KEBUDAYAAN DAN KEHIDUPAN EKONOMI MASYARAKAT PEDESAAN PAMEKASAN MADURA
Yudisya Fatihatun Fitriani Fakultas Ekonomi Universitas Islam Madura Email: yudisia,
[email protected]
ABSTRACT Culture is closely connected with the community. Culture is a unity that includes knowledge, belief, art, morals, law and customs, capabilities and habits acquired human beings as members of societ. Culture includes rules containing obligations, prohibitions, the action does not violate the rules. Culture is specific because these aspects illustrates the pattern of community life. Each community has a Distinct patterns of life from each other. The people of the people who live together, which resulted in the culture, they are a living system together. System spawned cultural life together, because members of the group felt himself bound by this others. Cause culture has an influence for each behavior society. The author will analyze cultural influences on people’s lives in the region Pamekasan especially economic life and how impacts arising from this behavior. The secondary data this paper are obtained from the literature such as observation, books, journals, and internet. Keywords: Culture, Society, Influence Behavior, economic life
PENDAHULUAN Kebudayaan timbul dari hubungan interaksi antara individu yang satu dengan yang lain. Kebudayaan adalah hasil cipta, karsa, dan rasa manusia, oleh karenanya kebudayaan mengalami perubahan dan perkembangan sejalan dengan perkembangan manusia dalam proses kehidupannya. Perkembangan tersebut dimaksudkan untuk kepentingan manusia itu sendiri,karena kebudayaan diciptakan oleh dan untuk manusia. Menurut E.B Taylor, kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan lain yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat, sehingga kebudayaan mencakup seluruh hal yang diperoleh atau dipelajari manusia sebagai anggota masyarakat meliputi seluruh pola ber
fikir, merasakan, dan bertindak. Menurut Selo Soemardjan dan Soelaeman soemardi berpendapat bahwa kebudayaan adalah semua hasil karya serta kemampuan yang menghasilkan tekhnologi dan kebudayaan materiil, rasa (kemampuan jiwa manusia dalam mewujudkan norma dan sistem nilai lainnya), Cipta (dalam hal ini merupakan kemampuan mental dan pikiran untuk menghasilkan filsafat dan ilmu pengetahuan masyarakat.sistem nilai budaya merupakan wujud abstrak dari sebuah kebudayaan.sebuah sistem nilai budaya yang tumbuh dalam kehidupan masyarakat dapat mempengaruhi tindakan orang-orang yang terkait dengan budaya itu sendiri. Masyarakat adalah orang atau manusia yang hidup bersama menghasilkan kebudayaan,dan keduanya tidak dapat dipisahkan.
|1 |
Kebudayaan memiliki pengaruh yang kuat bagi setiap aktivitas atau kegiatan masyarakat yang hidup di dalamnya. Akibat pengaruh ini, sering terjadi masalah didalamnya. Salah satunya adalah masalah ekonomi. Kebudayaan yang tidak sesuai bisa saja menjadi salah satu penyebab kemiskinan di masyarakat. Disini penulis akan menganalisis pengaruh kebudayaan terhadap kehidupan ekonomi masyarakat di wilayah Pamekasan serta faktorfaktor apa saja yang mempengaruhinya. Adapun tujuan penulisan ini antara lain mengkaji bagaimana pengaruh kebudayaan terhadap kehidupan ekonomi masyarakat di wilayah Pamekasan serta menganalisis faktor apa saja yang menyebabkan kebudayaan memiliki pengaruh terhadap kehidupan ekonomi masyarakat daerah Pamekasan.
