KEADILAN SAHABAT NABI DALAM PANDANGAN SUNNI DAN SYIAH
Muhammad Amin Fakultas Ushuluddin IAIN Ar-Raniry Kopelma Darussalam, Kota Banda Aceh Email:
[email protected]
ABSTRACT The companions justice issues were among basic issues in the study of Islam, particularly the study of hadith. It impacted the term of accepted and declined hadith. Two major streams in Islam, the Sunni and Shia, were involved in a long debate and dialectic on this issue. Both groups claim to be the part of each other with the correct number of arguments and historical evidence according to each version. This paper will explore the glimpse of the views of this group about justice issue of Companions. Kata Kunci: Keadilan Sahabat, Sunni, Syiah
PENDAHULUAN Sejarah panjang umat Islam telah diwarnai dengan berbagai peristiwa besar. Dimulai sejak masa awal kemunculan Islam di jazirah Arab empat belas abad yang lalu sampai sekarang. Dunia Islam terus mengalami perkembangan dan berbagai pergolakan sejarah. Pergolakan itu ada yang terjadi secara internal maupun eksternal umat Islam. Di kalangan internal cukup banyak pergolakanpergolakan yang terjadi dalam berbagai aspek kehidupan. Baik itu dalam persoalan politik, ekonomi, sosial maupun persoalan-persoalan yang berkaitan dengan ideologi. Pergolakan ada yang terjadi dengan cara yang santun dan diamdiam, ada juga sebaliknya, terjadi dengan kurang santun dan terang-terangan. Ujung dari itu semua, ada yang berakhir damai dan ada pula yang berakhir dengan peperangan. Bahkan ada yang sampai sekarang terus berlanjut dengan cara perang retorika dan argumen. Masing-masing pihak berusaha mengeluarkan seluruh kemampuan untuk membela dan membenarkan apa yang menjadi keyakinannya. Salah satu pergolakan sejarah umat Islam yang paling kontras terjadi dalam persoalan ideologi adalah pergolakan antara Sunni atau sering disebut ahl al-sunnah wa al-jama’ah dengan syi’i atau disebut juga dengan Syiah. Persoalan Sunni Syiah telah dimulai sejak awal perkembangan sejarah Islam, dan masih berlangsung sampai sekarang dan mungkin juga sampai akhir zaman. Pergolakan dan pertentangan kedua kelompok ini dimulai dengan persoalan politik perebutan kekuasaan untuk memimpin pemerintahan umat Islam masa lalu. Kini juga telah merambah ke berbagai persoalan dan sendi kehidupan umat, baik itu politik, hukum, sejarah, ekonomi, sosial dan ideologi.
Al-Mu‘ashirah Vol. 9, No. 1, JANUARI 2012
101
Di antara sekian banyak perdebatan kedua kelompok tentang persoalan sejarah, ada satu persoalan yang sangat mendasar yang mereka perdebatkan, yaitu persoalan penilaian terhadap para sahabat Nabi Muhammad. Apakah semua sahabat Nabi bisa dipercaya (adil) atau tidak semua sahabat bisa dipercaya (tidak adil). Akibat dari adanya perdebatan tersebut, muncul suatu persoalan yang besar, karena berakibat terhadap kualitas hadits yang disampaikan yang notabenenya adalah sumber hukum kedua bagi umat Islam setelah al-Qur’an. Perdebatan tentang hal itu juga telah banyak memakan korban, baik harta benda bahkan nyawa, sekalipun bagi mereka yang memang bersikukuh dengan pendapatnya masing-masing dan berusaha untuk memberi penilaian yang negatif terhadap orang-orang yang berbeda pandangan dengan mereka. Pertentangan Sunni dan Syiah juga telah membuat jutaan umat Islam di dunia mengalami keresahan, baik keresahan dalam hal keyakinan, sikap politik, maupun persoalan-persoalan sosial lainnya. Di satu sisi, mereka ingin bersatu dalam satu wadah Islam yang rahmatan li al-‘alamin, tetapi di sisi lain mereka juga terus menyaksikan para intelektual (ulama) dari kedua kubu saling menyampaikan pandangan-pandangan yang berbeda dan lebih banyak yang cenderung bertentangan. Khusus dalam persoalan penilaian tentang keadilan para sahabat Nabi, tulisan ini akan membahas secara singkat apa yang melatarbelakangi terjadinya perbedaan pandangan tersebut, serta argumentasi masing-masing golongan dalam mempertahankan kebenaran pendapatnya. Di sisi lain, tulisan ini juga akan mencoba mencari titik temu tentang perdebatan kedua kelompok ini. Sehingga ke depan, setidaknya akan ada saling pengertian antara dua kelompok