KARAKTERISASI DAN ANALISIS LAPISAN BATUBARA DI LAPANGAN TAMBANG AIR LAYA (TAL) TANJUNG ENIM MENGGUNAKAN DATA LOG DAN DATA CORE (RADIOAKTIF, TERMAL, DAN GEOKIMIA)
(Skripsi)
Oleh
SYAMSUL MA’ARIF
KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS LAMPUNG FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA 2016
ABSTRACT CHARACTERIZATION AND COAL SEAM ANALYSIS IN MINE AIR LAYA FIELD TANJUNG ENIM USING LOG AND CORE DATA (RADIOACTIVE, THERMAL AND GEOCHEMISTRY)
By SYAMSUL MA’ARIF
Mine Air Laya is one of the field that produce coal in Indonesia, which is located in South Sumatra Basin. This field is the product of sedimentation with shallow sea pattern. Well logging method used to giving information about characterization and analysis of coal seam. This research has done in Mine Air Laya field Tanjung Enim using log data and core data in order to knows the quality and coal characterization based on radioactive analysis, thermal and geochemistry. Characterization of coal has done by analyzing the log data and laboratory test as follows X-ray Diffraction (XRD), Scanning Electron Microscope (SEM), Thermogravimetric (TG) and Total Organic Carbon (TOC). This laboratory test can know compound content of coal, porosity, reaction zone and total organic carbon of a coal sample. The result of the research shows Mine Air Laya just has one coal seam type anthracite with TOC range from 1.79% to 3.16%, calorie value reach 7565 Kcal/kg and compound content of benzene, reaction zone 474.54oC with very small pore, gamma ray value 2 cps and density 2037 cps. Based on coal analysis result shows the coal in the research area is not need very high temperature to completely burn and reach the maximum temperature. Keywords : coal seam, thermogravimetric, total organic carbon, benzene, and reaction zone
i
ABSTRAK KARAKTERISASI DAN ANALISIS LAPISAN BATUBARA DI LAPANGAN TAMBANG AIR LAYA (TAL) TANJUNG ENIM MENGGUNAKAN DATA LOG DAN DATA CORE (RADIOAKTIF, TERMAL, DAN GEOKIMIA)
Oleh SYAMSUL MA’ARIF
Tambang Air Laya meupakan daerah penghasil batubara, daerah ini terdapat pada cekungan Sumatra Selatan dan merupakan hasil sedimentasi dengan pola pengendapan laut dangkal. Metode well logging digunakan untuk memberikan informasi dalam menkarakterisasi serta menganalisis batubara. Penelitian ini dilakukan pada Lapangan Tambang Air Laya (TAL) Tanjung Enim menggunakan data log dan data core, dengan tujuan untuk mengetahui kualitas dan karakteristik batubara berdasarkan hasil analisis radioaktif, termal, dan geokimia. Karakterisasi dilakukan dengan analisis data log dan uji laboratorium berupa X-Ray Difraction (XRD), Scanning Electron Microscope (SEM), thermogravimetric (TG), dan Total Organic Carbon (TOC). Uji laboratorium ini dapat untuk mengetahui kandungan senyawa dalam batubara, porositas, zona reaksi, serta kandungan total karbon organik dalam sebuah sampel batubara. Berdasarkan dari hasil penelitian, batubara pada lapangan Tambang Air Laya hanya terdapat satu lapisan batubara jenis antrasit dengan TOC berkisar antara 1.79% sampai 3.16%, nilai kalori mencapai 7565 Kcal/kg, serta kandungan senyawa benzena dalam batubara tersebut, zona reaksi 474.54oC dengan pori-pori yang sangat kecil, nilai gamma ray 2 cps dan densitas 2037 cps. Berdasarkan hasil analisis menandakan bahwa batubara didaerah penelitian merupakan batubara yang memerlukan suhu yang tidak terlalu besar untuk terbakar sempurna dan mencapai suhu maksimum. Kata kunci : lapisan batubara, thermogravimetric, total organic carbon, benzena, dan zona reaksi
ii
KARAKTERISASI DAN ANALISIS LAPISAN BATUBARA DI LAPANGAN TAMBANG AIR LAYA (TAL) TANJUNG ENIM MENGGUNAKAN DATA LOG DAN DATA CORE (RADIOAKTIF, TERMAL, DAN GEOKIMIA)
Oleh
SYAMSUL MA’ARIF
Skripsi
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK Pada Jurusan Teknik Geofisika Fakultas Teknik Universitas Lampung
KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS LAMPUNG FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA 2016
RIWAYAT HIDUP
Syamsul Ma’arif lahir di Desa Poncokresno pada tanggal 19 Februari 1993 dari pasangan suami istri Bapak Sukono, S.Pd dan Ibu Rahmawati. Penulis merupakan anak ke 3 dari 3 bersaudara, Mamas yang pertama bernama Amar Ma’ruf dan yang kedua Muhammad Ikhsan. Alamat penulis di Jalan Desa Poncokresno, Dusun Pujodadi Barat, Kecamatan Negerikaton, Kabupaten Pesawaran, Lampung 35371. Penulis menyelesaikan Pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 3 Poncokesno pada tahun 2005. Pada tahun 2008 penulis meneyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Negerikaton, dan aktif sebagai organisasi Karya Ilmiah Remaja (KIR) serta Pramuka. Penulis melanjutkan Pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Gadingrejo, Pringsewu dan lulus pada tahun 2011. Pada tahun 2011 penulis melanjutkan Pendidikan selanjutnya dan tercatat sebagai mahasiswa aktif di Jurusan Teknik Geofisika Fakultas Teknik Universitas Lampung. Sebagai mahasiswa baru penulis menjabat sebagai ketua Eksekutif Muda (Eksmud) periode 2011/2012 di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Teknik Universitas Lampung. Penulis juga terdaftar sebagai angota
Himpunan Mahasiswa Geofisika Indonesia (HMGI) pada tahun (2011-sekarang), dan juga tergabung dalam anggota AAPG SC Unila. Pada tahun 2013/2014 penulis menjabat sebagai wakil ketua umum Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Teknik Geofisika. Pada Agustus 2014 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di Desa Gunung terang, Kecamatan Kalinda, Kabupaten Lampung Selatan. Didalam mengaplikasikan ilmu Geofisika, penulis melakukan kerja Praktek di PT. Bukit Asam (Persero), tbk. Tanjung Enim, Sumatra Selatan, pada bulan Februari hingga Maret 2015. Pada awal 2016 Penulis melakukan Tugas Akhir dengan Judul “Karakterisasi Dan Analisis Lapisan Batubara di Lapangan Tambang Air Laya (Tal) Tanjung Enim Menggunakan Data Log dan Data Core (Radioaktif, Termal, dan Geokimia)” hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan Pendidikan Strata 1 (S1), dan memperoleh gelar Sarjana Teknik (ST).
viii
PERSEMBAHAN Bismillahirrohmanirrohiim, Dengan mengucap syukur kehadirat Allah SWT, Ku persembahkan karya ini kepada : Bapak dan Ibu ku tercinta yang selalu mendoakan, menafkahi, dan menyayangiku dengan tulus. Semoga karya tulis ini dapat menjadikan salah satu kebanggaan untuk kalian,
TEKNIK GEOFISIKA 2011, Serta almamater tercinta, Universitas Lampung.
ix
MOTTO
“Tiada hal yang patut untuk disombongkan, karena semua ini hanyalah pemberian Allah SWT.” (Syamsul Ma’arif) Tiada kekuatan yang lebih dahsyat melainkan doa (Syams) Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orangorang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat (Q.S. Al-Mujadalah : 11)
x
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Karakterisasi dan Analisis Lapisan Batubara di Lapangan Tambang Air Laya (TAL) Tanjung Enim Menggunakan Data Log dan Data Core (Radioaktif, Termal, Dan Geokimia)” sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana pada Jurusan Teknik Geofisika, Fakultas Teknik, Universitas Lampung.
Sholawat dan salam senantiasa tercurah untuk sang Teladan dan Pemimpin umat, junjungan umat, Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa umat manusia dari zaman Jahiliyah kepada zaman yang berilmu pengetahuan seperti saat ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran diharapkan untuk perbaikan di masa yang akan datang. Harapannya semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.
Bandar Lampung, Agustus 2016 Penulis,
Syamsul Ma’arif
xi
SANWACANA
Puji syukur senantiasa penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya skripsi ini dapat diselesaikan.
Skripsi dengan judul “Karakterisasi dan Analisis Lapisan Batubara di Lapangan Tambang Air Laya (Tal) Tanjung Enim Menggunakan Data Log dan Data Core (Radioaktif, Termal, dan Geokimia)” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik di Universitas Lampung. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Bapak Prof. Suharno, M.S., M.Sc., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Lampung;
2.
Bapak Bagus Sapto Mulyatno, S.Si., M.T. selaku Ketua Jurusan Teknik Geofisika dan selaku Pembimbing II. Terimakasih atas segala ilmu dan nasehat, yang telah diberikan;
3.
Bapak Dr. Ordas Dewanto, S.Si., M.Si. selaku Pembimbing I. Terimakasih atas ilmu, bimbingan, serta arahan yang telah diberikan dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi;
4.
Bapak Rustadi, S.Si., M.T. selaku dosen Penguji. Terimaksih atas ilmu, kritik yang membangun dan saran yang telah diberikan sehingga skripsi ini menjadi lebih baik;
xii
5.
Bapak Dr. Muh. Sarkowi, S.Si., M.Si., Bapak Dr. Ahmad Zaenudin, S.Si., M.T., Bapak Alimuddin, S.Si., M.Si., Bapak Karyanto, S.Si., M.T., Bapak Syamsurijal Rasimeng, S.Si., M.Si. dan Bapak Nandi Haerudin, S.Si., M.Si. selaku dosen Teknik Geofisika Universitas Lampung. Terimakasih atas ilmu yang telah diberikan selama penulis kuliah;
6.
Seluruh staf TU Jurusan Teknik Geofisika, terimakasih telah banyak membantu penulis dalam hal administrasi dan pelaksanaan seminar;
7.
Untuk Ayahku Sukono, S.Pd. dan Ibuku tercinta Rahmawati, terima kasih atas
doa untuk anak mu ini, atas nasehat yang telah engkau tuturkan,
dukungan moral dan materi, terimakasih atas segala hal yang tiada henti tercurahkan untuk anakmu ini; 8.
Mamas-mamasku
yang aku sayangi, Amar Ma’ruf dan Muhammad
Ikhsan, serta mbak Nur Aini Yulaisyah, terimakasih atas rasa kasih sayang yang tiada henti engkau berikan,
canda tawanya yang selalu membuat
semangat. Untuk keponakan kecil ku Afif Alaric, kehadiranmu membuat suasana rumah menjadi ramai, tingkahmu yang lucu jadi obat saat murung; 9.
