KEANEKARAGAMAN VEGETASI DI SEKITAR PERAIRAN DAN HUBUNGANYA DENGAN PARAMETER FISIKA-KIMIA PERAIRAN WADUK KRENCENG, CILEGON Muhlisin, Mufti P. Patria, Soetikno Wirjoatmodjo Program Studi Biologi, Program Pascasaarjana Universitas Indonesai Email:
[email protected] ABSTRAK Telah dilakukan survey terhadap tumbuhan darat di sekitar perairan Waduk Krenceng periode Maret 2012—Mei 2013. Data vegetasi darat sekitar perairan diperoleh dengan metode jalur berpetak dari 6 Stasiun sepanjang 200 m, setiap Stasiun ditentukan dua tempat yang berbeda yang mewakili daratan dan seberang daratan. Tumbuhan yang ditemukan umumnya pepohonan yang sengaja ditanam penduduk baik untuk penghijaun maupun sebagai tanaman kebun yang terdiri dari dari 12 famili, 15 genus, dan 15 spesies. Lima famili dominan yang hampir ada pada setiap Stasiun adalah Musaceae, Anacardiaceae, Bombacaceae, Palmae dan Mimosaceae. Kerapatan vegetasi tiang/pohon berkisar 0,1—10 ind/ha, pancang/semai 0.0—4,05 dan semak 0.0—19,57 ind/ha. Indeks diversitas vegetasi di sekitar perairan berkisar 0,35—2,61. Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa vegetasi di sekitar perairan baik tingkat tiang/pohon, pancang/semai maupun semak mempengaruhi parameter fisika-kimia perairan yang tergantung kemampuan vegetasi dalam mengendalikan erosi tanah. Kata Kunci: Keanekaragaman; komunitas; kualitas air; managemen perairan; vegetasi.
VEGETATION DIVERSITY AROUND WATER ECOLOGY AND IT’S CORRELATION TO PHYSICAL-CHEMICAL PARAMETERS OF RESERVOIR OF KRENCENG, CILEGON A survey of terestrial plants around the Krenceng reservoir has conducted the period March 2012 to May 2013. Data terrestrial vegetation around water obtained by the method of 6 Stations terraced path along 200 m, each station is determined two different places which represent the land and across the mainland. Plants were found generally trees are deliberately planted for reforestation and the population either as a garden plant comprising of 12 families, 15 genera and 15 species. Five dominant families are almost at every station is Musaceae, Anacardiaceae, Bombacaceae, Palmae and Mimosaceae. Vegetation density pole / tree ranges from 0.1-10 ind / ha, saplings / seedlings and shrubs 0.0-19,57 0.0-4,05 ind / ha. Vegetation diversity index in waters ranging from 0.35 to 2.61. Based on Pearson correlation test results showed that the vegetation around the waters of both poles / trees, saplings / seedlings and shrubs affect the physico-chemical parameters of waters depending on the ability of vegetation to control soil erosion.
Keywords: Diversity; community; water quality; water management; vegetation. karbon, nitrogen, fosfor, dan unsur lainnya.. Dengan demikian, tumbuhan dapat mempengaruhi faktor abiotik dalam ekosistem, seperti kondisi air, tanah, dan udara. Siklus biogeokimia dapat dipengaruhi oleh keanekaragaman tumbuhan, demikian pula sebaliknya
PENDAHULUAN Vegetasi berperan penting dalam suatu ekosistem. Tumbuhan berperan sebagai produsen yang dapat mensintesis zat organik melalui proses fotosintesis. Disamping itu, tumbuhan berperan juga dalam siklus biogeokimia, seperti siklus 1
keanekaragaman tumbuhan dipengaruhi oleh siklus biogeokimia (Vitousek & Hooper 1994). Tumbuhan yang memiliki keanekaragaman tinggi akan memberikan manfaat yang besar bagi tanah. Dekomposisi serasah mengasilkan zat-zat organik yang penting bagi makhluk hidup yang ada, dan memberikan kemungkinan berlangsungnya siklus materi yang dapat memperkaya unsur-unsur hara tanah. Waduk sebagai ekosistem perairan tawar buatan perlu dijaga kelestariannya agar dapat memenuhi fungsinya sebagai habitat hewan dan tumbuhan, serta dapat melakukan fungsi dalam memenuhi kesejahteraan manusia. Kualitas suatu perairan tidak hanya ditentukan oleh struktur, konfigurasi, geomorfologi, dan karakteristik ekosistem, tetapi juga ditentukan oleh tata guna lahan dan aliran air permukaan. (Nakasone dkk. 1994). Berarti, kondisi perairan tidak hanya dipengaruhi oleh faktor biotik dan abiotik yang ada di dalamnya (autochtonous) tetapi juga dipengaruhi oleh faktor bioatik dan abiotik dari luar perairan (allochtonous). Konsentrasi nitrogen dan fofsor suatu perairan sangat tergantung pada kondisi di sekitar perairan, yang dapat berupa lahan pertanian, hutan, kebun, maupun lahan kosong. Nutrien dari daratan sekitar perairan yang ditumbuhi vegetasi dapat terhanyut ke perairan melalui tiga cara, yaitu: melalui penyimpanan dalam tanah yang tak efisien, erosi permukaan tanah oleh pergerakan partikel tanah dalam sistem drainase subsoil dan melalui saluran air yang melakukan pencucian terhadap nutrien tumbuhan yang terlarut. Penghanyutan nutrien ke perairan antara yang satu dengan yang lainnya berbeda. Sebagai contoh, pemasukan nitrogen dalam perairan hampir mencapai 71% , sedangkan fosfor hanya 6% saja (Mason 1983). Tumbuhan yang ada di sekitar perairan berperan penting dalam menentukan kualitas air. Akar tumbuhan
mempunyai kemampuan yang berbeda dalam menyerap unsur hara yang ada dalam tanah maupun kemampuan dalam mengikat nitrogen. Kemampuan tumbuhan dalam menambat unsur nitrogen dan memanfaatkan unsur fosfor adalah penting untuk mereduksi masukan nutrien ke dalam perairan. Struktur akar berperan dalam mengurangi erosi tanah, yang berarti mengurangi terjadinya sedimentasi, dan pengikisan zat organik yang ada dalam tanah. Kanopi tumbuhan juga dapat mengurangi kekuatan curahan air hujan sampai ke tanah. Demikian pula ukuran daun, daun tumbuhan jati (Tectona grandis) misalnya dapat menghasilkan energi kinetik tetesan air hujan sembilan kali lebih besar daripada daun pinus (Pinus caribaea) (Calder 1981) yang berarti potensi terhadap terjadinya erosi tanah yang ditanami jatilebih besar dibandingkan tanah yang ditanami pinus. Secara visual, vegetasi memberikan nilai estetika yang tinggi dan dapat memberikan kesejukan karena dapat meningkatkan kadar oksigen di udara, sehingga vegetasi darat tepi perairan waduk dapat pula berperan sebagai hutan yang berfungsi mengendalikan, menyediakan air tanah, dan pengendalian erosi; mengurangi polusi udara, air, dan suara; dan sebagai habitat bagi satwa yang ada di dalamnya (Zoer’aini 1997). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran menganai kenekaragaman tumbuhan darat di sekitar perairan, dan peranannya dalam menentukan kondisi fisika dan kimia perairan Waduk Krenceng. Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi perencanaan pengelolaan waduk yang berwawasan lingkungan. BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di perairan dan daratan sekitar perairan Waduk Krenceng, Cilegon-Banten pada bulan November 2002—Mei 2013. Data penelitian diambil melalui tiga tahap. Tahap pertama, pengambilan data fisika
kima perairan yang dilakukan pada bulan kering (November 2012), tahap kedua pengambilan data fisika kima perairan pada bulan basah (Maret 2013). Tahap Ketiga, pengambilan data vegetasi yang dilakukan pada bulan Mei 2013. Sampel ditentukan dengan purposive sampling berdasarkan letak geografis wilayah, kondisi morfometrik waduk, dan keberadaan tumbuhan. Berdasarkan teknik sampling tersebut, ditentukan enam stasiun pengambilan sampel (Gambar II.1), yaitu: Stasiun 1: Perairan yang berada di antara pulau seberang yang digunakan untuk tegalan, inlet Kali Krenceng dan tepi daratan yang digunakan untuk tegalan, sawah dan hutan Akasia dengan jarak dari pemukiman 200 m. Stasiun 2, Perairan yang berada diantara pulau seberang yang digunakan untuk tegalan dan tepi daratan untuk tegalan dan hutan akasia tetapi jarak dari pemukiman 800 m. Stasiun 3, Perairan yang berada diantara pulau seberang lahan tegalan, tepi daratan lahan tegalan dan pepohonan penghijauan yang berjarak 100 m dari pemukiman dan inlet dari aliran Sungai Cidanau. Stasiun 4, Perairan yang dibatasi dengan spil way bendungan, dan bendungan sebagai akses jalan kendaraan dan rekreasi. Stasiun 5, Perairan yang masih dibatasi dengan bendungan dan akses jalan dengan jarak dari pemukiman 30 m. Stasiun 6, Perairan diantara pulau sebrang daerah pertanian, pemukiman penduduk yang berjarak 50 m.