KEBU DAYAAN Dalam pengertian sehari-hari, istilah kebudayaan sering diartikan sama dengan kesenian, terutama seni suara dan seni tari.akan tetapi apabila istilah kebudayaan diartikan berdasarkan ilmu-ilmu sosial, maka kesenian merupakan salah satu bagian saja dari kebudayaan. Kata kebudayaan berasal dari (bahasa sansekerta) yaitu “Buddhayah” yang merupakan bentuk jamak dari kata “Buddhi” yang memiliki arti budi atau akal. Ralph Linton, seorang ahli Antropologi yang terkemuka, mengemukakan bahwa kebudayaan secara umum diartikan sebagai Way of Life. Menurut (Linton 1936) Way Of life dalam pengertian ini tidak sekedar berkaitan dengan bagaimana cara orang untuk bisa bertahan hidup secara biologis melainkan jauh lebih luas cakupannya. Dijabarkan secara lebih rinci “Way of Life” meliputi “Way Of Thinking” (bagaimana cara berfikir dan menciptakan sesuatu), “Way Of Feeling” (bagaimana cara berasa dan mengekspresikan rasa), dan “Way Of Doing” (bagaimana cara |2 | Vol. 2 No. 2 Desember 2014
berbuat dan berkarya). Bersamaan dengan pendapat tersebut Selo soemardjan dan soelaeman Soemardi mendefinisikan kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat (1964:113)
KEBUDAYAAN DAN KEHIDUPAN MASYARAKAT PEDESAAN PAM EKASAN MADURA Budaya tercipta atau terwujud dari hasil interaksi antara manusia yang satu dengan yang lain serta segala sesuatu yang berada di muka bumi ini. Manusia terlahir dan diciptakan oleh Tuhan dengan segenap kelebihan berupa akal pikiran yang dapat dipergunakan untuk berkarya serta berinovasi dan secara hakikatnya bahwa manusia mampu menjadi khalifah dimuka bumi ini. Disamping itu manusia juga memiliki akal, pikiran, keahlian, kecerdasan, intuisi, perasaan, emosi, kemauan, fantasi, dan perilaku. Dengan semua kemampuan yang dimiliki manusia maka semua hal tersebut bisa menciptakan kebudayaan. Terdapat hubungan yang signifikan antara manusia dan kebudayaan. Kebudayaan adalah produk manusia, namun manusia itu sendiri adalah produk kebudayaan. Dengan kata lain, kebudayaan terlahir karena manusia yang menciptakannya dan manusia dapat hidup di tengah kebudayaan yang diciptakannya. Kebudayaan akan terus hidup manakala ada manusia sebagai pendukungnya. Kebudayaan mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat, bermacam-macam kekuatan yang harus dihadapi oleh masyarakat dan anggota-anggotanya seperti kekuatan alam maupun kekuatan-kekuatan lainnya di dalam masyarakat itu sendiri tidak selalu berdampak baik buat dirinya,selain itu manusia dan masyarakat memerlukan kepuasan baik dibidang spiritual maupun materil. Kebutuhankebutuhan masyarakat tersebut diatas sebagi-
an besar dipengaruhi oleh kebudayaan yang bersumber pada masyarakat itu sendiri. “...... Masyarakat adalah suatu organisasi manusia yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Sedangkan kebudayaan adalah sistem norma dan nilai yang terorganisasi yang menjadi pegangan masyarakat ter sebut ”(Horton & Hunt 1987). Pengertian kebudayaan memang sangat luas. Hampir tidak ada segala sesuatu yang berada disekitar kita ini yang tak tercakup atau tak terjamah oleh konsep kebudayaan. Kebudayaan mencakup aspek materiil maupun nonmateriil. Kebudayaan dapat bersifat bersahaja, sesuai dengan tingkat perkembangan yang terjadi di masyarakat. Batasan yang dikemukakan oleh Horton & Hunt diatas lebih berkaitan dengan aspek kebudayaan non materiil,lebih melihat kebudayaan sebagai sistem nilai dan norma. Masyarakat adalah orang yang hidup secara bersama sama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian, tidak ada masyarakat yang tidak mempunyai kebudayaan dan sebaliknya tidak ada kebudayaan tanpa masyarakat sebagai pemeran atau wadah sebagai pendukungnya. Kebudayaan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat dalam hal ini dapat dikatakan sebagai wujud dari kebudayaan, misalnya gagasan atau pikiran manusia, aktivitas yang dilakukan manusia, atau karya yang dihasilkan oleh manusia. Segala sesuatu yang terdapat didalam masyarakat ditentukan oleh adanya kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Kaidah-kaidah kebudayaan berarti peraturan tentang tingkah laku atau tindakan yang harus dilakukan dalam suatu situasi dan kondisi tertentu. Peraturan bertujuan membawa keserasian dan memerhatikan hal-hal yang bersangkutan dengan keadaan lahiriah maupun batiniah. Dengan demikian,maka kai dah sebagai bagian dari kebudayaan mencakup |3 | Vol. 2 No. 2 Desember 2014