Keluarga dan sanak saudaraku yang telah membantu lewat doa;
10. Sahabat-sahabatku Teknik Geofisika 2011. Absen 01si Ahmad Dezi Farista yang enggak mau jadi alumni Teknik Geofisika, Achmadi Hasan Nasution orang jauh yang selalu menasehatiku, pak Dokter Adityo Nugroho Kalandoro si Bo-Bo-Ho dari Depok, Agung Mahesya Hakim sang korlap yang berani pasang badan, Alwi Karya Sasmita orang yang terlihat seperti enggak pernah ada masalah, pak masinis Andrian Nisar kapan TG’11 diajak naik kereta bareng, Annisa Eka Putri orang yang tulisannya paling rapih se-
xiii
angkatan ‘nah kan jadi sekretaris HIMA’, Arenda Reza Riyanda si Mr. coment dari TG, Asri Wulandari yang selalu galau dan semoga tidak galau lagi masalah cowok, Bagus Hardiansyah sosok benteng takeshi dari TG namun berhati selembut sutra, Christian Sibuea orang yang mempunyai daftar rencana setebal buku Kalkulus (terimakasih atas kosan untuk berteduhku selama mengerjakan skripsi ini dan semoga cepat terbeli rumah dengan uang kamu sendiri), Dian Nur Rizkiani kapan nikah sama embik, Dian Triyanto ojo kokehan proyek engko ndak tuwek nang ndalan, Doni Zulfafa si-ngapak tapi jenius, Farid Anshari orang Padang yang tinggal di Krui tapi lebih mirip orang NTT, Fitri Rusmala Dewi orang yang selalu mengingatkanku untuk mengerjakan ‘SKRIPSI’ (terimakasih atas segala bentuk perhatianmu dan sukses selalu untuk menempuh pendidikan S2 di Jogja), Fitri Wahyuningsih terimakasih atas tawa kecilnya yang selalu menghibur semangat skripsinya, Guspriandoko orang yang menjadikan jarak Lampung – Palembang sedekat Bandar Lampung –Pringsewu (terimakasih atas kebersamaan selama ini terutama saat menjabat HIMA dan saat Kerja Praktek ‘KP’ semoga persahabatan ini enggak akan pudar), Hardeka Pameramba si kurus yang sukanya touring, Hilda Ayu Utami terimaksih sudah baik kepada penulis semoga selalu di jalan yang benar ya, Leo Rivandi Purba calon Guru Besar dari Riau, Lia Tri Khairum kalo udah nikah pasti nanti gendut, M. Herwanda kalo benda di pegang dia entah kenapa pasti rusak (santai broo) , Mezrin Romosi sang Dewa cinta tiap angkatan di TG, Nanda Hanyfa Maulida si Umi yang selalu mengingatkan akan hal baik, Rahmi Alfani Putri si empunya JR-Craft yang selalu rebutan pembeli
xiv
dengan Coklat Putih Production, Ratu Mifta Fadila 13 hektarnya jangan lupa ya, Rika Indrawati semoga kesuksesan segera datang menghampirimu, Rosita Renovita terimakasih atas hal baik yang selalu kamu lakukan, Sari Putri Zam orangnya selelu bikin gemes “semangat Arif”, Titi Setianing Rahayu orang yang gak pernah nyambung kalo lagi ngool di telpon, Tri Pamungkas orang pintar dari Liwa, Wilyan Pratama si komti yang jarang kuliah, Yeni Purnama Sari orang yang kalo ngomong kalem banget, Yunita Permata Sari orang Palembang yang gagal jadi orang Korea, dan Yusuf Effendi orang paling ruso di TG’11. “Aku selalu bersyukur telah dipertemukan dengan kalian” 11. Kakak – kakak Teknik Geofisika Universitas Lampung angkatan 2007, 2008, 2009, 2010 dan Adik – adik angkatan 2012, 2013, 2014, dan 2015 terimakasih atas pengalaman dan canda tawa yang selalu tercipta serta kekeluargaan yang sangat erat ini; 12. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis.
Akhir kata penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sebaik harapan, namun harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat.
Bandar Lampung, Agustus 2016 Penulis,
Syamsul Ma’arif
xv
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRACT ......................................................................................................... i ABSTRAK .......................................................................................................... ii HALAMAN JUDUL .......................................................................................... iii HALAMAN PERSETUJUAN .......................................................................... iv HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ v HALAMAN PERNYATAAN............................................................................. vi RIWAYAT HIDUP ............................................................................................vii HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................... ix MOTTO .............................................................................................................. x KATA PENGANTAR ........................................................................................xi SANWACANA ...................................................................................................xii DAFTAR ISI ..................................................................................................... xvi DAFTAR GAMBAR......................................................................................... xx DAFTAR TABEL ............................................................................................xxii
1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
xvi
B. Tujuan Penelitian ................................................................................... 3 C. Batasan Masalah .................................................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Cekungan Sumatera Selatan ..................................................................... 4 B. Stratigrafi Daerah Penelitian .................................................................... 7 C. Jenis Batubara Daerah Penelitian..............................................................12
III. TEORI DASAR A. Well Logging ...........................................................................................14 1. Log Gamma Ray .................................................................................16 2. Log Densitas ......................................................................................18 B. Batubara ...................................................................................................20 1. Pembentukan Batubara .......................................................................21 2. Klasifikasi Maseral Batubara ..............................................................26 C. Analisis Kualitas Batubara .......................................................................29 1. Analisis Ultimate ................................................................................21 2. Analisis Proximate .............................................................................22 D. Analisis SEM (Scanning Elektron Microscope) .......................................33 E. Analisis Termal .........................................................................................35 F. Analisis XRD (X-Ray Diffraction)............................................................38 G. Analisis TOC (Total Organic Carbon) .....................................................39 1. Kuantitas Material Organik ................................................................41
xvii
IV. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................................42 B. Perangkat ..................................................................................................42 C. Data Penelitian .........................................................................................42 1. Data Log .............................................................................................43 2. Data Core ...........................................................................................43 3. Peta Geologi Regional ........................................................................44 D. Pengolahan Data .......................................................................................44
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakter Batubara ....................................................................................47 1. Titik Pengukuran .................................................................................47 2. Interpretasi Data Log ..........................................................................47 3. Korelasi Data Log ...............................................................................54 B. Analisis Data Core ...................................................................................58 1. Analisis Proximate ..............................................................................58 2. Analisis Radioaktif ..............................................................................61 3. Analisis Penampang Batubara.............................................................62 4. Analisis Termal ...................................................................................65 5. Analisis Total Organic Carbon (TOC) ................................................76
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ..............................................................................................80 B. Saran .........................................................................................................81
xviii
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xix
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Peta Cekungan Sumatera Selatan .......................................................5 Gambar 2. Fase-fase Tektonik Sumatera .............................................................6 Gambar 3. Kolom Stratigrafi Cekungan Sumatra Selatan ..................................8 Gambar 4. Peta Geologi Daetah Penelitian ............................................................9 Gambar 5. Lapisan Penyusun Batubara ...............................................................14 Gambar 6. Respon Gamma Ray Terhadap Beberapa Jenis Batuan .....................17 Gambar 7. Respon Log Densitas Terhadap Berberapa Jenis Batuan....................19 Gambar 8. Maseral Vitrinit, Inertinit, dan Liptinit................................................26 Gambar 9. Tampilan Grafik TGA.........................................................................36 Gambar 10. Pola Grafik XRD Pada Batubara.......................................................39 Gambar 11. Diagram Alir Penelitian ...................................................................46 Gambar 12. Titik Pengukuran ..............................................................................48 Gambar 13. Log bor seri SD_349 .........................................................................49 Gambar 14. Log bor seri SD_350 .........................................................................50 Gambar 15. Log bor seri SD_352 ........................................................................51 Gambar 16. Log bor seri SD_387 ........................................................................52 Gambar 17. Log bor seri SD_393 ........................................................................53 Gambar 18. Korelasi (a) titik SD_349 dan SD_350 .............................................55
xx
Gambar 19. Korelasi (b) titik SD_352, SD_387, dan SD_393 .............................56 Gambar 20. Petren XRD sampel batubara 1,2, dan 3 ...........................................61 Gambar 21. Tampilan SEM Sampel 1 ..................................................................63 Gambar 22. Tampilan SEM Sampel 2 ..................................................................64 Gambar 23. Tampilan SEM Sampel 3 ..................................................................65 Gambar 24. Grafik Hubungan Waktu dan Temperatur.........................................66 Gambar 25. Grafik TGA sampel 1........................................................................68 Gambar 26. Grafik TGA sampel 2........................................................................70 Gambar 27. Grafik TGA sampel 3........................................................................71 Gambar 28. Grafik DTG Terhadap Temperatur dan Waktu .................................73 Gambar 29. Grafik DTA Terhadap Temperatur dan Waktu .................................75 Gambar 30. Zona reaksi TGA terhadap nilai TOC ...............................................77
xxi
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Jadwal Penelitian.....................................................................................34 Tabel 2. Nilai rata-rata Gamma ray dan Densitas Pada Lapisan Batubara ...............................................................................................................................57 Tabel 3. Hasil Analisis Proximate Dalam (Air Dried Basis) ................................59 Tabel 4. Nilai Karakteristik Pirolisis Material Batubara.......................................72 Tabel 5. Hasil TOC dari Sampel Batubara............................................................77
xxii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Indonesia adalah Negara yang kaya akan potensi sumber daya alam, salah satunya adalah batubara yang merupakan bahan bakar fosil dan termasuk dalam kategori batuan sedimen. Dewasa ini batubara sebagai bahan bakar industri peleburan baja dan sebagai sumber tenaga pembangkit listrik. Batubara adalah salah satu sumberdaya alam yang terdapat di Indonesia dan mempunyai peranan penting dalam pembangunan nasional. Batubara di Indonesia secara umum tersebar di Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera. Batubara mempunyai karakteristik dan kualitas yang berbeda dari satu tempat dengan tempat yang lain. Banyak faktor yang menyebabkan perbedaan karakteristik dan kualitas batubara antara lain fasies batubara, lingkungan pengendapan, tumbuhan pembentuk batubara dan kontrol dari proses–proses geologi seperti struktur geologi. Batubara telah digunakan untuk untuk jangka waktu yang lama sebagai penghasil tenaga, meskipun usaha-usaha yang lebih besar telah dilakukan untuk memperoleh produk-produk kimia maupun bahan bakar cair berbahan dasar batubara, hal itu tentunya mendorong untuk terus dilakukannya eksplorasi dan ekploitasi batubara.
2
Eksplorasi itu tentunya harus didukung dari berbagai macam aspek, guna mendapatkan hasil yang maksimal. Salah satu aspek itu adalah menggunakan suatu metode Welloging, dimana metode ini dapat digunakan untuk mengetahui serta mengkarakterisasi suatu lapisan batubara. Logging adalah merupakan proses perekaman dan pengukuran sifat-sifat fisis batuan dari setiap kedalaman secara tepat dan rinci dengan menggunakan serangkaian alat. Sedangkan well log merupakan catatan yang mencakup semua data sumur yang dilakukan selama pengeboran dan diperuntukan untuk mendapatkan gambaran yang terperinci mengenai stratigrafi batuan daerah tersebut. Logging adalah salah satu metode penting yang digunakan dalam melakukan interpretasi terhadap kondisi geologi suatu wilayah.
