KEHIDUPAN SUKU LAUT DI BATAM: SEBUAH FENOMENA KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DI PULAU BERTAM KOTA BATAM Atik Rahmawati, M.Kesos.
1
Suku Laut (Sea Nomads) merupakan salah komunitas pribumi (indigenous people) yang mendiami wilayah perairan Kepulauan Riau dengan jumlah terbanyak berdasarkan pendataan Departemen Sosial (Depsos) RI 1988, sekitar 11,23% terkonsentrasi berada di wilayah perairan Batam, berada di sekitar Selat Malaka, Selat Philip, dan Laut Cina Selatan. Disebut sebagai Sea Nomads karena keberadaannya yang hidup nomaden dengan melakukan seluruh aktifitas kegiatan hidup tinggal di sebuah perahu atau sampan yang beratapkan sebuah Kajang. Hidup nomaden di Laut tentu saja mempunyai resiko hidup yang sewaktu-waktu dapat mengancam jiwa jika tiba-tiba cuaca buruk datang, disamping kurang keterjangkauan akan pelayanan sosial yang harusnya mereka dapatkan sebagai warga negara diantaranya pendidikan, kesehatan, perumahan. Hal ini juga mengingat bahwa sejak tahun 1973 Batam sebagai wilayah strategis daerah perbatasan negara tumbuh menjadi daerah Industri, perdagangan, galangan kapal, dan pariwisata yang mempunyai otoritas pengembangan wilayah. Pesatnya pembangunan di Batam tentu saja membawa pengaruh terhadap kehidupan Suku Laut, tak terkecuali dengan program pembangunan oleh Depsos RI terutama sejak tahun 1989 dengan penempatan mereka pada permukiman yang juga melibatkan unsur masyarakat setempat dalam hal ini Orsos Forum Komunikasi dan Konsultasi Sosial (FKKS) Batam yang berada di pulau Bertam-Kota Batam. Tulisan ini berusaha menggambarkan kehidupan Suku Laut yang telah mengalami perubahan hidup menetap yang berada di pulau Bertam-Kota Batam dengan menyajikan impact yang diakibatkan oleh adanya kebijakan pembangunan. Kata Kunci: Pemberdayaan, Dampak Kebijakan, Komunitas Adat, Suku Laut.
1
Penulis saat ini sebagai Staff Pengajar pada Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP Universitas Jember. Kritik, saran, dan masukan dapat disampaikan melalui
[email protected]. Tulisan ini merupakan hasil dan pengembangan dari tesis penulis di Pascasarjana Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP Universitas Indonesia dan telah disampaikan pada saat The 4th International Graduate Student Conference On Indonesia, October 30 – 31, 2012 dengan tema INDIGENOUS COMMUNITIES AND “THE PROJECTS OF MODERNITY” Graduate School Of Gadjah Mada University.
1
Bandung.4 Program ini menjadikan pulau
Pendahuluan
Bertam berubah menjadi pemukiman yang
Program PKAT Suku Laut2 di pulau
ramai dengan dibangunnya beberapa unit
Bertam merupakan program unggulan dari
rumah tambahan dan fasilitas pendukung5.
pemerintah dengan pelaksana program di
Mulai
bawah koordinasi Departemen Sosial dan
tugu perahu, sumur, yetti (dermaga), jalan
Kegiatan
setapak di darat yang telah disemenisasi,
Kesejahteraan Sosial (KKKS) Batam yang
jalan lingkar didarat, sampai dengan listrik
sebelumnya bernama Forum Komunikasi Dan
Konsultasi
Sosial
(FKKS)
tenaga surya.
Batam.
Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (PKAT)
merupakan
salah
satu
Rumusan Masalah
bentuk Dengan dijadikannya pulau Bertam
kepedulian dan komitmen pemerintah dalam
sebagai proyek percontohan tidak membuat
mempercepat proses pembangunan pada
pulau Bertam tumbuh menjadi permukiman
mereka yang masih belum tersentuh proses pembangunan
nasional
berada
daerah-daerah
pada
yang
yang berkembang baik dari penambahan
umumnya yang
jumlah sarana dan prasarana maupun dari
sulit
jumlah warga suku laut yang menetap di
terjangkau3
pulau
Sebagai proyek percontohan, program
Menkokesra, dan
juga
diungkap
oleh
sebagai berikut:
Mensos,
Menristek;
seperti
hasil wawancara yang telah penulis lakukan
dari; pemerintah RI dalam hal ini Menteri Penerangan,
Bertam,
Sekretaris RT 20 pulau Bertam sebagaimana
ini melibatkan dukungan banyak pihak baik
Mendikbud,
yang
Dasar, masjid, ruang serba guna, monumen
kerjasama Depsos RI dengan organisasi Koordinator
rumah
1993, bangunan posyandu, gedung Sekolah
Suku Laut melalui peran serta masyarakat,
yaitu
pembangunan
dilaksanakan dari tahun 1988 hingga tahun
merupakan proyek percontohan pembinaan
sosial
dari
Dulu waktu pertamanya kali masuk pemukiman, banyak sekali bantuan yang datang, yang darinya pemerintah, K3S Batam (KKKS Batam), juga dari NEBA ada sembako, pembuatan rumah, termasuk jembatan yang sekarang sudah banyak lobang, juga dibuatnya tempat kesehatan juga dokter dan perawatnya, bangunan sekolah juga gurunya. Tapi sekarang jarang pemerintah datang, bantuan lebih banyak dari Bu Dar (yang dimaksud adalah Ibu Sudarsono, ketua KKKS Batam) tiap bulan ramadhan ada
non
pemerintah diantaranya FKKS Batam dan juga yayasan NEBA (Nedherland Batam) sebagai penyedia dana dari luar negeri; disamping juga dari unsur akademisi yaitu Universitas Indonesia dan Institut Teknologi
Suku Laut merupakan komunitas adat yang hidup menggembara di Laut, berdasarkan Literatur The National Museum of Singapore dalam Ringkasan Laporan pendataan Masyarakat Terasing di Daerah Perbatasan Riau oleh Direktorat Bina Masyarakat Terasing Depsos RI (1998) sebagian besar hidup di Kepulauan Riau. 3 (Direktorat PKAT, Depsos RI, hal.7). 2
4
Laporan Program FKKS Batam dan Pengarahan Menteri Sosial RI pada tanggal 21 Oktober 1998. 5 Arba dan Rahman. 2002. Menantang Gelombang Kehidupan Suku Laut di Pulau Bertam Perairan Batam.
2
sembako, buka puasa bersama, buat anak sekolah diberi seragam, sepatu. Bahkan sekarang banyak yang pergi ada yang kembali ke laut atau pindah ke belakang padang. Rumah tak ada sudah rubuh yang dipunya hanya sampan. Jadi sekarang tinggal 114 Jiwa. Kalau seperti ini terus bisa jadi Bertam makin sunyi (September, 2009).
Dari Kehidupan Nomaden di Laut menjadi Komunitas Yang Menetap di Pulau Bertam Kota Batam
Kehidupan
Pulau Bertam merupakan salah satu gugusan pulau yang ada di wilayah Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau tepatnya di Desa Kasu Kecamatan Belakang Padang
yang
harus
dijalani
yang berjarak dari pulau Batam sekitar 7 mil
Laut
terutama
setelah
dari pelabuhan Tanjung Uncang Batam atau
penempatan mereka di Bertam mengalami
10 mil dari pelabuhan Sekupang Batam.
berbagai persoalan baik dari segi ekonomi,
Secara geografis wilayah Kota Batam sendiri
sosial,
pendidikan.
mempunyai luas wilayah 1.570,35 km2, yang
Kehidupan nomaden komunitas Suku Laut
terdiri dari 186 pulau besar dan kecil dengan
dapat dilihat sebagaimana gambar dibawah
pulau terbesar yaitu pulau Batam dengan
ini:
luas 415 Km2 atau yang disebut sebagai
komunitas
Suku
kesehatan,
maupun
Bonded area sedangkan pulau-pulau kecil disekitarnya Hinterland
disebut
sebagai
daerah
termasuk
pulau
Bertam
didalamnya. Out put dari pelaksanaan program PKAT pada komunitas Suku Laut di pulau Bertam salah satunya adalah bermukimnya secara permanen komunitas suku laut di pulau Bertam-Kota Batam. Hidup secara permanen menyebabkan adanya perubahan
Gambar 1: Suku Laut Sesekali Mendarat untuk Melakukan Barter, dan Suku Laut Hidup Mengembara secara berkelompok di Laut.
hidup yang harus dijalani yang tentu saja sangat
berbeda
dengan
kehidupan
sebelumnya sebagai pengembara diperairan Kajian
ini
berusaha
menjawab
sekitar wilayah Batam.
pertanyaan tentang “Bagaimana Kebijakan
Berdasarkan
Pembangunan bagi Komunitas Suku Laut
menunjukkan
berdampak pada kehidupan Komunitas Suku
bahwa
hasil
penelitian6
mereka
cenderung
untuk memilih hidup stabil secara permanen
Laut di Pulau Bertam-Kota Batam ?”.
di
permukiman
dibandingkan
dengan
kehidupan sebelumnya yang mereka jalani. 6
Rahmawati, Atik. 2011. Pelaksanaan Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (PKAT) studi pada Komunitas Suku Laut di Pulau Bertam Kota Batam. Universitas Indonesia.
