KESANTUNAN BERBAHASA DALAM MATA NAJWA (TINJAUAN PRAGMATIK) Qonita Fitra Yuni Mahasiswa Magister Pendidikan Bahasa Indonesia
ABSTRAK: Kaidah kesantunan dipakai dalam setiap tindak berbahasa. Kesantunan berbahasa bentuk deklaratif mempunyai berbagai fungsi. Pada tuturan yang menunjukkan sikap menghormati mitra tutur deklaratif berfungsi sebagai pernyataan rasa hormat dan sapaan penutur terhadap mitra tutur, menghargai orang ke tiga, memberi dukungan dengan penanda gaya bahasa, menghormati orang ke tiga dengan penanda inisial dan nomina pengacu sikap rendah hati dan memuji mitra tutur terdapat pada tuturan yang menunjukkan sikap rendah hati.Bentuk interogatif mempunyai beberapa fungsi, fungsi penyelamatan muka mitra tutur, permintaan pengakuan, permintaan keterangan, permintaan pendapat atau meminta pendapat, dan menunjukkan kepercayaan terhadap mitra tutur.Bentuk imperatif tiga fungsi. Fungsi pertama sebagai pemberian ucapan selamat pada tuturan yang menunjukkan sikap menghormati mitra tutur. Fungsi kedua memohon atau meminta dengan penanda bahasa jenis kalimat pada tuturan yang menunjukkan sikap menghargai orang ke tiga. Fungsi ketiga adalah meminta maaf dengan penanda diksi mohon pada tuturan yang menunjukkan sikap rendah hati. Kata kunci: kesantunan berbahasa, tuturan, bentuk kesantunan, fungsi kesantunan. Dalam berkomunikasi akan terjadi interaksi jika ada yang bertanya dan yang menjawab, ada yang meminta dan ada yang memberi, ada yang memerintah dan ada yang melakukan, ada yang memberi tahu dan ada yang menanggapi, dan sebagainya (Sumarsono dalam Pranowo, 2004:164).Sebuah interaksi sosial akan terjalin dengan baik jika syarat-syarat tertentu terpenuhi, salah satunya adalah kesadaran akan bentuk sopan santun. Bentuk sopan santun dapat diungkapkan dengan berbagai hal. Salah satu penanda sopan santun
adalah penggunaan bentuk pronomina dalam percakapan (Kushartanti, 2005:105). Sopan santun atau tata krama adalah salah satu wujud penghormatan seseorang kepada orang lain. Penghormatan atau penghargaan terhadap sesama bersifat manusiawi. Saling menghargai merupakan salah satu kekhasan manusia sebagai makhluk berakal budi, yaitu makhluk yang berilakunya senantiasa berdasarkan pada pertimbangan akal budi daripada insting (Baryadi, 2005:71).
NOSI Volume 1, Nomor 7, Agustus 2013 ___________________________Halaman | 706
Baryadi (dalam Pranowo, 2005:71) menjelaskan, menurut jenis perilakunya sopan santun dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu sopan santun nonverbal dan sopan santun verbal. Sopan santun nonverbal adalah sopan santun perilaku biasa seperti makan, minum, bertamu, bergaul, berpakaian, dan berjalan. Sopan santun verbal merupakan sopan santun perilaku dengan menggunakan bahasa atau sopan santun berbahasa seperti sopan santun berbicara, menyapa, menyuruh, menelepon, berterima kasih, meminta maaf, mengritik. Sopan santun berbahasa disebut pula tata krama berbahasa atau etiket berbahasa. Dasar terciptanya sopan santun berbahasa adalah sikap hormat penutur kepada mitratutur yang terwujud dalam penggunaan bahasanya. Sopan santun berbahasa merupakan sikap hormat penutur kepada mitratutur yang diwujudkan dalam tuturan yang sopan dan tuturan yang sopan dilahirkan dari sikap yang hormat pula. Suwadji (Baryadi dalam Pranowo, 2005:71) mengemukakan bahwa sopan santun berbahasa adalah seperangkat prinsip yang disepakati oleh masyarkat bahasa untuk menciptakan hubungan yang saling menghargai antara anggota masyarakat pemakai bahasa yang satu dengan anggota yang lain. Bentuk lain dari sopan santun adalah pengungkapan suatu hal dengan cara tidak langsung. Salah satu bentuk ketidaklangsungan dapat ditemukan di dalam maksud yang tersirat di dalam suatu ujaran. Di dalam hal ini, ketidaklangsungan mensyaratkan kemampuan sesorang untuk menangkap maksud yang tersirat, misalnya menanggapi sebuah kalimat yang diujarkan orang lain sebagai sebuah perintah. Maksud