yang berbeda dengan melihat sisi kebenaran dari argumentasi lawan. Minimal umat Islam yang membaca tulisan ini mengetahui bagaimana persoalan-persoalan terus bisa terjadi yang nantinya berujung kepada memilih dan memilah mana yang benar dan mana yang salah. Dapat juga menjadi stimulus untuk mengadakan penelitian lanjutan tentang persoalan ini, sehingga hasilnya nanti akan menjadi suatu kontribusi yang positif terhadap pembangunan umat Islam secara keseluruhan. PENGERTIAN KEADILAN DAN SAHABAT “Adil” adalah kata yang singkat tetapi mengandung makna yang sangat dalam. Kata yang singkat ini juga yang didambakan oleh setiap makhluk. Secara etimology, kata adil berasal dari bahasa Arab yaitu dari akar kata ‘adala, ya’dilu, ‘adlan,’udulan, ‘adalatan yang berarti meluruskan, menyamakan, berbuat adil, menyekutukan, menyimpang, berpaling kepada, berubah pendapatnya, meluruskan, mengimbangi.1 Adil mengandung banyak makna dalam bahasa Arab, tergantung konteks penggunaannya dalam kalimat. Adapun secara terminology, kata adil atau yang sering disebut dengan keadilan ini didefinisikan dengan beberapa definisi. Para fuqaha (ahli fiqih) mendefinisikan keadilan itu dengan menempatkan sesuatu pada tempatnya dan porsinya. Misalnya dalam pembagian warisan, baru dikatakan adil apabila masing-masing ahli waris diberikan sesuai dengan ketentuan bagian tertentu (furudh al-muqaddarah) yang telah ditentukan oleh syariat. Apabila hukum mawaris telah ditegakkan, maka dalam pandangan syariat proses pembagian _____________ 1
Ahmad Warson Munawir, Al-Munawwir; Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: Pustaka Progresif, 1984), 905. 102
MUHAMMAD AMIN: KEADILAN SAHABAT NABI …
warisan itu sudah dianggap adil, meskipun ada di antara ahli waris yang merasa tidak diperlakukan adil. Namun ulama hadits (muhadditsin) juga mempunyai definisi yang berbeda dengan para fuqaha dalam persoalan keadilan ini. Mereka memandang para perawi hadits yang disebut adil adalah orang yang tidak pernah melakukan dosa besar dan menjauhi dosa-dosa kecil.2 Keadilan dalam periwayatan hadist merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh setiap perawi hadits karena hal ini berakibat kepada diterima atau ditolaknya suatu periwayatan hadits. Oleh karena itu, seseorang yang dianggap adil dalam pandangan para ulama hadits, maka orang tersebut mempunyai kedudukan yang sangat istimewa dalam periwayatan hadits. Sehingga untuk membahas tentang keadilan para perawi hadist ini, para muhadditsin menyusun suatu ilmu tersendiri yang disebut dengan ilmu al-jarh wa al-ta’dil.3 Dalam ilmu ini, para muhadditsin menulis dan berusaha untuk menjelaskan tentang tingkatan keadilan dari masing-masing perawi hadits. Dalam kamus bahasa Arab, kata “sahabat” diambil dari kata: al-ashhab, al-shahabah, shahaba, shuhbatan, shahibun, artinya teman bergaul, pemberi kritik, teman duduk, penolong, pengikut. Al-shahib artinya kawan bergaul, pemberi kritik, teman duduk, pengikut, teman atau orang yang melakukan dan menjaga sesuatu. Kata ini juga bisa diartikan sebagai orang yang mengikuti paham atau mazhab tertentu. Dalam penerapan misalnya, bisa dikatakan pengikut Imam Ja’far, pengikut Abu Hanifah, pengikut Imam Syafi’i dan lain-lain. Dapat pula dinyatakan seperti dalam frasa istahaba al-qaum, yang artinya mereka saling bersahabat satu sama lain, atau istahaba al-ba’ir, artinya menyelamatkan unta.4 Dalam al-Qur’an juga ditemui kata-kata yang seakar kata dengan kata sahabat dalam berbagai bentuk. Misalnya tushahibni, shahibahuma, shahibahu, ashhab, ashahbun. Tetapi dalam al-Qur’an tidak ditemukan lafaz shahabah atau shuhbah. Dalam konteks studi ulum al-hadits, sahabat didefinisikan dengan berbagai macam definisi tergantung subjek yang mendefinisikan dan sudut pandang yang digunakan. Ibnu Hajar al-Asqalani mendefinisikan sahabat dengan orang yang bertemu dan beriman kepada Nabi Muhammad, dan meninggal dalam keadaan Islam. Jadi yang termasuk sahabat menurut Ibnu Hajar adalah yang memenuhi syarat; Pertama, menerima dakwah Nabi dalam waktu lama maupun sebentar. Kedua, meriwayatkan hadits dari Nabi ataupun tidak meriwayatkannya. Ketiga, ikut berbaiat pada Nabi atau tidak ikut serta dalam bai’at. Dan keempat, sempat melihat Nabi, meskipun tidak pernah duduk menemani atau tidak pernah melihat karena sebab tertentu (seperti orang buta). Adapun penjelasan dari definisi di atas adalah, bagian kalimat “beriman kepada Nabi” bermakna mengeluarkan orang-orang tertentu dari makna sahabat, yakni mereka yang sempat bertemu dengan Nabi tetapi tidak beriman kepadanya. Sedangkan bagian kalimat “yang meninggal dalam keadaan muslim” dalam definisi di atas juga mengeluarkan orang-orang tertentu dari makna sahabat, yaitu _____________ 2
