KESEPIAN LANSIA PRIA DAN WANITA YANG BEKERJA DAN TIDAK BEKERJA DANIS DWI LESTARI M. FAKHRURROZI, MPsi, Psi Pria dan wanita yang berusia enam puluh tahun ke atas atau yang biasanya disebut dengan lansia, adalah orang-orang beresiko untuk merasakan kesepian. Berbagai alasan yang dikemukakan oleh mereka tentang kesepian yang mereka alami adalah karena baru saja ditinggal mati oleh suami atau istrinya atau bahkan sudah bertahun-tahun lamanya, anak-anak mereka yang sudah menikah dan hidup terpisah dengan mereka untuk membangun kehidupan yang baru, lansia yang memang tidak memiliki keturunan dan sanak saudara yang dekat dengan tempat tinggal lansia itu sendiri, dan lain-lain. Banyak sekali perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia yang dikenal dengan istilah menua. Perubahan-perubahan tersebut mempengaruhi struktur baik fisik maupun mentalnya dan keberfungsiannya juga. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia seperti rambut yang menjadi putih dan jarang, kulit yang makin kering dan berkeriput, serta gigi yang sudah tanggal. Selain itu terlihat bahwa kekuatan serta energi mereka dalam melakukan berbagai pekerjaan mengalami penurunan. Persentase lansia yang bekerja jauh melebihi persentase kelompoknya yang menjalani pensiun penuh. Sementara itu persentase wanita lansia yang bekerja lebih rendah daripada persentase kelompoknya yang menjalani pensiun penuh. Selain itu, hanya sedikit lansia yang berpendidikan tinggi yang masih bekerja. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa kesepian yaitu merupakan suatu pengalaman subjektif yang tidak menyenangkan sebagai akibat dari tidak adanya orang lain yang tepat yang dapat membantu seseorang memenuhi kebutuhan-kebutuhan dalam interaksi sosial. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang gambaran kesepian lansia pria dan wanita yang bekerja dan tidak bekerja, serta faktor-faktor yang mempengaruhi kesepian lansia pria dan wanita yang bekerja dan tidak bekerja. Pada penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif karena metode kualitatif sesuai digunakan pada masalah-masalah yang bertujuan untuk mengeksplorasi kehidupan seseorang atau tingkah laku seseorang dalam kehidupan sehari-hari, dengan menggunakan metode kulitatif juga diperoleh pemahaman yang mendalam tentang berbagai gejala-gejala sosial yang terjadi di dalam masyarakat. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan metode wawancara dan observasi dengan subjek dan significant other. Untuk membantu proses pengumpulan data, maka peneliti dilengkapi dengan pedoman wawancara dan alat perekam (tape recorder). Dalam penelitian ditentukan sejumlah karakteristik bagi subjek penelitian yaitu lansia berjenis kelamin pria dan wanita, berusia minimal 60 tahun dan masih bekerja maupun tidak bekerja/sudah pensiun. Jumlah subjek yang direncanakan dalam penelitian ini adalah 2 orang lansia pria dan 2 orang lansia wanita yang bekerja dan tidak bekerja. Setelah dilakukannya penelitian maka dapat disimpulkan bahwa pada kasus subjek 1, subjek 2, subjek 3, dan subjek 4, gambaran kesepian lansia pria dan wanita yang bekerja dan tidak bekerja dapat dilihat dari perasaan subjek saat ditinggal pergi pasangan. Pada subjek 1, dirinya merasa sangat khawatir jika istrinya pergi ke luar kota selama beberapa hari. Subjek 1 merasakan perasaan kesepian ketika ditinggal istrinya selama beberapa hari ke luar kota. Pada subjek 2, dirinya merasa sangat sedih sekali karena sudah ditinggal mati oleh suaminya. Subjek merasakan perasaan kesepian ketika ditinggal cucu-cucunya pergi ke luar rumah. Subjek merasakan perasaan kesepian itu paling lama 1 hari. Pada subjek 3, dirinya tidak merasa was-was saat istrinya pergi ke luar kota selama beberapa hari. Karena subjek yakin, istrinya sudah istiqomah, sudah punya dasar agama yang kuat. Subjek merasa ikhlas sehingga tidak ada ketimpangan dalam keluarga. Subjek merasakan perasaan kesepian pada saat-saat libur seperti hari Minggu, tidak ada anak dan cucu-cucunya yang main ke rumahnya, dan paling lama
sekitar satu hari. Sedangkan pada saat hari-hari biasa subjek tidak merasakan perasaan kesepian karena kegiatan dan pekerjaannya di Yayasan tempatnya bekerja. Pada subjek 4, Subjek tidak merasa khawatir saat suaminya pergi ke luar kota selama beberapa hari. Subjek hanya bisa mendo’akan supaya suaminya sehat, selamat, dan tidak ada halangan apa-apa. Subjek merasakan perasaan kesepian saat ingat ibunya yang sudah meninggal dunia. Lamanya perasaan tersebut sekitar satu hari. Subjek merasa sedih saat teringat dengan Ibunya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesepian lansia pria dan wanita yang bekerja dan tidak bekerja adalah pada subjek 2 subjek 3, dan subjek 4 mengenai kaitan status usia dengan kesepian, ketiga subjek mengatakan bahwa usia berkaitan dengan kesepian. Usia mereka yang sudah di atas 60 tahun membuat mereka merasakan perasaan kesepian. Sedangkan menurut subjek 1, usianya yang sudah di atas 60 tahun tidak membuatnya merasakan perasaan kesepian. Pada subjek 1, subjek 2, subjek 3, dan subjek 4 mengenai kaitan situasi pekerjaan dengan kesepian, keempat subjek samasama mengatakan bahwa pekerjaan berkaitan dengan kesepian. Jika ada suatu kesibukan seperti pekerjaan, maka perasaan kesepian tersebut tidak terasa. Kata Kunci
: kesepian, lansia pria dan wanita, bekerja dan tidak bekerja.
