KATA PENGANTAR Tanpa terasa tahun 2002 telah berlalu dan telah dua setengah tahun
pula
mengemban
Komisi
Pengawas
amanat
konstitusional
Undang-Undang No. 5/1999.
Persaingan
Usaha
sebagai
(KPPU)
pengawas
bekerja
pelaksanaan
Sebagai lembaga pengawas persaingan
usaha, salah satu tugas KPPU yang diamanatkan oleh Undang-Undang No. 5/1999 adalah menyampaikan laporan berkala kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia. Laporan
berkala
Tahun
2002
ini
disusun
sebagai
wujud
pertanggung jawaban KPPU kepada Presiden dan DPR. Laporan ini menguraikan pelaksanaan tugas KPPU, meliputi pelaksanaan seluruh program dan kegiatan dalam kurun waktu 2002. Sebagaimana tercermin di dalam laporan berkala ini, banyak kemajuan yang telah dicapai tetapi tidak sedikit pula hambatan yang dihadapi dalam kurun waktu tersebut. KPPU menyadari bahwa tanpa dukungan luas dari publik, teramat sulit
bagi
pelaksanaan
KPPU
untuk
tugasnya,
dapat di
mencapai
tengah
tantangan yang tidak ringan.
berbagai
kehadiran
kemajuan
berbagai
dalam
kendala
dan
Karena itu pada kesempatan ini, KPPU
menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada berbagai pihak, atas dukungan dan kerjasamanya selama ini. Laporan berkala ini sudah barang tentu tidak luput dari berbagai kelemahan
dan
kekurangan.
Karena
itu
dalam
rangka
penyempurnaannya, KPPU terbuka terhadap kritik, saran, dan masukan dari berbagai pihak.
Jakarta, Januari 2003 KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA Ketua
Syamsul Maarif
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
i
Daftar Isi
iii
Bab I PENDAHULUAN
1
Bab II PROGRAM KERJA KPPU 2002
3
Penegakan Hukum
3
Pengembangan Kebijakan
4
Pengembangan Kelembagaan
4
Komunikasi
5
Pengembangan Sistem Informasi
6
Bab III GAMBARAN UMUM PERSAINGAN USAHA 2002
7
Bab IV PENEGAKAN HUKUM
10
Penanganan Laporan Publik dan Inisiatif
11
Perkara Dalam Proses Pemeriksaan
12
Perkara Yang Telah Diputus
13
Litigasi dan Monitoring Putusan
28
Bab V PELAKSANAAN MONITORING, KAJIAN dan PENGEMBANGAN KEBIJAKAN
32
Monitoring
32
Kajian
38
Dengar Pendapat
42
Pemberian Saran dan Pertimbangan Kepada Pemerintah
46
Bab VI PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN
51
Pengembangan Organisasi
51
Penyusunan Pedoman UU No.5/1999
53
Status Kelembagaan
53
Pengembangan Strategi KPPU
54
Sarana dan Prasarana
55
Pengembangan Kerjasama Antar Lembaga
55
Kerjasama Internasional
57
Bantuan Teknis
57
Kunjungan dan Pertukaran Informasi
61
Partisipasi Aktif dalam Forum Internasional
63
Pengembangan Sumber Daya Manusia
64
Bab VII SOSIALISASI dan PENGEMBANGAN KOMUNIKASI 65 Sosialisasi Melalui Lokakarya
65
Sosialisasi dan Komunikasi Melalui Media Massa
68
Pertemuan Dengan Para Pakar
69
Bab VIII KENDALA dan TANTANGAN
70
Resistensi Pemburu Rente
70
Lingkungan Kebijakan
71
Peradilan dan Institusi Penegakan Hukum Terkait
71
Otonomi dan Inisiatif – Inisiatif Daerah
72
Merger dan Akuisisi
73
Posisi Staf Sekretariat KPPU
73
Persaingan Sebagai Budaya Baru
74
Hambatan – Hambatan Internal
74
Bab IX PENUTUP
76
Lampiran Lampiran I : Daftar Putusan KPPU
79
Lampiran II : Kasus Dalam Penanganan KPPU
85
BAB I PENDAHULUAN Undang-undang
No.
5/1999
tentang
Larangan
Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat diundangkan pada tanggal 5 Maret 1999. Sebagai produk hukum ekonomi yang lahir di tengah krisis ekonomi serta hingar bingar “reformasi” di berbagai bidang, kelahiran UU No.5/1999 menimbulkan semangat sekaligus harapan baru di bidang perekonomian. Betapa
tidak,
pertengahan
tahun
persoalan
kebijakan
berlangsung
tanpa
krisis 1997 dan
ekonomi
yang
merupakan praktek
fondasi
dan
berlangsung
puncak
dari
persaingan kerangka
akumulasi
usaha
yang
sejak yang
menjamin
tumbuhnya iklim usaha yang sehat. Karena itu lahirnya UU No.5/1999 diharapkan dapat menjadi bingkai bagi lahirnya iklim persaingan usaha yang sehat guna mewujudkan dunia usaha yang efisien yang memberikan pilihan-pilihan yang luas bagi konsumen, yang
pada
akhirnya
diharapkan
mendorong
peningkatan
kesejahteraan rakyat. Dalam perjalanan waktu yang relatif sangat singkat
tentu
saja menjadi sesuatu yang mustahil untuk memenuhi tujuan tadi. Sebagai lembaga yang diberi amanat untuk mengawasi pelaksanaan UU
No.5/1999,
KPPU
berupaya
seoptimal
mungkin
untuk
menjalankan tugasnya. Namun sebagai sebuah lembaga baru KPPU tentu saja dihadapkan pada sejumlah persoalan. Sebagai sebuah institusi publik, Laporan tahun 2002 ini merupakan pertanggungjawaban KPPU kepada publik, selain tentu saja menjadi bentuk pertanggungjawaban konstitusional KPPU kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Laporan ini membahas pelaksanaan program dan kegiatan – kegiatan KPPU sepanjang tahun 2002. Sebagaimana layaknya
sebuah
laporan,
membahas
Bab
tujuan,
I
berisi
sistematika
mengenai dan
isi
pendahuluan
laporan
ini.
yang
Bab
II
memaparkan program 2002 yang dirumuskan tahun sebelumnya. Sedangkan Bab III menguraikan gambaran umum persaingan usaha Indonesia sepanjang tahun 2002. Berdasarkan UU No.5/1999, tugas utama yang diemban KPPU sebagai pengawas persaingan usaha adalah penegakan hukum. Program penegakan hukum yang meliputi
kegiatan-kegiatan
penanganan laporan publik, pemecahan kasus atau perkara serta kegiatan litigasi dan monitoring putusan diuraikan pada Bab IV. Kasus atau perkara yang ditangani dapat pula merupakan perkara inisiatif KPPU. Perkara inisiatif ini dapat bersumber dari kajian maupun monitoring pelaku usaha. Perlu juga diketahui bahwa selain penegakan hukum, tugas utama lainnya dari KPPU adalah memberikan saran dan pertimbangan kebijakan kepada pemerintah. Untuk mendukung program ini, KPPU mengembangkan kajian regulasi dan perundang-undangan maupun dengar pendapat (hearing) dengan berbagai pihak dan institusi. Karena itu selain membahas program kegiatan monitoring pelaku usaha, Bab V juga membahas pelaksanaan program kajian regulasi dan perundangundang, dengar pendapat serta saran dan kebijakan pertimbangan kepada pemerintah. Sebagai kelembagaan
sebuah
lembaga
merupakan
salah
baru, satu
pengembangan program
kegiatan
prioritas
KPPU.
Pelaksanaan program ini dibahas secara detail pada Bab VI, meliputi operasional
antara
lain
hubungan
pengembangan antar
lembaga
instrumen-instrumen
baik
nasional
maupun
internasional, serta pengembangan sumberdaya manusia. Sebagai sesuatu yang baru pengenalan UU/5/1999 dan KPPU kepada stakeholder persaingan usaha dilaksanakan melalui program komunikasi. Pelaksanaan program ini dibahas secara detail pada bab VII.
Dalam usianya yang sangat belia KPPU dalam melaksanakan tugas-tugasnya tentu masih berhadapan dengan sejumlah kendala, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Kendala-kendala yang dihadapi KPPU sepanjang tahun 2002 diuraikan pada Bab VIII. Sedangkan Bab IX menyimpulkan seluruh isi bab-bab sebelumnya. Laporan tahunan ini sudah barang tentu tidak lepas dari berbagai kelemahan dan kekurangan. Untuk itu KPPU mengharap masukan dan kritikan semua pihak, yang tentunya akan sangat membantu penyempurnaan laporan ini.
BAB II PROGRAM KERJA KPPU 2002 Seluruh kegiatan pada tahun 2002 merupakan pelaksanaan atas
rencana
strategis
yang
telah
dituangkan
dalam
bentuk
Program Kerja KPPU. Kelancaran pelaksanaan kegiatan pada tahun 2002 tersebut tidak terlepas dari dukungan pendanaan Anggaran Pendapatan
dan
Pemberdayaan
Belanja
Negara
(APBN)
Persaingan
Usaha
Tahun
melalui Anggaran
Proyek 2002
Departemen Perindustrian dan Perdagangan, serta bantuan teknis dari beberapa organisasi internasional yang mempunyai perhatian khusus pada masalah persaingan usaha. Program kerja KPPU yang dilaksanakan pada tahun 2002 adalah perwujudan tugas-tugasnya yang diamanatkan oleh UU No.5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Program kerja dimaksud terdiri dari : Penaatan /
Penegakan
Hukum
(Compliance);
Pengembangan
Kebijakan
(Policy Development); Pengembangan Kelembagaan (Institutional Development); Komunikasi (Communication); dan Pengembangan Sistem Informasi (Information System Development). Penegakan Hukum Program
penegakan
hukum
merupakan
program
yang
memayungi pelaksanaan tugas utama KPPU selaku lembaga yang diberi amanat mengawasi pelaksanaan UU No.5/1999. Kegiatan utama dalam program ini meliputi rangkaian proses penanganan dugaan pelanggaran UU No.5/1999 mulai dari penanganan laporan yang berasal dari masyarakat maupun yang bersifat inisiatif, pemeriksaan dan penyelidikan, pembuatan putusan, monitoring
pelaksanaan putusan hingga diupayakannya bantuan hukum bila terdapat masalah hukum atas putusan yang telah ditetapkan. Pengembangan Kebijakan Tugas utama KPPU lainnya adalah pemberian saran dan pertimbangan kepada Pemerintah yang berkaitan dengan kebijakan yang mendorong lahirnya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Tugas ini dilaksanakan melalui pelaksanaan program pengembangan kebijakan. Beberapa kegiatan yang dilaksanakan untuk mendukung Program Pengembangan Kebijakan antara lain adalah penyusunan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah, penyusunan kertas kerja kebijakan (policy paper), kajian atas sektor industri dan perdagangan,
kajian
atas
peraturan
perundang-undangan,
monitoring pelaku usaha, dengar pendapat dengan pihak-pihak terkait
serta
penyusunan
saran
dan
pertimbangan
kebijakan
pemerintah. Pengembangan Kelembagaan Untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas – tugas utama KPPU tersebut, unsur penataan dan penguatan kelembagaan menjadi salah satu pilar penting yang perlu terus dikembangkan. Oleh karena itu pengembangan kelembagaan menjadi salah satu program kerja KPPU. Program ini menjadi sangat penting mengingat KPPU sebagai lembaga baru dengan sumber daya yang masih sangat terbatas. Kegiatan - kegiatan yang menjadi bagian dari program ini meliputi pengembangan instrumen-instrumen operasional seperti pengembangan organisasi dan penyusunan aturan - aturan internal, penyusunan
pedoman
/
petunjuk
operasional
UU
No.5/1999
(guidelines), pembahasan status kelembagaan khususnya untuk sekretariat, pengembangan strategi KPPU serta pemenuhan fasilitas kerja baik sarana dan prasarana guna menunjang pelaksanaan tugas
KPPU,
pengembangan
pengembangan kerjasama
kerjasama
internasional,
antar
dan
lembaga,
pengembangan
sumber daya manusia, Komunikasi Hukum dan budaya persaingan merupakan sesuatu yang baru bagi masyarakat Indonesia, khususnya bagi kalangan pelaku usaha, penegak
hukum
dan
aparat
pemerintah
lainnya.
Untuk
itu,
kegiatan-kegiatan yang bersifat mendorong internalisasi nilai – nilai persaingan
menyadarkan
melalui
introduksi
dan
peningkatan
pemahaman masyarakat akan hukum dan budaya persaingan menjadi sangat penting artinya bagi efektivitas UU No.5/1999 dalam mendorong lahirnya iklim persaingan usaha yang sehat. Dengan internalisasi nilai – nilai persaingan serta dengan meningkatnya kesadaran dan pemahaman atas persaingan usaha yang sehat diharapkan akan mendorong tumbuhnya perilaku self correction di dunia usaha dan masyarakat. Hal ini mendasari dicanangkannya Komunikasi menjadi salah satu program kerja KPPU. Kegiatan diseminasi informasi seperti sosialisasi, lokakarya, seminar, workshop dan temu usaha kepada masyarakat luas khususnya
pelaku
usaha,
aparat
penegak
hukum,
aparat
pemerintah lainnya, akademisi dan jurnalis serta organisasi – organisasi non pemerintah merupakan bagian dari program ini.
Pengembangan Sistem Informasi Di era modern dewasa ini, informasi dan sistem informasi memegang peran strategis bagi kelangsungan suatu organisasi. Sebagai organisasi baru dengan substansi bidang tugas yang juga masih relatif sangat baru, kelangsungan organisasi, pelaksanaan tugas dan kinerja KPPU akan sangat tergantung pada pengelolaan informasi. Oleh
karena
itu,
sejak
awal
pembentukannya,
KPPU
menempatkan pengembangan sistem informasi sebagai salah satu program prioritas. Meskipun demikian, laporan pelaksaan program ini dipadukan dalam bagian laporan mengenai pelaksanaan program pengembangan kelembagaan.
BAB III GAMBARAN UMUM PERSAINGAN USAHA 2002 Banyak kemajuan dicapai di dalam upaya memperbaiki persaingan usaha di Indonesia sepanjang tahun 2002, baik di tingkat mikro (perusahaan) maupun pada kebijakan-kebijakan pemerintah, meskipun kemajuan-kemajuan tersebut masih belum seperti yang diharapkan. Kemajuan-kemajuan tersebut tentunya tidak lepas dari dampak berlakunya UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang telah memasuki tahun ke 3 (tiga). Di tingkat mikro perusahaan, kemajuan-kemajuan mulai terasa pada sikap dunia usaha yang mulai menjadikan UU No. 5/1999 sebagai salah satu referensi dalam memformulasikan strategi usahanya.
Peningkatan ini adalah buah dari sosialisasi
yang secara intensif dan berkesinambungan yang dilakukan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sepanjang tahun 2002. Namun di tengah perbaikan-perbaikan yang mulai terasa, praktek-praktek persaingan usaha yang tidak sehat oleh sebagian besar pelaku usaha lainnya tetap saja marak, baik di sektor swasta maupun di sektor publik. esensi
UU
No.
5/1999,
Sebagian memang belum memahami namun
sebagian
lainnya
justru
memanfaatkan celah kelemahan dalam infrastruktur penegakan hukum terkait, sehingga luput dari jeratan undang-undang ini. Hingga akhir tahun 2002, perilaku anti persaingan yang terasa sangat menonjol antara lain adalah persekongkolan tender, penyalahgunaan posisi dominan, kartel dan perjanjian tertutup. Hal ini tercermin baik dari laporan yang disampaikan oleh publik, hasilhasil monitoring dan kajian, maupun isu - isu yang berkembang di dalam
wacana
publik.
Kendati
demikian,
tidak
banyak
dari
fenomena tersebut yang dapat dibawa ke meja pemeriksaan dan
menghasilkan
putusan,
terutama
karena
kesulitan
dalam
pembuktian baik formil maupun materiil. Sebagai perilaku anti persaingan yang sangat menonjol, persekongkolan tender menjadi menarik untuk disimak lebih jauh justru karena sebagian besar fenomena ini berkaitan dengan transaksi-transaksi penjualan atau privatisasi aset-aset negara, atau
tender
proyek-proyek
yang
dibiayai
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). persaingan
dalam
bentuk
dengan
Anggaran
Karena itu perilaku anti
persekongkolan
tender
setidaknya
melibatkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau instansi-instansi pemerintah. Sudah menjadi rahasia umum bahwa tingkat kebocoran APBN yang
cukup
besar
dan
berlangsung
sejak
lama
merupakan
konsekuensi ketidakefektifan mekanisme pengawasan tender. Pada gilirannya, hal ini menjadi salah satu sumber inefisiensi anggaran. Perlu dicatat bahwa berdasarkan Kepres No. 18/2000, penggunaan APBN
yang
besaran
nilainya
lebih
dari
Rp
50
juta
mutlak
dialokasikan melalui tender, kecuali pembayaran bunga dan cicilan pokok utang, pembayaran gaji pegawai dan komponen lainnya. Jika mekanisme pengawasan tender berlangsung efektif, maka sangat bisa jadi bahwa utang luar negeri tidak menjelma menjadi penyakit kronis Indonesia. Sayangnya, kasus-kasus yang berkaitan dengan tender proyek-proyek APBN tidak mudah untuk disentuh karena kesulitan dalam pembuktian formil dan materiil. Persekongkolan tender juga sangat terasa pada penjualan aset-aset negara.
Pada tahun 2002 tercatat misalnya kasus
penjualan saham dan obligasi konversi PT. Indomobil Sukses Internasional Tbk. dan beberapa penjualan aset lain yang dilakukan oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Seperti halnya dengan
persekongkolan
tender
proyek-proyek
APBN,
persekongkolan tender penjualan aset-aset negara juga sulit untuk disentuh karena masalah yang sama.
Di lingkungan kebijakan (regulatory environment), kemajuankemajuan juga mulai terasa pada sejumlah undang-undang yang baru saja disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat, maupun pada beberapa kebijakan pemerintah. Hal ini paling tidak tercermin pada internalisasi nilai-nilai persaingan pada beberapa produk peraturan perundang-undangan dan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian dan dunia usaha. Sebagai contoh Undang-Undang tentang
Minyak
dan
Gas
Bumi
yang
menghapuskan
adanya
monopoli produksi minyak dan gas bumi yang sebelumnya dimiliki oleh
PT.
Pertamina.
Sementara
pada
kebijakan
pemerintah
tercermin diantaranya pada upaya mengembalikan kewenangan penentuan
tarif
angkutan
penumpang
udara,
dari
INACA
(Indonesian National Air Carrier Association) kepada pemerintah, yang oleh pemerintah pada gilirannya menyerahkan penentuan tarif pada mekanisme pasar. Namun
di
tengah
arah
sejumlah
kebijakan
yang
kian
mendukung upaya menciptakan iklim persaingan sehat, sejumlah besar
kebijakan
persaingan
sehat
lainnya
justru
cenderung
mematikan
yang
mulai
diperkenalkan.
embrio
Pertimbangan
menumbuhkan persaingan usaha yang sehat, hampir tidak tampak pada sebagian besar kebijakan pemerintah akhir-akhir ini.
Upaya
deregulasi pasar, termasuk upaya mengurangi campur tangan pemerintah pada perekonomian dan dunia usaha, tidak tampak dilakukan secara nyata. Beberapa
issue
yang
tercatat
paling
menonjol
adalah
kebijakan pengaturan tata niaga gula pasir, penerapan bea masuk dan SNI di bidang industri tepung terigu, pengaturan tata niaga impor tekstil dan produk tekstil, kebijakan pengaturan bisnis VoIP yang kontra kompetisi, kebijakan “duopoly” sektor telekomunikasi Indonesia,
serta
berbagai
kasus
privatisasi
BUMN
yang
menghidupkan praktek monopoli baru atau revitalisasi monopolis lama.
Kasus privatisasi Indosat merupakan salah satu contoh
aktual privatisasi BUMN yang mendorong konsentrasi industri, bahkan praktek monopoli baru, di sektor telekomunikasi nirkabel (selular). Sementara itu, perkembangan-perkembangan positif yang telah dicapai di sektor transportasi khususnya transportasi udara, kembali mendapat desakan dari pelaku usaha yang mengupayakan pemberlakuan kembali regulasi yang menghambat persaingan. Hal yang sama sangat terasa pula di bidang-bidang transportasi lainnya.
KPPU mengembangkan forum dengar pendapat dengan
berbagai pihak di bidang transportasi dan melihat kemajuan yang cukup signifikan dengan makin berkurangnya upaya campur tangan pemerintah di bidang ini. Walaupun demikian, KPPU masih melihat beberapa kebijakan yang diskriminatif dan kurang fair berkaitan dengan pengaturan teknis.
Misalnya dalam pengaturan jalur garis
lintas penerbangan (airline routes), yang mengundang protes dari perusahaan-perusahaan penerbangan baru.
Hal ini semata-mata
terjadi karena adanya konflik kepentingan pemerintah sebagai regulator sekaligus sebagai pelaku usaha (BUMN). Kebijakan – kebijakan pemerintah di tingkat lokal (daerah) juga menandai pasang-surutnya iklim persaingan usaha. Sepanjang tahun 2002, kebijakan – kebijakan anti persaingan usaha di tingkat daerah otonom terasa sangat marak. Meskipun terwujud dalam berbagai bentuk, tetapi kebijakan daerah yang sangat menonjol adalah diskriminasi perlakuan antara pelaku usaha lokal dengan pelaku – pelaku usaha dari daerah lain, peraturan – peraturan lokal yang memberikan lisensi monopoli kepada pelaku – pelaku usaha tertentu dan pembentukan badan – badan usaha yang melibatkan pemerintah daerah serta pemberian lisensi monopoli kepada badan usaha yang bersangkutan. Melihat latar belakang dan arah kebijakan yang berkembang sepanjang 2002, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa terdapat kecenderungan yang kuat akan kian maraknya perilaku perburuan
rente, yakni upaya pelaku usaha untuk mempengaruhi kebijakan publik guna memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa melalui persaingan usaha yang sehat.
BAB IV PENEGAKAN HUKUM Penegakan hukum (law enforcement) adalah tugas utama atau inti dari seluruh tugas yang diamanatkan oleh Undang-Undang No. 5 / 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No. 5 / 1999) kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Tugas tersebut dilaksanakan KPPU melalui
tindakan
penanganan
perkara,
penerbitan
penetapan-
penetapan dan putusan-putusan atas perkara yang ditangani, dan pelaksanaan upaya-upaya lanjutan yang terkait dengan eksistensi dan pelaksanaan penetapan dan putusan atas suatu perkara, yaitu tindakan monitoring putusan dan upaya litigasi. Penanganan perkara dugaan pelanggaran terhadap UU No. 5 / 1999
sebagai
tugas
prioritas
KPPU
dilaksanakan
baik
dalam
kerangka tindakan yang bersifat responsif terhadap laporan dugaan pelanggaran UU No. 5 / 1999 dari masyarakat (publik) atau pelaku usaha, maupun sebagai suatu tindakan yang bersifat inisiatif berdasarkan hasil temuan KPPU sendiri. Sedangkan output dari penanganan perkara tersebut adalah penetapan-penetapan dan putusan-putusan
dalam
rangka
memberikan
kepastian
hukum
terhadap perkara bersangkutan. Pada akhirnya, terhadap seluruh putusan yang telah diterbitkan KPPU diperlukan upaya lanjutan berupa monitoring terhadap pelaksanaan putusan-putusan tersebut dan upaya litigasi jika atas putusan-putusan tersebut terdapat upaya keberatan (challenge) ke Pengadilan Negeri yang dilakukan pelaku usaha terkait.
A. Penanganan Laporan Publik dan Inisiatif. Sejak berdirinya hingga akhir Desember 2002, KPPU telah menerima 86 (delapan puluh enam) laporan publik tentang dugaan pelanggaran terhadap UU No. 5/1999. Dari 86 (delapan puluh enam) laporan publik tersebut, 49 (empat puluh sembilan) laporan diterima KPPU pada tahun 2002. Laporan publik tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Laporan yang berkaitan dengan dugaan persekongkolan tender sejumlah 27 (dua puluh tujuh); 2. Laporan yang berkaitan dengan kebijakan anti-persaingan yang dikeluarkan oleh pemerintah sejumlah 8 (delapan); 3. Laporan yang berkaitan dengan dugaan kartel sejumlah 1 (satu); 4. Laporan yang berkaitan dengan dugaan praktek perjanjian tertutup sejumlah 1 (satu); 5. Laporan yang berkaitan dengan dugaan praktek monopoli sejumlah 1 (satu); 6. Laporan
yang
berkaitan
dengan
dugaan
praktek
penyalahgunaan posisi dominan sejumlah 1 (satu); 7. Laporan yang berkaitan dengan dugaan praktek alokasi pasar sejumlah 1 (satu); dan 8. Laporan yang bukan merupakan kewenangan / kompetensi KPPU sejumlah 8 (delapan); Sementara laporan yang diajukan berdasarkan inisiatif dari KPPU sejak KPPU berdiri berjumlah 4 (empat), dan khusus tahun 2002 berjumlah 3 (tiga) dengan klasifikasi yang terdiri dari 2 (dua) buah laporan tentang dugaan persekongkolan tender dan 1 (satu) buah laporan tentang dugaan kartel.
Sebagaimana diketahui, proses penanganan perkara di KPPU dilakukan melalui berbagai tahapan, yaitu: 1. Tahap Klarifikasi kejelasan dan atau kelengkapan laporan yang disampaikan oleh publik (Klarifikasi Laporan); 2. Tahap
Pemeriksaan
Pendahuluan
selama-lamanya
30
(tiga
puluh) hari yang dilakukan oleh Tim Pemeriksaan Pendahuluan; 3. Tahap Pemeriksaan Lanjutan selama-lamanya 90 (sembilan puluh) hari yang dilakukan oleh Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha; 4. Tahap Pembuatan Putusan selama-lamanya 30 (tiga puluh) hari yang dilakukan oleh Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha; 5. Pembacaan Putusan oleh Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Namun
sesuai
dengan
prosedur
penanganan
perkara
yang
ditetapkan, tidak semua perkara yang ditangani sampai pada tahap putusan.
Bahkan
diteruskan
ke
ada
sebagian
dalam
tahap
besar
perkara
pemeriksaan.
tidak
Selain
dapat karena
ketidakjelasan dan atau ketidaklengkapan laporan, juga karena tidak ditemukannya bukti-bukti awal yang cukup untuk memulai pemeriksaan. B. Perkara Dalam Proses Pemeriksaan Satu-satunya pemeriksaan
perkara pada
yang
akhir
tersisa
tahun
dan
2002
masih
adalah
dalam
Perkara
tahap Nomor
05/KPPU-L/2002 mengenai dugaan praktek penyalahgunaan posisi dominan di sektor film dan bioskop. Perkara ini masih dalam status pemeriksaan lanjutan dan sesuai dengan jadwal direncanakan akan tuntas pada awal tahun 2003.
C. Perkara yang Telah Diputus Dari sejumlah perkara baik yang diangkat dari laporan publik maupun perkara – perkara inisiatif, hingga Desember 2002, 9 (sembilan) perkara telah diputuskan dan dibacakan di muka umum. Dari 9 (sembilan) putusan komisi tersebut, 2 (dua) di antaranya ditangani pada tahun 2000 dan diputuskan pada 2001, yaitu kasus tender di PT Caltex Pacific Indonesia (CPI) dan kasus penguasaan retail oleh Indomaret. Sementara itu, perkara yang penanganannya telah dimulai pada 2001 dan sampai dengan Tahap Pemeriksaan Lanjutan yang diakhiri dengan pembacaan putusan pada 2002 adalah sebanyak 7 (tujuh) perkara, yaitu: 1. Perkara Nomor 08/KPPU-L/2001 mengenai persekongkolan tender bakalan sapi impor di Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Timur yang putusannya dibacakan dalam sidang yang terbuka untuk umum pada 19 April 2002. 2. Perkara Nomor 03/KPPU-I/2002 mengenai persekongkolan tender penjualan saham dan obligasi konversi PT Indomobil Sukses
International
yang
putusannya
dibacakan
dalam
sidang terbuka pada 30 Mei 2002. 3. Perkara Nomor 09/KPPU-L/2001 mengenai persekongkolan tender OSP/CAN (Out Side Plan / Chopper Access Network) di PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk, yang putusannya dibacakan dalam sidang yang terbuka untuk umum pada 6 Juni 2002. 4. Perkara Nomor 08/KPPU-L/2001 mengenai persekongkolan tender
Pengadaan
Barite
dan
Bentonite
di
YPF
Maxus
Southeast Sumatera BV, yang putusannya dibacakan dalam sidang terbuka untuk umum pada 17 Juli 2002.
5. Perkara Nomor 10/KPPU-L/2001 mengenai Penentuan Daftar Rekanan Asuradur di Bank BNI yang putusannya dibacakan dalam sidang terbuka untuk umum pada 18 Juli 2002. 6. Perkara Nomor 02/KPPU-I/2002 mengenai Dugaan Kartel Industri Day Old Chicks (DOC) yang putusannya dibacakan dalam sidang terbuka pada tanggal 27 Agustus 2002. 7. Perkara
Nomor
01/KPPU-I/2002
mengenai
Pembagian
Pekerjaan antara PT SPIJ dengan PT Citra Turbindo yang putusannya dibacakan dalam sidang terbuka pada tanggal 29 Agustus 2002.
Ringkasan
kasus
dan
putusan
komisi
mengenai
tender
pengadaan bakalan sapi impor di Jawa Timur dapat dilihat pada Boks 1.1., tender penjualan saham dan obligasi konversi PT Indomobil Sukses Internasional pada Boks 1.2., tender di PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. pada Boks 1.3., tender pengadaan Barite & Bentonite di YPF Maxus Southeast Sumatra BV pada Boks 1.4., penunjukan rekanan asuradur di PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. pada Boks 1.5., dugaan kartel Industri Day Old Chicks (DOC) pada Boks 1.6., dan dugaan pembagian pekerjaan antara PT SPIJ dengan PT Citra Turbindo pada Boks 1.7.
Boks 1.1 KASUS TENDER PENGADAAN SAPI BAKALAN KEREMAN IMPOR DI JAWA TIMUR (PERKARA NOMOR : 07/KPPU-LI/2001) Kasus ini berawal dari laporan sebuah organisasi pengusaha di Jawa Timur yang ikut menjadi peserta Tender Pengadaan Sapi Bakalan Kereman Impor dari Australia dalam Proyek Pembangunan dan Pembinaan Peternakan di Kabupaten/Kota se-Jawa Timur Tahun Anggaran 2000 Dinas Peternakan Jawa Timur.
Yang
dilaporkan
(Terlapor)
adalah
Koperasi
Pribumi
Jawa
Timur
(KOPI
Jatim).
KPPU
menindaklanjuti laporan tersebut dengan melakukan Pemeriksaan Pendahuluan mulai tanggal 22 Agustus 2001 yang diteruskan kemudian dengan Pemeriksaan Lanjutan. Dari pemeriksaan terungkap telah terjadi persekongkolan dan atau kerjasama antara Terlapor dengan Panitia Pelelangan dan atau pihak yang berhubungan dengan Panitia Pelelangan. Persekongkolan dan atau kerjasama tersebut terjadi dalam mengatur, menentukan, dan mengarahkan proses lelang untuk kepentingan Terlapor melalui
perlakuan
eksklusif (khusus) dan keringanan persyaratan
pelelangan terhadap Terlapor yang berbeda dengan peserta lelang yang lain. Bentuk perlakuan khusus
adalah keberangkatan Terlapor bersama dan atas biaya Dinas
Peternakan Jawa Timur dan atau Panitia Pelelangan ke Australia pada tanggal 17 Oktober 2000 untuk melakukan survey bersama atas sapi yang akan dibeli Terlapor. Padahal pada saat itu belum ditentukan pemenang lelangnya karena Lelang Ulang baru dalam tahap pengumuman pembukaan pendaftaran. Terdapat keringanan persyaratan yang tidak wajar dalam Surat Perintah Kerja sebagai hasil negosiasi teknis dalam rangka Penunjukan Langsung. Hal ini dapat dibuktikan dari ketat/mutlaknya persyaratan administratif dan teknis dalam tahap lelang dan lelang ulang yang dengan serta merta dieliminasi secara drastis pada tahap penunjukan langsung. Persyaratan dimaksud adalah persyaratan pengalaman impor sapi 2 (dua) tahun. Apabila pada Tahap Lelang dan Lelang Ulang, Panitia Pelelangan bersikukuh untuk mempertahankan persyaratan tersebut sebagaimana diatur dalam RKS sehingga menyebabkan semua Peserta Lelang gugur, dalam tahap Penunjukan Langsung, persyaratan ini tidak diperlukan dan diganti dengan fakta bahwa Terlapor mampu melampirkan rekomendasi Konsulat Republik Indonesia tentang reputasi eksportir Hallen Australian Livestock Traders Pty, Ltd. dan sama sekali tidak menjelaskan reputasi Terlapor sebagai importir. Berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan, maka Majelis Komisi memutuskan : 1.
Menyatakan
Terlapor
secara
sah
dan
meyakinkan
telah
melanggar
ketentuan
pasal
22
UU No. 5/1999 karena melakukan persekongkolan dengan pihak lain yaitu drh. Sigit Hanggono Kepala Dinas Peternakan Jawa Timur, dan Ir. Suhadji Ketua Panitia Pelelangan dalam mengatur penentuan Pemenang Tender/Lelang dalam Pengadaan Sapi Bakalan Kereman Impor dari Australia dalam Proyek Pembangunan dan Pembinaan Peternakan di Kabupaten/Kota se Jawa Timur Tahun Anggaran 2000 2.
Melarang Terlapor mengikuti kegiatan Pengadaan Sapi Bakalan atau kegiatan serupa di Jawa Timur dan atau wilayah Republik Indonesia selama dipimpin oleh pengurus yang pada saat pembacaan Putusan ini masih menjabat untuk
kurun waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal putusan
dibacakan. 3.
Menyarankan Gubernur Jawa Timur sebagai atasan langsung drh. Sigit Hanggono Kepala Dinas Peternakan Jawa Timur, dan Ir. Suhadji Ketua Panitia Pelelangan, untuk mengambil tindakan administratif sehubungan dengan keterlibatan drh. Sigit Hanggono Kepala Dinas Peternakan Jawa Timur, dan Ir. Suhadji Ketua Panitia Pelelangan dalam pelanggaran Pasal 22 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 yang secara sah dan meyakinkan dilakukan oleh Terlapor
Boks 1.2 KASUS TENDER SAHAM DAN OBLIGASI INDOMOBIL (PERKARA NO. 03/KPPU-I/2002) Pada tanggal 20 November 2001, BPPN dan PT Holdiko Perkasa mengumumkan tender penjualan 72,63 persen saham milik Pemerintah di PT. Indomobil Sukses Internasional Tbk. (IMSI).
Tiga peserta
memasukkan penawaran akhir pada tanggal 4 Desember 2001, yaitu PT Alpha Sekuritas Indonesia, PT Bhakti Asset Management dan PT Cipta Sarana Duta Perkasa (CSDP).
Tanggal 5 Desember 2001, PT
CSDP dinyatakan sebagai pemenang dalam tender divestasi tersebut, dengan penawaran total senilai Rp. 625 milyar.