Pengukuran Parameter Fisika Kimia Perairan Parameter fisika kimia ada yang diukur secara langsung (in situ) ada pula yang diukur di laboratorium (ex situ). Parameter fisika kimia perairan yang diukur secara in situ adalah kecerahan air (sechi disk, cm), suhu air (termometer Hg, o C), DO (Titrasi, mg/l), dan pH (pH meter). Sedangkan yang diukur secara ex situ di laboratorium Quality Control PT. KTI adalah: BOD5 (mg/l), COD (mg/l), total materi organik (titrasi, mg/l), nitrat (NO3) (spektrofotometer) dan Klorofil a (mg/l) diuji di laboratorium Puslitbang Limnologi Cibinong Bogor. Pengambilan sample dilakukan dengan menggunakan Kemmerer Botle Sampler. Sampel yang diambil pada setiap stasiun sebanyak tiga kali pengulangan, di permukaan, tengah, dan dalam pada titik yang berbeda. Pengumpulan Data Keanekaragaman Tumbuhan Analisis vegetasi dilakukan dengan menggunakan metode jalur berpetak (Suin 1999) Garis transek di tarik dari tepi perairan ke darat sejauh 200 m. Kemudian dibuat petak dengan ukuran 20 x 20 m untuk menganalisis vegetasi tingkat tiang ( = 10—35 cm) dan pohon ( > 35 cm), petak dengan ukuran 10 x 10 m untuk mengamati vegetasi tingkat pancang (anakan pohon dengan tinggi > 1,5 m) sampai pohon muda yang berdiameter 10 cm), dan petak dengan ukuran 5 x 5 m untuk mengamati tumbuhan semak. Petak dibuat sebanyak 10 kali sampai jarak 200 m, sehingga didapatkan 10 plot pengamatan.
Data tumbuhan yang dicatat meliputi: spesies tumbuhan yang diidentifikasi menggunakan buku Voogd 1950 & Backer dkk. 1963, tinggi bebas cabang, tinggi tajuk, diameter batang, dan diameter tajuk. Berdasarkan data tersebut dapat dihitung besaranbesaran kerapatan, kerapatan relatif, dominansi, dominansi relatif, frekuensi, frekuensi relatif, dan indeks nilai penting, dengan rumus sebagai berikut ( Abdulhadi dkk, 1992). Indeks Keanekaragaman dihitung dengan menggunakan rumus Shanon-Weiner: H’ = pi.ln.pi (Krebs 1989). Untuk mengetahui gambaran horizontal komunitas tumbuhan digunakan analisis profil vegetasi. Hubungan parameter fisika dan kimia perairan dengan jumlah spesies, kelimpahan, keanekaragaman, dan diuji dengan korelasi Pearson menggunakan perangkat lunak SPSS10.0 for Windows
Tabel 1: Famili Tiang/pohon yang Dijumpai di Darat Tepi Perairan Waduk Krenceng Jumlah Jumlah Jumlah Genus Spesies Tiang/pohon 1 Musaceae 1 1 32 2 Anacardiaceae 2 2 13 3 Bombacaceae 1 1 8 4 Palmae 1 1 36 5 Mimosaceae 2 2 54 6 Moraceae 1 1 2 7 Verbenaceae 2 2 14 8 Papilionaceae 2 1 9 9 Tiliaceae 1 1 6 10 Araliaceae 1 1 3 11 Euphorbiaceae 1 1 2 12 Sapindaceae 1 1 1 15 15 180 Keterangan: FIV = Family important Value (Nilai penting famili) No.
Famili
FIV (%) 112.02 88.25 67.82 64.80 53.71 28.6 24.10 21.14 20.56 7.13 5.66 2.40 496.19
Tabel 2: Rekapitulasi Jumlah Famili, Genus, Spesies dan Indeks Diversitas Vegetasi Sekitar Perairan Waduk Krenceng KLP
STASIUN
1
2
3
4
5
6
Tiang/pohon Pancang Semak Tiang/pohon Pancang/semai Semak Tiang/pohon Pancang/ Semak Tiang/pohon Pancang/semai Semak Tiang/pohon Pancang/semai Semak Tiang/pohon Pancang/semai Semak
HASIL Komposisi Floristik Tumbuhan dengan diameter batang 10 cm atau lebih (tiang/pohon) yang dijumpai di daratan tepi perairan Waduk
FAMI LIA
GENUS
SPESIES
11 20 20 9 8 9 9 10 12 0 0 5 2 1 6 4 8 15
12 15 29 10 8 14 9 10 12 0 4 6 2 1 8 4 8 21
12 16 30 10 10 14 9 11 12 0 0 6 2 1 8 4 8 22
H’
2,61
1,16
2,26
0,35
0,29
2,47
Krenceng terdiri dari 12 famili, 15 genus, dan 15 spesies (Tabel 1). Lima famili dominan yang hampir ada pada setiap Stasiun adalah Musaceae, Anacardiaceae, Bombacaceae, Palmae dan Mimosaceae. Musaceae diwakili oleh tanaman pisang (Musa paradisiaca L.), Anacardiaceae
diwakili oleh mangga (Mangifera indica L.) dan jambu mede (Anacardium oxidentale L.). Bombacaceae diwakili oleh pohon Randu (Ceiba petandara (L). Gaertn.), Palmae diwakili oleh pohon kelapa (Cocos nucifera L.), dan Mimosaceae diwakili oleh pohon akasia (Acasia auriculiformis A. Cun). Umumnya pohon yang mendominasi daratan tepi perairan adalah tumbuhan introduksi yang sengaja ditanam oleh penduduk sekitar perairan dan pengelola Waduk. Pisang, mangga, jambu mede, dan kelapa dan randu merupakan tumbuhan perkebunan, sedangkan akasia merupakan tanaman penghijauan, Vegetasi darat di sekitar perairan untuk tingkat pancang/semai yang paling dominan adalah famili Musaceae, Euphorbiaceae, dan Mimosaceae. Ketiganya merupakan tumbuhan yang sengaja ditanam, pisang dan singkong merupakan tanaman kebun dan akasia merupakan tanaman penghijauan. Vegetasi semak didominiasi oleh famili Graminae, Compositae, dan Euphorbiaceae. Tumbuhan ini umumnya merupakan tumbuhan liar. Stasiun 1 Kapudenok Daratan merupakan Stasiun dengan jumlah famili, genus, dan spesies tiang/pohon terbanyak. Sebaliknya, Stasiun yang tidak dijumpai tiang/pohon dan pancang/semai adalah Stasiun 1 Kapudenok Seberang, Stasiun 4 Bendungan Krenceng dan Masigit, Stasiun 5 Kubang Sepat seberang, dan Stasiun 6 Rawa Gondang Seberang (Tabel .2). Diameter tiang/pohon berkisar 10— 60 cm, dengan rata-rata 18 cm. Pohon yang berdiameter terbesar adalah Ceiba pentandra ( = 60 cm) yang ditemukan di Stasiun 6 Rawa Gondang. Tinggi tiang/pohon berkisar 1—22m, dengan tinggi rata-rata 7,9 m. Pohon yang tertinggi adalah ki hujan (Samanea saman (Jacq.) Marr.) yang dijumpai di Stasiun 1 Kapudenok.
