KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL MINYAK DAN GAS BUMI
i
Rencana Strategis 2015-2019
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Pelindung: IGN Wiratmaja Puja (Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi) Pengarah: Susyanto, SH, M.Hum (Sekretaris Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi) Ir. Agus Cahyono Adi, M.T. (Direktur Pembinaan Program Minyak dan Gas Bumi) Dr.Ir. Djoko Siswanto, MBA (Direktur Pembinaan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi) Ir. Setyorini Tri Hutami (Direktur Pembinaan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi) Dr. Ir. Naryanto Wagimin, M.Si (Direktur Teknik dan Lingkungan Minyak dan Gas Bumi) Penanggung Jawab: Soerjaningsih (Kasubdit Penyiapan Program Minyak dan Gas Bumi) Editor: Naufal Noor Rochman (Kasie Penyiapan Program Pengembangan Minyak dan Gas Bumi) Tim Penyusun: Aldi Martino Hutagalung Winda Yunita Nadiar Chairani Rahamri Ardianto Johansyah
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL KATA PENGANTAR
iv v vii
BAB I:
PENDAHULUAN I.1 KONDISI UMUM DAN CAPAIAN SUB SEKTOR MIGAS I.2 POTENSI DAN PERMASALAHAN
1 2 16
BAB II:
VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN STRATEGIS II.1 VISI DAN MISI PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN II.2 TUJUAN DAN SASARAN STRATEGIS DITJEN MIGAS
20 20 22
BAB III:
ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI, KERANGKA KELEMBAGAAN III.1 ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI III.2 KERANGKA REGULASI III. 3 KERANGKA KELEMBAGAAN
29 31 45 45
BAB IV:
TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN IV.1 TARGET KINERJA IV.2 KERANGKA PENDANAAN
47 47 48
BAB V:
PENGEMBANGAN SUB SEKTOR MIGAS PER KEWILAYAHAN
51
LAMPIRAN 1.1 MATRIKS RINERJA DAN PENDANAAN DITJEN MIGAS 2015-2019 LAMPIRAN 2.2 MATRIKS KERANGKA REGULASI DITJEN MIGAS 2015-2019
iii
DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Gambar 1.2 Gambar 1.3 Gambar 1.4 Gambar 1.5 Gambar 1.6 Gambar 1.7 Gambar 1.8 Gambar 1.9 Gambar 1.10 Gambar 1.11 Gambar 1.12 Gambar 1.13 Gambar 1.14 Gambar 1.15 Gambar 1.16 Gambar 1.17 Gambar 1.18 Gambar 1.19 Gambar 3.1 Gambar 3.2 Gambar 3.3 Gambar 5.1 Gambar 5.2 Gambar 5.3 Gambar 5.4 Gambar 5.5
iv
Tahapan Sasaran RPJMN dalam RPJPN 2005-2025 Sejarah Produksi Minyak Indonesia Produksi Energi Fosil Indonesia 2010-2014 Penandatanganan KKS, Firm Commitment dan Bonus Tanda Tangan Pemboran Sumur Eksplorasi dan Penemuan Cadangan Pemenuhan Gas Bumi Domestik dan Ekspor Pangsa Ekspor Gas Bumi Indonesia Infrastruktur Gas Bumi Indonesia Kuota dan Realisasi BBM Bersubsidi Penyaluran BBM Bersubsidi dan Non Subsidi Kapasitas Terpasang Kilang Minyak Indonesia 2014 Kapasitas Kilang dan Kebutuhan BBM Indonesia Target dan Realisasi Penyediaan Volume LPG 3g Realisasi dan Rencana Pembangunan SPBG Penerimaan Negara Sub Sektor Migas Tahun 2009 – 2014 (dalam miliar Rupiah) Investasi Sub Sektor Migas Tahun 2005 – 2013 (dalam juta US$) Cadangan Minyak dan Gas Bumi Indonesia Potensi Coalbed Methane Indonesia Potensi Shale Gas Indonesia Konsep Ketahanan Energi Kebijakan Umum Pengelolaan Energi dan Sumber Daya Mineral Rencana Penawaran Wilayah Kerja Migas Konvensional 2015 Tahap I Terminal Regasifikasi Arun Floating Storage Regasification Unit (FSRU) Lampung Floating Storage Regasification Unit (FSRU) Nusantara Regas Jawa Barat Kilang LNG Lampung Kilang LNG Tangguh
1 2 3 4 4 5 5 6 7 8 10 10 11 13 15 15 16 17 17 37 29 30 33 51 52 52 53 53
DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Tabel 1.2 Tabel 1.3 Tabel 1.4 Tabel 1.5 Tabel 1.6 Tabel 1.7 Tabel 1.8 Tabel 2.1 Tabel 3.1 Tabel 3.2 Tabel 3.3 Tabel 4.1
Realisasi Volume BBM Bersubsidi Kenaikan Harga BBM Penurunan Harga BBM Hasil Pengawasan Penyalahgunaan BBM Tahun 2010-2014 Konversi Minyak Tanah ke LPG 3 kg Pembangunan Jaringan Gas Kota Realisasi dan Rencana Program Konversi BBM ke BBG untuk Transportasi Pembagian Konverter Kit Tujuan, Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja KESDM Wilayah Kerja Migas yang akan Habis Kontrak Kualifikasi pendidikan pegawai Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Komposisi usia pegawai Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Target Kinerja Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Tahun 2015-2019
7 7 8 9 11 12 14 14 22 35 45 46 47
v
vi
K ATA P E N G A N TA R Rencana strategis Direktorat Minyak dan Gas Bumi 2015-2019 disusun sebagai penjabaran Rencana Strategis Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No.13 Tahun 2015. Sub sektor minyak dan gas bumi mempunyai peran strategis dalam pembangunan nasional, baik sebagai sumber energi, bahan bakar dan penerimaan negara dari ekspor. Pada kurun waktu 2015-2019 pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya minyak dan gas bumi menghadapi beberapa kendala. Pada sisi pasokan penyediaan seperti penurunan jumlah cadangan, daya tarik dan iklim investasi, tumpang tindih pemakaian lahan dengan kegiatan lain. Pada sisi konsumsi kita dihadapkan pada kondisi harga minyak dan gas bumi yang cenderung tinggi, terbatasnya infrastruktur, rendahnya efisiensi penggunaan bahan bakar minyak dan gas, tuntutan regulasi lingkungan akan emisi yang lebih bersih, dan sebagainya. Rencana Strategis Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi 2015-2019, diharapkan dapat memberikan arah sekaligus menjadi acuan bagi aparat pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha dalam menyusun perencanaan, pengembangan regulasi dan kebijakan serta strategi bisnis untuk mengatasi kendala-kendala tersebut di atas dan dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan pembangunan nasional sesuai dengan visi, misi dan arah pembangunan yang disepakati bersama sehingga seluruh upaya yang dilakukan oleh pelaku pembangunan, khususnya di sub sektor minyak dan gas bumi bersifat sinergis, koordinatif, dan saling melengkapi satu dengan lainnya di dalam suatu pola sikap dan pola tindak.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi
IGN WIRATMAJA
vii
BAB I PENDAHULUAN Sebagaimana Undang-Undang (UU) No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP) Tahun 2005-2025, terdapat 4 tahap pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 5 tahunan. Masing - masing periode RPJMN tersebut memiliki tema atau skala prioritas yang berbeda - beda. Tema RPJMN tahun 2015-2019 atau RPJM ke-3, adalah: “Memantapkan pembangunan secara menyeluruh dengan menekankan pembangunan keunggulan kompetitif perekonomian yang berbasis Sumber Daya Alam (SDA) yang tersedia, Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, serta kemampuan Iptek”. Dalam rangka mewujudkan tema tersebut, maka RPJMN tahun 2015-2019 telah ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 pada tanggal 8 Januari 2015. Seiring dengan penerbitan Perpres dimaksud, Ditjen Migas juga menerbitkan Rencana Strategis (Renstra) Migas Tahun 2015-2019 yang penyusunannya dilakukan bersamaan dan bersinergi dengan RPJMN. Renstra Migas tersebut, antara lain berisi mengenai: 1.
Kondisi umum (mapping), mencakup capaian kinerja tahun 2010-2014, potensi dan tantangan;
2. Tujuan, merupakan cerminan dari visi yang mencakup sasaran kuantitatif (indikator kinerja) yang harus dicapai pada tahun 2019. 3.
Strategi, merupakan cara atau alat untuk mencapai tujuan dan sasaran serta menjawab tantangan yang ada. Strategi mencakup kegiatan yang dibiayai APBN dan non-APBN serta kebijakan yang sifatnya implementatif.
Gambar 1.1 Tahapan Sasaran RPJMN dalam RPJPN 2005-2025
1
Rencana Strategis 2015 - 2019
1.1 KONDISI UMUM DAN CAPAIAN SUB SEKTOR MIGAS 1. PRODUKSI MINYAK DAN GAS BUMI Industri minyak bumi nasional sudah tua, lebih dari 100 tahun, dan produksinya semakin menurun. Sepanjang sejarah Republik Indonesia merdeka, puncak produksi minyak terjadi sebanyak 2 kali yaitu pada tahun 1977 dan 1995 dimana produksi minyak bumi masing-masing sebesar 1,68 juta bpd dan 1,62 juta bpd. Setelah 1995 produksi minyak Indonesia rata-rata menurun dengan natural decline rate sekitar 12% per tahun. Namun sejak tahun 2004 penurunan produksi minyak dapat ditahan dengan decline rate sekitar 3% per tahun.
Gambar 1.2 Sejarah Produksi Minyak Indonesia
Pada tahun 2014, produksi minyak bumi hanya sekitar 789 ribu bpd atau menurun menjadi 96% dibandingkan tahun 2013 sebesar 824 ribu bpd. Sejak tahun 2010 s.d. 2014 terjadi penurunan produksi rata-rata sekitar 4,41% per tahun. Penurunan produksi tersebut lebih disebabkan selain usia lapangan minyak Indonesia yang sudah tua, dan adanya kendala teknis seperti unplanned shutdown, kebocoran pipa, kerusakan peralatan, kendala subsurface dan gangguan alam. Selain itu, terdapat kendala non teknis masih terjadi seperti perizinan daerah, lahan, sosial dan keamanan. Selain itu, terlambatnya peak production dari the giant field-Blok Cepu, akibat pembebasan lahan yang berlarut-larut menyebabkan onstream proyek mundur menjadi tahun 2015.
Rencana Strategis 2015 - 2019
2
Meskipun produksi minyak bumi tahun 2014 hanya sekitar 789 ribu bpd, namun jika dilihat minyak dan gas bumi as a single comodity, produksinya mencapai 2,01 juta barrel oil equivalen per day (boepd). Bahkan jika dilihat energi fosil sebagai satu kesatuan mencakup migas dan batubara, maka produksi energi fosil Indonesia tahun 2014 mencapai 7,25 juta boepd, hampir mendekati produksi minyak negara di Timur Tengah, dimana mereka lebih dominan memiliki migas tetapi tidak batubara sebagaimana Indonesia.
Gambar 1.3 Produksi Energi Fosil Indonesia 2010-2014
Sebaliknya, produksi gas bumi Indonesia relatif meningkat sejak tahun 1970-an, meskipun akhir-akhir ini produksinya cederung stagnan pada level kisaran 8.000 mmscfd. Pada tahun 2014 produksi gas bumi sebesar 8.177 mmscfd. Angka produksi gas tersebut berbeda dengan angka lifting gas bumi yang pada tahun 2014 sekitar 6.838 mmscfd atau 1.221 ribu boepd. Produksi, merupakan volume gas yang tercatat di wellhead dikurangi pemakaian sendiri (own use) yaitu untuk gas reinjeksi dan gas lift. Sedangkan lifting gas bumi adalah produksi dikurangi losses (flare) dan merupakan sejumlah volume gas yang terjual (terkontrak). Dalam penetapan APBN, yang dipakai adalah lifting gas bumi karena dikaitkan dengan perhitungan penerimaan negara. Namun, dari sisi teknis produksi gas juga penting karena terkait dengan perhitungan cadangan (reservoir performance migas).
3
Rencana Strategis 2015 - 2019
2. PENYIAPAN WILAYAH KERJA DAN EKSPLORASI MIGAS
Dalam rangka peningkatan produksi migas dalam jangka panjang maka perlu dilakukan pembukaan wilayah kerja dan eksplorasi migas secara masif. Pada periode 2010-2014 telah ditandatangani Kontrak Kerja Sama (KKS) Wilayah Kerja (WK) Migas sebanyak 116 KKS yang terdiri dari 81 KKS Migas konvensional dan 35 KKS Migas non-konvensional (34 KKS Coal Bed Methane/CBM dan 1 KKS Shale Gas). Salah satu tantangan penemuan cadangan migas adalah menurunnya minat penandatanganan WK Migas sejak tahun 2011 hingga tahun 2014. Hal yang perlu menjadi catatan penting yaitu Kontrak Shale Gas Indonesia pertama kali ditandatangani pada 31 Januari 2013 yaitu Wilayah Kerja MNK Sumbagut yang dioperasikan oleh PT Pertamina Hulu Energi (PHE).
Gambar 1.4 Penandatanganan KKS, Firm Commitment dan Bonus Tanda Tangan Meskipun eksplorasi telah dilakukan termasuk pemboran sumur wildcat, namun peluang kegagalan penemuan cadangan atau dry hole masih besar, ini adalah resiko tinggi kegiatan hulu migas. Selama periode 2010-2014, dari 494 sumur eksplorasi yang dikerjakan, hanya 153 sumur yang disinyalir menemukan cadangan atau success ratio penemuan cadangan migas Indonesia sekitar 31%..
Gambar 1.5 Pemboran Sumur Eksplorasi dan Penemuan Cadangan
Rencana Strategis 2015 - 2019
4
3. ALOKASI GAS BUMI UNTUK DOMESTIK DAN INFRASTRUKTUR GAS Pemerintah sangat sadar dan menetapkan Kebijakan Gas Bumi Nasional diutamakan untuk domestik, dengan tetap memperhatikan keekonomian lapangan dan contract sanctity. Untuk mendukung kebijakan tersebut, diterbitkan Permen ESDM No. 3/2010 tentang Alokasi dan Pemanfaatan Gas Bumi untuk Kebutuhan Dalam Negeri. Bukti konkrit Pemerintah dalam memenuhi demand gas dalam negeri adalah porsi penyaluran gas bumi domestik yang semakin meningkat tiap tahunnya dari tahun 2003 sebesar 25% meningkat menjadi 57% pada tahun 2014. Sebaliknya, porsi penyaluran untuk ekspor relatif menurun. Sebagaimana pada gambar di bawah ini bahwa terjadi lonjakan ekspor pada tahun 2010 yang disebabkan karena mulai beroperasinya LNG Tangguh Train 1 dan 2 dengan pengiriman utamanya ke Fujian, China pada pertengahan tahun 2009, namun puncak ekspor mulai terjadi di tahun 2010. Pada tahun 2011 porsi ekspor kembali menurun seiring dengan meningkatnya penyaluran untuk domestik. Yang menarik dari kebijakan Pemerintah ini adalah, untuk pertama kali dalam sejarah Indonesia, mulai tahun 2013 penyaluran gas untuk domestik lebih besar daripada ekspor. Ekspor gas Indonesia pertama kali dilakukan pada tahun 1977 melalui LNG. Kegiatan ekspor LNG ini ditopang oleh kilang LNG Arun di Nanggroe Aceh Darussalam, Bontang di Kalimantan Timur, dan Tangguh di Papua. Pada tahun 2013, porsi ekspor gas bumi Indonesia sebesar 72% dilakukan melalui LNG dan 28% melalui pipeline. Pangsa pasar ekspor LNG Indonesia mulai dari yang terbesar yaitu Jepang, Korea, Cina, Taiwan dan Amerika. Sedangkan pangsa ekspor gas melalui pipa yaitu mayoritas atau sekitar 79% ke Singapore dan selebihnya ke Malaysia.
Gambar 1.6 Pemenuhan Gas Bumi Domestik dan Ekspor Penemuan Cadangan
Gambar 1.7 Pangsa Ekspor Gas Bumi Indonesia Tahun 2013
5
Rencana Strategis 2015 - 2019
Tahun 2014, Pemerintah berhasil melakukan renegosiasi harga gas LNG Tangguh ke Fujian, Tiongkok yaitu meningkat dari US$ 3,345/mmbtu menjadi US$ 12,8/mmbtu (dengan asumsi harga minyak sebesar US$ 100 barel dan batasan maksimum harga minyak sebesar US$ 38/bbl kini ditiadakan). Sehingga, penerimaan negara selama durasi kontrak (2009-2034) dengan asumsi harga minyak sebesar US$ 100/bbl adalah sebesar US$ 21,46 miliar. Dalam rangka meningkatkan pemanfaatan gas bumi domestik, maka dilakukan pembangunan infrastruktur gas secara masif, antara lain: Floating Storage Regasification Unit (FSRU), LNG Receiving Terminal, dan pipa transmisi gas. Beberapa infrastruktur gas bumi strategis yang telah dibangun pada periode 2010-2014, antara lain: • Floating Storage Receiving Unit (FSRU) Jawa Barat 3 MTPA, dibangun oleh Nusantara Regas, merupakan FSRU pertama di Indonesia yang beroperasi pada Juli 2012. FSRU tersebut mendapat suplai gas dari LNG Tangguh dan LNG Bontang untuk disalurkan ke PLTGU Muara Karang dan PLTGU Tanjung Priok. • FSRU Lampung 3 MTPA, dibangun oleh PT PGN yang beroperasi pada bulan Agustus 2014. Pada tahap awal, FSRU Lampung mendapatkan alokasi gas dari Tangguh dan disalurkan bagi belasan industri di Lampung. Selanjutnya tidak menutup kemungkinan untuk pembangkit listrik, rumah tangga dan UMKM. • LNG Regasification Unit Arun 3 MTPA dan pipa transmisi gas Arun-Belawan, dibangun oleh Pertamina yang beroperasi pada awal 2015. Pada tahap awal, FSRU mendapat alokasi gas dari Bontang dan Tangguh, untuk kemudian disalurkan bagi pembangkit listrik dan kawasan industri. • Peresmian pembangunan ruas pipa gas bumi Kalija I (Kepodang-Semarang) oleh Presiden RI pada tanggal 14 Maret 2014. Ruas pipa tersebut merupakan tahap awal pembangunan pipa Kalija (Bontang-Semarang), dengan panjang sekitar 207 km, diameter 14 inchi dan kapasitas desain 150 MMSCFD serta ditargetkan dapat beroperasi pada tahun 2015. Selain pipa transmisi gas Kepodang-Semarang, beberapa infrastruktur gas lainnya yang masih dalam proses persiapan pembangunan antara lain: LNG Donggi-Senoro, LNG Masela, LNG Tangguh Train-3, Floating Storage Cilegon, FSRU Jawa Tengah, Pipa transmisi gas Cirebon-Semarang, pipa Gresik-Semarang, dan Pipa CirebonBekasi.
Gambar 1.8 Infrastruktur Gas Bumi Indonesia
Rencana Strategis 2015 - 2019
6
4. PENYEDIAAN BAHAN BAKAR MINYAK Pada tahun 2010 realisasi volume BBM bersubsidi sebesar 38,2 juta Kilo Liter (KL) dan meningkat sekitar 9% per tahun. Tahun 2014 volume BBM bersubsidi sebesar 46,79 juta KL atau sedikit lebih tinggi dari kuota pada APBN-P sebesar 46 juta KL. Kuota tersebut menurun dari kuota pada APBN 2014 sebesar 48 juta KL. Hal tersebut memaksa Pemerintah untuk terus meningkatkan upaya pengendalian dan pengawasan BBM bersubsidi. Apabila dilihat dari per jenis BBM bersubsidi, kenaikan konsumsi paling tinggi umumnya terjadi pada jenis BBM Minyak Solar. Hal tersebut disinyalir karena potensi penyalahgunaan pada jenis BBM Minyak Solar masih besar, khususnya di sektor industri dan pertambangan. Selama periode 2010-2014 ini terjadi 3 fenomena Volume BBM bersubsidi, yaitu: Tabel 1.1 Realisasi Volume BBM Bersubsidi
Tabel 1.2 Kenaikan Harga BBM
• Pada tahun 2010, terjadi over kuota BBM bersubsidi, namun pada besaran subsidi BBM tidak melebihi alokasi pada APBN-P. • Pada tahun 2013, realisasi volume BBM bersubsidi sebesar 46,51 juta KL dimana terdapat penghematan sebesar 1,49 juta KL dari kuota pada APBN-P 2013 sebesar 48 juta KL. Hal tersebut disebabkan antara lain karena Pengendalian BBM melalui Permen ESDM No. 1/2013 dan adanya kenaikan harga BBM pada 22 Juni 2013 sehingga masyarakat cenderung melakukan penghematan konsumsi BBM. • Pada tahun 2014, kuota APBN-P diturunkan dari 48 juta KL pada APBN menjadi 46 juta KL pada APBN-P dan Pemerintah dituntut untuk melakukan langkah-langkah pengendalian BBM bersubsidi yang lebih masif lagi. Upaya pengendalian BBM bersubsidi yang telah dilakukan selama peridoe 2010-2014, yaitu Pengalihan subsidi BBM dari belanja konsumtif ke belanja produktif melalui penyesuaian BBM bersubsidi pada tanggal 22 Juni 2013 dan 18 November 2014. Seiring dengan menurunnya harga minyak pada akhir tahun 2014, maka mulai 1 Januari 2014 diterapkan kebijakan harga BBM baru dimana bensin Premium tidak lagi disubsidi dan Solar hanya mendapatkan subsidi tetap sebesar Rp. 1.000/liter sehingga mengurangi penyelundupan. Kebijakan baru tersebut, berdampak pada harga Premium dan Solar menjadi fluktuatif dan ditetapkan satu kali setiap bulan atau lebih, mengacu pada harga keekonomian.