Padahal sewaktu diambil alih Pemerintah, nilai saham dan convertible bond yang dijual
tersebut adalah sekitar Rp. 2,5 trilyun. Tetapi pelaksanaan dan hasil tender mengandung sejumlah kejanggalan, seperti harga penjualan saham yang rendah, waktu pelaksanaan tender yang singkat, peserta tender yang terbatas dan indikasi pelanggaran prosedur tender. Kejanggalan – kejanggalan ini
diperkuat oleh data dan informasi yang
mengarah pada indikasi awal yang kuat tentang adanya pelanggaran Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999. Oleh karenanya, kemudian KPPU memutuskan untuk melakukan pemeriksaan berdasarkan inisiatif. Pemeriksaan pendahuluan dan lanjutan atas perkara tersebut dilakukan oleh KPPU dengan memanggil dan mendengarkan keterangan dari BBPN dan beberapa pelaku usaha seperti PT Holdiko Perkasa, PT Trimegah Securities, PT Cipta Sarana Duta Perkasa, PT Bhakti Asset Management, PT Alpha Sekuritas Indonesia, PT. Multi Megah Internasional, PT. Deloitte & Touche FAS, Bank Danamon, Pranata Hajadi dan saksi – saksi lainnya. Dari pemeriksaan, KPPU mendapatkan bukti-bukti adanya persekongkolan antara panitia tender dalam hal ini adalah BPPN dan PT Holdiko Perkasa dengan peserta – peserta
tender, serta
persekongkolan yang dilakukan antara peserta – peserta tender. Bukti-bukti tersebut antara lain panitia tender masih menerima dokumen tender dari peserta tender walaupun telah melampaui batas waktu penyerahan dokumen tender, sekitar 20 usulan mark-up Conditional Share Purchase Loan and Transfer Agreement yang sama yang diajukan oleh masing-masing peserta tender, penyesuaian harga antara ketiga peserta tender yang bertujuan untuk memenangkan salah satu peserta tender dan sejumlah bukti – bukti lainnya. Berdasarkan bukti – bukti yang ada, Majelis Komisi mengambil keputusan yang intinya adalah sebagai berikut : 1.
Menyatakan PT Holdiko Perkasa (Terlapor I) dan PT Deloitte & Touche FAS (Terlapor X), secara sah dan meyakinkan telah melanggar pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 karena melakukan tindakan persekongkolan yang menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dengan pelaku usaha peserta tender, yaitu PT Cipta Sarana Duta Perkasa (Terlapor III), PT Bhakti Asset Management (Terlapor VIII) dan PT Alpha Sekuritas Indonesia (Terlapor IX), yang secara terang-terangan dan/atau diam-diam berupa tidak menolak keikutsertaan ketiga peserta tender tersebut
dalam
tender
penjualan
saham
dan
convertible
bonds
PT
Indomobil
Sukses
International walaupun mengetahui ketiga peserta tender tersebut tidak memenuhi persyaratan dan/atau melanggar prosedur sebagaimana ditentukan dalam Procedures for The Submission of Bid 2.
Menyatakan PT Trimegah Securities (Terlapor II), PT Cipta Sarana Duta Perkasa (Terlapor III), Pranata Hajadi (Terlapor IV), Jimmy Masrin (Terlapor V), PT Bhakti Asset Management (Terlapor VIII) dan PT Alpha Sekuritas Indonesia (Terlapor IX) secara bersama-sama dengan sah dan meyakinkan melanggar pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
karena melakukan
tindakan persekongkolan di antara mereka yang menimbulkan persaingan usaha tidak sehat berupa tindakan saling menyesuaikan dan/atau membandingkan dokumen tender dan/atau menciptakan persaingan semu dan/atau memfasilitasi suatu tindakan untuk memenangkan PT Cipta Sarana Duta Perkasa dalam tender penjualan saham dan convertible bonds PT Indomobil Sukses International 3.
Menyatakan PT Multi Megah internasional (Terlapor VI) dan Parallax Capital Management (Terlapor VII) kedua-duanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
4.
Melarang PT Trimegah Securities (Terlapor II), PT Cipta Sarana Duta Perkasa (Terlapor III), dan PT Deloitte & Touche FAS (Terlapor X) untuk mengikuti transaksi baru dalam bentuk apapun di lingkungan dan/atau dengan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dan/atau dengan pihak lain yang ditunjuk oleh atau atas kuasa BPPN berkaitan dengan pelaksanaan tugas-tugas BPPN baik dalam penyehatan perbankan, penyelesaian aset bank maupun dalam pengembalian uang negara dalam jangka waktu dua tahun terhitung sejak tanggal dibacakannya putusan ini dengan denda atas pelanggaran sebesar 30% dari nilai setiap transaksi
5.
Menghukum
PT
Trimegah
Securities
(Terlapor
II)
untuk
membayar
denda
sebesar
Rp10.500.000.000,00 (sepuluh miliar lima ratus juta rupiah) dan disetorkan ke kas negara sebagai setoran penerimaan negara bukan pajak Departemen Keuangan Dirjen Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) Jakarta I yang beralamat di Jalan Ir. H. Juanda No. 19 Jakarta melalui Bank Pemerintah dengan kode penerimaan 1212 dan harus dibayar lunas paling lambat dalam waktu 45 hari kerja terhitung sejak tanggal dibacakannya putusan ini dengan denda keterlambatan 0,17 % dari nilai denda yang dikenakan (Rp10.500.000.000,00) untuk setiap hari keterlambatan tidak melaksanakan putusan ini 6.
Menghukum Pranata Hajadi (Terlapor IV) dan Jimmy Masrin (Terlapor V) secara bersama-sama untuk membayar denda sebesar Rp10.500.000.000,00 (sepuluh miliar lima ratus juta rupiah) dan disetorkan ke kas negara sebagai setoran penerimaan negara bukan pajak Departemen Keuangan Dirjen Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) Jakarta I yang beralamat Jalan Ir. H. Juanda No. 19 Jakarta melalui Bank Pemerintah dengan kode penerimaan 1212 dan harus dibayar lunas paling lambat dalam waktu 45 hari kerja terhitung sejak tanggal dibacakannya putusan ini dengan denda keterlambatan 0,17 % dari nilai denda yang dikenakan (Rp10.500.000.000,00) untuk setiap hari keterlambatan tidak melaksanakan putusan ini
7.
Menghukum PT Cipta Sarana Duta Perkasa (Terlapor III) untuk membayar denda kepada negara sebesar Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan disetorkan ke kas negara sebagai setoran penerimaan negara bukan pajak Departemen Keuangan Dirjen Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) Jakarta I yang beralamat Jalan Ir. H. Juanda No. 19 Jakarta melalui Bank Pemerintah dengan kode penerimaan 1212 dan harus dibayar lunas paling lambat dalam waktu 45 hari kerja terhitung sejak dibacakannya putusan ini dengan denda keterlambatan 0,17 % dari nilai denda yang dikenakan (Rp5.000.000.000,00) untuk setiap hari keterlambatan tidak melaksanakan putusan ini
8.
Menghukum
PT
Holdiko
Perkasa
(Terlapor
I),
untuk
membayar
denda
sebesar
Rp
5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan disetorkan ke kas negara sebagai setoran penerimaan negara bukan pajak Departemen Keuangan Dirjen Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) Jakarta I yang beralamat Jalan Ir. H. Juanda No. 19 Jakarta melalui Bank Pemerintah dengan kode penerimaan 1212 dan harus dibayar lunas paling lambat dalam waktu 45 hari kerja terhitung sejak dibacakannya putusan ini dengan denda keterlambatan 0,17 % dari nilai denda yang dikenakan (Rp5.000.000.000,00) untuk setiap hari keterlambatan tidak melaksanakan putusan ini
9.
Menghukum
PT
Deloitte &
Touche FAS
(Terlapor
X)
untuk membayar denda sebesar
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan disetorkan ke kas negara sebagai setoran penerimaan negara bukan pajak Departemen Keuangan Dirjen Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) Jakarta I yang beralamat Jalan Ir. H. Juanda No. 19 Jakarta melalui Bank Pemerintah dengan kode penerimaan 1212 dan harus dibayar lunas paling lambat dalam waktu 45
hari kerja terhitung sejak tanggal dibacakannya putusan ini dengan denda
keterlambatan 0,17 % dari nilai denda yang dikenakan (Rp10.000.000.000,00) untuk setiap hari keterlambatan tidak melaksanakan putusan ini 10. Menghukum PT Alpha Sekuritas Indonesia (Terlapor IX) untuk membayar denda sebesar Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah) dan disetorkan ke kas negara sebagai setoran penerimaan negara bukan pajak Departemen Keuangan Dirjen Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) Jakarta I yang beralamat Jalan Ir. H. Juanda No. 19 Jakarta melalui Bank Pemerintah dengan kode penerimaan 1212 dan harus dibayar lunas paling lambat dalam waktu 45 hari kerja terhitung sejak tanggal dibacakannya putusan ini dengan denda keterlambatan 0,17 % dari nilai denda yang dikenakan (Rp1.500.000.000,00) untuk setiap hari keterlambatan tidak melaksanakan putusan ini 11. Menghukum PT Bhakti Asset Management (Terlapor VIII) untuk membayar denda sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan disetorkan ke kas negara sebagai setoran penerimaan negara bukan pajak Departemen Keuangan Dirjen Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) Jakarta I yang beralamat Jalan Ir. H. Juanda No. 19 Jakarta melalui Bank Pemerintah dengan kode penerimaan 1212 dan harus dibayar lunas paling lambat dalam waktu 45
hari kerja terhitung sejak tanggal dibacakannya putusan ini dengan denda
keterlambatan 0,17 % dari nilai denda yang dikenakan (Rp1.000.000.000,00) untuk setiap hari keterlambatan tidak melaksanakan putusan ini 12. Menghukum PT Cipta Sarana Duta Perkasa (Terlapor III) untuk
membayar ganti rugi kepada
negara sebesar Rp228.000.000.000,00 (dua ratus dua puluh delapan miliar rupiah) dan disetorkan ke kas negara sebagai setoran penerimaan negara bukan pajak Departemen Keuangan Dirjen Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) Jakarta I yang beralamat Jalan Ir. H. Juanda No. 19 Jakarta melalui Bank Pemerintah dengan kode penerimaan 1212 dan harus dibayar lunas paling lambat dalam waktu 75 hari kerja terhitung sejak tanggal dibacakannya putusan ini dengan denda keterlambatan 0,17 % dari nilai ganti rugi yang dikenakan
(Rp228.000.000.000,00)
untuk
setiap
hari
keterlambatan
tidak
melaksanakan
putusan ini Menyatakan bahwa denda keterlambatan pelaksanaan putusan tetap dihitung meskipun ada upaya hukum
Boks 1.3 KASUS TENDER DI PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA (PERSERO) TBK. (PERKARA NO.09/KPPU-L/2002) Kasus ini didasarkan pada laporan dari satu pelaku usaha yang pada pokoknya melaporkan PT (Persero) Telekomunikasi Indonesia (selanjutnya disebut Terlapor) telah melakukan persekongkolan untuk memenangkan Consortium Siemens di dalam Tender Paket-I Pengadaan Outside Plan Copper Access Network (OSP-CAN) di PT (Persero) Telekomunikasi Indonesia yang dibiayai melalui pinjaman Bank Dunia (IBRD Loan 3904). Berdasarkan informasi dan kesaksian yang didapatkan dalam serangkain proses pemeriksaan pendahuluan, Tim Pemeriksa merekomendasikan untuk melanjutkan ke tahapan Pemeriksaan Lanjutan. Di dalam Pemeriksaan Lanjutan telah diperiksa Pelapor, Terlapor dan sejumlah saksi. Berdasarkan
keterangan yang terungkap dalam proses pemeriksaan, proses pelaksaanan
tender OSPCAN tersebut secara umum dapat dijelaskan sebagaimana berikut:; -
Tender OSP-CAN merupakan International Competitive Bidding/one stage tender berdasarkan World Bank’s Guidelines, dimana Pemenang tender harus mendapatkan persetujuan dari Bank Dunia.
-
Dengan adanya ketentuan yang menyatakan bahwa pemenang tidak boleh memenangkan 3 (tiga) paket sekaligus, maka setelah proses klarifikasi, Consortium RML-Energex dinominasikan oleh Terlapor sebagai pemenang di Paket I dan dimintakan persetujuan oleh Terlapor kepada Bank Dunia.
-
Selama
proses
permintaan
persetujuan,
kepada
Bank
Dunia
berkali-kali
mempertanyakan
pengalaman Consortium RML-Energex dibidang Telekomunikasi kepada Terlapor. Dalam rangka menjawab pertanyaan Bank Dunia, Terlapor berkali-kali pula menghubungi Consortium RMLEnergex untuk meminta pengalaman kerja di bidang Telekomunikasi sesuai permintaan Bank Dunia. Disamping itu ditemukan fakta-fakta yang mengarahkan persekongkolan antara Terlapor dengan Consortium RML-Energex berupa pemberian informasi yang bersifat rahasia/confidential, antara lain berupa Fotokopi faximili Bank Dunia tanggal 30 April 2001 kepada Koordinator Project Implementation Unit (PIU) Bank Dunia, Posisi harga penawaran masing-masing peserta tender setelah proses evaluasi atau normalisasi harga penawaran setelah klarifikasi, surat penominasian Consortium RML-Energex oleh Terlapor kepada Bank Dunia sebagai pemenang Paket-I tender OSPCAN, korespondensi PIU dengan Bank Dunia, dan Surat penominasian Consortium Siemens sebagai pemenang Paket-I tender OSPCAN kepada Bank Dunia. -
Karena dokumentasi tendernya tidak sesuai dengan syarat-syarat sebagaimana diatur dalam dalam RFP, khususnya record of experience in telecommunication project, maka Bank Dunia menolak untuk menyetujui Consortium RML-Energex. Pada akhirnya Bank Dunia menyetujui Consortium Siemens sebagaimana dinominasikan oleh Terlapor sebagai pemenang tender Paket I OSPCAN tersebut. Meskipun Majelis Komisi menemukan adanya nuansa persekongkolan antara Terlapor dengan
Consortium
RML-Energex,
namun
pada
akhirnya
persekongkolan
tersebut
tidak
berhasil
memenangkan Consortium RML-Energex sebagai pemenang tender OSP-CAN di Paket I. Karena itu persekongkolan dalam kasus ini tidak sesuai dengan persekongkolan sebagaimana dimaksud pada Pasal 22 UU No.5/1999. Pada sisi lain persekongkolan sebagaimana dilaporkan oleh Pelapor, yaitu antara Terlapor dengan Consortium Siemens, tidak dapat dibuktikan setelah melalui rangkaian proses pemeriksaan oleh Majelis Komisi. Dengan demikian Majelis Komisi memutuskan bahwa Terlapor, PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. dan SIEMENS Consortium tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 22 Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Boks 1.4 KASUS TENDER PENGADAAN BARITE & BENTONITE DI YPF MAXUS SOUTHEAST SUMATRA B.V. (PERKARA NO. 08/KPPU-L/2001)
Perkara ini berawal dari laporan satu pihak (Pelapor) yang pada pokoknya melaporkan bahwa persyaratan tender pengadaan Barite dan Bentonite yang diselenggarakan oleh YPF Maxus Southeast Sumatra B.V. (Terlapor) bersifat diskriminatif. Dalam tahap pemeriksaan pendahuluan, Tim Pemeriksa menemukan indikasi kuat adanya pelanggaran yang dilakukan oleh Terlapor yaitu beberapa persyaratan tender cenderung mengada-ada dan mengarah kepada salah satu peserta tender, persyaratan tersebut antara lain: persyaratan cap API Monogram dalam kemasan Barite dan Bentonite, serta pengalaman memasok Barite dan Bentonite kepada perusahaan minyak lepas pantai minimal 2 (dua) tahun, yang hanya dapat dipenuhi oleh salah satu peserta tender. Berdasarkan temuan tersebut, Tim Pemeriksa menetapkan untuk melakukan Pemeriksaan Lanjutan. Garis besar perkara ini dapat dijelaskan sebagai berikut: •
Terlapor menyelenggarakan tender pengadaan Barite dan Bentonite (Tender no. B/S/0226) dengan sistem 1 (satu) sampul, yang diumumkan pada tanggal 9 Juli 2001. Terlapor menyusun persyaratan tender yang cenderung berdasarkan kemampuan 3 (tiga) perusahaan yang selama ini memasok Terlapor yaitu: PT. M-I Indonesia, PT. Baroid Indonesia, dan PT. Milchem Indonesia.
•
Setelah melalui prakualifikasi, hanya 5 (lima) peserta yang lulus dari 14 (empat belas) peserta yang mendaftar yaitu: PT. M-I Indonesia, PT. Baroid Indonesia, PT. Carana Bungapersada, PT. Gading Megah, dan PT. Bakrie&Brother.
•
Beberapa peserta mengajukan keberatan atas persyaratan yang diajukan oleh Terlapor: persyaratan cap API Monogram dan pengalaman memasok Barite dan Bentonite kepada perusahaan minyak lepas pantai minimal 2 (dua) tahun, karena kedua persyaratan tersebut tidak relevan dan hanya dapat dipenuhi oleh peserta tender tertentu.
•
Peserta yang ikut pembukaan tender ada 3 (tiga) yaitu: PT. M-I Indonesia, PT. Carana Bungapersada, dan PT. Gading Megah. Terlapor membuka harga penawaran dari ketiga peserta tersebut dan ternyata PT. Carana Bungapersada adalah peserta dengan harga penawaran paling rendah.
•
Selanjutnya Terlapor melakukan evaluasi teknis secara terpisah dari pembukaan tender padahal sistem tender yang digunakan adalah satu sampul yang hanya melihat harga sebagai penentu utama.
•
Pada saat evaluasi teknis, PT. Carana Bungapersada dan PT. Gading Megah tidak memenuhi persyaratan: cap API Monogram dan pengalaman. Kemudian Terlapor menunjuk PT. M-I Indonesia (yang sebenarnya adalah peserta dengan harga penawaran tertinggi) sebagai pemenang tender tersebut. Berdasarkan temuan-temuan di atas, Majelis Komisi menyimpulkan bahwa: Terlapor tidak
melakukan persekongkolan dan penguasaan pasar. Tetapi Majelis Komisi melihat adanya penyimpangan pelaksanaan SK No. 077/C0000/2000-SO mengenai evaluasi teknis secara terpisah dari pembukaan tender dalam sistem satu sampul. Karena itu Majelis Komisi Memutuskan: 1.
Menyatakan bahwa Terlapor, YPF Maxus Southeast Sumatra B.V. yang sekarang bernama
CNOOC Southeast Sumatra B.V. tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 22, Pasal 19 huruf a. dan d. Undang-undang Nomor 5 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 2.
Memerintahkan kepada Terlapor, YPF Maxus Southeast Sumatra B.V. yang sekarang bernama CNOOC
Southeast
Sumatra
B.V.
untuk
memperbaiki
persyaratan-persyaratan
tender
pengadaan barang dan jasa yang diselenggarakannya untuk menciptakan persaingan usaha yang sehat dan terbuka. 3.
Memerintahkan kepada PERTAMINA untuk dengan sungguh-sungguh melakukan pengawasan terhadap seluruh KPS dan mitra kerjanya agar dalam melaksanakan pengadaan barang dan jasa mengikuti ketentuan SK No. 077/C0000/2000-SO dengan memberikan kesempatan kepada pelaku usaha secara terbuka sehingga tercipta persaingan usaha yang sehat.
Boks 1.5 KASUS PENUNJUKKAN REKANAN ASURADUR DI PT BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) TBK (PERKARA NO. 10/KPPU-L/2001)
Kasus berawal dari laporan pada 22 Agustus 2001 kepada KPPU yang pada intinya menyatakan bahwa PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (Terlapor)
membatasi penutupan asuransi jaminan
kredit debitur BNI dengan hanya menunjuk 4 (empat) perusahaan asuransi sebagai rekanan asuransinya.
Perusahaan asuransi tersebut adalah: PT. Asuransi Tri Pakarta; PT. Asuransi Wahana
Tata; PT. Maskapai Asuransi Indonesia; dan PT (persero) Jasa Asuransi Indonesia. Penunjukan tersebut menghilangkan kebebasan debitur yang mengajukan kredit pinjaman kepada BNI untuk memilih perusahaan asuransi yang akan digunakannya. Selain itu, penunjukan untuk rekanan asuransi juga mengakibatkan perusahaan asuransi yang lain tidak bisa masuk dan bersaing untuk melayani nasabah BNI yang akan mengasuransikan agunannya. Setelah melakukan pemeriksaan, Majelis Komisi pada dasarnya berpendapat bahwa perjanjian yang dibuat antara Terlapor dengan 4 rekanan asurasur tersebut berpotensi melanggar prinsip-prinsip pasal 4, 15 dan 19 Undang-undang No. 5 Tahun 1999. Tetapi unsur-unsur dari pasal-pasal tersebut tidak terpenuhi oleh bukti-bukti yang ada. Berdasarkan pertimbangan tersebut, Majelis Komisi mengambil keputusan yang intinya adalah sebagai berikut: 1.
Menyatakan bahwa Terlapor, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 4, Pasal 15 ayat (2), dan Pasal 19 huruf a dan huruf d Undang-undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
2.
Memerintahkan
kepada
Terlapor,
PT
Bank
Negara
Indonesia
(Persero),
Tbk.,
untuk
membatalkan perjanjian yang berpotensi menghambat persaingan usaha yang sehat, yaitu perjanjian tanggal 16 April 2002 No. DIR/006 No.146/DIR/PKS/2002 antara Terlapor dengan PT. Wahana Tata, perjanjian No. DIR/009 No. 068/DIR/2002 antara Terlapor dengan PT. MAI dan perjanjian No.DIR/007 N0. PKS 013.AJI/IV/2002 antara Terlapor dengan PT. Jasindo; 3.
Memerintahkan kepada PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk., untuk memberikan kesempatan yang sama kepada perusahaan-perusahaan asuransi agar dapat bersaing secara sehat dan terbuka.
Boks 1.6 KASUS KARTEL INDUSTRI DAY OLD CHICK (DOC) (PERKARA NO. 02/KPPU-I/2002) Kasus ini berawal dari adanya laporan sebuah organisasi peternak unggas yang menduga bahwa lima pelaku usaha yang bergerak dalam bidang perunggasan yaitu PT Japfa Comfeed Indonesia, Tbk, PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk, PT Sierad Produce, Tbk, PT Leong AyamSatu Primadona dan PT Wonokoyo Jaya Corporindo telah melanggar Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999. Dalam laporan tersebut, Pelapor tidak dapat memberikan informasi yang jelas mengenai dugaan
pelanggaran
tersebut
sehingga
tidak
dapat
ditindaklanjuti
ke
dalam
pemeriksaan
pendahuluan. Namun mencermati perkembangan industri peternakan (perunggasan) sebagai industri yang strategis, Komisi berinisiatif untuk melakukan public hearing mengenai permasalahan disekitar DOC. Dari hasil public hearing, Komisi memutuskan untuk melakukan Monitoring terhadap kegiatan pelaku usaha yang dilaporkan oleh organisasi peternak tersebut. Hasil monitoring mengindikasikan adanya pelanggaran terhadap Pasal 11 UU No. 5 /1999, yang dilakukan oleh PT Japfa Comfeed Indonesia, Tbk, PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk, PT Sierad Produce, Tbk, PT Leong Ayam Satu Primadona dan PT Wonokoyo Jaya Corporindo. Oleh sebab itu Komisi memutuskan untuk melakukan pemeriksaan pendahuluan dan menjadikan perkara yang berkaitan dengan DOC tersebut menjadi perkara inisiatif. Hasil Pemeriksaan Pendahuluan dan Pemeriksaan Lanjutan menemukan fakta bahwa produksi DOC merupakan produk musiman (seasoning), tidak dapat diatur produksinya dalam waktu singkat dan pasokannya (supply) relatif konstan dalam jangka waktu 1–2 tahun. Produksi DOC tidak dapat diatur dalam waktu yang singkat karena market trend tidak dapat diprediksi. Pada umumnya prediksi permintaan
DOC
dengan
menggunakan
dasar
peak
season.
Sedangkan
mengenai
dugaan
kesepakatan harga yang dibuat oleh para breeder yang dilakukan oleh anggota Gabungan Perusahaan Peternak Unggas Indonesia ditemukan fakta bahwa kesepakatan diantara para anggota GPPU tersebut hanya ditujukan untuk memberikan keringanan harga kepada koperasi peternak di Bogor yang dipimpin oleh Linus Simanjuntak atas permintaan Direktur Jenderal Bina Produksi Peternakan. Berdasarkan informasi, fakta dan dokumen yang diperoleh baik dari pemeriksaan pendahuluan maupun pemeriksaan lanjutan, maka pada tanggal 27 Agustus 2002 Majelis Komisi mengambil keputusan yang intinya PT Japfa Comfeed Indonesia, Tbk, PT Charoen Pokphand Indonesia, Tbk, PT Sierad Produce, Tbk, PT Leong AyamSatu Primadona dan PT Wonokoyo Jaya Corporindo tidak secara sah dan meyakinkan telah melanggar UU No.5/1999.
Boks 1.7 KASUS PEMBAGIAN PEKERJAAN ANTARA PT. SPIJ DAN PT CITRA TUBINDO (PERKARA NO. 01/KPPU-I/2002) Perkara ini berawal dari kejanggalan - kejanggalan dalam proses pengadaan pipa casing dan tubing di Indonesia. Kejanggalan tersebut mengindikasikan adanya duopoli dalam bidang industri pengolahan pipa casing dan tubing, khususnya untuk proses pemanasan / heat treatment dan pembentukan
upsetting
pipa,
pencantuman
merek-merek
tertentu
dalam
persyaratan
pelelangan/tender, dan diskriminasi perolehan surat dukungan / supporting letter. Setelah mendengar keterangan dari beberapa sumber, Komisi menilai perlu dilakukan pemeriksaan pendahuluan terhadap proses pengadaan pipa casing dan tubing dilingkungan PERTAMINA/Kontraktor Production Sharing (KPS)/Joint Operation Body (JOB)/Technical Assistance Contract (TAC). Dalam perkara ini, yang menjadi Terlapor adalah PT Seamless Pipe Indonesia Jaya dan PT Citra Tubindo, Tbk. Setelah melakukan pemeriksaan pendahuluan dan pemeriksaan lanjutan, Komisi menemukan fakta bahwa pelaksanaan tender di lingkungan PERTAMINA/KPS/JOB/TAC dilakukan secara terbuka dan diumumkan secara luas oleh panitia tender yang mendapat wewenang dari pejabat yang berwenang. Tugas panitia lelang adalah mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan tender yaitu dari mempersiapkan dokumen, memberikan penjelasan kepada peserta tender dan membuat persyaratan tender. Persyaratan tender meliputi antara lain supporting letter dari perusahaan yang melakukan proses heat treatment, upsetting pipa casing dan tubing, serta kewajiban bagi peserta tender untuk melakukan proses heat treatment dan upsetting di Indonesia. Alasan pencantuman persyaratan tersebut adalah didasarkan kepada kebijaksanaan pemerintah berdasarkan surat edaran Direktorat Pembinaan Pengusahaan Migas No. 005 perihal penggunaan fasilitas heat treatment dan threading di dalam negeri, surat edaran Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Nomor 657/396/DJM/97, Surat edaran Menteri Negara Koordinator bidang Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara nomor 301/MK.WASPAN/7/1999 dan Surat edaran Menteri Pertambangan dan Energi nomor 698/03/MPE.P/1999, SK PERTAMINA no077. PT Seamless Pipe Indonesia Jaya dan PT Citra Tubindo merupakan dua perusahaan yang mampu melakukan proses heat treatment dan upsetting. Karena kebijaksanaan pemerintah, terbentuk suatu kondisi dimana para peserta tender pengadaan pipa casing dan tubing yang memerlukan supporting letter untuk proses heat treatment dan upsetting pipa casing dan tubing tidak memiliki pilihan lain kecuali dari PT Seamless Pipe Indonesia Jaya dan PT Citra Tubindo. Berdasarkan fakta – fakta yang diperoleh dalam pemeriksaan pendahuluan dan pemeriksaan lanjutan, pada tanggal 29 Agustus 2002 Majelis Komisi memutuskan perkara ini yang inti putusannnya sebagai berikut: 1.
Menyatakan PT Seamless Pipe Indonesia Jaya (Terlapor I0 dan PT Citra Tubindo, Tbk (Terlapor II) tidak terbukti secara sah dan meyakinkan telah melanggar pasal 19 huruf d UU No. 5 tahun 1999;
2.
Meminta kepada PT Seamless Pipe Indonesia Jaya (Terlapor I0 (Terlapor
II)
untuk
tidak
menggunakan
dan PT Citra Tubindo, Tbk
posisi dominannya dengan
cara melakukan
diskriminasi dan atau menghambat pemberian supporting letter untuk fasilitas jasa heat treatment dan atau upsetting bagi pelaku usaha yang membutuhkannya; Meminta kepada PT Seamless Pipe Indonesia Jaya (Terlapor I) dan PT Citra Tubindo, Tbk (Terlapor II) untuk melakukan kegiatan usaha secara adil, jujur dan terbuka dalam menetapkan harga jasa heat treatment dan atau upsetting bagi pelaku usaha yang membutuhkannya.
Sementara
itu,
terdapat
sejumlah
perkara
yang
penanganannya tidak dapat diteruskan ke Tahap Pemeriksaan Lanjutan.
Penghentian
penanganan
pada
Tahap
Pemeriksaan
Pendahuluan dilakukan karena tidak adanya bukti awal dan indikasi kuat akan pelanggaran UU No.5/1999. Selama periode Januari sampai Desember 2002, perkara yang penanganannya hanya sampai Tahap Pemeriksaan Pendahuluan berjumlah 5 (lima) perkara, yaitu : 1. Perkara Nomor 11/KPPU-L/2001 mengenai Penentuan Daftar Rekanan Penilai di Bank Mandiri, yang penetapannya dibuat pada 19 Februari 2002. 2. Perkara Nomor 01/KPPU-L/2002 mengenai Lelang Pengadaan perangkat CCTV di PT Garuda Indonesia, yang penetapannya dibuat pada 7 Maret 2002. 3. Perkara Nomor 02/KPPU-L/2002 mengenai lelang pengadaan perangkat X-Ray di PT Garuda Indonesia yang penetapannya dibuat pada 7 Maret 2002.
4. Perkara pekerjaan
Nomor di
04/KPPU-L/2002
Kilang
Pertamina
mengenai UP-VI
pelelangan
Balongan,
yang
penetapannya dibuat pada 16 Juli 2002.
Ringkasan Penetapan Komisi mengenai Penentuan Daftar Rekanan Penilai di Bank Mandiri dapat dilihat pada Boks 1.8.; mengenai
Lelang
Pengadaan
perangkat
CCTV
di
PT
Garuda
Indonesia pada Boks 1.9.; mengenai lelang pengadaan perangkat X-Ray di PT Garuda Indonesia pada Boks 1.10.; dan mengenai
pelelangan pekerjaan di Kilang Pertamina UP-VI Balongan pada Boks 1.11.
Boks 1.8 KASUS PENENTUAN DAFTAR REKANAN PENILAI DI BANK MANDIRI (PERKARA NOMOR 11/KPPU-L/2001)
Berawal dari Laporan salah satu asosiasi profesi di Jakarta (Pelapor), yang berisi tentang dugaan pelanggaran Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 yang dilakukan oleh PT. Bank Mandiri (Terlapor) dalam proses seleksi rekanan jasa penilai, KPPU membentuk Tim Pemeriksa untuk melakukan Pemeriksaan Pendahuluan. Berdasarkan hasil Pemeriksaan Pendahuluan, Tim Pemeriksa menemukan beberapa fakta sebagai berikut : 1.
Dalam rangka membantu jalannya operasional perusahaannya, Terlapor membutuhkan jasa
2.
Pada awalnya Terlapor sudah menunjuk 5 rekanan jasa penilai yaitu PT. Ujatek Baru, PT. Aktual
pihak ketiga; Kencana Appraisal, PT. Asian Appraisal, PT. Satyatama Graha Tara dan PT. Aditya Appraisal Bhakti; 3.
Terlapor tidak pernah melakukan pemberitahuan secara terbuka mengenai pendaftaran seleksi rekanan jasa penilai di lingkungan kerja Terlapor;
4.
Pihak ketiga yang ingin menjadi rekanan penilai Terlapor harus mengajukan permohonan
5.
Terlapor mempunyai Komite khusus, yang terdiri dari Komite Teknis, Komite Pengarah, dan
terlebih dahulu; Komite Pemutus, yang bertugas untuk melakukan seleksi terhadap calon rekanan berdasarkan suatu kriteria dan prosedur yang telah ditetapkan; 6.
Sampai dengan saat ini Terlapor ditingkat pusat telah memiliki 29 rekanan jasa penilai dan 6 rekanan jasa penilai yang sedang dalam proses seleksi, sedangkan di tingkat wilayah terdapat 46 rekanan jasa penilai dan 6 rekanan jasa penilai yang sedang dalam proses seleksi;
7.
Meskipun Terlapor hanya memiliki rekanan jasa penilai lokal akan tetapi tidak menutup kemungkinan rekanan jasa penilai lokal tersebut dapat bekerja sama dengan perusahaan jasa penilai asing;
8.
Pemerintah tidak pernah mengeluarkan suatu regulasi yang secara khusus mewajibkan bankbank nasional untuk melakukan seleksi rekanan, yang ada hanya regulasi dari Departemen Keuangan mengenai Ujian Sertifikasi Penilai. Berdasarkan hasil Pemeriksaan Pendahuluan sebagaimana tersebut di atas, Tim Pemeriksa
menetapkan bahwa pemeriksaan perkara dugaan pelanggaran Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 yang dilakukan oleh PT. Bank Mandiri (Terlapor) tidak perlu dilanjutkan ke tahap Pemeriksaan Lanjutan, karena tidak ditemukan bukti awal adanya pelanggaran Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999.
Boks 1.9 KASUS LELANG PENGADAAN PERANGKAT CCTV DI PT GARUDA INDONESIA (PERKARA NOMOR 01/KPPU-L/2002) Perkara ini berawal dari laporan Pengaduan kepada KPPU, bahwa PT Garuda Indonesia telah melakukan penyimpangan dalam pelelangan pekerjaan Pengadaan Perangkat CCTV di Gudang Cargo Perwakilan Setempat Cengkareng. Pelapor menduga kriteria yang dipergunakan PT. Garuda Indonesia dalam tender pengadaan perangkat CCTV mengandung indikasi adanya praktek persaingan usaha yang tidak sehat.Berdasarkan laporan tersebut, KPPU menilai bahwa laporan tersebut telah lengkap dan jelas, sehingga Komisi memutuskan untuk melakukan pemeriksaan pendahuluan. Keterangan yang diperoleh selama pemeriksaan pendahuluan baik dari Pelapor maupun dari pihak PT Garuda Indonesia menyatakan bahwa proses tender pengadaan CCTV yang tengah berjalan telah dihentikan oleh PT. Garuda Indonesia, karena adanya keberatan dan protes terus-menerus dari berbagai pihak. Karena tender telah dihentikan maka perkara ini tidak lagi menjadi kewenangan KPPU sehingga KPPU memutuskan untuk tidak melanjutkan perkara tender pengadaan CCTV oleh PT Garuda Indonesia ke dalam pemeriksaan lanjutan.
