Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9
Keragaan Teknologi Produksi Keripik Pisang di Sumatera Selatan Technology Processing of banana chip in South of Sumatera 1,2
Sri harnanik 1*)dan Suriema Balai Pengkajian Teknologi Pertanian sumatera Selatan *) Corresponding author:
[email protected] ABSTRACT
A lot of banana is produced in South of Sumatera, but agroindustry based banana like chip banana is not developing well. This study was proposed to observate technology application on production banana chip by farmer organization in Sumsel province. Data was collected from 3 farmer organization and 2 banana chip producer in Palembang, OKI, OI, and Muaraenim district. Raw material, food additive, equipment, processing, packaging and marketing aspects were described. Kepok,nangka,gedah and Putri’s banana are cultivar that prosessed to banana chip. Application processing method is very simple and manually. Banana chip production are peeling, slicing with or not soaking, frying, flavoring, and packaging. Vacuum frying was applied by one responden. Packaging was very simple and labeling was not applied continuously. Support from government from modals/fund, tool, and marketing aspect is needed to rising quality and capacity banana chip agroindustry on scale farmer. Key words: banana,chip,processing ABSTRAK Pisang merupakan buah yang cukup banyak dihasilkan di wilayah Sumatera Selatan. Tanaman ini diusahakan di kebun, sawah, pinggir rawa hingga pinggir jalan. Namun deminikian agroindustri berbahan pisang di wilayah ini relative belum berkembang. Keripik pisang merupakan salah satu olahan yang dapat diusahakan dalam skala rumah tangga hingga industry. Tulisan ini mendeskripsikan keragaan teknologi pembuatan keripik pisang dari aspek jenis pisang yang diolah, proses pembuatan, alat yang digunakan, kemasan yang digunakan serta aspek pemasaran. Data dikumpulkan melalui wawancara, kuisioner,dan pengamatan langsung dilapangan pada Maret- Juni 2015 pada 3 KWT di Palembang dan OKI serta 2 penguasaha skala rumah tangga di tanjung raja OI dan Gelumbang kab Muara enim. Jenis pisang yang diolah adalah kepok, nangka, putri dan gedah. Teknologi pembuatan keripik pisang masih menggunakan alat yang sederhana dan manual, dengan bentuk irisan memanjang. Proses penggorengan deep frying dan vakum frying. Kemasan yang digunakan adalah plastik transparan dan sudah mulai ada pelabelan. Jangkauan Pemasaran masih terbatas. Pengembangan usaha keripik pisang skala petani masih membutuhkan bantuan pemerintah dari segi permodalan, peralatan dan pemasaran. Kata kunci: keripik, pisang, teknologi proses PENDAHULUAN Pisang merupakan buah yang banyak dihasilkan di sumatera selatan. Pada tahun 2013 produksi pisang di sumatera selatan mencapai 1.091.310 kuintal (BPS,2014 ). Beberapa kabupaten penghasil pisang diantaranya kab OKUT, OKUS, Banyuasin, Muaraenim, OKI, Mura, Muba, OI, OKU dan OKI. Produksi pisang yang cukup banyak
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9
diwilayah ini masih belum diimbangi dengan jumlah usaha pengolahan pisang. Pengolahan pisang menjadi produk selain dapat menyelamatkan hasil panen juga berpotensi meningkatkan nilai tambah dan menyerap tenaga kerja. Industri keripik pisang di Lampung misalnya telah jauh berkembang dan menjadi tumpuan ekonomi banyak warga. Kawasan Sentra Industri Keripik Bandar Lampung misalnya merupakan salah satu wilayah agroindustri keripik pisang terbesar di Provinsi Lampung, dimana terdapat kurang lebih 40 merek dagang yang terdaftar di kawasan tersebut dan tergabung dalam satu Kelompok Bersama (KUB) Telo Rezeki (Affandi dkk,2011). Di Sidoarjo jawa timur keripik pisang agung telah diproduksi menggunakan alat modern dan diekspor keluar negeri. Jika dibanding usaha