Gambar 1.9 Kuota dan Realisasi BBM Bersubsidi
7
Rencana Strategis 2015 - 2019
• Permen ESDM No. 1/2013 tentang Pengendalian Penggunaan Bahan Bakar Minyak yang mengatur: - Pelarangan konsumsi BBM bersubsidi jenis premium bagi kendaraan dinas Pemerintah, BUMN & BUMD di Jawa dan Bali, Kalimantan, Sumatera dan Sulawesi - Pelarangan konsumsi BBM bersubsidi jenis solar bagi kendaraan dinas Pemerintah, BUMN & BUMD di Jawa dan Bali, Kendaraan Pertambangan, perkebunan dan kehutanan serta kapal barang Non Pelra dan non perintis di NKRI •
Tabel 1.3 Penurunan Harga BBM
Pembatasan konsumen pengguna BBM Bersubsidi, mulai dari langkah/tindakan melarang industri penerbangan, pembangkit listrik, industri besar, pertambangan, perkebunan, kehutanan, perkapalan, kendaraan TNI/POLRI, Pemerintah/ BUMN/ BUMD menggunakan BBM Bersubsidi.
• Permen ESDM Nomor 6 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Permen ESDM Nomor 18 Tahun 2013 tentang Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu untuk Konsumen Pengguna Tertentu yang mengatur antara lain: - Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu Minyak Tanah (Kerosene) konsumen pengguna Rumah Tangga, Usaha Mikro, Usaha Perikanan; - Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu Bensin (Gasoline) RON 88 konsumen pengguna Usaha Mikro, Usaha Perikanan, Usaha Pertanian, Tranportasi, Pelayanan Umum - Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu Minyak Solar (Gas Oil) konsumen pengguna Usaha mikro, Usaha Perikanan, Usaha Pertanian, Transportasi, Pelayanan Umum. • Pengendalian BBM tahun 2014 mulai Agustus 2014 atau pasca Idul Fitri, agar kuota 46 juta KL tidak terlampaui, antara lain: - Batas waktu pelayanan Minyak Solar di Kalimantan, Sumatera, Jawa dan Bali (cluster tertentu) pukul 08.00-18.00 mulai 04 Agustus 2014. - Menghentikan Premium dan menggantinya dengan Pertamax jalan tol mulai 6 Agustus 2014. - Tidak menyalurkan Minyak Solar di Jakarta Pusat mulai 1 Agustus 2014. - Menyesuaikan alokasi Solar di Lembaga Penyalur Nelayan dengan menekan volume 20% sejak 04 Agustus 2014 dengan mengutamakan kapal nelayan berukuran di bawah 30 GT. - Optimalisasi produk Pertamina Dex untuk wilayah cluster terpilih - Melakukan pengaturan penyaluran BBM PSO (Kitir). Gambar 1.10 Penyaluran BBM Bersubsidi dan Non Subsidi - Optimalisasi Pengawasan melalui CCTV di SPBU.
Rencana Strategis 2015 - 2019
8
Sebagaimana amanat Pasal 8 ayat 2 Undang-undang Migas No 22/2001 pasal 8 ayat 2 bahwa Pemerintah wajib menjamin ketersediaan dan kelancaran pendistribusian BBM yang merupakan komoditas vital dan menguasai hajat hidup orang banyak di seluruh wilayah NKRI. Dalam hal ini Pemerintah tidak hanya menyediakan BBM bersubsidi tetapi juga BBM nonsubsidi.
Tabel 1.4 Hasil Pengawasan Penyalahgunaan BBM Tahun 2010-2014
Penyalur BBM bersubsidi utamanya adalah PT Pertamina dengan 2 pendamping yaitu PT Aneka Kimia Raya (AKR), dan PT Surya Parna Niaga (SPN). Sedangkan penyalur BBM nonsubsidi dilakukan oleh PT Pertamina, Total, dan Shell. Di masa depan, trend konsumsi BBM bersubsidi mulai bergeser dari BBM bersubsidi ke BBM non-subsidi, seiring dengan telah dilakukannya penyesuaian harga BBM pada 18 November 2014, yang menyebabkan disparitas antara BBM subsidi dan non-subsidi semakin menipis. Sehingga, Pertamina diharapkan dapat terus meningkatkan performa usaha khususnya di bidang retail BBM non-subsidi di SPBU agar tidak kalah bersaing dengan BBM nonsubsidi asing yang beroperasi di Indonesia. Saat ini terdapat depo BBM sebagai berikut, diantaranya 80 depot laut, 22 depot darat, dan 53 depot pengisian pesawat udara (DPPU) dengan jumlah kapasitas tangki penyimpanan BBM sebesar 5,068 juta KL. Dalam rangka pengawasan atas penyediaan dan pendistribusian BBM bersubsidi, telah dilakukan tindakan atas penyalahgunaan BBM bersubsidi dengan hasil sebagaimana tabel dibawah ini. Untuk tahun 2013 sendiri, temuan volume yang disalahgunakan sekitar 7.235 KL.
9
Rencana Strategis 2015 - 2019
5. PRODUKSI KILANG, IMPOR MINYAK MENTAH DAN IMPOR BBM Total kapasitas kilang minyak dalam negeri tahun 2014 sebesar 1,167 juta bpd (desain produksi) dari 10 kilang, terdiri dari 7 kilang Pertamina dan 3 kilang non Pertamina.
Gambar 1.11 Kapasitas Terpasang Kilang Minyak Indonesia 2014 Sedangkan pada tahun 2013, kebutuhan BBM Indonesia tercatat sebesar 1,3 juta barrel per day (bpd). Namun, kapasitas kilang BBM Indonesia sebesar 1,16 juta barrel crude per day (bcpd) dan hanya dapat menghasilkan produksi BBM sebesar 650 ribu bpd. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri, diperlukan impor BBM sekitar 600 ribu bpd dengan nilai lebih dari US$ 1 triliun per hari.
Gambar 1.12 Kapasitas Kilang dan Kebutuhan BBM Indonesia
Gambar 1.12 Kapasitas Kilang dan Kebutuhan BBM Indonesia
Selain impor BBM, Indonesia juga melakukan impor minyak mentah sebagai input Kilang BBM dalam negeri. Produksi minyak mentah Indonesia sekitar 800 ribu bpd tetapi tidak Selain impor BBM, Indonesia juga dimelakukan minyak mentah sebagaiminyak inputmentah Kilang BBM dalam negeri. seluruhnya diolah Kilang BBM impor dalam negeri. Sekitar 40%?? Produksi Produksi minyak mentah Indonesia sekitar tetapikilang tidakBBM seluruhnya diolah Kilang BBM dalam negeri. Indonesia diekspor karena 800 tidak ribu semuabpd spesifikasi dalam negeri cocokdiuntuk mengolahmentah minyak mentah Indonesia. Sekitar 40% produksi minyak Indonesia diekspor karena tidak semua spesifikasi kilang BBM dalam negeri
cocok untuk mengolahEkspor minyak mentah minyak mentahIndonesia. Indonesia dilakukan ke beberapa negara antara lain Jepang, USA, Korea, Taiwan dan Singapura. Selain ekspor, Indonesia juga melakukan impor minyak
Ekspor minyak mentah Indonesia dilakukan ke beberapa negara antara lain Jepang, USA, Korea, Taiwan dan mentah sebagai input kilang BBM dalam negeri antara lain dari negara Arab Saudi, Singapura. Selain ekspor, Indonesia juga melakukan impor minyak mentah inputBBM kilang BBM dalam negeri Azerbaijan, Brunei, Angola dan Nigeria. Sedangkan impor dalam sebagai bentuk produk antara lain dari negara antara Arablain Saudi, Azerbaijan, Brunei, Angola dan Nigeria. Sedangkan impor dalam bentuk produk berasal dari Singapura, Korea Selatan, Malaysia, Kuwait, China dan India. BBM antara lain berasal dari Singapura, Korea Selatan, Malaysia, Kuwait, China dan India. 6. Penyediaan LPG Dalam rangka mengurangi subsidi BBM khususnya minyak tanah, Pemerintah menjalankan program konversi minyak tanah ke LPG 3 kg yang dimulai sejak tahun 2007. Sejak pertama kali dijalankan hingga tahun 2013 telah didistribusikan paket perdana LPG Rencana Strategis 3 kg sebanyak 55 juta paket. Dari sisi volume, penyediaan LPG 3 kg semakin meningkat tiap tahunnya dari tahun 2007 sebanyak 0,021 juta MT meningkat pada tahun 2013
2015 - 2019
10
6. PENYEDIAAN LPG Dalam rangka mengurangi subsidi BBM khususnya minyak tanah, Pemerintah menjalankan program konversi minyak tanah ke LPG 3 kg yang dimulai sejak tahun 2007. Sejak pertama kali dijalankan hingga tahun 2013 telah didistribusikan paket perdana LPG 3 kg sebanyak 55 juta paket. Dari sisi volume, penyediaan LPG 3 kg semakin meningkat tiap tahunnya dari tahun 2007 sebanyak 0,021 juta Metric Ton (MT) meningkat pada tahun 2013 menjadi sekitar 4,4 juta MT sehingga kumulatif volume LPG yang telah disediakan hingga tahun 2013 sebesar 16,88 juta MT. Sedangkan kumulatif volume penarikan minyak tanah untuk periode yang sama didapat sebesar 39,52 juta KL dan didapat penghematan sebesar 107,8 triiun rupiah. Tabel 1.5 Konversi Minyak Tanah ke LPG 3 kg
Pada tahun 2013 pendistribusian paket perdana LPG 3 kg dilakukan di 10 propinsi yaitu Aceh, Sumatera Barat, Bangka Belitung, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah. Sedangkan pada tahun 2014 direncanakan akan didistribusikan paket perdana LPG 3 Kg di 30 Propinsi yang belum terkonversi sebanyak 1,63 juta paket perdana dan penyaluran volume LPG 3 kg sebanyak 5,01 juta MT berdasarkan APBN-P 2014. Saat ini di wilayah Jawa dan Bali sudah 100% tidak ada lagi minyak tanah bersubsidi. Adapun wilayah Sumatera Barat, Kalimantan dan Sulawesi diharapkan bebas dari Minyak Tanah Bersubsidi mulai tahun 2015. Minyak tanah bersubsidi hanya ada di Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara dan Nusa Tenggara Timur. Kedepan, program konversi minyak tanah ke LPG perlu diantisipasi mengingat saat ini sekitar 60% LPG Indonesia disediakan melalui impor. Sejak program ini dilakukan mulai tahun 2007, harga LPG 3 kg sebesar Rp. 4.250/kg ini belum pernah dinaikkan, padahal harga impor LPG mencapai Rp. 10.000 (CP Aramco, Juni-Juli 2014). Hal tersebut dapat menyebabkan besaran subsidi LPG semakin meningkat.
Gambar 1.13 Target dan Realisasi Penyediaan Volume LPG 3 kg
11
Rencana Strategis 2015 - 2019
7. JARINGAN GAS KOTA Pada tahun 2008, Pemerintah melaksanakan pembangunan jaringan gas kota (jargas) melalui pendanaan APBN, dimulai dengan pelaksanaan FEED dan DEDC. Pada tahun 2014 direncanakan akan dibangun jaringan gas untuk rumah tangga sebanyak 16.949 Sambungan Rumah (SR) di 5 lokasi yaitu Kota Semarang, Bulungan, Sidoarjo (lanjutan), Kab. Bekasi, dan Lhoksumawe. Sehingga dari tahun 2009 s.d. 2014, kumulatif pembangunan jaringan gas kota melalui pendanaan APBN sebanyak 25 lokasi dengan peruntukan bagi 89.460 SR. Selain melalui pendanaan APBN, sampai dengan tahun 2014, PGN juga telah melakukan pembangungan jargas untuk 92.858 SR di 10 Kota. Tabel 1.6 Pembangunan Jaringan Gas Kota
Rencana Strategis 2015 - 2019
12
8. KONVERSI BBM KE BBG UNTUK TRANSPORTASI
Program ini dilakukan melalui pembangunan SPBG, bengkel dan penyediaan koverter kit. Sampai dengan tahun 2014, total pembangunan SPBG dan jumlah SPBG eksisting sebanyak 43 SPBG dan 12 Mobile Refuling Unit (MRU) yang dibangun melalui pendanaan APBN maupun swasta dan tersebar di wilayah Jabodetabek, Palembang, Surabaya, Semarang, dan Balikpapan.
Gambar 1.14 Realisasi dan Rencana Pembangunan SPBG Untuk mendorong program ini telah diterbitkan peraturan, yaitu: 1. Permen ESDM No. 8 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar Gas untuk Transportasi Jalan. 2. Kepmen ESDM No. 2435 Tahun 2014 tentang Penugasan kepada PT Pertamina dalam Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar Gas untuk Transportasi Jalan. 3. Kepmen ESDM No. 2436 Tahun 2014 tentang Penugasan kepada PT PGN (Persero) Tbk dalam Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar Gas untuk Transportasi Jalan. 4. Kepmen ESDM No 2261 Tahun 2013 tentang Harga Jual Gas Bumi dari Kontraktor Kerja Sama dan Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Niaga Gas Bumi melalui Pipa yang Dialokasikan untuk Bahan Bakar Gas Transportasi. 5. Kepmen ESDM No. 2932 Tahun 2010 tentang Harga Jual Bahan Bakar Gas yang digunakan untuk Transportasi di Wilayah Jakarta, yang menetapkan harga BBG sebesar Rp. 3.100/LSP. Selain itu, berdasarkan Keputusan Direktur Pertamina No. Kpts-043/F20000/2013-S3 tahun 2013 tentang Harga Jual Vi-Gas tanggal 12 Juli 2013, harga LGV untuk transportasi adalah sebesar Rp. 5.100/LSP.
13
Rencana Strategis 2015 - 2019
Tabel 1.7 Realisasi dan Rencana Program Konversi BBM ke BBG untuk Transportasi
Sejak tahun 2011 s.d. 2014, KESDM menyediakan konverter kit sebanyak 5.500 unit untuk wilayah Jabodetabek, Jawa Timur, Bali, Sumatera Selatan, Jawa Tengah dan Kepulauan Riau. Selain itu, Kementerian Perhubungan dan Kementerian Perindustrian juga menyediakan konverter kit, sehingga sejak 2007 s.d. 2014 total penyediaan konverter kit sebanyak 14.587 unit. Tabel 1.8 Pembagian Konverter Kit
Untuk mendukung suksesnya program ini, telah dialokasikan gas per tahunnya mulai tahun 2012 sebesar 35,5 mmscfd dan meningkat 1 mmscfd tiap tahun menjadi 37,5 mmscfd pada tahun 2014.
Rencana Strategis 2015 - 2019
14
9. PENERIMAAN NEGARA
(Juta Rupiah)
Salah satu peran sub sektor migas dalam pembangunan nasional adalah menjadi sumber penerimaan negara. Pada kurun waktu 2010-2014 kontribusi sub sektor migas dalam penerimaan APBN adalah sebesar 30%. Pada tahun 2010, sub sektor ini menyumbang sekitar 220.987,10 miliar rupiah dan meningkat menjadi 305.569,84 miliar rupiah pada tahun 2013. Kontribusi penerimaan terutama berasal dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) migas. Secara rata-rata industri migas menyumbang sekitar 21% dari pendapatan ekspor dan 30% dari pendapatan pemerintah. Penerimaan negara sub sektor migas pada tahun 2009 sampai tahun 2013 dapat dilihat pada Gambar 1.15
Tahun
Gambar 1.15 Penerimaan Negara Sub Sektor Migas Tahun 2009 – 2014 (dalam miliar Rupiah)
10. INVESTASI Di samping itu, peran sub sektor migas dalam pembangunan adalah menciptakan iklim investasi yang kondusif. Investasi migas dalam lima tahun terakhir relatif meningkat. Pada tahun 2010, nilai investasi migas mencapai sekitar 14.487,1 Juta USD, dan pada tahun 2014 meningkat menjadi sebesar 22.994,63 Juta USD. Diproyeksikan dalam kurun 5 tahun ke depan, investasi migas akan terus bertambah mencapai sekitar 29.934 Juta USD. Nilai investasi di sektor hulu migas sangat dominan, rata-rata mencapai lebih dari 80% dari total investasi migas, sedangkan sisanya merupakan nilai investasi di sektor hilir migas.
Gambar 1.16 Investasi Sub Sektor Migas Tahun 2005 – 2013 (dalam juta US$)
15
Rencana Strategis 2015 - 2019
I.2 POTENSI DAN PERMASALAHAN 1. POTENSI MINYAK DAN GAS BUMI Indonesia memiliki potensi hidrokarbon di 60 cekungan sedimen. Bahkan hasil penelitian Badan Geologi terakhir diidentifikasi cekungan migas sebanyak 128 cekungan. Cadangan terbukti minyak bumi tahun 2014 sebesar 3,6 miliar barel dan dengan tingkat produksi saat ini maka usianya sekitar 13 tahun. Sedangkan cadangan terbukti gas bumi tahun 2014 sebesar 100,3 TCF dan akan bertahan selama 34 tahun. Usia cadangan migas, diasumsikan apabila tidak ada penemuan cadangan migas baru. Dalam 5 tahun terakhir, cadangan terbukti migas mengalami penurunan sebagaimana gambar di bawah ini.
Gambar 1.17 Cadangan Minyak dan Gas Bumi Indonesia Adapun dengan produksi gas bumi Indonesia tahun 2013 sebesar 8.130 mmscfd, dengan asumsi tidak penemuan cadangan gas baru maka usia gas bumi Indonesia sekitar 34 tahun (based on cadangan terbukti).
Rencana Strategis 2015 - 2019
16
COALBED METHANE Indonesia sebagai negara yang kaya akan keanekaragaman energi juga dianugerahi Coalbed Methane (CBM) sebagai salah satu unconventional gas. Unconventional gas merupakan sumber daya yang relatif masih sulit dan mahal untuk dikembangkan, namun potensinya biasanya lebih besar daripada conventional gas. Berdasarkan penelitian Ditjen Migas dan Advance Resources International, Inc. pada tahun 2003, sumber daya CBM Indonesia disinyalir sekitar 453 TCF. Sejak ditandatanganinya Kontrak Kerja Sama (KKS) CBM yang pertama di Indonesia pada tanggal 27 Mei 2008 sampai dengan bulan Oktober 2014, total jumlah kontrak CBM yang telah ditandatangani sebanyak 54 kontrak.
Gambar 1.18 Potensi Coalbed Methane Indonesia
SHALE GAS Hasil survei potensi yang dilakukan oleh Badan Geologi, telah berhasil diidentifikasikan Shale Gas Resources pada cekungan sediman utama Indonesia sebesar 574 TSCF yang tersebar di Sumatera, Kalimantan, Jawa dan Papua. Dalam rangka mendorong pengembangan Shale Gas, telah diterbitkan Permen ESDM No. 5/2012 tentang tentang Tata Cara Penetapan dan Penawaran Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi Non Konvensional Sejak ditandatanganinya KKS Shale gas yang pertama di Indonesia pada tanggal 31 Januari 2013 sampai dengan bulan Oktober 2014, total jumlah kontrak CBM yang telah ditandatangani sebanyak 1 kontrak yaitu Wilayah Kerja MNK Sumbagut yang dioperasikan oleh PT Pertamina Hulu Energi (PHE).
Gambar 1.19 Potensi Shale Gas Indonesia
17
Rencana Strategis 2015 - 2019
2. TANTANGAN DAN PERMASALAHAN Beberapa tantangan dan permasalahan sub sektor Migas antara lain sebagai berikut: A. Penurunan produksi minyak bumi B. Pemanfaatan energi domestik masih rendah C. Akses energi terbatas (BBM, gas) D. Ketergantungan impor BBM/LPG E. Harga energi belum kompetitif dan subsidi energi tinggi A. Penurunan produksi minyak bumi Indonesia merupakan salah satu Negara produsen tertua minyak dunia, jumlah cadangan minyaknya saat ini hanya sekitar 0,20% dari cadangan minyak dunia. Belum ada penemuan cadangan minyak besar lagi selain dari lapangan Banyu-Urip Blok Cepu. Sejak tahun 2010-2013, laju penemuan cadangan dibandingkan dengan produksi atau Reserve to production ratio (RRR) sekitar 55%, artinya Indonesia lebih banyak memproduksikan minyak bumi dibandingkan menemukan cadangan minyak. Padahal idealnya setiap 1 barel minyak yang diproduksikan harus dikompensasi dengan penemuan cadangan sejumlah 1 barel juga sehingga RRR sebesar 100% atau lebih besar lebih bagus. Penyebab rendahnya penemuan cadangan dan produksi minyak bumi antara lain karena: • Sebagian Kontraktror Kontrak Kerja Sama (KKKS) eksplorasi, belum berpengalaman, dimana dari sekitar 147 KKKS eksplorasi, 50 KKKS diantaranya merupakan pemain baru, dan banyak KKKS yang tidak dapat merealisasikan komitmen eksplorasinya. Selain itu, terdapat perusahaan yang mengelola lebih dari 30 Wilayah Kerja sehingga secara teknis dan finansial menjadi kurang sehat dan produktif. • Permasalahan sosial, birokrasi dan teknis, seperti perizinan daerah, lahan, sosial dan keamanan juga menjadi penyebab kendala produksi minyak, selain permasalahan teknis seperti unplanned shutdown, kebocoran pipa, kerusakan peralatan, kendala subsurface dan gangguan alam serta keterlambatan on-stream proyek. Kendala yang menjadi penghambat jadwal produksi yang paling menonjol adalah pembebasan lahan yang berlarutlarut di Blok Cepu menyebabkan keterlambatan onstream POD lapangan Banyu Urip yang seharusnya rencana pertama kali onstream tahun 2008 kemudian mundur menjadi tahun 2014 dan tahun 2015. • Mekanisme pengenaan PBB. Sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah No 79 Tahun 2010 seluruh pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Migas ditanggung oleh pemerintah melalui mekanisme “Assume and Discharge”, di mana pengenaan PBB Migas dibayarkan oleh pemerintah. Namun, sejak pemberlakuan PP Nomor 79 Tahun 2010 seluruh pengenaan PBB Migas dimasukkan sebagai komponen biaya bagi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) Migas pada Masa Eksplorasi dan akan dikembalikan melalui mekanisme Cost Recovery pada saat masa produksi, sehingga Kontrak Kerja Sama (KKS) yang ditandatangani setelah tahun 2010, diwajibkan untuk membayar lebih dahulu PBB Migas dan baru dapat dibebankan sebagai biaya ketika berproduksi. • Pengenaan PBB pada masa eksplorasi dirasa masih memberatkan kontraktor mengingat masa eksplorasi belum terdapat kepastian penemuan cadangan migas dan masih terdapat kemungkinan kegagalan eksplorasi sehingga terdapat biaya yang tidak dapat dikembalikan. Dampaknya, terjadi penurunan minat keikutsertaan penawaran langsung wilayah kerja (WK). Pada tahun 2013 penawaran langsung sebanyak 16 WK dan hanya 5 WK yang berlanjut ke penandatanganan kontrak (31%). Sedangkan 5 tahun sebelum tahun 2013, penawaran langsung yang berlanjut ke penandatanganan kontrak rata-rata sebesar 81%.