tujuan kebudayaan maupun cara-cara yang dianggap baik untuk mencapai tujuan tersebut. Kaidah-kaidah kebudayaan mencakup bidang yang luas sekali. Berlakunya kaidah di dalam suatu kelompok masyarakat tergantung pada kekuatan kaidah petunjuk prilaku yang pantas. Apabila manusia sudah dapat mempertahankan diri dan menyesuaikan diri pada alam, juga telah dapat hidup dengan manusia lainnya dalam suasana yang damai, timbullah keinginan manusia untuk menciptakan sesuatu untuk menyatakan perasaan dan keinginannya kepada orang lain, yang juga merupakan fungsi untuk melindungi diri terhadap alam, mengatur hubungan antar manusia dan sebagai wadah segenap perasaan manusia. Kebudayaan mengisi serta menentukan jalannya kehidupan manusia. Walaupun hal itu jarang disadari oleh manusia itu sendiri, namun tak mungkin seseorang mengetahui dan meyakini seluruh unsur kebudayaanya. Betapa sulitnya bagi seorang individu untuk menguasai seluruh unsur-unsur kebudayaan yang didukung oleh masyarakat sehingga seolah-olah kebudayaan dapat dipelajari secara terpisah dari manusia yang menjadi pendukungnya. Kebudayaan juga merupakan seperangkat peraturan atau norma yang dimiliki bersama oleh para anggota masyarakat,yang jika dilaksanakan oleh para anggotanya, melahirkan perilaku yang oleh para anggotanya dipandang layak dan dapat diterima. Kebudayaan dipelajari melalui sarana bahasa bukan diwariskan secara biologis,dan unsur-unsur kebudayaan berfungsi sebagai suatu keseluruhan yang terpadu. Dari definisi diatas masyarakat madura (termasuk di dalamnya wilayah pamekasan) dimana mereka memiliki kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan masyarakat-masya-
rakat pada umumnya (masyarakat di luar pulau madura), meskipun madura masih berada di wilayah indonesia tapi karena faktor letak membuat kebudayaan-kebudayaan di indonesia berbeda-beda, dari satu daerah ke daerah lain pasti memiliki perbedaan kebudayaan.Kebudayaan masyarakat madura sendiri berbeda dengan kebudayaan masyarakat lainnya,termasuk dengan kebudayaan jawa timur (Surabaya,Malang dll). Meskipun madura masih satu propinsi dengan mereka. Masyarakat madura memiliki corak, karakter dan sifat yang berbeda dengan masyarakat jawa. Masyarakatnya yang santun membuat masyarakat madura disegani,dihormati bahkan “ditakuti” oleh masyarakat yang lain. Kebaikan yang diterima oleh masyarakat madura atau orang madura akan dibalas dengan serupa atau lebih baik.Namun, jika dia disakiti atau diinjak harga dirinya, tidak menutup kemungkinan mereka akan membalas dengan yang lebih kejam. Tidak sedikit opini masyarakat berpendapat bahwa masyarakat Madura itu unik, estetis dan agamis. Dapat dibuktikan dengan banyaknya masjid-masjid megah berdiri di Madura termasuk penganut agama islam yang tekun, ditambah lagi mereka juga berusaha menyisihkan uangnya untuk naik haji.Mereka memiliki sebuah keyakinan bahwa naik haji merupakan kewajiban. Dari hal tersebut tidak salah kalau masyarakat madura (khususnya wilayah Pamekasan) juga dikenal sebagai masyarakat santri yang sopan tutur katanya dan kepribadiannya.
Kebudayaan Dan Kehidupan Ekonomi Masyarakat Pamekasan Madura Kemiskinan merupakan polemik yang sangat mengganggu bagi setiap individu. Kemiskinan merupakan masalah sosial yang bersifat global artinya kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi dan menjadi perhatian banyak orang. Semua negara di dunia ini sepakat bahwa kemiskinan merupakan problema |4 | Vol. 2 No. 2 Desember 2014
kemanusiaan yang menghambat kesejahteraan dan peradaban. Kemiskinan cultural merupakan kondisi atau kualitas budaya yang menyebabkan kemiskinan. Faktor ini secara khusus sering menunjuk pada konsep kemiskinan kultural yang menghubungkan kemiskinan dengan kebiasaan hidup dan mentalitas individu yang terkait. Penelitian Oscar Lewis di Amerika Latin menemukan bahwa orang miskin memiliki sub-kultur atau kebiasaan tersendiri, yang berbeda dengan masyarakat kebanyakan (Suharto:2008). Dari analisis kemiskinan oleh masyarakat, muncul bahwa biaya ritual yang tinggi menjadi penyebab kemiskinan. Untuk memenuhi berbagai kebutuhan ritual itu,mereka harus merelakan diri untuk meminjam uang atau berhutang kepada rentenir walaupun dengan jumlah bunga yang cukup besar. berikut adalah contoh kasus bahwa kebudayaan dapat menyebabkan kemiskinan.