Boks 1.10 KASUS LELANG PENGADAAN PERANGKAT X-RAY DI PT GARUDA INDONESIA (PERKARA NO. 02/KPPU-L/2002)
Perkara ini berawal dari laporan Pengaduan kepada KPPU, bahwa PT Garuda Indonesia telah melakukan penyimpangan dalam pelelangan pekerjaan Pengadaan Perangkat X-Ray di Gudang Cargo Perwakilan Setempat Cengkareng. Pelapor menduga kriteria yang dipergunakan PT. Garuda Indonesia dalam tender pengadaan perangkat X-Ray ada indikasi adanya praktek persaingan usaha yang tidak sehat. Berdasarkan laporan tersebut, KPPU menilai bahwa laporan tersebut telah lengkap dan jelas, sehingga Komisi memutuskan untuk melakukan pemeriksaan pendahuluan. Keterangan yang diperoleh selama pemeriksaan pendahuluan baik dari Pelapor maupun dari pihak PT Garuda Indonesia menyatakan bahwa proses tender pengadaan X-Ray yang tengah berjalan telah dibatalkan oleh PT. Garuda Indonesia, karena adanya keberatan dan protes terus-menerus dari berbagai pihak. Karena tender telah dibatalkan maka perkara ini tidak lagi menjadi kewenangan KPPU sehingga KPPU memutuskan untuk tidak melanjutkan perkara tender pengadaan X-Ray oleh PT Garuda Indonesia ke dalam pemeriksaan lanjutan
Boks 1.11 KASUS PELELANGAN PEKERJAAN DI KILANG PERTAMINA UP-VI BALONGAN (PERKARA NO. 04/KPPU-L/2002) Berawal dari laporan salah satu pelaku usaha yang menjadi peserta tender Change Out Catalist Atmosperic Hydrothreating Unit (COC) di Kilang Pertamina UP VI Balongan Tahun 2002 bahwa telah terjadi persekongkolan dalam tender tersebut antara Pertamina UP VI Balongan dengan PT. Menara Megah sebagai pemenang tender. KPPU
kemudian
menindaklanjuti
laporan
tersebut
dengan
melakukan
Pemeriksaan
Pendahuluan mulai tanggal 3 Juni 2002. Dalam pemeriksaan ditemukan fakta-fakta antara lain : -
Tender diumumkan pada tanggal 8 Februari 2002 dilanjutkan dengan proses prakualifikasi dan 6 pelaku usaha dinyatakan lulus proses prakualifikasi masing-masing PT. Trubo Jurong dengan guarantee letter dari Contract Resources Singapore, PT.
Kharisma Hidrokarbon dengan
guarantee letter dari Dialog/Technivac, PT. Anugerah Fatir dengan guarantee letter dari Contract Resources Singapore, PT. Promits dengan guarantee letter dari Showa Esterindo Indonesia, PT. Menara Megah dan pelapor dengan guarantee letter dari Contract Resources Singapore. -
Proses selanjutnya adalah proses pre-bid meeting (rapat pemberian penjelasan) yang kemudian ditandatangani oleh 5 peserta.
-
Setelah proses pre bid meeting, tahap selanjutnya adalah proses penawaran harga dan proposal teknis dimana pelapor tidak dapat mengikuti proses ini karena guarantee letter dari principle Contract Resouces Singapore
yang merupakan salah satu prasyarat yang harus dipenuhi oleh
peserta tender dicabut. -
Pada akhirnya proses penawaran harga dan proposal teknis hanya diikuti oleh tiga perusahaan yaitu PT. Anugerah Fatir, PT. Menara Megah dan PT. Kharisma Hidrokarbon., yang kemudian setelah dilakukan pembukaan penawaran dimenangkan oleh PT. Menara Megah yang mempunyai penawaran terendah diantara ketiga peserta tender tersebut.
Berdasarkan hasil pemeriksaan pendahuluan KPPU berkesimpulan tidak terjadi persekongkolan antara Pertamina UP VI Balongan dengan PT. Menara Megah, sehingga KPPU menetapkan tidak dilanjutkan ke Pemeriksaan Lanjutan dengan Penetapan No. 21/PEN/KPPU/VII/2002 tertanggal 16 Juli 2002.
D. Litigasi dan Monitoring Putusan Terhadap putusan KPPU yang telah dibacakan di muka umum dan disampaikan kepada para pelaku usaha terlapor sepanjang tahun
2002,
hampir
semua
pihak
yang
bersangkutan
yang
berkaitan
telah
melaksanakan putusan terkait. Untuk
Putusan
Komisi
dengan
Kasus
Penunjukan Rekanan Asuradur, PT. Bank BNI Tbk misalnya, pihak PT. Bank BNI Tbk telah mencabut perjanjiannya dengan PT. Wahana Tata, PT. MAI dan PT. Jasindo sesuai dengan Putusan Komisi No. 10/KPPU-L/2001. Pencabutan perjanjian – perjanjian ini membuka peluang bagi perusahaan asuransi lain untuk menjadi rekanan PT. Bank BNI Tbk. Hal yang sama terjadi pada pelaksanaan Putusan Komisi tentang Perkara Tender Impor Bakalan Sapi di Jawa Timur. Pihak Koperasi Pribumi (KOPI) sebagai salah satu pihak yang dijatuhi sanksi, berdasarkan hasil monitoring Putusan, ternyata dapat menerima dan melaksanakan Putusan tersebut. Meskipun demikian, rekomendasi
yang
tertuang
dalam
Putusan
Komisi
untuk
memberikan sanksi administrasi kepada drh. Sigit Hanggono – Kepala Dinas Peternakan Propinsi Jawa Timur dan Ir. Suhadji – Ketua Panitia Tender dalam kasus ini, ternyata tidak dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Timur. Dari
hasil
monitoring
Putusan
juga
diketahui
bahwa
Rekomendasi KPPU kepada Kejaksaan Agung untuk menindaklanjuti temuan – temuan tindakan pidana yang tertuang di dalam Putusan Komisi tentang Perkara Tender Penjualan Saham dan Obligasi Konversi PT. Indomobil Sukses Internasional Tbk (PT. IMSI),
ternyata juga tidak dilaksanakan, meskipun bukti – bukti awal telah dinilai cukup untuk melakukan penyidikan. Kendati
demikian,
satu-satunya
Putusan
Komisi
yang
memerlukan upaya litigasi adalah Putusan Majelis Komisi mengenai Perkara Tender Penjualan Saham dan Obligasi Konversi PT. IMSI. Sebagaimana ditegaskan di dalam UU No. 5/1999, pelaku usaha yang berstatus terlapor dan diputuskan oleh Majelis Komisi telah melanggar Undang – undang ini, dapat mengajukan keberatan atas putusan tersebut kepada Pengadilan Negeri, selambat – lambatnya 14 (empat belas) hari setelah yang bersangkutan menerima pemberitahuan putusan dari KPPU. Berkaitan dengan hal itu, maka terhadap putusan KPPU No. 03/KPPU-I/2002 mengenai persekongkolan tender penjualan saham dan obligasi konversi PT Indomobil Sukses International Tbk. pelaku – pelaku usaha yang dinyatakan melakukan pelanggaran terhadap UU No. 5 Tahun 1999
telah mengajukan berbagai gugatan, baik
melalui Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta maupun melalui peradilan perdata di Pengadilan Negeri setempat. Pelaku usaha tersebut adalah PT Bhakti Asset Management, PT Deloitte & Touche FAS, PT Holdiko Perkasa, PT Trimegah Securities, PT Cipta Sarana Duta Persada, Jimmy Masrin, PT Alpha Sekuritas Indonesia dan Pranata Hajadi. Pengajuan keberatan yang dilakukan oleh para pelaku usaha sudah sesuai dengan prosedur yang diatur dalam UU No. 5/1999. KPPU sangat berharap kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri yang menangani setiap perkara keberatan terhadap Putusan KPPU
tersebut
dapat
mengambil
keputusan
seadil-adilnya
berdasarkan nurani keadilan seorang hakim tanpa pengaruh dari pihak manapun.
Diharapkan pula bahwa Majelis Hakim dapat
memahami asas dan tujuan UU No. 5/1999, serta kondisi-kondisi yang terkait.
Di tengah harapan itulah tampaknya fakta berbicara lain. Putusan Majelis Hakim terhadap 8 (delapan) perkara keberatan tadi ternyata mengabulkan permohonan pelaku – pelaku usaha tersebut yang telah dinyatakan bersalah oleh Majelis Komisi. Majelis Hakim di 3 (tiga) Pengadilan Negeri secara hampir serempak membatalkan Putusan Majelis Komisi No. 03/KPPU-I/2002. Belum
tersedianya
hukum
acara
penanganan
perkara
keberatan atas Putusan KPPU di Pengadilan tampaknya menjadi batu sandungan dan bakal menjadi kendala besar, bagi pelaksanaan UU No. 5/1999. Karena itu di tengah proses keberatan KPPU atas Putusan – putusan Majelis Hakim di tingkat Pengadilan Negeri seperti tersebut di atas, KPPU menaruh harapan besar terhadap kearifan Mahkamah Agung RI, paling tidak dalam dua hal. Pertama, menangani perkara keberatan yang berkaitan dengan kasus
persaingan
pertimbangan
usaha
hukum
dengan
seluas-luasnya,
seadil-adilnya termasuk
dengan
pertimbangan
ekonomi, sebagai wujud dukungannya terhadap upaya memperbaiki iklim
usaha
umumnya. Mahkamah
khususnya Kedua,
Agung
dan
perekonomian
menerbitkan (PERMA)
dengan
mengenai
Perkara Keberatan terhadap Putusan KPPU.
Tata
Indonesia segera Cara
pada
Peraturan Penanganan
BAB V PELAKSANAAN MONITORING, KAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN
Selain bersumber dari laporan publik, perkara yang diperiksa dapat pula bersumber dari inisiatif KPPU. Perkara-perkara inisiatif ini merupakan hasil-hasil program monitoring pelaku usaha dan kajian industri. Dalam rangka mengumpulkan informasi untuk mendukung pelaksanaan monitoring pelaku usaha dan kajian industri dan regulasi, KPPU mengembangkan pula program dengar pendapat publik (public hearing). Tetapi pelaksanaan program monitoring pelaku usaha, kajian industri
dan
dengar
pendapat
tidak
hanya
dilakukan
untuk
mendukung penanganan perkara. Pelaksanaan program-program ini juga dilakukan untuk mendukung tugas lain KPPU, yakni pemberian saran dan pertimbangan kebijakan kepada pemerintah. Dengan kata
lain,
program-program
ini
juga
dilaksanakan
untuk
mengevaluasi regulasi dan kebijakan pemerintah dalam konteks pengembangan kebijakan. A. Monitoring Program kegiatan monitoring pelaku usaha dilakukan untuk menindaklanjuti munculnya dugaan pelanggaran UU No. 5/1999 yang dilakukan oleh pelaku usaha tertentu. Dugaan pelanggaran ini bisa berasal dari laporan ataupun hasil pengamatan dan penelitian KPPU terhadap perkembangan yang terjadi di sektor atau kegiatan usaha tertentu. Dalam pelaksanaanya program monitoring dilakukan melalui penelitian yang cermat dan seksama terhadap perilaku pelaku usaha yang dimonitor. Tim Monitoring melakukan pengumpulan
data dan informasi terhadap berbagai hal yang dianggap memiliki keterkaitan
dengan
substansi
monitoring.
Output
program
monitoring adalah rekomendasi Tim Monitoring kepada KPPU, berkaitan dengan substansi monitoring. Selanjutnya Rapat Pleno Komisi akan menentukan tindak lanjut terhadap hasil laporan Tim Monitoring tersebut. Pada tahun 2002 KPPU telah melakukan beberapa program monitoring antara lain :
1.
Monitoring Tender Penjualan Saham dan Convertible Bond PT Indomobil Sukses Internasional Tbk. Monitoring terhadap kasus ini merupakan inisiatif KPPU yang berkaitan dengan merebaknya dugaan persekongkolan dalam tender tersebut dengan konsekuensi kerugian negara yang cukup besar. Setelah melalui pengumpulan data dan analisa keterkaitannya dengan UU No 5/1999, akhirnya Rapat Pleno Komisi
memutuskan
untuk
memasukkan
substansi
yang
dimonitor ke dalam Pemeriksaan Pendahuluan. Analisa terhadap fakta dan data telah menghasilkan bukti permulaan yang cukup bagi KPPU untuk memulai pemeriksaan pendahuluan.
2.
Monitoring Divestasi Saham PT Bank Central Asia Tbk. Proses monitoring ini merupakan inisiatif KPPU yang berkaitan dengan kontroversi yang mengiringi proses divestasi saham PT Bank Central Asia Tbk, yang merupakan aset besar yang dimiliki bangsa ini. Dikhawatirkan proses divestasi ini melanggar UU No 5/1999 dan merugikan negara seperti terjadi dalam penjualan PT Indomobil Sukses Internasional Tbk. Proses monitoring diawali dengan analisa terhadap data-data yang telah diperoleh KPPU, terutama terhadap data hasil public hearing yang berhasil menghadirkan
semua
pihak
yang
penjualan PT Bank Central Asia Tbk.
terkait
dengan
proses
Setelah melalui proses monitoring, Tim Monitoring mengambil kesimpulan bahwa proses monitoring dihentikan mengingat tidak adanya cukup bukti tentang pelanggaran UU No 5 Tahun 1999.
3.
Monitoring Pelaku Usaha pemegang posisi dominan di Industri Tepung Terigu Proses monitoring ini merupakan inisiatif KPPU terhadap pelaku
usaha pemegang posisi dominan dalam pasar tepung terigu. Dalam industri tepung terigu Indonesia diketahui terdapat pelaku usaha yang posisi dominannya sangat kuat, sehingga dikhawatirkan menyalahgunakan
posisi
dominan
tersebut.
Hal
ini
kemudian
diperkuat oleh fakta bahwa pemegang posisi dominan tersebut melakukan proses integrasi vertikal dengan mendirikan perusahaan yang produknya merupakan derivatif dari tepung terigu. KPPU sampai saat ini masih terus melakukan proses monitoring terhadap kondisi persaingan usaha di industri ini.
4.
Monitoring Pelaku Usaha pemegang posisi dominan di Industri Mie Instan Hampir
serupa
dengan
industri
tepung
terigu,
proses
monitoring industri mie instan dilakukan mengingat posisi dominan salah satu pelaku usaha di industri ini cukup besar, sehingga potensi penyalahgunaan posisi dominannya juga cukup besar. Keunggulan pemegang posisi dominan ini juga menjadi bertambah besar saat diketahui melakukan integrasi vertikal baik hulu maupun hilir. Sampai saat ini KPPU masih terus memonitor secara aktif situasi persaingan di industri ini. 5.
Monitoring Pelaku Usaha di Industri Kelistrikan Proses monitoring ini merupakan inisiatif KPPU, setelah KPPU mencermati munculnya salah satu program konservasi energi dari
Departemen
Energi
dan
Sumber
Daya
Mineral
yang
melibatkan
pelaku
usaha
industri
lampu.
Dari
fakta
awal
diperoleh data dan informasi bahwa implementasi program ini memberikan peluang kepada pelaku usaha untuk melakukan aktivitas bisnis yang bertentangan dengan UU No 5/1999. Dari hasil monitoring di lapangan diperoleh beberapa bukti yang menunjukkan
pelanggaran
tersebut
benar-benar
terjadi.
Terhadap hasil temuan tersebut, KPPU kemudian memanggil Direktorat
Jenderal
Listrik
dan
Pemanfaatan
Energi
untuk
memberitahukan hasil temuan tersebut. Sebagai tindak lanjut terhadap
proses
monitoring
ini,
KPPU
menyampaikan
rekomendasi kepada pemerintah agar pemerintah memodifikasi pelaksanaan
program
konservasi
energinya
sehingga
pelaksanaannya tidak bertentangan dengan UU No 5/1999. KPPU terus memantau program
konservasi energi tersebut, dengan
harapan program ini dapat mencapai tujuannya tanpa melanggar UU No 5/1999.
6.
Monitoring Pelaku Usaha Pemegang Monopoli Produksi di Industri Carbon Black Kemelut yang terjadi antara satu asosiasi produsen produk
(yang merupakan konsumen terbesar carbon black) dengan satusatunya produsen carbon black Indonesia, telah mendorong KPPU untuk melakukan proses monitoring terhadap industri ini. Fokus monitoring diletakkan terhadap hadirnya monopoli dalam produksi carbon black Indonesia. Dalam perjalanan proses monitoring kasus ini, KPPU juga mencermati munculnya usulan penerapan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) yang diajukan produsen carbon black tersebut melalui KADI. KPPU
mencermati
bahwa
posisi
monopoli
yang
dimiliki
produsen carbon black Indonesia, berpotensi besar menciptakan terjadinya
penyalahgunaan
posisi
monopolistnya
terhadap
konsumen carbon black. Hingga akhir 2002, kegiatan monitoring ini terus berlangsung. Namun pada awal 2003, hasil-hasil monitoring
diharapkan
telah
menyediakan
informasi
yang
memadai guna menyiapkan rekomendasi yang berkaitan dengan kebijakan terhadap produk ini. Sampai saat ini KPPU masih tetap memantau perkembangan dalam industri ini.
7.
Monitoring Pelaku Usaha di Industri Telekomunikasi Kontroversi muncul dalam industri telekomunikasi Indonesia ketika Voice over Internet Protocol (VoIP) yang merupakan teknologi baru telekomunikasi mulai dikenal dan dimanfaatkan di Indonesia. Munculnya teknologi ini telah membuat hiruk pikuk industri telekomunikasi Indonesia mengingat aplikasi teknologi ini sangat berpengaruh terhadap performance keuangan dua pelaku usaha utama telekomunikasi Indonesia. VoIP telah secara nyata mampu mereduksi pendapatan keduanya, karena mampu menjadi sarana telekomunikasi jarak jauh (SLJJ dan SLI) dengan tarif yang jauh lebih rendah. Pada saat yang sama pemerintah tidak memiliki aturan yang tegas mengenai VoIP, apakah masuk ke dalam produk jasa internet (yang pelaku usahanya saat itu sangat banyak) atau ke dalam telekomunikasi suara yang selama ini menjadi hak eksklusivitas dua pelaku usaha utama telekomunikasi Indonesia. Kontroversi kemudian berlanjut ketika kebijakan baru berkaitan dengan VoIP dikeluarkan, terutama saat penunjukan operator yang berhak menjalankan VoIP dilakukan, di mana muncul dua operator baru yang sama sekali tidak dikenal dalam dunia telekomunikasi Indonesia. Sementara pada saat yang sama beberapa pelaku usaha telekomunikasi yang sudah ada dan telah menggunakan VoIP sebagai salah satu produknya, tidak diberi kesempatan sama sekali untuk menjadi operator VoIP.
Sehingga muncul dugaan persaingan tidak sehat dalam industri ini. Kontroversi
ini
mendorong
monitoring.
Proses
KPPU
untuk
melakukan
monitoring kemudian diperluas
proses menjadi
monitoring terhadap bisnis telekomunikasi mengingat lahirnya kebijakan
baru
Permasalahan
pemerintah,
telekomunikasi
yakni seperti
kebijakan VoIP
pada
duopoli. prinsipnya
berakar dari hadirnya permasalahan duopoli telekomunikasi Indonesia di mana dua BUMN menjadi pelaksananya. Berbagai dugaan praktek persaingan usaha tidak sehat muncul dari pelaksanaan kegiatan monitoring ini, terutama sebagai konsekuensi secara
kebijakan
intensif
duopoli
pemerintah.
mengkomunikasikan
KPPUpun
telah
persoalan-persoalan
tersebut dengan pihak-pihak terkait. Salah satu kesimpulan yang
dapat
ditarik
kemudian
adalah
persoalan-persoalan
persaingan usaha yang berkaitan dengan kebijakan duopoli hanya dapat diselesaikan setelah masalah kompensasi terhadap pencabutan hak eksklusivitas diselesaikan secara tuntas. Karena itu pemerintah berjanji untuk menyelesaikan masalah tersebut pada awal 2003. Sampai
saat
telekomunikasi
ini
proses
Indonesia
monitoring
terus
terhadap
dilakukan
dengan
bisnis fokus
monitoring pada pelaku usaha pemegang duopoli.
8.
Monitoring Persaingan Bisnis Transportasi Udara, Laut dan Kereta Api Persaingan yang terjadi pada moda transportasi udara telah menjadi bukti nyata dari efektifnya persaingan usaha sebagai instrumen
pendorong
terciptanya
efisiensi
dunia
usaha.
Konsumen kini bisa menikmati tarif yang tereduksi sampai 50% dari
tarif
terdahulu.
Di
sisi
lain
proses
persaingan
telah
mendorong pelaku usaha untuk melakukan upaya efisiensi. Tetapi dalam perkembangan selanjutnya, opini berkembang di publik bahwa imbas proses persaingan ini merembet ke moda transportasi lainnya seperti Kereta Api, Bus dan Angkutan Laut (khususnya
angkutan
kontroversi
publik
penumpang).
bahwa
Berkali-kali
persaingan
di
muncul
udara
telah
menghasilkan dampak negatif bagi dunia usaha transportasi lainnya. Karena itu berbagai pihak mengusulkan agar persaingan di udara dihentikan dengan mengusulkan kebijakan penetapan batas tarif bawah. Munculnya opini-opini tersebut sangat mengganggu dan dapat merusak proses persaingan sehat yang tengah terjadi. Untuk itulah
KPPU
melakukan
proses
monitoring
terhadap
perkembangan bisnis transportasi. Melalui proses monitoring diketahui bahwa persaingan transportasi udara masih berada dalam koridor persaingan usaha yang sehat. Sementara kondisi yang berimbas terhadap moda transportasi lainnya hendaknya diletakkan pada proporsi yang benar di mana keterdesakan tersebut sebenarnya merupakan cermin ketidakefisienan moda transportasi yang bersangkutan. Bahkan dapat disimpulkan bahwa persaingan bisnis transportasi udara ini bisa menjadi titik tolak hadirnya sistem transportasi nasional yang efisien.
9.
Monitoring Proses Tender Oleh Pelaku Usaha di Bidang Perminyakan. Monitoring ini merupakan tindak lanjut dari kasus menyangkut tender outsourcing yang dilakukan oleh salah satu pelaku usaha perminyakan Indonesia. Proses monitoring ditujukan untuk
memantau
apakah
pelaksanaan
tender
outsourcing
yang
dilakukan pelaku usaha (yang menjadi fokus monitoring) dapat menghambat
atau
bahkan
mematikan
pelaku
usaha
yang
biasanya melakukan kegiatan pengadaan barang dan atau jasa pada kontraktor Production Sharing di lingkungan Pertamina, yang kebanyakan berasal dari Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Di
sisi
lain
proses
monitoring
juga
diharapkan
menghasilkan
analisa
apakah
konsep
dikategorikan
upaya
efisiensi
yang
mampu
outsourcing tidak
dapat
menimbulkan
persaingan usaha tidak sehat. Dari hasil monitoring diperoleh kesimpulan bahwa dalam tender yang dilakukan meskipun
pelaku usaha yang menjadi fokus monitoring,
hanya
perusahaan
besar
yang
mampu
menjadi
peserta namun dalam pelaksanaannya tetap mengikutsertakan dan tidak mematikan perusahaan-perusahaan kecil sebagai produsen, partner, agen dan atau perwakilan lokal. Sebagian besar barang dan jasa kebutuhan pelaku usaha tersebut belum dapat diproduksi di dalam negeri sehingga peranan perusahaan lokal masih lebih banyak sebagai agen dan perwakilan saja dengan nilai tambah yang tidak berarti. Meskipun metode outsourcing
berpotensi
penyelenggara, sehingga
akan
diperlukan
untuk tetapi
disalahgunakan
dapat
pengawasan
oleh
menghasilkan agar
tidak
pihak
efisiensi, merugikan
kepentingan nasional. Metode outsourcing atau yang sejenis dapat dikembangkan dalam proses pengadaan barang dan atau jasa di bidang yang lain, khususnya yang dibiayai oleh negara. 10. Monitoring
Dilakukan
Dugaan
Terjadinya
Beberapa
Perusahaan
Pelanggaran Inti
yang
yang
Berkaitan
dengan Perjanjian Tertutup dalam kegiatan Usaha DOC.
Proses
monitoring
ini
merupakan
inisiatif
KPPU
terhadap
perkembangan industri peternakan ayam. Kondisi dan indikator yang dimunculkan pasar dan hadirnya pelaku usaha besar yang terbatas
jumlahnya,
persaingan
usaha
telah
tidak
memunculkan
sehat
dalam
dugaan
industri
hadirnya
ini.
Fokus
monitoring diletakkan terhadap beberapa pelaku usaha yang saat ini menjadi penguasa pasar industri ini dari hulu sampai hilir. Sampai saat ini proses monitoring masih terus berlangsung dan diharapkan selesai pada awal 2003. 11. Monitoring Persaingan Usaha tidak Sehat dalam Jasa
Kepelabuhan Privatisasi BUMN pemegang posisi dominan yang bergerak dalam
jasa
memunculkan
kepelabuhanan indikasi
di
persaingan
Tanjung usaha
Priuk
tidak
ternyata
sehat
yang
dilakukan pelaku usaha tersebut. Sejumlah informasi yang masuk ke KPPU mengindikasikan bagaimana hal tersebut terjadi. Atas dasar inilah KPPU membentuk Tim Monitoring. Hal terpenting yang KPPU peroleh dari hasil monitoring ini adalah ditemukannya klausul perjanjian antara pelaku usaha dengan pelaku usaha wakil pemerintah yang menyatakan bahwa tidak akan ada pembangunan terminal petikemas internasional lainnya yang dilaksanakan di Pelabuhan Tanjung Priuk sebagai tambahan atas Terminal Peti Kemas I, II dan III sampai Throughput di pelabuhan Tanjung Priuk telah mencapai 75% dari kapasitas rancang bangun tahunan yaitu 3.8 juta TEUS. Klausul ini merupakan bentuk hambatan pasar yang nyata terhadap upaya mendorong persaingan usaha jasa kepelabuhanan di Tanjung Priuk. Sampai saat ini KPPU masih melakukan proses monitoring terhadap kasus ini.
Kajian Program kajian lebih ditujukan untuk pendalaman terhadap struktur industri tertentu dan perilaku pelaku usaha di dalam industri tersebut, serta eksplorasi isu-isu persaingan yang berkaitan dengan eksistensi regulasi. Pendalaman terhadap struktur industri akan menghasilkan data dan informasi yang bersifat umum untuk sektor
industri
tersebut.
Gambaran
struktur
tersebut
akan
memudahkan KPPU dalam menjalankan tugasnya, karena peta persaingan industri di Indonesia menjadi lebih jelas, sehingga pada akhirnya fokus-fokus aktivitas lainnya seperti monitoring dan penanganan
perkara
menjadi
lebih
mudah
dilakukan.
Kajian
terhadap sektor-sektor industri dan perdagangan ditindaklanjuti dengan penyampaian saran dan pertimbangan kepada Pemerintah apabila
informasi
yang
diperoleh
menunjukkan
kebijakan
Pemerintah yang ada telah mendorong terciptanya iklim persaingan usaha yang tidak sehat. Kajian Sektor Industri a.
Kajian Sektor Industri Kertas Hasil
kajian
menunjukkan
bahwa
struktur
pasar
dalam
industri pulp dan kertas Indonesia cenderung oligopolistik yang menyebabkan dominasi beberapa pelaku usaha dalam industri ini. Meski industri kertas nampak lebih dinamis dibanding industri pulp karena jumlah pelaku usaha di Industri kertas jauh lebih banyak, tetapi potensi munculnya kartel
dalam
industri
ini
tetap
muncul
akibat
struktur
oligopolistik tadi. Bahkan hal ini diperkuat oleh temuan yang menunjukkan bahwa untuk beberapa jenis produk, pasar domestik
cenderung
internasional.
tidak
terintegrasi
dengan
harga
Hal lain yang muncul dalam industri ini adalah terdapatnya integrasi vertikal yang dilakukan oleh pelaku utama industri ini. Penguasaan hulu dan hilir bahkan sampai distribusi sangat mempengaruhi kondisi persaingan di industri ini. Dua kondisi ini telah mendorong KPPU untuk tetap memantau perkembangan dalam industri ini. b.
Kajian Sektor Minyak Goreng Struktur industri minyak goreng perkembangannya hampir serupa dengan industri pulp dan kertas, di mana pasar cenderung beberapa
oligopolistik pelaku
usaha
melalui yang
penguasaan menjadi
pasar
pemegang
oleh posisi
dominan. Hanya ada dua pelaku usaha yang mendominasi pasar minyak goreng bermerek. Meskipun minyak goreng bermerek diperkirakan hanya menguasai 40% dari seluruh pasar minyak goreng dalam negeri dan sisanya diserap oleh minyak goreng tanpa merek, namun sebagian besar produk minyak goreng tanpa merek juga dihasilkan pelaku usaha dominan di pasar bermerek. Selain pasar oligopolistik tadi, terdapat hal yang harus dicermati dari industri ini, yakni munculnya integrasi vertikal yang
dilakukan
pemegang
posisi
dominan
mulai
dari
perkebunan kelapa sawit sebagai bahan baku, industri CPO dan industri pengolahan minyak makan goreng, bahkan sampai
distributor
dan
retailernya.
Kondisi
ini
rawan
memunculkan hadirnya persaingan usaha tidak sehat di industri ini. c.
Kajian Sektor Industri Pupuk
Berdasarkan
PP
No
28/1997
ditetapkan
bahwa
Holding
Company PT Pupuk Sriwijaya menjadi pemegang saham empat produsen pupuk lainnya di Indonesia sehingga praktis pupuk menjadi monopoli pemerintah. Tetapi ternyata pilihan ini tidak dapat menyelesaikan permasalahan ketersediaan pupuk terutama di daerah-daerah sentra produksi padi. Pilihan kebijakan tersebut telah menimbulkan struktur pasar yang monopolistik sehingga berpotensi merugikan konsumen pupuk
dan
menjadi
salah
satu
sumber
inefisiensi
perekonomian. Sementara
itu
studi
terhadap
harga
eceran
tetap
menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah di sektor ini semakin tidak efektif. Pemerintah tampaknya harus segera membenahi kebijakan di sektor ini. Dibandingkan dengan harga
pupuk
dunia
maka
terlihat
bahwa
telah
terjadi
penurunan yang signifikan dari daya saing pupuk Indonesia terhadap pupuk dunia. Ini merupakan konsekuensi kebijakan pemerintah yang cenderung anti persaingan. Kondisi-kondisi di atas telah menyebabkan perlunya segera didorong kebijakan kompetisi industri pupuk. Alasan utama pemilihan
kebijakan
ini
adalah
untuk
meminimalkan
penggunaan kekuatan monopoli yang merugikan masyarakat, seraya
meningkatkan
daya
saing
industri
pupuk
dalam
menghadapi persaingan global. d.
Kajian Sektor Farmasi Perkembangan industri farmasi di Indonesia tergolong pesat. Terdapat fenomena yang fantastis dalam industri ini berupa hadirnya 210 industri farmasi (sekitar 3% dari populasi perusahaan farmasi dunia). Hal ini terasa paradoks mengingat
pasar industri Indonesia sangatlah kecil, hanya 0.3% dari pasar dunia. Saat ini di pasar hadir kurang lebih 18.000 merek obat. Paradoks lainnya yang terjadi adalah sedikitnya obat OTC (over the counter), yaitu obat yang diperdagangkan tanpa resep, yang dikenal mereknya oleh masyarakat. Sebagian besar obat di Indonesia diperdagangkan secara ethical (harus memakai resep) dan B to B (business to business) terutama ke rumah sakit dan poliklinik. Kenyataan bahwa produk farmasi mampu bertahan dalam pasar yang sangat kecil menimbulkan dugaan bahwa industri ini menikmati marjin yang sangat besar. Sementara itu indikasi
sedikitnya
OTC,
karena
sebagian
besar
diperdagangkan secara B to B, telah memunculkan dugaan adanya upaya persaingan usaha tidak sehat yang dilakukan pelaku usaha industri ini. Perkembangan lain yang muncul dari industri ini adalah panjangnya
rantai
distribusi.
perusahaan
telah
melakukan
Akibat
hal
integrasi
ini
vertikal
beberapa dengan
mendirikan perusahaan distributor bahkan rumah sakit. Tetapi kondisi ini tidak serta merta menyebabkan harga obat menjadi
murah,
karena
kondisi
pasar
menggambarkan
rendahnya daya tawar konsumen terhadap produsen obat. Bahkan sangat mungkin terjadinya kolusi antar pelaku usaha di berbagai level kegiatan industri yang menyebabkan kondisi pasar seperti di atas. Integrasi vertikal dalam kondisi ini hanya menciptakan eksploitasi saja, karena produsen obat akan tetap bertahan pada tingkat harga yang sudah menjadi sumber keuntungannya.
Hal ini kemudian diperkuat oleh fakta bahwa persaingan antara industri obat tergolong ketat. Gambaran ini terasa semu karena kondisi pasar seperti yang telah diuraikan di atas. Sebagai tindak lanjut terhadap kondisi ini, KPPU akan terus memantau perkembangan industri ini. e.
Kajian Makro Struktur Industri Indonesia Kajian ini telah menghasilkan peta persaingan yang terjadi dalam sektor industri dan perdagangan Indonesia. Selain itu juga
telah
berhasil
diidentifikasi
kondisi
struktur
pasar
beberapa sektor industri dan perdagangan Indonesia. Secara umum hasil kajian memperlihatkan masih banyaknya sektor industri dan perdagangan yang struktur pasarnya cenderung oligopolist bahkan monopolist. Tetapi di beberapa industri kondisi
persaingan
usaha
yang
sehat
juga
nampak
berlangsung saat ini. Kajian Perundang-undangan a. Kajian Formulasi Denda Administrasi dan Ganti Rugi atas Pelanggaran UU No 5 Tahun 1999 Kajian
awal
telah
menghasilkan
prinsip-prinsip
pokok
dalam memformulasikan denda administrasi dan ganti rugi atas
pelanggaran
UU
No
5/1999.
Prinsip-prinsip
ini
diperlukan untuk menghitung kerugian masyarakat dan negara yang ditimbulkan oleh pelanggaran UU No 5/1999 sehingga pengenaan denda dan ganti rugi memiliki dasar yang jelas. b. Kajian Undang-Undang Jasa Konstruksi Hasil kajian menunjukkan bahwa implementasi UU No 18/1999
tentang
Jasa
Konstruksi
beserta
perangkat
perundang-undangan lainnya seperti peraturan pemerintah dan Keputusan Presiden, masih memunculkan peluang terjadinya persaingan usaha tidak sehat seperti praktek diskriminasi, persekongkolan dan penyelahgunaan posisi dominan.
Hasil
penyempurnaan
kajian dan
ini
masih
diharapkan
dalam
dapat
proses
menghasilkan
rekomendasi bagi penyempurnaan pelaksanaan UU No 18/1999. c. Kajian Tentang Otonomi Daerah Otonomi
daerah
menjadi
perhatian
KPPU
karena
pelaksanaannya berdampak terhadap persaingan usaha. Dalam prakteknya, pelaksanaan otonomi daerah telah menghasilkan regulasi-regulasi lokal yang menghambat persaingan usaha. Beberapa di antaranya adalah regulasi yang mendiskriminasi pelaku usaha lokal dengan pelakupelaku
usaha
monopoli
dari
daerah
kepada
pembentukan
lainnya,
pelaku-pelaku
badan-badan
usaha
pemberian usaha yang
lisensi
tertentu, melibatkan
pemerintah daerah yang disertai dengan pemberian lisensi kepada
badan-badan
usaha
tersebut,
serta
berbagai
bentuk kebijakan lokal lainnya. Hasil kajian ini masih dalam proses penyempurnaan dan diharapkan selesai sekaligus menghasilkan rekomendasi kebijakan kepada pemerintah pada awal tahun 2003. d. Kajian Keppres No 18 Tahun 2000 Hasil kajian terhadap Keppres No 18 Tahun 2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah menunjukkan bahwa Keppres ini sarat dengan celah
penyalahgunaan.
Sehingga
kecenderungan
persekongkolan seperti yang termaktub dalam pasal 22 UU No 5 Tahun 1999 menjadi sangat mungkin terjadi. Revisi terhadap Keppres ini nampaknya harus menjadi perhatian pemerintah
agar
proses
pengadaan
barang/jasa
pemerintah dapat dilakukan sesuai dengan tujuannya. e. Kajian Undang-Undang Migas Hasil kajian menunjukkan bahwa UU No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi akan membawa begitu banyak perubahan terhadap kondisi persaingan industri minyak dan gas Indonesia. Struktur industri ini akan mengalami perubahan yang besar. Hilangnya monopoli Pertamina akan menyebabkan hadirnya beberapa pelaku usaha baik di sektor hilir maupun hulu industri ini, sehingga persaingan antar pelaku usahapun menjadi tidak terhindarkan. Meskipun demikian, proses transisi dari struktur pasar monopoli ke arah pasar yang bersaing memerlukan
pemantauan.
