1
PENDAHULUAN Dalam era globalisasi, pendidikan merupakan sebuah hal mutlak bagi seseorang agar memiliki daya saing yang tinggi. Tanpa memiliki pendidikan yang memadai, seorang anak akan sulit menghadapi persaingan tenaga kerja yang semakin kompetitif. Pendidikan secara umum mempunyai arti suatu proses kehidupan dalam mengembangan diri setiap individu untuk dapat hidup dan melangsungkan kehidupan. Sehingga menjadi seseorang yang terdidik itu sangat penting. Disamping itu, pendidikan juga merupakan salah satu kebutuhan dasar kehidupan manusia yang akan menentukan kualitas hidup manusia. Memang secara kuantitas, kemajuan pendidikan di Indonesia cukup menggembirakan, namun secara kualitas perkembangannya masih belum merata (Sukmadinata, 2006). Tujuan pendidikan nasional menurut UU No. 20 Tahun 2003 pasal 3 (Wijaya, 2011) tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradapan bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan dan pengajaran adalah suatu proses yang sadar tujuan. Tujuan dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk memberikan rumusan hasil yang diharapkan siswa setelah melaksanakan pengalaman belajar. Tercapai tidaknya tujuan pengajaran salah satunya adalah terlihat dari motivasi belajar yang dimiliki siswa. Dengan motivasi belajar yang tinggi, para siswa mempunyai prestasi belajar yang baik (Sadirman, 2004). Menurut
Lekatompessy
(2010)
pendidikan
di
Indonesia
sangat
memprihatinkan, khususnya pendidikan menengah atas. Indonesia terus mendapat prestasi atau hasil belajar yang rendah dalam uji berstandar internasional. Berdasarkan wawancara dengan guru di SMA Negeri 01 sekampung Udik, Lampung – Timur, banyak siswa-siswi dari SMAN tersebut memiliki hasil belajar yang kurang memuaskan. Guru juga menyatakan bahwa banyak dari siswasiswinya tersebut memiliki sifat malas untuk belajar baik di dalam maupun di luar kelas. Ketika berada di luar sekolah siswa-siswi ini banyak yang tidak belajar
2
kembali di rumah. Salah satu guru juga menyatakan bahwa ketika menjelaskan suatu pelajaran di kelas, hanya sedikit siswa yang memperhatikan sehingga proses pembelajaran di kelas menjadi kurang efektif. Hal
ini tentu sangat
memprihatinkan mengingat bahwa motivasi merupakan prasyarat yang amat penting dalam belajar (Djiwandono, 2002). Pengertian motivasi menurut Mc.Donald (Sardiman, 1986) adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang disertai dengan munculnya suatu feeling dan didahului dengan tanggapan terhadap suatu tujuan. Menurut Sardiman (1986) bahwa dalam kegiatan belajar, maka motivasi menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai. Motivasi sangat berperan dalam belajar, dengan motivasi inilah siswa menjadi tekun dalam proses belajar mengajar, dan dengan motivasi itu pula kualitas hasil belajar siswa dapat diwujudkan dengan baik. Selain itu juga motivasi belajar sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan diri seseorang, sebab seseorang yang tidak memiliki motivasi dalam belajar, tak akan mungkin melakukan aktivitas belajar (Cahyaningsih,2012). Motivasi belajar dikatakan oleh Djiwandono (2002) sebagai salah satu prasarat yang penting dalam belajar, sementara itu dikatakan lebih lanjut bahwa kesediaan siswa untuk belajar adalah hasil dari banyak faktor seperti kepribadian siswa dan kemampuan siswa untuk menyelesaikan tugas-tugas sekolah. Hal yang sama juga disampaikan oleh Kumala, Citra, Ruspawan, Biomed, dan Rindjani (2013) bahwa Motivasi setiap individu dipengaruhi oleh beberapa faktor yang salah satunya adalah kepribadian. Hal ini disebabkan kepribadian merupakan suatu totalitas dari disposisi atau kecenderungan suatu individu yg terorganisir, artinya kepribadian yang berbeda akan menghasilkan kecenderungan berpikir dan berperilaku yang berbeda pula. Kecenderungan ini akhirnya berdampak pada dimensi psikologis individu seperti perbedaan persepsi terhadap suatu kebutuhan, motif, harapan dan insentif (Adityawan, 2013). Menurut Warpen (dalam Kartono, 1980), kepribadian adalah organisasi mental
manusia
pada
seluruh
tahapan
perkembangan
yang
mencakup
3