keripik pisang seperti di Lampung maka usaha keripik pisang di wilayah Sumatera selatan masih lebih kecil perkembangannnya. Keripik pisang merupakan hasil olahan pisang yang sudah popular dimasyarakat sejak lama. Namun inovasi-inovasi pengolahan keripik pisang baru berkembang akhirakhir ini, terutama dari segi aneka rasa dan kemasan. Perbaikan kemasan dan citarasa telah menjadikan keripik pisang menjadi makanan yang cukup disukai berbagai kalangan dan mampu meningkatkan harga jual keripik seperti di wilayah Lampung. Tulisan ini bertujuan mendeskripsikan keragaan teknologi pembuatan keripik pisang oleh KWT dan pelaku usaha di beberapa wilayah kabupaten Sumsel . BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di tiga kelompok usaha keripik dan 2 usaha perorangan di Palembang, OKI,OI, dan Muara enim (kec Gelumbang) pada bulan Februari-Juni 2015. Data diambil melalui pembagian kuisioner, wawancara, pengamatan langsung di lapang. Sampel pengusaha ditentukan secara sengaja. Analisis data dilakukan secara deskriptif. HASIL 1. Karakteristik responden Responden yang menjadi sumber data adalah 3 kelompok wanita tani yakni KWT Mekarsari di Gandus, KWT Mulia sejahtera Bersama di Talang jambe kota Palembang dan KWT Perempuan bersatu di tanjung lubuk kab OKI dan 2 usaha perorangan yakni di Tanjung raja kab OI dan Gelumbang kab Muara Enim. KWT didominasi oleh ibu-ibu rumah tangga dengan usia 30-65 tahun dengan pendidikan didominasi SD dan SMP dan hanya 3 orang SMA. Di KWT Mekarsari dan MSB Palembang usaha keripik pisang dilakukan secara berkelompok dengan anggota masing-masing 6 orang, selain memproduksi keripik pisang kelompok juga memproduksi keripik ubi dan aneka jajanan. Di KWT perempuan bersatu kab OKI meskipun sudah terbentuk kelompok tetapi proses produksi dan manajemen masih dilakukan individual. 2. Bahan baku dan bahan tambahan Bahan baku pembuatan keripik pisang adalah pisang dari jenis pisang kapok atau sebatu, pisang nangka, dan pisang gedah yang sudah tua tetapi belum masak. Sedangkan keripik pisang masak dibuat dari pisang putri. Pisang kejpok dipilih menjadi keripik karena hasil keripiknya banyak disukai konsumen. Rasanya lebih gurih dan walaupun diiris tebal teksturnya masih renyah. Namun di wilayah Gandus Palembang harga pisang ini cukup mahal yakni 35-120 ribu pertandan tergantung banyak sedikitnya persediaan dan besar kecilnya tandan. Bahan baku diperoleh dengan cara berkeliling sekitar desa untuk
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9
mendapat pisang yang segar dari pohon. Mereka berpendapat jika membeli dipasar hasilnya warnanya kurang cerah dan seringkali sulit diiris karena telah layu. Di KwT MSB Palembang pisang kepok juga diperoleh dengan berkeliling ke pemilik pisang dengan harga 2500-3000 rupiah per kg atau 30.000-60.000 per tandan. Pisang kepok lebih mahal karena pisang jenis ini cukup lama waktu panennya sekitar 6 bulan, kurang tahan penyakit dan pisang ini banyak dibutuhkan untuk usaha pisang goreng. Pisang nangka merupakan pisang yang diolah oleh responden selain pisang kepok. Pisang ini dipilih karena harganya lebih murah dan ketika digoreng memperlihatkan warna yang menarik yakni kuning cerah. Pisang nangka merupakan pisang golongan plantain yakni lebih enak ketika diolah disbanding dikonsumsi segar. Rasa pisang ini agak tawar dan sedikit masam ketika masih segar, sehingga tidak dikonsumsi sebagai buah segar atau buah meja. Harga pisang ini di wilayah Tanjung lubuk OKI berkisar 10-25 ribu pertandan, harga ini sudah 2-4x lebih besar dibanding tahun 2000 dengan harga 5000-6000 rupiah per tandannya . Menurut Mudjajanto dan Kustiyah (2011), keripik pisang nangka memiliki warna cerah,tekstur baik,renyah dan rasa agak manis. Pisang gedah merupakan jenis pisang