leluasa dan sering berdesakan. Berdasarkan pengamatan dilapangan teridentifikasi bahwa kecelakaan yang sering terjadi pada kegiatan penanrikan tali selambar. Untuk menghindari kondisi yang terbatas dan kecelakaan selama operasi penangkapan, perlu dilakukan rekayasa pengurangan panjang jaring dan penambahan peralatan yang membantu masalah tali yang terjepit (slip) pada kelos kapstan. Nelayan Rembang dan Brondong sering kali mengoperasikan cantrang pada perairan dangkal bahkan mendekat pantai atau sekitar terumbu karang umumnya kedalaman 10 hingga 20 meter. Pada operasian penangkan cantrang tidak jarang mengalami kegagalan penangkapan. Hal ini disebabkan adanya perubahan arah arus perairan pada saat penurunan jaring atau adanya pertemuan arus yang berlawanan dan gelombang perairan yang tinggi. Sehingga bentuk dan konstruksi cantrang yang digunakan nelayan, dapat dioperasikan pada perairan dengan kedalaman tiga kali tinggi bukaan mulut jaring yang optimal.
94
7. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Cantrang yang dipakai oleh nelayan Rembang dan Brondong memiliki dimensi yang hampir sama, sedangkan terdapat perbedaan junlah bagian yang membentuk jaring dan bahan atau material pada setiap bagian jaring. Perbedaan material dipengaruhi oleh daerah operasi penangkapannya. Cantrang yang terdiri dari bagian-bagian jaring mempunyai jumlah kisi pada jaring sebanyak 11-13 kisi, sehingga badan jaring akan cenderung panjang. Dari bentuknya akan cenderung membentuk kerucut ke bagian kantong. Keliling mulut jaring (a) dari nelayan Brondong dan Rembang berturut-turut sebesar 55 meter dan 46,56 meter. Estimasi panjang tali selambar yang digunakan sepanjang 1000 m yang beroperasi pada kedalaman 30 m, maka tali yang mencapai dasar perairan berkisar 800 – 830 m. Simulasi perlakuan pelampung (3,780 grf) dan pemberat (4 – 5 kg), menunjukkan penambahan pelampung pada operasi penangkapan memperbesar bukaan mulut jaring, sedangkan pemberian pemberat pada tali ris bawah mengakibatkan tali ris mencapai dasar perairan. Berdasarkan dimensi yang diperoleh, cantrang yang digunakan nelayan Rembang dan Brondong dapat dioperasikan pada kedalaman lebih dari 40 meter. Kedalaman tersebut disesuaikan dengan tinggi mulut jaring nelayan dan untuk kedalaman kurang dari 40 meter akan berdampak pada kesulitan penarikan dan berisiko tersangkutnya jaring pada permukaan dasar perairan. Hubungan panjang tali selambar berkaitan dengan kedalam perairan yang akhirnya mempengaruhi luas sapuan cantrang. Penggunaan tali selambar yang panjang pada perairan dangkal, maka akan semakin luas daerah sapuan. Namun daerah operasi penangkapan cantrang pada saat ini berada pada perairan dangkal yaitu 10 hingga 30 m. Penangkapan yang dilakukan dekat dengan daerah tanjung (lokasi 1) dan perairan pada kedalaman 20 – 30 meter, memiliki kecenderungan arah hauling seragam, yaitu menuju barat. Pada perairan penangkapan pada kedalaman perairan 12 – 20 meter di utara teluk (lokasi 3), terdapat perpecahan arus menuju utara serta selatan dan arah hauling sering berubah berdasarkan perubahan arus. Aktivitas hauling pada area Teluk Rembang (lokasi 4) di kedalaman kurang dari 12 meter, arahnya cenderung seragam yaitu menuju utara. Panduan dalam memanfaatkan sumberdaya menurut CCRF (1995) sangat memperhatikan keberlanjutan sumberdaya ikan, sehingga cantrang yang digunakan pada kedalaman yang aman. Cantrang sebaiknya dioperasikan pada kedalaman 2 hingga 3 kali tinggi kedalam perairan. Berdasarkan pengujian model dari cantrang nelayan menunjukkan bahwa tinggi bukaan mulut jaring semakin rendah dengan bertambahnya kecepatan arus. Pada kecepatan 20, 30, dan 50 cm/dt, masing tinggi bukaan mulut jaring 34 cm, 24 cm dan 18 cm dengan prediksi tinggi jaring sebenarnya 10,2 m, 7,2 m dan 5,4
95