temperamen, intelektual, moralitas, dan setiap sikap yang telah terbentuk selam hidup. Silverman (dalam Satiti, 2007) menyatakan kepribadian adalah kumpulan dari sejumlah karakteristik, sikap, dan nilai – nilai yang dianut seseorang yang membedakan dari orang lain. Pada dasarnya setiap orang bahkan siswa memiliki kepribadian yang berbeda – beda. Berbagai tipe kepribadian tercemin dari pola dan ciri – ciri prilaku mereka seperti malas, santai, terbuka ataupun menyendiri. Friedman dan Roseman (1974) menggambarkan kepribadian menjadi dua tipe kepribadian yaitu kepribadian tipe A dan kepribadian tipe B. Friedman dan Roseman menyatakan bahwa tipe kepribadian A adalah orang yang selalu terbelenggu dengan stres dalam kehidupan sehari – hari. Mereka memiliki ciri – ciri: mudah marah, aktif dalam bekerja, selalu merasa tergesa – gesa, tidak sabar, berbincang dengan cepat, dan kompetitif. Sedangkan tipe kepribadian B lebih rileks, tidak terburu – buru, tidak mudah terpancing untuk marah, dan berbincang dengan lebih tenang, sabar, tidak ingin bersaing, santai. Menurut Worrel dan Stiwwel (dalam Siahaan, 2011) ciri-ciri individu yang memiliki motivasi belajar yang rendah yaitu tidak memiliki sejumlah usaha untuk belajar. Mereka cenderung memiliki konsentrasi yang rendah terhadap tugas, mengalami kesulitan untuk menyelesaikan tugas tepat waktu. Kurang bertanggung jawab terhadap tugas yang dikerjakannya. Kurang mampu menetapkan tujuan dan sulit berkonsentrasi. Pada ciri-ciri tersebut sejalan dengan orang yang memiliki tipe kepribadian B. Puspita (2012) mengatakan orang yang mempunyai motivasi tinggi ialah memiliki keinginan berhasil yang tinggi, berani mempertahankan pendapat selagi merasa benar dan yakin, siswa tidak mudah menyerah mengerjakan soal-soal latihan yang dianggap sulit, siswa percaya diri bertanya tentang materi yang belum dikuasai. Hal ini sejalan dengan tipe kepribadian A yang salah satunya mempunyai sikap kompetitif. Hasil Penelitian lain yang dilakukan oleh Lusiana, Risma, dan Lesmana (2009) mengatakan bahwa motivasi yang tinggi adalah mahasiswa yang memiliki prestasi akademik yang tinggi, hal ini sependapat dengan teori yang dikemukakan Roberts bahwa setiap manusia memiliki kekuatan dasar yang memotivasi dirinya untuk meningkatkan potensi diri sampai batas maksimum termasuk dalam bidang
4
edukasi. Prestasi akademik dengan kategori sangat memuaskan sebagian besar dimiliki oleh mahasiswa dengan tipe kepribadian A, sesuai dengan ciri kepribadian dari Tipe A yang cenderung terobsesi dengan keberhasilan dan memiliki daya saing yang tinggi. Berbeda halnya dengan tipe B mempunyai motivasi rendah yang cenderung santai termasuk dalam belajar sehingga sering kali orang dengan tipe kepribadian B kurang menunjukkan prestasi yang optimal dan orang tipe ini tidak terobsesi untuk menonjolkan keberhasilannya. Bertolak dari apa yang dipaparkan diatas mengenai pentingnya motivasi belajar dalam proses belajar maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang: “Hubungan Tipe Kepribadian (Tipe A -Tipe B) dengan Motivasi Belajar Siswa di SMA Negeri 01 Sekampung Udik”. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian yang dicapai yaitu untuk mengetahui terdapat hubungan yang positif signifikan antara tipe kepribadian (tipe A - tipe B) dengan motivasi belajar siswa di SMA Negeri 01 Sekampung Udik. TINJAUAN PUSTAKA Motivasi Belajar Kata “motif”, diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam dan didalam subjek untuk melakukan aktivitas – aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Berawal dari kata “motif” itu, maka motivasi dapat diartikan sebagi daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motif menjadi aktif pada saat – saat tertentu, terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat dirasakan/mendesak (Sardiman, 2011). Sedangkan menurut Dalyono (2001), Motivasi belajar adalah suatu daya menggerakan, mendorong dan memperkuat individu untuk melakukan kegiatan belajar. seseorang yang belajar dengan motivasi yang kuat akan melaksanakan semua kegiatan belajarnya dengan sungguh – sungguh, penuh gairah atau semangat. Sebaliknya belajar dengan motivas yang lemah akan menyebabkan sikap malas bahkan tidak mau mengerjakan tugas – tugas yang berhubungan
5
dengan pelajaran. Menurut Mc.Donald (dalam Sardiman, 2011) motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya ”feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Winkel (2004) mengatkan bahwa motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak psikis di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar itu untuk mencapai tujuan. Menurut Pintrich & Groot (dalam Wang, 2012) aspek-aspek motivasi belajar adalah : a. Learning strategies yaitu strategi belajar yang dimiliki individu. b. Self Efficacy yaitu ada tindaknya harga diri untuk belajar dan bekerja. c. Intrinsic Value yaitu ada tindaknya orientasi tujuan dari dalam diri individu. d. Test Anxiety yaitu ada tindaknya kecemasan saat mengikuti tes. e. Lack of Learning Strategies yaitu kekurangan strategi dalam belajar Sedangkan faktor- faktor yang mempengaruhi motivasi belajar yang berasal dari siswa itu sendiri (Dimyati dan Mudjiono, 2013) adalah: a. Minat Minat merupakan ketertarikan individu terhadap sesuatu, dimana minat belajar yang tinggi akan menyebabkan belajar siswa menjadi lebih mudah dan cepat. Minat berfungsi sebagai daya penggerak yang mengarahkan seseorang melakukan kegiatan tertentu yang spesifik. b. Cita-cita Timbulnya cita-cita bersamaan dengan timbulnya perkembangan akal, moral,
