KERAGAAN PERTUMBUHAN DAN HASIL KENTANG MERAH TERHADAP JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK YANG BERBEDA DI KABUPATEN REJANG LEBONG Ahmad Damiri, Eddy Makruf dan Yartiwi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jl. Irian km. 6,5 Kota Bengkulu
Email:
[email protected]
ABSTRAK Tanaman kentang merah merupakan tanaman spesifik lokasi di Propinsi Bengkulu, namun dalam sistem budidaya kentang merah belum ditemukan teknologi yang spesifik terutama dalam penetuan dosis pupuk dan jarak tanam. Tujuan pengkajian ini dilakukan untuk mendapatkan dosis pupuk dan jarak tanam yang tepat terhadap pertumbuhan dan ukuran umbi kentang merah di Kabupaten Rejang Lebong.Pengkajian dilakukan di Desa Karang Jaya Kecamatan Selupuh Rejang Kabupaten Rejang Lebong Propinsi Bengkulu pada bulan AprilJuli2013. Rancangan pengkajian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 2 faktor yaitu faktor pertamaDosis Pupuk (P) : NPK Phonska = 1.000 kg dan SP-36 = 400 kg/ha (P1). NPK Phonska = 1.400 kg dan SP-36 = 400 kg/ha (P2), NPK Phonska = 1.500 kg/ha (P3). Sedangkan faktor keduaJarak Tanam dalam Bedengan (JT) : Jarak tanam dalam bedengan 35 cm (J1) dan jarak tanam dalam bedengan 40 (J2) yang diulang sebanyak 4 ulangan. Data dianalisis menggunakan Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dan diuji lanjut dengan DMRT bila menunjukan perbedaan yang nyata antar perlakuan. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa perlakuan P1J2 merupakan jumlah umbi dan berat umbi tertinggi per tanaman yaitu rata-rata 5.30 umbi/tanaman dan 278.15 g/tanaman, sedangkan P1J1 menunjukkan jumlah umbi dan berat umbi terendah yaitu 3.68 umbi/tanaman dan 204.28 g/tanaman. Pada parameter rata-rata berat umbi pada perlakuan P2J1 yang tertinggi yaitu rata-rata 68.72 g/umbi, sedangkan rata-rata berat umbi terendah pada perlakuan P3J2 yaitu rata-rata 48.96 g/umbi. Persentase ukuran umbi yang dihasilkan lebih dari 50% umbi berukuran umbi besar kecuali pada perlakuan P3J1 yang hanya menghasilkan 47.5186 %. Kata kunci:kentang merah, pupuk, jarak tanam
PENDAHULUAN Kentang merupakan salah satu jenis sayuran yang mendapat prioritas dikembangkan di Indonesia. Bedasarkan volumenya kentang merupakan bahan pangan keempat di dunia setelah padi, jagung, dan gandum. Kentang juga merupakan salah satu jenis tanaman umbi yang dapat memproduksi makanan bergizi lebih banyak dan lebih cepat. Tanaman kentang dapat tumbuh baik di dataran tinggi atau pegunungan dengan tingkat ketinggian 1.000 – 1.300 meter diatas permukaan laut (mdpl) (Samadi, 2007).apabila tumbuh di dataran rendah (dibawah 500 mdpl), tanaman kentang sulit membentuk umbi. Jika umbinya terbentuk maka umbinya akan berukuran sangat kecil, kecuali di daerah yang mempunyai suhu malam hari dingin (20 oC). Sementara itu, jika ditanam ditanam diatas ketinggian 2.000 mdpl tanaman akan lambat membentuk umbi. Indonesia merupakan penghasil kentang terbesar di Asia Tenggara (Departemen Pertanian, 2008 ) serta merupakan negara agraris yang memiliki hamparan lahan pertanian yang luas. Sentra produksi kentang di Indonesia tersebar di daerah Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan (Ditjenhorti, 2011). Walaupun Provinsi Bengkulu tidak termasuk sebagai sentra produksi kentang di Indonesia. tetapi Provinsi Bengkulu juga memiliki dataran tinggi yang cocok untuk pengembangan kentang yaitu di Kabupaten Rejang Lebong. Untuk itu pemerintah Provinsi Bengkulu telah menetapkan Kabupaten Rejang Lebong, Kabupaten Lebong dan Kabupaten Kapahiang sebagai Kawasan Produksi Kentang karena mempunyai karakteristik wilayah dan agroekosistem yang sesuai, namun untuk pengembangannya masih mempunyai keterbatasan teknologi produksi manajemen usahatani dan pemasaran. Berdasarkan harga jualnya, harga kentang dipengaruhi juga oleh ukuran umbi yang dihasilkan. Ada tiga jenis kualitas yang ada dalam perdagangan Kentang Merah maupun Kentang Kuning yaitu: a) Kualitas A: kentang berukuran kecil, b) Kualitas B: kentang berukuran menengah, dan c) Kualitas C: kentang berukuran super. Kentang ini adalah kualitas kentang yang terbesar, biasanya harga jualnya lebih mahal dari kentang ukuran menengah (selisih harga Rp 500.- sampai Rp1.000.-/kg).
