2
KENDALI MUTU DAUN JATI BELANDA (Guazuma ulmifolia) MENGGUNAKAN PENGOLAHAN CITRA DAN TEKNIK PENGENALAN POLA SECARA KEMOMETRIK
YUTHIKA RIZQI NOVIYANTI
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUANALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
2
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kendali Mutu Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia) Menggunakan Pengolahan Citra dan Teknik Pengenalan Pola secara Kemometrik adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2013 Yuthika Rizqi Noviyanti NIM G44090083
2
ABSTRAK YUTHIKA RIZQI NOVIYANTI. Kendali Mutu Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia) Menggunakan Pengolahan Citra dan Teknik Pengenalan Pola secara Kemometrik. Dibimbing oleh RUDI HERYANTO dan YENI HERDIYENI. Mutu tanaman obat berpengaruh pada mutu produk obat herbal. Mutu tanaman obat, seperti daun jati belanda (Guazuma ulmifolia) dapat ditentukan dengan teknik pengolahan citra. Penelitian ini bertujuan menjadikan pencitraan spektral sebagai metode untuk kendali mutu daun jati belanda dengan mengevaluasi keragaman mutu berdasarkan umur tanam yang berbeda, dikombinasikan dengan teknik pengenalan pola kemometrik (PCA dan PLSDA). Citra daun jati belanda yang berbeda mutunya diubah menjadi spektrum reflektans dengan metode estimasi Wiener. Kebaikan spektrum reflektans terekonstruksi ditunjukkan dari hasil nilai galat akar-rerata-kuadrat sebesar 36.65 % dan nilai koefisien goodness-of-fit sebesar 0.9576. Prapemrosesan spektrum reflektans dilakukan untuk memperoleh pengelompokkan dan model prediksi terbaik. Analisis PCA daun jati belanda dengan prapemrosesan data menggunakan 2 PC pertama mampu menjelaskan 100% dari varians total (PC1 92%, PC2 6%, PC3 1%, PC4 1%). Analisis PLSDA menghasilkan 3 model. Model tersebut cukup berhasil membedakan mutu sampel daun jati belanda. Kata kunci: jati belanda, kendali mutu, PCA, pengolahan citra, PLSDA
ABSTRACT YUTHIKA RIZQI NOVIYANTI. Quality Control of Jati Belanda Leaves (Guazuma ulmifolia) Using Image Processing and Chemometric Pattern Recognition Technique. Supervised by RUDI HERYANTO and YENI HERDIYENI. Quality of medicinal plants affects the quality of the herbs. The quality of medicinal plant, as jati belanda leaf (Guazuma ulmifolia) can be determined using image processing. The objectives of the research were to make spectral imaging as a method for quality control of jati belanda leaves by evaluating the quality based on various harvesting and combined with chemometric pattern recognition techniques (PCA and PLSDA). Jati belanda leaf image with various qualities were reconstructed as reflection spectrum using Wiener estimation. Goodness of spectrum reconstruction was presented from root-mean-square-error value of 36.65 % and goodness-of-fit coefficient value of 0.9576. The preprocessing technique was applied to the reflection spectra to get the best classification and prediction model. PCA analysis on the jati belanda leaves with data preprocessing using two first principal component (PC) was 100% able of the total variants in the data (PC1 92%, PC2 6%, PC3 1%, PC4 1%). PLSDA analysis produced 3 models. The models were sufficiently successful in differentiating the quality of jati belanda leaves. Keywords: image processing, jati belanda, PCA, PLSDA, quality control
2
KENDALI MUTU DAUN JATI BELANDA (Guazuma ulmifolia) MENGGUNAKAN PENGOLAHAN CITRA DAN TEKNIK PENGENALAN POLA SECARA KEMOMETRIK
YUTHIKA RIZQI NOVIYANTI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul :Kendali Mutu Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia) Menggunakan Pengolahan Citra dan Teknik Pengenalan PQla Secant Kew..ometrik Nama : Yuthika Rizqi Noviyanti NIM : G44090083
Disetujui oleh
Rudi H~SSi MSi Pembimhing I
Tanggal Lulus:
2 3 OCT 2013
vi
Judul : Kendali Mutu Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia) Menggunakan Pengolahan Citra dan Teknik Pengenalan Pola secara Kemometrik Nama : Yuthika Rizqi Noviyanti NIM : G44090083
Disetujui oleh
Rudi Heryanto, SSi MSi Pembimbing I
Dr Yeni Herdiyeni, SSi MKom Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Eti Rohaeti, MS Plh. Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
vii
viii
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Kendali Mutu Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia) Menggunakan Pengolahan Citra dan Teknik Pengenalan Pola Secara Kemometrik” ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sains pada Program Studi Kimia FMIPA IPB. Terima kasih penulis ucapkan kepada Rudi Heryanto, SSi MSi selaku pembimbing pertama dan Dr Yeni Herdiyeni, SSi MKom selaku pembimbing kedua yang telah memberikan segala ilmu, saran, kritik, dorongan serta bimbingannya selama penelitian dan penyusunan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada staf Laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia FMIPA IPB, Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka Institut Pertanian Bogor (PSB IPB). Ungkapan terima kasih juga dihaturkan untuk kedua orang tua, kakak, adik penulis, Kartika, dan Suryadi yang selalu memberikan dukungan dan kasih sayangnya. Terima kasih kepada Anita, Nurul, dan Kak Mariyan yang telah membantu di bidang teknis dan akademis pada penelitian ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat dalam perkembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, Oktober 2013
Yuthika Rizqi Noviyanti
ix
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
1
METODE
2
Bahan dan Alat
2
Lingkup Penelitian
2
Prosedur Penelitian
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
6
Keragaman Flavonoid Total Daun Jati Belanda
6
Spektrum Reflektans Hasil Rekonstruksi dari Citra Daun Jati Belanda
7
Distribusi Mutu Daun Jati Belanda Menggunakan PCA
10
Pemodelan Prediksi Mutu Daun Jati Belanda dengan Metode PLSDA
12
SIMPULAN DAN SARAN
13
Simpulan
13
Saran
14
DAFTAR PUSTAKA
14
LAMPIRAN
16
RIWAYAT HIDUP
26
x
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6
Model polinom untuk rekonstruksi spektrum reflektans Rancangan model PCA dan PLSDA Nilai RMSE dan GFC spektrum reflektans daun terekonstruksi dari matiks W dengan 97 standar warna Nilai RMSE dan GFC spektrum reflektans daun terekonstruksi dari matiks W dengan 97 standar warna dan 46 daun tanaman obat Hasil statistik model prediksi mutu daun jati belanda dengan metode PLS Persentase ketepatan antara nilai referensi dan nilai prediksi sampel tiap model PLSDA
4 5 8 9 12 13
DAFTAR GAMBAR 1 2
3 4
Kadar flavonoid total ekstrak daun jati belanda Spektrum reflektans asli dari daun jati belanda dengan spektrum reflektans terekonstruksi dari daun jati belanda dengan matriks W yang berbeda penyusunnya Perbedaan spektrum reflektans dari ketiga mutu daun jati belanda Plot skor dua PC pertama dari spektrum reflektans daun jati belanda
7 8
9 11
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6
7 8