A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial manusia memerlukan hubungan interpersonal, dan manusia memerlukan interaksi tersebut dalam berbagai bentuk. Manusia tidak akan pernah lepas dari hubungannya dengan orang lain, mulai dari bangun pagi, sampai tidur kembali di malam harinya. Hubungan di antara mereka itu ada yang bersifat formil, ada yang hanya sekedar basa-basi sehingga tidak mendalam, ada pula yang mendalam di mana mereka dapat mencurahkan isi hati, berkeluh-kesah dan meminta tolong ketika dalam kesulitan. Kesepian tidak sama dengan kesendirian. Kesepian merupakan pengalaman subjektif, tergantung interpretasi orang tersebut terhadap berbagai situasi. Sedangkan kesendirian merupakan kondisi objektif dan dapat diamati. Menurut Weiss (dalam Widyarini, 2004), terdapat dua tipe kesepian, kesepian secara sosial dan kesepian secara emosional. Emotional Loneliness adalah kesepian yang disebabkan kurang dekat-
intim-lekat dalam hubungan dengan seseorang. Social Loneliness adalah hasil dari ketiadaan teman dan family atau jaringan sosial tempat berbagi minat dan aktivitas. Trait Loneliness merupakan pola perasaan kesepian yang stabil, yang hanya sedikit berubah tergantung situasi. Pada umumnya orang yang memiliki harga diri yang rendah lebih sering mengalami trait loneliness. State Loneliness merupakan kesepian yang lebih temporer yang seringkali disebabkan oleh perubahan yang dramatis dalam kehidupan. Kesepian ini akan hilang bila telah ditemukan jaringan sosial yang baru. Berbagai reaksi muncul dalam menghadapi kesepian, dapat berupa reaksi pasif dan reaksi aktif. Reaksi pasif dapat berupa menangis, tidur, makan, minum, menggunakan obat penenang, terus-menerus menonton TV. Sedangkan reaksi aktif dapat berupa melibatkan diri dalam aktivitas-aktivitas seperti menyalurkan hobby, belajar, berolah raga, pergi ke bioskop, shopping sambil bersenang-
senang, mengusahakan kontak sosial, menelepon, atau mengunjungi orang lain. Pria dan wanita yang berusia enam puluh tahun ke atas atau yang biasanya disebut dengan lansia, adalah orangorang beresiko untuk merasakan kesepian (Hurlock, 1997). Berbagai alasan yang dikemukakan oleh mereka tentang kesepian yang mereka alami adalah karena baru saja ditinggal mati oleh suami atau istrinya atau bahkan sudah bertahun-tahun lamanya, anakanak mereka yang sudah menikah dan hidup terpisah dengan mereka untuk membangun kehidupan yang baru, lansia yang memang tidak memiliki keturunan dan sanak saudara yang dekat dengan tempat tinggal lansia itu sendiri, dan lain-lain. Latihan fisik dan kesibukan bekerja dapat mencegah atau paling tidak menghambat kecepatan penurunan kemampuan motorik (Hurlock, 1997). Kenyatannya masih banyak lansia di Indonesia yang terpaksa masuk pasar kerja. Penelitian Wirakartakusumah dkk (1995) menunjukkan bahwa persentase lansia yang bekerja jauh melebihi persentase kelompoknya yang menjalani pensiun penuh. Sementara itu persentase wanita lansia yang bekerja lebih rendah daripada persentase kelompoknya yang menjalani pensiun penuh. Selain itu, hanya sedikit lansia yang berpendidikan tinggi yang masih bekerja. Hasil penelitian Wirakartakusumah dkk (1995) juga memperlihatkan bahwa ada korelasi yang kuat antara pendidikan lansia dengan kecenderungan mereka untuk hidup sendiri. Data menunjukkan bahwa persentase lansia tanpa pendidikan formal
tetapi hidup dengan anak-anak mereka yang sudah menikah lebih rendah daripada persentase kelompoknya yang mempunyai pendidikan formal. Persentase lansia menikah yang masih bekerja meningkat pada lansia yang berstatus cerai. Dan jumlah lansia wanita yang tinggal dengan kerabatnya lebih banyak daripada laki-laki. Lansia yang berstatus janda dan lansia yang berusia 65 tahun ke atas lebih menyukai tinggal dengan anak-anaknya yang sudah menikah (www.epsikologi.com). Banyak lansia pria dan wanita yang memutuskan untuk tetap bekerja, dan banyak pula lansia pria dan wanita yang tidak bekerja di masa tua mereka karena sudah pensiun atau memang karena fisik mereka yang semakin menurun dan tidak memungkinkan lagi untuk bekerja, sehingga lansia pria dan wanita yang tidak bekerja hanya mengandalkan bantuan keluarga, dalam hal ini utamanya anak atau keluarga dekat lainnya. Pentingnya penelitian ini diharapkan pria dan wanita lansia mungkin dapat berbagi perasaannya dengan keluarga seperti saudara kandung (kakak atau adik), anak, serta anggota keluarga lainnya. Dengan demikian, mungkin mereka akan dapat mengurangi perasaan kesepiannya atau bahkan mereka tidak mengalami perasaan kesepian seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Bagi lansia pria dan wanita yang bekerja mungkin dapat mengurangi perasaan kesepian yang mereka rasakan. Bagi lansia pria dan wanita yang tidak bekerja mungkin dapat lebih menikmati waktu luang karena aktivitas sehari-hari yang mungkin sejalan dengan bertambahnya usia mereka.
