11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kinerja 2.1.1
Pengertian Kinerja Pengertian kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan
kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mankunegara, 2009). Kinerja (performance) adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika (Prawirosentono, 1999). 2.1.2
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja Menurut Mangkunegara (2009) yang mengutip pendapat Keith Davis
(1964) faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). 1. Faktor kemampuan (ability) Kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (Knowledge + skill). Artinya pegawai yang memiliki IQ di atas rata-rata (IQ 110-120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari. Maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan.
11
Universitas Sumatera Utara
12
2. Faktor motivasi (motivation) Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja). Menurut Gibson dkk (1996) ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi kinerja dan perilaku, yaitu : 1. Variabel individu Variabel individu yang meliputi kemampuan dan keterampilan, fisik maupun mental, latar belakang, pengalaman dan demografi, umur, dan jenis kelamin, asal-usul. 2. Variabel organisasi Variabel
organisasi
terdiri
dari
sumber
daya,
kepemimpinan,
penghargaan/imbalan, struktur organisasi, pembagian tugas yang jelas, beban kerja, komitmen organisasi, struktur dan desain pekerjaan. 3. Variabel psikologis Variabel psikologis meliputi persepsi, sikap, kepribadian, belajar, kepuasan kerja, dan motivasi. Persepsi, sikap, kepribadian, dan belajar merupakan hal yang komplek dan sulit diukur serta kesempatan tentang pengertiannya sukar dicapai, karena seseorang individu masuk dan bergabung dalam suatu organisasi kerja pada usia, etnis, budaya, latar belakang dan keterampilan yang berbedabeda.
Universitas Sumatera Utara
13
2.1.3 Indikator Kinerja Menurut Mankunegara (2009), indikator kinerja ada 4 yaitu kualitas, kuantitas, pelaksanaan tugas dan tanggung jawab : 1. Kualitas Kualitas kerja adalah seberapa baik seseorang mengerjakan apa yang seharusnya dikerjakan. 2. Kuantitas Kuantitas kerja yaitu seberapa lama seseorang bekerja dalam satu hari. 3. Pelaksanaan tugas Pelaksanaan tugas yaitu seberapa jauh seseorang mampu melakukan pekerjaan yang akurat atau tidak ada kesalahan yang dilakukan. 4. Tanggung jawab Tanggung
jawab
merupakan
kesadaran
akan
kewajiban
untuk
melaksanakan pekerjaan yang diberikan. 2.1.4
Penilaian kinerja Penilaian
kinerja
adalah
suatu
kegiatan
yang
dilakukan
manajemen/penyelia penilai untuk menilai kinerja tenaga kerja dengan cara membandingkan kinerja atas kinerja dengan uraian/deskripsi pekerjaan dalam suatu periode tertentu biasanya setiap akhir tahun (Siswanto, 2003). Menurut Sulistiyani T dan Rosidah (2009), fokus dalam pengukuran kinerja diantaranya : 1.
Penilaian Berdasarkan Hasil ( Result-based performance)
Universitas Sumatera Utara
14
Penilaian ini dimulai dengan merumuskan kinerja pegawai yang didasarkan pada pencapaian tujuan organisasi, atau dapat dikatakan dengan mengukur hasil-hasil akhir (end result) 2.
Penilaian Berdasarkan Perilaku (behavior based performance appraisal)
Penilaian kinerja akan difokuskan pada sarana (means) dan sasaran (goals) dan bukan hasil akhir. Dengan demikian perilaku pegawai yang sesuai dengan sarana yang tersedia dan sasaran yang ingin dicapai. Penilaian Dengan Berdasarkan Kualitas Pekerjaan (judgment based
3.