Struktur Vegetasi Komuniitas tumbuhan daratan tepi perairan Waduk Krenceng tersusun oleh berbagai spesies tumbuhan. Umumnya tumbuhan yang dijumpai merupakan tumbuhan yang sengaja ditanam oleh penduduk (introduksi), dapat berupa tumbuhan ladang, sawah, kebun, dan tumbuhan penghijauan. Walaupun demikian, masih dapat ditemukan tumbuhan liar yang bukan merupakan introduksi. Lapisan paling atas dalam komunitas tiang/pohon di daratan tepi perairan Waduk Krenceng didominasi oleh beberapa tiang/pohon yang tinggi bebas cabangnya berkisar 6—15 m. Spesiesspesies tiang/pohon tersebut adalah Acasia auriculiformis A. Cun, Vitex pubescen Vahl., Tamarindus indica (L)., Ceiba petandra (L.) Gaerth. Cocos nucifera (L.) dan Samanea saman.(Jcq) Marr. Lapisan kedua ditempati oleh tanaman yang berdiameter kurang dari 10 cm dbh yang didominasi oleh: Manihot esculenta Crantz., Musa paradisiaca, Acasia auriculiformis, dan Leucena glauca Lmk. Lapisan ketiga, yaitu lahan-lahan kosong atau lahan persawahan, dan ladang. Lahan kosong didominasi oleh tumbuhan semak yaitu: Imperata cylindrica (L,), Sinedrella nudiflora, Ipomea reptans (L.), Mimosa pudica, Ageratum conyzoides, dan Trydax procumben. Tumbuhan yang biasa ditanam di ladang yaitu: Arachis hypogea, Ipomea batatas (L.) L., Musa paradisiaca, dan Manihot esculenta. Kerapatan Spesies Kerapatan spesies tumbuhan tingkat tiang/pohon berkisar 0,1—10 ind/ha. Tumbuhan yang memiliiki kerapatan tertinggi adalah kelapa (Cocos nucifera) yang mencapai 10 individu tiap hektarnya. Tumbuhan lain yang kerapatannya tinggi adalah akasia (Acasia auriculiformis) yaitu 9 ind/ha, pisang (Musa paradisiaca) yang mencapai 5,6 ind/ha.
Kerapatan spesies tertinggi pada tiap-tiap Stasiun adalah: Stasiun 1 Cocos nucifera = 10 ind/ha; Stasiun 2 adalah Acasia auriculiformis (9 ind/ha); Stasiun 3 daratan adalah Musa paradisiaca (5,6 ind/ha); Stasiun 4 tidak dijumpai tiang/pohon; Stasiun 5 adalah Musa paradisiaca (2,4 ind/ha); dan Stasiun 6 adalah Ceiba pentandra (1,6 ind/ha). Kerapatan spesies untuk pancang/semai berkisar 0.0—4,05 ind/ha. Kerapatan tertinggi adalah Singkong di Stasiun 1 (4,05) Sementara itu, kerapatan spesies untuk semak berkisar 0.0—19,57. Kerapatan tertinggi adalah tumbuhan kacang tanah (19,57) di Stasiun 3. Stasiun 1 memiliki kerapatan vegetasi pohon tertinggi dan Stasiun 6 terendah. Vegetasi tingkat pancang/semai kerapatan tertinggi dan terendah berturutturut terdapat di Stasiun 1 dab 5. Sementara itu, pada vegetasi tingkat semak, kerapatan tertinggi terdapat di Stasiun 3 dan terendah di Stasiun 6 (Gambar 1.).
Gambar 2. Dominasi spesies tumbuhan sekitar perairan Waduk Krenceng Musa paradisiaca (7,96 m3/Ha) dan Anacardium oxidentale, Stasiun 4 tidak ada yang mendominasi, Stasiun 5 didominasi oleh Mangifera indica (1,47 m3/Ha), dan Stasiun 6 oleh Ceiba pentandra (5,05 m3/Ha). (Gambar II.4) Indeks Nilai Penting Indeks Nilai Penting vegetasi tingkat tiang/pohon, pancang/semai, dan semak dapat di lihat pada Gambar 3.. Indeks nilai penting tiang/pohon berkisar 1,47—147,9. INP terbesar dimiliki oleh Musa paradisiaca di Stasiun 5 daratan dan INP terkecil adalah Nephelium sp. di Stasiun 1. INP terbesar di masing-masing Stasiun adalah: Stasiun 1 Cocos nucifera (106,22); Stasiun 2 Acasia auriculiformis (153,25) dan Musa paradisiacaa (184,36); Stasiun 5 Musa paradisiaca (147,9); dan Stasiun 6 Ceiba pentandra (120,35). 250 250
Gambar 1. Kerapatan vegetasi di sekitar periaran Waduk Krenceng INP INP
200 200
Dominasi Spesies Dominasi spesies tiang/pohon berkisar 0.09—18,03 m2/ha. Tumbuhan tingkat tiang dan tiang/pohon dengan dominasi tertinggi (18,03 m3/ha) adalah Cocos nucifera di Stasiun 1. Setiap Stasiun didominasi oleh tumbuhan yang berbeda. Stasiun 1 dan 2 didominasi oleh Cocos nucifera, Stasiun 3 didominasi oleh
150 150 100 100 5050 00
11
22
Pohon/Tiang Pohon/Tiang
33
Pancang/Semai Pancang/Semai
44
55
Semak Semak
66 Stasiun Stasiun
Gambar 3. Indeks Nilai Penting vegetasi sekitar perairan Waduk Krenceng
Tumbuhan pancang/semai memiliki indeks nilai penting yang berkisar 0,0— 200. Di Stasiun 1 dan 2, nilai INP tertinggi adalah singkong (119,12 dan 199,35), Stasiun 3, 5 dan 6, INP tertinggi adalah pisang (94,12, 200, 90,91), kecuali Stasiun 4 tidak ditemukan tumbuhan tingkat pancang/semai Nilai INP semai/semak berkisar 0,39—188,68. Ilalang (Imperata cylindrica) memiliki INP tertinggi terutama di Stasiun 4. INP tertinggi setiap tasiun adalah: Stasiun 1, 4, dan 5 Imperata cylindrica (83,16, 188,68, dan 174,42); Stasiun 2 Ipomea reptans (74,02); Stasiun 3 Arachis hypogea (96,61; dan Stasiun 6 Trydax procumben (67,42). Keanekaragaman Spesies Keanekaragaman spesies tumbuhan darat tepi perairan waduk Krenceng berkisar 0,35—2,61. Terendah pada di Stasiun 4 dan tertinggi di Stasiun 1 (Gambar 4). Jumlah spesies yang ditemukan juga menunjukkan hal yang sama, tertinggi di Stasiun 1 (41 spesies) dan terendah di Stasiun 4 (3 spesies). Keanekaragaman tumbuhan tingkat tiang/pohon adalah 0—2,12, tingkat pancang/semai 0—1,07; dan tingkat semak 0—2,23.
