Volume II
i
KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah Subhanahuwataala, berkat limpahan karunia dan rahmat-Nya penyusunan prosiding Konferensi Nasional Sosiologi V ini berhasil diselesaikan. Konferensi yang mengambil tema Gerakan Sosial dan Kebangkitan Bangsa dan berlangsung dari tanggal 18 – 19 Mei 2016 ini, melingkupi sub-tema yang cukup luas dan beragam. Karena itu penyusunan prosiding ini juga disesuaikan dengan sub-tema yang ada dalam konferensi tersebut. Prosiding ini terdiri dari dua Volume. Volume I terdiri dari 7 BAB yakni (BAB I – BAB VII), mencakup beberapa sub-tema, yakni sub-tema gerakan perempuan, gerakan agraria, gerakan buruh, gerakan lingkungan, gerakan petani, gerakan kelompok marginal dan gerakan politik. Sementara itu, Volume II terdiri dari 10 BAB (BAB VIII – BAB XVII) yang mencakup sub-tema yang lebih beragam yakni gerakan keagamaan, pendidikan transformatif, gerakan pemuda, keluarga, komunitas, gaya hidup, gender dan sub-tema lainnya. Atas selesainya penyusunan prosiding ini, terimakasih tak terhingga diucapkan kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung mulai dari pelaksanaan konferensi sampai penyusunan prosiding ini. Kepada pengurus pusat Asosiasi Program Studi Sosiologi Indonesia (APSSI), Rektor Universitas Andalas, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas, Ketua Yayasan dan Direktur STKIP PGRI Sumatera Barat, para editor, panitia pelaksana serta semua pihak yang telah ikut bertungkuslumus dalam membantu pelaksana Konferensi Nasional Sosiologi V dan penyusunan prosiding ini yang namanya tidak mungkin disebutkan satu-persatu, diucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya.
Padang, 18 Mei 2016 Tim Editor
iv
DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi VOLUME II VIII. GERAKAN SOSIAL DAN MEDIA BARU 1. Fikar Damai Setia Gea Crowdfounding: Gerakan Baru Kegotongroyongan di Indonesia: Tinjauan Evolusi Gerakan Kolektif Dalam Media Baru 2. Fiandy Mauliansyah, Syaiful Asra Gerakan Sosial dan New Media: Menelusuri Jejak Kesadaran dan Tindakan Kolektif Massa 3. Diego Motif Pengguna Aplikasi Grindr Pada Kalangan Gay di Kota Padang 4. Retno Anggraini, Karlina Djamal, Rahmat Muhammad Perkembangan Teknologi Komunikasi, Kecanduan dan Dampak yang Ditimbulkan. 5. Sulastri Kajian Teks Baliho Pilkada Tinjauan Semiotik Budaya: Identitas Diri di Persimpangan Jalan. 6. Akmal Saputra Media dan Perubahan Sosial: Produk Kemajuan dan Kekacauannya 7. Misni Astuti Konstruksi Sosial Media dan Gerakan “Save KPK”: Analisis Framing Pemberitaan di Media Republika.co.id dan Kompas.com 8. Yuhdi Fahrimal Pemerintah Pusat vs Pemerintah Aceh: Sebuah Konstruksi Media IX. GERAKAN KEAGAMAAN 1. Welhendri Azwar Paham Keagamaan dan Aktivitas Sosial Kaum Tarekat: Resistensi Kearifan Lokaj Terhadap Paham Radikal di Sumatera Barat 2. Wilfridus Valiance Islam dan Negara: Studi tentang Moderasi Islam Radikal melalui MUI pada masaa Pemerintahan SBY. 3. Bagus Haryono, Ahmad Zuber, Bambang Santosa, Muh. Rosyid Ridho.. Tokoh Agama Islamlam dan upaya Radikalisasi menuju Keteraturan Sosial di Indonesia 4.Tamrin Radikalisasi Agama, Antara Pilihan Demokrasi dam Khilafah dalam Reformasi Politik di Indonesia
i ii
1131
1156
1168 1177
1189
1207 1216
1237
1255
1276
1306
1318
v
5. Riefky Bagas Prastowo Soft Approach dalam Kontra Terorisme: Upaya Pesantren dalam Melawan Ideologi Radikal 7. Sudarman Alwy, Maria Baren Gerakan Sosial Pesantren untuk Membendung Radikalisme di Aceh 8. Husnul Khitam Manifestasi Nilai Teologi dalam Gerakan Ekologi X GERAKAN PENDIDIKAN 1.Nur Hadi Aplikasi Pendidikan Untuk Semua (PUS) Pada Masyarakat Adat di Trunyan 2.Nazrina Zuryani Gerakan Sadar Kompetensi Penduduk dan Pajak serta Akuntabilitas Partai Politik: Kajian Buku Ajar di Bali 3. Bustanuddin Agus………………………………………………….... Islam dan Integrasi Ilmu dan Agama dalam Mengatasi Sekularisasi Perguruan Tinggi 4. Mohammad Taufiq Rahman …………………...………………… Peranan Pesantren dalam Transformasi Sumber Daya Manusia (Kajian di Kabupaten Tasik Malaya) 5. Bambang Kariyawan YS …………………………………………... Penggunaan Teknik Manajemen Konflik dalam Pembelajaran Sosiologi untuk Meredam Perilaku Berkonflik Siswa 6. Retnaningtyas Dwi Hapsari ……………………………….……..... Konsep Pendidikan Transformatif dalam Pemikiran Tan Malaka Kajian Historis Kurikulum Sekolah Sarekat Islam 7. Isnarmi Moeis………………………………………………………… Pendidikan Multikultural: Konsep dan Aplikasi 8. Dyah Apsari Eko Nugraheni .………111112…………………… Implementasi Nilai-Nilai Pancasila dalam Mewujudkan Pembangunan Karakter Bangsa di Perguruan Tinggi 9. Tuti Budirahayu ……………………………………………….… Ketidakadilan Sosial dalam Pelayanan Pendidikan 10. Erianjoni ……………………………………………………….… Adopsi dan Adaptasi Nilai Budaya Lokal Minangkabau untuk Pengajaran Materi Sosiologi di Sekolah Menangah di Kota Padang 11. Elis Puspita Pesantren di Era Informasi: Gerakan Dakwah Pesantren Tunas Ilmu Berbasis Teknologi Informasi 12. Ucca Arawinda, Slamet Thohari Gerakan Pendidikan Inklusif di Jawa Timur 13. Sri Rahayu, Irwan ……………………………………………. Penggunaan Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Group Investigation dalam Pembelajaran Sosiologi
1328
1347 1367
1381
1396
1405
1414
1439
1453
1463 1473
1483 1499
1508
1523 1532
vi
14. Bastiana Profil Pendidikan di Kawasan Lorong: Studi Kasus Kecamatan Tamalate, Kota Makasar XI. GERAKAN PEMUDA DAN MAHASISWA 1. Ahmad Primadi ………………………………………………….. Dilema Kritisisme dalam Aksi Demonstrasi Mahasiswa 2. Suharty Roslan ………………………………………………..……... Gaya Hidup Konsumerisme di Kalangan Pemuda 3. Apri Rotin Djusfi ……………………………………………..……... Peran pemuda sebagai Penggerak Perubahan Pembangunan Pasca Otonomi Daerah 4. Nurkhalis………………………………………………………..…… Sosialisasi Humanis Melalui Perspektif Abraham Maslow: Pencegahan Dilema Sosial Kepemudaan di Indonesia 5. Cut Irna Liyana ……………………………………………,………. Pengaruh Media Sosial Path terhadap Penggunaan Bahasa dan Kehidupan Sosial Remaja. 6. Ahmad Abrori ……………………………………………….……… Media dan Gerakan Sosial: Studi tentang Gerakan Sosiak Berjejaring Anak Muda Muslim Perkotaan XII. KELUARGA DAN ANAK 1. Alfan Miko…………………………………………………..…… Pergeseran Penyantunan Lansia dan Perubahan Sosial Budaya Pada Masyarakat Minangkabau di Sumatera Barat. 2. Eva Lidya, Diana Dewi Sartika, Gita Isyana Wulan ……..……..... Strategi Adaptasi Mantan TKW Desa Tanjung dayang Selatan, Indralaya Selatan, Ogan Ilir Sumatera Selatan 3. Suparman Abdullah ………………………………………….…….. Diskontinyuitas Komunitas Nelayan: Kasus Lae-lae dan Kampung Nelayan, Kel. Untia, Makasar 4. Wilodati, Dasim Budimansyah, Yadi Ruyadi ………………...…… Pola Asuh Anak di Lingkungan Keluarga Tenaga Kerja Wanit 5. Laurensius Arliman Simbolon……………………………………… Penelantaran Perlindungan Anak oleh Orang Tua Akibat Gaya Hidup Modern yang Salah Arah. 8. Rahesli Humsona, Mahendra Wijaya, Sigit Pranawa, Sri Yuliani. Habitus tentang Nilai-nilai Relasi Sosial Pengguna dalam Jaringan Prostitusi Anak di Kota Surakarta XIII. KOMUNITAS 1. Nirzalin, Fachrurrazi………………………………………… Gerakan Kolektif Masyarakat Melawan Mafia Narkoba di Ujoeng Pacu Kota Lhokseumawe, Aceh
1553
1561 1568 1583
1596
1609
1622
1644
1659
1672
1688 1699
1720
1728
vii
2. Mutmainnah ……………………………………………..……… Mobilisasi Sumber Daya Orang Kuat Lokal Menghadapi Pemerintah Pusat 3. Syarifah Ema Rahmaniah ……………………………………… Peluang dan Tantangan Masyarakat Perbatasan dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 4. Mita Rosaliza …………………………………………….………… Modal Sosial dalam Pembangunan Perdesaan: Perspektif Transmigran dan Desa Lokal 5. Ferdinad Kerebungu, Sanita C. Sasea ………………………… Mandulu’u Tonna dalam Kehidupan Sosial Masyarakat Bantane Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara. 6. Sadri ……………………………………………………………. Memegang Teguh Tradisi demi Sebuah Identitas: Prosesi Pengangkatan Tuanku Tarekat Syathariah di Padang Pariaman
