Helmi Haris : Kemungkingan penggunaan edible film dari pati tapioka
99
KEMUNGKINAN PENGGUNAAN EDIBLE FILM DARI PATI TAPIOKA UNTUK PENGEMAS LEMPUK POSSIBILITY OF USING EDIBLE FILM FROM THE STARCH OF CASSAVA FOR PACKING OF LEMPUK Helmi Harris Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu
ABSTRACT Objective of the research was to determine the possibility of using edible film from the starch of cassava for packing lempuk, a kind tradisional food from Bengkulu. Edible film was made based on modified Mendoza method which addition of glycerol, carboxymethylcellulose and beeswax. Edible film produce tested on its strength againts to relative humidity variation and was continouslly evaluated until the best film was selected. So that it will be result the most possible to be further developed. The result indicate that interaction of glycerol 3%, CMC 1% and beeswax 0.5% give the best characteristics of edible film. Edible film from cassava starch has a good chance to be further develop. The characteristics of edible film are: Aw 0.456, degree of tranparancy 67.73 percent, thickness of film 0.120 mm, tensile strength 6.97 kgf/gm, percentage of elongation 72.9% , oxygen gas vapour transmition 0.32 mL m-2.hour, carbondioxyde gas vapour transmition 0.17 mL m-2.hour and the rate of Water vavour transmition 8.79 g m-2.24 hours. Edible film which was combination with box (K2) and edible film which combination with box and plastics film can improve shelf life of lempuk about 25 days for K2 and 44 days for K3 treatment. Shelf life computation through the experiment has a non significant t-test compare to the self life computation trough the computer simulation method. It shows that the sinulation program could be used to predicts shelf life of lempuk.
ABSTRAK Tujuan dari penelitian adalah untuk menentukan kemungkinan penggunaan edible film dari pati tapioka untuk pengepakan lempuk, suatu makanan tradisional dari Bengkulu. Edible film dibuat berdasarkan pada metode Mendoza yang dimodifikasi yang ditambah gliserol, karboksimetilselulosa dan lilim lebah. Edible film yang dihasilkan diuji kekuatannya terhadap variasi kelembaban nisbi dan secara kontinyu dievaluasi sampai diperoleh film yang terbaik. Sehingga hasilnya dapat dikembangkan lebih lanjut. Hasilnya menunjukkan bahwa interaksi antra gliserol 3% , CMC 1% dan lilin lebah memberikan karakteristik edible film. Karakteristik edible film dari pati tapioka adalah sebagai berikut: Aw 0.456, derajat kejernihan 67.73% , ketebalan film 0.120 mm, kuat tarik 6.97 Kgf m-2, persen pemanjangan 72.9% , permeabilitas terhadap O2 0.32 mL m-2.jam, permeabilitas terhadap CO2 0.17 mL m-2 . jam dan laju transmisi uap air 8.79 g m-2 24 jam. Edible film dari pati tapioka dapat diaplikasikan untuk pengemas lempuk, dengan umur simpan sekitar 25 hari sampai 44 hari. Umur simpan lempuk menggunakan metode simulasi komputer tidak berbeda nyata secara statistik dengan umur simpan secara percobaan. Sehingga program komputer metode simulasi ini selanjutnya dapat digunakan untuk memprediksi umur simpan lempuk yang disimpan.
