eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2015, 3 (1): 181-192 ISSN 0000-0000, ejournal.hi.fisip-unmul.org © Copyright 2015
KERJASAMA POLRI DAN AUSTRALIAN FEDERAL POLICE DALAM MENANGGULANGI CYBER CRIME DI INDONESIA TAHUN 2002-2012 Alexander Rompas Sondakh1 NIM.0702045034
Abstract This is a descriptive research which aims to describe the cooperation between Indonesian Police Force and its Australian counterpart to solve Cyber Crime cases. This research describes the things done by both Indonesian and Australian governments through their own law enforcements to cope with Cyber Crime in Indonesia and the achievements as well as the obstacles faced in the IndonesiaAustralia framework of security cooperation. This research uses secondary data gained from various literatures in a library research whereas they are analyzed qualitatively with ”The POLRI-AFP cooperation to overcome Cyber Crime” and ”Cybercrime” itself as the operational definitions. The result shows that there is no national boundary or direct interaction between the criminal and the victim. Indonesia and Australia shares mutual security interests. Therefore, a cooperation is then agreed by Indonesia and Australia to maintain regional security. As the form of cooperation to combat Cyber Crime, Australia has granted Indonesia with hi-tech equipment, trains Indonesian officers to solve Cyber Crimes, maintains a close coordination with Indonesia in Cyber Forensics, and Intelligence Coordination. The obstacles faced in the cooperation is the lack of advanced computer skills of many Indonesian officers, therefore, a further socialization and training is needed. Key words: POLRI, Australian Federal Police, Cyber Crime
Pendahuluan Kemajuan Ilmu pengetahuan dan teknologi membawa dampak yang sangat besar bagi masyarakat dunia yang bukan hanya melanda negara-negara maju tetapi juga melanda negara dunia ketiga dalam perkembangan peradaban dan teknologinya. Arus globalisasi Informasi dan komunikasi tidaklah sepenuhnya membawa kebahagiaan bagi semua orang, masyarakat dan bangsa. Pengetahuan dan preferensi yang cenderung seragam terhadap informasi di masing-masing negara justru dapat menimbulkan perbedaan atau kesenjangan internasional dalam berbagai bidang.
1
Mahasiswa Program S1 Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. Email:
[email protected]
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 1, 2015 : 181-192
Cyber Crime sebagai: “kejahatan di bidang komputer secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan komputer secara illegal.” (Andi Hamzah, 1989) Sedangkan menurut Eoghan Casey“Cybercrime is used throughout this text to refer to any crime that involves computer and networks, including crimes that do not rely heavily on computer“.(www.ubb.ac.id, diakses tanggal 20 September 2012) Secara umum dalam hubungan Indonesia-Australia selalu berusaha memanfaatkan setiap peluang yang ada untuk peningkatan berbagai kerjasama bilateral. Dukungan Australia terhadap keutuhan wilayah negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan faktor kunci dalam upaya meningkatkan hubungan bilateral tersebut. Untuk konteks yang lebih luas, dan dalam rangka membangun hubungan yang saling menguntungkan, telah pula ada kerjasama Indonesia-Australia yang tertuang dalam “Lombok Treaty”. Lombok Treaty adalah kerjasama di bidang keamanan yang dibuat pada 13 November 2006, yang kemudian diratifikasi pada tahun 2007. Perjanjian kerjasama ini diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 47 tahun 2007 Tentang Pengesahan Perjanjian Antara Republik Indonesia dan Australia tentang Kerangka Kerjasama Keamanan yang meliputi 21 kerjasama keamanan yang terangkum dalam 10 bidang, yaitu kerjasama bidang pertahanan, penegakan hukum, anti-terorisme, kerjasama intelijen, keamanan maritim, keselamatan dan penerbangan, pencegahan perluasan (non-proliferasi) senjata pemusnah masal, kerjasama tanggap darurat, organinasi multilateral, dan peningkatan saling pengertian dan saling kontak antar-masyarakat dan antar-perseorangan. Lombok Treaty secara formal memang mengatur mengenai kerjasama dua negara di bidang keamanan akan tetapi, apabila dikaitkan dengan konteks sejarah hubungan bilateral antara Indonesia dan Australia, perjanjian ini dapat dikatakan menjadi semacam peredam ketegangan dari persoalan pemberian suaka kepada 43 warga Papua Barat yang melarikan diri ke Australia.Kasus Papua Barat memang dapat dikatakan sebagai pemicu atau latar belakang