1747
1769
1779
1791
1799
XIV. GAYA HIDUP 1. Tyka Rahman, Raphaella Dewantari Dwiyanto ………………… 1820 Konsumsi Simbolis dalam Pemilikan Rumah Oleh Kelas Menengah: Studi Kasus Penghuni Greenland Forest Park Residence, Depok 2. Estu Putri Wilujeng ……………………………………………….. 1847 Konsumerisme Buruh Migran: Studi tentang Perilaku Konsumtif Buruh Migran terhadap Barang Industri Fesyen di Tempat Buruh Bekerja 3. Agung Darono ……………………………………………………. 1866 “Orang Pajak”: Kajian Konstruksi Sosial atas Identitas 4. Yulkardi, Afrizal, Yunarti …………………………………….. 1884 Pernikahan Usia Anak: Penyebab, dan Solusi Strategis 5. Sri Hilmi Pujihartanti ……………………………………………. 1893 Upaya Preventif terhadap Tindakan Kekerasan Seksual Pada Anak 6. Khoirul Rosyadi …………………………………………………… 1906 Social Movement againts Sexual Violence Crimes on Children 7. Fachrina, Aziwarti, Zuldesni ……………………………….......... 1915 Pelecehan Seksual di Kalangan Pelajar XV. KESETARAAN GENDER 1. Much. Arba’in Machmud ……….………………………..…...…. 1936 Gender dan Kehutanan Masyarakat: Kajian Implementasi Pengarusutamaan Gender di Hutan Rakyat dan Hutan Kemasyarakatan. 2. Rahmi Indriyani ……………………………………..….….… … 1960 Kesetaraan dan Keadilan Gender di Kampung Burungayun, Banyuresmi, Garut, jawa Barat. 3. Triyanto ………………………………………………….....…… .. 1983 Pemberdayaan Perempuan Korban Konflik dan Tsunami oleh Baitul Mal Aceh Barat.
viii
4. Argyo Demartoto, Siti Zunariyah, Yuyun Sunesti ……….…. . 1471 Kebutuhan Praktis Dan Strategis Gender Dalam Penanggulangan HIV/AIDS 5. Silfia Hanani …………………………………………….…….. … 1997 Tradisi Sumbayang 40 Sebagai Alternatif Perlindungan terhadap Perempua Lanjut Usia di Minangkabau. 6. Evi Feronika Elbaar ………………………...………….……… .. 2012 Peran Gender dalam Aktivitas Perikanan Tangkap di Kawasan Sabangau, Kalimantan Tengah 7. Vinita Susanti ………………………………………………….… 2022 Keadilan dan Kesetaraan Gender: Implikasi Undang-undang No. 23/2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga XVI. PEMBANGUNAN 1. Masrizal ……………………………………………..…………. 2052 Musrena dan Perencanaan Pembangunan Berbasis Kamus e-Musrenbang: Studi Pada Kebijakan Pembangunan yang Berprespektif Gender di Kota Banda Aceh. 2. Hamda Rizani ………………….……………………………….. 2066 Penguatan Peran Humas Pemerintah untuk Mewujudkan Good Governance 3. Robert Tua Siregar Marihot Manullang ……………………... 2081 Kekuatan Potensi Lokal dalam Perspektif Perencanaan Pembangunan Daerah. 4. Fery Andrianus ……………………………………………..… 2098 Involuntary Resettlement: Solusi atau bencana? 5. T.R. Andi Lolo, M. Ramli AT, Muh. Fuad Azis DM ………… 2119 Peta Sosiologi Kota: Kebijakan Radikal dalam Membangun Kota Makasar sebagai Kota Dunia 6. Cucu Nurhayati …………………………………………..…… 2145 Dekonstruksi Struktur-Kultur dalam Membangun Kebijakan Sektor Informal di Perkotaan. 7. Azwar ………………………………………………………… 2162 Mobilitas Sosial Intra Generasi Masyarakat Limau Manis, Kecamatan Pauh, Kota Padang. XVII. UMUM 1. Fuad Madarisa, Melinda Noer, Asmawi dan Jafrinur 2175 Pelatihan Kolaboratif Untuk Perbaikan Kompetensi Peternak Sapi di Kabupaten Pasaman Barat 2. Busyra Azheri 2192 Perilaku Pengusaha yang Mengabaikan Hak Masyarakat (Kajian terhadap Implementasi Corporate Social Responsibility) 3. Sigit Pranawa, Totok Mardikanto, Drajat Tri Kartono, RB Sumanto………………………………………………………… 2205 Dinamika Stakeholder dalam Implementasi Program CSR: Kasus PT. Antam Pongkor
ix
4. Viza Juliansyah Dampak Sosial Ekspansi Industri Kelapa Sawit Terhadap Komunitas Penduduk Asli di Kalimantan Barat 5. Mita Rozalisa ……………………………………………………… Sosial Kapital dalam Pembangunan Wilayah Perdesaan: Perspektif Desa Eks Transmigrasi dan Desa Lokal 6. Sudarsana ……………………………………………………...… Pemekaran Desa Sebagai Upaya Peningkatan Efisiensi Pelayanan Publik 7. Afrizal Tjoetra …………………………………………………...… Peranan Ornop dalam Keterbukaan Informasi Publik: Upaya Membangun Gerakan Anti Korupsi di Aceh 8. Rozidateno Putri Hanida, Bimbi Irawan, Samsurizaldi, Fachrur Rozi …………………………………………………….… Kepemimpinan Ninik Mamak sebagai Elit dalam Percepatan PembangunanMasyarakat 9. Trisni Utami ……………………………………………………… Revitalisasi Pasar Tradisional Berbasis Pemberdayaan Komunitas: Suatu Alternatif Penanggulangan Kemiskinan 10. Ernita Arif …………………………………………………………. Perilaku Aparatur Kelurahan dan Nagari dalam Melayani Masyarakat: Tinjauan Aspek Komunikasi 11. Firdaus Dari Aksi Demonstrasi Ke Negosiasi : Strategi Penguatan Gerakan Pedagang Korban Bencana Pasar Raya Padang Oleh Pbhi Sumbar
2214
2231
1631
2242
2264
2274
2281
2289
x
MUSRENA DAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BERBASIS KAMUS E-MUSRENBANG (Studi Pada Kebijakan Pembangunan yang Berspektif Gender di Kota Banda Aceh) Masrizal, S.Sos.I, MA, Staf Pengajar Prodi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Univeritas Syiah Kuala Banda Aceh, Email:
[email protected]/ masrizalfisip.unsyiah.ac.id
Abstrak Tulisan ini menjelaskan bagaimana gerakan sosial ibu-ibu Rumah Tangga yang tergabung dalam organisasi Balee Inong di Banda Aceh mencari ruang partisipasi perempuan melalui Musrena (musyawarah rencana aksi perempuan). Tahapan penelitian ini mendeskripsikan temuan lapangan tentang perencanaan pembangunan berbasis kamus eMusrenbang melalui kerangka konsep pemberdayaan berspektif gender dengan pendekatan participatory rural Appraisal (PRA). Metode Penelitian menggunakan Kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi e-Musrenbang berisi jenis-jenis program kegiatan SKPD yang sudah memiliki harga satuan, sehingga operator gampong tinggal memilih dan memasukkan volume yang dibutuhkan, serta dikoneksikan dengan WebGis Bappeda. Setiap gampong/desa diberikan batasan pagu anggaran berdasarkan Pagu Indikatif Kecamatan, sesuai dengan proporsional anggaran untuk tingkat kecamatan dan gampong. Pada tahun 2015 usulan Musrena diarahkan koneksiknya dengan SKPD terkait dengan masing-masing Gampong mendapat pagu Indikatifnya 10% dari 200 Juta Rupiah/gampong. Dengan Sistem ini warga bisa mengakses secara online sampai dimana usulan desa mereka pada SKPD terkait. Kata Kunci : Musrena, pembangunan, e-musrenbang, gender Abstract This paper describes how social movements of housewives who are included in the women's centers (Balee Inong) in Banda Aceh look for space of women’s participation through MUSRENA (consensus of action plan for women). Stages of this research describes the field finding of development planning based e-Musrenbang dictionaries through gender concept framework which gender perspective withParticipatory Rural Appraisal (PRA) approach. Research method is qualitative method. Research finding shows that the application of e-Musrenbang contain the kinds of SKPD activity program which have had unit price, so gampong’s (village) operator can choose and insert the volume that is needed, also can be connected with Bappeda WebGis. Each gampong (village) is given the limitation of budgets based on Indicative Pagu for District, in line with proportional budgets for district and gampong. In 2015, proposal of Musrena –its connection- was directed with related SKPD which each gampong got indicative pagu 10% of 200 million rupiah. With this system, the residents can access by online where the position of their gampong proposal to related SKPD.