Dengan adanya data
logging, dapat interpretasi berdasarkan konsep, teori, hipotesis, dan model yang sudah ada. Hasil dari interpretasi ini selanjutnya sangat berguna dalam merekonstruksi kondisi geologi suatu daerah. Logging geofisika untuk batubara dirancang tidak hanya untuk mendapatkan informasi geologi, kedalaman, dan ketebalan, tetapi juga untuk memperoleh berbagai data lain, seperti jenis dan kualitas lapisan batubara. Mengkompensasi berbagai masalah yang tidak diinginkan apabila hanya dilakukan pengeboran dan terjadinya lose core (inti batuan yang hilang), berupa pengecekan kedalaman yang sesungguhnya dari lapisan yang penting, terutama lapisan batubara. Karena batubara adalah salah satu sumberdaya alam yang terdapat di Indonesia dan mempunyai peranan penting dalam pembangunan nasional. Serta batubara di Indonesia mempunyai karakteristik dan kualitas yang berbeda–beda dari satu
3
tempat dengan tempat yang lain. Maka diperlukannya suatu penelitian untuk menganalisis serta mengkarakterisasi batubara disuatu daerah. Dengan menggunakan data logging dan ditambah dengan data core, dapat digunakan untuk karakterisasi dan menganalisis batubara tersebut. Karakterisasi ini dapat dilakukan dengan metode well logging, berdasarkan data log dan data core dan dianalisis melalui uji laboratorium. Hasil dari analisis dan karakterisasi dapat digunakan untuk beberapa hal, seperti pemanfaatan sumberdaya mineral, energi, kerekayasaan, ataupun untuk kepentingan riset ilmiah.
B. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui keterdapatan batubara serta kualitasnya mengunakan data log. 2. Mengkarakterisasi lapisan batubara berdasarkan uji sampel batubara (radioaktif, termal, dan geokimia). 3. Menganalisis lapisan batubara berdasarkan karakteristik batubara.
C. Batasan Masalah Batasan masalah pada penelitian ini adalah: 1. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder yaitu data log dan data core berupa sampel batubara. 2. Data log yang digunakan ialah data log gamma ray dan log densitas.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Cekungan Sumatera Selatan Pulau Sumatera terletak disebelah baratdaya Kontinen Sundaland dan merupakan jalur konvergensi antara Lempeng Hindia-Australia yang menyusup disebelah barat Lempeng Sundaland Lempeng Eurasia. Menurut (Darman 2000), konvergensi lempeng menghasilkan subduksi sepanjang Palung Sunda dan pergerakan lateral menganan dari Sistem Sesar Sumatera. Cekungan Sumatera Selatan terletak di sebelah Timur Bukit Barisan memanjang dengan arah Barat Laut–Tenggara, cekungan ini termasuk jenis cekungan belakang busur (back arc basin), dibatasi oleh Pegunungan Barisan di sebelah Barat Daya dan Paparan Sunda berumur Pra-Tersier di sebelah Timur Laut (De Coster, 1974). Cekungan Sumatera Selatan merupakan suatu cekungan besar yang terdiri dari beberapa sub cekungan. Sub cekungan tersebut adalah sub cekungan Jambi (Palembang Utara), sub cekungan Palembang Tengah, sub cekungan Palembang Selatan (Kompleks Palembang) (Kosesoemadinata, 1981).
5
Gambar 1. Peta cekungan Sumatera Selatan (Heidrick,1993)
1. Tektonik Setting Pulunggono (1992), membagi evolusi Cekungan Sumatera menjadi tiga fase, yaitu fase Kompresional pada Jura Akhir–Kapur Awal, fase Ekstensional pada Kapur Akhir–Tersier Awal dan kembali ke fase Kompresional pada Miosen Tengah–sekarang. Perubahan fase-fase tektonik tersebut dikontrol oleh perubahan arah Lempeng Samudera Hindia ke arah Lempeng Eurasia.
6
Gambar 2. Fase-fase tektonik Pulau Sumatera (Pulunggono, 1992)
Pada fase-fase tektonik tersebut Fase kompresional pada Jura Akhir–Kapur Awal terjadi akibat tumbukan Lempeng India dengan Lempeng Eurasia. Hal itu dikenali dengan adanya jalur magmatisme berupa intrusi granitis berumur Jura berjajar dengan arah WNW–ESE dimulai dari Pegunungan Gumanti–Liki di Timur kota Padang, Pegunungan Tigapuluh, Pegunungan Duabelas yang dikenal sebagai Musi linieament hasil sesar strike slip berumur Jura Akhir (Pulunggono, 1992). Selain itu di sebelah selatannya dan sejajar dengan Musi linieament ditemukan jalur magmatik berarah WNW–ESE berumur Kapur dimulai dari Gunung Bolang di Tenggara Padang, Sungai Gumanti, singkapan batuan granitis di Gunung Tembesi–Rawas hingga batuan dasar granit serta granodiorit dan di Selat Sunda yang dikenal sebagai Lematang linieament hasil sesar strike slip berumur Kapur Awal (Pulunggono, 1992). Ke arah Selatan terdapat tiga linieament yang juga merupakan hasil fase kompresional Jura Akhir–Kapur Awal, berturut-turut, yaitu Kepayang dan Saka linieament.
7
Fase tektonik selanjutnya adalah fase Ekstensional pada kapur Akhir–Tersier Awal yang terjadi akibat perubahan arah pergerakan Lempeng Hindia menjadi N - S serta berkurangnya kecepatan konvergensi secara signifikan sejak Eosen Akhir telah menyebabkan gaya gravitasi menjadi dominan dan sesar-sesar yang terbentuk sebelumnya berkembang menjadi zona depresi maupun seri graben berarah NE–SW dan N–S (Pulunggono, 1992). Sesar mendatar dekstral pada Lematang linieament yang berarah N300°W terhenti, sedangkan zona depresi yang terletak di sebelah Selatan Lematang linieament mempunyai arah N30°E terbentuk dengan ditunjukkan oleh kehadiran Formasi Lahat sebagai endapan synrift. Fase tektonik yang ke-tiga adalah fase kompresional kembali aktif pada Miosen Tengah yang terjadi akibat arah pergerakan Lempeng Hindia berubah menajdi N6°E yang menyebabkan sesar-sesar normal yang terbentuk pada fase ekstensional sebelumnya berubah menjadi sesar mendatar, bahkan sampai terjadi pembalikan dan menghasilkan antiklin-antiklin dengan arah NW-SE seperti yang terdapat pada Lematang linieament sekarang (Pulunggono, 1992).
B. Stratigrafi Daerah Penelitian Bishop (2000), membagi stratigrafi formasi-formasi di Cekungan Sumatera Selatan dari yang paling tua ke yang muda, yaitu Basement, Formasi Lahat (termasuk di dalamnya Kikim Tuff), Formasi Talang Akar terdiri dari Gritsand member (GRM), dan Transitional member (TRM), Formasi Baturaja, Formasi Gumai, Formasi Air Benakat, Formasi Muara Enim, dan Formasi Kasai (Gambar 3).
8
Gambar 3. Kolom stratigrafi cekungan Sumatera Selatan (Bishop, 2000), kotak merah menunjukan formasi penelitian.
9
Gambar 4. Peta geologi daerah penelitian
1. Basement Batuan dasar pada Cekungan Sumatera Selatan merupakan kompleks PraTersier yang disusun oleh sebuah kompleks batuan beku Mesozoikum, batuan metamorf Paleozoikum–Mesozoikum. Menurut data batuan tersebut berumur Kapur Akhir sampai dengan Paleosen hingga Eosen Awal.
10
2. Formasi Lahat Formasi ini diendapkan secara tidak selaras di atas Basement, terdiri dari batupasir, batulempung, fragmen batuan, breksi, batubara tipis, dan tuf yang semuanya diendapkan di lingkungan darat (kontinen). Umur formasi Lahat yaitu Oligosen Awal sampai dengan Oligosen Akhir. Sedangkan untuk ketebalan formasi ini bervariasi, antara 200–760 meter.
3. Formasi Talang Akar Formasi ini diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Lahat. Formasi ini dibagi menjadi dua anggota yakni GRM (grit sand member) yang tersusun oleh klastika kasar dengan sisipan serpih dan batubara, dan anggota TRM (transitional member) yang terdapat shale. Lingkungan pengendapan Formasi Talang Akar berada di lingkungan litoral hingga shallow marine yang berumur Oligosen Akhir–Miosen Awal. Ketebalan formasi Talang Akar bervariasi, antara 100–500 meter.
4. Formasi Baturaja Formasi ini diendapkan secara selaras di atas Formasi Talang Akar. Litologi penyusunnya didominasi oleh batugamping yang dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu : batugamping paparan pejal, batugamping terumbu atau bioklastik berpori dan napal. Formasi ini berumur Miosen Awal. Ketebalan formasi bervariasi, antara 50–200 meter.
11
5. Formasi Gumai Formasi ini dikenal juga dengan Formasi Telisa, diendapkan selaras di atas Formasi Baturaja. Batuan pada formasi ini bersifat fossilferous, mengandung serpih yang berasal dari laut, terkadang mengandung lapisan tipis batugamping glaukonit. Pada pinggiran cekungan terjadi fasies shallow marine dengan litologi berupa batulanau dan batupasir halus, serta batugamping dengan sisipan serpih. Formasi Gumai diendapkan di lingkungan neritik dan berumur Miosen Awal sampa dengan Miosen Tengah.
6. Formasi Air Benakat Formasi Air Benakat diendapkan selama awal fase siklus regresi. Komposisi dari formasi ini terdiri dari serpih, batupasir, batulempung, batulanau, dan lapisan tipis batugamping. Formasi ini diendapkan di atas Formasi Gumai. Ketebalan formasi bervariasi antara 300–600 meter dan berumur Miosen Tengah. Formasi ini diendapkan di lingkungan laut dangkal.
7. Formasi Muara Enim Formasi ini diendapkan di atas Formasi Air Benakat secara selaras. Batuan penyusun formasi ini berupa batupasir, batulempung, dan lapisan batubara. Batas bawah dari Formasi Muara Enim pada bagian Selatan dari cekungan biasanya berupa lapisan batubara yang umumnya dipakai sebagai marker. Pada Formasi ini jumlah dan ketebalan lapisan-lapisan batubara menurun dari Selatan ke Utara. Ketebalan formasi berkisar antara 250–800 meter. Formasi
12
ini berumur Miosen Akhir hingga Pliosen dengan lingkungan pengendapan laut dangkal, delta plain, hingga lingkungan non-marine.
8. Formasi Kasai Formasi ini merupakan formasi yang paling muda di Cekungan Sumatera Selatan. Formasi ini diendapkan selama Pliosen hingga Pleistosen dan dihasilkan dari erosi produk vulkanik Pegunungan Barisan dan Pegunungan Tiga Puluh. Litologi penyusun formasi ini terdiri dari batupasir tufan, lempung dan kerakal, serta lapisan tipis batubara. Umur dari formasi ini adalah Pliosen hingga Plistosen dengan lingkungan pengendapan darat.