m. Jaring model akan menyesuaikan tinggi bukaan mulut jaring sesuai dengan kecepatan arus yang mengalir menuju sayap, badan hingga kantong, maka semakin besar arus yang mengalir tinggi bukaan jaring akan semakin rendah. Cantrang hasil pengukuran dimungkinkan untuk dioperasikan pada perairan dengan kedalaman 2 kali tinggi bukaan mulut jaring atau berkisar pada kedalam 12 m. Apabila kurang dari kedalaman tersebut, cantrang yang digunakan akan cenderung mandekati fungsi jaring trawl. Operasi penangkapan cantrang melalui 9 tahapan dimulai dengan penurunan tali pelampung dan tali selambar (pemutaran tali), penurunan danleno dan sayap jaring, penarikan selambar, angkat danleno dan sayap, angkat badan, angkat dan buka kantong jaring, serta sortir penurunan pelampung hingga menaikkan bagian kantong jaring. Waktu pengoperasian cantrang diselesaikan rata-rata selama 1 jam 17 menit 37 detik atau 77 menit 37 detik. Pada jaringan kerja terdapat jalur kritis selama operasi berlangsung, antara lain pada tahap turun tali, angkat sayap jaring, angkat badan dan kantong jaring, serta sortir ikan. Hilir mudik ABK diatas kapal sangat terbatas, dimana setiap aktivitas memungkinan kecelakaan selama operasi penangkapan cantrang. Tingkat keparahan dan peluang kecelakaan tertinggi terdapat pada waktu aktivitas hauling. Penyiapan mesin gardan dan penggulungan tali pada klos kapstan sering menyebabkan meninggal dunia. Tahapan hauling rata-rata tingkat keparahan dan peluang kecelakaan berada pada indeks risiko 4 dan 5. Tindakan pencegahan pada operasi penangkapan cantrang, antara lain peralatan tambahan dan alat bantu pada saat mengatur tali pada gardan, peraturan penggunaan alat dan teknis pada saat hauling dan pengaturan tali selambar, penambahan ruang kerja pada saat hauling. Saran Dalam pelaksanaan penelitian ini terdapat persalahan yang belum dapat dipenuhi, sehingga disarankan: 1) Penentuan daerah operasi penangkapan yaitu lebih dari 2 x kedalaman perairan. 2) Pengawasan dan pembinaan terhadap aktivitas cantrang berkait teknik operasi dan daerah penangkapan dalam upaya perikanan cantrang yang berkelanjutan. 3) Mengevaluasi penentuan nilai standar yang telah ada, dimana penentuan nilai standar tidak hanya berdasarkan pengukuran lapangan, namun melakukan perancangan dan pengujian terlebih dahulu. 3) Pengkajian cantrang secara konfrehensif dari faktor ekonomi, sosial, dan biologi untuk mendapatkan informasi secara menyeluruh, agar memberikan informasi yang lebih lengkap tentang cantrang.
96
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad SMF, Guichard K, Hardjawidjaksana MK, Adisaputra LD and Labeyrie. 1995. Late Quaternary paleoceanography of the Banda Sea. Marine Geology 122, 385-397. Badri, S. 1997. Dasar-Dasar Network Planning. Rineka Cipta, Jakarta. Bakosurtanal. 2012. Atlas Nasional Indonesia. Badan Koordinasi Survei Dan Pemetaan Nasional. http://atlasnasional.bakosurtanal.go.id/fisik_ lingkungan/arus_permukaan_detail.php?id=1&judul=umum. BMKG. 2012. Prakiraan Wilayah Perairan Bulan April. Informasi meteorologi maritim. http://maritim.bmkg.go.id/index.php/main/wilayah_perairan Brandt, AV. 2005. Fish Catching Methods of the World. Fourth Edition. Blackwell Publishing Ltd. Budiman, Supriharyono dan Asriyanto. Analisis Sebaran Ikan Demersal Sebagai Basis Pengelolaan Sumberdaya Pesisir di Kabupaten Kendal. Jurnal Pasir Laut, 2:1. hal 52-63. http://eprints.undip.ac.id/4317/1/5b-Budiman.pdf. [Juli 2006] Chi L. 1988. The Effect of Buoyancy and Width of Net Mouth on Net Drag for Five Two-Panel Model Trawl of Different Types. working paper No. 4/88. Departmen of marine fisheries Shanghai Fisheries University, Shanghai. China. Ernest J. 1982. Human Factors In Engineering and Design. McGraw-Hill Publishing Company Limited, New York. FAO. 1995. Code of Conduct for Responsible Fisheries. Food and Agriculture Organization – United Nation. Rome. 41p. FAO, 2009. Safety Guide For Small Fishing Boats. Rome. 54p. FAO. 2000. The State of World Fisheries and Aquaculture. Part 2. Selected Issues Facing Fishers and aquaculturists. Rome, Italy. Thiele W and Prado J. 2005. Fisheries and Aquaculture topics. Fishing gears and methods. Topics Fact Sheets. FAO. Fisheries and Aquaculture Department. Rome. Updated 27 May 2005. http://www.fao.org/fishery /fishtech/1008/en. [cited 3 May 2013] Fachrudin, Muryani S, Sunarno, dan Pangastanto R. 2009. Kajian Perikanan Cantrang di Kabupaten Lamongan Jawa Timur. Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Semarang. Fridman A.L. 1986. Calculations for Fishing Gear Design. Food and Agriculcuture Organization (FAO). United Nation. Fridman A.L. 1973. Theory and Design of Commercial Fishing Gear. Israel Program for Scientific Translation, Jerusalem. 489p.