Rencana Strategis 2015 - 2019
18
B. Pemanfaatan energi domestik masih rendah Gas bumi masih terikat kontrak ekspor meskipun mulai tahun 2013 volume ekspor lebih rendah dari pemanfaatan domestik. Keterbatasan infrastruktur gas bumi merupakan salah satu penyebabnya, mengingat kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan, dan lokasi sumber gas berada jauh dari lokasi pertumbuhan. Sejak tahun 2010an, infrastruktur gas seperti FSRU mulai digencarkan agar gas dari Pulau Kalimantan dan Papua tidak melulu untuk ekspor tetapi dapat dibawa ke Pulau Jawa dan Sumatera. Selain itu Indonesia memiliki jaringan pipa yang terbatas dengan design dan operasi jaringan pipa distribusi yang dimiliki PGN bersifat dedicated hilir. Agar pipa distribusi PGN dapat dimanfaatkan untuk open access perlu dilakukan perubahan secara singifikan dari skema design dan operasi jaringan pipa distribusi yang semula dedicated (single user) menjadi skema open access (multi user)
C. Akses energi terbatas Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menyalurkan bahan bakar secara merata ke seluruh wilayah NKRI, untuk itu perlu didukung oleh berbagai sarana dan prasarana transmisi dan pendistribusian bahan bakar yang baik. Wilayah Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau memerlukan skema pendistribusian yang khusus. Harga BBM di wilayah Indonesia Timur pada prakteknya lebih mahal dari harga yang telah ditetapkan oleh Pemerintah. Pembangunan infrastruktur pendistribusian BBM sangat vital untuk ditingkatkan demi mengurangi biaya transportasi yang mahal. Pada saat ini pemerintah sedang meningkatkan penggunaan bahan bakar gas seiring dengan terus berkurangnya cadangan bahan bakar minyak, peningkatan penggunaan bahan bakar gas tersebut juga perlu ditopang oleh berbagai infrastruktur pendistribusian yang baik tidak hanya terkonsentrasi di suatu wilayah, sehingga program pemerintah untuk menggantikan bahan bakar fosil tersebut dapat dinikmati di seluruh wilayah Republik Indonesia.
D. Ketergantungan impor BBM/LPG Konsumsi BBM yang terus meningkat sebagai dampak dari pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk, sementara produksi minyak mentah dalam negeri terus mengalami penurunan dan kapasitas kilang yang stangnan menyebabkan impor minyak mentah dan BBM terus meningkat. Ketergantungan Indonesia pada minyak mentah dan BBM impor sangat besar. Pembangunan Kilang merupakan keniscayaan. 60% kebutuhan LPG dalam negeri masih dipenuhi dari impor. Suksesnya program konversi minyak tanah ke LPG menyebabkan konsumsi LPG domestik tumbuh drastis, sementara pasokan dan kilang LPG dalam negeri terbatas. Kondisi ini harus diantisipasi karena subsidi LPG 3 kg semakin besar mengingat harga jual saat ini sebesar Rp. 4.250/kg belum pernah mengalami kenaikan, padahal harga keekonomian LPG sekitar Rp. 10.000/kg. Subsidi LPG 3 kg tahun 2014 dapat mencapai sekitar Rp. 50 triliun.
E. Harga energi belum kompetitif dan subsidi energi tinggi Pemberlakuan subsidi terhadap energi fosil utamanya BBM, membuat energi lainnya terutama energi baru dan terbarukan sulit berkembang. Di satu sisi, pengembangan energi baru dan terbarukan membutuhkan nilai investasi yang besar sehingga membuat harga jual keekonomian lebih tinggi dari poduk energi fosil. Hal tersebut membuat energi baru dan terbarukan minim investor dikarenakan, selain membutuhkan investasi yang besar, harga yang berlaku tidak bisa kompetitif dengan harga produk energi fosil yang disubsidi.
19
Rencana Strategis 2015 - 2019
BAB II
VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN STRATEGIS II.1 VISI DAN MISI PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN
Dengan mempertimbangkan masalah pokok bangsa, tantangan pembangunan yang dihadapi dan capaian pembangunan selama ini, maka Visi Pembangunan Nasional untuk tahun 2015-2019 adalah: Visi :
Presiden dan Wakil Presiden, adalah: “Terwujudnya Indonesia yang berdaulat, mandiri dan berkepribadian berlandaskan gotong royong”
Misi :
Presiden dan Wakil Presiden, adalah: 1. Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumberdaya maritim, dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan ; 2. Mewujudkan masyarakat maju, berkeseimbangan dan demokratis berlandaskan negara hukum ; 3. Mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan memperkuat jatidiri sebagai negara maritim ; 4. Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju dan sejahtera ; 5. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing ; 6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional ; 7. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.
Rencana Strategis 2015 - 2019
20
Untuk menterjemahkan Visi dan Misi tersebut, disusun Nawacita atau 9 (sembilan) Agenda Prioritas Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, yaitu: 1. Menghindarkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara. 2. Membuat Pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola Pemerintah yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya. 3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. 4. Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermatas dan terpercaya. 5. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. 6. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional 7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik 8. Melakukan revolusi karakter domestik 9. Mempengaruhi ke-bhineka-an dan memperkuat restorasi sosial Indonesia.
Sub Sektor Migas mendukung Nawacita khususnya agenda prioritas ke-7 yaitu “mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik”, yang terdiri dari: • Membangun kedaulatan pangan • Mewujudkan kedaulatan energi • Mewujudkan kedaulatan keuangan • Mendirikan Bank Petani/Nelayah dan UMKM termasuk gudang dengan fasilitas pengolahan paska panen di tiap sentra produksi tani/nelayan. • Mewujudkan penguatan teknologi melalui kebijakan penciptaan sistem inovasi nasional Ditjen Migas menjabarkan Visi dan Misi Presiden terkait sub sektor Migas secara operasional dalam bentuk konkrit yang tercermin dalam tujuan, sasaran, kebijakan dan strategi
21
Rencana Strategis 2015 - 2019
II.2 TUJUAN DAN SASARAN STRATEGIS DITJEN MIGAS
Tujuan merupakan intisari dari visi, yaitu kondisi yang ingin dicapai pada tahun 2019. Tujuan tersebut merupakan suatu kondisi yang ingin diwujudkan dalam kurun waktu 5 tahun kedepan sesuai dengan tugas dan fungsi Ditjen Migas. Masing-masing tujuan memiliki sasaran dan indikator kinerja yang harus dicapai melalui strategi yang tepat, serta juga harus dapat menjawab tantangan yang ada. Tabel 2.1 Tujuan, Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja KESDM TUJUAN 1. Terjaminnya pasokan migas dan bahan bakar domestik
SASARAN STRATEGIS
INDIKATOR KINERJA
1. Mengoptimalkan kapasitas penyediaan migas 2. Meningkatkan alokasi migas domestik 3. Meningkatkan akses dan infrastruktur migas
3
2. Terwujudnya peran penting Subsektor Migas dalam penerimaan negara
4. Mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor migas
1
3. Terwujudnya pengurangan beban subsidi BBM
5. Mewujudkan subsidi migas yang tepat sasaran
1
4. Terwujudnya peningkatan investasi sektor migas
6. Mewujudkan peningkatan investasi sektor migas
1
5. Terwujudnya peningkatan peran sub sektor Migas dalam pembangunan daerah
7. Mengoptimalkan dana bagi hasil dari sektor migas
1
1 1
Rencana Strategis 2015 - 2019
22
Tujuan tersebut merupakan suatu kondisi yang ingin diwujudkan dalam kurun waktu 5 tahun kedepan sesuai dengan tugas dan fungsi Ditjen Migas. Masing-masing tujuan memiliki sasaran dan indikator kinerja yang harus dicapai melalui strategi yang tepat serta juga harus dapat menjawab tantangan permasalahan. Adapun uraian terhadap makna masing-masing tujuan yang mencakup sasaran dan indikator kinerja untuk periode Renstra KESDM tahun 2015-2019, sebagai berikut:
TUJUAN-1: TERJAMINNYA PASOKAN MIGAS DAN BAHAN BAKAR DOMESTIK
Dari 7 tujuan Renstra Migas 2015-2019, Tujuan-1 ini merupakan yang utama dan paling mencerminkan tanggung jawab Ditjen Migas, serta sangat penting karena dampaknya langsung kepada perekonomian dan kesejahteraan rakyat yang merupakan indikator keberhasilan pembangunan nasional. Peningkatan penyediaan energi dan bahan baku domestik meliputi 3 sisi yaitu: 1.
Sisi penyediaan (supply), berkaitan dengan potensi sumber daya alam;
2.
Aksesibilitas (accessibility), berkaitan dengan infrastruktur; dan
3.
Sisi pemanfaatan (demand), berkaitan dengan pola (behavior) konsumen energi
Potensi sumber daya alam, merupakan anugerah bagi Indonesia. Selain jumlahnya yang cukup besar, Indonesia juga sangat kaya akan keanekaragaman potensi energi dan mineral. Minyak bumi, yang telah menjadi tulang punggung energi Indonesia sejak lebih dari 120 tahun yang lalu, saat ini mulai menurun cadangan dan produksinya. Namun, potensi sumber energi lainnya seperti gas bumi, coal bed methane, shale gas, batubara, masih sangat berlimpah dan harus ditingkatkan. “Eksploitasi sumber daya energi dan mineral harus disertai dengan peningkatan nilai tambah agar Indonesia terlepas dari bayang-bayang kutukan sumber daya alam”. Infrastruktur migas, merupakan jembatan agar besarnya sumber daya alam Indonesia dapat dimanfaatkan secara optimal untuk menggerakkan kehidupan dan perekonomian. Sebagai negara kepulauan, sering kali lokasi sumber energi sangat jauh dari konsumen dan pusat pertumbuhan. Infrastruktur migas Indonesia harus terus dibangun secara masif sehingga potensi sumber daya yang besar dapat maksimal dimanfaatkan oleh konsumen dalam negeri. Pola konsumen migas, merupakan behavior masyarakat dalam mengkonsumsi energi baik dari jenis energi yang digunakan maupun seberapa banyak energi yang digunakan. Target dari kebijakan pada sisi demand ini adalah agar masyarakat beralih ke energi non-BBM dan melakukan penghematan energi.
23
Rencana Strategis 2015 - 2019
Produksi minyak bumi. Trend produksi minyak 5 tahun kedepan relatif menurun, meskipun akan terjadi peningkatan di tahun 2016. Produksi minyak bumi tahun 2015 ditargetkan sebesar 825 ribu bpd sebagaimana APBN-P 2015. Full scale lapangan Banyu Urip Blok Cepu akan terjadi pada akhir 2015, sehingga peningkatan produksi akan terjadi tahun 2016 menjadi sebesar 830 ribu bpd. Selanjutnya, produksi minyak bumi diperkirakan akan menurun hingga mencapai 700 ribu bpd pada tahun 2019, karena peningkatan produksi dari Blok Cepu tidak dapat mengimbangi natural decline lapangan minyak Indonesia pada umumnya yang sudah berproduksi lebih dari 100 tahun. Lifting gas bumi tahun 2015-2019 diperkirakan relatif stabil pada kisaran 6.400-7.300 mmscfd. Tahun 2015 lifting gas bumi direncanakan sebesar 6.838 mmscfd atau 1,21 juta boepd sebagaimana APBN-P 2015, dan tahun 2019 ditargetkan meningkat sekitar 7.525 mmscfd atau 1,3 juta boepd. Naik turunnya perkiraan lifting gas bumi mengacu pada kontrak gas yang ada saat ini, dan adanya trend turunnya produksi minyak dimana terdapat gas yang associated dengan minyak bumi. Beberapa proyek gas yang menjadi andalan peningkatan produksi gas antara lain lapangan Kepodang, Donggi Senoro, Indonesian Deep Water Development (IDD) Bangka-Gendalo-Gehem, lapangan Jangkrik (Blok Muara Bakau), Tangguh Train-3 dan Masela. Penandatangangan Kontrak Kerja Sama (KKS) Migas. Untuk mengusahakan suatu Wilayah Kerja (WK) Migas diawali dengan penyiapan dan lelang WK (reguler tender or direct proposal), penetapan pemenang WK dan penandatanganan Kontrak Kerja Sama (KKS) migas. Penandatanganan KKS Migas selama 5 tahun kedepan direncanakan minimal sebanyak 40 KKS atau 8 KKS per tahun, yang dapat terdiri dari 6 KKS migas konvensional per tahun dan 2 KKS Migas non-konvensional per tahun Rekomendasi Wilayah Kerja, dilakukan oleh Badan Geologi melalui kegiatan survei geologi dalam rangka mendukung penetapan Wilayah Pengusahaan Migas, CBM, Panas Bumi, Batubara dan Mineral melalui pendanaan dari APBN, yaitu migas melalui survei umum, minerba melalui penyelidikan umum dan panas bumi melalui survei pendahuluan. Sejak tahun 2014, Direktorat Jenderal tidak lagi memiliki anggaran untuk melakukan survei geologi. Adapun kegiatan survei geologi melalui APBN hanya dapat dilakukan oleh Badan Geologi. Kedepan, hasil rekomendasi Wilayah Kerja Migas ikut dilelangkan oleh Ditjen Migas disamping program reguler tender dan direct proposal yang memang biasanya dilakukan oleh Ditjen Migas. Hal ini akan meningkatkan peluang peningkatan penandatanganan WK Migas dan anggaran negara untuk survei geologi yang dilakukan Badan Geologi lebih bermanfaat
Rencana Strategis 2015 - 2019
24
Pemanfaatan gas bumi dalam negeri. “Mulai tahun 2013 untuk pertama kalinya dalam sejarah Indonesia, pemanfaatan gas bumi dalam negeri lebih besar daripada untuk ekspor”. Kondisi tersebut akan terus dipertahankan, dimana untuk tahun 2015 ditargetkan porsi pemanfaatan gas domestik sebesar 59% dan meningkat menjadi 64% pada tahun 2019. Target pemanfaatan gas domestik 64% tahun 2019 sesungguhnya merupakan target yang sangat optimis, mengingat berdasarkan kontrak saat ini justru terdapat penurunan persentase pemanfataan domestik akibat on-streamnya proyek Tangguh Train-3 yang 60%-nya kontrak eskpor dan ENI Jangkrik serta IDD. Target DMO gas bumi didukung dengan meningkatnya pembangunan infrastruktur gas nasional seperti FSRU, LNG receiving terminal, dan pipa transmisi. Sehingga, gas dari sumber-sumber besar yang ada di Kalimantan, dan Indonesia Timur dapat dialirkan ke daerah konsumen gas utamanya Jawa dan Sumatera.
Volume BBM bersubsidi mengalami penurunan drastis dari tahun 2014 sekitar 46,8 juta Kilo Liter (KL) menjadi 17,9 juta KL (kuota APBN-P 2015). Hal tersebut akibat perubahan kebijakan harga BBM, dimana sejak 1 Januari 2015, Bensin Premium Ron-88 tidak lagi merupakan BBM bersubsidi dan subsidi solar hanya dipatok sebesar Rp. 1.000/liter. Tugas Pemerintah adalah mengendalikan konsumsi BBM bersubsidi sehingga subsidi tidak membebani APBN. Sesuai Pasal 8 ayat 2 UU No.22/2001 tentang Migas, Pemerintah wajib menjamin ketersediaan dan kelancaran pendistribusian BBM yang merupakan komoditas vital dan menguasai hajat hidup orang banyak di seluruh wilayah NKRI. Namun ketersediaannya tidak harus BBM bersubsidi. Volume BBM bersubsidi tahun 2015 direncanakan sebesar 17,9 juta KL sebagaimana APBN-P 2015 yang terdiri dari Minyak Solar sebesar 17,05 juta KL dan Minyak Tanah 0,85 juta KL. Volume BBM bersubsidi diupayakan untuk dikendalikan sehingga pada tahun 2019 volumenya pada kisaran 17,9 juta KL. Namun, dalam perjalanannya kebijakan harga dan volume BBM bersubsidi dapat berubah yang akan berdampak pada penurunan volume BBM bersubsidi. Meningkatnya permintaan BBM memerlukan kebijakan untuk pengamanan pasokan meliputi pengembangan kilang baru, pengamanan impor dan peningkatan produksi bahan bakar nabati, serta pembangunan infrastruktur pendukung lainnya. • Kapasitas kilang BBM saat ini sebesar 1,167 juta barrel crude per day (bcpd), dengan jumlah kilang yang ada sebanyak 7 kilang pertamina (1,047 juta bcpd) dan 3 kilang non-pertamina yaitu kilang Pusdiklat Cepu 3,8 mbcpd (3,8 mbcpd), Kilang Tuban/TPPI (100 mbcpd), dan Kilang TWU (6 mbcd) serta Kilang TWU II (10 mbcd) yang baru beroperasi tahun 2014. Untuk 5 tahun kedepan direncanakan pembangunan Kilang BBM 300 ribu mbcpd dengan skema Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) di Bontang dengan nilai proyek sekitar US$ 10 miliar yang ditargetkan dapat selesai tahun 2019, sehingga kapasitas kilang BBM dapat meningkat menjadi 1,467 juta bcpd. Selain pembangunan kilang grassroot tersebut, juga terdapat rencana pengembangan Kilang Pertamina lainnya yaitu: • Refinery Development Master Plan (RDMP), mencakup upgrading dan modernisasi 5 kilang minyak Pertamina dengan nilai proyek sekitar US$ 25 miliar yaitu: Kilang Balikpapan, Kilang Cilacap, Kilang Dumai, Kilang Plaju dan Kilang Balongan. Pengembangan kilang minyak tersebut akan meningkatkan produksi 2 kali lipat dari saat ini sekitar 820 ribu bpd menjadi 1,6 juta bpd. RDMP tidak akan selesai dalam waktu 5 tahun, tetapi memiliki time frame proyek hingga tahun 2025. Untuk tahap pertama akan dimulai pada tahun 2018 yaitu modernisasi untuk 4 kilang yaitu Plaju, Balikpapan, Cilacap dan Balongan. Sementara Kilang Dumai akan dimulai tahun 2021. Calon investor proyek RDMP yang telah melakukan MOU dengan Pertamina antara lain Saudi Aramco, Sinopec dan JX Nippon dengan investasi sekitar 25 miliar US$.
25
Rencana Strategis 2015 - 2019
• Residual Fluid Catalytic Cracking (RFCC) di kilang Cilacap yang dapat mulai beroperasi tahun 2015. RFCC akan memberikan tambahan produk gasoline sekitar 2 juta KL per tahun. • Proyek Langit Biru Cilacap (PLBC)
Konversi minyak tanah ke LPG terdiri dari 2 kegiatan yaitu pembagian paket perdana gratis dan penyediaan LPG 3 kg. Pembagian paket perdana direncanakan hanya pada tahun 2015 sebesar 812.507 paket. Sedangkan penyediaan LPG 3 kg terus dimana pada tahun 2015 direncanakan sebesar 5,77 juta metrik ton (MT) dan pada tahun 2019 sebanyak 7,28 juta MT. Pembangunan jaringan gas kota (Jargas) pada periode 2015-2019 rencananya dilakukan di 210 lokasi, melalui pendanaan APBN (10 lokasi), PGN (172 lokasi) dan Pertamina (28 lokasi) target Rumah Tangga tersambung sebanyak 1,14 juta sambungan rumah. Untuk memperlancar pembangunan jargas khususnya yang melalui pendanaan APBN, maka pembangunan sedang diupayakan agar dilakukan melalui penugasan kepada BUMN yang selanjutnya dapat bertindak sebagai operator. Pembangunan infrastruktur SPBG pada periode 2015-2019 rencananya dilakukan di 118 lokasi, melalui pendanaan APBN (10 SPBG), PGN (69 SPBG) dan Pertamina (39 SPBG). Rencana penyediaan gas untuk SPBG juga didukung dengan alokasi gas sekitar 40-58 mmscfd per tahun. Sama halnya dengan pembangunan jargas, agar lebih berkelanjutan mulai dari pembangunan hingga pengoperasian, maka pembangunan infrastruktur SPBG dilakukan dengan penugasan kepada BUMN. Kapasitas kilang LPG terus ditingkatkan meningkat seiring dengan kebutuhan LPG dalam negeri, meskipun impor LPG juga tetap dilakukan. Saat ini impor LPG sekitar 60% dari kebutuhan dalam negeri. Pada tahun 2015 kapasitas kilang LPG direncanakan sekitar 4,6 juta MT dengan hasil produksi LPG sebesar 2,39 juta MT. Selanjutnya pada tahun 2019 kapasitas kilang LPG ditingkatkan menjadi 4,68 juta MT dengan hasil produksi sebesar 2,43 juta MT. Pembangunan FSRU, Regasification Unit dan LNG Terminal dalam 5 tahun kedepan direncanakan sebanyak 7 unit yaitu Receiving Terminal gas Arun, LNG Donggi-Senoro, LNG South Sulawesi, Receiving Terminal Banten, FSRU Jawa Tengah, LNG Tangguh Train-3 dan LNG Masela. Pipa transmisi dan/atau wilayah jaringan distribusi gas bumi merupakan salah satu infrastruktur penting untuk menyalurkan gas bumi dalam negeri sehingga porsi pemanfaatan gas domestik semakin meningkat. Beberapa proyek pipa gas yang akan diselesaikan antara lain pipa gas Arun-Belawan, Kepodang-Tambak Lorok, Gresik-Semarang dan Muara KarangMuara Tawar-Tegal Gede.