G.H.A. Juynboll, Kontroversi Hadits di Mesir, terj. Ilyas Hasan (Bandung: Penerbit Mizan, 1999), 79. Selanjutnya disebut G.H.A. Juynboll, Kontroversi Hadits. 3 G.H.A. Juynboll, Kontroversi Hadits …, 80. 4 Ahmad Husain Ya’qub, Keadilan Sahabat: Sketsa Politik Awal Islam, terj: Nashirul Haq dan Salman al-Farisi (Jakarta: Penerbit al-Huda, 2006), 9. Selanjutnya disebut Ahmad Husain Ya’qub, Keadilan Sahabat. Al-Mu‘ashirah Vol. 9, No. 1, JANUARI 2012
103
orang-orang yang murtad dan meninggal dalam memeluk agama lain meskipun sebelumnya pernah bertemu dengan Nabi dan beriman kepadanya. Seperti Abdullah bin Jahsy yang pada awalnya masuk Islam bersama isterinya Ummu Habibah lalu berhijrah ke Habsyah, namun kemudian memeluk agama Nasrani. Begitu pula dengan Abdullah bin Khatal yang terbunuh dalam keadaan menggantungkan tangannya pada kain penutup Ka’bah. Namun orang-orang yang pernah murtad kemudian kembali masuk Islam, baik berkumpul lagi dengan Nabi maupun tidak maka dia tetap masuk dalam kategori sahabat. Seperti yang terjadi pada Ibnu Qais, beliau adalah orang yang pernah murtad, akan tetapi kembali masuk dalam agama Islam masa pemerintahan Abu Bakar.5 SEJARAH SINGKAT KEMUNCULAN SUNNI DAN SYIAH Munculnya Sunni Golongan Sunni atau yang lebih dikenal dengan golongan ahl al-sunnah wa al-jama’ah timbul sebagai reaksi atau tindakan terhadap firqah-firqah yang telah ada sebelumnya, yang dianggap menyeleweng dari akidah Islam yang sebenarnya. Golongan tersebut adalah Syiah dan Khawarij yang timbul pada abad pertama hijriah, kemudian muncul pula aliran-aliran lain seperti Muktazilah, Qadariyah, Jabariyah dan lain-lain pada abad selanjutnya.6 Golongan ahl al-sunnah lahir pada akhir abad ke tiga hijriah, yang dipromotori oleh dua orang ulama, yaitu Abu Hasan al-Asy’ari dan Abu Mansur al-Maturidy. Perkataan ahl al-sunnah wa al-jama’ah juga disebut ahl al-sunnah saja atau kadang-kadang disebut dengan Asya’irah, yaitu dinisbatkan kepada Abu Hasan al-Asy’ari. Sebagaimana disebut dalam kitab ittihaf sadat al-muttaqin karangan Muhammad bin Muhammad al-Husni al-Zabid.7 Sebelum Abu Hasan al-Asy’ari mempelopori mazhab ahl al-sunnah, awalnya ia adalah penganut mazhab Muktazilah selama lebih kurang 40 tahun. Oleh karena beberapa paham yang menurutnya tidak sesuai, akhirnya Abu Hasan meninggalkan paham tersebut. Di antara ketidaksetujuannya terhadap paham Muktazilah antara lain, paradigma dan metodologi Muktazilah yang sangat didominasi oleh kemampuan akal (nalar) dan sedikit sekali memberi ruang kepada wahyu. Puncak ketidakpuasan tersebut adalah terjadinya perdebatan antara Abu Hasan dan gurunya, al-Jubba’i tentang kedudukan mukmin, kafir dan anak kecil di akhirat. Akhir dari perdebatan tersebut, Abu Hasan al-Asy’ari meninggalkan pemahaman Muktazilah yang selama ini dianutnya sebagai ketidakpuasan atas jawaban gurunya dalam perdebatan tersebut. Akhirnya Abu Hasan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mengembalikan pemahaman umat Islam kepada pemahaman sahabat dan tabiin. Hal ini karena banyak umat Islam pada waktu itu yang telah dipengaruhi oleh paham Muktazilah. Dan juga berusaha untuk meluruskan dan menjelaskan kekeliruan-kekeliruan pemahaman Muktazilah yang selama ini dianut. Selain Abu Hasan al-Asy’ari, Abu Mansur al-Maturidi juga dikenal sebagai pelopor ahl al-sunnah. Dan juga berusaha untuk meluruskan pemahaman umat _____________ 5
Ahmad Husain Ya’qub, Keadilan Sahabat..., 12. Daud Zamzami, dkk., Pemikiran Ulama Dayah Aceh, (Jakarta: Prenada Media Group, 2007), 71. Selanjutnya disebut Daud Zamzami, Pemikiran Ulama. 7 Daud Zamzami, Pemikiran Ulama …, 72. 6