97
Hardiantiko Johan, Prajogo R H. Iman, dan Adi D. B Setiono, S. 2011. Hubungan Tali Selambar (Warp) dan Lama Operasi Penangkapan Terhadap Hasil Tangkap Alat Tangkap Cantrang di Perairan Rembang Jawa Tengah. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-Universitas Brawijaya. [http://fpik.ub.ac.id/index.php?aksi=view&part=side &menu_ id=258] [citasi 20 mei 2013] HC An. 2010. National Fisheries Research & Development Institute NFRD, Busan, Republic of Korea: pers. comm. http://www.dfompo.gc.ca/ Library/344109.pdf Marulam. 1989. Suatu Studi Tentang Konstruksi Jaring Cantrang dan Kemungkinan Pengembangannya di Kotamadya Tegal. Institut Pertanian Bogor. Bogor ICES. 2010. Report of the ICES - FAO Working Group on Fishing Technology & Fish Behaviour (WGFTFB). ICES CM 2010/SSGESST:14. 252p. http://www.dfo-mpo.gc.ca/Library/344109.pdf. [citasi 19 mei 2013] [IMO] International Maritime Organization. 2007. Formal Safety Assessment: Consolidated text of the Guidelines for Formal Safety Assessment (FSA) for use in the IMO rule-making process (MSC/Circ.1023−MEPC/Circ. 392). Kokane M. 2008. Mid-Water Traw Design For The Survey Vessel MPV SAGARIKA. United Nations University – FAO. Reykjavik. Iceland. www.unuftp.is/static/fellows/document/mahadev08prf.pdf. [citasi 18 Juni 2013] Kawakami T. 1964. The Theory of Designing and Testing Fishing Nets In Model. In “Modern fishing gears of the world” 2. 471-482 p. Fishing News Ltd. London Kirkpatrick CA. Dan Levin R. 1972. Perencanaan dan Pengawasan dengan Mengunakan Metode PERT/CPM, Seri Manajemen No.5. Lincoln, J. 2002. Proceedings of the International Fishing Industry Safety and Health Conference. U.S. Department of Health and Human Services, Public Health Service, Center for Disease Control and Prevention, National Institute for Occupational Safety and Health, Occupational Health Program, Department of Environmental Health, Harvard School of Public Health. Massachusetts, U.S.A. Luong, TD. 2001. An Alternative Design Of Trawls For Offshore Fishing In Vietnam. Fisheries Training Program. United Nation University. Iceland. Manuaba A. 1998. Bunga Rampai Ergonomi. I. Denpasar: Program Pascasarjana Ergonomi – Fisiologi Kerja Universitas Udayana. Manuaba A. 2001. Persamaan Tujuan Ergonomi dan Total Quality Management. Tutorial Ergonomi. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Denpasar.
98
Manurung VT, Winarso B, Erizal J, Siagian V, Supriatna Y, dan Zulham A. 1997. Laporan Hasil Penelitian Studi Prospek dan Kendala Investasi Usaha Perikanan Budidaya dan Penangkapan Ikan. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Matuda K. 1970. Mechanical Studies on Sweeping Trammel Net In Relation To Its Catching Efficiency. Department of fisheries faculty of agriculture – Kyoto University. Matuda K dan T Kawakami. 1968. Experiment Verification for Similarity Law on Distorted Model Net. Bull. Japan, soc. science fisheries 34 (1) 23-28 . Martasuganda S. 1984. Chūso Tororu Ami No 1/100 Mokeijiken Teki Kenkyu III (Kajian Trawl Pertengahan Ukuran Model 1/100 pada Flume Tank). Sotsugyoronbun. Tokyo University of Fisheries. Moore, FG. 1977. Production Management Sevent Edition. Richard D. Irwin Inc. Muljono, P. 1999. Penerapan analisis jaringan kerja pada kegiatan verifikasikoleksi buku/stok opname di perpustakaan. Jurnal perpustakaan pertanian 8:1. Hal 18-23. Mulyanto RB dan Subroto I H. 1993. Perhitungan Jarak Liputan Cantrang. Jurnal Penelitian Perikanan Tangkap. 79. Halaman 99 – 107. Mulyono. 1986. Alat-alat Penangkapan Ikan Buku III : Macam-Macam Pancing, Perangkap, dan Jaring Angkat. Dinas Perikanan Propinsi Dati I Jawa Tengah, Semarang, 264 halaman. Nazir M. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Halaman 63-71. Nikonorov I.V. 1973. Interaction of Fishing Gear with Fish Aggregations. Moskwa, Pishchevaya Promysh lennost. [terjemahan dari bahasa Rusia menjadi bahasa Inggris tahun 1975 oleh Israel Program for Scientific Translations. Jerusalem.] Nomura, M. and Yamazaki, T. 1975. Fishing techniques. Japan International Cooperation Agency, Tokyo, pp. 206. Nomura, M. 1975. Fishing Techniques. Agency. Tokyo.
Japan International Corporation
Nomura, M. 1985. Fishing Techniques (3): Discussion of net and rope material, basic gear behavior in fishing operation, model net experiment system and fishing instruments. Japan International Corporation Agency. Tokyo. Nurmianto E. 1996. Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya, Edisi Pertama. Jakarta: Guna Widya. Nurmianto E. 2008. Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya. Penerbit Guna Widya. Jakarta. Piniella F. Soriguer M.C. and Walliser J. 2008. Analysis of the specific risks in the different artisanal fishing methods in Andalusia, Spain. Safety Science 46. 1184–1195 p.