PENDAHULUAN Pengemasan telah berkembang sejak lama. Sebelum manusia membuat kemasan, alam sendiri telah menyajikan kemasan misalnya jagung terbungkus seludang, buahbuahan terbungkus kulitnya, buah kelapa terlindung baik oleh sabut dan tempurung,
polongan terbungkus kulit polong. Tidak hanya bahan pangan, kosmetik dan barang industri lainnya, bahkan manusiapun menggunakan kemasan sebagai pelindung tubuh dari gangguan cuaca, supaya tampak lebih anggun dan menarik. Fungsi dari pengemas pada bahan pangan adalah mencegah atau mengurangi kerusakan,
Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Volume 3, No. 2, 2001. Hal. 99-106
melindungai bahan pangan dari bahaya pencemaran serta gangguan fisik seperti gesekan, benturan dan getaran. Di samping itu pengemasan berfungsi sebagai wadah agar mempunyai bentuk yang memudahkan dalam penyimpanan, pengangkutan dan pendistribusiannya. Dari segi promosi, pengemas berfungsi sebagai daya tarik pembeli (Syarief et al. 1988). Sebelum menentukan pilihan jenis dan cara pengemasan yang akan digunakan perlu diketahui dulu persyaratan kemasan yang dibutuhkan. Menurut Syarief et al.. (1988), ada lima syarat yaitu penampilan, perlindungan, fungsi, harga dan biaya, serta penanganan limbah kemasan. Dengan adanya persyaratan bahwa kemasan yang digunakan harus ramah lingkungan, maka penggunaan edible film adalah sesuatu yang sangat menjanjikan, baik yang terbuat dari karbohidrat, lipid, protein maupun kombinasi dari ketiganya. Keuntungan edible film adalah dapat melindungi produk pangan, penampakan asli produk dapat dipertahankan. dan dapat langsung dimakan dan aman bagi lingkungan (Kinzel, 1992). Edible packaging dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu yang berfungsi sebagai pelapis (coating) dan yang berbentuk sebagai lembaran (disebut film), sehingga kita kenal istilah edible coating dan edible film. Dewasa ini edible coating telah banyak digunakan untuk pelapis produk daging beku (Bauer, 1968), makanan semi basah (Torres, 1985), produk konfeksionari, ayam beku, produk hasil laut, sosis, buah-buahan dan obatobatan terutama untuk pelapis kapsul (Krochta, et al., 1994). Sedang penggunaan edible film untuk produk pangan dan penguasaan teknologinya masih terbatas. Oleh karena itu perlu dikembangkan penelitian yang lebih intensif, karena edible film sangat potensial digunakan sebagai pembungkus dan pelapis produk-produk pangan, industri, farmasi, maupun hasil per-tanian segar.
100
Edible film adalah suatu lapisan tipis yang dibuat dari bahan yang dapat dimakan, dibentuk untuk melapisi makanan (coating) atau diletakkan di antara komponen makanan (film) yang berfungsi sebagai penghalang terhadap perpindahan massa (misalnya kelembaban, oksigen, cahaya, lipid, zat terlarut) dan atau sebagai pembawa aditif serta untuk meningkatkan penanganan suatu makanan (Krochta, 1992). Komponen penyusun edible packaging mempengaruhi secara langsung bentuk morfologi maupun karakteristik pengemas yang dihasilkan. Komponen utama penyusun edible film dikelompokkan menjadi tiga, yaitu hidrokoloid, lipida dan komposit. Hidrokoloid banyak diperoleh dari protein utuh, selulosa dan turunnya, alginat, pektin dan pati. Dari kelompok lipida yang sering digunakan adalah lilin asilgliserol dan asam lemak. Komposit adalah bahan yang didasarkan pada campuran hidrokoloid dan lipida (Danhowe dan Fennema, 1994). Istilah umur simpan secara umum mengandung pengertian rentang waktu antara produk mulai dikemas atau diproduksi sampai dengan saat dimana mutu produk memenuhi syarat untuk dikonsumsi (Hine, 1987). Menurut Labuza (1982), pencantuman masa kadaluwarsa pada label pangan dalam kemasan merupakan suatu keharusan, karena merupakan informasi yang sangat penting bagi konsumen. Produk dalam kemasan dapat dinyatakan dengan berbagai istilah, misalnya pack date, yaitu tanggal produk mulai dikemas, display date, yaitu tanggal prduk mulai disimpan dalam ruang penyimpanan, pull date atau sell by date yaitu batas tanggal produk masih layak umnuk dikonsumsi, best if used by date atau yang sering disebut used by date, yaitu batas waktu maksimum produk kon-disinya masih memenuhi persyaratan mutu dan expiration date, yaitu batas waktu produk tidak dapat dikonsumsi.