yang terkandung di dalam ujaran itu disebut implikatur (Kushartanti, 2005:106). Memahami apa yang terjadi di dalam sebuah percakapan, misalnya, kita perlu mengetahui siapa saja yang terlibat di dalamnya, bagaimana hubungan dan jarak sosial di antara mereka, atau status relatif di antara mereka. Pembicaraan di dalam percakapan juga harus berusaha agar apa yang dikatakannya relevan dengan situasi di dalam percakapan itu, jelas dan mudah dipahami oleh pendengarnya. Sehingga orang lain juga dapat menangkap maksud tersirat yang terkandung di dalam ujaran tersebut. Televisi merupakan salah satu bentuk komunikasi masyarakat secara tidak langsung. Di dalam televisi banyak ditemukan tuturantuturan baik yang dengan menggunakan pengungkapan suatu hal dengan cara langsung atau pengungkapan suatu hal dengan cara tidak langsung. Untuk yang tuturan tidak langsung tidak semua orang dapat menangkap maksud yang diingin disampaikan oleh penutur dalam tuturannya. Karena tidak semua orang memiliki kesamaan latar belakang pengetahuan tentang sesuatu yang dipertuturkan itu. Untuk itu, penelitian ini bermaksud mengungkap implikatur dalam tuturan di televisi dan penandapenanda apa saja yang menandakan bahwa ujaran itu santun atau tidak, karena tuturan-tuturan dalam televisi bukanlah tanpa maksud. Salah satu acara yang dapat dijumpai di televisi adalah Mata Najwa yang dipandu oleh Najwa Shihab. Najwa Shihab adalah salah satu jurnalis terbaik yang dimiliki negeri ini. Melalui Mata Najwa yang ditayangkan oleh Metro TV Hari
NOSI Volume 1, Nomor 7, Agustus 2013 ___________________________Halaman | 707
Rabu pukul 21.30 wib., masyarakat diajak mengulas berbagai topik secara mendalam untuk mendapatkan kebenaran dari topik tersebut. Najwa juga akan menghadirkan berbagai nara sumber yang kompeten dan relevan terkait topik yang sedang dibahasnya. Najwa termasuk wartawan yang pertama mewawancarai PresidenSBY, tidak lama setelah pelantikan. Hampir semua tokoh politk nasional pernah ia wawancarai. Tokoh manca negara yang pernah ia wawancarai, antara lain adalah mantan DeputiPerdana MenteriMalaysiaAnwar Ibrahim. Gayanya yang kritis ketika mewawancarai bintang tamunya terkadang membuat tokoh yang dia undang kebingungan menjawab. Tidak jarang Najwa melontarkan pertanyaan sebelum tamunya menjawab. METODE PENELITIAN Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Pada langkah awal peneliti mengumpulkan fakta/data pada suatu latar alamiah. Latar alamiah yang dimaksud di sini adalah tuturan-tuturan dalam acara Mata Najwa dan konteksnya) terlebih dahulu yang dijadikan sebagai sumber data langsung. Penelitian ini mementingkan proses daripada hasil. Selain itu penelitian ini menghasilkan data yang berupa kata-kata lisan atau tuturan-tuturan di dalam acara Mata Najwa yang kemudian ditranskripsi sehingga menjadi data tertulis yang disertai konteks dan keterangan nonverbal atau gesture nya Peneliti secara murni hadir sebagai seorang yang mengamati dan mengumpulkan data yang berupa tuturan-tuturan pada acara Mata Najwa. Kehadiran peneliti tidak
diketahui oleh subyek dan atau informan. Peneliti mentranskripsi acara Mata Najwa pada episode di bulan Februari 2013. Menurut Moleong (2006) instrumen penelitian kualitatif adalah peneliti itu sendiri sebagai alat pengumpul data. Waktu penelitian sebulan penuh pada bulan Februari 2013. Peneliti terlebih dahulu menyimak acara Mata Najwa yang disiarkan pada tanggal 6, 13, 20, dan 27 Februari 2013. Acara ini tayang pada setiap Rabu pukul 21.30 wib. Setelah menyimak satu episode peneliti mencari video episode tersebut pada website acara Mata Najwa, MetroTV, maupun Youtube kemudian mengunduhnya dan melakukan transkripsi, dan seterusnya sampai episode terakhir Februari 2013. Sumber data penelitian ini adalah tuturan-tuturan yang ada dalam acara Mata Najwa 4 episode pada bulan Februari 2013, baik tuturan Najwa Syihab maupun narasumber. Sedangkan data dalam penelitian ini adalah data yang berwujud kata-kata, yakni tuturan-tuturan yang ada di dalam acara Mata Najwa beserta konteksnya. Data tersebut diperoleh dari transkripsi yang dilakukan peneliti melalui video yang telah diunduh di www.youtube.com. Metode pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode penyimakan dan penulisan, yakni dengan menyimak penggunaan bahasa. Dalam pelaksanaan pengumpulan data di dalam penelitian ini, metode simak diwujudkan lewat teknik dasar dan teknik lanjutan. Teknik dasarnya disebut teknik sadap, sedangkan teknik lanjutannya adalah teknik simak bebas libat cakap dan teknik catat.