99
Prado. 1990. Fisherman’s Workbook. FAO, Fishing News Books, Blackwell Scientific Publication. Ltd. Oxford. Pustekom. 2009. Gerakan Air Laut Dan Kualitas Air Laut. http://125.163.204.22/ e_books/modul_online/geografi/. [Bogor, 10 November 2009] Purbayanto A dan Riyanto M. 2005. Pengoperasian pukat udang pada siang dan malam hari pengaruhnya terhadap hasil tangkap sampingan di Laut Arafura, Papua, Indonesia. Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. 5:1. Halaman 29-41. Queiroloa D, H DeLoucheb, and C Hurtadoa. 2009. Comparison between dynamic simulation and physical model testing of new trawl design for Chilean crustacean fisheries. Fisheries Research 97. 6–94 p. http://www.sciencedirect.com /science/ article/pii/ S0165783609000198 Risamasu FJL. 2008. Inovasi teknologi penangkapan ikan karang dengan bubu dasar berumpon. [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Halaman 39-178. Sainsbury, JC. 1971. Commercial Fishing Methods: An Introduction To Vessels and Gears. Fishing News (Book) Limited. London. England Saputra SW, Soedarsono P, dan Sulistyawati GA. 2009. Beberapa Aspek Biologi kuniran (Upeneus sp) di Perairan Demak. Jurnal Saintek Perikanan, 5:1. Halaman 1-6. (http://ejournal.undip.ac.id/index.php/saintek/article/ download/2735/2423) [citasi 4 Juni 2013] Siagian, D dan Sugiarto. 2000. Metode Statistika. Pt Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 381 halaman. Subani W dan H.R. Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia (Fishing Gears for Marine Fish and Shrimp In Indonesia). Jurnal Penelitian Perikanan Laut (Journal of Marine Fisheries Research), (50) : 152. Sudirman dan Achmar M. 2004. Teknik Penangkapan Ikan. Rineka Cipta. Jakarta. 168 halaman. Sudirman, Musbir, Nurdin I dan Sihbudi R. 2008. Deskripsi Alat Tangkap Cantrang, Analisis Bycatch, Discard dan Komposisi Ukuran Ikan Yang Tertangkap di Perairan Takalar. Jurnal Torani 2 : 18. Universitas Hassanudin. Halaman 160-170. Suhadri B. 2008. Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi 2. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional. Sutalaksana dan Iftikar Z. 1979. Teknik Tata Cara Kerja. Bandung: ITB. Suwardjo, D, Haluan J, Jaya I dan Poernomo S.H. 2010. Keselamatan Kapal Penangkap Ikan, Tinjauan Dari Aspek Regulasi Nasional dan Internasional. Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. 1:1. Halaman 113.
100
Tauti M. 1934. A Relation Between Experiments On Model and Full Scale of Fishing Net. Bull. Japan, soc. science fisheries 3 (4) 171-177. Triatmodjo, B. 1999. Teknik Pantai. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Walsh, S.J. and Winger, P.D. 2011. Bottom Seining in Canada, 1948-2010: Its Development, Fisheries and Ecosystem Impacts. Can. Tech. Rep. Fish. Aquat. Sci. 2922: xi + 147 p. Wardani L. K. 2003. Evaluasi Ergonomi Dalam Perancangan Desain. Dimensi Interior, 1: 1. Hal 61 – 73. [citasi Juni 2003] Winarso, B. 2004. Analisis manajemen waktu pada usaha penangkapan ikan tuna/cakalang dengan sistem rumpon di kawasan timur perairan Indonesia. ICASERD Working paper. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Departemen Pertanian. Wignjosoebroto S. 2000. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan, Edisi Ketiga, Cetakan Kedua, Penerbit Guna Widya, Surabaya. Wignjosoebroto S. 1995. Ergonomi, Studi Gerak & waktu. Penerbit Guna widya, Jakarta. Wyrtki, K. 1961. Scientific results of marine investigations of the South China Sea and the Gulf of Thailand 1959-1961. Naga Report 2. The University of California. Scripps Institutions of Oceanography. La Jolla, California.
101
Lampiran 1 Data spesifikasi unit penangkapan cantrang hasil survei No
Bagian
1
Ukuran panjang x keliling Bentuk konstrusi 2 Ukuran alat penangkap ikan a. Tali ris atas - Pelampung b. Tali ris bawah - Pemberat c.
Jaring (Webbing) - Sayap atas - Sayap bawah - Medan jaring atas - Badan jaring - Kantong jaring
d.
