Labiba 1
Salsabil Inas Labiba Rigen Pratitisari Bahasa Indonesia 1 Desember 2011 Karya Kreatif Tanah Air Beta Bagian I: Tujuan Penulisan Karya ini diciptakan untuk menuturkan isi hati Mama Tatiana di dalam buku hariannya. Karya ini menggunakan bahasa Indonesia baku agar para pembaca lebih mudah membacanya. Karya ini terinspirasi oleh novel Tanah Air Beta karya Sefryana Khairil merupakan sebuah kisah yang menceritakan peristiwa politik di antara Timor Timur (sekarang Timor Leste) dan Kupang, Nusa Tenggara Timur. Peristiwa ini terjadi akibat rakyat Timor Timur yang ingin memisahkan wilayahnya dengan Indonesia. Sebagian dari mereka yang ingin tetap masuk ke dalam wilayah Indonesia harus melewati perjalanan yang sangat panjang dan melelahkan, belum ditambah dengan teriknya matahari yang sangat menyengat tubuh. Mama Tatiana adalah salah satu dari sekian banyaknya orang yang tetap ingin tinggal sebagai penduduk Indonesia. Ia dan putrinya, Merry yang masih berumur 10 tahun harus menempuh jarak perjalanan puluhan kilometer untuk sampai di Kupang dari Timor Leste. Namun ketika ia menanyakan kabar tentang Mauro, putra sulungnya yang tertinggal di rumah pamannya di Maliana karena keadaannya yang sedang sakit, sang sukarelawan menjawab bahwa ia tidak mengetahui tentang hal tersebut. Bertahun – tahun sudah ia menunggu kabar tentang kedatangan putranya. Ia sangat merindukan keluarganya agar bisa berkumpul kembali. Namun, ketika ia kembali ke Motain, ia hanya menerima sebuah surat bahwa Mauro yang sudah sangat ia rindukan tidak ingin bertemu
Labiba 2
dengannya. Ia takut kehilangan anak - anaknya setelah sang suami pergi meninggalkannya. Hatinya pun hancur, kesehatannya menjadi tidak terkendali, dan akhirnya ia pun jatuh sakit. Namun, Merry, anak perempuannya pergi sendiri untuk menjemput kakaknya di Motain setelah mengetahui penyebab keadaan Mamanya menurun. Di akhir cerita, Mama Tatiana dapat berkumpul kembali dengan keluarganya yang sempat terpisah akibat adanya referendum di wilayah tempat tinggal mereka. Bagian II: Karya Kreatif
Sebuah Pengharapan Putih yang Tertunda Kupang, 30 Agustus 1999 Sudah kuputuskan, aku dan Merry akan tetap menjadi warga Indonesia. Apapun yang terjadi aku akan tetap menjadi bagian dari Indonesia. Walau kami harus menempuh ribuan kilometer, aku harus terus berjalan. +++++++ Jalan itu tampak panjang dan tandus. Panas matahari hari ini sangat menyengat. Bekal yang kami bawa sudah hampir habis, namun aku harus terus melangkah, demi Indonesia yang aku cintai. Aku harus terus melangkah, atas apa yang telah aku pilih. Apapun yang terjadi, aku harus terus melangkah maju. SEMANGAT, TATIANA! Bayangkan hidup nyaman di depan mata! Semangat…! +++++++ Kini, aku telah sampai di tempat dimana aku dan Merry akan tinggal. Aku harus terus berjuang atas apa yang sudah aku pilih, melewati pagar berkawat duri yang membatasi Timor dengan Kupang. Aku harus terus bertahan demi hidupku! Harus, Tatiana! +++++++
Labiba 3
