KEPEMIMPINAN NASIONAL ANTI KORUPSI DALAM MENEGAKKAN KEDAULATAN HUKUM Oleh; Effendy Hasyim, S.H., M.M.* Abstract
If we can understand the meaning of corruption begins from the corrupt power, then end it must use the political authority of state power. Because the state may not be able to take care of his people, if bureaucrats are corrupt mentality. Is actually a shortcut for corrupt behavior in the era of reform can be redeemed by the state of political will. Perhaps a very severe sanctions will gradually stop the acts of corruption. Besides, the need for national leadership is truly against the corrupt rule by the power that rests on the constitution and laws. Keywords: constitution, corruption, national leadership, rule of law. hampir
Bahaya laten korupsi semakin menggila. Tak terbantahkan lagi, korupsi benar-benar menjadi ancaman terhadap kehidupan sosial dewasa ini. Korupsi tidak lagi dipahami sebagai kejahatan konvensional biasa, bahkan ia ingin disebut sebagai kejahatan luar biasa dan watak
jahat
menuju
hiperkriminalitas. Sebagaimana pernah dijelaskan
oleh
Baudrillard
dalam
bukunya The Perfect Crime (1992), kejahatan
menjadi
hiper
ketika
ia
melampaui realitas (hukum, moralitas, akal sehat dan budaya), dan terdapat watak
jahat
terlewatkan
mendapat
komentar bahkan kritik. Mencari akar
A. Pendahuluan
memiliki
tidak
yang
berkembang
sedemikian rupa menuju tingkatan yang sempurna. Di berbagai diskusi dan seminar, kejahatan korupsi merupakan topik yang * Dosen dan Dekan Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung
kejahatan korupsi tentu tidak mungkin hanya dapat dijawab oleh hukum, sebab hukum hanya diberi tugas dalam aspek normatif saja. Untuk itu, kepemimpinan nasional sangat menentukan tegak apa tidaknya
kedaulatan
hukum
yang
mengarah pada budaya anti korupsi. Kepemimpinan
nasional
merupakan aspek krusial dalam menjaga kualitas sistem kehidupan berbangsa dan bernegara. Bila hal ini kita arahkan pada empat pilar kebangsaan (pancasila, UUD 1945, NKRI dan bhinneka tunggal ika), maka kepemimpinan nasional sedang mengemban melawan
tugas
ideologis,
yaitu
kekuasaan
yang
secara
perlahan-lahan merusak tatanan nilainilai kebangsaan, apalagi kalau bukan korupsi.
Tak terbantah lagi, bila korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa
dalam zaman modern lebih menunjukkan sebabnya.1
menggerogoti setiap lini kehidupan. Korupsi kelelahan
semakin dan
bagaimana?
membuat binggung dengan
memberantasnya.
Harapan
Kaitannya antara korupsi dan
kita
kekuasaan itulah yang sekarang ini
sendiri
menjadi inti defenisi tentang korupsi
apa?
baik yang dipahami dalam masyarakat
dengan
Indonesia
maupun
masyarakat
hadirnya UU Anti Korupsi, KPK, bahkan
Internasional. Untuk itulah bila korupsi
pengadilan tipikor dapat mengurangi
hanya dijawab dengan KPK, UU Anti
penderitaan akibat korupsi. Ternyata
Korupsi, dan pengadilan tipikor rasanya
fakta itu tidak cukup, kejahatan korupsi
upaya itu belumlah cukup. Jika korupsi
semakin menggila, ia bagaikan angin
dilakukan dengan kekuasaan, maka harus
yang dapat dirasakan tapi sulit dilihat
pula dilawan dengan kekuasaan yang
bahkan digenggam oleh tangan.
anti korupsi.
Lalu, mengapa kok sangat sulit
Disitu
menunjukkan
betapa
diberantas, barangkali alasannya karena
penting keteladanan pemimpin dalam
korupsi diawali oleh “kekuasaan” dan
menggunakan
dikaburkan pula dengan “kekuasaan”.
memerangi
kekuasaannya kekuasaan
yang
untuk korup.