Karena
itu
KPPU
terus
memantau perkembangan yang terjadi di sektor ini. C.
Dengar Pendapat Program dengar pendapat merupakan salah satu instrumen
pengumpulan data dan informasi yang efektif. Melalui dengar pendapat yang menghadirkan berbagai kalangan masyarakat ― antara lain pelaku usaha, pejabat pemerintah, individu,
dan
lembaga atau instansi terkait lainnya ― diharapkan akan diperoleh masukan berupa informasi dugaan pelanggaran terhadap UU No 5/1999
untuk
mendukung
aktivitas
KPPU
dalam
melakukan
kegiatan monitoring pelaku usaha, penanganan perkara, maupun tugas memberikan saran dan pertimbangan kebijakan kepada Pemerintah.
Sampai akhir Desember 2002, KPPU telah melaksanakan beberapa program dengar pendapat yang antara lain terdiri dari :
Dengar (Voice
Pendapat over
tentang
perkembangan
Protocol
Internet)
bisnis
dalam
VoIP
industri
Telekomunikasi Dengar pendapat ini diselenggarakan tanggal 14 Mei 2002. Peserta dengar pendapat tersebut antara lain Departemen Perhubungan yang diwakili oleh Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi, PT Telekomunikasi Tbk,
PT
Gaharu
Sejahtera,
PT
Indonesia Tbk, PT Indosat Atlasat
Solusindo, PT
Pos
Indonesia (Wasantara Net), Asosiasi Pengusaha Jasa Internet Indonesia (APJII), dan Masyarakat Telekomunikasi (Mastel). Dalam dengar pendapat tersebut, peserta yang hadir telah menyampaikan pendapatnya berkaitan dengan perkembangan bisnis VoIP dalam industri telekomunikasi. Pendapat sementara dari hasil dengar pendapat tersebut adalah adanya permasalahan yang
berkaitan
dengan
UU
Nomor
5/1999
antara
lain
menyangkut diskriminasi harga, posisi dominan, penetapan harga dan entry barrier. KPPU akan melakukan kajian lebih lanjut
sebagai
basis
bagi
upaya
memberikan
saran
dan
rekomendasi yang berkaitan dengan masalah persaingan usaha bidang telekomunikasi kepada pemerintah. Dengar Pendapat tentang dugaan kartel industri semen Dengar pendapat ini dilaksanakan tanggal 23 Oktober 2002. Hadir
dalam
dengar
pendapat
ini
wakil
dari
Departemen
Perindustrian dan Perdagangan, para produsen semen, Asosiasi Semen Indonesia, pedagang besar semen dan LSM Monopoly Watch. Dari hasil dengar pendapat industri semen, diketahui kemungkinan munculnya kartel internasional yang berpengaruh terhadap perkembangan bisnis industri semen Indoneia. Hal ini terbukti dengan adanya hambatan bagi produsen atau eksportir semen Indonesia untuk mengekspor produknya ke beberapa negara tertentu.
Hambatan ini dimungkinkan oleh perjanjian
antara pemerintah Indonesia dengan pelaku usaha internasional ketika
divestasi
saham
sejumlah
BUMN
semen
dilakukan
Pemerintah. KPPU terus memantau dan mengkomunikasikan fenomena ini kepada pemerintah. Dengar Pendapat tentang Persaingan Bisnis Transportasi Udara Dengar pendapat dilaksanakan tanggal 4 November 2002. Dari hasil dengar pendapat diketahui bahwa pengalihan penetapan tarif dari INACA oleh pemerintah yang kemudian oleh Pemerintah diserahkan
kepada
mendorong
efisiensi
mekanisme usaha
pasar,
sekaligus
sudah melayani
tepat
karena
kepentingan
konsumen. Sementara itu dari pelaku usaha muncul harapan agar
pemerintah
menjalankan
perannya
untuk
meyakinkan
konsumen bahwa harga yang murah tidak diperoleh dengan mengurangi biaya perawatan pesawat yang dapat mengganggu keselamatan penerbangan. Dari dengar pendapat juga diperoleh informasi bahwa perang tarif antar perusahaan penerbangan yang sering diopinikan secara negatif selama ini, lebih merupakan tindakan manajemen antar pelaku usaha untuk memenangkan persaingan di mana tarif merupakan salah satu variabelnya. Bahkan perang tarif telah menyebabkan terbentuknya segmen pasar yang dibidik
oleh setiap maskapai penerbangan yang terbagi ke dalam dua kelompok besar yakni segmen yang price sensitive dan segmen schedule sensitive. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa pemerintah perlu mempertahankan kebijakan persaingan di kegiatan usaha angkutan udara. Yang perlu diperbaiki adalah pengawasan terhadap keamanan penerbangan. Dengar pendapat ini dihadiri oleh wakil dari Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, pengusaha transportasi udara, asosiasi pengusaha terkait, LSM, pengamat transportasi dan Lembaga Konsumen. Dengar Pendapat tentang Persaingan Bisnis Transportasi Darat Dengar pendapat sektor transportasi darat pada tanggal 25 November 2002 telah menghasilkan informasi yang berkaitan dengan
penetapan
tarif.
Perusahaan-perusahaan
operator
transportasi darat berpendapat bahwa penetapan tarif ekonomi yang diserahkan pada pemerintah sudah dianggap tepat meski terkadang
sering
muncul
permasalahan
berkaitan
dengan
persoalan bahan bakar dan biaya modal. Dalam penetapan tarif juga sering muncul persoalan karena Pemerintah biasanya terlambat mengambil kebijakan dibanding dengan kebijakan penyesuaian harga BBM. Kelas tarif non ekonomi dalam kereta api dan angkutan jalan raya merupakan kelas yang sangat terpengaruh oleh persaingan antar
moda
melayani
transportasi.
kelas
super
Walaupun
eksekutif,
angkutan
tetapi
darat
masih
jumlahnya
sudah
berkurang karena bersaing dengan transportasi udara.
Sementara itu, untuk bisnis moda transportasi kereta api, pemerintah telah membuka peluang masuknya swasta ke dalam sektor ini, melalui perubahan Undang-Undang Kereta Api. Dengar pendapat ini dihadiri oleh wakil dari Direktorat Jenderal Perhubungan
Darat,
pengusaha
transportasi
darat,
asosiasi
pengusaha terkait, LSM, pengamat transportasi dan Lembaga Konsumen. Sebagai tindak lanjut dari dengan pendapat ini, KPPU akan melaksanakan kajian persaingan bisnis transportasi darat. Dengar Pendapat tentang Persaingan Bisnis Transportasi Laut Dengar pendapat transportasi laut diselenggarakan tanggal 26 November 2002. Dari proses dengar pendapat ini diperoleh informasi bahwa tarif yang berlaku untuk penumpang kelas ekonomi masih belum wajar, karena tarif tersebut masih berada di bawah biaya pokok sehingga perlu adanya penyesuaian tarif kelas ekonomi. Untuk tarif angkutan barang, penetapan harga tidak ditentukan pemerintah, tetapi diserahkan pada mekanisme pasar yang juga mengacu kepada perjanjian Internasional. Mengenai persaingan ketat antara moda transporatsi laut dan transporatsi udara akhir-akhir ini, terutama saat off-peak season dimana tarif angkutan udara menjadi sangat rendah, dianggap memberatkan bagi kelangsungan usaha operator angkutan laut. Meski demikian, saat peak season operator angkutan laut dapat menangguk keuntungan yang lebih banyak dikarenakan pada saat itu operator angkutan udara menaikkan tarifnya. Tetapi ini
tidak berarti bahwa pemerintah perlu merevisi kebijakan di bidang angkutan udara. Yang diperlukan adalah upaya untuk membenahi persaingan –dan dengan demikian efisiensi- di subsektor kegiatan transportasi darat. Dengar pendapat ini dihadiri oleh wakil dari Direktorat Jenderal Perhubungan
Laut,
pengusaha
transportasi
laut,
asosiasi
pengusaha terkait, LSM, pengamat transportasi dan Lembaga Konsumen. D. Pemberian Saran dan Pertimbangan Kepada Pemerintah Pasal 35 huruf e UU Nomor 5/1999 mengamanatkan bahwa salah satu tugas KPPU adalah memberikan saran dan pertimbangan kepada
Pemerintah
yang
berkaitan
dengan
kebijakan
yang
mendorong lahirnya praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Tugas ini merupakan kewajiban KPPU yang harus dipenuhi
tanpa
berkewajiban
perlu
permintaan
memberikan
saran
dari
dan
Pemerintah.
pertimbangan
KPPU kepada
Pemerintah bila dianggap perlu tanpa diminta, untuk mendorong efisiensi perekonomian melalui persaingan yang sehat. Dalam melaksanakan tugas di atas, sejak berfungsinya KPPU telah beberapa kali memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah. Pada 2001, saran dan pertimbangan yang telah disampaikan kepada Pemerintah berkaitan dengan masalah harga BBM, masalah penetapan tarif taksi oleh ORGANDA, dan masalah penetapan tarif angkutan udara oleh INACA. Sementara itu, pada periode Januari sampai Desember 2002, saran
dan
pertimbangan
yang
telah
disampaikan
kepada
Pemerintah oleh KPPU berkaitan dengan masalah tender pengadaan sapi impor kereman di Jawa Timur, masalah pencetakan label halal,
masalah tender penjualan saham PT Indomobil Sukses Internasional Tbk. dan masalah pembagian pekerjaan antara PT Seamless Pipe Indonesia Jaya dan PT Citra Tubindo.
1.
Masalah Tender Pengadaan Sapi Impor Kereman di Jawa
Timur Perkara tender pengadaan sapi impor kereman di Jawa Timur telah diputuskan oleh KPPU dengan Putusan Nomor 07/KPPUL/2001 dan dibacakan di muka umum pada 19 April 2002 yang menyatakan bahwa Terlapor (Koperasi Pribumi Indonesia Jawa Timur) secara sah dan meyakinkan telah melanggar ketentuan pasal
22
Undang-undang
Nomor
5
Tahun
1999
karena
melakukan persekongkolan dengan pihak lain, yaitu Drh. Sigit Hanggono Kepala Dinas Peternakan Jawa Timur, dan Ir. Suhadji Ketua
Panitia
Pemenang
Pelelangan
Tender/Lelang
untuk dalam
mengatur Pengadaan
menentukan Sapi
Bakalan
Kereman Impor dari Australia dalam Proyek Pembangunan dan Pembinaan Peternakan di Kabupaten dan Kota se Jawa Timur Tahun Anggaran 2000. Sehubungan dengan Putusan KPPU tersebut, disebutkan dalam amar putusannya bahwa KPPU juga menyarankan kepada Pemerintah, dalam hal ini Pemerintah Daerah Jawa Timur melalui Gubernur Jawa Timur sebagai atasan langsung drh. Sigit Hanggono Kepala Dinas Peternakan Jawa Timur, dan Ir. Suhadji Ketua Panitia Pelelangan, untuk mengambil tindakan administratif
sehubungan
dengan
keterlibatan
drh.
Sigit
Hanggono Kepala Dinas Peternakan Jawa Timur, dan Ir. Suhadji Ketua Panitia Pelelangan dalam pelanggaran terhadap pasal 22 secara sah dan meyakinkan.
2.
Masalah pencetakan label halal Melalui Surat No. 62/K/II/2002 tertanggal 12 Februari 2002, Komisi
memberikan
saran
dan
pertimbangan
kepada
Pemerintah, cq Menteri Agama Republik Indonesia, berkaitan dengan diterbitkannya SK Menteri Agama No. 518, No. 519 dan No. 525 Tahun 2001 mengenai kebijakan penggunaan stiker atau label halal. Ketiga SK ini berisikan: SK No. 518 tentang Pedoman dan Tata Cara Pemeriksaan dan Penetapan Pangan Halal, SK No. 519 tentang Lembaga Pelaksanaan Pemeriksaan Pangan Halal, dan SK No. 525 tentang Penunjukan Perum Peruri Sebagai Pelaksana Pencetakan Label Halal. Saran dan Pertimbangan KPPU tersebut antara lain : 1.
Bahwa dalam rangka memberikan kepastian kehalalan pangan yang dikemas dan diperdagangkan di Indonesia, KPPU memandang bahwa penggunaan stiker dan label halal yang ditempelkan pada setiap kemasan pangan halal yang akan
diperdagangkan
di
Indonesia
akan
menimbulkan
beberapa masalah karena: a.
Secara teknis produksi penempelan stiker halal pada setiap kemasan barang pangan mengakibatkan tambahan biaya produksi dan distribusi, karena itu sangat tidak efisien dan tidak ekonomis. Kenaikan biaya produksi dan distribusi tersebut memiliki dampak beban yang berbeda menurut skala usaha. Kenaikan biaya relatif atas produk pangan yang dihasilkan oleh para pelaku usaha kecil dan menengah akan membengkak, sementara biaya relatif atas produk pangan yang dihasilkan oleh pelaku usaha besar akan mengalami kenaikan yang relatif lebih rendah. Karena itu, kebijakan ini bertentangan dengan semangat
Undang-undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. b.
Pelaksanaan penerapan stiker halal tersebut juga akan membingungkan dan sulit untuk diterapkan oleh lembaga sertifikasi luar negeri yang diakui Majelis Ulama Indonesia (pasal 3, SK Menag No. 518 Tahun 2001).
2. Untuk meningkatkan daya saing industri nasional, KPPU menyarankan agar Pemerintah, dalam hal ini Departemen Agama,
mengupayakan
penyediaan
informasi
pendekatan tentang
lain
halalnya
dalam
upaya
suatu
produk
sehingga tidak menambah beban yang tidak perlu bagi konsumen. 3.
Apabila
dalam
penyediaan
informasi
halal
tersebut
melibatkan pelaku usaha percetakan maka, agar sejalan dengan UU No. 5 Tahun 1999, pengadaannya sebaiknya dilakukan melalui tender yang transparan. 4. Untuk memberikan jaminan kepada konsumen tentang kepastian
kehalalan
pangan
yang
dikemas
dan
diperdagangkan di Indonesia, KPPU menyarankan adanya perbaikan sistem sertifikasi, terlebih kepada fungsi dan tugas lembaga Pelaksana Pemeriksa Pangan Halal.
3. Kasus
Tender
Penjualan
Saham
Indomobil
Sukses
Internasional Dalam Putusan Komisi No 03/KPPU-I/2002 tentang perkara Tender Penjualan Saham dan obligasi konversi PT Indomobil Sukses Internasional Tbk, dinyatakan antara lain bahwa 8
(delapan) dari 10 (sepuluh) Terlapor sebagai peserta tender secara sah dan meyakinkan telah melanggar Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 karena melakukan tindakan persekongkolan baik antar peserta tender, maupun antar peserta dengan pelaksana tender. Karena itu Majelis Komisi merekomendasikan kepada pemerintah agar mengambil tindakan koreksi secara komprehensif sehingga praktek-praktek serupa tidak terulang di masa mendatang. Kerugian
yang
terjadi
dalam
kasus
ini
merupakan
biaya
pembelajaran yang sangat mahal dalam proses penegakan good governance dan good corporate governance. Selain itu, KPPU menyarankan pula kepada Jaksa Agung Republik Indonesia agar tindak pidana yang dilakukan oleh pejabat BPPN dalam perkara ini, dapat diusut karena telah ditemukan bukti-bukti awal yang cukup untuk memulai penyidikan. 4. Masalah Pembagian Pekerjaan antara PT Seamless Pipe Indonesia Jaya (SPIJ) dan PT Citra Tubindo Pada kasus pembagian pekerjaan antara PT SPIJ dan PT Citra Tubindo, yang telah diputuskan dalam Putusan KPPU Nomor 01/KPPU-I/2002, dinyatakan bahwa PT Seamless Pipe Indonesia Jaya (Terlapor I) dan
PT Citra Tubindo (Terlapor II) tidak
terbukti secara sah dan meyakinkan telah melanggar Pasal 19 huruf d Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999. Meskipun demikian, KPPU meminta kepada PT Seamless Pipe Indonesia Jaya (Terlapor I) dan
PT Citra Tubindo (Terlapor II)
untuk tidak menggunakan posisi dominannya dengan cara melakukan
diskriminasi
dan/atau
menghambat
pemberian
Supporting Letter untuk fasilitas jasa heat treatment dan/atau upsetting bagi pelaku usaha yang membutuhkannya. Selain itu,
KPPU juga meminta kepada PT Seamless Pipe Indonesia Jaya (Terlapor I) dan PT Citra Tubindo (Terlapor II) untuk melakukan kegiatan
usaha
secara
adil,
jujur,
dan
terbuka
dalam
menetapkan harga jasa heat treatment dan/atau upsetting bagi pelaku usaha yang membutuhkannya. Berkaitan dengan kasus ini, KPPU memberikan saran kepada Pemerintah agar membuat kebijakan yang pada pokoknya dapat menghilangkan hambatan bagi seluruh peserta pelelangan atau tender
pengadaan
casing
dan
tubing
guna
mendapatkan
supporting letter untuk fasilitas jasa heat treatment dan atau upsetting dari pelaku usaha di dalam negeri yang memiliki kemampuan dan fasilitas heat treatment dan/atau upsetting.
Selain
beberapa
saran
dan
pertimbangan
yang
telah
dituangkan secara tertulis dan disampaikan kepada pemerintah, terdapat juga beberapa pertimbangan KPPU yang disampaikan melalui
pertemuan-pertemuan
yang
dilakukan
KPPU
dengan
pemerintah saat membahas beberapa substansi kasus bisnis yang bersinggungan dengan kebijakan yang berpotensi menimbulkan iklim persaingan usaha yang tidak sehat. Beberapa kasus yang sampai saat ini masih menjadi program kegiatan KPPU juga diperkirakan akan menghasilkan saran dan pertimbangan program
kepada
tersebut
pemerintah
mengingat
seiring
besarnya
dengan pengaruh
berakhirnya kebijakan
pemerintah dalam kasus yang ditangani KPPU. Beberapa kebijakan tersebut antara lain menyangkut kebijakan dalam industri carbon black, telekomunikasi, jasa pelabuhan dan program kelistrikan. Hingga akhir Desember 2002 kegiatan program yang berkaitan dengan industri di atas masih terus berlangsung.
BAB VI
PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN A.
Pengembangan instrumen-instrumen operasional
Pengembangan Organisasi Pada tahun 2002 telah dilakukan upaya penyempurnaan struktur organisasi Sekretariat KPPU guna mendapatkan bentuk yang paling sesuai dengan kebutuhan dan sifat dari Sekretariat tersebut. Alternatif yang telah dikembangkan umumnya didasarkan atas
evaluasi
terhadap
kinerja
selama
ini,
kebutuhan
atas
tantangan di masa depan, alur pelaksanaan tugas yang efektif serta pola pengembangan karir. Namun demikian, sampai akhir tahun 2002 pembahasan mengenai struktur organisasi tersebut masih berlangsung dan akan diteruskan sampai diperoleh hasil yang optimal. Selama proses penyempurnaan tersebut, Sekretariat KPPU masih menggunakan struktur organisasi sebagaimana telah ditetapkan dalam SK KPPU No. 04/KPPU/KEP/IX/2000 sebagaimana ditunjukkan pada boks 6.1.
Boks 6.1
Struktur Organisasi Sekretariat Komisi Pengawas Persaingan Usaha Komisi Ketua, Wakil Ketua,
Kelompok
Direktur Eksekutif Direktur Administrasi
Kabag Tata
Direktur Penyelidikan & Penegakan
Kabag Pengaduan & Persidangan
Tim Penyelidik
Kabag Litigasi
Kabag Penyelidik
Direktur Penyelidikan & Penegakan Hukum
Kabag Info, Dok & Publikasi
Kabag Komunikasi
Kabag Hubungan Antar Lembaga
Kabag Keuangan
Kabag Kepegawai
Direktur Penyelidikan & Penegakan Hukum
Kabag Pengkajian & Pengembangan
Kabag Monitoring
Kabag Pelatihan
Penyusunan Pedoman UU No.5/1999 (guidelines) Penyusunan pedoman UU No.5/1999 ditujukan sebagai acuan bagi operasionalisasi pasal pasal yang ada di dalam UU No. 5/1999. Pedoman ini mempunyai peran penting agar tidak terjadi kerancuan pemahaman
baik
bagi
penegak
masyarakat
luas
dalam
hukum,
pelaku
menerjemahkan
usaha
terminologi
dan
hukum
persaingan. Pada tahun 2002 telah berhasil disusun Rancangan Pedoman UU
No.
5/1999
mengenai
pengecualian,
integrasi
vertikal,
diskriminasi harga dan tender. Mengingat hasil yang diperoleh masih berupa rancangan, maka penyempurnaannya akan terus dilakukan untuk kemudian dapat ditetapkan sebagai pedoman resmi. Status Kelembagaan Salah satu masalah penting yang masih belum ditemukan solusinya sampai saat ini adalah mengenai status kelembagaan Sekretariat KPPU. Permasalahan ini tentunya dapat menghambat pengembangan kelembagaan
dan
kemandirian
merupakan
KPPU
gerbang
untuk
mengingat
status
mendapatkan
status
kepegawaian bagi Staf Sekretariat dan persyaratan utama untuk mendapatkan
kepastian
pendanaan
yang
lebih
mandiri
dan
berkelanjutan. Pada dengan
tahun
instansi
2002, terkait
telah dilakukan khusus
untuk
beberapa
pertemuan
membahas
status
kelembagaan Sekretariat KPPU. Dari pertemuan tersebut diketahui bahwa
instrumen
kenegaraan
yang
ada
belum
dapat
mengakomodasi bentuk lembaga independen non struktural seperti KPPU.
Pilihan
yang
tersedia
hingga
kini
adalah
menjadikan
Sekretariat KPPU sebagai lembaga negeri sehingga Staf Sekretariat akan berstatus pegawai negeri yang terikat dengan ketentuan kepegawaian dan keuangan pemerintah, atau tetap seperti saat ini yaitu bersifat lebih independen namun pendanaan masih melalui APBN yang diorganisasikan dalam bentuk proyek pembangunan, dan oleh karena itu bersifat sementara dan tidak rutin. Selain itu, sejak awal terdapat keinginan kuat dari Komisi untuk menjaga independensinya, seraya mengembangkan system kelembagaan yang mampu mendukung tugas dan wewenangnya. Keinginan ini dilandasi oleh semangat Pasal 30 UU No. 5/1999 yang secara
tegas
menyatakan
bahwa,
“
Komisi
adalah
lembaga
independen yang bebas dari pengaruh pemerintah dan pihak lain “. Bagi KPPU, pengertian Pasal 30 UU No. 5/1999 merupakan amanat konstitusional yang tidak dapat ditawar. Tetapi keinginan tadi terbentur oleh realitas bahwa tatanan perundang-undangan yang mengatur keuangan dan kepegawaian belum memberikan tempat yang permanen bagi organisasi yang status kepegawaian stafnya di luar status pegawai negeri. Situasi dilematis
ini
menyebabkan
ketidakpastian
perencanaan
pengembangan sumber daya manusia Sekretariat KPPU. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, pembahasan status kelembagaan Sekretariat KPPU oleh Tim antar instansi terkait akan terus dilanjutkan, dan diharapkan dalam waktu yang tidak terlalu lama pembahasan tersebut dapat menghasilkan solusi yang lebih tepat. Pengembangan Strategi KPPU Dengan semakin berkembangnya dunia usaha yang didorong oleh kemajuan teknologi informasi dan sistem keuangan, KPPU
merasa perlu mengevaluasi dan merumuskan kembali strateginya agar mampu menjawab tantangan yang semakin kompleks. Pada tahun 2002 telah dihasilkan draft penyempurnaan strategi dan program KPPU yang akan menjadi bahan dasar bagi pengembangan strategi organisasi lima tahun ke depan. Sarana dan Prasarana Sebagai lembaga baru dengan keterbatasan sarana dan prasarananya, KPPU terus berbenah dengan melengkapi sarana dan prasarana dasarnya guna menunjang kelancaran operasional kantor dan pelaksanaan tugasnya. Pada tahun 2002, telah dilaksanakan beberapa kegiatan yang berkaitan dengan pembangunan sarana dan prasarana seperti penambahan kelompok
ruang
kerja,
kerja
yang
pembangunan
diperuntukkan jaringan
bagi
sistem
staf
dan
informasi,
pengadaan sarana kerja dan peralatan kantor penunjang kegiatan sehari-hari,
serta
penyediaan
kendaraan
bermotor
untuk
operasional. B.
Pengembangan Kerjasama Antar Lembaga Dalam
lembaga
rangka
baru
dan
mensosialisasikan guna
keberadaannya
memperlancar
tugasnya
sebagai dalam
menegakkan hukum persaingan, KPPU terus memperluas hubungan kerja dengan lembaga terkait di tingkat nasional maupun di tingkat internasional. Pengembangan kerjasama antar lembaga di tingkat nasional difokuskan antara lain dengan instansi penegak hukum seperti Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung dan Kepolisian Republik Indonesia serta instansi-instansi terkait lainnya seperti Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM).
Kerjasama
dengan
Mahkamah
Agung
diarahkan
pada
pencarian bentuk proses beracara di pengadilan jika pelaku usaha keberatan terhadap putusan KPPU dan membawanya ke Pengadilan Negeri.
Hasil
yang
diharapkan
dari
kerjasama
ini
adalah
dikeluarkannya suatu Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) yang mengatur
tata
cara
penyelesaian
perkara
tersebut
sehingga
diperoleh kepastian hukum bagi pencari keadilan. Pengembangan kerjasama dengan Kepolisian diarahkan pada pembahasan mengenai : mekanisme
o
permohonan
bantuan
kepada
penyidik
seandainya KPPU mendapat kesulitan untuk menghadirkan para pelaku usaha yang sedang diperiksa; mekanisme
o
penyerahan
perkara
kepada
penyidik
sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang, jika putusan KPPU tidak diindahkan oleh pelaku usaha yang dijatuhi sanksi, atau jika pelaku usaha tidak kooperatif atau mempersulit pemeriksaan yang dilaksanakan oleh KPPU. Selain itu, dalam melakukan pemeriksaan atas perkara yang ditangani, KPPU sering menemukan indikasi terjadinya tindakan pidana atas pihak yang diperiksa. Untuk itu, KPPU kemudian juga mengembangkan kerjasama dengan Kejaksanaan Agung guna menindaklanjuti indikasi tindakan pidana tersebut. Kerjasama dengan BAPEPAM sampai dengan akhir tahun 2002 masih dalam tahap penjajakan. Kerjasama ini diarahkan pada pertukaran
informasi
yang
diperlukan
dalam
pemeriksaan
sepanjang tidak melanggar ketentuan yang berlaku. Kegiatan ini mempunyai arti yang cukup penting mengingat sejumlah pelaku usaha yang diawasi KPPU juga merupakan perusahaan publik yang juga
diawasi
oleh
BAPEPAM.
Pada
awal
2003
mendatang,
diharapkan MoU (Memorandum of Understanding) antara KPPU dan BAPEPAM sudah dapat ditanda tangani antara kedua belah pihak, sehingga
perkara
persaingan
usaha
yang
berkaitan
dengan
perusahaan – perusahaan publik tidak menimbulkan kontroversi kewenangan. C.
Kerjasama Internasional Saat ini, KPPU telah mengembangkan kerjasama dengan
lembaga sejenis di berbagai negara serta beberapa organisasi terkait dengan masalah persaingan usaha, seperti International Competition Network (ICN), OECD, UNCTAD, World Bank, dan lembaga – lembaga internasional lainnya.
Bentuk kegiatan yang
telah dan sedang dilakukan dalam rangka pengembangan jaringan kerjasama internasional antara lain adalah : Bantuan Teknis (Technical
Assistance);
Kunjungan
dan
Pertukaran
Informasi;
Partisipasi aktif dalam berbagai forum internasional; serta rencana Penyelenggaraan ASEAN Conference on Fair Competition Law and Policy in the AFTA. Bantuan Teknis Sepanjang Januari sampai dengan Desember 2002, KPPU telah merealisasikan program bantuan teknis dari GTZ Jerman, JICA-JFTC (Jepang),
ELIPS
II
(USAID
Amerika
Serikat),
Federal
Trade
Commission (FTC, USA) dan World Bank. Adapun bantuan teknis ini selengkapnya dapat dilihat pada Boks 6.2. Bantuan teknis dalam berbagai bentuk ini pada dasarnya diarahkan pada tiga tujuan utama, yaitu: o
Pengembangan kapasitas (Capacity building) Pengembangan kapasitas dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan KPPU dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Tercakup dalam tujuan ini antara lain program pelatihan, seminar, konsultasi tenaga ahli, riset bersama, dan kegiatan – kegiatan kerjasama lainnya.
o
Pengembangan Kelembagaan (Institutional building) Pengembangan
kelembagaan
merupakan
upaya
untuk
membangun KPPU menjadi sebuah institusi yang solid, efisien dan efektif dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
Untuk
tujuan ini dikembangkan beberapa program, di antaranya berbagai kajian, penyusunan juknis (petunjuk teknis atau guideline),
manajemen SDM, penyusunan rencana strategis
dan berbagai kegiatan pengembangan kelembagaan lainnya. o
Sosialisasi dan Diseminasi tentang Persaingan Usaha Program ini dimaksudkan untuk mensosialisasikan UU No. 5/1999 dan KPPU, baik kepada pemerintah sebagai pembuat kebijakan maupun kepada pelaku usaha dan masyarakat umum.
Program ini dilaksanakan dalam berbagai bentuk
kegiatan
antara lain
lokakarya, seminar, penerbitan brosur,
pembuatan dan penayangan iklan layanan masyarakat di televisi swasta dan kegiatan – kegiatan sosialisasi lainnya.
Boks 6.2
RESUME OF TECHNICAL ASSISTANCE TO KPPU
Objectives
FTC
ELIPS II
World Bank
JICA/JFTC
Institutional Development
To develop investigative skill and to improve the quality of enforcement action
• Consultation on specific cases • Workshop & Seminars • Consultation on Investigation • Guidelines & Procedures a. Dominant Position b. Relevant market c. Cartel/Vertical Integration
•
To improve decision making and decision writing skills
•
•
Consultation on decision making process • Workshop on legal writing • Consultation on competition analysis • Consult and review legal drafting • Training for case handling
•
Guidelines & Procedures • Integrated Training Programs
Guidelines & Procedures • Integrated Training Programs
To develop industrial analysis
•
Identify and conduct industrial sectors studies
To develop Human Resources M t Pl
•
Job analysis and
•
Ident ify and conduct industrial sectors studies
Mont hly discussion with JFTC experts
Objectives
FTC
ELIPS II Postgrad uate in Law or Economics • Short term course overseas for specific skills • Short course/internship in US for commissioners/ staff
To develop KPPU Strategic Plan
•
Competition Advocacy To develop Publication Materials
•
•
To develop Competition Advocacy on Government Regulations
Identification of impediments • Provide advice
To develop KPPU Website
• Assistance for content development
• • •
To develop Public Education and Dissemination of Law No. 5 of 1999
Guideline s for public
•
Assist to create regulation • English translation of law • Setting parameters of exemptions • Coordination with others competition policy related institution
To develop Medium and Long Term Strategic Plan
•
Pa mphlets/Bro chures • Gui delines for public • De velop interinstitutional relation between KPPU and related institution
Website design Implemen tation
Updating / maintenance • Develop administrative Procedures Act (APC) • Seminar or workshop on facilitating the work of regulatory commissions • Training and Dissemination of the law
JICA/JFTC •
•
To improve knowledge and skills of commissioners and staff
To develop Competition laws and policy
World Bank
Seminars on competition in 2 big cities one time each
Short courses for KPPU Staff on investigation and related topics in Tokyo (2 batches for 10 staff each)
Boks 5.3
Approved Additional Work Plan
Objectives
FTC
ELIPS II •
To develop short term and long term consultations Development of Competition Advocacy
World Bank
JICA/JFTC
Video conference and multi media system
•
PR and Communication program training and development • Provide sources of fund to participate in international meetings
Increase international relationship on competition law and policy
Kunjungan dan Pertukaran Informasi Selama periode Januari sampai dengan Desember 2002, telah dilakukan kunjungan ke beberapa lembaga yang terkait dengan persaingan usaha (lihat Boks 6.3). Kunjungan ini dilakukan dalam rangka
memperkenalkan
keberadaan
KPPU
serta
menjajaki
kemungkinan pengembangan kerjasama yang lebih intensif di masa mendatang. Selain itu, kunjungan – kunjungan tersebut dilakukan sebagai upaya perbandingan dalam upaya penegakan hukum persaingan. Sementara itu, pada tahun 2003 mendatang, KPPU berencana meningkatkan
jumlah
kunjungan
kepada
lembaga
terkait
persaingan usaha di luar negeri, baik atas biaya anggaran sendiri maupun melalui bantuan pendanaan lembaga donor.
Hal ini
diperlukan
agar
pengembangan
kelembagaan
KPPU
dapat
dipercepat menuju lembaga pengawas persaingan yang diakui eksistensi dan kapabilitasnya, baik di tingkat nasional maupun internasional.
Boks 6.3 REALISASI KEGIATAN PENGEMBANGAN JARINGAN KERJASAMA DI TINGKAT INTERNASIONAL
KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA TAHUN ANGGARAN 2002 NO. 1.
NEGARA TUJUAN Jerman
2.
Brussel Paris
3.
USA
Lembaga/ Penyelenggara Bundeskartellamt Jerman di Bonn DG Competition EC OECD
Bar (ABA)
4.
Jenewa
Training Persaingan Usaha Studi Banding Studi Banding dan Penjajakan Kerjasama Menghadiri undangan OECD dalam rangka pembicaraan kebijakan dan hukum persaingan internasional American - Menghadiri konferensi hukum persaingan ABA Association - Melakukan kunjungan ke FTC dalam rangka kerjasama bilateral Federal Commission
Trade (FTC) WTO UNCTAD PTRI WTO
5.
Beijing
Ministry of Trade and Industry RRC
6.
Napoli
7.
USA, New York
International Competition Network (ICN) Fordham University of New York
8.
Seoul, Korea
Korea Fair Trade Commission (KFTC)
9.
USA, Arizona
American Antitrust Lawyers International Competition Network (ICN) Taiwan FTC
10.
MAKSUD/TUJUAN
11.
USA, Washington DC Hanoi, Vietnam
12.
Singapore
- Kementerian Komersial dan Industri
13.
Malaysia
14.
Thailand
15.