BPTP Bengkulu mendapatkan mandat dari Litbang Pertanian untuk menyampaikan paket teknologi kentang merah untuk mendukung kegiatan spesifik lokasi Propinsi Bengkulu. Kondisi yang dijumpai di Kabupaten Rejang Lebong saat ini untuk budidaya kentang merah belum ada teknologi khusus kentang merah. Teknologi yang diterapkan selama ini teknologi budidaya kentang kuning yang didasarkan dari pengalaman sehingga perlu dilakukan pengujian terhadap jarak tanam yang digunakan dan dosis pupuk untuk kentang merah. Tujuan pengkajian dilakukan untuk menentukan dosis pupuk dan jarak tanam yang tepat untuk pertumbuhan dan ukuran umbi kentang merah di Kabupaten Rejang Lebong.
METODOLOGI PENELITIAN Pengkajian dilakukan pada lokasi pengkajian Model Pengembangan Pertanaian Perdesaan Melalui Inovasi (m-MP3MI) di Desa Karang Jaya Kecamatan Selupuh Rejang Kabupaten Rejang Lebong Propinsi Bengkulu pada bulan April sampai dengan Juli2013. Pengkajian dilaksanakan secara partisipatif terhadap 4 petani dengan luas 5.400 m 2. Pengkajian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 2 faktor yaitu faktor pertama Dosis Pupuk: NPK Phonska = 1.000 kg dan SP-36 = 400 kg/ha. NPK Phonska = 1.400 kg dan SP-36 = 400 kg/ha, NPK Phonska = 1.500 kg. Faktor kedua Jarak Tanam dalam Bedengan: Jarak tanam dalam bedengan 35 cm dan jarak tanam dalam bedengan 40 cm. Lahan petani kooperator (4 orang) sebagai ulangan dengan masing-masing perlakuan diulang sebanyak 5 kali ulangan sehingga diperoleh sebanyak 120 tanaman. Parameter yang diukur adalah: a) data komponen pertumbuhan (tinggi tanaman), dan b) komponen hasil (jumlah umbi pertanaman, berat umbi per tanaman , rata-rata berat umbi per umbi dan persentase ukuran berat umbi per tanaman).Data dianalisis menggunakan Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dan diuji lanjut dengan LSD bila menunjukan perbedaan yang nyata antar perlakuan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaan Vegetatif Dari hasil pengkajian bahwa data komponen vegetatifpada parameter tinggi tanaman tidak ada interaksi antara perlakuan dosis pupuk dan jarak tanam dalam bedengan dapat dilihat pada Tabel 1 berikut: Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman umur 7 minggu setelah tanam (mst). Perlakuan Dosis pupuk: NPK Phonska 1.000 kg SP-36 400 kg NPK Phonska 1.400 kg SP-36 400 kg NPK Phonska 1.500 kg Jarak Tanam dalam Bedengan: 35 cm 40 cm
Rata-rata Tinggi Tanaman (cm) 61.05a 63.73a 65.73a 63.57a 63.43a
Ket: Angka-angka dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji DMRT.