Keywords:Musrena, Development, e-musrenbang, gender. 1. PENDAHULUAN Sistem perencanaan pembangunan dan penjaringan aspirasi masyarakat selama ini dilakukan melalui musyawarah perencanaan dan pembangunan (MUSRENBANG) yang
2052
dilakukan mulai dari tingkat gampong/desa hingga tingkat kabupaten/kota. Pelaksanaan dari satuan unit paling rendah di tingkat gampong masih berjalan top-down. Mekanisme perwakilan masyarakat biasanya lebih banyak diwakili oleh ketua atau anggota Tuha Peut. Sehingga terkesan lebih merupakan ajang sosialisasi pada masyarakat sekaligus sinkronisasi antara rencana kerja Satuan Kerja Pemerintah Aceh (SKPA) dengan Satuan Kerja Pemerintah Kabupaten/Kota (SKPK). Di samping itu, dalam hal waktu pelaksanaannya sering dikritik terlampau singkat sehingga masyarakat kurang memiliki kesempatan mengkritisi maupun mengklarifikasi usulannya, selain itu sebagian masyarakat juga seringkali datang tidak mempersiapkan diri sehingga tidak menguasai substansi dari program-program yang diusulkan. Secara teknis, pelaksanaan MUSRENBANG masih dilakukan secara maraton dan paralel. Mulai dari tingkat gampong/desa telah disusun jadwal yang dibuat oleh BAPPEDA Kota. Dalam satu hari dibagi gampong yaitu pagi dan siang hari. Masing-masing desa dan gampong mengadakan musyawarah di meunasah atau kantor balai pertemuan gampong dalam waktu 3-4 jam. Jika kita mengamati alur perencanaan daerah, dimana MUSRENBANG menjadi salah satu kegiatan yang harus dilalui, terlihat jelas bahwa perencanaan lebih bercorak teknokratik-formalistis dalam rangka menjaring aspirasi secara adiministratif. Rumusan yang dihasilkan lebih banyak bersifat pembangunan fisik seperti pembangunan pagar, kantor desa, perbaikan jalan, dan pembangunan gedung pertemuan. Rumusan usulan telah diformalisasikan dalam bentuk isian form yang sudah disebarkan oleh Bappeda. Karena MUSRENBANG merupakan forum berjenjang, usulan-usulan yang disampaikan di tingkat gampong pun akan terus dibawa ke tingkat yang lebih tinggi. Sehingga disinilah sering persoalan akan muncul. Misalnya, Persoalan pertama, program yang sudah disepakati pada tingkat bawah (Gampong/desa) belum tentu semuanya terakomodir ketika di aspirasikan ke forum ditingkat kecamatan hingga kabupaten/kota. Sehingga, banyak usulan-usulan tidak melihat pada kebutuhan masing-masing ditingkat Gampong/desa, yang terjadi sebaliknya, usulan yang seharusnya sudah disampaikan pada tahun sebelumnya menjadi prioritas kembali, kerap menjadi pengulangan usulan tahun sebelumnya. Persoalan kedua, rendahnya keterlibatan/partisipasi perempuan di dalamnya, sehingga secara langsung ataupun tidak, banyak program atau kebijakan-kebijakan yang diterapkan oleh Pemerintah kabupaten/kota sering bermasalah terkait sensitivitas gender. Oleh karena itu, dilihat dari mekanisme pelaksanaannya, tingkat kehadiran perempuan yang minim, rumusan program yang dihasilkan tidak berkeadilan gender, sehingga dipandang perlu terbangunnya sebuah wadah yang sama yang dapat menampung seluruh persoalan dan kebutuhan perempuan, maka dirasa perlu diadakan MUSRENA. Secara umum MUSRENA bertujuan untuk menciptakan Perencanaan Kota Banda Aceh Berbasis Keadilan Gender dengan mengadaptasi sistem perencanaan bottom up dan top down. Sedangkan secara khusus adalah: (1) Sebagai wadah komunikasi langsung bagi kaum perempuan di daerah sekaligus pembelajaran dalam merumuskan suatu rencana aksi pembangunan. Di sisi lain, menjadi ajang pembelajaran bagi kaum perempuan untuk ikut berpartisipasi aktif dalam mengutarakan permasalahan serta kebutuhannya secara nyata dalam kegiatan MUSRENBANG. (2) Sebagai salah satu dasar pertimbangan proporsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Gampong (APBG atau Bantuan Gampong). (3) Sebagai upaya khusus sementara yang dilakukan pemerintah kota untuk memastikan partisipasi perempuan dalam perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan menikmati hasil pembangunan. Manfaat Umum MUSRENA adalah dapat memperkuat kapasitas kaum perempuan di dalam proses perencanaan pembangunan, dan dapat memberikan masukan kepada pemerintah mengenai aspirasi-aspirasi kaum perempuan, mendengarkan dengan lebih jelas
2053
hal-hal apa yang menjadi aspirasi kaum perempuan, dan kemudian dapat diintegrasikan di dalam program kerja pemerintah. Sedangkan manfaat khusus adalah Pemerintah Kota Banda Aceh dapat mengetahui keluhan, permasalahan dan kebutuhan perempuan sehingga dapat di rumuskan solusi penangulangan dalam perencanaan pembangunan. Dimasa kepemimpinan Alm. Mawardi Nurdin dan Illiza Sa’aduddin Djamal, Musrena (musyawarah rencana aksi perempuan) yang dijalankan berdasarkan Peraturan walikota (Perwal No 52 tahun 2009), dan telah mendapatkan penghargaan secara nasional dalam bidang partisipasi perempuan dalam pembangunan. Selanjutnya sekarang Walikota telah membentuk Organisasi Perempuan tersebut dengam sebutan Balee Inong dengan di SK kan oleh Kantor Pemberdayaan Perempuan Dan Keluarga Berencana (PPKB). Balee Inong adalah sekumpulan individu perempuan yang saling bekerjasama dalam menyelesaikan persoalan pembangunan, baik dari tingkat gampong hingga ketingkat kecamatan sampai kabupaten/kota. Organisasi ini hanya ada di Kota Banda Aceh, dan tidak ada diwilayah lain diluar Kota Banda Aceh, dengan jumlah organisasi BI sekarang 18. Sebagaimana diketahui pada tahun 2015 ini Bappeda Kota Banda Aceh telah merancang Kamus e-Musrenbang yang di dalam program tersebut pagu indikatifnya dari budgeting 200 Juta rupiah pergampong, dimana 10% diperuntukkan untuk kegiatan organisasi Balee Inong yang berada pada 90 gampong dan 90 % lainnya untuk kegiatan gampong yang dikelola oleh aparatur gampong. Selama ini organisasi BI ini berada ditingkat kemukiman, jadi sebagai sebuah organisasi yang baru mendapat perhatian serius dari Pemerintah Kota Banda Aceh maka sangat diperlukan pengetahuan tentang bagaimana merancang program kegiatan yang mendukung capaian MDGs. Untuk itu penulis ingin melihat kekuatan dan kelemahan yang dipraktikkan oleh organisasi Balee inong dalam partisipasinya melalui Musrena sebagai sebuah afirmatif Musrenbang yang belum berpihak pada kebutuhan perempuan. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka masalah yang dapat diambil sebagai kajian dalam penulisan karya ini antara lain: 1. Bagaimana pengaruh pelaksanaan Musrena terhadap kebijakan pembangunan pada pemerintah Kota Banda Aceh 2. Berapa lama Musrena menjadi salah satu wadah aspirasi perempuan dalam pembangunan 3. Siapa saja aktor yang mempengaruhi pelaksanaan Musrena di Kota Banda Aceh sebagai sebuah afirmatif Musrena. Sebagai tujuan dari artikel ini yang menjadi titik fokus adalah untuk: 1. Mengetahui dan menganalisa pengaruh pelaksanaan Musrena terhadap kebijakan pembangunan pada pemerintah Kota Banda Aceh 2. Mengetahui berapa lama Musrena menjadi salah satu wadah aspirasi perempuan dalam pembangunan 3. Mengetahui aktor yang mempengaruhi pelaksanaan Musrena di Kota Banda Aceh sebagai sebuah afirmatif Musrenbang 2. Tinjauan Pustaka Dalam kajian teori ini penulis akan menggambarkan beberapa bentuk model kerangka analisis teori gender yang dikembangkan oleh beberapa ahli yang digunakan untuk melihat model konsep pelaksanaan Musrena melalui kekuatan organisasi kelompok perempuan pada level akar rumput yang disebut dengan Balee Inong di Kota Banda Aceh antara lain : a. Harvard Framework (Kerangka Harvard).