Kelengkapan - Pelampung tanda - Tali pelampung tanda - Tali selambar - Pelampung mulut jaring
1 60,84 x 68,57 meter 2 (dua) seam
Rembang 2 50,93 x 45,42 meter 2 (dua) seam
3 43,52 x 46,56 meter 2 (dua) seam
Brondong 4 51.56 x 37.72 meter 2 (dua) seam
54 meter; PE 10 mm 3 PL Ø 24 cm 60 meter; PE 30 mm 60 Pb, @ 20 gr (1200 gr)
47 meter; PE 8 mm 3 PL Ø 20 cm 53 meter; PE 30 mm 48 Pb,@ 25 gr (1200 gr)
55 meter; PE 8 mm 3 PL Ø 20 cm 64 meter; PE 25 mm 50 Pb, @25 gr (1250 gr)
53.94 PE 8 mm 3 PL @ 20 cm 53.94 PE 30 mm 65 Pb, 33 gr (2110 g)
PE 360 d/18 MS 8 inch = 20,320 PE 360 d/18 MS 8 inch = 20,320 PE 360d/12-d/15 MS 0,5 inch = 19,774 m PE 360 d/30 MS 1 inch = 3,429 m
PE 380 d/18 MS 7,5 inch = 25,965 m PE 380 d/18 MS 7,5 inch = 25,965 m PE 380 d/12; PA d/66 15,3 inch = 23,032 m PE 380 d/16; 1,18 inch = 3,000 m
PE 380 d/18 MS inch = 25,400 m PE 380 d/18 MS inch = 25,400 m PE 380 d/18 MS inch = 28,175 m PE 380 d/18 MS inch = 6,096 m
8 PE 360 d/18 MS 8 inch = 22,758 m 8 PE 360 d/18 MS 8 inch = 22,758 m 1 PE 380d/15 MS 1,25 inch = 22,459 m 1 PE 380 d/30 MS 1 inch = 5,715 m
Jerigen 30 ltr x 2 PE 8 mm = 15 m Mixed rope 30 mm = 2 x 1000 m PL Ø 20 cm (3 buah)
Jerigen 30 ltr x 2 PE 8 = 17 m Mixed rope 30 mm = 2 x 1100 m PL Ø 20 cm (3 buah)
Jerigen 30 ltr x 2
Gabus 40 x 40 x 30 cm PE 7 mm = 15 m Mixed rope 30 mm = Mixed rope 30 mm = 2 x 2 x 1000 m 1000 m PL Ø 24 cm (2 buah) PL Ø 30 cm = 1 buah
102
Lampiran 2 Data hasil pengukuran waktu operasi penangkapan cantrang No
Posisi S 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
E
TT
TS
PP
WT
0:10:02 0:09:45 0:08:32 0:08:56 0:09:39 0:17:45 0:10:14 0:09:46
0:00:57 0:01:21 0:00:59 0:01:01 0:00:37 0:00:59 0:02:12 0:01:34
0:09:02 0:09:21 0:08:56 0:09:40 0:09:31 0:08:58 0:09:32 0:09:55
0:45:56 0:49:54 0:55:43 0:55:52 0:48:12 0:55:52 0:55:08 0:57:12
0:02:35 0:10:51 0:08:43
0:09:59 0:11:18 0:11:43
0:00:31 0:02:43 0:02:32 0:06:10 0:05:42 0:21:30 0:01:17
05.47.35 05.48.83
111.53.25 111.53.79
05.44.42 05.43.942
111.39.959 111.40.071
05.47.101
111.02.095
05.48.240 Gagal 05.47.710 05.46.752 05.46.642 05.46.220 05.45.767 05.46.115 05.46.275
111.01.620
0:09:34 0:10:48 0:09:25
111.01.740 110.59.949 110.00.002 110.54.328 110.58.681 110.59.106 111.00.000
0:08:21 0:08:06 0:08:54 0:09:30 0:09:01 0:08:01 0:11:01
Setting AS
BK
S
Jumlah waktu
AB
AK
0:00:59 0:01:19 0:01:30 0:01:18 0:01:03 0:01:27 0:01:47 0:01:44
0:01:10 0:01:01 0:01:23 0:01:19 0:01:31 0:01:15 0:01:13 0:01:18
0:00:59 0:01:07 0:00:45 0:01:18 0:00:38 0:01:23 0:00:56 0:00:49
0:01:07 0:00:59 0:00:56 0:01:06 0:00:59 0:01:28 0:01:03 0:00:20
0:15:09 0:14:57 0:13:45 0:18:00 0:15:07 0:20:21 0:12:18 0:10:11
0:53:05 0:54:35 0:54:05
0:02:21 0:01:59 0:02:18
0:06:45 0:58:03 0:09:21
0:02:14 0:02:09 0:03:00
0:01:56 0:01:32 0:02:09
0:14:21 1:42:51 0:19:42 2:29:43 0:12:06 1:38:35
0:11:51 0:53:48 0:09:22 0:57:55 0:09:11 1:04:53 0:09:08 1:12:20 0:09:45 0:53:40 0:18:41 0:54:38 0:08:35 Gagal
0:02:05 0:03:15 0:01:30 0:03:45 0:02:28 0:00:19
0:01:58 0:02:14 0:02:30 0:01:02 0:01:16 0:00:10
0:03:15 0:04:44 0:02:01 0:00:20 0:01:01 0:00:09
0:00:53 0:00:34 0:01:03 0:01:12 0:00:42 0:00:07
0:21:06 0:34:15 0:29:59 0:18:12 0:20:04 0:21:20
1:09:05 1:13:48 1:17:48 1:19:24 1:11:10 1:27:39 1:21:02 1:22:18
1:43:48 1:28:19 1:31:31 2:01:38 1:22:54 1:43:27
