KERUSAKAN POHON MERAWAN (Hopea odorata Roxb.) OLEH SERANGGA PENGGEREK BATANG DI KAMPUS IPB DARMAGA BOGOR
MULYA FURQAN
DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
KERUSAKAN POHON MERAWAN (Hopea odorata Roxb.) OLEH SERANGGA PENGGEREK BATANG DI KAMPUS IPB DARMAGA BOGOR
MULYA FURQAN
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kerusakan Pohon Merawan (Hopea odorata Roxb.) oleh Serangga Penggerek Batang di Kampus IPB Darmaga Bogor adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2010
Mulya Furqan NRP E4406052
RINGKASAN MULYA FURQAN. E44060552. Kerusakan Pohon Merawan (Hopea odorata Roxb.) oleh Serangga Penggerek Batang di Kampus IPB Darmaga Bogor. Dibimbing oleh: NOOR FARIKHAH HANEDA dan ENDANG AHMAD HUSAENI. Tanaman H. odorata yang berada di sebelah selatan Auditorium Sylva Pertamina Fakultas Kehutanan IPB di Darmaga mengalami serangan yang cukup berat oleh serangga penggerek batang. Adanya serangan ini menyebabkan terjadinya penggundulan tajuk sehingga pohon tumbuh merana dan salah satunya mengalami kematian. Jenis serangga yang menyerang H. odorata ini belum diketahui sehingga perlu diidentifikasi. Selain itu, bentuk kerusakan dan tingkat keparahannya masih harus dipelajari. Penelitian ini dilakukan dengan mengamati bentuk kerusakan pada batang dan tegakan pohon H. odorata. Variabel yang diamati adalah jumlah, panjang dan pola lubang gerek, penyebaran serangga serta identifikasi serangga. Jenis-jenis serangga penggerek batang yang ditemukan seluruhnya dari ordo Coleoptera yaitu Xyleborus perforans (Scolytidae), Xyleborinus perexiguus (Scolytidae), Platypus parallelus (Platypodidae), Belionota prasina (Buprestidae), kumbang Curculionidae dan kumbang Tenebrionidae. Jumlah lubang gerek sebanyak 1932 buah dengan rata-rata 188 buah per sortimen batang sepanjang 1 m. Adapun panjang liang gerek pada potongan melintang berkisar antara 2 - 35 cm dan 4 - 6 cm pada potongan memanjang. Jumlah lubang gerek semakin sedikit seiring bertambahnya ketinggian pohon. Sebanyak 98,6% lubang gerek yang ditemukan disebabkan oleh kumbang ambrosia yaitu X. perexiguus (457 buah; 23,7%), X. perforans (1426 buah; 73,8%), P. parallelus (21 buah; 1,1%). Selebihnya disebabkan oleh kumbang Curculionidae (25 buah; 1,3%) dan kumbang Tenebrionidae (3 buah; 0,1%). Pola liang gerek pada potongan melintang batang yaitu beberapa liang gerek bercabang (X. perforans; P. parallelus), ada juga yang sampai melingkari batang (X. perforans), serta beberapa liang gerek terdapat noda hitam di sepanjang dindingnya (X. perexiguus; X. perforans; P. parallelus). Serangan serangga penggerek batang menyebabkan pohon mengalami penggundulan tajuk sampai mengalami kematian juga menurunkan kualitas kayu.
Kata kunci: penggerek batang, Coleoptera, H. odorata
SUMMARY MULYA FURQAN. E44060552. Damage of Merawan Tree (Hopea odorata Roxb.) by Stem Borer Insect in IPB Campus Darmaga Bogor. Under Supervision: NOOR FARIKHAH HANEDA and ENDANG AHMAD HUSAENI. H. odorata plants located in the south of Sylva Pertamina Auditorium at the Faculty of Forestry IPB Darmaga suffered a heavy attack by stem borer. The existence of these attacks resulted in defoliation of trees and one of them was death. The insect species attacking the H. odorata is not identified. In addition, the form and severity of damage is still to be studied. This study was conducted to observe the form of damage to the stems and stands of trees H. odorata. The number of boring hole was counted, according to the height of the tree above the ground. The length of boring tunnels was also measured and the pattern was also observed. The stem borer founded belong to the order Coleoptera, they are Xyleborus perforans (Scolytidae), Xyleborinus perexiguus (Scolytidae), Platypus parallelus (Platypodidae), Belionota prasina (Buprestidae), Curculionidae beetle and Tenebrionidae beetle. The number of boring holes was 1932 holes with an average of 188 holes per meter of the stem. The tunnels length at a cross section ranging from 2 - 35 cm and 4 - 6 cm at longitudinal section. The number of boring hole decrease with increasing tree height. 98,6% of tunnels are founded caused by the ambrosia beetles are X. perexiguus (457 holes; 23,7%), X. perforans (1426 holes; 73,8%), P. parallelus (21 holes; 1,1%). The rest is caused by the Curculionidae beetle (25 holes; 1,3%) and Tenebrionidae beetle (3 holes; 0,1%). Tunnels on a cross section are ramification tunnels (X. perforans; P. parallelus), there is also around the stem (X. perforans), and several tunnels have black spots along its walls (X. perexiguus; X. perforans; P. parallelus).
Keywords: stem borer, Coleoptera, H. odorata
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 31 Januari 1988 sebagai anak keempat dari lima bersaudara pasangan H. Nasri Yahya dan Hj. Erni Zakaria. Penulis mulai menapaki jenjang pendidikan pada masa kanak-kanak di TK Persis Jakarta (1992-1993), kemudian berlanjut ke jenjang sekolah dasar di SD Persis Jakarta (1993-1995) dan SDN 07 pagi Jakarta (1995-1999), pendidikan tingkat menengah pertama di SLTPN 30 Jakarta (1999-2000) dan Al-Zaytun Indramayu (2000-2003), pendidikan tingkat menengah atas di Al-Zaytun Indramayu (20032006). Pada tahun 2006 penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Setelah menjalani masa Tingkat Persiapan Bersama selama satu tahun, pada tahun 2007 penulis diterima di Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB. Selama menuntut ilmu di IPB, penulis telah mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Sancang dan Kamojang Garut pada tahun 2008, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) Sukabumi pada tahun 2009 serta Praktek Kerja Profesi di KPH Saradan Perum Perhutani Unit II Jawa Timur pada tahun 2010. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Kerusakan Pohon Merawan (Hopea odorata Roxb.) oleh Serangga Penggerek Batang di Kampus IPB Darmaga Bogor dibimbing oleh Dr. Ir. Noor Farikhah Haneda, MS dan Ir. Endang Ahmad Husaeni.
KATA PENGANTAR Dengan mengucap hamdalah, penulis memanjatkan rasa syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, anugerah dan lindungan-Nya sehingga skripsi yang berjudul Kerusakan Pohon Merawan (Hopea odorata Roxb.) oleh Serangga Penggerek Batang di Kampus IPB Darmaga Bogor ini dapat diselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Noor Farikhah Haneda, MS selaku dosen pembimbing pertama dan Ir. Endang Ahmad Husaeni selaku dosen pembimbing kedua serta segenap pihak yang telah membantu dan memberikan dorongan kepada penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik serta masukan dari berbagai pihak sangat diharapkan bagi perbaikan tulisan ini sehingga dapat lebih bermanfaat dan memberikan sumbangsih yang nyata bagi dunia pendidikan dan penelitian.
Bogor, Agustus 2010
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah serta karunia-Nya, penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada : 1. Ibunda, Ayahanda, Kakak dan Adik tercinta serta seluruh keluarga besarku atas semua kasih sayang, semangat, kesabaran, pengorbanan dan do’anya selama ini. 2. Ibu Dr. Ir. Noor Farikhah Haneda, MS dan Bapak Ir. Endang Ahmad Husaeni selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, pengetahuan dan nasehat yang sangat berharga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 3. Bapak Dr. Ir. M. Buce Saleh, MS dan Bapak Ir. Edhi Sandra, M.Si serta Bapak Ir. Deded Sarip Nawawi, M.Sc selaku dosen penguji yang telah menguji dan memberi masukan dalam penyempurnaan skripsi ini. 4. Ibu Lili dan Bapak Warsito dari LIPI Cibinong atas bimbingan dan arahannya selama melakukan identifikasi serangga di laboratorium. 5. Bapak Wardana, Ibu Eli, Mbak Tuti, Teteh Lia atas bantuannya selama penelitian di Laboratorium. 6. Ibu Aliyah, Bapak Saepul, Bapak Ismail, Bapak Dedi, Bapak Iwan serta seluruh staf dan pegawai Departemen Silvikultur yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan urusan administrasi selama perkuliahan. 7. Keluarga
besar
SVK
’43
dan
teman-teman
seperjuangan
dari
Laboratorium Hama Hutan atas bantuan, perhatian, semangat, doa, tawa, canda, suka, duka dan kebersamaannya selama ini : Rara, Puti, Ega, Tina, Ayu, Asti, Sandra, Anna, Fafa. 8. Teman-teman di Wisma Galih atas dukungan, bantuan dan masukannya. 9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah mencurahkan segala tenaga, waktu maupun pemikirannya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT memberikan balasan kebaikan, Amin. Besar harapan penulis, semoga karya ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya.
DAFTAR ISI Halaman RIWAYAT HIDUP .....................................................................................
i
KATA PENGANTAR .................................................................................
ii
UCAPAN TERIMA KASIH........................................................................
iii
DAFTAR ISI ................................................................................................
iv
DAFTAR TABEL ........................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... vii BAB I.
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .....................................................................
1
1.2 Tujuan ..................................................................................
1
1.3 Manfaat ................................................................................
2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ordo-ordo Serangga yang Sering Menjadi Hama Hutan .....