kemauan,
bahasa
dan
nilai-nilai
kehidupan
serta
oleh
perkembangan kepribadian. Cita-cita untuk menjadi seseorang (gambaran ideal) akan memperkuat semangat belajar. c. Kondisi siswa Motivasi belajar adalah usaha-usaha seseorang (siswa) untuk menyediakan segala daya (kondisi-kondisi) untuk belajar sehingga ia mau atau ingin melakukan pembelajaran. Kondisi- kondisi tersebut baik fisik maupun emosi yag dihadapi oleh peserta didik akan mempengaruhi keinginan
6
individu untuk belajar dan tentunya akan melemahkan dorongan untuk melakukan sesuatu dalam kegiatan belajar. Menurut Sardiman (2011) berpendapat bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi motivasi belajar yang berasal dari luar individu adalah: a. Kecemasan terhadap hukuman Motivasi
ekstrinsik
berkenaan
dengan
insentif
eksternal
seperti
penghargaan dan hukuman. Motivasi belajar dapat muncul jika ada kecemasan atau hukuman yang menyertai atau melandasi pembelajaran. Konsep motivasi belajar berkaitan erat dengan pripsip bahwa perilaku yang memperoleh penguatan (reinforcement) dimasa lalu lebih memiliki kemungkinan diulang dibandingkan dengan perilaku yang terkena hukuman (punishment). b. Penghargaan dan pujian Baik orang tua maupun pengajar memiliki cara yang berbeda beda untuk menumbuhkan motivasi belajar anak. Selain dengan hukuman juga dapat dilakukan dengan penghargaan atau pujian. c. Kondisi lingkungan Sebagai anggota masyarakata maka siswa dapat terpengaruh oleh lingkungan sekitar. Lingkungan sekitar berupa keadaan alam, tempat tinggal, pergaulan sebaya dan lingkungan sekitar. d. Saingan/Kompetisi Saingan atau kompetisi dapat digunakan sebagai alat motivasi untuk mendorong belajar siswa. Persaingan, baik persaingan individual maupun persaingan kelompok dapat meningkatkan motivasi belajar.
Kepribadian Tipe A dan Kepribadian Tipe B Kepribadian atau personality yang merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan perbedaan individu seringkali dirumuskan berbeda oleh banyak para ahli. Pernyataan tersebut dijelaskan oleh Eysenk (dalam Suryabrata 1984, h: 288) memberi definisi kepribadian sebagai berikut: personality is the sum total of actual or potensial behavior pattern or the conative sector (character), the
7
affective sector (temprament) and the somatic sector (constution). Ada ungkapan yang menyatakan bahwa kepribadian adalah jumlah total dari pola tingkah laku manusia yang aktual atau yang terselubung yang dibentuk oleh faktor keturunan atau lingkungan, itu berasal dan terbentuk melalui hasil interaksi dari faktor utama yaitu fakta konatif (karakter), faktor afektif (temperamen), dan faktor somatik (keadaan tubuh). Allport (dalam Sarwono 1999, h: 81) yang menjelaskan bahwa personality is dynamic organization within the individual of these psychophiysical system that determine his uniqe adjustment to his environment yang artinya adalak kepribadian individu sebagai sistem psikofisis yang menentukan caranya yang khas dalam menyelesaikan diri terhadap lingkungan. Menurut Hall & Lindzey (1978), kepribadian adalah merupakan suatu deskripsi yang menerangkan tentang individu yang dikaji dalam keadaan atau aspek tertentu secara berlainan. Kepribadian tersebut tidak tetap dan dalam keadaan statis sehingga dapat mengalami perubahan menurut harapan dan interaksi dalam lingkungan. Friedman dan Roseman (1974) mangkategorikan manusia pada tingkah laku tipe A dan Tipe B. Friedman dan Roseman (1974) menjabarkan perilaku Tipe A sebagai “sebuah hubungan yang kompleks antara emosi dan tindakan yang diamati pada orang yang terlibat dalam sebuah perjuangan yang kronis dan tiada henti untuk mencapai hal yang lebih lagi dalam waktu sesingkat mungkin, bahkan bila perlu melakukannya dengan melawan kekuatan atau orang lain yang menentangnya”. Friedman & Roseman (1974) juga mengatakan individu tipe A selalu dibelenggu dengan stres dalam kehidupan kesehariannya. Mereka memiliki ciri – ciri seperti tidak sabar, selalu tergesah– gesa, mudah marah, aktif dalam bekerja, ingin kompetitif. Sementara itu, individu tipe B memiliki ciri – ciri yang berlawanan dengan tipe A seperti sabar, tenang, tidak ingin bersaing. Pola perilaku Tipe A dapat dibandingkan dengan pola perilaku Tipe B, yang bercirikan style relaks, tidak tergesa-gesa, lembut, dan puas diri. Hal ini bukan berarti bahwa Tipe B tidak termotivasi untuk berprestasi, mereka sekedar mendekati tujuan mereka dalam cara yang lebih lambat, tidak agresif dan lebih metodologis. Kepribadian tipe B adalah mereka yang lebih santai dan bersikap