Kalau kemudian Lord Acton,
Pendeknya, pemberantasan korupsi akan
dalam suratnya kepada Uskup Mandell
menjadi norma yang kosong tanpa isi,
Creighton pada tanggal 3 April 1887,
bila
menghubungkan
kepemimpinan yang mengabdi pada
korupsi
dengan
kekuasaan dalam kata-katanya yang
tidak
digerakkan
oleh
kedaulatan hukum.
terkenal “power tends to corrupt and
Bilamana kita bercermin pada
absolute power corrupts absolutely”, hal
landasan
ini menjadi jelas bahwa erat sekali
bangsa ini ingin sampai pada tujuan
kaitannya
dengan
kemerdekaan, sejahtera, cerdas, damai,
kekuasaan. Jika makna korupsi dalam
berkeadilan sosial dalam kehidupan. Hal
pengertian
lebih
itu merupakan harga mati dalam menjaga
melukiskan akibat yang terjadi, korupsi
martabat bangsa serta menjaga keutuhan
antara
korupsi
Aristoteles
itu
nilai-nilai 1
filosofi
konstitusi,
kesatuan
dan
bahwa
persatuan
Al. Andang L. Binawan, Korupsi Kemanusiaan, Buku Kompas, Jakarta, Mei, 2006, hal 3.
bangsa. Jika demikian tak ada kata
perumusan dan pelaksanaan kebijakan,
toleransi terhadap kejahatan korupsi,
serta untuk memeriksa dan menguji
sebab ia secara perlahan-lahan akan
integritas dan akuntabilitas pejabat dan
mengkerdilkan semangat berbangsa dan
badan-badan publik.
bernegara. Bahkan tidak hanya itu, perilaku korupsi sebenarnya secara tidak sadar membelenggu
konstitusi
membahagiakan
yang
ingin
rakyatnya
untuk
merdeka, sejahtera, cerdas, damai dan berkeadilan
sosial.2
Lantas
tidak
berlebihan bila koruptor disebut sebagai penghianat konstitusi, sebab mereka telah berupaya sepakat untuk tidak bersepakat menjalankan kekuasaannya secara tidak konstitusional.
satu
adalah
menyalahgunakan
pokok
Dalam pengertian itu korupsi adalah sebuah perilaku buruk, penghianatan terhadap
kepercayaan
diberikan
serta
korupsi yang begitu mengakar dan kronis
yang
telah
penyalahgunaan
kekuasaan untuk kepentingan pribadi.4 Perbuatan korupsi adalah perbuatan yang dilandasi
ketidakjujuran
dan
mementingkan kepentingan pribadi atau sehingga
penyalahgunaan
masalah
kekuasaan,
kepercayaan untuk kepentingan pribadi.
golongan
B. Justifikasi Abause Of Power Salah
Menurut Jeremy Pope korupsi
timbul
wewenang
dan
kekuasaan yang ada padanya demi keuntungan pribadi.
sulit untuk diberantas di negeri ini adalah
Sejauh ini, yang kita hadapi
karena esensi kedaulatan rakyat tidak
adalah fenomena justifikasi kekuasaan
pernah ditegakkan.3 Kedaulatan rakyat
negara yang telah menjadi dirinya sendiri
tidak
(state of its own), terlepas dari realitas di
pernah
tersedianya
dimaknai
perangkat
sebagai
politik
dan
mekanisme hukum bagi tiap warga negara
untuk
mengontrol
masyarakat. alternatif
yang
ada
mampu
kekuatan mengontrol
proses 4
2
Satjitpo Rahardjo, Negara Hukum yang Membahagiakan Rakyatnya, Genta Publishing, Yogyakarta, Mei, 2009, hal 21. 3
Tidak
Kedaulatan rakyat merupakan wujud keadilan sosial yang diimplementasikan sebagai keterlibatan rakyat secara aktif dalam proses pengawasan penyelenggaraan pemerintah. Bur Rasuanto, Keadilan Sosial, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2005 hlm 26.
Oleh karenanya perilaku korupsi sering pula disebut sebagai perilaku menyimpang atas aturan-aturan yang sudah ditetapkan atau penyimpangan atas wewenang yang ada pada suatu jabatan sehingga kecenderungan perilaku korup ada pada kekuasaan yang melekat padanya. Jeremy Pope, Strategi Memberantas Korupsi, Yayasan Obor Indonesia, Bandung, 2003 hlm 30.
penyelenggaraan
kekuasaan
karena
hampir
tidak
mungkin
genggaman
dengan struktur birokrasi yang tertutup,
korupsi dengan motif apapun pada waktu
eksklusif, dan proteksionis.5 Sehingga
itu tidak akan pernah mencuat, karena
tercipta
dapat
mekanisme,
dan
dilegalisasi
istana.