3
Kecenderungan
pilihan
hidup
stabil
di
Terasing
(PKSMT).
Dalam
permukiman disebabkan diantaranya adalah
implementatif
terwujudnya
untuk
beberapa kali perubahan nomenklatur (tata
generasi
nama) dari awal kali pertama disebut dengan
keinginan
mempersiapkan
warga
masa
depan
program
mengalami
penerus terutama melalui pendidikan formal,
istilah
menjaga keselamatan jiwa keluarga karena
“Masyarakat
bisa terhindar dari bahaya keganasan cuaca
pada tahun 1992 disebut sebagai “Komunitas
laut,
serta
kondisi
beradaptasi
Terasing”
kemudian
hingga
kemudian
mulai
Adat Terpencil” sesuai dengan Kepres. RI
lingkungan
darat
No. 111 tentang “Pembinaan Kesejahteraan
sehingga tubuh akan mulai merasa sakit jika
Sosial KAT.
dalam waktu yang lama berada di lautan. Dengan
Terasing”,
yang
tubuh
dengan
“Suku
ini
tataran
stabil
serta merta, tetapi dengan melalui pengkajian
akan
dan evaluasi terhadap program sebelumnya.
berdampak pada ketenangan batin/ jiwa
Yang berarti bahwa dalam pelaksanaan
mereka
terdapat
secara
demikian
permanen
sehingga
kehidupan
Perubahan ini dilakukan tidak secara
yang
dijalani
dapat
merencanakan
pembaharuan
dan
perbaikan
kehidupan yang lebih baik bagi keluarga
metode dan penanganan. Demikian juga
khususnya bagi masa depan anak-anak
dengan perubahan nomenklatur “Masyarakat
melalui pendidikan. Pendidikan sebagai salah
Terasing” menjadi “KAT”. Perbedaan dapat
satu
dilihat
sarana
manusia,
bagi
peningkatan
manusia
yang
kualitas
berkualitas
dari
segi
pemberdayaan
komunitas
mengutamakan
perkembangan menyebutkan
bermanfaat
komunitas. sebagai
bagi
Adi
Modal
dimana
program PKAT lebih mengedepankan konsep
merupakan kekuatan sosial sebagai aset yang
pelaksanaan,
(bottom-up) aspirasi,
dengan
inisiatif,
dan
(2008)
partisipasi komunitas sasaran dalam setiap
manusia
kegiatan dari tahap persiapan, pelaksanaan,
(human capital).
sampai tahap evaluasi, menumbuhkan sikap dan rasa percaya diri KAT untuk mengelola
Suku Laut di Pulau Bertam Kota Batam sebagai Komunitas yang “Sudah Diberdayakan” Landasan
Hukum
potensi
Bidang
Kesejahteraan
Sedangkan
dan
dalam
pemberdayaan
dirinya
guna
pelaksanaan
dikemas
dalam
PKSMT bentuk
pembinaan dan cenderung bersifat top down.
Pembangunan
Sosial
pada
geografis dan psikologis serta kemiskinan.
Program
Bertam-Kota Batam dilatarbelakangi oleh kebijakan
ada
melepaskan diri dari keterpencilan, hambatan
Pemberdayaan komunitas Suku Laut di pulau
disahkannya
yang
Kedua pendekatan diatas merupakan
Pola
pendekatan
penanganan Masalah Kesejahteraan Sosial
karenanya
oleh Departemen Sosial RI melalui program
yang
bertolak
kecenderungan
belakang penggunaan
pendekatan top down atau bottom-up dalam
Pembinaan Kesejahteraan Sosial Masyarakat
pelaksanaan program akan menimbulkan
4
efek yang berbeda pada komunitas sasaran,
terhadap pihak-pihak yang dianggap sebagai
Pressman dan Wilavsky dalam Parsons
target dari keputusan.