3
2.2 Serangga Penggerek Batang.................................................
6
2.2.1 Pengelompokan serangga penggerek batang .............
6
2.2.2 Tanda dan gejala kerusakan.......................................
8
2.2.3 Akibat serangan serangga penggerek batang ............
8
2.3 Pohon Merawan ...................................................................
9
2.3.1 Klasifikasi ..................................................................
9
2.3.2 Deskripsi botani ......................................................... 10 2.3.3 Penyebaran dan habitat .............................................. 10 2.3.4 Kegunaan ................................................................... 11 2.3.5 Serangga Hama .......................................................... 11 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian .............................................. 12 3.2 Bahan dan Alat Penelitian.................................................... 12 3.3 Metode Penelitian ................................................................ 12 3.3.1 Pengamatan kerusakan batang dan koleksi serangga
12
3.3.2 Identifikasi serangga .................................................. 14 3.4 Analisis Data ........................................................................ 14
v
BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas ..................................................................... 16 4.2 Tanah dan Topografi ............................................................ 16 4.3 Iklim ..................................................................................... 16 4.4 Vegetasi................................................................................ 16 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Jenis-Jenis Serangga yang terdapat pada Pohon Merawan .. 17 5.1.1 Xyleborus perforans (Coleoptera : Scolytidae) ......... 19 5.1.2 Xyleborinus perexiguus (Coleoptera : Scolytidae) .... 20 5.1.3 Platypus parallelus (Coleoptera : Platypodidae) ....... 21 5.1.4 Belionota prasina (Coleoptera : Buprestidae) ........... 23 5.1.5 Anomala pagana (Coleoptera : Scarabaeidae) .......... 24 5.1.6 Kumbang Curculionidae............................................ 25 5.1.7 Kumbang Tenebrionidae ........................................... 26 5.2 Jumlah dan Panjang Lubang Gerek ..................................... 27 5.3 Pola Liang Gerek ................................................................. 30 5.4 Penyebaran Serangga Hama................................................. 32 5.5 Pembahasan Umum ............................................................. 34 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan .......................................................................... 36 6.2 Saran .................................................................................... 37 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 38 LAMPIRAN ................................................................................................. 41
DAFTAR TABEL No. 1
Halaman Jenis-jenis serangga hama yang ditemukan di batang pohon merawan ..........................................................................................
2
17
Jumlah lubang gerek yang ditemukan pada batang pohon merawan ..........................................................................................
27
DAFTAR GAMBAR No. 1
Halaman H. odorata; (1) Cabang berbunga, (2) Bunga, (3) Buah Bersayap, (4) Buah yang sayapnya dipatahkan ..............................
10
2
Imago X. perforans, tampak: (a) dorsal, (b) lateral, (c) ventral .....
20
3
Imago X. perexiguus, tampak: (a) dorsal, (b) lateral, (c) ventral ...
21
4
Imago P. parallelus, tampak: (a) dorsal, (b) lateral .......................
22
5
B. prasina, (a) larva, (b) imago ......................................................
24
6
Imago A. pagana ............................................................................
25
7
Kumbang Curculionidae dewasa. ..................................................
26
8
Kumbang Tenebrionidae dewasa ...................................................
26
9
Hubungan antara jumlah lubang gerek dengan ketinggian pohon berdasarkan serangga penggerek penyebabnya; (A) seluruh serangga penggerek, (B) X. perexiguus, (C) X. perforans .............
10
29
Pola liang gerek pada potongan melintang batang yang dibuat oleh serangga penggerek; (A) X. perexiguus, (B) X. perforans, (C) Kumbang Curculionidae, (D) P. parallelus, (E) Kumbang Tenebrionidae, dan (F) lubang gerek larva B. prasina di bawah kulit kayu ......................................................
11
31
(A) Tampak luar serangan penggerek batang H. odorata, (B) Potongan memanjang batang yang terserang.. ........................
32
12
Denah lokasi pohon yang terserang serangga penggerek batang...
33
13
Pohon-pohon yang mengalami penggundulan tajuk. .....................
34
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dipterocarpaceae merupakan salah satu famili tumbuhan paling penting, yang mencakup beberapa jenis pohon komersial. Anggota-anggota dari famili ini merupakan komponen yang dominan dari komunitas tumbuhan di hutan tropika dan sub-tropika. Beberapa jenis dikenal karena kualitas kayunya, diantaranya jenis dari genus Dipterocarpus, Hopea, dan Shorea. Banyak permintaan kayu dalam jumlah besar dari jenis-jenis Dipterocarpaceae untuk konstruksi bangunan, pembangunan kapal, sebagai bantalan rel kereta api (setelah perawatan) dan juga kayu lapis (Jha dan Sen-Sarma 2008). Serangga hama merupakan salah satu penyebab kerusakan dan banyak menimbulkan masalah dalam pengelolaan hutan tanaman yang efisien dari famili ini. Jenis-jenis pohon dari genus Dipterocarpus, Hopea, dan Shorea memiliki spektrum yang sangat lebar akan fauna serangga, yang menyerang benih, bibit, buah, tegakan hutan dan kayu hasil tebangan (Jha dan Sen-Sarma 2008). Tanaman merawan yang berada di sebelah selatan Auditorium Sylva Pertamina Fakultas Kehutanan IPB di Darmaga mengalami serangan yang cukup berat oleh serangga penggerek batang. Adanya serangan ini menyebabkan terjadinya penggundulan tajuk sehingga pohon tumbuh merana dan salah satu pohon mengalami kematian. Jenis serangga yang menyerang tanaman merawan ini belum diketahui sehingga perlu diidentifikasi. Selain itu, bentuk kerusakan dan tingkat keparahannya masih harus dipelajari.
1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1. Jenis-jenis serangga penggerek batang yang menyerang pohon merawan. 2. Bentuk kerusakan akibat serangan serangga penggerek batang pohon merawan. 3. Pengaruh serangan pada pohon dan kayu.
2
1.3 Manfaat Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Memberikan informasi mengenai jenis-jenis serangga penggerek batang yang menyerang pohon merawan. 2. Sebagai
dasar pengambilan keputusan tindakan pencegahan dan
pengendalian yang efektif dan efisien, bila dibangun hutan tanaman monokultur merawan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ordo-Ordo Serangga yang Sering Menjadi Hama Hutan Menurut Sumardi dan Widyastuti (2004), kelas insekta (serangga) dibagi menjadi banyak ordo. Adapun yang berperan penting dalam hama hutan hanya 7 ordo saja, yaitu: 1. Ordo Orthoptera [ ortho (Yunani) : lurus; pteron : sayap ] Ciri-cirinya: 1) Sayap dua pasang. Sayap depan seperti perkamen sedangkan sayap belakang tipis, transparan dan terlipat lurus di bawah sayap depan saat hinggap. 2) Tipe alat mulut menggigit / mengunyah (chewing). 3) Mengalami metamorfosis sederhana. Contohnya: Belalang Valanga nigricornis yang menyerang daun jati (Tectona grandis) dan berbagai jenis tanaman pertanian, perkebunan dan kehutanan, Ctenomorphodes sp. yang menyerang daun eukaliptus (Eucalyptus sp.) serta Orthacris orthacris yang menyerang daun lamtoro (Leucaena leucocephala) (Nair dan Sumardi 2000; Nair 2001).
2. Ordo Coleoptera [ coleos (Yunani) : seludang, pembungkus; pteron : sayap ] Ciri-cirinya: 1) Mempunyai dua pasang sayap. Sayap depan keras, tebal, mengandung zat tanduk dan tidak berfungsi untuk terbang. Sayap depan ini disebut elitron (elitra: jamak). Sayap belakang berupa selaput tipis digunakan untuk terbang. Pada saat hinggap, sayap belakang terlipat di bawah sayap depan. 2) Mengalami metamorfosis sempurna. 3) Tipe alat mulut menggigit - mengunyah.
4
Contohnya: Kumbang penggerek batang Xystrocera festiva dan X. globosa yang menyerang sengon (Paraserianthes falcataria) serta kumbang Hypomeces squamosus yang menyerang daun akasia (Nair dan Sumardi 2000; Nair 2001).
3. Ordo Lepidoptera [ lepidos (Yunani) : sisik; pteron : sayap ] Ciri-cirinya: 1) Mempunyai dua pasang sayap yang dilapisi oleh sisik, demikian juga bagian tubuh yang lain. 2) Tipe alat mulut larva menggigit - mengunyah, pada dewasa bertipe penghisap. 3) Mengalami metamorfosis sempurna. Contohnya: Ulat pemakan daun Pteroma plagiophleps (ulat kantong) yang menyerang akasia, ulat pemakan daun Milionia basalis yang menyerang tusam (Pinus merkusii), ulat penggerek pucuk Hypsiphyla robusta yang menyerang mahoni (Swietenia macrophylla), serta ulat pemakan daun Hyblaea puera dan Paliga damastesalis yang menyerang jati (Tectona grandis) (Nair dan Sumardi 2000).
4. Ordo Hymenoptera [ hymen (Yunani) : selaput; pteron : sayap ] Ciri-cirinya: 1) Sayap dua pasang berupa selaput, sayap depan lebih besar daripada sayap belakang. 2) Tipe alat mulut menggigit, mengunyah dan menghisap. 3) Mengalami metamorfosis sempurna. 4) Pada beberapa jenis Hymenoptera mempunyai kehidupan sosial dan ada pembagian fungsi atau kasta di dalam satu koloni, misalnya lebah madu. Contohnya: Pemakan daun Nesodiprion spp. yang menyerang tusam dan pemakan daun Phylacteophaga sp. yang menyerang eukaliptus (Nair 2001).
5
5. Ordo Hemiptera [ hemi (Yunani) : setengah; pteron : sayap ] Ciri-cirinya: 1) Mempunyai sayap depan yang separuh mengeras dan separuh seperti selaput, disebut hemelitron. 2) Tipe alat mulut menusuk dan menghisap. 3) Mengalami metamorfosis sederhana. Contohnya: Helopeltis theivora yang menyerang akasia dan eukaliptus serta Amorbus obscuricornis dan Cardiaspina spp. yang menyerang eukaliptus (Nair dan Sumardi 2000; Nair 2001).
6. Ordo Homoptera [ homo (Yunani) : sama; pteron : sayap ] Ciri-cirinya: 1) Pada umumnya sayap depan sama dengan sayap belakang, yaitu seperti selaput yang sedikit menebal sedangkan serangga betina pada famili kutukutuan tidak bersayap. 2) Tipe alat mulut menusuk - menghisap. 3) Mengalami metamorfosis sederhana. Contohnya: Lawana candida yang menyerang berbagai jenis Dipterocarpaceae dan Acaudaleyrodes rachipora yang menyerang lamtoro (Nair dan Sumardi 2000; Nair 2001).
7. Ordo Isoptera [ iso (Yunani) : sama; pteron : sayap ] Ciri-cirinya: 1) Mempunyai dua pasang sayap yang sama struktur, ukuran dan bentuknya, yakni tipis seperti membran. 2) Tipe alat mulut menggigit - mengunyah. 3) Hidup dalam koloni dalam ikatan sosial, ada pembagian kasta. 4) Mengalami metamorfosis sederhana.
6
Contohnya: Rayap Coptotermes curvignathus yang menyerang akasia, gmelina, dan eukaliptus serta inger-inger (Neotermes tectonae) yang menyerang jati (Nair dan Sumardi 2000).
2.2 Serangga Penggerek Batang 2.2.1 Pengelompokan serangga penggerek batang Dalam pengelompokan serangga penggerek batang, para pakar serangga (entomolog) umumnya membagi lagi ke dalam kategori yang lebih spesifik berdasarkan jaringan atau bagian batang tersebut. Anderson (1960), Speight dan Wylie (2000), Husaeni et al. (2006) menyebutkan sebagai serangga pemakan kulit dan serangga penggerek (pengebor) kayu sedangkan Coulson dan Witter (1984) menyebut sebagai serangga penggerek (pengebor) floem dan serangga penggerek (pengebor) kayu.