dari
pemerintah begitu kuat dan dominan,
kondisi,
keluarga
lepas
lewat
Kasus
keputusan
regulasi yang memungkinkan pemerintah
Presiden atau Menteri, bahkan Undang-
mengisolasi
penyelenggaraan
undang sekalipun. Pada level ini kita
pemerintahan dari keterlibatan publik.
dihadapkan oleh rezim otoriter yang
Konsekuensi ini menunjukkan hanya
berlindung atas justifikasi kekuasaan
sedikit yang dapat diketahui publik
terhadap frekuensi abause of power
tentang kinerja birokrasi, ihwal lahirnya
(penyalahgunaan kekuasaan).
sebuah
proses
kebijakan,
manajemen publik,
C. Korupsi dan Hukum Sebab Akibat Mengapa dan faktor apa yang
akuntabilitas pejabat pemerintah, dan
mendorong orang melakukan praktik
lainnya.
korupsi? Tidak mudah memang untuk
pengelolaan
sumber
Transformasi
daya
dalam
tatanan
korupsi di tingkat elite, sering dengan terjadinya perubahan kekuasaan politik. Di era orde baru, korupsi berpusat di istana, pembagian wilayah dan batasbatas korupsi di kendalikan secara terpusat.6 Proyek-proyek lahan basah
menjawab pertanyaan itu dengan satu atau dua kata argumen, karena masalah ini
menyangkut
Irwan Suhanda, Jihad Melawan Korupsi, Buku Kompas, Jakarta, 2005 hlm 59-60 6
Hal demikian dapat terjadi, karena kleptokrasi Orde Baru begitu sempurna, memiliki mesin kekuasaan yang begitu besar. Yaitu, terjadi pemusatan kekuasaan politik dan ekonomi di tangan Presiden, subordinasi lembaga legislatif dan yudikatif oleh eksekutif. Sementara kekuatan civil society terutama pers menjadi tidak berdaya karena mengalami proses regimentasi yang dahsyat. Kleptokrasi Orde baru itu demikian kokoh karena juga ditopang oleh militer dan konglomerat. Harianto, Transformasi Korupsi, Buku Kompas, Jakarta, 2003 hlm 24.
dimensi
kehidupan bangsa, baik ekonomi, politik, sosial, budaya dan sebagainya. Namun, praktik korupsi antara lain didorong oleh rendahnya indeks kesejahteraan gaji pegawai
5
berbagai
negeri,
kesejahteraan
sudah
walaupun dapat
prihal dibantah
dengan kasus korupsi Gayus pegawai pajak negara.7 Pendapatan gaji yang 7
Dr. Agus. Halim, Perdana Menteri Republik Indonesia pada tahun 1950 bahkan menulis surat terbuka kepada Presiden Soekarno, dan menyatakan dengan tegas bahwa gaji pegawai yang hanya cukup untuk hidup untuk dua minggu atau paling lama 20 hari, telah menyebabkan mereka rela menjual harga dirinya dan melibatkan diri dalam korupsi kecil-kecilan (minor corruption) (Feith, 1962). Sayang, surat
tidak
memadai
untuk
memenuhi
kebutuhan dasar, dapat menjadi faktor keterpaksaan
8
yang
dan sebagainya.
mendorong
seseorang melakukan perbuatan korupsi. Kemampuan
rokok, uang kopi, ongkos administrasi
terlibat dalam praktik seperti itu. Selain
yang
peluang yang serba terbatas, mungkin
sangat terbatas, sementara kebutuhan
juga karena nilai-nilai moral dasar yang
hidup
telah
mereka miliki begitu kokoh dan tidak
publik
mudah goyah dengan godaan kehidupan.
dengan
Artinya pada sudut pandang ini, faktor
memanfaatkan berbagai peluang yang
moral juga mendasari kecenderungan
ada disekitar tempat mereka bertugas,
manusia untuk berkelakuan baik atau
baik secara sendirian maupun bersama-
menyimpang.
