9 Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi, Susunan Organisasi Dan Tata Laksana Kantor Pusat Bidang Hukum :
Berdasarkan Pasal 185 Surat Keputusan Direksi PT. Kereta Api (Persero) Tentang Perubahan dan Tambahan Keutusan Direksi PT. Kereta Api (Persero) Nomor KEP.U/OT.003/I/4/KA.2001 tanggal 2 Januari 2001 Tentang Organisasi dan tatalaksana
PT.
Kereta Api (Persero) di lingkungan kantor pusat PT.
Kereta Api (Persero), bidang hukum adalah satuan organisasi di lingkungan kantor pusat PT. Kereta Api (Persero) yang berada di bawah sekretariat perusahaan, bidang hukum dipimpin oleh seorang kepala bidang yang bertanggung jawab kepada sekretaris perusahaan.
Bidang hukum mempunyai tugas pokok merumuskan dan menyusun dukungan di bidang hukum, memberikan kajian aspek hukum dan bantuan hukum, program tentang kajian, dukungan, pertimbangan dan bantuan hukum, penyiapan peraturan pelaksanaan perundang-undangan, pembuatan kontrak/ perjanjian dan kerjasama antar lembaga dalam dan luar negeri.
Bidang hukum terdiri dari 3 (tiga) seksi, masing-masing dipimpin oleh seorang kepala seksi : a. Seksi Pertimbangan dan Bantuan Hukum Seksi
pertimbangan
dan
bantuan
hukum
mempunyai
tugas
pokok
melaksanakan kajian, dukungan, pertimbangan dan bantuan hukum tata usaha negara, hukum pidana dan hukum perdata kepada pejabat/pegawai, serta penyelesaian perselisihan industrial.
10 b. Seksi Perundang-undangan Seksi perundang-undangan mempunyai tugas pokok menyiapkan konsep/ naskah peraturan pelaksanaan perundang-undangan sesuai perkembangan hukum yang berlaku.
c. Seksi Perjanjian / Kontrak dan Kerjasama Antar Lembaga Seksi Perjanjian / Kontrak dan Kerjasama Antar Lembaga mempunyai tugas pokok menyusun penyiapan perjanjian/ kontrak dan antar lembaga dalam dan luar negeri.
Berkembangnya usaha perniagaan di Indonesia telah membawa pada suatu segi yang lain dari perniagaan itu sendiri, yaitu harapan agar dapat menyelesaikan setiap sengketa yang timbul dengan cepat, murah dan sebaik-baiknya. penyelesaian sengketa tersebut tidak akan mengganggu sengketa iklim bisnis antara pihak yang bersengketa di samping terjaminnya relasi business dari para pihak karena dipegang teguhnya kerahasiaan. sengketa dimaksudkan sebagai kedudukan dimana pihak-pihak yang melakukan upaya perniagaan mempunyai masalah, yaitu menghendaki pihak lain untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu tetapi pihak lainnya menolak untuk berbuat demikian.
PT. Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai salah satu perusahaan jasa dalam pelaksanaan kegiatannya tidak lepas dari adanya keikutsertaan pihak lain dalam hal menunjang sarana transfortasi dan prasarana penunjang transfortasi. Dalam hal pemenuhan sarana dan prasarana yang tidak dapat dipenuhi oleh Pihak PT. Kereta Api sendiri, PT Kereta Api Indonesia dalam hal pemenuhan sarana dan prasarana tersebut di atas melakukan berbagai perjanjian-perjanjian dengan pihak lain sebagai rekan berbisnis. Salah satu contoh yang dapat diambil adalah ditandatanganinya nota
11 kesepahaman mengenai pemberdayaan aset rumah dinas milik PT. Kereta Api Indonesia (PERSERO) pada tanggal 16 April 2004 antara PT. Mitramas Abadi Sejahtera (MAS) dengan PT. Kereta Api Indonesia (PERSERO). Dalam perjanjian tersebut terdapat salah satu klasula yang menyatakan apabila terjadi suatu permasalahan dalam pelaksanaan perjanjian tersebut, maka proses penyelesaian yang disepakati oleh para pihak dalam perjanjian tersebut adalah proses penyelesaian diluar pengadilan atau alternative dispute resolution (ADR).
Praktik menunjukkan bahwa yang paling sering terjadi dalam perniagaan modern adalah dipenuhinya pengertian sengketa seperti didefinisikan dalam kontrak perniagaan tertentu termasuk pengertian default dan jika hal ini terpenuhi maka prosedur yang tertera dalam kontrak juga menjadi berlaku. Misalnya suatu kontrak menentukan default apabila salah satu pihak tidak melakukan pembayaran pada hari jatuh tempo (due date) atau paling lambat 14 hari sesudahnya, di samping tanggung jawab selanjutnya akan dipikul juga oleh perusahaan induk (mother company) atau oleh negara dalam hal BUMN (cross default).