2054
Kerangka analisis gender Harvard lebih concern dengan membuat pembagian kerja gender (division of labour), peran dalam pengambilan keputusan, tingkat control atas sumberdaya yang kelihatan. Tiga data set utama yang diperlukan: Siapa melakukan apa, kapan, di mana, dan berapa banyak alokasi waktu yang diperlukan? Hal ini dikenal sebagai “Profil Aktifitas”. Siapa yang memiliki akses dan kontrol (seperti pembuatan kebijakan) atas sumber daya tertentu? Hal ini kerap dikenal dengan “Profil Akses dan Kontrol” Siapa yang memiliki akses dan kontrol atas “benefit” seperti produksi pangan, uang dan sebagainya. Faktor yang mempengaruhi perbedaan dalam pembagian kerja berbasis gender, serta akses dan kontrol yang ada pada “profil aktifitas” dan “profil akses dan kontrol”. Tujuan dari alat analisis ini adalah: - Membedah alokasi sumberdaya ekonomis terhadap laki-laki dan perempuan - Membantu perencana proyek untuk lebih efisien dan meningkatan produtifitas secara keseluruhan Kekuatan/keutamaan dari Kerangka Harvard: - Praktis dan mudah digunakan khususnya pada analisis mikro yakni level komunitas dan keluarga - Berguna untuk baseline informasi yang detail - Fokus pada hal-hal yang kasat mata, fakta objektif, fokus pada perbedaan gender dan bukan pada kesenjangan - Gampang dikomunikasikan pada pemula/awam Keterbatasan: - Tidak ada fokus pada dinamika relasi kuasa dan kesenjangan (inequality) - Tidak efektif untuk sumberdaya yang tidak kasat mata seperti jaringan sosial dan sosial kapital - Terlalu menyederhanakan relasi gender yang kompleks, kehilangan aspek negosiasi, tawar-menawar dan pembagian peran. b. Kerangka Moser atau sering disebut dengan The Gender Roles Framework, Secara singkat, kerangka ini menawarkan pembedaan antara kebutuhan praktis dan strategis dalam perencanaan pemberdayaan komunitas dan berfokus pada beban kerja perempuan. Uniknya, ia tidak berfokus pada kelembaggan tertentu tetapi lebih berfokus pada rumah tangga.Tiga konsep utama dari kerangka ini adalah :pertama,Peran lipat tiga (triple roles) perempuan pada tiga aras: kerja reproduksi, kerja produktif dan kerja komunitas. Ini berguna untuk pemetaan pembagian kerja gender dan alokasi kerja. Kedua, Berupaya untuk membedakan antara kebutuhan yang bersifat praktis dan strategis bagi perempuan dan laki-laki. Kebutuhan strategis berelasi dengan kebutuhan transformasi status dan posisi perempuan (spt subordinasi). Sedangkan ketiga, Pendekatan analisis kebijakan – dari fokus pada kesejahteraan (welfare), Kesamaan (equity), anti kemiskinan, efisiensi dan pemberdayaan. Kekuatan/Keutamaan Kerangka Moser: - Mampu melihat kesenjangan perempuan dan laki-laki - Penekanan pada seluruh aspek kerja di mana membuat peranan ganda perempuan terlihat - Menekankan dan mempertanyakan asumsi dibalik proyek-2 intervensi
2055
-
Penekanan pada perbedaan antara memenuhi kebutuhan dasar-praktis dengan kebutuhan strategis Keterbatasan/Kelemahan Kerangka Moser: - Fokus pada perempuan dan laki-laki dan tidak pada relasi sosial - Tidak menekanakan aspek lain dari kesenjangan spt akses atas sumber daya - Jika ditanyakan, perempuan akan mengidentifikasikan kebutuhan praktisnya. Menemukan ukuran-2 kebutuhan strategis sulit. Perubahan strategis adalah sebuah proses yang kompleks dan kontradiktif. Dalam prakteknya, sesuatu yang praktis dan strategis berkaitan erat. - Pendekatan kebijakan yang berbeda-2 bercampur dalam prakteknya - Kerja secara efektif lebih berfungsi sebagai alat analisis intervensi ketimbang perencanaan. c. Konsep Longwe tentang Kerangka Kerja ”Pemberdayaan” atau sering di istilahkan denganLongwe Framework. Kerangka Longwe berfokus langsung pada penciptaan situasi/pengkondisian di mana masalah kesenjangan, diskriminasi dan subordinasi diselesaikan. Longwe menciptakan jalan untuk mencapai tingkat pemberdayaan dan kesederajatan (equality) di mana ditunjukan bahwa pemenuhan kebutuhan dasar-praktis perempuan tidak pernah sama dengan, pemberdayaan maupun sederajat (equal). Pengambilan keputusan (kontrol) merupakan puncak dari pemberdayaan dan kesederajatan (equality). d. Kerangka Analisis Relasi Sosial Naela Kabeer, Kerangka ini didasarkan pada ide bahwa tujuan pembangunan adalah pada kesejahteraan manusia (human well-being), yang terdiri atas survival, security dan otonomi. Produksi dilihat bukan hanya relasinya terhadap pasar, tetapi juga reproduksi tenaga kerja, kegiatan subsistent, dan kepedulian lingkungan hidup. Menganalisis ketimpangan gender yang ada di dalam distribusi sumber daya, tanggung jawab dan kekuasaan. Menganalisis relasi antara orang, relasi mereka dengan sumber daya, aktifitas dan bagaimana posisi mereka melalui lensa kelembagaan, dan menekankan kesejahteraan manusia (human well-being) sebagai tujuan utama dalam pembangunan e. Konsep Web Geographic Information System ( WebGIS ) Menurut Prahasta (2007), WebGIS adalah aplikasi GIS atau pemetaan digital yang memanfaatkan jaringan internet sebagai media komunikasi yang berfungsi mendistribusikan, mempublikasikan, mengintegrasikan, mengkomunikasikan dan menyediakan informasi dalam bentuk teks, peta dijital serta menjalankan fungsi–fungsi analisis dan query yang terkait dengan GIS melalui jaringan internet. Sedangkan menurut Setiawan dan Rabbasa, penggunaan data spasial dirasakan semakin diperlukan untuk berbagai keperluan seperti penelitian, pengembangan dan perencanaan wilayah, serta manajemen sumber daya alam. Pengguna data spasial merasakan minimnya informasi mengenai keberadaan dan ketersediaan data spasial yang dibutuhkan. Penyebaran (diseminasi) data spasial yang selama ini dilakukan dengan menggunakan media yang telah ada yang meliputi media cetak (peta), cd-rom, dan media penyimpanan lainnya dirasakan kurang mencukupi kebutuhan pengguna. Pengguna diharuskan datang dan melihat langsung data tersebut pada tempatnya (data provider). Hal ini mengurangi mobilitas dan kecepatan dalam memperoleh informasi mengenai data tersebut. Karena itu dirasakan perlu adanya WebGIS. Arsitektur aplikasi pemetaan di web dibagi menjadi dua pendekatan sebagai berikut : a) Pendekatan Thin Server
