SAMBUTAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PADA PEMBUKAAN HARI AGRARIA DAN TATA RUANG NASIONAL 27 September 2015 Bismillahirrahmanirrahim. Assalammu’alaikum Wr. Wb. Selamat pagi menjelang siang dan salam sejahtera untuk kita semua. Yang saya hormati ketua umum Ikatan Ahli Perencana. Terima kasih untuk kehadirannya. Para pejabat dari BKPRN. Bapak ibu sekalian, pejabat Eselon 1, Eselon 2 dan karyawan khususnya Jabodetabek. Para Kanwil, Kanwil Banten, Kanwil DKI Jakarta. Ibu Ferry, dari Dharmawanita, Ekawati dan sebagainya. Pertama kepala panitia, kami menyampaikan apresiasi untuk semua hal yang dilakukan untuk memulai sebuah kegiatan yang memadukan antara Hari Agraria Nasional dan Hari Tata Ruang Nasional disingkat jadi Hantaru 2015. Yang menarik adalah juga lambangnya, simbol itu adalah sebuah keteraturan sebuah bola dunia yang bergeraknya beraturan. Juga tanda salaman, artinya ada sebuah proses penyatuan akan Kebijakan Pertanahan dan Kebijakan Tata Ruang. Ini salaman lambangnya. Hebat. Yang paling menarik adalah ketika Kementerian ini hadir, maka terpikir oleh saya selaku menteri adalah bahwa tanah bukanlah sebagai sebuah hak eksklusif. Tidak bisa seseorang atau siapa pun yang memiliki tanah suka-suka mau gunakan untuk apa. Tata Ruang lah yang mengontrol, Tata Ruang lah yang bisa melarang, Tata Ruang lah yang kemudian bisa mengendalikan. Karena apa? Supaya dia memiliki sebuah arah untuk kemanfaatan dan kegunaannya. Jadi, aspek dari tanah bukan semata-mata aspek legalistik atau legalisasi kepemilikannya, tapi dia kemanfaatan dan kegunaan. Ya.
Itulah saya kira, sebuah perpaduan yang dimulai dan mudahmudahan dalam rangkaian acara kita, kita intensif untuk melakukan sebuah proses kesadaran. Sebenarnya kalau dalam bahasa coorparate, sebagai sebuah kampanye brand. Brand Campaign. Jadi terus. Kita bukan brand ini, tapi pada kebijakannya. Saya kita memadukan pemerintah daerah, para pelaku usaha dan sebagainya. Tema yang mensyiratkan tanah adalah sesuatu yang memakmurkan adalah sebuah simbol bahwa tanah tidak boleh menjadi sesuatu yang menyengsarakan. Orang boleh makmur dengan tanah dan orang pasti bisa makmur dengan tanah. Tapi di atas kemakmuran itu, tidak boleh mendatangkan kesengsaraan, apalagi kemudian mendatangkan kemiskinan. Adalah hal yang salah ketika ada kebijakan meningkatkan tingkat perekonomian sebuah negara, tapi di sisi lain dia menghadirkan sebuah hal yang menyengsarakan. Karenanya di awal-awal kebijakan kementerian ini memang belum memberikan sumbangsih yang nyata dalam aspek penerimaan negara. Tapi saya pastikan bahwa kementerian ini berada di garis depan untuk menegaskan penghilangan beban hidup di masyarakat. Penghilangan PBB. Penghapusan PBB. Meskipun secara angka itu merugikan dari sisi penerimaan negara, tapi itu hanya 3%. Toh yang kita bebaskan adalah pada ketidakmampuan subjek pajak dalam membayar PBB. Saya kira itu bervariasi. Kemudian juga penghapusan PPh dalam proses ganti rugi tanah. Itu sesuatu yang saya kira ganti rugi tanah bukan penghasilan. Penghasilan itu paling tidak dia menerima nilai yang sama setiap bulan untuk jangka waktu tertentu. Itu bukan penghasilan. Dalam sebuah kontrak kerja. Ini ganti rugi kok, kena PPh. Itu yang tidak masuk akal. Makanya kita usul penghapusan PPh dalam