Diagram alir penelitian Diagam alir pengolahan citra Penentuan kadar flavonoid total ekstrak daun jati belanda Uji statistika ANOVA dan Duncan terhadap kadar flavonoid daun jati belanda Citra 97 standar warna dan 46 daun tanaman obat Nilai RMSE dan GFC spektrum reflektans daun terekonstruksi dari matriks W dengan 97 standar warna dan matriks W dengan 97 standar warna dan 46 daun tanaman obat Prediksi Vs referensi model PLSDA mutu 1, 2, dan 3 bulan Data prediksi sampel dengan model PLSDA daun jati belanda mutu 1, 2, dan 3 bulan
16 17 18 19 19 22
23 24
1
PENDAHULUAN Tanaman obat mengandung banyak zat aktif yang berkhasiat, sebagai hasil metabolisme tumbuhan yang disebut juga metabolit sekunder. Metabolit sekunder itulah yang dapat menyembuhkan penyakit dan membutuhkan perlakuan yang berbeda dalam penggunaannya (Fathniyah 2011). WHO merekomendasikan penggunaan obat tradisional yang berasal dari tumbuhan untuk pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan, dan pengobatan penyakit terutama penyakit kronis, penyakit degeneratif, dan kanker (Sari 2006). Kandungan senyawa aktif tanaman obat sangat bervariasi bergantung kepada spesies, varietas, asal geografis, metode budidaya, metode pemanenan, dan proses pascapanen (Singh et al. 2010). Selain itu, faktor umur tanaman obat dapat dijadikan penanda mutu tanaman obat tersebut (Anuradha 2010). Variasi ini dapat menyebabkan tidak konsistennya stabilitas produk dan berpengaruh pada keamanan obat. Oleh karena itu, menjaga konsistensi khasiat obat herbal menjadi sangat penting dilakukan melalui metode analisis kendali mutu tanaman obat untuk mengontrol kualitas dan keamanan obat. Kendali mutu tanaman obat dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan multikomponen atau analisis sidik jari. Model berdasarkan sidik jari kromatografi telah digunakan dalam kendali mutu tanaman obat antara lain kromatografi lapis tipis (KLT), kromatografi gas (KG), kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT), dan elektroforesis kapiler (Borges et al. 2007). Penelitian lain menggunakan spektrum inframerah transformasi fourier (FTIR) untuk analisis kualitatif senyawa aktif pada tanaman obat lalu data yang diperoleh dianalisis dengan metode analisis komponen utama (PCA) dan analisis diskriminan kuadrat terkecil parsial (PLS-DA) sehingga menggabungkan metode spektroskopi dengan teknik analisis multivariat. Analisis sidik jari menggunakan alat fotometer jinjing untuk kendali mutu daun jati belanda (Guazuma ulmifolia) juga telah dilaporkan (Kurniawan 2012). Metode-metode tersebut memberikan hasil yang akurat, tetapi destruktif terhadap objek dan analisisnya membutuhkan waktu yang lama. Metode alternatif untuk menentukan identitas tanaman secara non-destruktif cepat, salah satunya ialah teknik pengolahan citra. Teknologi pengolahan citra ini menerapkan teknik warna untuk pendekatan non-destruktif jumlah senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman maupun hewan (Shatilova 2008). Terdapat 2 pendekatan pengolahan citra, yaitu pencitraan kimia dan pencitraan spektral. Pencitraan spektral telah dimanfaatkan oleh Shatilova (2008) untuk memperkirakan kandungan karotenoid dalam kulit ikan Arctic charr (Salvelinus alpinus) dengan cara pengolahan citra digital yang direkonstruksi menjadi spektrum reflektans. Jenis spektroskopi optik yang dimanfaatkan lebih banyak, seperti ultraviolet-tampak (UV-Vis), IR, raman, dan fluoresens. Pemanfaatan pencitraan spektral lebih luas dalam kehidupan sehari-hari dan lebih praktis karena dapat memanfaatkan kamera digital komersial sebagai instrumen pengambilan citra. Pada penelitian ini, pencitraan spektral sebagai alat analisis diujicobakan pada salah satu jenis tanaman obat, yaitu daun jati belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) yang berbeda umurnya. Perbedaan umur daun jati belanda menandakan mutu daun. Jenis spektroskopi yang digunakan adalah pada
2
daerah tampak (visible) (380 – 750 nm). Objek daun diambil gambarnya menggunakan kamera digital dengan sistem pengambilan gambar yang terkalibrasi. Kualitas tanaman jati belanda dilihat dari produksi daun dan kandungan flavonoidnya (Febrandy 2006). Objek yang dikenai sinar dari sumber sinar akan menyerap sebagian sinar dan memantulkan sebagian yang lain. Sinar yang dipantulkan ini disebut sinar reflektans yang selanjutnya ditangkap oleh detektor charge couple device (CCD) dalam kamera digital. Sinyal berupa sinar akan ditransformasi menjadi sinyal digital yang mengandung nilai red-green-blue (RGB) tertentu. Nilai RGB kemudian diubah menjadi spektrum reflektans yang dapat menggambarkan jumlah senyawa kimia, flavonoida, yang terkandung di sampel daun. Pembedaan spektrum reflektans antar sampel daun jati belanda dari setiap umurnya dilakukan dengan teknik pengenalan pola kemometrik, yaitu PCA dan PLSDA. Penelitian ini bertujuan memanfaatkan pencitraan spektral sebagai metode kendali mutu jati belanda (Guazuma ulmifolia) dengan mengamati keragaman mutu berdasarkan umur tanaman yang berkorelasi dengan intensitas warna daun. Analisis dikombinaskan dengan teknik pengenalan pola kemometrik PCA dan PLSDA.
METODE Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini ialah daun jati belanda (umur 1, 2, dan 3 bulan) yang diambil dari kebun Biofarmaka, Dramaga, Bogor, 23 jenis daun tanaman obat, etanol 70%, heksametilenatetramina 0.5% (b/v), aseton, HCl 25% (v/v) (dalam air), etil asetat, asam asetat glasial 5% (v/v) (dalam metanol), AlCl 3 2%, kuersetin, metanol, dan akuades. Alat-alat yang digunakan adalah spektrofotometer UV-Vis Shimadzu 1700 PC, spektrometer UV-Vis USB 2000, alat sonikasi, blender, oven, penguap putar, neraca analitik, peralatan kaca, perangkat keras komputer, kamera digital CANON 8 MP, lampu tungsten, kotak karton ukuran 50×50×60 cm, karton putih, perangkat lunak The Unscrambler 10.2, perangkat lunak Matlab,dan SPSS versi 16. Lingkup Penelitian Sampel daun jati belanda yang umurnya berbeda (1, 2, dan 3 bulan) dipanen dari kebun Biofarmaka, Dramaga, Bogor. Sebagian sampel daun segar, dianalisis kadar flavonoid totalnya menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada λ 425 nm (BPOM 2004). Sebagian lainnya diambil citranya menggunakan kamera digital CANON 8 MP. Citra yang diperoleh diolah agar terbentuk keluaran berupa spektrum reflektans dengan estimasi Wiener. Spektrum reflektans sampel daun jati belanda yang berbeda mutunya menurut umur dibedakan dengan teknik pengenalan pola kemometrik, menggunakan metode PCA dan PLSDA menggunakan perangkat lunak The Unscrambler 10.2 Kadar flavonoid yang terkandung dalam daun dikorelasikan dengan informasi spektrum reflektans yang
3
