KARAKTERISTIK, SIRKULASI DAN STRATIFIKASI MASSA AIR TELUK TOMINI
KARTIKA RAHMAWATI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik, Sirkulasi dan Stratifikasi Massa Air Teluk Tomini adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, 2017 Kartika Rahmawati NIM C54120077
ABSTRAK KARTIKA RAHMAWATI. Karakteristik, Sirkulasi dan Stratifikasi Massa Air Teluk Tomini. Dibimbing oleh AGUS SALEH ATMADIPOERA. Letak geografis Teluk Tomini yang berhubungan langsung dengan Laut Maluku yang merupakan jalur timur Arlindo memungkinkan masukan massa air baru ke teluk hanya berasal dari Laut Maluku dan menyebabkan perbedaan stratifikasi dan karakteristik antara bagian dalam dan mulut teluk. Hubungan Teluk Tomini dengan Laut Maluku pun berpengaruh terhadap sirkulasi massa air teluk. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik, pola sirkulasi dan stratifikasi massa air Teluk Tomini di dalam hingga luar teluk. Data yang digunakan merupakan data dari hasil pengukuran CTD dalam survei STOKAS 2015, data model INDESO, dan data satelit altimetri Jason 2. Analisis RMSE dilakukan untuk validasi data, perhitungan gradien suhu tiap satu meter kedalaman untuk menentukan lapisan massa air dan diagram TS, TO dan SO untuk mengetahui jenis massa air. Lapisan tercampur memiliki nilai suhu paling tinggi, salinitas rendah, densitas rendah dan oksigen tinggi. Pada lapisan termoklin suhu mengalami penurunan secara drastis, salinitas dan densitas lebih tinggi dibandingkan lapisan tercampur, dan oksigen semakin rendah. Pada lapisan dalam suhu sangat rendah dan homogen, salinitas dan densitas, tinggi, dan oksigen sangat rendah. Ketebalan tiap lapisan berbeda pada setiap stasiun. Massa air yang memasuki perairan Teluk Tomini adalah Northern Intermediate Water, dan South Pacific Subtropical Lower Thermocline Water yang merupakan masukan massa air dari Laut Maluku. Arus yang memasuki perairan teluk memiliki kecepatan yang tinggi pada mulut teluk bagian utara dan selatan sedangkan pada bagian tengah dan dalam teluk kecepatan arus rendah sehingga massa air di dalam teluk cenderung homogen. Kata kunci : stratifikasi massa air, Teluk Tomini, Laut Maluku, Arlindo, sirkulasi arus, model INDESO
ABSTRACT KARTIKA RAHMAWATI. Characteristic, Circulation and Stratification of Water Masses at Gulf of Tomini. Supervised by AGUS SALEH ATMADIPOERA. Geographical position Gulf of Tomini connected with Molucca Sea, the eastern path of Arlindo, could refresh water masses in flow to the gulf , and cause differences stratification and characteristic between inside and mouth of the gulf. The connection may affect to gulf water masses circulation. This study was to describe pattern circulation , stratification, and characteristic Gulf of Tomini water masses inside, mouth until outside of gulf. The data used for this study was CTD data from STOKAS 2015 survey, INDESO model and data from Jason 2 altimetry satellite. RMSE analysis performed for data validation, calculation of the temperature gradient per one meter depth to determine the water masses layer and TS diagram, TO and SO to determine the type of water masses. Mixed layer showed highest temperature, low salinity, low density and high oxygen. In the thermocline layer, temperature decrease drastically, salinity and density higher than mixed layer but oxygen much lower. In deep layer the temperature is lower and homogenous, high salinity and density but lower oxygen. Thickness of layer was difference each stations. There is two water masses entering the Gulf of Tomini that is Northtern Intermediate Water and the South Pacific Subtropical Lower Thermocline Water derived from Molucca Sea. The current that enters the gulf was a high velocity at the north and south mouth of the gulf while in the middle and inside the gulf it was low velocity so that the mixing of water masses inside the gulf was weak. Keyword : water masses stratification, Gulf of Tomini, Molucca Sea, Arlindo, current circulation, INDESO model
KARAKTERISTIK. SIRKULASI DAN STRATIFIKASI MASSA AIR TELUK TOMINI