performance appraisal) Penilaian dengan kualitas pekerjaan merupakan bagian substansi yang tidak dapat diabaikan. Konsentrasi dari penilaian yang dilakukan tentunya akan mengidentifikasikan bagaimana pencapaian kualitas pekerjaan yang dilakukan. 2.1.5
Tujuan Penilaian Kinerja Menurut Siswanto (2003) Penilaian kinerja dilakukan dengan tujuan
sebagai berikut : 1. Sumber data untuk perencanaan ketenagakerjaan dan kegiatan pengembangan jangka panjang. 2. Nasihat yang perlu disampaikan kepada para tenaga kerja. 3. Alat untuk memberikan umpan balik (feed back) yang mendorong ke arah kemajuan dan kemungkinan memperbaiki/meningkatkan kualitas kerja para tenaga kerja. 4. Salah satu cara untuk menetapkan kinerja yang diharapkan dari seorang pemegang tugas dan pekerjaan.
Universitas Sumatera Utara
15
5. Landasan/bahan informasi dalam pengambilan keputusan pada bidang ketenagakerjaan, promosi, mutasi, maupun kegiatan ketenagakerjaan lainnya. 2.2 Beban kerja 2.2.1
Pengertian Beban Kerja Beban kerja (workload) merupakan stressor hubungan peran atau tugas
lain yang terjadi karena para pegawai merasa beban kerjanya terlalu banyak. Hal ini dapat disebabkan karena perusahaan mengurangi tenaga kerja dan melakukan retruksisasi pekerjaan, meninggalkan sisa pegawai dengan lebih banyak tugas dan sedikit waktu serta sumberdaya untuk menyelesaikannya (Sopiah,2008). Beban kerja adalah banyaknya jenis pekerjaan yang harus diselesaikan oleh tenaga kesehatan profesional dalam satu tahun dalam satu sarana pelayanan kesehatan. Standar beban kerja adalah banyaknya jenis pekerjaan yang dapat dilaksanakan oleh seseorang tenaga kesehatan profesional dalam satu tahun kerja sesuai dengan standar profesional dan telah memperhitungkan waktu libur, sakit, dan lain-lain (Depkes RI, 2004). 2.2.2
Bentuk Beban Kerja Menurut Munandar (2001) mengklasifikasikan beban kerja ke dalam
faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan sebagai berikut : 1. Tuntutan Fisik Kondisi kerja tertentu dapat menghasilkan prestasi kerja yang optimal disamping dampaknya terhadap kinerja pegawai, kondisi fisik berdampak pula terhadap kesehatan mental seorang tenaga kerja. Kondisi fisik pekerja mempunyai pengaruh terhadap kondisi faal tubuh dan psikologi seseorang. dalam hal ini
Universitas Sumatera Utara
16
bahwa kondisi kesehatan pegawai harus tetap dalam keadaan sehat saat melakukan pekerjaan, selain istirahat yang cukup juga dengan dukungan sarana tempat kerja yang nyaman dan memadai. 2. Tuntutan Tugas Kerja shift/kerja malam sering kali menyebabkan kelelahan bagi para pegawai akibat dari beban kerja yang berlebihan. beban kerja berlebihan dan beban kerja terlalu sedikit dapat berpengaruh terhadap kinerja pegawai. Beban kerja dapat dibedakan sebagai berikut. 1. Beban Berlebih Kuantitatif Beban berlebih secara fisik ataupun mental akibat terlalu banyak melakukan kegiatan merupakan kemungkinan sumber stress pekerjaan untuk yang menimbulkan
beban
berlebih
kuantitatif
ialah
desakan
waktu
dalam
menyelesaikan tuntutan pekerjaan, yaitu setiap tugas diharapkan dapat diselesaikan secepat mungkin secara cepat dan cermat. 2. Beban Terlalu Sedikit Kuantitatif Beban kerja terlalu sedikit kuantitatif yang dapat memengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang pada pekerjaan yang sederhana, dimana banyak terjadi pengulangan gerak akan timbul rasa bosan dan rasa monoton. 3. Beban Berlebih Kualitatif Kemajuan teknologi mengakibatkan sebagian besar pekerjaan yang selama ini dikerjakan secara manual oleh manusia/tenaga kerja diambil alih oleh mesinmesin atau robot, sehingga pekerjaan manusia beralih titik beratnya pada pekerjaan otak.