1. Serangga pemakan kulit (bark feeding insect) Kulit bagian dalam merupakan salah satu jaringan bernutrisi tinggi yang ditemukan di pohon, sehingga tidak mengherankan jika banyak serangga menempati wilayah ini. Untuk mencapai dan memakan jaringan ini, serangga harus menggereknya (Anderson 1960). Serangga pemakan kulit memanfaatkan bagian dalam kulit pohon sebagai sumber makanan dan habitat untuk melangsungkan sebagian dari siklus hidupnya. Ada pula yang hanya memakan bagian luar dari kulit pohon (contohnya Indarbela sp.). Serangga ini menyerang jenis pohon daun lebar dan daun jarum (konifer). Serangga yang memakan bagian dalam kulit pohon sering juga merusak kambium dan bagian luar kayu gubal (Husaeni et al. 2006). Pemakan kulit utama adalah kumbang, tetapi ada juga beberapa jenis ulat dan belatung yang memiliki kebiasaan ini. Banyak jenis yang sangat berbahaya sebagai penggerek kayu juga menggerek bagian dalam kulit untuk beberapa waktu sebelum mereka menggerek kayu (Anderson 1960).
7
Serangga pemakan kulit pohon tergolong dalam ordo Coleoptera (Anderson 1960; Kalshoven 1981; Coulson dan Witter 1984; Speight dan Wylie 2000; Sumardi dan Widyastuti 2004; Husaeni et al. 2006). Selain itu, pemakan kulit pohon juga tergolong ordo Lepidoptera dan Diptera (Coulson dan Witter 1984; Husaeni et al. 2006). Jenis yang paling dikenal dari ordo Coleoptera tergolong famili Scolytidae (kumbang kulit
kayu),
Buprestidae
(pengebor berkepala
gepeng), dan
Cerambycidae (pengebor berkepala bundar). Dari ketiga famili tersebut, jumlah spesies hama terbesar dari famili Scolytidae. Memang famili ini terdiri dari beberapa spesies yang dianggap sebagai salah satu hama paling serius dalam ekosistem hutan dan hutan perkotaan. Scolytidae ini penting khususnya untuk pengelolaan hutan karena sering mengganggu kegiatan pengelolaan hutan dan beberapa jenis dapat membunuh pohon inangnya, biasanya pohon-pohon tua. Cerambycidae dan Buprestidae sering ditemukan berkaitan dengan Scolytidae dan umumnya tidak membunuh pohon inang. Penggerek floem dari famili Lepidoptera dan Diptera dianggap sebagai penggerek floem biasa karena jarang membunuh pohon inang dan kurang begitu penting bila dibandingkan dengan Coleoptera (Coulson dan Witter 1984).
2. Serangga penggerek kayu (wood boring insect) Banyak jenis serangga dan beberapa hewan invertebrata sebagai penggerek kayu. Beberapa diantaranya mendapatkan makanan dan tempat tinggal dari kayu, sementara yang lainnya menggunakan kayu hanya sebagai tempat hidup. Jenis tertentu hanya menyerang pohon hidup, dan yang lainnya ditemukan terutama pada pohon yang baru ditebang atau mati. Beberapa jenis serangga menyerang hanya pada kayu kering, dan yang lainnya hanya menyerang kayu lembab. Mereka yang menyerang pohon dan kayu segar sering menggerek dan tinggal di bagian dalam kulit selama beberapa waktu sebelum mereka memasuki kayu. Karena itu ia juga dapat dianggap sebagai penggerek kulit. Namun karena serangga ini biasanya lebih berbahaya sebagai penggerek kayu, mereka dianggap sebagai penggerek kayu (Anderson 1960).
8
Beberapa jenis yang menyerang hanya pohon yang baru ditebang dapat bertahan dan berkembang terus di dalam kayu kering, sehingga jenis-jenis ini sering terus menggerek di kayu yang telah dikeringkan dan digunakan. Kebanyakan serangga yang ditemukan menggerek atau tinggal di kayu adalah larva kumbang. Banyak famili yang merupakan penggerek kayu, tetapi hanya beberapa saja yang merupakan penggerek kayu penting (Anderson 1960). Serangga penggerek kayu memperoleh makanan dan tempat berlindung di dalam kayu. Ada pula yang menggunakan kayu sebagai tempat berlindung sedangkan sumber makanannya dari organisme lain misalnya kumbang ambrosia yang memakan jamur ambrosia. Biasanya yang paling banyak menimbulkan kerusakan pada kayu adalah fase larvanya. Pada ordo Coleoptera yang merusak adalah larva dan serangga dewasanya (Husaeni et al. 2006). Serangga penggerek kayu tergolong dalam ordo Coleoptera (Anderson 1960; Kalshoven 1981; Coulson dan Witter 1984; Speight dan Wylie 2000; Sumardi dan Widyastuti 2004; Husaeni et al. 2006), Lepidoptera (Coulson dan Witter 1984; Speight dan Wylie 2000; Husaeni et al. 2006), Hymenoptera (Speight dan Wylie 2000; Husaeni et al. 2006) dan Isoptera (Kalshoven 1981; Coulson dan Witter 1984; Speight dan Wylie 2000; Husaeni et al. 2006).
2.2.2 Tanda dan gejala kerusakan Tanda adanya serangan serangga penggerek batang yaitu terdapatnya produk-produk yang dihasilkan serangga dan sisa-sisa tubuh serangga misalnya kotoran, serbuk gerek, kulit telur, kokon dan lain-lain. Adapun gejala umum yang sering ditemukan pada pohon yang terserang serangga penggerek batang adalah adanya liang-liang atau lorong-lorong gerekan, terjadinya pembengkakan batang (gembol, kalus), kulit terkelupas dan mati (Husaeni 2001).
2.2.3 Akibat serangan serangga penggerek batang Serangga pemakan kulit merusak kulit pohon bagian dalam sampai ke kambium. Lubang gerekan serangga dapat merusak atau memotong jalan transpor bahan nutrisi pada pohon yang dikirim dari daun ke akar (Sumardi dan Widyastuti 2004).
9
Apabila kerusakan pada pohon sampai melingkari batang, maka aliran nutrisi dari daun ke akar akan terganggu dan pohon dapat mati. Spesies-spesies yang paling merusak adalah dari ordo Coleoptera, terutama yang tergolong famili Cerambycidae, Buprestidae dan Scolytidae, yang mampu mematikan pohon, menurunkan kualitas dan volume kayu pertukangan. Serangga pemakan kulit yang tergolong famili Cerambycidae dan Buprestidae sering menggerek ke dalam kayu untuk berkepompong. Akibatnya batang pohon menjadi berlubang-lubang sehingga kualitas kayunya menurun (Husaeni et al. 2006). Kerusakan yang ditimbulkan oleh serangga penggerek kayu adalah berupa lubang-lubang atau lorong-lorong gerekan dalam kayu. Hal ini menyebabkan penurunan kualitas dan kuantitas (volume) produksi kayu (Husaeni et al. 2006). Kerusakan berbentuk lubang-lubang yang mempunyai bermacam-macam ukuran dan bentuk. Lubang-lubang dapat dijumpai baik pada kayu batang dan cabang yang masih hidup maupun pada balok-balok kayu kering. Tiap-tiap jenis penggerek kayu mempunyai karakteristik tertentu. Beberapa jenis serangga dewasanya hanya merusak pohon sehat, jenis lain merusak pohon merana (Sumardi dan Widyastuti 2004).
2.3 Pohon Merawan 2.3.1 Klasifikasi Kingdom
: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom
: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi
: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi
: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas
: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas
: Dilleniidae
Ordo
: Theales
Famili
: Dipterocarpaceae
Genus
: Hopea
Spesies
: odorata
10
2.3.2 Habitus pohon Tinggi pohon 30 - 40 m, panjang batang bebas cabang 15 - 25 m, diameter 75 - 150 m, berbanir 1 - 3 m, mengeluarkan damar berwarna jernih, putih, kuning sampai kuning tua. Kulit luar berwarna kelabu-coklat, coklat sampai hitam, beralur dangkal, dan mengelupas (Martawijaya et al. 1981). Bentuk daun ovate, tunggal, alternate, tepi daun entire, ujung daun acuminate, pangkal daun cuneate. Pertulangan daun sekunder dengan 9 - 12 pasang, pertulangan daun tersier berbentuk tangga. Permukaan daun bagian atas dan bawah glabrous, licin. Ukuran helai daun 7 - 14 x 3 - 7 cm. Daun penumpu sangat kecil dan mudah rontok (Soerianegara dan Lemmens 1994).
2.3.3 Penyebaran dan habitat Pohon merawan termasuk spesies riparian, asli Asia Tenggara, menyebar mulai dari India (Pulau Andaman), Myanmar, Thailand dan Indocina dan ke selatan sampai semenanjung Malaysia utara. Pada kebanyakan sebaran alaminya, jenis ini tumbuh di hutan tropis dataran rendah dengan tanah subur sampai ketinggian 300 m dpl, lokasi tumbuhnya tidak jauh dari sungai. Pertumbuhan terbaik pada daerah bercurah hujan tahunan lebih dari 1.200 mm dan suhu ratarata 25 - 27 °C. Dapat tumbuh pada habitat yang beragam serta mudah dibudidayakan.
Gambar 1 H. odorata; (1) Cabang berbunga, (2) Bunga, (3) Buah bersayap, (4) Buah yang sayapnya dipatahkan (Sumber: Plant Resources of SouthEast Asia No. 5(1)).
11
Merawan tumbuh di dalam hutan hujan tropis dengan tipe curah hujan A dan B pada daratan kering atau di rawa-rawa, pada tanah pasir, tanah liat atau tanah berbatu-batu. Selain itu, merawan dapat tumbuh pada ketinggian sampai 1000 m dari permukaan laut (Martawijaya et al. 1981).
2.3.4 Kegunaan Kayu merawan banyak dipakai untuk balok, tiang dan papan pada bangunan perumahan. Selain itu, juga dapat dipakai sebagai kayu perkapalan (perahu, kulit dan lain-lain), tong air, ambang jendela, kerangka rumah, talenan dan barang bubutan (Martawijaya et al. 1981). Kayunya keras, ringan dan kuat, digunakan untuk konstruksi berat dan ringan, mebel, vinir dan banyak kegunaan lainnya. Kerapatan kayu 0,5 – 0,98 g/cm3 pada kadar air 15 %. Cocok ditanam pada tanah yang telah terdegradasi, juga banyak ditanam sebagai tanaman hias dan penaung. Kulitnya mengandung tanin tinggi, dapat digunakan untuk penyamak kulit, juga menghasilkan getah bermutu rendah.