104
MUHAMMAD AMIN: KEADILAN SAHABAT NABI …
Islam pada waktu itu yang telah dipengaruhi oleh Muktazilah. Pendapatpendapatnya hampir sama dengan Abu Hasan, walaupun ada perbedaan dalam beberapa hal. Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Muhammad bin Mahmud. Lahir di sebuah desa bernama Maturid di Samarkand dan meninggal tahun 333 hijriah di kota Samarkand. Selain kedua ulama tersebut, ada juga beberapa ulama lain yang terkenal sebagai tokoh ahl al-sunnah wa al-jama’ah, di antaranya Abu Bakar al-Qaffal, Abu Ishaq al-Asfarani, al-Hafiz al-Baihaqi, al-Haramain al-Juwaini, al-Qasim alQusyairi, al-Baqillani, al-Ghazali dan beberapa ulama lainnya. Munculnya Syiah Pasca wafatnya Nabi Muhammad pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun 11 Hijriah bertepatan dengan 3 Juni 632 Masehi,8 umat Islam dihadapkan kepada masalah pemilihan pemimpin sebagai pengganti Nabi yang akan meneruskan estafet kepemimpinan umat. Di tengah berbagai perdebatan dan tarik ulur antar berbagai elemen umat Islam yang ada di kota Madinah pada waktu itu, terpilihlah Abu Bakar al-Shiddiq sebagai khalifah pertama yang memimpin umat Islam pasca wafatnya Nabi. Meskipun telah terpilihnya Abu Bakar sebagai khalifah yang pertama, namun di sisi lain menyisakan segudang perdebatan tentang persoalan tersebut. Perdebatan tersebut berlangsung dari dulu sampai sekarang tentang keabsahan Abu Bakar sebagai pemimpin umat pada waktu itu. Masing-masing pihak yang berdebat mempunyai argumentasi dan menganggap argumentasi merekalah yang paling tepat. Setelah Abu Bakar berhasil memimpin umat Islam dalam beberapa tahun dengan tantangan yang dihadapi, akhirnya kepemimpinan umat Islam digantikan oleh khalifah Umar bin al-Khattab. Khalifah Umar juga berhasil memimpin umat Islam pada masa-masa awal dengan gemilang dan telah menorehkan sejumlah prestasi yang tercatat dalam tinta emas sejarah umat Islam. Di antaranya terjadi perluasan wilayah kekuasaan Islam hingga ke berbagai penjuru hingga keluar dari jazirah Arab, penataan administrasi pemerintahan yang baik, dan penanganan persoalan sosial kemasyarakatan dengan arif dan bijaksana. Beliau juga dikenal sebagai khalifah yang sangat adil dan tegas dalam mengambil keputusan. Khalifah Umar juga dikenal dengan seorang yang sangat berani. Tetapi di balik ketegasan dan keberanian, Umar adalah seorang yang sangat tawaddhu’ dan berhati mulia terhadap rakyatnya. Pasca wafatnya Umar bin Khattab, umat Islam dipimpin oleh khalifah Utsman bin Affan. Khalifah ini dikenal dengan khalifah yang sangat lembut dan berakhlak mulia. Akibat dari sikap yang lemah lembut, pada masa pemerintahan Utsman banyak terjadi gejolak-gejolak politik. Ujung dari berbagai gejolak tersebut, terbunuhnya sang khalifah akibat berbagai intrik politik dan fitnah yang terjadi pada masa itu.9 Setelah wafatnya khalifah Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib terpilih menjadi khalifah sebagi pemimpin umat Islam. Pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib mulai muncul berbagi persoalan yang mengarah kepada perpecahan dalam kubu umat Islam. Di antara peristiwa besar yang terjadi adalah peperangan yang terjadi antara pihak _____________ 8
Misri A. Muchsin, Dinamika Sejarah Politik Islam Dalam Periode Awal, (Banda Aceh: ar-Raniry Press, 2007), 48. Selanjutnya disebut Misri A. Muchsin, Dinamika Sejarah. 9 Misri A. Muchsin, Dinamika Sejarah…,69. Al-Mu‘ashirah Vol. 9, No. 1, JANUARI 2012
105