Universitas Sumatera Utara
17
4. Beban Terlalu Sedikit Kualitatif Beban terlalu sedikit kualitatif merupakan keadaan dimana tenaga kerja tidak diberi peluang untuk menggunakan keterampilan yang diperolehnya, atau untuk mengembangkan kecakapan potensialnya secara penuh. 2.2.3 Pengukuran Beban Kerja Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI NO. 81/Menkes/SK/I/2004 tentang pedoman penyusunan perencanaan sumber daya kesehatan di tingkat Provinsi, Kabupaten, Kota, serta Rumah Sakit yang salah satu prosedur penghitungan kebutuhan SDM Kesehatan dengan menggunakan metode beban kerja. Beban kerja merupakan tanggungan kerja yang meliputi fisik maupun mental, akibat beban kerja yang berlebihan maka dapat mengakibatkan seorang tenaga kesehatan mengalami gangguan kesehatan dan menghambat pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Standar beban kerja adalah volume/kuantitas beban kerja selama 1 tahun perkategori SDM. Standar beban kerja untuk suatu kegiatan
pokok
disusun
berdasarkan
waktu
yang
dibutuhkan
untuk
menyelesaiakannya (rata-rata waktu) dan waktu yangtersedia per-tahun yang dimiliki oleh masing-masing kategori tenaga. Standar beban kerja adalah volume/kuantitas beban kerja selama 1 tahun per kategori SDM. Standar beban kerja untuk suatu kegiatan pokok disusun berdasarkan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaiakannya (waktu rata-rata) dan waktu kerja tersedia yang dimiliki oleh masing-masing kategori SDM.
Universitas Sumatera Utara
18
2.3 Komitmen Kerja 2.3.1 Pengertian Komitmen Kerja Menurut Mathis dan Jackson (2002) komitmen kerja adalah derajat yang mana karyawan percaya dan menerima tujuan-tujuan organisasi dan akan tetap tinggal atau tidak akan meninggalkan organisasi. 2.3.2 Bentuk Komitmen Kerja Menurut Meyer, Allen, dan Smith (1998) dalam Sopiah (2008) ada tiga komponen komitmen kerja, yaitu : 1. Affective commitment, terjadi apabila karyawan ingin menjadi bagian dari organisasi karena adanya ikatan emosional. 2. Continuance commitment, muncul apabila karyawan tetap bertahan pada suatu organisasi karena membutuhkan gaji dan keuntungan-keuntungan lain, atau karena karyawan tersebut tidak menemukan pekerjaan lain. 3. Normative commitment, timbul dari nilai-nilai dalam diri karyawan. Karyawan yang bertahan menjadi anggota organisasi karena adanya kesadaran bahwa komitmen terhadap organisasi merupakan hal yang seharusnya dilakukan. 2.3.3
Faktor yang Mempengaruhi Komitmen Kerja Menurut Sopiah (2008) faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan
pada organisasi yaitu : 1. Faktor personal, misalnya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman kerja, kepribadian, dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
19
2. Karakteristik pekerjaan, misalnya lingkup jabatan, tantangan dalam pekerjaan, konflik peran dalam pekerjaan, tingkat kesulitan dalam pekerjaan, dan lainlain. 3. Karakteristik struktur, misalnya besar/kecilnya organisasi, bentuk organisasi seperti sentralisai atau desentralisasi, kehadiran serikat pekerja dan tingkat pengendalian yang dilakukan organisasi terhadap karyawan. 4. Pengalaman kerja, karyawan yang baru beberapa tahun bekerja dan karyawan yang sudah puluhan tahun bekerja dalam organisasi memiliki komitmen yang berbeda. 2.3.4
Pengukuran Komitmen Kerja Menurut Sopiah (2008) yang mengutip pendapat Mowday et.al (1998)
mengembangkan suatu skala yang disebut self report scales untuk mengukur komitmen karyawan terhadap organisasi, yang merupakan penjabaran dari ketiga aspek komitmen yaitu : 1. Penerimaan terhadap tujuan organisasi 2. Keinginan untuk bekerja keras 3. Hasrat untuk bertahan menjadi bagian dari organisasi 2.3.5
Dampak Komitmen Kerja Menurut Sopiah (2008) komitmen karyawan, baik yang tinggi maupun
yang rendah, akan berdampak pada: 1.
