Kebijakan Umum menuju Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat dan Wilayah Adatnya di Indonesia SEMINAR NASIONALPENYEMPURNAAN UUPA SEBAGAI PERATURAN POKOK AGRARIA (PERINGATAN 53 TAHUN UUPA), Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, 11 November 2013
Abdon Nababan Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Indigenous Peoples Alliance of the Archipelago Website: www.aman.or.id
-
Kepulauan: 13.466 pulau, hanya 5 pulau besar Populasi: 237,6 juta (BPS, 2010) mega-biodiversity – 47 tipe ekosistim utama mega-cultural diversity – 1128 suku/sub-suku berdasarkan bahasa (BPS, 2010), hanya 14 suku utama dengan populasi lebih dari 1 juta jiwa
Terminologi: - Masyarakat hukum adat (customary law community) – di Ps. I8 B ayat (2) UUD 1945, UUPA 1960, UU HAM, UU Kehutanan 1999, UU PP Lingkungan Hidup 2009, - Masyarakat tradisional (traditional community) – di Ps. 28 I ayat (3) UUD 1945 (Amandemen ke-2 2001 - Orang Asli/penduduk/suku Asli/Masyarakat Hukum Adat – di UU OTSUS Papua 2001 - Masyarakat Adat – di UU Pendidikan Nasional, UU Pengelolaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil 2007 - Suku Terasing yang kemudian berubah menjadi Komunitas Adat Terpencil (KAT) – Kementerian Sosial Kongres Masyarakat Adat Nusantara, 17 Maret 1999 : “Masyarakat Adat adalah komunitas-komunitas yang hidup berdasarkan asal-usul leluhur secara turun temurun di atas suatu wilayah adat, yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial budaya, yang diatur oleh hukum adat dan lembaga adat yang mengelola keberlangsungan kehidupan masyarakatnya.” Referensi utama: Konvensi ILO 169
MASYARAKAT ADAT NUSANTARA: 4 UNSUR PENCIRI UTAMA • Identitas Budaya: bahasa, spritualitas, nilai-nilai, sikap dan perilaku yang membedakan kelompok sosial yang satu dengan yang lain. • Sistem Nilai dan Pengetahuan: (kearifan) tradisional bukan semata-mata untuk dilestarikan, tetapi juga untuk diperkaya/dikembangkan sesuai kebutuhan hidup berkelanjutan. • Wilayah Hidup (wilayah adat, wilayah hak ulayat, ancestral domain) : tanah, hutan, laut dan SDA lainnya bukan semata-mata barang produksi (ekonomi), tetapi juga menyangkut sistem religi dan sosial-budaya. • Aturan-Aturan dan Tata Kepengurusan Hidup Bersama Sosial (Hukum Adat dan Lembaga Adat) : untuk mengatur dan mengurus diri sendiri sebagai suatu kelompok sosial, budaya, ekonomi dan politik
PSDA-BMA yang beragam: R[e]DD) sebagai Kewajiban Adat, Low Carbon sebagai Life-style & Biodiversity sebagai Sistim Pendukung Kehidupan Memiliki motivasi & insentif paling kuat untuk melindungi SDA dan LH dibanding pihak-pihak lain karena terkait langsung dengan keberlanjutan kehidupan masyarakat adat Memiliki pengetahuan adat (tradisional?) untuk melestarikan & memanfaatkan sumberdaya alam secara lestari di wilayah adatnya Memiliki ‘hukum’ adat agraria/SDA untuk ditegakkan Memiliki kelembagaan adat untuk mengurus dan mengatur interaksi harmonis antara masyarakat adat dengan alam sekitarnya Memiliki konsep penguasaan lahan/wilayah adat secara kolektif yang di dalamnya menjaga keseimbangan yang dinamis antara hak individual (terbatas, tidak absolut) sebagai warga dan hak kolektif dan komunal sebagai satu komunitas adat yang otonom/’berdaulat’
Kepastian Hukum atas Wilayah Adat Solusi untuk Masalah utama masyarakat adat saat ini.. Pemiskinan dan kemiskinan yang merajalela di kalangan masyarakat adat - ‘tikus yang mati di lumbung padi’ Pelanggaran HAM Masyarakat Adat di daerah-daerah kaya sumberdaya alam – ‘kriminalisasi: menjadi pencuri harta sendiri’ Kerusakan lingkungan yang semakin meluas dan telah mengancam kapasitas keberlanjutan ekosistem dan penyangga kehidupan masyarakat adat – ‘menjadi korban dari perbuatan orang lain’ Pendatang (pekerja, pengelola perusahaan, pekerja dan pengusaha sektor pendukung industri ekstraktif) menjadi mayoritas dan/atau dominan – ‘menjadi Orang Asing di Tanah Sendiri’
Potret Penguasaan Tanah dan SDA di Wilayah Masyarakat Adat
Penguasaan Hutan Lewat HPH, HTI (IUPHHK-HA, IUPHHK-HT) Ijin Perkebunan lewat Skema HGU (terutama Perkebunan Sawit) Kuasa Pertambangan (KP, KK, KKBB, PKP2B) Kawasan Lindung/Konservasi ( TN, Suaka Margasatwa, Hutan Raya) HP3 (sudah dibatalkan oleh MK melalui JR UU 27/2007, akan diganti jadi IZIN?)