Gambar 4. Indeks diversitas vegetasi darat sekitar perairan Waduk Krenceng Diagram Profil Profil tajuk vegetasi daratan tepi perairan Waduk Krenceng yang digambar tampak samping dan tampak atas secara umum menunjukkan bahwa kepadatan
tiang/pohon dan tiang cukup rendah (lihat Lampiran II.7). Stasiun 1 dan 2 Daratan merupakan tempat dengan vegetasi yang paling padat dibandingkan dengan Stasiun lainnya, sedangkan di seberang sangat rendah bahkan di Stasiun 1 tidak dijumpai tiang/pohon. Walaupun demikian, di Daratan masih banyak dijumpai rumpang yang mencapai lebih dari 30%. Pada bagian rumpang umumnya diisi oleh tanaman kebun, seperti: Manihot esculenta dan Arachis hypogea, kecuali di Stasiun 1 plot 8 yang ditumbuhi tumbuhan semak yang lebat. Hubungan Vegetasi di Sekitar Perairan dengan Parameter Fisika-Kimia Perairan Parameter fisika kiia periran yang diujikorelasi adalah kekeruhan, kecerahan, total padatan terlarut (TDS), pH, total fosfat, nitrat (NO3), total materi organik (TOM), dan klorofil a. Kekeruhan air waduk berkorelasi positif dengan kelimpahan vegetasi tingkat pancang/semai (r= 0,850; p< 0,05), dan kerapatan famili Mimosaceae pada tingkat pancang/semai (r= 0,863; p< 0,05). Sementara itu, kecerahan berkorelasi negatif terhadap kerapatan famili Mimosaceae (r = -0,953; p< 0,05), dan Palmae (r = -0,830; p< 0,05), pada tingkat tiang/pohon. Total padatan terlarut (TDS) perairan berkorelasi positif dengan indeks keanekaragaman vegetasi di sekitar perairan (r = 0,867; r< 0,05) dan kerapatan famili Palmae pada tingkat pancang/semai (r = 0,928; p< 0,01) Derajat keasasaman (pH) perairan berkorelasi negatif dengan kelimpahan vegetasi semak (r = -0,901; p< 0,05), kerapatan famili Bombacaceae pada tingkat pancangh/semai (r = -0,818; p< 0,05), dan kerapatan famili Papilionaceae pada tingkat semak (r = 0,895; p< 0,05),. Total fosfat perairan berkorelasi positif dengan vegetasi tingkat tiang/pohon (r = 0,816; p<0,05); berkorelasi positif jumlah spesies tumbuhan (r = 0,836; p<
0,05); berkorelasi positif dengan kerapatan tiang/pohon dari famili Araliaceae (r = 0,833; p< 0,05), famili Euphorbiaceae (r = 0,833; p< 0,05), famili Papilionaceae (r = 0,817; p< 0,05), dan famili Sapindaceae (r = 0,833; p< 0,05); dan berkorelasi positif kerapatan vegetasi tingkat semak dari famili Tiliacsae (r= 0,833; p< 0,05), tetapi berkorelasi negatif terhadap vegetasi tingkat pancang/seami dari famili Myrtaceae (r = 0,833; p< 0,05). Total materi organik perairan berkorelasi positif dengan keanekaragaman vegetasi di sekitar perairan (r = 0,910; p< 0,05). Sementara itu, kandungan klorofil a berkorelasi negatif dengan tumbuhan semak (r = - 0,925; p<0,01); berkorelasi negatif vegetasi tingkat pancang/semai dari famili Bombacaceae (r= -0,826; p< 0,05); dan berkorelasi negatif vegetasi tingkat semak dari famili Euphorbiaceae (r = -0,886; p< 0,05), famili Papilionaceae (r = -0,883; p< 0,05), dan famili Anonaceae (r = -0,872; p< 0,05). Kandungan nitrat (NO3) perairan berkorelasi positif dengan vegetasi tiang/pohon dari famili Musaceae (r = 0,864; p< 0,05) dan famili Tiliaceae (r = 0,954; p< 0,05); berkorelasi posititf dengan vegetasi pancang/semai dari famili Verbenaceae (r = 0,944; p< 0,0), famili Bombacaceae (r = 0,949; p< 0,01), dan famili Tiliaceae (r = 0,923; p< 0,05); serta berkorelasi positif dengan vegetasi semak dai famili Euphorbiaceae (r = 0,833; p< 0,05), dan famili Papilionaceae (r = 0,880; p< 0,05), PEMBAHASAN Komposisi Floristik Tumbuhan tingkat tiang/pohon yang umum ditemukan di setiap Stasiun merupakan tanaman yang biasa ditanam oleh penduduk untuk diambil manfaatnya, seperti tanaman buah-buahan, tanaman perkebunan, dan tanaman penghijauan. Namun, jumlah spesies buah-buahan yang ditemukan hanya sedikit seperti: mangga (Mangifera indica), jambu mede (Anacardium oxidentale), duwet (Syzigium
cummini), jambu biji (Psidium guajava), nangka (Artocarpus integra), pepaya (Carica papaya), dan pisang (Musa paradisiaca). Kecuali di Stasiun 4 dan 5, tanaman buah yang umum ditemukan di setiap Stasiun adalah pisang (Musa paradisiaca). Hal ini dapat dipahami karena jenis tanaman pisang tidak membutuhkan persyaratan tanam yang rumit dibandingkan buah-buahan lainnya, dan yang paling penting cepat menghasilkan buah. Tanaman perkebunan yang banyak dijumpai di sekitar perairan waduk Krenceng adalah: kelapa (Cocos nucifera), randu (Ceiba pentandra), asem (Tamarindus indica), dan jati (Tectona grandis). Kelapa merupakan tanaman yang paling banyak ditemukan dan sengaja ditanam oleh penduduk, walaupun tidak merata pada setiap Stasiun. Lahan tempat tanaman tersebut berada merupakan tanah perusahaan/pengelola waduk, sehingga penduduk kurang leluasa untuk menanami tanaman perkebunan yang bermanfaat, karena biasanya akan menjadi seperti milik umum. Penduduk enggan menanam tanaman yang bermanfaat dan tumbuhan yang lambat berproduksi akibatnya kerapatan tumbuhan perkebunan yang dapat diambil manfaatnya secara langsung biasanya rendah. Tumbuhan semak yang paling umum ditemukan adalah dari famili Compositae, Gramiane, dan Euphorbiaceae. Compositae merupakan famili tumbuhan yang memiliki spesies yang besar, selain Graminae. Disamping, itu tidak membutuhkan persyaratan tumbuh yang rumit, dapat dengan mudah melangsungkan perkembangbiakan vegetatif, dan pemencaran bijinya yang luas dengan bantuan angin maupun air. Sementara Euphorbiaceae yang didominasi oleh singkong dapat dipahami dengan baik, mengapa sangat umum ditemukan Hal ini dapat dijelaskan bahwa singkong merupakan tanaman yang sengaja ditanam penduduk untuk diambil umbinya.