Muawiyah bin Abi Sufyan dengan pihak khalifah Ali bin Abi Thalib. Peperangan ini dipicu dari upaya Muawiyah untuk menuntut keadilan kepada khalifah Ali tentang terbunuhnya khalifah Utsman yang notabenenya adalah sepupu dari Muawiyah. Peperangan ini dikenal dengan perang siffin. Perang ini berakhir dengan proses perundingan atau yang lebih dikenal dengan arbitrase yang berlangsung pada bulan Ramadhan tahun 34 hijriah.10 Hasil dari arbitrase tersebut adalah terpilihnya Muawiyah bin Abi Sufyan sebagai khalifah umat Islam pengganti Ali bin Abi Thalib. Hasil inilah yang menjadi kontroversi pada umat Islam pada waktu itu. Pasca kejadian itu umat terbagi dalam beberapa kelompok, ada yang setia menjadi pendukung Ali bin Abi Thalib atau yang lebih dikenal dengan Syiah. Ada yang hanya diam saja menerima keputusan perundingan tersebut, dan ada yang menolak hasil perundingan itu bahkan mereka memfatwakan kafir terhadap Ali dan Mu’awiyah, sehingga keduanya harus dibunuh. Golongan ini dalam sejarah dikenal dengan golongan Khawarij. Sejak saat itu, umat Islam mulai terpecah ke dalam beberapa kelompok. Masing-masing kelompok tersebut berusaha sekuat tenaga untuk merebut pengaruh dari masyarakat untuk mengikuti golongan mereka. Mereka juga melakukan berbagai upaya dan argumentasi demi mempertahankan apa yang diyakini sebagi sebuah kebenaran. Hal ini juga berimplikasi terhadap pemahaman dan penalaran terhadap sumber-sumber hukum utama dalam Islam. Hadits yang menjadi sumber hukum Islam kedua setelah al-Qur’an, sangat banyak terjadi pertentangan dan perdebatan antar kelompok tersebut. Salah satunya adalah perdebatan mengenai keadilan sahabat yang merawikan hadits. Dalam perkembangan selanjutnya, Syiah berkembang menjadi beberapa kelompok di antaranya Syiah Zaidiyah, Syiah Imamiyah dan Syiah Ismailiyah. Masing-masing kelompok mempunyai beberapa pemahaman dan doktrin yang berbeda. Meskipun pada dasarnya semua kelompok mengklaim dirinya sebagai pendukung Ali bin Abi Thalib. KEADILAN SAHABAT DALAM PANDANGAN SUNNI DAN SYIAH Keadilan Sahabat dalam Pandangan Sunni Untuk menjelaskan pandangan Sunni tentang keadilan sahabat Nabi, penulis memaparkan beberapa pandangan tokoh yang beraliran ahl al-sunnah wa al-jamaah tentang hal ini. Di antara tokoh pakar hadits dalam aliran Sunni adalah Ibnu Hajar al-Asqalani, yang berpendapat bahwa seluruh sahabat Nabi adalah adil. Hal ini berarti seluruh sahabat Nabi dianggap tidak pernah melakukan dosadosa besar dan jarang melakukan dosa-dosa kecil. Pendapat Ibnu Hajar tentu saja didasari oleh alasan dan argumentasi tersendiri, dengan tidak memasukkan semua orang yang hidup semasa dengan Nabi disebut dengan sahabat. Akan tetapi Ibnu Hajar membuat katagori tertentu dalam menentukan siapa sebenarnya yang layak disebut dengan sahabat. Katagori tersebut telah dijelaskan pada bagian awal pada pengertian sahabat. Selain itu al-Ghazali mengatakan bahwa ulama salaf dan jumhur ulama khalaf menerima bahwa sahabat itu adil, sebab Allah sendiri memuji mereka di dalam al-Qur’an. Kecuali mereka yang diketahui jelas kefasikannya, maka mereka _____________ 10
A. Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam, terj. Muktar Yahya (Jakarta: Pustaka al-Husna Baru, 2007), 261. 106
MUHAMMAD AMIN: KEADILAN SAHABAT NABI …
tidak masuk dalam katagori ini.11 Di samping dua tokoh tersebut, mayoritas ulama ahl al-sunnah juga berpendapat bahwa semua sahabat Nabi adalah adil. Mereka menggunakan dalil dari al-Qur’an maupun dari hadits. Di antara dalil-dalil yang yang bersumber dari al-Qur’an adalah: a. QS. al-Imran: 110, yang artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”. b. QS. al-Baqarah: 143, yang artinya: “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.” c. QS. al-Fath: 18, yang artinya: “Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, Maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya)”. d. QS. al-Taubah: 101, yang artinya: “Di antara orang-orang Arab Badawi yang di sekelilingmu itu, ada orangorang munafik; dan (juga) di antara penduduk Madinah. Mereka keterlaluan dalam kemunafikannya. Kamu (Muhammad) tidak mengetahui mereka, (tetapi) kamilah yang mengetahui mereka. Nanti mereka akan Kami siksa dua kali kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab yang besar”. e. QS. al-Anfal: 64, yang artinya: “Hai Nabi, cukuplah Allah (menjadi Pelindung) bagimu dan bagi orangorang mukmin yang mengikutimu”. f. QS. al-Hasyr: 8-10, yang artinya: “(Juga) bagi orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaanNya dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar. Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshar) mencintai orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshar) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa: ”Ya Rabb _____________ 11