Helmi Haris : Kemungkingan penggunaan edible film dari pati tapioka
Pada peneliatan ini dikaji kemungkinan penggunaan edible film dari pati tapioka untuk pengemas produk pangan lempuk. Lempuk (dodol durian) merupakan salah satu jenis makanan tradisional khas Bengkulu yang sudah dikenal secara luas. Produk ini biasanya dihidangkan sebagai makanan penyela untuk menjamu tamu-tamu, makanan utama masyarakat Bengkulu di hari lebaran atau harihari penting lainnya, dan jajanan oleh-oleh bagi yang bepergian ke daerah lain atau oleh-oleh tamu domestik maupun mancanegara yang berkunjung ke Bengkulu (Anonim, 1996). Lempuk merupakan suatu jenis makanan tradisional yang diperoleh dari hasil pengolahan durian seperti halnya pembuatan dodol. Namun dalam proses pembuatannya tidak dilakukan pemberian bahan tambahan lain kecuali gula (Anonim, 1996). Pada umumnya produsen lempuk mengalami kesulitan untuk memproduksi lempuk dalam jumlah besar dengan masa simpan yang cukup panjang. Produk ini tidak tahan lama sampai menunggu musim durian berkutnya, sehingga terjadi kekosongan suplai pada waktuwaktu tertentu. Di samping itu penam-pilan produk ini masih kurang menarik, ter-utama dari cara teknik pengemasan yang masih sederhana dan belum dilakukan pelabelan yang mencerminkan nilai gizi, masa kadaluarsa dan jaminan mutu. Kondisi ini menyebabkan kurang mampu bersaing dengan produk sejenisnya seperti dodol garut, wajik lilin, wingko dan lain-lain. Menurut Syarief dan Halid (1993), untuk menduga penuruan mutu selama penyimpanan atau dengan kata lain untuk menentukan umur simpan bahan pangan, ada beberapa metoda yang dapat digunakan, diantaranya: Metoda Konvensional, Metoda Akselerasi (waktu dipercepat), Metode Nilai Waktu Paruh. Penelitian ini bertujuan untuk menguasai teknik pembuatan edible film dari pati tapioka, menentukan karakteristik edible film terbaik yang dihasilkan, serta mengaplikasikan edible
101
film tersebut untuk mengemas produk pangan dan menentukan umur simpannya.
METODE PENELITIAN Penelitian telah dilaksanakan di Laboratorium FTDC IPB Bogor, Laboratorium PAU Pangan dan Gizi IPB Bogor, Laboratorium Pengemasan Balai Besar Industri Kimia, Pasar Rebo Jakarta, Bengkel CV. Wira Agro Utama, Bogor. Penelitian ini berlangsung dari bulan April 1997 – Desember 1998. Teknik pembuatan edible film Teknik pembuatan edible film dari pati tapioka dapat dilihat pada Lampiran 2. Pengamatan yang dilakukan adalah Karak-teristik edible film meliputi: Aw, metode Aw meter (ASTM, 1983), ketebalan metode Microcal Messmer (ASTM, 1983), warna metode Haze meter (ASTM, 1983), daya renggang (ASTM, 1983), persen pemanjangan (ASTM, 1983), permeabilitas terhadap O2 dan CO2, metode Manometer (ASTM, 1983), laju transmisi Uap Air, metode Cawan (ASTM, 1983). Uji Organoleptik Penampakan edible film, metode Consumer Preference Test Larmond, 1970) Pengujian Ketahanan Edible film Edible film diuji ketahanannya terhadap pengaruh kelembaban udara lingkungan (RH). Percobaan satu faktor, dengan rancangan dasar RAKL. Perlakuan terdiri atas 65, 75, 85 dan 95% RH pada suhu ruang. Pengujian dilaku-kan pada pengamatan awal dan akhir penyim-panan. Pengamatan yang dilakukan terhadap karakteristik edible film, yamg meliputi: Aw, metode Aw meter (ASTM,1983) dan kuat tarik film (ASTM, 1983). Kondisi RH lingkungan penyimpanan terbaik, kemudian digunakan untuk aplikasi penyimpanan tahap berikutnya. Aplikasi Pengemasan
Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Volume 3, No. 2, 2001. Hal. 99-106
Pada tahap ini akan ditentukan umur simpan (used by date) dari lempuk melalui percobaan dan simulasi komputer. Penentuan Umur Simpan Melalui Percobaan Umur simpan lempuk ditentukan dengan metoda Akselerasi (Labuza, 1982). Edible film terbaik digunakan untuk mem-bungkus lempuk yang telah dipersiapkan se-suai dengan perlakuan, yaitu :K o (tanpa pengemasan), K1 (kemasan tradisional), K2 (kemasan tradisional + kotak kertas), dan K3 (kemasan edible film + kotak kertas). Selanjutnya produk-produk yang telah dikemas sesuai dengan perlakuan itu disimpan pada suhu 25, 30 dan 40°C dengan RH 75 %. Penyimpanan dilakukan selama 30 hari dan setiap 3 hari sekali dilakukan pengamatan mu-tu dominan di samping nilai gizi dan mutu organoleptiknya. Penentuan Umur Simpan dengan Metode Simulasi
4. 5. 6. 7.
Kadar Amilopektin (%) Bentuk Granula Ukuran Granula (µm) Suhu gelatinisasi (°C)
102
82.13 Oval 5-35 52-64
Dari hasil pengamatan didapatkan kadar air pati tapioka yang digunakan adalah 11.54 persen. Kadar air tersebut merupakan kadar air yang aman selama di penyimpanan (Labuza, 1982). Sedangkan pati tapioka ada-lah 51.36 % dengan kadar amilosa 17.41 % dan amilopektin 82.13%. Jadi rasio kadar ami-losa dan amilopektinnya adalah 17.41 : 82.13. Berdasarkan hasil pemotretan menggunakan mikroskop polarisasi terlihat bahwa granula pati tapioka berbentuk mangkuk dan biasanya kelihatan suatu hilum yang jelas, dengan ukuran granula berkisar antara 5 – 35 um atau ratarata 17 um. Sesuai dengan yang dikemukakan Swinkels (1985) bahwa ukuran dan bentuk dari granula pati merupakan sifat khas yang khusus dari suatu jenis pati. Bentuk dari granula pati ini akan mempengaruhi sifat gelatinasi dari pati, yaitu berkisar antara 52 - 64 oC.
Edible Film Dari data penentuan umur simpan secara percobaan tersebut dapat dibuat simulasi komputernya. Program Komputer Pendugaan Umur Simpan Produk dengan Penerapan Kinetika Arrhenius dapat dilihat pada lampiran. HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisiko-kimia Pati Tapioka Secara ringkas sifat fisikokimia pati tapioka dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Sifat Fisiko-kimia Pati Tapioka . Sifat Fisiko-kimia 1. Kadar air (%) 2. Kadar Pati (%) 3. Kadar Amilosa (%)
Pati Tapioka 11.54 51.36 17.41
Karakteristik edible film Karakteristik edible film yang dihasilkan sudah cukup bagus bila dibandingkan dengan beberapa hasil penelitian yang telah dipublikasikan. Namun laju transmisi terhadap uap air yang masih cukup tinggi. Hal ini disebab-kan oleh bahan baku yang digunakan termasuk kelompok hidrokoloid yang memang bersifat higroskopis. Sesuai dengan Krochta et al. (1994) yang menyatakan bahwa film dari hidrokoloid umumnya mempunyai struktur mekanis yang cukup bagus, namun kurang bagus terhadap penghambatan uap air. Tabel 2. Karakateristik edible film dari pati tapioka Karakteristik edible film