diperoleh dari pencitraan spektral. Bagan alir penelitian dapat dilihat di Lampiran 1. Prosedur Penelitian Preparasi Sampel (BPOM 2004) Daun jati belanda yang telah mencapai umur yang diinginkan (1, 2, dan 3 bulan) dipanen dari 18 pohon yang berbeda. Setelah diambil citranya untuk ditentukan nilai reflektansnya, sampel daun dikeringkan di udara terbuka kemudian dihaluskan menggunakan blender. Serbuk daun jati belanda dengan mutu 1 bulan diambil sebanyak 10 gram dan diekstraksi secara maserasi dengan pelarut etanol 70% (1:10) selama 6 jam sambil sesekali diaduk, kemudian didiamkan sampai 24 jam. Maserat dipisahkan dan proses diulangi 2 kali dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama. Semua maserat dikumpulkan dan diuapkan dengan penguap putar. Proses ekstraksi yang sama dilakukan untuk sampel daun mutu 2 dan 3 bulan. Penentuan Kadar Flavonoid Total (BPOM 2004) Ekstrak pekat ditimbang sebanyak 200 mg, lalu dimasukkan ke dalam labu alas bulat. Sistem hidrolisis ditambahkan ke dalamnya, yaitu 1 mL heksametilenatetramina 0.5% (b/v), 20 mL aseton, dan 2 mL larutan HCl 25% (v/v). Hidrolisis dilakukan dengan cara direfluks selama 30 menit. Campuran hasil hidrolisis disaring menggunakan kapas ke dalam labu takar 100 mL. Residu direfluks kembali dengan 20 mL aseton selama 30 menit, disaring, dan filtrat dicampur ke dalam labu takar 100 mL. Campuran filtrat dalam labu takar ditambah aseton sampai 100 mL dan dikocok hingga tercampur sempurna. Sebanyak 20 mL filtrat diambil, dimasukkan ke dalam corong pisah, ditambahkan 20 mL akuades, dan diekstraksi 3 kali masing-masing dengan 15 mL etil asetat. Fraksi etil asetat dikumpulkan ke dalam labu takar 50 mL kemudian ditepatkan dengan etil asetat sampai 50 mL. Pemeriksaan spektrofotometri diawali dengan memindahkan 10 mL larutan fraksi etil asetat ke dalam labu takar 25 mL kemudian ditambahkan 1 mL larutan AlCl 3 2%. Larutan asam asetat glasial 5% (v/v) ditambahkan secukupnya sampai tepat 25 mL. Larutan blangko disiapkan dengan memindahkan 10 mL etil asetat, ditambahkan asam asetat glasial 5% (v/v) sampai tepat 25 mL. Sebagai standar digunakan kuersetin murni dengan konsentrasi 1, 5, 10, 15, 25, dan 30 ppm kemudian diukur pada λ 425 nm. Hasil pengukuran kadar flavonoid total ekstrak daun Jati Belanda diolah menggunakan analisis keragaman (ANOVA) satu arah. Selanjutnya dilakukan uji lanjut Duncan dengan perangkat lunak SPSS versi 16. Pengambilan Citra (Orava 2012) Pengambilan citra 97 standar warna yang terdiri atas warna merah, hijau, biru, kuning, hitam, dan putih serta 46 daun tanaman obat bertujuan memperoleh nilai RGB untuk digunakan sebagai data latih. Pengambilan citra dilakukan dengan kamera digital. Daun ditempatkan di ruang tertutup yang beralas warna putih. Pengambilan gambar dilakukan tegak lurus dengan daun dari jarak 50 cm. Daun disorot dengan lampu tungsten pada saat diambil citranya, dengan jarak 30
4
cm dari daun. Semua pengaturan diatur ke modus manual dan dipertahankan secara konstan. Hasil rekaman disimpan dalam komputer. Setelah diperoleh nilai RGB-nya, 97 standar warna dan 46 daun tanaman obat tersebut diukur intensitas reflektansnya menggunakan spektrometer UV-Vis USB 2000 pada panjang gelombang 400 - 700 nm dengan interval 0.02 nm. Spektrum reflektans yang diperoleh diperhalus datanya menggunakan metode boxscar averaging 3. Nilai RGB dan spektrum reflektans data latih digunakan untuk pembuatan matriks W dengan teknik estimasi Wiener. Data uji diperoleh dengan mengambil citra 30 daun jati belanda berumur 1, 2, dan 3 bulan menggunakan kamera digital. Proses pengambilan citra dilakukan sama kondisinya dengan pengambilan citra data latih. Citra data uji dan data latih di-crop secara manual. Untuk daun jati belanda dan 46 daun tanaman obat, proses cropping dilakukan di bagian bawah tulang daun. Nilai RGB yang diperoleh direkonstruksi menjadi spektrum reflektans dengan matriks W yang telah dibentuk sebelumnya menggunakan estimasi Wiener.
Pemilihan Model Polinomial Terbaik dan Rekonstruksi Spektrum Reflektans (Shatilova 2008) Rekonstruksi spektrum reflektans dari citra suatu objek dilakukan menggunakan teknik estimasi Wiener. Proses komputasi ini menggunakan program MATLAB 7.7.0 (R2008b). Teknik estimasi Wiener dalam citra didefinisikan dengan persamaan (1). Y=W.X (1) Y merupakan matriks spektrum reflektans yang terdiri atas banyaknya sampel (l) dan jumlah kanal spektrum (n), X merupakan matriks RGB dari kamera, dan W merupakan matriks transformasi. Estimasi matriks W secara eksplisit dapat direpresentasikan dengan persamaan (2). W=RrvR-1 vv (2) -1 Rrv dan R vv adalah matriks korelasi. Matriks Rrv dan Rvv dapat didefinisikan dengan persamaan (3). Rrv =
, Rvv = (3) dengan r adalah vektor kolom yang menyatakan nilai spektrum reflektans 1 piksel pada citra dan v adalah vektor kolom dengan elemen RGB. Persamaan polinom yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Model polinom untuk rekonstruksi spektrum reflektans Orde
Suku
Model polinom
1
3
RGB
2
7
R G B R2 G2 B2 RGB
3
10
R G B R2 G2 B2 RG RB GB RGB
Pengukuran nilai galat dan kemiripan spektrum reflektans terekonstruksi dari citra sampel data uji dengan spektrum reflektans aslinya ditentukan dengan
5
menggunakan galat akar-rerata-kuadrat (RMSE) dan koefisien goodness-of-fit (GFC). Nilai RMSE dihitung dengan persamaan (4). 𝑅𝑀𝑆𝐸 = �
∑𝑛 𝑖=1�𝑠(𝑖)−𝑠̃ (𝑖)� 𝑛
2
1� 2
�
(4)
Dengan s merupakan nilai reflektans asli dan 𝑠̃ merupakan nilai reflektans terekonstruksi dari 10 daun Jati Belanda, sementara n merupakan jumlah kanal spektrum reflektans. Nilai GFC dihitung dengan persamaan (5). 𝐺𝐹𝐶 =
�∑𝑗 𝑅𝑚 �𝜆𝑗 �𝑅𝑟 �𝜆𝑗 �� 2
��∑𝑗�𝑅𝑚 �𝜆𝑗 �� ��
1� 2
2
�∑𝑗�𝑅𝑟 �𝜆𝑗 �� �
1� 2
𝑅𝑚 �𝜆𝑗 � merupakan nilai asli spektrum reflektans 10 daun jati belanda hasil pengukuran dengan spektrometer UV-Vis USB 2000, 𝑅𝑟 �𝜆𝑗 � merupakan nilai spektrum reflektans terekonstruksi yang diperoleh melalui teknik estimasi Wiener. Model polinom yang optimum untuk estimasi spektrum dipilih dengan melihat nilai rerata RMSE dan GFC. Citra sampel data uji, yaitu 30 daun jati belanda, dapat direkonstruksi menjadi matriks Y sebagai spektrum reflektans terekonstruksi, setelah matriks W dari teknik estimasi Wiener dan model polinom terbaik diperoleh. Bagan alir rekonstruksi spektrum reflektans dapat dilihat di Lampiran2. Pengumpulan Data dan Pengolahan Data Data berupa spektrum reflektans terekonstruksi dari sampel daun Jati Belanda dengan mutu umur 1, 2, dan 3 bulan. Untuk setiap mutu, terdapat berjumlah 30 data spektrum reflektans yang selanjutnya dimasukkan ke dalam program Microsoft Excel 2007. Data dalam format Excel 2007 kemudian dianalisis menggunakan metode multivariate dengan menggunakan perangkat lunak The Unscrambler 10.2. Tabel 2 Rancangan model PCA dan PLSDA Model PLSDA Ulangan 1 bulan
2 bulan
3 bulan
1 2 … 30 1 2 … 30 1 2 … 30
λ1
λ2
λ3
λn
Nilai estimasi spektrum reflektans
Nilai estimasi spektrum reflektans
Nilai estimasi spektrum reflektans
Y1
Y2
Y3
1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1
6
Tabel 2 memberikan gambaran tentang informasi yang diperoleh dari data spektrum reflektans terekonstruksi. Terdapat hubungan antara panjang gelombang setiap intensitas spektrum reflektans dan model PLSDA (mutu daun umur 1, 2, dan 3 bulan). Y 1 , Y 2 , dan Y 3 merupakan respons setiap mutu umur daun jati belanda. Respon berisi nilai 1 untuk satu umur sampel dan 0 untuk umur yang lain, kemudian dibangun model regresi di antara nilai-nilai tersebut.
HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman Flavonoid Total Daun Jati Belanda Analisis flavonoid total daun jati belanda umur 1, 2, dan 3 bulan dilakukan untuk mengetahui perbedaan konsentrasi flavonoid total pada tingkatan umur sampel yang berbeda. Menurut Depkes (2008), flavonoid merupakan senyawa penanda daun jati belanda. Flavonoid total ditentukan berdasarkan standar umum ekstrak tumbuhan obat Indonesia (BPOM 2004) menggunakan metode kolorimetri aluminium klorida. Penentuan diawali dengan tahap ekstraksi dengan metode maserasi, menggunakan pelarut etanol 70%. Campuran pelarut dengan air ini digunakan karena flavonoid umumnya ditemukan dalam bentuk glikosida, gula dengan terikat pada flavonoid. Bentuk flavonoid glikosida cenderung lebih mudah larut dalam air (Markham 1988). Tahap selanjutnya ialah menghidrolisis flavonoid menggunakan metode refluks, dengan pereaksi HCl 25% (v/v). Tahap hidrolisis akan mengubah flavonoid glikosida menjadi flavonoid aglikon yang telah bebas dari gula. Analisis flavonoid akan lebih baik jika berada dalam bentuk aglikonnya (Harborne 1996). Metode ini melibatkan pembentukan kompleks antara flavonoid dan AlCl 3 . AlCl 3 akan membentuk kompleks yang stabil dengan gugus keto C-4 dan gugus hidroksil C-3 atau C-5 dari flavon dan flavonol (Chang et al. 2002). Absorbans dari warna yang terbentuk diukur dengan spektrofotometer pada λ 425 nm. Kadar kuersetin dihitung sebagai kadar flavonoid total dalam sampel daun jati belanda (Depkes 2008). Gambar 1 menunjukkan rerata % (b/b) flavonoid total daun jati belanda, setiap bulan sampel dianalisis sebanyak 3 kali ulangan. Daun jati belanda mutu 1 bulan menunjukkan kadar yang paling rendah dengan rerata 0.67%, daun jati belanda mutu 2 bulan menunjukkan rerata kadar 1.52%, dan daun jati belanda mutu 3 bulan menunjukkan kadar tertinggi dengan rerata 2.52%. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat di Lampiran 3. Kadar flavonoid daun jati belanda yang semakin meningkat seiring pertambahan umur menandakan bahwa seiring meningkatnya umur suatu tanaman, akan meningkat pula kandungan metabolit sekundernya. Menurut BPOM (2004), kadar flavonoid total dalam ekstrak daun jati belanda yang baik ialah tidak kurang dari 3.2% dihitung sebagai kuersetin. Daun jati belanda umur 3 bulan mempunyai %(b/b) mendekati nilai 3.2% sehingga dapat dikatakan bahwa daun jati belanda baik dipanen pada umur 3 bulan.
% (b/b) flavonoid total
7
6 ***
5 4 **
3 2 1
*
0 mutu 1 bulan
mutu 2 bulan
mutu 3 bulan
Gambar 1 Kadar flavonoid total ekstrak daun jati belanda Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan yang signifikan di antara kandungan flavonoid tiap mutu daun, dilakukan analisis statistik dengan menggunakan uji ANOVA satu arah dan uji lanjut Duncan yang hasilnya dapat dilihat di Gambar 1 dan Lampiran 4. Pada Gambar 1, tanda bintang yang berbeda menandakan bahwa mutu daun jati belanda dilihat dari kandungan kimianya berbeda nyata pada taraf nyata α = 0.05. Hasil uji ANOVA satu arah mengindikasikan bahwa uji-F signifikan pada kelompok uji, sebagaimana ditunjukkan oleh nilai p = 0.003 yang nilainya lebih kecil dari nilai kritis α = 0.05. Setelah itu, uji Duncan menunjukkan bahwa setiap perlakuan berada pada kolom subset yang berbeda (Lampiran 4), tidak ada yang berada dalam kolom yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa daun Jati Belanda umur 1, 2, dan 3 bulan berbeda nyata kandungan metabolit sekundernya pada taraf nyata α = 0.05. Spektrum Reflektans Hasil Rekonstruksi dari Citra Daun Jati Belanda Pengubahan citra daun jati belanda dari 3 mutu yang berbeda (umur 1, 2, dan 3 bulan) menjadi spektrum intensitas reflektans, membutuhkan suatu matriks W dengan teknik estimasi Wiener. Citra yang dihasilkan dari tahapan praproses dihitung sebagai nilai spektrum reflektans terekonstruksi menggunakan model polinom. Proses pembentukan matriks W membutuhkan data latih. Data latih yang digunakan adalah 97 standar warna dan 46 daun tanaman obat yang sudah diketahui nilai RGB dan reflektansnya. Citra 97 standar warna dan 46 daun tanaman obat dapat diberika di Lampiran 5. Data uji digunakan untuk melatih matriks W yang sudah terbentuk. Data uji merupakan 30 daun jati belanda dari kelompok umur yang berbeda-beda dan sudah diketahui nilai RGB-nya dari suatu citra. Pengambilan citra objek data latih dan data uji dilakukan di dalam kotak karton berwarna putih dengan sumber cahaya berupa lampu tungsten. Hal ini dilakukan meminimumkan galat sehingga citra yang diperoleh konsisten setiap ulangannya. Lampu tungsten digunakan sebagai sumber sinar tampak yang sebagian sinar diserap dan sebagian lainnya dipantulkan. Senyawa kimia yang beragam terkandung dalam sampel yang menimbulkan gaya elektrostatik antar atom akibat ikatan-ikatan kimia (ikatan ionik dan kovalen). Sinar yang
8
Intensitas reflektans
dipantulkan ini disebut sinar reflektans. Sinar reflektans selanjutnya ditangkap oleh detektor CCD di kamera digital. Nilai RGB dan reflektans dari 97 standar warna dan 46 daun tanaman obat dihitung dengan menggunakan polinom yang sudah ditentukan. Hasil dari model polinom merupakan matriks W. Matriks W tersebut digunakan untuk mengubah citra daun jati belanda menjadi spektrum reflektans terekonstruksi. Gambar 2 menampilkan perbedaan spektrum reflektans asli dari jati belanda dengan spektrum reflektans terekonstruksi dari daun jati belanda dengan matriks W yang berbeda penyusunnya. 450 350 250 150 50 -50 400
450
500 550 600 650 Panjang gelombang (nm)
700
Gambar 2 Spektrum reflektans daun jati belanda asli (garis biru), spektrum reflektans daun jati belanda terekonstruksi dengan matriks W standar warna dan berbagai jenis daun (garis ungu), dan spektrum reflektans daun jati belanda terekonstruksi dengan matriks W standar warna (garis merah) Hasil spektrum reflektans daun jati belanda terekonstruksi kemudian diukur nilai RMSE dan GFC dibandingkan dengan spektrum reflektans daun jati belanda asli hasil dari pengukuran menggunakan spektrometer UV-Vis USB 2000. Nilai RMSE dan GFC spektrum reflektans 10 daun jati belanda terekonstruksi mutu 3 bulan yang diperoleh dari hasil perhitungan menggunakan matriks W dengan 97 standar warna ditunjukkan di Tabel 3. Pada Tabel 3 nilai RMSE pada orde 1, orde 2, dan orde 3 terlalu besar sehingga tidak dapat digunakan matriks W dengan 97 standar warna saja untuk mengubah 10 citra daun jati belanda menjadi spektrum reflektans terekonstruksi. Nilai RMSE dan GFC dari 10 daun jati belanda mutu 3 bulan dapat dilihat di Lampiran 6. Tabel 3 Nilai RMSE dan GFC spektrum reflektans daun terekonstruksi dari matriks W dengan 97 standar warna RMSE (%)
GFC
Rata-rata
Minimum
Maksimum
Rata-rata
Minimum
Maksimum
Orde 1
62.42
47.12
68.45
0.8549
0.8505
0.8704
Orde 2
94.48
75.09
109.20
0.8822
0.8779
0.8929
Orde 3
