Jurnal Matematika dan Sains Vol. 7 No. 2, Oktober 2002, hal 43 – 52
Isolasi Enterobacteriaceae Patogen dari Makanan Berbumbu dan Tidak Berbumbu Kunyit (Curcuma longa L.) Serta Uji Pengaruh Ekstrak Kunyit (Curcuma longa L.) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Yang Diisolasi
1)
Ernin Hidayati1), Nuryati Juli2), dan Erly Marwani2) Jurusan Biologi, FMIPA Universitas Nahdlatul Wathan-Mataram 2) Departemen Biologi, FMIPA ITB-Bandung
Diterima tanggal 17 November 2001, disetujui untuk dipublikasikan 16 Agustus 2002 Abstrak Telah dilakukan isolasi bakteri dari sampel makanan siap saji yang berbumbu kunyit dan tidak berbumbu kunyit. Isolasi terutama ditujukan terhadap bakteri Enterobacteriaceae patogen. Pengambilan sampel makanan dilakukan secara acak dari delapan warung nasi di salah satu pasar di Bandung Utara selama tiga musim berturut-turut dalam enam bulan. Selanjutnya dilakukan ekstrak rimpang kunyit (Curcuma longa L.) secara bertahap menggunakan tiga pelarut, yaitu n-heksan, etil asetat, dan etanol. Ekstrak yang diperoleh kemudian diuji pengaruhnya terhadap empat isolat bakteri terpilih dengan tiga metode pendekatan, yaitu metode Kirby Bauer, metode “cylinder”/”hole plate”, dan metode pengenceran (“dilution method”). Ditemukan delapan jenis bakteri yang sama, baik pada musim kemarau, peralihan, dan penghujan. Pada musim penghujan ditemukan juga empat jenis lainnya. Delapan diantaranya merupakan bakteri patogen. Frekuensi total ditemukannya bakteri pada sampel makanan berbumbu lebih rendah dibandingkan makanan tidak berbumbu. Pada uji pengaruh ketiga macam ekstrak terhadap empat isolat uji (Escherchia coli, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa, dan Staphylococcus aureus), ternyata ekstrak n-heksan konsentrasi 50.000 ppm dapat menghambat pertumbuhan Escherchia coli, Klebsiella pneumoniae dan Staphylococcus aureus yang ditumbuhkan pada medium padat, sedangkan dalam medium cair, konsentrasi 1000 ppm dapat menghambat keempat bakteri uji. Kata kunci : isolasi, patogen, Enterobacteriaceae, ekstrak Abstract An isolation of pathogenic Enterobacteriaceae bacteria has been done on spiced foods with turmeric and without turmeric ingredients. Food samples were taken randomly from 8 traditional food vendors at a traditional market in north Bandung during three seasons for 6 months. Next step was extraction of turmeric rhizome with sequential extraction method using n-hexane, ethyl acetate and ethanol. Those extracs were applied onto 4 chosen bacterial isolates using Kirby Bauer method, cylinder/hole plate method, and dilution method. There were 8 bacterial isolates which always present in all season. Also there were 4 isolates only found in rainy season. Eight isolates among them were pathogens. Total frequency of bacteria in samples with turmeric ingredients was lower than that without turmeric ingredients. The effect of extracts on all tested bacteria (Escherchia coli, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa, and Staphylococcus aureus), showed that n-hexane extract could inhibit the growth of Escherchia coli, Klebsiella pneumoniae and Staphylococcus aureus at concentration of 50.000 ppm on solid medium. However in liquid medium, all tested bacteria were inhibited at the concentration of 1000 ppm. Keywords : isolation, pathogen, Enterobacteriaceae, extract gastroenteritis. Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, penyakit yang disebabkan oleh infeksi mikroba, termasuk gastroenteritis merupakan penyakit yang paling sering ditemukan3). Jalur utama masuknya bibit penyakit penyebab gastroenteritis adalah melalui makanan atau minuman terkontaminasi yang dikonsumsi4). Pengamatan kondisi higienis makanan dapat dilakukan melalui analisis mikrobiologis, misalnya dengan mengetahui jenis -jenis Enterobacteriaceae patogen, karena kelompok bakteri ini yang sering ditemukan sebagai kontaminan pada makanan dan minuman. Jumlah dan jenis mikroba berbahaya yang terdapat pada makanan perlu dihilangkan. Berbagai cara telah dilakukan untuk tujuan tersebut, misalnya dengan pemanasan, penyimpanan pada suhu rendah,
1. Pendahuluan Makanan merupakan kebutuhan utama manusia. Makanan tersusun oleh senyawa kimia yang merupakan sumber nutrien yang dibutuhkan juga oleh mikroba untuk pertumbuhannya. Adanya mikroba pada makanan dapat berasal dari berbagai sumber, misalnya bahan baku, alat yang digunakan selama proses pengolahan, tempat penyimpanan makanan, orang yang terlibat dalam pengolahan, serta lingkungan sekitarnya berupa tanah, air, dan udara 1)2). Makanan dapat bertindak sebagai agensia penyebab penyakit. Mikroba berbahaya dan toksin yang terdapat pada makanan yang dikonsumsi dapat berpindah ke dalam tubuh sehingga menyebabkan penyakit terutama gangguan saluran pencernaan makanan atau 43
44
penggaraman, pengasaman, penambahan zat kimia tertentu, dan lain-lain. Bahan-bahan alami terutama rempah-rempah juga digunakan dengan tujuan yang sama selain tujuan utamanya sebagai bumbu atau penambah cita rasa5). Oleh sebab itu, perlu diteliti pengaruh lamanya pendedahan makanan pada lingkungan dan perbedaan musim terhadap keberadaan Enterobacteriaceae patogen pada makanan berbumbu dan tidak berbumbu. Kunyit (Curcuma longa L.) merupakan salah satu tanaman rempah-rempah yang digunakan dalam proses pengolahan makanan6). Penggunaan kunyit dalam pengolahan makanan dapat membantu memperlambat proses kerusakan makanan7). Beberapa penelitian secara in vitro, membuktikan bahwa senyawa aktif dalam rimpang kunyit mampu menghambat pertumbuhan jamur, virus, dan bakteri baik Gram positif maupun bakteri Gram negatif8) seperti E. coli dan Staphylococcus aereus9), 10). Pada penelitian ini juga dilihat efektivitas kunyit dalam menghambat pertumbuhan beberapa jenis bakteri yang diisolasi dari makanan. 2. Bahan dan Metode 2.1 Sampel makanan Sampel makanan siap saji diperoleh dari delapan warung nasi yang berada di salah satu pasar tradisional di Bandung Utara. Pengambilan sampel dilakukan selama tiga musim berturut-turut dalam periode enam bulan, yaitu musim kemarau (12-24 Juli 2000), peralihan (11-23 November 2000), dan penghujan (13-25 Februari 2001). Pengambilan sampel makanan pada setiap musim dilakukan sebanyak 3 kali selama 7 hari, terdiri dari pagi, siang, dan sore hari. Sampel makanan yang diambil terdiri dari 2 jenis yaitu berbumbu dan tidak berbumbu, masing-masing terdiri dari 3 macam yaitu berupa daging ayam, ikan, dan tahu. Jadi, total sampling sebanyak 126 kali dalam satu musim, atau sebanyak 378 kali selama 3 musim. Ulangan pada masingmasing sampel dilakukan sebanyak 2 kali (duplo). 2.2 Isolasi bakteri dari sampel makanan Isolasi Enterobacteriaceae dari sampel makanan dilakukan menggunakan medium “Eosin Methylen Blue Agar” (EMB Agar), “SalmonellaShigella Agar” (SSA), dan “Selenith Broth”. Bakteri yang berhasil diisolasi kemudian diidentifikasi melalui serangkaian uji biokimia 11). Empat jenis isolat kemudian dipilih untuk digunakan sebagai bakteri uji dalam uji hayati. Pada langkah kerja ini juga dilakukan penghitungan frekuensi ditemukannya bakteri yaitu dengan cara menghitung keberadaan bakteri pada setiap sampel makanan. 2.3 Ekstraksi senyawa dari rimpang kunyit Ekstrak rimpang diperoleh dengan menimbang 1000 gram rimpang segar yang telah dibersihkan dan dipotong kecil, kemudian dikering-anginkan di tempat
JMS Vol. 7 No. 2, Oktober 2002
yang terlindungi dari sinar matahari. Potongan yang sudah lemas digerus sampai halus lalu dimaserasi secara bertahap dengan pelarut n-heksan, etil-asetat, dan etanol masing-masing selama 24 jam12)13). 2.4 Uji Hayati Uji hayati pengaruh n-heksan, etil-asetat, dan etanol hasil ekstraksi dari rimpang kunyit terhadap pertumbuhan bakteri uji hasil isolasi dlakukan menggunakan metode Kirby Bauer14), metode “cylinder”/”hole plate”15), dan metode pengenceran (“dilution method”)14). 2.4.1 Metode Kirby Bauer Melalui proses aseptik, sebanyak 0,1 mL biakan bakteri uji yang mengandung 1,00x106 sel disebarkan pada medium “Nutrient Agar” yang telah membeku dalam cawan petri dengan metode “spread plate”.Terlebih dahulu dilakukan uji pendahuluan untuk menentukan konsentrasi ekstrak yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri uji sehingga diperoleh konsentrasi 500.000 ppm, 300.000 ppm, dan 100.000 ppm. Konsentrasi 500.000 ppm dibuat dengan cara melarutkan 500 mg ekstrak kering dalam 1 mL larutan pengekstrak. Konsentrasi 300.000 ppm dibuat dengan melarutkan 300 mg ekstrak kering dalam 1 mL larutan pengekstrak, sedangkan konsentrasi 100.000 ppm dibuat dengan melarutkan 100 mg ekstrak kering dalam 1mL larutan pengekstrak. Sebanyak 50 µL ekstrak diteteskan pada kertas cakram berdiameter 6 mm lalu diuapkan dengan “dryer” sehingga pelarut akan menguap dan yang tersisa pada kertas cakram adalah residu ekstrak. Volume 50 µL tersebut merupakan volume maksimal yang dapat dis erap oleh kertas cakram. Kontrol negatif dibuat dengan meneteskan 50 µL larutan pengekstrak pada kertas cakram kemudian larutan tersebut diuapkan dengan “dryer” sehingga diharapkan tidak menghambat pertumbuhan bakteri uji. Sebagai kontrol positif, digunakan sirup kloramfenikol (tanpa pengenceran) dengan meneteskan 50 µL sirup pada kertas cakram. Kertas cakram pada masing-masing perlakuan kemudian diletakkan di atas medium “Nutrient Agar” tadi. Diameter daerah hambatan yang terbentuk kemudian diukur setelah diinkubasi selama 24 jam pada temperatur 280 C. 2.4.2 Metode “cylinder”/”hole plate” Satu mililiter bakteri uji yang mengandung 1,00x106 sel dituangkan bersama 15 mL “Nutrient Agar” ke dalam cawan petri dan dibiarkan membeku, lalu dibuat silinder/sumur berdiameter 9 mm pada agar dengan menggunakan pelubang agar. Konsentrasi ekstrak 500.000 ppm, 100.000 ppm, dan 50.000 ppm yang diujikan pada metode ini ditentukan melalui uji pendahuluan. Konsentrasi tersebut dibuat dengan melarutkan ekstrak dalam “Dimethyl Sulfoxide” (DMSO). Sebanyak 50 µL konsentrasi ekstrak diteteskan ke dalam sumur pada medium “Nutrient
JMS Vol. 7 No. 2, Oktober 2002
Agar” tadi. Sebagai kontrol negatif , digunakan DMSO tanpa ekstrak sebanyak 50 µL yang diteteskan ke dalam sumur, sedangkan kontrol positif menggunakan Penisilin-G. Penisilin-G dilarutkan ke dalam DMSO untuk membuat konsentrasi uji, kemudian sebanyak 50 µL diteteskan ke dalam sumur. Volume 50 µL ini disesuaikan dengan metode sebelumnya. Diameter daerah hambatan yang terbentuk kemudian diukur setelah diinkubasi selama 24 jam pada temperatur 280 C. 2.4.3 Metode pengenceran (“dilution method”) Konsentrasi ekstrak 20.000 ppm, 10.000 ppm, 5.000 ppm, dan 1.000 ppm yang digunakan pada metode ini ditentukan melalui uji pendahuluan dengan mengacu pada metode sebelumnya. Konsentrasi tersebut dibuat dengan melarutkan ekstrak dalam DMSO. Sebanyak 50 µL “Nutrient Broth”, 100 µL senyawa uji, dan 100 µL biakan bakteri dalam “Nutrient Broth” yang mengandung 1,00x106 sel, dimasukkan secara bersamaan ke dalam “micro well plate”. Sebagai kontrol negatif, sebanyak 50 µL “Nutrient Broth”, 100 µL Penisilin-G yang telah dilarutkan dalam DMSO, dan 100 µL biakan bakteri dalam “Nutrient Broth” yang mengandung 1,00x106 sel, dimasukkan ke dalam “micro well plate”. Sebagai kontrol negatif, sebanyak 50 µL “Nutrient Broth”, 100 µL larutan DMSO, dan 100 µL biakan bakteri dalam “Nutrient Broth” yang mengandung 1,00x106 sel, dimasukkan secara bersamaan ke dalam “micro well plate”. Inkubasi dilakukan selama 6 jam pada temperatur 280 C. Pengamatan jumlah sel bakteri uji dilakukan setiap 2 jam sekali. Sebanyak 12 mL kultur dalam “micro well plate” diencerkan menggunakan garam fisiologis 0,85%, lalu 0,1 mL enceran ditanam pada “Nutrient Agar” yang telah membeku dalam cawan petri dengan metode “spread plate”. Perhitungan jumlah sel bakteri dilakukan setelah diinkubasi selama 24 jam temperatur 280 C. 3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Perolehan isolat bakteri Bakteri yang berhasil diisolasi dari sampel makanan ada sebanyak 8 jenis yang sama baik pada musim kemarau, peralihan, dan penghujan sedangkan pada musim penghujan saja ditemukan empat jenis lainnya (Gambar 1). Di antara 12 jenis bakteri yang berhasil diisolasi, delapan di antaranya merupakan patogen, yaitu E. coli, P. vulgaris, K. oxytoca, P.
45
aeruginosa, E. agglomerans, S. aureus, dan S. epidermidis16). Pada umumnya, semua jenis bakteri yang berhasil diisolasi merupakan bakteri yang dapat hidup bebas di alam, terutama pada air, tanah, dan partikel debu di udara 1). E. coli merupakan bakteri predominan yang ditemukan pada ketiga musim pengambilan sampel. Hal ini dapat disebabkan oleh kemampuan bakteri ini beradaptasi dengan baik pada berbagai habitat18) dan mampu tumbuh secara aktif pada lingkungan perairan11)13) sehingga kontaminasi E. coli pada makanan dapat terjadi melalui air yang tercemar. E. coli yang hidup di tanah dapat mengkontaminasi makanan melalui partikel debu yang diterbangkan angin. Keberadaan P. vulgaris pada makanan dapat berasal dari air dan tanah, terutama tanah yang mengandung materi organik terdekomposisi13) yang terdapat disekitar lokasi pengambilan sampel. Pada musim peralihan, frekuensi ditemukan P. aeruginosa lebih tinggi dibandingkan musim yang lain. Hal ini disebabkan pada bulan November, rata-rata temperatur dan kelembaban udara lebih tinggi dibanding bulan yang lain (Tabel 4), sehingga kondisi yang hangat basah tersebut sangat mendukung pertumbuhan bakteri ini17). Empat jenis bakteri ditemukan pada musim penghujan saja yaitu P. alcaligenes, S. odorifera, S. epidermidis, dan S. aureus. Hal ini terjadi karena pada musim penghujan, mikroba yang terdapat di udara akan terjatuh bersama air hujan sehingga populasinya di tanah dan air menjadi tinggi dan kemungkinan menyebabkan kontaminasi pada makanan juga tinggi. 3.2 Keberadaan bakteri pada sampel makanan Frekuensi ditemukannya bakteri pada semua jenis makanan uji yang berbumbu lebih rendah dibandingkan pada makanan yang tidak berbumbu. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya beberapa bahan bumbu yang digunakan dalam pengolahan makanan mempunyai aktivitas menghambat pertumbuhan bakteri13). Frekuensi ditemukannya bakteri pada sampel tahu dan ikan lebih banyak dan paling sedikit ditemukan pada sampel daging ayam (Gambar 2). Hal ini dapat disebabkan oleh adanya perbedaan komposisi kimia dan sifat fisik ketiga jenis makanan tersebut.
46
JMS Vol. 7 No. 2, Oktober 2002
70
Total Frekuensi (kehadiran bakteri/126 sampel)
60
50
Kemarau
40
Peralihan 30
Penghujan
20
10
0
E.c
K.p
K.r
E.a
P.alc
S.e
Jenis Bakteri
Gambar 1. Diagram batang total frekuensi ditemukannya bakteri selama pengambilan sampel.
Total Frekuensi bakteri/126 sampel)
(kehadiran
Keterangan aksis : E.c: E. coli, P.v: P. vulgaris, K.p: K. pneumonieae, K.o: K. oxytoca, K.r: K. rhinosleromatis, P.a: P. aeruginosa, E.a: E. agglomerans, A.o: A. odorans, P.alc: P. alcaligenes, S.o: S. odorifera, S.e: S. epidermis, S.a: S. aureus.
60
50
40
30
20
10
0
Kemarau
Peralihan
Penghujan
Musim Daging ayam berbumbu Ikan berbumbu Tahu berbumbu Gambar 2. Diagram batang total frekuensi semua jenis bakteri berbumbu dan tidak berbumbu selama pengambilan sampel.
Daging ayam tanpa bumbu Ikan tanpa bumbu Tahu tanpa bumbu yang ditemukan pada setiap jenis sampel makanan
JMS Vol. 7 No. 2, Oktober 2002
47
Total Frekuensi (kehadiran bakteri/378 sampel)
350 300 250 200 150 100 50 0
Pagi
Siang
Sore
Waktu Pengambilan Sampel
Gambar 3. Diagram batang total frekuensi ditemukannya bakteri pada semua sampel makanan baik pagi, siang, dan sore hari selama 3 musim pengambilan sampel. Tabel 1. Diameter daerah hambatan (mm) bakteri uji yang dihasilkan oleh ekstrak n-heksan, etil asetat, dan etanol dengan metode Kirby Bauer. Bakteri
Jam
Konsentrasi
Konsentrasi
Konsentrasi
Ekstrak n-Heksana
Ekstrak Etil
Ekstrak Etanol
(ppm)
Asetat (ppm)
(ppm)
Kontrol Kontol negatif
positif Syrup Chlor-
I
II
III
I
II
III
I
II
III
A
B
C
12
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
24
0
0
0
0
0
0
*
0
0
0
0
0
8
36
0
0
0
0
0
0
*
0
0
0
0
0
8
48
8,75
0
0
0
0
0
*
0
0
0
0
0
8
60
8,75
0
0
0
0
0
*
0
0
0
0
0
8
12
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
24
0
0
0
0
0
0
*
0
0
0
0
0
8
36
0
0
0
0
0
0
*
0
0
0
0
0
8
48
8,75
0
0
0
0
0
*
0
0
0
0
0
8
60
8,75
0
0
0
0
0
*
0
0
0
0
0
8
K. pneumoniae 12
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
24
0
0
0
0
0
0
*
0
0
0
0
0
7,5
36
0
0
0
0
0
0
*
0
0
0
0
0
7,5
48
8,75
0
0
0
0
0
*
0
0
0
0
0
7,5
60
8,75
0
0
0
0
0
*
0
0
0
0
0
7,5
12
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
24
0
0
0
0
0
0
*
0
0
0
0
0
8
36
0
0
0
0
0
0
*
0
0
0
0
0
8
48
11
0
0
0
0
0
*
0
0
0
0
0
8
60
11
0
0
0
0
0
*
0
0
0
0
0
8
Pengamatan E. coli
P. aeruginosa
S. aureus
Keterangan: * terdapat daerah pertumbuhan/pemadatan koloni bakteri mengelilingi cakram, I : 500.000 ppm, II : 300.000 ppm, III : 100.000 ppm A : larutan n-keksan, B : larutan etil asetat, C : larutan etanol.
amfenicol
48
3.3 Keberadaan bakteri selama waktu pendedahan makanan pada lingkungan Lamanya waktu pendedahan pada lingkungan dapat mempengaruhi kandungan bakteri yang terdapat pada makanan (Gambar 3). Total frekuensi ditemukannya bakteri pada pagi hari lebih sedikit dibanding siang dan sore hari. Meskipun kontaminasi dari lingkungan tetap ada, misalnya dari udara dan debu, tetapi relatif lebih rendah pada pagi hari dibandingkan siang dan sore hari. Hal ini disebabkan pada pagi hari, makanan baru selesai dimasak dan pendedahan belum lama. Adanya bakteri pada sampel makanan pagi hari dapat berasal dari bahan bakunya. Banyaknya bahan yang ditangani memungkinkan masih terdapat mikroba yang tidak terbunuh dalam proses pengolahan1). Hal ini juga tergantung pada jumlah populasi mikroba awal pada bahan baku makanan dan ketahanan mikroba tertentu terhadap panas. Pada siang hari, frekuensi ditemukannya bakteri lebih tinggi dibandingkan pagi hari karena makanan terdedah lebih lama di lingkungan, sehingga kemungkinan kontaminasi dari lingkungan lebih banyak, terutama melalui udara dan debu. Selain itu, bakteri kontaminan dalam makanan sudah bereproduksi sehingga jumlah selnya meningkat. Pada sore hari, terjadi sedikit penurunan frekuensi ditemukannya bakteri dibandingkan siang hari. Bila dihubungkan kebiasaan sebagian pedagang, menjelang sore hari, makanan biasanya dipanaskan kembali untuk kebutuhan makan sore dan malam hari, apalagi musim penghujan yang dapat menyebabkan makanan lebih cepat dingin sehingga pemanasan kembali sering dilakukan. Adanya aktivitas pemanasan tersebut dapat menyebabkan terbunuhnya bakteri yang ada pada makanan sehingga pada sore hari frekuensi ditemukannya lebih rendah dibandingkan siang hari. 3.4 Ektraksi yang diperoleh dari rimpang kunyit Melalui proses maserasi selama 24 jam terhadap rimpang kunyit menggunakan pelarut nheksan, etil asetat, dan etanol, diperoleh ekstrak kasar (“crude extract”) yaitu sebanyak 7,69 gram ekstrak semi padat n-heksan, 9,44 gram ekstrak padat etil asetat, dan 18,76 gram ekstrak padat etanol. 3.5 Hasil uji aktivitas biologis ekstrak kasar rimpang kunyit 3.5.1 Hasil uji menggunakan metode Metode Kirby Bauer Hasil yang diperoleh dengan metode Kirby Bauer menunjukkan bahwa hanya ekstrak n-heksan 500.000 ppm yang dapat menghambat pertumbuhan semua bakteri uji setelah inkubasi 48 jam (Tabel 1). Hambatan terbesar terjadi pada S. aureus yaitu 11 mm
JMS Vol. 7 No. 2, Oktober 2002
dan hambatan terkecil pada K. pneumoniae yaitu 8,5 mm. Pada ketiga konsentrasi yang diujikan, ekstrak etil asetat tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri uji yang ditandai dengan tidak terbentuknya daerah hambatan. Pada ekstrak etanol konsentrasi 500.000 ppm justru terbentuk daerah pertumbuhan koloni yang terlihat sebagai daerah yang lebih tebal/padat mengelilingi kertas cakram. Hal ini dapat terjadi oleh adanya senyawa polar yang terdapat dalam rimpang kunyit, misalnya mineral, vitamin, dan karbohidrat sederhana8) yang tertarik atau terlarut dalam etanol selama proses maserasi. Komponenkomponen tersebut dapat memacu pertumbuhan bakteri pada medium tempat tumbuhnya. 3.5.2 Hasil uji menggunakan metode “Cylinder”/”Hole Plate” Hasil yang diperoleh dengan metode ini, menunjukkan bahwa ekstrak n-heksan 500.000 ppm,100.000 ppm, dan 50.000 ppm dapat menghambat pertumbuhan bakteri uji (Tabel 2). Daerah hambatan yang dihasilkan oleh ekstrak nheksan 500.000 ppm terbentuk pada jam ke-12 kecuali pada K. pneumoniae yaitu setelah 24 jam. Kapsul yang dimiliki oleh bakteri ini dapat meningkatkan pertahanannya terhadap senyawa berbahaya dalam lingkungan17). Bakteri Gram positif lebih peka terhadap Penisilin-G dibandingkan bakteri Gram negatif19), sehingga pada pengujian ini dapat dilihat bahwa daerah hambatan yang terbentuk pada S. aureus lebih besar dibanding E. coli, K. pneumoniae, dan P. aeruginosa. Ekstrak n-heksan pada konsentrasi 100.000 ppm dan 50.000 ppm setelah inkubasi selama 12 jam dapat menghambat pertumbuhan S. aureus. Hal ini dapat terjadi karena bakteri Gram positif tidak mempunyai membran luar seperti halnya bakteri Gram negatif, sehingga kehilangan permeabilitas terhadap antibiotik dan zat kimia lainnya19). 3.5.3 Hasil uji menggunakan metode pengenceran (“dilution method”) Pertumbuhan E. coli dalam medium yang mengandung ekstrak n-heksan dapat dihambat pada konsentrasi 1000 ppm. Setelah inkubasi 4 jam, jumlah sel menurun dari 1,00x106 sel/mL menjadi 1,09x105 sel/mL, sedangkan pada kontrol negatif menjadi 5,37x107 sel/mL. Jumlah sel yang paling rendah yaitu 1,00x103 sel/mL dihasilkan pada jam ke-4 dengan konsentrasi 10.000 ppm (Tabel 3). Jumlah sel P. aeruginosa dengan perlakuan ekstrak n-heksan 1000 ppm pada jam ke-4 sebesar 4,89x107 sel/mL dan pada jam ke-6 sebesar 8,33x106 sel/mL. Jumlah tersebut lebih rendah dibandingkan kontrol negatif pada konsentrasi dan jam yang sama. Jumlah sel yang dihasilkan pada perlakuan ekstrak n-heksan
JMS Vol. 7 No. 2, Oktober 2002
49
Tabel 2. Diameter daerah hambatan (mm) bakteri uji yang dihasilkan oleh ekstrak n-heksan dengan metode “Cylinder”/”Hole Plate”.
Bakteri
Kontol positif
Konsentrasi
Konsentrasi
Ekstrak n-Heksana (ppm)
Ekstrak Etil Asetat (ppm)
Jam Pengamata E. coli
P. aeruginosa
I : 500.000 ppm II : 100.000 ppm III : 50.000 ppm
(ppm) I
II
III
I
II
III
Kontrol negatif DMSO
50
12
15
0
0
0
0
0
50
0
24
17
15
17
0
0
0
16,5
0
36
17
15
17
0
0
0
16,5
0
48
17
15
17
0
0
0
16,5
0
12
11
0
0
0
0
0
16,5
0
24
11
0
0
0
0
0
0
0
36
11,5
0
0
0
0
0
0
0
48
11,5
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
24
11,5
11,5
11,5
0
0
0
0
0
36
11,5
11,5
11,5
0
0
0
0
0
48
11,5
11,5
11,5
0
0
0
0
0
K. pneumoniae 12
S. aureus
Penisilin-G
12
12
10
12
0
0
0
20
0
24
12
10
15
0
0
0
30
0
36
12
10
15
0
0
0
35
0
48
12
10
15
0
0
0
35
0
50
JMS Vol. 7 No. 2, Oktober 2002
Tabel 3. Jumlah sel bakteri uji setelah diberi ekstrak n-heksan dengan metode pengenceran (“dilution method”) Bakteri
Jumlah sel per milimeter Kontol positif Jam Pengamatan
Konsentrasi ekstrak n-heksana (ppm)
Penisilin -G (ppm)
Kontrol negatif (DMSO)
20.000
10.000
5.000
1000
50
0
1,00x10 6
1,00x10 6
1,00x10 6
1,00x10 6
1,00x10 6
1,00x10 6
2
1,89x10 7
3,43x10 6
5,00x10 8
6,53x10 8
2,49x10 6
2,28x10 7
4
3,71x10
4
3
4
5
6
5,37x10 7
6
1,63x10 3
2,27x10 4
1,02x10 4
3,56x10 6
2,91x10 6
1,52x10 8
0
1,00x10
6
6
6
6
6
1,00x10 6
2
7,38x10 3
2,49x10 5
1,51x10 7
8,52x10 6
2,47x10 6
3,71x10 6
4
5,00x10 4
4,47x10 4
1,03x10 5
4,89x10 7
4,88x10 5
5,53x10 8
6
7,41x10
4
3
5
6
3
5,52x10 7
0
1,00x10 6
1,00x10 6
1,00x10 6
1,00x10 6
1,00x10 6
1,00x10 6
2
2,19x10
4
6
6
6
5
6,87x10 6
4
8,70x10 6
6,61x10 6
5,21x10 7
8,08x10 7
1,02x10 5
3,10x10 7
6
2,00x10
7
6
8
6
6
1,29x10 8
0
1,00x10 6
1,00x10 6
1,00x10 6
1,00x10 6
1,00x10 6
1,00x10 6
2
4,09x10 4
7,87x10 5
7,56x10 6
5,10x10 7
7,79x10 4
3,00x10 6
4
5,13x10
3
3
6
7
5
6,16x10 8
6
2,67x10 5
3.03x10 5
1,44x10 6
E. coli
P. aeruginosa
K. pneumoniae
S. aureus
1,00x10
1,00x10
4,89x10
7,79x10
5,68x10
5,99x10
5,62x10 5
4,88x10
1,00x10
3,54x10
3,47x10
4,91x10
1,38x10
5,12x10 6
1,09x10
1,00x10
8,33x10
4,73x10
5,39x10
2,29x10
2,52x10
1,00x10
1,11x10
5,19x10
8,07x10
1,41x10
7,43x10 6
Tabel 4. Rata-rata temperatur, curah hujan, kelembaban nisbi, dan kecepatan angin di kota Bandung
Bulan
Rata-rata Temperatur udara (Celcius) 22,9
Rata-rata curah hujan (mm) dan banyaknya hari yang hujan
Rata-rata kelembaban nisbi (%)
Rata-rata kecepatan angin (Knot)
8,2 (10 hari)
73
4
Juli
2000
Agustus
2000
23,0
6,6 (5 hari)
70
4
September 2000
23,2
5,6 (7 hari)
66
5
Oktober
2000
23,7
8,4 (15 hari)
78
4,3
November 2000
23,3
12,4 (26 hari)
83
3
Desember 2000
23,9
5,9 (15 hari)
73
5
Januari
2001
22,7
8,4 (27 hari)
82
4,6
Februari
2001
22,7
11,3 (23 hari)
79
5,7
Sumber: Data Klimatologi Badan Meteorologi dan Geofisika Stasiun Bandung.
JMS Vol. 7 No. 2, Oktober 2002
konsentrasi 10.000 ppm dan Penisilin-G terus mengalami penurunan mulai jam ke-0 sampai inkubasi jam ke-6. Pada perlakuan konsentrasi 20.000 ppm, jumlah sel meningkat setelah inkubasi jam ke-4 dan ke-6. Hal ini kemungkinan disebabkan pada konsentrasi yang tinggi, senyawa yang terdapat dalam ekstrak n-heksan akan berikatan secara acak dengan lipida pada membran sehingga menyebabkan kerusakan membran sel. Setelah jam ke-2, senyawa aktif dalam medium akan menurun konsentrasinya sehingga tidak cukup untuk menghambat pertumbuhan sel yang masih hidup. Akibatnya sel akan bereproduksi sehingga jumlahnya terus meningkat mulai jam ke-4 sampai jam ke-6. Pada kontrol negatif, jumlah sel P. aeruginosa menurun mulai jam ke-4 sampai pengamatan jam ke-6. Hal ini dapat disebabkan oleh rendahnya konsentrasi oksigen dalam “micro well”. Oksigen yang terlarut dalam medium mungkin cukup untuk menunjang pertumbuhan bakteri ini selama 4 jam, tetapi setelah itu, jumlah oksigen semakin berkurang sehingga pertumbuhan populasi menurun. Ekstrak n-heksan dapat menghambat pertumbuhan K. pneumoniae pada konsentrasi 1000 ppm. Setelah inkubasi 4 jam, jumlah sel menjadi 8,08x106 sel/mL, sedangkan pada kontrol negatif menjadi 3,10x107 sel/mL. Seperti pada P. aeruginosa, jumlah sel K. pneumoniae, yang paling rendah yaitu 2,19x104 sel/mL dihasilkan pada jam ke-2 dengan konsentrasi 20.000 ppm (Tabel 3). Penisilin dapat diinaktivasi oleh enzim penisilinase atau β-laktamase dengan cara merusak cincin β-laktam. Pada bakteri Gram negatif, β-laktamase dikode oleh gen kromosom dengan melibatkan kontrol represor yang diinduksi oleh adanya antibiotik β-laktam19). Oleh sebab itu, bakteri yang tumbuh pada medium yang mangandung Penisilin-G dapat terbunuh sebagian sehingga populasinya menurun seperti yang terlihat pada K. pneumoniae (inkubasi jam ke-2 sampai jam ke-4). Setelah itu, dapat terjadi induksi dihasilkannya βlaktamase oleh sel. Akibatnya, sel yang tidak terbunuh pada jam sebelumnya akan bereproduksi sehingga terjadi peningkatan jumlah sel pada jam ke-6. Pada S.aureus, ekstrak n-heksan 1000 ppm dapat menghambat pertumbuhan setelah inkubasi jam ke-4 sebesar 2,29x107 sel/mL, sedangkan pada kontrol negatif sebesar 6,16x108 sel/mL. Konsentrasi 10.000 ppm dan 20.000 ppm mungkin tinggi untuk bakteri ini, sehingga mampu menghambat populasi dengan jumlah sel paling rendah pada jam ke-4 bila dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Pada kedua konsentrasi tersebut, terjadi peningkatan jumlah sel pada inkubasi jam ke-6. Mekanisme ini kemungkinan sama seperti yang terjadi pada bakteri uji sebelumnya. Beberapa jenis bakteri Staphylococcus juga
51
menghasilkan enzim penisilinase. Oleh sebab itu, S. aureus yang tumbuh pada medium yang mengandung Penisilin-G dapat terbunuh sebagian sehingga populasinya menurun seperti yang terlihat pada inkubasi jam ke-2. Pada kontrol negatif, jumlah sel S. aureus menurun setelah jam ke-4 sampai pengamatan jam ke6. Hal ini dapat disebabkan oleh keterbatasan nutrien dalam medium pertumbuhannya. Kultur S. aureus dipelihara dalam 150 µL medium “Nutrient Broth” dengan jumlah sel sebanyak 1,00x106 sel/0,1 mL. Hal ini yang menyebabkan nutrien yang tersedia mungkin cukup menunjang pertumbuhan bakteri ini selama 4 jam. Pertambahan jumlah sel yang pesat pada jam ke2 sampai jam ke-4 dapat menghabiskan nutrien sehingga setelah jam ke-4 sebagian sel akan mati karena kekurangan nutrien atau karena laju pertumbuhannya lambat. Kondisi tersebut berbeda bila melihat pertumbuhan bakteri ini pada kondisi ideal yaitu sebanyak 1,00x106 sel/mL dipelihara dalam 150 mL medium “Nutrient Broth”. Pada ketiga metode pengujian yang digunakan, ekstrak n-heksan dapat menghambat pertumbuhan bakteri uji pada konsentrasi yang sangat tinggi. Hal ini dapat terjadi karena ekstrak yang diperoleh masih berupa ekstrak kasar yang terdiri dari berbagai macam senyawa. Satu atau lebih senyawa aktif yang terdapat dalam ekstrak kasar tersebut kemungkinan bekerja antagonis dalam menghambat pertumbuhan bakteri uji. 4. Kesimpulan Enterobacteriaceae patogen terdapat pada makanan, baik yang berbumbu maupun yang tidak berbumbu. Bakteri patogen yang berhasil diisolasi dari makanan tersebut adalah E. coli, P. vulgaris, K. pneumoniae, K. oxytoca, P. aeruginosa, E. agglomerans, S. aureus, dan S. epidermidis. Selain itu, adanya bumbu dan lamanya waktu pendedahan makanan pada lingkungan mempengaruhi kehadiran bakteri kontaminan. Bumbu kunyit berperan dalam menghambat pertumbuhan bakteri, terbukti dari ekstrak n-heksan yang diekstraksi dari rimpang kunyit dapat menghambat pertumbuhan E. coli, K. pneumoniae, P. aeruginosa, S. aureus. Daftar Pustaka 1.
2.
3.
Frazier, W.C. “Food Microbiology”, 2nd ed., McGraw-Hill Publishing Company LTD, New Delhi, 36-176 (1974). Christchurch City Council. “Food Poisoning Microorganism”, (http://www.ccc.govt.nz.com) (1998). Andriani, R. “Uji Kehadiran Senyawa Antimikroba di dalam Ekstrak Makanan
52
Tradisional Hasil Fermentasi Secara Asai Mikrobiologi”. Skripsi.Fakultas Farmasi, Institut Teknologi Bandung, 11 – 12 (1995). 4. Suharyono. “Diare Akut”, lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta.,66,67 (1986). 5. Afrida. Uji Aktivitas Antibakteri dan Antifungi Minyak Atsiri Empat Jenis Tanaman Suku Zingiberaceae”, Penelitian Tanaman Obat di Beberapa Perguruan Tinggi di Indonesia, Edisi X. Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta, 142 (2000). 6. Rukmana, R. “Kunyit”, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1-25 (1994). 7. Castleman, M. “The Healing Herb: The Ultimate Guide to the Curative Power of Nature’s Medicines”, Rodale Press, Emmaus. Pensylvania. 355-357 (1991). 8. Duke, J.A. “Chemicals and Their Biological Activities in Curcuma longa (Zingiberaceae)”, (http://www.chem.uwimona.com) (1992). 9. de-Padua, L.S., Bunyapraphatsara, N. and Lemmens, R.H.M.J. “Plant Resources of South East Asia: Medical and Poisonous Plant I”, Backhuys Publishers, Leiden, 12:1, 210-213 (1999). 10. Budiarti, R. “Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val.) dan Waktu Inkubasi terhadap Jumlah Koloni Bakteri Escherichia coli”, Penelitian Tanaman Obat di Beberapa Perguruan Tinggi di Indonesia, Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
JMS Vol. 7 No. 2, Oktober 2002
11.
12.
13.
14.
15. 16.
17. 18.
19.
Departemen Kesehatan RI, Jakarta, 10, 141 (2000). Black, J.G. “Microbiology: Principles and Exploration”, 4th ed., Prentice Hall Internasional, Inc. USA, 340-359, 638-663, A5-A8 (1999). Harborne, J.B. “Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan”, Terjemahan K. Padmawinata dan I.Soediro. Edisi Kedua. Penerbit ITB, Bandung, 1-42 (1987). Gitter, R.J., Robbit, J.M. dan Schwarting, AE. “Pengantar Kromatografi”, Terjemahan K.Padmawinata. Edisi Kedua. Penerbit ITB, Bandung, 82-85 (1991). Cappucino, J.G. and Sherman, N. “Microbiologi: A Laboratory Manual”, 2nd ed., The Benyamin Cumings Publishing Company, Inc. 128-181 (1987). Gandjar, I. “Pedoman Praktikum Mikrobiologi Dasar”, UI Press, 46,47 (1992). Rollins, D.M. and Joseph, S.W. “Pathogenic Microbiologi”, (http://www.life.umd.edu.com) (2000). Todar, K. “Antiphagocyte Defense”, (http://bact.wisc.edu.com) (1997). Imamuddin, H., Rahayu, R.D., Supriyati, D dan Kartina, G. “Pola Penyebaran Bakteri Koliform di Aliran Sungai Brantas, Jawa Timur”, Jurnal Mikrobiologi Tropika, 2:1, 32-37 (1999). Sherris, J.C. “Medical Microbiology an Introduction to Infectious Diseases”, 2nd ed., Prentice Hall International, Inc., 275-287, 357380 (1990).