Rencana Strategis 2015 - 2019
26
TUJUAN-2: TERWUJUDNYA PERAN PENTING SUBSEKTOR MIGAS DALAM PENERIMAAN NEGARA
Pengelolaan sumber daya migas menghasilkan penerimaan subsektor migas yang jumlahnya ratusan triliun. Sebagai sumber penerimaan negara, subsektor migas setiap tahunnya memberikan kontribusi diatas 20% terhadap penerimaan nasional. Selain menjadi penerimaan negara bagi Pemerintah Pusat, penerimaan sektor migas tersebut juga dinikmati oleh Daerah dalam bentuk Dana Bagi Hasil (DBH). Semakin besar penerimaan, maka DBH juga semakin besar dan sebaliknya.
Penerimaan negara sektor Migas tahun 2015 direncanakan sebesar Rp. 139,38 triliun dan meningkat menjadi Rp. 293,79 triliun pada tahun 2019. Kontribusi terbesar yaitu dari penerimaan migas pada tahun 2019. Penerimaan subsektor migas 2015-2019 tersebut belum termasuk penerimaan lainnya yang mencakup antara lain: penerimaan penjualan dan sewa, jasa, pendidikan, dan iuran badan usaha. Selain itu, terdapat juga penerimaan yang tidak tercatat di KESDM terkait kegiatan usaha ESDM yaitu deviden dari BUMN di lingkungan sektor ESDM, pajak-pajak dari pengusahaan sektor ESDM yaitu PPN, PBBKB dan PBB serta usaha pertambangan KP yang ijinnya diterbitkan oleh Bupati.
TUJUAN-3: TERWUJUDNYA SUBSIDI BAHAN BAKAR YANG LEBIH TEPAT SASARAN DAN HARGA YANG KOMPETITIF Subsidi Bahan Bakar yang terdiri dari BBM dan LPG masih diterapkan dalam rangka mendukung daya beli masyarakat dan aktifitas perekonomian. Namun, besaran subsidinya mulai dikurangi secara bertahap dengan tetap memperhatikan kebutuhan masyarakat. Pengurangan subsidi dapat dilakukan dengan cara yaitu pengendalian volume atau konsumsi, dan kenaikan harga.
Subsidi BBM dan LPG Direncanakan mulai tahun 2017 dilakukan kuota BBM bersubsidi tetap hingga tahun 2019 sebesar 17.9 juta KL untuk mengendalikan konsumsi BBM. Hal yang dapat meningkatkan volume BBM dan LPG bersubsidi adalah kenaikan konsumsi yang merupakan cerminan dari tumbuhnya perekonomian. Selain itu, melemahnya kurs Rupiah dan kenaikan harga minyak internasional, mengingat masih terdapat impor BBM dan minyak mentah yang dibeli menggunakan international market price. Alangkah lebih bermanfaatnya apabila belanja subsidi energi dikurangi dan dialihkan untuk pembangunan infrastrastruktur serta pendidikan dan kesehatan gratis.
27
Rencana Strategis 2015 - 2019
TUJUAN-4: TERWUJUDNYA PENINGKATAN INVESTASI SUBSEKTOR MIGAS Investasi merupakan modal dasar penggerak perekonomian, yang mewujudkan kegiatan usaha di sub sektor migas. Penyediaan migas serta penerimaan sub sektor migas yang mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejateraan rakyat, berawal dari investasi.
Investasi migas, khususnya pengelolaan hulu migas memiliki ciri pokok, yaitu padat modal, padat resiko dan membutuhkan teknologi serta SDM berkualifikasi tinggi. Dibutuhkan investor khusus yang berani mengambil resiko, mempunyai kemampuan modal besar dan mampu dalam penyediaan teknologi. Sejak diterbitkannya UU No. 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, jumlah WK Migas meningkat sangat drastis dimana pada tahun 2001 hanya ada 117 WK dan meningkat menjadi 321 WK tahun 2014. Artinya upaya pencarian investasi dan pencarian cadangan migas cukup bergairah dibandingkan sebelum diterbitkannya UU MIgas. Investasi migas tahun 2015 direncanakan sebesar US$ 23,67 miliar dan meningkat menjadi US$ 29,9 miliar pada tahun 2019.
TUJUAN-5: TERWUJUDNYA PERAN SUB SEKTOR MIGAS DALAM PEMBANGUNAN DAERAH
Dana Bagi Hasil (DBH) sub sektor migas tahun 2015 diperkirakan sebesar Rp. 56,41 triliun dan meningkat menjadi Rp. 63,1 triliun pada tahun 2019. Peningkatan DBH tersebut seiring dengan peningkatan penerimaan negara sub sektor migas
Rencana Strategis 2015 - 2019
28
BAB III
ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI, KERANGKA KELEMBAGAAN Menurut International Energy Agency (IEA), ketahanan energi merupakan akses terhadap energi yang memadai, terjangkau dan dapat diandalkan, termasuk ketersediaan sumber daya energi, mengurangi ketergantungan pada impor, penurunan gangguan terhadap lingkungan, persaingan dan pasar yang efisien, menggantungkan pada sumber daya setempat yang bersih lingkungan, dan energi yang terjangkau dan adil. Untuk melihat ketahanan energi suatu negara ada 4 hal yang dapat diukur atau dikenal dengan 4A, yaitu: 1. Availability, ketersediaan sumber energi baik dari domestik maupun luar negeri. 2. Accessibility, kemampuan untuk mengakses sumber energi, infrastruktur jaringan energi, termasuk tantangan geografik dan geopolitik. 3. Affordability, biaya investasi di bidang energi, mulai dari biaya eksplorasi, produksi dan distribusi, hingga biaya yang dikenakan ke konsumen. 4. Acceptability, penggunaan energi yang peduli lingkungan (Darat, Laut dan Udara), termasuk penerimaan masyarakat Hakikat pengelolaan migas Indonesia ditujukan bagi Gambar 3.1 Konsep Ketahanan Energi kedaulatan, kemandirian dan ketahanan energi serta peningkatan nilai tambah. Beberapa ketentuan penting yang melandasi hal tersebut yang merupakan arah kebijakan pengelolaan migas, diamanatkan dalam konstitusi Undang Undang Dasar Tahun 1945, utamanya Pasal 33 ayat 2, 3 dan 4, yaitu: • Pasal 33 ayat 2: “Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara”. • Pasal 33 ayat 3: “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. • Pasal 33 ayat 4: “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”. Selain itu, berdasarkan UUD 1945 Pasal 33 ayat 5 yang berbunyi “Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang”, maka telah diterbitkan UU No. 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi Dalam hal pengelolaan energi, hakikat yang diamanahkan dalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945 diejawantahkan lebih lanjut pada Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi yang menggarisbawahi bahwa komoditas energi yang meliputi sumber daya energi fosil, tenaga air skala besar, panas bumi dan energi nuklir dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Begitu juga pada ayat (2) mengenai sumber daya energi baru dan terbarukan pengaturan juga dilakukan oleh negara. Sedangkan di dalam Pasal 19 ayat (1) dinyatakan mengenai hak dan peran masyarakat yaitu bahwa “setiap orang berhak memperoleh energi”.
29
Rencana Strategis 2015 - 2019
KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
JAMINAN PASOKAN
SHIFTING PARADIGM
HARGA ENERGI
OPTIMASI & DIVERSIFIKASI PRODUKSI
SUBSIDI LANGSUNG
DIVERSIFIKASI DEMAND SIDE POLICY
KESADARAN MASYARAKAT
KETAHANAN ENERGI DAN MINERAL
EKSPLORASI SUPPLY SIDE POLICY
KONSERVASI (EFISIENSI)
Gambar 3.2 Kebijakan Umum Pengelolaan Energi dan Sumber Daya Mineral Secara umum kebijakan pengelolaan energi dan sumber daya mineral menekankan suatu shifting paradigm, yaitu suatu paradigma yang mengarahkan pengelolaan energi dan sumber daya mineral, bukan lagi semata dari kebijakan supply side, namun juga harus mengoptimalkan pengaturan dan bagaimana mengoptimalkan demand side. Dari supply side management, terus dilakukan upaya-upaya eksplorasi termasuk optimasi dan diversifikasi produksi, sedangkan dari demand side management, lebih mengutamakan diversifikasi pemanfaatan energi dan efisiensi energi yang melibatkan peran serta dan kesadaran masyarakat pengguna energi. Arah kebijakan sektor ESDM berdasarkan UU Energi ditekankan pada 3 sisi yaitu: supply side management, demand side management, dan kebijakan harga. Sejak awal tahun 2000 kebutuhan energi semakin meningkat, dan sebaliknya pasokan energi khususnya minyak bumi cenderung menurun, sehingga demand side management mendapat perhatian lebih untuk dikendalikan. Upaya konservasi pada demand side harus menjadi fokus perhatian, sambil melakukan diversifikasi agar penyediaan dan konsumsi energi tidak selalu mengandalkan minyak bumi. Sedangkan arah kebijakan pengelolaan mineral diutamakan untuk lebih memberikan nilai tambah dan pertumbuhan industri dalam negeri.
Rencana Strategis 2015 - 2019
30
III.1 ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Kebijakan supply side management, demand side management dan kebijakan harga, tercermin dalam upaya Ditjen Migas dalam mencapai tujuan dan sasaran 5 tahun kedepan. Adapun kebijakan dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran pada Renstra Migas, dilakukan dengan arah kebijakan, sebagai berikut: 1. Optimalisasi Produksi 2. Prioritas alokasi domestik 3. Menjamin kepastian hukum dan birokrasi yang sehat 4. Mengatur harga energi yang kompetitif dan subsidi yang lebih terarah 5. Meningkatkan percepatan pembangunan infrastruktur migas 6. Kebijakan TKDN 7. Kebijakan Pro Lingkungan: pengurangan gas rumah kaca 8. Meningkatkan penerimaan negara melalui ekspor, baik ekspor minyak mentah dan LNG, maupun produk final migas; 9. Percepatan diversifikasi BBM ke BBG dan konservasi energi. 10. Kebijakan lainnnya: Mengoptimalkan penerimaan negara, Peningkatan Litbang, Peningkatan pelayanan Kegeologian, Peningkatan Manajemen & kompetensi SDM. Masing-masing kebijakan tersebut didukung dengan strategi yang berisi upaya yang pada gilirannya medorong tercapainya tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan pada Bab III. Kebijakan dan strategi tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
31
Rencana Strategis 2015 - 2019
KEBIJAKAN-1: OPTIMALISASI PRODUKSI Kebijakan ini mencakup peningkatan eksplorasi sumber daya dalam rangka meningkatkan potensi dan/ atau cadangan terbukti sehingga produksi energi fosil dapat optimal memenuhi kebutuhan dalam negeri. Perlu diwujudkan keseimbangan antara laju penambahan cadangan energi fosil dengan laju produksi maksimum. MINYAK DAN GAS BUMI. Pengelolaan sumber daya alam minyak dan gas bumi diarahkan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan bahan bakar yang makin meningkat, baik bagi kehidupan masyarakat maupun bagi kegiatan ekonomi dan pembangunan terutama bagi kebutuhan industri dan jasa yang terus meningkat sejalan dengan tingkat perkembangan pembangunan. Potensi sumber daya migas nasional, baik yang konvensional maupun yang nonkonvensional, terus digali dan dikembangkan dengan berpegang pada prinsip menguntungkan secara ekonomis, layak secara teknis, dan diterima secara sosial budaya, tidak mengganggu keseimbangan lingkungan dan kelestarian lingkungan hidup serta terjangkau oleh daya beli rakyat. Strategi dan rencana aksi tahun 2015-2019 dalam rangka mendukung kebijakan optimalisasi produksi energi terkait migas, antara lain: 1. Menyelesaikan proyek migas strategis, dengan rencana on stream, sebagai berikut: Rencana aksi
2015 2016 2017 2018 2019
Blok Cepu (Full Scale 165.000 bpd) Lapangan minyak bukit tua & ande-ande lumut Lapangan Gas Kepodang Blok Sengkang Donggi Senoro-Matindok Lapangan MDA-MBH (Husky) Blok Cepu (lapangan gas Jambaran Tiung Biru) Medco Malaka Aceh Blok Muara Bakau, Jangkrik (ENI) IDD: Bangka-Gendalo Hub-Gehem Hub Blok Abadi Masela Tangguh Train-3
2. Rencana pemboran eksplorasi migas, CBM dan shale gas Rencana aksi
Satuan
2015
2016
2017
2018
2019
Pemboran eksplorasi
sumur
83 86 87 89 91
Rencana Strategis 2015 - 2019
32
3. Penyiapan dan penandatanganan Wilayah Kerja (WK) Migas
Rencana aksi
Satuan
2015 2016 2017 2018 2019
Penyiapan WK Migas Penandatangangan WK Migas
Wilayah Wilayah
22 19 21 21 21 12 10 12 12 13
4. Penawaran Wilayah Kerja Migas Konvensional pada tahun 2015 tahap I sebanyak 8 Wilayah Kerja.
Gambar 3.3 Rencana Penawaran Wilayah Kerja Migas Konvensional 2015 Tahap I 5.
Menyiapkan rekomendasi penyiapan Wilayah Kerja Migas Konvensional & non-Konvensional
Rencana aksi
Satuan
2015 2016 2017 2018 2019
Rekomendasi WK Migas
Wilayah
9
9
10
11
11
Rekomendasi WK CBM Wilayah 2 2 2 2 2
6.
Melakukan survey geologi melalui pendanaan dari APBN oleh Badan Geologi dalam rangka mendukung penyiapan Wilayah Kerja Migas Rencana aksi
Satuan
2015 2016 2017 2018 2019
Survei umum migas Wilayah 3 3 3 3 3 Assessment prospek migas & shale gas Wilayah 5 6 6 6 6
33
Rencana Strategis 2015 - 2019
7. Evaluasi wilayah potensi migas oleh Badan Litbang ESDM
Rencana aksi
Satuan
2015 2016 2017 2018 2019
Evaluasi lahan migas di Kawasan Indonesia Timur Wilayah 1 1 1 1 1 Survey seismik offshore Km line 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 Evaluasi Wilayah Kerja gagal lelang Wilayah 10 10 10 10 10
8. Peningkatan kolaborasi Ditjen Migas, SKK Migas, Badan Geologi dan Lemigas dalam rangka penyiapan Wilayah Kerja Migas dan peningkatan eksplorasi: a. Penambahan penawaran Wilayah Kerja Ditjen Migas menawarkan Wilayah Kerja yang disiapkan/ diusulkan oleh Badan Geologi dan Lemigas, disamping penawaran Wilayah Kerja reguler tender dan direct offer yang sudah diprogramkan Ditjen Migas. b. Peningkatan kualitas Wilayah Kerja •
SKK Migas menyiapkan data (semua fakta, petunjuk, indikasi, dan informasi baik dalam bentuk tulisan/karakter, angka/digital, gambar/analog, media magnetik, dokumen, perconto batuan, fluida, dan bentuk lain yang didapat dari hasil Survei Umum, Eksplorasi dan Eksploitasi Migas), baik di WK aktif maupun tidak aktif sebagaimana Permen ESDM No. 27/2006, dimana data tersebut adalah milik negara yang dikuasi oleh Pemerintah.
• Selanjutnya, Badan Geologi dan Lemigas memanfaatkan data tersebut untuk menyiapkan Wilayah Kerja yang lebih berkualitas, sehingga meningkatkan kualitas Wilayah Kerja yang akan ditawarkan oleh Ditjen Migas. • Proses penyerahan data dari KKKS ke SKK Migas pada saat persetujuan WP&B tiap tahun. Proses penyerahan data dari SKK Migas ke Pusdatin dilakukan setelah itu. • Untuk tahap awal, tidak perlu seluruh KKKS menyerahkan data. Cukup beberapa KKKS pada WK yang telah diidentifikasi oleh Badan Geologi dan Lemigas saja. • Sebelumnya, Badan Geologi dan Lemigas sebelum tahun berjalan menyampaikan jumlah dan WK mana saja yang ingin dimintakan datanya untuk menjadi pendukung penyiapan WK baru (usul 3 WK per tahun).
Rencana Strategis 2015 - 2019
34
9. Perpanjangan kontrak migas secara antisipatif (sebelum injury time). Keterlambatan dalam menentukan Status Pengelolaan Lanjut WK yang telah habis Masa kontraknya beresiko menyebabkan penurunan produksi yang signifikan, seperti yg terjadi dengan Blok CPP yang saat ini disebut sebagai WK BOB. Setelah era pergantian operator mengalami kehilangan produksi sebesar 30.000 bpd dalam kurun tahun 1999-2002 dengan decline rate 18%, dikarenakan operator baru memerlukan waktu penyesuaian mengoperasikan lapangan CPP. Keputusan perpajangan kontrak paling lambat 2 tahun sebelum tanggal kontrak berakhir. Adapun Wilayah Kerja yang harus diputuskan pada periode 20152019 yaitu Wilayah Kerja yang akan habis kontraknya pada tahun 2015-2021 setidaknya terdiri dari 27 WK.
Tabel 3.1 Wilayah Kerja Migas yang akan Habis Kontrak
10. Penggunaan teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR) • Chemical Flooding telah dilakukan, di beberapa lapangan antara lain Lapangan Tanjung Kalimantan (Pertamina), Lapangan Kaji Semoga, Rimau Asset, Sumatera Selatan (Medco), dan Lapangan Minas (Chevron). Tahap pengembangan, dengan menerapkan metode steam flood di lapangan Duri Chevron telah dimulai pada tahun 1981. • Tahap pengujian lapangan, dengan menerapkan metode surfactant polymer di lapangan Minas Chevron dan Kaji Medco menunjukkan hasil yang baik. Sedangkan, dengan metode surfactant di lapangan Tanjung Pertamina EP hasilnya kurang memuaskan, dan dengan metode polymer di lapangan Widuri CNOOC dan metode Electrical EOR di lapangan Old Rimau Medco pengujiannya masih berlangsung. • Tahap persiapan dan studi juga masih dilakukan dengan menerapkan metode chemical flooding di lapangan Limau KSO Inspec-Pertamina EP, Pedada BOB-BSP, Rama CNOOC SES, Melibur EMP, Rantau Z-600 Pertamina EP, Kenali Asam Pertamina EP, Tempino Pertamina EP, dan metode CO.2 flooding di lapangan Gemah PetroChina. 11. Prototype rig CBM dilakukan tahun 2014 dan 2015 untuk tahap pengembangan, selanjutnya tahun 2016-2019 direncanakan untuk masuk tahap penerapan dengan target 1 rig per tahun yang akan diikuti pembangunannya secara komersil oleh perusahaan.
35
Rencana Strategis 2015 - 2019
12. Pembangunan komersil prototype rig CBM untuk pemboran sumur CBM dan untuk kerja ulang sumur migas yang telah dilakukan tahun 2013 melalui pendanaan APBN. Rencananya hasil prototipe rig tersebut akan diikuti pembangunannya secara komersial oleh badan usaha atau industri dengan target 2 unit per tahun pada 2015-2019. 13. Menyiapkan kebijakan, kerangka regulasi, insentif kegatan usaha hulu migas, khususnya untuk KKS non-konvensional dan daerah remote agar tingkat keekonomiannya lebih menarik. 14. Koordinasi pembinaan, pengaturan dan pengawasan usaha migas, dalam rangka persetujuan perizinan, Percepatan waktu perizinan, Koordinasi dengan Pemda/KL, Penyelesaian permasalahan lahan.Pembuatan Pedoman Standar Teknis yang lebih sesuai untuk migas nonkonvensional dalam aspek pengadaan barang dan jasa, K3LL, pengeboran, penentuan sumber daya dan cadangan. 15. Penyelesaian Rancangan Undang-Undang tentang Minyak dan Gas Bumi. 16. Peningkatan implementasi peraturan terkait produksi migas, antara lain: o Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 177,178, dan 179 Tahun 2007 dalam rangka memberikan kepastian investasi jangka panjang. o Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2012 tentang Peningkatan Produksi Migas Nasional. o Permen ESDM Nomor 8 Tahun 2005 tentang Insentif Pengembangan Lapangan Minyak Bumi Marginal. o Permen ESDM Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pedoman Pengusahaan Minyak Bumi pada Sumur Tua. 17. Peningkatan kehandalan fasilitas produksi untuk mengurangi gangguan produksi mengingat mayoritas fasilitas produksi eksisting merupakan fasilitas yang sudah cukup tua
Rencana Strategis 2015 - 2019
36
KEBIJAKAN-2: PENINGKATAN ALOKASI ENERGI DOMESTIK
Pemanfaatan energi harus lebih mengutamakan bagi pemanfaatan dalam negeri. Pemanfaatan untuk ekspor mulai dikurangi secara bertahan dengan tetap memperhatikan kontrak dan penerimaan negara. GAS BUMI. Saat ini kebijakan alokasi gas lebih diutamakan untuk pasokan domestik, cadangan besar dapat digunakan baik untuk domestik maupun ekspor dan cadangan kecil untuk domestik. Selain itu, kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) gas juga diberlakukan (25% dari bagian KKKS/PSC, sisanya dapat dipergunakan untuk domestik maupun ekspor). Dari tahun ke tahun, ekspor gas sudah mulai dikurangi, sebaliknya pemanfaatan domestik terus diintensifkan. Hal ini menunjukkan bahwa pada tataran kebijakan dan perencanaan, upaya pengutamaan pasokan gas bumi domestik sudah berjalan sangat baik. Meskipun saat ini kebijakan alokasi gas untuk domestik sudah diprioritaskan, namun ekspor gas juga tetap diperlukan untuk mencapai skala keekonomian dari suatu lapangan gas bumi, mengingat harga gas bumi domestik pada umumnya lebih rendah dibandingkan untuk ekspor. Implementasi kebijakan alokasi gas bumi. Berdasarkan Permen Nomor 03 Tahun 2010 tentang Alokasi dan Pemanfaatan Gas Bumi untuk Pemenuhan Kebutuhan dalam Negeri, pemanfaatan gas bumi diprioritaskan untuk kebutuhan dalam negeri dengan tetap mempertimbangkan keekonomian pengembangan lapangan. Sumber pasokan energi dalam negeri dikerahkan untuk alokasi pemenuhan kebutuhan domestik. Untuk LNG, sumbersumber pasokan antara lain dari Kilang LNG Tangguh dan Kilang LNG Badak melalui terminal LNG Nusantara Regas, Regasifikasi Arun, FSRU Jateng dan Cilacap, FSU Banten, dan FSRU Lampung sudah ditetapkan alokasinya untuk pemenuhan kebutuhan LNG domestik. Strategi dan rencana aksi tahun 2015-2019 dalam rangka mendukung kebijakan peningkatan alokasi energi domestik, terkait gas bumi, antara lain: 1. Menyelesaikan pembangunan LNG terminal strategis dengan rencana on-stream: Rencana aksi
Satuan
2015 2016 2017 2018 2019
Receiving terminal Arun (Pertamina) LNG South Sulawesi (SSLNG) LNG Donggi Senoro (DS LNG) Receiving terminal Banten (EDK) FSRU Jawa Tengah (Pertamina) LNG Masela (Inpex) LNG Tangguh Train-3 (BP)
2. Menyelesaikan pembangunan pipa transmisi gas strategis dengan rencana on-stream: Rencana aksi Pipa Arun-Belawan (Pertamina) Pipa Kepodang-Tambak Lorok (Bakrie) Pipa Muara Karang-Muara Tawar-Tegal Gede Pipa Gresik-Semarang (Pertagas)
37
Rencana Strategis 2015 - 2019
Satuan
2015 2016 2017 2018 2019
• Kalija Tahap II (Bontang-Semarang) sebagai lanjutan dari Kalija I (Kepodang-Semarang), dengan total panjang pipa 1115 km, kapasitas 700 -1000 MMSCFD, dibangun oleh PT Bakrie&Brothers. • GRESEM (Gresik-Semarang), 258 km, kapasitas 350-500 MMSCFD oleh PT Pertamina, yang direncanakan on stream pada pertengahan 2015. Groundbreaking akan dilaksanakan pada triwulan II 2014. Sumber pasokan : Lapangan Gas Cepu milik PT Pertamina EP Cepu (PEPC), FSRU Jawa Tengah. Pembangunan pipa dengan panjang + 265 km, diameter 28” yang on stream ditargetkan pada kwartal III tahun 2015. • CISEM (Cirebon-Semarang), 255 km, kapasitas 350-500 MMSCFD oleh PT Rekayasa Industri, masih menunggu ketersediaan gas dan anchor buyer. • Infrastruktur Pipa Gas Arun –Belawan. Pipa Arun – Belawan panjang 340 km 24 inchi sampai ke Belawan. Belawan – KIM 24 km 16 inchi. Belawan – KEK 135 km 16 inchi. On stream akhir Desember 2014. 3.