127.90
115.86
138.45
0.8842
0.8807
0.8973
9
Oleh karena itu matriks W dibuat dengan 97 standar warna dan 46 daun tanaman obat (Tabel 4 dan Lampiran 6). Nilai RMSE terendah, yaitu pada orde 3 dengan nilai rata-rata kesalahannya sebesar 36.65%. GFC untuk menguji akurasi rekonstruksi spektrum reflektans dilihat dari kemiripan pola spektrum yang terekonstruksi dengan spektrum asli (Nishidate 2013). Nilai GFC tertinggi ditunjukkan oleh orde 3 dengan nilai 0.9576 termasuk kategori memuaskan. Kategori rekonstruksi spektra dikatakan baik sekali ketika GFC>=0.9999, GFC>>=0.999 sangat baik, GFC>=0.99 baik, dan GFC< 0.99 memuaskan (Mansouri 2008). Hasil nilai RMSE yang seharusnya mendekati 0 dan nilai GFC yang mendekati 1 diharapkan spektrum reflektans yang terbentuk intensitas dan bentuk polanya menyerupai spektrum reflektans asli. Akan tetapi hasil GFC yang diperoleh tidak termasuk kategori baik sekali, hal ini disebabkan oleh banyak bias seperti citra standar warna yang digunakan tidak homogen nilai RGB-nya tiap pikselnya sehingga dapat menurunkan nilai keakuratan rekonstruksi spektrum reflektans dan nilai kesalahan menjadi besar. Tabel 4 Nilai RMSE dan GFC spektrum reflektans daun terekonstruksi dari matriks W dengan 97 standar warna dan 46 daun tanaman obat RMSE (%)
GFC
Rata-rata
Minimum
Maksimum
Rata-rata
Minimum
Maksimum
Orde 1
49.04
38.87
60.89
0.8842
0.8787
0.8988
Orde 2
38.61
23.74
56.65
0.9488
0.9274
0.9696
Orde 3
36.65
24.01
54.34
0.9576
0.9346
0.9783
Intensitas reflektans
Setelah diperoleh kondisi yang baik untuk merekonstruksi spektrum reflektans daun jati belanda, 30 daun jati belanda dari tiap mutu 1 bulan, 2 bulan, dan 3 bulan diambil citranya dengan kondisi yang sama seperti pengambilan citra pada data latih. Lalu citra 90 daun jati belanda direkonstruksi menjadi spektrum reflektans seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3. 140 120 100 80 60 40 20 0
bulan 1 bulan 2 bulan 3 400
500 600 700 Panjang gelombang (nm)
Gambar 3 Perbedaan spektrum reflektans dari ketiga mutu daun jati belanda Grafik tersebut merupakan hasil plot antar intensitas reflektans dan panjang gelombang. Intensitas reflektans tiap mutu daun diperoleh dari rata-rata nilai
10
intensitas 30 daun tiap mutunya. Daun jati belanda dengan mutu 1 bulan menunjukkan intensitas reflektans paling besar jika dibandingkan mutu 2 bulan dan 3 bulan dapat dilihat pada Gambar 3. Hal ini dikarenakan konsentrasi senyawa metabolit sekundernya paling rendah, sehingga sinar lampu tungsten yang diserap semakin sedikit sehingga sinar yang direfleksikan semakin tinggi. Daun memiliki karakteristik spesifik dalam menyerap sinar polikromatik. Penyerapan ini tergantung pada intensitas warna daun yang mengalami perubahan seiring dengan meningkatnya umur. Perubahan tersebut dipengaruhi oleh bertambahnya atau berkurangnya kandungan kimia, seperti flavonoid, di dalam daun tersebut. Flavonoid yang terletak di sel epidermis memiliki peran dalam proses fotosintesis. Keberadaan flavonoid yang paling sedikit jumlahnya yaitu, daun jati belanda mutu 1 bulan yang terlihat dari sifat optiknya berupa reflektans relatifnya yang tinggi. Daun yang mengandung jumlah klorofil yang rendah maka reflektans relatifnya pada panjang gelombang di atas 600 nm akan tinggi (Merzlyak 2003). Perbedaan intesitas reflektans daun jati belanda tiap umurnya sangatlah kecil sehingga diperlukan analisis lanjutan untuk mengelompokkan daun jati belanda berdasarkan ragam mutunya. Teknik tersebut adalah teknik pengenalan pola kemometrik, yaitu PCA dan PLSDA.
Distribusi Mutu Daun Jati Belanda Menggunakan PCA PCA dilakukan untuk mengelompokkan daun jati belanda berdasarkan mutunya dilihat dari perbedaan umur. PCA merupakan metode pereduksi untuk mengurangi jumlah peubah dalam suatu matriks sehingga menghasilkan peubah baru (PC) dengan tetap mempertahankan informasi yang dimiliki (Brereton 2003). Masing-masing sampel daun jati belanda mutu 1, 2, dan 3 bulan sebanyak 30 daun diambil citranya menggunakan kamera digital. Lalu citra tersebut direkonstruksi menjadi spektrum reflektans dengan bantuan matriks W yang sudah dibuat sebelumnya dan model polinom orde 3. Dihasilkan nilai intensitas reflektans sampel sebanyak 515 data dari panjang gelombang 400-700 nm. Sehingga ukuran matriks data atau peubah asli berukuran 90x515. Gambar 4 menunjukkan plot skor dari data intensitas reflektans hasil dari rekonstruksi spektrum reflektans daun jati belanda mutu 1, 2, dan 3 bulan. Plot skor ini dapat menunjukkan bahwa daun jati belanda yang berbeda mutunya dapat terpisah dengan baik, dilihat dari PC1 dan PC2. Semakin besar kemiripan di antara spektrum reflektans sampel tersebut, maka semakin dekat titik satu dengan yang lainnya. Pengelompokkan dari spektrum reflektans tanpa prapemrosesan data dengan pencilan ditunjukkan pada gambar 4a. Total variansi yang digambarkan oleh spektrum reflektans dengan kondisi tersebut mencapai 100% (PC1=96%, PC2= 3%, PC3= 1%). Pola pengelompokkan sampel belum terlihat jelas, karena masih ada beberapa data yang berkelompok karena kesamaan pola spektrum reflektans akan tetapi sebenarnya berbeda mutu. Sampel dengan mutu 1 bulan mirip polanya dengan mutu 2 bulan sehingga nomor 1 ikut berkelompok dengan nomor 2, begitu juga dengan sampel mutu 2 bulan dan mutu 3 bulan. Data-data tersebut dapat dikatakan sebagai pencilan yang disebabkan oleh galat
11
pengukuran maupun galat instrumental. Oleh karena itu perlu dihilangkan dan tidak diikutsertakan dalam proses analisis selanjutnya (Kurniasari 2006). Gambar 4b menunjukkan plot skor dari data spektrum asli reflektans yang telah melalui tahap praproses data, yaitu dengan dihilangkan data pencilannya. Total varians yang digambarkan oleh spektrum reflektans dengan kondisi tersebut mencapai 100% (PC1=92%, PC2= 6%, PC3= 1%,PC4=1%). Gambar 4c dan 4d menunjukkan plot skor dengan kondisi masing-masing data spektrum reflektans hasil praproses. Praproses tersebut meliputi baseline, normalisasi, dan derivatif data. Berturut-berturut total varians dari gambar 4c dan 4d ialah 100% (PC 1=91%, PC2=8%,PC3=1%) dan 99% (PC 1=90%, PC2=8%, PC3=1%). Pengelompokkan daun jati belanda berdasarkan mutu umurnya dapat dilakukan dengan baik menggunakan data spektrum reflektans asli tanpa pencilan. Pola visualisasi PCA pun terlihat baik pada gambar 4b, didukung dengan nilai total varians yang besar dan nilai varians PC1 paling besar. Menurut Brereton (2003), nilai PC 1 semakin tinggi maka varians sumber data semakin baik. Spektrum reflektans hasil praproses menghasilkan nilai PC1 yang lebih rendah dikarenakan banyak dieliminasi informasi penting yang dimiliki oleh spektrum. Hal tersebut dapat menyatakan bahwa spektrum reflektans daun jati belanda tiap mutu tertentu mengandung informasi penting yang dapat digunakan sebagai variabel komponen utama.