103
Lampiran 2 Lanjutan No Posisi S E 20 05.45.428 111.00.543 21 05.45.15 111.58.57 22 05.44.861 110.58.547 23 05.44.530 110.57.073 24 05.44.445 110.57.284 25 05.44.442 110.56.594 26 05.43.464 110.55.803 27 05.54.084 110.50.932 28 05.54.048 110.51.062 29 05.54.110 110.52.299 30 05.54.539 110.50.124 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
05.54.298 05.53.914 05.53.473 05.52.538 05.52.414 05.58.562 05.58.850 05.59.601
110.49.598 110.49.527 110.40.051 110.48.165 110.48.018 110.52.520 110.54.245 110.54.666
06.01.158
110.55.791
TT 0:12:11 0:11:04 0:10:47 0:12:43 0:09:08 0:09:02 0:05:45 0:05:36 0:05:45 0:06:46 0:05:59
TS 0:00:28 0:00:26 0:00:38 0:10:26 0:02:49 0:00:07 0:00:30 0:13:04 0:12:08 0:09:26 0:09:01
PP 0:09:45 0:09:09 0:09:51 0:02:31 0:07:14 0:09:31 0:08:17 0:10:12 0:09:52 0:13:21 0:24:22
WT 1:00:34 0:54:59 0:55:27 1:02:31 0:54:21 0:56:30 0:51:26 0:54:36 1:10:59 0:45:44 1:19:07
Setting AS 0:02:11 0:01:59 0:02:15 0:02:54 0:02:01 0:01:59 0:01:00 0:00:57 0:00:59 0:01:45 0:03:07
0:05:10 0:04:38 0:06:38 0:06:42 0:06:15 0:08:31 0:13:01 0:08:10 0:09:13 0:10:13
0:05:06 0:09:43 0:09:31 0:06:24 0:09:44 0:09:31 0:08:35 0:09:30 0:08:19 0:07:19
0:09:45 0:10:27 0:11:39 0:11:23 0:11:50 0:10:22 0:19:20 0:10:20 0:08:51 0:09:50
0:56:36 0:53:11 0:44:06 1:05:15 1:05:32 1:01:20 0:57:53 0:51:33 0:58:03 0:56:32
0:01:15 0:00:34 0:01:29 0:01:48 0:01:31 0:01:05 0:02:00 0:04:03 0:01:54 0:03:24
AB 0:02:48 0:01:07 0:01:52 0:01:46 0:01:01 0:01:01 0:00:56 0:00:45 0:00:58 0:01:48 0:01:19
AK 0:00:41 0:00:29 0:00:19 0:00:43 0:00:34 0:00:32 0:00:40 0:00:45 0:00:40 0:00:43 0:00:58
BK 0:00:14 0:00:12 0:01:03 0:01:14 0:00:57 0:00:32 0:00:48
0:01:44 0:01:01 0:01:05 0:01:38 0:01:05 0:01:41 0:01:19 0:00:55 0:01:13 0:01:23
0:00:42 0:01:28 0:00:46 0:00:38 0:00:45 0:00:20 0:00:10 0:00:24 0:02:34 0:00:45
0:00:48 0:00:59 0:01:02 0:00:50 0:01:05 0:00:52 0:00:59 0:01:08 0:01:03 0:00:54
0:00:57 0:01:14 0:06:09
S 0:23:07 0:18:00 0:16:00 0:15:07 0:30:00 0:28:00 0:21:05 Gagal 0:20:48 0:25:09 Angkat bubu 0:24:59 0:34:08 0:19:06 0:17:05 0:19:03 0:22:16 sampah 0:20:07 0:18:34 0:21:09
Jumlah waktu 1:28:37 1:19:12 1:21:09 1:33:34 1:17:07 1:18:42 1:08:34 1:25:55 1:41:21 1:19:32 2:03:53 1:20:18 1:21:02 1:15:14 1:33:48 1:36:42 1:32:50 1:42:18 1:24:55 1:30:07 1:29:26
104
Lampiran 2 Lanjutan No Posisi S E 41 06.03.753 110.55.885 42 06.05.434 110.58.323
TT 0:09:37 0:08:50
TS 0:08:14 0:01:05
PP 0:09:12 0:09:02
WT 1:07:28 1:10:58
Setting AS AB 0:00:27 0:01:43 0:01:35 0:05:40
0:59:54 0:51:34 1:36:08 0:55:15 1:08:01 0:55:58 0:48:15 1:01:01
0:01:10 0:02:28 0:01:39 0:02:10 0:02:03 0:01:02 0:01:15 0:15:08
0:01:55 0:01:05 0:01:18 0:02:29 0:01:06 0:01:02 0:01:00 0:01:43
0:01:23 0:00:54 0:00:56 0:00:33 0:00:34 0:00:43 0:00:35 0:20:01
0:00:17 0:00:54 0:01:09 0:00:19 0:00:12 0:00:37 0:00:51 0:00:14
0:21:43 0:21:06 0:13:01 0:20:00 0:07:43 0:45:05 0:22:09 0:15:45
1:25:58 1:19:52 2:00:00 1:30:55 1:33:02 1:24:11 1:20:18 2:03:55
1:01:05 0:54:12 0:57:23 0:59:58 1:01:00 0:56:34 0:59:48 1:14:50 0:54:54
0:01:32 0:01:33 0:02:26 0:01:40 0:03:17 0:01:45 0:01:50 0:02:29 0:01:51
0:00:59 0:00:51 0:01:52 0:01:03 0:03:16 0:01:44 0:02:17 0:04:20 0:02:38
0:00:53 0:00:35 0:00:42 0:02:00 0:01:09 0:02:45 0:00:51 0:00:55 0:00:22