C. Jenis Batubara Daerah Penelitian Keterdapatan lapisan batubara di daerah penelitian, tepatnya Tanjung Enim dan sekitarnya yang potensial dan bernilai ekonomis untuk ditambang saat ini ada 5 lapisan dari tua ke muda sebagai berikut:
1. Lapisan Batubara Petai (Batubara C) Lapisan batubara ini mempunyai ketebalan antara 6-10 m, berwarna hitam mengkilat dan mengandung lapisan pita pengotor batubara, yaitu lempung dan batulanau dengan ketebalan sekitar 2-10 cm. Selain itu juga didapati lensalensa batu lanau pada 0,7-3 m dari “base” dengan tebal 2-15 cm. Interburden antara batubara C dengan batubara B2 yang dicirikan oleh batupasir dengan sisipan batulanau dengan ketebalan sekitar 25-40 cm.
13
2. Lapisan Batubara Suban Bawah (Batubara B2) Lapisan batubara ini mempunyai ketebalan 3-5 m, serta terdapat pita pengotor berupa batulempung, lanau karbonan dengan tebal 2-8 cm dengan posisi 0,8-10 m dari “base”. Dijumpai lensa-lensa batu lanau (kadang-kadang silikaan) pada 1,1-3,3 cm dari “base” dengan tebal 1-15 cm interburden antara B2-B1 selangseling batulempung dan batulanau dengan tebal 2-5,5 m.
3. Lapisan Batubara Suban Atas (Batubara B1) Ketebalan lapisan batubara ini kurang lebih 8-12 m. Pita pengotor berupa batulempung, lanau karbonan dengan tebal 2-15 cm. ditemukannya lensa-lensa batulanau (kadang-kadang silikaan) pada 0,76-6,0 m dari “base” dengan tebal 1-15 cm. Interburden antara B1-A2 dicirikan dengan perulangan batupasir dan batulanau dengan sisipan batubara/ batulempung karbonan (suban marker) dengan ketebalan 15-23 m. 4. Lapisan Batubara Mangus (Batubara A2) Lapisan batubara ini mempunyai ketebalan 5-12,9 m. Pada lapisan ini ditemukan adanya batubara silika pada bagian “top” yang sangat keras dengan ketebalan 20-40 cm. Terdapat pita pengotor batulempung karbonan dengan tebal 2-15 cm. Ditemukan lensa-lensa batulanau (kadang-kadang silikaan) pada 0,9-4,5 m dari “base” dengan tebal 1-15 cm. Interbuden lapisan batubara A2A1 dicirikan dengan batulempung, batupasir tufaan dengan ketebalan 0,5-2 m.
14
5. Lapisan Batubara Mangus Atas (Batubara A1) Lapisan batubara ini mempunyai ketebalan antara 6,5-10 m. Terdapat pita pengotor batulempung tufaan dengan tebal 1-15 cm. Dijumpai lensa-lensa batulanau (kadang-kadang silikaan) pada posisi 0,4-2,6 m dari “base” dengan tebal 2-15 cm. Overbuden lapisan ini dicirikan dengan ditemuinya batupasir di jumpai adanya nodul clay ironstone. Lapisan batubara gantung (hanging) dengan tebal 0,3-3,0 m.
Gambar 5. Lapisan penyusun batubara (Bukit Asam, 2015)
III. TEORI DASAR
A. Well Logging Log adalah suatu grafik kedalaman (bisa juga waktu), dari satu set data yang menunjukkan parameter yang diukur secara berkesinambungan di dalam sebuah sumur (Harsono, 1997). Kegiatan untuk mendapatkan data log disebut ‘logging’ Logging memberikan data yang diperlukan untuk mengevaluasi secara kuantitatif banyaknya hidrokarbon di lapisan pada situasi dan kondisi sesungguhnya. Grafik log memberikan informasi yang dibutuhkan untuk mengetahui sifat – sifat batuan dan cairan. Saat ini well logging diartikan sebagai perekaman karakteristik dari suatu formasi batuan yang diperoleh melalui pengukuran pada sumur bor (Ellis, 2008). Well logging juga dapat digunakan untuk mengetahui sifat fisika suatu batuan dengan menggabungkan dua metode, yaitu: interpretasi data rekaman log (log Interpretation) di lapangan, dan analisis batuan inti (core analysis) di laboratorium ( Dewanto, 2009). Interpretasi data log merupakan suatu metode pendukung dalam usaha evaluasi formasi, yaitu dengan cara menggunakan hasil perekaman alat survey logging sebagai sumber informasi yang utama. Interpretasi ini dapat dilakukan baik secara kuantitatif maupun kualitatif (Dewanto, 2009).
16
Dewasa ini logging dapat digunakan mengetahui gambaran rinci dan lengkap dari lingkungan dibawah permukaan tanah, tepatnya dapat digunakan untuk mengetahui karateristik dan menilai batuan batuan yang mengelilingi lubang bor tersebut. Selain itu logging juga dapat memberikan keterangan dari lapisan yang mengandung hidrokarbon, serta sejauh mana penyebaran hidrokarbon pada suatu lapisan. Logging juga digunakan dalam eksplorari pertambangan, seperti mineral maupun batubara.
Pada eksplorasi batubara logging yang diduganakan
seringkali hanya beberapa kombinasi log, seperti log densitas, log gamma dan Caliper, meski tidak menutup kemungkinan digunakannya log lain seperti log resistivitas. Logging gamma ray dan densitas mempunyai keistimewaan dan kekurangan masing-masing, oleh karena itu dilakukan kombinasi
Logging
untuk analisa menyeluruh guna mendapatkan hasil yang maksimal.
1. Log Gamma Ray Log Gamma Ray mempunyai prinsp kerja merespon radiasi gamma alami pada suatu formasi batuan (Ellis, 2008). Pada formasi batuan sedimen, log ini biasanya mencerminkan kandungan unsur radioaktif di dalam formasi. Hal ini dikarenakan elemen radioaktif cenderung untuk terkonsentrasi di dalam lempung dan serpih. Formasi bersih biasanya mempunyai tingkat radioaktif yang sangat rendah, kecuali apabila formasi tersebut terkena kontaminasi radioaktif misalnya dari debu volkanik atau granit (Schlumberger, 1989). Hasil catatan well loggin pada beberapa jenis batuan (Gambar 6), dimana setiap jenis batuan menghasilkan catatan log yang berbeda.
17
Gambar 6. Respon log gamma ray terhadap beberapa jenis batuan (Rider, 1996)
Karakteristik Gamma Ray dapat digunakan pada sumur yang telah dicasing. Gamma ray dihasilkan oleh gelombang elektromagnetik berenergi tinggi yang dikeluarkan secara spontan oleh elemen radioaktif (Schlumberger,1989). Hampir semua radiasi gamma yang ditemukan di bumi berasal dari isotop potassium yang mempunyai berat atom 40 (K40) serta unsur radioaktif uranium dan thorium (Schlumberger, 1989). Setiap unsur tersebut menghasilkan gamma ray dengan jumlah dan energi yang berbeda untuk masing – masing unsur. Potassium (K40) mengeluarkan gamma ray sebagai energi tunggal pada 1,46 MeV, sedangkan uranium dan thorium mengeluarkan berbagai variasi gamma
18
ray (Ellis, 2008). Untuk melewati suatu materi, gamma ray bertumbukan dengan atom dari zat penyusun formasi (Ellis, 2008). Gamma ray akan kehilangan energinya setiap kali mengalami tumbukan, Setelah energinya hilang, gamma ray diabsorbsi oleh atom formasi melalui suatu proses yang disebut efek fotoelektrik (Ellis, 2008). Jadi gamma ray diabsorbsi secara gradual dan energinya mengalami reduksi setiap kali melewati formasi. Laju absorbsi berbeda sesuai dengan densitas formasi (Schlumberger, 1989). Formasi dengan jumlah unsur radioktif yang sama per unit volum tapi mempunyai densitas yang berbeda akan menunjukkan perbedaan tingkat radioaktivitas Formasi yang densitasnya lebih rendah akan terlihat sedikit lebih radioaktif. Respon GR log setelah dilakukan koreksi terhadap lubang bor dan sebagainya sebanding dengan berat konsentrasi unsur radioaktif yang ada di dalam formasi (Schlumberger, 1989).
2. Log Desitas Log densitas mempunyai prinsip merekam bulk density formasi batuan (Schlumberger,1989). Bulk density merupakan densitas total dari batuan meliputi matriks padat dan fluida yang mengisi pori. Secara geologi, bulk density merupakan fungsi dari densitas mineral yang membentuk batuan tersebut dan volume fluida bebas yang menyertainya (Rider, 1996). Sebagai contoh dapat dilihat pada Gambar 7. dimana batupasir tanpa porositas mempunyai bulk density 2,65g/cm3, densitasnya murni berasal dari kuarsa. Apabila porositasnya 10%, bulk density batupasir tersebut tinggal 2,49g/cm3,
19
hasil rata – rata dari 90% butir kuarsa (densitasnya 2,65g/cm3 ) dan 10% air (densitasnya 1,0g/cm3) (Rider,1996).
Gambar 7. Respon log densitas terhadap berberapa jenis batuan dengan densitas total dari batuan meliputi matriks padat dan fluida yang mengisi pori, (Rider, 1996)
Sebuah sumber radioaktif yang diarahkan ke dinding bor mengeluarkan gamma ray berenergi sedang ke dalam formasi (Schlumberger,1989). Gamma ray tersebut bertumbukan dengan elektron yang ada di dalam formasi. Pada tiap kali tumbukan, gamma ray kehilangan sebagian energinya yang diserap oleh elektron (Schlumberger,1989). Gamma ray tersebut terus bergerak dengan energinya yang tersisa. Jenis interaksi ini dikenal sebagai hamburan Compton
20
(Schlumberger,1989). Hamburan gamma ray tersebut kemudian ditangkap oleh detektor yang ditempatkan di dekat sumber gamma ray. Jumlah gamma ray yang kembali tersebut kemudian digunakan sebagai indikator dari densitas formasi (Schlumberger,1989). Nilai hamburan Compton dipengaruhi oleh jumlah elektron yang di dalam formasi
(Schlumberger,
1989).
Sebagai
akibatnya,
respon density
tool dibedakan berdasarkan densitas elektronnya (jumlah elektron tiap centimeter
kubik).
Densitas
elektron
berhubungan
dengan true
bulk
density yang bergantung pada densitas matriks batuan, porositas formasi, dan densitas fluida yang mengisi pori (Schlumberger, 1989). Untuk mengurangi pengaruh dari mud column, maka detektor dan skidmounted sourceharus dipasangi perisai (Schlumberger, 1989). Sebuah koreksi diperlukan ketika kontak antara skid dan formasi tidak sempurna. Jika hanya ada satu detektor yang digunakan, koreksi tidak mudah untuk dilakukan karena pengoreksian bergantung pada ketebalan, berat, dan komposisi mudcake atau mud interposed di antara skid dan formasi (Schlumberger, 1989).
B. Batubara Batubara adalah batuan sedimen organik yang dapat terbakar, berasal dari akumulasi pengendapan bahan tumbuhan dalam konsdisi tertutup dari udara (bebas oksigen) dan terkena pengaruh panas serta tekanan yang berlangsung lama sekali, berwarna coklat sampai hitam, yang sejak pengendapannya terkena proses fisika dan kimia, yang mana mengakibatkan pengayaan
21
kandungan
karbonnya (Diessel, 1992).