Mungkin tak ada kabar baik untukku saat ini. Namun, aku harus terus berharap… Aku yakin keajaiban itu pasti terjadi. Kabar itu pasti sampai padaku, entah seberapa lama waktu harus kulalui. Aku harus terus menunggu. Kupang, 12 Oktober 1999 Untukmu, sayangku, Mauro Mauro, anakku.Apa kabarmu hari ini? Apakah keadaanmu sudah pulih? Mama dan Merry di sini menunggumu, berharap kau segera berkumpul bersama lagi. Kapan, anakku? Kami di sini mencintaimu, merindukanmu. Salam sayang, Mamamu, Tatiana Kupang, 5 Januari 2001 Suamiku, semoga di sana kau bisa mendengarku. Mendukungku agar aku terus berharap. Suamiku, andai kau di sini. Menemaniku melawan rasa sakit ini. Suamiku, maafkan aku, aku tidak bisa menjaga anak kita! Anak yang dulu kita idamkan, sekarang tak ada di sampingku. Suamiku, maafkan aku… Kupang, 10 Agustus 2002
Untukmu, anakku, Mauro Mauro, andai kau di sini. Setelah ayahmu tiada, pergi meninggalkan kita. Mama ingin, kau di sini, saat ini. Menemani Merry sekolah, membantu Mama membereskan rumah, saling bercanda ketika akhir minggu, melakukan semua kegiatan yang biasanya kita lakukan sebelum semua peristiwa ini terjadi. Mama ingin kau di sini… Mauro, kapan kau kembali, sayang? Kapan, nak? Mama tidak sabar ingin kembali seperti dulu lagi… Salam sayang, Mama Tatiana Kupang, 17 Juli 2003
Labiba 4
Apakah air mataku ini seperti air? Terus mengalir tiada henti. Haruskah aku membiarkannya terus mengalir sepanjang hari? Mauro, anakku, Mama rindu padamu. Kupang, 25 Maret 2004 Aku tidak bisa menahan perasaanku ini. Aku tidak bisa membiarkan semua ini terus berlanjut. Anakku yang baru berusia 10 tahun harus merasakan sedihnya perpisahan, ditinggalkan. Meninggalkan rasa rindu yang dalam. Ia masih terlalu kecil untuk merasakan rasa sakit yang amat mendalam ini. Namun, apa yang harus aku lakukan? +++++++ Harus berapa lama lagi aku menunggu kabar baik untukku? Mengapa kabar itu tak muncul juga? Hatiku tak bisa menahan gejolak keinginanku. Harus berapa lama lagi aku harus menahan keinginanku untuk berkumpul kembali dengan keluargaku? HARUS BERAPA LAMA LAGI? Kupang, 8 April 2004 Terima kasih, Abu Bakar, kau telah memberikan sebuah kabar baik untukku. Kupang, 15 Juni 2004 Aku tidak bisa menahan rasa gembira ini. Esok hari aku akan bertemu dengan anak lelakiku yang sudah aku tunggu sekian lama. Sudah lama aku menantikan hari ini, sebuah hari dimana aku akan meraih kembali kebahagiaan bersama keluarga kecilku yang sudah lama aku tunggu. Bermain bersama lagi, bersenda gurau. Bertahun – tahun sudah aku menanti hari ini… Terima kasih, Tuhan… Engkau telah memberikan hari ini untukku. Kupang, 16 Juni 2004 Hari ini, aku berangkat ke Motain, sebuah jembatan sederhana yang menyatukan setiap keluarga yang telah berpisah entah berapa lama waktunya. Mereka rela menunggu di tengah cuaca panas. Menantikan seseorang yang sudah ditunggu sekian lama. Perasaanku
Labiba 5
terus berkecamuk, aku tidak bisa menahannya. Rasa ini terlalu indah untuk dilupakan. Pikiranku terus mengandai – andai akan esok hari yang lebih indah dari hari ini. +++++++ Pupus sudah pengharapanku. Aku harus menerima sebuah kabar yang amat sangat menusuk. Anakku, Mauro, apa salah Mama? Mengapa kau tidak ingin bertemu dengan Mama? Maafkan Mama, anakku… Mama tidak bermaksud seperti ini. Mama hanya tidak ingin keadaanmu semakin memburuk, semakin parah … AH! Tuhan, bantulah aku… +++++++ Mauro, Mama hanya ingin kau baik – baik saja. Mama tidak ingin kau marah pada Mama.Kau pun sudah tahu kita sudah lama tidak berjumpa, berkumpul bersama. Mama ingin kau selamat. Maafkan Mama, Mauro… Kupang, 17 Juli 2004 Mauro, anakku… Apa kabarmu sekarang? Apakah kau di sana baik – baik saja? Kami amat sangat mencintaimu. Maafkan Mama, sayang… Mama hanya tidak ingin kau semakin sakit. Maafkan Mama… Anakku, pahamilah maksud Mama… Kupang, 27 Agustus 2004 Aku masih tidak mengerti, mengapa ini terjadi kepada diriku? Mengapa harus aku? Tuhan, mengapa harus aku yang Engkau pilih. Aku tak kuasa menahan segala kepedihan ini sendirian. Tuhan bertindak tidak adil padaku, TIDAK ADIL! Mengapa aku? Mengapa harus aku? Mengapa, Tuhan? Mengapa? MENGAPA? +++++++ Tuhan sungguh tidak ADIL kepadaku! +++++++