Menyiapkan Peraturan Menteri ESDM mengenai Teknis Persetujuan Alokasi dan Harga Gas.
4.
Menyusun Neraca Gas Bumi Nasional yang mencakup supply demand gas bumi Indonesia.
5.
Pemuktahiran Neraca Gas Bumi Nasional yang mencakup supply demand gas bumi Indonesia jangka panjang.
KEBIJAKAN-3: MENJAMIN KEPASTIAN HUKUM DAN BIROKRASI YANG SEHAT
Untuk meningkatkan iklim investasi melalui penyempurnaan peraturan perundang-undangan (untuk kepastian hukum dan birokrasi yang sehat), termasuk menyelesaikan konflik tumpang tindih lahan dan insentif fiskal, diperlukan upaya penyempurnaan peraturan perundangan dan perizinan, insentif, dan reformasi birokrasi. Persoalan penerapan asas cabotage pada kegiatan usaha hulu migas diselesaikan melalui penerbitan penerbitan PP No. 22 tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan sehingga kapal asing yang dibutuhkan untuk kegiatan usaha hulu migas di lepas pantai dapat beroperasi. Tumpang tindih penggunaan lahan, terutama lahan di area hutan, yang kerapkali menjadi kendala dalam investasi migas diselesaikan melalui koordinasi antar departemen untuk merevisi peraturan perundangan yang terkait, dalam hal lahan kehutanan, UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Revisi peraturan perundangan tersebut diharapkan dapat memberikan kejelasan pada isu yang sudah kerapkali menjadi kendala dalam kegiatan usaha migas.
KEBIJAKAN-4 : MENGATUR HARGA ENERGI YANG KOMPETITIF DAN SUBSIDI YANG LEBIH TERARAH
Sebagaimana Pasal 7 UU No. 30/2007 tentang Energi, bahwa harga energi ditetapkan berdasarkan nilai keekonomian berkeadilan, dan Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyediakan dana subsidi untuk kelompok masyarakat tidak mampu. Selain itu, sebagaimana PP No. 79/2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, subsidi disediakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah, dalam hal: • Penerapan keekonomian berkeadilan dan kemampuan daya beli masyarakat tidak dapat dilaksanakan; • Harga energi terbarukan lebih mahal daripada harga energi dari bahan bakar minyak yang tidak disubsidi; Penyediaan subsidi sebagaimana dimaksud meliputi: • Penerapan mekanisme subsidi dilakukan secara tepat sasaran untuk golongan masyarakat tidak mampu;
Rencana Strategis 2015 - 2019
38
•
Pengurangan subsidi BBM dan listrik secara bertahap sampai dengan kemampuan daya beli masyarakat tercapai.
Kebijakan rasionalisasi subsidi dan harga energi mencakup pengalihan subsidi dari belanja konsumtif dan belanja produktif. Subsidi tetap diperlukan, namun secara bertahap dikurangi karena tidak mencerminkan keadilan atau tidak tepat sasaran. Masyarakat mampu bahkan kaya, masih dapat menikmati subsidi BBM dan listrik. Rasionalisasi subsidi akan memberikan fiscal space bagi Pemerintah untuk mengalokasikan belanja produktif, seperti pembangunan infrastruktur dasar, pendidikan, kesehatan, dan bantuan sosial untuk rakyat kurang mampu. Strategi dan rencana aksi tahun 2015-2019 dalam rangka mendukung kebijakan rasionalisasi subsidi dan harga energi yang lebih terarah, terkait subsidi BBM, antara lain: 1. Pengendalian volume dan subsidi BBM: • Peningkatan penegakan implementasi Permen No. 1/2013 tentang Pengendalian Penggunaan BBM, agar penggunaan BBM bersubsidi lebih tepat sasaran. • Meningkatkan program konversi BBM ke gas (konversi mitan ke LPG, pembangunan jargas, dan BBG untuk transportasi). • Meningkatkan pengawasan penyaluran BBM bersubsidi, antara lain dengan penggunaan teknologi (alat kendali & war room), peningkatan peran pemda dan kerjasama dengan instansi terkait, MOU dengan instansi lain. • Mengatur harga BBM agar lebih produktif dan mencerminkan keadilan: - Bensin Premium (BBM Khusus Penugasan), harga jualnya diatur floating sesuai harga keekonomian ditetapkan setidaknya tiap 1 bulan, sehingga energi lebih memiliki nilai yang berharga dan penghematan konsumsi secara alami akan terjadi. BBM ini tidak diberikan subsidi. - Solar, harga jualnya diatur floating sesuai harga keekonomian ditetapkan setidaknya tiap 1 bulan, dan diberi subsidi tetap Rp. 1.000 per liter. - Minyak tanah, diberikan subsidi penuh dengan harga jual tetap. Volume minyak tanah diturunkan seiring dengan peningkatan volume LPG 3 kg. • Sosialisasi penghematan energi, dilakukan secara terus menerus baik ke sektor rumah tanggal, transportasi, industri dan komersil. 2. Kegiatan diversifikasi energi, antara lain: • Konversi minyak tanah ke LPG • Konversi BBM ke BBG untuk transportasi • Mandatori Biofuel pada transportasi • Pembangunan jargas untuk rumah tangga
39
Rencana Strategis 2015 - 2019
KEBIJAKAN-5: MENINGKATKAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR MIGAS
BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) Strategi dan rencana aksi tahun 2015-2019 dalam rangka mendukung kebijakan peningkatan akses dan infrastruktur energi, terkait BBM, antara lain: 1. Rencana pembangunan Kilang minyak grassroot 300 ribu bcpd dengan skema Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) di Bontang (nilai proyek sekitar US$ 10 miliar) ditargetkan dapat selesai tahun 2019. Selain pembangunan kilang grassroot tersebut, juga terdapat rencana pengembangan Kilang Pertamina lainnya melalui: • Refinery Development Master Plan (RDMP), yang mencakup upgrading dan modernisasi 5 kilang minyak Pertamina dengan nilai proyek sekitar US$ 25 miliar yaitu: Kilang Balikpapan, Kilang Cilacap, Kilang Dumai, Kilang Plaju dan Kilang Balongan. Pengembangan kilang minyak tersebut akan meningkatkan produksi 2 kali lipat dari saat ini menjadi 1,6 juta bpd. RDMP tidak akan selesai dalam waktu 5 tahun, tetapi memiliki time frame proyek hingga tahun 2025. Untuk tahap pertama akan dimulai pada tahun 2018 yaitu modernisasi untuk 4 kilang yaitu Kilang Plaju, Balikpapan, Cilacap dan Balongan. Sementara Kilang Dumai akan dimulai tahun 2021. Calon investor proyek RDMP yang telah melakukan MOU dengan Pertamina antara lain Saudi Aramco, Sinopec dan JX Nippon dengan investasi sekitar 25 miliar US$. • Residual Fluid Catalytic Cracking (RFCC) di kilang Cilacap yang dapat mulai beroperasi tahun 2015. RFCC akan memberikan tambahan produk gasoline sekitar 2 juta KL per tahun. • Proyek Langit Biru Cilacap (PLBC) 2. Pembelian minyak mentah secara langsung dari produsen minyak dengan kontrak jangka menengah. 3. Promosi investasi (market consultation) pembangunan kilang minyak. 4. Mengganti bensin RON 88 dengan bensin RON 92 secara bertahap dengan target penyelesaian 2 tahun, antara lain melalui perbaikan sarana dan prasarana pengolahan dan pendistribusian BBM. 5. Mengupayakan cadangan stok BBM Nasional sekitar 21 hari dan membangun infrastruktur penyimpan BBM maupun minyak mentah, utamanya disaat harga minyak sedang turun. 6. Menyiapkan insentif dan skema bisnis yang menarik untuk kilang minyak dan depot. 7. Pengendalian volume dan subsidi BBM, antara lain: a. Peningkatan penegakan implementasi Permen No. 1/2013 tentang Pengendalian Penggunaan BBM, agar penggunaan BBM bersubsidi lebih tepat sasaran. b. Meningkatkan program konversi BBM ke gas (konversi mitan ke LPG, pembangunan jargas, dan BBG untuk transportasi).
Rencana Strategis 2015 - 2019
40
c. Meningkatkan pengawasan penyaluran BBM bersubsidi, antara lain dengan penggunaan teknologi (alat kendali & war room), peningkatan peran pemda dan kerjasama dengan instansi terkait, MOU dengan instansi lain. d. Kebijakan baru terkait harga BBM, mulai 1 Januari 2015, yaitu: • Bensin Premium (BBM Khusus Penugasan), tidak diberikan subsidi dan harga jualnya diatur floating sesuai harga keekonomian yang dapat ditetapkan paling banyak 2 kali sebulan. Sehingga energi lebih memiliki nilai yang berharga dan penghematan konsumsi secara alami akan terjadi. • Solar, harga jualnya diatur floating sesuai harga keekonomian yang dapat ditetapkan paling banyak 2 kali sebulan, dan diberi subsidi tetap Rp. 1.000 per liter. • Minyak tanah, diberikan subsidi penuh dengan harga jual tetap. Volume minyak tanah diturunkan seiring dengan peningkatan volume LPG 3 kg. e. Sosialisasi penghematan energi, dilakukan secara terus menerus baik ke sektor rumah tanggal, transportasi, industri dan komersil.
LIQUIFIED PETROLEUM GAS (LPG) Strategi dan rencana aksi tahun 2015-2019 dalam rangka mendukung kebijakan peningkatan akses dan infrastruktur energi, terkait LPG, antara lain: 1. Penyediaan dan pendistribusian LPG 3 kg Rencana aksi
Satuan
2015 2016 2017 2018 2019
Penyediaan LPG 3 kg
Juta ton
5,77
Pendistribusian paket perdana LPG 3 kg
Ribu paket
812,51
6,11
6,48
6,87
7,28
2. Penerapan sistem monitoring LPG 3kg (SIMOL3K) yang merupakan sistem aplikasi komputer untuk monitoring penyaluran LPG 3 kg dari agen ke pangkalan. Sistem komputer ini berbasis server Pertamina dan dirancang untuk mengintegrasikan sistem pendukung lainnya sesuai kebutuhan, seperti MySAP dan MSDS. 3. Pembangunan Kilang mini LPG
41
Rencana aksi
Satuan
2015 2016 2017 2018 2019
Kilang mini LPG (swasta)
Ton/hari
80
Rencana Strategis 2015 - 2019
116
4. Konversi BBM ke LPG untuk kapal nelayan 2015-2019 dilakukan melalui penyediaan dan pendistribusian Liquid Petroleum Gas (LPG) untuk nelayan untuk pertama kali dilakukan pembagian paket perdana yang terdiri dari mesin, konverter kit, dan tabumg LPG dengan rencana aksi sebagai berikut:
Rencana aksi
2015 2016 2017 2018 2019
Penyusunan Perpres tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan harga LPG untuk Kapal Nelayan ecil Pilot project Penyediaan, Pendistribusian dan Pemasangan 50 ribu
550 ribu
TOTAL
600 ribu
Kegiatan ini merupakan kegiatan nasional yang penanggung jawab kegiatannya dapat berubah antara KESDM atau Kementerian Kelauatan dan Perikanan (KKP). 5. Penyediaan/produksi kilang LPG Rencana aksi
Satuan
2015 2016 2017 2018 2019
Kapasitas terpasang Kilang LPG
Juta ton
4,50 4,62 4,62 4,66 4,68
Produksi LPG
Juta ton
2,39 2,41 2,43 2,43 2,43
6. Menyediakan insentif dan skema bisnis yang menarik untuk kilang gas
GAS UNTUK TRANSPORTASI DAN RUMAH TANGGA Strategi dan rencana aksi tahun 2015-2019 dalam rangka mendukung kebijakan peningkatan akses dan infrastruktur energi, terkait gas, antara lain: 1. Pembangunan SPBG sebanyak 118 unit pada tahun 2015-2019, dimana 10 ruas menggunakan pendanaan APBN, dan selebihnya BUMN. Rencana aksi
Satuan
2015 2016 2017 2018 2019
Pembangunan SPBG
Unit 26 30 25 22 15 118
- APBN Unit 2 2 2 2 2 10 - Pertamina Unit 7 8 8 8 8 39 - PGN
Unit 17 20 15 12 5 69
Rencana Strategis 2015 - 2019
42
2. Rencana penyediaan gas untuk transportasi Rencana aksi
Satuan
2015 2016 2017 2018 2019
Rencana penyediaan gas untuk transportasi
mmscfd
40 44 48 53 58
3. Penyesuaian harga gas untuk transportasi. Harga Liquefied Gas for Vehicle (LGV) saat ini sebesar Rp. 5.100 per liter setara premium (LSP) dan harga CNG untuk transportasi sebesar Rp. 3.100 /LSP 4. Pembangunan jaringan gas kota (Jargas) sebanyak 210 ruas pada tahun 2015, dimana 10 ruas menggunakan pendanaan APBN, dan selebihnya BUMN. Rencana aksi
Satuan
2015 2016 2017 2018 2019
Pembangunan lokasi 31 35 46 50 48 210 Jargas SR 68.400 121.000 271.500 306.000 374.000 1.140.900 - APBN Lokasi 2 2 2 2 2 10 SR 8.000 8.000 8.000 8.000 8.000 40.000 - PGN
Lokasi
SR
22 29 39 41 41 172 43.000 97.000 247.500 282.000 350.000 1.019.500
- Pertamina/ Pertagas Lokasi 7 4 5 7 5 28 SR 17.400 16.000 16.000 16.000 16.000 81.400
Indikasi awal lokasi dan jumlah rumah tangga yang akan disalurkan, sebagai berikut:
5. Penyiapan payung hukum untuk penugasan dan operasionalisasi SPBG dan jargas kepada Badan Usaha, utamanya BUMN, khususnya yang pendanaan berasal dari APBN.
KEBIJAKAN-6: KEBIJAKAN TKDN
Berdasarkan Permen No. 05 Tahun 2013 tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri, ditetapkan sejumlah target capaian TKDN untuk barang dan jasa penunjang kegiatan usaha migas. Pada periode sebelumnya, kemampuan industri penunjang migas dalam negeri dinilai belum optimal karena belum meningkatkan kapasitas teknologi berbasis penelitian dan pengembangan. Oleh karena itu, dibutuhkan stimulus untuk melibatkan lembaga penelitian dan universitas dalam negeri untuk mengembangkan produksi barang dan jasa usaha migas yang berteknologi tinggi. Selain itu, untuk industri penunjang migas dengan spesifikasi produk yang belum sesuai juga dikerahkan aktivitas pembinaan agar produknya dapat menemui spesifikasi standar kegiatan usaha migas.
43
Rencana Strategis 2015 - 2019
KEBIJAKAN-7: KEBIJAKAN PRO LINGKUNGAN : PENGURANGAN GAS RUMAH KACA
Meningkatnya kesadaran akan perlunya upaya memperhatikan aspek kelestarian lingkungan dalam setiap kegiatan usaha migas mendorong pengusahaan kegiatan migas yang ramah lingkungan. Kegiatan usaha migas merupakan kontributor terhadap emisi gas rumah kaca. Kewajiban pemantauan emisi sudah diatur berdasarkan Permen Lingkungan Hidup No. 13 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Migas. Komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi rumah kaca sebesar 26% pada 2020 membutuhkan langkah tegas dalam mengurangi emisi. Ditjen Migas dapat berkoordinasi dengan kementerian atau lembaga lain untuk pengembangan dan pemanfaatan teknologi pengurangan gas rumah kaca seperti carbon storage dan carbon sequestration atau mengkaji kemungkinan adanya pajak emisi karbon atau carbon tax.
KEBIJAKAN-8: MENINGKATKAN PENERIMAAN NEGARA MELALUI EKSPOR, BAIK EKSPOR MINYAK MENTAH DAN LNG, MAUPUN PRODUK FINAL MIGAS Peran sub sektor migas sebagai prime mover perekonomian dapat dilihat dari 2 aspek, yaitu: • Sebagai sumber penerimaan negara (ekspor energi dan penerapan harga jual yang lebih komersial) • Sebagai modal pembangunan (pemenuhan energi domestik dimana harga relatif lebih rendah dari harga ekspor) Sehingga, kebijakan sub sektor migas lebih kepada mengoptimalkan penerimaan negara, dimana saat ini sudah mulai secara bertahap, menjadikan sumber daya energi dan mineral sebagai modal pembangunan. Hal tersebut juga tercermin pada Pasal 6 PP No.79/2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, yang antara lain menyebutkan bahwa “Kemandirian energi dan ketahanan energi nasional dicapai dengan mewujudkan sumber daya energi tidak dijadikan sebagai komoditas ekspor semata, tetapi sebagai modal pembangunan nasional”. Faktor penentu penerimaan negara adalah produksi, harga dan nilai tukar rupiah. Sehingga setiap kebijakan yang mendukung produksi dan energi dan mineral secara otomatis ikut mendukung penerimaan negara. Disamping itu, semakin tinggi harga jual dan nilai tukar rupiah, maka penerimaan negara pun akan semakin besar. Strategi dan rencana aksi tahun 2015-2019 dalam rangka mendukung kebijakan mengoptimalkan penerimaan negara, antara lain: 1. Renegosiasi harga gas. Identifikasi peluang renegosiasi terutama gas untuk ekspor, termasuk harga gas Tangguh ke Korea. 2. Ekspor minyak mentah maupun gas (LNG dan pipa) secara bijaksana. 3. Efisiensi cost recovery dengan berpedoman pada peraturan yang berlaku dan mengupayakan penurunan angka rasio cost recovery terhadap gross revenue.
Rencana Strategis 2015 - 2019
44
III.2 KERANGKA REGULASI Untuk mendukung kebijakan dan strategi Ditjen Migas perlu didukung oleh peraturan perundang-undangan baik berupa Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Menteri. Beberapa peraturanperundangan yang direncanakan untuk diselesaikan pada periode 5 tahun kedepan, antara lain: 1. RUU tentang Minyak dan Gas Bumi: Rekomendasi Panitia Angket BBM Tahun 2009, Salah satu Program Legislasi Nasional Prakarsa DPR RI Tahun 2009-2014, Tindak lanjut Putusan MK Tahun 2004, 2007 dan 2012. 2. RPP tentang Keselamatan Dalam Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi: mewujudkan kegiatan usaha minyak dan gas bumi yang optimal, efektif, efisien, andal dan aman terhadap masyarakat umum, pekerja, instalasi, dan lingkungan 3. RPerpres tentang Tata Kelola Gas Bumi: mengatur mengenai Rencana Induk Jaringan Transmisi dan Distribusi Gas Bumi Nasional, Pengelolaan Gas Bumi, Penetapan Alokasi Gas Bumi, Pemanfaatan Gas Bumi, Pelaksanaan Kegiatan Usaha Gas Bumi, Harga Gas Bumi, dan Pembinaan dan Pengawasan Tata Kelola Gas Bumi
III. 3 KERANGKA KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi didukung oleh sumber daya manusia/pegawai yang jumlahnya 460 orang jumlah pegawai ditjen migas mengalami penurunan dikarenakan banyaknya pegawai yang memasuki usia pensiun dan adanya memoratorium penerimaan pegawai selama dua tahun. Pegawai Ditjen Migas saat ini memiliki kualifikasi pendidikan dan komposisi usia dalam tabel berikut:
Tabel 3.2 Kualifikasi pendidikan pegawai Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi
45
Rencana Strategis 2015 - 2019
Tabel 3.3 Komposisi usia pegawai Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi
Kondisi kepegawaian tersebut menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan baik dari segi usia maupun pengalaman yang ditimbulkan oleh kebijakan zero growth di masa lalu. Namun terlihat potensi yang sangat baik pada pegawai-pegawai yang baru untuk dapat berkembang dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya dengan lebih professional. Untuk mempersiapkan agar pegawai Direktorat Jenderal Migas dapat bekerja dengan lebih professional, diperlukan program pengembangan pegawai yang terstruktur dan terencana dengan baik meliputi pendidikan struktural maupun teknis, terutama pendidikan lanjutan ke jenjang S2/S3. Di samping itu untuk memberikan pengalaman bekerja pada lingkungan yang berbeda, Direktorat Jenderal Migas memberikan kesempatan kepada para pegawai untuk melakukan internship di lembaga-lembaga internasional maupun instansi-instansi serta tugas perbantuan di lembaga/instansi terkait.