Pembentukan tanaman menjadi
gambut dan selanjutnya menjadi batubara melalui dua tahap, yaitu tahap diagenesa gambut (peatilification) dan tahap pembatubaraan (coalification). Tahap diagenesa gambut disebut juga dengan tahap biokimia dengan melibatkan perubahan kimia dan mikroba, sedangkan tahap pembatubaraan disebut juga dengan tahap geokimia atau tahap fisika dan kimia yang melibatkan perubahan kimia dan fisika serta batubara dari lignit sampai antracit (Cook, 1982). Secara garis besar batubara terdiri dari zat organik, air dan bahan mineral. Batubara dapat diklasifikasikan menurut tingkatan yaitu : lignit, sub bituminous, bituminous dan antracit. Ditinjau dari cara terbentuknya, batubara dapat dibedakan menjadi dua cara, antara lain batubara ditempat (insitu) dan batubara yang bersifat apungan (drift). Batubara ditempat terbentuk di tempat tumbuhan itu terbentuk, mengalami proses dekomposisi dan tertimbun dalam waktu yang cepat, batubara ini dicirikan dengan adanya bekas – bekas akar pada seat earth serta memiliki kandungan pengotor yang rendah, sedangkan batubara apungan terbentuk dari timbunan material tanaman yang telah mengalami perpindahan selanjutnya terdekomposisi dan tertimbun, pada batubara ini tidak dijumpai bekas-bekas akar pada seat earth dan memiliki kandungan pengotor yang tinggi.
1. Pembentukan Batubara Pembentukan batubara merupakan proses yang komplek yang harus dinilai dan dipelajari dari segala segi. Sekitar sepuuh macam proses yang berbeda satu
22
dengan lainnya, yang merupakan proses geologi, paleografi dan bersifat paleoklimatis. Semua itu merupakan penyebab terbentuknya batubara dalam suatu cekungan. Proses-proses diatas saling mempengaruhi dan juga saling tergantungsatu dengan lainnya. Akumulasi batubara hanya dapat terjadi bila terdapat keseimbangan yang tepat dari parameter-parameter yang banyakl itu. Kesepuluh macam faktor yang berpengaruh tersebut adalah :
a. Posisi Geotektonik Posisi geotektoni adalah suatu tempat yang keberadaannya dipengaruhi oleh gaya-gaya tektonik lempeng. Dalam pembentukan cekungan batubara, posisi geotektonik merupakan faktor yang dominan. Posisi ini akan mempengaruhi iklim lokkal dan morfologi cekungan pengendapan batubara maupun kecepatan penurunannya. Pada fase terakhir, posisi geotektonikmempengaruhi proses metamorfosa organik dan struktur dari lapangan batubara melalui masa sejarah setelah pengendapan berakhir.
b. Topografi Morfologi dari cekungan pada saat pembentukan gambut sangat penting karena menentukan penyebaran rawa-rawa dimana batubara tersebut terbentuk. Topografi mungkin mempunyai efek yang terbatas terhadap iklim dan keadaannya bergantung pada posisi geotektonik.
c. Iklim Kelembaban memegang peranan penting dalam pembentukan batubara dan merupakan faktor pengontrol pertumbuhan flora dalam kondisi yang sesuai. Iklim tergantung pada posisi geotektonik. Temperatur yang lembab pada ili
23
tropis dan sub tropis umumnya sesuai untuk pertumbuhan flora dibandingkan wilayah yang lebih dingin. Hasi pengkajian menyatakan bahwa hutan rawa tropis mempunyai siklus pertumbuhan setiap 7 hingga 9 tahun, dengan ketinggian pohon sekitar 30 m. Sedangkan pada iklim yang lebih dingin ketinggian pohon hanya mencapai 5 hingga 6 m dalam selang waktu yang sama.
d. Penurunan Penurunan cekungan batubara dipengaruhi oleh gaya-gaya tektonik. Jika penurunan dan pengendapan gambut seimbang akan dihasilkan endapan batubara tebal. Pergantian transgresi dan regresi mempengaruhi pertumbuhan flora dan pengendapannya. Hal tersebut menyebabkan adanya infitrasi material dan mineral yang mempengaruhi mutu dari batubara yang terbentuk.
e. Umur Geologi Proses geoogi menentukan berkembangnya evolusi kkehidupan berbagai macam tumbuhan. Masa perkembangan geologi secara tidak langsung membahas sejarah pengendapan batubara dan metamorfosa organik. Makin tua umur batuan makin dalam penimbunan yang terjadi, sehingga terbentuk batubara yang bermutu tinggi. Tetapi pada batubara yang memiliki umur geologi lebih tuaselalu ada deformasi tektonik yang membentuk struktur dan perlipatan atau patahan pada lapisan batubara. Disamping itu faktor erosi akan merusak semua bagian dari endapan batubara.
24
f. Tumbuhan Flora merupakan unsur utama pembentu batubara. Pertumbuhan dari flora terakumulasi pada suatu lingkungan dan ona fisiografi dengan ilim dan topografi tertentu. Flora merupaka faktor penentuterbentuknya berbagai tipe batubara. Evolusi dari kehidupan menciptakan kondisi yang berbeda selama masa sejarah geologi. Mulai dari Paleozoikum hingga Devon, flora belum tumbuh dengan baik. Setelah Devon pertama kali terbentuk lapisan batubara di daerah laguna yang dangkal. Periode ini merupakan titik awal dari pertumbuhan flora secara besar- besaran dalam waktu singkat pada setiap kontinen, hutan tumbuh dengan subur selama masa karbon. Masa Tersier merupakan perkembangan yang sangat luas dari berbagai jenis tanaman.
g. Dekomposisi Dekomposisi flora yang merupakan bagian transformasi biokimia dari organik merupakan titik awal untu seluruh alterasi. Dalam pertumbuhan gambut sisa tumbuhan akan mengalami perubahan, baik secara fisik maupun kimiawi. Setelah tumbuhan mati proses degradasi biokimia lebih berperan. Proses pembusukan (decay) akan terjadi oleh kerja mikkrobiologi (bakteri anaerob). Bakteri ini bekerja dalam suasana tanpa oksigen menghancurkan bagian yang lunak dari tumbuhan seperti selulosa, protoplasma, dan pati. Dari proses diatas terjadi perubahan dari kayu menjadi lignit dan batubara bitumen. Dalam suasana kekurangan oksigen terjadi proses biokimia yang berakibat keluarnya air ( H2O) dan sebagian unsur karbon akan hilang dalam bentukk karbon dioksida (CO2), karbon monoksida (CO) dan metan (CH4). Akibat pelepasan unsur
atau
senyawa
tersebut
jumlah
relatif
unsur
karbon
akan
25
bertambah.kecepatan pembentukan gambut akan bergantung pada kecepatan perkembangan tumbuhan dan proses pembusukkan. Bila tumbuhan tertutup oeh air dengan cepat, maka akan terhindar dari proses pembusukan, tetapi terjadi proses desintegrasi atau penguraian oleh mikrobiologi. Bila tumbuhan yang telah mati terallu lama berada di udara terbuka, maka kecepatan pembentukan gambut akan berkurang sehingga hanya bagian keras saa tertinggal yang menyulitkan penguraian oleh mikrobiologi.
h. Sejarah Sesudah Pengendapan Searah cekungan batubara secara luas bergantung pada posisi geotektonik yang mempengaruhi perkkembangan batubara dan cekkungan batubara. Secara singkat terjadi proses geokimia dan metamorfosa organik setelah pengendapan gambut. Disamping itu sejarah geologi endapan batubara bertanggung jawab terhadap terbentuknya struktur cekungan batubara, berupa perlipatan, pensesaran, intrusi magmatik dan sebagainya.
i. Struktur Cekungan Batubara Terbentuknya batubara pada cekungan batubara umumnya mengalami deformasi oleh gaya tektonik, yang akan menghasikan lapisan batubara dengan bentuk-bentuk
tertentu.
Disamping
itu
adanya
erosi
yang
intensif
menyebabkan bentuk lapisan batubara tidak menerus.
j. Metamorfosa Organik Tingkat kedua dalam pembentukan batubara adalah penimbunan atau penguburan oleh sedimen baru. Pada tingkat ini proses degradasi biokimia tidak berperan lagi tetapi lebih didominasi olehproses dinamokimia. Proses ini
26
menyebabkan terjadinya perubahan gambut menjadi batubara dalam berbagai mutu. Selama proses ini terjadi pengurangan air lembab, oksigen dan zat terbang (seperti CO2, CO, CH4, dan gas lainnya) serta bertambahnya proosentase karbon adat, belerang, dan kandungan abu. Pperubahan mutu batubar diakibatkkan oleh faktor tekanan dan waktu. Tekanan dapat disebabkan oeh lapisan sedimen penutup yang sangat tebal atau karena tektonik. Hal ini menyebabkan bertambahnya tekanan dan percepatan proses metamorfosa organik. Proses metamorfoosa organik akan dapat mengubah gambut menjadi batubara sesuai dengan perubahan sifat kimkia, fisik, dan optiknya.
2. Klasifikasi Maseral Batubara Maseral pada batubara analog dengan mineral pada batuan. Maseral merupakan bagian terkecil dari batubara yang bisa teramati dengan mikroskop. Maseral dikelompokan berdasarkan tumbuhan atau bagian tumbuhan menjadi tiga grup, (Gambar 8).
Gambar 8. Maseral vitrinit, Inertinit, dan liptinit (Kentucky, 2006).
27
a. Vitrinit Vitrinit adalah hasil dari proses pembatubaraan materi humic yang berasal dari selulosa (C6H10O) dan lignin dinding sel tumbuhan yang mengandung serat kayu (woody tissue) seperti batang, akar, daun. Vitrinit adalah bahan utama penyusun batubara di indonesia (>80 %). Dibawah mikroskop, kelompok maseral ini memperlihatkan warna pantul yang lebih terang dari pada kelompok liptinit, namun lebih gelap dari kelompok Inertinit, berwarna mulai dari abu-abu tua hinggga abu-abu terang. Kenampakan dibawah mikroskop tergantung dari tingkat pembantubaraanya (rank), semakin tinggi tingkat pembatubaraan maka warna akan semakin terang. Kelompok vitrinit mengandung unsur hidrogen dan zat terbang yang presentasinya berada diantara Inertinit dan liptinit. Mempunyai berat jenis 1,3 – 1,8 dan kandungan oksigen yang tinggi serta kandungan volatile matter sekitar 35,75 %.