NOSI Volume 1, Nomor 7, Agustus 2013 ___________________________Halaman | 708
Langkah-langkah penelitiannya adalah sebagai berikut; 1) peneliti mengklasifikasidata yang telah diidentifikasi kesantunannya menurut bentuk dan fungsi tuturan, serta penanda yang menunjukkan kesantunan, baik berupa aspek kebahasaan maupun aspek nonkebahasaan, 2) hasil identifikasi tersebut diklasifikasikan menurut realisasi kesantunan tuturannya, 3) hasil analisis dicek keabsahannya atau kredibilitasnya oleh rekan sejawat, 4) hasil analisis dicek ulang oleh pakar, yakni pembimbing penelitian, 5) peneliti membuat kesimpulan berupa keteraturan dalam merealisasikan kesantunan berkomunikasi dalam acara Mata Najwa. Transkripsi data dilakukan berulang-ulang untuk meminimalisasi kesalahan penyimakan. Pengecekan keabsahan data juga dilakukan melalui triangulasi teori. Hasil penelitian ini dibandingkan dengan perspektif teori yang relevan untuk menghindari bias individual peneliti atas temuan atau kesimpulan yang dihasilkan. Berdasarkan hasil triangulasi peneliti membuat kesimpulan berupa bentuk dan fungsi kesantunan berbahasa pada acara Mata Najwa. Pengecekan data dilakukan untuk mengurangi kesalahan dan kecukupan data. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan data yang didapat peneliti, diklasifikasikan lima kelompok tuturan yang dikatakan santun, yaitu tuturan yang (1) menunjukkan sikap menghormati mitratutur, (2) menunjukkan sikap peduli terhadap mitratutur, (3) menunjukkan sikap menghargai orang ke tiga, (4) menunjukkan sikap
rendah hati, dan (5) menunjukkan sikap percaya terhadap mitratutur. Bentuk Kesantunan Berbahasa Acara Mata Najwa Najwa mengawali acaranya dengan menyapa pemirsa di rumah. Bentuk tuturan-tuturan Najwa yang termasuk kategori menyapa dan memberi salam adalah deklaratif . Selamat malam selamat datang di Mata Najwa. Saya Najwa Syihab, tuan rumah Mata Najwa (SM/4) Konteks tuturan:Najwa menyapa pemirsa di rumah ketika membuka acara episode 4 Seteru Menuju Pemilu. Ketika membuka acara tersebut najwa tersenyum kepada pemirsa. Frasa “selamat datang” yang terdapat pada tuturan Najwa berbentuk imperatif (Rahardi, 2010). Beberapa contoh data menunjukkan bahwa kesantunan tuturan berbahasa berbentuk deklaratif dan imperatif tersebut didukung aspek kinesik berupa senyuman disertai anggukan kepala. Meskipun tidak semua tamu Najwa menjawab salam dan sapaan Najwa, namun sebagian besar tamu atau nara sumbernya membalas salam dan sapaan tersebut. Teori yang dikemukakan oleh Pranowo (2009) sejalan dengan tuturan salam dan sapa Najwa yakni agar tuturan terasa santun hendaknya memperhatikan rambu-rambu kesantunan seperti angon rasa (memperhatikan suasana perasaan mitratutur), adu rasa (pertemukan perasaan Anda dengan perasaan mitratutur), empan papan (menjaga tuturan agar dapat diterima mitratutur), rendah hati (memperlihatkan tuturan ketakziman), hormat (memposisikan
NOSI Volume 1, Nomor 7, Agustus 2013 ___________________________Halaman | 709