Budaya Nyombeng di Pamekasan Bagi masyarakat Madura tentu tidak asing dengan budaya nyombeng Kalo dalam bahasa Indonesia sering kita sebut menyumbang. Budaya ini sudah begitu akrab di telinga kita. Nyombeng biasanya dilakukan dengan cara membantu kerabat, tetangga, teman, saudara yang sedang punya hajat, entah itu hajat melahirkan, pernikahan, pandebeh, maupun kematian. Bentuk sumbangan bisa berwujud uang, barang, tenaga ataupun pikiran. Semula Nyombeng sebagai sesuatu yang bernilai agung, wujud solidaritas sosial masyarakat guna mengurangi beban warga yang sedang hajatan. Ketika ada tetangga, rekan atau kerabat yang sedang punya hajat, masyarakat sekitar secara suka rela membantunya, sehingga
warga yang hajatan tidak terlalu terbebani. Masyarakat madura memiliki warna budaya yang sangat kental. Hampir setiap tahapan kehidupan bisa dipastikan ada ritual-ritual yang mesti dijalankan, sejak lahir, hamil, melahirkan, ritual kematian hingga pasca kematian. Jika perayaan ritual ini ditanggung sendirian, akan memakan biaya yang tidak sedikit. Seiring dengan perjalanan waktu, tradisi nyombeng ikut mengalami pergeseran nilai. Tradisi yang semula bernilai solidaritas sosial tinggi ini pada akhirnya mengalami proses kapitalisasi. Nyombeng yang awalnya kental dengan nuansa solidaritas organisasi,solidaritas berdasarkan ketulusan, telah berubah menuju solidaritas mekanis, solidaritas berdasarkan untung rugi. Penyelenggaraan hajatan tidak lagi semata-mata wujud akan ketaatan kepada tradisi, namun kepentingan-kepentingan ekonomi ikut bermain. Tradisi Nyombeng sudah bergeser dari orientasi sakral menuju kepentingan uang.
Budaya Kerapan Sapi di Kota Pamekasan Kabupaten Pamekasan adalah sebuah kabupaten di pulau Madura, Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibukotanya adalah Pamekasan. Kabupaten ini berbatasan dengan Laut jawa di utara, Selat Madura di selatan, Kabupaten Sampang di barat, dan Kabupaten Sumenep di timur. Kabupaten Pamekasan terdiri atas 13 kecamatan yang dibagi lagi atas 178 desa dan 11 kelurahan. Pusat pemerintahannya ada di kecamatan pamekasan. Madura dengan sejuta kekayaan potensi tersimpan didalamnya.Satu diantaranya adalah kerapan sapi yang sering diadakan di “Stadion Soenarti Hadiwijoyo Pamekasan”. Bukan hanya orang Madura saja, bahkan turis asing-pun begitu menunggu setiap ada pagelaran kerapan sapi setiap tahunnya. Kerapan sapi Madura sudah ada sejak abad ke-14 menjadi tradisi budaya masyarakat
Madura khususnya di daerah pamekasan ini, sudah menjadi tradisi masyarakat Madura yang turun-temurun dari generasi ke generasi. Dalam even kerapan sapi para penonton tidak hanya disuguhi adu cepat sapi dan ketangkasan jokinya, tetapi sebelum memulai para pemilik biasanya melakukan ritual arakarakan sapi disertai alat music seronen perpaduan alat musik Madura sehingga membuat acara ini semakin meriah. Kerapan sapi pada awalnya adalah budaya untuk menyambut musim tanam padi dengan maksud membangun komunikasi dan informasi saat tanam ketika hujan mulai jatuh di beberapa bagian pulau. Semua bagian masyarakat biasanya terlibat dan bergembira, baik pemilik sapi maupun pemilik tegal/sawah, walaupun jarang masyarakat di Madura memiliki bersama-sama barang mewah tersebut (Santoso,2006). Kerapan Sapi sekarang tidak lagi dikenal sebagai