b. Liptinit (Exinit) Liptinit tidak berasal dari materi yang dapat terhumifikasikan melainkan berasal dari sisa tumbuhan atau dari jenis tanaman tingkat rendah seperti spora, gangang (algae), kutikula, getah tanaman (resin) dan serbuk sari (pollen). Berdasarkan morfologi dan bahan asalnya, kelompok liptinit dibedakan menjadi sporinite (spora dan butiran pollen), cuttinite (kutikula), resinite (resin/damar), exudatinite (maseral sekunder yang berasal dari getah maseral liptinit lainya yang keluar dari proses pembantubaraan), suberinite (kulit kayu/serat gabus), flourinite (degradasi dari resinit), liptoderinit (detritus dari maseral liptinit lainya), alganitie ganggang) dan bituminite (degradasi dari
28
material algae). Relatif kaya dengan ikatan alifatik, sehingga kaya akan hidrogen atau bisa juga sekunder, terjadi selama proses pembatubaraan dari bitumen. Sifat optis : revflektivitas rendah dan flourosense tinggi dari liptinit mulai gambut dan batubara pada rangk rendah sampai tinggi pada batubara sub bituminus relatif stabil (Taylor, 1998). Di bawah mikroskop, kelompok liptinite menunjukan warna kuning muda hingga kuning tua di bawah sinar flouresence, sedangkan dibawah sinar biasa kelompok ini terlihat berwarna abu-abu sampai gelap. Liptinite mempunyai berat jenis 1,0 – 1,3 dan kandungan hidrogen yang paling tinggi diabanding dengan maseral lain, sedangkan kandungan volatile matter sekitar 66 %.
c. Inertinit Inertinit disusun dari materi yang sama dengang vitrinite dan liptinite tetapi dengan proses dasar yang berbeda. Kelompok Inertinite diduga berasal dari tumbuhan yang sudah terbakar dan sebagian berasal dari hasil proses oksidasi maseral lainnya atau proses decarboxylation yang disebabkan oleh jamur dan bakteri. Kelompok ini mengandung unsur hidrogen paling rendah dan karakteristik utamanya adalah reflektansi yang tinggi di antara kelompok lainnya. Pemanasan pada awal penggambutan menyebabkan Inertinit kaya akan karbon. Sifat khas Inertinit adalah reflektinitas tinggi, sedikit atau tanpa flouresnse, kandungan hidrogen, aromatis kuat karena beberapa penyebab, seperti pembakaran (charring), pengancuran oleh jamur, dan oksidasi serat tumbuhan. Sebagian besar Inertinit sudah pada bagian awal proses pembatubaraan. Inertinite mempunyai berat jenis 1,5 – 2,0 dan kandungan
29
karbon yang paling tinggi dibanding maseral lain serta kandungan volattile matter sekitar 22,9 %.
C. Analisis Kualitas Batubara Kualitas batubara adalah sifat fisika dan kimia dari batubara yang mempengaruhi potensi kegunaannya. Kualitas batubara ditentukan oleh maseral dan mineral matter penyusunnya serta oleh derajat coalification. Pada umumnya untuk menentukan kualitas batubara dilakukan analisa kimia pada batubara yang diantaranya dengan memperhatikan sejumlah parameter kualitas yang dihasilkan dari analisis kimia dan pengujian laboratorium. Analisis kimia batubara terdiri dari 2 jenis, yaitu sebagai berikut :
1. Analisis Ultimat Analisis Ultimat adalah cara sederhana untuk menunjukan unsur pembentuk batubara dengan mengabaikan senyawa kompleks yang ada dan hanya dengan menentukan unsur kimia pembentuk yang penting. Ada 5 unsur
utama
pembentuk batubara, yaitu karbon, hidrogen, sulfur, nitrogen, oksigen dan fosfor. Kandungan sulfur yang sangat umum dijumpai dalam endapan batubara, yaitu : - Pirit terjadi dalam bentuk makrodeposit (lensa, vein, joint) -
Sulfur Organik, jumlahnya 20-80% dari sulfur total. Secara kimia terikat dalam bentuk batubara.
- Sulfur sulfat, umumnya berupa kalsium sulfat dan besi sulfat dengan jumlah yang kecil.
30
a. Sulfur dalam Batubara (Total Sulphur) Sulfur telah bergabung dalam sistim pengendapan batubara sejak batubara tersebut masih dalam bentuk endapan gambut. Gambut di Indonesia terbentuk pada suatu lingkungan pengendapan yang disebut raised swamp, yaitu di daerah dimana curah hujan tahunan lebih besar dari evaporasi tahunannya. Pada kondisi seperti ini, gambut akan menghasilkan batubara dengan kandungan sulfur yang rendah karena hanya mendapat pasokan ‘makanan’ dari air hujan. Sulfur dalam batubara didapatkan dalam bentuk mineral sulfat, mineral sulfida dan material organik. Gambut mengandung semua bentuk sulfur yang didapatkan dalam batubara termasuk sulfur piritik, sulfat dan organik. Kandungan sulfur yang ditemukan pada gambut dapat memprediksikan kuantitas sulfur yang ada dalam batubara. Gambut yang berada di bawah pengaruh air laut umumnya mengandung kadar sulfur yang lebih tinggi dibandingkan dengan gambut air tawar. Sulfat merupakan reaktan yang menentukan tingkat kuantitas sulfur piritik dan sulfur organik dalam gambut. (Fatimah, 2007), berdasarkan persentase volume atau kadar sulfur yang dikandung batubara,kandungan sulfur dikelompokkan menjadi 4 (empat) yaitu rendah, sedang, tinggi dan kisaran lebar dengan kriteria sebagai berikut : Rendah, apabila kandungan sulfur : S <0.6% Sedang, apabila kandungan sulfur : 0.6% < S< 0.8% Tinggi, apabila kandungan sulfur : S > 0.8% Kisaran lebar, apabila kandungan sulfur menunjukkan nilai yang meliputi kelompok rendah, sedang dan tinggi.
31
b. Nilai Kalori pada Batubara (Caloric Value) Harga nilai kalor merupakan penjumlahan dari harga-harga panas pembakaran batubara. Harga nilai kalor yang dapat dilaporkan adalah harga gross calorific value dan biasanya dengan besar air dried, sedang nilai kalor yang benarbenar dimanfaatkan dalam pembakaran batubara adalah net caloric value yang dapat dihitung dengan harga panas latent dan sensible yang dipengaruhi oleh kandungan total dari air dan abu. Kalor adalah suatu bentuk energi yang diterima oleh suatu benda yang menyebabkan benda berubah suhu atau wujud bentuknya. Kalor berbeda dengan suhu, karena suhu adalah ukuran dalam satuan derajat panas. Kalor merupakan suatu kuantitas atau jumlah panas baik yang diserap maupun dilepaskan oleh suatu benda. Kalor memiliki satuan Kalori (kal) dan Kilokalori (Kkal). Berikut merupakan hasil penentuan kelas batubara berdasarkan ketentuan Devisi Batubara, Direktorat Investasi Sumber Daya Mineral dan Batubara (dalam Indonesia Coal Resources Reserves and Calorivic Value, 2003).
Low (Rendah) nilai kalori <5100 (kcal/kg, adb)
Medium (Sedang) nilai kalori 5100-6100 (kcal/kg, adb)
High (Tinggi) nilai kalori 6100-7100 (kcal/kg, adb)
Very High (Sangat Tinggi) nilai kalori >7100 (kcal/kg, adb)
2. Analisis Proximat Dalam menganalisis batubara digunakan analis proximate dengan beberapa parameter diantaranya jumlah kadar air (moisture), zat terbang (volatile matter), abu (ash), dan kadar karbon (fixed carbon) yang terkandung didalam batubara.
32
a. Kadar Air (Moisture) Semua batubara memiliki kadar air (moisture) yang terdiri dari air permukaan (surface moisture) dan di dalam batubara itu sendiri (inherent moisture). Kadar air dalam batubara menjadi bertambah pada saat pencucian batubara sehabis penambangannya. Bertambahnya kadar air di dalam batubara juga disebabkan karena penimbunan di udara terbuka atau bila butiran-butiran batubaranya makin halus (Pratiwi, 2013).
b. Zat Terbang (Volatile Matter) Di dalam batubara terkandung sejumlah zat-zat atau gas-gas yang mudah terbang antara lain hidrogen dan zat-zat air arang (CH4, C2H6, C2H2, C2H4) dan sebagainya (Pratiwi, 2013). Zat atau gas yang mudah terbang tersebut akan segera terbakar setelah bercampur dengan udara pembakaran. Yang dimaksud dengan kandungan zat-zat mudah terbang tersebut adalah prosentase atau berat dari zat-zat penguap, bila dilakukan destilasi terhadap bahan bakar tersebut tanpa adanya hubungan dengan udara pada temperatur 950o C dikurangi berat uap air yang menguap sedangkan sisanya berupa kokas. Kandungan zat terbang memberikan pengaruh terhadap peningkatan konversi kandungan zat terbang batubara. Kandungan zat terbang yang tinggi menunjukan bahwa batubara didominasi oleh struktur alifatik dan gugus fungsional eter yang lemah dan mudah di putuskan ketika dipanaskan dalam suhu yang tinggi (Harli 2013).
33
c. Kadar Karbon (Fixed Carbon) Kadar karbon tetap merupakan bagian dari batubara yang membutuhkan waktu lama untuk terbakar di dalam ruang bakar, karena masih terdapat sisa karbon. Fixed Carbon ditentukan dengan perhitungan : 100% dikurangi persentase moisture, volatile matter, dan ash (dalam basis kering udara (adb)).
d. Kadar Abu (ASH) Abu merupakan zat mineral yang tidak terbakar dan akan tertinggal ketika batubara terbakar sempurna. Kadar abu yang tingggi dalam batubara tidak mempengaruhi proses pembakaran, namun dapat memperbesar kerugian yang disebabkan terdapatnya sejumlah bahan bakar yang terbuang bersama dengan abu tersebut. Abu batubara mengandung sebagian unsur yang bersifat volatile pada temperatur tinggi dan ukuran batubara sangat bervariasi yang semuanya tergantung pada teknik penggilingan batubara (Pratiwi, 2013). Dari hasil libah pembakaran batubara banyak ditemukannya unsur Si dan Al yang berupa abu laying (fly ash) dan abu dasar (bottom ash). Abu laying dan abu dasar tersebut memiliki kandungan SiO2 dan Al2O3 dengan presentase yang berbeda. Abu laying yaitu sebesar 51.8% dan 26.85% sedangkan abu dasar sebesar 57.48% dan 35.61% (Fatiha, 2013).
D. Analisis SEM (Scanning Elektron Microscope) SEM (Scanning Elektron Microscope) adalah salah satu jenis mikroskop elektron yang prinsip kerjanya menggunakan berkas elektron untuk
34
menggambarkan bentuk permukaan dari material yang dianalisis menggunakan berkas elektron yang dipantulkan dengan energy tinggi. Permukaan material yang disinari atau terkena berkar elektron akan memantulkan kembali berkas elektron atau dinamakan berkas elektron sekunder ke segala arah. Tetapi dari semua berkas elektron yang dipantulkan terdapat satu berkas elektron yang dipantulkan dengan intensitas tertinggi. Detector yang terdapat di dalam SEM akan mendeteksi berkas elektron berintensitas tertinggi yang dipantulkan oleh benda atau material yang dianalisis. Selain itu juga dapat menentukan lokasi berkas elektron yang berintensitas tinggi itu. Ketika dilakukan pengamatan terhadap material, lokasi permukaan benda yang ditembak dengan berkas elektron yang berintensitas tinggi discan ke seluruh permukaan material pengamatan. Karena luasnya daerah pengamatan kita dapat membatasi lokasi pengamatan dengan melakukan zoom – in atau zoom – out. Dengan memanfaatkan berkas pantulan dari benda tersebut, maka informasi dapat diketahui dengan menggunakan program pengolahan citra yang terdapat dalam komputer. SEM (Scanning Elektron Microscope) memiliki resolusi yang lebih tinggi dari pada mikroskop optic. Hal ini disebabkan oleh panjang gelombang de Broglie yang memiliki elektron lebih pendek daripada gelombang optik. Karena makin kecil panjang gelombang yang digunakan, maka makin tinggi resolusi mikroskop.