a
b
c
d
Gambar 4 Plot skor dua PC pertama dari spektrum reflektans daun jati belanda: a. asli tanpa praproses dengan pencilan, b. asli tanpa pencilan, c. hasil praproses (normalisasi dan derivatif data) tanpa pencilan, d. hasil praproses (baseline, normalisasi dan derivatif data) tanpa pencilan
12
Pemodelan Prediksi Mutu Daun Jati Belanda dengan Metode PLSDA PLSDA meregresikan komponen utama antara kedua matriks dibuat model kalibrasi. X adalah matriks yang berisi data hasil rekosntruksi spektrum reflektans, sedangkan Y merupakan matriks respon untuk tiap mutu daun jati belanda. Respon bernilai 1 untuk satu mutu sampel daun jati belanda, sedangkan respon bernilai 0 untuk mutu lainnya. Untuk memperoleh model yang tepat maka kebaikan kalibrasi dilakukan secara validasi silang. Teknik ini digunakan untuk menentukan jumlah komponen yang optimum dari jumlah komponen yang sedikit dan melakukan tes secara independen (Rohaeti 2011). Kebaikan model PLSDA dilihat dari nilai korelasi (R2) dan nilai galat. Nilai korelasi harus bernilai tinggi sedangkan galatnya bernilai rendah (Baranska et al. 2005). Hasil statistik keempat model yang diperoleh dengan metode PLSDA ditunjukkan pada Tabel 5 dan Lampiran 7. Daun jati belanda dapat diprediksi dengan cukup baik menggunakan model kalibrasi pada kondisi data asli spektrum reflektans tanpa pencilan. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai R2 dan RMSEP yang lebih baik dibandingkan dengan model yang lain. Model tersebut memiliki nilai R2 yang berkisar 0.7030 - 0.8490 dan nilai galat yang berkisar 0.18000.2676. Hasil kalibrasi dan validasi data spektrum asli tanpa pencilan terlihat lebih besar dibandingkan dengan hasil kalibrasi dan validasi data spektrum hasil praproses tanpa pencilan. Hal tersebut dapat disebabkan adanya penghilangan informasi penting dari spektrum reflektans. Tabel 5 Hasil statistik model prediksi mutu daun jati belanda dengan metode PLSDA Mutu Sampel (bulan) 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Kalibrasi Kondisi Data asli dengan pencilan tanpa praproses Data asli tanpa pencilan Hasil praproses (normalisasi dan derivatif data) tanpa pencilan Hasil praproses (baseline, normalisasi dan derivatif data) tanpa pencilan
2
Validasi 2
R
RMSEC
R
RMSEP
0.5358 0.2710 0.6495 0.8895 0.7783 0.8299 0.7914 0.7706 0.8020 0.7753 0.7226
0.3212 0.4025 0.2791 0.1464 0.2247 0.2008 0.2011 0.2286 0.2166 0.2087 0.2513
0.4776 0.1911 0.6302 0.8490 0.7030 0.7876 0.7577 0.7400 0.7748 0.7524 0.6907
0.3405 0.4231 0.2908 0.1800 0.2676 0.2308 0.2229 0.2521 0.2362 0.2245 0.2723
0.7939
0.2210
0.7741
0.2359
Model terbaik yang sudah dibentuk sebelumnya digunakan untuk memprediksi dan mengklasifikasikan mutu sampel daun jati belanda (1, 2, dan 3 bulan). Sampel yang digunakan adalah sampel yang berbeda mutunya dan tidak digunakan saat pembuatan model. Sampel yang diprediksi sebanyak 6 sampel daun tiap mutunya. Proses untuk memperoleh nilai intensitas reflektans sama seperti perolehan nilai reflektans sampel daun jati belanda untuk analisis PCA. Hasil rekonstruksi spektrum reflektans dari citra daun jati belanda tersebut yang
13
diperoleh kemudian dimasukkan ke model PLSDA. Lampiran 8 memberikan informasi nilai prediksi sampel yang diprediksi bermutu 1, 2, dan 3 bulan pada model PLSDA yang telah dibuat. Tabel 6 menunjukkan persentase ketepatan antara antara kecocokan nilai prediksi dan nilai referensi sampel tiap model PLSDA. Tanda (√) menunjukkan bahwa nilai prediksi sampel mendekati nilai referensi masing-masing mutu yang diprediksi saat dimasukkan ke model PLSDA, sedangkan tanda (x) menunjukkan sebaliknya. Pada sampel mutu 1 bulan ketika diregresikan dengan model PLSDA 1 bulan ada 3 sampel yang nilai prediksinya tidak mendekati nilai referensi ditandai dengan nilai ketepatan yang tidak mendekati 100%, yaitu 83.33%. Hal tersebut disebabkan model PLSDA yang digunakan untuk mengklasifikasikan mutu daun jati belanda memiliki nilai korelasi (R2) yang tidak mendekati 1 dan nilai galat yang cukup besar. Tabel 6 Persentase ketepatan antara nilai referensi dan nilai prediksi sampel tiap model PLSDA Mutu sampel (bulan)
1
1
1
1
1
1
2
2
2
2
2
2
3
3
3
3
3
3
Ketepatan (%)
Nilai referensi Model PLSDA 1 bulan
Nilai prediksi
1
1
1
1
1
1
0 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
√
√
√
x
x
x
√ √
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Ketepatan (%)
Nilai referensi
2 bulan
Nilai prediksi
0
0
0
0
0
0
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
0
0
√
√
√
x
x
x
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
3 bulan
83.33 Ketepatan (%)
Nilai referensi Nilai prediksi
83.33
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
1
1
1
1
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
x
√
√
√
√
√
√
94.44
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pencitraan spektral yang digabungkan dengan aplikasi kemometrik dapat digunakan sebagai metode untuk kendali mutu daun jati belanda (Guazuma ulmifolia) dengan melihat keragaman mutu tanaman umur 1, 2, dan 3 bulan yang berkorelasi dengan kandungan kimianya. Penentuan nilai spektrum reflektans terekonstruksi daun jati belanda baik menggunakan polinom orde 3 dengan matriks W yang dibentuk dari 97 citra standar warna dan 46 citra daun tanaman obat. Kebaikan spektrum reflektans terekonstruksi dilihat dari hasil nilai RMSE sebesar 36.65 % yang seharusnya mendekati 0 dan nilai GFC sebesar 0.9576 yang seharusnya mendekati 1. Spektrum reflektans yang terbentuk intensitas dan bentuk polanya cukup menyerupai spektrum reflektans asli. Teknik PCA mampu
14
menunjukkan pengelompokkan spektrum reflektans dari ketiga mutu daun yang berbeda. Pengelompokkan terbaik dihasilkan dari data spektrum reflektans daun jati belanda asli tanpa pencilan. Analisis PCA menghasilkan nilai PC1=92%, PC2= 6%, PC3= 1%,PC4=1%. Analisis PLSDA menghasilkan tiga model, yaitu model PLSDA daun jati belanda mutu 1 bulan (R2=0.8895), 2 bulan (R2=0.7783), dan 3 bulan (R2=0.8299). Model tersebut cukup berhasil membedakan mutu sampel daun jati belanda. Ada bias dalam pengambilan citra mengakibatkan ada beberapa sampel yang tidak sesuai antara nilai referensi dan nilai prediksi.
Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dalam mengembangkan pencitraan spektral agar dihasilkan hasil yang valid. Diharapkan untuk penelitian selanjutnya menggunakan citra standar warna dengan nilai RGB yang homogen. Pengukuran reflektans asli citra daun atau standar warna sebaiknya mengunakan spektrometer yang kestabilannya baik sehingga nilai kesalahan yang dihasilkan semakin kecil dan spektrum reflektans terekonstruksi yang dihasilkan sama dengan spektrum reflektans asli.
DAFTAR PUSTAKA Anuradha VE. Jaleel CA, Salem MA, Gomathinayagam M, Panneerselvam R. 2010. Plant growth regulators induced changes in antioxidant potential and andrographolide content in Andrographis paniculata Wall.ex Nees. Pesticide Biochemistry and Physiology 98:312-316. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2004. Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia vol. 1. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Baranska W et al. 2005. Quality control of Harpagophytum procumbens and its related phytopharmaceutical products by means of NIR-FT-Raman spectroscopy.Biopolymers 77:1-8. Borges CN, Roy EN, Aline AA, Ieda SS. 2007. Mixture–mixture design for the fingerprint optimization of chromatographic mobile phases and extraction solutions for Camellia sinensis.J Anal Chim Acta 595: 28-37. Brereton RG. 2003. Chemometrics:Data Analysis for the Laboratory and Chemical Plant. London: John Wiley&Sons. Chang CC, Yang MH, Wen HM, Chern JC. 2002. Estimation of total flavonoid content in propolis by two complementary colorimetric methods. J Food Drug Anal 10: 178-182. [Depkes] Departemen Kesehatan. 2008. Farmakope Herbal Indonesia.Edisi 1. Jakarta: Depkes Fathniyah VEF. 2011. Pengembangan Fotometer Jinjing untuk Kendali Mutu Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorriza) [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
15
Febrandy D. 2006.Karakterisasi Sifat-Sifat Tanah dan Lahan untuk Kesesuaian Lahan Tanaman Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Gowen AA, CP O’Donnell, PJ Cullen, SEJ Bell. 2008. Recent applications of chemical Imaging to pharmaceutical process monitoring and quality control. European J of Pharmaceutics and Biopharmaceutics 69: 10-22. Harborne JB. 1996. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Padmawinata K dan Soediro I, penerjemah; Bandung: Penerbit ITB. Terjemahan dari: Phytochemical Methods. Kurniasari I. 2006. Metode Cepat Penentuan Flavonoid Total Meniran (Phyllantus niruri L.) Berbasis Teknik Spektrometri Inframerah dn Kemometrik [skripsi]. Bogor: Departemen Kimia FMIPA Institut Pertanian Bogor. Kurniawan MF. 2012. Kendali Mutu Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.)Menggunakan Fotometer Jinjing dan Teknik Pengenalan Pola[skripsi]. Bogor: Departemen Kimia FMIPA Institut Pertanian Bogor. Mansouri A, Tadeusz S, Jon YH, Yvon V. 2008. An Adaptive-PCA Algorithm for Reflectance Estimation from Color Images.Perancis: University of Burgundy,France. Markham KR. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Padmawinata K, penerjemah; Niksolihin S, editor. Bandung: Penerbit ITB. Terjemahan dari: Techniques of flavonoid Identification. Merzlyak MN, AA Gitelson, OB Chivkunova, AE Solovchenko, SI Pogosyan. 2003. Application of reflectance spectroscopy for analysis of higher plant pigment. Russian Journal Of Plant Physiology 50(5):785-792. Nishidate I, T Maeda, K Niizeki, Y Aizu. 2013. Estimation of Melanin and Hemoglobin Using Spectral Reflectance Images Reconstructed from aDigitalRGB Image bytheWienerEstimationMethod. Sensors13: 7902-7915 Orava J, Jussi P, Markku H, Paula H, Atte VW. 2012. Temporal clustering of minced meat by RGB- and spectral imaging. Journal of Food Engineering 112: 112–116. Rohaeti E, R Heryanto, M Rafi, A Wahyuningrum, LK Darusman. 2011. Prediksi kadar flavonoid total tempuyung (Sonchus arvensis L.) menggunakan kombinasi spektroskopi dengan regresi kuadrat terkecil parsial. Jurnal Kimia 5(2):101-108. Sari L. 2006.Pemanfaatan Obat Tradisional Dengan Pertimbangan Manfaat dan Keamanannya.Majalah Ilmu Kefarmasian 3:01-07. Shatilova Y. 2008. Color image technique in fish research [Master’s thesis]. Joensuu: Departement of Computer Science, University of Joensuu. Singh SK, Jha SK, Chaudhary, Yadava RDS, Rai SB. 2010.Quality control of herbal medicines by using spectroscopic techniques and multivariate statistical analysis. Pharmaceut Biol 48:134-141.
16
Lampiran 1 Diagram alir penelitian
17
Lampiran 2 Diagam alir pengolahan citra 97 standar warna dan 46 daun tanaman obat
Data Latih
[v] = nilai RGB [r] = nilai spektrum reflektans
Model Polinom
RrvR-1vv
Transformasi Matriks
Citra daun jati belanda
Data Uji
[Yo] = nilai spektrum reflektans contoh daun[X] = nilai RGB
[X] x [W]
Rekonstruksi spektrum reflektans d
[Yr]= nilai spektrum reflektans terekonstruksi
[Yo] [Yr]
Kesalahan Pengukuran
Nilai RMSE dan GFC
Model polinom terbaik
Pengumpulan data spektrum reflektans daun jati belanda mutu 1, 2, 3 bulan
Matriks W
18
Lampiran 3 Penentuan kadar flavonoid total ekstrak daun jati belanda Data absorbans kurva standar kuersetin Konsentrasi standar (mg/L) 1 5 10 15 25 30
Absorbans standar 0.079 0.521 0.994 1.516 2.636 3.000
Absorbans blanko standar 0.002 0.013 0.023 0.034 0.047 0.054
Absorbans standar terkoreksi 0.077 0.508 0.971 1.482 2.589 2.946
Abs standar terkoreksi
Kurva standar kuersetin 3.500 3.000 2.500 2.000 1.500 1.000 0.500 0.000
y = 0.1007x - 0.0145 R² = 0.9981
0
Mutu 3 bulan
10 15 20 25 Konsentrasi standar (mg/L)
30
35
Absorbans
ppm (mg/L)
%b/b flavonoid total
209.6000 209.6000 211.5000
0.213 0.249 0.170 Rerata
2.2700 2.6300 1.8400 2.2467
0.68 0.78 0.54 0.67
1 2 3
266.8000 266.8000 269.6000
0.597 0.594 0.729 Rerata
6.1100 6.0800 7.4300 6.5400
1.43 1.42 1.72 1.52
1 2 3
296.7000 202.6000 202.6000
0.830 0.932 0.920 Rerata
8.4400 9.4600 9.3400 9.0800
1.77 2.92 2.88 2.52
Sampel Ulangan Mutu 1 bulan 1 2 3 Mutu 2 bulan
5
Bobot sampel (mg)
19
Contoh perhitungan sampel 1 ulangan 1: y = 0.100x - 0.014 0.213 =0.100x-0.014 x =2.2700 mg/L % 𝑏⁄𝑏 𝑓𝑙𝑎𝑣𝑜𝑛𝑜𝑖𝑑 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
1𝐿 50 𝑚𝐿 25 𝑚𝐿 1 × 100 𝑚𝐿 × × × × 100 % 1000 𝑚𝐿 20 𝑚𝐿 10 𝑚𝐿 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 (𝑚𝑔) 1𝐿 50 𝑚𝐿 25 𝑚𝐿 1 = 2.2700 𝑚𝑔/𝐿 × × 100 𝑚𝐿 × × × × 100 % 1000 𝑚𝐿 20 𝑚𝐿 10 𝑚𝐿 209.6000 𝑚𝑔
= [𝑓𝑙𝑎𝑣𝑜𝑛𝑜𝑖𝑑](𝑚𝑔/𝐿) ×
= 0.68%
Lampiran 4 Uji statistika ANOVA dan Duncan terhadap kadar flavonoid daun jati belanda ANOVA
Antar kelompok Dalam kelompok Jumlah
Jumlah kuadrat 5.200 0.924 6.124
Derajat bebas 2 6 8
Rerata kuadrat 2.600 0.154
F
Sig F
16.880
0.003
H0 : umur daun jati belanda tidak berpengaruh terhadap kadar flavonoid H1 : umur daun jati belanda berpengaruh terhadap kadar flavonoid Karena p-value kurang dari alpha 5% maka tolak H0, artinya umur daun jati belanda berpengaruh terhadap kadar flavonoid. Uji Duncan N
Mutu Sampel 1 bulan 2 bulan 3 bulan Sig.