Karyawan itu sendiri
Universitas Sumatera Utara
20
2.
Organisasi, karyawan yang berkomitmen tinggi pada organisasi akan menimbulkan kinerja organisasi yang tinggi, tingkat absensi berkurang, loyalitas pegawai, dan lain-lain.
2.4
Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
2.4.1
Pengertian Upaya Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) Pelayanan Kesehatan adalah upaya yang diberikan oleh Puskesmas kepada
masyarakat, mencakup perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, pencatatan, pelaporan, dan dituangkan dalam suatu sistem. Upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama meliputi upaya kesehatan masyarakat esensial dan upaya kesehatan masyarakat pengembangan. Yang termasuk dalam upaya kesehatan masyarakat esensial meliputi: a. Pelayanan promosi kesehatan b. Pelayanan kesehatan lingkungan c. Pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana d. Pelayanan gizi e. Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit (Kemenkes RI, 2014). Upaya Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) adalah upaya dibidang kesehatan yang menyangkut pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil, ibu bersalin, ibu meneteki, bayi dan anak balita serta anak prasekolah. Tujuan pelayanan KIA adalah tercapainya kemampuan hidup sehat melalui peningkatan derajat kesehatan yang optimal, bagi ibu dan keluarganya untuk menuju Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS) serta meningkatnya derajat kesehatan anak untuk
Universitas Sumatera Utara
21
menjamin proses tumbuh kembang optimal yang merupakan landasan bagi peningkatan kualitas manusia seutuhnya (Depkes RI, 2008). 2.4.2 Bentuk Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) A. Pelayanan Antenatal Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan untuk ibu selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan (SPK). Pelayanan antenatal sesuai standar meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium rutin dan khusus, serta intervensi umum dan khusus (sesuai risiko yang ditemukan dalam pemeriksaan). Dalam penerapannya terdiri atas: 1.
Timbang berat badan dan ukur tinggi badan
2.
Ukur tekanan darah
3.
Nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas)
4.
Ukur tinggi fundus uteri
5.
Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)
6.
Skrining status imunisasi tetanus dan berikan imunisasi tetanus toksoid (TT) bila diperlukan
7.
Pemberian tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan
8.
Test laboratorium (rutin dan khusus)
9.
Tatalaksana kasus
10.
Temu wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) serta KB pasca persalinan.
Universitas Sumatera Utara
22
Secara operasional, pelayanan antenatal dikategorikan lengkap apabila dilakukan oleh tenaga kesehatan serta memenuhi standar yang telah ditetapkan yaitu bahwa frekuensi pelayanan antenatal adalah minimal 4 kali selama kehamilan, dengan ketentuan waktu pemberian pelayanan yang dianjurkan sebagai berikut : a. Minimal 1 kali pada triwulan pertama. b. Minimal 1 kali pada triwulan kedua. c. Minimal 2 kali pada triwulan ketiga. B. Pertolongan Persalinan Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah pelayanan persalinan yang aman yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten. Pada kenyataan di lapangan, masih terdapat penolong persalinan yang bukan tenaga kesehatan dan dilakukan di luar fasilitas pelayanan kesehatan. Oleh karena itu secara bertahap seluruh persalinan akan ditolong oleh tenaga kesehatan kompeten dan diarahkan ke fasilitas pelayanan kesehatan. Pada prinsipnya, penolong persalinan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1. Pencegahan infeksi 2. Metode pertolongan persalinan yang sesuai standar 3. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi. 4. Melaksanakan inisiasi menyusu dini (IMD). 5. Memberikan injeksi vitamin K-1 dan salep mata pada bayi baru lahir.