(2008: 468) mengungkapkan bahwa Model
Implementasi
kebijakan
pada
rasional top down berisi gagasan bahwa
komunitas Suku Laut tercatat berdasarkan
“implementasi
data
adalah
menjadikan
orang
Depsos
RI
tahun
tahun
2008
2006
yang
melakukan apa-apa yang diperintahkan, dan
dimutakhirkan
mengontrol urutan tahapan dalam sebuah
bahwa suku laut yang merupakan Komunitas
sistem”. Begitu juga yang diungkapkan oleh
Adat terpencil (KAT) berada di pulau Bertam
Kusumanegara dan Nugroho (2010) yang
Desa Kasu Kecamatan Belakang Padang
melihat bahwa pendekatan top down hanya
Kota Batam tercatat “sudah diberdayakan”,
terfokus
dengan pelaksanaan program dari awal
pada
urusan
birokrasi
untuk
1989/1990
sampai
menunjukkan
melaksanakan keputusan politik semata dan
tahun
mengesampingkan interaksi serta perasaan
1993/1994.
manusia. Lebih dalam Fermana (2009) dan
bahwa program yang semula cenderung
Parsons (2008) menyatakan bahwa dalam
bersifat top down (PKSMT) serta merta
relasi sosial yang koersif yang membahas
dikategorikan
tentang siapa objek keputusan, paradigam
bottom up (PKAT).
Pemutakhiran
sebagai
akhir
tahun
menunjukkan
program
bersifat
top-down gagal menciptakan keadilan sosial bagi
seluruh
masyarakat
Pudarnya Tradisi Budaya Kesenian “Silat Jung dan Joget”.
karena
keputusannya yang bersifat tirani dan elitis. Suku laut merupakan bangsa yang
Dengan penekanan terlalu banyak dikenakan
maju (Neolithicum) bagian dari kelompok
pada definisi tujuan yang ditentukan dari
etnis (indigenous People) sebagai penduduk
atas, bukan pada peran pekerja di lapangan.
asli yang menempati wilayah perairan Batam
Hal ini tentu saja berbeda dengan penggunaan
pendekatan
sebagaimana
yang
mampu bertahan hidup selama berabad-
Bottom-Up,
diungkapkan
abad lamanya dengan nilai-nilai tradisi yang
oleh
diwariskan
Parsons (2008), Kusumanegara (2010), dan
melekat
Nugroho (2010) bahwa pendekatan bottomup
merupakan
preskriptif
serta
pendekatan
yang
mengedepankan
sudah
kebijakan
menjadi
publik
yang
suatu
menganut
model
sehingga
pada
nantinya
sehari-hari.
efektif membantu mereka untuk memiliki kendali nyata terhadap masyarakat mereka sendiri. Partisipasi budaya juga sebagai cara penting untuk membangun modal sosial,
demokrasi dirumuskan dari bawah (bottom up)
kehidupan
dan
memperkuat budaya pribumi/asli yang secara
unsur
keharusan
pada
turun-temurun
Pelibatan tradisi budaya komunitas dapat
lebih
desentralisasi dalam pelaksanaan program dan
secara
memperkuat masyarakat, dan menegaskan
lebih
identitas, sebagaimana diungkapkan oleh Ife
memungkinkan munculnya pemberdayaan
dan Tesoriero (2008). Demikian juga yang
5
diungkapkan Putnam dalam Suharto (2008:
durasi waktu kurang lebih 5 menit. Sehingga
98) bahwa “modal sosial tidak akan habis jika
pengeluaran keseluruhan warga untuk sekali
dipergunakan,
semakin
pergelaran Joget adalah {(2x60 menit)/5
meningkat. Rusaknya modal sosial lebih
menit} x Rp. 4.000,- x 10 penari, atau kurang
sering disebabkan bukan karena dipakai,
lebih Rp. 960.000,- dan selama 1 tahun maka
melainkan karena ia tidak dipergunakan”.
dapat terkumpul dana kurang lebih sebesar
melainkan
Yang terjadi pada komunitas Suku Laut
Rp. 3.840.000,-. Ife dan tesoriero (2008)
di pulau Bertam terkait aspek budaya saat ini
sendiri menyebutnya sebagai komodifikasi
adalah mulai pudarnya budaya tradisi dalam
budaya.
hal ini kesenian diantaranya Silat, Jung, dan joget
yang
semula
melembaga
Selain
dalam
itu
dampak
langsung
yang
bersifat negatif yang dapat dilihat dari aspek
kehidupan mereka sebagai media hiburan
budaya
tempat warga melepas lelah setelah seharian
ketergantungan
berada di laut mencari tangkapan ikan. Salah
bantuan.