Vietnam
- Kementerian Perdagangan LN - Kementerian Perdagangan DN - Direktorat Jenderal Kementerian Industri dan Perdagangan - Kementerian Industri dan Perdagangan
- Menghadiri Sidang WTO dan UNCTAD Bidang Persaingan Usaha Internasional
- Melakukan kunjungan ke Kedubes /PTRI Jenewa dan Dubes WTO Menghadiri dan Menjadi Pembicara pada Konferensi Competition Policy and Development Menghadiri Konferensi Tahunan ICN yang pertama. ICN adalah forum kerjasama lembaga persaingan tingkat internasional. Menghadiri dan Menjadi Pembicara dalam Fordham International Conference on Antitrust Law Menghadiri dan Menjadi Pembicara dalam Seoul International Competition Forum 2002. Pembicaraan Kerjasama Bilateral. Mengikuti Workshop Teknik Investigasi di Sedona Conference 2002 Menghadiri Workshop tentang International Merger yang diselenggarakan oleh ICN Menghadiri forum International Cooperation Program on the Competition Policy Pembicaraan Informal dalam rangka persiapan ASEAN Conference on Fair Competition Sebagai Upaya Pengembangan Forum Kerjasama Regional Pembicaraan Informal dalam rangka persiapan ASEAN Conference on Fair Competition Sebagai Upaya Pengembangan Forum Kerjasama Regional Pembicaraan Informal dalam rangka persiapan ASEAN Conference on Fair Competition Sebagai Upaya Pengembangan Forum Kerjasama Regional Pembicaraan Informal dalam rangka persiapan ASEAN Conference on Fair Competition Sebagai Upaya Pengembangan F K j R i l
WAKTU Maret 2002 April 2002 22-25 April 2002
2–6 Juli 2002
17 – 20 September 2002 28 – 29 September 2002 31 Oktober – 1 November 2002 6–8 November 2002 14 – 15 November 2002 21 – 22 November 2002 25 – 26 November 2002 23 – 24 Desember 2002 23 – 24 Desember 2002 23 – 24 Desember 2002 23 – 24 Desember 2002
Partisipasi Aktif dalam Berbagai Forum Internasional KPPU telah berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan dan forum internasional seperti seminar, konferensi dan sidang-sidang yang diadakan organisasi internasional atau lembaga persaingan negara sahabat. Sejak Januari sampai akhir Desember 2002 ini, partisipasi aktif KPPU dalam forum – forum tersebut dapat dilihat pada Boks 6.3. Penyelenggaraan ASEAN Conference on Fair Competition Law and Policy in the AFTA Pada bulan Agustus 2002, KPPU mendapat konfirmasi dari ASEAN Sekretariat mengenai persetujuan untuk melaksanakan suatu konferensi tingkat ASEAN di bidang persaingan usaha. Sejak saat itu, KPPU menyusun perencanaan yang lebih rinci mengenai konferensi tersebut.
Akhirnya disepakati bahwa konferensi akan
diselenggarakan di Bali pada tanggal 5 – 7 Maret 2003 dengan topik ASEAN Conference on Fair Competition Law and Policy in the ASEAN Free
Trade
Area
(AFTA).
Biaya
diperoleh dari bantuan pemerintah
penyelenggaran
konferensi
Jerman melalui lembaga
bantuan tekniknya di Indonesia, GTZ (Deutsche Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit), sedangkan penyediaan tranportasi dan akomodasi di Bali di dukung oleh Bank Dunia melalui program bantuan tekniknya kepada KPPU. Kehadiran
KPPU
dalam
berbagai
kegiatan
internasional
tersebut memberikan dampak positif bagi KPPU, baik secara internal maupun eksternal. Secara internal, kegiatan – kegiatan internasional persaingan
memberikan usaha
di
pemahaman
tingkat
tentang
internasional,
berbagai
terutama
isu
dalam
kaitannya dengan perdagangan internasional. Selain itu, kegiatan
– kegiatan internasional telah meningkatkan kapasitas wawasan dan kapasitas staf dan Komisi dalam melaksanakan tugas – tugasnya.
Sementara
itu,
secara
eksternal,
kehadiran
KPPU
menunjukkan betapa serius Indonesia sebagai negara sedang berkembang
dalam
melakukan
reformasi
kebijakan
ekonomi
menuju perekonomian yang lebih terbuka berdasarkan persaingan usaha yang sehat.
D.
Pengembangan Sumberdaya Manusia Kesiapan dan kematangan sumber daya manusia merupakan
salah satu faktor pendukung utama bagi KPPU dalam menjalankan tugasnya.
Untuk
itu
pada
tahun
2002
telah
diupayakan
pengembangan sumber daya manusia baik dari sisi sistem, kualitas dan kuantitas khususnya di tingkat Sekretariat KPPU. Kegiatan yang telah dilaksanakan antara lain meliputi seleksi pegawai baru, pelaksanaan pelatihan-pelatihan, penyusunan konsep pengembangan
karir
pegawai,
dan
penyusunan
pedoman
administrasi yang berkaitan dengan kepegawaian. Dari hasil seleksi pegawai telah diperoleh lebih 30 calon pegawai baru yang akan mengisi posisi-posisi yang selama ini belum terisi. Penambahan pegawai
tersebut
melaksanakan
tentu
tugasnya.
akan Selain
memperkuat itu
juga
KPPU
tengah
dalam
dirumuskan
rancangan konsep pengembangan karir dan rancangan pedoman administrasi kepegawaian. Beberapa pelatihan yang telah dilaksanakan dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan kompetensi pegawai antara lain meliputi
pelatihan
penanganan
perkara,
pelatihan
investigasi,
pelatihan kepaniteraan, pelatihan statistik, pelatihan informatika, dan pelatihan teori dan aplikasi organisasi industri.
BAB VII SOSIALISASI DAN PENGEMBANGAN KOMUNIKASI Kehadiran regulasi antimonopoli dan persaingan usaha tidak sehat merupakan hal baru, sekaligus merupakan jawaban atas tumbuh suburnya praktek monopoli, diskriminasi, kolusi, dan praktek-praktek
anti
persaingan
lainnya
di
Indonesia.
Tetapi
sayangnya, keberadaan regulasi dalam bentuk UU No. 5/1999 tersebut sampai saat ini masih belum diterima secara luas oleh masyarakat, pelaku usaha, bahkan kalangan aparat pemerintahan. Menghadapi kondisi ini, diperlukan upaya intensif dan sistematis untuk mensosialisasikan UU No. 5/1999 serta KPPU sebagai institusi pengawas pelaksanaannya. Sejak beroperasi, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terus mengembangkan program sosialisasi dan komunikasi kepada seluruh stakeholders antara lain pelaku usaha baik di pusat maupun di daerah, aparat pemerintah pusat dan daerah, aparat hukum terkait, akademisi, LSM, dan masyarakat umum. Tujuan program ini adalah menginternalisasikan nilai – nilai persaingan ke dalam strategi usaha dan kebijakan – kebijakan pemerintah seraya memperkenalkan budaya persaingan kepada masyarakat luas, sehingga
upaya
menegakkan
persaingan
sehat
memperoleh
dukungan luas dari masyarakat. Selama
tahun
2002
KPPU
telah
melaksanakan
program
sosialisasi dan komunikasi dengan rincian sebagai berikut : A. Sosialisasi Melalui Lokakarya Selama tahun 2002, KPPU telah melaksanakan serangkaian kegiatan lokakarya tentang Persaingan Usaha, khususnya yang diatur dalam
UU No. 5/1999. Sebagian dari lokakarya ini
merupakan bagian dari program diseminasi hukum persaingan usaha
yang
dilaksanakan
Assistance) Bank Dunia.
atas
bantuan
teknik
(Technical
Dari rangkaian lokakarya ini diperoleh umpan balik dari berbagai kalangan dengan latar belakang yang berbeda-beda.
Umpan
balik ini menjadi masukan yang signifikan dan bermanfaat bagi keberadaan dan implementasi UU No.5 Tahun 1999. Rangkaian kegiatan lokakarya yang dilaksanakan pada tahun 2002 adalah sebagai berikut : 1. Lokakarya Hukum Persaingan Usaha untuk Hakim Agung
di
Jakarta, 29 Agustus 2002. 2. Lokakarya
Hukum
Persaingan
Usaha
untuk
kalangan
Eksekutif, Legislatif, Universitas, Media Massa dan Pengusaha Propinsi Lampung di Bandar Lampung, 25 September 2002. 3. Lokakarya Hukum Persaingan Usaha untuk Hakim PN dan PT se Jakarta di Jakarta, 28 Oktober 2002. 4. Lokakarya
Hukum
Persaingan
Usaha
untuk
kalangan
Eksekutif, Legislatif, Universitas, Media Massa dan Pengusaha Propinsi Sumatera Utara, Medan, 28-29 November 2002. 5. Lokakarya Hukum Persaingan Usaha Untuk Polisi dan Jaksa, Jakarta, 17 Desember 2002. 6. Lokakarya
Hukum
Persaingan
Usaha
untuk
kalangan
Eksekutif, Legislatif, Universitas, Media Massa dan Pengusaha di Daerah Batam, di Batam, 20 Desember 2002. Dari berbagai lokakarya di atas, KPPU mendapatkan masukan yang berharga berkaitan dengan implementasi UU No. 5/1999. Beberapa masukan tersebut antara lain : 1. Perlunya kajian yang mendalam dan komprehensif tentang hukum acara yang dipergunakan KPPU dalam menangani setiap perkara pelanggaran UU No. 5/1999. 2. Masyarakat hukum juga berpendapat agar Mahkamah Agung segera mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) tentang
prosedur beracara di pengadilan berkaitan dengan keberatan pelaku usaha. 3. KPPU diharapkan segera membuat guideline yang dapat menjadi acuan baik pelaku usaha maupun aparat penegak hukum lain untuk memudahkan penanganan perkara pelanggaran UU No. 5/1999. 4. Meskipun telah secara tegas dijelaskan di dalam UU No.5/1999, para
praktisi
hukum
masih
berpendapat
perlunya
penegasan
mengenai kewenangan KPPU yang dirasakan begitu luas mulai dari menyelidik, memeriksa, menuntut sampai menjatuhkan hukuman. Berkaitan dengan kewenangan ini, para praktisi hukum berpendapat perlunya persepsi yang sama mengenai kewenangan KPPU tersebut, agar tidak terjadi tumpang tindih dengan insitusi terkait lainnya. 5. Materi UU No 5 tahun 1999 dianggap masih memiliki banyak kekurangan. Untuk mengisi kekurangan – kekurangan ini diperlukan berbagai
jenis
pedoman
sehingga
tidak
terjadi
perbedaan
penafsiran oleh berbagai pihak. 6. Beberapa
daerah
secara
terbuka
menginginkan
dibukanya
dengan segera perwakilan KPPU di daerah. Pembukaan perwakilan di
daerah
dipandang
penting
mengingat
banyaknya
kasus
persaingan usaha yang juga terjadi di daerah - daerah. B. Sosialisasi dan Komunikasi Melalui Media Masa Sosialisasi melalui media masa pada tahun 2002 dilakukan melalui beberapa pendekatan, antara lain : 1.
Kerjasama penulisan artikel dan berita tentang persaingan usaha.
2.
Mengadakan press release dan jumpa pers pada berbagai kesempatan.
3.
Road show ke beberapa media cetak nasional. Secara kuantitatif hasil sosialisasi melalui media masa ini
cukup memadai. Bahkan semenjak kasus Tender Penjualan Saham
IMSI
ditangani
KPPU,
kuantitas
pemberitaan
di
media
masa
meningkat pesat. Tetapi secara kualitatif pemberitaan tersebut masih jauh dari harapan. Pemahaman tentang esensi persaingan usaha yang sehat seringkali dikaburkan untuk kepentingan pihak tertentu saja.
Hal
ini terjadi karena masih kurangnya pemahaman para jurnalis tentang hakekat praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Meskipun begitu, perkembangan menggembirakan juga
tercatat dengan semakin banyaknya media massa yang mulai mengangkat
issue
–
proporsional,
sehingga
issue
persaingan
dapat
usaha
memberikan
secara
lebih
pemahaman
yang
proporsional pula kepada publik. Perkembangan di media massa ini berjalan secara alami. KPPU
tidak
berupaya
memberi
warna
dan
arah
dari
setiap
pemberitaan dan wacana persaingan usaha di media – media massa. Keinginan untuk tetap menjaga independensi tanpa saling mempengaruhi merupakan prinsip dasar KPPU dalam melakukan sosialisasi dan komunikasi melalui media masa. Dengan tetap mempertahankan prinsip tersebut, hubungan KPPU dengan media – media massa di masa – masa mendatang diharapkan tetap berjalan secara alami. C. Pertemuan Dengan Para Pakar Untuk menggalang dukungan dari para pakar, KPPU telah mengadakan
pertemuan-pertemuan
dengan
sejumlah
pakar.
Melalui pertemuan tersebut, KPPU memperoleh masukan berharga mengenai implementasi UU No. 5/1999 serta pengembangan KPPU. Masukan tersebut terutama terkait dengan pemikiran tentang upaya penegakan
hukum
persaingan
serta
pengembangan
kebijakan
persaingan, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Melihat besarnya antusiasme para pakar dalam mendukung implementasi hukum dan kebijakan persaingan, KPPU tampaknya
perlu lebih banyak lagi menyelenggarakan forum sejenis di masa mendatang. Tindak lanjut dari forum ini secara lebih konkrit perlu dilakukan
agar
keberadaan
forum
pertukaran
pemikiran
ini
menghasilkan manfaat yang optimal baik bagi KPPU maupun bagi pemerintah atau pihak lain yang terkait dengan persaingan usaha di Indonesia.
BAB VIII
KENDALA DAN TANTANGAN Banyak
kemajuan
yang
dicapai
dalam
pengawasan
pelaksanaan UU No. 5/1999 selama tahun 2002. Hal ini paling tidak tercermin pada lonjakan jumlah laporan pengaduan publik yang diterima
oleh
Komisi,
penyelesaian
perkara
yang
juga
kian
meningkat, serta penyesuaian-penyesuaian baik pada strategi dan praktek dunia usaha maupun pada sejumlah regulasi dan perangkat perundang-undangan. Tetapi perkembangan tadi terasa masih jauh dari optimum. Dalam rentan waktu 2002, sejumlah pelaku usaha memang telah melakukan penyesuaian-penyesuaian dalam strategi dan praktek bisnisnya. Tetapi praktek “business as usual” tetap saja marak oleh sebagian
besar
pelaku
lainnya.
Sejumlah
pelaku
bahkan
memanfaatkan kelemahan dari proses pengambilan keputusan publik yang menyertai transisi demokrasi, untuk secara instan masuk ke dalam kegiatan ekonomi tertentu, atau untuk kembali mendapatkan posisi dominannya, memonopoli sektor-sektor usaha tertentu. Perkembangan demi perkembangan di tataran lingkungan strategis KPPU, bahkan dalam beberapa hal justru mendorong lahirnya sejumlah hambatan, baik yang sifatnya eksternal maupun internal.
Hambatan-hambatan
tersebut
diantaranya
adalah
resistensi para pemburu rente, perkembangan lingkungan regulasi yang sebagian besar justru relatif bias terhadap persaingan sehat, dukungan peradilan dan institusi penegakan hukum terkait yang kurang
memadai,
ketidaksiapan
pelaksanaan
otonomi
daerah,
budaya persaingan yang belum tertanam luas di masyarakat, ketidakpastian status staf Sekretariat KPPU, KPPU
di
dalam
hambatan lainnya.
tatanan
kelembagaan
ketidakjelasan posisi
negara
dan
sejumlah
Resistensi Pemburu Rente (Rent Seekers) Hasil-hasil positif yang dicapai oleh Komisi (terutama dalam mengambil lingkungan
keputusan) regulasi
serta dan
penyesuaian-penyesuaian perundang-undangan
dalam
(regulatory
environment) sudah barang tentu mengarah pada penyempitan ruang gerak, bahkan mengancam keberadaan pemburu-pemburu rente – para monopolist, pemegang posisi dominan yang tumbuh tanpa melalui proses persaingan, serta para pelaku usaha lainnya yang menggantungkan diri pada hubungan kolusif antara birokrasi dan pengambil kebijakan publik dengan pengusaha klien. Karena itu tidaklah mengherankan jika kerja keras di dalam mengawasi
pelaksanaan
UU
No.
5/1999
berhadapan
dengan
berbagai hambatan, terutama jika bersentuhan dengan kepentingan pemburu rente, yang pada kenyataannya adalah mereka yang selama ini memegang kendali perekonomian dan oleh karenanya memiliki kemampuan mempengaruhi proses-proses pengambilan keputusan. Sebagai sebuah produk reformasi hukum dalam kerangka reformasi ekonomi, resistensi terhadap pelaksanaan UU. No. 5/1999 oleh kelompok-kelompok pemburu rente adalah fenomena alamiah yang tidak hanya dialami oleh Indonesia, tetapi juga dialami oleh negara
lain
pada
tahap
persaingan usahanya.
awal
pelaksanaan
Undang-undang
Tetapi pelajaran terpenting yang dapat
dipetik dari pengalaman negara-negara lain adalah bahwa satusatunya
kekuatan
untuk
melawan
resistensi
tersebut
adalah
komitmen dan dukungan politik untuk melaksanakan undangundang secara konsekuen.
Lingkungan Kebijakan (Regulatory Environment)
Kebijakan publik khususnya di bidang ekonomi/bisnis di satu sisi dan pola perilaku dunia usaha di sisi lainnya adalah dua faktor yang saling mempengaruhi.
Pada gilirannya hal ini berdampak
nyata bagi efektif atau tidak efektifnya setiap upaya menegakkan Undang - Undang persaingan usaha.
Oleh karena itu dukungan
kebijakan pemerintah akan sangat menentukan tumbuhnya budaya persaingan di dunia usaha.
Namun harapan akan tumbuhnya
dukungan kebijakan seperti itu justru cenderung kian menjauh. Sejumlah kebijakan pemerintah sepanjang tahun 2002 justru cenderung
mematikan
embrio
persaingan
sehat
yang
mulai
diperkenalkan. Peradilan dan Institusi Penegakan Hukum Terkait Sejumlah
masalah
yang
muncul
baik
dalam
proses
penanganan perkara maupun pasca penanganan perkara senantiasa menghendaki keterlibatan instansi-instansi penegak hukum terkait. Pelaku usaha yang diduga melanggar UU No. 5/1999 namun tidak kooperatif
di
memerlukan
dalam bantuan
proses
pemanggilan
penyidik.
Putusan
atau Komisi
pemeriksaan yang
tidak
dilaksanakan oleh pelaku usaha bersangkutan memerlukan eksekusi pengadilan.
Aspek-aspek pidana dari perkara persaingan yang
ditangani Komisi memerlukan tindak lanjut dari penyidik, dan keberatan atas putusan Komisi oleh pelaku usaha melibatkan institusi peradilan umum. Oleh karena itu, keefektifan dan kinerja KPPU akan sangat tergantung kepada sinergi atau keharmonisan antara Undang-Undang No. 5/1999 dengan sistem dan substansi hukum sektoral lainnya yang ada, serta keharmonisan hubungan kelembagaan terkait.
KPPU
dengan
instansi-instansi
penegak
hukum
Sejak awal, sejumlah potensi persoalan memang dapat muncul dari sisi ini, tetapi tahun 2002 dapat dikatakan sebagai tahun
yang
sarat
dengan
batu
sandungan.
Berawal
dari
penanganan perkara penjualan saham dan obligasi konversi PT. Indomobil
Sukses
Internasional
Tbk
oleh
BPPN
yang
diduga
mengandung unsur persekongkolan tender yang melibatkan 8 (delapan) pelaku usaha, sandungan demi sandungan mulai terasa. Di tengah-tengah proses pemeriksaan oleh Komisi, Pengadilan Negeri
Jakarta
Pusat
mengeluarkan
Putusan
Sela
yang
memerintahkan penghentian pemeriksaan atas permohonan PT. Trimegah Securities – salah satu peserta tender yang diperiksa dalam perkara ini.
Meskipun kemudian Pengadilan Tinggi Jakarta
tidak memberikan persetujuan eksekusi atas putusan ini, namun hambatan-hambatan
dari
sisi
peradilan
keberatan
tetap
saja
berlangsung. Di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Pusat, Majelis Hakim mengabulkan permohonan PT. Trimegah Securities untuk membatalkan Surat-Surat Panggilan Pemeriksaan yang dilayangkan KPPU kepada PT. Trimegah Securities.
Oleh Majelis Hakim TUN,
Anggota KPPU diposisikan sebagai pejabat tata usaha negara, meskipun UU No. 5/1999 secara jelas menempatkan KPPU sebagai badan judiciary exclusive di bidang persaingan usaha.
Dan oleh
karena itu putusan-putusan, apalagi surat-surat panggilan yang dikeluarkan dalam rangka pemeriksaan perkara, tidak dapat diuji di Pengadilan TUN. Sandungan-sandungan dari sisi peradilan keberatan tidak terbatas pada masalah itu saja.
Majelis Hakim di tiga Pengadilan
Negeri Jakarta yang menangani 8 (delapan) perkara keberatan atas putusan Majelis Komisi (KPPU)
memiliki persepsi yang sama
terhadap perkara ini – membatalkan putusan Majelis Komisi dalam perkara
tender
Internasional.
penjualan
saham
PT.
Indomobil
Sukses
Pengertian tender serta tata cara penanganan
perkara (Hukum Acara) tampaknya menjadi sumber perbedaan yang sangat menonjol
antara KPPU dengan lembaga-lembaga
peradilan keberatan. Perbedaan-perbedaan
tadi
bisa
jadi
karena
pemahaman
substansial yang belum memadai terhadap hukum persaingan, serta ketidaksiapan hukum acara yang mengatur tata cara penanganan perkara keberatan. Sosialisasi yang intensif melalui dialog dengan hakim-hakim hingga kini terus berlangsung.
Sementara itu,
peraturan mengenai tata cara penanganan perkara keberatan seperti yang tengah dipersiapkan oleh Mahkamah Agung dalam bentuk PERMA diharapkan dapat mengeliminir persoalan-persoalan tadi. Otonomi dan Inisiatif-Inisiatif Daerah Selain
karena
tuntutan
pengelolaan
pemerintahan
dan
pembangunan, Otonomi Daerah juga menjadi sesuatu yang vital di dalam
kerangka
demokratisasi
politik
dan
ekonomi.
Tetapi
ketidaksiapan di dalam pelaksanaan otonomi daerah membawa konsekuensi yang sangat luas.
Di bidang persaingan usaha,
diskriminasi perlakuan antara pelaku usaha lokal dengan pelaku usaha
dari
daerah-daerah
lain
merupakan
penyimpangan terhadap UU No. 5/1999 besar
daerah
otonom.
contoh
kecil
dari
yang marak di sebagian
Peraturan-peraturan lokal (Perda) di
sejumlah daerah yang memberikan lisensi monopoli kepada pelaku usaha
tertentu,
atau
pembentukan
badan-badan
usaha
yang
melibatkan pemerintah daerah otonom sekaligus pemberian lisensi monopoli kepada badan-badan usaha bersangkutan adalah contoh lain pengabaian UU No. 5/1999 di dalam pengelolaan daerahdaerah otonom.
Merger-Akuisisi di tengah Ketidaksiapan PP tentang Merger dan Akuisisi Sepanjang tahun 2002, KPPU mencatat sejumlah transaksi merger dan akuisisi, terutama terhadap perusahaan-perusahaan negara atau aset-aset negara yang dikelola oleh BPPN. Salah satu aspek yang sangat menonjol dalam hal ini adalah transaksitransaksi yang tidak mempertimbangkan konsekuensinya terhadap pergeseran struktur industri – dan dengan demikian dampaknya terhadap persaingan usaha. Wacana yang berkembang di seputar privatisasi Meskipun
PT.
Indosat
demikian,
merupakan
ketidaksiapan
konsekuensi Peraturan
dari
hal
Pemerintah
ini. (PP)
tentang Merger dan Akuisisi – sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 28 (khususnya ayat 3) dan Pasal 29 UU No. 5/1999 – belum memberikan landasan hukum sekaligus ruang gerak bagi KPPU untuk melakukan campur tangan langsung dalam bentuk review rencana transaksi atau hasil transaksi merger dan akuisisi (merger notification) transaksi
yang
seperti
memungkinkan itu.
Tanpa
kontrol dugaan
terhadap kuat
transaksi-
akan
adanya
persekongkolan dalam proses transaksi tender, upaya intervensi maksimum yang dapat dilakukan oleh KPPU di tengah ketidaksiapan PP yang mengatur Merger dan Akuisisi adalah saran pertimbangan yang tidak mengikat kepada pemerintah. Posisi Staf Sekretariat KPPU di tengah Tatanan Kelembagaan Negara Komisi adalah lembaga independen yang bebas dari pengaruh pemerintah dan pihak lain sebagaimana diatur dalam Pasal 30 UU No. 5/1999.
Untuk melaksanakan tugas konstitusionalnya, Komisi
dibantu oleh Sekretariat Komisi yang organisasinya diatur sendiri oleh Komisi sebagaimana tercantum pada Pasal 34.
Bagi Komisi,
pengertian independen pada Pasal 30 UU No. 5/1999 merupakan amanat konstitusional yang tidak dapat ditawar. Hal ini memiliki konsekuensi
luas,
terutama
yang
berkaitan
pendukung, termasuk Sekretariat Komisi. berkeyakinan
bahwa
untuk
menjalankan
dengan
sistem
Atas dasar itu, Komisi amanat
UU
sebagai
lembaga independen, Sekretariat KPPU juga mutlak bebas dari pengaruh pihak manapun, termasuk pemerintah. Perkembangan yang dilematis kemudian muncul karena di dalam
tatanan
perundang-undangan
yang
mengatur
tentang
kepegawaian dan pembiayaan pegawai oleh negara dengan sistem yang bersifat permanen, satu-satunya pilihan yang tersedia bagi Staf
Sekretariat
Komisi
adalah
Status
Pegawai
Negeri.
Melaksanakan secara konsekuen UU No. 5/1999 dalam hal ini akan berbenturan dengan beberapa perangkat perundang-undangan lain, sementara mengikuti arah dan amanat UU Kepegawaian justru dikhawatirkan menyimpang dari UU No. 5/1999.
Situasi yang
dilematis ini memiliki konsekuensi ketidakpastian bagi staf serta di dalam perencanaan pengembangan sumberdaya manusia secara umum. UU Kepegawaian maupun UU Keuangan Negara jelas tidak memberi tempat bagi lembaga-lembaga negara yang bersifat independen.
Kehadiran
Undang-undang
yang
memayungi
eksistensi lembaga-lembaga independen – termasuk KPPU, KPU, Komisi Anti Korupsi dan Komisi-komisi lainnya, karena itu menjadi kebutuhan mendesak yang tidak dapat ditunda. Persaingan sebagai Budaya Baru Dalam banyak hal sejumlah masalah yang muncul di sekitar lingkungan strategis KPPU merupakan konsekuensi dari persaingan sebagai budaya baru yang belum terinternalisasi ke dalam tatanan nilai, baik di dunia usaha, pengambil kebijakan publik, maupun
masyarakat luas.
Di lingkungan dunia usaha dan pengambil
kebijakan, hambatan dalam internalisasi nilai ini tidak terlepas dari kecenderungan masa lalu yang lebih mengkedepankan hubungan kolusif. Tidak dapat dipungkiri bahwa lahirnya Undang-Undang No. 5/1999 merupakan respon politik wakil-wakil rakyat terhadap wacana publik yang berkepanjangan di seputar isu-isu monopoli dan praktek-praktek persaingan usaha tidak sehat lainnya yang, dalam banyak hal, difasilitasi oleh kebijakan-kebijakan pemerintah di masa lalu.
Lisensi-lisensi
perdagangan
serta
monopoli kebijakan
dalam
bidang
perlindungan
industri industri
dan yang
mengungkung bahkan mencegah tumbuhnya budaya persaingan menyebabkan internalisasi nilai-nilai persaingan ke dalam dunia usaha menjadi relatif lamban. Banyak pelaku yang muncul secara instan dan tumbuh menjadi besar karena perlindungan kebijakan. Dalam kondisi demikian tadi, rentan waktu dua tahun lebih bagi KPPU merupakan kesempatan yang relatif masih sangat singkat untuk melakukan perubahan budaya yang telah mengakar sejak
lama.
Sosialisasi di berbagai segmen memang telah
dilakukan secara intensif, namun tidak dapat diharapkan untuk membuahkan hasil nyata dalam kurun waktu yang relatif sangat pendek.
Hambatan-hambatan Internal
Selain kendala-kendala yang bersifat eksternal tadi, sejumlah kendala yang dihadapi KPPU
sifatnya internal.
Tetapi beberapa
dari kendala internal tersebut justru bersumber dari masalah dalam lingkungan strategis.
Dukungan kelembagaan Sekretariat KPPU
yang tidak mengalami kemajuan berarti adalah salah satu contoh praktis, meskipun telah dibahas institusi kenegaraan.
intensif secara bersama lintas
Tetapi hal ini pun merupakan konsekuensi
proses kelembagaan KPPU di dalam tatanan kelembagaan negara yang belum mengalami kejelasan. Sebagai konsekuensinya lebih lanjut, program pengembangan SDM dilakukan tanpa kerangka yang pasti.
Karena itu tidaklah
mengherankan jika Sumber Daya Manusia, baik dalam kuantitas maupun kualitas, berkembang menjadi kendala internal lain yang menghambat pelaksanaan tugas-tugas
KPPU.
Demikian pula
dengan pengembangan infrastruktur baik fisik maupun non fisik. Ketidakpastian di dalam status kelembagaan Sekretariat KPPU menyebabkan alokasi dan penggunaan APBN muncul sebagai kendala pada setiap upaya mengembangkan kapasitasnya sebagai sebuah institusi publik yang memperoleh amanat konstitusional melalui UU No. 5/1999.
BAB IX PENUTUP Telah tiga tahun KPPU bekerja mengemban amanat UU No. 5/1999.
Banyak hal yang telah dilakukan, meski mungkin masih
jauh dari harapan yang lahir dari konsekuensi pembentukan UU No. 5/1999. Tetapi dari sisi usia yang masih relatif sangat muda, apa yang telah dicapai mencerminkan hasil sebuah kerja keras.
Tidak
sulit untuk menggambarkan hasil-hasil itu. Dalam kurun waktu tiga tahun, eksistensi KPPU mulai dikenal luas masyarakat, baik di tingkat
domestik
maupun
di
kalangan
komunitas
persaingan
internasional. Laporan pengaduan yang disampaikan oleh publik kian mengalir dari waktu ke waktu. Tetapi yang terpenting dari itu semua adalah bahwa dalam kurun waktu yang relatif sangat singkat, KPPU telah melaksanakan tugas
utama
yang
diembannya
–
menangani
dan
memutus
sejumlah perkara persaingan usaha, serta memberikan sejumlah saran dan pertimbangan kepada pemerintah tentang kebijakankebijakan yang mendorong terjadinya persaingan usaha tidak sehat di berbagai sektor. melaksanakan
Padahal pada waktu yang bersamaan, KPPU
tugas-tugas
utamanya
itu
mempersiapkan
instrumen-instrumen
membangun
mengembangkan
dan
di
tengah
tuntutan
operasional,
seraya
kapasitas
kelembagaannya.
Tidak berlebihan jika di dalam melaksanakan tugasnya, kondisi kerja KPPU ibarat membangun kapal sambil berlayar. Karena
itu
tidaklah
mengherankan
jika,
di
dalam
melaksanakan tugas-tugasnya, KPPU dihadapkan pada sejumlah kendala
dan
tantangan,
baik
yang
sifatnya
internal
maupun
eksternal.
Budaya persaingan yang belum dikenal luas oleh
masyarakat
Indonesia
tampaknya
muncul
sebagai
salah
satu
kendala utama. Budaya persaingan ini tidak hanya tercermin pada
perilaku
dunia
usaha,
tetapi
juga
pada
kebijakan-kebijakan
pemerintah, baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah. Selain itu, ketidakjelasan posisi KPPU dalam tatanan kelembagaan negara juga menjadi salah satu kendala lainnya. Ketidakjelasan ini menimbulkan sejumlah kendala dan tantangan lain, diantaranya ketidakpastian
status
kepegawaian
staf
Sekretariat
KPPU,
ketidakpastian arah pengembangan sumber daya manusia, serta ketidaktersediaan pos mata anggaran tersendiri dan anggaran belanja rutin. Dalam tahun 2003 mendatang, KPPU diharapkan dapat merespon
tantangan-tantangan
ini
melalui
empat
pendekatan
utama. Pertama, pada tingkat mikro KPPU secara konsisten terus menerus melakukan penegakkan hukum sesuai amanat UU melalui penanganan perkara. Kedua, Policy advocacy untuk membangun pemahaman dan kesadaran berbagai pihak guna menginternalisasikan semangat UU No. 5/1999 di dalam setiap langkahnya. Bagi pengambil kebijakan di sektor publik, internalisasi UU No. 5/1999 dimaksud diharapkan terwujud dalam bentuk kebijakan-kebijakan yang pro persaingan, sementara
dunia
usaha
diharapkan
melakukan
penyesuaian-
penyesuaian dalam strategi dan praktek bisnisnya. Upaya ini sudah barang tentu memerlukan dukungan publik, dan oleh karena itu sebagai konsekuensinya advokasi kepada publik (public advocacy) menjadi mutlak pula dilakukan. Untuk melaksanakan fungsi policy advocacy,
KPPU
akan
secara
proaktif
dan
berkesinambungan
memberikan saran dan pertimbangan kepada pengambil kebijakan. Mekanisme hubungan kelembagaan yang lebih sistemik dengan institusi-institusi pengambil kebijakan, baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah karena itu menjadi prasyarat bagi kelangsungan program ini. Ketiga, kajian intensif di bidang industri dan perdagangan serta regulasi dan perundangan-undangan, baik untuk mendukung
penanganan perkara maupun dalam kerangka policy advocacy menuju harmonisasi kebijakan.
Selain itu, monitoring terhadap
para monopolis dan pelaku-pelaku usaha pemegang posisi dominan akan tetap diintensifkan. Keempat, pengembangan kelembagaan baik yang bersifat capacity building, pengembangan instrumen-instrumen penunjang pelaksanaan tugas pokok Komisi, maupun dalam
hubungan
kelembagaan dengan instansi-instansi terkait. Secara lebih spesifik, pendekatan-pendekatan tersebut di atas diharapkan terwujud dalam berbagai kegiatan berdasarkan urgensi dan prioritas berikut: a.
Menangani perkara, baik yang dilaporkan oleh publik, maupun yang diinisiasi sendiri oleh KPPU berdasarkan prioritas masalah yang berkembang di publik;
b.
Secara intensif, reguler dan berkesinambungan membangun hubungan
sistemik
dengan
institusi-institusi
pengambil
kebijakan yang memungkinkan pembukaan ruang bagi review setiap
rencana
terhadap
kebijakan
persaingan
perubahan
yang
usaha,
terhadap
diduga serta
memiliki
memberikan
kebijakan-kebijakan
mengandung semangat anti persaingan.
dampak
publik
saran yang
Upaya ini terutama
diarahkan pada kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan sektor-sektor strategis; c.
Untuk
mendukung
fokus
(a)
tersebut
diatas,
KPPU
memberikan pula prioritas pada pengkajian secara intensif terhadap sektor-sektor strategis, termasuk infrastruktur dan bidang-bidang
usaha
yang
menguasai
hajat
hidup
orang
banyak; d.
Secara proaktif memonitor rencana privatisasi BUMN dan tender penjualan aset-aset negara lainnya, seraya mendorong pemerintah
secepatnya
untuk
mengeluarkan
Pemerintah mengenai Merger dan Akuisisi;
Peraturan
e.
Mendorong eksistensi
lahirnya
secara
Undang-undang
keseluruhan
yang
memayungi
lembaga-lembaga
negara
independen dalam tatanan kelembagaan negara. Dunia telah membuktikan, persaingan usaha yang sehat dalam perekonomian suatu negara dapat memberikan manfaat kesejahteraan bagi masyarakatnya.
Hal inilah yang didambakan
bersama. Namun disadari bahwa tanpa dukungan luas dari publik, upaya membangun persaingan sehat melalui penegakan setiap sisi dari UU No. 5/1999 akan menjadi sia-sia.
LAMPIRAN I DAFTAR PUTUSAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) YANG TELAH DIBACAKAN DIMUKA UMUM Compiled as of 31 December 2002
NO.
1.
NOMOR PUTUSAN
Putusan No: 01/KPPU-L/2000 Tender Pengadaan Casing dan Tubing di PT CPI
ISI PUTUSAN
TANGGAL PEMBACAAN
20 April 2001
1.
2.
2.
Putusan No: 03/KPPU-L-I/2000 Retail PT Indomarco Prismatama (Indomaret)
4 Juli 2001
1.