Nilai
Helmi Haris : Kemungkingan penggunaan edible film dari pati tapioka
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Aw Derajat kejernihan (%) Ketebalan film (mm) Kuat tarrik (Kgf m-2) Persen elongasi (%) Permeabilitas terhadap O2 (mL m-2 24 jam-1) Permeabilitas terhadap CO2 (mL m-2 24 jam-1) Laju transmisi terhadap uap air (g m-2 24 jam-1)
0.456 67.73 0.120 6.97 72.9 0.32 0.17 8.79
Sifat Organoleptik Hasil pengamatan organoleptik menunjukkan bahwa panelis cukup menyukai edible film yang dihasilkan, yaitu dengan skor berkisar dari 5.9 - 6.4 dengan rata-rata 6.2 (menarik). Hal ini menujukkan bahwa edible film dari pati tapioka ini dapat diterima. Pengujian Edible film Terhadap Variasi kelembaban udara lingkungan (RH) Hasil pengujian ketahanan edible film terhadap perubahan kelembaban udara (RH) dapat dilihat pada Tabel 4 dan 5 serta Gambar
103
1 dan 2. Dari hasil pengujian edible film terhadap pengaruh perubahan RH terlihat bahwa dengan semakin tingginya RH, maka terjadi peningkatan Aw edible film, sebaliknya kuat tarik film semakin menurun. Hal ini disebabkan karena edible film dari pati tapioka termasuk ke dalam kelompok hidrokoloid, yang bersifat higroskopis. Pada kondisi kan-dungan uap air yang tinggi, film akan menyerap uap air dari lingkungannya. Aki-batnya Aw film akan meningkat (Labuza, 1982). Sebaliknya dengan meningkatnya Aw film, maka kekuatan ikatanikatan yang mem-bentuk polimer film akan menurun yang mengakibatkan kekuatan film akan menurun (Cowd, 1991). Aplikasi Pengemasan Kadar Gizi Kandungan kadar gizi lempuk pada awal dan akhir penyimpanan dari keempat perlakuan dapat dilihat dari Tabel 6. Kandungan gizi lempuk terjadi sedikit penurunan tetapi tidak begitu nyata. Hal ini menunjukkan bahwa ditinjau dari segi mutu gizi, produk yang disimpan masih baik.
Tabel 3. Hasil penilaian organoleptik terhadap edible film yang dihasilkan
1 Skor penilaian
2
3
4
5
6
Panelis 7 8 9 10 11 12
13 14
15
6.1 6.3 5.9 6.1 6.0 6.3 6.2 6.3 6.3 6.2 6.1 6.4 6.2 6.3 6.2 6.2
Tabel 4. Pengaruh perubahan RH lingkungan terhadap rata-rata Aw edible film
Edible film dari Pati tapioka
X
65 % 0.471
Nilai Aw pada RH 75% 85% 0.492 0.550
Tabel 5. Pengaruh perubahan RH lingkungan terhadap rata-rata kekuatan film Nilai kuat tarik (kgf m-2) pada RH
95% 0.625
Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Volume 3, No. 2, 2001. Hal. 99-106
104
Edible film dari
65 %
75%
85%
95%
Pati tapioka
9.2
8.5
6.5
4.7 Pati tapioka
2
0.65 0.6 Aw
Kuat tarik film (kgf/m )
10
0.7
0.55
Patitapioka
0.5 0.45 0.4 65% 75% 85% 95% Kelembabanudara,RH(%) Gambar 1. Pengaruh perubahan Aw lingkungan akibat variasi RH lingkungan
Tabel 6. Kandungan Kadar Gizi Lempuk pada awal dan akhir penyimpanan. Kandungan Gizi Kadar air (g) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Serat Kasar (g) Kadar abu (g) Fosfor (mg) Besi (mg) Kalium (mg) Kalsium (mg) Vitamin C (mg)