Cerita tentang Pembangunan di Wilayah Adat Lusan di Kecamatan Muara Komam Kab. Paser-kaltim Wilayah Adat Lusan (53.542 Ha)
Konsensi Pertambangan PERUSAHAAN
Luas
PT. RAHAYANA INDONESIA PT. INTEREK SACRA RAYA PT. HAMISAH PT. SATRIA PRATAMA BERLIAN PT. TAMINDO BUMI LESTARI
Hutan Lindung (21.750,933 Ha)
3081,48 6683,06 21997,2 258,9 10158,07
WilayaTersisa (409 Ha)
HPH PERUSAHAAN PT. RIZKI KACIDA REANA PT. TELAGA MAS KALIMANTAN
Luas (Ha) 18043,16 9639,43
HGU PT. Trimadu Murni Asri (3.026 Ha
)
Hasil olahan peta partisipatif dan sumber sekunder lain oleh Riza (JKPP)
Landasan Moral, Politik dan Hukum: Pengakuan Negara (UUD’45 & TAP MPR) & Standar HAM Internasional Keberagaman budaya masyarakat adat diakui dalam motto nasional “Bhinneka Tunggal Ika”. Amandemen ke-2 (1999) UUD 1945: Pasal 18B ayat (2): hak-hak tradisional masyarakat [hukum] adat untuk mengurus dan mengatur masyarakatnya dan mengelola sumberdayanya diakui dan dihormati oleh negara Pasal 28I ayat (3): identitas budaya dan hak-hak tradisional masyarakat [hukum] adat dihormati dan dilindungi oleh negara sebagai hak azasi manusia
TAP MPR RI No. 9/IX/2001 -- prinsip reforma agraria & PSDA: negara mengakui, menghormati dan melindungi hak-hak masyarakat [hukum] adat dalam pengelolaan sumberdaya alam
MASYARAKAT ADAT di PBB: PBB: UN PFII, ILO 169, EMRIP, SP, CERD, Deklarasi Rio dan turunannya (CBD, UNFCCC, dll)
MASYARAKAT ADAT DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA UUPA 5/60, UU PWP-PP 27/2007, UU HAM, dll. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup UU Ratifikasi Protokol Nagoya Kendala pengakuan yang efektif selama ini: - Tidak tersedia mekanisme dan prosedur administrasi atas keberadaan Masyarakat (Hukum) Adat - UU No. 41/1999 tentang Kehutanan terkait dengan status Hutan Adat sebagai Hutan Negara (dibatalkan melalui Putusan MK No. 35/PUU-X/2012)
Reformasi hukum di tingkat nasional: tinggal selangkah lagi…. - RUU disahkan menjadi UU tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat – menyediakan mekanisme dan prosedur pemberian pengakuan dan perlindungan hukum, penyelesaian sengketa dan pemberdayaan - Keputusan JR terhadap UU No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan: Hutan Adat bukan lagi Hutan Negara - RUU Desa berbasis Otonomi Asli - RUU Pertanahan dengan bab khusus tentang administrasi hak masyarakat adat atas tanah adat (wilayah adat?)