yang banyak ditemui di Sumatera selatan terutama di Oki dan OI. Pisang jenis ini digunakan jika pisang nangka sulit ditemukan. Keripik pisang gedah kurang disukai konsumen dibanding keripik pisang nangka atau kepok. Menurut responden keripik dari pisang gedah teksturnya keras dan mudah melempem jika diiris agak tebal dan warnanya pucat. Di tingkat petani Tanjung lubuk OKI, harga jual pisang ini hanya 3000-10.000 rupiah pertandannya dan ditingkat pedagang berkisar 10.000-15.000 rupiah. Pisang putri matang digunakan oleh salah satu responden untuk membuat keripik dengan alat vakumfrying. Responden di OKI dan OI memperoleh pisang dari kebun sekeliling mereka dan tidak mendapat kesulitan memperoleh bahan baku. Di STA Desa pulau gemantung ilir kab OKI terdapat pasar pisang segar yang beroperasi setiap hari. Responden di Gelumbang mengolah pisang yang didatangkan dari luar daerah karena sudah ada mitra, sedangkan di Palembang produsen merasa kesulitan mendapat pisang mentah yang segar. Palembang merupakan salah satu pasar yang dituju oleh petani OKI, OI dan OKUT dalam memasarkan pisangnya. Namun pisang kiriman luar daerah ini jika sudah sampai ditangan pedagang, kualitasnya kurang baik untuk dibuat menjadi keripik sehingga mereka memilih berkeliling desa untuk memperoleh bahan bakunya. Walaupun tidak tentu, Kelompok MSB di Palembang juga menerima jasa membuatkan keripik pisang hingga 24 tandan per hari dengan bahan baku dari pencari jasa. Menurut BPS (2014) produksi pisang di Palembang tahun 2013 adalah 11790 kuintal saja. Dengan keadaan demikian diperlukan adanya penghubung antara produsen petani pisang di sentra pisang dengan industry rumahan pengolah pisang yang kesulitan bahan baku dan diperlukan teknologi untuk mempertahankan kesegaran pisang sebagai bahan baku keripik. 3. Bahan tambahan yang digunakan Responden umumnya menggunakan bahan tambahan berupa garam dan gula sebagai penambah citarasa. Sebagian responden menggunakan bahan tambahan berupa bumbu jadi yang dibeli dipasar dengan berbagai rasa seperti jagung bakar,balado, MSG, pewarna dan sari manis. Pewarna kuning yang digunakan membuat warna lebih cerah, MSG meningkatkan rasa gurih, pemanis memberikan rasa manis tanpa membuat keripik menjadi mudah gosong. Minyak merupakan bahan utama setelah pisang. Di kwt yang skalanya masih kecil minyak dihabiskan dalam setiap prosesnya. Untuk perkotaan minyak sudah tidak dipakai lagi setelah 2x pakai. Minyak yang digunakan adalah minyak sawit goreng curah dan minyak dalam kemasan. Minyak kelapa tidak digunakan dengan alasan harganya lebih mahal dan dipasaran jarang ditemui. Di KWT Perempuan bersatu Tanjunglubuk
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9
dalam produksinya menggunakan daun sirih sebagai bahan perendam. Sirih digunakan untuk meningkatkan kerenyahan dan kecerahan warna. Ada pula yang menambahkan mentega untuk meningkatkan rasa dan warna. Aneka rasa seperti coklat, strawberi, melon, susu belum diproduksi oleh responden. 4. Kapasitas produksi Produksi keripik pisang umumnya tidak dilakukan kontinyu, Namun dilakukan jika ada waktu luang, ada bahan baku, menunggu perputaran uang kembali, atau berdasarkan pesanan. Di KWT MSB kegiatan produksi dilakukan secara berkelompok jika ada pesanan dalam jumlah besar. Dalam sekali produksi pisang yang diolah berkisar 1 hingga 24 tandan. Harga jual keripik berkisar 30.000 hingga 50.000 per kilo. Produsen di Palembang menjual keripik dengan harga satuan 5000 per 200 g, sedangkan di OI dan OKI harga per satuannya 500 rupiah dan dalam proses pengemasannya tidak berdasarkan berat tapi berdasarkan perkiraan. Kapasitas produksi keripik pisang meningkat jika menjelang hari raya. 5. Alat-alat yang digunakan : Alat-alat yang digunakan oleh responden di