Universitas Sumatera Utara
23
C. Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas Pelayanan kesehatan ibu nifas adalah pelayanan kesehatan sesuai standar pada ibu mulai 6 jam sampai 42 hari pasca bersalin oleh tenaga kesehatan. Untuk deteksi dini komplikasi pada ibu nifas diperlukan pemantauan pemeriksaan terhadap ibu nifas dan meningkatkan cakupan KB pasca persalinan dengan melakukan kunjungan nifas minimal sebanyak 3 kali dengan ketentuan waktu : 1.
Kunjungan nifas pertama pada masa 6 jam sampai dengan 3 hari setelah
persalinan. 2.
Kunjungan nifas ke dua dalam waktu hari ke-4 sampai dengan hari ke-28
setelah persalinan. 3.
Kunjungan nifas ke tiga dalam waktu hari ke-29 sampai dengan hari ke-42
setelah persalinan. Pelayanan kesehatan ibu nifas yang diberikan adalah : a.
Pemeriksaan tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu.
b.
Pemeriksaan tinggi fundus uteri (involusi uterus).
c.
Pemeriksaan lokhia dan pengeluaran per vaginam lainnya.
d.
Pemeriksaan payudara dan anjuran ASI eksklusif 6 bulan.
e.
Pemberian kapsul vitamin A 200.000 IU sebanyak dua kali, pertama segera setelah melahirkan, kedua diberikan setelah 24 jam pemberian kapsul vitamin A pertama.
f.
Perawatan tali pusat.
g.
Melaksanakan ASI Eksklusif.
h.
Memastikan bayi telah diberi injeksi vitamin K-1.
Universitas Sumatera Utara
24
i.
Memastikan bayi telah diberi salep mata antibiotik.
j.
Pemberian imunisasi hepatitis B-0
k.
Pelayanan KB pascasalin Pelayanan KB pascasalin adalah pelayanan yang diberikan kepada Ibu
yang mulai menggunakan alat kontrasepsi langsung sesudah melahirkan (sampai dengan 42 hari sesudah melahirkan). D. Pelayanan Kesehatan Neonatus Pelayanan kesehatan neonatus adalah pelayanan kesehatan sesuai standar yang diberikan oleh tenaga kesehatan yang kompeten kepada neonatus sedikitnya 3 kali, selama periode 0 sampai dengan 28 hari setelah lahir, baik di fasilitas kesehatan maupun melalui kunjungan rumah. Pelaksanaan pelayanan kesehatan neonatus terdiri dari : 1. Kunjungan neonatal ke-1 (KN 1) dilakukan pada kurun waktu 6 sampai 48 Jam setelah lahir. 2. Kunjungan neonatal ke-2 (KN 2) dilakukan pada kurun waktu hari ke 3 sampai dengan hari ke 7 setelah lahir. 3. Kunjungan neonatal ke-3 (KN 3) dilakukan pada kurun waktu hari ke 8 sampai dengan hari ke 28 setelah lahir. Kunjungan neonatal bertujuan untuk meningkatkan akses neonatus terhadap pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat kelainan/masalah kesehatan pada neonatus. Risiko terbesar kematian neonatus terjadi pada 24 jam pertama kehidupan, minggu pertama dan bulan pertama
Universitas Sumatera Utara
25
kehidupannya. Sehingga jika bayi lahir di fasilitas kesehatan sangat dianjurkan untuk tetap tinggal di fasilitas kesehatan selama 24 jam pertama. E. Deteksi Dini Faktor Risiko dan Komplikasi Kebidanan dan Neonatus oleh Tenaga Kesehatan Maupun Masyarakat. Deteksi dini kehamilan dengan faktor risiko adalah kegiatan yang dilakukan untuk menemukan ibu hamil yang mempunyai faktor risiko dan komplikasi kebidanan. Kehamilan merupakan proses reproduksi yang normal, tetapi tetap mempunyai risiko untuk terjadinya komplikasi. Oleh karenanya deteksi dini oleh tenaga kesehatan dan masyarakat tentang adanya faktor risiko dan komplikasi, serta penanganan yang adekuat sedini mungkin, merupakan kunci keberhasilan dalam penurunan angka kematian ibu dan bayi yang dilahirkannya. Faktor risiko pada ibu hamil adalah : 1.