2056
Pendekatan ini memfokuskan diri pada sisi server. Hampir semua proses dan analisis data dilakukan berdasarkan request di sisi server. Data hasil pemrosesan kemudian dikirim ke client dalam format standar. b) Pendekatan Thick Client Pada pendekatan ini, pemrosesan data dilakukan disisi client menggunakan beberapa teknologi (Nuryadin, 2005). Secara umum pengembangan dan implementasi WebGIS akan menunjang penyebaran informasi data spatial. Sehingga orang awam pun akan dapat memiliki akses terhadap data dan hasil analisis GIS. 3. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian dan Pendekatan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (Field Research) yang bersifat kualitatif. Menurut Nana Syaodih Sukmadinata, (2005:60) penelitian kualitatif (Qualitative Research) adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual atau kelompok. Penelitian kualitatif juga mempunyai dua tujuan yang utama yaitu, menggambarkan dan mengungkap (to describe and explore) dan menggambarkan dan menjelaskan (to describe and explain). Penelitian lapangan ini memiliki tujuan untuk mendeskripsikan, mengungkap dan menjelaskan tentang bagaimana Forum Musrena sebagai sebuah peluang partisipasi bagi perempuan dalam merancang program pembangunan berbasis pada Kamus e-Musrenbang yang berspektif gender, dan untuk kebenaran datanya ada proses uji keabsahan data, menggunakan trianggulasi dengan sumber dan dan triangulasi dengan metode. Untuk pendekatannya penulis gunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan fenomenologis. Penulis dalam penelitian ini berusaha memahami peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang biasa dalam situasi tertentu. (Lexy J. Moleong, 1993: 9), Jadi yang ditekankan dalam penelitian ini adalah aspek subyektif perilaku orang sehingga peneliti berusaha masuk dalam dunia subyek peneliti. Peneliti berusaha untuk masuk kedalam dunia konseptual para subyek yang diteliti, sehingga peneliti mengerti apa dan bagaimana suatu peristiwa tersebut dalam kehidupan sehari-harinya dengan tujuannya adalah agar peniliti bisa mengetahui kondisi informan dan bisa menggali informasi mendalam. 3.2. Teknik Pengumpulan Data Teknik yang digunakan dalam mengumpulkan data menggunakan observasi, wawancara, FGD, dan dokumentasi Dengan rincian sebagai berikut: a. Observasi Observasi yang penulis lakukan dalam penelitian ini dengan dua pola, dengan didasari awalnya observasi pada level institusi terkait dan level Penggerak Perempuan. Observasi ini meliputi gambaran umum lokasi penelitian, partisipan (aktor yang terlibat) dalam perencanaan kegiatan Musrena di Kota Banda Aceh, dan juga melihat kebijakankebijakan apa yang telah dilakukan oleh pemerintah kota Banda Aceh dalam meningkatkan keterlibatan perempuan dalam pembangunan. b. Wawancara (Interview) Teknik wawancara dilakukan dengan para informan yang telah dipilih dari berbagai unsur yang menjadi bagian dari objek penelitian. Mengingat penelitian dilakukan di Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh, maka informan yang dimaksud adalah tokoh penggerak perempuan, diantaranya: perempuan yang bekerja pada LSM Annisa Centre, WDC Kota Banda Aceh, LSM RPUK, Balaisyura, Flower, dan pada Level Grassrot atau gampong, Ketua Organisasi Balee Inong dan Ketua PKK dan pihak Institusi yang menjadi leading
2057
perencana pembangunan Kota yakni Bappeda Kota Banda Aceh, Badan Pemberdayaan Perempuan Kota Banda Aceh dan Walikota Banda Aceh, Wawancara dilakukan secara mendalam (in depth interview) untuk mendapatkan informasi dan petunjuk-petunjuk tertentu dalam rangka memperoleh hasil penelitian yang relevan dengan tema penelitian. Jenis wawancara yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah wawancara tak berencana. Sedangkan berdasarkan bentuk pertanyaan wawancara, wawancara dalam penelitian ini menggunakan model wawancara terbuka. c. Focus Group Discussion (FGD) Focus Group Discussion dilakukan untuk menggali lebih dalam lagi model perencanan pembangunan yang dibagai kepada tiga kelompok yakni Kelompok Para LSM, Kelompok Perempuan Akar rumput (Balee Inong dan PKK) dan level institusi terkait ( Bappeda dan Badan Pemberdayaan Perempuan Kota Banda Aceh). Melalui FGD informan didapatkankan menjadi lebih leluasa mengungkapkan pendapatnya dan juga terjadi proses berbagai pengalaman di antara sesama informan. d. Dokumentasi Dokumentasi adalah sebuah metode mengumpulkan bahan-bahan dalam bentuk dokumen yang relevan dengan penelitian. Misalnya dengan melakukan penelusuran dan penelaahan bahan-bahan pustaka berupa buku-buku, jurnal, surat kabar, dan karya ilmiah lainnya yang relevan dengan tema penelitian. Dokumentasi yang penulis maksud adalah dokumentasi dalam bentuk data sekunder. Tujuan dari perlunya dokumentasi ini adalah agar penulis terbantu dalam menyiapkan data dengan baik dan ada referensi yang mendukung yang sesuai untuk penelitian. Sistem dokumentasi ini bukan hanya memudahkan penulis untuk mencari data lapangan tapi juga untuk menjadi arsip penting bagi penulis dan bagi kelompok tertentu yang membutuhkan. 3.3. Analisis Data Untuk memperoleh gambaran menyeluruh tentang obyek penelitian, penulis menggunakan teknis analisis deskriptif. Data yang diperoleh melalui observasi, dokumentasi, wawancara dan pencatatan dilapangan selanjutnya diolah, diinterpretasikan dengan memfokuskan penajaman makna yang dideskripsikan dalam bentuk kata-kata daripada angka-angka sejauh mungkin dalam bentuk aslinya. (Moleong,2005: 6) Dalam penelitian kualitatif yakni adanya : (1) Reduksi data, (2) display data, (3) mengambil kesimpulan dan verifikasi. Untuk beberapa tahap di atas untuk lebih jelasnya dapat dijabarkan sebagai berikut: a) Reduksi data, diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan data kasar dan transformasi data kasar yang muncul dari beberapa catatan yang berhasil dihimpun. Proses reduksi data mengacu pada pengelompokkan data yang dipilih untuk menjawab permasalahan yang sedang diteliti. Pada penelitian ini penulis mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dari informan penelitian, dengan menggunakan teknik pengumpulan data, semua dicatat sedetail mungkin. Selanjutnya penulis mengelompokkan informasi yang diperoleh sesuai dengan kebutuhan. Dalam proses ini penulis juga melakukan pemilihan dan pemilahan antara informasi yang relevan dengan subyek penelitian yang tidak sesuai. b) Display data adalah penyajian data dan informasi yang telah terkumpul dalam bentuk matrik atau uraian yang memberikan kemudahan dalam memberikan kemungkinan penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan yang diperlukan. Data-data yang telah diperoleh disajikan dalam bentuk uraian setelah melalui proses reduksi data.
