Versi 23 Mei 2017
PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR: TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL, Menimbang
: a.
bahwa untuk menjawab tantangan pengembangan kota yang dilakukan berbasis transportasi massal, diperlukan acuan penataan ruang dalam
mengembangkan dan
mengendalikan kawasan di sekitar simpul transportasi; b.
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 3 dan Pasal 4 ayat (1) huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, Pemerintah Pusat
berwenang
menetapkan
pengaturan
penataan
ruang dalam bentuk pedoman; c.
bahwa
berdasarkan
pertimbangan
sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Beorientasi Transit (TOD); Mengingat
: 1.
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor
68,
Tambahan
Lembaran
Negara
Republik
Indonesia Nomor 4725); 2.
Peraturan
Pemerintah
Nomor
15
Tahun
2010
tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);
-23.
Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2015 tentang Kementerian Agraria dan Tata Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 18);
4.
Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2015 tentang Badan Pertanahan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 21);
5.
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 8 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (berita negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 694);
MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/KEPALA BADAN
PERTANAHAN
NASIONAL
TENTANG
PEDOMAN
PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1.
Rencana Tata Ruang yang selanjutnya disingkat RTR adalah hasil perencanaan tata ruang.
2.
Rencana
Tata
Ruang
Wilayah
yang
selanjutnya
disingkat RTRW adalah hasil perencanaan tata ruang pada wilayah yang merupakan kesatuan geografis beserta
segenap
unsur
terkait
yang
batas
dan
sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif. 3.
Rencana Detail Tata Ruang yang selanjutnya disingkat RDTR adalah rencana secara terperinci tentang tata ruang wilayah kabupaten/kota yang dilengkapi dengan peraturan zonasi kabupaten/kota.
4.
Peraturan Zonasi yang selanjutnya disingkat PZ adalah ketentuan
yang
mengatur
tentang
persyaratan
pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya
-3dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang. 5.
Rencana
Tata
Bangunan
dan
selanjutnya disingkat RTBL adalah yang
mengatur
tentang
Lingkungan
yang
adalah ketentuan
persyaratan
pemanfaatan
ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang. 6.
Kawasan Perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi
kawasan
sebagai
tempat
permukiman
perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. 7.
Rencana Detail Tata Ruang yang selanjutnya disingkat RDTR adalah rencana secara terperinci tentang tata ruang wilayah kabupaten/kota yang dilengkapi dengan peraturan zonasi kabupaten/kota.
8.
Pengembangan
Berorientasi
Transit
atau
Transit
Oriented Development yang selanjutnya disingkat TOD adalah konsep pengembangan simpul transit yang menitikberatkan
integrasi
sistem
pelayanan
moda
transit dan strategi pengembangan kawasan padat dan terpusat. 9.
Kawasan berorientasi transit yang selanjutnya disebut Kawasan TOD adalah kawasan campuran dengan kepadatan tinggi dan terpusat yang berada pada simpul transit moda angkutan umum massal yang memiliki
aksesibilitas tinggi dengan menggunakan
moda transportasi tidak bermotor. 10.
Simpul transit adalah tempat yang diperuntukkan bagi pergantian antarmoda dan intermoda yang berupa terminal,
stasiun
kereta
api,
pelabuhan
laut,
pelabuhan sungai dan danau, dan/atau bandar udara. 11.
Zona/sub
zona
adalah
kawasan
atau
area
yang
memiliki fungsi dan karakteristik spesifik. 12.
Blok adalah sebidang lahan yang dibatasi sekurangkuranya oleh batasan fisik yang nyata seperti jaringan
-4jalan, sungai, selokan, saluran irigasi, saluran udara tegangan ekstra tinggi, dan pantai, atau yang belum nyata seperti rencana jaringan jalan dan rencana jaringan prasarana lain yang sejenis sesuai dengan rencana kota. 13.
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang
dibantu
oleh
Wakil
Presiden
dan
Menteri
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 14.
Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur
penyelenggara
Pemerintahan
Daerah
yang
memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 15.
Masyarakat adalah (cek PP 15)
16.
Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang penataan ruang. Pasal 2
(1)
Peraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai acuan bagi Pemerintah,
Pemerintah
Provinsi,
dan
Pemerintah
Kabupaten/Kota, maupun pihak-pihak terkait dalam pengembangan Kawasan Berorientasi Transit
untuk
penentuan dan/atau penetapan lokasi potensial TOD. (2)
Peraturan Menteri ini bertujuan untuk mewujudkan lingkungan transit dan lingkungan yang mengutamakan penggunaan moda transportasi tidak bermotor yang nyaman, manusiawi, dan menciptakan iklim usaha yang sehat serta kondusif. Pasal 3
Ruang lingkup peraturan menteri ini meliputi: a. prinsip TOD; b. penentuan kawasan TOD; c. pengembangan kawasan TOD;dan d. kelembagaan kawasan TOD.
-5-
BAB II PRINSIP TOD Pasal 4 (1)
Prinsip TOD dalam mewujudkan kawasan campuran serta kawasan padat dan terpusat yang terintegrasi dengan sistem transportasi massal dilakukan melalui: a. pengembangan lingkungan transit; dan b. pengembangan lingkungan moda transportasi tidak bermotor dan pejalan kaki yang terintegrasi.
(2)
Pengembangan
lingkungan
transit
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a antara lain meliputi: a. pengintegrasian fungsi dan fasilitas transit dengan struktur ruang kota; b. pengembangan kawasan campuran; c.
peningkatan konektivitas dan kesatuan antarruang dan antarbangunan dalam kawasan;
d. pengembangan kawasan dengan intensitas sedang hingga tinggi untuk membentuk lingkungan yang padat dan terpusat; e.
penataan
fungsi
kawasan
untuk
mengurangi
kebutuhan jarak perjalanan; dan/atau f.
perwujudan ruang terbuka yang ramah untuk pejalan kaki.
(3)
Pengembangan lingkungan moda transportasi tidak bermotor
dan
pejalan
kaki
yang
terintegrasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b antara lain meliputi: a. pengembangan penggunaan
sistem
moda
parkir
transportasi
yang
mendorong
massal
berupa
penataan parkir pada titik-titik tertentu; b. pengembangan kebijakan penggunaan jalan untuk pembatasan penggunaan kendaraan pribadi; c.
perwujudan sistem jaringan jalan dan jalur pejalan kaki dengan aksesibilitas tinggi;
-6d. penyediaan sarana dan prasarana yang lengkap, aman, dan nyaman; e.
perwujudan desain bangunan untuk menciptakan lingkungan yang mendorong perjalanan dengan berjalan kaki atau bersepeda; dan/atau
f.
pengembangan kawasan yang memberikan banyak rute pendek bagi pejalan kaki. BAB III PENENTUAN KAWASAN TOD Pasal 5
Penentuan kawasan TOD dapat dilakukan melalui tahapan: a. penentuan kawasan potensial TOD; b. penentuan tipologi kawasan TOD; dan c.
penetapan kawasan TOD.
Pasal 6 Penentuan kawasan potensial TOD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dilakukan dengan melalui hal-hal sebagai berikut: a. mengkaji pengembangan sistem transportasi regional dan lokal, titik-titik pergantian moda transportasi, parkir serta
tingkat
pelayanan
jalan
serta
prasarana
(infrastruktur dan utilitas) penunjangnya; b. mengkaji karakteristik pemanfaatan ruang kota eksisting untuk
mengidentifikasi
karakteristik
kawasan
yang
potensial untuk TOD; c.
mengkaji
rencana
tata
ruang
(antara
lain
rencana
struktur dan pola ruang, jaringan transportasi, tingkat pelayanan jalan dan sirkulasi, sebaran pusat-pusat kegiatan, konfigurasi guna lahan serta rencana lainnya terkait
pengembangan
TOD)
dan/atau
pengembangan wilayah; d. mengkaji sediaan ruang, lahan dan status lahan;
rencana
-7e.
mengkaji daya dukung utilitas seperti sediaan air bersih, energi, telekomunikasi, pengelolaan limbah, sampah serta sistem
drainase
yang
tersedia
dan
rencana
pengembangannya; dan f.
menetapkan lahan/ruang yang menjadi prioritas untuk dikembangkan sebagai kawasan TOD. Pasal 7
Penentuan kawasan potensial TOD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilakukan dengan mempertimbangkan: a. rencana struktur ruang dan rencana pola ruang; b. budaya
masyarakat
setempat
dan
pola
pergerakan
penduduk; c.
kawasan keselamatan operasi penerbangan;
d. daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup; e.