2.3.5 Serangga Hama Serangga hama pohon merawan sangat beragam tercatat di Malaysia, Thailand, Indonesia, India, Pakistan, dan Burma kebanyakan dari famili Coleoptera dan Lepidoptera yang merupakan defoliator, penggerek kayu dan penghisap akar (Appanah dan Turnbull 1998). Menurut Beeson (1941), hanya satu species yang menggerek kayu teras Hoplocerambyx spinicornis (Cerambycidae) yang mampu membunuh pohon sehat. Penggerek lainnya atau penggerek sekunder, menyerang pohon sakit. Mungkin mempercepat kematian pohon hingga satu sampai dua tahun. H. spinicornis tersebar luas di Asia (Burma, Bhutan, India, Indo-China, Indonesia, Malaysia, Nepal, Papua New Guinea, Pakistan, Filipina, Singapura, Thailand). Penggerek menyukai pohon besar dan dewasa dimana terdapat kesempatan lebih untuk melengkapi siklus hidup. Beberapa penggerek sekunder menyerang pohon baru ditebang, tetapi kadang-kadang dapat menyerang pohon yang hampir mati (Appanah dan Turnbull 1998).
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tanaman merawan yang terletak di sebelah selatan Auditorium Sylva Pertamina Fakultas Kehutanan IPB. Di tempat itu terdapat 11 pohon merawan, namun umurnya tidak diketahui. Pada saat awal penelitian dilakukan, diameter pohon tersebut sudah mencapai 16,5 cm. Penelitian dimulai sejak ditemukan tiga batang pohon merawan yang mendapat serangan penggerek batang pada bulan Februari 2010, diantaranya satu batang pohon telah mati. Pengamatan perkembangan serangan hama dilakukan sampai bulan Mei 2010 dan pada bulan Juni 2010 dilakukan identifikasi serangga di Laboratorium Zoologi Puslit Biologi LIPI Cibinong dibimbing oleh Staf Laboratorium Zoologi Bidang Entomologi LIPI Cibinong.
3.2 Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alkohol 70% untuk mengawetkan serangga yang ditemukan. Alat-alat yang digunakan adalah botol koleksi serangga, gergaji untuk memotong balok kayu merawan, kamera digital, mikroskop binokuler, meteran, penggaris, benang dan jarum pentul.
3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Pengamatan kerusakan batang dan koleksi serangga Bentuk kerusakan yang terjadi diketahui dengan menebang pohon merawan yang telah mati, kemudian dibagi menjadi potongan-potongan (sortimen) dengan panjang masing-masing 1 m, kecuali sortimen yang terakhir (ujung), yang panjangnya hanya 0,5 m. Diperoleh 10 sortimen dengan panjang masing-masing 1 m dan satu sortimen dengan panjang 0,5 m dari satu batang pohon merawan yang ditebang, ini yang mengandung lubang gerek. Ini berarti bahwa lubang-lubang gerek serangga itu tersebar dari permukaan tanah sampai ketinggian 10,5 m. Perhitungan banyaknya lubang gerek, pengumpulan serangga dan pola serangan (pola liang gerek) dilakukan pada setiap sortimen tersebut.
13
3.3.1.1 Penghitungan jumlah lubang gerek Penghitungan jumlah lubang gerek dilakukan pada setiap sortimen kayu, dimulai dari sortimen I yang merupakan bagian pangkal pohon sampai sortimen ke XI (bagian ujung atas yang terserang). Agar memudahkan penghitungan banyaknya lubang gerek, pada saat penghitungan, sortimen yang panjangnya 1 m dibagi-bagi lagi menjadi segmen-segmen yang lebih pendek (± 10 cm), dengan cara meliliti sortimen tersebut dengan benang putih. Setelah itu, pada setiap lubang gerek yang ada dimasukkan jarum pentul. Banyaknya lubang gerek adalah sama dengan banyaknya jarum pentul yang dimasukkan dalam lubang gerek.
3.3.1.2 Mempelajari pola lubang gerek Mempelajari pola lubang gerek serangga dilakukan dengan memotong sortimen tadi secara melintang, tepat pada lubang gerek. Pemotongan melintang ini dilakukan pada beberapa lubang gerek yang berbeda-beda diameter lubang gereknya. Sebaran pola lubang gerek yang diperoleh difoto dengan menggunakan kamera digital.
3.3.1.3 Pengumpulan serangga Pengumpulan serangga penyebab kerusakan pohon merawan dilakukan pada saat mempelajari pola lubang gerek serangga. Serangga tersebut ditemukan pada saat pemotongan sortimen secara melintang. Serangga-serangga tadi dimasukkan dalam botol koleksi serangga dan dipisahkan menurut jenis serangganya.
3.3.1.4 Pengukuran diameter lubang gerek Diameter lubang gerek diukur pada setiap sortimen dengan menggunakan penggaris. Karena banyaknya lubang gerek, untuk mempermudah pengukuran, diameter lubang gerek (x) dikelompokkan menjadi lima kelompok yaitu diameter 0 < x ≤ 1 mm, diameter 1 < x ≤ 2 mm, diameter 2 < x ≤ 3 mm, diameter 3 < x ≤ 4 mm, dan diameter 4 < x ≤ 5 mm.
14
3.3.1.5 Pengamatan penyebaran serangga Pada areal ditemukannya serangga penggerek batang ini, pada bulan Februari 2010, hanya ada tiga batang pohon merawan yang terserang, satu diantaranya telah mati dan kemudian ditebang. Pengamatan pohon lain di sekitar dua pohon merawan yang terserang dilakukan untuk mengetahui penyebaran serangan hama ini dari pohon ke pohon. Selain itu, juga untuk mengetahui apakah pohon itu sudah terserang atau belum. Pengamatan penyebaran serangan dilakukan sampai bulan Mei 2010. Setiap ada pohon yang terserang baru, jarak dan arahnya ditentukan dari pohon yang telah ditebang untuk mengetahui pola penyebaran serangga.
3.3.2 Identifikasi serangga Identifikasi
dimaksudkan
untuk
mengetahui
jenis-jenis
serangga
penggerek batang yang menyerang pohon merawan. Identifikasi dilakukan menggunakan kunci determinasi dengan mengkombinasikan dua atau lebih prosedur identifikasi dan dibimbing oleh Staf Laboratorium Zoologi Bidang Entomologi LIPI Cibinong. Buku acuan identifikasi yang digunakan adalah Borror et al. 1992. Serangga yang diidentifikasi diambil dari batang pohon merawan yang ditebang karena mati terserang serangga penggerek batang.
3.4 Analisis Data Data yang didapat dihitung untuk memperoleh nilai dari jumlah lubang gerek, panjang lubang gerek dan persentase lubang gerek. Data hasil penghitungan jumlah lubang gerek dianalisis dengan menggunakan model regresi linear yang terdiri dari satu peubah bebas (x) yaitu ketinggian pohon dan peubah tak bebas (y) yaitu jumlah lubang gerek. Analisis ini diperlukan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh dari jumlah lubang gerek terhadap ketinggian pohon.
15
Rumus yang digunakan untuk menghitung jumlah, panjang dan persentase lubang gerek adalah sebagai berikut : 1. Jumlah lubang gerek (Gx) merupakan jumlah lubang gerek masing-masing diameter pada seluruh sortimen. n
∑
Gx =
Gi
i=1
Keterangan : Gx = Jumlah lubang gerek masing-masing diameter pada seluruh sortimen Gi = Jumlah lubang gerek masing-masing diameter pada sortimen ke- i 2. Panjang lubang gerek (L) merupakan jumlah panjang seluruh percabangan lubang gerek.
2 3
1
(L = panjang 1 + panjang 2 + panjang 3)
3. Persentase lubang gerek (P) merupakan perbandingan jumlah lubang gerek masing-masing diameter pada seluruh sortimen terhadap jumlah lubang gerek semua ukuran pada seluruh sortimen.
Gx P =
x 100% N
Keterangan : P = Persentase lubang gerek (%) Gx = Jumlah lubang gerek masing-masing diameter pada seluruh sortimen N = Jumlah lubang gerek semua ukuran pada seluruh sortimen
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas Kampus IPB Darmaga secara administrasi pemerintahan termasuk dalam wilayah Kabupaten Bogor dengan jarak ± 10 km dari Bogor ke arah Barat. Letak Kampus IPB Darmaga secara geografis yaitu pada perpotongan garis 6o 30’ LS dan 106o 45‘ BT. Batas Kampus IPB Darmaga di sebelah Timur adalah wilayah Desa Babakan. Batas sebelah Utara dan Barat adalah sungai Cisadane dan sungai Ciapus, serta sungai Cihideung di sebelah Barat. Batas sebelah Selatan adalah jalan raya yang menghubungkan Bogor dengan Leuwiliang.
4.2 Tanah dan Topografi Jenis tanah Kampus IPB Darmaga adalah latosol dengan kedalaman efektif lebih dari 90 cm dengan tekstur sedang. Kampus IPB Darmaga terletak pada ketinggian 145-195 m dpl yang terdiri atas bangunan, areal bervegetasi dan tanah kosong. Secara umum topografinya datar sampai bergelombang dan terdapat tebing pada areal yang berbatasan langsung dengan sungai.
4.3 Iklim Menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson, kampus IPB Darmaga termasuk dalam daerah dengan tipe curah hujan A dengan curah hujan rata-rata tahunan sebesar 3.552 mm, kelembaban nisbi rata-rata per tahun di atas 80% dan suhu udara rata-rata sepanjang tahun 25 oC.
4.4 Vegetasi Kampus IPB Darmaga sebelumnya merupakan perkebunan karet, sehingga vegetasi yang mendominasi adalah tegakan karet. Selain itu juga terdapat tegakan sengon (Paraserianthes falcataria) dan jenis pohon lain yang menyebar di dalam kampus, seperti: mahoni (Swietenia macrophylla), mangium (Acacia mangium), puspa (Schima noronhae), beringin (Ficus benjamina) dan lain-lain.