2. Pertanyaan Penelitian a. Bagaimanakah gambaran kesepian lansia pria dan wanita yang bekerja dan tidak bekerja ? b. Bagaimanakah gambaran kesepian lansia pria dan wanita ? c. Mengapa subjek memiliki kesepian seperti itu ? 3. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui tentang gambaran kesepian lansia pria dan wanita yang bekerja dan tidak bekerja. b. Untuk mengetahui tentang gambaran kesepian lansia pria dan wanita. c. Untuk mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi kesepian subjek. B. TINJAUAN PUSTAKA 1. Definisi Kesepian Menurut Nugroho dan Muchji (dalam Hanira, 1997), kesepian berasal dari kata sepi yang berarti sunyi atau lengang, tidak berteman, setiap orang pernah mengalami kesepian karena kesepian bagian dari hidup manusia, lama rasa sepi itu tergantung pada mental orang dan kasus penyebabnya. 2
Karakteristik Kesepian a. Harga Diri yang Rendah b. Kecemasan Sosial c. Perasaan Malu Ditemukan pula tiga pola tingkah laku yang umum pada orang-orang yang kesepian, yaitu : a. Mereka mempunyai pola yang berbeda dengan orang normal dalam hal keterbukaan diri atau self disclosing. b. Perilaku orang yang kesepian mencerminkan fokus terhadap diri atau self focused yang lebih besar dibandingkan dengan orang yang tidak kesepian.
c.
Mereka kurang berani mengambil resiko dan lebih pemalu.
3. Tipe-tipe Kesepian a. Kesepian Emosional b. Kesepian Sosial Beck dan Young (dalam Hanira, 1997) membedakan tiga jenis perasaan kesepian berdasarkan waktunya, yaitu : a. Chronic Loneliness b. Situational Loneliness c. Transient Loneliness 4. Faktor-faktor Mempengaruhi Kesepian a. Seks b. Status Marital c. Usia d. Situasi pekerjaan
yang
5. Definisi Lansia Menurut Tunner dan Helms (1983), lansia juga merupakan periode kritik terhadap penilaian diri, waktu untuk mengevaluasi kembali kesuksesan dan kegagalan seseorang dan selama mengevaluasi masa lalu dan mencoba untuk menghadapi masa sekarang, lansia dihadapkan dengan persiapan untuk hari mendatang. Menurut Burnside (1979) batasan lansia adalah : a. The Young Old (60-69 tahun) b. The Middle Old (70-79 tahun) c. The Old-Old (80-89 tahun) d. The Very Old-Old (90-99 tahun) 6. Tugas Perkembangan Lansia a. Menemukan tempat tinggal yang memuaskan untuk masa tua. b. Menyesuaikan diri dengan pensiun yang diperoleh. c. Memelihara pasangan. d. Mempersiapkan diri untuk hidup tanpa pasangan, atau
menghadapi kematian diri sendiri. e. Memelihara hubungan dengan anak cucu. 7. Masalah yang Dihadapi Lansia a. Keadaan fisik lemah dan tak berdaya sehingga harus tergantung kepada orang lain. b. Status ekonominya yang terancam sehingga harus melakukan perubahan yang besar dalam kehidupannya. c. Menentukan kondisi hidup yang sesuai dengan perubahan status ekonomi dan kondisi fisiknya. d. Mencari teman baru. e. Mengembangkan kegiatan baru untuk mengatasi waktu luang. 8. Perubahan-perubahan yang Terjadi pada Lansia a. Perubahan fisik b. Pendengaran c. Penciuman dan perasa d. Perubahan psikologis 9. Definisi Pria dan Wanita Menurut Cage dan Berliner (dalam Renardi, 1991) pria selalu diasosiasikan dengan kekuatan, agresif. Sementara wanita diasosiasikan dengan positif, sabar, lembut. Beberapa ciri yang mendasar pada pria dan wanita, yaitu : a. Ciri-ciri pria : Melindungi, rasional, berani, agresif, tegar, kasar, terbuka, ingin menguasai, tegas, maskulin, ingin menjadi pemimpin, solider, pantang putus asa, keras, dan pemarah. b. Ciri-ciri wanita : Peka, lembut, cerewet, emosional, manja, keibuan, senang berdandan, penyabar, pemalu, mudah takut, cengeng, jujur,
materialistik, setia, tertutup, dan penuh pengertian. 10. Definisi Bekerja
Bekerja
dan
tidak
Menurut Hegel (dalam Anoraga, 2001), inti pekerjaan adalah kesadaran manusia. Pekerjaan memungkinkan orang dapat menyatakan diri secara objektif ke dunia ini, sehingga ia dan orang lain dapat memandang dan memahami keberadaan dirinya. C. METODE PENELITIAN 1. Pendekatan Penelitian Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang masalah-masalah manusia dan sosial, bukan mendeskripsikan bagian permukaan dari suatu realitas sebagaimana dilakukan penelitian kuantitatif dengan positivismenya (Basuki, 2006). 2. Subjek Penelitian Karakteristik subjek dalam penelitian ini adalah lansia berjenis kelamin pria dan wanita, berusia 60-81 tahun, masih bekerja maupun tidak bekerja/sudah pensiun, serta berjumlah 4 orang (2 pria dan 2 wanita). 3. Tahap-tahap Penelitian a. Tahap Persiapan Penelitian b. Tahap Pelaksanaan Penelitian 4. Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara Menurut Basuki (2006), wawancara merupakan suatu kegiatan tanya jawab dengan tatap muka (face to face) antara pewawancara (interviewer) dengan yang diwawancarai (interviewee) tentang masalah yang diteliti.