keempat lokasi untuk penggorengan deepfrying hampir sama yakni pisau untuk mengupas, kompor gas, wajan, serok, pasah pengiris, nyiru, dan lilin. Pisau pengupas yang digunakan masih berupa pisau dari besi. Pisau dari besi banyak digunakan karena harganya lebih murah dan lebih tajam. Namun interaksi besi dengan getah pisang sering menghasilkan warna biru pada permukaan pisang. Saat ini dipasaran masih belum tersedia alat pengupas pisang yang khusus. Alat pengupas kulit buah yang ada dipasaran saat ini dapat digunakan jika pisang yang dikupas memiliki kulit tipis. Ada responden yang menggunakan alat pengupas yang menyatu dengan perajang. Alat ini dapat mengikuti bentuk kontur pisang dan lebih praktis. Pasah pengiris pisau ada dua macam yaitu pisau yang dipasang pada bahan kayu buatan dalam negeri dan pemasah berbahan plastic buatan Cina. Alat buatan Cina ini harganya lebih murah, sangat tajam dan banyak tersedia dipasar-pasar di wilayah Oki, Palembang dan sekitarnya namun ketebalan irisannya tidak bisa diatur dan resiko teriris pisau sangat tinggi terutama bagi para pemula. Sedangkan pasah berbahan kayu ketebalan dapat diatur, namun pisaunya seringkali kurang tajam. Desain yang lebih baik yaitu produksi dari Lampung yakni tangan tidak bersentuhan langsung dengan pisang dan pisau. Namun menurut penggunanya alat ini memerlukan tempat bertumpu di salah satu ujungnya agar tidak bergeser. Sayangnya alat ini belum tersedia luas di wilayah penelitian. Hasil pengirisan keripik adalah memanjang. Bentuk demikian disamping disukai konsumen juga menjadi trik produsen agar kesannya lebih banyak isinya. Irisan membulat dan memanjang dalam berat sama akan memerlukan ruang yang berbeda. Tapi cara ini memiliki kelemahan jika digunakan pada pisang yang bentuknya melengkung, karena kedua ujungnya tidak terpotong. Sebagian responden masih menggunakan pisau biasa untuk mengiris. Karena umumnya sudah berpengalaman mereka tidak terlalu kesulitan, tetapi cara ini masih beresiko menghasilkan ketebalan yang tidak seragam. Alat peniris yang digunakan berupa nyiru yang dialasi kertas koran. Belum ada produsen yang menggunakan alat spiner untuk meniriskan minyak. Dalam pengemasan sebagian responden masih menggunakan lilin sebagai perekatnya, sedangkan kelompok lainnya sudah menggunakan handselaer. Salah satu kelompok usaha keripik tidak menerapkan anjuran perbaikan kemasan dan penggunaan handsealer karena mereka berpendapat tidak ekonomis, yakni perbaikan harga tidak sebanding dengan biaya listrik dan kemasan.
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9
Di Lampung sudah ada alat khusus pengupas pisang yang menyerupai pembuka botol. Saat ini secara online beberapa produsen alat mesin pertanian dalam negeri telah menawarkan mesin-mesin perajang dengan kapasitas 30-50 kg per jam. Di Palembang juga sudah mulai ada penjual mesin keripik meski jumlahnya masih sangat terbatas. Ada peluang untuk meningkatkan kapasitas dengan membeli alat mesin perajang. Namun penggunaan alat ini selain mengurangi jumlah tenaga kerja juga menambah input biaya energy. Keadaan tersebut akan kurang cocok jika skala usaha masih kecil dan jangkauannya pemasaran yang kurang luas. Salah satu kelompok responden telah menggunakan alat vakumfrying untuk membuat keripik dari pisang masak. Alat tersebut merupakan bantuan dari pemerintah. Alat ini umumnya dipakai untuk membuat keripik buah. Dengan alat ini dihasilkan keripik yang lebih manis, namun tidak gosong. Jenis pisang yang digunakan adalah pisang puteri yang dibuat lubang dibagian tengahnya. Sayangnya kapasitas dalam satu kali proses hanya 1,5 kg bahan dengan kebutuhan minyak mencapai 15 kg, meskipun minyak ini dapat digunakan berulang-ulang. Selain minyak, alat model ini juga memerlukan air dalam jumlah banyak dan waktu menggoreng yang cukup lama. Mesin vakum dengan kapasitas 10 kg perproses dapat efiesien untuk memproduksi keripik pisang (Marvella dkk,2010). 