0:00:17 0:00:21 0:00:53 0:00:42 0:00:16 0:00:14 0:00:19 0:00:16 0:00:42 Putus tali
0:24:43 0:21:32 0:19:45 0:07:23 0:14:32 0:18:43 0:29:54 0:14:54 0:16:32
1:37:15 1:28:34 1:32:53 1:31:16 1:25:13 1:31:25 1:45:48 1:49:43 1:21:16
43 44 45 46 47 48 49 50
06.05.365 06.05.403 06.05.349 06.05.389 06.05.340 06.05.461 06.05.209 06.05.671
111.00.003 111.00.208 111.00.546 111.01.402 111.01.890 111.01.516 111.01.078 111.00.123
0:07:45 0:09:03 0:10:34 0:10:28 0:05:09 0:16:05 0:13:05 0:06:13
0:05:09 0:07:20 0:08:00 0:10:01 0:02:11 0:07:02 0:11:14
0:08:43 0:07:28 0:09:25 0:12:00 0:06:08 0:07:11 0:09:06 0:08:35
51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
06.05.015 06.05.810 06.06.206
111.00.462 111.00.131 111.00.008
06.05.881 06.05.69 06.05.431 06.05.444
111.59.042 110.58.64 110.58.031 110.56.681
0:10:32 0:10:59 0:09:22 0:11:13 0:08:19 0:12:10 0:20:38 0:11:56 0:08:58
0:13:05 0:07:08 0:08:00 0:06:31 0:03:05 0:06:08 0:19:31 0:06:08 0:02:47
0:09:09 0:13:16 0:13:08 0:08:51 0:05:07 0:10:19 0:00:53 0:09:06 0:09:46
AK 0:01:32 0:15:32
BK 0:00:58 0:01:04
Jumlah S waktu 0:22:05 1:38:13 0:18:20 1:52:42
105
Lampiran 2 Lanjutan No Posisi S E 61 06.07.288 111.00.763 62 06.09.418 110.59.970 63 06.08.246 110:59:075 64 06.08.570 110.57.357 65 06.08.913 110.57.091 66 67 68 69 70 71 68 69 70 71 72 73 74 75 76
06.34.400 06.34.587 06.33.962 06.34.333 06.33.971 06.35.982
06.34.807 06.34.388 06.34.006 06.33.157
TT 0:10:22 0:09:54 0:11:03 0:10:11 0:10:13
TS 0:00:25 0:04:10 0:00:35 0:03:10 0:02:53
PP 0:09:02 0:09:15 0:08:39 0:13:12 0:09:04
WT 1:05:00 0:59:29 0:56:51 1:00:14 0:41:12
Setting AS 0:05:08 0:02:18 0:03:12 0:02:16 0:05:55
111.29.690 111.30.316 111.26.293 111.25.371 111.25.141 111.26.059
0:05:54 0:03:56 0:05:06 0:05:54 0:06:18 0:05:42
0:00:24 0:00:18 0:00:31 0:00:19 0:00:22 0:00:38
0:05:09 0:08:33 0:05:32 0:05:21 0:05:24 0:05:35
0:31:40 0:45:58 0:28:14 0:28:45 0:31:14 0:29:45
0:01:32 0:00:42 0:02:26 0:02:10 0:03:26 0:02:43
0:01:06 0:01:01 0:01:10 0:01:09 0:03:35 0:01:03
0:00:18 0:00:48 0:00:46 0:00:19 0:01:24 0:00:32
0:00:09 0:00:07 0:00:12 0:00:15 0:00:06 0:00:08
0:08:43 0:12:22 0:12:08 0:10:57 0:11:03 0:11:13
0:46:03 1:01:16 0:43:45 0:43:57 0:51:43 0:45:58
111.22.111 111.21.623 111.21.328 111.19.149
0:02:59 0:04:13 0:04:28 0:04:11 0:03:58 0:06:20 0:00:05 0:05:10 0:05:20
0:00:25 0:04:24 0:00:20 0:00:03 0:00:17 0:00:31 0:00:23 0:00:27 0:00:25
0:05:52 0:04:13 0:04:30 0:04:04 0:03:48 0:10:25 0:05:57 0:06:31 0:05:06
0:25:29 0:22:20 0:22:10 0:21:59 0:22:58 0:31:25 0:28:26 0:36:07 0:29:08
0:01:20 0:01:12 0:01:12 0:00:52 0:01:02 2:58:00 0:00:59 0:02:09 0:01:40
0:01:10 0:00:31 0:00:15 0:00:43 0:01:05 0:01:21 0:02:02 0:02:53 0:01:43
0:00:35 0:00:09 0:00:10 0:00:11 0:00:09 0:00:54 0:00:10 0:01:19 0:00:30
0:00:12 0:00:04 0:00:08 0:00:05 0:00:12 0:00:11 0:00:09 0:00:06 0:00:14
0:12:03 0:13:47 0:14:32 0:10:08 0:10:57 0:10:05 0:14:58 0:21:57 0:11:18
0:37:50 0:37:02 0:33:05 0:32:03 0:33:17 3:48:56 0:38:03 0:54:36 0:43:52
AB 0:10:48 0:01:43 0:02:47 0:05:10 0:02:34
AK 0:02:05 0:01:23 0:01:03 0:07:08 0:15:40
BK 0:00:12 0:00:09 0:00:15 0:00:45 0:00:19
S 0:21:12 0:14:47 0:17:21 0:15:11 0:11:50
Jumlah waktu 1:42:50 1:28:12 1:24:10 1:41:21 1:27:31
106
Lampiran 2 Lanjutan No Posisi S E 77 06.33.153 111.19.158 78 06.32.940 111.18.694
TT 0:05:54 0:05:15