b. Observasi Menurut Basuki (2006), observasi adalah studi yang disengaja dan dilakukan secara sistematis, terencana, terarah pada suatu tujuan dengan mengamati dan mencatat fenomena atau perilaku satu atau sekelompok orang dalam konteks kehidupan sehari-hari. Beberapa jenis observasi menurut Riyanto (2001), dapat dikemukakan sebagai berikut : 1) Observasi partisipan 2) Observasi non partisipan 3) Observasi sistematik 4) Observasi tidak sistematik 5) Observasi eksperimental Dalam penelitian ini teknik observasi non partisipan dimana di dalam penelitian, peneliti tidak berperan serta ikut ambil bagian dalam kehidupan orang yang diobservasi. 5. Alat Bantu Penelitian a. Pedoman Wawancara b. Pedoman Observasi c. Alat Perekam (tape recorder) 6. Keabsahan dan Keajegan dalam Penelitian Ada empat kriteria yang digunakan menurut Moleong (2002) : a. Derajat Kepercayaan b. Keterahlian c. Ketergantungan d. Kepastian Denzin (dalam Moleong, 2002) membedakan empat macam triangulasi, yaitu: a. Triangulasi dengan sumber, berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh
melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. b. Triangulasi dengan metode, berarti penggunaan berbagai metode untuk meneliti suatu hal, seperti metode wawancara dan metode observasi. c. Triangulasi dengan peneliti atau pengamat. Berarti memanfaatkan peneliti atau pengamat lain untuk keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan data. d. Triangulasi dengan teori, menurut Lincoln dan Guba (dalam Moleong, 2002), berdasarkan anggapan bahwa fakta tertentu tidak dapat diperiksa darajat kepercayaannya dengan satu atau lebih teori. Di pihak lain, Patton berpendapat lain, yaitu bahwa hal itu dinamakan penjelasan banding. 7. Teknik Analisis Data a. Mengorganisasikan data dari tiap-tiap sumber subjek dengan rapi, sistematis, dan selengkap mungkin. b. Membubuhkan kode-kode pada materi yang diperoleh. c. Analisis antar kasus. d. Menginterpretasikan data. D. HASIL DAN ANALISIS 1. Pembahasan a. Gambaran kesepian lansia pria dan wanita yang bekerja dan tidak bekerja Secara umum, subjek 1 dan subjek 2 menilai dirinya merasa kesepian, subjek juga mengalami kesulitan dalam bersosialisasi dan kurang mampu membuka diri pada orang lain, subjek merasa gugup bila berada di tengah orang dan situasi yang baru dikenalnya. Subjek 3 menilai dirinya
juga merasa kesepian, subjek tidak mengalami kesulitan dalam bersosialisasi dan mampu membuka diri pada orang lain, subjek tidak merasa gugup bila berada di tengah orang dan situasi yang baru dikenalnya. Subjek 4 menilai dirinya tidak merasa kesepian, subjek tidak mengalami kesulitan dalam bersosialisasi dan mampu membuka diri pada orang lain, subjek tidak merasa gugup bila berada di tengah orang dan situasi yang baru dikenalnya. Menurut Peplau dan Perlman (1982), karakteristik kepribadian yang berperan dalam berkembangnya perasaan kesepian pada diri seseorang, dapat dijabarkan sebagai berikut : 1) Harga Diri yang Rendah Pada kasus subjek 1 dan subjek 2 dapat dilihat bahwa mereka menganggap dirinya adalah orang yang suka menolong orang lain. Sedangkan subjek 3 dan subjek 4 menganggap dirinya adalah orang yang biasa saja seperti orang lain yang tidak punya kelebihan apa-apa. 2) Kecemasan Sosial Pada kasus subjek subjek 1 sampai subjek 4, mereka melakukan sosialisasi dengan cara mengikuti pengajian yang ada di lingkungan rumah mereka. Subjek 3 juga menambahkan bahwa dirinya bersosialisasi dengan cara menghormati orang yang lebih tua, dan menyayangi orang yang lebih muda