Jalan masuk menuju kebijakan transisional: Putusan MK No. 35/PUU-X/2012 tentang Pengujian UU No. 41/1999 ttg Kehutanan • •
Negara telah melakukan pengabaian hak masyarakat adat atas tanah di Kawasan Hutan karena lewat UU 41/1999 telah menempatkan hutan adat sebagai hutan negara HMN tidak boleh mengambil-alih hak menguasai yang sudah melekat pada keberadaan masyarakat adat: – hutan adat bukan hutan negara tetapi masuk kategori hutan hak, – Hutan adat berada dalam wilayah hak ulayat – Kewenangan pemerintah dibatasi di wilayah adat, hanya untuk menjaga fungsi hutan dan peredaran hasil hutan
•
Tantangan pelaksanaan Putusan MK 35: Pasal 67 ayat (3) UU 41 – Perlu ada INPRES untuk menggerakkan Kemenhut, BPN, Kemendagri, BIG dan instansi pemerintah pusat lainnya, dan PEMDA untuk melakukan identifikasi dan inventarisasi keberadaan MA, pemetaan wilayah adat, deliniasi dan demarkasi hutan adat dengan hutan negara – Perlu ada 2 PP: PP tentang pengukuhan keberadaan MHA/MA dan PP tentang Hutan Adat
•
Kebijakan transisional: INPRES untuk Pendataan dan Pendaftaran (Klaim) Wilayah Adat
RUU PPHMA (versi inisiatif DPR RI) • Definisi/kriteria – kriteria utamanya: wilayah adat! • Adminsitrasi keberadaan masyarakat adat • Mekanisme pengakuan hukum atas keberadaan masyarakat adat • Sistim perlindungan hukum terhadap masyarakat adat dan hak-hak kolektifnya • Partisipasi masyarakat adat di dalam politik dan di dalam pembangunan yang terkait dengan wilayah adat mereka • Pemberdayaan masyarakat adat untuk mampu mengelola hak-haknya sesuai dengan tujuan hidup bersama sebagai bagian dari bangsa Indonesia
Kenapa Masyarakat Adat harus memetakan dan meregistrasi wilayah adatnya? • •
• • • •
Alat/media identifikasi diri sebagai komunitas adat (unit sosial pemegang hak-hak kolektif secara adat) Sistim warisan yang dianut oleh masyarakat adat nusantara kebanyakan dilakukan dengan budaya tutur dan lisan. Sehingga dalam era dunia modern diperlukan sebuah upaya untuk fasilitasi bagaimana memindahkan informasi keruangan/wilayah adat dalam sistim pengetahuan asli ke dalam peta. Saat ini masyarakat adat harus banyak melakukan negosiasi dan loby baik internal maupun dengan pihak luar untuk memperjuangkan pengakuan dan perlindungan hukum terhadap wilayah adatnya. Banyaknya konflik dan tumpang tindih kepentingan keruangan yang masuk ke wilayah adat. Pemetaan partisipatif wilayah adat sudah berkembang di Indonesia sejak akhir 1995 Belum ada skema kebijakan dari Pemerintah Indonesia dalam menyediakan data dan informasi tentang masyarakat adat yang utuh untuk menjalankan amanat konstitusi (UUD 1945 Psl. 18B, 28I), UUPA No. 5/1960, TAP MPR RI No. IX Tahun 2001 Psl. 4, Putusan MK No. 35/PUUX/2012 (dibacakan 16 Mei 2013)
Prinsip-Prinsip Pemetaan dan Registrasi Wilayah Adat • Pemetaan dilakukan atas dasar kebutuhan dari masyarakat adat sebagai alat pendukung untuk meraih pengakuan hukum, penataan fungsi (zonasi) dan basis perencanan pengelolaan wilayah adat. • Pemetaan wilayah adat harus memperhatikan kesatuan politik (otoritas masyasyarakat adat terhadap ruang hidup), ekologi, budaya, yang dilakukan secara bertahap dan mudah dipahami. • Pemetaan digunakan untuk perencanaan dan pemberdayaan kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan politik serta lingkungan masyarakat adat