sebuah ritual kebudayaan pada pertanian, tetapi menjadi ajang perlombaan atau kejuaraan sehingga ada pergeseran fungsi yang tadinya berfungsi untuk membangun komunikasi dan informasi serta solidaritas antar masyarakat bergeser fungsi menjadi untuk mencari pemenang pacuan sapi. Bahkan sudah menjadi even pariwisata di Indonesia yang tidak hanya disaksikan oleh turis lokal tapi juga turis dari mancanegara pun banyak yang menyaksikan kerapan sapi ini. Pergeseran fungsi ini tentunya akan membawa dampak baik yang diharapkan (positif) maupun dampak yang tidak diharapkan (negative). Ajang ini hampir pasti menarik perhatian turis lokal maupun internasional. Selain untuk melihat adu cepat sapisapi Madura, turis juga sangat mengagumi keramahan orang-orang Madura. Tidak bisa dipungkiri jika ajang kerapan sapi menjadi salah satu ajang yang bias dijadikan untuk menambah pendapatan daerah. Sapi kerapan membutuhkan biaya pemeliharaan yang tidak sedikit, rata-rata biaya rutin yang dikeluarkan Vol. 2 No. 2 Desember 2014 |5 |
untuk pemeliharaan adalah Rp. 5.880.000,- per pasang dalam satu bulan. Selain itu ada biaya yang harus ditanggung pemilik sapi kerap pada saat mengikuti perlombaan,yaitu: a. Biaya pendaftaran Besarnya biaya pendaftaran tergantung dari hadiah yang diperebutkan berkisar antara Rp.300.000,- sampai 2.500.000,b. Biaya transportasi Biaya ini dikeluarkan untuk mengangkut sapi dari kandang dan rombongan pengiring ke lokasi perlombaan c. Biaya tenaga kerja pengiring Setiap pasang sapi membutuhkan 10 tenaga kerja pengiring yang bertugas mempersiapkan sapi dari kandang sampai ke persiapan start di arena perlombaan. Sebelum kerapan dimulai, sapi dipegang 10 orang tersebut,masing-masing 5 orang untuk satu sapi. Dua orang yang memegang kepala (2 sapi mendapatkan upah masing-masing Rp.250.000,-/hari dan pengiring yang lain Rp.50.000,-/perhari). d. Biaya tambahan untuk joki Upah joki pada saat latihan berbeda dengan pada saat lomba. Joki akan mendapatkan upah dua kali sampai enam kali lipat dibandingkan pada saat latihan dan akan mendapatkan tambahan lagi kalau menjadi juara. e. Biaya konsumsi Biaya ini dikeluarkan untuk konsumsi rombongan pengiring f. Biaya bahan perangsang Untuk merangsang sapi berlari kencang pengkerap memberikan bahan-bahan tertentu kepada sapi. Bahan-bahan tersebut adalah: minuman suplemen, balsam, jahe, cabe, dan spirtus. |6 | Vol. 2 No. 2 Desember 2014
g. Biaya beli bahan nomer peserta Selain biaya pendaftaran, peserta bias membeli nomer peserta dimana nomor tersebut akan berpengaruh pada posisi race dan lawan tanding. Nomor ini sering disebut dengan nomor pathek. Harga nomor ini bias mencapai 50 juta tergantung dari hadiah yang diperebutkan. Biaya diatas belum termasuk biaya awal/ modal yang meliputi kandang, bibit sapi, dan perlengkapan kerapan. Jika kita amati dari gambaran diatas bisa di tarik kesimpulan bahwa budaya kerapan ini membutuhkan banyak financial/menguras kochek yang tidak sedikit untuk merealisasikannya. Lagi-lagi faktor ekonomi yang berpengaruh demi lancarnya budaya tersebut. Kekalahan dalam perlombaan tersebut mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit, akan tetapi bagi yang memenangkannya berkah yang melimpah karena sapi kerap yang mendapatkan juara bias terjual dengan harga yang tinggi.