Rencana Strategis 2015 - 2019
46
BAB IV
TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN IV.1 TARGET KINERJA Pada dokumen Renstra ini, target kinerja telah ditetapkan berdasarkan perencanaan dan perkiraan yang dibuat pada tahun 2014/2015, sehingga tidak menutup kemungkinan pada tahun berjalan perencanaannya dapat berubah seiring dengan penetapan APBN, APBN-P, Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), dan dokumen perencanaan lainnya. Tabel 4.1 Target Kinerja Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Tahun 2015-2019 No
Indikator Kinerja
Satuan
Sasaran strategis: Optimalisasi penyediaan energi fosil 1. Lifting Migas: Ribu boepd a. Minyak Bumi Ribu bopd b. Gas Bumi Ribu boepd 2. Penandatanganan KKS Migas: Kontrak a. Konvensional Kontrak
2015
2016
2.046 825 1.221 8 6
1.980 830 1.150 8 6
Target 2017 1.900 750 1.150 8 6
2018
2019
1.900 700 1.200 8 6
1.995 700 1.295 8 6
b. Non Konvensional Kontrak 2 2 2 2 2 3. Cadangan Minyak dan Gas Bumi a. Cadangan Minyak Bumi mmstb 6.920 6.589 6.285 6.006 5.747 b. Cadangan Gas Bumi TCF 147 146 145 144 142 Sasaran strategis: Meningkatkan alokasi migas domestik 4. Pemanfaatan gas bumi dalam negeri a. Persentase alokasi gas domestik % 59 61 62 63 64 b. Fasilitasi pembangunan FSRU/ Unit 1 2 1 1 2 Regasifikasi on-shore/LNG terminal Sasaran strategis: Meningkatkan akses dan infrastruktur migas 5. Volume BBM bersubsidi Juta KL 17,9 17,9 17,9 17,9 17,9 6. Kapasitas Kilang BBM: a. Produksi BBM dari Kilang dalam Juta KL 38 39 40 40 42 Negeri b. Kapasitas Kilang BBM dalam Ribu BPD 1.167 1.167 1.167 1.167 1.467 negeri 7. Kapasitas terapasang Kilang LPG Juta Ton 4,60 4,62 4,64 4,66 4,68 8. Volume LPG bersubsidi Juta MT 5,77 6,11 6,48 6,87 7,28 9. Pembangunan Jaringan Gas Kota: a. Jumlah wilayah dibangun Lokasi 31 36 48 53 52 jaringan gas kota b. Rumah tangga tersambung gas SR 68.400 121.00 271.50 306.00 374.00 kota 0 0 0 0 10. Pembangunan infrastruktur SPBG Lokasi 26 30 25 22 15 Sasaran Strategis: Mengoptimalkan penerimaan negara dari sub sektor migas 11. Penerimaan Negara dari Sub Sektor Triliun Rp 139,38 202,47 205,90 209,33 293,79 Migas Sasaran Strategis: Mewujudkan subsidi energi yang lebih tepat sasaran 12. Volume BBM dan LPG bersubsidi Triliun Rp 65 65 65 65 65 Sasaran Strategis: Meningkatkan investasi sub sektor migas 13. Jumlah rancangan peraturan Rancangan 7 10 10 15 15 perundang-undangan sub sektor Hukum migas sesuai prolegnas 14. Investasi sub sektor Migas Miliar US$ 23,67 25,23 26,80 28,36 29,93 Sasaran Strategis: Terwujudnya lindungan lingkungan, keselamatan operasi dan usaha penunjang migas 15. Jumlah perusahaan yang Perusahaan 35 40 45 50 55 melaksanakan keteknikan yang baik 16. Persentase penurunan jumlah % 70 80 90 100 110 kecelakaan fatal pada operasi kegiatan hulu dan hilir migas
47
Rencana Strategis 2015 55 - 2019
IV.2 KERANGKA PENDANAAN
1. INVESTASI DAN PENDANAAN Melihat besarnya kebutuhan infrastruktur dalam periode lima tahun ke depan, Direktorat Jenderal minyak dan gas bumi memerlukan peran serta Investor swasta dalam rangka mewujudkan cita-cita yang terkandung dalam Rencana Strategis Direktorat Jenderal minyak dan gas Bumi 2015-2019 dikarenakan kurangnya kemampuan financial dalam menemukan cadangan migas baru dengan biaya sendiri. Untuk lima tahun ke depan Ditjen Migas memerlukan investasi tahun 2015 sebesar 23.67 juta US$ dan tahun 2019 sebesar 29.93 juta US$. Untuk itu, dibutuhkan instrumen investasi di sektor infrastruktur dan sarana investasi investor untuk masuk ke dalam sektor infrastruktur. Dalam rangka meningkatkan minat investor, Ditjen Migas telah melakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Revisi UU No.22/2001 tentang Migas 2. Memperbanyak perizinan surveyor company 3. Penerbitan PP No. 22 tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan 4. Koordinasi antar department dengan kementrian kehutanan, menkopolhukam untuk mengatasi permasalahan tumpang tindih penggunaan lahan 5. Mengusulkan pemberian tambahan insentif bagi pembangunan kilang minyak 6. Untuk mendapatkan fasilitas pajak penghasilan bagi pembangunan FSRU telah dilakukan penerbitan PP No. 52 tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu 7. Melakukan promosi investasi dalam dan luar negeri 8. Meningkatkan pelayanan investasi terpadu Dalam mengelola suatu wilayah pertambangan migas, Direktorat Jenderal minyak dan gas bumi akan berusaha untuk tidak selalu mengandalkan pada minat investor dan paket insentif yang diberikan dalam melakukan kegiatan pencarian (eksplorasi) migas karena paket insentif yang ditawarkan selalu menguntungkan investor. Oleh karena itu mendapatkan ratio cadangan terhadap produksi, pemerintah akan membentuk suatu badan dana pengelola migas (Migas Fund/Indonesia petroleum Fund) yang dana tersebut digunakan untuk mencari cadangan migas baru dan mendapatkan success ratio yang lebih besar. Saat ini Direktorat Jenderal Minyak dan gas bumi menggunakan dana yang berasal dari APBN dan swasta dalam membangun infratrsuktur migas. 1. Dana berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) menjadi opsi pembiayaan proyek sub sektor migas, terutama dalam bidang pembangunan infrastruktur migas. Proyek infrastruktur yang dinilai kurang menguntungkan kurang menarik investasi badan usaha atau pihak swasta sehingga untuk pembangunannya disokong oleh biaya dari pemerintah. Pembangunan jaringan gas kota, pembangunan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG), dan pembangunan kilang mini LNG plant merupakan contoh proyek yang didanai oleh APBN. Pada tahun 2014, sebesar 1,5 triliun rupiah dari APBN 2014 digunakan untuk pembangunan SPBG dan jaringan gas kota. Pada tahun 2013, pemerintah menganggarkan dana sebesar 597 miliar rupiah guna membangun SPBG dan 127 miliar rupiah guna membangun jaringan pipa gas.
Rencana Strategis 2015 - 2019
48
2. Swasta Untuk meringankan beban APBN untuk membiayai proyek sub sektor migas, pemerintah membuka kesempatan bagi pihak swasta untuk turut berpartisipasi. Dorongan pemerintah tersebut dapat berupa penugasan kepada BUMN terkait, seperti penugasan kepada PT Pertamina dan PT Perusahaan Gas Negara untuk menyediakan dan mendistribusikan BBG berjenis Compressed Natural Gas (CNG) guna mempercepat konversi BBM ke BBG. Berdasarkan penugasan tersebut, BUMN tersebut melaksanakan pembangunan dan pengelolaan sejumlah SPBG dan MRU. Selain penugasan kepada BUMN, pemerintah juga mendorong peranan badan usaha terkait untuk berinvestasi di bidang infrastruktur migas. Dorongan tersebut memberikan ruang gerak kepada badan usaha untuk memanfaatkan peluang bisnis di bidang pembangunan dan pengelolaan infrastruktur migas. Berdasarkan kesempatan tersebut, sudah ada berbagai proyek infrastruktur migas seperti pembangunan SPBG yang dilakukan oleh pihak swasta. Namun, dalam realisasinya, terbukanya kesempatan tersebut belum cukup untuk memaksimalkan peranan pihak swasta karena adanya keengganan untuk berinvestasi yang dilatari berbagai alasan seperti harga jual energi yang masih belum mencerminkan nilai keekonomiannya dan marjin keuntungan yang relatif kecil. Oleh karena itu dibutuhkan mekanisme penetapan harga gas yang menarik bagi investor namun tetap wajar bagi konsumen. 3. Skema Kerja Sama Pemerintah Swasta (KPS) Dengan keterbatasan APBN untuk membangun infrastruktur migas, Kerjasama antara pemerintah dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur yang meliputi pekerjaan konstruksi untuk membangun atau meningkatkan kemampuan infrastruktur dan/atau kegiatan pengelolaan infrastruktur dan/atau pemeliharaan infrastruktur dalam rangka meningkatkan kemanfaatan infrastruktur akan dikembangkan. Salah satu proyek infrastruktur dengan skema Kerjasama pemerintah dan Swasta adalah pembangunan kilang baru. Dalam skema KPS, masih memerlukan dukungan pemerintah antara lain dukungan pemerintah dalam bentuk kontribusi fiskal harus tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Dukungan Pemerintah dalam bentuk perizinan, pengadaan tanah, dukungan sebagian konstruksi, dan/atau bentuk lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku ditetapkan oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah.
2. PROGRAM DAN KEGIATAN POKOK Untuk mencapai tujuan dan sasaran Kementerian, di dukung dengan pendanaan melalui investasi swasta dan APBN. Khusus untuk yang melalui pendanaan APBN, diakomodir melalui program dan kegiatan pokok yang ada di unit kerja di Kementerian ESDM. Program dan kegiatan pokok ini merupakan terminologi pada dokumen penganggaran Kementerian, dimana Program mewakili unit eselon 1 dan kegiatan pokok mewakili unit eselon 2. KESDM memiliki 12 Program, dimana masing-masing unit setingkat eselon 1 memiliki 1 program, kecuali Sekretariat Jenderal yang memiliki 2 program. Masing-masing program (Eselon-1) memiliki sasaran program dan Indikator Kinerja Utama (outcome), sedangkan masing-masing kegiatan pokok (Eselon-2) juga memiliki sasaran kegiatan dan indikator kinerja (output). Belanja Prioritas akan lebih diutamakan alokasi anggaran pada tiap tahunnya dibandingkan dengan Belanja Aparatur yang lebih fluid. Adapun Rencana Belanja Prioritas Ditjen Migas 2015-2019 dengan rincian program dan kegiatan pokok per unit eselon 1, sebagai berikut:
49
Rencana Strategis 2015 - 2019
Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi No
Program/Kegiatan Penanggung Pokok Jawab
Target (Rp. Miliar) Total 2015 2016 2017 2018 2019 4.166,4 1.994,1 2.730,0 2.411,2 3.396,1 14.697,8
Program Pengelolaan dan Penyediaan Migas 1 Kegiatan Penyiapan Kebijakan dan Peningkatan Kerja Sama Bilateral dan Multilateral dalam rangka optimasi penerimaan negara dan peningkatan investasi kegiatan usaha migas serta pemberdayaan kapasitas nasional 2 Kegiatan Pembinaan dan Pengelolaan Penyelenggaraan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi 3 Kegiatan Pembinaan dan Penyelenggaraan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi
Ditjen Minyak dan Gas Bumi Direktorat Pembinaan Program Minyak dan Gas Bumi
Direktorat Pembinaan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi
41,7
47,0
50,5
54,2
58,2
251,6
4
Direktorat Teknik dan Lingkungan Minyak dan Gas Bumi
250,9
514,3
756,9
73,9
81,1
1.677,0
Sekretariat Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi
106,5
103,9
108,8
118,7
127,9
565,7
5
Kegiatan: Pembinaan Lindungan Lingkungan, Keselamatan Operasi dan Usaha Penunjang Bidang Migas Kegiatan: Dukungan Manajemen dan Teknis Ditjen Migas
Direktorat Pembinaan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi
51,4
76,3
83,1
90,4
98,1
399,2
3.716,0 1.252,7 1.730,8 2.074,0 3.030,8 11.804,2
Rencana Strategis 2015 - 2019
50
BAB V
PENGEMBANGAN SUB SEKTOR MIGAS PER KEWILAYAHAN
Mengingat bahwa Indonesia adalah negara kepulauan, maka rencana strategis Ditjen Migas mempertimbangkan kondisi setempat dari masing-masing pulau, yaitu keberadaan sumberdaya migas di suatu pulau, kondisi kehandalan pasokan, pertumbuhan kebutuhan migas baik sektor industri, rumah tangga maupun terutama dalam pengembangan infrastruktur untuk pendistribusian migas. Rencana pembangunan untuk masing-masing pulau untuk tahun 2015 – 2019 adalah sebagai berikut. 1. Wilayah Sumatra Pembangunan jangka menengah 20152019 di Pulau Sumatra untuk sub sektor migas difokuskan dalam peningkatan eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi serta peningkatan akses masyarakat terhadap sumberdaya migas dan meningkatkan kehandalan pasokan bahan bakar dan bahan baku untuk sektor industri, rumah tangga, komersial dan transportasi. Untuk itu, akan dikembangkan: a. Kegiatan survei geologi dan penawaran wilayah potensial mengandung migas b. Mempertahankan tingkat produksi Gambar 5.1 Terminal Regasifikasi Arun lapangan-lapangan minyak dan gas bumi yang sudah ada, dengan mengimplementasikan teknologi baru, perbaikan manajemen operasi dan peningkatan efisiensi operasi; c. Pembangunan infrastruktur minyak dan gas bumi seperti: tangki timbun, pelabuhan khusus, pipa distribusi bahan bakar minyak dan gas. Pada jangka waktu 2015 – 2019 akan terdapat sejumlah infrastruktur yang beroperasi, di antaranya pipa distribusi Duri-Dumai yang beroperasi pada tahun 2016 dan pipa transmisi Dumai-Medan yang beroperasi pada tahun 2019. Pembangunan infrastruktur pipa yang direncanakan antara lain pembangunan jalur pipa gas Tempino – Plaju di Sumatera Selatan yang direncanakan selesai pada tahun 2015.
51
Rencana Strategis 2015 - 2019
d. Pembangunan kilang LPG. Pada periode 2016 sampai 2017, direncanakan pembangunan kilang LPG Plant Jambi Merang di Sumatera Selatan. e. Pembangunan LNG receiving terminal di wilayah potensial seperti Medan, dan kota lainnya. Pada tahun 2015, proyek pembangunan Arun Receiving and Regasification Terminal direncanakan akan selesai.
2. Wilayah Jawa
Gambar 5.2 Floating Storage Regasification Unit Pulau Jawa yang merupakan basis produksi industri (FSRU) Lampung dan juga merupakan sumber produksi minyak dan gas bumi nasional. Untuk tahun 2015-2019 pembangunan sub sektor minyak dan gas bumi difokuskan pada peningkatan eksplorasi, produksi minyak dan gas bumi serta pembangunan infrastruktur untuk meningkatkan akses dan meningkatkan kehandalan sisi pasokan bahan bakar minyak, bahan bakar gas maupun bahan baku. Rencana pembangunan sub sektor minyak dan gas bumi 2010-2014 difokuskan pada: a. Mengoptimalkan produksi lapangan minyak dan gas cepu termasuk di antaranya kegiatan eksplorasi dan produksi di Blok Tiung Biru-Jambaran dan Cendana pada tahun 2018. b. Membangun pelabuhan penerima LNG di Jawa Barat dan Jawa Timur c. Pembangunan jaringan distribusi dan transmisi minyak dan gas bumi. Sampai 2016 terdapat sejumlah proyek infrastruktur distribusi yang berjalan di antaranya Proyek Pipa Distribusi Semarang, Demak dan Kendal dan Proyek Pipa Distribusi sepanjang Pasuruan dan Jombang. Selain Gambar 5.3 Floating Storage Regasification Unit proyek tersebut, berbagai fasilitas Floating Storage (FSRU) Nusantara Regas Jawa Barat Regasification Unit (FSRU) juga akan berjalan antara lain FSRU Banten direncanakan akan onstream tahun 2017 dan FSRU Jawa Tengah rencana onstream 2016. d. Peningkatan penggunaan bahan bakar gas untuk sektor transportasi, khususnya di kota besar seperti Jakarta dan Surabaya e.
Pembangunan fasilitas distribusi CNG dan LPG
f.
Pembangunan kilang minyak, dan kilang mini
Rencana Strategis 2015 - 2019
52
3. Wilayah Kalimantan Pulau Kalimantan merupakan pulau yang mempunyai cadangan minyak dan gas bumi serta gas metana batubara yang dapat terus dikembangkan. Pulau Kalimantan memiliki potensi untuk pemanfaatan dan pengembangan migas dan gas metana batubara. Kondisi geografis Pulau Kalimantan dengan tingkat seismik yang rendah, membuat Pulau Kalimantan sangat baik untuk dijadikan lokasi cadangan penyangga bahan bakar minyak maupun cadangan strategis minnyak bumi. Pembangunan jangka menengah 2015 – 2019 untuk pulau Kalimantan difokuskan pada:
Gambar 5.4 Kilang Liquid Natural Gas (LNG) Bontang
a. Peningkatan kegiatan survei geologi dan pengusahaan gas metana batubara b.
Peningkatan kegiatan eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi di Pulau Kalimantan antara lain kegiatan Indonesia Deepwater Development (IDD) di Lapangan Bangka dan kegiatan hulu migas di Lapangan Peciko 7C dan Lapangan Jangkrik.
c. Pembangunan fasilitas distribusi bahan bakar minyak dan bahan bakar gas dan bahan baku industri. Pada jangka waktu 2015 – 2019, pipa Kalija Fase II Bontang – Semarang direncanakan akan beroperasi pada tahun 2019. d. Pembangunan kilang minyak atau gas. Pada periode 2016 sampai 2017 direncanakan pembangunan kilang LNG di Kalimantan Timur. e. Pembangunan fasilitas penyimpanan cadangan penyangga BBM dan cadangan strategis minyak bumi
4. Wilayah Papua Barat Pulau Papua Barat mempunyai potensi minyak dan gas bumi yang cukup besar. Di samping proyek Kilang LNG Tangguh, Papua masih mempunyai potensi minyak dan gas yang dapat dikembangkan. Karena itu pembangunan sub sektor minyak dan gas bumi di Papua Barat difokuskan pada: a. Peningkatan kegiatan eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi b. Pembangunan kilang mini untuk mengolahminyak mentah yang dihasilkan di Papua c. Pembangunan infrastruktur untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap bahan bakar minyak dan gas. Fasilitas kilang LNG Tangguh Train 3 dijadwalkan sudah beroperasi pada tahun 2019.
Gambar 5.5 Kilang Liquid Natural Gas (LNG) Tangguh
5. Wilayah Sulawesi Pulau Sulawesi mempunyai potensi minyak dan gas bumi yang belum teridentifikasi dengan baik. Disamping itu Sulawesi mempunyai konsumen potensial sehingga perlu untuk mempunyai fasilitas kilang setempat. Fokus pembangunan sub sektor minyak dan gas bumi di Pulau Sulawesi adalah:
53
a.
Peningkatan kegiatan eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi setempat
b.
Pembangunan kilang LNG. Kilang LNG Donggi Senoro direncanakan akan dimulai pada tahun 2015 dan Kilang LNG Sengkang, South Sulawesi yang direncanakan akan selesai pada tahun 2015.
Rencana Strategis 2015 - 2019
c.
Pembangunan fasilitas penimbunan bahan bakar
d. Peningkatan infrastruktur minyak dan gas bumi untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap bahan bakar minyak dan gas bumi serta meningkatkan kehandalan sistem yang sudah ada.
6.
Wilayah NTB dan NTT
Kepulauan NTB dan NTT terdiri dari pulau-pulau yang relatif kecil, dengan potensi cadangan minyak dan gas bumi yang belum banyak diketahui, karena eksplorasi yang dilakukan masih sangat terbatas. Terdapat kemungkinan untuk menemukan cadangan minyak atau gas yang cukup besar disekitar pulau-pulau ini. Karena itu, pembangunan jangka menengah 2015 – 2019 untuk NTB dan NTT difokuskan pada: a.
Peningkatan kegiatan eksplorasi cekungan-cekungan migas di sekitarnya
b.
Pengembangan cadangan minyak dan gas yang ada seperti gas di lapangan Abadi.
c.
Pengembangan infrastruktur untuk meningkatkan kehandalan pasokan bahan bakar minyak dan gas bumi di NTB dan NTT. Kilang Masela direncanakan akan mengalirkan gas pada tahun 2018.
d. Pembangunan kilang mini untuk mengolah minyak-minyak yang dihasilkan di pulau-pulau NTB atau NTT
7. Wilayah Bali Pulau Bali merupakan Pulau dengan tingkat konsumsi energi yang meningkat secara tajam dalam kurun 2015 – 2019, dipicu oleh pertumbuhan sektor komersial dan rumah tangga, serta transportasi. Penggunaan gas bumi di Pulau Bali merupakan pilihan yang paling baik untuk menjaga kondisi lingkungan agar tetap menarik sebagai tempat pariwisata. Karena itu pembangunan 2015 – 2019 di Bali diarahkan: a. Mengembangan infratsrukur gas bumi berupa pelabuhan penerima dan fasilitas distribusinya (CNG, LPG). b.
Meningkatkan fasilitas pendistribusian bahan bakar minyak dan gas
c.