Dunia perniagaan modern berpaling kepada alternative dispute resolution (ADR) sebagai penyelesaian sengketa alternatif karena keperluan perniagaan modern menghendaki penyelesaian sengketa yang cepat dan tidak menghambat iklim perniagaan
sedangkan
lembaga
penyelesaian
sengketa
yang
tersedia
(yaitu
Pengadilan) dirasa tidak dapat mengakomodasikan harapan demikian. Upaya penyelesaian sengketa alternatif ini merupakan upaya yang paling tua yang telah dikenal sejak bangsa Mesopotamia yang tinggal diantara sungai Euphrat dan Tigris yang menyelenggarakan satu bentuk perwasitan dimana Raja Mesilin memutus sengketa antara 2 suku yang bersengketa.
12 Demikianlah, maka alternatif untuk menghindari kemacetan penyelesaian sengketa ini banyak menjadi pilihan. Timbullah lembaga-lembaga yang dikenal sebagai good offices sebagai bentuk penyertaan pihak ketiga yang membawa pihak yang bersengketa kemeja perundingan apabila negosiasi sudah tidak mungkin lagi. Good offices inilah sebetulnya yang merupakan bentuk penyertaan pihak ke-3 yang paling awal sebagai penyedia fasilitas.
Dari tahapan good offices ini biasanya berlanjut ketahapan mediasi yang dalam arti dasarnya sudah melangkah ke pengertian menengahi sengketa sehingga lebih aktif dari good offices. Selangkah dari mediasi adalah memasuki tahap konsiliasi dimana tidak dibawa usulan penyelesaian sehingga secara lebih aktif membantu dan mengarahkan para pihak untuk sampai pada kesimpulan penyelesaian sengketa yang dapat disepakati pihak-pihak. Apabila ternyata para pihak sudah tidak lagi melihat celah penyelesaian berdasarkan take and give diantara para pihak di samping bahwa sengketa tersebut tidak lagi mendapatkan kekeliruan penafsiran ataupun kekeliruan konfirmasi dari keadaan faktual (fact finding) maka dalam keadaan seperti ini tahap penyelesaian sengketa yang paling wajar adalah melalui arbitrase.
Sebetulnya dengan memilih upaya alternative dispute resolution (ADR), pihak yang bersengketa seharusnya mengacu kepada kontraknya sendiri (apabila ada), yaitu kepada klausul kontrak yang menunjuk kepada penggunaan pihak ke-3 untuk membantu apabila negosiasi tidak berhasil, yaitu melalui jasa-jasa baik, mediasi dan konsiliasi di satu pihak serta arbitrase di lain pihak. Sudah barang tentu masing-masing dengan tata cara penanganannya sendiri dengan rules of procedur yang berlaku. Apabila yang dipilih ternyata arbitrase maka karena sifat putusan arbitrase sebagai putusan yang mengikat, maka sebaiknya dalam kontrak yang bersangkutan diatur
13 dengan tegas dan terinci tentang perangkat ketentuan mana yang akan diikuti, apakah misalnya ketentuan-ketentuan BANI, UNCITRAL dan sebagainya serta hukum yang dipilihnya (choice of law).
Pada proses arbitrase, misalnya dalam ketentuan BANI, lembaga jasa baik, mediasi dan konsiliasi sudah tercakup. Hal ini disebabkan pada waktu berjalannya proses terutama pada sidang pertama para arbiter secara berulang-ulang menawarkan agar pihak pemohon dan termohon bernegosiasi lagi apabila dianggap masih mungkin dan apabila dianggap perlu dengan ikut sertanya arbiter. Sifat upaya damai akan tetap terbuka sepanjang proses, artinya pada setiap tahap pada masa berjalannya persidangan arbitrase para pihak dapat mengajukan permohonan untuk melakukan pendekatan damai. Apabila usaha ini tidak berhasil maka proses selanjutnya berjalan sebagaimana biasa.
C. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian diatas, dalam praktikya penulis mempelajari beberapa kontrak atau perjanjian perdata yang dilakukan antara PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dengan perusahaan rekanannya yang dalam hal penyelesaian sengketa apabila terjadi suatu sengketa dalam pelaksanaan kontrak atau perjanjian perdata tersebut, maka lebih banyak cara yang dipilih untuk menyelesaikan sengketa tersebut adalah dengan melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), namun tidak serta merta bahwa proses penyelesaian suatu permasalahan yang timbul diselesaikan melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) ada pula beberapa penyelesaian suatu perkara yang diselesaikan melalui pengadilan negeri. Hal yang menarik untuk dikaji oleh penulis dalam menanggapi hal tersebut di atas adalah :
14 1. Apa yang menyebabkan PT. Kereta Api Indonesia
(Persero) dalam hal
penyelesaian sengketa dalam suatu kontrak atau perjanjian perdata yang dibuatnya lebih banyak cara yang di pilih adalah cara penyelesaian sengketa melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia? 2. Cara lain yang ditempuh oleh PT. Kereta Api (Persero) dalam hal penyelesaian sengketa yang timbul dalam suatu kontrak atau perjanjian perdata yang dibuat oleh PT. Kereta Api (Persero) dengan perusahaan rekanannya?