semakin
mendorong untuk
ekonomi
Tentu tidak semua pejabat publik
meningkat
sebagian
menambah
pejabat income
sama. Motifnya pun beragam, ada yang melakukannya
dengan
memanipulasi
nota pembelian, dan ada pula yang memanfaatkan jabatan mereka dengan melakukan pungutan liar dan sebagainya. Praktik seperti inilah yang memunculkan berbagai istilah baru dalam masyarakat, seperti uang pengganti kertas, uang
Pada dasarnya cukup tidaknya gaji atau penghasilan pegawai negeri tentu sangat relatif dalam pandangan tertentu, bahkan sering tidak mudah untuk menentukan nilai kesejahteraan di tiap-tiap level kepegawaian. Mungkin dalam ukuran umum yang berlaku, dengan jumlah gaji tertentu, sudah dipandang cukup untuk hidup secara
peringatan itu tidak mendapat perhatian Presiden Soekarno, dan gaji pegawai negeri tetap saja tidak memadai untuk menopang kehidupan mereka. Akibatnya minor corruption pada sejumlah pegawai negeri tingkat bawah itu tetap saja berlangsung sampai saat ini. Hary Susanto, Korupsi Dalam Prespektif Agama-agama, Bayu Media,Yogyakarta, 2003 hlm 19.
wajar. Namun, dalam keadaan yang lain mungkin saja gaji dengan jumlah yang sama dianggap kurang memadai. Dalam kondisi
Faktor keterpaksaan merupakan suasana pertarungan batin, yang tidak dihadapkan dengan alternatif pilihan kecuali jalan mencari penyelesaian persoalan yang di hadapi pada waktu itu. Maka wajar secara spontan pada situasi dilema seperti ini faktor keterpaksaan dapat menjadi indikasi dari perbuatan korupsi.
demikian,
tampaknya
faktor mentalitas9 menjadi penentu, yang 9
8
yang
Tidak sedikit pegawai negeri yang menerima gaji dalam jumlah yang relatif sudah lebih dari memadai, terutama bagi mereka yang memegang jabatan tertentu, tetap saja merasa kekurangan. Ini jelas berkaitan denga sifat dasar manusia yang selalu tidak merasa puas dengan apa yang telah diperolehnya. Hary Susanto, Korupsi Dalam…. Op. Cit., hlm 34.
berlandaskan
pada
sifat
tamak/keserakahan.
anggota-anggota
partai
supaya
memenangkan si pemberi uang.
Terlepas dari berbagai pandangan
Dalam
penyelenggaraan
diatas, yang perlu ditelusuri lebih jauh
pemilihan umum, praktik politik uang
adalah penyebab terjadinya korupsi.
sering muncul karena undang-undang
Dalam buku Peran Parlemen dalam
tidak memberikan aturan yang tegas
Membasmi
tentang dana kampanye. Bahkan, dalam
beberapa
Korupsi, faktor
disebutkan ada
yang
menyebabkan
praktik, tidak jarang peserta pemilihan
terjadinya korupsi, yaitu (1) faktor
umum membeli suara pemilih. Untuk
politik, (2) faktor hukum, dan (3) faktor
pemilihan
kepala
disinyalir
banyak
ekonomi dan birokratik
10
Faktor politik dapat dikatakan sebagai salah satu penyebab terjadinya
melakukan
daerah,
misalnya,
pasangan
calon
politics
untuk
money
mendapatkan dukungan partai politik.
korupsi karena banyak peristiwa politik
Faktor hukum juga tidak kalah
yang dipengaruhi oleh faktor uang
pentingnya sebagai penyebab terjadinya
(money
Terence
korupsi. Munculnya faktor hukum, bisa
Gomez (1994) seorang pengkaji politik
jadi terkait dengan pertayaan: mengapa
Malaysia menggambarkan politik uang
begitu
sebagai use of money and material
korupsi? Untuk kasus di Indonesia,
benefits in the pursuit of political
misalnya, banyak kalangan berpendapat,
influence. Sementara itu Ahmad Attory
salah satu faktor yang menyebabkan
Hussein
korupsi sulit diungkapkan karena adanya
politics).
(1994)
Edmund
mengatakan
bahwa
sulit
mengungkapkan
politik uang adalah salah satu daripada
aturan
berbagai tingkah laku negatif karena
multiinterpretasi, dan memihak kepada
uang dipergunakan untuk membeli suara,
pelaku korupsi. Sebut saja formulasi
menyogok
sanksi pidana mati dan pembebanan
calon-calon
pemilih
atau
hukum
yang
tidak
kasus
jelas,
pembuktian terbalik bagi koruptor tak 10
Baca Saldi Isra, makalah disampaikan dalam Seminar Sehari ”Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi Melalui Pendidikan Tinggi Hukum, dan Launching Pembukaan Program Kekhususan Anti-korupsi”, diadakan oleh Fakultas Hukum Universitas Tamansiswa-Padang, di Hotel Inna Muara, Padang, 14 Maret 2009.
lebih hanya menjadi asesoris UU Anti Korupsi. Sebab sedari awal formulasi pasal
tersebut
sudah
imperatif penerapannya.
dibuat
tidak
Belum lagi keberadaan Undang-
tersebut.