ganti rugi lahan. Ganti rugi lahan juga kita hadirkan sebagai sebuah upaya penghormatan, keberhakan masyarakat atas tanah. Saya kira, adalah sebuah tanggung jawab kita menjaga agar proses ganti ruginya itu memang hasil musyawarah dan hasil dari tim penilai. Bukan landasan pada ideologi. Saya kira Banten sudah melaporkan bahwa ada seorang ibu dalam proses pembebasan lahan untuk Kereta Api Bandara, dia mendapatkan 2,4 miliar kontan. Seorang ibu rumah tangga. Ya, itu saya kira sebuah bentuk penghargaan negara. Dan kita tidak sayang. Toh, uangnya uang negara. Kalau pun kita harus berikan kepada masyarakat, kenapa kita harus bersusah-susah minta. Makanya dalam sebuah regulasi baru yang kita inginkan kita memasukkan apa yang disebut kepastian. Timetable dari sejak inventarisasi, identifikasi, pengukuran, musyawarah, sampai pembayaran, kapan waktunya? Karena di sanalah kata kunci di mana
kepastian waktu itu menjadi sesuatu yang menghadirkan trust, kepercayaan. Bahkan di dalam proses pembelian lahan untuk program pemerintah, saya menyebutkan, “Bagaimana masyarakat mau percaya ketika musyawarah itu selalu pada jadwal yang tidak pasti?” Ya. Musyawarah pertama, kapan musyawarah kedua? Nanti kita jadwalkan. Hari apa tanggal berapa dan sebagainya. Bahkan waktunya pun kita tawarkan sebagai sebuah refleksi dari penghormatan kita. Kita tentukan pada waktu yang tidak menyusahkan masyarakat. Waktunya itu sore hari. Tidak mungkin ada musyawarah kita jam 10 jam 11. Tukang ojek, pedagang pasar, pasti tidak datang. Sampai dengan jenis konsumsi yang disajikan kita perhatikan. Di dalam proses ini, saya kira kalau kita mau musyawarah dengan masyarakat berkaitan dengan pembebasan lahan masyarakat yang nilainya sampai ratusan juta, apakah percaya masyarakat kepada pemerintah manakala pemerintah hanya menyediakan aqua gelas dan 1 batang sedotan di atasnya? “Ini pemerintah konsumsi pelit banget, uangnya ada nggak sih?” Nah, itu kita pastikan. Bukannya bermewah-mewah, tapi itu efek psikologisnya. Kita berikan juga sebagai sebuah kepantasan. Kopi. Kalau di daerah ada bajigurnya. Ada di Jawa Semarang ramuan akar secang. Bahkan juga sampai titik akhir ketika proses pembayaran itu misalnya kepada 100 kepala keluarga. Maka anggaran yang kita siapkan 100 betul yang kita bawa. Karena apa? Meskipun yang setuju misalnya baru 80 keluarga, jangan-jangan ada orang yang berubah pikiran ketika proses pembayaran. Ketika ada 5 atau 6 keluarga bersetuju untuk dilakukan pembayaran saat itu, maka ketika kita katakan bahwa kita tidak bawa uang, itu jadi soal. Hal-hal seperti itu sampai detail kenapa kami katakan bahwa proses percepatan bukan makna dari pengurangan waktu, tapi pada proses konsistensi dan kesiapan kita untuk menuntaskan semua proses pembelian lahan. Di sana ada kata kuncinya. Ini yang saya kira kita lakukan kita dalam proses Hantaru ini. Rangkaian Talk Show, nanti kita bisa mengundang beberapa orang. Ada FGD baik di kantor pusat, di beberapa daerah, itu berkaitan dengan proses definisi ‘tanah terlantar’. Mungkin kita mulai berpikir ‘Tanah Terlantar’ itu harus kita tegaskan. Apa itu definisi ‘tanah terlantar’? Jangan lagi ada definisi 3. Pak Bambang kasihan. Banyak sekali sengketa muncul karena ini. Ada ‘Tanah Terindikasi Terlantar’. Ada ‘tanah terdaftar dalam data base Tanah Terlantar’. Ada ‘Tanah Terlantar’. Ini yang mana dibebaskan? kita pastikan saja bahwa ini ‘Tanah Terlantar’. Jangan diindikasikan. Kalau kita indikasikan pak