satu tradisi yang masih ada pada saat ini
diakibatkan
adalah
juga
pelaksana terhadap komunitas Suku Laut,
mengalami pergeseran dari tata cara dan
akibatnya pelaksana program cenderung
peralatan yang digunakan. Jika sebelumnya
memanjakan warga dengan bantuan yang
Joget
bersifat
“Joget”
namun
merupakan
demikian
media
hiburan
gratis
adalah
munculnya
warga
Sifat
terhadap muncul
pandangan
(charity).
negatif
Program-program
komunitas Suku Laut pada saat ini berubah
yang
menjadi media hiburan yang bisa mendorong
programme)
warga
merupakan program yang kurang dapat
untuk
Pertunjukkan
berperilaku “Joget”
hidup
ataupun
(one
amal
shot
(charity)
dilihat manfaatnya dalam jangka panjang,
penari yang kesemuanya masih dalam usia
sebagaimana yang diungkap oleh Adi (2008).
remaja dan berasal dari luar pulau Bertam
Ketergantungan sendiri bukanlah merupakan
dengan
tujuan
musik
oleh
insidental
10
iringan
dilakukan
boros.
bersifat
Bertam
ketergantungan
karena
amal
sikap
modern
yang
dari
sebuah
kebijakan
publik
menghentak dan tidak ada ketentuan serta
sebagaimana pendapat Nugroho (2006: 22)
aturan
harus
bahwa kebijakan publik yang terbaik adalah
ini
mendorong setiap warga masyarakat untuk
dilakukan warga tiga bulan sekali sebagai
membangun daya saing masing-masing, dan
hiburan
bukan semakin menjerumuskannya ke dalam
baku
bagaimana
penari
badan.
Kebiasaan
menggerakkan
pelepas
lelah
setelah
seharian
mencari ikan. Karenanya biasanya dimulai
pola ketergantungan”.
dari jam 24.00 WIB setelah beberapa saat
Sifat ketergantungan ini di sebabkan
para warga pulang melaut dan berakhir pada
salah satunya karena pada saat proses
jam 02.00 WIB atau kurang lebih 2 jam.
pelaksanaan program warga terbiasa untuk
Untuk
menerima bantuan yang cenderung bersifat
sekali
goyang
warga
harus
mengeluarkan biaya Rp. 4.000,- dengan
amal,
6
akibatnya
ketika
terminasi
dilaksanakan
yang
menandakan
bahwa
menerima
bantuan
modal
usaha
program telah berakhir serta menandakan
pemberdayaan
pula bahwa segala pembangunan sarana
sebagaimana diungkap oleh
dan prasarana, bantuan yang diperoleh
Informan
warga juga terhenti. Dengan selesainya
Pemberdayaan
program PKAT untuk komunitas Suku Laut di
Pemberdayaan Masyarakat, Pasar, Koperasi
Bertam,
dan Usaha Kecil Menengah Kota Batam.
maka
FKKS
bertanggung
tidak
jawab
keberlangsungan tersebut.
Batam
lagi
terhadap
ekonomi
untuk
yang
Hal
produktif, salah
merupakan
Kabid
Masyarakat
secara
Dinas
tidak
langsung
(sustainable)
program
menunjukkan
selanjutnya
program
pelaksanaan kegiatan sebelum terminasi
Untuk
bahwa
satu
dalam
evaluasi
pembangunan bagi warga Bertam akan
dilaksanakan,
pelaksana
disesuaikan dengan mekanisme penyaluran
mengikutsertakan
warga
program pembangunan dari pemerintah atau
mempertimbangkan
melalui
Sedangkan
komunitas sasaran. Adi (2008: 252) bahwa
mekanisme MUSRENBANG menghendaki
“Evaluasi sebagai proses pengawasan dari
adanya usulan akan perioritas kebutuhan
warga dan petugas terhadap program yang
warga yang berasal dari warga setempat
sedang
dengan prasyarat adanya proposal analisis
masyarakat
prioritas kebutuhan. Kondisi ini tentu saja
melibatkan
warga,
mempersulit
warga
Bertam,
keterlibatan
warga
disebabkan
mayoritas
warga
orang
tidak
MUSRENBANG.
tua
memiliki
hal
ini
khususnya
berjalan
belum
dan
kualitas
pada
kurang
SDM
dari
pengembangan
sebaiknya dilakukan
dengan
karena
dengan
diharapkan
akan
terbentuk suatu sistem dalam komunitas
kemampuan
untuk
melakukan
pengawasan
secara
membaca dan berhitung sehingga untuk
internal sehingga dalam jangka panjang
memenuhi prasyarat tersebut adalah suatu
diharapkan akan membentuk suatu sistem
hal yang sulit dilaksanakan.
dalam
Keadaan tersebut terjadi salah satunya juga
akibat
disfungsi
disebabkan
oleh
ketua
RT
yang
kesehatan
dan
fisik
masyarakat
yang
lebih
“mandiri”
dengan memanfaatkan sumber daya yang ada”. Jika dalam pelaksanaan evaluasi tanpa melibatkan
komunitas
sasaran
akibat
pelaksana yang sudah tidak lagi dapat
selanjutnya dalam jangka panjang adalah
menjalankan kewajibannya sebagai Ketua
belum
Rukun
warga dan yang ada lebih cenderung pada
Tetangga.