Tabel 1 menunjukkan bahwa antara perlakuan dosis pupuk dan jarak tanam dalam bedengan tidak ada perbedaan yang nyata terhadap tinggi tanaman umur 7 minggu setelah tanam (mst). Tinggi tanaman tersebut lebih rendah bila dibandingkan dengan tinggi tanamaan pada pengkajian kentang merah pada tahun 2012 yang dilakukan BPTP Bengkulu dengan tinggi mencapai 75.70 cm untuk jarak tanam dalam bedengan 35 cm dan 71.80 cm untuk jarak tanam dalam bedengan 40 cm (BPTP Bengkulu, 2012). Rendahnya tinggi tanaman pada tanaman kentang merah diduga karena sumber bibit yang digunakan tidak seragam dan pengaruh cuaca saat tanam berlangsung banyak hari hujan yang disertai dengan angin. Pada umur 9 minggu setelah tanam. tanaman tidak mengalami pertumbuhan tinggi tanaman lagi. Menurut Soelarso (1998), setelah 45 – 50 hari setelah bertunas (57 – 63 hst) pertumbuhan ini akan berhenti, setelah 75 – 80 hari setelah bertunas daun menguning dan 10 hari kemudian tanaman mati.
Generatif Tanaman Jumlah umbi, berat umbi pertanaman dan rata-rata berat per umbi Dari hasil pengkajian bahwa data komponen hasil masing-masing perlakuan tidak ada interaksi antara perlakuan dosis pupuk dan jarak tanam dalam bedengan. Rata-rata hasil komponen hasil dapat dilihat pada Tabel 2 berikut: Tabel 2. Rata-rata jumlah umbi/tanaman, berat umbi (g) pertanaman dan rata-rata berat per umbi (g) pada tanaman kentang merah. Jumlah Umbi (Umbi)
Berat Umbi/tanaman (g)
Rata-rata berat/umbi (g)
Dosis pupuk: NPK Phonska 1.000 kg SP-36 400 kg NPK Phonska 1.400 kg SP-36 400 kg NPK Phonska 1.500 kg
4.43 ab 5.03 a 4.73 a
270.12 a 246.21 ab 220.46 b
55.85 ab 60.18 a 51.97 b
Jarak Tanam dalam Bedengan: 35 cm 40 cm
4.37 ab 4.97 a
232.82 b 249.10 a
51.17 b 60.83 a
Perlakuan
Ket : Angka dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5 %.
Berdasarkan Tabel 2 tersebut dapat dilihat jumlah umbi yang banyak belum tentu berat umbi per tanaman dan berat rata-rata per umbi juga tinggi dan sebaliknya. Tabel 2 menunjukkan bahwa parameter jumlah umbi per tanaman tidak berbeda nyata antara perlakuan dosis pupuk maupun perlakuan jarak tanam dalam bedengan. Pada parameter berat umbi per tanaman dan berat rata-rata per umbi pada perlakuan dosis pupuk NPK Phonska 1.000 kg/ha + SP-36 400 kg/ha tidak berbeda nyata dengan perlakuan dosis pupuk NPK Phonska 1.400 kg/ha + SP-36 400 kg/ha namun berbeda nyata dengan perlakuan dosis pupuk NPK Phonska 1.500 kg/ha. Pada Perlakuan dosis pupuk NPK Phonska 1.000 kg/ha + SP-36 400 kg/ha berat umbi tertinggi yaitu rata-rata 270.12 g/tanaman namun berat rata-rata per umbi tertinggi pada perlakuan dosis pupuk NPK Phonska 1.400 kg/ha + SP-36 400 kg/ha yaitu 60.18 g/umbi, sedangkan perlakuan dosis pupuk NPK Phonska 1.500 kg/ha merupakan berat umbi per tanaman dan rata-rata berat per umbi terendah yaitu rata-rata 220.46 g/tanaman dan 51.97 g/umbi. Pada perlakuan jarak tanam dalam bedengan untuk parameter berat umbi per tanaman dan berat rata-rata per umbi berbeda nyata antara jarak tanam 35 cm dengan jarak tanam 40 cm dalam bedengan. Berat umbi per tanaman dan rata-rata berat per umbi tertinggi yaitu pada jarak tanam 40 cm dalam bedengan yaitu rata-rata 249.10 g/tanaman dan 60.83 g/umbi. Menurut Figeria, et al. (1991) bahwa bobot hasil sangat dipengaruhi oleh tersedianya unsur hara dalam tanah dan keseimbangan hara tanah akan mempengaruhi hasil tanaman. Sebaliknya jika dalam fase atau tahapan pembentukan dan pengisian umbi terjadi kekurangan unsur hara maka akan mempengaruhi hasil yang diperoleh. Syarif (1985) menyatakan bahwa bila tanaman kekurangan unsur hara yang diperlukan maka hasilnya akan menurun. Hasil penelitian Haris (2010), pemupukan dengan dosis 400 kg/ha Urea + 250 kg/ ha SP-36 + 400 kg/ha KCl menghasilkan rata-rata pertumbuhan vegetatif maupun produksi yang lebih baik dibandingkan dengan dosis pupuk yang lain.