Petik Laut atau Rokat Tasek (sama dengan larung sesaji) Masyarakat Madura pada umumnya masih mempercayai dengan kekuatan magis, dengan melakukan berbagai macam ritual dan ritual tersebut memberikan peranan yang penting dalam pelaksanaan kehidupan masyarakat Madura khususnya di wilayah Pamekasan ini. Salah satu bentuk kepercayaan terhadap hal yang berbau magis tersebut adalah adanya ritual “Petik Laut” yang diadakan tiap sekali dalam setahun. Ritual tersebut sering di adakan di kampong nelayan Desa Branta Pesisir, Kec.Tlanakan Pamekasan. Ritual tersebut biasanya diadakan 2 hari 2 malam yang diawali dengan mempersiapkan berbagai macam sesaji yang akan dilarung
ke tasek (laut). Tahap awal yang dilakukan oleh warga setempat yang mayoritas bermata pencaharian sebagai nelayan, mereka membuat replica ikan raksasa yang nantinya digunakan sebagai tempat untuk sesaji dimana disini dibutuhkan sekitar 2 juta untuk merancang replica tersebut. Tahap kedua para warga setempat juga harus menyediakan berbagai macam buah-buahan, jajanan pasar, emas, dan kepala sapi yang di perkirakan menghabiskan dana kurang lebih 7 juta. Serta para warga juga harus memberi makan bagi para pemain seronen dan ul daul. Tetabuhan musik ul dual dan seronen ikut memeriahkan pesta laut tersebut. Setelah semua ditata rapi dalam replica ikan raksasa dilanjutkan kirab menuju pantai dengan diiringi musik semua dilarung ke laut serta diikuti berbagai macam perahu hias yang dinaiki oleh berbagai warga sekitar pantai,tak ikut ketinggalan pulau para wisatawan yang berasal dari lain daerah. Untuk menghias perahu tak sedikit kocek yang diraih oleh para pemilik perahu. Maka dapat disimpulkan dalam melakukan ritual ini tidak sedikit biaya yang harus dikeluarkan oleh warga setempat.
Memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW Maulid nabi yang sejatinya biasa dilaksanakan dengan cara sederhana, namun di daerah Madura sudah menjadi sebuah tradisi dalam peringatan hari besar tersebut tidak sedikit yang merayakan dengan menggunakan anggaran yang cukup besar. Bahkan ada yang rela mengeluarkan anggaran sampai dengan 10 juta rupiah hanya untuk menyelenggarakan maulId nabi, biasanya ada pula yang menggunakan system door prize dalam acara tersebut selain pengajian,para undangan mendapatkan nomer undian yang dapat ditukar dengan hadiah-hadiah yang menarik diantaranya: televisi, setrika, sepatu, lampu cas
dll. Walau mayoritas hadiah-hadiah tersebut hanya bermerk china tapi tetap harus mengeluarkan kocek yang lumayan besar untuk menyelenggarakan hal tersebut. Belum lagi makanan yang mereka hidangkan mayoritas terbilang mahal. Dari kejadian tersebut mengakibatkan adanya persaingan individu dalam melaksanakan atau menyelenggarakan acara maulid nabi. Tetangga yang satu begini dan tetangga yang lain merasa ingin menyaingi bahkan dalam pelaksanaan tersebut biasanya sebagian masyarakat ada yang menyembelih sapi untuk suguhannya. Padahal kita ketahui harga satu ekor saja berkisaran kurang lebih 7 juta. Dari beberapa contoh kasus diatas dapat kita bayangkan betapa besar biaya yang dibutuhkan untuk acara-acara semacam itu, belum lagi mereka harus memotong hewan Qur’ban. Satu ekor sapi saja bisa dikatakan tidak cukup dalam prosesi adat itu, minimal dua ekor sapi untuk dipergunakan dalam acara tersebut yang akan disuguhkan kepada semua undangan dan yang digunakan untuk sesaji. Menariknya lagi, ketika akan dilaksanakan acara hajatan semacam itu, tidak mengenal apakah orang tersebut kaya atau miskin, kondisi anggarannya berbeda, suguhannyapun tidak jauh berbeda. Orang kaya memotong sapi, orang moskinpin memotong sapi juga. Inilah kondisi yang terjadi di tengah-tengah masyarakat dan terjadi secara turun-temurun. Bahkan untuk melaksanakan prosesi tersebut masyarakat rela untuk meminjam uang, menggadaikan apa yang dimiliki, serta menjual harta keluarga. Sehingga biaya ritual tinggi menjadi sebuah kebiasaan turun temurun, yang berdampak pada tingkat ekonomi masyarakat khususnya masyarakat pedesaan. Ritual sebagai perwujudan rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Dalam konteks adat, budaya rasa syukur tidak cukup hanya dengan lisan, namun perlu diwujudkan dalam
Vol. 2 No. 2 Desember 2014 |7 |
bentuk upacara ritual dan kalimat syukur itu diucapkan bersamaan dengan ritual tidak sebanding dengan nilai kepuasan batin yang sulit diukur, nilai negative yang ditimbulkan oleh acara tersebut adalah sebagai sebuah pemborosan yang menyebabkan kemiskinan yang berdampak pada: Timbulnya hutang Hidup dalam pas-pasan tanpa memperhatikan gizi makanan karena sebagian penghasilan disimpan untuk persiapan hajatan Menggadaikan hak miliknya untuk kepentingan ritual Budaya gengsi
rubah bahkan dihilangkan. Untuk itu diperlukan cara untuk meminimalisir kebudayaan yang tidak sesuai serta mencari alternative agar unsure yang tidak sesuai tersebut tidak tetap tumbuh dalam kebudayaan sehingga tidak menyebabkan kemiskinan.