2.
MAJELIS KOMISI
Menyatakan pengadaan casing dan tubing melalui tender No. Q-034210-0000-0000-0052, terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 22 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999, karena penentuan pemenang tender dihasilkan melalui persekongkolan antar sesama peserta tender; Memerintahkan kepada Terlapor yaitu PT Caltex Pasific Indonesia untuk menghentikan kegiatan pengadaan casing dan tubing berdasarkan tender No. Q-034210-0000-000000-52 selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak Terlapor menerima pemberitahuan putusan.
1.
Menyatakan bahwa Terlapor dalam pengembangan usahanya kurang memperhatikan prinsip keseimbangan sesuai asas demokrasi ekonomi dalam menumbuhkan persaingan sehat antara kepentingan pelaku usaha dengan kepentingan umum; Memerintahkan kepada Terlapor untuk menghentikan eksapansinya di pasar-pasar tradisional yang berhadapan langsung dengan pengecer kecil dalam rangka mewujudkan keseimbangan persaingan antar pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah dan pelaku
1.
Mohammad Iqbal (Ketua) 2. Soy M. Pardede (Anggota) 3. Tadjudin Noersaid (Anggota)
Sutrisno Iwantono (Ketua) 2. Didik J. Rachbini (Anggota) 3. Erwin Syahril (Anggota) 4. Pande Raja Silalahi (Anggota)
KET
3.
4.
5.
6.
3.
Putusan No: 07/KPPU-L-I/2001 Tender Pengadaan Bakalan Sapi Impor di Jawa Timur
19 April 2002
1.
2.
usaha kecil; Menyatakan bahwa Terlapor dalam mengembangkan usahanya untuk melibatkan masyarakat setempat diantaranya dengan memperbesar porsi kegiatan waralaba; Merekomendasikan kepada Pemerintah untuk segera menyempurnakan dan mengefektifkan pelaksanaan peraturan dan langkah-langkah kebijakan yang meliputi antara lain dan tidak terbatas pada kebijakan lokasi dan tata ruang, perijinan, jam buka, dan lingkungan sosial; Merekomendasikan kepada Pemerintah segera melakukan pembinaan dan pemberdayaan usaha kecil menengah atau pengecer kecil agar memiliki daya saing lebih tinggi dan dapat berusaha secara berdampingan dengan usaha-usaha menengah atau besar; Menyatakan untuk melakukan kajian, monitoring, dan penyelidikan lebih lanjut terhadap dugaan adanya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilakukan oleh pelaku-pelaku usaha yang terkait dengan usaha eceran dalam jalur vertikal termasuk dugaan praktek diskriminasi harga dan perjanjian tertutup. Menyatakan Terlapor secara sah dan meyakinkan telah melanggar ketentuan pasal 22 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 karena melakukan persekongkolan dengan pihak lain yaitu Drh. Sigit Hanggono Kepala Dinas Peternakan Jawa Timur, dan Ir. Suhadji Ketua Panitia Pelelangan untuk mengatur menentukan Pemenang Tender/Lelang dalam Pengadaan Sapi Bakalan Kereman Impor dari Australia dalam Proyek Pembangunan dan Pembinaan Peternakan di Kabupaten/Kota se Jawa Timur Tahun Anggaran 2000. Melarang Terlapor untuk mengikuti
1. 2. 3.
Syamsul Maarif (Ketua) Bambang P. Adiwiyoto (Anggota) Erwin Syahril (Anggota)/ Pande Raja Silalahi (Anggota)
3.
4.
4.
Putusan No:03/KPPU-I/2002 Tender Penjualan Saham PT Indomobil Sukses International
30 Mei 2002
13.
kegiatan Pengadaan Sapi Bakalan atau kegiatan serupa di Jawa Timur dan atau wilayah Republik Indonesia selama dipimpin oleh pengurus Terlapor. Larangan sebagaimana disebutkan dalam diktum dua di atas berlaku untuk kurun waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal putusan ini dibacakan. Menyarankan Gubernur Jawa Timur sebagai atasan langsung Sigit Hanggono Kepala Dinas Peternakan Jawa Timur, dan Ir. Suhadji Ketua Panitia Pelelangan, untuk mengambil tindakan administratif sehubungan dengan keterlibatan drh. Sigit Hanggono Kepala Dinas Peternakan Jawa Timur, dan Ir. Suhadji Ketua Panitia Pelelangan dalam pelanggaran terhadap Pasal 22 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang secara sah dan meyakinkan dilakukan oleh Terlapor. Menyatakan PT. Holdiko Perkasa (Terlapor I) dan PT. Deloitte & Touche FAS (Terlapor X), secara sah dan meyakinkan telah melanggar pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat karena melakukan tindakan persekongkolan yang menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dengan pelaku usaha peserta tender yaitu PT. Cipta Sarana Duta Perkasa (Terlapor III), PT. Bhakti Asset Management (Terlapor VIII) dan PT. Alpha Sekuritas Indonesia (Terlapor IX) secara terang-terangan dan atau diam-diam berupa tidak menolak keikutsertaan ketiga peserta tender tersebut dalam tender penjualan saham dan convertible bonds PT. Indomobil Sukses Internasional walaupun mengetahui ketiga peserta tender tersebut tidak memenuhi persyaratan dan atau melanggar prosedur sebagaimana ditentukan dalam Prosedures for The Submission of Bid
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Sutrisno Iwantono (Ketua) Pande Raja Silalahi (Anggota) Bambang P. Adiwiyoto (Anggota) Syamsul Maarif (Anggota) Faisal H. Basri (Anggota) Didik J. Rachbini (Anggota) Erwin Syahril (Anggota) Tadjudin Noersaid (Anggota)
14.
Menyatakan PT. Trimegah Securities (Terlapor II), PT. Cipta Sarana Duta Perkasa (Terlapor III), Pranata Hajadi (Terlapor IV), Jimmy Masrin (Terlapor V), PT. Bhakti Asset Management (Terlapor VIII) dan PT. Alpha Sekuritas Indonesia (Terlapor IX) secara bersama-sama secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat karena melakukan tindakan persekongkolan di antara mereka yang menimbulkan persaingan usaha tidak sehat berupa tindakan saling menyesuaikan dan atau membandingkan dokumen tender dan atau menciptakan persaingan semu dan atau memfasilitasi suatu tindakan untuk memenangkan PT. Cipta Sarana Duta Perkasa sebagai pemenang tender penjualan saham dan convertible bonds PT. Indomobil Sukses Internasional 15. Menyatakan PT. Multi Megah internasional (Terlapor VI) dan Parallax Capital Management (Terlapor VII) kedua-duanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat 16. Melarang PT. Trimegah Securities (Terlapor II), PT. Cipta Sarana Duta Perkasa (Terlapor III), dan PT. Deloitte & Touche FAS (Terlapor X) untuk mengikuti transaksi baru dalam bentuk apapun di lingkungan dan atau dengan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dan atau dengan pihak lain yang ditunjuk oleh atau atas kuasa BPPN berkaitan dengan pelaksanaan tugas-tugas BPPN baik dalam penyehatan perbankan, penyelesaian aset bank maupun dalam pengembalian uang negara dalam jangka waktu dua tahun terhitung sejak tanggal dibacakannya putusan ini dengan denda atas pelanggaran sebesar 30% dari nilai setiap transaksi
17.
Menghukum PT. Trimegah Securities (Terlapor II) untuk membayar denda sebesar Rp.10.500.000.000,00 (sepuluh miliar lima ratus juta rupiah) dan disetorkan kas negara sebagai setoran penerimaan negara bukan pajak Departemen Keuangan Dirjen Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) Jakarta I yang beralamat Jalan Ir. H. Juanda No. 19 Jakarta melalui Bank Pemerintah dengan kode penerimaan 1212 dan harus dibayar lunas paling lambat dalam waktu 45 hari kerja terhitung sejak tanggal dibacakannya putusan ini dengan denda keterlambatan 0,17 % dari nilai denda yang dikenakan (Rp.10.500.000.000,00) untuk setiap hari keterlambatan tidak melaksanakan putusan ini 18. Menghukum Pranata Hajadi (Terlapor IV) dan Jimmy Masrin (Terlapor V) secara bersama-sama untuk membayar denda sebesar Rp.10.500.000.000,00 (sepuluh miliar lima ratus juta rupiah) dan disetorkan kas negara sebagai setoran penerimaan negara bukan pajak Departemen Keuangan Dirjen Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) Jakarta I yang beralamat Jalan Ir. H. Juanda No. 19 Jakarta melalui Bank Pemerintah dengan kode penerimaan 1212 dan harus dibayar lunas paling lambat dalam waktu 45 hari kerja terhitung sejak tanggal dibacakannya putusan ini dengan denda keterlambatan 0,17 % dari nilai denda yang dikenakan (Rp.10.500.000.000,00) untuk setiap hari keterlambatan tidak melaksanakan putusan ini 19. Menghukum PT. Cipta Sarana Duta Perkasa (Terlapor III) untuk membayar denda kepada negara sebesar Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan disetorkan kas negara sebagai setoran penerimaan negara bukan pajak Departemen Keuangan Dirjen Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara
(KPKN) Jakarta I yang beralamat Jalan Ir. H. Juanda No. 19 Jakarta melalui Bank Pemerintah dengan kode penerimaan 1212 dan harus dibayar lunas paling lambat dalam waktu 45 hari kerja terhitung sejak dibacakannya putusan ini dengan denda keterlambatan 0,17 % dari nilai denda yang dikenakan (Rp.5.000.000.000,00) untuk setiap hari keterlambatan tidak melaksanakan putusan ini 20. Menghukum PT. Holdiko Perkasa (Terlapor I), untuk membayar denda sebesar Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan disetorkan kas negara sebagai setoran penerimaan negara bukan pajak Departemen Keuangan Dirjen Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) Jakarta I yang beralamat Jalan Ir. H. Juanda No. 19 Jakarta melalui Bank Pemerintah dengan kode penerimaan 1212 dan harus dibayar lunas paling lambat dalam waktu 45 hari kerja terhitung sejak dibacakannya putusan ini dengan denda keterlambatan 0,17 % dari nilai denda yang dikenakan (Rp.5.000.000.000,00) untuk setiap hari keterlambatan tidak melaksanakan putusan ini 21. Menghukum PT. Deloitte & Touche FAS (Terlapor X) untuk membayar denda sebesar Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan disetorkan kas negara sebagai setoran penerimaan negara bukan pajak Departemen Keuangan Dirjen Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) Jakarta I yang beralamat Jalan Ir. H. Juanda No. 19 Jakarta melalui Bank Pemerintah dengan kode penerimaan 1212 dan harus dibayar lunas paling lambat dalam waktu 45 hari kerja terhitung sejak tanggal dibacakannya putusan ini dengan denda keterlambatan 0,17 % dari nilai denda yang dikenakan (Rp.10.000.000.000,00) untuk setiap hari keterlambatan tidak melaksanakan putusan ini
22.
Menghukum PT. Alpha Sekuritas Indonesia (Terlapor IX) untuk membayar denda sebesar Rp. 1.500.000.000,00 (satu setengah miliar rupiah) dan disetorkan kas negara sebagai setoran penerimaan negara bukan pajak Departemen Keuangan Dirjen Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) Jakarta I yang beralamat Jalan Ir. H. Juanda No. 19 Jakarta melalui Bank Pemerintah dengan kode penerimaan 1212 dan harus dibayar lunas paling lambat dalam waktu 45 hari kerja terhitung sejak tanggal dibacakannya putusan ini dengan denda keterlambatan 0,17 % dari nilai denda yang dikenakan (Rp.1.500.000.000,00) untuk setiap hari keterlambatan tidak melaksanakan putusan ini 23. Menghukum PT. Bhakti Asset Management (Terlapor VIII) untuk membayar denda sebesar Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan disetorkan kas negara sebagai setoran penerimaan negara bukan pajak Departemen Keuangan Dirjen Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) Jakarta I yang beralamat Jalan Ir. H. Juanda No. 19 Jakarta melalui Bank Pemerintah dengan kode penerimaan 1212 dan harus dibayar lunas paling lambat dalam waktu 45 hari kerja terhitung sejak tanggal dibacakannya putusan ini dengan denda keterlambatan 0,17 % dari nilai denda yang dikenakan (Rp.1.000.000.000,00) untuk setiap hari keterlambatan tidak melaksanakan putusan ini 24. Menghukum PT. Cipta Sarana Duta Perkasa (Terlapor III) untuk membayar ganti rugi kepada negara sebesar Rp. 228.000.000.000,00 (dua ratus dua puluh delapan miliar rupiah) dan disetorkan kas negara sebagai setoran penerimaan negara bukan pajak Departemen Keuangan Dirjen Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas
Negara (KPKN) Jakarta I yang beralamat Jalan Ir. H. Juanda No. 19 Jakarta melalui Bank Pemerintah dengan kode penerimaan 1212 dan harus dibayar lunas paling lambat dalam waktu 75 hari kerja terhitung sejak tanggal dibacakannya putusan ini dengan denda keterlambatan 0,17 % dari nilai ganti rugi yang dikenakan (Rp. 228.000.000.000,00) untuk setiap hari keterlambatan tidak melaksanakan putusan ini 25. Menyatakan bahwa denda keterlambatan pelaksanaan putusan tetap dihitung meskipun ada upaya hukum
5.
Putusan No.09/KPPU-L/2002 Tender di PT (Persero) Telekomunikasi Indonesia
6 Juni 2002
6.
Putusan No: 08/KPPU-L/2001 Tender Pengadaan Barite & Bentonite di YPF Maxus Southeast Sumatra B.V.
17 Juli 2002
Menyatakan Terlapor, PT. (Persero) Telekomunikasi Indonesia Tbk. Dan SIEMENS Consortium tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 22 Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 4.
5.
6.
Menyatakan bahwa Terlapor, YPF Maxus Southeast Sumatra B.V. yang sekarang bernama CNOOC Southeast Sumatra B.V. tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 22, Pasal 19 huruf a. dan d. Undang-undang Nomor 5 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Memerintahkan kepada Terlapor, YPF Maxus Southeast Sumatra B.V. yang sekarang bernama CNOOC Southeast Sumatra B.V. untuk memperbaiki persyaratan-persyaratan tender pengadaan barang dan jasa yang diselenggarakannya sehingga tercipta persaingan usaha yang sehat dan terbuka. Memerintahkan kepada PERTAMINA untuk dengan sungguh-sungguh melakukan pengawasan terhadap seluruh KPS dan mitra kerjanya agar dalam melaksanakan pengadaan barang dan jasa mengikuti
1. Tadjudin Noersaid (Ketua) 2. Syamsul Maarif (Anggota) 3. Faisal Basri (Anggota)
1. 2.
Soy M. Pardede (Ketua) Bambang P. Adiwiyoto (Anggota) 3. Sutrisno Iwantono (Anggota)
ketentuan SK No. 077/C0000/2000-SO dengan memberikan kesempatan kepada pelaku usaha secara terbuka sehingga tercipta persaingan usaha yang sehat.
7.
Putusan No:10/KPPU-L/2001 Penunjukkan Rekanan Asuradur di PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.
18 Juli 2002
4.
5.
6.
Menyatakan bahwa Terlapor, PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 4, Pasal 15 ayat (2), dan Pasal 19 huruf a dan huruf d Undang-undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Memerintahkan kepada Terlapor, PT. Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk., untuk membatalkan perjanjian yang berpotensi menghambat persaingan usaha yang sehat, yaitu perjanjian tanggal 16 April 2002 antara Terlapor masing-masing Wahana Tata dengan perjanjian No. DIR/006 No.146/DIR/PKS/2002, MAI dengan perjanjian No. DIR/009 No. 068/DIR/2002 dan Jasindo dengan perjanjian No.DIR/007 N0. PKS 013.AJI/IV/2002; Memerintahkan kepada Terlapor PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk., untuk memberikan kesempatan yang sama kepada perusahaan-perusahaan asuransi agar dapat bersaing secara sehat dan terbuka.
1. Didik J. Rachbini (Ketua) 2. Soy M. Pardede (Anggota) 3. Bambang P. Adiwiyoto (Anggota)
Jakarta, 31 Desember 2002 KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA
Kasus Yang Ditangani KPPU Sejak Juni 2000 – 31 Desember 2002
No
1.
2.
3.
4.
5.
6. 7.
8. 9.
Kasus
Sumber
Substansi Kasus
Status/Tindak Lanjut
Periode Juni 2000 – 31 Desember 2000 KPPU telah Laporan Dugaan persekongkolan mengeluarkan putusan antar peserta tender yang dibacakan dimuka untuk menentukan umum tanggal 20 April pemenang tender. 2001 Penanganan dihentikan Laporan Dugaan beberapa Penguasaan Pasar karena laporan tidak Importir Kedelai oleh beberapa lengkap, masuk buku 2 melakukan penguasaan Importir Kedelai (Monitoring) pasar dan penyalahgunaan posisi dominan. KPPU telah Penguasaan retail Laporan Pendirian retail mengeluarkan putusan oleh Indomaret Indomaret dilokasi yang yang dibacakan dimuka berdekatan dengan umum tanggal 4 Juli pedagang eceran 2001 tradisional. KPPU telah Penentuan harga Inisiatif Diskriminasi dalam menyampaikan saran BBM penentuan harga BBM pertimbangan kepada Pemerintah. pemerintah untuk menghapuskan harga diskriminatif. Penanganan dihentikan Penggunaan nama Laporan Pemakaian nama domain karena bukan domain oleh pesaing oleh pesaing yang kewenangan KPPU. menimbulkan kerugian bagi pelaku usaha tertentu. Monitoring dan kajian Penetapan harga di Laporan Dugaan penetapan harga Industri DOC oleh beberapa pelaku usaha dibidang DOC Dijadikan bahan Pengadaan Buku Laporan Persaingan tidak sehat informasi Tim Kajian Sekolah antar penerbit buku sekolah dalam pemasaran Industri Kertas. produknya ke sekolahsekolah. Monitoring Kajian Diskriminasi Harga Laporan Dugaan diskriminasi Industri Kertas. Kertas harga yang dilakukan oleh produsen kertas. Pendirian Pom Laporan Pendirian Pom Bensin Penanganan dihentikan Bensin. besar didekat Pom Bensin karena bukan Tradisional. kewenangan KPPU.
Tender casing dan tubing di PT CPI
No
Kasus
Sumber
Substansi Kasus
Status/Tindak Lanjut
Periode Januari 2001 – 31 Desember 2001
10.
Pembatasan pemasaran air mineral.
Laporan
11.
Wanprestasi distribusi es krim.
Laporan
12.
Tender Bakalan Sapi Dinas Peternakan Pemda Jawa Timur.
Laporan
13.
Angkutan Feri.
Laporan
14.
Tender Site Survey & Navigation Service.
Laporan
15.
Dugaan Monopoli Carbon Black.
Laporan
16.
Tarif Taxi oleh ORGANDA.
Inisiatif
17.
Tender Penyemenan pada KPS Pertamina.
Laporan
18.
Keppres Asosiasi Kontraktor.
Laporan
19.
Pensiunan Karyawan KPS Pertamina.
Laporan
20.
Tender proyek OSP CAN di Telkom.
Laporan
Dugaan perjanjian penguasaan pasar air mineral di hotel tertentu oleh merk tertentu saja. Pembatalan sepihak perjanjian kerjasama distribusi es krim. Dugaan persekongkolan antar peserta dengan panitia tender. Keberatan perusahaan angkutan feri atas peraturan yang diberlakukan pemerintah Ketidaktaatan KPS Pertamina terhadap peraturan tender di lingkungan Pertamina. Dugaan penyalahgunaan posisi dominan oleh Produsen carbon black. Perusahaan Taxi tidak diperbolehkan menggunakan tarif lama oleh Organda. Dugaan persekongkolan dalam menentukan pemenang tender. Perusahaan kontraktor hanya diperkenankan menjadi anggota asosiasi kontraktor tertentu. Penunjukan perusahaan asuransi tertentu untuk menyelenggarakan asuransi pensiunan karyawan KPS Pertamina. Dugaan persekongkolan dalam penentuan pemenang tender.
Penanganan dihentikan karena Laporan tidak lengkap, masuk Buku 2 (Monitoring Pasif) Penanganan dihentikan karena bukan kewenangan KPPU KPPU telah mengeluarkan putusan, yang dibacakan dimuka umum tanggal 17 April 2002. Laporan dinyatakan tidak lengkap, masuk buku 2, dijadikan bahan kajian kebijakan. Penanganan dihentikan, bukan kewenangan KPPU. Tidak ada bukti pendukung, diputuskan ditindaklanjuti dalam bentuk Monitoring Pasif. KPPU telah menyampaikan saran pertimbangan kepada pemerintah. Penanganan dihentikan karena kasus terjadinya sebelum UU No. 5/1999 berlaku efektif (bukan kewenangan KPPU) Laporan tidak lengkap (Monitoring Pasif) Tidak ditindak lanjuti, kasus merupakan masalah perdata (bukan kewenangan KPPU) KPPU telah mengeluarkan putusan yang dibacakan dimuka umum tanggal 6 Juni 2002.
No
Kasus
Sumber
Substansi Kasus
21.
Tarif Penerbangan INACA.
Inisiatif
Penetapan tarif penerbangan oleh asosiasi sebagai akibat SK. Menhub No. 25 Tahun 1997.
22.
Tender pipa di KPS Pertamina Maxus.
Laporan
Dugaan persekongkolan untuk menentukan pemenang tender.
23.
Sengketa perjanjian distributor pakan udang. Tender MRO di KPS Pertamina.
Laporan
25.
Penentuan daftar rekanan penilai di Bank Mandiri.
Laporan
26.
Iklan Produk Kacang.
Laporan
27.
Pemberlakuan PP No. 82/1999.
Laporan
28.
Tender Barite dan Bentonite di KPS Pertamina.
Laporan
Sengketa hutang piutang antara pabrik dan distributor pakan udang. Tersingkirnya pelaku usaha kecil dalam pengadaan MRO akibat diterapkannya sistem pengadaan secara aliansi. Tidak transparannya Bank Mandiri dalam menentukan kriteria pelaku usaha yang dapat menjadi penilai. Klaim iklan dan kemasan produk Kacang tertentu yang dianggap menipu konsumen. Keberatan pelaku usaha terhadap pemberlakuan PP No. 82/1999. Dugaan persekongkolan dalam penentuan pemenang tender.
29.
Tender Katalis di BUMN Industri Kimia.
Laporan
30.
Tender CCTV di Garuda Indonesia.
Laporan
31.
Tender perangkat XRay di Garuda Indonesia.
Laporan
24.
Laporan
Dugaan persekongkolan dalam penentuan pemenang tender. Dugaan persekongkolan dalam penentuan pemenang tender. Dugaan persekongkolan dalam penentuan pemenang tender.
Status/Tindak Lanjut KPPU telah menyarankan Menhub untuk mencabut SK tsb. Dan Menhub telah melakukan perubahan kebijakan. Pemeriksaan dihentikan pada tahap pemeriksaan pendahukuan karena tidak ada indikasi kuat. Tidak ditindaklanjuti, bukan kewenangan KPPU. Tidak ditindaklanjuti, bukan kewenangan KPPU. Pemeriksaan dihentikan pada tahap Pemeriksaan Pendahuluan, tidak ditemukan bukti kuat. Laporan tidak ditindaklanjuti, bukan kewenangan KPPU. Selain itu, terjadi perubahan perilaku. Dijadikan bahan kajian kebijakan. KPPU telah mengeluarkan putusan yang dibacakan dimuka umum tanggal 17 Juli 2002. Laporan tidak lengkap, masuk buku 2 (Monitoring) Pemeriksaan tidak dilanjutkan karena proses tender dihentikan. Pemeriksaan tidak dilanjutkan karena proses tender dihentikan.
No
Kasus
Sumber
Substansi Kasus
32.
Daftar rekanan asuransi di Bank BNI.
Laporan
Dugaan penutupan pasar oleh bank BUMN bagi pelaku usaha asuransi untuk menjadi rekanan.
33.
Perlakuan tidak adil oleh Depnakertrans.
Laporan
34.
Tender pengadaan Casing dan Tubing.
Laporan
35.
Tender pengadaan kendaraan PMK di BUMN. Tender pengadaan perangkat X-Ray di BUMN ( 2 ). Integrasi Vertikal dan Tender Pabrik Karung Plastik di BUMN.
Laporan
Tender pengadaan software dan hardware di lembaga pemerintah. Sistem Pengadaan Barang di Perusahaan Minyak.
Laporan
Perlakuan tidak adil oleh Depnakertrans dalam rangka pengiriman jasa tenaga kerja ke Timur Tengah. Kebijakan pemerintah yang melarang impor finished product casing dan tubing Dugaan persekongkolan dalam tender kendaraan PMK di BUMN. Dugaan persekongkolan dalam menentukan pemenang tender. Dugaan persekongkolan dalam menentukan pemenang tender dalam pendirian pabrik karung plastik. Dugaan persekongkolan dalam menentukan pemenang tender.
Tender Pengembangan di BUMN.
Laporan
36. 37.
38.
39.
40.
41.
42.
Laporan Laporan
Laporan
Akibat negatif dari sistem baru dalam pengadaan barang dan jasa dilingkungan Pertamina. Dugaan KKN dan persekongkolan dalam menentukan pemenang tender.
Status/Tindak Lanjut KPPU telah mengeluarkan putusan yang dibacakan di muka umum pada tanggal 18 Juli 2002. Bukan kewenangan KPPU, dijadikan bahan kajian. Dijadikan bahan kajian kebijakan. Laporan tidak lengkap Laporan tidak lengkap Laporan tidak lengkap
Laporan tidak lengkap
Laporan tidak lengkap, dijadikan informasi tambahan pada kasus lain serupa. Laporan tidak lengkap
Periode Januari 2002 – 31 Desember 2002 Laporan Dugaan telah terjadi KKN Laporan tidak lengkap Informasi tentang dan bukan kewenangan di sektor perdagangan KKN di sektor yang melibatkan lembaga KPPU. perdagangan. pemerintah. Laporan tidak lengkap Penyelundupan gula Laporan Surat kaleng yang dan bukan kewenangan dan beras. melaporkan terjadinya penyelundupan beras dan KPPU. gula di Kalbar.
No
Kasus
Sumber
43.
Tender Penjualan Saham IMSI.
Inisiatif
44.
Wajib pungut PPn oleh BUMN.
Laporan
45.
Pelelangan pekerjaan di Kijang Pertamina UP-IV Balongan.
Laporan
46.
Tender di PT Caltex Pasific Indonesia.
Laporan
47.
Masalah ketenagakerjaan di perusahaan.
Laporan
48.
Divestasi saham PT.KPC.
Laporan
49.
Pelabuhan Container.
Laporan
50.
KKN diperusahaan Swasta Retail.
Laporan
51.
Perdagangan Komoditi.
Laporan
52.
Pengadaan karcis komputer di BUMN.
Laporan
53.
Pendirian Rumah Sakit.
Laporan
54.
Pelanggaran Keppres 18/2000.
Laporan
Substansi Kasus Dugaan persekongkolan dalm tender penjualan saham PT Indomobil Sukses International di BPPN. Wajib pungut PPn oleh BUMN menimbulkan persaingan usaha tidak sehat antar pelaku non BUMN dengan pelaku BUMN. Dugaan persekongkolan pada lelang tersebut yang dilakukan oleh pemenang dan panitia. Dugaan praktek diskriminasi dan kolusi pada tender tersebut Pengisian posisi dalam perusahaan oleh tenaga kerja asing tanpa pertimbangan yang fair. Dugaan persaingan usaha tidak sehat pada kasus divestasi saham KPC. Dugaan praktek monopoli di bidang jasa pelabuhan kontainer. Informasi berbagai bentuk KKN yang terjadi diperusahaan yang menyebabkan persaingan usaha tidak sehat. Dugaan diskriminasi berkaitan dengan ijin operasi perusahaan pada perdagangan komoditi. Dugaan terjadinya kecurangan dalam tender pengadaan karcis komputer. Dugaan perlakuan diskriminatif oleh pemerintah daerah, berkaitan dengan ijin pendirian rumah sakit. Dugaan adanya pelanggaran Keppres 18/2000 yang
Status/Tindak Lanjut KPPU telah mengeluarkan putusan, yang dibacakan dimuka umum tanggal 30 Mei 2002. Bukan kewenangan KPPU namun dijadikan bahan kajian.
Pemeriksaan dihentikan pada tahap pemeriksaan pendahuluan karena tidak ada indikasi kuat. Laporan tidak lengkap Tidak ditindaklanjuti, bukan kewenangan KPPU. Laporan tidak lengkap. Monitoring intensif. Tidak ditindaklanjuti, laporan tidak lengkap (Identitas pelapor tidak jelas) Bahan masukan audiensi dengan pemerintah, dan masalah telah diselesaikan oleh Depperindag. Laporan tidak lengkap, identitas pelapor tidak jelas. Bukan kewenangan KPPU, tetapi KPPU telah menyampaikan masalah ini ke Pemda ybs. Laporan tidak lengkap.
mengakibatkan persaingan tidak sehat.
No
Kasus
Sumber
Substansi Kasus
55.
Kartel Day Old Chick.
Inisiatif
Dugaan terjadinya kartel pada DOC oleh 5 Industri besar dibidang ini.
56.
Bagi-bagi tender antar dua produsen pipa
Laporan
Dugaan konspirasi membagi pemenang tender untuk produk pipa di KPS Pertamina
57.
Monopoli sektor film dan bioskop
Laporan
58.
Perlakukan eksklusif BUMN Penerbangan terhadap Pemasok Sistem Komputerisasi.
Laporan
59.
Tender di perusahaan KPS Migas.
Laporan
60.
KKN pada proyek Pemda Kabupaten di Jawa Tengah.
Laporan
61.
Persekongkolan Tender Pemda Dati II di Jawa Barat
Laporan
62.
Persekongkolan Tender di Pemda Tk I di Indonesia
Laporan
63.
Persekongkolan Tender
Laporan
Dugaan diskriminasi oleh monopolis di sektor perfilman dan bioskop oleh sekelompok pelaku usaha. Dugaan adanya kewajiban penggunaan sistem komputer tertentu untuk bertransaksi dengan BUMN Penerbangan. Dugaan adanya kewajiban penggunaan system komputer tertentu untuk bertransaksi dengan BUMN Penerbangan. Dugaan adanya penyimpangan Keppres 18/2000 melalui penunjukkan langsung proyek yang seharusnya ditenderkan. Dugaan adanya persekongkolan dalam tender pembuatan jalan di Dati II di Jabar. Dugaan adanya persekongkolan dalam penentuan pemenang tender. Dugaan adanya persekongkolan pada tender sistem informasi di salah satu departemen.
Status/Tindak Lanjut KPPU telah mengeluarkanputusan yang dibacakan dimuka umum tanggal 27. KPPU telah mengeluarkan putusan yang dibacakan dimuka umum tanggal 29 Agustus 2002. Pemeriksaan Lanjutan
Klarifikasi dan Pengumpulan kelengkapan data pendukung awal. Klarifikasi laporan.
Klarifikasi laporan.
Klarifikasi laporan.
Klarifikasi, menunggu kelengkapan data. Klarifikasi laporan.
No
Kasus
Sumber
Substansi Kasus Dugaan adanya persekongkolan dalam penentuan pemenang tender berupa penyebutan nama2 produsen tertentu yang dapat diikutsertakan dalam tender. Keberatan mengenai keharusan peserta untuk mempunyai sertifikat dari asosiasi yang diakreditasi LPJK. Dugaan persekongkolan tender di BPEN. Dugaan praktek monopoli dalam penerimaan kredit ekspor dari USDA. Dugaan tentang praktek persaingan usaha tidak sehat dalam industri pertimahan nasional Dugaan persekongkolan tender repair & testing pipa minyak. Dugaan tentang praktek monopoli oleh pelaku usaha penyedia layanan sambungan internet Dugaan tentang kartel industri semen di Indonesia. Dugaan adanya diskriminasi dalam bidang industri migas. Dugaan diskriminasi perlakuan peserta tender Dugaan penetapan harga peralatan operasional rumah sakit yang bertentangan dengan Keppres 18/2000. Dugaan terjadinya penyimpangan/ kejanggalan pelaksanaan prakualifikasi/ lelang dengan penyebutan merk tertentu.
64.
Tender di Perusahaan KPS Migas.
Laporan
65.
Surat dari Asosiasi Pelaku Usaha kepada Panitia Pengadaan.
Laporan
66.
Tender di BPEN
Laporan
67.
Penerimaan kredit ekspor dari USDA
Laporan
68.
Persaingan industri pertimahan nasional
Laporan
69.
Tender di perusahaan migas.
Laporan
70.
Persaingan penyediaan layanan internet.
Laporan
71.
Penetapan harga semen
Laporan
72.
Diskriminasi bidang industri MIGAS
Laporan
73.
Laporan
74.
Tender di Pemda Riau Penetapan harga peralatan operasional rumah sakit
75.
Penyimpangan lelang
Laporan
Laporan
Status/Tindak Lanjut Menunggu Kelengkapan data.
Klarifikasi, Penelitian Kelengkapan.
Laporan tidak lengkap. Penanganan laporan selesai. Klarifikasi laporan.
Laporan tidak lengkap. Monitoring
Monitoring Penanganan Laporan selesai. Laporan tidak lengkap. (Monitoring Pasif) Laporan tidak lengkap. (Monitoring Pasif)
Laporan tidak lengkap. (Monitoring Pasif)
No
Kasus
Sumber
Substansi Kasus Dugaan persekongkolan tender dalam pengadaan peralatan radiologi untuk rumah sakit. Dugaan persekongkolan tender dalam pengadaan paket I peralatan radiologi. Dugaan penyimpangan Keppres 18/2000 dengan penunjukan langsung, tanpa melalui tender terbuka. Dugaan penyimpangan Keppres 18/2000 mengenai penetapan pemenang bukan oleh penawar terendah. Keberatan pelaku usaha karena didiskualifikasikan sebagai peserta tender Total Final Elf E&P. Penyelesaian laporan dengan mengundang Ketua BP Migas, Menteri ESDM dan Memperindag antara pelaku usaha bidang Migas Dugaan terjadinya persekongkolan tender berupa penyebutan nama – nama pabrik tertentu yang dapat diikutkan dalam tender. Dugaan terjadinya pelanggaran perjanjian franchise. Dugaan persekongkolan tender dalam pengadaan kendaraan di Pertamina Unit Pengolahan II Dumai Dugaan persekongkolan tender oleh beberapa pelaku usaha dan panitia tender. Dugaan pelanggaran UU No.5/1999 oleh Pemerintah dalam penetapan kebijakan tata niaga impor gula.
76.
Tender Dinas Kesehatan Riau
Laporan
77.
Tender peralatan rumah sakit.
Laporan
78.
Tender pengadaan alat kesehatan
Laporan
79.
Tender peralatan operasional rumah sakit.
Laporan
80.
Diskualifikasi tender
Laporan
81.
Sengketa pelaku usaha
Laporan
82.
Tender bidang industri migas
Laporan
83.
Franchise
Laporan
84.
Tender pengadaan kendaraan
Laporan
85.
Tender casing dan tubing
Laporan
86.
Tata niaga impor gula
Inisiatif
Status/Tindak Lanjut Laporan tidak lengkap. (Monitoring Pasif) Laporan tidak lengkap. (Monitoring Pasif) Laporan tidak lengkap. (Monitoring Pasif)
Laporan tidak lengkap. (Monitoring Pasif)
Laporan tidak lengkap. (Monitoring Pasif) Laporan tidak lengkap. (Monitoring Pasif)
Laporan tidak lengkap. (Monitoring Pasif)
Laporan tidak lengkap. (Monitoring Pasif) Laporan tidak lengkap. (Monitoring Pasif) Laporan tidak lengkap. (Monitoring Pasif) Monitoring intensif
PERKEMBANGAN PENANGANAN LAPORAN 4 June 2003
NO
MATERI LAPORAN
TGL PENERIMAAN LAPORAN
1.