Labiba 6
Tuhan, maafkanlah hamba. Hamba hanyalah seorang makhluk yang belum bisa mengerti arti bersyukur, yang belum bisa memahami apa arti dari semua yang telah Engkau berikan untuk mensyukuri nikmat yang telah Engkau berikan padaku. Maafkanlah aku, ya Tuhan… Kupang, 12 September 2004 Mauro, anakku… Andai dirimu tahu bahwa Mama dan Merry amat merindukanmu. Andai kau tahu bahwa kami di sini menginginkan kita bertemu lagi. Andai kau tahu keadaan kami di sini, berharap kau mau berjumpa lagi dengan kami. -Anakku, tolong dengarkan maksud Mama-… Anakku, bukan begitu maksud Mama meninggalkanmu… Tolonglah, Anakku… +++++++ Merry, maafkan Mama telah membohongimu, tidak memberitahumu apa isi surat dari Kak Mauro. Mama hanya tidak ingin kau terus memikirkan kakakmu, Mama ingin kau selalu tersenyum setiap hari, setiap kali Mama melihatmu, bukan tangisan kerinduan yang Mama inginkan darimu.Mama hanya ingin kau bahagia. Membuatmu semakin bertanya – tanya. Maafkan Mama, anakku… Kupang, 22 September 2011 Merry, anakku… Mama tidak menyangka kau akan -berbuat seperti ini- mengobati Mama. Menyuapi, bercerita, menemani Mama seharian. Terima kasih, anakku… Hanya kaulah saat ini yang bisa berada di samping Mama. Memberikan Mama cinta dan semangat untuk terus bertahan dari pahitnya kenyatan yang harus kita telan bersama. Mama tidak tahu harus berbuat apa, tanpamu Mama mungkin akan terpuruk dengan kerinduan yang mendalam kepada kakakmu. Anakku, maafkan Mama yang telah membohongimu, Mama hanya tidak ingin kau terus menangis. +++++++
Labiba 7
Tuhan, apa salahku? Apa ini maksud semua firasat buruk yang aku alami sebelumnya? Mengapa Engkau tega membawa semua anak – anakku, pergi menjauh dariku? Mengapa, Tuhan? Tuhan, tolong, dengarkan doaku. Tuhan, tolong bawa kembali anakku kepadaku. Aku tidak ingin kehilangan keduanya. Tuhan, sebenarnya apa salahku? +++++++ Tuhan, apa maksud semua hal ini? Mengapa Kau berikan ini kepadaku, Tuhan? Mengapa? +++++++ Merry, apa yang terjadi? Mengapa kau pergi tinggalkan Mama sendiri? Mama tidak ingin kau pergi sendirian ke Motain tanpa orang lain. Merry, maafkan Mama telah membohongimu.Maafkan Mama telah berbuat salah padamu, anakku… Merry, kembalilah sayang… Kembalilah pada Mama, nak… +++++++ Mama harus menjemputmu, anakku… Mama tidak ingin kau … Ah, sudahlah… Mama hanya ingin kau tidak apa – apa. Tunggu Mama, sayang… Kupang, 23 September 2011 Merry, anakku… Harus sejauh mana Mama mengejarmu? +++++++ Tuhan, aku tak tahu harus berbuat apa, yang bisa kulakukan hanyalah bersyukur kepadaMu. Hari ini… Adalah hari yang aku telah tunggu bertahun – tahun lamanya. Akhirnya Engkau mengabulkan doaku, ya Tuhan. Mauro, anakku… Akhirnya kau kembali pada Mama… Kita berkumpul kembali, seperti dulu… Merry, anakku. Terima kasih sayang… Tanpamu, keluarga kita tidak akan kembali seperti semula, karena keluarga adalah sesuatu yang paling berharga bagi Mama di dunia ini, sayang… Tanpanya, hidup ini terasa hampa, anakku…