35
E. Analisis Termal Analisis termal dapat didefinisikan sebagai pengukuran sifat-sifat fisik dan kimia material sebagai fungsi dari suhu. Analisis termal seringkali digunakan untuk sifat-sifat spesifik tertentu, misalnya entalpi, kapasitas panas, massa dan koefisien ekspansi termal. Penggunaan analisis termal pada zat padat telah demikian luas dan bervariasi, mencakup studi reaksi keadaan padat, dekomposisi termal dan transisi fasa dan penentuan diagram fasa. Analisis termal seperti Thermogravimetry Analyser (TGA), Differential Thermal Analyser (DTA), dan Differential Scanning Calorimeter (DSC) telah banyak digunakan untuk menganalisis dekomposisi termal dari suatu bahan bakar padat, termasuk di dalamnya adalah batubara (Lestari, 2008). Differential Thermal Analysis (DTA) adalah suatu teknik analisis termal dimana perubahan material diukur sebagai fungsi temperatur. DTA digunakan untuk mempelajari sifat thermal dan perubahan fasa akibat perubahan entalpi dari suatu material. Selain itu, kurva DTA dapat digunakan sebagai finger print material, sehingga dapat digunakan untuk analisis kualitatif. Metode ini mempunyai kelebihan antara lain instrumen dapat digunakan pada suhu tinggi, bentuk dan volume sampel yang fleksibel, serta dapat menentukan suhu reaksi dan suhu transisi sampel (West, 1984). Prinsip kerja DTA, yaitu apabila temperatur sampel dan zat pembanding dipanaskan
pada
temperatur
konstan,
maka
zat
pembanding
akan
mengalami kenaikan temperatur sesuai dengan kenaikan temperatur yang mengenainya, sementara itu pada sampel akan terjadi kenaikan suhu atau penurunan temperatur pada batas tertentu sesuai dengan peristiwa yang
36
terjadi pada sampel. Jika perubahan pada sampel telah sempurna, maka temperatur
sampel
akan
konstan
kembali, seiring
dengan
zat
pembandingnya. Ketika peristiwa yang terjadi adalah eksotermal, maka panas akan dilepaskan oleh sampel, sehingga dalam sampel akan terjadi kenaikan temperatur yang ditandai dengan suatu puncak maksimum pada kurva DTA. Sedangkan apabila perubahan yang terjadi pada sampel adalah proses endotermal, maka akan terjadi penyerapan panas oleh sampel yang ditandai dengan penurunan temperatur dari sampel, sehingga kurva DTA yang diperoleh adalah sebagai puncak minimum (Currel, 1997). Termogravimetri analisis atau termal (TGA) adalah jenis pengujian yang dilakukan pada sampel untuk menentukan perubahan berat-susut (weight-loss) dalam kaitannya dengan perubahan suhu. Analisis tersebut bergantung pada tingkat presisi yang tinggi dalam tiga pengukuran: berat, suhu, dan perubahan suhu. Seperti jumlah kehilangan berat-susut (weight-loss) terlihat pada Gambar 9. kurva berat-susut mungkin memerlukan analisis sebelum hasilnya dapat ditafsirkan.
37
Gambar 9. Tampilan grafik TGA (Lestari, 2008) Kurva derivatif kehilangan berat-susut (weight-loss) dapat digunakan untuk memberitahu titik di mana berat-susut (weight-loss) paling jelas. Mungkin diperlukan Interpretasi terbatas tanpa modifikasi lebih lanjut dan dekonvolusi dari puncak overlapping. TGA umumnya digunakan dalam penelitian dan pengujian untuk menentukan karakteristik bahan seperti polimer, untuk menentukan suhu degradasi, bahan menyerap kadar air, tingkat komponen anorganik dan bahan organik, dekomposisi poin bahan peledak, dan residu pelarut. Hal ini juga sering digunakan untuk memerkirakan kinetika korosi dalam oksidasi suhu tinggi. Informasi pelengkap yang diperoleh memungkinkan pembedaan antara peristiwa endotermik dan eksotermik yang tidak memiliki berat susut yang terkait (misalnya, peleburan dan kristalisasi) dan sesuatu yang melibatkan berat susut (misalnya, degradasi) (Sumbono, 2010).
38
F. Analisis XRD (X-Ray Diffraction) Proses analisis menggunakan X-ray diffraction (XRD) merupakan salah satu metoda karakterisasi material yang paling tua dan paling sering digunakan hingga
sekarang,
(Handaru,
2008).
Teknik
ini
digunakan
untuk
mengidentifikasi fasa kristalin dalam material dengan cara menentukan parameter struktur kisi serta untuk mendapatkan ukuran partikel. Sinar X merupakan radiasi elektromagnetik yang memiliki energi tinggi sekitar 200 eV sampai 1 MeV. Sinar X dihasilkan oleh interaksi antara berkas elektron eksternal dengan elektron pada kulit atom. Spektrum sinar X memilki panjang gelombang 10-10 sampai dengan 5-10 nm, berfrekuensi 1017-1020 Hz dan memiliki energi 103-106 eV. Panjang gelombang sinar X memiliki orde yang sama dengan jarak antar atom, sehingga dapat digunakan sebagai sumber difraksi kristal. SinarX dihasilkan dari tumbukan elektron berkecepatan tinggi dengan logam sasaran. Oleh karena itu, suatu tabung sinar X harus mempunyai suatu sumber elektron, voltage tinggi, dan logam sasaran. Selanjutnya elektron elektron yang ditumbukan ini mengalami pengurangan kecepatan dengan cepat dan energinya diubah menjadi foton. Karakterisasi dengan menggunakan metode XRD banyak dilakukan untuk mengetahui jenis senyawa seperti zeolit pada abu batubara. Karakterisasi abu dari batubara sendiri banyak ditemukannya senyawa seperti SiO2, Al2O3, Fe2O3, CaO, dan K2O (Oktaviani, 2013).
39
Gambar 10. Pola grafik xrd pada batubara, (Handaru, 2008)
G. Analisis TOC (Total Organic Carbon) TOC (Total Organic Carbon) atau jumlah material organik yang terdapat di dalam batuan sedimen, adapun TOC didefinisikan sebagai jumlah karbon organik yang dinyatakan sebagai persen berat dari batuan kering (dry rock). Anlisis ini cukup murah, sederhana dan cepat. Biasanya memerlukan satu gram batuan, tetapi jika contoh banyak material organik, jumlah yang lebih kecil dari satu gram cukup. Analisa TOC biasanya dilakukan dengan suatu alat penganilis karbon, Leco Carbo Analyzer. Secara teknik, pengerjaan cukup sederhana, yaitu dengan membakar contoh yang berbentuk bubuk, bebas mineral karbonat pada temperatur tinggi dengan bantuan oksigen. Semua karbon organik dirubah menjadi karbon dioksida, yang kemudian diperangkap dalam alat tersebut dan
40
dilepaskan dalam suatu detektor ketika pembakaran sudah usai jumlah karbon organik didalam batuan karbonat harus dihilangkan dalam contoh dengan asam klorida sebelum pembakaran, karena mineral karbonat juga terurai selama pembakaran dan menghasilkan karbon dioksida. Contoh dengan kandungan TOC rendah biasanya dianggap tidak mampu membentuk hidrokarbon yang komersial dan karena itu contoh seperti biasanya tidak dianalisis lebih lanjut. Titik batas didiskualifikasi biasanya tidak merata, tetapi pada umumnya antara 0,5 dan 1% TOC (Waples, 1985). Contoh yang terpilih, dianalisis lebih lanjut untuk tipe material organik yang dikandungnya. Jika penentuan TOC ditentukan terhadap contoh inti bor, maka pengambilan contoh tersebut didasarkan pada litologi yang menarik. Sebelum melakukan penentuan TOC, teknisi harus membuang kontaminan dan material jatuhan. Jika terdapat lebih dari satu litologi dalam suatu contoh, maka kita harus melakukan pengambilan material tertentu saja. Pendekatan lain adalah tanpa memilih materialnya dengan harapan agar kita mendapatkan harga yang mencerminkan keseluruhan contoh. Kekurangan dari cara ini adalah kita secara tidak sadar mencampur material kaya yang seringkali jumlahnya relatuif sedikit dengan material yang tidak mengandung material organik (kosong) yang jumlahnya cukup banyak, sehingga akhirnya memberikan data yang membuat kita menjadi pesimis. Karena kedua cara tersebut berbeda, maka jika tidak seseorang kan melakukan interpretasi haruslah mengetahui metode mana yang telah ditempuh agar dapat menghasilkan interpretasi dengan akurasi tinggi.
41
1. Kuantitas Material Organik
Kuantitas atau jumlah material organik yang terdapat di dalam batuan sedimen dikasifikasikan berdasarkan nilai TOC batuan sedimen tersebut Waples (1985). Batuan yang mengandung TOC < 0,5% dapat dikatakan berpotensi rendah dan miskin material organik. Jumlah hidrokarbon batuan ini tidak cukup untuk terekspulsi dan kerogen yang ada cenderung akan teroksidasi.
Batuan dengan TOC antara 0,5% dan 1,0% berada pada batas antara berpotensi rendah dan baik. Batuan ini kemungkinan besar tidak menjadi batuan induk yang sangat efektif tapi tetap dapat menghasilkan hidrokarbon. Namun kerogen dalam batuan sedimen dengan kandungan TOC
< 1% umumnya akan
teroksidasi.
Batuan sedimen dengan TOC > 1% secara umum memiliki potensi yang besar. Pada beberapa batuan, TOC antara 1 dan 2% berasosiasi dengan lingkungan pengendapan pertengahan antara oksidasi dan reduksi yang merupakan tempat terjadinya pengawetan material organik yang kaya akan lemak dan berpotensi membentuk minyak bumi. Sementara itu, TOC dengan nilai lebih dari 2% umumnya menandakan lingkungan reduksi dengan potensi yang lebih baik lagi. Harga TOC merupakan parameter awal untuk menentukan analisis lebih lanjut. Namun demikian, kualitasnya harus menjadi parameter penentu berikutnya, mengingat bahwa TOC yang tinggi boleh jadi merupakan akibat terkandungnya material kekayuan (woody) yang telah teroksidasi. Jika kasus ini yang terjadi, maka batuan tersebut tidak berpotensi menjadi batuan induk walaupun harga TOC-nya tinggi.