Stasiun 1 merupakan tempat banyak ditemukan banyak spesies dibandingkan Stasiun lainnya. Hal yang paling mungkin dapat dijelaskan adalah: 1) Stasiun 1 tanah cadas lebih sedikit dibandingkan Stasiun lainnya sehingga relatif lebih subur; 2) kemiringan yang berkisar antara 15%— 30% menurut Rukmana (1995) dapat dikatagorikan sebagai Tanah kelas IV, yaitu tanah dengan lapisan tanah agak dangkal, drainase jelek, dan untuk digunakan sebagai lahan pertanian memerlukan penanganan khusus seperti pembuatan teras. Akibatnya penduduk enggan menggunakan sebagai lahan pertanian terutama di daratan seberang dan di tepian daratan. Mereka lebih menyukai membuka lahan pertanian di ‘muara’ inlet sungai Tamiang. Berarti, lebih banyak tumbuhan liar daripada tanaman pertanian sehingga komposisi spesies juga lebih tinggi. Struktur Vegetasi Komunitas vegetasi di sekitar perairan Waduk Krenceng terdiri dari komunitas sawah, ladang, semak dan hutan. Tetapi masing-masing komunitas tersebut tidak berdiri sendiri tetapi merupakan komunitas campuran. Komunitas hutan yang ada di sekitar perairan Waduk Krenceng ini bukan merupakan hutan alami, tetapi merupakan hutan buatan. Terbentuk baik oleh karena kepentingan penduduk dalam menanam tanaman buah-buahan dan tanaman perkebunan, maupun penghijauan yang dilakukan oleh pengelola waduk. Menurut Zoer’aini (1997), hutan di sekitar perairan Waduk Krenceng temasuk katagori berstrata dua dan berstrata banyak. Hutan berstrata dua yaitu komunitas tumbuhan yang terdiri dari pepohonan dan rumput atau penutup tanah lainnya. Sedangkan hutan berstrata banyak merupakan komunitas tumbuhan yang terdiri dari pepohonan, semak, terna, liana, epifit dengan jarak tanaman yang rapat. Stasiun 1, 2, dan 6 cenderung dikatakan sebagai hutan berstarata banyak; Stasiun 3
berstrata dua; dan Stasiun 4 serta 5 hanya berupa komunitas semak yang tumbuh di atas badan bendungan di sela-sela bebatuan. Whitmore (1986) mengelompokkan struktur hutan menjadi lima strata: Stratum A (tinggi pohon 30—40 m), stratum B (pohon 18—27 m), stratum C (tinggi pohon 8—14 m), stratum D (belukar sampai tinggi 10 m), dan stratum E (terna dan semai). Bila mengikuti kriteria strukutur hutan tersebut, Vegetasi hutan di sekitar Waduk Krenceng terdiri dari tiga strata, yaitu stratum C, D, dan E. Stasiun 1, 2, dan 6 tiga strata (C, D, dan E) dan Stasiun 3 dua strata (D dan E). Strata vegetasi di sekiar prairan juga seperti strata vegetasi pekarangan, yang menurut Soemarwoto (1994) terdiri dari lapisan, berturut-turut dari lapisan I sampai VI adalah: kelapa; pohon buah (mangga); jambu biji, jeuruk, kopi; singkong; talas dan cabe; ubi jalar. Struktur hutan yang berlapis penting sebagai tanaman penutup tanah. Tanam penutup berperan dalam menyerap curah hujan oleh tajuk tanamn, mengurangi aliran air permukaan, akarnya berperan dalam kegiatan biologis dengan pertumbuhan vegetatif dan pengaruhnya terhadap porositas tanah, danmengurangi evaporasi tanah yang menyebabkkan tanah menjadi kering (Arsyad 1976). Struktur hutan yang berlapis juga berperan penting dalam menjaga erosi tanah dengan cara mengurangi energi kinetik tetesanair hujan oleh tajuk yang berlapis (Soemarwoto (1994). Kerapatan, Dominasi, dan Indeks Nilai Penting Kerapatan spesies tumbuhan ratarata pada tingkat tiang/pohon lebih tinggi dibandingkan tingkat pancang/semai dan semak. Hal ini dapat dipahami, karena kerapatan tiang/pohon yang tinggi dapat membentuk naungan (kanopi) yang menyebabkan sinar matahari tidak sampai ke permukaan tanah, akibatnya pertumbuhan tumbuhan bawah menjadi
terganggu. Hal yang sama juga terjadi di hutan tropis. Tumbuhan semak biasanya mengisi rumpang, yaitu tempat-tempat yang tidak terdapat naungan (kanopi) (Whitmore 1988). Dominasi spesies tumbuhan pada suatu tempat biasanya menunjukkan bahwa tumbuhan tersebut sesuai dengan kondisi lingkungan setempat, sehingga mampu berkompetisi dengan tumbuhan yang lainnya. Tetapi berbeda halnya dengan komunitas vegetasi di sekitar perairan Waduk Krenceng ini, bahwa dominasi tumbuhan lebih disebabkan karena pengaruh kepentingan manusia. Di Stasiun 1 dan 2 , penduduk banyak menanam kelapa. Sementara itu, di Stasiun 3 dan 5 berturut-turut adalah pisang dan mangga. Kerapatan vegetasi, kerapatanperakaran, tingi tajuk, dan luas tajuk sangat efektif untuk menekan aliran permukaan, sehingga akan mengurangi masukan nutrien ke dalam suatu perairan (Leyton dkk. 1369). Kelapa, akasia, pisang, dan randu, merupakan tumbuhan yang memiliki INP tinggi, artinya peranan keempat tumbuhan tersebut dalam komunitas sangat besar (Abdulhadi 1992). INP berkaitan dengan frekuensi relatif, kelimpahan relatif dan dominasi relatif. Berarti, INP tinggi bila penyebaran spesies tumbuhan dalam plot merata, memiliki kerapatan tinggi, dan mendominasi spesies tumbuhan lainnya. Bila dikaitkan dengan tanaman petanian, INP tinggi menunjukkan bahwa tanaman tersebut paling banyak diminati oleh penduduk untuk ditanam. Pancang/semai memiliki INP yang lebih tinggi dibandingkan tiang/pohon dan semak. Keadaan ini menunjukkan bahwa komunitas vegetasi di sekitar perairan Waduk Krenceng berada pada tahap pertumbuhan. Keanekaragaman Spesies Berdasarkan kriteria English dkk. (1994) keanekaragaman tumbuhan memiliki kisaran dari rendah sampai sedang. Semua Stasiun memiliki
keanekaragaman tumbuhan yang sedang, kecuali di Stasiun 4 dan 5 memiliki keanekargaman rendah. Keanekaragaman yang sedang menunjukkan bahwa dominasi spesies tumbuhan tidak terlalu tinggi, hal ini dapat diketahui dari nilai dominasi relatif yang berkisar 0,23%— 72,91%. Walapun dominasi relatif mencapai 72,91%, tetapi ini terjadi pada tempat yang hanya ditemukan dua spesies tumbuhan saja. Pada lokasi yang ditemukan banyak spesies dominasi hanya mencapai 56,92%. Keanekaragaman spesies tumbuhan di sekitar perairan Waduk Krenceng sedang disebabkan karena komunitas tumbuhan di sekitar perairan ini bukan merupakan komunitas yang alami, tetapi merupakan komunitas tumbuhan yang sudah mengalami campur tangan manusia, terutama digunakan untuk lahan pertanian. Menurut Swift & Anderson (1994) penggunaan tanah untuk lahan pertanian menyebabkan perubahan keeanekaragaman. Semakin multikultur sistem pertanian, maka keanekaragaman semakin tinggi, begitupula sebaliknya. Keanekaragaman mungkin tidak berpengaruh terhadap siklus biogeokima, bila tanaman bersifat monokultur (Vitousek & Hooper 1994) Penggunaan daratan sekitar perairan untuk lahan pertanian dapat menyebabkan berkurangnya vegetasi tingkat tiang/pohon. Vegetasi tingkat tiang/pohon harus bersaing dengan tumbuhan pertanian yang sengaja ditanam penduduk. Dengan kata lain, penduduk kurang berminat untuk menanami pepohonan karena tidak memberikan manfaat yang langsung. Stasiun 4 dan 5 merupakan bendungan waduk sepanjang 1 km yang sekaligus merupakan akses jalan alternatif menuju kota Cilegon. Di Stasiun ini keanekaragaman rendah karena tidak boleh ditanami pepohonan bahkan selalu dijaga agar tidak ditumbuhi tumbuhan liar kecuali rerumputan dan semak yang tipis. Akarakar tumbuhan dapat merusak badan bendungan sehingga keberadaan tumbuhan