Kesi m pu lan
Direktorat Jenderal Kebudayaan, 1991. Aneka Ragam Khasanah Budaya Nusantara II.Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian,tak ada masyarakat yang tidak mempunyai kebudayaan dan sebaliknya tidak ada kebudayaan tanpa masyarakat sebagai wadah pendukungnya. Segala sesuatu yang terdapat di dalam masyarakat ditentukan oleh adanya kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat. Kebudayaan merupakan perangkat peraturan tentang tingkah laku atau tindakan yang harus dilakukan oleh masyarakat yang hidup didalamnya dalam suatu keadaan tertentu, namun terkadang karena keterikatan ini, timbul adanya suatu ketimpangan. Ketimpangan ini terjadi akibat kebudayaan yang tidak sesuai dimana ketidaksesuaian ini menjadi masalah terutama masalah ekonomi di suatu masyarakat di pedesaan. Dengan kata lain,kebudayaan ini bias disebut sebagai salah satu faktor kemiskinan yang terjadi di suatu masyarakat pedesaan. Masalah seperti ini memang sangat sulit dan membutuhkan waktu untuk mengatasinya. Karena kebudayaan yang telah mengakar pada suatu masyarakat tertentu sulit untuk di|8 | Vol. 2 No. 2 Desember 2014
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2002. Jurnal Antropologi Dan Konsep Kebudayaan. (diunduh 10 November 2014). Dapat diunduh dari (http: //www.papuaweb.org Anonim. 2010. Kemiskinan Budaya.(internet) (diunduh 8 Desember 2014). Dapat diunduh dari: http// www.antara news.com BI, 2008. Objek Wisata di Jawa Timur. Jakarta
Efendi. EH, 2010. Pergeseran fungsi-fungsi Sosial Budaya Kerapan Sapi pada Masyarakat Desa Ranu Bedali, Skripsi. UMM Malang Lason. 2008. Makalah Pengentasan Kemiskinan. (diunduh 10 November 2014). Dapat diunduh dari: http://www.Lasonearth.com Raharjo. 2004. Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian.Yogyakarta (IDJ: Gadjah Mada University Press). Rahmatullah, 2008. Kemiskinan Kultural buah dari Kemiskinan Structural. (diunduh 10 Desember 2011). Dapat diunduh dari: http:www.banten institute. org Ranjabar.J. 2006. Sistem Sosial Budaya Indonesia. Bogor (ID): Ghalia Indonesia Santoso B.I, 2006. Kerapan Sapi Di Pulau Madura Dari Aspek Komunikasi Dan Aspek Local Wisdom Pada Sektor Pertanian: Makalah Sain dan Filsafat.Tidak Di Publikasikan Soekanto S. 2009. Sosiologi Suatu Pengantar Jakarta (ID): Rajawali Pers WWW. Kabarmadura.com,Wisata Madura.html, Wisata Madura Diakses 12 Mei 2011 WWW.Antaranews.com,Kerapan Sapi Madura Selalu Bernuansa Perjudian Diakses 4 Agustus 2011.