2058
c)
Penarikan kesimpulan (verifikasi), proses pencarian arti/makna dari data yang terkumpul, memberikan catatan keteraturan, pola-pola yang dapat digunakan untuk menjelaskan, konfigurasi yang mungkin digunakan, alur sebab akibat serta proposisi. Kesimpulan yang diperoleh juga memerlukan verifikasi selama penelitian dilakukan. Penulis selanjutnya berusaha untuk menarik kesimpulan dari berbagai informasi yangtelah dihimpun. Melakukan cross-chek kembali dengan berbagai sumber. Konfirmasikembali dengan berbagai pihak tentang hasil penelitian. Dalam hal ini penulismeminta pendapat, saran serta pendapat tentang kesimpulan sementara. Tetapi bukan berarti menghilangkan unsur obyektifitas hasil temuan penulis dilokasi penelitian. Tanggapan berupa masukan, penulis masukkan sebagai tambahan informasi.Data dan informasi selanjutnya disampaikan secara deskriptif dengan pemaparan berdasarkan temuan-temuan hasil wawancara dan observasi dengan disertai cuplikan wawancara berupa kalimat lansung disertai komentar dari peneliti berdasarkan teori yang mendukung. Teknik analisis data dilakukan dengan menggunakan langkah-langkah pengumpulan, penyusunan penilaian dan penafsiran serta penyimpulan data. Penafsiran dilakukan dengan pemahaman intelektual, yaitu dengan tetap memperhatikan asas kausalitas dan rasionalitas.
3.4. Pengecekan Keabsahan data Pengecekan keabsahan data dilakukan dengan teknik triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memamfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu sebagai data pembanding. Moleong, (2005: 178), Adapun triangulasi yang digunakan adalah triangulasi dengan sumber dan dan triangulasi dengan metode. Triangulasi dengan sumber adalah membanding dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui sumber data yang berbeda. Dalam hal ini trianggulasi dilakukan dengan jalan: 1) membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, 2) membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi, 3) membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang pada umumnya. Triangulasi dengan metode dalam penelitian ini dilakukan dengan melakukan pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil dari berbagai teknik pengumpulan data dengan metode yang sama. Tujuan triangulasi adalah untuk mengecek kebenaran data tertentu dengan membandingkannya dengan data yang diperoleh dari sumber lain pada berbagai fase penelitian lapangan, pada waktu yang berlainan dan sering dengan menggunakan metode yang berlainan, prosedur ini akan banyak memakan waktu, akan tetapi disamping mempertinggi validitas juga memberi kedalaman hasil penelitian. Triangulasi dilakukan dengan menggunakan teknik yang berbeda, misalnya obsevasi, wawancara dan dokumentasi. Misalnya hasil observasi dapat dicek dengan wawancara atau membaca laporan. Namun triangulasi bukan sekedar mengetes kebenaran data dan bukan untuk mengumpulkan berbagai ragam data, melainkan juga suatu usaha untuk melihat dengan lebih tajam hubungan antara berbagai data agar mencegah kesalahan dalam analisis data. Dan juga mengumpulkan data dari berbagai sumber dengan sendirinya memberikan gambaran yang lengkap tentang masalah yang peneliti hadapi. Selain itu dalam triangulasi dapat ditemukan perbedaan informasi yang justru dapat merangsang pemikiran untuk lebih mendalam. Triangulasi dilakukan karena keinginan bersikap hati-hati terhadap data yang disampaikan oleh informan. Dalam hal ini triangulasi dilakukan dengan melakukan wawancara dari berbagai sumber dengan perspektif yang berbeda dari kelompok
2059
perempuan dilevel gampong (Balee Inong dan PKK) dan LSM Penggerak perempuan, dan Institusi pemerintah (Bappeda, dan Badan Pemberdayaan Perempuan Kota Banda Aceh) 4. TEMUAN DAN PEMBAHASAN Dalam mengkaji bentuk gerakan partisipasi perempuan yang tergabung dalam organisasi Balee Inong dalam Musrena pendekatan yang digunakan melalui metode Kualitatif dengan teknik pengumpulan datanya: observasi, wawancara, dan FGD (focus group discussion): beranjak dari 3 metode tersebut, maka penulis merincikan sebagai berikut temuannya: 4.1. Musrena Sebagai Sebuah Afirmatif Musrenbang Berangkat dari persoalan formalisme MUSRENBANG dengan berbagai masalahnya, kemudian hadir sebuah ide dari wakil walikota Banda Aceh saat itu, dan sekarang sudah menjadi Walikota menggantikan Alm. Mawardi Nurdin, untuk membuat wadah yang dapat menampung aspirasi kaum perempuan dalam perencanaan pembangunan kota, yaitu MUSRENA. Forum ini dibentuk oleh Pemerintah Kota, atas tiga inisiator utama yaitu Wakil Walikota terpilih, Illiza Sa’aduddin Djamal; Fahmiwati dan Suzan dari GTZ-SLGSR, yang dalam pelaksanaan awal juga didukung oleh berbagai aktivis lain seperti Soraya Kamaruzzaman, Ir Badrunnisa, Kusmawati Hatta, Ria Fitri, Tasmiati sebagai fasilitator. Yang seterusnya fasilitator tersebut dilakukan oleh Kusmawati Hatta, Ridwan Ibrahim. Forum ini dimulai sejak tahun 2007 dilaksanakan di tingkat kecamatan yang dibagi dalam tiga regional. Secara umum MUSRENA bertujuan untuk menciptakan Perencanaan Kota Banda Aceh Berbasis Keadilan Gender dengan mengadaptasi sistem perencanaan bottom up dan top down. Sedangkan secara khusus adalah: (1) Sebagai wadah komunikasi langsung bagi kaum perempuan di daerah sekaligus pembelajaran dalam merumuskan suatu rencana aksi pembangunan. Di sisi lain, menjadi ajang pembelajaran bagi kaum perempuan untuk ikut berpartisipasi aktif dalam mengutarakan permasalahan serta kebutuhannya secara nyata dalam kegiatan MUSRENBANG. (2) Sebagai salah satu dasar pertimbangan proporsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Gampong (APBG atau Bantuan Gampong). (3) Sebagai upaya khusus sementara yang dilakukan pemerintah kota untuk memastikan partisipasi perempuan dalam perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan menikmati hasil pembangunan. Manfaat Umum MUSRENA adalah dapat memperkuat kapasitas kaum perempuan di dalam proses perencanaan pembangunan, dan dapat memberikan masukan kepada pemerintah mengenai aspirasi-aspirasi kaum perempuan, mendengarkan dengan lebih jelas hal-hal apa yang menjadi aspirasi kaum perempuan, dan kemudian dapat diintegrasikan di dalam program kerja pemerintah. Sedangkan manfaat khusus adalah Pemerintah Kota Banda Aceh dapat mengetahui keluhan, permaslahan dan kebutuhan perempuan sehingga dapat di rumuskan solusi penanngulangan dalam perencanaan pembangunan. Realitas pelaksanaan Musrena bila merujuk kepada teori yang penulis kembangkan di atas bahwa hampir semua konsep dalam perspektif gender digunakan sebagai pisau bedah dalam mengembangkan bentuk pelaksanaan Musrena. Kekuatan yang dimiliki oleh kelompok perempuan Kota Banda Aceh memperlihatkan kepada publik bahwa telah adanya pergeseran pola pembangunan, dimana sebelumnya kekuatan penuh patriarkhi terhadap pelaksanaan Musrenbang terjadi pergeseran yang mulai melirik kepada kebutuhan perempuan dalam pembangunan. Hal ini juga tak terlepas dari peran penting walikota yang memahami kebutuhan perempuan dan didukung oleh lembaga gerakan sipil society dan adanya kerelaan dari kelompok laki-laki untuk menerima perlunya perubahan arah pembangunan.
2060
4.2. DASAR HUKUM MUSRENA Untuk memperkuat keberadaannya dari sisi legal-formal, kemudian dimunculkan sejumlah regulasi di tingkat lokal, yakni: -
Perwal MUSRENA, No. 52 tahun 2009 QANUN Kota Berkeadilan Gender; Posisi Perempuan yang Menduduki Jabatan Strategis di Pemerintahan; RPJM (2007-2012); Renstra, Renja, KUA/PPAS.