di atas bendungan perlu dibatasi (Depbangpraswil 2002). Keanekaragaman tumbuhan semak secara umum lebih tinggi daripada pancang/semai atau tiang/pohon. Hal ini dapat dipahami karena semak lebih cepat berkembang biak dan masa hidup yang lebih pendek dibanding kedua kelompok tumbuhan tersebut. Disisi lain juga dapat dikatakan bahwa regenerasi vegetasi yang berupa upaya penghijau kembali daratan sekitar perairan kurang dikembangkan baik oleh penduduk maupun oleh pengelola waduk. Diagram Profil Profil vegetasi yang terdapat pada setiap Stasiun secara umum dapat dikatakan sama, dari tepi perairan dimulai dengan tumbuhan semak. Kemudian semakin jauh dari tepi menunjukkan ketinggian pohon yang semakin meningkat (Lampiran II.7). Pada Stasiun 1, tumbuhan tingkat tiang/pohon berselang-seling dengan pencang/semai dan semak. Keadaan ini menunjukkan suatu penanganan lahan yang baik dengan membuat sengkedan yang ditanami pepohonan seperti yang disarankan Rukmana (1995) dalam menangani lahan yang miring. Sementara itu, di Stasiun lain belum menggunakan sengkedan yang ditanami oleh pepohonan dan baru ditanami oleh tumbuhan pagar, seperti kangkungan dan-lain. Hubungan Struktur Vegetasi di Sekitar Perairan dengan Parameter Fisika dan Kimia Perairan Berdasarkan analisis korelasi Pearson beberapa parameter fisika-kimia perairan menunjukan ada beberapa parameter yang berkorelasi dengan Struktur vegetasi di sekitar perairan. Akan tetapi tidak semua parameter tersebut berkorelasi dengan variabel struktur vegetasi seperti: kelimpahan spesies tumbuhan, keanekaragaman spesies, kelimpahan spesies tumbuhan tingkat tuang/pohon, kelimpahan spesies
tumbuhan tingkat pancang/semai, kelimpahan spesies tumbuhan tingkat semak, jumlah spesies dan famili-famili tumbuhan. Sehingga bila diuji dengan persamaan regresi linear berganda tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa selaian struktur vegetasi, banyak faktor lain yang menentukan kualtias fisika-kimia perairan baik yang berasal dari dalam perairan itu sendiri, maupun dari daratan sekitar perairan. Faktor yang mempengaruhi perubahan parameter fisika-kimia perairan diantaranya adalah komunitas hewan dan tumbuhan yang ada, bentuk geomorfologi perairan, sumber masukan air (inlet), dan campur tangan manusia dalam perairan kususnya perairan waduk. Faktor yang berasal dari daratan sekitar priran waduk selain struktur vegetasi adalah: limbah rumah tangga, limbah pertanian, kotoran hewan dan manusia, aktivitas pertanian & perikanan, dan industri. Masukan limbah dari daratan dipengaruhi oleh aliran air permukaan ke dalam perairan. Menurut Thohir (1991) aliran air permukaan dipengaruhi oleh intensitas dan lamanya hujan, kemampuan absorbsi tanah, diameter pori-pori tanah, derajat kemiringan tanah, jarak tanah yang miring, dan kekasaran permukaan bumi. Uji korelasi ini hanya melihat satu sisi saja yaitu kekasaran permukaan bumi dalam arti struktur vegetasi yang di daratan sekitar periaran. Menurut Leyton (1969) vegetasi efektif menekan aliran permukaan dan erosi yang dipengaruhi oleh tinggi tajuk, luas tajuk, kerapatan vegetasi dan kerapatan perakaran. Kekeruhan berkorelasi positif terhadap kelimpahan vegetasi tingkat pancang/semai, khususnya famili Mimosaceae. Hal ini terjadi karena tumbuhan pada tingkat pancang/semai belum memiliki struktur akar yang kuat sehingga tak mampu untuk mencengkeram tanah dengan baik dan belum memiliki kanopi yang rapat (Thohir 1991), akibatnya bila terjadi aliran air hujan
terjadi pengikisan tanah yang kemudian masuk dalam perairan. Pengikisan akan lebih besar bila kemiringan tanah juga besar. Kecerahan perairan berkorelasi negatif terhadap vegetasi taing/pohon dari famili Mimosaceae dan Palmae. Struktur akar tumbuhan famili Mimosceae, contohnya i akasia (Acasia auriculiformisi) dan famili Palmae, yaitu kelapa (Cocos nucifera) kurang mampu mencegah erosi tanah dengan baik. Akasia merupakan tumbuhan dikotil yang memiliki akar tunggang, tetapi memiliki dedaunan yang kurang baik dalam mengurangi energi kinetik tetesan air hujan, sehingga kurang efektif dalam mencegah erosi tanah. Demikian juga kelapa, umumnya berbatang tinggi dan susunan daun yang hampir melebar memperbesar energi kinetik tetesan air hujan, tambahan lagi akar serabutnya kurang mampu menguruangi erosi tanah ketika hujan. Hal ini sejalan seperti yang dikemukakan oleh Soemarwoto (1994) bahwa pohon yang tinggi dan daun yang lebar (Calder 1981) akan meningkatkan energi kinetik tetesan air sehingga menyebabkan peningkatan erosi tanah. Total Padatan terlarut berkorelasi positif dengan keanekaragaman tumbuhan dan vegetasi pancang/semai dari famili Palmae. Ini menjukkan bahwa Keanekaragaman yang tinggi dan kerapatan famili Palmae menyebabkan padatan tersuspensi meningkat. Keanekaragaman tidak berpengaruh terhadap penurunan TDS disebabkan daratan tepi perairan ini walaupun terdapat banyak spesies tumbuh-tumbuhan, tetapi kerapatannya rendah disebabkan banyaknya lahan yang kosong dan areal pertanian. tanah yang kosong inilah menurut Moss (2000) akan menghasilkah total padatan terlarut (TDS) yang lebih tinggi dibandingkan TDS yang dihasilkan oleh sungai. Kerapatan tumbuhan semak yang tinggi berpengaruh terhadap penurunan pH air, berarti pH air menjadi cenderung