Aljabar dengan perbuatan tidak menyenangkan ini bisa. Tapi tanah terlantar tidak bisa. Pastikan saja. Sehingga kita pasti. Sehingga ketika dia sudah terus, kita akan membebaskan. Karena ini berkaitan dengan sebuah kepastian. Banyak hal yang kita rubah di dalam proses deregulasi, dalam sisi kemudahan, beberapa PP sudah final, sudah selesai, tinggal ditandatangan. Kami beberapa kementerian sudah paraf, termasuk PP 13, PP 24 dalam finalisasi itu hak atas tanah prosesnya pak. Memang saya menegaskan supaya itu dikawal ketat karena itu bisa menjadi dasar bangunan pertanahan. Entah berapa tahun. Kita berharap cukuplah setahun. Karenanya dalam proses rangkaian ini ada Talk Show. Talkshow ini harus hadir mitra-mitra kerja kita baik Kementerian maupun organisasi profesi, BPN, MAPPI, IAP, Ikatan Surveyor. Hadirkan mereka bersama-sama kita. Saya menegaskan dalam perspektif apa yang disebut dengan apa itu ‘Hak atas Tanah, ‘Tata Ruang’, ‘Ruang Publik’, dan sebagainya. Beberapa juga hal yang saya harapkan di dalam proses kegiatan-kegiatan ilmiah itu produknya saya ingin mendidik. Ada pemikiran itu. Sehingga orang hadir di dalam kegiatan ilmiah kita tidak sambil lalu, tapi dia punya konsep yang utuh sehingga kita bisa membuktikan, juga mewakili pikiran kita dan akhirnya nanti bisa menjadi dasar kebijakan. Saya kira kita juga harus mau memulai itu, kegiatan ilmiah yang ujungnya nanti adalah sebuah progres, karena itu adalah sejarah yang saya kira penting dan penghargan. IAP, kita nanti mengajak dan menilai. Menurut saya bukan saja hasil dari proses Tata Ruang yang konsisten, tapi siapa kepala daerah yang paling konsis atau orang yang konsisten pada rencana tata ruang. Barangkali ini menjadi sesuatu yang bisa mendorong, selain beberapa penghargaan yang bisa kita berikan. Barangkali juga di antara kita dalam sisi pelayanan. Saya bilang Pak Heri. Kalau ada pelayanan-pelayanan yang bagus, yang pergi itu jangan kepala kantor. Kalau jatahnya dua, maka yang pergi 1 kepala kantor, 1 petugas loket. Petugas loket harus bisa. Bagaimana caranya, ada 7 orang, kita undi, kepala kantor yang memanggil namanya. Jadi tidak memilih si A, si B nya. Supaya mereka merasakan bahwa ada, merasakan bahwa ini adalah sumbangsih. Kita percaya bahwa makanya kalau pergi pergi itu saya ikut memeriksa. Yang pasti dalam setiap pimpinan, ini bukan karena saran istri. Selalu saya perhatikan, harus ada perempuan, paling tidak 2 orang dalam rombongan keluar negeri. Ini keluar negeri kok laki-laki semua, harus ada perempuannya. Saya kira perempuan jangan kagum pada saya, “Terima kasih, pak.” bukan. Saya pastikan bahwa perempuan keluar negeri itu ibu-ibu bisa mengawasi bapak-