darinya, dan juga aktif dalam berbagai organisasi dan partai. 3) Perasaan Malu Pada kasus subjek subjek 1 dan subjek 3, mereka mengatakan bahwa kesulitankesulitan yang dialami saat bersosialisasi adalah orang lain kurang dapat memahami apa yang mereka bicarakan atau maksudkan. Sedangkan subjek 2 memiliki pendapat yang berbeda. Subjek 2 mengatakan bahwa dirinya merasa takut atau malu jika dibilang meminta-minta bantuan saudara atau orang lain saat berkunjung ke rumah saudara atau temantemannya. Jarak dan uang juga menjadi hambatan bagi dirinya dalam melakukan sosialisasi. Subjek 4 juga memiliki pendapat yang berbeda. Subjek 4 mengatakan bahwa dirinya tidak mengalami kesulitan dalam melakukan sosialisasi. Usia, jarak, atau uang tidak menghalanginya untuk melakukan sosialisasi. Secara umum, subjek 1 dan subjek 2 sangat tertutup dalam masalah-masalah pribadi, dan juga kurang asertif dalam bergaul. Sedangkan subjek 3 dan subjek 4 terbuka dalam masalah-masalah pribadi, dan juga asertif dalam bergaul. Berdasarkan berbagai penelitian yang dilalakukan oleh Jones, dkk (dalam Hanira, 1997) ditemukan pula tiga pola tingkah laku
yang umum pada orangorang yang kesepian, yaitu : 1) Mereka mempunyai pola yang berbeda dengan orang normal dalam hal keterbukaan diri atau self disclosing. Pada kasus subjek 1, subjek 2, subjek 3, dan subjek 4 mengenai penerimaan orang lain terhadap diri mereka, orang lain menganggap mereka adalah orang yang baik, ramah, suka bertegur sapa, tidak pernah mempunyai masalah dengan orang lain. 2) Perilaku orang yang kesepian mencerminkan fokus terhadap diri atau self focused yang lebih besar dibandingkan dengan orang yang tidak kesepian. Pada kasus subjek 1 dan subjek 2 mengenai perasaan diri mereka saat berada pada lingkungan yang baru, mereka mengatakan bahwa mereka merasa takut jika berada pada lingkungan yang baru didatanginya. Sedangkan subjek 3 dan subjek 4 mengatakan bahwa mereka merasa tidak takut jika berada pada lingkungan yang baru didatanginya. 3) Mereka kurang berani mengambil resiko dan lebih pemalu. Pada kasus subjek 1, subjek 2, subjek 3, dan subjek 4 mengenai tingkah laku yang sering dilakukan, mereka mengatakan bahwa mereka mengikuti pengajian-pengajian yang ada di lingkungan
rumah mereka. Subjek 1 dan subjek 3 mengatakan bahwa mereka sering menolong orang yang membutuhkan bantuannya. Pada subjek 1, subjek 2, dan subjek 4, mereka mengatakan bahwa mereka setiap harinya mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Secara umum, subjek 1 memiliki tipe kesepian sosial, dimana subjek merasa bosan dan terpisah dari kehidupan sosial. Subjek 2 memiliki tipe kesepian emosional, dimana subjek mengalami perasaan kesendirian (aloneness) yang sungguhsungguh akibat subjek kehilangan pasangan hidupnya. Subjek 3 memiliki tipe kesepian emosional, dimana subjek mengalami perasaan kesendirian yang sungguh-sungguh akibat subjek keterpisahan dengan anak-anaknya. Sedangkan subjek 4 memiliki tipe kesepian emosional, dimana subjek mengalami perasaan kesendirian yang sungguh-sungguh akibat subjek kehilangan ibunya dan keterpisahan dengan anak-anaknya. Berbagai ahli berusaha mengetahui keadaan berkurangnya hubungan sosial yang bagaimana yang menimbulkan perasaan kesepian, Weiss (dalam Sears, 1994). Ia membedakan dua tipe kesepian yang penyebabnya berbeda, yaitu: 1) Kesepian Emosional Pada kasus subjek 3 dan subjek 4 mengenai perasaan subjek saat
ditinggal pergi pasangan, mereka mengatakan bahwa mereka tidak merasa khawatir jika pasangan mereka pergi ke luar kota selama beberapa hari. Subjek 1 mengatakan bahwa dirinya sangat khawatir jika istrinya pergi ke luar kota selama beberapa hari. Sedangkan subjek 2 mengatakan bahwa dirinya sangat sedih sekali karena sudah ditinggal mati oleh suami. Pada kasus subjek 1, subjek 2 dan subjek 3 mengenai perasaan mereka berpisah dengan anakanak, mereka mengatakan bahwa mereka merasa sedih sekali karena anak-anak mereka tinggal terpisah dengan mereka. Sedangkan subjek 4 memiliki pendapat yang berbeda dengan subjek yang lainnya. Subjek 4 memiliki pendapat bahwa dirinya merasa senang berpisah dengan anak-anaknya. Karena menurutnya memang sudah kewajiban anakanaknya yang sudah menikah untuk tinggal terpisah dengan orang tua. 2) Kesepian Sosial Pada kasus subjek 1, subjek 2, subjek 3, dan subjek 4 mengenai keterlibatan mereka pada jaringan sosial tertentu, mereka mengatakan bahwa mereka terlibat dalam pengajian yang diadakan di lingkungan tempat tinggal mereka.