TS 0:00:26 0:00:20
PP 0:05:07 0:05:05
WT 0:34:32 0:28:38
Setting AS AB 0:01:59 0:02:34 0:01:01 0:01:02
AK 0:00:24 0:00:25
BK 0:00:09 0:00:07
Jumlah S waktu 0:09:57 0:50:56 0:09:35 0:41:46
79 80 81 82
06.36.254 06.32.000 06.35.575 06.40.057
111.27.721 111.26.115 111.25.863 111.24.364
0:00:12 0:05:03 0:02:50 0:00:15
0:00:15 0:00:22 0:00:20 0:06:33
0:05:02 0:05:06 0:05:17 0:05:42
0:12:22 0:26:21 0:16:05 0:26:03
0:02:00 0:01:30 0:01:45 0:01:08
0:00:53 0:01:02 0:00:58 0:02:05
0:00:27 0:00:18 0:00:16 0:00:08
0:00:08 0:00:10 0:00:05 0:00:11
0:09:01 0:06:54 0:02:52 0:05:20
0:21:12 0:39:42 0:27:31 0:41:54
83 84 85 86
06.34.878 06.32.497 06.34.046 06.36.486 Rata-rata
111.27.229 111.27.516 111.26.013 111.24.755
0:05:59 0:06:29 0:06:58 0:07:16 0:08:10
0:00:34 0:00:32 0:00:36 0:00:21 0:04:21
0:04:45 0:05:09 0:05:33 0:06:57 0:08:43
0:30:31 0:32:49 0:29:21 0:30:30 0:49:39
0:01:59 0:02:49 0:02:01 0:02:00 0:04:06
0:00:40 0:01:07 0:00:46 0:00:57 0:02:29
0:00:21 0:00:32 0:00:12 0:00:15 0:01:33
0:00:10 0:00:11 0:00:09 0:00:07 0:00:40
0:03:06 0:05:56 0:05:04 0:05:50 0:16:47
0:44:49 0:49:27 0:45:27 0:48:16 1:19:38
107
Lampiran 3 Kapal nelayan untuk mengoperasikan cantrang
(a) Rembang
(b) Brondong
108
Lampiran 4 Aktivitas operasi penangkapan 1. Tahap penurunan pelampung
2. Tahap penarikan tali selambar pada operasi penangkapan cantrang
(a) Pengawas penarikan tali selambar (hauling)
(a) Penarikan tali selambar lambung kanan
(b) Penarikan tali selambar lambung kiri
109
Lampiran 4. lanjutan 3. Tahap hauling pada operasi penangkapan cantrang
(a) Penarikan danleno
(b) Penarikan sayap cantrang
(c) Penarikan badan cantrang
(d) Penarikan kantong cantrang
(e) Penarikan dan pembongkaran kantong cantrang
110
Lampiran 4. lanjutan 4. Aktivitas lain (memasak)
111
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 26 Desember 1972, sebagai anak ke enam dari sepuluh bersaudara dari ayah H. Sasmita Urijan (Alm) dan ibu Hj. Yayah Dariyah (Alm). Penulis menikah dengan R. Siti Santi Yusnita, S.Pi di Cianjur dan dikaruniai 2 orang anak yaitu Putri Khanifah Nurjannah dan Khansa Dewi Kairunnisa. Pada tahun 1986 penulis lulus Sekolah Dasar Negeri Sempur Kota Bogor. Tahun 1989 lulus dari Sekolah Menengah Pertama PGRI 6 Kota Bogor dan Tahun 1991 lulus Sekolah Menengah Atas PGRI 4 Kota Bogor. Pada tahun 1991 penulis melanjutkan di Fakultas Perikanan di Institut Pertanian Bogor. Tahun 1999 penulis melanjutkan studi S2 di Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Pascasarjana IPB dan lulus pada tahun 2002. Sejak tahun 2004 penulis bekerja pada Balai Pengembangan Penangkapan Ikan Semarang, Departemen Kelautan dan Perikanan. Pada tahun 2009 penulis mendapat kesempatan melanjutkan studi S3 di Program Studi Teknologi Perikanan Tangkap Sekolah Pascasarjana IPB Bogor. Bagian disertasi ini dipublikasikan pada Buletin PSP dengan judul ”Komparasi desain dan dan konstruksi cantrang nelayan Rembang dan Brondong”,
pada
Jurnal
Penelitian
Perikanan
Indonesia
dengan
judul
”Keselamatan kerja pada operasi penangkapan ikan cantrang nelyana Tanjungsari, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah”, Jurnal Perikanan dan Kelautan dengan judul ”Keragaan desain cantrang pada kapal ukuran < 30 GT di Pantai Utara Jawa Tengah”.