bapak. Karena kalau bapak-bapak keluar negeri semua, bisa saling berkomplot, bisa saling menutupi. Jadi, bagaimana kita memberikan kita sebuah proses penghargaan. Saya juga mohon maaf, mungkin kesempatan seperti ini kenapa saya tadi tanya. Saya kira tempat itu suaranya bagus. Tempat ini adalah tempat kita, sehingga menimbulkan semangat Be Homey. Perasaan involved yang kuat dari bapak ibu ketika ini acara memang di rumah kita. Saya juga tadi sengaja berkeliling, karena saya meminta maaf, karena ini adalah dari kantor-kantor Jabodetabek yang sesungguhnya saya belum pernah kunjungan ke mereka. Komplain mereka, “Bapak jauh-jauh aja. Jakarta Utara nggak dikunjungi. Jakarta Timur nggak dikunjungi. Pandeglang nggak dikunjungi. Depok nggak dikunjungi. Bekasi apalagi.” Komplain paling tinggi dari Bekasi. Bagian dari minta maaf, saya keliling. Minta maaf untuk mengenal bapak ibu sekalian. Tapi saya rasa dalam kegiatan ini rangkaian waktunya nanti saya kira yang paling intensif adalah pelayanan di car free day. Paling tidak di ibukota-ibukota provinsi di pulau jawa, itu harus setiap hari Minggu berlangsung. itu saya kira poin pentingnya. Kemudian dalam aspek pengabdian sosial, jangan hanya kita berpikir tentang sifatnya sesuatu bantuan makanan dan pengobatan. Itu boleh berjalan. Tapi kenapa kita tidak berpikir memberikan sertifikat kepada mereka yang memang tidak mereka urus, tapi kita bisa menguruskan kepada mereka. Itu juga pengabdian sosial. Masukkan itu, mudah-mudahan jadi penopang proses. Kalau misalnya bantuan kita kepada kampung nelayan, kita serahkan saja sertifikat, supaya mereka bisa mengagunkan itu, langsung ke desa, memberikan manfaat ekonominya. Karenanya, proses semua rangkaian ini adalah proses hajat kita bersama, saya ingin mendorong, saya ingin mengajak semua jajaran kementerian ini dan mitra-mitra kerja kita untuk terlibat, silahkan dan sebagainya. Kalau ada kantor dari Pandeglang, “Pak saya mau hadir di acara Surabaya.” Boleh. Harus kita mulai kenalkan supaya bisa bergerak. Itu bagian dari membangun semangat corps yang utuh dan kuat. Komparasi itu bisa menjadi sesuatu bagian yang penting. Khusus sebagai sebuah kebijakan soal asap misalnya, apa yang bisa kita lakukan. Kita berpikir kita bagaimana memberikan sebuah sanksi untuk ke depan. Yang kita berikan bukan soal pidananya. Bukan soal pemadaman hari ini. biarkan. Itu ada instansi yang menangani. Tapi kita ingin membangun sebuah kesadaran dan kultur baru bagi pemegang lahan. Maka jika ada lahan mereka yang terbakar, maka itulah yang kita review surat-surat HGU nya. Dari 10 surat HGU nya, yang terbakar 1, kita keluarkan ini hanya tinggal 9,
itu saja. Ke depannya kita berharap mereka terdorong untuk pro aktif melakukan proses pemadaman, tidak ada proses pembiaran. Lepas dari sikap membiarkan atau tidak sempat memadamkan, tetapi setidaknya dengan demikian, kita bisa mencegah. Mudah-mudahan kebijakan ini membawa manfaat di tahun depan. Paling tidak bila tidak bisa menghilangkan, bisa mengurangi asap. Kali ini terdaftar ada 17 perusahaan yang belum kami minta di blacklist. Mungkin kalau sudah terbakar, sudah baru ajuan, baru usulan, sudah terbakar, pasti kita berikan. Ada di Kalimantan Barat. Nah, itu lah bapak ibu sekalian, bagaimana kita melihat dan mencoba memaknai Hantaru. Sebuah proses rangkaian, ada berkesenian, ada pengabdian, ada forum ilmiah, ada juga sebuah talk show dan sebagainya dan juga ada program-program lain. Seluruh kebijakan kita dalam rangka Hari Agraria dan Tata Ruang Nasional. Seluruh proses, kalau bisa kita percepat, kita percepat, untuk kita memaknai sebuah proses rangkaian. Meskipun barangkali Pak Dedy dan Pak Agus sudah memastikan kegiatan-kegiatan misalnya pak Dedy lakukan