Prakarsa AMAN membantu Pemerintah: Skema Identifikasi MA dan Pemetaan di Wilayah Adat PROFIL MASYARAKAT ADAT
No
SOCIAL & SPATIAL MAPPING
PEMETAAN PARTISIPATIF PUSAT INFORMASI MASYARAKAT ADAT
Yes UPDATE PEMETAAN PARTISIPATIF
PERENCANAAN PARTISIPATIF WILAYAH ADAT
PENGUATAN KOMUNITAS ADAT & KELEMBAGAAN (Pemetaan, Perencanaan, Organisasi, Isu Perubahan Iklim dan Negosiasi)
ANALISIS DATA Kebijakan tata ruang, Industri ekstraktif (kehutanan, tambang, perkebunan)
KEUTUHAN WILAYAH ADAT
REKOGNISI TATA RUANG MA RENCANA AKSI PENGELOLAAN WILAYAH ADAT termasuk ANTISIPASI MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM, dll
ADVOKASI, KAMPANYE
KETERANGAN : PERENCANAAN PARTISIPATIF WILAYAH ADAT MENGHASILKAN : - Rencana Pengelolaan Ruang - Rencana Pengembangan Sumber Daya Ekonomi
PENGUATAN KOMUNITAS ADAT & KELEMBAGAAN -Pelatihan Fasilitator Inti (teknis dan tenurial) -Pembentukan UKP3 -Pelatihan Fasilitator simpul -Pemetaan Wilayah
-Penulisan Profil MA -Pelatihan Fasilitator Perencanaan partisipatif -Pembuatan peta Perencanaan partisipatif -Monitoring dan Asistensi -Pelatihan Negosiasi -Pelatihan Pengelolaan Data dan Informasi -Pembentukan Pusat Informasi MA
Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA):
Skema Registrasi Wilayah Adat
VERIFIKASI VALIDASI PUBLIKASI
DATA
Landasan Operasional: • Kemitraan dengan Pemerintah dan Lembaga Negara: MoU AMAN-Komnas HAM RI (2007), MoU AMAN-KLH (2009), MoU AMAN-BPN (2011) • Turunan UU PPLH No. 32/2009: KLHS, pedoman identifikasi dan inventarisasi Masyarakat Adat dan kearifan lokal • Kementerian Kehutanan: Peta Jalan Reformasi Penguasaan Tenurial di Kawasan Hutan • Stranas REDD+ • One map policy: sudah dimulai dengan PIPIB • UU Ratifikasi Protokol Nagoya • Putusan MK No. 35/PUU-X/2012
Perkembangan Terkini • Pemetaan partisipatif wilayah adat: 3,4 juta Ha – 425 wilayah adat: rata-rata 10.100 Ha/wilayah adat – Tumpang tindih peta wilayah adat dengan kawasan hutan: 2,6 juta Ha (76,5%)
• Regitrasi peta indikatif wilayah adat anggota AMAN di BRWA: 3,29 juta Ha • Total peta wilayah adat: 6,69 juta Ha • Pengintegrasian peta wilayah adat dalam One Map Indonesia: 2,4 juta HA sudah masuk di Badan Informasi Geospasial (BIG) • RAKERNAS 2013: percepatan pemetaan wilayah adat sampai 2022 – 40 juta HA
Penyempurnaan UUPA No. 5/1960 • UUPA memberikan landasan hukum terhadap hak ulayat atau hak lainnya yang sejenis (hak atas wilayah adat) – tidak ada pengaturan lebih lanjut tentang prosedur dan mekanisme pendaftaran serta administrasinya • UUPA mengakui keberadaan masyarakat adat “sepanjang masih hidup” dengan persyaratan yang ketat – tidak ada pengaturan lebih lanjut bagaimana dan oleh siapa yang menentukan suatu masyarakat adat “masih hidup” dan telah memenuhi semua kriteria yang disyaratkan • UUPA tidak memberi penegasan antara HMN dengan hak masyarakat adat atas wilayah (ulayat) adatnya.
Terimakasih