Sedangkan regulasi nasional yang dijadikan sandaran dan juga untuk menjaga sustainibilitas khususnya terkait dengan hambatan-hambatan adininistrative merujuk regulasi pembangunan partisipatif, utamanya: - UU RI No. 25 Th. 2004 (UU 25/2004) tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN); - UU RI No. 32 Th. 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan; - UU RI No. 33 Th. 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintahan Pusat dan Daerah; - UU RI No. 7 Th. 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriininasi Terhadap Perempuan (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 29 Tambahan Lembaran Negara 3277); - UU RI No 39 tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia; - UU RI No 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam rumah tangga; - UU RI No. 25 Tahun 2000 tentang Propenas khususnya Bab VIII tentang kedudukan dan kualitas hidup perempuan; - UU RI No. 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, terutama pada: Ps. 75 tentang keterwakilan perempuan dan Partai politik lokal,Ps. l38tentang perempuan dan pembentukan MPU,Ps. 154 tentang perempuan dan perekonoinian,ps. 215 tentang perempuan dan pendidikan,ps. 23l tentang perempuan dan anak dan HAM.PS 226 tentang perempuan dan kesehatan dan psikososial; - Instruksi Presiden RI No. 9 Th. 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional; - PP No. 19 Th. 2001 mengenai pengarusutamaan gender; - Surat Edaran Bersama (SEB) Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas dan Menteri Dalam Negeri No.0008/M. PPN/01/2007 dan 050/264A/SJ tentang Petunjuk Teknis Penvelenggaraan MUSRENBANG Tahun 2007. SEB ini merupakan peraturan transisi sambil menunggu keluamya peraturan pemerintah (PP) sebagai aturan pelaksanaan UU SPPN; - Konvensi Mengenai Hak-hak Politik Perempuan (Convention on the Political Rights of Women, New York 31 March 1953), Indonesia meratifikasi konvensi tanggal 16 Desember 1998); - Protokol Obsional terhadap Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriininasi Terhadap Perempuan; - PP No. 8 Tahun 2008 tentang Tahapan dan Tata Cara Penyusunan, Pengendalian, Pelaksanaan Evaluasi Pembangunan Daerah. 4.3. Keunggulan Kamus e-Musrenbang Bagi Warga Kota Banda Aceh Keunggulan aplikasi Kamus e-Musrenbang adalah masyarakat dapat mengikuti sejauh mana sudah usulan program pembangunan mereka diakomodir oleh Pemerintah kota Banda Aceh, melalui SKPD (satuan kerja pemerintah daerah) terkait. Dalam aplikasi ini
2061
terdapat kamus usulan berisi jenis-jenis program kegiatan SKPD yang sudah memiliki harga satuan, sehingga operator gampong tinggal memilih dan memasukkan volume yang dibutuhkan. Aplikasi ini juga dilengkapi dengan WebGis yang dikoneksikan dengan WebGis Bappeda sehingga gampong memiliki opsi memilih lokasi yang menjadi objek usulan pembangunan yang mereka usulkan.“Per gampong/desa diberikan batasan pagu anggaran berdasarkan PIK (Pagu Indikatif Kecamatan) yang merupakan salah-satu kebijakan Pemko Banda Aceh dalam proporsional anggaran untuk tingkat kecamatan dan gampong/desa. Dengan hadirnya aplikasi ini, diharapkan kualitas perencanaan yang melibatkan masyarakat secara langsung dapat terlaksana dengan baik, sehingga cita-cita kota Banda Aceh menjadi Cyber City lebih cepat terwujud. Hal lain dari kajian ini bisa kita merujuk pada konsep pemberdayaan yang dikembangkan melalui pendekatana Participatory Rural Appraisal (PRA), atau kajian pemberdayaan yang dikembangkan oleh Longwe berfokus langsung pada penciptaan situasi/pengkondisian di mana masalah kesenjangan, diskriminasi dan subordinasi diselesaikan. Longwe menciptakan jalan untuk mencapai tingkat pemberdayaan dan kesederajatan (equality) di mana ditunjukan bahwa pemenuhan kebutuhan dasar-praktis perempuan tidak pernah sama dengan, pemberdayaan maupun sederajat (equal). Pengambilan keputusan (kontrol) merupakan puncak dari pemberdayaan dan kesederajatan (equality). Musrenbang sebagai suatu kegiatan tahunan yang diamanatkan oleh undangundang, merupakan ajang bertemunya warga gampong untuk mendiskusikan permasalahan mereka dan memutuskan prioritas pembangunan jangka pendek. Musrenbang merupakan bentuk partisipasi masyarakat dalam pembangunan secara bottom-up dengan memastikan pembangunan sesuai dengan kebutuhan. Dalam rangka mensosialisasikan sistem baru musrenbang secara online, Bappeda mengundang para camat dan geuchik/kepala desa dalam kawasan Kota Banda Aceh untuk memperkenalkan aplikasi electronic Musrenbang. Selanjutnya pada tahun 2015, kelompok perempuan yang tergabung dalam organisasi Balee Inong mendapatkan pengetahuan tentang sistem operasional eMusrenbang karena dari pagu Indikatif Gampong yang ada di Kota Banda Aceh, anggaran 10% dari gampong dikelola oleh kelompok perempuan, dimana contohnya pada anggaran tahun 2016 mendatang, dari total Anggaran 200 Juta Rupiah Pergampong/desa maka 10 % nya diperuntukkan bagi program kegiatan yang berhubungan dengan perempuan. Dimana di Banda Aceh ada 90 Gampong jadi ada sekitar, 1,8 Milyar Rupiah akan dikelola oleh Kelompok perempuan yang tergabung dalam organisasi Balee Inong tersebut. Selama ini organisasi Balee Inong ini didampingi oleh Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota dan lembaga Women’s Development Centre Kota Banda Aceh. 4.4. Realisasi Musrena terhadap Kebijakan Pembangunan yang Bersepektif Gender Pascaada Musrena sebagai forum aspirasi bagi perempuan Kota Banda Aceh dalam pembangunan, telah banyak manfaat yang dirasakan, baik dari sektor ekonomi, pendidikan, budaya, agama, politik dan sektor sosial lainnya. Begitu juga dengan instansi terkait, program kegiatan yang direalisasikan lebih mengarah kepada kebutuhan masyarakat, bukan hanya sekedar program asal jaadi yang tanpa memiliki dukungan penuh dari masyarakat, terutama kelompok perempuan sebagai objek penerima manfaat bantuan. Sejak Musrena direalisasikan sejak tahun 2007, program yang mengarah kepada kepentingan Perempuan terealisasikan sedikit demi sedikit dengan tidak lagi melihat kepentingan yang diimplementasikan mengarah kepada kepentingan yang bersifat sementara, hanya untuk perempuan semata tetapi mengarah kepada kepentingan gender
2062