8
tenang. Mereka menerima situasi yang ada dan bekerja sesuai dengan situasi tersebut dan bukan melawanya dengan berkompetisi. Individu seperti ini bersikap santai walaupun dalam tekanan waktu, sehingga mereka cenderung kurang mempunyai masalah yang berkaitan dengan stress. Kepribadian tipe B biasanya lebih pasif, tidak terburu – buru, tidak terlalu ambisius dan individu dengan tipe B jauh lebih menyadari kemampuan yang dimiliknya. Kepribadian tipe B ini menganggap jauh lebih mudah baginya jika menganggap segala sesuatu serba mudah dan tenang( Yeo , 1985). Kepribadian tipe A menurut Bortner (dalam Edwards, 1992) adalah selalu tepat waktu, memiliki sikap kompetitif, antisipasi dengan apa yang dikatakan orang lain, pekerja keras, tegas, mengerjakan tugas dengan cepat, serius dalam mengerjakan tugas, ambisius, memiliki banyak minat diluar pekerjaan, tergesa – gesa, tidak sabar menunggu, berusaha mengerjakan pekerjaan sekaligus, pekerjaannya ingin diakui orang lain, dan ekspresif. Sebaliknya kepribadian tipe B adalah individu yang kurang memperhatikan pentingnya waktu, kurang memiliki sikap
kompetitif,
kurang
memiliki
keberanian
untuk
mengungkapkan
perasaannya, lebih santai dalam melaksanakan tugas, kurang berambisi, menunggu hanya mengerjakan tugas satu persatu, tidak memiliki minat diluar pekerjaan, tidak tergesa – gesa (tenang), kurang serius dan lamban dalam melaksanakan tugas. Namun tipe B ini adalah pendengar yang baik, lebih sabar menunggu, pekerjaan yang dilakukan hanya untuk memuasakan dirinya sendiri, dan bicara secara perlahan - lahan.
Hubungan Tipe Kepribadian Tipe A dan Tipe B Dengan Motivasi Belajar Siswa Tipe kepribadian yang ditampilkan atau tampak melalui perilaku yang ditampilkan pada saat melakukan pekerjaan merupakan faktor yang mendorong timbulnya motivasi belajar seseorang. Motivasi belajar berkaitan dengan dapat tidaknya seseorang menunjukkan aktualisasi diri pada saat melakukan pekerjaan dan kemampuan menghadapi tekanan dalam tantangan.
9
Dalam institusi pendidikan, motivasi belajar siswa dalam kontek penelitian ini adalah bahwa dalam kegiatan belajar, maka motivasi menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai (Menurut Sardiman, 1986). Dari uraian diatas, penulis memahami bahwa tipe kepribadian (tipe A – tipe B) memiliki hubungan dengan motivasi belajar. Pemahaman ini diperkuat dengan hasil penelitian dilakukan oleh Lusiana, Risma, dan Lesmana (2009) mengatakan bahwa ada hubungan positif singnifikan antara tipe kepribadian dengan prestasi akademik pada mahasiswa fakultas kedokteran Universitas Riau angkatan 2006, dimana tipe kepribadian yang mendukung prestasi akademik adalah tipe kepribadian A. Hal ini sesuai dengan ciri kepribadian dari tipe A yang cenderung terobsesi dengan keberhasilan dan memiliki daya saing yang tinggi sehingga mendorong mereka untuk memberikan prestasi yang optimal, namun tipe ini selain rentan terhadap stress juga sulit bersosialisasi. Siswa yang termotivasi tinggi dalam belajar memungkinkan akan memperoleh hasil belajar yang tinggi pula, artinya semakin tinggi motivasi belajarnya, semakin intensitas usaha dan upaya yang dilakukan, maka semakin tinggi prestasi belajarnya yang diperoleh (Hamdu dan Agustina, 2011). Sedangkan Tarmidzi (2012) menemukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara tipe kepribadian dengan prestasi akademik. Hal ini dikarenakan bahwa setiap individu memiliki kepribadian yang berbeda – beda. Sehingga menyebabkan individu dapat berespon berbeda pada stimulus yang sama. Selain itu pencapaian prestasi akademik ini tidak hanya dipengaruhi oleh tipe kepribadian, namun ilmu pengetahuan terkait sikap dan prilaku ketika sedang menjalankan proses belajar mengajar juga dapat membantu untuk meraih hasil belajar yang baik. Sementara Baron (dalam Romadhon, 2006) dalam penelitiannya menemukan bahwa prestasi yang dihasilkan oleh individu dengan kepribadian tipe A dan kepribadian tipe B berbeda. Kepribadian dengan tipe A lebih berprestasi jika diberikan tugas-tugas yang kompleks dibandingkan dengan individu kepribadian tipe B. Sebaliknya dalam melaksanakan tugas yang mudah, individu yang
10
mempunyai kepribadian tipe B akan menunjukkan prestasi yang lebih tinggi dari pada individu yang mempunyai kepribadian tipe A.