Ukuran Umbi
Grading umbi secara keseluruhan (sesuai dengan sistem petani Pengalengan dan Wonosobo) seperti Tabel 3 berikut: Tabel
3.Klas umbi dan ukuran umbi hasil panen. Klas umbi
Umbi Umbi Umbi Umbi Umbi
konsumsi klas A (bibit besar) klas B (bibit sedang) klas C (bibit) Ares (bibit kecil dan kriil)
Ukuran umbi (berat umbi) 80 gram 60 – 80 gram 45 – 60 gram 30 – 45 gram < 30 gram
Berdasarkan grading umbi di atas, maka hasil pengkajian yang telah dilakukan diperoleh dikelompokan berdasarkan grading umbi tersebut. Adapun persentase ukuran umbi yang dihasilkas dapat dilihat pada Tabel 4 berikut: Tabel
4. persentase ukuran umbi yang dihasilkan (%). Perlakuan
NPK Phonska 1.000 kg dan SP-36 400 kg + Jarak Tanam 35 cm dalam Bedengan NPK Phonska 1.400 kg dan SP-36 400 kg + Jarak Tanam 35 cm dalam Bedengan NPK Phonska 1.500 kg + Jarak Tanam 35 cm dalam Bedengan NPK Phonska 1.000 kg dan SP-36 400 kg + Jarak Tanam 40 cm dalam Bedengan NPK Phonska 1.400 kg dan SP-36 400 kg + Jarak Tanam 40 cm dalam Bedengan NPK Phonska 1.500 kg + Jarak Tanam 40 cm dalam Bedengan
Ukuran umbi <30 g 30 – 45 g 45 – 60 g 60 – 80 g > 80 g <30 g 30 – 45 g 45 – 60 g 60 – 80 g > 80 g <30 g 30 – 45 g 45 – 60 g 60 – 80 g > 80 g <30 g 30 – 45 g 45 – 60 g 60 – 80 g > 80 g <30 g 30 – 45 g 45 – 60 g 60 – 80 g > 80 g <30 g 30 – 45 g 45 – 60 g 60 – 80 g > 80 g
Persentase ukuran umbi (%) 8.15 12.64 31.69 18.25 29.26 16.00 16.35 10.71 19.49 37.44 16.61 20.70 8.33 17.34 37.02 9.17 20.63 8.76 15.13 46.31 9.84 14.59 10.69 15.68 49.20 5.37 17.15 13.35 14.05 50.07
Berdasarkan Tabel 4 semua perlakuan menunjukkan lebih dari 50% umbi yang dihasilkan berukuran umbi besar kecuali pada perlakuan dosis pupuk NPK Phonska 1.500 kg/ha pada jarak tanam 35 cm dalam bedengan yang hanya menghasilkan 47.5186 % umbi berukuran besar (Tabel 3). Semakin banyak pupuk NPK Phonska yang diberikan, rata-rata berat umbi per tanaman semakin berat. Hal ini menunjukkan bahwa pupuk SP-36 yang ditambahkan tidak begitu berperan bagi hasil berat rata-rata umbi pertanaman yang dihasilkan. Kebutuhan SP-36 telah dipenuhi dari pupuk NPK Phonska. Pupuk NPK Phonska juga berpengaruh terhadap persentase besarnya ukuran umbi yang dihasilkan. Pada perlakuan dosis pupuk NPK Phonska 1.000 kg/ha + SP-36 400 kg/ha dengan jarak tanam 35 cm dan 40 cm menghasilkan persentase umbi besar lebih dari 50%. Sedangkan pada perlakuan dosis pupuk NPK Phonska 1.500 kg/ha dengan jarak tanam 35 cm dalam bedengan menghasilkan persentase umbi ukuran besar kurang dari 50% yaitu 47.5186 %. Menurut Badan Litbang Pertanian (1989) pada hasil panen kentang selalu terdapat umbi yang bervariasi besarnya mulai dari yang berukuran kurang dari 20 g sampai yang lebih dari 150 g. Apabila dikelompokkan berdasarkan besarnya maka persentase tiap kelompok selalu berbeda setiap per tanaman dan varietas, tergantung pada kesuburan, macam bibit yang ditanam (mutu dan besar), iklim dan faktor lainnya.