mitratutur lebih tinggi), dan tenggang rasa (memperlihatkan bahwa apa yang dikatakan kepada mitratutur dirasakan oleh penutur). Selain rambu-rambu di atas, penutur dapat menggunakan katakata tertentu yang mengandung aura kesantunan sehingga mencerminkan rasa hormat kepada mitratutur (Pranowo, 2009). Chaer (2010) mengemukakan bahwa menyapa atau memberi salam sangat dianjurkan. Meskipun pendapat Chaer pada konteks sapaan terhadap mitratutur yang ada di depan penutur, namun dapat diambil pengertian bahwa kegiatan menyapa atau memberi salam membuat mitratutur yang tidak secara langsung berada di depan penutur merasa senang. Membuat mitratutur senang baik berhadapan langsung atau tidak merupakan salah satu cara dalam melaksanakan kesantunan berbahasa. Penggunaan frasa tertentu “terima kasih” dalam bentuk deklaratif juga ditemukan pada tuturan ucapan terima kasih Najwa kepada nara sumbernya yang telah hadir di studio Mata Najwa. N: Selamat Malam, terima kasih sudah hadir di MN dan juga bersedia memberikan informasi. Mendapat klien itu lewat apa? Konteks tuturan: Najwa menyapa tamunya yang telah hadir di studio Mata Najwa. Tamu yang hadir dua orang. Bentuk pragmatik juga dapat ditemukan pada tuturan Najwa yang menunjukkan kepedulian Najwa dalam menghindari kehilangan muka mitra tutur. Pada bentuk deklaratif ini Najwa memperlihatkan tuturan yang tidak langsung, ketidaklangsungan tuturan Najwa ini sesuai dengan teori Richard (dalam
Prayitno;2011). Ihwal kelangsungan dan ketidaklangsungan suatu tuturan pada dasarnya berkaitan erat dengan ketembuspandangan. Ini artinya, kelangsungan tidak dapat dipisahkan dengan maksud yang menjadi kehendak penutur. Semakin kehendak penutur itu jelas maksudnya (tembus pandang), maka akan semakin langsung dan semakin tembus pandanglah kehendaknya (Richards dalam Prayitno, 2011). (2.1.1) N: Malam ini telah hadir di Studio Mata Najwa dua orang pekerja seks yang jasanya kerap dimanfaatkan pejabat dan pengusaha. Untuk menjaga kemurnian informasi kami harus menutup identitas keduanya (SS/1) Konteks tuturan: Najwa memperkenalkan kedua tamunya kepada pemirsa, namun karena keduanya adalah PSK maka identitasnya disembunyikan. Hymes (dalam Pranowo, 2009) menyatakan bahwa ketika bertutur hendaklah memperhatikan komponen tutur yang diakronimkan dengan istilah SPEAKING, yakni setting and scene, participants, ends, act sequence, key, dan norms. Poin participants mengacu pada orang yang terlibat dalam komunikasi. Jika masing-masing saling menyakiti dan merendahkan maka mereka telah berbuat tidak santun dan sebaliknya. Tuturan kepedulian menghindari kehilangan mitra tutur juga berbentuk interogatif dengan penanda interjeksi keheranan dengan fungsi menanyakan sekaligus menyelamatkan muka salah satu mitratutur. Kata “Lho” adalah salah satu contoh kata yang tergolong di dalam interjeksi keheranan selain kata “aduh, aih, oh, eh, ah, dulia”.
NOSI Volume 1, Nomor 7, Agustus 2013 ___________________________Halaman | 710
(2.1.3) N: Oke. Kenapa KPU tidak mendengarkan Bawaslu, sudah kerja siang malam lho akhirnya memutuskan PKPI lolos, ini tiba-tiba tidak tidak tidak digubris begitu saja? Konteks tuturan:Najwa sambil tersenyum menanyakan mengapa KPU tidak mentaati putusan Bawaslu tentang kasus lolos tidaknya PKPI sebagai partai peserta Pemilu 2014. Bentuk deklaratif dengan penanda gaya bahasa yang berfungsi menyelamatkan muka kedua mitratutur. Brown dan Levinson mengatakan bahwa sebuah tindak tutur dapat merupakan ancaman terhadap muka. Tindak tutur seperti ini disebut sebagai Face Threatening Act (FTA). Brown dan Levinson mengatakan teori kesantunan berbahasa itu berkisar atas nosi muka (face). Semua orang yang rasional punya muka (dalam arti kiasan tentunya); dan muka itu harus dijaga, dipelihara, dan sebagainya. Muka ini