Subset for alpha = 0.05 1 2 0,6667 1.5233
3 3 3
1.000
1.000
3
2.5267 1.000
Lampiran 5 Citra 97 standar warna
w1
w2
w3
w4
w5
w6
w7
w8
w9
w10
w11
w12
20
w13
w14
w15
w16
w17
w18
w19
w20
w21
w22
w23
w24
w25
w26
w27
w28
w29
w30
w31
w32
w33
w34
w35
w36
w37
w38
w39
w40
w41
w42
w43
w44
w45
w46
w47
w48
w49
w50
w51
w52
w53
w54
w55
w56
w57
w58
w59
w60
w61
w62
w63
w64
w65
w66
w67
w68
w69
w70
w71
w72
w73
w74
w75
w76
w77
w78
21
w79
w80
w81
w82
w83
w84
w85
w86
w87
w88
w89
w90
w91
w92
w93
w94
w95
w96
w97
Lampiran 5 Citra 46 daun tanaman obat
Dudang Kayu
Dudang Kayu
Remak Daging
Remak Daging
Sambang dara
Sambang dara
Sirih
Sirih
Jinten
Jinten
Daun Iler
Daun Iler
Jeruk Lemon
Jeruk Lemon
Daun Duduk
Daun Duduk
Handeleum
Handeuleum
Jawer Kotok
Jawer Kotok
Bidani
Bidani
Tabat Barito
Tabat Barito
Alamanda
Alamanda
Jati Belanda
Jati Belanda
Landep
Landep
Sambiloto
Sambiloto
Landik
Landik
Salam
Salam
22
Nona Makan Sirih
Nona Makan Sirih
Keji Beling Ungu
Keji Beling Ungu
Bangun
Bangun
Nona Gendis Kuning
Nona Gendis Kuning
Ganda Rusa
Ganda Rusa
Lampiran 6 Nilai RMSE dan GFC spektrum reflektans daun terekonstruksi dari matriks W dengan 97 standar warna Objek Jati Belanda 1 Jati Belanda 2 Jati Belanda 3 Jati Belanda 4 Jati Belanda 5 Jati Belanda 6 Jati Belanda 7 Jati Belanda 8 Jati Belanda 9 Jati Belanda 10 Rata-rata
Orde 1
RMSE (%) Orde 2
Orde 3
Orde 1
GFC Orde 2
Orde 3
65.99 66.14 49.89 65.00 64.75 55.38 67.76 68.45 47.12 73.76
94.48 99.44 78.81 98.13 98.68 86.38 101.32 103.33 75.09 109.20
137.32 129.53 119.04 127.69 126.32 123.47 131.15 130.12 115.86 138.45
0.8704 0.8540 0.8508 0.8534 0.8536 0.8509 0.8505 0.8533 0.8588 0.8529
0.8929 0.8803 0.8805 0.8824 0.8825 0.8803 0.8797 0.8808 0.8852 0.8779
0.8973 0.8818 0.8833 0.8841 0.8827 0.8808 0.8807 0.8833 0.8865 0.8812
62.42
94.48
127.90
0.8549
0.8822
0.8842
Lampiran 6 Nilai RMSE dan GFC spektrum reflektans daun terekonstruksi dari matriks W dengan 97 standar warna dan 46 daun tanaman obat
Objek
Orde 1 (term 3)
RMSE (%) Orde 2 Orde 3 (term 7) (term 10)
Orde 1 (term 3)
GFC Orde 2 (term 7)
Orde 3 (term 10)
Jati Belanda 1 Jati Belanda 2 Jati Belanda 3 Jati Belanda 4 Jati Belanda 5
50.56 51.64 38.87 50.15 50.17
30.30 42.64 23.74 41.10 43.29
28.66 39.55 24.00 37.81 40.02
0.8988 0.8844 0.8809 0.8838 0.8840
0.9696 0.9510 0.9509 0.9517 0.9514
0.9783 0.9600 0.9611 0.9613 0.9602
Jati Belanda 6 Jati Belanda 7 Jati Belanda 8 Jati Belanda 9 Jati Belanda 10
43.13 53.26 54.21 37.49 60.89
29.69 45.10 49.11 24.44 56.65
28.59 42.12 45.83 25.55 54.34
0.8813 0.8808 0.8824 0.8869 0.8787
0.9511 0.9485 0.9428 0.9441 0.9274
0.9599 0.9571 0.9513 0.9522 0.9346
49.04
38.60
36.65
0.8842
0.9488
0.9576
Rata-rata
23
Lampiran 7 Prediksi Vs referensi PLSDA mutu 1 bulan (a), 2 bulan (b), dan 3 bulan (c) (spektrum reflektans daun jati belanda asli tanpa pencilan) (a)
(b)
(c)
24
Lampiran 8 Data prediksi sampel dengan model PLSDA daun jati belanda mutu 1, 2, dan 3 bulan Model PLS 1 bulan
Model PLS 2 bulan
Sampel 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6
Nilai Referensi 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Nilai Prediksi 1.0505 0.8325 0.7847 0.3089 0.3147 0.3663 -0.2998 -0.2821 -0.3309 -0.3125 -0.3135 -0.3121 0.3444 0.0369 -0.0367 -0.0937 0.1554 0.1588
Sampel
Nilai Referensi
Nilai Prediksi
1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6
0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0
0.0146 0.1449 0.0004 0.9059 0.7664 0.6554 1.0415 1.5302 1.0654 1.4524 1.2426 0.7760 0.0605 0.0835 -0.0147 0.1293 0.1856 -0.4764
25
Model PLS 3 bulan
Sampel 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6
Nilai Referensi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1
Nilai Prediksi -0.0650 0.0227 0.2149 -0.2147 -0.0811 -0.0217 0.2583 -0.2481 0.2655 -0.1399 0.0709 0.5360 0.5951 0.8795 1.0514 0.9644 0.6590 1.3177
26
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor, pada tanggal 14 November 1990 dari Ayah Suyono dan Ibu Lina Herlina. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Pada tahun 2009 penulis lulus dari Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor dan pada tahun yang sama penulis masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur UTM. Penulis masuk Program Studi S1 Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Selama masa perkuliahan penulis aktif di organisasi Ikatan Mahasiswa Kimia (Imasika).Penulis melakukan Praktik Lapang di PT Medifarma Laboratories pada bulan Juli-Agustus 2012. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum kimia Tingkat Persiapan Bersama IPB, asisten praktikum Azas Kimia Analitik Departemen Kimia, IPB, dan asisten praktikum kimia analitik layanan.Selain aktif di kampus, penulis juga menjadi tentor Kimia Analitik dan Kimia TPB tahun 2013 di bimbingan belajar “Katalis”. Pada bulan Juli 2011 penulis memperoleh kesempatan untuk mengikuti Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional XXIV di Universitas Hasanuddin-Makassar, melalui Program Kreatifitas Mahasiswa bidang Penelitian dengan karya ilmiah yang berjudul “Membran Selulosa Berbahan Dasar Kulit Nanas: Aplikasi Membran Sebagai Adsorben Limbah Cair Zat Warna Tekstil Biru Metilena”. Sejak tahun 2011, penulis memperoleh beasiswa Peningkatan Prestasi Mahasiswa (PPA) dari Kementrian Pendidikan Nasional Republik Indonesia.