Pihak
kejaksaan
Undang No 32 Tahun 2004 yang telah
dihambat
dirubah dengan Undang-Undang No 12
pemberantasan korupsi dengan adanya
Tahun
Pemerintahan
prosedur izin ke Presiden ketika ada
Daerah (Pemda) menjadi lorong gelap
pihak kepala daerah/wakil kepala daerah
dalam upaya pemberantasan korupsi. UU
terindikasi melakukan korupsi.
2008
Tentang
Pemda khusus pada Pasal 36, merupakan celah untuk mengisolasi kekuasaan dari sentuhan
hukum.
Bagamaina
tidak,
dengan hadirnya Pasal 36 tersebut membuat kepala daerah/wakil kepala daerah
mendapat
perlakuan
khusus
ketika ia terduga melakukan tindak pidana korupsi. Sebab untuk dimulainya proses
penyelidikan dan penyidikan
kasus korupsi wajib mendapat izin atau persetujuan dari Presiden. Walaupun aturan tersebut tidak berlaku bagi KPK, hanya mengikat pada Jaksa dan Polisi sebagai penyidik tindak pidana korupsi. Ijin mengganggu
Presiden agenda
akan
sangat
pemberantasan
korupsi. Secara norma, ketentuan dalam Pasal 36 UU Pemda tersebut memiliki prosedur izin yang berlapis. Akibatnya, proses
penegakan
hukum
yang
seharusnya dilaksanakan dengan cepat dan sederhana sulit terwujud. Pendapat tersebut pernah terlontar ketika pihak Litbang
Kejaksaan
Agung
meminta
penulis untuk menjadi responden dalam kegiatan penelitian terkait Pasal 36
dalam
merasa
melakukan
Dalam konteks itu, hukum belum sepenuhnya mereformasi dirinya dalam mempersiapkan yang
korup.
melawan Bahkan
kekuasaan
hukum
yang
diharapkan dapat sebagai palu pengadil terhadap pelaku-pelaku koruptif, justru menjadi
bagian
yang
membuat
penegakan korupsi semakin jalan di tempat. Tak sedikit contoh, hakim, jaksa dan polisi ikut mencicipi uang kotor dari para koruptor. Dalam level itu sering disebut
dengan
korupsi
penegakan
hukum. Faktor penyebab
ekonomi
terjadinya
sebagai
korupsi
lebih
mungkin tumbuh subur di negara-negara yang
pemerintahannya
menciptakan
bingkai ekonomi monopoli. Kekuasaan negara, digabungkan dengan informasi orang dalam, menciptakan kesempatankesempatan
bagi
para
pegawai
pemerintah
untuk
mempertinggi
kepentingan
mereka
sendiri
kepentingan
para
atau
sekutunya.
Serangkaian faktor tersebut berhubungan erat
dengan
dengan
faktor-faktor
birokratik.
Dalam
suasana
yang
demikian kebijakan ekonomi pemerintah
tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.”
dikembangkan, diimplementasikan, dan dimonitor
dengan
sebagai
konstitusi
partisipatif, transparan, dan bertanggung
adalah
kesepakatan
jawab.
persetujuan (consensus) di antara mayoBeberapa
cara
yang
tidak
Dasar keberadaan UUD 1945
faktor
diatas
merupakan hukum sebab akibat lahirnya perilaku koruptif. Bila sudah demikian, maka menghadapinya tidak bisa dengan cara-cara yang sekedar obral janji atau memberikan harapan palsu anti korupsi kepada rakyat. Bangsa ini memerlukan pemimpin yang tidak peragu dalam mengambil
keputusan
memerangi
korupsi. Sebab KPK dan UU Anti Korupsi akan semakin kuat, bila ia di kawal oleh kepemimpinan yang kokoh untuk
melawan
kekuasaan
yang
korupsi. korup
Sebab,
hanya
bisa
dilawan oleh kepemimpinan yang anti korupsi. D. Memimpin dengan Konstitusi
bangsa
Indonesia
umum
atau
ritas rakyat mengenai bangunan yang diidealkan berkenaan dengan negara. Organisasi negara itu diperlukan oleh warga
masyarakat
kepentingan
mereka
politik
agar
bersama
dapat
dilindungi atau dipromosikan melalui pembentukan
dan
penggunaan
mekanisme yang disebut negara. Kata kuncinya
adalah
konsensus
yang
kemudian diwujudkan dalam konstitusi dapat dipahami substansinya melalui kesepakatan tentang tujuan atau cita-cita bersama (the general goals of society or general
acceptance
of
the
same
philosophy of government).11 Kesepakatan (consensus) tersebut berkenaan
dengan
cita-cita
bersama
sangat menentukan tegaknya konstitusi
UUD 1945 merupakan konstitusi
dan konstitusionalisme di suatu negara.