Subjek 3 mengatakan dirinya juga terlibat pada organisasi Nahdatul Ulama sebagai Katib Suriah. Secara umum, subjek 1 sampai dengan subjek 4 memiliki jenis kesepian transient loneliness, dimana subjek merasakan kesepian bila sedang benar-benar dalam keadaan sendiri di mana dapat langung diatasi bila kembali dikelilingi oleh orang lain. Beck dan Young (dalam Hanira, 1997) membedakan tiga jenis perasaan kesepian berdasarkan waktunya, yaitu : 1) Chronic Loneliness Pada kasus subjek 1, subjek 2, subjek 3, dan subjek 4 mengenai lamanya kesepian yang mereka alami, mereka mengatakan bahwa mereka merasakan perasaan kesepian paling lama sekitar 1 hari. 2) Situational Loneliness Pada kasus Subjek 1 mengatakan bahwa kejadian penting dalam kehidupannya yaitu ketika anak pertamanya mengalami kecelakaan motor yang parah. Subjek 2 mengatakan bahwa kejadian penting dalam kehidupannya yaitu ketika pohon mangga yang ada di depan rumahnya rubuh karena dihantam oleh petir yang sangat besar, dan juga ketika dirinya hamil anak yang ke-10, tetapi keguguran. Subjek 3 mengatakan bahwa kejadian penting dalam kehidupannya yaitu ketika dirinya dituduh dan difitnah
sebagai orang yang menyimpang, orang yang mempunyai maksud mendirikan Negara Indonesia, NII. Sedangkan subjek 4 mengatakan bahwa kejadian penting dalam kehidupannya yaitu ketika Ibunya meninggal dunia pada tahun 1997. 3) Transient Loneliness Pada kasus subjek 2, subjek 3, dan subjek 4 mengenai cara subjek mengatasi kesepiannya, mereka mengatakan bahwa mereka mengobrol dengan orang lain untuk mengatasi kesepiannya. Subjek 2 dan subjek 3 mengatakan bahwa mereka biasanya menyetel televisi untuk mengatasi perasaan kesepian yang muncul dalam diri mereka. Sedangkan subjek 1 memiliki pendapat yang berbeda dengan subjek yang lainnya. Subjek 1 mengatakan bahwa biasanya dirinya mendengarkan lagulagu Jawa untuk mengatasi perasaan kesepian yang muncul. b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesepian Secara umum, faktor-faktor yang mempengaruhi kesepian subjek 1 diantaranya adalah jenis kelamin, status marital, usia, dan situasi pekerjaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesepian subjek 2 diantaranya adalah jenis kelamin, status marital, usia, dan situasi pekerjaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesepian subjek 3 diantaranya adalah
status marital, usia, dan situasi pekerjaan. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kesepian subjek 4 diantaranya adalah status marital, usia, dan situasi pekerjaan. Berbagai penelitian dilakukan sehubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kesepian, Fisher (dalam Matondang, 1991) yaitu seks, status marital, usia, dan situasi pekerjaan. 1) Seks Pada kasus subjek 1 dan subjek 2 dalam hal karakteristik pria dan wanita. Kedua subjek mengatakan bahwa pria adalah orang yang kuat secara fisik dibandingkan wanita. Sedangkan wanita menurut mereka adalah lemah secara fisik. Subjek 3 dan subjek 4 mengatakan bahwa pria adalah orang yang bertanggung jawab dengan keluarganya. Menurut subjek 3, wanita adalah orang yang harus menyesuaikan diri sebagai wanita muslim. Baik dalam berpakaian, berbicara, dan juga bergaul, harus sesuai dengan ajaran syariat Islam. Sedangkan menurut subjek 4, wanita adalah orang yang mengurus rumah tangga dan juga mengasuh anak. Pada kasus subjek 2 dan subjek 3 dalam hal kaitan jenis kelamin dengan kesepian, keduanya sama-sama mengatakan bahwa jenis kelamin berkaitan
dengan kesepian. Wanita lebih rentan mengalami perasaan kesepian dibanding dengan pria. Sedangkan subjek 1 mengatakan bahwa jenis kelamin berkaitan dengan kesepian, pria lebih rentan mengalami perasaan kesepian dibanding dengan wanita. Menurut subjek 4, diantara pria dan wanita tidak ada yang merasakan perasaan kesepian, karena menurutnya masingmasing memiliki kesibukan tertentu. 2) Status Marital Pada kasus subjek 1, subjek 2, subjek 3, dan subjek 4 mengenai arti sebuah pernikahan, mereka sama-sama mengatakan bahwa pernikahan adalah untuk memperoleh keturunan dan memperoleh kebahagiaan. Pada kasus subjek 1, subjek 2, subjek 3, dan subjek 4 mengenai kaitan status pernikahan dengan kesepian, mereka sama-sama mengatakan bahwa pernikahan berkaitan dengan kesepian. Subjek 1, subjek 2, dan subjek 3 mengatakan bahwa orang yang menikah cenderung tidak merasakan kesepian dibandingkan dengan orang yang tidak menikah. Sedangkan menurut subjek 4, orang yang belum menikah itu masih bisa bergaul dengan siapa saja, jadi tidak merasakan
perasaan kesepian. Tetapi jika sudah menjadi suami istri, akan mengalami perasaan kesepian. Karena hanya ada suami dengan istrinya saja. 3) Usia Pada kasus subjek 2 subjek 3, dan subjek 4 mengenai kaitan status usia dengan kesepian, ketiga subjek mengatakan bahwa usia berkaitan dengan kesepian. Usia mereka yang sudah di atas 60 tahun membuat mereka merasakan perasaan kesepian. Sedangkan menurut subjek 1, usianya yang sudah di atas 60 tahun tidak membuatnya merasakan perasaan kesepian. 4) Situasi Pekerjaan Pada kasus subjek 1, subjek 2, subjek 3, dan subjek 4 mengenai aktivitas sehari-hari subjek, mereka samasama mengikuti pengajian-pengajian yang ada di lingkungan rumah mereka. Subjek 1, subjek 2, dan subjek 4 mengatakan bahwa mereka setiap harinya mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Sedangkan subjek 3, aktivitas sehari-hari yang dilakukan adalah masih bekerja di Yayasan Darul Irfan sebagai sekretaris Yayasan Darul Irfan. Pada kasus subjek 1, subjek 2, subjek 3, dan subjek 4 mengenai kaitan situasi pekerjaan dengan kesepian, keempat subjek sama-