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Jenis-Jenis Serangga yang terdapat pada Pohon Merawan Tabel 1 menunjukkan hasil identifikasi serangga yang dilakukan di Laboratorium Zoologi Puslit Biologi LIPI Cibinong. Diperoleh 12 jenis serangga pada satu batang pohon merawan yang ditebang. Serangga-serangga tersebut tergolong ke dalam tiga ordo, yaitu: Coleoptera, Thysanoptera, dan Dermaptera. Coleoptera merupakan ordo yang paling dominan, terdiri dari tujuh spesies dari enam famili yaitu: Scolytidae, Buprestidae, Scarabaeidae, Platypodidae, Curculionidae dan Tenebrionidae. Ordo Thysanoptera terdiri dari empat spesies dari dua famili yaitu Thripidae dan Heterothripidae dan ordo Dermaptera terdiri dari satu spesies dari famili Forficulidae. Keterbatasan sumber acuan identifikasi serangga menyebabkan hanya lima spesimen yang dapat diidentifikasi sampai tingkat spesies. Tabel 1 Jenis-jenis serangga hama yang ditemukan di batang pohon merawan Keteranga
No
Spesies
Famili
Ordo
1
Xyleborus perforans
Scolytidae
Coleoptera
Penggerek
2
Xyleborinus perexiguus
Scolytidae
Coleoptera
Penggerek
3
Platypus parallelus
Platypodidae
Coleoptera
Penggerek
4
Belionota prasina
Buprestidae
Coleoptera
Penggerek
5
Anomala pagana
Scarabaeidae
Coleoptera
Defoliator
6
-
Curculionidae
Coleoptera
Penggerek
7
-
Tenebrionidae
Coleoptera
Penggerek
8
-
Thripidae
Thysanoptera
Predator
9
-
Thripidae
Thysanoptera
Predator
10
-
Thripidae
Thysanoptera
Predator
11
-
Heterothripidae
Thysanoptera
Predator
12
-
Forficulidae
Dermaptera
Predator
n
18
Menurut para pakar serangga (entomolog), sebagian besar serangga penggerek batang (kulit dan kayu) tergolong dalam ordo Coleoptera (Anderson 1960; Kalshoven 1981; Coulson dan Witter 1984; Speight dan Wylie 2000; Sumardi dan Widyastuti 2004; Husaeni et al. 2006). Adapun ordo Thysanoptera dan Dermaptera yang ditemukan tidak termasuk serangga penggerek batang. Thysanoptera atau thrips merupakan serangga bersayap duri. Ada yang bersayap dan ada yang tidak. Thrips mempunyai tipe mulut menghisap dan mengalami metamorfosis sederhana. Tubuh berukuran sangat kecil yaitu < 6 mm. Serangga ini memakan berbagai bagian tanaman seperti kayu, buah, daun dan jamur (Coulson dan Witter 1984). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa serangga Thysanoptera mempunyai tubuh yang sangat kecil, datar dan langsing yakni panjang tubuh ± 1 mm, lebar tubuh < 1 mm dan berwarna putih pucat, kekuningan atau jernih dengan titik atau garis merah atau oranye. Diperkirakan thrips yang ditemukan dari subordo Tubulifera, meletakkan telur di dalam celahcelah atau di bawah kulit kayu. Menurut Pracaya (2007), selain memakan bagian tanaman seperti kayu, thrips juga menjadi predator tungau dan kutu-kutu kecil lainnya. Dermaptera adalah serangga yang mempunyai tubuh yang memanjang, ramping dan agak gepeng. Sayap dilipat saat serangga beristirahat dan mengalami metamorfosis sederhana. Tubuh berukuran kecil sampai sedang (4 - 26 mm). Ordo ini mempunyai tipe mulut menggigit dan mengunyah serta antena yang panjang, hidup pada bagian kulit kayu dan memakan zat-zat yang membusuk (Coulson dan Witter 1984). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa serangga Dermaptera berukuran kecil dengan panjang tubuh ± 5 mm, lebar tubuh ± 2 mm, pada ujung belakangnya ada capit serta berwarna coklat kehitaman. Dermaptera sebagian besar aktif pada waktu malam dan bersembunyi pada waktu siang hari di celah-celah dan dalam lubang-lubang kecil di bawah kulit kayu (Borror et al. 1992). Banyak yang berperan sebagai predator hama (Pracaya 2007). Sama halnya dengan Thysanoptera, Dermaptera yang ditemukan diperkirakan berperan sebagai predator. Berikut hanya akan dibahas seranggaserangga Coleoptera, yang berperan sebagai serangga penggerek batang.
19
5.1.1 Xyleborus perforans (Coleoptera : Scolytidae) Hasil pengamatan menunjukkan bahwa imago X. perforans berukuran kecil dengan panjang tubuh ± 2,5 mm, lebar tubuh ± 1,5 mm dan berwarna coklat kemerahan. Menurut Speight dan Wylie (2000), Xyleborus spp. termasuk penggerek kayu (teras dan gubal). Menurut Kalshoven (1981), kumbang X. perforans Woll. berwarna coklat kemerahan, panjang tubuh 2 - 3 mm dan merupakan jenis yang sangat umum menggerek kayu basah. Kemungkinan dapat ditemukan dengan jumlah banyak di dalam batang tebu yang telah terinfeksi oleh jamur penyakit. Kumbang ini membentuk percabangan di dalam liang gereknya. Di Kalimantan Timur, X. perforans menyerang pohon meranti (Shorea spp.) dan di Kalimantan Barat, menyerang pohon ramin (Gonystylus bancanus) (Martawijaya 1988). Beberapa jenis Xyleborus yang ditemukan di Malaysia yaitu X. percothylus, X. obstpus, X. sexspinatus, X. macropterus dan X. okoumeensis, hampir semua jenis tersebut menyerang pohon meranti (Shorea spp.) (Schedl 1935). Banyak jenis Xyleborus lainnya yang tercatat menyerang pohon-pohon Dipterocarpaceae. Di India Timur, X. alfa merupakan hama Shorea assamica, S. robusta dan Vatica lanceaefolia sedangkan X. andrewesi merupakan hama Dipterocarpus turbinatus dan S. robusta. Begitu juga di India Selatan, X. noxius dan X. semigranosus merupakan penggerek pucuk H. wightiana sedangkan X. shoreae merupakan penggerek pucuk D. macrocarpus, D. pilosus, Hopea sp., S. assamica, S. robusta dan V. lanceaefolia (Jha dan Sen-Sarma 2008). X. testaceosus mungkin yang paling umum dan dominan sebagai penggerek pucuk di seluruh wilayah timur India dan telah ditemukan menyerang kayu D. indicus, H. wightiana, S. assamica, S. robusta dan V. indica (Jha dan Sen-Sarma 2008). Gejala serangan Xyleborus adalah terdapatnya lubang-lubang gerek berdiameter ± 2 mm. Dari lubang gerek tersebut keluar serbuk gerek halus. Batang pohon yang diserang berat akan terlihat kotor, karena adanya kotoran basah berwarna coklat, merupakan campuran dari serbuk gerek, jamur, kotoran
20
serangga dan cairan pohon. Di dalam batang kumbang akan membuat liang gerek yang arahnya horizontal dan bercabang-cabang (Husaeni et al. 2006). Genus Xyleborus merupakan genus terbesar dari famili Scolytidae, memiliki cakupan pohon inang yang bermacam-macam dan menyerang dengan cara yang sama seperti jenis lain dari famili ini maupun dari famili Platypodidae, serta berpotensi membahayakan bagi tanaman (Jha dan Sen-Sarma 2008). Spesies dari genus Xyleborus ini jumlahnya banyak dan kelompok ini termasuk kumbang ambrosia. Ketika menggerek ke dalam kayu, kumbang betina membawa jamur ambrosia yang membentuk lapisan sepanjang dinding liang gereknya. Jamur disediakan sebagai makanan untuk larva kumbang (Kalshoven 1981).
(a)
Gambar 2
(b)
(c)
Imago X. perforans, tampak: (a) dorsal, (b) lateral, (c) ventral (Perbesaran 16x).
5.1.2 Xyleborinus perexiguus (Coleoptera : Scolytidae) Sama halnya dengan X. perforans, jenis ini juga termasuk kumbang ambrosia, yang membawa jamur ambrosia ke dalam liang gereknya sebagai makanan larva dan imago. Berdasarkan hasil pengamatan, bentuk imago X. perexiguus hampir menyerupai X. perforans, hal ini dikarenakan kumbang ini masih dalam satu famili, namun ukurannya lebih kecil yakni panjang tubuh ± 1,5 mm, lebar tubuh ± 1 mm dan berwarna coklat kehitaman. Gejala serangan X. perexiguus pun mirip dengan X. perforans, hanya saja lubang gerek yang dibuat oleh jenis ini berdiameter lebih kecil yaitu ± 1 mm.
21
(a)
Gambar 3
(b)
(c)
Imago X. perexiguus, tampak: (a) dorsal, (b) lateral, (c) ventral (Perbesaran 25x).
5.1.3 Platypus parallelus (Coleoptera : Platypodidae) Hasil pengamatan menunjukkan bahwa imago P. parallelus berukuran kecil dengan panjang tubuh ± 4,5 mm, lebar tubuh ± 1,5 mm dan berwarna coklat kehitaman. Menurut Borror et al. (1992), bentuk tubuh kumbang-kumbang dalam genus ini memanjang, langsing, dan silindris dengan kepala yang agak lebih lebar dari pronotum. Imago berwarna kecoklat-coklatan dan panjangnya 2 - 8 mm. Disebut juga pengebor-pengebor lubang jarum. Kumbang-kumbang ini adalah pengebor kayu dan mengebor pohon-pohon yang hidup, tetapi jarang menyerang pohon yang sehat. Kumbang-kumbang ini menyerang pohon-pohon daun lebar dan konifer. Semua Platypus spp. merupakan kumbang ambrosia, baik larva maupun dewasa memakan jamur ambrosia yang tumbuh di dinding liang gerek yang mereka buat. Kumbang ini tidak memakan kayu. Jenis Platypus membuat liang gerek biasanya lebih luas pada kayu gubal, tetapi juga dapat memperpanjang ke dalam kayu teras. Kebanyakan kumbang ini adalah hama dari kayu bulat atau kayu gergajian, tetapi beberapa menyerang tegakan pohon yang rusak atau tidak sehat, beberapa kasus bahkan menyerang pohon sehat (Speight dan Wylie 2000). Serangga ini merupakan hama yang serius, terutama di daerah tropis dan subtropis (Coulson dan Witter 1984). Dalam penelitian terhadap kumbang ambrosia P. trepanatus, Nandika (1991), menyatakan bahwa imago berbentuk silindris, berwarna coklat sampai hitam. Semakin tua umurnya, warna tubuhnya menjadi lebih gelap (coklat
22
kehitaman). Kepala imago berbentuk pipih, relatif sangat kecil dibandingkan dengan toraks dan abdomennya, dengan alat mulut terletak di bagian bawah. Bagian front berbentuk bulat dan relatif rata permukaannya. Mata faset yang berwarna hitam terlihat menonjol di bagian samping atas depan. Tepat di bawahnya terdapat pangkal antena. Dilihat dari arah dorsal, protoraks tampak jelas, sedang meso dan metatoraks tertutup oleh sayap depan. Namun dilihat dari arah ventral ternyata prosternum dan metasternum hampir sama besarnya, sedang mesotoraks jauh lebih kecil. Kebanyakan jenis ini adalah polifag. Semua kayu baru ditebang berdiameter lebih dari 30 cm dapat diserang oleh spesies dari genus ini. Serangannya sering sangat rapat, sekitar 25 lubang gerek tiap 2,5 cm2 dari arah tangensial (Beeson 1941). Genus Platypus diwakili oleh 22 jenis, hampir setengah dari seluruh jenis famili Platypodidae, yang telah tercatat merusak famili Dipterocarpaceae di India dan hampir semuanya adalah penggerek tetap S. robusta. P. capulifer menyerang kayu D. macrocarpus, D. pilosus, S. robusta dan V. lanceaefolia; P. curtus pada D. macrocarpus, D. pilosus, D. turbinatus, H. odorata dan S. robusta. P. uncinatus menyebar sangat luas di Kepulauan India, Malaysia dan Sri Lanka. Di India, ia lebih umum dari P. solidus dan lebih sering di daerah dengan musim kering yang jelas. Pohon inang termasuk D. pilosus, S. robusta, dan V. lanceaefolia diantara Dipterocarpaceae. P. uncinatus kanarensis menyerang D. indica, D. pilosus, S. robusta dan V. lanceaefolia di India Selatan (Jha dan SenSarma 2008).