Hipotesis Berdasarkan dari uraian dalam latar belakang serta kesimpulan landasan teori yang ada, maka dapat ditetapkan hipotesis sebagai berikut adanya hubungan positif dan signifikan antara tipe kepribadian (tipe A - tipe B) dengan motivasi belajar di SMA Negeri 1 Sekampung Udik, Lampung Timur.
METODE Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian korelasional. Penelitan dengan cara ini bermaksud mengungkapkan bentuk hubungan timbal balik antara variabel yang diselidiki (Nawawi, 2005). Jenis penelitian ini adalah noneksperimental dengan menggunakan metode kuantitatif, yang terdiri dari dua variabel yaitu tipe kepribadian (tipe A – tipe B) yang merupakan variabel tergantung dan motivasi belajar yang merupakan variabel terikat.
Populasi Menurut Sugiarto (2003) populasi merupakan keseluruhan unit atau individu dalam ruang lingkup yang ingin diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMA Negeri 01 Sekampung Udik, Lampung Timur yang berjumlah 542.
Presedur Sampling Total sampel yang diambil sebagai objek penelitian berjumlah 84 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu cluster Sampling adalah pengambilan sampel dari populasi dikelompokkan menjadi sub – sub populasi secara bergerombol dari sub populasi selanjutnya di rinci menjadi sub populasi yang lebih kecil (Sukandarrumidi, 2006). Sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan mengacu pada rumus penentuan sampel yang dikemukakan Yamare (dalam Sukandarrumidi, 2006), yakni sebagai berikut:
11
n
N Nd 2 1
Keterangan : n : jumlah sampel N : jumlah populasi d 2 : Taraf kepercayaan
1 : Angka konstan Sampel diambil dari total jumlah populasi yang merupakan siswa kelas X, XI dan XII. Dengan menggunakan rumus tersebut, maka jumlah sampel yang dibutuhkan adalah:
n
N Nd 2 1
n
542 542 (0,1) 2 1
n
542 542 (0,01) 1
n
542 = 84,42 = 84 orang:3 tingkatan kelas = 28 orang 6,42
Jumlah sampel keseluruhan yang dibutuhkan adalah sebanyak 84 orang, sehingga pada setiap tingkatan kelas (X,XI dan XII) akan dibutuhkan 28 orang.
PENGUKURAN Skala Motivasi Belajar Pada penelitian ini untuk skala mengukur motivasi belajar adalah Motivated Strategies for Learning Questionnaire for Junior High School yang disusun berdasarkan pada aspek-aspek dalam Motivated Strategies for Learning Questionnaire for Junior High School yang dikemukakan oleh Pintrich & Groot (dalam Wang, 2012). Pada skala ini pernyataan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu favorable dan unfavorable. Metode yang digunakan sebagai pola dasar pengukuran skala ini
12
adalah model Likert, yaitu skala Likert yang sudah dimodikasi dengan menghilangkan kategori jawaban yang berada di tengah. Dengan demikian skala Likert tersebut mempunyai empat macam pilihan jawaban yaitu, sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS) dan sangat tidak sesuai (STS). Penyekoran ini dilakukan dengan sistematika untuk item-item favorable, jawaban sangat sesuai (SS) mendapat skor 4 dan bergerak menuju skor 1 untuk jawaban yang sangat tidak sesuai (STS). Begitu juga dengan item-item unfavorable, jawaban sangat tidak sesuai (STS) mendapat skor 4 dan bergerak menuju skor 1 untuk jawaban sangat sesuai (SS). Semakin tinggi skor yang diperoleh pada skala ini, berarti semakin tinggi motivasi belajar yang dimiliki. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh maka semakin rendah motivasi belajar yang dimiliki. Skala ini terdiri dari 28 item. Dari penelitian Pintrich & Groot (dalam Wang, 2012) skala ini memiliki α yang bergerak antara 0,70 sampai 0,90. Dalam penelitian ini juga dilakuakan try out terpakai untuk menguji validitas dan reabilitas. Setelah dilakukan uji daya diskriminasi item terdapat 11 item yang gugur dan 17 item yang memiliki daya diskriminasi baik sesuai dengan batas koefisien korelasi item total ≥ 0,25 (Azwar, 2012). Daya diskriminasi item yang diperoleh dalam penelitian ini bergerak dari 0,283 sampai 0,627, sedangkan reliabilitas item 0,842.