KARTIKA RAHMAWATI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2015 ini ialah stratifikasi massa air, dengan judul Karakteristik, Sirkulasi dan Stratifikasi Massa Air Teluk Tomini. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Agus S Atmadipoera, DESS selaku dosen pembimbing yang selalu memberi masukan dan saran untuk dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Disamping itu, terimakasih penulis ucapkan kepada BPPL karena penulis diizinkan untuk menggunakan data hasil cruise untuk diolah dalam karya ilmiah ini, Bapak Dr. Ir. Wayan Nurjaya, M.Sc selaku ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Bapak Dr. Henry M. Manik, S.Pi, MT selaku ketua program studi, seluruh staf pengajar dan staf Tata Usaha Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan penulis sampaikan kepada kedua orang tua yang selalu memberikan doa, semangat dan kasih sayangnya kepada penulis. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, 2017 Kartika Rahmawati
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
METODE
2
Lokasi dan Waktu Penelitian
2
Pengumpulan Data
3
Alat
3
Prosedur Pengolahan dan Analisis Data
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
9
Profil Menegak Massa Air
9
Irisan Melintang (Cross Section) Massa Air
14
Diagram TS, TO, dan SO
20
Sirkulasi Arus dari Model INDESO
23
SIMPULAN DAN SARAN
27
Simpulan
27
Saran
28
DAFTAR PUSTAKA
28
LAMPIRAN
31
RIWAYAT HIDUP
35
DAFTAR TABEL 1 Koordinat dan waktu pengukuran CTD di stasiun pengamatan 2 Spesifikasi sensor CTD SBE 911 Plus (Sea-Bird Electronics 2014) 3 Spesifikasi CTD SBE 911 Plus (Sea-Bird Electronics 2014) 4 Nilai RMSE validasi data suhu (˚C), salinitas (psu) dan SSH (m) 5 Lapisan massa air di Teluk Tomini 6 Karakteristik massa air yang memasuki Teluk Tomini
3 4 5 11 14 23
DAFTAR GAMBAR 1 Peta lokasi titik pengambilan data di Teluk Tomini 2 Data salinitas yang sudah di filter (merah) dan sebelum di filter (biru) pada STOKAS 16 3 Diagram alir analisis data CTD, satelit dan model INDESO 4 Validasi data suhu (˚C) dan salinitas (psu) dari CTD dan model 5 Validasi nilai Sea Surface Height (m) dari satelit dengan model INDESO 6 Profil menegak parameter oseanografi (suhu, salinitas, densitas, dan oksigen) dari 7 stasiun pengukuran CTD di Teluk Tomini pada bulan Mei 2015 7 Profil menegak oksigen di Teluk Tomini (kiri) dan Laut Maluku (kanan) 8 Cross section suhu potensial Teluk Tomini dari dalam teluk hingga mulut teluk pada bulan Mei 2015 9 Cross section salinitas Teluk Tomini dari dalam teluk hingga mulut teluk pada bulan Mei 2015 10 Cross section densitas Teluk Tomini dari dalam teluk hingga mulut teluk pada bulan Mei 2015 11 Cross section oksigen Teluk Tomini (atas) dan Laut Maluku (bawah) pada bulan Mei 2015 12 Diagram TS, TO dan SO massa air di Teluk Tomini bulan Mei 2015 13 Perbesaran diagram TS massa air di Teluk Tomini bulan Mei 2015 14 Sirkulasi arus dari model INDESO di Teluk Tomini bulan Mei 2015 dengan sebaran nilai suhu (a) dan salinitas (b) pada kedalaman 9,6 m 15 Sirkulasi arus dari model INDESO di Teluk Tomini bulan Mei 2015 dengan sebaran nilai suhu (a) dan salinitas (b) pada kedalaman 109,7 m 16 Sirkulasi arus dari model INDESO di Teluk Tomini bulan Mei 2015 dengan sebaran nilai suhu (a) dan salinitas (b) pada kedalaman 222,5 m
3 7 8 9 10
12 13 15 17 18 19 21 22 24
25
26
DAFTAR LAMPIRAN 1 Tabel data salinitas CTD dan hasil filter hingga tekanan 75 db 2 Syntax filtering data salinitas 3 Syntax list data suhu, salinitas dan SSH 4 Syntax pola sirkulasi arus INDESO 5 Tabel perbandingan data suhu CTD dengan model 6 Tabel perbandingan data salinitas CTD dengan model
31 32 32 32 33 34