Blog artikel, Ressay, ditulis tanggal 17 Oktober 2011, (lihat: http://pangkalandataab. blogspot.com/2011/10/pengantar-studi-komparatif-hadis-Sunni.html). Al-Mu‘ashirah Vol. 9, No. 1, JANUARI 2012
107
kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” g. QS. Al-Nisa’: 94, yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, maka telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan ”salam” kepadamu: ”Kamu bukan seorang mukmin” (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan di dunia, karena di sisi Allah ada harta yang banyak. begitu jugalah keadaan kamu dahulu, lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya atas kamu, maka telitilah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. Selain ayat-ayat al-Qur’an, kalangan Sunni juga menjadikan beberapa hadits sebagai dalil atas argumentasi mereka tentang sahabat. Dalil-dalil tersebut di antaranya: a. Hadits yang diriwayatkan oleh Jabir dalam kitab Shahih Muslim, yang artinya: “Saya diberi tahu oleh Ummu Mubsyir bahwa ia mendengar Rasulullah bersabda kepada Hafshah, “Insya Allah tidak akan masuk neraka orang-orang (para sahabat) yang berbai’at di bawah pohon (bai’at ridhwan).” b. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, hadits ini juga dishahihkan oleh al-AlBani. Dari Abdullah bin Umar ia berkata: “Janganlah kamu mencaci sahabat Muhammad, karena kedudukan satu jam saja dari mereka lebih baik dari amal selama hidup kalian”. Ada juga riwayat yang menyatakan: “lebih baik dari ibadah kalian selama empat puluh tahun.” Selain itu banyak hadits-hadits lain yang dijadikan oleh golongan Sunni untuk memperkuat argumentasi mereka. Keadilan Sahabat dalam Pandang Syiah Syiah berbeda pendapat dengan jumhur ulama dari kalangan ahl al-sunnah dalam persoalan keadilan sahabat. Mereka menganggap definisi yang dikemukakan oleh ahl al-sunnah bahwa setiap orang yang pernah bertemu dengan Rasulullah, beriman kepadanya atau menampakkan keimanannya, meninggal dalam keadaan beriman adalah sahabat, dan semua mereka adil tanpa kecuali, tidak bisa diterima. Mereka menganggap pendapat tersebut bertentangan dengan nas-nas, baik yang terdapat dalam al-Qur’an ataupun yang terdapat dalam hadits. Di samping itu juga bertentangan denga tujuan hidup dan logika serta ruh dari ajaran Islam secara umum. Syiah berpendapat bahwa keadilan dan orang yang adil adalah siapa saja yang dianggap adil menurut Allah dan Rasul-Nya. Hakikat syariat yang objektif sebenarnya mengatakan bahwa setiap muslim berada dalam kesesatan. Syariat Islam yang hanif telah menjelaskan sarana-sarana dan cara untuk mengungkap hakikat kehidupan dan membimbing gerak gerik manusia, yang dengan bekal akalnya, dapat membantu mengungkap rahasia ajaran Islam dan mewujudkan cita-citanya.12 Jika yang paling utama dari manusia, Nabi Muhammad juga seorang manusia biasa yang dapat berbuat benar atau salah, maka amatlah mungkin jika _____________ 12
108
Ahmad Husain Ya’cub, Keadilan Sahabat…, 70.
MUHAMMAD AMIN: KEADILAN SAHABAT NABI …
seorang bocah kecil yang sempat bertemu dengan Nabi juga dapat berbuat salah atau berdusta. Hukum syariat mana yang dapat mencegah akal manusia untuk mengungkap hakikat kemungkinan seseorang berbuat keliru? Ada sahabat yang membunuh yang lain, ada yang mencuri, berbohong, berzina, berpindah keyakinan setelah Nabi wafat, lalu bagaimana dapat mengungkap sebuah kebenaran? Bagaimana kebenaran dapat ditegakkan? Bagaimana umat Islam dapat mengambil pelajaran dari pengalaman masa lalu sehingga menjauhi kesalahan dan mengikuti jalan kebenaran?13 Dari uraian ini, mereka berpendapat bahwa hanya sahabat-sahabat yang jujur dan adil yang bisa diikuti jalannya. Mereka selalu berdoa untuk sahabatsahabat seperti itu. Adapun sahabat-sahabat lain, ukuran keadilannya terletak pada sejauhmana pemahaman agama dan perilakunya dalam mempraktikkan syariat. Mereka berpendapat bahwa pendapat ahl al-sunnah yang mengatakan bahwa semua sahabat adalah adil telah dipengaruhi oleh kepentingan politik dan yang terakhir