Meningkatkan daya tampung tanki timbun yang ada untuk meningkatkan kehandalan
d.
cadangan BBM setempat
8. Wilayah Lainnya Untuk pulau-pulau lainnya pembangunan 2015 – 2019 diarahkan untuk semakin meningkatkan kehandalan dan cakupan sistem pendistribusian bahan bakar minyak dan gas bumi dengan membangun fasilitas penampungan, transportasi dan fasilitas penunjang lainnya.
Rencana Strategis 2015 - 2019
54
55
Rencana Strategis 2015 - 2019
LAMPIRAN-1: MATRIKS KINERJA DAN PENDANAAN
Rencana Strategis 2015 - 2019
56
Program/Kegiatan
Rencana Strategis 2015 - 2019
1
14 15 16
11 12 13
10
7 8 9
5 6
4
3
2
PROGRAM PROGRAM PENGELOLAAN DAN PENYEDIAAN MIGAS Baseline APNBP 2015 Meningkatnya penerimaan subsektor migas,meningkatnya investasi subsektor migas, terselanggaranya kegiatan penyiapan dan penawaran wilayah kerja baru migas, terselanggaranya kegiatan pelayanan dan pemantauan optimalisasi pemroduksian cadangan migas dan koordinasi pengelolaan data ekploitasi, terlaksananya pengendalian harga dan subsidi bahan bakar, peningkatan pemberdayaan kapasitas nasional, terjaminnya penyediaan bahan bakar minyak dan bahan bakar gas untuk domestik.
Sasaran
Lifting Migas (ribu boepd) - Minyak Bumi (ribu bopd) - Gas Bumi (ribu boepd) Panandatanganan KKS Migas (KKS) - Konvensional (KKS) - Non-konvensional (KKS) Cadangan Minyak dan Gas Bumi - Cadangan Minyak Bumi (mmstb) - Cadangan Gas Bumi (TCF) Pemanfaatan Gas Bumi dalam negeri (%) - Persentase alokasi gas domestik - Fasilitasi pembangunan FSRU/Regasifikasi on-shore/LNG terminal Volume BBM bersubsidi (Juta KL) Kapasitas Kilang BBM: - Produksi BBM dari Kilang dalam negeri - Kapasitas Kilang BBM dalam negeri Kapasitas terpasang kilang LPG (Juta MT) Volume LPG bersubsidi (juta MT) Pembangunan jaringan gas kota (Lokasi) - Jumlah wilayah dibangun jaringan gas kota (Lokasi) > APBN > Swasta - Rumah tangga tersambung gas kota (SR) > APBN > Swasta Pembangunan infrastruktur SPBG (Lokasi) - APBN - Non-APBN Penerimaan negara sub sektor migas (Triliun Rp) Subsidi BBM dan LPG Jumlah Rancangan Peraturan Perundang-undangan sub sektor migas sesuai prolegnas (%) Investasi sub sektor migas (miliar US$) Jumlah perusahaan yang melaksanakan keteknikan yang baik (Perusahaan) Persentase penurunan jumlah kecelakaan fatal pada operasi kegiatan hulu dan hilir migas (%)
Sasaran Program (Outcome)/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator
23.67 35 70
31 2 29 68.400 8.000 60.400 26 2 24 139.38 65 7
6.920 147 59 59 1 17.9 1.167 38 1.167 4.60 5.77
2.046 825 1.221 8 6 2
2015
LAMPIRAN-1: MATRIK KINERJA DAN PENDANAAN DITJEN MIGAS TAHUN 2015-2019
57 25.23 40 80
35 2 33 121.000 8.000 113.000 s 2 28 202.47 65 10
6.589 146 61 61 2 17.9 1.167 39 1.167 4.62 6.11
1.980 830 1.150 8 6 2
2016
26.80 45 90
46 2 44 271.500 8.000 263.500 25 2 23 105.90 65 10
6.285 145 62 62 1 17.9 1.167 40 1.167 4.64 6.48
1.900 750 1.150 8 6 2
2017
Target
28.36 50 100
50 2 48 306.000 8.000 298.000 22 2 20 209.33 65 15
6.006 144 63 63 1 17.9 1.167 40 1.167 4.66 6.87
1.900 700 1.200 8 6 2
2018
29.93 55 110
48 2 46 374.000 8.000 366.000 15 2 13 293.79 65 15
5.747 142 64 64 2 17.9 1.467 42 1.467 4.68 7.28
1.995 700 1.295 8 6 2
2019
2015 4.166.4 747.4 3.419.0
2016 1.994.1 1.994.1
2017 2.730.0 2.730.0
2018 2.411.2 2.411.2
Alokasi (dalam miliar rupiah)
Total A 20152019 (Rp. M 3.396.1 14 3.396.1
Sasaran
1 2 3
Sasaran Program (Outcome)/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator
139 23.67 60 60
202 25.23 60 60
Target
Evaluasi indikator target rencana strategis migas 2015-2019 (Laporan) Pengawasan & auditing implementasi program pengembangan lingkungan dan masyarakat setempat (Kunjungan lapangan) 8 Pengelolaan kerjasama migas (kegiatan) - Jumlah kerja sama dalam dan luar negeri (kegiatan) - Jumlah penyelenggaraan pertemuan kerjasama di dalam negeri (pertemuan) Kegiatan: Pembinaan dan Pengelolaan Penyelenggaraan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi Peningkatan Kapasitas, kehandalan, dan efisiensi infrastruktur sistem penyediaan bahan bakar migas untuk pasokan dalam negeri, Peningkatan kualitas bahan bakar migas dan pelumas yang dipasarkan di dalam negeri, Peningkatan Kapasitas, kehandalan dan efisiensi penyediaan bahan bakar migas untuk pasokan dalam negeri, Terselenggaranya kegiatan pelayanan dan/atau pemantauan usaha hilir migas, Terselenggaranya kegiatan pelayanan dan/atau pemantauan usaha hilir migas, Terselenggaranya kegiatan pelayanan dan/atau pemantauan usaha hilir migas.
6 7
5
4
Pengawasan dan Optimalisasi Lifting dan Penerimaan Migas (Triliun Rp) Fasilitasi investasi subsektor migas (Juta US$) Pengawasan Penggunaan Produksi Dalam Negeri pada Kegiatan Investasi Migas - Presentase Penggunaan produksi dalam negeri (P3DN) pada kegiatan investasi migas (%) Evaluasi Pengajuan dokumen terkait penggunaan barang dalam negeri (%) - Prosentase evaluasi Pengajuan dokumen rencana kebutuhan barang impor terkait penggunaan barang dalam negeri (%) - Prosentase evaluasi pengajuan dokumen IMTA & RPTKA (%) Fasilitasi pemanfaatan gas bumi domestik (%) - Prosentase alokasi gas domestik (%) - Pengaturan dan koordinasi harga gas bumi - Jumlah perencanaan ruas dalam RIJTDGBN (ruas) - Fasilitasi pembangunan FSRU/Regasifikasi on-shore/LNG terminal (Unit) 20 15 5
1 7
20 15 5
1 6
61 61 4 5 2
100
100 100
59 59 4 1
100
100 100
21 15 6
1 7
62 62 4 6 1
100
100 100
106 26.80 60 60
209 28.36 60 60
294 29.93 60 60
22 16 6
1 7
63 63 5 7 1
100
100 100
23 16 7
1 8
64 64 5 8 2
100
100 100
2015 2016 2017 2018 2019 Kegiatan: Penyiapan Kebijakan dan Peningkatan Kerja Sama Bilateral dan Multilateral dalam rangka optimasi penerimaan negara dan peningkatan investasi kegiatan usaha migas serta pemberdayaan Optimalisasi produksi migas, meningkatnya penerimaan subsektor migas, Meningkatnya investasi subsektor migas, Terkendalinya penggunaan barang operasi impor dan tenaga kerja asing di subsektor migas, Mengelola perencanaan dan pemanfaatan gas bumi secara optimal, Meningkatnya kualitas perencanaan strategis dan pengembangan program, Peningkatan peran serta Ditjen migas dalam kegiatan kerja sama, dalam dan luar negeri
Program/Kegiatan
Rencana Strategis 2015 - 2019
58
5.2 4.0 1.2 3.716.0 72.9
1.1 1.9
8.1 4.8 3.2 -
2.1
3.7 1.6
21.9 1.1 8.5 8.5
2015 51.4 51.4
8.6 7.3 1.3 1.252.7 71.1
2.0 2.7
17.4 5.0 8.3 4.1 -
4.2
10.5 6.2
24.7 5.1 5.3 5.3
2016 76.3 76.3
9.2 7.8 1.4 1.730.8 74.0
2.2 3.0
19.5 5.5 9.5 4.5 -
4.4
11.0 6.5
26.8 5.6 5.8 5.8
2017 83.1 83.1
9.8 8.2 1.6 2.074.0 77.1
2.4 3.3
22.0 6.0 11.0 5.0 -
4.7
11.5 6.9
28.8 6.1 6.4 6.4
2018 90.4 90.4
Alokasi (dalam miliar rupiah)
10.4 8.7 1.7 3.030.8 80.6
2.7 3.7
24.6 6.5 12.6 5.5 -
4.9
12.1 7.2
30.9 6.7 7.0 7.0
2019 98.1 98.1
1
Total 2015 (Rp.
59
Rencana Strategis 2015 - 2019
Program/Kegiatan
Terbangunnya Jaringan Gas Bumi Untuk Rumah Tangga (Jargaskot) (QW 16)
Sasaran
Fasilitasi pembangunan jaringan gas kota/Jargas (Lokasi)-----QUICKWINS - Fasilitasi pembangunan jaringan gas kota (jargas) (SR) * Fasilitasi pembangunan jargas (PGN) (Lokasi) * Fasilitasi pembangunan jargas (PGN) (SR) * Fasilitasi pembangunan jargas (Pertamina)(Lokasi) * Fasilitasi pembangunan jargas (Pertamina) (SR) * Pembangunan jargas (APBN) (Lokasi) * Pembangunan jargas (APBN) (SR) * Pengawasan Pembangunan jargas * Penyusunan dokumen UKL/UPL * Penyusunan dokumen FEED/DEDC * Pengurusan Perizinan Pembangunan dan pengoperasian (biaya lahan, sewa * Pengawasan dan evaluasi jargas - Sosialisasi pembangunan
6
5
4
3
2
Pengawasan dan Pembinaan dalam rangka optimalisasi produksi dan hasil olahan migas (Laporan) - Fasilitasi penyediaan kapasitas terpasang infrastruktur pengolahan migas * Kapasitas terpasang kilang minyak (Ribu bcd) * Kapasitas terpasang kilang LPG (MTPA) * Kapasitas terpasang kilang LNG (MMTPA) * Kapasitas terapasang kilang hasil olahan (ribu bcpd) - Rekomendasi impor pelumas untuk penggunaan sendiri - Evaluasi dan verifikasi terhadap pemberian rekomendasi impor pelumas - Fasilitasi penyediaan kapasitas produksi BBM, LPG dan LNG dalam negeri * Produksi BBM (juta KL) * Produksi kilang LPG (juta Ton) * Produksi LNG (MMTPA) Pengawasan dan Pembinaan dalam rangka Kegiatan Penyimpanan Migas (Izin) - Fasilitasi penyediaan kapasitas terpasang infrastruktur penyimpanan Dalam Negeri (Laporan) * Minyak Bumi dan BBM (Ribu KL) * LPG (Ribu Ton) * LNG (Ribu M3) * CNG (Ribu M3) - Izin usaha penyimpanan migas (Izin) * Minyak Bumi, BBM dan Hasil Olahan * LPG * LNG * CNG Pengawasan dan Pembinaan dalam rangka Kegiatan Pengangkutan Migas (Izin) - Fasilitasi penyediaan kapasitas terpasang infrastruktur pengangkutan Dalam Negeri * Minyak Bumi, BBM darat dan Hasil Olahan (KL) * LPG (Ton) * CNG (M3) - Izin usaha pengangkutan migas (Izin) * Minyak Bumi, BBM, dan hasil Olahan * LPG * CNG * Gas Bumi Melalui Pipa Pengawasan dan Pembinaan Subsidi dan Harga Bahan Bakar (Laporan) - Volume BBM Bersubsidi (Juta KL) - Volume LPG Bersubsidi (Juta Ton) Pengawasan dan Pembinaan dalam rangka Kegiatan Niaga Migas (Izin) - Kebutuhan bahan bakar domestik * BBM (Juta KL) * LPG (Juta Ton) * Gas Bumi untuk RT (MMSCFD) * BBG &CNG (MMSCFD) * Impor BBM (Juta KL) * Impor LPG (Juta Ton) - Izin niaga migas (Izin)-----QUICKWINS * Jumlah Izin Usaha Niaga Minyak Bumi, BBM, LPG, LNG, BBG/CNG, Gas Bumi * Jumlah Surat Keterangan Penyalur BBM dan LPG * Jumlah surat Rekomendasi Ekspor dan Impor Migas - Sosialisasi tata niaga migas (Laporan)
1
Sasaran Program (Outcome)/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator
31 68.400 22 43.000 7 17.400 2 8.000 2 2 1 1 1 1
74.21 5.95 3.3 10.5 36.21 8.11 74 17 17 40 1
2.500 300 250 56 45 10 1 0 2 17.9 5.77 74
15 5 100 120 9 2 5 1 1 56
35 121.000 29 97.000 4 16.000 2 8.000 2 2 1 1 1 1
75.69 6.13 4.4 16.35 36.69 13.94 80 18 18 44 1
5.000 600 500 54 42 10 1 1 2 17.9 6.11 80
20 7 110 125 10 3 5 1 1 54
39 2.41 25.52 10 1
1.167 4.62 44 27.35 900 1
1.167 4.6 44 27.35 1000 1
38 2.39 25.02 9 1
4
2016 4
2015
46 271.500 39 247.500 5 16.000 2 8.000 2 2 1 1 1 1
77.21 6.31 6.4 20 37.21 17.57 80 18 18 44 1
7.500 900 750 52 40 10 1 1 2 17.9 6.48 80
20 10 115 130 10 3 5 1 1 52
40 2.43 26.72 10 1
4 1.167 4.64 46 27.35 800 1
2017
Target
50 306.000 41 282.000 7 16.000 2 8.000 2 2 1 1 1 1
78.75 6.5 8.5 24.2 38.75 21.77 86 19 19 48 1
10.000 1.200 1.000 52 40 10 1 1 2 17.9 6.87 86
20 10 120 135 10 3 5 1 1 52
40 2.43 27.22 10 1
4 1.167 4.66 46 27.35 700 1
2018
48 374.000 41 350.000 5 16.000 2 8.000 2 2 1 1 1 1
80.33 6.7 10.4 29.6 38.33 27.17 86 19 19 48 1
11.000 1.500 1.250 52 40 10 1 1 2 17.9 7.28 86
20 10 125 140 10 3 5 1 1 52
42 2.43 27.32 10 1
4 1.467 4.68 46 27.35 600 1
2019
128.7 127.2 1.5
3.1 33.6 5.6 28.0 8.43 2.2 5.2 1.0 128.7
2.7 7.3 4.2
7.8 2.5 2.0 5.6 5.7 3.0
2015 17.8
126.6 125.0 1.6
3.4 33.6 5.6 28.0 12.0 2.3 8.6 1.0 126.6
2.8 6.1 2.8
3.4 2.8 2.2 6.1 4.8 2.0
2016 14.5
126.8 125.0 1.8
3.7 33.6 5.6 28.0 12.5 2.4 9.1 1.0 126.8
3.0 6.8 3.0
3.9 3.0 2.4 6.7 5.1 2.1
2017 16.1
126.9 125.0 1.9
4.1 33.6 5.6 28.0 13.1 2.5 9.5 1.0 126.9
3.0 7.4 3.3
4.4 3.3 2.7 7.4 5.2 2.2
2018 17.8
Alokasi (dalam miliar rupiah)
127.0 125.0 2.0
4.5 33.6 5.6 28.0 13.7 2.7 10.0 1.0 127.0
3.1 8.2 3.7
5.0 3.7 2.9 8.1 5.4 2.3
2019 19.7
Total 2015 (Rp.
Terwujudnya konversi mitan ke BBG (QW)
Relokasi subsidi solar menjadi gas untuk nelayan (QW)
Terbangunnya infrastruktur gas untuk transportasi (QW)
Pemerataan Pembangunan Antar wilayah, terutama kawasan Timur Indonesia
Sasaran
9 Relokasi subsidi solar menjadi LPG nelayan dengan target 600.000 nelayan (Paket)-----QUICKWINS - Baseline (Paket) - RAPBNP 2015-Pilot Project (Paket)
8 Fasilitasi pembangunan infrastruktur gas untuk transportasi (Lokasi)-----QUICKWINS - Pembangunan SPBG dan pipa (APBN) (lokasi)-----QUICKWINS * SPBG (Lokasi) * Pipa (Unit) - Pembangunan SPBG dan pipa (APBNP 2015) (lokasi)-----QUICKWINS * SPBG online (Unit) * SPBG Mother station (Unit) * SPBG Daughter station (Unit) * Mobile Refueling Unit (Unit) * Gas Transpor Module * SPBG Eco Station (unit) * Jalur pipa penyalur (jalur) - Pembangunan SPBG (Pertamina) - Pembangunan SPBG (PGN)
7 Pemerataan Pembangunan Antar wilayah, terutama kawasan Timur Indonesia (Paket kegiatan)
Sasaran Program (Outcome)/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator
10 Konversi Mitan ke LPG 3 Kg- APBN-P 2015 (paket)-----QUICKWINS Kegiatan: Pembinaan dan Penyelenggaraan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi Terselenggaranya kegiatan penyiapan dan penawaran wilayah kerja baru migas Konvensional, Terselenggaranya kegiatan penyiapan dan penawaran wilayah kerja baru migas Konvensional dan Non Konvensional, Terselenggaranya kegiatan pelayanan dan pemantauan usaha survei umum, eksplorasi, dan koordinasi, pengelolaan data eksplorasi untuk peningkatan penemuan cadangan baru, Terselenggaranya kegiatan penilaian kontrak kerjasama dan pengembangan lapangan migas, Terselenggaranya kegiatan pelayanan dan pemantauan optimalisasi pemproduksian cadangan migas dan koordinasi pengelolaan data eksploitasi.
Program/Kegiatan
Rencana Strategis 2015 - 2019
60
26 2 2 1 29 6 6 5 2 8 2 4 7 17
-
2.050.000
50000
50000
2015
150.000.0
300.000.0
300000
8 15
8 20
1 25 2 2 1
2017
30 2 2 1
1
150000
2016
Target
450.000.0
8 12
22 2 2 1
1
450000
2018
600.000.0
8 5
15 2 2 1
1
600000
2019
800.0 41.7 41.7
718.4 800.0
718.4
1.996.0 300.0 1.696.0 718.4
-
-
1.996.0
2015
47.0 47.0
750.0
750.0
300.0 300.0 750.0
300.0
5.0
5.0
2016
50.5 50.5
1.125.0
1.125.0
300.0 300.0 1.125.0
300.0
105.0
105.0
2017
54.2 54.2
1.500.0
1.500.0
300.0 300.0 1.500.0
300.0
70.0
70.0
2018
Alokasi (dalam miliar rupiah)
58.2 58.2
2.493.1
2.493.1
300.0 300.0 2.493.1
300.0
30.0
30.0
2019
Total 2015 (Rp.
Program/Kegiatan
61
Sasaran
Pengawasan keteknikan yang baik (Perusahaan) - Jumlah perusahaan yang melaksanakan keteknikan yang baik (Perusahaan) Monitoring pemanfaatan gas flare oleh perusahaan (perusahaan) Pengawasan keselamatan kegiatan operasi (Perusahaan) - Jumlah perusahaan yang kegiatan operasinya tidak terjadi kecelakaan kerja Pengawasan dan pembinaan usaha penunjang dan PJIT migas (Perusahaan) - Jumlah perusahaan usaha penunjang migas yang memiliki kualifikasi sesua - Jumlah Perusahaan Jasa Inspeksi Teknis (PJIT) yang memiliki kualifikasi dan kompetensi sesuai bidangnya (Perusahaan) Pelayanan publik yang transparan dengan sistem online (sistem) RSNI dan RSKKNI kegiatan usaha migas (RSNI) - Jumlah tersedianya Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI-3) untuk kegiatan usaha migas - Jumlah tersedianya Rancangan Standar Kompetensi kerja Nasional Indonesia untuk kegiatan usaha migas (RSKKNI) Sertifikasi kompetensi tenaga kerja pada kegiatan usaha migas (Orang) Bimbingan dan Inspeksi kegiatan usaha hilir migas (Perusahaan) Sistem Manajemen Keselamatan Migas (SMKM) (perusahaan) - Kotraktor atau Badan Usaha yang memiliki SMKM dengan rating dengan nilai 93-100 (Perusahaan)
1
Terbangunnya Infrastruktur Gas Untuk Sektor Transportasi (Mini LNG Plant) (QW 10)
6 7 8
5
4
2 3
4
3
2
WK Migas Konvensional (WK) - Jumlah penawaran WK Migas (WK) - Jumlah pelaksana Kegiatan Eksplorasi dan Ekploitasi (KKKS) WK Migas Non-Konvensional (WK) - Jumlah penawaran WK Migas (WK) - Jumlah pelaksana Kegiatan Eksplorasi dan Ekploitasi (KKKS) Fasilitasi eksplorasi migas (BOE) - Survei Seismik 2D (KM) - Survei Seismik 3D (KM2) - Pemboran eksplorasi (Sumur) - Jumlah Sumber daya Migas konvensional dan nonkonvensional (BBOE)
1
Sasaran Program (Outcome)/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator
1.980
4
150 175 15 15
2 8 4 3
125 150 10 10
2 6 3
40 40 15 80 80 170 150 20
6589 146
35 35 10 70 70 90 75 15
6920 147
1
2.046
1
4 1 2
10 10 6 2 2 2 89.89 6.406 4.535 79 89.89
2016
4 1 2
9 9 6 3 3 2 89.80 6.400 4.530 78 89.80
2015
Lampiran-1.5
Penilaian pengembangan usaha hulu migas (Persetujuan/rekomendasi) - Jumlah Persetujuan Amandemen dan/atau Perpanjangan Kontrak - Jumlah Rekomendasi Penggunaan Wilayah Kerja Migas untuk Kegiatan Lainnya (Rekomendasi) - Jumlah Persetujuan Plan of Development (POD I) 5 Fasilitasi eksploitasi migas - Produksi/lifting migas (MBOPED) - Cadangan migas -Minyak bumi (MMSTB) -Gas bumi (TSCF) Kegiatan: Pembinaan Lindungan Lingkungan, Keselamatan Operasi dan Usaha Penunjang Bidang Migas Menerapkan keteknikan yang baik dan meminimalkan terjadinya dampak negatif kegiatan usaha migas terhadap lingkungan, Terlaksananya penerapan: SHE, SMP, ERP Pada kegiatan usaha hulu migas, Meningkatkan jumlah perusahaan usaha penunjang migas yang memiliki kualifikasi, kompetensi dan berdaya, Meningkatkan jumlah standar (RSNI-3 dan RSKKNI), Meningkatkan jumlah tenaga kerja yang kompeten pada kegiatan usaha migas, Meminimalkan tingkat kecelakaan dan kegagalan operasi pada kegiatan usaha hilir migas.