di Cianjur, maka itu bisa dimasukkan sebagai rangkaian kegiatan. Semua proses itu bisa kita lakukan, termasuk juga Pak Aljabar soal pulau-pulau terluar. Akhirnya saya kira, ini adalah sebuah kegiatan dari kita, oleh kita. Sebagai pimpinan, saya memberikan keluasan kepada panitia untuk melakukan dalam memaknai ini, tidak ada instruksi harus ini harus itu, tujuannya adalah sejatinya menegaskan bahwa tanah itu memakmurkan dan menentramkan. Saya kira bapak ibu sekalian, seluruh jajaran di kantor-kantor. Untuk para Kanwil seluruh Indonesia. Saya sampaikan semangat untuk memaknai dan menilai Hantaru di manapun bapak ibu berada, lakukan hal yang terbaik, lakukan hal yang memang jadi kewajiban kita dan lakukan hal yang memang dibutuhkan oleh masyarakat, karena pemaknaan Hari Agraria dan Tata Ruang semata-mata bukanlah hanya sebuah proses perayaan, tapi proses bagaimana masyarakat mendapat manfaat dari seluruh kegiatan dan juga dari kebijakan-kebijakan. Setidaknya saya ingin memastikan bahwa dari hari ini sampai hari 8 November yang akan datang itu adalah adalah hari-hari masyarakat bisa mendapatkan manfaat secara optimal, secara layak, dan juga sesuai dengan apa yang mereka harapkan. Karenanya, pemaknaan perayaan menjadi bagian dari kegiatan Hantaru ini. Jangan kemudian, “Wah, Hari Agraria dan Tata Ruang, kemudian pelayanan menjadi terabaikan. Tidak. Ini menjadi bagian dalam proses. Karenanya, saya akan berkeliling. Tidak terjadwal, tapi tidak sidak. Dalam waktu dekat ini saya keliling, ikut pada jadwal Pak Dedy dan Pak Agus. Teman-teman Eselon 1 juga harus terlibat, cowok
semua. Ajak karyawan Eselon 3 dan 4, supaya mereka juga bisa sampai ke Merauke, ke Sabang. Sebaliknya teman-teman dari daerah mengikuti acara-acara di pusat. Selamat kepada para jajaran Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Kanwil di seluruh Indonesia. Mari kita awali sebuah hal-hal baik, halhal yang kita inginkan sesuatu yang bermanfaat dalam ketentraman dan kemakmuran masyarakat Indonesia melalui kebijakan-kebijakan yang ada pada diri kita. Terima kasih. Semangat terus melakukan pengabdian, semangat terus melakukan hal yang terbaik. Kekurangan adalah kewajaran dan kemanusiaan. Jangan takut untuk merasa kurang, jangan harus selalu sempurna. Yang hebat itu adalah kita sadar karena kita melakukan sesuatu walau belum sempurna. Tapi ketakutan kita karena ingin sempurna, adalah sebuah hal yang justru tidak diharapkan oleh masyarakat. Terima kasih kepada para Kanwil dan jajarannya. Mari kita awali hari ini menjadi hari-hari kita. Hantaru adalah hari-hari kita untuk bisa melakukan sesuatu bagi kemakmuran dan ketentraman masyarakat. Terima kasih. Dengan ucapan bismillahirrahmanirrahim, maka secara resmi saya nyatakan dimulainya rangkaian kegiatan Hari Agraria dan Tata Ruang Nasional. Semoga proses ini menghasilkan sesuatu yang menjadi energi yang memperbaharui semangat dan tekad kita, mengoptimalkan tugas dan tanggung jawab kita. Terima kasih atas kehadirannya. Kita segar karena kita olahraga. Kita lemas karena kita duduk di area yang sepoi-sepoi. Perut kita harus diisi. Saya kita saya harus akhiri.
Billahi taufiq walhidayah. Wassalau’alaikum warohmatullahi wabarakatuh. MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL Ttd. FERRY MURSYIDAN BALDAN