Skala Tipe Kepribadian Alat ukur yang digunakan untuk mengukur kepribadian dapat diperoleh dari skala tes kepribadian yang disusun berdasarkan tes yang diadaptasi dari Bortner (Edwards, 1992) yang berupa “Your Behavior Pattern”. Kuesioner ini memberikan kesempatan kepada responden untuk menentukan apakah dia cenderung berkepribadian tipe A atau tipe B. Tes ini berupa skala, dimana masing-masing skala berisi sepasang kata sifat atau frase yang dipisahkan oleh serangkaian angka-angka dari 1 sampai 11. Skala ini terdiri dari 14 pasang item dan setiap item terdiri dari 2 pernyataan. Responden diminta untuk memilih antara 1 sampai 11 yang sesuai dengan dengan kondisi yang dialami responden. Kemudian respon yang diperoleh, dijumlahkan kemudian dikategorikan dalam kepribadian tipe A dan tipe B. Maka total skor bisa antara 14 sampai 154 dan
13
dapat ditempatkan pada satu garis kesatuan yang berkesinambungan mulai dari tipe A ekstrim sampai tipe B ekstrim. Dalam penelitian ini juga dilakukan try out terpakai untuk menguji validitas dan reliabilitas.Setelah dilakukan uji daya diskriminasi item terdapat 3 item yang gugur dan 11 item yang memiliki daya diskriminasi baik sesuai dengan batas koefisien korelasi item total ≥ 0,25 (Azwar, 2012). Daya diskriminasi item yang diperoleh dalam penelitian ini bergerak dari 0,301 sampai 0,636, sedangkan reliabilitas item 0,813.
HASIL PENELITIAN HASIL DESKRIPTIF Motivasi Belajar Tabel 1 Kriteria Skor Motivasi belajar NO 1.
Interval
Kategori
Frekuen si
Persentas e
Mean
Standar deviasi
55,25 ≤ x ≤ 68
Sangat Tinggi 45 53,58% 2. 42,5 ≤ x < 55,25 Tinggi 35 41,66 % 53,57 6,47 4. 29,75 ≤ x < 42,5 Rendah 4 4,76 % 5 17 ≤ x < 29,75 Sangat Rendah 0 0 Data di atas menunjukkan tingkat motivasi belajar dari 84 subjek yang berbeda-beda, mulai dari tingkat sangat rendah hingga sangat tinggi. Pada kategori sangat rendah didapati prosentase sebesar 0%, kategori rendah 4,76%, kategori tinggi sebesar 41,66% dan kategori sangat tinggi sebesar 53,58% Mean atau rata-rata yang diperoleh adalah 53,57 dengan standar deviasi sebesar 6,47. Maka secara umum dapat dikatakan bahwa motivasi belajar yang dirasakan oleh siswa SMA Negeri 01 Sekampung Udik, lampung Timur ini berada pada tingkat yang tinggi.
14
Tipe Kepribadian Tabel 2 Kriteria Skor Tipe Kepribadian . NO
Interval
Kategori
1.
93,5 ≤ x ≤ 121
2.
66 ≤ x < 93,5
4.
38,5 ≤ x < 66
5
11 ≤ x < 38,5
Ekstrim Tipe A Sedang Tipe A Sedang Tipe B Ekstrim Tipe B
Frekuen si 12 28
Persenta se
Mean
Standar deviasi
66,08
24,67
14,28% 33,35%
34 40,47 % 10
11,9 %
Data di atas menunjukkan tipe kepribadian dari 84 subjek yang berbedabeda, mulai dari tingkat sangat rendah hingga sangat tinggi. Pada kategori ekstrim tipe B didapati prosentase sebesar 11,9%, kategori sedang tipe B sebesar 40,47%, kategori sedang tipe A sebesar 33,35% dan kategori ekstrim tipe A sebesar 14,28%. Mean atau rata-rata yang diperoleh adalah 66,08 dengan standar deviasi sebesar 24,67. Maka secara umum dapat dikatakan bahwa kepribadian siswa SMA negeri 01 Sekampung Udik, Lampung Timur berada pada kategori sedang tipe B.
UJI ASUMSI Uji Normalitas Uji normalitas menggunakan Kolmogrovov-Smirnov pada program SPSS 16.0. Data dikatakan normal bila memiliki nilai signifikasi lebih besar dari 0,05 (p > 0,05). Dari hasil perhitungan diperoleh hasil skor tipe kepribadian berdistribusi normal, yang dapat dilihat dari besarnya nilai K-S-Z sebesar 0,478 dengan nilai sign. = 0,976 (p > 0, 05). Demikian juga motivasi belajar juga berdistribusi normal, yang dapat dilihat dari besarnya nilai K-S-Z sebesar 1,224 dengan nilai sign= 0,100 (p > 0,05).
15
Uji Linearitas Uji linieritas dilakukan untuk menguji integritas hubungan data yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Dengan kata lain, pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel bebas memiliki hubungan yang linear dengan variabel terikat atau tidak. Untuk perhitungannya, uji linieritas dilakukan dengan menggunakan SPSS seri 16 for windows. Berdasarkan hasil analisis hasil uji linearitas yang menggunakan table Anova nilai Deviation from linearity maka dapat diketahui tipe kepribadian dan motivasi belajar diperoleh nilai F beda sebesar 1, 015 dengan signifikansi 0,498 (p > 0,05) yang menunjukan hubungan antara variabel tipe kepribadian dengan motivasi belajar adalah linier.