Rencana Strategis 2015 - 2019 5 2 2
175 200 20 20
5
2 10 5
45 45 15 90 90 270 250 20
6285 145
1.900
1
10 10 6 2 2 2 89.89 6.413 4.539 80 89.89
2017
Target
5 2 2
200 225 25 25
6
2 12 6
50 50 15 100 100 405 375 30
6006 144
1.900
1
10 10 6 2 2 2 90.07 6.419 4.544 81 90.07
2018
4 1 2
225 250 30 30
7
2 14 7
55 55 20 110 110 530 500 30
5747 142
1.995
1
10 10 6 2 2 2 90.16 6.426 4.548 82 90.16
2019
204.6
0.5 4.0 2.2 2.2
3.0
3.0 8.6 5.6
8.5 1.5 10.5 7.5 5.5 2.0
7.1 5.1 2.0 250.9 46.3
7.1 -
2015 11.9 5.6 6.3 8.2 2.2 6.0 7.4 -
453.1
0.6 4.5 2.5 2.5
3.3
3.3 11.0 7.7
13.5 1.7 16.0 8.2 6.0 2.2
10.2 8.0 2.2 514.3 61.2
7.8 -
2016 12.4 5.9 6.5 8.4 2.4 6.1 8.1 -
689.9
0.6 5.0 3.0 3.0
3.6
3.5 12.1 8.5
14.5 1.8 17.5 8.9 6.5 2.4
11.2 8.8 2.4 756.9 67.0
8.6 -
2017 13.0 6.2 6.8 8.7 2.5 6.2 8.9 -
-
0.7 5.2 3.3 3.3
4.0
3.8 13.3 9.3
16.5 2.0 19.5 9.7 7.0 2.7
12.4 9.7 2.7 73.9 73.9
9.5 -
2018 13.6 6.5 7.1 8.9 2.6 6.3 9.8 -
Alokasi (dalam miliar rupiah)
-
0.7 5.5 4.0 4.0
4.4
4.2 14.6 10.2
18.0 2.2 21.5 10.4 7.5 2.9
13.6 10.7 2.9 81.1 81.1
10.4 -
2019 14.2 6.9 7.4 9.2 2.7 6.4 10.8 -
Total 2015 (Rp.
Sasaran
Sasaran
Kegiatan: Dukungan Manajemen dan Teknis Ditjen Migas Menyelenggarakan manajemen perencanaan dan informasi yang akuntabel dan dapat dipertanggung jawabkan, Menyelenggarakan pengelolaan administrasi perbenda haraan, Barang Milik Negara, serta akuntansi dan pertanggung jawaban keuangan yang transparan dan dapat dipertanggung jawabkan, Menyelenggarakan koordinasi dan penyusunan peraturan hukum, pertimbangan hukum, dan urusan hubungan masyarakat yang profesional dan berbasis pelayanan hukum, Menyelenggarakan pengelolaan urusan ketatausahaan, perlengkapan, rumah tangga, kepegawaian, organisasi dan tata laksana yang efisien dan
Program/Kegiatan
Program/Kegiatan
Rencana Strategis 2015 - 2019
62
5
4
3
2
1
Kebijakan, perencanaan, penganggaran dan pengendalian (Laporan) - Jumlah Dokumen Perencanaan (RKT, RKAK/L, Kajian Akademis) - Jumlah Laporan Evaluasi Kinerja Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Pelayanan pengelolaan data dan informasi teknologi serta informasi publik - Jumlah Pemeliharaan & Pengelolaan Website, Jaringan dan Database serta penyebaran dan pelayanan informasi publik (paket) Perbendaharaan, akuntansi/laporan keuangan dan barang milik negara (Laporan) - Realisasi Anggaran Belanja (%) - Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan BPK RI (%) - Pencatatan Realisasi PNBP Ditjen Migas (%) - Pencatatan Barang Milik Negara (BMN) Ditjen Migas (%) - Penyelesaian Usulan Penghapusan BMN Ditjen Migas (%) Penyusunan peraturan perundang-undangan, pertimbangan dan bantuan hukum, serta pelayanan informasi hukum (Laporan) - Jumlah Rancangan Peraturan PerUUan Sektor Migas - Jumlah Pertimbangan Hukum dalam kegiatan Usaha Migas - Jumlah pemberian Bantuan Hukum/Saksi Ahli dalam Kegiatan Usaha Migas - Jumlah Laporan layanan informasi yang diberikan Pembinaan Pengelolaan Kepegawaian, Organisasi, dan Tata Laksana (Laporan)
4 3 1 1 1
7 10 10 1 1
4 3 1 1 1
10 15 10 1 1
4 90 100 100 100 100 4
2016
Target
4 3 1 1 1
10 15 10 1 1
4 3 1 1 1
-
15 20 10 1 1
4 90 100 100 100 100 4
2018
2017 EPC dan PMC
4 90 100 100 100 100 4
2017
Target
2015 2016 Lahan serta EPC dan ijin PMC
4 90 100 100 100 100 4
2015
Lampiran-1.7
Sasaran Program (Outcome)/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator
10 Pembangunan Mini LNG Plant (Kegiatan)-----QUICKWINS
Sasaran Program (Outcome)/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator
Lampiran-1.6
4 3 1 1 1
15 20 10 1 1
4 90 100 100 100 100 4
2019
2018
4.3 4.1 3.4 2.3 20.1
17.1 8.7 0.5 0.5 1.4 1.0 14.1
21.5 12.5 7.0 33.7 29.7
2015 106.5 106.5
2019 -
2016 453.1
5.0 4.5 3.8 2.7 13.1
14.1 10.3 0.6 0.6 1.5 1.1 16.0
22.0 14.5 7.5 38.7 38.7
2016 103.9 103.9
1.0 5.0 4.1 2.9 14.4
14.1 10.1 0.6 0.6 1.6 1.2 13.0
24.5 16.2 8.3 42.7 42.7
2017 108.8 108.8
1.0 5.5 4.6 3.2 15.9
16.3 11.8 0.7 0.7 1.8 1.4 14.3
26.8 17.8 9.0 45.5 45.5
2018 118.7 118.7
2018 -
2019
1.0 6.0 5.0 3.6 17.5
16.6 11.7 0.7 0.7 2.0 1.5 15.6
29.3 19.7 9.6 48.9 48.9
-
-
-
Total Alokasi 2015-2019 2019 (Rp. Miliar) 127.9 565.7 127.9 565.7
2017 689.9
Alokasi (dalam miliar rupiah)
2015 204.6
Alokasi (dalam miliar rupiah) -
Total 2015 (Rp.
63
Rencana Strategis 2015 - 2019
LAMPIRAN-2 MATRIKS KERANGKA REGULASI
Rencana Strategis 2015 - 2019
64
Lampiran-2.1
Lampiran 2: Matriks Kerangka Regulasi Ditjen Migas Tahun 2015-2019 No 1.
Legislasi/Regulasi RUU tentang Minyak dan Gas Bumi
Arah Kerangka Regulasi, Latar Belakang dan Urgensi 1. Rekomendasi Panitia Angket BBM Tahun 2009 2. Salah satu Program Legislasi Nasional Prakarsa DPR RI Tahun 2009-2014 3. Tindak lanjut Putusan MK Tahun 2004, 2007 dan 2012
Lampiran-2.2 No
2.
No
RPP tentang Keselamatan Dalam Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi
Legislasi/Regulasi
3.
RPerpres tentang Tata Kelola Gas Bumi
4.
RPerpres tentang Pedoman Pelaksanaan Pembangunan Kilang Minyak di Dalam Negeri
5.
RPerpres tentang Perubahan Atas Perpres No 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Migas
65
Arah Kerangka Regulasi, Latar Belakang dan Urgensi
Legislasi/Regulasi
Hal-hal yang diatur dan substansi pengaturan Penyempurnaan tata kelola migas baik hulu maupun hilir, dengan mengedepankan kepentingan nasional, termasuk penguatan PT Pertamina (Persero) Penguatan ketahanan energi nasional dalam rangka mewujudkan kedaulatan energi Sinergi kepentingan nasional dan kebutuhan investasi internasional dengan tetap mengedepankan kedaulatan negara Pemberdayaan peran serta daerah dalam partisipasi pengusahaan Migas di wilayahnya Penguatan peran Migas untuk ketahanan energi nasional termasuk pengaturan mengenai cadangan Migas nasional dan cadangan strategis bahan bakar Penataan kembali tata kelola migas (hulu dan hilir migas ) yang berpihak pada kepentingan nasional, terutama penataan kelembagaan yang efektif dan efisien Memperkuat peran Pertamina dalam mengelola Migas nasional
Hal-hal yanghasil diatur Pemanfaatan dana dari kegiatan hulu dan substansi Migas (plowback) untukpengaturan upaya pencarian cadangan Migas untuk mendukung ketahanan energi nasional Penerapan lex specialist dalam perpajakan dalam kegiatan usaha hulu Migas Penerapan insentif dalam kegiatan usaha hilir Migas Memperkuat diversifikasi bahan bakar dan konversi BBM ke Gas dan Nabati Penguatan pembangunan infrastruktur Migas Pemberdayaan potensi dalam negeri, termasuk jasa penunjang Migas Penguatan kompetensi tenaga kerja nasional di bidang Migas Sesuai dengan amanat ketentuan Pasal 40 ayat (6) dan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi serta guna mewujudkan kegiatan usaha usaha minyak dan gas bumi yang optimal, efektif, efisien, andal dan aman terhadap masyarakat umum, pekerja, instalasi, dan lingkungan Hal-hal yang diatur dan substansi pengaturan Memberikan pengaturan yang dapat mensinkronisasikan kebijakan pasokan gas bumi, konsep agregasi, dan pengaturan kegiatan usaha gas bumi yang dapat mendorong pembangunan infrastruktur gas bumi di Indonesia
Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 40 ayat (6) dan Pasal 43 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dan guna mewujudkan kegiatan usaha minyak dan gas Lampiran-2. bumi yang optimal, efektif,3 efisien, andal dan aman terhadap Arah Kerangka Regulasi, masyarakat umum, pekerja, Latar Belakang dan Urgensi instalasi, dan lingkungan Dalam rangka memberikan kepastian hukum atas pelaksanaan kegiatan usaha gas bumi perlu menyusun peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Rencana Induk Jaringan Transmisi dan Distribusi Gas Bumi Nasional, Pengelolaan Gas Bumi, Penetapan Alokasi Gas Bumi, Pemanfaatan Gas Bumi, Pelaksanaan Kegiatan Usaha Gas Bumi, Harga Gas Bumi, dan Pembinaan dan Pengawasan Tata Kelola Gas Bumi Sebagai payung hukum Kebijakan pembangunan kilang Minyak di pelaksanaan pembangunan kilang dalam negeri minyak di dalam negeri Penugasan BUMN sebagai pelaksana penyelenggaraan pengadaan pembangunan kilang minyak di dalam negeri Sebagai dasar penyelenggaraan Dalam rangka memperlancar kegiatan usaha hulu migas dan penyelenggaraan kegiatan usaha hulu transparansi pengelolaan keuangan minyak dan gas bumi dan untuk Satuan Kerja Khusus Pelaksanaan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan keuangan Satuan Kerja Khusus Pelaksanaan Gas Bumi Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi
Rencana Strategis 2015 - 2019
Lampiran-2.4 No
Legislasi/Regulasi
6.
RPerpres tentang Pelaksanaan Pembangunan Jaringan Distribusi Gas Bumi Untuk Rumah Tangga
7.
RPerpres tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Penetapan Harga Bahan Bakar Gas untuk Nelayan
8.
Rperpres tentang Perubahan Atas Perpres No 64 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Penetapan Harga BBG untuk Transportasi Jalan
Arah Kerangka Regulasi, Latar Belakang dan Urgensi Sebagai payung hukum pelaksanaan pembangunan Jaringan Distribusi Gas Bumi yang terkait dengan pengelolaan aset BMN-nya kemudian dengan skema PMP Sebagai dasar hukum pelaksanaan penyediaan dan pendistribusian BBG untuk Nelayan
Sebagai dasar hukum bagi percepatan pelaksanaan penyediaan dan pendistribusian Bahan Bakar Gas untuk Transportasi Jalan Lampiran-2.5
No
Legislasi/Regulasi
9.
Rancangan Peraturan Menteri ESDM tentang Tata Cara Pengawasan Atas Rekomendasi Kegiatan Impor dan Ekspor Minyak dan Gas Bumi
10.
RPermen tentang Pedoman Pemeriksaan Teknis Instalasi dan Peralatan termasuk Platform serta Pedoman Pengawasan Kegiatan Pemboran Minyak dan Gas Bumi Legislasi/Regulasi serta Gas Metana Batubara RPermen tentang Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Teknik dan Penyelidik
No 11.
12. 13.
14.
RPermen tentang Pemberian Tanda Penghargaan Keselamatan Minyak dan Gas Bumi RPermen tentang Tata Cara Pelaporan Produksi dan Lifting Minyak dan Gas Bumi dalam Perhitungan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Minyak dan Gas Bumi RPermen tentang Perubahan RPermen ESDM Nomor 0007 tahun 2005 tentang Persyaratan dan Pedoman Pelaksanaan Izin Usaha dalam Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi
Arah Kerangka Regulasi, Latar Belakang dan Urgensi
Dalam rangka menunjang kelancaran pelaksanaan pengawasan standar dan mutu, jumlah dan dokumen administrasi dalam rangka kegiatan ekspor dan impor, terhadap minyak bumi, gas bumi dan hasil olahannya Melaksanakan amanat ketentuan pasal 81 RPP Keselamatan dalam Usaha Migas Lampiran-2.6 Arah Kerangka Regulasi, Latar Belakang dan Urgensi Melaksanakan amanat dari RPP Keselamatan Migas Melaksanakan amanat ketentuan pasal 7 ayat (1) RPP tentang Keselamatan dalam Usaha Migas Melaksanakan amanat PP 35 Tahun 2004
Melaksanakan amanat UU No 22 Tahun 2001
Hal-hal yang diatur dan substansi pengaturan Penugasan pembangunan Jaringan Distribusi Gas Bumi Untuk Rumah Tangga dengan skema pengelolaan aset BMN berupa Penyertaan Modal Pemerintah Pusat (PMPP)
Penyediaan dan pendistribusian LPG Tabung Khusus Untuk Perahu Nelayan dan CNG Untuk Nelayan Penetapan harga jual eceran, harga patokan dan harga indeks pasar LPG Tabung Khusus Untuk Perahu Nelayan dan CNG Untuk Nelayan Penugasan Badan Usaha Penyediaan dan Pendistribusian LPG Tabung Khusus Untuk Perahu Nelayan dan CNG Untuk Nelayan Pembinaan dan pengawasan Percepatan pembangunan dan pengoperasian SPBG oleh Pertamina dan PGN baik menggunakan APBN atau ABI; Pelaksanaan pengadaan untuk pembangunan dan pengoperasian SPBG dilaksanakan sesuai dengan ketentuan pengadaan di lingkungan Pertamina dan PGN; Pelaksanaan pemasangan Konverter Kit bagi kendaraan dinas selain pemberian dan Hal-hal yangKit diatur pemasangan Konverter untuk kendaraan dan substansi pengaturan bermotor angkutan penumpang umum; Penyediaan dan pemasangan Konverter Kit dilaksanakan oleh Pertamina atau PGN; Pelaksanaan penyediaan dan pemasangan yang dilakukan Pertamina atau PGN tersebut dapat dilakukan dengan bekerja sama dengan pihak lain yang ditunjuk melalui seleksi dan dengan pelaksanaan pengadaan yang dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku dilingkungan PT Pertamina (Persero) dan PT PGN (Persero) Tbk Tahapan atas penyediaan dan pemasangan Konverter Kit ditetapkan oleh Menteri Pengaturan atas pelaksanaan pengawasan standar dan mutu, jumlah dan dokumen administrasi dalam rangka kegiatan ekspor dan impor, terhadap minyak bumi, gas bumi dan hasil olahannya Mengatur Pedoman Pemeriksaan Teknis Instalasi dan Peralatan termasuk Platform serta Pedoman Pengawasan Kegiatan Pemboran Minyak dan Gas Bumi serta Gas Hal-hal yang diatur Metan Batubara dan substansi pengaturan Mengatur pedoman teknis dalam pengangkatan dan pemberhentian Kepala Teknik dan Penyelidik di internal Ditjen Migas Mengatur pedoman Pemberian Tanda Penghargaan Keselamatan Minyak dan Gas Bumi Dalam rangka mengatur pelaporan produksi dan Lifting serta untuk dasar perhitungan dana bagi hasil untuk daerah
Pengaturan bagi perkembangan kegiatan usaha hilir migas yang berkembang secara dinamis diantaranya: kegiatan usaha penyediaan CNG, LNG, dan LCNG Memberikan kemudahan procedural dalam pemberian izin usaha (tetao) secara langsung tanpa melalui proses izin usaha sementara untuk izin usaha pengangkutan bahan bakar minyak Mendorong investasi Badan Usaha untuk membangun sarana dan fasilitas dalam melaksanakan Kegiatan Usaha Hilir Migas Memberikan pengaturan untuk hal-hal yang bersifat administratif terkait dengan legalitas Badan Usaha Hilir Migas
Rencana Strategis 2015 - 2019
66
Lampiran-2.7 No
Legislasi/Regulasi
15.
RPermen tentang Perubahan Kedua Atas Permen ESDM No 16 Tahun 2011 tentang Kegiatan Penyaluran BBM RPermen tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Penetapan Harga LGV untuk Transportasi Jalan RPermen tentang Perubahan Atas Permen ESDM Nomor 037 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengajuan Impor dan Penyelesaian Barang Yang Dipergunakan Dalam Kegiatan Usaha Hulu Migas
16.
17.
Hal-hal yang diatur dan substansi pengaturan Perubahan persyaratan admistrasi dan teknis pemberian Surat Ket Penyalur BBM
UU No 22 Tahun 2001 Perpres No 64 Tahun 2012
Pengaturan kebijakan penyediaan, pendistribusian BBG untuk Transportasi Jalan berupa LGV
UU No 22 Tahun 2001 PP No 35 Tahun 2004
Pengaturan tata cara pengajuan impor dan penyelesaian barang yang dipergunakan dalam kegiatan usaha Hulu Migas agar terwujud transparansi dan efektivitas pelaksanaan impor barang dan peralatan yang secara langsung digunakan dalam kegiatan usaha hulu yang dibeli oleh KKKS Pengaturan kebijakan perpanjangan Kontrak Kerjasama Migas yang didasarkan atas pertimbangan penerimaan negara, terdapatnya cadangan migas, keberpihakan terhadap BUMN dan keberlanjutan operasional migas Pengaturan syarat-syarat dan pedoman kepemilikan participating interest bagi suatu yang diatur daerah untukHal-hal mendapatkan participating interest dan substansi pengaturan Pengaturan pelaksanaan pencadangan dana bagi pemulihan kegiatan usaha hulu migas
18.
Rpermen tentang Pengelolaan Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi Yang Akan Berakhir Kontrak Kerja Samanya
UU No 22 Tahun 2001
19.
RPermen tentang Syarat-Syarat dan Pedoman Kepemilikan Partisipating Interest Legislasi/Regulasi
Lampiran-2. 8 UU No 22 Tahun 2001
No 20.
21.
22.
23.
No
67
Arah Kerangka Regulasi, Latar Belakang dan Urgensi Penyempurnaan persyaratan admisnitrasi dan teknis pemberian Surat Ket Penyalur BBM
Rancangan Peraturan Menteri ESDM tentang Pencadangan Dana Pemulihan/Restorasi dan Rehabilitasi Wilayah (Abandonement and Site Restoration) Pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi RPermen tentang Perubahan Atas Permen ESDM No 19 Tahun 2009 tentang Kegiatan Usaha Gas Bumi Melalui Pipa RPermen tentang Evaluasi Mutu
RPermen Tata cara Pemeriksaaan Teknis Platform Minyak dan Gas BUmi di daerah lepas pantai Legislasi/Regulasi
Rencana Strategis 2015 - 2019
Arah Kerangka Regulasi, Latar Belakang dan Urgensi UU No 22 Tahun 2001
UU No 22 Tahun 2001
Pengaturan pelaksanaan kegiatan usaha gas bumi melalui pipa
Melaksanakan amanat PP 35 tahun Mengatur pedoman dan tata cara atas 2004 evaluasi mutu minyak dan gas bumi
Melaksanakan amanat UU No 22 Tahun 2001 Lampiran-2.9 Arah Kerangka Regulasi, Latar Belakang dan Urgensi
1. Pengaturan atas tata cara pemeriksaan teknis platform Minyak dan Gas Bumi di daerah lepas pantai 2. Dengan telah ditetapkannya Peraturan Menteri ini, maka, Permentam Hal-hal yang diatur No05P/M/Pertam/1977 tentang dan substansi pengaturan kewajiban memiliki sertifikat kelayakan konstruksi untuk platform Minyak dan Gas Bumi di daerah lepas pantai dicabut