(a)
(b)
Gambar 4 Imago P. parallelus, tampak: (a) dorsal, (b) lateral (Perbesaran 10x) (Sumber: www.insectimages.org).
23
5.1.4 Belionota prasina (Coleoptera : Buprestidae) Hasil pengamatan menunjukkan bahwa imago B. prasina berukuran kecil dengan panjang tubuh ± 20 mm, lebar tubuh ± 7 mm dan berwarna hijau metalik, sedangkan larva berwarna putih kekuningan. Menurut Jha dan Sen-Sarma (2008), kumbang B. prasina yang berwarna hijau tua kebiruan, telah menyebar luas di seluruh wilayah timur India dan umumnya merupakan pemakan kayu dari banyak jenis tanaman, termasuk H. parviflora. Ruang larva tampak berbentuk elips dari arah menyilang atau berbentuk silindris dari arah longitudinal. Ruang ini dipenuhi dengan serbuk gerek halus (Coulson dan Witter 1984; Jha dan Sen-Sarma 2008). Banyak larva Belionota hanya menggerek jaringan floem. Pada umumnya, kumbang ini lebih menyukai inang yang lemah atau rusak. Imago meletakkan telur di permukaan atau celah-celah kulit dari pohon inangnya. Kemudian larva akan menggerek ke dalam floem, membuat ruang berbentuk oval dari arah menyilang. Pupasi terjadi di dalam ruang tersebut atau kadang-kadang di dalam xylem. Setelah itu, imago akan muncul dengan menggerek sampai ke permukaan luar (Coulson dan Witter 1984). Setelah serangan kelompok awal kumbang kulit dari Platypodidae dan Scolytidae pada kayu baru ditebang atau baru tumbang, datang giliran kelompok lain dari pemakan kulit dan kayu gubal pada kayu. Meskipun mati, masih memiliki kelembaban tinggi dan kondisi kayu masih berkulit (Jha dan Sen-Sarma 2008). Kumbang dewasa tidak pernah masuk kembali ke pohon inang setelah keluar. Oleh karena itu, hanya ruang larva yang ada di kulit bagian dalam. Larva ini tidak pernah keluar karena tidak adanya lubang pada permukaan. Maka dari itu, ruang larva yang melengkung selalu dipenuhi dengan larva dari jenis ini (Anderson 1960). Penggerek berkepala gepeng dari famili Buprestidae merupakan kelompok penggerek penting sekunder terutama pada pohon S. robusta, yang merupakan salah satu pohon inang untuk 14 jenis famili ini, diantaranya genus Acmaeodera (3 spesies), Agrilus beesoni, Catoxantha biocolor, Chrysobothris (4 spesies), Malanphila coriacea dan Psiloptera (3 spesies) telah tercatat menyerang kayu Dipterocarpacea di India (Jha dan Sen-Sarma 2008).
24
(a)
(b)
Gambar 5 B. prasina, (a) larva, (b) imago (Perbesaran 2x).
5.1.5 Anomala pagana (Coleoptera : Scarabaeidae) Hasil pengamatan menunjukkan bahwa imago A. pagana berukuran kecil dengan panjang tubuh ± 13 mm, lebar tubuh ± 8 mm dan berwarna coklat. Menurut Kalshoven (1981), A. pagana (= Aprosterna antiqua Gyll.), merupakan kumbang yang berwarna hijau gelap sampai hitam kecoklatan pada seluruh tubuhnya dan mempunyai panjang 12 - 15 mm. Penyebarannya di seluruh Asia Tenggara dan Australia Utara. Di Jawa Timur, larva ini merupakan hama sekunder pada padi, jagung, dan ladang singkong. Mereka memakan akar yang terluka di dalam tanah dan tanaman yang mati. Jenis ini bertahan selama musim kering pada fase larva. Genus Anomala (sinonim. Aprosterna, Euchlora) termasuk dalam ratusan jenis yang banyak ditemukan di area penanaman. ’Euchlora’ dewasa dapat dikenali dengan mudah dari ukuran dan warnanya yang hijau. Anomala spp seringkali ditemukan di bunga. Kumbang sering mempunyai warna yang mencolok dan menjadi pemakan daun yang rakus, sebagian besar bertanggung jawab terhadap kerusakan hasil panen (Kalshoven 1981). Meskipun kumbang Scarabaeidae ada yang berperan sebagai serangga penggerek batang, namun dilihat dari ukuran tubuhnya, serangga ini bukan termasuk serangga penggerek batang, karena tidak ditemukan lubang gerek berdiameter sebesar ukuran tubuhnya. Menurut Speight dan Wylie (2000), kumbang Anomala spp. termasuk defoliator (pemakan daun). Serangga ini ditemukan di sekitar batang kemungkinan hanya kebetulan saja. Kayu pohon
25
tebangan yang berada di ruang terbuka dan kemampuan terbang kumbang ini memungkinkan serangga ini dapat menjangkaunya.
Gambar 6 Imago A. pagana (Perbesaran 3x).
5.1.6 Kumbang Curculionidae Kumbang yang tergolong famili Curculionidae mudah dikenali karena pada kepalanya terdapat moncong, alat mulutnya terletak di ujung moncongnya. Oleh karena itu, kumbang famili Curculionidae disebut juga kumbang moncong (Husaeni et al. 2006). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa ukuran imago jenis ini yakni panjang tubuh ± 4 mm, lebar tubuh ± 2,5 mm dan berwarna hitam. Semua kumbang moncong (kecuali beberapa yang terdapat di dalam sarang-sarang semut) adalah pemakan tumbuh-tumbuhan, dan banyak sebagai hama-hama yang serius. Beberapa jenis hidup di kulit kayu atau batang yang telah mati. Hampir semua bagian tumbuhan dapat diserang, dari akar ke atas. Larva biasanya makan di dalam jaringan tanaman, dan imago membuat lubang-lubang gerek pada buah, biji dan bagian tumbuhan lainnya (Borror et al. 1992). Menurut Speight dan Wylie (2000), kumbang moncong merupakan salah satu famili dari ordo Coleoptera yang menjadi serangga penggerek batang. Beberapa jenis kumbang moncong menggerek batang terutama pada fase larva (Kalshoven 1981). Telurnya biasanya disisipkan dalam jaringan tanaman. Mula-mula yang betina membuat lubang dengan moncongnya, kemudian telurnya dimasukkan ke dalam lubang yang telah dibuatnya itu dengan pygidium yang menyerupai ovipositor (alat untuk meletakkan telur) (Pracaya 2007).
26
Gambar 7 Kumbang Curculionidae dewasa (Perbesaran 15x).
5.1.7 Kumbang Tenebrionidae Kumbang-kumbang dari famili ini hidup dalam gelap. Kumbang-kumbang Tenebrionidae mempunyai jumlah yang banyak dan beragam, kebanyakan berwarna hitam atau kecoklat-coklatan. Beberapa jenis memakan kumpulan jamur berwarna kecoklat-coklatan serta bertubuh kasar dan agak menyerupai kulit kayu. Sangat umum di bawah batu-batu dan sampah dan di bawah kulit kayu yang longgar, bahkan tertarik cahaya pada waktu malam hari. Kebanyakan Tenebrionidae makan berbagai ragam tumbuh-tumbuhan (Borror et al. 1992). Hal yang disayangkan bahwa Laboratorium Zoologi Puslit Biologi LIPI Cibinong belum memiliki contoh jenis serangganya (spesimen). Ketiadaan spesimen rujukan ini menyebabkan penulis belum bisa mengidentifikasi sampai tingkat spesies. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa ukuran serangga imago jenis ini yakni panjang tubuh ± 12 mm, lebar tubuh ± 5 mm dan berwarna coklat kehitaman.
Gambar 8 Kumbang Tenebrionidae dewasa (Perbesaran 4x).
27
5.2 Jumlah dan Panjang Lubang Gerek Hasil penghitungan jumlah lubang gerek yang ditemukan pada bagian batang dapat dilihat pada Tabel 2. Lubang gerek seluruhnya berjumlah 1932 buah. Tabel 2 Jumlah lubang gerek yang ditemukan pada batang pohon merawan Sortimen
Diameter lubang gerek (x) (mm)
Jumlah
0<x≤1
1<x≤2
2<x≤3
3<x≤4
4<x≤5
I
56
154
1
5
0
216
II
85
199
1
3
0
288
III
78
192
2
3
0
275
IV
77
157
1
2
0
237
V
29
148
3
1
0
181
VI
13
144
5
0
0
162
VII
20
115
5
2
0
142
VIII
21
124
0
2
1
148
IX
27
99
3
1
0
130
X
19
75
2
2
0
98
XI*
32
19
2
0
2
55
Jumlah
457
1426
25
21
3
1932
Persentase (%)
23,7
73,8
1,3
1,1
0,1
-
Jenis serangga
X. perexiguus
X. perforans
Kumbang Curculionidae
P. parallelus
Kumbang Tenebrionidae
-
*) Panjang sortimen hanya 50 cm Tabel 2 menunjukkan bahwa lubang gerek berdiameter 0 < x ≤ 1 mm berjumlah 457 buah (23,7%) diperkirakan dibuat oleh X. perexiguus; lubang gerek berdiameter 1 < x ≤ 2 mm berjumlah 1426 buah (73,8%) diperkirakan dibuat oleh X. perforans; lubang gerek berdiameter 2 < x ≤ 3 mm berjumlah 25 buah (1,3%) diperkirakan dibuat oleh kumbang Curculionidae; lubang gerek berdiameter 3 < x ≤ 4 mm berjumlah 21 buah (1,1%) diperkirakan dibuat oleh P. parallelus; dan lubang gerek berdiameter 4 < x ≤ 5 mm berjumlah 3 buah (0,1%) diperkirakan dibuat oleh kumbang Tenebrionidae. Adapun rata-rata lubang gerek per sortimen berjumlah 188 buah dan panjang liang gerek pada potongan melintang batang berkisar antara 2 - 35 cm dan 4 - 6 cm pada potongan memanjang.