Awal 15.3 2.9 3.9 52.3 1.4 23.2 0.64 1.1 61.4 24.1 21
Perlakuan Ko K1 K2 K3 15.2 14.9 14.7 14.3 2.6 2.6 2.7 2.7 3.5 3.5 3.5 3.5 51.2 51.7 51.8 51.9 1.4 1.4 1.4 1.4 0.62 0.62 0.63 0.63 1.0 1.0 1.0 1.0 58.0 58.4 58.7 58.8 25.7 25.9 25.9 25.9 15 17 17 18
Pengujian Organoleptik Hasil analisis statistik dari pengujian organoleptik terhadap kemasan lempuk dapat dilihat pada Tabel 7. Dari hasil uji DMRT 0,001 diketahui antara perlakuan berbeda sangat nyata terhadap penerimaan kemasan lempuk. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian disain kemasan yang lebih menarik dengan pencantuman beberapa informasi yang
9 8 7 6 5 4 65%
75%
85%
95%
Kelembaban udara, RH (%) Gambar 2. Grafik perubahan kuat tarik edible film akibat variasi RH lingkungan
meng-gambarkan karakteristik produk dapat mening-katkan penilaian panelis terhadap produk. Pencantuman label kandung-an nutrisi dan disain yang menarik dari suatu kemasan dapat memberikan daya tarik tersendiri bagi konsumen (Syarief et al.1988) Tabel 7. Uji Wilayah Berganda Duncan terhadap penilaian organoleptik kemasan Perlakuan K3 K2 K1 Ko
Rataan umur simpan (hari) 6.90 a 6.10 b 5.67 c 5.20 d
.Umur Simpan Untuk menentukan umur simpan lempuk ditentukan dengan dua cara, yaitu melalui percobaan dan simulasi komputer. Penentuan Umur Simpan Secara Percobaan Hasil percobaan disajikan pada Tabel 8 dan 9. Pada perlakuan tanpa kemasan, tiga hari setelah penyimpanan lempuk sudah mulai
Helmi Haris : Kemungkingan penggunaan edible film dari pati tapioka
ditumbuhi jamur, sedang pada kemasan tradisional kerusakan terjadi setelah 7 hari penyimpanan dan sewaktu dibuka kemasannya, kertas minyak lengket dengan bahan yang dikemas sehingga sulit untuk dilepas. Pemberian kotak sebagai kemasan sekunder dapat memperpanjang umur simpan lempuk sampai 15 hari. Hal ini disebabkan karena kemasan sekunder mampu memberikan perlindungan terhadap pengaruh kontaminasi mikroba dari luar, serta pengaruh langsung kelembaban udara. Perlakuan K3 bahkan mampu memberikan masa simpan yang lebih lama, yaitu sekitar 25 hari. Hal ini menunjukkan bahwa edible film yang digunakan mampu memberikan perlindungan yang lebih baik.
105
Di samping dapat memperpanjang umur simpan, kemasan edible film dapat dilepas dengan mudah karena tidak lengket dengan bahan yang dikemas. Karena kemasan bersifat edible, maka dapat langsung dimakan bersama produk yang dikemas tanpa harus dibuang. Penentuan Umur Simpan Metode Simulasi Perbandingan hasil perhitungan umur simpan hasil percobaan dan simulasi komputer dapat dilihat pada Tabel 9. Hasil uji statistik menggunakan uji T menunjukkan bahwa Thit (0.639097734) < T- tab (1.812461505). Hal ini berarti Ho (tidak ada perbedaan data percobaan dan simulasi komputer) tidak dapat ditolak. Berarti hasil perhitungan umur sim-pan secara percobaan tidak berbeda secara statistik dengan perhitungan umur simpan dengan simulasi komputer (Steel and Torrie, 1992). Sehingga flow chart simulasi komputer untuk perhitungan umur simpan lempuk tersebut dapat digunakan untuk memprediksi umur simpan lempuk yang disimpan.