Aparat
pemerintah
setempat yang kurang peduli dengan situasi dan
kondisi
warga
di
pulau
dapat
memunculkan
kemandirian
ketergantungan.
Bertam
Akibat
lebih
lanjut
menumbuhkan
menjadi
menjaga dan memiliki sarana dan prasana
penyelesaian.
Akibat
belum lebih
ada lanjut
yang
menunjukkan bahwa belum ada warga yang
diperoleh
kesadaran
kurang
menyebabkan permasalahan disfungsi ini berlarut-larut
sikap
yaitu
pada
saat
untuk
proses
pelaksanaan program. Hal ini dapat dilihat
7
dari kurang terjaga dan terawatnya sarana
terbuang di laut memicu adanya kebiasaan
dan prasarana hidup yang diperoleh warga
warga
Bertam diantaranya, kondisi rumah yang
sembarangan. Kebiasaan ini menyebabkan
mulai banyak yang lapuk bahkan beberapa
lingkungan menjadi kotor, karena sampah
telah roboh, jembatan (pelantar) dan yetti
yang dibuang tidak bisa terbawa arus laut
(dermaga) yang sudah mulai lapuk dan
sehingga pada saat air surut tiba, sampah
berlubang, modem sebagai alat listrik tenaga
masih tertinggal di kolong-kolong rumah
surya yang mulai rusak dan tidak bisa
tersangkut
digunakan, bangunan ruang serba guna yang
penyangga.
sudah roboh, ruang kesehatan yang mulai
yang
membuang
oleh
Kondisi
ini
sampah
pancang-pancang
secara
tidak
rusak tidak lagi digunakan, monumen perahu
menyebabkan
yang sudah tidak lagi berada ditempatnya,
sedangkan lingkungan merupakan salah satu
dan juga rumah yang dibangun di darat yang
modal
semuanya roboh tinggal puing-puing.
environmental capital sebagai aset komunitas
Adanya
sifat
ketergantungan
serta
pencemaran
langsung
yang
yang
oleh
Adi
lingkungan.
(2008)
mendukung
disebut
pengembangan
kualitas SDM yang rendah dan didorong oleh
masyarakat.
kurangnya perhatian pemerintah setempat
berakibat buruk pada kondisi kesehatan
terhadap
warga, atau dapat dikatakan merupakan
kebutuhan
warga
Bertam
menyebabkan munculnya mobilitas warga
Lingkungan
yang
tercemar
dampak negatif dari lingkungan.
Bertam yang dilakukan dengan pindah dari Menurunnya Hasil Tangkapan Berpengaruh Pada Pendapatan
permukiman Bertam ke tempat yang lain,
Yang
diantaranya ke pulau Lingga juga pulau Batam,
atau
juga
kembali
menjalani
Data
hasil
penelitian
menunjukkan
kehidupan sebagai Suku Laut yang nomaden
adanya polusi di perairan Batam yang
di lautan
diakibatkan
Kondisi
ini
dari
industri
perkapalan yang ada di sekitar pulau Batam.
menegaskan munculnya dampak negatif dari
Jarak yang relatif dekat antara pulau Batam
aspek
dari
dan pulau Bertam menyebabkan polusi yang
pelaksanaan program PKAT khususnya bagi
ada sampai pada perairan di pulau Bertam.
Komunitas Suku Laut yang ada di pulau
Akibat lebih lanjut dari polusi ini adalah
Bertam-Kota Batam.
berkurangnya
habitat
ikan
mempengaruhi
hasil
tangkapan
yang
tidak
limbah
langsung
budaya
secara
oleh
terjadi
akibat
Lingkungan Yang Semakin Tercemar Penggunaan
model
rumah
sehingga warga
Bertam, yang secara langsung berpengaruh semi
pada pendapatan.
permanen di darat dengan pancang-pancang
Mengingat pekerjaan utama mayoritas
kayu sebagai penyangga rumah serta model
warga Bertam adalah nelayan sehingga
Mandi Cuci Kakus (MCK) yang langsung
pendapatan mereka sangat tergantung pada
8
hasil
tangkapan
ikan.