bangsa Indonesia yang berkedudukan
Karena cita-cita bersama itulah yang
sebagai hukum tertinggi. Oleh karena itu
pada puncak abstraksinya paling mung-
kedaulatan sebagai kekuasaan tertinggi
kin mencerminkan kesamaan-kesamaan
harus dilaksanakan sesuai dengan nilai-
kepentingan di antara sesama warga
nilai dan ketentuan-ketentuan yang ada
masyarakat yang dalam kenyataannya
dalam UUD 1945. Hal ini sesuai dengan
11
ketentuan Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan “Kedaulatan berada di
Lihat Jimly Asshiddigie, dalam bahan Studium General pada acara Muktamar KAMMI di Makassar, 3 November 2008, hal 11.
harus hidup di tengah pluralisme atau
(iv) ikut melaksanakan ketertiban dunia
kemajemukan. Oleh karena itu, di suatu
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
masyarakat
keber-
yang abadi, dan keadilan sosial. Tujuan
kehidupan
atau cita-cita bernegara dan dasar-dasar
samaan
untuk
dalam
menjamin
kerangka
bernegara, diperlukan perumusan tentang
negara
tujuan-tujuan atau cita-cita bersama yang
operasional dalam ketentuan-ketentuan
biasa juga disebut sebagai falsafah
UUD 1945.
kenegaraan.
tersebut
dijabarkan
Hambatan
Di
Indonesia,
terbesar
secara
dalam
dasar-dasar
mencapai tujuan dan cita-cita bernegara
filosofis yang dimaksudkan itulah yang
dalam konteks kekinian dikarenakan
biasa disebut sebagai Pancasila yang
oleh kejahatan korupsi. Perjuangan untuk
berarti lima sila atau lima prinsip dasar
sejahtera, sehat, damai, cerdas, adil dan
untuk mencapai atau mewujudkan empat
makmur
tujuan bernegara sebagaimana menjadi
kepemimpinan
bagian dari UUD 1945 pada bagian
kekuasaan yang korup. Maka tak ada
Pembukaan. Lima prinsip dasar Panca-
tawar-menawar, kepemimpinan nasional
sila itu mencakup sila atau prinsip (i) ke-
penting untuk selalu berpijak pada
Tuhanan
kesepakatan luhur dan cita-cita serta
Yang
Maha
Esa,
(ii)
menjadi
Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab,
tujuan
(iii) Persatuan Indonesia, (iv) Kerakyatan
konstitusi.
Yang
Dipimpin
oleh
Kebijaksanaan
kita
Hikmat
Oleh
dalam
mewujudkan
semu
mengabdi
bernegara
karena
bila pada
berdasarkan
itu,
upaya
kepemimpinan
nasional
Permusyawaratan/Perwakilan, dan (v)
anti korupsi, sesungguhnya adalah upaya
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
mewujudkan
Indonesia.
nasional dengan cara menyelenggarakan
Kelima
sila
tersebut
cita-cita
dan
tujuan
dipakai
kehidupan berbangsa dan bernegara
sebagai dasar filosofis-ideologis untuk
sebagaimana prinsip-prinsip dasarnya
mewujudkan empat tujuan atau cita-cita
telah digariskan dalam konstitusi dan
ideal bernegara, yaitu: (i) melindungi
juga UU Anti Korupsi.