perencanaan sistem transportasi regional dan lokal;
f.
kelengkapan moda transportasi yang berkembang pada saat ini dan akan direncanakan di masa mendatang baik jarak dekat maupun jarak sedang dan jauh;
g.
skala pelayanan transportasi yang dikembangkan atau akan dikembangkan di masa mendatang;
h. ketersediaan,
kepemilikan,
dan
status
penggunaan
lahan/tanah pada simpul transportasi serta peluang pengembangan pemanfaatan lahan; dan/atau i.
fungsi ekologis serta kualitas visual lingkungan. Pasal 8
(1) Penentuan tipologi kawasan TOD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b dilakukan berdasarkan skala layanan
sistem
transportasi
dan
kegiatan
yang
dikembangkan. (2) Tipologi kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a.
Kawasan TOD Regional;
b.
Kawasan TOD Kota; dan
c.
Kawasan TOD Lingkungan.
-8Pasal 9 (1)
Kawasan TOD Regional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a berlokasi pada pusat kota atau kawasan perkotaan di kabupaten yang merupakan pusat pelayanan kota.
(2)
Kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki karakteristik: a.
berfungsi sebagai pusat ekonomi fungsi primer dan pusat budaya regional;
b.
dilayani
oleh
sistem
kabupaten/kota,
transportasi
internal
antarkabupaten/antarkota,
dan/atau antarprovinsi; c.
berada pada jalur sirkulasi utama seperti halte bus antarkabupaten/antarkota dan/atau antarprovinsi, serta stasiun kereta heavy rail dan/atau light rail; dan
d.
dilayani oleh heavy rail transit, light rail transit, bus rapid transit, dan bus lokal serta dimungkinkan feri sebagai moda transportasi air yang dikembangkan secara terintegrasi bersama fungsi komersial, blok perkantoran, dan hunian dengan intensitas tinggi. Pasal 10
(1)
Kawasan TOD Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b berlokasi pada subpusat pelayanan kota atau subpusat kawasan perkotaan di kabupaten.
(2)
Kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki karakteristik: a.
berfungsi sebagai pusat ekonomi fungsi sekunder dan pusat budaya regional;
b.
dilayani oleh sistem transportasi internal kota dan luar
kota
(antarkabupaten/antarkota,
dan/atau
antarprovinsi); c.
berada pada jalur sirkulasi utama seperti halte bus internal kabupaten/kota dan stasiun kereta heavy rail dan light rail; dan
-9d.
dilayani oleh heavy rail transit, light rail transit, bus rapid transit, dan bus lokal, serta dimungkinkan feri sebagai moda transportasi air yang dikembangkan secara terintegrasi bersama fungsi komersial, blok perkantoran, dan hunian dengan intensitas tinggi. Pasal 11
(1)
Kawasan
TOD
Lingkungan
sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (2) huruf c berlokasi pada pusat pelayanan lingkungan. (2)
Kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki karakteristik: a.
berfungsi sebagai pusat aktivitas ekonomi lokal dan komunitas lokal;
b.
didominasi peruntukan hunian dengan akses baik ke pusat kota atau subpusat kota;
c.
dilayani
oleh
sistem
transportasi
internal
kabupaten/kota yang terhubung dengan sistem transportasi kota;dan d.
dilayani oleh light rail transit, bus rapid transit, bus lokal, dan bus feeder yang dikembangkan secara terintegrasi
bersama
fungsi
komersial,
blok
perkantoran, dan hunian dengan intensitas tinggi.
Pasal 12 (1)
Kawasan TOD ditetapkan melalui peraturan daerah tentang rencana tata ruang daerah.
(2)
Penetapan kawasan TOD dalam rencana tata ruang wilayah provinsi/kabupaten/kota harus diintegrasikan dengan rencana struktur ruang.
(3)
Penetapan kawasan TOD dalam rencana rinci tata ruang harus memuat lokasi kawasan TOD, peruntukan ruang dan peraturan zonasi.