sama mengatakan bahwa pekerjaan berkaitan dengan kesepian. Jika ada suatu kesibukan seperti pekerjaan, maka perasaan kesepian tersebut tidak terasa. E. PENUTUP 1. Kesimpulan a. Gambaran kesepian lansia pria dan wanita yang bekerja dan tidak bekerja Secara umum, subjek 1 dan subjek 2 menilai dirinya merasa kesepian, subjek juga mengalami kesulitan dalam bersosialisasi dan kurang mampu membuka diri pada orang lain, subjek merasa gugup bila berada di tengah orang dan situasi yang baru dikenalnya. Subjek 3 menilai dirinya juga merasa kesepian, namun subjek tidak mengalami kesulitan dalam bersosialisasi dan mampu membuka diri pada orang lain, subjek tidak merasa gugup bila berada di tengah orang dan situasi yang baru dikenalnya. Subjek 4 menilai dirinya tidak merasa kesepian, subjek tidak mengalami kesulitan dalam bersosialisasi dan mampu membuka diri pada orang lain, subjek tidak merasa gugup bila berada di tengah orang dan situasi yang baru dikenalnya. Subjek 1 dan subjek 2 sangat tertutup dalam masalah-masalah pribadi, dan juga kurang asertif dalam bergaul. Sedangkan subjek 3 dan subjek 4 terbuka dalam masalahmasalah pribadi, dan juga asertif dalam bergaul. Subjek 1 memiliki tipe kesepian sosial, dimana subjek merasa bosan dan
terpisah dari kehidupan sosial. Subjek 2 memiliki tipe kesepian emosional, dimana subjek mengalami perasaan kesendirian (aloneness) yang sungguhsungguh akibat subjek kehilangan pasangan hidupnya. Subjek 3 memiliki tipe kesepian emosional, dimana subjek mengalami perasaan kesendirian (aloneness) yang sungguhsungguh akibat subjek keterpisahan dengan anakanaknya. Sedangkan subjek 4 memiliki tipe kesepian emosional, dimana subjek mengalami perasaan kesendirian (aloneness) yang sungguh-sungguh akibat subjek kehilangan ibunya dan keterpisahan dengan anak-anaknya. Subjek 1 sampai dengan subjek 4 memiliki jenis kesepian transient loneliness, dimana subjek merasakan kesepian bila sedang benar-benar dalam keadaan sendiri dimana dapat langsung diatasi bila kembali dikelilingi oleh orang lain. Diantara subjek pria dan wanita, yang lebih merasakan perasaan kesepian adalah wanita, karena wanita lebih mungkin mengakui dirinya merasa kesepian daripada pria. Sedangkan pria lebih banyak mengingkari kesepian yang dialaminya. Salah satu alasan untuk hal tersebut adalah bahwa pria yang kesepian kurang dapat diterima dan lebih sering ditolak secara sosial. Pria dianggap kurang pantas mengekspresikan emosinya, dan pria yang menyatakan dirinya kesepian berarti
menyimpang dari harapan tersebut. Diantara subjek yang bekerja dan yang tidak bekerja, yang lebih merasakan perasaan kesepian adalah mereka yang tidak bekerja, karena mereka tidak memiliki kesibukan seperti pekerjaan di luar rumah untuk mengatasi perasaan kesepiannya. Sedangkan mereka yang bekerja bisa mengatasi perasaan kesepian yang mereka alami dengan menyibukkan diri dalam rutinitas pekerjaan di luar rumah. b. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesepian Secara umum, faktorfaktor yang mempengaruhi kesepian subjek 1 dan subjek 2 diantaranya adalah jenis kelamin, status marital, usia, dan situasi pekerjaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesepian subjek 3 dan subjek 4 diantaranya adalah status marital, usia, dan situasi pekerjaan. 2. Saran Dari hasil penelitian tentang kesepian lansia pria dan wanita yang bekerja dan tidak bekerja, maka saran yang diajukan oleh penulis terhadap penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Kepada Subjek Bagi subjek yang sudah tidak bekerja lagi, disarankan agar memiliki kesibukan-kesibukan di rumah seperti aktif dalam kegiatan atau organisasi yang diadakan di lingkungan rumah, melakukan aktivitasaktivitas yang positif, lebih terbuka dengan pasangan dan keluarga, mau berbagi pengalaman-
pengalamannya kepada orang lain, bersosialisasi dengan orang lain, sehingga dapat mengurangi perasaan kesepian yang mereka alami. Bagi subjek yang masih bekerja, disarankan agar tidak terlalu larut dengan pekerjaan untuk mengurangi perasaan kesepian yang mereka alami. Lebih terbuka dengan pasangan dan keluarga, terus melakukan sosialisasi dan interaksi dengan orang lain, selalu berkomunikasi dengan pasangan dan keluarga. b. Kepada Keluarga Subjek Kepada keluarga subjek, disarankan agar lebih memperhatikan subjek dalam bersosialisasi dengan lingkungan di sekitarnya, berkomunikasi dengan orang lain, maupun dalam berinteraksi dengan orang lain, mau mendengarkan semua perkataan subjek, lebih dapat menerima dan mengerti subjek, sehingga subjek tidak merasakan perasaan kesepian. c. Kepada Masyarakat Kepada masyarakat, disarankan agar memberikan perlakuan yang tepat kepada lansia, terutama yang berkaitan dengan kehidupan interpersonalnya seperti bersosialisasi, berkomunikasi, dan berinteraksi sehingga para lansia tidak merasakan perasaan kesepian. d. Kepada Penelitian Selanjutnya 1) Dalam menerapkan metode penelitian disarankan agar menggunakan metode kuantitatif, sehingga hasil penelitian dapat digeneralisasikan.