Tabel 8. Uji Wilayah Berganda Duncan terhadap umur simpan lempuk Perlakuan Rataan umur simpan (hari) K3 25.07 a K2 15.29 b K1 7.12 c Ko 3.45 d Tabel 9. Perbandingan umur simpan lempuk secara percobaan dan simulasi komputer Penentuan umur simpan 1 Percobaan Simulasi Komputer
2
Umur simpan (hari) 3 4 5
6
X
24.17 27.05 25.46 25.09 24.42 26.93 25.52 24.32 26.84 25.57 24.60 25.06 24.27 25.11 komputer tidak berbeda nyata secara statistik KESIMPULAN DAN SARAN dengan umur simpan secara percobaan. SeEdible film dari pati tapioka mempunyai hingga program komputer metode simulasi karakteristik Aw 0.456, derajat kejernihan dapat digunakan untuk memprediksi umur 67.73%, ketebalan film 0.120 mm, kuat tarik simpan lempuk yang disimpan. 6.97 Kgf m-2, pemanjangan 72.9%, permeabilitas terhadap oksigen 0.32 mL m-2.jam, SANWACANA permea-bilitas terhadap CO2 0.17 mL m-2 . jam -2 dan laju transmisi uap air 8.79 g m 24 jam. Tulisan ini merupakan sebagian dari Disertasi Dapat diaplikasikan untuk pengemas lempuk, pada Program Studi Ilmu Pangan, PPS IPB dengan umur simpan 25-40 hari. Umur simBogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepan lempuk menggunakan metode simulasi pada Dirjen Pendidikan Tinggi, Departemen
Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Volume 3, No. 2, 2001. Hal. 99-106
Pendidikan Nasional, yang telah memberikan biaya penelitian melalui Tim Manajemen Program Doktor (TMPD).
DAFTAR PUSTAKA Anonim.. 1996. Laporan Tahunan 1995. Kanwil Dep. Perindustrian Prov.Bengkulu. AOAC. 1982. Official Methods of Analysis. Assoc Offic Anal Chem. Washington DC.
ASTM. 1983. Annual Book of ASTM Standards. American Society for Testing and Material. Philadelpia. Bauer, C.D., Neuser G.L. dan H.A. Pinkalla. October 15, 1968. Us Patent: 3.406.081. Cowd, M.A. 1991. Kimia Polimer. Penerbit ITB. Bandung. Danhowe, G. dan O. Fennema. 1994. Edible Film and Coating: Characteristic, formation, definitions and testing mathods. Di dalam Krochta et al., (Ed) Edible Coating and Film to Improve Food Quality. Technomic Publ. Co. Inc. Lancaster. Hine, D.J. 1987. Modern Processing, Packaging and distribution System for food. Blackie, London. Kinzel, B. 1992. Protein-rich edible coatings for foods. Agricultural research. May 1992: 20-21. Krochta, J.M. 1992. Control of mass transfer in food with edible coatings and film. Di dalam: Singh, R.P. dan M.A. Wira Kartakusumah (Eds,). Advences in food Engineering. CRC Press: Boca Raton, F.L.: 517-538. Krochta, J.M., Baldwin, E.A. dan M.O. Nisperos-Carriedo. 1994. Edible coatings
106
and film to improve food Qua-lity. Technomic. Publi. Co. Inc. USA. Labuza, T.P. 1982. Open Shelf Life Dating of Foods. Food Science and Nutrition Press, Inc. Wesstport. Connecticut. Larmond, E. 1970. Methods for Sensory Evaluation of Food. Canada Departement of Agriculture. Syarief, R., Santausa, S. dan B.S. Isyana. 1988. Buku dan Monograf Teknologi Pengemasan Pangan. Lab. Rekayasa Proses Pangan, PAU Pangan dan Gizi IPB. Bogor. Syarief , R. dan Y. Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit Arcan. Bandung. Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistik (suatu pendekatan biometrik). Diterjemahkan oleh Bambang Sumantri Ed. II dari buku Principles and Procedures of Statistics. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Swinkels. 1985. Sources of Starch, Its Chemistry and Physics. Di dalam Beynum, G.M.A. dan J.A. Roels. Starch Convertions Technology. Marcel Dekker, Inc. New York. Torres, J.A. dan M. Karel. 1985. Microbial Stabilization of intermediete moisture food surface III. Effects of surface preservatives concentrasion anf surface pH control on microbial stability of an intermediate moisture cheese analog. J. Food Proc. Preserv. 9:107-119. United Soybean Board. 1994. Precursors for manufacture of soy protein based thermoplastic compound. Preliminary information sheet. November 1994.