PENDAHULUAN Latar Belakang Karakter massa air merupakan faktor penting dalam bidang oseanografi. Pergerakan massa air pada samudera, laut maupun selat di dunia membentuk sirkulasi massa air (Naulita 1998). Salah satu sirkulasi massa air global yaitu Arus Lintas Indonesia (Arlindo) atau Indonesian Throughflow (ITF) yaitu aliran air hangat dari bagian barat Samudera Pasifik ke Samudera Hindia melalui serangkaian pulau di Indonesia serta antara Indonesia dan Australia (Sprintall dan Liu 2005). Aliran massa air yang melewati perairan Indonesia akan mengalami modifikasi karakteristik baik dari salinitas, suhu, oksigen dan densitas tergantung kepada jalur masuk dan residence time di perairan Indonesia (Atmadipoera et al. 2009). Arlindo berperan penting dalam peredaran massa air dunia karena fluks massa, bahang dan air yang relatif lebih segar dari Samudera Pasifik dipindahkan ke Samudera Hindia sehingga berpengaruh terhadap sistem iklim global. Pengetahuan tentang struktur dan pergerakan massa air di perairan yang dilewati Arlindo sangat diperlukan untuk mempelajari karakter dan dinamika massa air, seperti pelapisan massa air, proses pencampuran vertikal dan horizontal, keragaman musiman dan tahunan, maupun perubahan arah dan kecepatan aliran (Naulita 1998). Arlindo yang memasuki perairan Indonesia terbagi menjadi dua jalur yaitu barat dan timur. Massa air yang melewati jalur barat masuk melalui Laut Sulawesi, Selat Makassar, Laut Flores lalu ke Laut Banda. Untuk jalur timur, massa air melalui Laut Maluku dan Halmahera lalu ke Laut Banda. Massa air akan keluar melalui Laut Timor sebagai jalur utama dan beberapa jalur lain yaitu Selat Ombai (antara Alor dan Timor) dan Selat Lombok (Fieux et al. 1996). Teluk Tomini mempunyai luas sekitar 59.500 km2 termasuk ke dalam salah satu teluk terbesar di Indonesia. Teluk termasuk laut dalam (oseanik) dengan kedalaman rata-rata 1500 m, berbentuk seperti corong yang terbuka ke arah timur yang terhubung langsung dengan Laut Maluku, Teluk Tolo dan Laut Sulawesi dan merupakan perairan semi tertutup (Setyadji dan Priatna 2011 ; Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumberdaya Mineral 2004). Massa air utama di Laut Maluku yang merupakan jalur timur Arlindo terdiri dari South Pacific Subtropical Lower Thermocline Water (SPSLTW), Southern Intermediate Water (SIW), Northern Subtropical Lower Water (NSLW), Northtern Intermediate Water (NIW), Pacific Ocean Deep Water, North Pacific Intermediate Water (NPIW), South Pacific Subtropical Water (SPSW), dan North Pacific Subtropical Water (NPSW) (Atmadipoera et al. 2009, Wyrtki 1961, Ilahude dan Gordon 1996). Jenis massa air yang terdapat di dalam Teluk Tomini dapat ditentukan dengan melakukan pengukuran profil suhu, salinitas, densitas, dan kadar oksigen yang terdapat pada stasiun pengamatan. Karakteristik massa air berbeda sesuai dengan tempat air berasal. Penelitian stratifikasi massa air Teluk Tomini dilakukan untuk mendapatkan informasi karakteristik pada lapisan-lapisan massa air di teluk. Luas Teluk Tomini, letak geografis yang khas dan data dasar yang sangat minim
2 menjadi latar belakang kajian tentang massa air di Teluk Tomini dilakukan untuk menambah data dasar dalam penelitian teluk lebih lanjut. Perumusan Masalah Penelitian yang mengkaji karakteristik perairan Teluk Tomini masih sedikit sementara bentuk dan letak geografis dari Teluk Tomini memungkinkan perairan di dalam teluk memiliki karakteristik yang khas. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan berikut : 1. Bagaimanakah perbedaan stratifikasi dan karakteristik massa air di bagian dalam dan luar perairan Teluk Tomini? 2. Massa air apakah yang memasuki Teluk Tomini? 3. Bagaimanakah sirkulasi arus di bagian dalam dan luar teluk? Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mendapatkan informasi stratifikasi massa air di Teluk Tomini dari bagian dalam teluk sampai luar teluk yang berhubungan dengan Laut Maluku. 2. Menentukan jenis massa air yang ada di Teluk Tomini. 3. Menunjukkan pola sirkulasi arus di Teluk Tomini dan hubungannya dengan letak geografis teluk yang berhubungan langsung dengan jalur Arlindo di Laut Maluku. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu menyajikan informasi tentang stratifikasi massa air Teluk Tomini sehingga dapat memahami karakteristik khas yang dimiliki oleh teluk dan dapat dijadikan sebagai acuan untuk penelitian yang lebih lanjut.