harus dijaga, tidak boleh direndahkan orang. Muka ada dua segi, yaitu muka negatif dan muka positif (dalam Chaer 2010), Acara Mata Najwa adalah semacam dialog antara penutur dalam hal ini Najwa sebagai pembawa acara dan mitratuturnya sebagai narasumber atau tamu yang sengaja dia undang untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan Najwa. Selain itu jumlah mitratutur yang terkadang lebih dari satu menimbulkan perdebatan-perdebatan kecil sehingga satu sama lain berebut bicara. Namun, perdebatanperdebatan tersebut seringkali melanggar beberapa prinsip kesantunan berbahasa, baik dari segi
verbal maupun nonverbal atau kinesiknya. Tuturan dengan fungsi menanyakan pada data dilakukan dalam bentuk kalimat bermodus interogatif. Ciri utama kalimat interogatif dalam bahasa Indonesia adalah adanya intonasi naik pada akhir kalimat. Kalau ada intonasi, meskipun kalimatnya tidak lengkap, maka kalimat tersebut sudah sah sebagai kalimat interogatif atau tuturan yang mengemban fungsi menanyakan. Data dalam penelitian ditemukan bahwa partikel –kahyang ditambahkan pada kata tanya di dalam kalimat interogatif dapat berfungsi sebagai pemerhalus tuturan (Rahardi, 2010). Meskipun pemakaian kata tanya dapat digunakan untuk memperhalus tuturan apalagi ditambah dengan partikel –kah seperti penjelasan di atas, namun ada aspek lain (nonverbal; kinesik) yang mempengaruhi kesantunan tersebut. Penanda modalitas kalau yang bermakna kemungkinan. Juga terdapat pada tuturan Najwa bentuk interogatif. Bentuk interogatif menjadi tuturan yang santun ketika kata tanya ditambal partikel –kah dan didukung aspek kinesik senyum maupun nada bertanya lembut. (2.2.a4) N: Kalau kita bicara soal PKPI katakanlah ini kan fokusnya eh kita berangkat secara umum sesungguhnya tapi kalau fokus PKPI, apakah Anda setuju KPU tidak harus mendengarkan apa yang direkomendasikan oleh Bawaslu? (SM/4) Konteks tuturan: Najwa bertanya apakah Ganjar setuju dengan keputusan Bawaslu terhadap PKPI
NOSI Volume 1, Nomor 7, Agustus 2013 ___________________________Halaman | 711
Tuturan bentuk interogatif yang disampaikan tidak langsung dengan penanda kata tanya berfungsi untuk menanyakan pendapat atau buah pikiran yang dilontarkan penutur kepada mitratutur juga terdapat dalam tuturan Najwa. (2.2.c4) N: Saya ingin tanya Pembuat Undang-undangnya nih Mas Ganjar bagaimana harus menafsirkan karena ini kan jadinya penafsirannya berbeda?(SM/4) Konteks tuturan: Najwa bertanya kepada Ganjar Pranowo sebagai pembuat Undang-undang tentang Undang-undang yang dia buat bersama anggota DPR RI lainnya. Undang-undang yang dimaksud tentang kewenangan Bawaslu dalam hal menyelesaikan sengketa Pemilu Di dalam percakapan, ketidaklangsungan juga ditemukan dalam bentuk pra-urutan (presequences). Kita juga sering menemukannya dalam kehidupan sehari-hari. Dapat dilihat bahwa suatu hal yang diungkapkan dalam percakapan akan lebih berterima jika ada semacam “pembuka’ di dalamnya. Kesantunan berbahasa juga seharusnya dilakukan terhadap pihak atau orang ketiga yang tidak hadir dalam studio Mata Najwa. Meskipun orang ketiga tidak hadir di studio, tetapi orang ketiga berpeluang menyaksikan acara Mata Najwa karena acara ini bersifat umum dan bisa disaksikan oleh siapapun bahkan di internet melalui website tertentu. Ketika membicarakan orang ketiga antara penutur dan mitratutur sebaiknya tetap dijaga kesantunan berbahasanya.