Primigravida kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
2.
Anak lebih dari 4.
3.
Jarak persalinan terakhir dan kehamilan sekarang kurang dari 2 tahun.
4.
Kurang energi kronis (KEK) dengan lingkar lengan atas kurang dari 23,5 cm, atau penambahan berat badan < 9 kg selama masa kehamilan.
5.
Anemia dengan dari hemoglobin < 11 g/dl.
6.
Tinggi badan kurang dari 145 cm, atau dengan kelainan bentuk panggul dan tulang belakang.
7.
Riwayat hipertensi pada kehamilan sebelumnya atau sebelum kehamilan ini.
Universitas Sumatera Utara
26
8.
Sedang atau pernah menderita penyakit kronis, antara lain : tuberkulosis, kelainan jantung-ginjal-hati, psikosis, kelainan endokrin (Diabetes mellitus, sistemik lupus eritematosus, dll), tumor dan keganasan.
9.
Riwayat kehamilan buruk : keguguran berulang, kehamilan ektopik terganggu, mola hidatidosa, ketuban pecah dini, bayi dengan cacat kongenital.
10. Riwayat persalinan dengan komplikasi : persalinan dengan seksio sesarea, ekstraksivakum / forseps. 11.
Riwayat nifas dengan komplikasi : perdarahan paska persalinan, Infeksi masa nifas, psikosis post partum (post partum blues).
12.
Riwayat keluarga menderita penyakit kencing manis, hipertensi dan riwayat cacat kongenital.
13.
Kelainan jumlah janin : kehamilan ganda, janin dampit, monster.
14.
Kelainan besar janin : pertumbuhan janin terhambat, Janin besar.
15.
Kelainan letak dan posisi janin: lintang / oblique, sungsang pada usia kehamilan lebih dari 32 minggu.
F. Penanganan Komplikasi Kebidanan Penanganan komplikasi kebidanan adalah pelayanan kepada ibu dengan komplikasi kebidanan untuk mendapat penanganan definitive sesuai standar oleh tenaga kesehatan kompeten pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan. Diperkirakan sekitar 15-20 % ibu hamil akan mengalami komplikasi kebidanan. Komplikasi dalam kehamilan dan persalinan tidak selalu dapat diduga sebelumnya, oleh karenanya semua persalinan harus ditolong oleh tenaga
Universitas Sumatera Utara
27
kesehatan agar komplikasi kebidanan dapat segera dideteksi dan ditangani. Untuk meningkatkan cakupan dan kualitas penanganan komplikasi kebidanan maka diperlukan adanya fasilitas pelayanan kesehatan yang mampu memberikan pelayanan obstetri dan neonatal emergensi secara berjenjang mulai dari polindes/poskesdes, puskesmas mampu PONED sampai rumah sakit PONEK 24 jam. G. Pelayanan Neonatus dengan Komplikasi Pelayanan Neonatus dengan komplikasi adalah penanganan neonatus dengan penyakit dan kelainan yang dapat menyebabkan kesakitan, kecacatan dan kematian oleh dokter/bidan/perawat terlatih di polindes, puskesmas, puskesmas PONED, rumah bersalin dan rumah sakit pemerintah/swasta. Diperkirakan sekitar 15% dari bayi lahir hidup akan mengalami komplikasi neonatal. Hari pertama kelahiran bayi sangat penting, oleh karena banyak perubahan yang terjadi pada bayi dalam menyesuaikan diri dari kehidupan di dalam rahim kepada kehidupan di luar rahim. Bayi baru lahir yang mengalami gejala sakit dapat cepat memburuk, sehingga bila tidak ditangani dengan adekuat dapat terjadi kematian. Kematian bayi sebagian besar terjadi pada hari pertama, minggu pertama kemudian bulan pertama kehidupannya. H. Pelayanan Kesehatan Bayi Pelayanan kesehatan bayi adalah pelayanan kesehatan sesuai standar yang diberikan oleh tenaga kesehatan kepada bayi sedikitnya 4 kali, selama periode 29 hari sampai dengan 11 bulan setelah lahir. Pelaksanaan pelayanan kesehatan bayi : 1. Kunjungan bayi satu kali pada umur 29 hari 2 bulan.