Uji Korelasi Berdasarkan hasil perhitungan uji korelasi product moment-Pearson dengan bantuan SPSS 16.0 didapatkan hubungan sebesar 0,096 dengan sig. = 0,192 (p < 0,05). Hasil tersebut menunjukkan tidak adanya hubungan positif yang signifikan antara tipe kepribadian (tipe A – tipe B) dengan motivasi belajar pada siswa SMA Negeri 01 Sekampung Udik, Lampung Timur. Tabel 3 Correlations
TK
Pearson Correlation
TK
MB
1
.096
Sig. (1-tailed)
MB
.192
N
84
84
Pearson Correlation
.096
1
Sig. (1-tailed)
.192
N
84
84
16
PEMBAHASAN Berdasarkan hasil perhitungan korelasi antara variabel tipe kepribadian (tipe A – tipe B) dengan motivasi belajar pada siswa didapatkan dari kedua variabel tersebut dengan besar korelasi 0,096 dengan signifikansi sebesar 0,192 (p > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan positif antara tipe kepribadian (tipe A & tipe B) dan motivasi belajar pada siswa di SMA Negeri 01 Sekampung Udik, Lampung Timur. Dengan demikian dinyatakan dalam penelitian ini H0 diterima dan H1 ditolak. Pada penelitian ini menyatakan bahwa hipotesis awal ditolak, peneliti menjelaskan ada beberapa faktor yang menyebabkan mengapa hasi; uji statistik penelitian ini tidak terbukti. Hal ini disebabkan kebanyakan subjek mengerjakan secara berkelompok, sehingga kemungkinan subjek tidak terlalu fokus dalam mengerjakan angket karena sambil berbincang dengan subjek yang lainnya. Waktu yang singkat juga bisa menjadi sebab karena peneliti tidak bisa mewawancarai subjek yang sedang mengerjakan angket. Beberapa subjek juga saat mengerjakan angket hanya diam saja setelah menyelesaikan dikerjakan langsung diberikan pada peneliti. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Tarmidzi (2012) bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara tipe kepribadian dengan prestasi akademik. Tidak adanya hubungan antara tipe kepribadian (tipe A – tipe B) dengan motivasi belajar dapat dijelaskan dari penelitian Baron (dalam Romadhon, 2006) yang menemukan bahwa prestasi yang dihasilkan oleh individu dengan kepribadian tipe A dan kepribadian tipe B berbeda. Kepribadian dengan tipe A lebih berprestasi jika diberikan tugas-tugas yang kompleks dibandingkan dengan individu kepribadian tipe B. Sebaliknya dalam melaksanakan tugas yang mudah, individu yang mempunyai kepribadian tipe B akan menunjukkan prestasi yang lebih tinggi dari pada individu yang mempunyai kepribadian tipe A. Sementara itu penilaian prestasi belajar dalam penelitian ini mengandung tugas kompleks dan tugas mudah, yang memungkinkan baik tipe kepribadian A maupun tipe kepribadian B dapat pula sama – sama berprestasi.
17
Selain itu pencapaian prestasi akademik ini tidak hanya dipengaruhi oleh tipe kepribadian, namun ilmu pengetahuan terkait sikap dan prilaku ketika sedang menjalankan proses belajar mengajar juga dapat membantu untuk meraih hasil belajar yang baik. Menurut Azwar (2004) ada dua faktor yang mempengaruhi prestasi akademik seseorang, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi faktor fisik dan faktor psikologis. Faktor fisik berhubungan dengan kondisi fisik umum seperti pengelihatan dan pendengaran. Faktor psikologis menyangkut faktor – faktor non fisik, seperti minat, motivasi, bakat, intelegensi, sikap dan kesehatan. Sedangkan faktor eksternal meliputi faktor fisik dan faktor sosial. Faktor fisik menyangkut kondisi lingkungan belajar, sarana, dan perlengkapan belajar, materi belajar dan kondisi lingkungan belajar. Faktor sosial menyangkut dukungan sosial (keluarga, teman, masyarakat, sekolah) dan pengaruh budaya. Hasil penelitian tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lusiana, Risma, dan Lesmana (2009) menemukan bahwa ada hubungan positif singnifikan antara tipe kepribadian A dengan prestasi akademik pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Riau angkatan 2006. Penelitian ini tidak mendukung teori yang menyebutkan bahwa motivasi belajar dengan kategori sangat memuaskan sebagian besar dimiliki oleh mahasiswa dengan tipe kepribadian A, sesuai dengan ciri kepribadian dari Tipe A yang cenderung terobsesi dengan keberhasilan dan memiliki daya saing yang tinggi sehingga mendorong mereka untuk memberikan prestasi yang optimal, namun tipe ini selain rentan terhadap stress juga sulit bersosialisasi
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan uraian yang telah disampaikan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Tidak terdapat hubungan positif yang signifikan antara variabel tipe kepribadian (Tipe A – Tipe B) dengan variabel motivasi
18
belajar pada siswa SMA Negeri 01 Sekampung Udik, Lampung Timur. 2. Motivasi belajar yang dimiliki oleh siswa termasuk dalam kategori tinggi. 3. Tipe Kepribadian (Tipe A – Tipe B) pada siswi cenderung memiliki tipe kepribadian B. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah diketahui, maka penulis mengajukan saran kebeberapa pihak yaitu : 1. Bagi Siswa Siswi diharapkan dapat memiliki motivasi belajar yang baik tanpa perlu kuatir tentang tipe kepribadian mereka, sehingga siswa dapat mencapai tujuan dengan maksimal. 2. Bagi peneliti selanjutnya a. Peneliti selanjutnya dapat menggunakan metode penelitian yang berbeda, misalnya menggunakan metode kualitatif, sehingga hasil yang didapat lebih akurat. b. Peneliti selanjutnya juga dapat menggunakan hasil penelitian ini dengan mengaitkannya pada faktor-faktor lain yang sesuai dengan fenomena yang ada, sehingga dapat menjawab fenomena yang terjadi melalui bukti empiris dan faktual. Misalnya faktor lingkungan teman sebaya atau konformitas. c. Peneliti selanjutnya memasukkan variabel jenis pekerjaan yang sesuai dengan tipe kepribadian (tipe A – tipe B).