Pranowo (2009) mengatakan dalam berkomunikasi masyarakat Jawa tidak hanya mengandalkan pikiran. Meskipun yang ingin komunikasikan adalah buah pikiran, tetapi ketika akan menyampaikan maksud kepada mitratutur, biasanya terlebih dahulu berusaha menjaga perasaan mitratutur (njaga rasa). Apa yang dikatakan Pranowo juga didukung oleh prinsip kesantunan berbahasa oleh Leech (dalam Pranowo, 2008). Leech mengajukan teori kesantunan yakni maksim kebijaksaan dan maksim kedermawanan. Maksim kebijaksanaan menggariskan bahwa setiap peserta pertuturan harus meminimalkan kerugian orang lain, atau memaksimalkan keuntungan bagi orang lain. Maksim kedermawanan (istilah Pranowo, sedangkan Leech menyebutnya penerimaan) menghendaki setiap peserta pertuturan untuk memaksimalkan kerugian bagi diri sendiri. Bentuk deklaratif direktif pada penghormatan terhadap orang ketiga merupakan kesantunan direktif yang bertujuan memberikan dukungan atau sokongan terhadap seseorang supaya tindakan yang telah dilakukannya dapat diteruskan. Penanda nomina pengacu atau inisial nama juga dapat digunakan sebagai kata ganti orang ke tiga. Misalnya nomina pengacu beliau menandakan bahwa penutur mampu memilih kata hormat yang beraura santun. Selain itu penutur juga mampu mengembangkan sikap rendah hati. (3.7) B: Oh sangat baik, sangat baik sangat baik saya sama Mbak Rustri terindikasi baik itu bahwa pembangunan Jawa Tengah berjalan dengan baik, prestasi demi prestasi dapat
NOSI Volume 1, Nomor 7, Agustus 2013 ___________________________Halaman | 712
tercapai artinya bahwa Mbak Rustri punya kontribusi besar terhadap keberhasilan kita semua (Najwa menyela)(LP/2) Konteks tuturan: Bibit merasa bahwa Rustriningsih sangat membantu di pemerintahan Jawa Tengah Tujuan tutur berkaitan erat dengan bentuk tuturan seseorang. Dikatakan demikian, karena pada dasarnya tuturan itu terwujud karena dilatarbelakangi oleh maksud dan tujuan tutur yang jelas dan tertentu sifatnya. Secara pragmatik, satu bentuk tutur dapat memiliki maksud dan tujuan bermacam-macam. Demikian sebaliknya, satu maksud atau tujuan tutur dapat diwujudkan dengan bentuk tuturan yang berbedabeda (Rahardi, 2010). Ketika suatu tuturan seorang penutur merendahkan dirinya bisa jadi justru mengunggulkan dirinya sendiri dan sebaliknya. Penutur bermaksud tertentu ketika mengucapkan sesuatu. Maksud di dalam tuturan itu dinamakan implikatur. Peneliti menemukan beberapa data tuturan menunjukkan sikap rendah hati, Bentuk tuturannya adalah deklaratif menggunakan penanda gaya bahasa yang berfungsi menunjukkan sikap rendah hati sebelum melakukan penolakan. Tuturan yang berfungsi penolakan tersebut terasa lebih halus karena dituturkan dengan santun. (4.2) T: Betul, kita tidak sedang menganggap enteng Bawaslu, ini adalah jalur-jalur yang diberikan oleh Undangundang bahwa kita bers eh bersikap seperti ini kita KPU bisa bersikap menerima atau menolak apa yang direkomendasikan Bawaslu
berkaitan dengan verifikasi partai (SM/4) Konteks tuturan : Bawaslu diunggulkan oleh KPU tentang kewenangan Bawaslu di dalam Undang-undang, meskipun KPU akan menolaknya. Tuturan yang menunjukkan sikap rendah hati juga ditemukan dalam bentuk imperatif dengan penanda diksi mohon. Tuturan imperatif yang dilekati penanda kesantunan mohon pada bagian awalnya akan dapat menjadi lebih santun jika dibandingkan dengan bentuk imperatif yang tidak mendapatkan tambahan penanda kesantunan. Dengan digunakannya penanda kesantunan mohon tuturan imperatif akan dapat menjadi imperatif bermakna permohonan. (4.5) B: Ya monggo saya mohon maaf kepada Ibu, saya mohon maaf kepada Mas Cahyo itulah keterbatasan diri saya Konteks tuturan : Bibit meminta maaf kepada Cahyo Kumolo dan Megawati jika dia dianggap sebagai penghianat karena mencalonkan diri kembali sebagai Gubernur Jateng dari partai lain. Leech (dalam Chaer, 2010) mengajukan teori kesantunan berdasarkan prinsip kesantunan (politeness principles), yang dijabarkan menjadi enam maksim. Di antara maksim tersebut adalah maksim kerendahan hati. Maksim kerendahan hati menuntut setiap peserta pertuturan untuk memaksimalkan ketidakhormatan pada diri sendiri, dan meminimalkan rasa hormat pada diri sendiri. Tuturan yang menunjukkan sikap percaya atau persetujuan terhadap mitra tutur di dalam penelitian ini