(4)
Pengembangan kawasan TOD yang telah ditetapkan dalam peraturan daerah tentang rencana tata ruang,
- 10 dapat dilakukan secara teknis melalui peraturan kepala daerah. (5)
Kawasan TOD yang belum ditetapkan dalam peraturan daerah
tentang
rencana
tata
ruang
tetap
dapat
dikembangkan sebagai kawasan potensial TOD sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku dan akan dilakukan penyesuaian pada saat perubahan rencana tata ruang. BAB IV PENGEMBANGAN KAWASAN TOD Pasal 13 Pengembangan kawasan TOD dilakukan dengan: a. menentukan strategi pengembangan kawasan TOD; b. mengembangkan kawasan TOD;dan c. menetapkan
perangkat
penunjang
pengembangan
kawasan TOD. Pasal 14 (1)
Strategi
pengembangan
kawasan
TOD
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 huruf a dimaksudkan untuk menentukan
jenis
pengembangan
kawasan
sesuai
dengan karakteristik lokasi TOD. (2)
Strategi
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(1)
dilaksanakan melalui: a.
pengembangan pada kawasan sudah terbangun, yang terdiri atas: 1)
pembangunan
kembali
kawasan
(new
masih
belum
development); atau 2)
pembangunan
ruang
yang
terbangun (redevelopment); b.
pengembangan pada kawasan lahan kosong (infill development).
(3)
Strategi
Pengembangan
kawasan
TOD
sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur lebih rinci sebagaimana
- 11 tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 15 (1)
Pengembangan kawasan TOD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b dilakukan melalui: a. pengembangan sistem transportasi; dan b. pengembangan lingkungan kawasan TOD.
(2)
Pengembangan
sistem
transportasi
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan untuk mewujudkan
sistem
transportasi
massal
penunjang
kawasan TOD. (3)
Pengembangan lingkungan kawasan TOD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan untuk mewujudkan struktur ruang dan pemanfaatan ruang sesuai dengan tipologi kawasan TOD.
(4)
Pengembangan kawasan TOD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan ketentuan teknis yang lebih rinci sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 16
(1)
Perangkat
penunjang
kawasan
TOD
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 huruf c dimaksudkan untuk mewujudkan kawasan TOD sesuai dengan karakteristik daerah. (2)
Perangkat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain: a.
bonus zoning atau incentive zoning;
b.
transfer of development right;
c.
fiscal
zoning;
dan/atau
(cari
padanan
definisi
Indonesia) d.
konsolidasi tanah/lahan.
(3) Strategi perangkat penunjang kawasan TOD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih rinci sebagaimana
- 12 tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
BAB V KELEMBAGAAN KAWASAN TOD
Pasal 17 (1)
Pengembangan Pemerintah
kawasan
TOD dapat
diinisiasi oleh
Pusat, Pemerintah Daerah
atau
badan
usaha. (2)
Pengembangan kawasan TOD dapat dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, kerjasama antar daerah atau melalui kerjasama pemerintah badan usaha (KPBU).
(3)
Dalam hal diperlukan kelembagaan untuk mengelola TOD, Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah dapat membentuk badan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan. Pasal 18
Peran serta Pemerintah dalam Pengembangan Kawasan TOD (1)
Pemerintah Daerah harus terlibat dan berperan aktif dalam pengaturan pengembangan kawasan TOD sejak penentuan
kawasan
TOD
hingga
pengembangan
kawasan TOD. (2)
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah berperan untuk
menciptakan
iklim
usaha
yang
sehat
dan
kondusif serta menjamin keberhasilan pengembangan kawasan TOD. (3)
Pemerintah Daerah berperan dalam mengembangkan perangkat tata ruang perwujudan kawasan TOD serta bersama-sama pengawasan
dan
kawasan TOD.
Pemerintah pengendalian
Pusat
melakukan
pemanfaatan
ruang
- 13 Dalam hal kawasan TOD dikembangkan pada koridor
(4)
transportasi massal lintas wilayah, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi berperan untuk menjamin beroperasinya sistem trasportasi massal. Pasal 19 Peran serta masyarakat/dunia usaha dalam Pengembangan Kawasan TOD Masyarakat/dunia usaha dapat berperan serta dalam hal: a. Memberikan
masukan
dalam
penentuan
kawasan
potensial TOD;dan/atau b. Turut serta dalam pemanfaatan ruang di kawasan TOD sesuai rencana pengembangan.
BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 20 Peraturan
Menteri
ini
mulai
berlaku
pada
tanggal
diundangkan. Agar
setiap
orang
mengetahuinya,
memerintahkan
pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
- 14 Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN,
SOFYAN A. DJALIL Diundangkan di Jakarta pada tanggal DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
WIDODO EKATJAHJANA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN … NOMOR …