Universitas Sumatera Utara
28
2. Kunjungan bayi satu kali pada umur 5 bulan. 3. Kunjungan bayi satu kali pada umur 8 bulan. 4. Kunjungan bayi satu kali pada umur 11 bulan. Kunjungan bayi bertujuan untuk meningkatkan akses bayi terhadap pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat kelainan pada bayi sehingga cepat mendapat pertolongan, pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit melalui pemantauan pertumbuhan, imunisasi, serta peningkatan kualitas hidup bayi dengan stimulasi tumbuh kembang. Dengan demikian hak anak mendapatkan pelayanan kesehatan terpenuhi. Pelayanan kesehatan tersebut meliputi : a. Pemberian imunisasi dasar lengkap (BCG, polio 1,2,3,4, DPT/HB 1,2,3, campak) sebelum bayi berusia 1 tahun. b. Stimulasi deteksi intervensi dini tumbuh kembang bayi (SDIDTK). c. Pemberian vitamin A 100.000 IU (6 - 11 bulan). d. Konseling ASI eksklusif, pemberian makanan pendamping ASI, tanda tanda sakit dan perawatan kesehatan bayi di rumah menggunakan Buku KIA. I. Pelayanan Kesehatan Anak Balita Lima tahun pertama kehidupan, pertumbuhan mental dan intelektual berkembang pesat. Masa ini merupakan masa keemasan atau golden period dimana terbentuk dasar-dasar kemampuan keindraan, berfikir, berbicara serta pertumbuhan mental intelektual yang intensif dan awal pertumbuhan moral. Pada masa ini stimulasi sangat penting untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi organ
Universitas Sumatera Utara
29
tubuh dan rangsangan pengembangan otak. Upaya deteksi dini gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak usia dini menjadi sangat penting agar dapat dikoreksi sedini mungkin dan atau mencegah gangguan ke arah yang lebih berat . J. Pelayanan KB Berkualitas Pelayanan KB berkualitas adalah pelayanan KB sesuai standar dengan menghormati hak individu dalam merencanakan kehamilan sehingga diharapkan dapat berkontribusi dalam menurunkan angka kematian Ibu dan menurunkan tingkat fertilitas (kesuburan) bagi pasangan yang telah cukup memiliki anak (2 anak lebih baik) serta meningkatkan fertilisasi bagi pasangan yang ingin mempunyai anak. Pelayanan KB bertujuan untuk menunda (merencanakan) kehamilan. Bagi Pasangan Usia Subur yang ingin menjarangkan dan/atau menghentikan kehamilan, dapat menggunakan metode kontrasepsi yang meliputi: 1. KB alamiah (sistem kalender, metode amenore laktasi, coitusinteruptus). 2. Metode KB hormonal (pil, suntik, susuk). 3. Metode KB non-hormonal (kondom, AKDR/IUD, vasektomi dan tubektomi). 2.5 Bidan 2.5.1 Pengertian Bidan Menurut
Ikatan
Bidan
Indonesia
(IBI)
dalam
Permenkes
369/Menkes/SKIII/2007 tentang standar profesi bidan Bidan Indonesia adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang diakui pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara Republik Indonesia serta memiliki
Universitas Sumatera Utara
30
kompetensi dan kualifikasi untuk diregister, sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktik kebidanan. Bidan di desa adalah bidan yang ditempatkan, diwajibkan tinggal serta bertugas melayani masyarakat dalam pencapaian target derajat kesehatan di wilayah kerjanya yang meliputi satu sampai dua desa, dalam melaksanakan tugasnya bidan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Puskesmas setempat dan bekerja sama dengan perangkat desa (Depkes RI, 2007). Tujuan penempatan bidan di desa adalah sebagai berikut : a.