Laporan tender di PT Caltex Pacific Indonesia oleh PBN dan SP
No. 015/KPPU/ VI/2000 Tgl. 30 Juni 2000
2.
Laporan dari INKOPTI
No. 19/KPPU/VIII /2000 tgl. 20 Juli 2001
TGL DISPOSISI KETUA KPD DE
PERKEMBANGAN PENANGANAN
TINDAK LANJUT/STATU S
1. Pemeriksaan Pendahuluan 13-9-2000 s/d Status: 24-10-2000 Penanganan 2. Pemeriksaan Lanjutan 26-10-2000 s/d 23- perkara selesai 1-2001, diperpanjang s/d 7-3-2001 3. Perkara telah diputus Majelis Komisi pada tanggal 20 April 2001. 4. Majelis yang menangani : a. Mohammad Iqbal (Ketua) b. Soy M. Pardede (Anggota) c. Tadjuddin Noersaid (Anggota) d. Ismed Fadillah (Investigator) e. Lulu Husein (Investigator) f. Etty Nurhayati (Panitera) g. Ando Fahda Aulia (Pembantu panitera) h. Dema Nursaid (Pembantu panitera) Diputuskan dalam Rapat Komisi laporan Status: dibatalkan Penanganan laporan Selesai
3.
Laporan tentang PT. Indomarco Prismatama
No. 25/KPPU/VII/ 2000 dan No. 93/KPPU/X/20000 tgl 4 Oktober 2000
4.
Laporan PT Mustika Ratu
5.
Laporan Asosiasi Produsen Buku Tulis Indonesia (APBTI)
No. 63/KPPU/ IX/2000 tgl. 11 September 2000 No. 82/KPPU/ IX/2000 Tgl. 27 September 2000
1. Pemeriksaan Pendahuluan 10-112000 s/d 22-12-2000. 2. Pemeriksaan Lanjutan 2-1-2001 s/d 28-3-2001, diperpanjang s/d 17-52001 3. Perkara telah diputus Majelis Komisi pada tanggal 4 Juli 2001. 4. Majelis Komisi yang menangani : a. Sutrsno Iwantono (Ketua). b. Didik J. Rachbini (Anggota) c. Erwin Syahril (Anggota) d. Pande Radja Silalahi (Anggota) e. Ani Poedyastuti (Investigator) f. Nur Muhammad (Investigator) g. Malino Pangaribuan (Investigator) h. Retno Suprihandayani (Panitera) i. Nanik Sukantin (Panitera) j. Hilda Wahyuni (Panitera) Sudah dijawab sekretariat bahwa penanganannya bukan kewenangan KPPU Diputuskan dalam Rapat Komisi tgl 2-8-2001 laporan sebagai informasi bagi Tim Kajian Kertas
115
Status : Penanganan perkara selesai
Status: Penanganan laporan selesai Status : Penanganan laporan selesai
6.
Laporan tentang Integrasi vertikal DOC
No. 105/KPPU/ X/2000 Tgl. 13 Okto ber 2000
7.
Laporan pemilik pom bensin di Indramayu
No. 113/KPPU/ X/2000 Tgl. 10 Okto ber 2000
1.
Pemeriksaan Pendahuluan dari tgl. 281-2002 s/d 8-3-2002 2. Pemeriksaan Lanjutan dari tgl 12 Maret s/d 6 Juni 2002, diperpanjang s/d 18 Juli 2002. 3. Perkara telah diputus Majelis Komisi tanggal 27 Agustus 2002. 4. Majelis yang menangani : a. Bambang P. Adiwiyoto (Ketua) b. Erwin Syahril (Anggota) c. Pande Radja Silalahi (Anggota) d. Faisal H. Basri (Anggota) e. Sutrisno Iwantono (Anggota) f. M. Noor Rofieq (Investigator) g. Zaki Zein Badrun (Investigator) h. Riesa Susanti (Investigator). i. Dewi Sita Yuliani (investigator) j. Dedi Sani Ardi (Investigator) k. Astrid Iswandari (Panitera) l. Betty Ramos (Panitera) m. Sapta Riana Sari (Panitera) Sudah dijawab sekretariat bahwa penanganannya bukan kewenangan KPPU
116
Status: Penanganan perkara selesai
Status: Penanganan laporan selesai
8.
Laporan equil (air mineral)
No.17/KPPU/I/2001 Tgl. 29 Januari 2001 No. 53/KPPU/ III/2001 Tgl. 12 Maret 2001
Laporan tidak lengkap dan pelapor diberitahu agar melengkapi namun tidak dilengkapi. Sudah dijawab Sekretariat bahwa penanganannya bukan kewenangan KPPU
9.
Laporan retail es krim (Indomeiji)
10.
Laporan tentang tender bakalan sapi di Surabaya
19 Pebruari 2001
1. Pemeriksaan Pendahuluan 22-8-2001 s/d 2-10-2001. 2. Pemeriksaan Lanjutan 3-10-2001 s/d 2812-2001. 3. Putusan sudah dibacakan Majelis tgl. 194-2002. 4. Majelis yang menangani : a. Syamsul Maarif (Ketua) b. Erwin Syahril (Anggota) c. Bambang P. Adiwiyoto (Anggota) d. Pande Radja Silalahi (Anggota) e. A. Junaedi (Anggota) f. Setya Budi Yulianto (Anggota) g. Dendi R. Sutrisno (Anggota) h. Tuti Yuniar (Panitera) i. Hilda Wahyuni (Panitera) j. Budi Praharto (Panitera)
Status: Penanganan perkara selesai putusan
11.
Laporan GAFEKSI
Pelapor tidak melengkapi data tambahan yang diminta sekretariat.
Masuk buku II.
12.
Laporan tentang
No. 104/KPPU/ V/2001 Tgl. 15 Mei 2001 No. 139/KPPU/
Sekretariat sudah menjawab bukan
Status:
117
Masuk Bk. II. Status: Penanganan laporan selesai
PT. Calmarine
VI/2001 Tgl. 8 Juni 2001 Menghadap ke KPPU tgl 7 Maret 2001
kewenangan KPPU
Penanganan laporan selesai Status : Monitoring
13.
Laporan carbon black
14.
Laporan tentang tariff taxi
Inisiatif
15.
Laporan PT. Gemilang Technodrill Paripurna Laporan Gabungan Konraktor Nasional Indonesia (GAPEKNAS) Laporan terhadap Asuransi Jiwa Tugu Mandiri (PT.CPI) Laporan PT. Nusa Metrikom Ekakarma tentang tender di Telkom
No. 91/KPPU/ V/2001 Tgl 3 Mei 2001
Sekretariat sudah menjawab bukan kewenangan KPPU, karena perkara sedang diproses di PTUN.
Status: Penanganan laporan selesai
No. 140/KPPU/ VI/2001 Tgl 12 Juli 2001
Diputuskan dalam Rapat Komisi tgl 2-8-2001 dijadikan kajian jika anggaran memungkinkan
Kajian belum terlaksana
Diutuskan dala Rapat Komisi tgl 2-8-2001 agar Sekretariat menjawab bahwa perkara bukan kewenangan KPPU 1. Pemeriksaan Pendahuluan dari tgl 21-112001 s/d 18-1-2002. 2. Pemeriksaan Lanjutan dari tgl. 29-12002 s/d 25-4-2004 3. Putusan telah dibacakan tanggal 6-62002 4. Majelis yang menangani :
Status: Penanganan laporan selesai Status : Penanganan perkara selesai.
16.
17. 18.
No. 196/KPPU/ VII/2001 Tgl. 12 Juli 2001
1. Diputuskan dalam Rapat Komisi tgl 8-112001 diputuskan dibentuk Tim Monitoring. 2. Tim terdiri dari : Ketua : Tadjuddin Noer Said, Anggota : Didik J. Rachbini dan Faisal H. Basri Investigator : Dewi, Reza, Zakie KPPU sudah mengirim surat kepada Menteri Perhubungan untuk mengoreksi kewenangan penetapan tariff taxi
12 Juli 2001
118
Status : Penanganan laporan selesai
a. b. c. d. e. f. g. h. i. 19.
Laporan INACA
Inisiatif
20.
Laporan tender pipa di Maxus oleh PT. Sari Prambanan
No. 117/KPPU/ V/2001 Tgl 23 Mei 2001
Tadjuddin Noer Said (Ketua) Syamsul Maarif (Anggota) Faisal H. Basri (Anggota) Dedi Sani Ardi (Investigator) Maduseno Dewobroto (Anggota) Goprera Panggabean (Anggota) Dema Noersaid (Panitera) Tutik Yuniar (Anggota) Sapta Riana Sari (Panitera)
1. Sudah dilakukan dengar pendapat tgl. 67-2001 2. KPPU sudah mengirim surat ke Menhub No. 206/K/VII/2001 tgl 30-7-2001. Respon Menhub surat No. PR.303/2/6 Phb-2001 tgl 14-9-2001
23 Mei 2001
1. Pemeriksaan Pendahuluan dari tgl 28-12002 s/d 8-3-2002 2. Pemeriksaan tidak dilanjutkan ke tahap Pemeriksaan Lanjutan. 3. Majelis yang menangani : a. Tadjuddin Noer Said (Ketua) b. Mohammad Iqbal (Anggota) c. Didik J. Rachbini (Anggota) d. Goprera Panggabean (Investigator) e. Riesa Susanti (Investigator) f. Maduseno Dewobroto (Investigator) g. Dendy R. Sutrisno (Investigator)
119
Status: Penanganan laporan selesai
Status : Penanganan perkara selesai.
21.
Laporan CV. Dharma Feed Lestari
22.
Laporan Forum Komunikasi Perusahaan Pengadaan Barang & Jasa (FKPPBJ) tentang tender MRO di PT. YPF Maxus
23.
Laporan Gabungan Perusahaan Penilai Indonesia (GAPPI) tentang penentuan daftar rekanan di Bank Mandiri
No. 255/KPPU/VIII/ 2001 Tgl 23 Agustus 2001 11 September 2001
23-8-2001
No. 248/KPPU/ VIII/2001 Tgl. 23 Agustus 2001
22 Agustus 2001
Sekretariat sudah menjawab bahwa perkara bukan kewenangan KPPU dengan surat No. 279/Set/DE/2001 tgl. 3-11-2001
Status: Penanganan laporan selesai
1. Diputuskan oleh Ketua KPPU untuk dilakukan dengar pendapat. 2. Dengar pendapat telah dilaksanakan tgl. 9-10-2001 3. Tim telah memanngil pelapor tanggal 711-2001 untuk mengklarifikasi laporan. 4. Pelapor telah menyerahkan draft usulan yang diinginkan pelapor. 5. Diputuskan agar Sekretariat mengundang kembali pelapor untuk klarifikasi terakhir 6. Anggota Komisi yang menghadiri adalah : Tadjuddin Noer Said, Mohamad Iqbal, Syamsul Maarif, Pande Radja Silalahi, dan Bambang P. Adiwiyoto. Sekretariat : Junaidi, Riesa, Tuti, dan Ria 7. Diputuskan oleh FKPPBJ bahwa laporan akan dirubah menjadi laporan persekongkolan.
Status : Penanganan laporan selesai
1. Pemeriksaan Pendahuluan dari tgl 1212-2001 s/d 8-2-2002 2. Penetapan Tim Pemeriksa Pendahuluan telah dibacakan tgl 19-2-2002, yang isisnya Pemeriksaan tidak dilanjutkan. 3. Majelis yang menangani : a. Erwil Syahril (Ketua)
120
Status: Penanganan perkara selesai
b. c. d. e. f. g. h. i.
Soy M. Pardede (Anggota) Tadjuddin Noer Said (Angota) Dendy R. Sutrisno (Investigator)] Riesa Susanto (Investigator) Harun Al Rasyid (Investigator) Budi Praharto (Panitera) Donna Sophia (Panitera) Dema Noersaid *Panitera)
24.
Laporan APKIN tentang iklan PT. Dwi Kelinci
No. 279/KPPU /IX/2001 Tgl 7 September 2001
7 September 2001 ke Nur
1. Diputuskan dalam Rapat Komisi untuk dipelajari keterkaitannya dengan UU No. 5 Tahun 1999. 2. Tim telah bertemu dengan APKIN tgl 1212-2001 untuk mengkonfirmasi laporan setelah munculnya iklan baru. 3. Tim sedang mempelajari informasi terakhir. 4. Anggota Komisi yang terlibat adalah Pande R. Silalahi, dibantu Nur Muhamad, Dedy, dan Setyabudi 5. Terdapat perubahan perilaku pelapor, sehingga laporan diputuskan selesai
Status: Penanganan laporan selesai.
25.
Laporan PT. Tri Elang Jaya Maritim tentang Pemberlakuan PP 82/1999
No. 277/KPPU/ VIII/2001 22 Agustus 2001
7 September 2001
1. Diputuskan dalam Rapat Komisi agar memanggil Pemerintah. 2. Telah memanggil Ditjen Perhubungan Laut Tgl. 21 September 2001. 3. Pemerintah telah menunda
Status: Penangan laporan selesai
121
4. 5. 26.
27.
Laporan PT. Carana Bungapersada tentang tender Barite & Bentonite di YPF Maxus
No. 300/KPPU/ IX/2001 Tgl 19 September 2001
Laporan H.M.A.S.
No. 309/KPPU/
19 September 2001
1. 2. 3. 4.
24 September
pemberlakuan PP sampai 2004 dan Rapat Komisi tgl. 9-10-2001 memutuskan untuk mengkaji PP 82/1999. Komisi memutuskan bahwa laporan akan dijadikan kajian. Sekretariat telah mengirim surat ke pelapor No. 426/SET/DE/XI/2001 tgl 1 Nopember 2001 Pemeriksaan Pendahuluan dari tgl 20-112001 s/d 16-1-2002. Pemeriksaan Lanjutan dari tgl. 18-12002 s/d 24-4-2002, diperpanjang s/d 6 Juni 2002 Putusan telah dibacakan tgl. 17-7-2002. Majelis yang menangani : a. Soy M. Pardede (Ketua) b. Bambang P. Adiwiyoto (Anggota) c. Sutrisno Iwantono (Anggota) d. Siswanto (Investigator) e. M. Noor Rofieq (Investigator) f. Dewi Sita Yuliani (Investigator) g. Donna Sophia (Panitera) h. Astrid Iswandari (Panitera) i. Nani Sukantin (Panitera)
1. Laporan belum lengkap. Sekretariat
122
Status: Penanganan perkara selesai.
Status :
Alex Asmasoebrata tentang lelang katalis di PT. Petrokimia Gresik
IX/2001 Tgl. 24 September 2001
2001 2. 3. 4. 5.
28.
Laporan H.M.A.S. Alex Asmasoebrata tentang lelang pengadaan perangkat CCTV di Garuda, Gudang Cargo Kantor Cabang Cengkareng
No. 311/KPPU/ IX/2001 Tgl. 24 Septemer 2001
24 September
sudah megirim surat agar pelapor melengkapi laporannya. Pelapor sudah melengkapi laporannya dan sedang diteliti oleh Sekretariat. Sekretariat sudah bertemu dengan pelapor tanggal 13-11-2001 untuk penjelasan tambahan Pelapor menjanjikan akan memberikan dokumen tambahan Pelapor tidak melengkapi laporan.
1. Pemeriksaan Pendahuluan dari tgl. 28-12002 s/d 8-3-2002 2. Penetapan putusan telah dibuat tanggal 7-3-2002 yang isinya tidak melanjutkan Pemeriksaan ke Pemeriksaan Lanjutan. 3. Majelis yang menangani : a. Pande Radja Silalahi (Ketua) b. Sutrisno Iwantono (Anggota) c. Syamsul Maarif Silalahi (Anggota) d. M. Noor Rofieq (Investigator) e. Nur Muhammad (Investigator) f. Harun Al Rasyid (Investigator) g. Betty Ramos (Panitera) h. Nanik Sukantin (Panitera) i. Tutik Yuniar (Panitera)
123
Penanganan laporan selesai
Status : Penanganan perkara selesai.
29.
Laporan H.M.A.S. Alex Asmasoebrata tentang lelang pengadaan dan instalasi perangkat X-ray di Garuda, Gudang Cargo Perwakilan Cengkareng
No. 310/KPPU/ IX/2001 Tgl. 24 Septeber 2001
24 September 2001
1. Pemeriksaan Pendahuluan dari tgl. 28-12002 s/d 8-3-2002. 2. Penetapan penghentian Pemeriksaan ke tahap Pemeriksaan Lanjutan telah dibuat tgl 7 Maret 2002 3. Majelis yang menangani : a. Faisal H. Basri (Ketua) b. Mohammad Iqbal (Anggota) c. Pande Radja Silalahi (Anggota) d. M. Noor Rofieq (Investigator) e. Nur Muhammad (Investigator) f. Harun Al Rasyid (Investigator) g. Betty Ramos (Panitera) h. Sapta Riana Sari (Panitera) i. Ando Fahda Aulia (Panitera)
Status : Penanganan perkara selesai.
30.
Laporan PT. Parolamas tentang daftar rekanan asuransi di BNI
1. No. 250/KP PU/ VIII/ 2001 Tgl 22 Agustus 2001 2 No. 292/ KPPU/ IX/2001 Tgl. 13 September 2001 3.No. 361/KP PU/ X/2001 Tgl 24 Oktober 2001
22 Agustus 2001
1. Pemeriksaan Pendahuluan dari tgl. 2111-2001 s/d 29-1-2002. 2. Pemeriksaan Lanjutan dari tgl 30-1-2002 s/d 25-4-2002, diperpanjang s/d tgl. 76-2002. 3. Putusan dibacakan tanggal 18 Juli 2002. 4. Majelis yang menangani : a. Didik J. Rachbini (Ketua) b. Soy M. Pardede (Anggota) c. Bambang P. Adiwiyoto (Anggota) d. Nur Muhammad (Investigator) e. Mohamad Reza (Investaigator) f. Setya Budi Yulianto (Investigator) g. HildaWahyuni (Panitera) h. Donna Sophia (Panitera) i. Astrid Iswandari (Panitera)
Status : Penangan perkara selesai.
124
31.
32.
33.
34.
35.
Laporan dari Badan Otonomi Gotong Royong Penempatan TKI Khusus Timur Tengah tentang Perlakuan tidak adil oleh Depnakertrans Laporan PT. Mahabina Kreasitama tentang tender di UNOCAL berkaitan dengan larangan impor finished product cashing dan tubing Laporan tentang tender pengadaan kendaraan pemadam kebakaran di PT. Angkasa Pura I Laporan tentang pengadaan perangkat X-Ray di PT. Angkasa Pura I & II Laporan tentang tender
No. 351/KP PU/ X/2001 Tgl 19 Oktober 2001
24 Oktober 2001
386/KPPU/XI/2001 Tgl. 12 Nov 2001
1. Dalam rapat Komisi tgl. 29-11-2001 diputuskan Monitoring 2. Pelapor telah diberitahu melalui surat No. 563/Set/DE/XII/2001 tgl 6-12-2001
Status : Monitoring
Dalam rapat Komisi Tgl 10-2-2002 diputuskan untuk mengundang Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral guna berdiskusi mengenai peraturan di bidang Migas.
Status : menunggu pertemuan dengan Menteri ESDM
No. 389/KPPU/XI/ 2001 Tgl.13-11-2001
14-11-2001
Dalam rapat Komisi tgl. 10-2-2002 diputuskan masuk Buku II.
Status : Masuk Buku II
No. 389/KPPUXI/ 2001 Tgl. 13-11-2001
14-11-2001
Dalam rapat Komisi tgl. 10-2-2002 diputuskan masuk Buku II.
Status : Masuk Buku II
No. 389/KPPUXI/ 2001
14-11-2001
1. Sekretariat sudah mengirim surat No. 04/Set/DE/I/2002 tgl. 4-1-2002 kepada
Status : Masuk Buku II.
125
36.
37.
38.
39. 40.
41.
pembangunan pabrik karung plastik di PTP.
Tgl. 13-11-2001
Laporan CV Rombo Via Sejahtera tentang tender di BPEN Laporan tentang dampak negatif pengadaan barang dengan sistem aliansi di PT. Caltex Lelang Pengembangan TVRI
40/KPPU/XI/201 Tgl. 23-11-2001
23-11-2001
Dalam rapat Komisi tgl. 10-2-2002 diputuskan masuk Buku II.
Status : Masuk Buku II
No. 417/KPPU/XI/ 2001 Tgl. 10-12-2001
11-12-2001
Sekretariat sudah mengirim surat kepada Pelapor memberitahukan bahwa laporannya diperlakukan sebagai informasi tambahan. Surat No. 06/Set/DE/I/2002 tgl 8-1-2002.
Status : Masuk Buku II.
No. 419/KPPU/XI/ 2001 Tgl. 10-12-2001
11-12-2001
Status : Masuk Buku II.
No. 13/KPPU/I/2002 Tgl/ 9-1-2002 No.22/KPPU/I/200 2 Tgl. 14-1-2002
9-1-2002
Sekretariat sudah mengirim surat kepada Pelapor untuk menegaskan keseriusan dalam melapor sebab laporan pertama tidak ditandatangani. Surat No. 05/Set/DE/I/2002 tgl. 8-1-2002. Komisi memutuskan bahwa KKN bukan merupakan kewenangan KPPU
15-1-2002
Komisi memutuskan bahwa penyelundupan bukan merupakan kewenangan KPPU
Status : Masuk Buku II
161/KPPU/III/2002 Tgl. 28/3/2003
28/3/2002
1. Laporan mengenai kewenangan wajib pungut PPN oleh BUMN.
Status : Masuk ke Dir.
Informasi tentang KKN di berbagai Komoditi Informasi (surat kaleng) tentang penyelundupan gula dan beras di Kalimantan Barat. Laporan Mulia Tarigan, Dirut
Pelpaor untuk melengkapi laporannya. 2. Pelapor tidak melengkapi laporannya.
126
Status : Masuk Buku II
Masyarakat Pratama Anindita.
2. Sudah dijawab melalui surat No. 68/Set/DE/IV/2002 tgl. 19 April 2002 bahwa perkara bukan kewenangan KPPU, materi laporan diperlakukan sebagai bahan kajian KPPU dalam rangka memberikan saran dan pertimbangan. 3. Berkas laporan asli telah diserahkan kepada Dir. Pengkajian pada tanggal 7 Februari 2003
Pengkajian
42.
Laporan PT. Tisa Perkasa tentang Permohonan Pembatalan Pelelangan Pekerjaan di Kilang Pertamina UP-VI Balongan
190/KPPU/IV/2002 tgl. 9-9-2002
10-4-2002
1. Pemeriksaan Pendahuluan dari tgl. 5-62002 s/d Tgl. 16-7-2002. 2. Penetapan dibacakan tanggal 16-7-2002, bahwa pemeriksaan Tidak dilanjutkan ke tahap Pemeriksaan Lanjutan karena tidak ada dugaan kuat adanya pelanggaran. 3. Majelis yang menengani : a. Mohammad Iqbal (Ketua) b. Tadjuddin Noersaid (Anggota) c. Bambang P. Adiwiyoto (Anggota) d. Goprera Panggabean (Investigator) e. Dendy R. Sutrisno (Investigator) f. Nur Muhamaad (Investigator) g. Setya Budi Yulianto (Investigator) h. Ando Fahda Aulia (Panitera) i. Astrid Iswandari (Panitera) j. Demayanti Noersaid (Panitera)
Status : Penanganan perkara selesai.
43.
Laporan PT. Sari
193/KPPU/IV/2002
10-4-2002
1. Sekretariat sudah mengirim surat No.
Status : Masuk
127
Prambanan tentang tender di PT. Caltex Pacific Indonesia No. Q045660-00000000 tanggal penutupan 19 April 2002
tgl. 10-4-2002
44.
Laporan Togar SM Sijabat tentang pemberhentian karyawan
222/KPPU/IV/2002 tgl. 18-4-2002
45.
Laporan divestasi saham PT. Kaltim Prima Coal
46.
Surat tembusan dari Ombudsman
285/KPPU/V/2002 tgl. 10-5-2002
19-4-2002
14-5-2002
67/Set/DE/IV/2002 tgl 18 April 2002, bahwa laporan tidak jelas dan lengkap. 2. Pelapor memberikan balasan bahwa laporan tersebut merupakan laporan baru yang jelas. 3. Terhadap surat tersebut Komisi memutuskan bahwa laporan tersebut dianggap belum jelas. 4. Terhadap putusan Komisi, Sekretariat telah memberitahukan kepada Pelapor melalui surat No. 92/Set/DE/V/2002 tgl. 22-5-2002. Pelapor tidak melengkapi laporan. Sudah dijawab bahwa perkara bukan merupakan kewenangan KPPU melalui surat No. 75/Set/DE/IV/2002 tgl. 22 April 2002
1. Laporan disampaikan lewat Bpk. Faisal H. Basri. 2. Resume sudah disiapkan secretariat. 3. Diputuskan dalam rapat Komisi tgl. 23-52002 laporan masuk Buku II. 1. Surat menyatakan adanya indikasi praktek monopoli oleh PT. Louis Dreyfus Indonesia dalam penerimaan kredit ekspor dari USDA. 2. Resume sudah disiapkan secretariat. 3. Diputuskan dalam rapat Komisi tgl. 23-52002 agar secretariat menyiapkan surat tanggapan kepada Ombudsman. 4. Tanggapan dari Ombudsman belum ada.
128
Buku II.
Status : Penanganan laporan selesai
Status : Masuk Buku II.
Status : Penanganan laporan selesai.
47.
Laporan dari Himpunan Masayarakat Anti Monopoli (HIMAM) tentang praktek Monopoli di Pelabuhan Tanjung Priok.
48.
Laporan KKN di PT. Sarinah
49.
Laporan PT. SNS tentang perlakuan diskriminatif di Bappebti (Depperindag)
294/KPPU/V/2002 Tgl. 14 Mei 2002
300/KPPU/V/2002 Tgl. 17-5-2002
14-5-2002
18-5-2002
1. Pelapor menyatakan adanya praktek monopoli yang dilakukan oleh PT. Pelindo II di Pelabuhan Tanjung Priok. 2. Resume telah disiapkan secretariat. 3. Diputuskan dalam rapat tgl. 23-5-2002 agar Sekretariat meminta kelengkapan data dari Pelapor. 4. Sekretariat sudah mengirim surat No. 98/Set/DE/V/2002 tgl. 31 Mei 2002. 5. Tanggapan belum ada. 6. Diputuskan oleh Komisi masuk monitoring. 1. Melaporkan berbagai bentuk KKN di PT. Sarinah. 2. Pelapor tidak jelas. 3. Resume sudah disiapkan secretariat. 4. Diputuskan dalam rapat tgl. 23-5-2002, laporan masuk Buku II.
Status : Monitoring.
1. Pelapor menyatakan bahwa Bappebti telah melakukan tindakan sewenangwenang. 2. Resume telah disiapkan Sekretariat. 3. Diputuskan dalam rapat tgl. 23-5-2002 agar secretariat mengundang Pelapor untuk dimintakan informasi tambahan. 4. Pertemuan telah terlaksana. 5. Diputuskan oleh Komisi karena solusi telah diambil leh Deperindag, maka penanganan laporan selesai.
Status : Penanganan laporan selesai.
129
Status : Masuk Buku II.
50
Laporan tentang tender pengadaan karcis komputer di PT. KAI
330/KPPU/V/2002 Tgl. 31 Mei 2002
4-6-2002
51.
Laporan tentang pendirian rumah sakit
432/KPPU/VII/200 2 Tgl. 4 Juli 2002
5-7-2002
52.
Laporan tentang dugaan pelanggaran Kepres 18/2000 di Kalteng
433/KPPU/VII/200 2 Tgl. 4-7-2002
5-7-2002
53.
Laporan tentang dugaan monopoli oleh Cineplex 21Group
439/KPPU/VII/200 2
5-7-2002
1. Identitas pelapor tidak jelas jelas. 2. Informasi dan dokumen yang diserahkan masih belum lengkap dan jelas. 3. Direncanakan Pelapor akan dimintakan klarifikasi. 4. Pelapor tidak dapat dihubungi. 1. Diputuskan oleh Komisi agar sekretariat mengirim surat kepada Pelapor bahwa laporan bukan yurisdiksi KPPU, namun kepada instansi yang berwenang akan diberikan saran dan pertimbangan. 2. Sekretariat telah mengirim surat kepada Pelapor. 1. Diputuskan oleh Komisi agar sekretariat mengirim surat kepada Pelapor untuk memberikan keterangan dan dokumen tambahan. 2. Sekretariat telah mengirim surat kepada Pelapor , tapi tidak ada jawaban.
1. Pemeriksaan Pendahuluan dari tgl. 2 –82002 s/d 12-9-2002. 2. Pemeriksaan Lanjutan 13-9-2002 s/d 912-2002. 3. Majelis yang menangani : a. Faisal H. Basri (Ketua) b. Syamsul Maarif (Anggota) c. Tadjuddin Noersaid (Anggota)
130
Status : Menunggu pertemuan dengan Pelapor. Status : Penanganan laporan selesai.
Status : Masuk buku II.
Status : Pemeriksaan Lanjutan.
d. e. f. g. h. i. j. 54.
55.
56.
57.
58.
Laporan tentang praktek persaingan usaha tidak sehat di industri pertimahan ansional Laporan tentang tender di Unocal Indonesia Company Tembusan surat kepada Menperindag mengenai rayonisasi pemasaran semen. Laporan tentang tender repair & testing services old CNOOC Valves Permohonan pertemuan dengan KPPU untuk
Siswanto (Investigator) Dedy Sani Ardi (Investigator) Harun Al Rasyid (Investigator) Setya Budi Yulianto (Investigator) Sapta Riana sari (Panitera) Dema Nursaid (Panitera) Tutik Yuniar (Panitera).
444/KPPU/V II/2002 Tgl. 10-7-2002
10-7-2002
1. Resume sedang disipkan Sekretariat . 2. Diputuaskan oleh Komisi untuk mengundang Menperindag.
Status : Undangan belum terlaksana.
457/KPU/VII/2002 16-7-2002
17-7-2002
Status : Penanganan laporan selesai
473/KPPU/VII/200 2 23 Juli 2002
5-8-2002
1. Resume sedang disipkan Sekretariat . 2. Diputuskan laporan merupakan informasi tambahan bagi kasus pembagian kerja antara PT. CT. dan SPIJ. Arsip
478/KPPU/VII/200 2 30 Juli 2002
31-7-2002
1. Karena laporanditulis dalam bahasa Inggeris, maka DE mengirim surat agar laporan ditulis dalam bahasa Indonesia. 2. Pelapor tidak memberikan jawaban.
Status : Masuk Buku II.
485/KPPU/VIII/20 02 1-8-2002
1-8-2002
Materi surat bukan merupakan laporan adanya dugaan pelanggaran UU No. 5 Tahun 1999.
Status : Penanganan laoran selesai.
131
Status : Selesai
59.
membicarakan perlakuan tidak adil oleh Direktur Teknik MIGAS. Laporan tentang Telkomnet Instant
491/KPPU/VIII/20 02 5-8-2002
5-8-2002
60.
Laporan tentang kartel semen oleh MNC
361/KPPU/VIII/20 02 27-8-2002
28-8-2002
61.
Tembusan surat mengenai sertifikat jasa konstruksi
368/KPPU/VIII/20 02 28-8-2002
29-8-2002
1. Pertemuan dengan pelapor sudah dilaksanakan tgl. 21-8-2002. Dalam pertemuan tersebut pelapor telah diminta untuk melengkapi laporannya. 2. Pelapor telah melengkapi laporannya pada tgl. 4-9-2002 3. Resume dan rekomendasi sudah disiapkan Sekretariat. 4. Rapat Komisi tgl. 12-9-2002 diputuskan masuk Buku II karena bukti belum cukup. 1. Masih diteliti oleh Sekretariat. 2. Memanggil pelapor untuk klarifikasi. 3. Pertemuan dengan Pelapor sudah dilaksanakan tgl. 11-9-2002, Pertemuan selanjutnya dilaksanakan pada tgl. 23-92002. 4. Sekretariat masih memerlukan klarifikasi, surat sudah disampaikan tgl. 30-9-2002. 5. Pelapor sudah menyampaikan jawabannya. 6. Resume sudah disiapkan sekretariat. 7. Rapat Komisi tgl 17-10-2002 memutuskan masuk Buku II. 1. Surat ditujukan kepada Mensesneg, KPPU hanya menerima tembusan. 2. Materi mengenai keberatan penggunaan UU No. 5/1999 oleh LPJK GAPENSI.
132
Status : Masuk Buku II.
Status : Masuk Buku II.
Status : File
62.
Penolakan menjadi peserta tender oleh panitia tender di Riau Tembusan surat mengenai impor garam di Medan
600/KPPU/IX/2002 17-9-2002
17-9-2002
Laporan tidak dilengkapi, masuk Buku II
Status : Masuk Buku II
602/KPPU/IX/2002 17-9-2002
17-9-2002
Status : File
64.
Pengadaan peralatan operasional RSUD Kota Dumai, Riau. TA 2002
619/KPPU/IX/2002 23-9-2002
25-9-2002
65.
Kejanggalan/Penyi mpangan pelaksanaan prakualifikasi/lelan g
620/KPPU/IX/2002 23-9-2002
25-9-2002
66.
Pengadaan pera latan Radiologi RSUD Karimun di Dinas Kesehatan Propinsi Riau
621/KPPU/IX/2002 23-9-2002
25-9-2002
1. Surat ditujukan kepada Kepala Dinas Depperindag Sumut. 2. Materi mengenai tangapan atas teguran tentang impor garam 1. Adanya penetapan harga terendah wajar dan maksimal wajar sebesar 7% dari owner estimate yang dianggap bertentangan dengan Kepres 18 Tahun 2000. 2. Sekretariat sudah menjawab agar laporan diperbaiki karena belum lengkap dan jelas 3. Laporan tidak dilengkapi, masuk Buku II 1. Adanya persyaratan yang spesifikasi menyebut merk barang. 2. Sekretariat sudah menjawab agar laporan diperbaiki karena belum lengkap dan jelas 3. Laporan tidak dilengkapi, masuk Buku II 1. Pengumunan tender hanya ditempatkan di Kantor Dinas Kesehatan Propinsi Riau dan KADINDA. 2. Barang yang akan dilelangkan mengarah pada tipe dan merk tertentu (Toshiba).. 3. Sekretariat sudah menjawab agar
63.
133
Status : Masuk Buku II
Status : Masuk Buku II
Status : Masuk Buku II
laporan diperbaiki karena belum lengkap dan jelas 4. Laporan tidak dlengkapi, masuk Buku II
67.
Pengadaan peralatan Radiologi I paket RSUD Karimun TA. 2002
622/KPPU/IX/2002 23-9-2002
25-9-2002
1. Pengumunan tender hanya ditempatkan di Kantor Dinas Kesehatan Propinsi Riau dan KADINDA. 2. Adanya alasan penolakan yang dibuatbuat untuk mejadi peserta lelang. 3. Sekretariat sudah menjawab agar laporan diperbaiki karena belum lengkap dan jelas. 4. Laporan tidak dilengka pi, masuk Buku II
Status : Masuk Buku II
68.
Lelang pengadaan alat-alat kesehatan di RSUD Kab. Kuantan Singingi, Riau
623/KPPU/IX/2002 23-9-2002
25-9-2002
1. Lelang senilai 4.900.000.00 melalui penunjukan langsung bukan tender terbuka yang diduga melanggar Kepres No. 18 Tahun 2000. 2. Sekretariat sudah menjawab agar laporan diperbaiki karena belum lengkap dan jelas 3. Laporan tidak dilengkapi, masuk Buku II
Status : Masuk Buku II
69.