6. Proses Produksi keripik pisang Alur proses produksi keripik oleh responden meliputi pengupasan, pengirisan, perendaman atau tanpa perendaman, penggorengan, penirisan dan pengemasan. Proses pengupasan dilakukan secara manual menggunakan pisau.. Proses selanjutnya adalah pencucian. Pencucian dimaksudkan untuk mengurangi kotoran dan getah. Tahap selanjutnya adalah pengirisan diikuti dengan perendaman atau tanpa perendaman. Metode pengirisan tanpa perendaman dilakukan di KWT Mekarsari dengan bantuan pekerja pria. Kecepatan mengiris diatas wajan panas sangat memerlukan ketrampilan tinggi, karena jika tidak dilakukan demikian pisang yang masuk ke wajan pertama sudah cepat gosong sebelum pisang irisan terakhir matang. Cara ini juga mengandung resiko yaitu kecipratan minyak panas atau teriris pisau. Kelebihan metode ini adalah waktu penggorengan lebih cepat dan reaksi browning tidak sempat terjadi karena kontak irisan pisang dengan udara berlangsung sangat singkat. Cara ini tidak mungkin dilakukan dalam kapasitas besar oleh hanya satu orang dan akan cukup efektif jika dilakukan dalam bentuk usaha berkelompok. Sedangkan responden lainnya melakukan perendaman untuk mengurangi warna coklat yang dapat mengurangi kualitas keripik. Bahan perendam yang digunakan oleh responden adalah air, air garam, air soda dan air sirih. Air garam selain membantu mengurangi getah juga menambah cita rasa. Air soda digunakan oleh responden di KWT MSB untuk meningkatkan kerenyahan keripik. Air sirih digunakan oleh KWT di OKI untuk meningkatkan kecerahan dan kerenyahan keripik. Kelemahan aplikasi proses perendaman adalah waktu penggorengan lebih lama dan antar irisan sering lengket satu sama lain. Kelebihannya waktu penggorengan antar irisan berjalan serempak sehingga kualitas yang dihasilkan juga lebih seragam. Tahap proses penirisan dilakukan setelah perendaman sambil menunggu proses penggorengan tahap sebelumnya selesai. Dalam proses ini dilakukan pemisahan irisan keripik yang lengket sebelum dimasukkan ke wajan penggorengan. Penggorengan dilakukan dalam wajan selama beberapa menit yakni sampai terlihat kecoklatan dan renyah. Beberapa responden menambahkan bumbu atau penyedap saat penggorengan hamper selesai. Garam atau MSG dilarutkan dalam air dan ditambahkan kewajan sesaat sebelum keripik diangkat. Ada pula yang menambahkan garam halus setelah keripik digoreng atau saat perendaman.
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9
Setelah digoreng keripik ditiriskan pada nyiru beralas kertas koran, diberi bumbu/flavor dan dikemas dengan plastic. Pemberian flavor dilakukan dengan mencampur pisang yang sudah digoreng dengan bumbu, gula halus atau garam. Belum ada produsen yang memproduksi variasi rasa coklat, melon, susu dan lainnya. Pengetahuan mengenai teknik itu belum diperoleh dan ketersediaan BTM yang berkualitas dipasaran belum dapat ditemukan dengan mudah. Pengemasan dilakukan setelah penimbangan atau berdasarkan ukuran kemasan tertentu. Hampir seluruh responden melakukan pengemasan plastik dengan pemanas lilin sehingga hasilnya masih kurang rapi. Ada responden yang sudah memberi label produknya meski sangat sederhana hanya saja label ini tidak selalu dicantumkan di setiap produk mereka. Kemasan keripik ada beberapa ukuran. Untuk produsen OKI dan OI karena penjualannya untuk masyarakat pedesaan dipilih kemasan ukuran kecil harga jual eceran 500 rupiah. Di Palembang kemasan lebih bervariasi ada kemasan kecil harga jual 1000, seperempat kilo 10.000 dan setengah kiloan harga 20.000 rupiah. 