28
Berdasarkan hasil analisis regresi pada Gambar 9, diperoleh persamaan y = -18.83x + 291.27 (seluruh serangga penggerek); y = -7.3394x + 82.867 (X. perexiguus); y = -11.4x + 203.4 (X. perforans) dan nilai koefisien korelasinya (R) masing-masing sebesar 0.893, 0.783, 0.890 serta R2 masing-masing sebesar 0.798, 0.6128, 0.7923. Persamaan regresi tersebut menunjukkan hubungan yang negatif, yang berarti bahwa jumlah lubang gerek semakin sedikit seiring bertambahnya ketinggian pohon. Menurut Kuswana (2003), hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : 1. Bagian pangkal batang pohon memiliki diameter lebih besar dibandingkan bagian atas batang pohon, sehingga ruang untuk perkembangan serangga lebih luas. 2. Faktor suhu atau kelembaban. Bagian pangkal batang pohon memiliki suhu lebih rendah dan kelembaban lebih tinggi dibandingkan bagian atas batang pohon. Hal ini mendukung pertumbuhan jamur ambrosia dan perkembangan serangga. 3. Kerapatan tumbuhan bawah dan tajuk pohon dapat mengurangi intensitas cahaya yang masuk ke bawah tegakan sehingga dapat mempengaruhi suhu dan kelembaban. Intensitas dan kualitas cahaya berpengaruh terhadap aktivitas, perkembangan dan pertumbuhan serangga. 4. Banyaknya luka pada pangkal batang akibat dari luka bekas serangan kumbang ambrosia itu sendiri dan jenis serangga lain serta aktivitas manusia seperti bekas golok sehingga dapat menarik datangnya kumbang ambrosia. 5. Banyaknya air tanah yang dapat berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kelembaban di bagian pangkal batang sehingga menyebabkan kumbang ambrosia senang tinggal batang pohon bagian bawah. 6. Banyaknya jamur ambrosia pada pangkal pohon karena jamur ambrosia merupakan jamur penyebab damping off pada tanaman yang terdapat pada tanah, jamur ini merupakan makanan bagi kumbang ambrosia. 7. Kebiasaan terbang yang rendah (1 - 2 m dari permukaan tanah) menyebabkan serangan lebih banyak di bagian pangkal batang pohon. 8.
Ketertarikan terhadap zat penarik (feromon) yang dikeluarkan oleh kumbang ambrosia itu sendiri.
29
A
B
C
Gambar 9
Hubungan antara jumlah lubang gerek dengan ketinggian pohon berdasarkan serangga penggerek penyebabnya; (A) seluruh serangga penggerek, (B) X. perexiguus, (C) X. perforans.
30
5.3 Pola Liang Gerek Pola liang gerek pada potongan melintang batang untuk masing-masing diameter lubang gerek dapat dilihat pada Gambar 10. Berdasarkan gambar tersebut diketahui bahwa lubang gerek berdiameter 0 < x ≤ 1 mm (A), 1 < x ≤ 2 mm (B), dan 3 < x ≤ 4 mm (D) memiliki noda hitam di sepanjang liang gereknya. Noda hitam tersebut kemungkinan disebabkan oleh jamur ambrosia. Jamur ambrosia mengotori dinding liang gerek yang biasa disebut ‘coretan pensil’. Adapun pada lubang gerek berdiameter 2 < x ≤ 3 mm (C) dan 4 < x ≤ 5 mm (E) tidak ditemukan noda hitam di sepanjang liang gereknya. Serangga tertentu dari famili Scolytidae dan seluruh anggota famili Platypodidae disebut kumbang ambrosia karena larva dan imago memakan jamur yang disebut jamur ambrosia (Coulson dan Witter 1984). Liang gerek bisa memanjang ke dalam kayu dan bisa bercabang atau tidak tergantung dari jenis penggereknya (Speight dan Wylie 2000), juga tahap perkembangan serangganya. Ada tiga tipe liang gerek yang dibuat kumbang ambrosia yaitu tipe biasa, bercabang dan gabungan. Tipe biasa yaitu tidak bercabang sering masuk mendalam ke kayu, tipe bercabang masuk mendalam ke kayu dan terbagi menjadi beberapa cabang, tipe gabungan juga bercabang dari lubang masuk awal tetapi liang gerek diperluas untuk tempat telur (Coulson dan Witter 1984). Dari gambar diketahui bahwa tipe biasa yaitu pada lubang gerek berdiameter 0 < x ≤ 1 mm, tipe bercabang yaitu pada lubang gerek berdiameter 1 < x ≤ 2 mm dan tipe gabungan yaitu pada lubang gerek berdiameter 3 < x ≤ 4 mm. Bentuk serangga, diameter lubang gerek, dan karakter dari serbuk kayu yang dikeluarkan dari lubang gerek sering digunakan untuk mengidentifikasi serangga atau kerusakan tingkat genus atau spesies (Johnson 1958 diacu dalam Coulson dan Witter 1984), juga pola liang gereknya. Dengan demikian, dapat diperkirakan bahwa lubang gerek berdiameter 0 < x ≤ 1 mm dibuat oleh jenis X. perexiguus, lubang gerek berdiameter 1 < x ≤ 2 mm dibuat oleh jenis X. perforans, lubang gerek berdiameter 2 < x ≤ 3 mm dibuat oleh jenis kumbang Curculionidae, lubang gerek berdiameter 3 < x ≤ 4 mm dibuat oleh jenis P. parallelus, dan lubang gerek berdiameter 4 < x ≤ 5 mm dibuat oleh jenis kumbang Tenebrionidae.
31
A
B
C
D
D
F
Gambar 10 Pola liang gerek pada potongan melintang batang yang dibuat oleh serangga penggerek; (A) X. perexiguus, (B) X. perforans, (C) Kumbang Curculionidae,
(D)
P.
parallelus,
(E)
Kumbang
Tenebrionidae, dan (F) lubang gerek larva B. prasina di bawah kulit kayu.
Adapun pola liang gerek pada potongan memanjang batang dapat dilihat pada Gambar 11. Pada potongan ini, ada dua liang gerek yang ditemukan yaitu dibawah kulit kayu yang dibuat oleh larva B. prasina dan liang gerek yang menembus sampai ke bagian kayu yang dibuat oleh serangga penggerek batang
32
lainnya. Berdasarkan hasil pengamatan, liang gerek yang terdapat di bawah kulit kayu dibuat oleh larva Buprestidae yang ditemukan yaitu B. prasina (Gambar 11A). Fase larva pada kumbang ini membuat kerusakan paling parah pada kayu. Lubang gerek tempat larva berkembang hampir mengelilingi batang jika dilihat dari potongan melintang. Larva menggerek pada kayu gubal atau tepat di bawah kulit kayu. Liang gerek berbentuk elips dan membentuk cekungan ke dalam kayu serta dipenuhi serbuk gerek. Panjang lubang gerek ± 4 cm dan lebar ± 1,5 cm. Adapun liang gerek yang dibuat oleh serangga penggerek batang lainnya sampai menembus bagian kayu teras, kayu gubal dan empulur. Serangan penggerek ini menyebabkan kualitas kayu menurun karena terdapat lubang-lubang gerek dan serbuk-serbuk kayu di sepanjang potongan batang (Gambar 11B).
A Gambar 11
B
(A) Tampak luar serangan penggerek batang H. odorata, (B) Potongan memanjang batang yang terserang.
5.4 Penyebaran Serangga Hama Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, diketahui bahwa serangga hama menyerang enam dari 11 pohon merawan, satu diantaranya mengalami kematian. Selain itu, serangga hama juga menyerang dua pohon meranti (Shorea spp.) yang berada di tengah-tengah pohon-pohon merawan yang terserang. Denah lokasi pohon yang terserang serangga hama dapat dilihat pada Gambar 12.
33
1
2
3
2
2 1
5
2
4
2
6
6
4
6
4
4 2
2
4
4
4
2 1
2
4
4
4
U 1 Keterangan:
2
4
= Pohon yang terserang dan mati kemudian ditebang (pohon sampel)
2
4
Keterangan : 1 : Gmelina arborea 4 : Shorea spp. 2 : Hopea odorata 5 : Tectona grandis 3 : Paraserianthes falcataria 6 : Acacia mangium = Pohon yang terserang dan belum mati
Gambar 12 Denah lokasi pohon yang terserang serangga penggerek batang.
34
Gambar tersebut menunjukkan bahwa pohon merawan yang mati terserang serangga hama berada di tengah-tengah tegakan. Kemungkinan di tengah-tengah tegakan suhunya lebih rendah dan kelembabannya lebih tinggi daripada di tepi tegakan. Kondisi tersebut disukai kumbang ambrosia untuk perkembangannya. Hal ini yang menyebabkan pohon merawan di tengah-tengah tegakan lebih cepat mengalami kematian dibandingkan di tepi. Pohon-pohon terserang lain yang berada di tepi hanya mengalami penggundulan tajuk.
Gambar 13 Pohon-pohon yang mengalami penggundulan tajuk.
5.5 Pembahasan Umum Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat diketahui bahwa serangga yang menyebabkan kerusakan paling parah terhadap pohon dan kayu adalah serangga dari famili Scolytidae dan Platypodidae, yang termasuk ke dalam kelompok kumbang ambrosia. Dari jumlah lubang gerek yang ditemukan, sebanyak 98,6% dibuat oleh kelompok tersebut. Kumbang ambrosia biasa membawa jamur ambrosia ke dalam liang gereknya. Jamur tersebut tumbuh di dalam liang gerek membentuk lapisan tipis dan berwarna kehitam-hitaman. Menurut Henriques et al. (2006), jamur ambrosia hidup berasosiasi dengan kumbang-kumbang dari famili Scolytidae dan Platypodidae di pohon inang. Menurut
Bakshi
(1950),
kumbang-kumbang
ambrosia diyakini membudidayakan jamur tertentu tetapi berbeda pada lubang gereknya. Kumbang membantu penyebaran jamur ambrosia dengan membuka
35
substrat yang baru dan cocok bagi jamur tersebut. Jamur ambrosia, pada gilirannya, dapat menjadi sumber makanan bagi kumbang. Sebagaimana jamur pada umumnya, jamur ambrosia juga membutuhkan tempat yang lembab untuk mendukung pertumbuhannya. Hal ini dibuktikan dengan jumlah lubang gerek yang paling banyak berada di bagian pangkal batang pohon. Sebab, bagian pangkal batang pohon kondisinya lebih lembab bila dibandingkan dengan bagian atas. Pohon H. odorata yang merupakan salah satu pohon Dipterocarpaceae, tumbuh baik di dalam hutan hujan tropis yang lembab. Hal ini jelas tidak menguntungkan bagi pohon dan tegakan pada umumnya, karena kondisi tersebut lebih disukai oleh kumbang ambrosia dan besar kemungkinannya untuk terserang. Hal ini menunjukkan pentingnya jamur ambrosia bagi interaksi kumbang ambrosia dengan pohon inang. Mengendalikan kumbang ambrosia dapat dilakukan dengan menghambat pertumbuhan jamur yaitu dengan mengurangi kelembaban tegakan. Beberapa cara pengendalian terhadap serangan kumbang ambrosia antara lain mengatur jarak tanam, membabat tumbuhan bawah dan melakukan kegiatan penjarangan. Secara umum genus Xyleborus hidup dan berkembang baik di daerah beriklim basah karena di daerah itu jamur ambrosia yang menjadi sumber makanannya juga berkembang dengan baik. X. destruens yang menyerang jati di Pulau Jawa, lebih banyak menyerang hutan jati di daerah beriklim basah. Di daerah beriklim kering seperti Cepu dan Bojonegoro, X. destruens ini tidak menjadi masalah (van Alphen de Veer 1956). Dari pengalaman itu, van Alphen de Veer menyarankan untuk tidak menanam jati di daerah beriklim basah. Pengalaman ini mungkin dapat diterapkan untuk mengatasi X. perforans pada H. odorata.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Jenis-jenis serangga penggerek batang pohon merawan yaitu Xyleborus perforans (Scolytidae), Xyleborinus perexiguus (Scolytidae), Platypus parallelus (Platypodidae), Belionota prasina (Buprestidae), Kumbang Curculionidae, dan Kumbang Tenebrionidae. 2. Jumlah lubang gerek sebanyak 1932 buah dengan rata-rata 188 buah per sortimen batang sepanjang 1 m. Adapun panjang liang gerek pada potongan melintang berkisar antara 2 - 35 cm dan 4 - 6 cm pada potongan memanjang. Jumlah lubang gerek semakin sedikit seiring bertambahnya ketinggian pohon. 3. Sebanyak 98,6% lubang gerek yang ditemukan disebabkan oleh kumbang ambrosia yaitu X. perexiguus (457 buah; 23,7%), X. perforans (1426 buah; 73,8%), P. parallelus (21 buah; 1,1%). Selebihnya disebabkan oleh kumbang Curculionidae (25 buah; 1,3%) dan kumbang Tenebrionidae (3 buah; 0,1%). 4. Pola liang gerek pada potongan melintang batang yaitu beberapa liang gerek bercabang (X. perforans; P. parallelus), ada juga yang sampai melingkari batang (X. perforans), serta beberapa liang gerek terdapat noda hitam di sepanjang dindingnya (X. perexiguus; X. perforans; P. parallelus). 5. Serangan serangga penggerek batang menyebabkan pohon mengalami penggundulan tajuk sampai mengalami kematian juga menurunkan kualitas kayu.
37
6.2 Saran Adapun saran yang dapat diberikan antara lain: 1. Sebaiknya tidak menanam merawan di daerah beriklim basah. 2. Bila penanaman merawan dilakukan di daerah beriklim basah, untuk mengendalikan hama-hama penggerek batang ini sebaiknya dilakukan kegiatan berikut: mengatur jarak tanam, membabat tumbuhan bawah dan melakukan penjarangan. Hal ini untuk mengurangi kelembaban pada tegakan hutan.
DAFTAR PUSTAKA Alphen de Veer EJ van. 1956. Terdapatnya Xyleborus destruens Bldf. di hutan jati di Jawa. Rimba Indonesia 5 (7-8): 387-408 Anderson RF. 1960. Forest and shade tree entomology. John Wiley and Sons, Inc. New York. Appanah S, Turnbull JM., (ed). 1998. A review of Dipterocarps. Center for International Forestry Research. Bogor. Bakshi BK. 1950. Fungi associated with ambrosia beetles in Great Britain. J. Transactions of the British Mycological Society. 33: 111-120. Beaver RA.
1976.
Bark and ambrosia beetles in tropical forest.
Proc.
Symposium on Forest Pest and Diseases, BIOTROP, Bogor. Beeson CFC. 1941. The ecology and control of the forest insects of India and neighbouring countries and their control. Government of India, Dehli. India. Borror DJ, Triplehorn CA, Johnson NF. 1992. Pengenalan pelajaran serangga. Penerjemah: Partosoedjono S. Edisi keenam. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Coulson RN, Witter JA. 1984. Forest Entomology: Ecology and management. John Wiley and Sons, Inc. New York. Gohda MH, Fukui, Kohno K. 1972. On the field evaluation on insecticide formulation containing fenitrothion and ethylene dibromide, Sumibark as timber protection for the control of wood boring beetles at the timbering site of East Kalimantan State, Indonesia. Special Bulletin of Yashima Sangyo Co. Ltd. And Sumitomo Shoji Kaisha LTd., 1:1-49. Henriques J, M de L. Inacio, Sousa E. 2006. Ambrosia fungi in the insect-fungi symbiosis in relation to cork oak decline. J. Revista I Beroamericana de Micologia. 23: 185-188. Husaeni EA.
2001.
Hama Hutan Tanaman.
Pertanian Bogor. Bogor.
Fakultas Kehutanan Institut
39
Husaeni EA, Kasno, Haneda NF, Rachmatsjah O. 2006. Pengantar hama hutan di Indonesia: Bio-ekologi dan teknik Pengendalian. Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Jha LK, Sen-Sarma PK., (ed). 2008. Forest entomology. A P H Publishing Corporation. New Delhi. Kalshoven LGE. 1981. The Pest of Crops in Indonesia. Penerjemah: Laan PA van der,. PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve. Jakarta. Kuswana AI. 2003. Pemantauan serangan hama Xyleborus destruens Bldf pada tegakan jati (Tectona grandis L.f) di RPH Majalaya, BKPH Cianjur, KPH Cianjur, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat. Laporan Praktek Magang D3 Perlindungan Hutan Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Martawijaya A, Kartasujana I, Kadir K, Prawira SA. 1981. Atlas kayu Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Martawijaya A. 1988. Proteksi kayu ramin terhadap kumbang ambrosia dan blue stain. Puslitbang Hasil Hutan. Bogor. Nair KSS, Sumardi. 2000. Insect pest and diseases of major plantation species. In: Nair KSS, (ed). Insect pest and diseases in Indonesia forest: An assessment of the major threats, research efforts and literature. Center for International Forestry Research. Bogor. Nair KSS. 2001. Pest outbreaks in tropical forest plantation: Is there a greater risk for exotic tree species?. Center for International Forestry Research. Bogor. Nandika D. 1991. Bionomi kumbang ambrosia Platypus trepanatus (Chapman) (Coleoptera : Platypodidae) pada dolok ramin (Gonystylus bancanus Kurz.). Disertasi Fakultas Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pracaya. 2007. Hama dan Penyakit Tanaman. Penerbit Swadaya. Jakarta. Schedl KE. 1935. New bark-beetles and ambrosia beetles (Col.). Journal of Taxonomic Entomology 4: 270-271. Soerianegara I, Lemmens RHMJ., (ed). 1994. Plant resources of south-east Asia No 5(1). Timber Trees: Major commercial timbers. Prosea Foundation. Bogor.
40
Speight MR, Wylie FR.
2000.
Insect Pests in Tropical Forestry.
CABI
Publishing. London. Sumardi, Widyastuti SM. 2004. Dasar-Dasar Perlindungan Hutan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
LAMPIRAN
42
Lampiran 1. Data hasil penghitungan jumlah lubang gerek Sortimen
I
Diameter lubang gerek (x) (mm)
3
4
5
6
7
8
9
10
2
8
8
10
5
4
4
5
3
7
56
10
12
18
16
9
18
15
24
18
1
1
2
1
154 1 5 0
17
18
20
29
22
15
23
20
27
25
216
19
11 19
12 24
4 23
11 18
15 17
12 20
6 21
5 16
9 22
85 199
2<x≤3 3<x≤4 4<x≤5 0<x≤1 1<x≤2 2<x≤3
1 1
Jumlah 0<x≤1 1<x≤2 2<x≤3 3<x≤4
1
1 3 0
1
19
31
36
28
29
33
32
28
21
31
288
14 23 1
12 20
15 22 1
8 21
8 14
2 25
5 19
7 18
3 18
4 12
78 192 2
2
3 0
3<x≤4 4<x≤5
1 38
33
38
29
22
27
24
25
21
18
275
7 14
8 16
10 21
11 12
12 18
5 12
5 15
6 14 1
9 14
4 21
77 157 1 2
1
1
4<x≤5 Jumlah
V
0<x≤1 1<x≤2 2<x≤3 3<x≤4 4<x≤5 Jumlah
VI
Jumlah
14 1
Jumlah
IV
2
1<x≤2 2<x≤3 3<x≤4 4<x≤5 0<x≤1 1<x≤2
III
1
0<x≤1
Jumlah
II
Segmen
0<x≤1 1<x≤2 2<x≤3 3<x≤4 4<x≤5 Jumlah
0 21
24
31
24
30
17
20
21
23
26
237
2 15
4 21 1
6 12
1 15
1 17
1 13
4 12
4 15 2
3 18
3 10
29 148 3 1 0
14
16
21
21
13
181
1 17
1 14
14
18
15
14
1 17
26
12 1
17 1
13
18
18
16
19
5 14
4 13
1 17 2
13
1 13 1
19
17
20
13
15
13 144 5 0 0 162
43
Lampiran 1 (Lanjutan) Sortimen
VII
Diameter lubang gerek (x) (mm)
2
3
4
5
6
7
9
10
2
1
3
2
1
1
4
2
2
2
20
13
10
11 1
12 1
10 1
8
16 2
13
9
115 5 2 0
13
20
15
11
142
11
3 9
11
5 11
21 124
1
1
15
15
13
14
14
12
17
3 10
1 12
3 15
3 13
3 15
2<x≤3 3<x≤4 4<x≤5 0<x≤1 1<x≤2 2<x≤3
1 17
13
4 7 1
5 10
Jumlah 0<x≤1 1<x≤2 2<x≤3 3<x≤4
0 2 1
1 1
13
19
16
18
11
12
13
16
148
10
3 15
3 13
2 8 1
3 9 1
3 7
3 7
1 13
27 99 3
3<x≤4 4<x≤5
1 12
15
10
18
16
11
1 9
3 11 1
4 9
3 6
5 7
1 9 1
13 5
1 0
11
10
4
2 10
1
14 5
1
4<x≤5 Jumlah
XI*
Jumlah
13
Jumlah
X
8
1<x≤2 2<x≤3 3<x≤4 4<x≤5 0<x≤1 1<x≤2
IX
1
0<x≤1
Jumlah
VIII
Segmen
0<x≤1 1<x≤2 2<x≤3 3<x≤4 4<x≤5 Jumlah
19 75 2 2 0
10
15
13
10
12
2 5
6 2 1
5 2
13 4 1
6 6
32 19 2 0 2
18
12
55
1 8
1 9
8
Jumlah Total *) Panjang sortimen hanya 50 cm
130
11
5
4
13
5
98
1932