NOSI Volume 1, Nomor 7, Agustus 2013 ___________________________Halaman | 713
berbentuk interogatif dengan penanda gaya bahasa. Bentuk interogatif dengan penanda gaya bahasa yang dimaksud di sini adalah tidak bertanya secara berulang-ulang. Artinya ketika pertanyaan diberikan secara berulang maka dapat menunjukkan sikap ketidakpercayaan penutur terhadap mitra tutur. Fungsi Kesantunan Berbahasa dalam Acara Mata Najwa Fungsi kesantunan berbahasa pada bentuk-bentuk tuturan di atas bermacam-macam. Pada bentuk deklaratif mempunyai berbagai fungsi. Pada tuturan yang menunjukkan sikap menghormati mitra tutur deklaratif berfungsi sebagai pernyataan rasa hormat dan sapaan penutur (Najwa) terhadap nara sumbernya (tamu). Hal penting dari sikap menghormati mitra tutur adalah ucapkanlah salam terlebih dahulu baru kemudian menyapanya. Penanda kinesik senyum dan anggukan kepala juga mendukung kesantunan berbahasa pada tuturan ini. Mitra tutur berkewajiban menjawab atau membalas salam dan sapaan penutur. Fungsi selanjutnya pada bentuk deklaratif terdapat pada tuturan yang menunjukkan sikap menghormati orang ke tiga dengan penanda gaya bahasa adalah menghargai orang ke tiga, memberi dukungan dengan penanda gaya bahasa, dan menghormati orang ke tiga dengan penanda inisial dan nomina pengacu. Bentuk deklaratif dengan penanda gaya bahasa berfungsi sebagai sikap rendah hati dan memuji mitra tutur terdapat pada tuturan yang menunjukkan sikap rendah hati. Menurut Chaer (2010), fungsi menyatakan di dalam kajian
gramatika dilakukan dalam bentuk deklaratif, yakni kalimat yang hanya menyampaikan berita atau kabar tentang keadaan sekeliling penutur. Dengan tuturan dalam kalimat deklaratif ini penutur tidak mengahrapkan komentar dari mitra tutur; juga memang tidak ada kewajiban mitra tutur untuk mengomentarinya. Namun, bukan berarti mitra tutur tidak boleh mengomentarinya. Komentar bisa saja disampaikan sehubungan dengan informasi tuturan yang disampaikan penutur. Dilihat dari maksud-maksud tuturan, fungsi deklaratif ini digunakan untuk ebberapa keperluan: pertama, untuk menyatakan atau menyampaikan informasi faktual saja; kedua, untuk menyatakan keputusan atau penilaian; ketiga, untuk menyatakan ucapan selamat atau ucapan duka kepada mitra tutur; keempat, untuk menyatakan perjanjian, peringatan, penghormatan, ataupun nasihat, dan lain sebagainya. Kesantunan tuturan dalam bentuk deklaratif ini terdapat pada sebagian besar data. Bentuk interogatif mempunyai beberapa fungsi, fungsi yang pertama adalah menyelamatkan muka mitra tutur pada tuturan yang menunjukkan sikap peduli terhadap mitra tutur. Selain itu juga berfungsi sebagai permintaan pengakuan dengan penanda kata tanya berpartikel –kah. Fungsi ketiga meminta keterangan dengan penanda modalitas. Fungsi selanjutnya adalah permintaan pendapat atau meminta pendapat. Fungsi bentuk interogatif yang menunjukkan kepercayaan terhadap mitra tutur juga terdapat dalam data penelitian ini. Bentuk interogatif dengan beberapa fungsi menunjukkan bahwa
NOSI Volume 1, Nomor 7, Agustus 2013 ___________________________Halaman | 714
kalimat berbentuk interogatif dapat dijadikan sebagai tuturan sdengan berbagai fungsi. Secara pragmatik, satu bentuk tutur dapat memiliki maksud dan tujuan bermacammacam. Demikian sebaliknya, satu maksud atau tujuan tutur dapat diwujudkan dengan bentuk tuturan yang berbeda-beda (Rahardi, 2010). Bentuk imperatif pada data di penelitian ini mempunyai tiga fungsi. Fungsi pertama sebagai pemberian ucapan selamat pada tuturan yang menunjukkan sikap menghormati mitra tutur, fungsi kedua memohon atau meminta dengan penanda bahasa jenis kalimat pada tuturan yang menunjukkan sikap menghargai orang ke tiga. Fungsi ketiga adalah meminta maaf dengan penanda diksi mohon pada tuturan yang menunjukkan sikap rendah hati. Menurut Rahardi (2010), kalimat imperatif mengandung maksud memerintah atau meminta agar mitra tutur melakukan sesuatu sebagaimana diinginkan penutur. Kalimat imperatif dalam bahasa Indonesia dapat berkisar antara suruhan yang sangat keras atau kasar sampai dengan permohonan yang sangat halus atau santun. beberapa tuturan imperatif yang menunjukkan kesantunan berbahasa dapat ditemukan dalam data penelitian ini. SIMPULAN DAN SARAN Lima kelompok tuturan yang dikatakan santun, yaitu tuturan yang (1) menunjukkan sikap menghormati mitratutur, (2) menunjukkan sikap peduli terhadap mitratutur, (3) menunjukkan sikap menghargai orang ke tiga, (4) menunjukkan sikap rendah hati, dan (5) menunjukkan sikap percaya terhadap mitratutur. Kesantunan berbahasa bentuk deklaratif mempunyai berbagai