IV. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Bulan Desember sampai dengan Februari di Laboratorium Teknik Geofika, Fakultas Teknik, Universitas Lampung. Jadwal penelitian tercantum di Tabel 1. Tabel 1. Jadwal penelitian
No
Kegiatan 1
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Bulan 1 2 3 4
1
Waktu Bulan 2 2 3 4
1
Bulan 3 2 3 4
Studi Literatur Pengambilan Data Uji Labratorium Pengolahan Data Analisis Data Interpretasi dan Diskusi Penyusunan Laporan
B. Perangkat Di dalam pengolahan data penelitian ini menggunakan perangkat lunak WellCad 4.3 untuk menampilkan data log berformat (.wcl) kedalam bentuk grafik log yang kemudian digunakan untuk menetukan batas
43
antar lapisan
penyusun dan menentukan jenis batubara dari lapisan
penyusun. Perangkat lunak Origin 8
digunakan untuk menampilkan
grafik pengolahan thermal dari pengujian DTA/TGA. Perangkat lunak Match! 2 digunakan untuk menampilkan grafik XRD. Kemudian perangkat lunak Gloal Mapper 14, Surfer 11, Arcgis 9.0 untuk membuat peta, dan juga Oasis Montaj yang digunakan untuk korelasi lapisan masing-masing sumur bor. Serta alat tulis dan alat pendukung lainnya yang digunakan dalam penelitian ini.
C. Data Penelitian Penelitian ini menggunakan data-data yang digunakan sebagai data utama dan data penunjang , adapun data-data itu meliputi: 1. Data log Data ini berupa data sekunder yang di dapat dari hasil pengambilan data yang dilakukan oleh PT. Bukit Asam (persero) Tbk,. Data ini berupa rekaman grafik log (gamma ray, densitas serta kedalaman) di masing masing sumur bor. Banyaknya data yang digunakan adalah sebanyak 5 (lima) titik bor, dengan format (.wcl). Dan jga didukung foto core yang di ambil perkedalaman. 2. Data Core Data ini berupa bongkahan batubara (sampel core) yang diambil di lokasi penelitian, dan selanjutnya dari data tersebut dilakukan uji laboratorium, guna mendapatkan parameter uji yang diinginkan.
44
3. Peta Geologi Regional Peta geologi regional daerah penelitian merupakan peta yang digunakan untuk mengetahui kondisi geologi daerah penelitian. Di dalam peta geologi regional terdapat informasi stratigrafi, informasi perkembangan tektonik , dan informasi jenis jenis batubara daerah peneltian.
D. Pengolahan Data Pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi, persiapan awal penelitian, selanjutnya pengolahan data log dan uji data core, kemudian dilanjutkan pengolahan data serta analisis hasil. Dari data log yang berupa grafik gamma ray dan grafik densitas kemudian diinterpretasi untuk menentukan lapisan dan jenis batubara dari lapisan penyusun batuan lainnya. Dari data core (sampel batubara) di kirim dan diuji di Lab. Terpadu Universitas Lampung untuk dilakukan uji DTA/TGA. Dengan sampel yang sama juga di kirim ke
Lab. Universitas Indonesia untuk uji
laboratorium berupa TOC dan kandungan Mineral. Selanjutnya dilakukan analisis data dari hasil uji laboratorium, hal itu digunakan untuk mengkarakterisasi dan menganalisis batubara. Analisis-analisis itu berupa analisis radioaktif, meliputi analisis XRD, SEM, dan EDAX. Analisis ini digunakan untuk menentukan unsur dari batubara, senyawa batubara dan porositas dari batubara tersebut. Untuk
45
mendapatkan analisis thermal yaitu (T1, T2, dan Tmax) digunakan analis DTA/TGA. Dari analisis ini di dapat kan beberapa grafik dari beberapa parameter, antara lain Temperatur, waktu, kehilangan berat dari sampel batubara. Sedangkan analisis TOC digunakan untuk mendapatkan total organic carbon dari sampel batubara. Dari analisis TOC tersebut akan diketahui nilai total organic carbon serta apakah batubara tersebut mempunyai kualitas yang baik. Analisis proximat digunakan untuk mendukung data yang sudah ada, analisis itu berupa kualitas batubara yang didapatkan dari perhitungan kadar air (moisture), zat terbang dari batubara, kandungan abu (ash) mineral lainnya yang terkandung di dalam batubara, dan fixed carbon total carbon dengan perhitungan : 100% dikurangi persentase moisture, volatile matter, dan ash. Secara garis besar pengolahan data dapat di lihat pada diagram alir sebagai berikut:
46
Gambar 11. Diagram alir penelitian
81
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian ini yaitu sebagai berikut : 1. Berdasarkan hasil analisis grafik data log batubara yang terdapat pada lokasi penelitian yaitu pada sumur bor SD_349, SD_350, SD_352, SD_387, dan SD_393 didapati hanya memiliki satu lapisan batubara yaitu pada kedalaman kurang lebih 40 sampai dengan 50 meter dari permukaan. 2. Nilai Calori Value yang berkisar antara 6397 sampai dengan 7565 Kcal/kg, dan Total sulfur yaitu berkisar antara 0.73% sampai 1.50% (kadar sedang – tinggi) menujukan bahwa batubara pada daerah penelitian adalah batubara jenis Antracite dengan lingkungan pengendapan laut dangkal. 3. Uji XRD menunjukan bahwa batubara daerah penelitian adalah jenis karbon yang membentuk ikatan benzena, hal ini dikarekan kombinasi fasa amorphous batubara secara keseluruhan. 4. Karakterisasi material menggunakan SEM memperlihatkan bahwa pori-pori batubara (sampel 1,2 dan 3) pada perbesaran 300x sangat kecil bahkan hampir tidak terlihat. Morfologinya masing-masing sampel terlihat bergelombang dan tidak rata. 5. Analisis TGA material batubara menunjukan
masing-masing sampel
mengalami dua kali perubahan fasa, fasa pertama hilangnya molekul air (H2O)
81
6. pada sampel dan fasa kedua terjadi kerusakan sampel karena terlepasnya material-material dan menyebabkan penyusutan berat sampel. 7. Nilai TOC batubara sampel satu mempunyai nilai TOC sebesar 3.16%, sampel dua adalah 2.04%, dan sampel tiga adalah 1.79%. Dari ketiga sampel bahwa sampel satu merupakan batubara yang mempunyai kualitas paling bagus. Hal tersebut didukung dengan uji termal (TGA) yang menyebutkan bahwa zona reaksi paling sempit adalah pada sampel satu yaitu 474.54oC.
B. Saran Untuk penelitian selanjutnya saran dari penulis adalah sebagai berikut: 1. Data log yang digunakan hendaknya ditambah untuk mencakup area yang lebih luas sehingga akan memberikan informasi keberadaan batubara yang luas. 2. Sampel yang digunakan akan lebih baik jika diambil dari cutting batubara pada saat proses pengeboran, hal tersebut untuk menghindari terkontaminasinya batubara dengan material dari luar.
DAFTAR PUSTAKA
Bishop, A. W. dan Henkel, D. J. 2000. The Measurement of Soil Properties in the Triaxial Test. Second Edition, Edward Arnold Publishers, Ltd., London, U.K., 227 pp. Casagrande, D.J. 1987. Sulphur in Peat and Coal. In : Scoot AC, coal bearing Strata recen advences, geology society special publication. Vol. 32 pp, 82105. Cook, A.C. 1982. The Origin and Petrology of Organic Matter in Coals, Oil Shales, and Petroleum Source-Rock. Australia:Geology Departement of Wollonggong University. Ltd. Malta. Currel. 1997. Principles of Thermal Analysis TG, DSC, STA. NETZSCH Instruments. p. 117. Darman, H. dan Sidi, F.H. 2000. An Outline of The Geology of Indonesia. Ikatan Ahli Geologi Indonesia. Jakarta. De Coster, G.L. 1974. The geology of the Central and South Sumatera Basins. Proceedings Indonesian Petroleum Association, 3rd Annual Convention, 77-110 Demaison, G.J., dan Moore, G.I. (1980), Anoxic environments and oil source bed genesis, AAPG Bulletin, 68, 31-72. Dewanto, O. 2009. Well Logging. Unversitas Lampung. Lampung. Vol .6 Diessel.C.F.K. 1992. Coal Bearing Depositional Systems. Springer Verlag Berlin Heidelberg. Germany. Ellis, D. V. dan Singer, J. M. 2008, Well Logging for Earth Scientist 2nd Edition. Springer. Netherlands. Fatiha, W.Y. 2013. Sintesis Zeolit dari Fly Ash Batubara Oblin pada Temperatur Rendah dengan menggunakan Air Laut. Universitas Andalas. Padang Fatimah dan Herudiyanto. 2007. Kandungan Sulfur Batubara Indonesia. Pusat Sumber Daya Geologi. Bandung.
Handaru, S. 2008. Recovari nikel. Universitas Indonesia. Depok. Harsono, A. 1997. Evaluasi Formasi dan Aplikasi Log. Schlumberger Oilfield Services, Jakarta. Heidrick, T.L. dan Aulia, K.1993. A structural and Tectonic Model of The Coastal Plain Block, Central Sumatera Basin, Indonesia. Indonesian Petroleum Assosiation, Proceeding 22th Annual Convention, Jakarta, Vol. 1,p. 285316. Kentucky G. S. 2006. Identification of Coal Components. University of Kentucky. Koesoemadinata R. P., dan Matasak. 1981. Stratigraphy and Sedimentation Ombilin Basin Central Sumatera (West Sumatera Province). Proceeding, IPA, Tenth Annual Convention. Jakarta. Lestari, H. 2008. Analisis Dekomposisi Thermal Batubara Sub-bituminus Muaro Bungo Jambi dengan Differential Thermal Gravimetry. Universitas Indonesia. Depok. Oktaviani, Y. dan Muttaqin, A. 2013. Pengaruh Temperatur terhadap Konduktifitas Listrik Zeolit Seintetis Dari Abu Dasar Batubara Dengan Menggunakan Metode Alkali Hidrotermal. Universitas Andalas. Padang. Pratiwi, R. 2013. Pengaruh Struktur Dan Tektonik Dalam Prediksi Potensi Coalbed Methane Seam Pangadang-A, Di Lapangan “Dipa”, Cekungan Sumatera Selatan, Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan. Universitas Diponegoro. Semarang. PTBA. 2015. Energizing the Spirit of Transformation. Bukit Asam. Sumatra Selatan. Pulunggono, A., Haryo, A. dan Kosuma, C.G. 1992. Pre-Tertiary and Tertiary fault systems as a framework of the South Sumatra Basin . A study of SAR-maps. Rider, M. 1996. The Geological Interpretation of Well Logs 2nd Edition. Interprint. Schlumberger. 1989. Log Interpretation Principles Application. Seventh Printing. Texas. Sumbono, A. 2010. Differential Scanning Calorimetry & Thermo-Gravimetric Analysis. Universitas Sriwijaya. Palembang. Talla, H., Amijaya, H., Harijoko, A., dan Huda, M. 2013. Karakteristik Batubara dan Pengaruhnya Terhadap Proses Pencairan. Universitas Gajahmada Mada. Yogyakarta.
Taylor, G.H., Teichmueller M.., Davis A., Diessel, C. F. K., Littke, R., dan Robert, P. 1998. Organic Petrologi. Gebrueder Borntraeger. Berlin. Stuttgart. Waples, D.W. 1985. Geochemistry in Petroleum Exploration. International Human Resources Development Corporation, Boston, 232 p. West , A.R. 1984. Solid State Chemistry and Its Applicatkation. John Wiley and Sons. Singapore. p. 1