Kondisi
ini
juga
(pulau
tetangga),
dimana
kepemilikan
menunjukkan bahwa dalam study kelayakan
pertama atas tanah ada pada warga Kasu
untuk menentukan lokasi permukiman yang
baru
dilaksanakan pada saat persiapan belum
permukiman warga Bertam. Seperti yang
mempertimbangkan kondisi lingkungan di
diungkapkan oleh Ife dan tesoriero bahwa Isu
sekitar pulau Bertam yang dapat berakibat
yang sering muncul diseputar masyarakat
terhadap kehidupan warga di masa yang
adat adalah tanah dan spiritualitas (2008).
datang.
sedikitnya
Pernyataan tersebut secara tidak langsung
tangkapan ikan di perairan Bertam dan
menunjukkan bahwa pelaksana kurang peka
berdasarkan pengetahuan dan pengalaman
dengan isu-isu sentral seputar komunitas
sebelum bermukim di Bertam membuat
adat
sebagian besar warga melakukan kegiatan
direncanakan dan diformulasikan, pelaksana
“Bertandang”.
program cenderung tidak mempertimbangkan
Dengan
semakin
Kegiatan bertandang dilakukan warga
mencari ikan di sekitar
akibatnya
menyusul
pada
didirikan
saat
program
aspek penilaian akan keberlanjutan kegiatan
selama berhari-hari bahkan berbulan-bulan untuk
kemudian
dari program yang dilaksanakan.
perairan Munculnya Sikap Mengharap Imbalan Tanpa Kerja Keras
kepulauan Riau dengan membawa serta
Akan
isteri juga anak mereka tak kecuali mereka Dampak tidak langsung dari program
yang masih dalam bangku sekolah. Akibat
PKAT pada Komunitas Suku Laut yang ada
dari kegiatan ini lebih lanjut anak menjadi membolos
sehingga
berpengaruh
di pulau Bertam adalah pemasukan sumber
pada
daya bagi Organisasi FKKS Batam serta
proses belajar mengajar.
perbaikan Kesadaran Hak Kepemilikan Tanah
pelaksanaan
menyangkut kepemilikan mayoritas
legalitas tanah warga
warga
Bertam
secara
hukum
sebagai yang
akibat
belum
manfaat
berlangsung.
pada
penambahan
pemasukan
terutama berasal dari kepercayaan lembaga/
memiliki
organisasi yang mempunyai tujuan yang sama sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan eksistensi organisasi.
warga yaitu bagian muka atau lokasi dimana
Namun
permukiman berdiri yang merupakan milik
demikian
bahwa
kegiatan
mempromosikan komunitas Suku Laut yang
sebagian warga Bertam dan hutan yang perkebunan
program
sumber daya bagi opersionalisasi kegiatan,
dari
pulau Bertam secara umum terbagi atas dua
terdapat
petugas
pelaksanaan program PKAT memberikan
Sertifikat Kepemilikan Tanah. Kepemilikan
didalamnya
dari
Keberhasilan FKKS Batam menyelesaikan
atas kepemilikan tanah yang didorong oleh kekhawatiran
hidup
pendamping (Community Worker) pada saat
Munculnya kesadaran warga Bertam
adanya
kualitas
ada di Bertam oleh FKKS Batam juga
karet
memicu munculnya sikap mengharap akan
merupakan milik warga dari pulau Kasu
9
imbalan tanpa kerja keras, yang disebabkan
lain
oleh adanya kesadaran warga Bertam bahwa
sebagai sea nomads.
dirinya mempunyai nilai jual tinggi yang dapat
atau
kembali
Deskripsi
menjalani
singkat
kehidupan
dampak
menghasilkan uang, atau dapat dikatakan
pelaksanaan program PKAT pada komunitas
memicu munculnya dampak negatif aspek
Suku Laut di pulau Bertam dapat dilihat
budaya.