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah
Indonesia,
Dalam fungsinya yang demikian,
(ii)
konstitusi dapat disebut sebagai sumber
meningkatkan kesejahteraan umum, (ii)
kekuasaan yang harus dipatuhi. Dengan
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
demikian memimpin dengan konstitusi,
sama halnya sedang menyelamatkan
bangsa ini dapat dikelola dengan baik
bangsa
melalui kebijakan yang anti korupsi.
ini
dari
kubangan
patologi
korupsi akut. Sebab konstitusi secara
Seperti
ideologis dan subtantif memiliki tujuan
kekuasaan
dan cita-cita yang luhur dan mulia.
yudikatif untuk memberikan hukuman
Konsep
kepemimpinan
anti
kesamaan
presepsi
eksekutif,
pada
legislatif
dan
seberat-beratnya pada koruptor. Bahkan
korupsi dalam hal ini tidak harus
merubah
dan
merivisi
segala
dimaknai sebagai figur personal, tetapi
kemungkinan
aturan
hukum
lebih pada sesuatu yang memberikan
menghambat
upaya
pemberantasan
pedoman
dan
korupsi.
rakyatnya.
Karena
yang
keteladanan
bagi
konstitusi
tidak
Hukuman bagi para koruptor
pernah mengajarkan untuk berfikir dan
sebenarnya harus lebih berat dan tanpa
berjuang sendiri. Lebih dari itu, untuk
toleransi dengan mengadopsi aturan dan
melawan kekuasaan yang korup mesti
contoh yang diterapkan di negara-negara
melibatkan
yang
partisipasi
masyarakat.
sudah
berhasil
memberantas
Paling tidak hal itu harus dimulai dari
korupsi. Barangkali China dapat menjadi
pemimpin tertinggi negara ini, tidak saja
negara
tajam dalam kata “anti korupsi”, tapi
menghentikan
juga perlu langkah nyata melawan
Penyediaan peti mati bagi koruptor
korupsi.
merupakan simbol perlawanan terhadap
rujukan
korupsi, E. Penutup
korupsi diawali dari pintu kekuasaan, mengakhirinya
pun
harus
menggunakan otoritas politik kekuasaan
korupsi.
birokrat
mengurus sudah
sepakterjang
koruptor.
apalagi
China
rakyatnya, bermental
jika korup.
Sejatinya jalan pintas atas perilaku koruptor di era reformasi ini dapat ditebus dengan kemauan politik negara. Rakyat masih punya keyakinan bahwa
Adapun
memiskinkan
kerapkali
wacana koruptor
untuk perlu
dipertimbangkan agar dapat menjadi bagian politik hukum bangsa ini.
negara. Sebab negara tak mungkin mampu
belajar
menjatuhkan vonis mati kepada pelaku
Bila kita dapat memahami makna
maka
untuk
Kemudian,
para
koruptor
seharusnya tidak saja dijatuhi hukuman berat melalui pengadilan, tetapi juga perlu
diberi
sanksi
sosial
dengan
mengasingkan mereka dari interaksi fisik. Sanksi sosial semacam itu akan lebih baik jika dimulai dari para pejabat
atau pemimpin di berbagai aras, apalagi masyarakat
kita
masih
berwatak
paternalistik: meniru apa yang dilakukan petinggi. Barangkali sanksi yang sangat berat akan secara perlahan menghentikan perbuatan korupsi seperti apa yang sering menjadi tontonan publik akhirakhir ini. Disamping itu pula, perlu
Jeremy Pope, Strategi Memberantas Korupsi,
Yayasan
Obor
Indonesia, Bandung, 2003. Jimly Asshiddigie, dalam bahan Studium General pada acara Muktamar KAMMI
di
Makassar,
3
November 2008. Satjitpo Rahardjo, Negara Hukum yang
adanya kepemimpinan nasional yang
Membahagiakan
sungguh-sungguh melawan kekuasaan
Genta Publishing, Yogyakarta,
yang korup dengan kekuasaan yang
Mei, 2009.
berpijak pada konstitusi dan hukum.
DAFTAR PUSTAKA Al.
Andang
L.
Binawan,
Korupsi
Kemanusiaan, Buku Kompas, Jakarta, Mei, 2006. Bur
Rasuanto,
Keadilan
Sosial,
Gramedia
Pustaka
Utama,
Jakarta, 2005. Harianto, Transformasi Korupsi, Buku Kompas, Jakarta, 2003 Hary
Susanto,
Korupsi
Dalam
Prespektif Agama-agama, Bayu Media,Yogyakarta, 2003. Irwan Suhanda, Jihad Melawan Korupsi, Buku Kompas, Jakarta, 2005.
Rakyatnya,