fungsi. Pada tuturan yang menunjukkan sikap menghormati mitra tutur deklaratif berfungsi sebagai pernyataan rasa hormat dan sapaan penutur terhadap mitra tutur, menghargai orang ke tiga, memberi dukungan dengan penanda gaya bahasa, menghormati orang ke tiga dengan penanda inisial dan nomina pengacu sikap rendah hati dan memuji mitra tutur terdapat pada tuturan yang menunjukkan sikap rendah hati. Bentuk interogatif mempunyai beberapa fungsi, fungsi penyelamatan muka mitra tutur, permintaan pengakuan, permintaan keterangan, permintaan pendapat atau meminta pendapat, dan menunjukkan kepercayaan terhadap mitra tutur. Bentuk imperatif pada data di penelitian ini mempunyai tiga fungsi. Fungsi pertama sebagai pemberian ucapan selamat pada tuturan yang menunjukkan sikap menghormati mitra tutur. Fungsi kedua memohon atau meminta dengan penanda bahasa jenis kalimat pada tuturan yang menunjukkan sikap menghargai orang ke tiga. Fungsi ketiga adalah meminta maaf dengan penanda diksi mohon pada tuturan yang menunjukkan sikap rendah hati. Dalam pembicaraan hendaknya tidak melakukan hal-hal berikut ini. (a) Tidak menyela pembicaraan ketika mitratutur masih berbicara. (2) Tidak menghilangkan muka mitratutur (menghina, mengejek, mencela, mengkritik dengan kasar, dan merendahkan). (3) Tidak menunjukkan ketidaksetujuan dengan mitratutur. (4) Tidak menggunakan kalimat langsung untuk mengkritik, menolak, atau menunjukkan rasa tidak percaya
NOSI Volume 1, Nomor 7, Agustus 2013 ___________________________Halaman | 715
terhadap mitratutur. (5) Tidak memojokkan mitratutur. Penelitian lanjutan dapat dilakukan dengan data yang sama dengan pendalaman masalah penelitian, seperti ilokusi, implikatur, serta realisasi prinsip-prinsip kerja sama atau prinsip-prinsip kesantunan. Selain itu, penelitian terhadap data yang sama dapat dikembangkan dengan klasifikasi data berdasarkan kategori tertentu, seperti jenis acara sehingga didapatkan kriteria kesantunan yang spesifik. Profil kultural masyarakat Indonesia adalah paternalistik, masyarakat masih meniru atau mencontoh tingkah laku para pejabat atau tokoh-tokoh penting. Oleh karena itu hendaknya para tokoh memberi contoh yang baik bagi masyarakat di antaranya kebiasaan dalam berbahasa. Ketika masyarakat berkomunikasi sebaiknya disampaikan secara baik, benar, dan santun. Kaidah kesantunan dipakai dalam setiap tindak berbahasa. DAFTAR RUJUKAN Baryadi, Praptomo. 2005. “Teori Sopan Santun Berbahasa” dalam Pranowo, dkk.(Eds.) Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya. Yogyakarta: Sanata Dharma University Press Chaer, Abdul. 2010. Kesantunan Berbahasa. Jakarta: Rineka Cipta Eelen, Gino. 2010. Kritik Teori Kesantunan. Surabaya: Airlangga University Press Gunarwan. 2005. Beberapa Prinsip dalam Komunikasi Verba: Tinjauan Sosiolinguistik dan Pragmatik dalam Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya. Pranowo, dkk. [Peny.].
Yogyakarta: Sanata Dharma University Press Kesuma, Tri Mastoko Jati. 2007. Pengantar Metode Penelitian Bahasa. Yogyakarta: Carasvatikabooks. Kushartanti. 2005. Pesona Bahasa Langkah Awal Memahami Sosiolinguistik. Jakarta: Gramedia Kusumastuti, Ayuningtyas. 2010. Kesantunan Berbahasa Indonesia Pembawa Acara Stasiun Televisi Swasta Nasional (skripsi). Yogjakarta: Universitas Sanata Dharma Mistar, Junaidi. 2010. Pedoman Penulisan Tesis. Malang: Program Pascasarjana Universitas Islam malang Pranowo. 2009. Kesantunan Berbahasa Tokoh Masyarakat. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma Pranowo. 2009. Berbahasa Secara Santun: Yogjakarta: Pustaka Pelajar Rahardi, Kunjana. 2005. Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga Rokhman, Fathur. 2013. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Graha Ilmu Sarwoyo, Ventianus. 2009. Tindak Ilokusi dan PenandaTingkat Kesantunan Tuturan di dalam Surat Kabar (Suatu Tinjauan Sosiopragmatik). (skripsi). Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma
NOSI Volume 1, Nomor 7, Agustus 2013 ___________________________Halaman | 716