Selanjutnya menurut Adiyoga, et.al. (2004), volume lingkungan tumbuh yang lebih besar akan menghasilkan jumlah umbi lebih sedikit, tetapi dengan ukuran umbi lebih besar. Sebaliknya volume lingkungan tumbuh yang kecil akan menghasilkan jumlah umbi lebih banyak, namun dengan ukuran umbi lebih kecil. Menurut Adiyoga, et.al. (2004), volume lingkungan tumbuh yang lebih besar akan menghasilkan jumlah umbi lebih sedikit, tetapi dengan ukuran umbi lebih besar. Sebaliknya volume lingkungan tumbuh yang kecil akan menghasilkan jumlah umbi lebih banyak, namun dengan ukuran umbi lebih kecil.
KESIMPULAN Dari hasil pengkajian dapat disimpulkan bahwa untuk mendapatkan jumlah umbi yang banyak per tanaman dan berat umbi terberat per umbi menggunakan dosis pupuk NPK Phonska 1.400 kg/ha + SP-36 400 kg/ha, sedangkan untuk mendapatkan berat umbi per tanaman menggunakan dosis pupuk NPK Phonska 1.000 kg/ha + SP-36 400 kg/ha. Sedangkan perlakuan jarak tanam yang digunakan dalam menanam kentang dapat digunakan jarak tanam 35 cm maupun 40 cm dalam bedengan. Semakin rapat jarak tanam yang digunakan maka ukuran umbi yang dihasilkan semakin kecil namun jumlah umbi yang dihasilkan tinggi.
DAFTAR PUSTAKA Adiyoga. W. S. Rachman. T. Agoes. S. Budi. J. K. U. Bagus. R. Rini Dan M. Darkam. 2004. Profil komoditas Kentang. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Badan Litbang Pertanian. 1989. Kentang. Balai Penelitian Hortikultura Lembang. Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa. Pusat Penyuluh Pertanian, Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian. http://cybex.deptan.go.id/penyuluhan/syarat-tumbuh-tanaman-kentang [diakses pada [20 November 2013]. BPTP Bengkulu. 2012. Laporan Akhir Tahun. Model Pengembangan Pertanian PerdesaanMelalui Inovasi (mP3MI). 2012. Deptan. 2008. Basis Data Statistik Peretanian. Departemen Pertanian. 3 hal. Direktorat Jenderal Hortikultura. 2011. Produksi Sayuran Nasional Periode 2006 - 2010.Jakarta: Direktorat Jenderal Hortikultura. Fageria, N. K. , V. C. Baligar, and C. Jones. 1991. Growth and mineral nutrition of field crops. Marcel Dekker, Inc., New York. Haris. 2010. Pertumbuhan dan Produksi Kentang pada Berbagai Dosis Pemupukan. Jurnal Agrisistem, Vol. 6 (1). 8 hal. Pemerintah Kabupaten Rejang Lebong. 2012. Daftar Isian Profil Desa/Kelurahan Desa Karang Jaya Kecamatan Selupu Rejang Kabupaten Rejang Lebong. Puslitbangtan. 2007. Diseminasi Hasil Penelitian Tanaman Pangan.http://www.puslittan.bogor.net/index.php?bawaan=berita/fullteks_berita&&id_menu=3&id_subm enu=3&id=154[22 Juni 2011]. Samadi, B. 2007. Kentang dan Analisis Usaha Tani Edisi Revisi. Kanisius : Yogyakarta. Soelarso. B. 1998. Budidaya Kentang Bebas Penyakit. Kanisius. Syarief. 1986. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Pustaka Buana, Bandung.