19
Daftar Pustaka Adityawan, P. (2013). Hubungan Tipe Kepribadian Berdasarkan Temperamen Dengan Tingkat Motivasi Belajar. Jurnal Ilmiah Kesehatan Media Husada.
Volume 02 Nomor 01. Diunduh 02 Juli 2014 dari
http://www.widyagamahusada.ac.id/psb_detail.php?id=85 Azwar, S. (1999). Penyusuan Skala Psikologis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar _________ (2012). Penyusunan skala psikologi. Edisi 2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Citra, K.A.A.S, Drs. Ruspawan,IDM, Skp, Biomed. M, Rindjani, I. A S.Kep. (2013).
Hubungan antara tipe kepribadian dengan
mahasiswa semester viii
Motivasi belajar
Program studi ilmu keperawatan
Fakultas
kedokteran Universitas Udayana. Skripsi. Universitas Udayana Dalyono, M. 2001. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta Dimyanti. Mudjiono. (2013). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta Djiwandono, S. E. W. (2002). Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia Edwards, J. R (1992). Assessing Your Behavior Pattern. University of Virginia Friedman, M. Rosenman, R. (1974). Type A Behavior And Your Heart. New York: Alfred A. Knopf Published Hall & Lindzey. (1993). Psikologi Kepribadian 3. Teori-teori Sifat dan Behavioristik. Yogyakarta: Kanisius Hamdu & Agustina. (2011). Pengaruh Motivasi Belajar Siswa Terhadap Prestasi Belajar IPA Di Sekolah Dasar . Jurnal Penelitian Pendidikan . Volume. 12 No. 1. Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Tasikmalaya. Kartono. (1980). Teori Kepribadian. Bandung. Alumni
20
Lekatompessy, Y. (2010). Hubungan Antara Intensitas Game Online Dengan Motivasi Belajar Siswa SMU Negeri 1 Salatiga. Skripsi. (Tidak Diterbitkan). Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana Lusiana. Risina. Lesmana. (2009). Hubungan Tipe Kepribadian dengan Prestasi Akademik pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Riau Angkatan 2006. Jurnal Ilmiah Kedoktern. Volume 03 Nomer 01. Fakultas Kedokteran Universitas Riau Nawawi, H, Hadari. (2005). Metode Penelitian Bidang Sosial. Gadjah Mada University Press Yogyakarta Romadhon, N. (2011). Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Prestasi Kerja Guru Sekolah Dasar Dengan Kepribadian Sebagai Variabel Moderasi. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Mihammdiyah Yogyakarta Sardiman, A.M. (2011). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada Satiti, R.F. (2007). Perbedaan Motivasi Kerja Berdasarkan Kepribadian Tipe A dan Tipe B. Skripsi. (Tidak diterbitkan). Salatiga . Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana Sukandarrumidi. (2006). Metodologi Penelitian: Petunjuk Praktis Untuk Peneliti Semula. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Sukmadinata, (2006). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Remaja Rosda Karya Suryabrata, S. 1984. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Tardmizi, D. S. (2012). Hubungan antara tipe kepribadian: ekstreovet dan introvert dengan prestasi akademik mahasiswa fakultas tehnik universitas indonesia. Skrispi. Depok: Universitas Indonesia. Wang. (2012). Revised Motivated Strategies for Learning Questionnaire for Secondary School Students. The International Journal of Research and Review.
21
Winkel, W. S. (1983). Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta. PT Gramedia Winkel. 2004. Psikologi Pengajaran. Yogyakarta. Media Abadi Wijaya , Mia. (2011). Hubungan Antar Motivasi belajar, Disiplin Belajar Dengan Prestasi Belajar Siswa Kelas IV SD Gugus Ki Hajar Dewantara Kecamatan Kunduran Kabupaten Blora Tahun Pelajaran 2010/2011. Skripi (Tidak Diterbitkan). Salatiga. Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana.