IMPLEMENTASI SISTEM INFERENSI FUZZY TAKAGI-SUGENO UNTUK DETEKSI AWAL KANKER KULIT MELANOMA BERBASIS DATA VEKTOR Faris Budi Arifianto,Bilqis Amaliah, Henning Titi Ciptaningtyas Jurusan Teknik Informatika Fakultas Teknologi Informasi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Email :
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstraksi Melanoma merupakan salah satu kanker kulit mematikan yang berbahaya.Deteksi dini sangat diperlukan oleh seorang pasien untuk mendapatkan penanganan medis yang tepat.Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan sistem aplikasi yang dapat mendeteksi kanker secara dini berdasarkan citra dermatoscopic.Aplikasi ini dibangun untuk membantu dokter kulit sebagai alat pendeteksi awal yang mengindikasikan bahwa seseorang terkena kanker kulit atau tidak.Umumnya, para dokter kulit menggunakan metode biopsy pada sampel kulit pasien, dan juga mengidentifikasi kanker kulit tersebut berdasarkan pengalaman dengan mengandalkan penampakan visual.Namun demikian, untuk mendapatkan hasil laboratorium dari metode biopsy membutuhkan waktu yang cukup lama.Oleh karena itu, dibutuhkan aplikasi yang dapat mendeteksi secara dini agar penanganan dapat segera dilakukan. Tahapan dari penelitian ini adalah pra-proses, segmentasi, ekstraksi fitur, dan klasifikasi.Pada tahap pertama, pra-proses dilakukan dengan menggunakan metode median filtering dan analisis komponen utama untuk menghilangkan noise dan objek yang tidak diinginkan pada citra dermatoscopic.Kedua, segmentasi menggunakan metode region growing berdasarkan pendekatan teori fuzzy.Ketiga, ekstraksi fitur dilakukan untuk mendapatkan informasi Asymmetry, BorderIrregularity, dan Color dari citra dermatoscopic.Langkah terakhir, klasifikasi dilakukan dengan menggunakan metode Sistem Inferensi Fuzzy Takagi-Sugeno.Pada tahap terakhir ini, langkah pertama yang dilakukan adalah membuat fungsi keanggotaan dari informasi hasil ekstraksi fitur, kemudian dibuatlah aturan untuk fungsi keanggotaan yang telah dibuat.Dengan metode diagnosis ini, akan dapat diketahui bahwa citra dermatoscopic termasuk kanker kulit melanoma atau tidak. Kata kunci : melanoma, citra dermatoscopic, pra-proses, region growing, fuzzy, sistem inferensi fuzzy Takagi-Sugeno
untuk pemeriksaan patologis mikroskopik. Tetapi proses ini akan sulit dilakukan didaerah yang minim fasilitas kesehatan, karena prosesnya memerlukan teknologi yang canggih. Masalah ini menimbulkan ketertarikan, sehingga dapat menjadi modal awal para diagnostik yang memungkinkan kemudahan diagnosa secara klinis dari melanoma, meliputi interpretasi secara otomatis dari citra warna dermatoskopis dengan analisa citra terkomputerisasi. Dengan begitu, ada perkembangan menarik dari sistem komputer bantu (computer-aidedsystems atau CAD) untuk diagnosa secara klinis dari melanoma sebagai sebuah dukungan untuk para pakar dermatologis dalam langkah analisis yang berbeda, seperti deteksi batas luka, penghitungan fitur diagnosa, klasifikasi pada
1. Pendahuluan Melanoma adalah penyakit kulit yang berbahaya bagi manusia karena merupakan salah satu jenis kanker kulit yang paling mematikan. Kejadian ini berkembang secara signifikan beberapa tahun terakhir.Oleh karena itu apabila penyakit ini dapat dideteksi lebih awal, dampak buruk yang mungkin ditimbulkan oleh melanoma dapat dicegah.Namun demikian, pakar dermatologis menunjukkan adanya kesulitan untuk membedakan melanoma dari luka terpigmen pada kulit, seperti luka bakar dan tahi lalat. Hingga saat ini, salah satu cara yang umum dilakukan oleh pakar dermatologis di Indonesia untuk mengidentifikasi melanoma adalah melalui proses biopsi, yaitu pengambilan sejumlah kecil jaringan dari tubuh manusia 1
tipe luka yang berbeda, visualisasi, dan lainlain. Untuk tahap pra proses, segmentasi, dan ekstraksi fitur ABC sudah ada pada penelitian sebelumnya [2] . Telah ada banyak penelitian sebelumnya yang memanfaatkan sistem inferensi fuzzy Takagi-Sugeno khususnya pada bidang elektronika seperti pembuatan fuzzy logic controller [6], desain hybrid intelligent controller [7], pengaturan suhu secara otomatis untuk keperluan industri [8].Terdapat juga penelitian dalam bidang forecasting seperti memperkirakan curah hujan yang terjadi [9] dan perkiraan nilai tukar mata uang [10].Dikarenakan belum banyaknya penelitian yang dilakukan dalam bidang kesehatan, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam bidang kesehatan, khususnya mengenai kanker kulit melanoma. Penelitian ini memiliki tujuan untuk Mendesain dan merancang sistem perangkat lunak yang dapat melakukan diagnosa terhadap suatu citra luka di kulit apakah termasuk melanoma atau hanya luka kulit biasa yang tidak berbahaya dengan memanfaatkan fitur ABC dan metode TS-FIS serta Membandingkan performa model klasifikasi TS-FIS dengan performa model klasifikasi SVM, SVMboosting, dan Vooted Perceptron. Implementasi dilakukan menggunakan MATLAB 2010b dengan batasan Data yang digunakan adalah vektor hasil ekstraksi fitur daricitra dengan format 24 bits BMP dengan tipe RGB. Ukuran resolusi citra 150 x 150 pixel.
Dimana ݎభ ,..,ଵ menunjukkan aturan fuzzy, N adalah jumlah input, = ݖሾݖଵ , . . , ݖே ሿ் adalah N vector yang berisi semua input dari model fuzzy. ܣ,ೕ (ݖ )adalah antecedent fuzzy set ke ݅ = 1,2, … , ܯ yang mengacu pada inputan kej, dimana fungsi keanggotaan dinotasikan menggunakan simbol yang sama dengan nilai fuzzy, dimana ܯ adalah jumlah fuzzy set pada domain inputan kej[11]. ݂భ ,…,ಿ adalah fungsi perpotongan yang sesuai dengan output dari model fuzzyݕ . polynomial di Biasanya݂భ ,…,ಿ merupakan dalam variabel input, namun bisa juga berupa fungsi manakala fungsi tersebut dapat dengan tepat mendeskripsikan output dari sistem yang ada. Saat݂భ ,…,ಿ berupa polinomial orde pertama, maka hasil dari sistem inferensi fuzzy nya adalah model fuzzy Takagi-Sugeno (TS) [11]. Fuzzy Takagi-Sugeno merupakan model fuzzy berbasis aturan yang cocok untuk mengkombinasikan banyak pernyataan dan fungsi [12].Untuk memprediksi citra tertentu termasuk melanoma atau non melanoma, maka harus melewati proses pada fuzzy TS sebagai berikut : 1. Fuzzifikasi variabel masukan Pada tahap ini, seluruh masukan dari sistem akan diukur derajat keanggotaannya. Fungsi keanggotaan yang digunakan pada tahap ini biasanya merupakan gabungan dari beberapa fungsi keanggotaan yang melambangkan nilai dari sub himpunan (misalnya pada himpunan SUHU, maka akan terdapat minimal dua fungsi keanggotaan yaitu fungsi keanggotaan PANAS dan fungsi keanggotaan DINGIN). 2. Evaluasi aturan Pada tahap ini, nilai keanggotaan dari masukan sistem akan diaplikasikan sesuai dengan aturan fuzzy yang telah ditetapkan (sesuai dari keterangan yang telah diberikan oleh para ahli). Masingmasing aturan fuzzy akan menghasilkan sebuah nilai yang sesuai dengan masukan yang diberikan. Jika dalam aturan fuzzy terdapat disjungsi (OR), maka hasil dari aturan itu merupakan gabungan nilai fungsi keanggotaan dari masukan,
2. Sistem Inferensi Fuzzy Takagi-Sugeno Sistem inferensi fuzzy Takagi-Sugeno (TS-FIS) merupakan salah satu bentuk sistem fuzzy yang menggunakan singleton sebagai fungsi keanggotaan dari konsekuen. Singleton adalah sebuah himpunan fuzzy dengan fungsi keanggotaan: pada titik tertentu mempunyai sebuah nilai dan 0 di luar titik tersebut. Metode ini dimaksudkan untuk mengembangkan pendekatan sistematis untuk mendapatkan aturan fuzzy dari pasangan inputoutput dataset yang tersedia [3]. Permodelan fuzzy ini dapat diformulasikan menurut : ݎభ ,..,ಿ ݆݅݇ܽݖଵ ݈ܽ݀ܽܽℎܣଵ,భ ݀ܽ݊ … ܼ݀ܽ݊ே ݈ܽ݀ܽܽℎܣே,ಿ , ݉ܽ݇ܽݕ = ݂భ ,..,௭ಿ (1) 2
sedangkan jika terdapat konjungsi (AND), maka hasil dari aturan fuzzy akan berupa irisan nilai fungsi keanggotaan dari masukan 3. Komposisi aturan keluaran Pada tahap ini, seluruh nilai keluaran dari tahap 2 akan dikombinasikan untuk menghasilkan sebuah himpunan fuzzy tunggal. Hasil dari tahap ini akan menunjukkan keputusan yang diambil oleh sistem inferensi fuzzy dari masukan yang diberikan. 4. Defuzzifikasi Langkah terakhir pada sistem inferensi fuzzy ini akan mengubah keluaran himpunan fuzzy dari tahap 3 menjadi sebuah nilai tunggal. Di dalam model fuzzy TS, output yang dihasilkan merupakan perpaduan dari fungsi perpotongan (crisp function) dan aturan (rule) yang telah ditetapkan. Jika hasil klasifikasi citra (yang sedang diidentifikasi) lebih cenderung kepada ciri – ciri kanker kulit melanoma berdasarkan fungsi perpotongan dan aturan yang ada, maka dapat disimpulkan bahwa citra tersebut tergolong kanker kulit melanoma, dan juga sebaliknya.
Gambar 1. Fungsi keanggotaan Daerah persebaran data berfungsi sebagai penentu daerah plot melanoma dan non-melanoma pada sebelah kiri (warna biru) atau sebelah kanan (warna merah). Apabila daerah plot menunjukkan non-melanoma berada dominan di daerah kiri, maka pada pembuatan fungsi keanggotaan non-melanoma berada di sebelah kiri, dan juga sebaliknya. Proses yang sama dilakukan pada ke 8 fitur lainnya.
Penentuan Aturan Aturan (rule) yang dibuat pada sistem klasifikasi didasarkan pada pengamatan ahli (dr. Sp.KK), dimana masing – masing fitur dari 9 fitur yang ada memiliki bobot yang seimbang.Aturan tersebut dirumuskan dengan : IF (input1 is (M/N) and input2 is (M/N) and… and input9 is (M/N)) THEN(output is (M/N)) (2) Dikarenakan memiliki bobot yang sama, maka pada sistem yang dibuat digunakan aturan sejumlah 512 (2ଽ ), yang berisi semuakemungkinan kombinasi yang mungkin terbentuk dari 9 fungsi keanggotaan yang ada.
3. Metode Implementasi Secara keseluruhan, metode dalam sistem ini yaitu : a. Pembuatan fungsi keanggotaan b. Penentuan aturan. c. Pembuatan output d. Perhitungan output Pembuatan Fungsi Keanggotaan
Pembuatan fungsi keanggotaan diawali dengan melakukan analisis statistik terhadap data training.Data training merupakan data hasil ekstraksi fitur citra melanoma dan nonmelanoma, yang didapatkan dari Rumah Sakit Dokter Sutomo Surabaya. Data training terdiri dari 80 data vektor yang masing – masing memiliki 9 atribut didalamnya, di ekstrak berdasarkan teori ABC (Asymmetry, Border, Color). Dari data training yang ada, didapatkan nilai maksimal, nilai minimal, varian, dan daerah persebaran data.Langkah selanjutnya adalah menjadikan hasil analisis data tersebut sebagai titik – titik plot pada fungsi keanggotaan yang ditunjukkan pada Gambar 1.
Pembuatan Output. Tipe output yang digunakan adalah linear, dengan parameter menyesuaikan fungsi keanggotaan yang sudah dibuat.Tipe linear dipilih karena pada sistem klasifikasi yang dibuat terdapat 9 fungsi keanggotaan yang memiliki model yang berbeda satu – samalain (posisi kiri-kanan melanoma/non melanoma). Pada percobaan yang dilakukan, output pada melanoma adalah [1 0 1 0 1 0 1 1 0 1] dan non melanoma [0 1 0 1 0 1 0 0 1 0]. Perhitungan Output. Setelah fungsi keanggotaan, aturan, dan output dibuat, proses selanjutnya yang dilakukan adalah melakukan perhitungan output. Perhitungan 3
Gambar 2. Input vektor dengan 9 atribut dan proses perhitungan output output dilakukan dengan metode inferensi, yaitu melakukan perhitungan nilai inputan pada fungsi keanggotaan terhadap seluruh aturan dan output yang telah dibuat. Contoh proses perhitungan output ditunjukkan pada Gambar 2.Pada Gambar 2 ditunjukkan bahwa terdapat inputan vektor dengan 9 atribut. Data inputan tersebut dihitung terhadap masing – masing fungsi keanggotaan, aturan,dan output yang ada. Dari input berupa vektor [0.114 0.72 1.02 1.01 0.0101 1.2+0.384i 1.02 66 0.00672] didapatkan output sebesar 0.252. Pada sistem klasifikasi yang dibuat, diterapkan ambang batas(threshold) 0,5 sebagai batas kelas melanoma dan non-melanoma, dimana kelas nonmelanoma ditandaidengan output < 0,5 dan melanoma ditandai dengan output > 0,5. Sehingga dari contoh pada Gambar 2, diketahui bahwa data inputan yang diberikan termasuk kelas non-melanoma.
Model 3 dibangun dengan menggunakan 3 fitur yang memiliki nilai dominan paling tinggi di antara 9 fitur yang ada.Model ini dipilih dalam ujicoba karena dinilai dapat merepresentasikan permodelan secara umum dengan jumlah fungsi keanggotaan yang paling sedikit. Dari tabel 1 dapat diketahui bahwa rata – rata akurasi yang didapatkan adalah 80%. Model 4 dibangun dengan menggunakan 4 fitur yang memiliki nilai dominan paling tinggi di antara 9 fitur yang ada. Model ini dipilih dalam ujicoba karena pada hasil analisis DFA, diketahui bahwa tingkat dominansi 4 fitur yaitu asymmetry index (61,531),compactness Index (13,248), color homogeneity (16,254) , correlation geometry and photometry (29,738) memiliki nilai yang jauh lebih dominan dibandingkan 5 fitur lainnya. Dari tabel 2 dapat diketahui bahwa rata – rata nilai akurasi yang didapatkan adalah 65%, jauh lebih buruk dibandingkan hasil model 3. Model 5 dibangun dengan menggunakan 5 fitur yang memiliki nilai dominan paling tinggi di antara 9 fitur yang ada. Model ini diharapkan dapat memperbaiki hasil dari model 4, dikarenakan pada model 4 fitur yang digunakan berjumlah genap, sehingga memungkinkan terjadi kondisi dimana kesimpulan output tidak dapat
4. Hasil Uji Coba Ujicoba dilakukan dengan menggunakan 2 skenario uji. Skenario uji yang pertama adalah membandingkan model TS-FIS 3,4,5,dan 9 fungsi keanggotaan untuk mendapatkan model yang terbaik. Skenario uji kedua adalah membandingkan akurasi yang dihasilkan oleh TSFIS dengan metode lain yaitu Voted Perceptron, SVM, dan SVMboosting.
Perbandingan model TS-FIS 3,4,5 dan 9 fungsi keanggotaan. 4
diperoleh dikarenakan kedudukan melanoma dannon-melanoma sama (2 fitur menyimpulkan melanoma, 2 fitur yang lain menyimpulkan non-melanoma). Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa rata – rata nilai akurasiyang didapatkan adalah79%. Hasil ini menunjukkan adanya perbaikan dibandingkan model 3.
Training Selain data testing
Model 9 dibangun dengan menggunakan semua fitur yang ada, dengan masing – masing fitur memiliki bobot yang sama satu samalain. Dari tabel 4 dapat diketahui bahwa rata – rata nilai akurasi yang didapatkan adalah 85%, jauh lebih baik dibandingkan hasil pecobaan pada model 3, 4, dan 5.
Tabel 1. Hasil uji coba TS-FIS model 3 Testing (data ke-) Dataset Datatesting 85.00% 41-50 & 91-100 78.75% 31-40 & 81-90 81.25% 75.00% 21-30 & 71-80 77.50% 90.00% 11-20 & 61-70 82.50% 70.00% 1-10 & 51-60 80.00% 80.00% Rata-rata 80.00% 80.00%
Rata2 81.88% 78.13% 83.75% 76.25% 80.00% 80.00%
Tabel 2. Hasil uji coba TS-FIS model 4
Training Selain data testing
Testing (data ke-) 41-50 & 91-100 31-40 & 81-90 21-30 & 71-80 11-20 & 61-70 1-10 & 51-60 Rata-rata
Training Selain data testing
Dataset Datatesting Rata2 62.50% 75.00% 68.75% 68.75% 50.00% 59.38% 61.25% 80.00% 70.63% 66.25% 60.00% 63.13% 66.25% 60.00% 63.13% 65.00%
65.00%
Tabel 3. Hasil ujicoba TS-FIS model 5 Testing (data ke-) Dataset Datatesting 80.00% 41-50 & 91-100 78.75% 31-40 & 81-90 75.00% 80.00% 21-30 & 71-80 73.75% 100.00% 11-20 & 61-70 70.00% 81.25% 1-10 & 51-60 70.00% 81.25% Rata-rata
79.00%
79.00%
Tabel 4. Hasil ujicoba TS-FIS model 9 Training Testing (data ke-) Dataset Datatesting Selain 41-50 & 91-100 85.00% 85.00% data 31-40 & 81-90 86.25% 80.00% testing 21-30 & 71-80 82.50% 95.00% 11-20 & 61-70 86.25% 80.00% 1-10 & 51-60 85.00% 85.00% Rata-rata
85.00%
5
85.00%
65.00%
Rata2 79.38% 77.50% 86.88% 75.63% 75.63% 79.00%
Rata2 85.00% 83.13% 88.75% 83.13% 85.00% 85.00%
Trans IChemE, Vol 77, Part A, June 1999.A.K. Lohani, N.K. Goel, K.K.S. Bhatia. Takagi-Sugeno Fuzzy Inference System for modeling stage-discharge relationship. ScienceDirect.com. 2006. [4] Bishop C M. Pattern Recognition and Machine Learning. Springer. 2006. [5] M. Mottaghi-Kashtban, A. Khoei, K. Hadidi. A Current-Mode, FirstOrder Takagi-Sugeno-Kang Fuzzy Logic Controller, Supporting Rational-Powered Membership Functions. IEICE TRANS ELECTRON, Vol E90-C, NO.6, JUNE 2007. [6] M. Mohammadzaheri, L. Chen. Design and Stability Discussion of a Hybrid Intelligent Controller. Proceeding of the 17th World Congress The International Federation of Automatic Control, Seoul, Korea, July 6-11, 2008. [7] N. M. Ghasem. Design of a Fuzzy Logic Controller for Regulating the Temperature in Industrial Polyethylene Fluidized Bed Reactor. Trans IChemE, Part A, February 2006. [8] A. P. jacquin, A. Y. Shamseldin. Development of rainfall-runoff models using Takagi-Sugeno fuzzy inference systems. ScienceDirect.com. 2006. [9] M. N. Y. Alakhras. Neural Networkbased Fuzzy Inference System for Exchange Rate Prediction. Journal of Computer Science ISSN 15493636. 2005. [10] Rafael C. Gonzalez and Richard E. Woods. Digital Image Processing. 2nd ed. Prentice Hall. 2002. [11] Munir Rinaldi. Pengolahan Citra Digital dengan Pendekatan Algoritmik. Informatika Bandung. 2004. [12] Nobuyuki Otsu. A threshold selection method from gray-level histograms. IEEE Trans. Sys., Man., Cyber. 9: 62–66. 1979.
Perbandingan akurasi yang dihasilkan oleh TS-FIS dengan metode lain.
Pada ujicoba ini, model TS-FIS yang digunakan adalah model 9 yang memiliki 9 fungsi keanggotaan, 512 aturan, dan 2 output. Ujicoba ini bertujuan untuk membandingkan performa model klasifikasi TS-FIS dengan model klasifikasi SVM, SVMboosting, dan Vooted Perceptron. Agar hasil yang didapatkan sesuai, maka masing – masing model klasifikasi diberikan 40 dataset yang sama seperti yang telah dilakukan pada penelitian sebelumnya [7]. Dari tabel 5 dapat diketahui bahwa hasil akurasi TS-FIS lebih baik dari 3 metode klasifikasi yang lain, yaitu sebesar 82,5%. Tabel 5. Hasil perbandingan nilai akurasi klasifikasi Metode Akurasi (%) TS-FIS 82,5 Voted Perceptron [11] 77,5 SVM [12] 74,4
SVMboosting [12]
75,2
5. Kesimpulan Berdasarkan ujicoba yang telah dilakukan diketahui bahwa Sistem Inferensi Fuzzy
Takagi-Sugeno dapat dijadikan sebagai metode pengklasifikasian citra melanoma berbasis vektor, dengan model sistem 9 fungsi keanggotaan, 512 aturan, dan 2 output.TS-FIS memiliki hasil akurasi yang lebih baik dalam hal klasifikasi citra melanoma dibandingkan dengan metode Voted Perceptron, SVM, dan SVMboosting (TS-FIS 82,5%, Voted Perceptron 77,5%, SVM 74,4%, SVMboosting 75,2%). 6. References [1] Barhoumi W, Zagrouba E. A Prelimary Approach For The Automated Recognition Of Malignant Melanoma. 2004. [2] S.N. Dewi. Diagnosa Awal Citra Melanoma Menggunakan Metode Klsifikasi Voted Perceptron. 2011. [3] J. Abonyi, L. Nagy, F. Szeifert. Adaptive Fuzzy Inference System and Its Application in Modelling and Model Based Control. Institution of Chemical Engineers 6
[13] Keefe M, Dick D, Wakkel R (1990). A study of the value of the sevenpoint checklist in distinguishing benign pigmented lessions from melanoma. Clin Exp Dermatol 15:167-7
7