rendah (asam). Demikian pula, kerapatan tumbuhan semak yang tinggi dapat mengurangi kadar klorofil a. Berdasarkan hasil penelitian Nakasone & Kuwabara (1999) menunjukkan bahwa Klorofil a berkorelasi positif dengan total fosfat. Berarti penurunan kolorif a dipengaruhi oleh penurunan total fosfat. Berarti kerapatan semak mampu mengurangi erosi tanah sehingga fosfat yang terikat dalam partikel tanah tidak banyak yang tehanyut ke dalam perairan, sehingga pH dan kadar klorofil a perairan rendah. Hal yang sama terjadi pada kerapatan vegetasi pancang/semai, yaitu Randu (Fam. Bombacaseae) berperan dalam menurunkan pH, karena kemampuan akar dan daun tumbuhan ini kurang mampu mengurangi erosi. Sementara itu, pada vegetasi semak famili Papilionaceae yang diwakili oleh kacang tanah (Arachis hypogea) juga berperan menurunkan pH perairan. Faktor utama yang mempengaruhi penurunan pH ini adalah masukan total fosfat dalam perairan yang berasal dari pupuk, karena kacang tanah ini merupakan tanaman yang sengaja ditanam oleh penduduk di tegalan. Total fosfat merupakan parameter kimia yang sangat sensitif diperngaruhi oleh struktur vegetasi perairan. Total fosfat bekorelasi positif dengan struktur vegetasi perairan. Dalam hal ini, total fosfat yang tinggi dipengaruhi oleh kerapatan vegetasi tingkat tiang/pohon dan jumlah spesies tumbuhan. Berarti jumlah spesies tumbuhan; vegetasi tingkat tiang/pohon baik famili Araliaceae, Euphorbiaceae, Papilionaceae, dan Sapindaceae; dan vegetasi tingkat semak dari famili Tiliaceae tidak mampu mengurangi masukan fosfat dalam perairan, bahkan menjadi sumber fosfat. Sumber fosfat berasal dari berbagai material, bisa berasal dari perombakan organ-organ tumbuhan yang terendam dalam air (Lukman 1998), deterjen dan limbah pertanian (Mason 1983), dan dari erosi partikel tanah yang mengandung fosfor (Kimbal 1992). Dengan demikian
dapat dijelaskan bahwa kandungan fosfat dalam perairan bersumber dari serasah tumbuhan tersebut dan bersumber dari ladang tempat tumbuhan tersebut berada. Menurut Moss (2000) sumber fosafat dari perladangan lebih besar daripada yang berasal dari padang rumput, sawah, hutan dan lahan gundul. Berbeda halnya dengan vegetasi tingkat pancang/semai dari famili Myrtaceae, yaitu jambu biji (Psidium guajava) dan duwet (Syzigium cummini) yang berpengaruh terhadap penurunan fosfat dalam perairan. Menurut Kimbal (1992) kandungan fosfat dalam tanah dapat dikurangi oleh absorpsi akar tumbuhan. Dengan demikian diduga tumbuhan dari famili Myrtaceae dapat mengabsorpsi fosfat dalam tanah, namun ini memerlukan pengujian lebih lanjut. Tumbuhan yang telah terbukti mengurangi kandungan fosfat dalam perairan adalah tumbuhan air seperti Typha sp. dan Carex sp. (Brahmana 2002) Keanekaragaman spesies yang tinggi akan mempertinggi padatan total terlarut dan total materi organik (TOM). Padatan total terlarut diantaranya berasal dari serasah dan partikel-partikel tanah (Pathfinderscience 2003), cabang tumbuhan, serasah, bunga, spora, faeces,bangkai, dll. (Moss 2000) Spesies tumbuhan yang beraneka ragam memungkinkan akan menghasilkan serasah yang beranekaragam, baik yang mudah rapuh maupun tidak, dalam waktu yang berbeda secara terus menerus (Vitousek dkk. 1994). Serasah yang berasal dari daun-daun tumbuhan yang mudah rapuh akan memberi tambahan padatan terlarut dalam perairan. Keanekeragaman spesies tumbuhan yang tinggi berarti jenis akar yang dimiliki oleh berbagai spesies itu beragam kemampuanya dalam mengikat partikelpartikel tanah. Bila spesies-spesies yang ada merupakan tumbuhan yang kemampuan akarnya kurang baik dalam mengikat tanah maka akan memberikan masukan partikel tanah yang lebih besar di
perairan. Hasil data pengamatan menunjukkan bahwa tumbuhan yang memiliki kerapatan tertinggi adalah: kelapa, pisang, randu, akasia, dan singkong. Tumbuhan-tumbuhan tersebut merupakan tumbuhan yang akarnya kurang mampu mengikat tanah dengan baik, dan memiliki daun yang meningkatkan energi kinetik tetesan air ketika hujan, sehingga meningkatkan erosi tanah (Soemarwoto 1994) Kandungan klorofil a yang tinggi dipengaruhi oleh kerapatan vegetasi tingkat semak yang rendah, baik dari famili Euphorbiaceae, Papilionaceae maupun Anonaceae. Juga dipengaruhi oleh kerapatan vegetasi tingkat pancang/semai dari famili Bombacaceae. Kadar Klrofil a yang tinggi berkaitan erat dengan populasi alga atau fitoplankton (Sulastri dkk. 1999; Brahmana dkk. 2002) dan berkaitan dengan peningkatan konsentrasi total fosfat (Nakasone & Kuroda 1999). Dengan demikian kadar klorofil a yang tinggi disebabkan oleh blooming alga yang diakibatkan oleh masukan unsur fosfat yang tinggi dalam perairan. Fosfat menjadi lebih tinggi masuk ke dalam perairan karena tumbuhan tingkat semak dan pancang/semai tersebut kurang mampu mencegah masukan fosfat oleh erosi tanah ketika hujan. Senyawa nitrat (NO3) merupakan hasil proses nitrifikasi oleh bakteri Nitrosomonas dan Nitrobacter dari senyawa nitrit (NO2) dan amonia (NH4+) (Mason 1983). Sumber nitrogen berasal dari serasah yang dapat mencapai 10t on/ha setiap tahunnya (Lukman 1998), limbah hewan dan pertanian, dan terutama dari pupuk. Vegetasi tiang/pohon dari famili Musaceae dan Tiliaceae berperan meningkatkan kandungan nitrat dalam perairan. Tumbuhan pisang, Musa paradisiaca (Fam. Musaceae) banyak mengghasilkan serasah dari pelepah maupun dedaunan, sementara darowak, Grewia microcos (Fam. Tiliaceae) juga
memproduksi serasah yang banyak sebagai sumber nitrogen. Hal yang sama juga terjadi pada vegetasi pancang/semai dari famili Verbenaceae, yaitu jati (Tectona grandis) dan famili Bombacaceae, yaitu randu (Tectona grandis), yang selain menghasilkan serasah juga karena kurang mampu mengurangi erosi. Berbeda halnya pada vegetasi semak, dua famili yang berkaitan dengan peningkatan nitrat adalah Euphorbiaceae, yaitu singkong (Manihot esculenta) dan famili Papilionacea, yaitu kacang tanah (Arachis hypogeai) keduanya merupakan tanaman pertanian. Menurut Moss (2000) ladang merupakan sumber nitrogen yang terbesar dibandingkan sawah, padang rumput, hutan, padang gembalan dan lahan gundul, secara berturut-turut. KESIMPULAN Vegetasi darat di sekitar perairan Waduk Krenceng terdiri dari 11 famili, 15 genus dan 15 spesies tingkat tiang.pohon; 16 famili, 16 genus, 17 spesies tingkat pancang/semai, dan semak 15 famili, 26 genus, dan 25 spesies, yang secara keseluruhan terdiri dari 12 famili, 15 genus, dan 15 spesies tumbuhan. Lima famili dominan yang hampir ada pada setiap Stasiun adalah untuk vegetasi tingkat tiang/pohon yaitu Musaceae, Anacardiaceae, Bombacaceae, Palmae dan Mimosaceae. Untuk pancang/semai yang paling dominan adalah famili Musaceae, Euphorbiaceae, dan Mimosaceae, dan vegatasi semak didominiasi oleh famili Graminae, Compositae, dan Euphorbiaceae. Kerapatan spesies, dominasi spesies dan keanegaraman spesies secara umum tergolong rendah, disebabkan karena komunitas tumbuhan di sekitar periairan merupakan lahan pertanian atau tanah terbuka. Struktur komunitas vegetasi darat di sekitar perairan yang terdiri dari kerapatan tiang/pohon, kerapatan pancang/ semai,kerapatan semak,jumlah spesies,
keanekaragaman dapat mempengaruhi kondisi fisika dan kimia perairan. Pengaruh yang umum terlihat adalah tingkat erosi yang beragam yang dipengaruhi oleh tipe vegetasi yang ada.
SARAN Upaya penghijauan di sekitar peraiaran Waduk Krenceng sangat perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas perairan akibat adanya erosi tanah. Mengurangi aktifitas pertanian dan meningkatkan aktivitas penghutanan kembali di tepi perairan sangat perlu untuk meningkatkan keanekaragaman hayati. Lokasi-lokasi yang perlu diperhatikan dalam penghijauan adalah Stasiun 1 dan 2 di daratan seberang perairan (Brambang) dengan menanam tanaman penghijauan berdaun kecil-kecil dengan kerapatan yang tinggi, seperti tanaman ordo Leguminosae misalnya: Fam. Mimosaceae terdiri dari: akasia (Acacia auriculiformis), petai cina (Leucena glauca), ki hujan (Samanea saman), dan kaliandra (Calliandra haemetocephala)); Fam. Caesalpiniaceae: daun kupu-kupu (Bauhinia purpurea), johar (Casia siamea), dan flamboyan (Delonix regia)); dan dari fam. Papiionaceae: turi (Sesbania grandiflora, angsana (Pterocarpus indicus), asam (Tamaarindus indica), dan dadap (Erithrina crista-gali). Di Stasiun 1, 2, 3, dan 6 perlu mengurangi aktifitas pertanian atau menganekaragamkan tanaman pertanian dan dengan cara membuat teras yang ditanami pohon pelindung erosi dari ordo Leguminosae. Stasiun 4 dan 5 yang merupakan bendungan perlu juga ditanami rumput-rumputan yang rapat dan tebal dan mengurangi ilalang karena ilalang disamping menghasilkan zat elolopati yang dapat merusak bebatuan juga tidak mampu mencegah erosi dengan baik. Perlu menjadikan lokasi tertentu, seperti di Stasiun 1 dan 6 sebagai hutan buatan dengan kerapatan dan
keanekaragaman tumbuhan yang tinggi dan tidak bercampur dengan tanaman pertanian, sementara di Stasiun lain boleh bercampur dengan tanaman pertanian. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih penulis ucapkan kepada laboratorium Quality Control PT. KTI yang telah membantu menganalisis kmia air. DAFTAR ACUAN Abdulhadi, R., A. Sriyanto, & K. Kartawinata. 1992. Composition, structure and changes ini a monane rain forest at the Cibodas Biosphere reserve, West Java, Indoenesia. Dallmere, F & J.A. Comiskey (eds) 1992. Forest Biodiversity Reserve, Monitoring and Modelling, Man and the Biosphere, UNESCO. 20: 601— 611. Arsyad, S. 1976. Pengawtwan Tanah dan Air. Departemen Ilmu-Ilmu Tanah, IPB Bogor: x + 111 hlm. Backer, C.A & R.C.B. Van Den Brink. 1963. Flora of Java (Spermatophyta Only). N.V.P. Noordhoff-Groningen: xii + 687 hlm. Barbour, M.G., J.H. Burk, & W.D. Pitts, 1987. terrestrial Plant Ecology 2nd ed. Cummings Publishing Co. Inc., California: xiii + 634. Brahmana, S.S., & A.Sutriati. 2002. pengurangan zat nutrisi nitrogen dan fosfat dalam air limbah dengan menggunakan eko-teknologi wetland. Jurnal Litbang Pengairan. 16(48): 47—55. Brahmana, S.S. & S. Bahri. 2002. Pengaruh nitrogen dan fosfat terhadap terjadinya algal bloom di Waduk Karangkates. Bul Pusair. 11(38): 23—28. Brahmana, S.S., U. Suyatna, R. Fanshury, S. Bahri. 2002. Pencemaran air dan eutrofikasi Waduk Karang Kates dan
upaya penanggulangannya. Jurnal Litbang Pengairan. 16(49): 73—81 Depperpraswil (=Departemen Pengembangan dan Prasarana Wilayah) 2002. Laporan Inspeksi Bendungan Krenceng-Cilegon. Balai Keamanan Bendungan, Diektorat Jenderal Sumber Daya Air, Jakarta: 6 + V-2 English, S., C. Wilkinson & V. Baker. (eds.) 1994. Survey manual for tropical marine resource. ASEAN Australian Marine Science Project, Living Coastal Resource by Australian Institute of Marine Science. Townvilee, Australia. Kimbal, J.W. 1992. Biology 5th ed. Erlangga, Jakarta: xii + 1080 hlm. Krebs, C.J. 1989. Ecological Methodology. Herper Collins Pub, New York: 654 hlm. Leyton,L., E.R.C. Reynold & T.B. Thomson. 1969 Rainfall interception in forest and wildland. Symp of Forest Hydrol.: 103—177. Lukman. 1998. Kualitas air Danau Semayang pada periode pra penyusutan dan pra pengeringan . Limnotek. 5(1): 77—83. Mason, C.F., 1983. Biology of Freshwater Pollution. Lonfman, New York: xi + 250 hlm. Moss, B. 2000. Ecology of Fresh Water, Man and Medium, Past to Future, 3rd ed. Blackwell science, Cambridge: xiii + 557 hlm. Mulyadi, A. 2001. Permasalahan lingkungan vegetasi tepian sungai siak serta peranannya sebagai indikator biologis dan green belt. Lingkungan & Pembangunan, 21(4): 331—339. Nakasone H., & H. Kuroda. 1999. Relationship between water quality in irrigation reservoirs and land use of the watershed. Lakes & Reservoir
Reasearch and Manaegement, 4: 135—141. Pathfinderscience. 2003. Stream Monitoring. http://pathfinderscience.net/stream/c background4.cfm 03 Februari 2003, pk. 21.30 WIB. Rukmana, R. 1995. Teknik Pengelolaan Lahan Bebukit dan Kritis. Kanisius, Yogyakarta: 40 hlm. Soemarwoto, O. 1994. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Penerbit Djambatan,jakarta: xii + 365 hlm. Suin,
N.M., 1999. Metoda Ekologi. Dirjendikti, Depdikbud, Jakarta: v + 174 hlm.
Sulastri, M. Badjoeri, Y. Sudarso, & M.S. Syawal. 1999. Kondisi fisika-kimia dan biologi perairan Danau Ranau Sumatera Selatan. Limnotek, 6(1): 25—38. Swift, M.J., & J.M. Anderson. 1994. Biological diversity and terestrial ecosystem biogeochemistry. Schulze, E.D. & H.A. Mooney (eds.). 1994 Biodiversity and Ecosystem Function. Springer-Verlag, New York: xvii + 525 hlm. Thohir, K.A. 1991. Butir-butir tata Lingkungan, Sebagai Masukan untuk Arsitektur Lansekap dan Pembangunan Berwawasan Lingkungan. Rineka Cipta, Jakarta: xvi + 304. Trihadiningrum, Y. 1998. Pengembangan Teknik Penentuan Kualitas Ekologik Badan Air. Lingkungan & Pembangunan. 18(2): 117—131. Vitousek, P.M., & D.U. Hooper. 1994. Biological diversity and terestrial ecosystem biogeochemistry. Schulze, E.D. & H.A. Mooney (eds.). 1994 Biodiversity and Ecosystem Function. Springer-Verlag, New York: xvii + 525 hlm.
Voogd, C.N.A. De. 1950. Tanaman Apakah Gerangan?. W. Van Hoeve, Bandung: 266 hlm. Whitemore, T.C. 1986. Tropical Rain Forests of The Far East, 2nd ed. ELBS Oxford University Press, Oxford: xi + 352. Zoer’aini, D.I. 1997. Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota. CIDES, Jakarta: xx + 300 hlm.