Pengadaan peralatan operasional pelayanan rumah sakit kota
624/KPPU/IX/2002 23-9-2002
25-9-2002
1. Materi laporan mengenai penatapan pemenang tender bukan oleh penawar terendah, sehingga diduga melanggar Kepres No. 18 Tahun 2000.
134
Status : Masuk Buku II
Dumai
2. Sekretariat sudah menjawab agar laporan diperbaiki karena belum lengkap dan jelas. 3. Laporan tidak dilengkapi, masuk Buku II
70.
Tembusan surat sanggahan lelang pengadaan peralatan non medis RS Umum Daerah Cengkareng pada Dinas Kesehatan DKI
626/KPPU/IX/2002 25-9-2002
26-9-2002
71.
Tembusan surat sanggahan lelang pengadaan peralatan non medis RS Umum Daerah Cengkareng pada Dinas Kesehatan DKI Tembusan surat dari PT. Sari Prambanan kepada Total Final Elf E&P Indonesie Laporan tentang
627/KPPU/IX/2002 25-9-2002
26-9-2002
653/KPPU/X/2002 7-10-2002
9-10-2002
1. Materi mengenai keberatan akan adanya diskualifikasi sebagai peserta tender di TotalFinal Elf E&P. 2. Masuk Buku II
Status : Masuk Buku II
665/KPPU/X/2002
18-10-2002
1. Materi tentang adanya kewajiban
Status :
72.
73.
1. Penentuan barang sudah secara spesifik menyebut merk (Datascrip). 2. Pemenang tender adalah penawar terendah no. 4.
1. Penentuan barang sudah secara spesifik menyebut merk (Datascrip). 2. Pemenang tender adalah penawar terendah no. 4
135
Status : File
Status : file
perlakuan ekslusif PT. Garuda Indonesia kepada Abacus Indonesia dalam CRS (computerized reseservation system)
9-10-2002
penggunaan crs abacus kepada travel agent untuk pemesanan tiket garuda route dalam negeri. 2. Laporan belum lengkap dan jelas, sehingga dilakukan klarifikasi dengan Pelapor tgl. 22-10-2002. 3. Dalam klarifikasi disepakati bahwa pelapor akan memberikan laporan baru yang lebih jelas dan bukti tambahan. 4. Pelapor sudah melengkapi laporannya, resume sudah disiapkan Sekretariat. 5. Komisi memutuskan untuk meminta Pelapor memperbaiki laporannya. 6. Sekretariat telah mengirim surat kepada Pelapor untuk memperbaiki laporannya 7. Pelapor telah memperbaiki laporannya. Resume telah disiapkan Sekretariat. 8. PT. Garuda Indonesia telah diundang Sekretariat pada hari senin tgl. 2-122002. 9. PT. Garuda meminta pertemuan diundur. 10. Pertemuan telah dilaksanakan tgl. 18-122002. Dalam Pertemuan tersebut disepakati akan bertemu lagi pada pertengahan Januari 2003. 11. Pertemuan selanjutnya dilaksanakan tgl. 16 Januari 2003. 12. Seklretariat sudah menyiapkan resume untuk diputuskan Rapat Komisi. 13. Tanggal 6 Februari 2003Rapat Komisi memutuskan laporan masuk ke Pemeriksaan Pendahuluan. 14. kabag. Pengaduan dan Persidangan telah menyerahkan berkas asli laporan kepada
136
Pemeriksaan Pendahuluan
74.
75.
Tembusan surat dari PT. Sari Prambanan kepada Unocal Indonesia Company
689/KPPU/X/2002 17-102002
Laporan pengaduan KKN di Pemerintah Kab. Semarang
695/KPPU/X/2002 21-10-2002
21-10-2002
1. 2. 3.
22-10-2002
1.
2. 3. 4. 5. 6.
76.
Laporan dugaan persekongkolan di Pemda Cianjur.
720/KPPU/X/2002 29-10-2002
30-10-2002
kabag. Penyelidikan pada tanggal 7 Februari 2003. Materi mengenai dokumen tender yang mensyaratkan pengadaan barang dengan menyebut merk tertentu. Sekretariat sdah mengirim surat kepada UNOCAL untuk dimintakan klarifikasi. Penyelesaian denga mengundang Ketua BP Migas, Menteri ESDM, dan Menperindag. Materi melaporkan tentang adanya penyimpangan Kepres 18 Tahun 2002 berupa penunjukan langsung untuk proyek senilai diatas 1 milyar. Laporan belum lengkap dan jelas. Sekretariat sudah mengirim surat kepada Pelapor untuk melengapi laporannya. Pelapor sudah melengkapi laporannya dan sedang dipelajari oleh Sekretariat Sekretariat mengundang Pemda Semarang untuk klarifikasi. Pemda Semarang tidak datang, namun akan mengirim bahan yang diperlukan dengan segera. Pelapor tidak melengkapi laporannya sampai dengan 10 hari setelah surat disampaikan kepada pelapor.
1. Surat pertama mengenai permohonan audiensi. 2. Dalam audiensi disampaikan mengenai dugaan adanya persekongkolan dalam pelaksanaa pembuatan jalan di Kab.
137
Status : Masuk Buku II
Status : Masuk Buku II.
Status : Masuk Buku II.
77.
78.
79.
80.
Cianjur, senilai 2,7 milyar. Namun laporan dianggap belum lengkap dan jelas. 3. Sekretariat telah mengundang Pemda Cianjur untuk klarifikasi. 4. Pelapor tidak melengkapi laporannya. Laporan diselesaikan dengan mengundang Ketua BP Migas, Menteri ESDM, dan Menperindag.
Tembusan surat dari PT. Sari Prambanan kepada Unocal Indonesia Company. Tembusan surat dari PT. Sari Prambanan kepada BP. Indonesia Laporan persekongkolan dalam pelelangan pengadaan barang/jasa di Pemprov DKI Jakarta
740/KPPU/XI/2002 4-11-2002
2-11-2002
742/KPPU/XI/2002 5-11-2002
11-11-2002
Materi laporan tidak jelas
Status : File
750/KPPU/XI/2002 7-11-2002
12-11-2002
1. Materi laporan mengenai adanya dugaan persekongkolan dalam penentuan pemenang tender. 2. Laporan dianggap tidak jelas dan lengkap, Sedang dimintakan kelengkapan dan kejelasan laporan kepada Pelapor.
Status : Masuk Buku II.
Laporan dugaan persekongkolan tender di Ditjen Dagri Depperindag
753/KPPU/XI/2002 8-11-2002
12-11-2002
1. Materi laporan mengenai adanya dugaan persekongkolan tender sistem informasi. 2. Tuntutan berupa ganti rugi sebesar 200 juta dan teguran keras. 3. Sekretariat mengundang Pelapor untuk klarifikasi pada hari jumat, tanggal 2211-2002. 4. Dalam klarifikasi terungkap laporan keliru, karena pelapor bukan merupakan pihak yang dirugikan.
Status : Masuk Buku II.
138
Status : Masuk Buku II.
81.
Laporan dugaan persekongkolan dalam penentuan pemenang tender di Unocal dan TotalFinalElf.
762/KPPU/XI/2002 14-11-2002
14-11-2002
82.
Tembusan surat dari DPD GAPEKNAS Jateng kepada Panitia Bina Marga Jateng
/KPPU/XI/2002 20-11-2002
20-11-2002
83.
Laporan ttg dugaan pelanggaran oleh Master Franchise Gymboree Indonesia
798/KPPU/XI/2002 29 November 2002
12-12-2002
1. Materi laporan adalah mengenai adanya dugaan persekongkolan dalam penentuan pemenang tender berupa penyebutan nama-nama pabrik tertentu yang dapat diikutsertakan dalam tender. 2. Sekretariat sudah mengirim surat kepada Total, namun belum ada balasan. 3. Laporan diselesaikan dengan mengundang Ketua BP. Migas, Menteri ESDM, dan Menperindag. 1. Gapeknas keberatan dengan adanya pengumuman dari Bina Marga, sehubungan dengan persyaratan dalam pengadaan di Bina Marga yang mengharus-kan peserta mempunyai sertifikat Asosiasi yang diakreditasi dan diregistrasi oleh LPJK. 2. Diusulkan untuk dibahas oleh Tim penyusun guideline tender dan dikoordinasikan oleh Direktorat Pengkajian. 1. Materi laporan ttg adanya dugaan pelanggaran UU No. 5 Tahun 1999 dalam bidang franchise. 2. Pelapor diundang tgl. 9-1-2003 jam 10.00. 3. Dalam pertemuan disepakati bahwa laporan untuk dapat diproses lebih lanjut harus dirubah karena laporan tidak lengkap dan jelas. 4. Laporan yang telah diperbaharui diserahkan Pelapor tanggal 3 Februari
139
Status : Masuk Buku II.
Status : Masuk Kajian.
Status : Masuk Buku II.
2003. 5. Tanggal 6 Februari 2003 Sekretariat mengirimkan surat kepada Pelapor agar melengkapi dokumen bukti. 6. Sampai batas waktu yang diatur, pelapor tidak melengkapi laporannya.
84.
Laporan adanya persekongkolan dalam tender kendaraan di Pertamina Unit Pengolahan II Dumai
816/KPPU/XII/200 2 13-12-2002
16-12-2002
85.
Laporan ttg dugaan persekongkolan tender oleh TotalFinalElf E&P Indonesie, SPIJ, dan CT.
819/KPPU/XII/200 2 16-12-2002
16-12-2002
86.
Laporan pelanggaran UU 5/99 oleh Pemerintah dalam penetapan kebiajakan tata
842/KPPU/XII/200 2 27-12-2002
27-12-2002
1. Materi tentang dugaan persekongkolan oleh oknum Pertamina dengan oknum pegawai perusahaan pelapor. 2. Laporan belum lengkap dan jelas. 3. Sekretariat mengundang pelapor untuk klarifikasi tgl. 17-1-2003. 4. Sampai dengan 10 hari sejak surat disampaikan, Pelapor tidak melengkapi laporannya. 1. Materi laporan tentang adanya dugaan persekongkolan dalam tendet pengadaan casing dan tubing. 2. Laporan belum lengkap dan jelas. 3. Sekretariat sedang memintakan kelengkapan laporan. 4. Laporan diselesaikan dengan mengundang Ketua BP. Migas, Menteri ESDM, dan Menperindag. 1. YLKI merasa bahwa keputusan Menperindag No. 643/MPP/Kep/IX/2002 ttg Tata Niaga Impor Gula telah melanggar UU 5 Tahun 1999. 2. Sekretariat telah mengirim surat kepada pelapor untuk menambah informasi bagi
140
Status : Masuk Buku II.
Status : Masuk Buku II.
Status : Masuk Buku II.
niaga impor gula 3.
87.
Surat mengenai dugaan penyalahgunaan jabatan dalam penentuan pemenang tender
850/KPPU/XII/200 2 301202003
88.
Tembusan surat mengenai sanggahan pemenang lelang di PT. Expan Nusantara
04/KPPU/I/2003 & 05/KPPU/I/2003 Tgl. 3-1-2003
7-1-2003
89.
Tembusan surat kepada Gubernur DKI mengenai praktek KKN di Pemda DKI.
09/KPPU/I/2003 6-1-2003
8-1-2003
90.
Laporan ttg kartel DOC
16/KPPU/I/2003 8-1-2003
9-1-2003
6-1-2003
1.
2. 3.
KPPU dalam rangka memberikan saran kepada Pemerintah. Sesuai dengan keputusan rapat tanggal 6-2-2003 Komisi agar mengirim surat kepada Menperindag untuk mendapatkan perhatian. Materi surat mengenai adanya dugaan penyalahgunaan jabatan dalam penentuan pemenang tender gedung SD senilai Rp. 212.000.000 di Riau. Penelitian secretariat. Laporan mengenai KKN.
1. Materi surat mengenai sanggahan ditetapkannya 2 pemenang tender yang tidak memenuhi pesyaratan tender. 2. Laporan belum lengkap dan jelas. 3. Sekretariat mengirim surat kepada Pelapor untuk melengkapi dan memperjelas laporannya. 4. Sampai dengan 10 hari setelah surat disampaikan, pelapor tidak melengkapi laporannya. 1. Materi laporan mengenai dugaan adanya KKN dalam pengadaan barang di Pemda DKI, yang diperkirakan merugikan Negara sedikitnya 7 Milyar. 2. Penelitian secretariat. 3. Hasil penelitian, laporan menyangkut KKN. 1. Materi laporan mengenai adanya dugaan kartel oleh beberapa pelaku usaha dalam menentukan harga DOC
141
Status : Masuk Buku II.
Status : Masuk Buku II.
Status : Masuk Buku II.
Status : monitoring
2. Rapat sekretariat memutuskan untuk masuk dalam monitoring. 1. Materi laporan mengenai adanya dugaan pelanggaran UU No. 5/1999 berupa penentuan pemenang tender di Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat. 2. Laporan belum lengkap dan jelas. 3. Sekretariat telah mengirim surat kepada pelapor untuk memperbaiki laporannya. 4. Sampai dengan 10 hari sejak surat disampaikan, pelapor tidak melengkapi laporannya.
91.
Laporan dugaan pelanggaran UU No. 5/1999 di Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat
17/KPPU/I/2003 9-1-2003
14-1-2003
92.
Laporan mengenai dugaan pelanggaran oleh PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk.
56/KPPU/I/2003 28-102003
28-1-2003
1. Materi laporan mengenai dugaan pelanggaran pasal 6,8,10,14,15,19,21,25,dan 26 oleh PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. 2. Laporan belum lengkap dan jelas. Sekretariat sudah mengirim surat No. 31/Set/DE/2003 tgl. 3-2-2003 untuk meminta kelengkapan laporan. 3. Sampai dengan 10 hari sejak surat disampaikan, pelapor tidak melengkapi laporannya.
Status : Masuk Buku II
93
Laporan tentang dugaan pelanggaran UU No. 5/1999 dalam hal usaha
77/KPPU/II/2002 3-2-2003
3-2-2003
1. Laporan mengenai adanya dugaan persaingan usaha tidak sehat (Ps.6) dan Persekongkolan (Ps.24) yang dilakukan oleh mantan franchisee dari PT. Tumble Tots yang kemudian menjadi franchisee
Status : Masuk Buku II
142
Status : Masuk Buku II.
franchise play group.
94
Laporan Dugaan terjadinya persekongkolan dalam tender di Deperindag
dari PT. Gymboree. 2. Laporan belum lengkap dan jelas. Sekretariat sudah mengirim surat No. 35/Set/DE/II/2003 tgl. 6-2-2003 untuk meminta kelengkapan laporan. 3. Sampai dengan 10 hari sejak surat disampaikan, pelapor tidak melengkapi laporannya. 126/KPPU/II/2003 17 Februari 2003
17-2-2003
1. Laporan mengenai dugaan persekongkolan dalam tender (Ps.22) atas proyek pengembangan iklim usaha dan informasi perdagangan dalam negeri di Departemen Perindustrian dan Perdagangan oleh PT. Quadra Solution. 2. Laporan belum lengkap dan jelas. Sekretariat sudah mengirim surat No. 45/Set/DE/II/2003 tgl. 24-2-2003 untuk meminta tambahan bukti dan data. 3. Sekretariat mengundangan Terlapor (pimpinan proyek pengembangn iklim usaha dan informasi perdagangan) untuk klarifikasi pada tanggal 27 Februari 2003 jam.10.00 WIB 4. Tanggal 27 Februari 2003 dilakukan klarifikasi terhadap Terlapor yang dihadiri oleh: Deperindag: Sahudi (Pimpro) dan Jamhir (bendahara proyek). KPPU: Kurnia Sya’ranie, Malino, Ismed Fadillah, Arnold, Endah. 5. Terlapor (Sahudi) menyerahkan datadata berupa: a. Dokumen Administrasi dan Teknis
143
Status : Masuk Buku II
dari PT. Quadra Solution. Dokumen Usulan Biaya dari PT. Quadra Solution. c. Biodata Perusahaan Quadra Solution. d. Surat Pernyataan No.018/QS/ASS/III/03 dari Dirut PT. Quadra Solution. e. Surat Keterangan No.002/S.KETRHRD/QS/II/03 dari Manager HRD PT. Multidata Rencana Prima. f. Surat Permohonan Pengunduran Diri Sri Buana Andaya. g. Curriculum Vitae Swi Buana Andaya. 6. Sampai dengan 10 hari sejak surat disampaikan, pelapor tidak melengkapi laporannya. 7. Tanggal 12 Maret 2003 Pelapor menyerahkan tambaha data berupa 2 buah kaset rekaman pembicaraan antara ; 1. Swi (Pelapor) dengan Sahudi (Terlapor II) 2. Swi (Pelapor) dengan Yuwelis 8. Pada tanggal 27 Maret 2003, Terlapor II (Sahudi) menyerahkan dokumendokumen, antar lain : a. Dokumen pengadaan soft ware sistem manajemen informasi Ditjen. PDN tahun anggaran 2002. b. Dokumen Administrasi & Teknik, Dokumen Usulan biaya PT. Innerindo Dinamika Konsultan b.
144
c.
Dokumen Administrasi & Teknik, Dokumen Usulan biaya PT. Atlas Deltasatya. d. Dokumen Administrasi & Teknik, Dokumen Usulan biaya PT. Waindo Specterra e. Dokumen Administrasi & Teknik PT. Nusa Consultans f. Dokumen Administrasi & Teknik, Dokumen Usulan biaya PT. Sanitek Konsultindo g. 1 lembar kwitansi No.01097/Pro2/IV/2002 & 1 lembar jadwal iklan baca pengumuman lelang 9. Resume telah disiapkan oleh sekretariat pada tanggal 10 April 2003 untuk diputuskan dalam Rapat Komisi. 10. Sekretariat telah mengirimkan surat No. 202/K/IV/2003 kepada Itjen Deperindag tanggal 14 April 2003 yang berisi bahwa KPPU mendukung tindakan pemeriksaan yang dilakukan oleh Itjen, agar pemeriksaan tersebut dilaksanakan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku, dan apabila dikemudian hari hasil dari pemeriksaan tidak dilaksanakan maka tidak tertutup kemungkinan bagi KPPU untuk memeriksa perkara tersebut. 95
Laporan adanya persekongkolan tender kendaraan
167/KPPU/II/2003 25 Februari 2003
25 Februari 2003
1. Laporan mengenai dugaan adanya persekongkolan dalam tender pengadaan barang di Pertamina Unit II Dumai.
145
Status : Masuk Buku II
di Pertamina unit Pengolahan II Dumai
96
Laporan/informasi mengenai pemilihan calon mitra KTP di Sumedang
2. Sekretariat telah mengirimkan surat No.53/SET/DE/II/2003 tanggal 28 Februari 2003 bahwa tindakan pertamina yang memutuskan perjanjian secara sepihak merupakan tindakan wanprestasi, dan apabila akan dikaitkan dengan dugaan persekongkolan maka laporan belum lengkap dan jelas, sehingga diperlukan tambahan buktibukti. 3. Sampai dengan 10 hari sejak surat disampaikan, pelapor tidak melengkapi laporannya. 193/KPPU/III/2003 10 Maret 2003
10 Maret 2003
1.
Materi laporan mengenai adanya penyimpangan yang dilakukan oleh Panitia Pemilihan/Seleksi di Dinas Kehutanan Kab. Sumendang dalam memilih/menyeleksi perusahaan sebagai calon mitra kelompok tani penghijauan, yang hanya didasarkan pada hasil kesepakatan bersama antara panitia pemilihan/seleksi dengan KADINDA dan Asosiasi Perusahaan (ARDIN & ASPANJI). 2. Sekretariat telah mengirimkan surat kepada Panitia Pemelihan/Seleksi calon mitra proyek stabilisasi tanah & usaha tani lahan kering sub-das citarik kab. Sumedang dengan No.79/SET/DE/III/2003 tanggal 25 Maret 2003, untuk minta klarifikasi mengenai : a. Proses penunjukkan 14 Perusahaan sebagai calon mitra KTP yang hanya berdasarkan pada hasil
146
Status : Masuk Buku II
kesepakatan bersama antara panitia seleksi/pemilihan dengan KADINDA & Asosiasi Perusahaan (ARDAN & ASPANJI) b. Diantara 14 perusahaan yang telah ditetapkan ada 4 perusahaan yang tidak termasuk perusahaan golongan kecil yaitu CV. Karya Tepat, CV. Pasir Putih, CV. Pangadegan, CV. Nugraha c. Ada perusahaan yang tidak mendaftar namun oleh panitia pemilihan/seleksi dinyatakan lulus seleksi menjadi calon mitra. 3. Panitia Seleksi calon mitra KTP telah mengirimkan surat jawaban tertanggal 1 April 2003 yang menjelaskan antara lain : a. Proses pemilihan calon mitra sudah menempuh proses dan mekanisme penyeleksian Badan Usaha sesuai Kepres No.18 tahun 2000, Kepres No.42 tahun 2002, Surat Dirjen Bina Bangda No.050/227/V/Bangda tanggal 17 Januari 2003 perihal pemilihan mitra pada proyek upland Citarik Loan OECF IP-455. Bahwa pernyataan hasil kesepakatan bersama itu tidak benar, sebagaimana sanggahan surat Ketua Kadin No.022/Kadin/SDM/II/2003 perihal Daftar rekanan mampu yang menyatakan bahwa pendapat Kadin menjamin dan menyepakati hasil seleksi adalah pernyataan tidak benar
147
dan tidak bisa dipertanggungjawabkan. b. Bahwa pekerjaan pengadaan saprotan proyek UPLDP Sub DAS Citarik merupakan pola kerjasama (SPKS) antara KTP peserta proyek dengan mitra yang terseleksi sesuai dengan pilihan masing-masing KTP. Dalam pola kerjasama SPKS ini tidak ada pengecualian kualifikasi kepada perusahaan untuk berpartisipasi dan bekerjasama dengan Kelompok Tani Penghijauan (KTP). c. Bahwa berdasarkan hasil skoring panitia seleksi terdapat calon mitra sebanyak 17 perusahaan namun 3 diantaranya tidak didukung kelengkapan administrasi sehingga diputuskan hanya 14 perusahaan sebagai calon mitra yang terseleksi, sehingga wacana ada yang tidak mendaftar lulus seleksi adalah tidak benar. 97
Laporan dugaan KKN pada proyek pemeliharaan jalan dan jembatan di Pelaihari (Kal-Sel)
197/KPPU/III/2003
10 Maret 2003
1. Materi Laporan mengenai dugaan KKN atas pelaksanaan proyek peningkatan jalan (pemeliharaan berkala jalan & pembangunan jembatan) yang dikerjakan sebelum pengesahan APBD kab. Tanah Laut tahun 2003. 2. Sekretariat telah mengirimkan surat kepada Bupati Tanah Laut dengan No.68/SET/DE/III/2003 tanggal 17 Maret 2003, untuk meminta klarifikasi
148
Status : Masuk Buku II
mengenai : a. Proses penunjukkan perusahaan pelaksana proyek yang dilakukan tanpa melalui tender. b. Sumber pendanaan proyek, dikarenakan belum disahkannya APBD tahun 2003. 98
Laporan mengenai tender di Pertamina Unit II Dumai
198/KPPU/III/2003 6 Maret 2003
11 Maret 2003
1. Materi laporan mengenai dugaan adanya persekongkolan dalam tender material Catalyst Ceramic Ball merk Huatian – China antara CV.Kosaka dengan Pertamina Unit II Dumai. 2. Sekretariat telah mengirimkan surat No.65/SET/DE/III/2003 tanggal 14 Maret 2003 bahwa laporan merupakan permasalahan hukum hak atas kekayaan intelektual dan apabila akan dikaitkan dengan dugaan pelanggaran UU No.5/1999 maka laporan belum lengkap dan jelas, serta diharapkan adanya tambahan bukti-bukti antara lain : a. Adanya persyaratan tender yang diarahkan pada CV. Kosaka Utama – Dumai b. Kualifikasi perusahaan PT. Citra Prasidha Jaya sehingga layak untuk diikutkan dalam proses tender c. Adanya bukti korespondensi Pertamina yang mendukung CV. Kosaka Utama - Dumai d. Bukti-bukti lain yang dapat mendukung persekongkolan tersebut. 3. Pelapor mengirimkan surat
149
Status : Masuk Buku II
No.072/LP/LT/III/2003 perihal Jawaban atas surat KPPU No.65/SET/DE/III/2003 yang menyampaikan antara lain : a. Tidak dapat memenuhi permintaan data/dokumen tentang hubungan pertamina dengan CV. Kosaka Utama, karena hal tersebut merupakan urusan internal pertamina yang bersifat rahasia. b. Pelapor mampu menyediakan informasi dan data yang bersangkutan dengan Pelapor dan akan mempersiapkan data dan bukti yang diminta. c. Bahwa seharusnya persaingan usaha tidak sehat dan menggunakan cara yang tidak jujur yang dilakukan oleh Pertamina dapat dilihat dari fakta yang sampai saat ini masih menggunakan produk milik Pelapor yang melanggar ketentuan prosedur tender sebagaimana mestinya. 99
Laporan mengenai persaingan usaha tidak sehat di Pertamina Padang.
224/KPPU/III/2003 19 Maret 2003
26 Maret 2003
1. Materi laporan mengenai adanya persaingan usaha tidak sehat di Pertamina cabang Padang unit pemasaran I Medan dalam pembagian quota pengangkutan BBM Solar/HSD. 2. Sekretariat telah mengirimkan surat No.96/SET/DE/IV/2003 tanggal 4 April 2003 bahwa laporan belum memenuhi syarat untuk dapat diproses lebih lanjut, dan diharapkan ada perbaikan laporan dengan disertai bukti-bukti antara lain :
150
Status : Masuk buku II
a. b. c. d. e.
100
Laporan mengenai Pelaksanaan Pekerjaan lebih dahulu di Kabupaten Simalungun.
248/KPPU/III/2003 Jo. 250/KPPU/III/2003
27 Maret 2003
Uraian kejadian yang lebih lengkap dan jelas. Identitas para pihak yang dilaporkan Maksud dan tujuan laporan Dugaan pasal dari UU No.5/1999 yang dilanggar Bukti-bukti lain yang dapat mendukung dugaan persaingan usaha tidak sehat di Pertamina.
1. Materi laporan mengenai adanya pelaksanaan pekerjaan lebih dahulu di kabupaten Simalungun sebelum APBD 2003 disetujui, dengan menggunakan metode pemilihan langsung. 2. Sekretariat telah mengirimkan surat No.95/SET/DE/IV/2003 kepada STOP OLI & Ganusa dan No.97/SET/DE/2003 kepada DPD Gapeknas, keduanya tanggal 4 April 2003 mengenai tanggapan bahwa laporan belum memenuhi syarat untuk dapat diproses lebih lanjut, dan diharapkan ada perbaikan laporan dengan disertai bukti-bukti antara lain : a. Uraian mengenai pelaksanaan pekerjaan lebih dahulu yang dikelola oleh : 1. Dinas PU Bina Marga Simalungun 2. Dinas Pengairan Simalungun 3. Dinas Perkimbangwil Simalungun b. Identitas para pihak yang
151
Status : Masuk buku II
dilaporkan Maksud dan tujuan laporan Dugaan pasal dari UU No.5/1999 yang dilanggar e. Bukti-bukti lain yang dapat mendukung dugaan persaingan usaha tidak sehat di Kabupaten Simalungun. 3. Rapat Komisi tanggal 27 Maret 2003 memutuskan bahwa Komisi akan menugaskan Direktur Eksekutif agar menunjuk 1 orang staf KPPU untuk mempelajari dan mengetahui tentang pembagian anggaran di DPR. c. d.
101
Laporan mengenai larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di provinsi Kalimantan Selatan
264/KPPU/III/2003
31 Maret 2003
1. Materi laporan mengenai adanya persekongkolan antara pihak Ardin dengan Gubernur Kalimantan Selatan yang telah mengeluarkan Surat Edaran Gubernur untuk memberikan kewenangan kepada Ardin dalam rangka melakukan sertifikasi. Sedangkan berdasarkan Peraturan perundangundangan yang berlaku, yang berwenang memberi pengakuan pada suatu lembaga untuk dapat melakukan sertifikasi adalah pihak pemerintah pusat. 2. Laporan karena berkaitan dengan kebijakan pemerintah, sehingga sebaiknya atas laporan ini dibahas dalam Direktorat Pengkajian. 3. Direktur Penyelidikan dan Penegakan Hukum dengan Memorandum No.39/M/D.2/IV/03 telah menyerahkan
152
Status : Masuk ke Dir. Pengkajian
berkas laporan kepada Direktur Pengkajian dan Pelatihan. 4. Sekretariat telah mengirimkan surat No.133/SET/DE/IV/2003 kepada Pelapor untuk memberikan pemberitahuan bahwa masalah yang dilaporkan merupakan masalah persaingan yang timbul sebagai akibat kebijakan pemerintah, sehingga laporan tersebut akan dijadikan bahan informasi yang akan dikaji lebih lanjut. 102
Laporan mengenai Proyek Kilang Mini LPG di Tambun
242/KPPU/III/2003 Jo. 305/KPPU/IV/2003
26 Maret 2003 15 April 2003
1.
Materi laporan mengenai adanya kejanggalan-kejanggalan dalam proses pelelangan untuk menajdi mitra PT. Bina Bangun Wibawa Mukti (BUMD) untuk pengoperasian kilang mini LPG di Tambun 2. Sekretariat telah mengirimkan surat No.113/SET/DE/IV/2003 tanggal 11 April 2003 kepada PT. Petromas Indonesia (Konsorsium) untuk minta klarifikasi mengenai : a. Identitas para pihak yang dilaporkan b. Adanya bukti rekayasa yang menunjukkan bahwa pemenang lelang sudah ditunjukkan kepada PT. Elnusa Petro Teknik c. Dugaan pasal dari UU No.5/1999 yang dilanggar d. Bukti-bukti lain yang dapat mendukung dugaan persaingan usaha
153
Status : Masuk Buku II
tidak sehat dalam lelang ini. 3. PT. Petromas Indonesia telah mengirimkan surat jawaban No.050/KPPU/IV/03 tanggal 17 April 2003 yang menyampaikan antara lain : a. surat sanggahan kepada PT. Bina Bangun Wibawa Mukti No.034/BBWM/III/03 tanggal 21 Maret 2003 masih berupa pemberitahuan dan belum merupakan laporan. b. Apabila setelah 21 April 2003 PT. Bina Bangun Wibawa Mukti masih mengabaikan saran tersebut maka PT. Petronas akan memberikan laporan kepada KPPU. 103
Tembusan Surat mengenai Laporan praktek monopoli RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo Makasar
262/KPPU/III/2003
31 Maret 2003
1. Materi laporan mengenai adanya kebijakan dari Direksi RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo dengan mengeluarkan instruksi kepada dokter RSUP Dr. Wahidin agar menuliskan resep-resep dokter untuk pembelian obat-obatan hanya dilakukan di dalam RSUP.
Status : Masuk Buku II
104
Informasi adanya kejanggalan tender di DPR/MPR
286/KPPU/IV/2003
7 April 2003
1. Materi surat mengenai informasi adanya kejanggalan dalam tender gedung Dewan Perwakilan Daerah di komplek DPR/MPR 2. Sekretariat telah mengirimkan surat No.134/SET/DE/IV/2003 kepada pelaku usaha yang tidak lulus dalam tahap prakualifikasi (PT. Adhi Karya) untuk memberikan penjelasan mengenai proses tender tersebut secara tertulis kepada
Status : Penelitian Sekretariat
154
KPPU. 105
Laporan mengenai pelelangan tanah di BPPN
299/KPPU/IV/2003
9 April 2003
1. Materi laporan mengenai adanya kesepakatan sebelum pelelangan dilaksanakan antara salah satu investor yang juga sebagai peserta lelang dengan masyarakat setempat yang dituangkan dalam Surat Kesepakatan tertanggal 15 Maret 2003. Dalam kesepakatan tersebut investor bersedia memberi kompensasi Rp.10 Milyar kepada masyarakat secara tunai apabila menjadi pemenang lelang. Namun setelah investor dinyatakan sebagai pemenang lelang,ternyata melanggar kesepakatan yang telah dibuat. 2. Sekretariat telah mengirimkan surat No.123/SET/DE/IV/2003 tanggal 16 April 2003, untuk minta perbaikan laporan dengan disertai dengan bukti-bukti, antara lain : a. Uraian kejadian yang lebih lengkap dan jelas b. Identitas para pihak yang dilaporkan c. Dugaan pasal dari UU No.5/1999 yang dilanggar d. Bukti-bukti lain yang mendukung dugaan persaingan usaha tidak sehat dalam proses lelang tersebut. 3. Pelapor telah mengirimkan surat jawaban tanggal 24 April 2003 dan menyampaikan antara lain : a. Uraian kejadian telah disampaikan
155
Status : Penelitian Sekretariat
pada surat laporan tanggal 9 April 2003. b. Bahwa yang mengetahui identitas dari Terlapor adalah Syarif Bastaman dan Arteria Dahlan dari kantor Konsultan Hukum Bastaman & Partners. c. Pasal yang dilanggar adalah Pasal 19 (d) UU No.5/1999. d. Bukti utama dari Pelapor adalah Surat Kesepakatan tanggal 15 maret 2003 dan telah dilampirkan dalam laporan. 4. Sekretariat akan mengundang Pelapor untuk memberikan klarifikasi pada hari Selasa tanggal 6 Mei 2003 jam 14.00 WIB.
156
106
Laporan mengenai pelaksanaan tender Divestasi Bank Danamon di BPPN
304/KPPU/IV/2003
15 April 2003
1. Materi laporan mengenai adanya indikasi ketidakbenaran dalam proses tender divestasi Bank Danamon, dalam hal ini pelapor oleh BPPN dianggap terlambat 8 menit dalam menyampaikan penawaran harga dan tidak menyertakan Bank Komersil. 2. Resume telah disiapkan oleh sekretariat untuk dibahas dalam rapat komisi 3. Sekretariat telah mengirimkan surat No.132/SET/DE/IV/2003 agar pelapor memperbaiki laporan disertai tambahan bukti-bukti antara lain : a. Identitas para pihak yang dilaporkan b. Dugaan pasal dari UU No.5/1999 yang dilanggar c. Penjelasan lebih detil mengenai maksud ketidakberesan serta bukti lain yang mendukung dugaan ketidakbenaran proses tender tersebut.
Status : Penelitian Sekretariat
107
Tembusan surat mengenai SPPH No.T.0044/D0052/ 75/A1-G
324/KPPU/IV/2003
22 April 2003
Materi surat mengenai pengumuman lelang No.044/JPK/ADA/PS/IV/2003 yang harus dibatalkan karena : 1. Menyalahi prasyaratan prosedur dan tata cara yang diatur dalam Kepres 18/2000, SKB Menkeu RI dan Kepala Bapenas No.S-42/A/2000 dan S2262/D.2/05/2000 dan Surat Kep. Pertamina No.077/C00/2000-SO. 2. Adanya kejanggalan-kejanggalan yang mengindikasikan adanya praktek KKN
Status : Penelitian sekretariat
157
108
Laporan mengenai adanya keberatan dengan berdirinya indomaret di Jalan Raya Cisaat
327/KPPU/IV/2003
22 April 2003
1. Materi laporan mengenai keberatan masyarakat pedagang pengecer di Cisaat dengan berdirinya swalayan indomaret di Jalan raya Cisaat dengan pertimbangan : a. Tidak adanya areal parkir sehingga akan menambah kepadatan lalulintas dan memicu terjadinya kriminalitas. b. Akan terjadinya penurunan omzet pedagang pengecer di Cisaat c. System marketing dari indomaret akan merusak iklim persaingan usaha 2. Sekretariat akan mengundang Pelapor untuk memberikan klarifikasi pada hari selasa tanggal 6 Mei 2003 jam 10.00 WIB.
158
Status : Penelitian Sekretariat