7. Umur simpan produk Umur simpan keripik responden masih berkisar 2 minggu hingga 1 bulan, masih lebih singkat dibanding keripik asal Lampung dengan umur simpan 4-6 bulan. Diduga hal ini berkaitan dengan jenis kemasan yang digunakan. Plastik yang digunakan untuk mengemas keripik responden berwarna transparan dan tipis tanpa adanya kemasan tambahan. Di Lampung rata-rata keripik pisang yang dijual dikemas dengan plastik dan ada kemasan sekunder berupa kardus atau kertas. 8. Pemasaran Pasar yang dijangkau adalah anak-anak sekolah dan warung-warung yang lokasinya masih disekitar tempat produksi. Jika produsen dekat dengan jalan raya, produk dipasarkan di pinggir jalan berharap dari konsumen yang melintas diperjalanan. PEMBAHASAN Muljajanto dan Kusytiyah (2011) dalam bukunya menyebutkan pembuatan keripik pisang melibatkan proses pengupasan, pemotongan tipis-tipis, perendaman dalam larutan sodium metabisulfit 0,05 %, asam sitrat 0,1 % dan garam 1 % selama 8 menit, kemudian penggorengan dengan minyak, penirisan dan dan pengemasan. Perendaman pisang setelah dikupas dimaksudkan untuk mengurangi proses browning yang akan mengakibatkan warna coklat pada buah pisang, sehingga warna dari produk kripiknyapun kurang menarik. Sodium bisulfit tidak digunakan oleh responden karena bahan ini tidak mudah ditemukan dipasaran dan karena ketidaktahuan. Sedangkan dalam proses pembuatan keripik di Lampung ada melibatkan proses perendaman dalam larutan garam dan kapur secara bergantian. Keterbatasan pemasaran di pedesaan disebabkan fasilitas kendaraan yang dimiliki untuk mendistribusikan barang, juga jaringan pemasaran diluar daerah yang belum terbentuk. Produksi keripik dari KWT di Palembang belum dapat menembus pasar swalayan karena belum mendapat label industry IRT, pengurusan izin usaha yang ada saat ini lebih sulit dipenuhi persyaratannya oleh usaha skala kelompok tani. Di wilayah Sumsel juga masih minim fasilitas wisata yang dapat digunakan sebagai sarana pemasaran atau sentra penjualan produk. Berbeda halnya di Lampung, dengan umur simpan keripik 4-5
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9
bulan jangkauan pemasarannya lebih luas hingga luar propinsi. Saat ini sebagian produsen sudah memanfaatkan jaringan online. Umumnya kualitas produk dari varian rasa dan kemasan masih sederhana. Skala usaha keripik responden juga masih sangat terbatas. Walaupun ada yang berkelompok produksi individu masih dominan. Keterbatasan mutu berefek pada kurangnya minat konsumen. Namun mutu yang baik jika tidak disertai akses pasar juga akan gagal. Oleh karena itu diperlukan pemecahan terhadap masalah-masalah tersebut agar agroindustri yang ada dapat terus bertahan dan berkembang. Bimbingan dari dinas terkait untuk membantu pengaktifan kelompok, manajemen, bantuan modal, sarana peralatan dan jaringan pemasaran sangat penting dilakukan. KESIMPULAN Proses produksi keripik pisang di wilayah Sumsel masih sederhana dan manual dengan skala usaha sangat kecil dan pasar yang sangat terbatas. Bimbingan dari dinas terkait untuk membantu pengaktifan kelompok, manajemen, bantuan modal, sarana peralatan dan jaringan pemasaran sangat diperlukan. DAFTAR PUSTAKA Affandi, M.I.,Astuti,S.Nurhandini,Y. 2011.Analisis Rantai Pasok, Nilai Tambah Dan Strategi Peningkatan Kinerja Agroindustri Keripik Pisang Di Kota Bandar Lampung. Prosiding seminar nasional Teknologi inovatif Pascapanen III. Bogor. BPS.2014. Sumsel dalam angka 2013.BPS. sumsel.go.id Mudjajanto,E.S., Kustiyah, L., 2011. Membuat aneka olahan pisang: Peluang bisnis yang menjanjikan.Agromedia pustaka. Marvella, P.E, Effendi, U. Putri S.A. 2010. Analisis Kelayakan Teknis dan Finansial Pengembangan Usaha Keripik Pisang dengan Mesin Perajang dan Vacuum Frying (Studi Kasus di UD “SAAS” Kec. Sumbersuko, Kab. Lumajang).skripsi universitas Brawijaya.