telah terjadi pada masa kekhalifahan bani Umayyah. Kaum Syiah menerangkan bahwa untuk mengetahui keadilan sahabat ada beberapa cara, yaitu:14 Pertama, adanya undang-undang tentang kebenaran yang dapat membingkai segala perbuatan dan niat. Sesungguhnya kebenaran pasti itu ada, yaitu Islam (al-Qur’an dan sunnah). Aturan ini terkumpul dan membentuk suatu peraturan perundang-undangan yang tak mungkin dimasuki kebatilan baik dari depan maupun dari belakang. Ia merupakan agama Allah yang dianugerahkan kepada hamba-Nya. Kedua, adanya seorang imam yang sah menurut syariat yang dapat menampung segala pendapat dan mampu meredam perselisihan dan menghasilkan suatu keputusan hukum. Ia adalah pembimbing, pemberi kekuatan dan petunjuk arah bagi umat manusia menuju pada kebenaran. Dia adalah seorang wali Allah. Nabi adalah wali yang menunjuk Ali sebagai wali penggantinya. Beliau pernah bersabda: “Sesungguhnya ia (Ali) adalah seorang wali setelah Aku wafat, ia adalah wali bagi setiap mukimn dan mukminah setelah Aku wafat”. Ketiga, sikap objektif dan komprehensif. Dalam menganalisis suatu peristiwa hendaknya selalu didasari dengan sikap komprehensif dan objektif, karena tujuan seorang muslim yang sesungguhnya adalah sama, seperti tujuan yang dikehendaki Allah. Keempat, adanya akal yang bertugas menguasai aturan atau undangundang beserta proses penerapannya dalam beberapa peristiwa. Setelah itu, menjelaskan hasil proses penelitiannya kepada seorang wali atau pemimpin. Lebih lanjut kaum Syiah mengatakan bahwa yang layak disebut sahabat adalah orang-orang yang berjuang bersama Ali dan mengakui kewaliannya. Adapun orang-orang yang menentang Ali, seperti Zubair dan Thalhah tetapi kemudian mereka menyesali perbuatannya, maka mereka hanya pantas disebut Islam saja. Sedangkan Muawiyah termasuk orang yang paling dibenci oleh Syiah. Mereka mengatakan Muawiyah adalah seorang tawanan dan juga putra dari tawanan. Ia memimpin pasukan yang berusaha untuk membunuh Nabi pada masa jahiliyah. Sementara ibunya adalah Hindun yang membunuh bahkan memakan _____________ 13 14
Ahmad Husain Ya’cub, Keadilan Sahabat,… 71. Ahmad Husain Ya’cub, Keadilan Sahabat,… 75 .
Al-Mu‘ashirah Vol. 9, No. 1, JANUARI 2012
109
hati paman Nabi yaitu Hamzah ketika perang Uhud. Sehingga dia masuk ke dalam Islam juga dalam keadaan terpaksa karena kalah dalam berperang. Syiah mengatakan sedikitnya ada beberapa alasan yang mendorong kaum Sunni menciptakan stigma bahwa seluruh sahabat itu adil, di antaranya adalah: a. Sebagai pembenar bagi kelicikan. 1). Pembenaran sikap mereka yang merampas kekuasaan. Muawiyah dianggap sebagai aktor intelektual di balik stigma tersebut. Hal ini bertujuan dengan adanya stigma tersebut, Muawiyah termasuk dari salah satu sahabat. Dan apabila seluruh sahabat itu adil, maka hal ini akan sangat memuluskan usahanya dalam mengelabuhi umat Islam demi meraih kedudukan sebagai khalifah. 2). Sebagai pembenaran sikap Muawiyah dan para pengikutnya. Muawiyah dan pengikutnya dianggap telah melakukan berbagai pembunuhan yang sangat biadab. Baik itu dilakukan kepada keluarga Nabi, juga dilakukan kepada para sahabat yang sempat ikut dalam perang Badar. Untuk menutupi itu semua diciptakanlah stigma itu, sehingga umat Islam terlena dan tidak pernah menyalahkan mereka. b. Sebagai tameng untuk melawan kritikan, hinaan dan hardikan. Dengan adanya stigma ini, setiap orang yang mengkritik Muawiyah dan pengikutnya akan sangat kewalahan. Mereka akan berpikir keras dan pusing tujuh keliling untuk mengkritik seorang sahabat yang notabenenya adil, tetapi melakukan suatu perbuatan yang sangat memilukan dalam sejarah umat Islam. c. Sebagai perbandingan bagi musuh-musuh Muawiyah dan para pengikutnya. Stigma adilnya seluruh sahabat menjadi alat untuk membandingkan antara diri Muawiyah dengan orang-orang yang mengaku sebagai keluarga Nabi. Kalau ada diantara keluarga Muhammad yang menyatakan bahwa mereka telah disucikan oleh Allah sesuci-sucinya, maka mereka mengatakan bahwa mereka adalah sahabat Nabi yang adil, tidak pernah berdusta dan melakukan kesalahan. d. Sebagai pemecah belah kaum muslimin. Stigma ini