Meningkatnya cakupan mutu dan pemerataan jangkauan pelayanan kesehatan
ibu hamil, pertolongan persalinan, perawatan nifas, kesehatan bayi dan anak balita serta pelayanan dan konseling pemakaian kontrasepsi serta keluarga berencana melalui upaya strategis antara lain melalui Posyandu dan Polindes. b.
Terjaringnya seluruh kasus resiko tinggi ibu hamil, bersalin, nifas dan bayi
baru lahir untuk mendapatkan penanganan yang memadai sesuai kasus dan rujukannya. c.
Meningkatnya peran serta masyarakat dalam pembinaan kesehatan ibu dan
anak di wilayah kerjanya. 2.5.2 Tugas Pokok dan Fungsi Bidan Menurut Depkes (2007) Tugas pokok bidan yaitu : a. Melaksanakan kegiatan puskesmas di desa wilayah kerjanya berdasarkan urutan prioritas masalah kesehatan yang dihadapi sesuai dengan kewenangan yang dimiliki dan diberikan.
Universitas Sumatera Utara
31
b. Menggerakan dan membina masyarakat desa di wilayah kerjanya agar tumbuh kesadaran untuk berperilaku sehat. Sedangkan Fungsi bidan adalah : a. Memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat di rumah-rumah, menangani persalinan, pelayanan keluarga berencana dan pengayoman medis kontrasepsi. b. Menggerakan dan membina peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan sesuai permasalahan di tempat. c. Membina dan memberikan bimbingan teknis kepada kader dan dukun bayi. d. Membina kelompok dasawisma di bidang kesehatan. e. Membina kerja sama lintas program, lintas sektoral dan lembaga swadaya masyarakat. f. Melakukan rujukan medis maupun rujukan kesehatan ke Puskesmas kecuali dalam keadaan darurat harus dirujuk ke fasilitas kesehatan lainnya. g. Mendeteksi secara dini adanya efek samping dan komplikasi pemakaian kontrasepsi serta adanya penyakit-penyakit lain dan berusaha mengatasi sesuai dengan kemampuan.
Universitas Sumatera Utara
32
2.6 Kerangka Konsep Menurut Gibson dkk (1996) ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi kinerja dan perilaku, yaitu : a. Variabel individu Variabel individu yang meliputi kemampuan dan keterampilan, fisik maupun mental, latar belakang, pengalaman dan demografi, umur, dan jenis kelamin, asal-usul. b. Variabel organisasi Variabel
organisasi
terdiri
dari
sumber
daya,
kepemimpinan,
penghargaan/imbalan, struktur organisasi, pembagian tugas yang jelas, beban kerja, komitmen organisasi, struktur dan desain pekerjaan. c. Variabel psikologis Variabel psikologis meliputi persepsi, sikap, kepribadian, belajar, kepuasan kerja, dan motivasi. Adapun kerangka konsep penelitian adalah hubungan beban kerja dan komitmen kerja dengan kinerja bidan desa dalam pelayanan KIA. Variabel Independen
Variabel Dependen
Beban Kerja Bidan Desa Kinerja Bidan Desa dalam pelayanan KIA Komitmen kerja Bidan Desa
Universitas Sumatera Utara
33
2.7 Hipotesis Penelitian 1. Ada hubungan beban kerja dengan kinerja bidan di desa dalam pelayanan KIA di wilayah kerja Puskesmas Buhit Kabupaten Samosir Tahun 2016. 2. Ada hubungan komitmen kerja dengan kinerja bidan di desa dalam pelayanan KIA di wilayah kerja Puskesmas Buhit Kabupaten Samosir Tahun 2016.
Universitas Sumatera Utara