utama dari penandatanganan Lombok Treaty.Akan tetapi, tidak dapat diabaikan bahwa isu terorisme yang marak terjadi di Indonesia juga turut melatarbelakangi ditandatanganinya Lombok Treaty oleh Indonesia dan Australia. ( www.scribd.com, diakses 20 April 2014) Sejak tahun 2002 hingga 2012 dengan adanya perjanjian LombokTreaty, Kerjasama Indonesia dan Australia berkembang ke Forum Tingkat Menteri Indonesia – Australia (Indonesia – Australia Ministerial Forum (IAMF)) yang isinya pengembangan dari Agreement between the Republic Of Indonesia And Australia On The Framework For Security Cooporation yang bertujuan untuk menciptakan suatu kerangka guna memperdalam dan memperluas kerjasama dan pertukaran bilateral serta untuk meningkatkan kerjasama dan konsultasi antara para pihak dalam bidang yang menjadi kepentingan dan perhatian bersama mengenai permasalahan yang memperngaruhi keamanan bersama serta keamanan nasional masing-masing. Juga untuk membentuk suatu mekanisme konsultasi bilateral dengan tujuan untuk memajukan dialog dan pertukaran intensif serta penerapan kegiatan kerjasama dan sekaligus juga memperkuat hubungan antar-lembaga sesuai dengan perjanjian. (Agreement between the Republic Of Indonesia And Australia On The Framework For Security Cooporation)
182
Kerjasama POLRI & AFP Menanggulangi Cyber Crime di Indonesia (Alexander Rompas S)
Penelitian yang digunakan oleh penulis dalam skripsi ini adalah jenis deskriptif, yaitu penelitian yang berupaya untuk menjelaskan kerjasama antara pihak kepolisian Indonesia dengan pihak kepolisian Federal Australia dalam menangani masalah cyber crime di kedua negara. Teknik Analisa yang digunakan bersifat Kualitatif.
Kerangka Dasar Teori Teori Kepentingan Nasional George F. Kennan (1951) memahami makna konsep kepentingan nasional (national interest) dalam hubungan antarnegara. Kennan membuat definisi konsep ini secara negatif tentang apa yang tidak termasuk ke dalam pengertian kepentingan nasional. Pertama, konsepsi kepentingan nasional bukan merupakan kepentingan yang terpisah dari lingkungan pergaulan antarbangsa atau bahkan dari aspirasi dan problematika yang muncul secara internal dalam suatu negara. Kepentingan nasional suatu bangsa dengan sendirinya perlu mempertimbangkan berbagai nilai yang berkembang dan menjadi ciri negara itu sendiri. Nilai-nilai kebangsaan, sejarah, dan letak geografis menjadi ciri khusus yang mempengaruhi penilaian atas konsepsi kepentingan nasional suatu negara. Kedua, kepentingan nasional bukan merupakan upaya untuk mengejar tujuan-tujuan yang abstrak, seperti perdamaian yang adil atau definisi hukum lainnya. Sebaliknya, ia mengacu kepada upaya perlindungan dari segenap potensi nasional terhadap ancaman eksternal maupun upaya konkrit yang ditujukan guna meningkatan kesejahteraan warga negara. Ketiga, konsepsi ini pada dasarnya bukanmerupakan pertanyaan yang berkisar kepada tujuan, melainkan lebih kepada masalah cara dan metode yang tepat bagi penyelenggaran hubungan internasional dalam rangka mencapai tujuan tersebut secara efektif. (George F. Kennan, 1951) Kebanyakan kerjasama yang dilakukan secara bilateralseperti pertukaran pelajar, proses ekspor impor dan kunjungan kenegaraan. Ketika suatu negara menjalin kerjasama dengan negara lainnya pasti memiliki kepentingan nasional masing-masing yang menjadi landasan utamanya. Menurut Hans J. Morgenthau kepentingan Nasionalialah: “Kepentingan nasional setiap negara adalah mengejar kekuasaan, yaitu apa saja yang bisa membentuk dan mempertahankan pengendalian suatu negara atas negara lain. Hubungan kekuasaan dan pengendalian itu bisa diciptakan melalui teknik-teknik paksaan maupun kerja sama” (Mohtar Mas’oed, 1990) Konsep kepentingan nasional di atas akan tercapai bila terjadi interaksi atau hubungan luar negeri. Kepentingan tersebut mempengaruhi cita-cita, aspirasi dan tujuan suatu negara serta akan menentukan pengambilan sikap negara tersebut terhadap bangsa lain. Hal inilah yang akan menentukan cara dan pendekatan untuk merealisasikan cita-cita dan wawasan suatu bangsa ke dalam tindakan, baik bilateral maupun regional. Konsep Keamanan Nasional Dalam berbagai literatur Studi Keamanan, masalah pendefinisian konsep “keamanan” menjadi salah satu topik perdebatan yang hangat, setidaknya sampai berakhirnya Perang Dingin. Dalam hal ini, perdebatan akademik mengenai konsep “keamanan” ini berkisar seputar dua aliran besar, yakni antara definisi strategis (strategic definition)
183
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 1, 2015 : 181-192
dan definisi non-strategis ekonomi (economic non-strategic definition). Definisi yang pertama umumnya menempatkan “keamanan” sebagai nilai abstrak, terfokus pada upaya mempertahankan independensi dan kedaulatan negara, dan umumnya berdimensi militer. Sementara, definisi kedua terfokus pada penjagaan terhadap sumber-sumber ekonomi dan aspek non-militer dari fungsi negara. (Abdul-Monem M. Al-Mashat, 1985) Definisi Frederidck Hartman yang melihat keamanan sebagai “the sum total of the vital national interests of the state,” maka “kepentingan nasional” didefinisikan sebagai “sesuatu yang membuat negara bersedia dan siap untuk berperang.” (Frederick H. Hartman, 1967) Keamanan juga sering dipahami sebagai upaya negara untuk mencegah perang, terutama melalui strategi pembangunan kekuatan militer yang memberikan kemampuan penangkal (deterrent). (Barry Buzan, 1983)Dengan kata lain, definisi keamanan kerap dilandasi oleh asumsi dengan supremasi kekuatan militer sebagai sarana untuk melindungi negara dari ancaman militer dari luar. Konsep keamanan Nasional digunakan oleh penulis untuk membantu dalam menempatkan Kebijakan Keamanan nasional sebagai payung bersama dalam merumuskan berbagai strategi majemen ancaman (threat management), baik ancaman dari dalam maupun dari luar, sehingga tercipta sinergi nasional dalam menyelesaikan berbagai masalah tentang kejahatan dunia maya atau Cybercrime antara Indonesia dan Australia. Cyber Crime Cybercrime adalah tindak criminal yang dilakukan dengan menggunakan teknologi computer sebagai alat kejahatan utama. Cybercrime merupakan kejahatan yang memanfaatkan perkembangan teknologi computer khususnya internet. Cybercrime didefinisikan sebagai perbuatan melanggar hukum yang memanfaatkan teknologi computer yang berbasasis pada kecanggihan perkembangan teknologi internet. Andi Hamzah dalam bukunya “Aspek-aspek Pidana di Bidang Komputer” (2013) mengartikan cybercrime sebagai kejahatan di bidang komputer secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan komputer secara ilegal. (Andi Hamzah, 2002) Forester dan Morrison mendefinisikan kejahatan komputer sebagai: aksi kriminal dimana komputer digunakan sebagai senjata utama. (Forrester dan Morrison, 1999) a. Karakteristik Cybercrime Dalam perkembangannya kejahatan konvensional cybercrime dikenal dengan : 1. Kejahatan kerah biru 2. Kejahatan kerah putih b.
184
Cybercrime memiliki karakteristik unik yaitu : 1. Ruang lingkup kejahatan 2. Sifat kejahatan 3. Pelaku kejahatan 4. Modus kejahatan 5. Jenis kerugian yang ditimbulkan
Kerjasama POLRI & AFP Menanggulangi Cyber Crime di Indonesia (Alexander Rompas S)
Dari beberapa karakteristik diatas, untuk mempermudah penanganannya makacybercrime diklasifikasikan : Cyberpiracy : Penggunaan teknologi computer untuk mencetak ulang software atau informasi, lalu mendistribusikan informasi atau software tersebut lewat teknologi komputer. Cybertrespass : Penggunaan teknologi computer untuk meningkatkan akses pada system computer suatu organisasi atau indifidu. Cybervandalism : Penggunaan teknologi computer untuk membuat program yang mengganggu proses transmisi elektronik, dan menghancurkan data dikomputer Walaupun kejahatan dunia maya atau cybercrime umumnya mengacu kepada aktivitas kejahatan dengan komputer atau jaringan komputer sebagai unsur utamanya, istilah ini juga digunakan untuk kegiatan kejahatan tradisional di mana komputer atau jaringan komputer digunakan untuk mempermudah atau memungkinkan kejahatan itu terjadi. Dari berbagai definisi cyber crime diatas dapat diambil kesimpulan bahwa istilahCybercrime yang mengacu kepada aktivitas kejahatan dengan komputer atau jaringan komputer menjadi alat, sasaran atau tempat terjadinya kejahatan. Termasuk ke dalam kejahatan dunia maya antara lain adalah penipuan lelang secara online, pemalsuan cek, penipuan kartu kredit/carding, confidence fraud, penipuan identitas, pornografi anak, dll. (http://dumadia.wordpress.com, diakses tanggal 01 Juni 2014)
Hasil Penelitian Kebutuhan dan penggunaaan akan teknologi informasi yang diaplikasikan dengan internet dalam segala bidang seperti e-banking, e-commerce, e-government, eeducation dan banyak lagi telah menjadi sesuatu yang lumrah. Bahkan apabila seseorang tidak bersentuhan dengan perkembangan teknologi, dia akan dikucilkan oleh masyarakat di sekitarnya. Perkembangan teknologi tidak hanya membawa hal positif dan kemajuan, tapi juga hal negatif yang berpotensi merusak. Penyalahgunaan teknologi internet umumnya disebut sebagai Cyber Crime. Sejarah Cyber Crime di Indonesia dapat dilihat dari beberapa contoh kasus yang pernah terjadi di Indonesia. Dunia perbankan melalui Internet (ebanking) Indonesia, dikejutkan oleh ulah seseorang bernama Steven Haryanto, seorang hacker dan jurnalis pada majalah Master Web. Ia dengan sengaja membuat situs asli tapi palsu layanan Internet banking Bank Central Asia, (BCA). Steven membeli domain-domain dengan nama mirip www.klikbca.com (situs asli Internet banking BCA), yaitu domain wwwklik-bca.com, kilkbca.com, clikbca.com, klickca.com. dan klikbac.com. Isi situs-situs plesetan inipun nyaris sama, kecuali tidak adanya security untuk bertransaksi dan adanya formulir akses (login form) palsu. Jika nasabah BCA salah mengetik situs BCA asli maka nasabah tersebut masuk perangkap situs plesetan yang dibuat oleh Steven sehingga identitas pengguna (user id) dan nomor identitas personal (PIN) dapat di ketahuinya.Diperkirakan, 130 nasabah BCA tercuri datanya. Kasus lainnya adalah ketika seorang hacker bernama Dani Hermansyah, pada tanggal 17
185
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 1, 2015 : 181-192
April 2004 melakukan deface dengan mengubah nama - nama partai yang ada dengan nama- nama buah dalam website www.kpu.go.id, yang mengakibatkan berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap Pemilu yang sedang berlangsung pada saat itu. Dikhawatirkan, selain nama – nama partai yang diubah bukan tidak mungkin angkaangka jumlah pemilih yang masuk di sana menjadi tidak aman dan dapat diubah, padahal dana yang dikeluarkan untuk sistem teknologi informasi yang digunakan oleh KPU sangat besar sekali. Deface disini berarti mengubah atau mengganti tampilan suatu website. Salah satu faktor yang mendasari adanya bentuk kerjasama dalam menanggulangi Cyber Crime Indonesia-Australia adalah faktor geografi, dimana Indonesia memiliki karakteristik geografi yang terbuka dan bersebelahan dengan negara Australia, utamanya dimensi maritim. Ancaman keamanan lebih banyak di dominasi oleh ancaman non-tradisional yang banyak memanfaatkan jalur laut seperti penyelundupan manusia, penyelundupan senjata, pembajakan laut, terorisme maritim, yang juga memiliki peluang terhadap adanya eskalasi gerakan separatis dan konflik komunal, khususnya di Indonesia Timur. Hal ini perlu dilakukan untuk menjaga integritas wilayah NKRI. Selain itu, sekelompok pemuda di Medan yang memasang iklan di salah satu website terkenal “Yahoo” dengan seolah - olah menjual mobil mewah Ferrary dan Lamborghini dengan harga murah sehingga menarik minat seorang pembeli dari Kuwait. Perbuatan tersebut dapat dilakukan tanpa adanya hubungan terlebih dahulu antara penjual dan pembeli, padahal biasanya untuk kasus penipuan terdapat hubungan antara korban atau tersangka. Mencermati hal tersebut dapatlah disepakati bahwa kejahatan IT/ Cybercrime memiliki karakter yang berbeda dengan tindak pidana umum baik dari segi pelaku, korban, modus operandi dan tempat kejadian perkara sehingga butuh penanganan dan pengaturan khusus di luar KUHP. Upaya-upaya yang dilakukan sehubungan dengan masalah pembuktian oleh pengadilan dan penyidikan oleh polri dalam cyber crime dapat digunakan berbagai macam cara, antara lain dengan mengoptimalkan UndangUndang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (UU ITE), mengembangkan pengetahuan dan kemampuan penyidik dalam Dunia Cyber, menambahkan dan meningkatkan fasilitas komputer forensik dalam POLRI. Faktor yang mempengaruhi Cyber Crime antara lain adalah: 1. Faktor Politik dan Hukum Sebelum tahun 2008, di Indonesia belum ada perangkat hukum yang khusus mengatur tentang tata laksana di dunia maya (Cyber Space) sehingga praktik hacking, carding, defacing, dsb.berkembang dengan cepat. Hal ini membuat para pengguna internet di Indonesia merasa kurang aman untuk menjadikan internet sebagai bagian dari hidup sehari-hari mereka sesuai tuntutan zaman karena mereka khawatir menjadi korban dari para pelaku cyber crime Indonesia karena belum ada aturan yang jelas tentang penindakan terhadap pelaku cyber crime.Hal ini juga dirasakan oleh pengguna internet dari luar Indonesia, khususnya di bidang online marketing. 2. Faktor Ekonomi. Cyber Crime, seperti kejahatan konvensional yang bermotif ekonomi, juga didasari oleh kebutuhan masyarakat akan pemenuhan atas kebutuhannya sehari-
186
Kerjasama POLRI & AFP Menanggulangi Cyber Crime di Indonesia (Alexander Rompas S)
3.
hari. Carding, Cyber Fraud, Cyber Scam, dsb. memiliki potensi mengeruk keuntungan yang besar tanpa harus bekerja keras. Korban dari Cyber Crime bermotif ekonomi beragam, mulai dari kalangan masyarakat kelas ekonomi menengah hingga kalangan kelas ekonomi atas. Faktor Sosial Budaya. Kemajuan dibidang teknologi khususnya internet menghasilkan bermunculannya orang-orang yang memiliki minat terhadap dunia internet (Cyber).Orang-orang tersebut kemudian membentuk suatu komunitas-komunitas sendiri yang didalamnya mereka secara khusus membahas tentang perkembangan dunia Cyber.Sayangnya, seiring perkembangan tersebut, berkembang pula Cyber Crime di komunitas-komunitas tersebut.Mereka saling bertukar informasi tentang kiat-kiat melakukan “hal menarik” di cyber space mulai dari hal ringan seperti Hacking, Cyber Stalking, Phising, hingga hal yang sangat serius seperti Cyber Fraud dan Carding.
Meski dengan adanya UU ITE tahun 2008 negara dapat menghukum siapa saja yang melakukan Cyber Crime, para anggota komunitas ini tetap saja melakukannya. Hal ini dilakukan antara lain sebagai suatu keisengan hingga sebagai ajang pembuktian diri agar kemampuannya diakui oleh komunitas tersebut. Hal ini menunjukkan kalau Cyber Crime telah menjadi budaya bagi komunitas tertentu di Indonesia. Hal-hal diatas dapat berdampak pada keamanan negara yang dapat disorot dari aspek: a. Berkurangnya kepercayaan dunia terhadap Indonesia. b. Meningkatnya ancaman terhadap rahasia negara. c. Keresahan masyarakat pengguna jaringan computer. d. Dampak terhadap keamanan dan stabilitas dalam negeri. Memahami permasalahan yang dihadapi, pemerintah Republik Indonesia dan Negara Persemakmuran Australia bekerjasama melalui kepolisian masing-masing untuk menanggulangi Cyber Crime sebagai sebuah masalah keamanan regional. Selain itu, interaksi antar warga Negara dan antar pemerintah Indonesia dan Australia sangat intens, sehingga risiko terjadinya Cyber Crime antara masyarakat kedua Negara itu pun semakin tinggi. Adapun bentuk kerjasama yang dilakukan Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Australia dalam menanggulangi Cyber Crime adalah antara lain : 1. Cyber Forensics Cyberforensics, adalah pengaplikasian teknik investigasi dan analisis computer untuk mengumpulkan bukti yang cocok untuk presentasi di pengadilan hukum. Tujuan dari Cyber Forensics adalah untuk melakukan penyelidikan terstruktur sambil mempertahankan rantai dokumen bukti untuk mencari tahu dengan persis apa yang terjadi pada komputer tersebut dan siapa yang bertanggung jawab untuk itu. Kerjasama Australia dan Indonesia dalam menangani Cyber Crime salah satunya adalah dengan cyber Forensic yang biasanya mengikuti suatu standar prosedur yaitu peneliti Australia dan Indonesia mengisolasi komputer tersebut untuk memastikan tidak dapat terkontaminasi, kemudian penyidik membuat salinan digital dari hard drive. Setelah hard drive asli telah disalin, hard drive
187
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 1, 2015 : 181-192
asli tersebut disimpan dalam sebuah fasilitas penyimpanan yang aman untuk mempertahankan kondisi aslinya. Cyber forensic dapat juga didefinisikan sebagai proses penggalian informasi dan data dari media penyimpanan komputer dan menjamin akurasi dan reliabilitas. Karena itu untuk beberapa kasus yang belum bisa ditangani oleh pihak penyidik kepolisian Indonesia akan bekerjasama dengan Australia dengan Police Forensic Laboratory Centre (Puslabfor Bareskrim Polri) dengan meminta ahli forensic untuk datang ke Indonesia. Hal ini diutarakan oleh AKBP Muhammad Nuh AlAzhar, MSc., CHFI, CEI sebagai Chief of Computer Forensic Sub-Department dari Puslabfor Bareskrim Polri sebagai berikut : “Bila Puslabfor mengalami kesulitan dalam menangani kasus yang berhubungan dengan digital, tentu kami berkoordinasi dengan negara-negara sahabat yang berkerjasama dalam menangani kasus digital agar membantu dalam hasil tindak pidana sebagai Ahli forensic. Dalam hal ini kami berkerjasama dengan Inggris, Amerika dan Australia untuk mengungkap kejahatan digital.” (www.jawapos.co.id, diakses tanggal 12 Januari 2005) Berdasarkan kutipan diatas maka Polri dan jajarannya berkerjasama untuk mengungkap kasus dengan mendatangkan ahli yang mampu membantu kasus kepolisian di Indonesia. 2.
Hibah Peralatan Laboratorium Cyber Crime Kerjasama Indonesia dan Australia juga terkait dengan hibahnya peralatan untuk forensic di Kepolisian di Indonesia. Sejak tahun 2010 Australian Federal Police telah bekerja sama dengan POLRI dalam pembangunan CCIC (Cyber Crime Investigation Center) Bantuan berupa pembangunan tempat training, layar LCD serta perangkat-perangkat computer yang mencapai $20 juta merupakan bantuan peralatan yang diperlukan oleh kepolisian tanpa menggunakan APBD Negara. (www.pasundanekspres.co.id, diakses tanggal 15 Juli 2014) Peralatan tersebut disimpan di Cyber Crime Investigation Center (CCIC) yang berada di Gedung Bareskrim Jakarta, Polda Nusa Tenggara Barat, Polda Bali, Polda Sumatera Utara, dan Polda Metro Jaya. Bukan hanya dalam bentuk CCIC, ada juga dalam bentuk Cyber Crime Investigation Satellite Office (CCISO). (www.jclec.com, diakses tanggal 15 Juli 2014)
3.
Training Personil Polri oleh Australia Dalam peningkatan kemampuan kelembagaan, dilakukan melalui cara-cara seperti pertukaran personil untuk tugas belajar, program pelatihan, mengadakan seminar dan konferensi serta penyediaan peralatan. Realisasi dalam kerjasama pengembangan SDM diantaranya dilakukan dalam program IMOSC (International Management Of Serious Crime) yang diselenggarakan JCLEC (Jakarta Centre for Law Enforcement Cooperation) sejak tahun 2004 dimana Australia melatih personil POLRI untuk banyak bidang, termasuk Cyber Crime, Program ini dibiayai oleh Australia. Dalam bidang bantuan teknis, sarana dan prasarana, diantaranya; pembangunan Laboratorium DNA Pusdokkes Polri,
188
Kerjasama POLRI & AFP Menanggulangi Cyber Crime di Indonesia (Alexander Rompas S)
Pembangunan Gedung TNCC (Transnational Crime Coordination Centre), Gedung Sekretariat Tim DVI Indonesia. Kerjasama antara Indonesia dan Australia di bidang penanganan terorisme di atas, yang di implementasikan melalui institusi Polri dan AFP, mendapatkan banyak bantuan yang di berikan oleh Australia, mulai dari bantuan dana, pembangunan sarana dan prasarana, dan berbagai macam bentuk bantuan lainnya yang ditujukan untuk meningkatkan kapasitas Polri dalam menangani terorisme dan cyber crime. 4.
Pertukaran Informasi Berdasarkan MOU Interpol Bidang ini mencakup kerjasama dan pertukaran informasi intelijen atas isu-isu keamanan, dengan melibatkan berbagai lembaga dan kantor terkait, sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku di tingkat nasional dan sebatas tanggung jawab masing-masing. Dalam pengumpulan informasi, sharing intelijen yang digunakan adalah setiap bahan keterangan yang diperlukan dalam proses penyelidikan atau penyidikan dalam rangka penegakan hukum. Pelaksanaan atas sharing intelijen ini juga harus disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan negara masing-masing. Strategi yang digunakan adalah pengembangan dan peningkatan kemampuan melalui pertukaran informasi intelijen yang berkaitan dengan berbagai jenis kejahatan lintas negara berdasarkan hukum tiap jurisdiksi. Kantor penghubung antara Polri dan AFP di Indonesia berada di kantor Duta Besar Australia di Jl. HR. Rasuna Said Kav.C 15-16 Jakarta Selatan, dengan empat perwira penghubung; yakni Bruce Hill, Marzio Da Re, Glen Fisher dan Dean Wealands, Sedangkan Polri memiliki kantor penghubung yang berada di Kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia di Canberra – Australia dengan seorang perwira penghubung, yakni Kombes Pol. Drs. Estasius Widyo Sunaryo.
Hambatan Dalam Menanggulangi Cybercrime Hambatan yang terjadi dalam penanggulangan Cybercrime antara lain : 1. Kemampuan Penyidik Secara umum penyidik Polri masih sangat minim dalam penguasaan operasional komputer dan pemahaman terhadap hacking komputer serta kemampuan melakukan penyidikan terhadap kasus-kasus kejahatan dunia maya semakin berkembang. Beberapa faktor yang sangat berpengaruh (determinan) adalah: a. Kurangnya pengetahuan tentang komputer b. Pengetahuan teknis dan pengalaman para penyidik dalam menangani kasuskasus cybercrime masih terbatas c. Faktor sistem pembuktian yang menyulitkan para penyidik Dalam hal menangani kasus cybercrime diperlukan penyidik yang cukup berpengalaman (bukan penyidik pemula), pendidikannya diarahkan untuk menguasai teknis penyidikan dan menguasai administrasi penyidikan serta dasardasar pengetahuan di bidang komputer dan profil hacker. 2. Alat Bukti Persoalan alat bukti yang dihadapi di dalam penyidikan terhadap Cybercrime antara lain berkaitan dengan karakteristik kejahatan cybercrime itu sendiri, yaitu:Kedudukan saksi korban dalam cybercrimesangat penting disebabkan
189
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 1, 2015 : 181-192
cybercrime seringkali dilakukan hampir-hampir tanpa saksi. Di sisi lain, saksi korban seringkali berada jauh di luar negeri sehingga menyulitkan penyidik melakukan pemeriksaan saksi dan pemberkasan hasil penyidikan. Sedangkan untuk syarat keempat, yaitu adanya kesadaran masyarakat yang terkena aturan untuk mematuhi aturan tersebut, nampaknya masih belum akan terpenuhi dalam waktu singkat. Jangankan mematuhi aturan hukum yang belum begitu jelas, mematuhi aturan hukum yang sudah jelas saja merupakan persoalan tersendiri bagi sebagian masyarakat. Kesimpulan Cyber crime merupakan suatu perbuatan merugikan orang lain atau instansi yang berkaitan dan pengguna fasilitas dengan sistem Informasi dan Transaksi Elektronik yang bertujuan untuk menguntungkan diri sendiri maupun orang lain secara materi, maupun hanya untuk sekedar memuaskan jiwa pelaku atau orang tersebut. Perjanjian Antara Republik Indonesia Dan Australia Tentang Kerangka Kerjasama Keamanan (Agreement Between The Republic Of Indonesia And Australia On The Framework For Security Cooperation) pada November 2006 atau Lebih Dikenal Sebagai Lombok Treatyberisikanbahwa Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Australia antara lain dengan meningkatkan cyber forensic dibantu dengan Sumber Daya Manusia yang baik dan peralatan yang cukup untuk melakukan kegiatan penelitian forensic.Untuk hibah peralatan Australia-Indonesia merupakan kelanjutan program capacity building dalam kerangka kerja sama penegakan hukum melalui Jakarta Centre for Law Enforcement Cooperation (JCLEC). Hasil hibah peralatan disimpan di Cyber Crime Investigation Center (CCIC) yang berada di Gedung Bareskrim Jakarta, Polda Nusa Tenggara Barat, Polda Bali, Polda Sumatera Utara, dan Polda Metro Jaya, memberikan trainingdalam peningkatan kemampuan kelembagaan, dilakukan melalui cara-cara seperti pertukaran personil untuk tugas belajar, program pelatihan, mengadakan seminar dan konferensi serta penyediaan peralatan. Dalam bidang bantuan teknis, sarana dan prasarana, diantaranya; pembangunan Laboratorium DNA Pusdokkes Polri, Pembangunan Gedung TNCC (Transnational Crime Coordination Centre), serta adanya pertukaran informasi antara kedua negaraDalam pengumpulan informasi, sharing intelijen yang digunakan adalah setiap bahan keterangan yang diperlukan dalam proses penyelidikan atau penyidikan dalam rangka penegakan hukum.Beberapa hambatan dalam menangulangi Cybercrime antaralain : Kemampuan Penyidik, Alat Bukti.
Daftar Pustaka Buku Al-Mashat, M. Abdul-Monem,1985, National Security in the Third World (Boulder, Col.: Westview Press) Hamzah, Andi.1989, Aspek-aspek Pidana di Bidang Komputer. Jakarta, Rineka Cipta Buzan, Barry. 2003. “People, States, and Fear: The National Security Problem in the Third World”. Azar dan Moon, ed. National Security.
190
Kerjasama POLRI & AFP Menanggulangi Cyber Crime di Indonesia (Alexander Rompas S)
Forrester, T. dan Morrison, P. 1999. Computer Ethics: Cautionary Tales and Ethical Dillemmas in Computing. Cambridge: The MIT Press Hartman, Frederick H. 1967. The Relations of Nations (New York) Kennan, George F. 1951. The Tragedy of Great Power. Inc Publishing Holsti, K.J. 1988. International Politics: a Framework for Analysis, 5th Edition. New Jersey. Prentice Hall. Mohtar Mas’oed, 1990. Ilmu Hubungan Internasinal; Disiplin dan Metodologi, Ulasan tentang Morgentahau mengenai Konsep Kepentingan Nasional. Jakarta, PT Pustaka LP3ES Morgenthau, Hans J. 1999. Politik Antar Bangsa. terjemahan Cecep Sudrajat direvisi oleh J.Thomson Buku III Yayasan Obor Indonesia Seabury, Paul. 1965, Balance of power . Chandler Pub. Soekamto, Soerjono. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta PT Raja Grafindo Persada. Rudy, T. may. 2002. Study Strategis: Dalam Transformasi Sistem Internasional Pasca Perang Dingin, Refika Aditama, Jakarta Kuswandi, Wawan. 1996, Komunikasi Massa, Jakata: PT Rineka cipta Skripsi Akmal, Didik. 2010, Pertanggungjawaban Pidana Cybercrime Dalam Hukum Pidana. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Anggraini, Lusi Dwi. 2013. Kerjasama Bidang Keamanan IndonesiaAustralia (Lombok Treaty). Universitas Brawijaya Malang. Nugroho, Paulus. 2009. kebijakan pemerintah Indonesia dalam mengatasi Cybercrime tahun 2002-2008 (Studi Kasus Carding). Universitas Mulawarman. Jurnal Perjanjian kerjasama Indonesia-Australia terdapat dalam Agreement between the Republic Of Indonesia And Australia On The Framework For Security Cooperation hal. 4 Internet Definisi Pengertian dan Jenis-jenis Cyber Crime berikut Modus Operandinya “http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=DEFINISI%20PENG ERTIAN%20DAN%20JENISJENIS%20CYBERCRIME%20BERIKUT%20MODUS%20OPERAN DINYA&&nomorurut_artikel=353”, diakses tanggal 20 September 2012 Modus Operandi Cyber Crime Di Indonesia Makin Canggih
191
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 1, 2015 : 181-192
“http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol7136/modus-operandiicybercrimei-di-indonesia-makin-canggih” diakses tanggal 20 April 2014 Contoh Kasus Cybercrime Bagian 1 “http://www.freezcha.wordpress.com/2011/02/27/contoh-kasuscybercrime-bagian1”, diakses tanggal 20 April 2014 Kerjasama Bidang Keamanan Lombok Treaty “http://www.scribd.com/doc/227535401/Kerjasama-BidangKeamanan-Lombok-Treaty”, diakses tanggal 20 April 2014 Definisi Hacker “http://fauzzi23.blogspot.com/definisi_hacer”, diakses tanggal 25 April 2014 Definisi cyber crime “http://dumadia.wordpress.com/2009/02/03/upaya-internasionaldalam-menghadapi-cyber-crime”, diakses tanggal 01 Juni 2014 Makalah mengenai Cybercrime Mabes Polri “http://rzaal1306.blogspot.com/2012/05/cyber-crime-dan-upayapenanganannya.html”, diakses tanggal 01 Juni 2014 Ditemukan, Surat Trio Bom Bali Untuk Noordin “http://nasional.news.viva.co.id/news/read/93604__temukan__surat_tri o_bom_bali_untuk_noordin”, diakses pada tanggal 25 Juni 2014 Bali Death Toll Set At 202 “http://news.bbc.co.uk/2/hi/asia-pacific/2778923.stm”, diakses pada tanggal 27 Juni 2014 Bantuan hibah peralatan di CCIC “http://pasundanekspres.co.id/pasundan/5633-gabungkankecanggihan-alat-dan-insting-reserse”, diakses tanggal 15 Juli 2014 Hibah peralatan terdapat di “http://www.jclec.com/index.php?option=com_content&task=view&id =26&Itemid=32”, diakses tanggal 15 Juli 2014 Kegiatan Kerjasama Training Antara Indonesia – Australia terdapat di “http://www.jclec.com/index.php?option=com_content&task=view&id =27&Itemid=31&limit=1&limitstart=2”, diakses tanggal 15 Juli 2014 Indonesia dan Australia Resmikan Lab Kejahatan Dunia Maya “http://www.tempo.co/read/news/2011/02/07/063311692/Indonesiadan-Australia-Resmikan-Lab-Kejahatan-Dunia-Maya”, diakses tanggal 15 Juli 2014
192