akan mendorong terjadinya pro dan kontra di kalangan umat Islam. Sehingga perselisihanpun akan terjadi dan menyebabkan umat Islam terpecah dalam berbagai kelompok. Masing-masing kelompok tersebut berusaha untuk mempertahankan pendapatnya dan berusaha untuk mencari pendukung sebanyak-banyaknya. Di antara sahabat yang paling keras mendapat kritikan dari kaum Syiah adalah: a. Umar bin Khattab Umar dianggap orang yang paling berperan dalam proses penyelewengan wasiat Nabi tentang kepemimpinan Ali bin Thalib untuk menduduk jabatan khalifah. b. Muawiyah bin Abi Sufyan Muawiyah dianggap orang yang paling berperan dalam menggulingkan Ali dari jabatan khalifah. Ia juga dianggap orang yang paling berjasa dalam mengubah alur pikir dan cerita sejarah Islam, sehingga menyebabkan terjadinya berbagai perselisihan di kalangan umat Islam. c. Marwan bin Hakam Marwan dianggap orang yang paling berjasa dalam menyusun strategi untuk mengadu domba umat Islam, khususnya pada masa pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan. 110
MUHAMMAD AMIN: KEADILAN SAHABAT NABI …
d. Abu Hurairah. Abu Hurairah dianggap sebagai orang yang paling banyak meriwayatkan hadits palsu. Bahkan ia dikenal sebagai orang yang menjalankan perintah Muawiyah untuk meriwayatkan hadits-hadits palsu untuk melanggengkan kekuasaan Muawiyah dan pengikutnya. Uraian di atas menggambarkan betapa kaum Syiah sangat keberatan dan menolak tentang stigma bahwa seluruh sahabat itu adil, dengan berbagai argumentasi yang mereka bangun dilengkapi dengan berbagai referensi sejarah, mereka tidak memasukkan semua sahabat dalam katagori adil. Menurut mereka sahabat adalah orang-orang biasa yang hidup pada masa Nabi yang sangat mungkin untuk melakukan berbagai kesalahan. Sehingga mereka harus di “cek” dan “ricek” kembali sejarah dan auto biografinya, sehingga orang yang benarbenar mencukupi syarat dan mumpuni baru dianggap adil, merekalah yang wajar untuk diterima periwayatan hadits-haditsnya. KESIMPULAN Perbincangan dan diskusi tentang keadilan sahabat antara dua aliran besar dalam Islam ini hampir tiada akhir. Sejarah panjang telah mencatat berbagai perdebatan antara kedua aliran tersebut, baik yang menyangkut dengan persoalanpersoalan kecil sampai kepada persoalan yang sangat prinsipil dalam Islam. Masing-masing pihak bersikukuh bahwa pendapatnyalah yang paling benar dan berusaha menyebarkan kebenarannya untuk meraih pengikut dan pendukung sebanyak-banyaknya. Persoalan keadilan sahabat termasuk salah satu hal yang sangat prinsipil dalam studi ilmu keislaman khusunya ilmu hadits. Ia akan berimplikasi kepada diterima atau ditolaknya sebuah hadits yang notabenenya sebagai sumber hukum Islam kedua tertinggi di dalam Islam. Dengan adanya perbedaan pandangan antara Sunni dan Syiah dalam masalah ini, tak pelak membawa kepada perbedaanperbedaan dalam hal-hal yang lain dalam ruang lingkup yang lebih luas. Hal ini mengingat sumbernya saja sudah diperdebatkan, apalagi persoalan yang menjadi turunan dari sumber itu. Setidaknya tulisan singkat ini, memberi gambaran umum bagaimana dan apa yang melatar-belakangi kedua golongan tersebut berbeda dalam memandang keadilan para sahabat Nabi. Selanjutnya muncul keinginan para pembaca untuk menelaah kembali keautentikan masing-masing referensi yang digunakan.
Al-Mu‘ashirah Vol. 9, No. 1, JANUARI 2012
111
DAFTAR PUSTAKA A. Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam, terj. Muktar Yahya, Jakarta: Pustaka alHusna Baru, 2007. http://pangkalandataab.blogspot.com/2011/10/pengantar-studi-komparatifhadis-Sunni. html) Juynboll, G.H.A., Kontroversi Hadits di Mesir, terj. Ilyas Hasan, Bandung: Penerbt Mizan, 1999. Muchsin, Misri A., Dinamika Sejarah Politik Islam Dalam Periode awal, Banda Aceh: ar-Raniry Press, 2007. Munawir, Ahmad Warson, al-Munawwir; Kamus Arab-Indonesia, Jakarta: Pustaka Progresif, 1984. Ya’qub, Ahmad Husain, Keadilan Sahabat: Sketsa Politik Awal Islam, terj: Nashirul Haq dan Salman al-Farisi, Jakarta: Penerbit al-Huda, 2006. Zamzami, Daud, dkk, Pemikiran ulama Dayah Aceh, Jakarta: Prenada Media Group, 2007.
112
MUHAMMAD AMIN: KEADILAN SAHABAT NABI …