(laki-laki dan perempuan). Misalnya dalam forum tersebut, adanya usulan yang kemudian terealisasi seperti, penambahan modal usaha dana bergulir, penerangan lampu jalan gampong/desa, pelatihan tajhiz mayat, dan kagiatan sosial lainnya. Selanjutnya pada tahun 2015, pagu indikatif gampong diperuntukkan untuk perempuan 10% dari APBK. Sehingga banyak program yang diusulkan membantu pembangunan kota yang menjawab visi dan misi Kota Banda Aceh sejak 2007-2012, hingga 2012-2017. Namun berjalannya program kegiatan yang diprakarsai oleh kelompok perempuan ini tidak terlepas dari sikap kepemimpinan yang dinampakkan oleh Illiza Sa’aduddin Djamal, sebagai seorang perempuan yang lahir dari kader partai politik, dan juga organisasi Perempuan yang ada di kota Banda Aceh, baik organisasi dilevel desa (Balee Inong) Juga LSM di level kota, seperti WDC, KKTGA, Flower, RPUK, An-nisa Centre, MISPI, Balai Syura, LBH, dan LSM lainnnya yang berada di Ibukota Provinsi Aceh. Selanjutnya Peranan dan Fungsi Organisasi Masyarakat Sipil di Kota Banda Aceh, Peranan dan tanggung jawab organisasi masyarakat sipil dalam Musrenbang dan Musrena dapat dijelaskan: 1. Adanya Pengembangan koalisi strategis dan jaringan yang efektif untuk mempengaruhi pengambilan keputusan dalam proses perencanaan dan penganggaran di daerah untuk menerapkan penganggaran partisipatif; 2. Disamping sebagai peserta mereka juga berperan menjadi fasilitator Musrenbang; 3. Memberikan advokasi, pelatihan, pendampingan, penelitian, dan analisis anggaran; 4. Menyediakan dan meningkatkan akses masyarakat pada informasi perencanaan dan penganggaran agar mereka lebih peduli dan aktif berkontribusi dalam prosesnya; 5. Menciptakan forum publik untuk mendorong pembahasan APBD sebelum APBD disetujui dan disahkan; 6. Melakukan kampanye untuk mendorong transparansi anggaran; 7. Memantau dan mengevaluasi anggaran dan kinerja pelayanan publik; 8. Membantu DPRK untuk melakukan tinjauan (review) dan penilaian terhadap dampak anggaran yang diusulkan pemerintah daerah, terutama dampak anggaran bagi usaha pengentasan kemiskinan dan penerapan standar pelayanan minimal; 9. Bekerjasama dengan media cetak ataupun elektronik untuk memastikan tujuantujuan perencanaan dan penganggaran partisipatif, proses, dan hasil-hasilnya dipublikasikan. Begitu juga dengan peranan dan fungsi DPRD Kota Banda Aceh, untuk menguatkan keterlibatan DPRD dalam Musrenbang dan Musrena khususnya dan semua tahapan proses perencanaan pada umumnya. Di samping jadwal waktu reses DPRD perlu disinkronisasikan dengan jadwal waktu Musrenbang dan kalender perencanaan dan penganggaran daerah. Dengan demikian DPRD dapat berkontribusi aktif dan efektif dalam Musrenbang pada saat kegiatan tersebut dilaksanakan. Dimana pada saat Musrena berlangsung DPRK mendengarkan paparan masing-maisng kelompok organisasi Perempuan Kota Banda Aceh yang tergabung dalam organisasi Balee Inong, dan titik tekan yang paling berpengaruh terhadap realiasasi program Musrena adalah Anggota legislatif yang terpilih dari Dapil (daerah pemilihan) tertentu mesti hadir, dan berkontribusi dalam forum tersebut. Peranan dan fungsi DPRK yaang diperkuat dalam forum Musrena sebagai berikut:
2063
1. Adanya keterlibatan aktif dari komisi, komite DPRD yang relevan dalam diskusi, peninjauan, dan evaluasi usulan masyarakat dalam Musrena dan Musrenbang; 2. Pemahaman terhadap kebutuhan dan aspirasi masyarakat disuarakan dala m Musrenbang dan memberikan masukan atas prioritas program berdasarkan prioritas masayarakat; 3. Terdapatnya konsistensi dan keseimbangan antara program dan anggaran tahunan daerah dengan prioritas nasional dan provinsi dan antara prioritas sektoral dengan alokasi anggaran; 4. Musrenbang menerapkan standar konsultasi publik yang sesuai;mencermati kebutuhan pengembangan regulasi untuk dimasukkan dalam program Renja DPRK mendukung program dan kegiatan yang diprioritaskan di Musrena pada pengusulan Musrenbang. Advokasi anggaran berkeadilan gender mulai diterapkan sejak 2001 oleh beberapa LSM anggota forum Gender Budget Analysis yang bekerja pada tingkat nasional dengan jaringan di daerah dan anggota forum yang bekerja di daerah. Pada level nasional, forum tersebut melakukan advokasi gender budget dengan mendesak Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) agar mengalokasikan anggaran sebesar 30 persen untuk sektor pendidikan, kesehatan 15 persen, dan anggaran pemberdayaan perempuan 5 persen dari APBN (Ketetapan MPR Nomor 6 Tahun 2002). Untuk di Banda Aceh dikuatkan lagi dengan lahirnya Perwal Musrena Nomor 52 tahun 2008 yang mengharuskan 5% dari Alokasi Anggaran pada SKPD diarahkan pada realiasi program yang berkeadilan gender. Berdasarkan dari berbagai kekuatan hukum tersebut sehingga kegiatan Musrena di Kota Banda Aceh berjalan dengan baik dan akan diberhentikan ketika Musrenbang sudah mengakomodir partisipasi penuh perempuan dalam Musrenbang, hingga tahun kesembilan Musrena masih dilihat ada kekurangan, untuk itu Musrena yang berada dibawah kendali Bappeda Kota Banda Aceh terus berbenah untuk perbaikan Musrena selanjutnya dengan selalu menjalin koordinasi dengan pihak terkait. 5. KESIMPULAN Sebagai sebuah bentuk afirmatif Musrenbang dari pemerintah dalam rangka peningkatan partisipasi aksi perempuan dalam pembangunan, dibentuknyaForum Musrena yang telah dilakukan secara berkesinambungan selama 9 tahun, sejak 2007-2015, di Kota Banda Aceh, dengan mekanisme pelaksanaan penjaringan informasi dan program kegiatan sejak dari Pra Musrena yang dirancang dari Desa/gampong, hingga kelevel Kecamatan, sampai dengan masuk kedalam realisasi Musrenbang ditingkat Kota, sampai sekarang terus disempurnakan sesuai situasi dan kondisi. Dan hasil setiap tahunnya juga sudah ada yang diintergrasikan ke dalam program SKPK walaupun tidak meningkat secara signifikan. Oleh karena itu, maka sampai saat ini MUSRENA masih diperlukan untuk terus menjadi wadah pembelajaran bagi perempuan dalam mengeluarkan aspirasi dan inspirasinya serta membantu perencanaan pembangunan kota yang partisipatif genderke depan.Selain itu, pelaksanaan MUSRENA ini, sudah mulai dikenal dan dipelajari oleh berbagai pihak yang berkepentingan dalam rangka pengembangan, penyempurnaan dan program replikasi untuk melakukan sistem perencanaan pembangunan yang partisipatif. Dan bahkan organisasi WDC Banda Aceh bekerjasama dengan Pemerintah Kota Banda Aceh dengan dukungan dana dari Ford Foundation telah melakukan sosialisasi program Musrena melalui workshop ke Kabupaten/kota Lainnya di Aceh seperti Aceh Selatan, Aceh Singkil, Kota Subulussalam, Pidie Jaya, Aceh Besar dan Sabang. Dan dari hasil Sosialisasi tersebut didapatkan bahwa hampir semua kebupaten/kota tersebut menjadikan Musrena sebagai sebah contoh yang baik (best practice) dalam merealisasikan program yang berkeadilan
2064
gender didaerah masing-masing, dengan nama yang berbeda-beda, ada yang disebut dengan Tim Vokal Poin Gender atau nama lainnya sesuai dengan kesepakatan masingmasing daerah. Dan bahkan pemerintah Kota Banda Aceh dengan adanya Musrena ini telah mendapatkan Inovasi Goverment Awards dari Kementerian tahun 2012. 6.DAFTAR PUSTAKA Abu Hurairah, 2006, Dinamika Kelompok (konsep dan Aplikasi),Bandung:Refika Aditama Burhan Bungin, 2003 Analisis Data Penelitian Kualitatif Pemahaman Filosofis dan metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada Azhar Arsyad, 1996, Media Pembelajaran, Jakarta : Raja Grafindo Persada, Masrizal dkk, 2012, Analisis Pengembangan Usaha Ekonomi Perempuan di Kota Banda Aceh, Yogyakarta : Penerbit Samudra Biru _______ dkk, 2012, Modul Musrena, WDC- Ford Foundation- Pemko Kota Banda Aceh _______ dkk, 2015, Modul Pemberdayaan Perempuan (Sebuah Analisa Balee Inong dan Relasi Sosial) Banda Aceh: WDC- Ford Foundation Nasaruddin Umar dkk, 2003, Pemberdayaan Perempuan Melalui Pemahaman Agama, Surabaya:PSG IAIN Sunan Ampel Onny S. Prijono, 1996, Pemberdayaan Masyarakat (Konsep, Kebijakan dan Implementasi), Jakarta : CSIS Website: http://www.bandaacehkota.go.id/berita965-Dengan_eMusrenbang,_Masyarakat_Lebih_Terlibat_Dalam_Pembangunan.html#.Ve0piyuUqKE http://www.bappedabandaacehkota.go.id/strategi/musrena. https://trezegulum17.wordpress.com/2013/01/07/musyawarah-perencanaanpembangunan-musrenbang/ http://kalyanamitra.or.id/eventsdetail.php?id=0&iddata=1 http://cgi.fisipol.ugm.ac.id
2065