2) Diharapkan dapat mengembangkan penelitian mengenai kesepian, misalnya mencari gambaran kesepian lansia pria dan wanita yang tinggal di Panti Werdha dan yang tinggal di rumah. F. DAFTAR PUSTAKA Anoraga, D. (2001). Perbedaan kemandirian pada wanita dewasa madya yang bekerja dan tidak bekerja. Skipsi. (Tidak diterbitkan). Depok : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Baron, R. A. & Byrne, D. (1997). th Social psychology. 8 Edition. Boston : Allyn & Bacon. Basuki, H. (2006). Penelitian kualitatif untuk ilmu kemanusiaan dan budaya. Depok : Universitas Gunadarma. Birren, James E., & R. Bruce S. (1980). Handbook of mental health and aging. New York : Prentice Hall Inc. Bruno, F. J. (2000). Conquer loneliness : Menaklukkan kesepian. Alih Bahasa : Sitanggang, A. R. H. Jakarta : P. T. Gramedia Pustaka Utama. Budi, S. R. T. (1989). Hubungan antara kesepian dengan perilaku asertif dan berpikir rasional. Skipsi. (Tidak diterbitkan). Depok : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Burnside, I. M., P. Ebersole, & H. E. Monea. (1979). Psychosocial caring throughout the life span. New York : Mc. Graw Hill Inc.
Dagun, S. M. (1992). Maskulin dan feminin : Perbedaan priawanita dalam fisiologi, psikologi, seksual, karir, dan masa depan. Jakarta : P. T. Gramedia Pustaka Utama. Deaux, K., Dane, F. C., & Wrightsman, L. S. (1993). Social psychology in the ‘90s. 6th Edition. Pasivic Grove, California : Brooks/Cole Publishing Company. Duval, E. M. & Brent, C. Miller. (1985). Marriage & family th development. 6 Edition. New York : Harper & Row Publ. Derlega, V. J. & Margulis, S. T. (1993). Self disclosure. Newburry Park : Sage Publication Inc. Hanira. (1997). Hubungan antara kesepian dengan rasa percaya terhadap orang lain. Skripsi. (Tidak diterbitkan). Depok : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Hertamina, M. R. (1996). Dorongan sosial pada panti werdha. Skripsi. (Tidak diterbitkan). Depok : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Hurlock, E. B. (1997). Psikologi perkembangan suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Alih Bahasa : Istiwidayanti. Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga. Matondang, C. J. (1991). Perasaan kesepian pada lansia dan wanita lajang. Skripsi. (Tidak diterbitkan). Depok : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Moleong, L. J. (2002). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung : P. T. Remaja Rosdakarya.
Monks, F. J., Knoers, A. M. P., & Haditono, S. R. (1982). Psikologi perkembangan pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Papalia, D. E. & Olds. S. W. (1995). th Human development. 9 Edition. New York : Mc GrawHill. Peplau, L. A. & Perlman, D. (1982). Loneliness : A sourcebook of current theory, research, and therapy. New York : John Wiley & Soas. Poerwandari, E. K. (1998). Pendekatan kualitatif dalam penelitian psikologi. Jakarta : Lembaga Pengembangan Sarana Pengukur dan Pendidikan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Renardi, E. (1991). Hubungan antara peran jenis kelamin dengan kemampuan interpersonal pada para siswa lulusan co-edukasi dan sma non co-edukasi di jakarta. Skripsi. (Tidak diterbitkan). Depok : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Riyanto, Y. (2001). Metode penelitian pendidikan. Surabaya : Sic. Sari, A. (1993). Studi perbandingan perbedaan kesepian antara lansia yang tinggal di rumah dengan lansia yang tinggal di panti werdha. Skripsi. (Tidak diterbitkan). Depok : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Sarwono, S. W. (2002). Psikologi sosial : Individu dan teori-teori psikologi sosial. Jakarta : Balai Pustaka.
Schultz, J. R. & Moore, N. R. (1984). Loneliness : Correlated, atributions and coping among older adult. Personality and Social Psychology. Sears, D. O., Taylor, S. E., & Peplau, L. A. (1991). Social th psychology. 7 Edition. Englewood Cliff NJ : Prentice Hall International, Inc. Shadden, Barbara, B. (1998). Communication behavior and aging : A sourcebook for clinicians. Baltimore : Williams and Wilkins. Simposium psikologi usia lanjut, ispsi cabang jateng. Semarang : RS. Dr. Kariadi Fk. Undip. Troll, L. E. (1982). Continuations : Adult development & aging. Monterey, Cal. : Brooks/Cole Publ. Co. Turner, J. S. & Helms, D. B. (1983). Lifespan development. Orlando : Harcourt Brace. Weiss, R. (1975). What to do about loneliness. Http ://www.willygograzy.org. Diakses 10 Juni 2007. Widyarini, N. M. (2004). Hand-out kuliah psikologi sosial. Depok : Universitas Gunadarma. Wirakartakusumah. (1995). Lansia bekerja. Http ://www.epsikologi.com. Diakses 5 September 2007.