sebagaimana gambar dibawah ini:
Kesimpulan Sebagai pengembangan
sebuah masyarakat,
model pelaksanaan
program PKAT pada komunitas Suku Laut di pulau
Bertam-Kota
kelemahan
mendasar
program
tidak
analisis
kebutuhan
komunitas
Batam yaitu
memiliki
pelaksanaan
mempertimbangkan
sasaran,
(need
pada
assessment)
disamping
juga
mengesampingkan aspek budaya, adat dan istiadat komunitas sasaran serta didukung dengan kualitas sumber daya manusia yang rendah ditunjukkan dengan tingkat buta huruf yang
tinggi
menyebabkan
Partisipasi
komunitas sasaran masih terbatas pada Partisipasi Material
Incentive Incentive)
(Participation pada
level
for fase
“menenangkan” atau masuk dalam kategori “tokenisme”7. Tokenisme dalam keadaan terburuk akan membuat orang-orang yang tak berdaya semakin tak berdaya dan terasing. Akibatnya saat ini komunitas suku laut yang ada di pulau Bertam menjadi kurang berkembang. Yang ditandai dengan adanya mobilitas warga baik pindah ke pulau
7
Tokenisme dalam Ife dan Tesoriero (2008) merupakan praktek memberikan kebaikan-hati secara resmi kepada wakil kelompok-kelompok khusus dalam masyarakat hanya untuk tujuan menghasilkan suatu penampilan yang jujur/adil.
10
Gambar 2. Skema Dampak Program PKAT pada Komunitas Suku Laut di Pulau BertamKota Batam Tidak Langsung-di Luar Suku Laut Bertam
- Mulai pudar bahkan hilang sebagian adat istiadat budaya (Jung, Silat & Joget) - Munculnya sikap ketergantungan akan bantuan - Mobilitas Warga (Menetap ditempat lain/ kembali nomaden
− − Suku Laut Bertam Pencemaran Lingkungan (membuang sampah sembarangan)
Budaya
− − Lingkungan
Dampak Program
+ Masukan sumber Daya FKKS/ KKKS Batam
Menurunnya Tangkapan ikan (pencemaran lingkungan)
− −
+
Ekonomi Personal/Spiritual
+ Bertandang (menambah pendapatan, anak tidak sekolah)
− −
+
Kahidupan Stabil di permukiman (terhindar cuaca yang mengancam jiwa, ↑ pendidikan anak, adapatasi kondisi tubuh)
Daftar Pustaka Adi,
Sosial &Politik
Munculnya kesadaran akan hak milik tanah (aspek keberlanjutan tidak diperhitungkan dalam rencana &formulasi pada saat pelaksanaan program)
Jakarta: Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial Departemen Sosial RI.
Isbandi Rukminto. (2008). Intervensi Komunitas Pengembangan Masyarakat Sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Direktorat Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil. (2004). Profil Keberhasilan Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil pada 12 Provinsi. Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Departemen Sosial RI.
Arba, Syarofin dan Rahman, Abdul. (2002). Menantang Gelombang Kehidupan Suku Laut Di Pulau Bertam Perairan Batam. Batam: Pustaka Dinamika.
Ife, Jim dan Tesoriero, Frank. (2008). Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi Community Development (Sastrawan Manullang, Nurul Yakin, M.
Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial. (2005). Pengembangan Model Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil.
11
Nursyahid, Penerjemah). Pustaka Pelajar.
Terasing Di Daerah Perbatasan Riau. Jakarta: Direktorat bina Masyarakat Terasing Ditjen BINKESOS- Departemen Sosial RI.
Yogyakarta:
Indihono, Dwiyanto. (2009). Kebijakan Publik Berbasis Dynamic Policy Analisys. Jogyakarta: Gava Media.
Direktorat Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil. (2002). Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 111 tahun 2009 tentang Pembinaan Kesejahteraan Sosial Komunitas Adat Terpencil dan Keputusan Menteri sosial Republik Indonesia Nomor: 06/PENGHUK/2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil. Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Komunitas Adat TerpencilDerektorat Jenderal Pemberdayaan SosialDepartemen Sosial RI.
Nugroho D, Riant. (2006). Kebijakan Publik Untuk Negara-Negara Berkembang Model-Model Perumusan, Implementasi, dan Evaluasi. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Suharto, Edi. (2008). Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik-Peran Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial dalam mewujudkan Negara Kesejahteraan (welfare state) di Indonesia. Bandung: Alfabeta.
Direktorat Pemberdaaan Komunitas Adat Terpencil. (2008). Data Persebaran Komunitas Adat Terpencil tahun 2006 yang Dimutakhirkan Tahun 2008. Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil.
Direktorat Bina Masyarakat Terasing. (1987). Pola Pembinaan Kesejahteraan Sosial Suku Laut di Batam. Jakarta: Direktorat Bina Masyarakat Terasing Ditjen BINKESOSDepartemen Sosial RI. Direktorat Bina Masarakat Terasing. (1988). Ringkasan Laporan Pendataan Masyarakat
12