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan bagian dari kegiatan Cruise Stock Assessment 2015 menggunakan Kapal Baruna Jaya VII pada bulan Mei 2015 dengan lokasi penelitian di Indonesia bagian Timur salah satu lokasinya adalah Teluk Tomini (Gambar 1). Proses pengolahan data dilaksanakan pada bulan Februari – September 2016 di Laboratorium Oseanografi Fisika, Laboratorium Data Processing dan Laboratorium Komputer Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.
3
Gambar 1 Peta lokasi titik pengambilan data di Teluk Tomini Pengumpulan Data Pengumpulan data lapangan Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah suhu, salinitas, oksigen, dan densitas dari 7 stasiun penelitian (Tabel 1). Data-data tersebut didapatkan dari sensor yang terdapat pada Conductivity Temperature Depth (CTD) SBE 911 Plus dengan sensor optional oksigen. Tabel 1 Koordinat dan waktu pengukuran CTD di stasiun pengamatan Stasiun 15 16 21 24 25 28 29
Posisi Bujur 123,9940 BT 123,2227 BT 120,2091 BT 120,5753 BT 121,2975 BT 122,1094 BT 122,4832 BT
Lintang 0.0076 LS 0.2286 LU 0.5195LS 0.4157 LS 0.1525 LS 0.1134 LS 0.1276 LS
Hari/Bulan/Tahun
Jam (GMT +8)
21/5/2015 21/5/2015 22/5/2015 23/5/2015 23/5/2015 24/5/2015 24/5/2015
21:00 03:39 16:34 12:23 18:28 10:11 16:35
Data keluaran model INDESO Data yang digunakan untuk menganalisis sirkulasi arus adalah data model INDESO (Infrastructure Development for Space Oceanograph). Data keluaran dari model INDESO berupa beberapa variabel yaitu tinggi muka laut (SSH), komponen arus zonal (u) dan meridional (v), salinitas dan suhu. Data arus yang terbentuk berupa data grid yang mengikuti batas lateral global dengan resolusi horizontal 1/12˚ dan resolusi vertikal yang terdiri dari 50 kedalaman (Purmadi 2015).
4 Data citra satelit SSH (Sea Surface Height) Data citra satelit yang digunakan adalah SSH (Sea Surface Height) yang akan divalidasi dengan data SSH dari model INDESO. Bentuk dari data citra satelit adalah .nc yang di download dari website http://www.marine.copernicus.eu. Data SSH didapatkan dari satelit altimetri Jason 2 dengan rata-rata bias < 0,5 dan RMSE (Root Mean Square Error) < 8,5 cm (Copernicus 2017). Satelit Jason 2 adalah satelit altimetri yang diluncurkan setelah Topex dan Jason1. Jason 2 diluncurkan tahun 2008 hingga sekarang dengan siklus 10 hari. Satelit ini diperuntukkan untuk ocean monitoring untuk pemantauan kedudukan muka laut secara continue (Kusnandar et al. 2013) Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah CTD SBE 911 Plus (Tabel 2 dan Tabel 3), laptop, perangkat lunak SBE Data Processing untuk mengekstrak data dari format .hex menjadi format .cnv dengan tujuan agar data dapat dibuka menggunakan berbagai perangkat lunak, Microsoft Excel 2010 digunakan untuk menggabungkan data dari setiap stasiun dan pengolahan validasi data, Notepad digunakan untuk mempermudah dalam melihat urutan data, Ocean Data View (ODV) 4.7.6 digunakan untuk membuat sebaran vertikal massa air dan cross section massa air teluk dan Ferret untuk membuat visualisasi dan analisis sirkulasi arus dari model INDESO. Tabel 2 Spesifikasi sensor CTD SBE 911 Plus (Sea-Bird Electronics 2014) Spesifikasi Measurrement
Sensor Conductivity 0 to 7 Siemens/meter
Range
(0-70 mmho/cm)
Initial accuracy
0,0003 S/m (0,003 mmho/cm)
Typical stability Resolution (at 24 Hz) Time response
Suhu
-5 to + 35 °C
Sampling speed Sample based drift
Oxygen
120%
larger of 0,3 μmol/kg (equivalent to 0,07 ml/L or 0,1 mg) or ±2 %
0,001 °C
0,015% of full scale
0,0002 °C per month
0,02% of full scale per year
0,0002 °C
0,001% of full scale
0,2 μmol/L
0,065 second
0,065 second
0,015 second
(Tau, 63% response):<6 sec (20 ˚C)
0,00005 S/m
0,00016 °C
0,3 dbar (for 6800 m [10.000 psia] pressure sensor)
0,0003 S/m (0,003mmho/cm) / month 0,00004 S/m (0,0004 mmho/cm)
Master clock Error contribution
Pressure 0 to full scale – 2000/3000/ 6000/10.000/15.000 psia (1400/2000 /4200/6800/10500 m)
1 Hz (1 sample/sec) <1μmol/kg/100.000 sample (20 ˚C)
5 Tabel 3 Spesifikasi CTD SBE 911 Plus (Sea-Bird Electronics 2014) No 1 2
Spesifikasi Type Sensor
3 4
Kapabilitas kedalaman Laju pemindaian
Keterangan 911 Plus Conductivity, Temperature, Pressure (sensor optional oxygen) 6800 atau 10500 meter 24 Hz all-channel
Prosedur Pengolahan dan Analisis Data Pemrosesan data Data penelitian yang digunakan merupakan data pada 7 stasiun yang diambil menggunakan CTD SBE 911 Plus. Data CTD berupa pengukuran profil perairan saat CTD diturunkan diolah dengan menggunakan software SBE Data Processing sebelum dianalisis. Tahap-tahap pengolahan data CTD adalah sebagai berikut (Sutedja 2011) : a. Data conversion Data conversion berfungsi untuk mengkonversi data mentah ke bentuk .cnv, memilih ASCII sebagai format data yang dikonversi. Pengkonversian dilakukan agar data hasil perekaman CTD dapat diolah menggunakan berbagai perangkat lunak. Data yang dikonversi meliputi : scan count, lintang (derajat), bujur (derajat), tekanan (db), suhu (ITS-90, 0 C), salinitas (PSU), konduktivitas (s/m), densitas (kg/ ), flourescence (mg/ ), oksigen SBE 43 (ml/l), dan turbiditas (NTU). b. Align CTD Align CTD berfungsi untuk mensinkronkan semua parameter yang diukur agar berada pada waktu, tekanan dan massa air yang sama. Proses Align hanya dilakukan pada data oksigen sebesar 5 detik terhadap tekanan (McTaggart et al. 2010). Nilai align data oksigen berkisar 1-5 detik, tergantung dari tekanan CTD yang digunakan. c. Wild edit Wild edit untuk memperbaiki data yang memiliki nilai ekstrim setiap 100 scan beam. Proses ini dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap pertama memperbaiki data yang memiliki nilai 2 kali dari standar deviasi rata-rata. Tahap kedua adalah memperbaiki data dengan niai 20 kali dari standar deviasi rata-rata yang baru. d. Cell thermal mass Cell thermal mass sebagai penapisan recursive mengkoreksi suhu pada sel konduktivitas saat pengukuran berlangsung. Nilai yang digunakan adalah 0,03 untuk nilai alfa (anomali amplitudo suhu) dan 7 untuk nilai beta (anomali konstanta waktu suhu) (McTaggart et al. 2010). e. Filter Filter yang digunakan adalah low pass filter berfungsi untuk menghilangkan bias (noise) frekuensi tinggi yang terdapat pada data tekanan. Cut-off frekuensi yang digunakan adalah 0,03 detik pada low pass filter A dan 0,15 detik pada low pass filter B. Low pass filter A
6 diaplikasikan pada kedalaman sedangkan low pass filter B dipakai pada konduktivitas. f. Loop edit Loop edit berfungsi untuk memperbaiki data CTD akibat ketidakstabilan kecepatan pada saat penurunan CTD ataupun pergerakan naik turun CTD akibat pengaruh guncangan kapal. Kecepatan minimum yang dipakai (McTaggart et al. 2010). adalah 0,25 m g. Bin average Bin average berfungsi untuk merata-ratakan data sesuai tekanan yang diinginkan. Ukuran bin yang digunakan adalah 1 bin tanpa mengikutsertakan permukaan sehingga selang tekanan pada data adalah 1 db. h. Koreksi manual Koreksi manual dilakukan dengan cara melihat secara langsung data hasil bin average karena data hasil pengolahan tidak dijamin dapat langsung diolah lebih lanjut. Untuk menghilangkan dan mendapatkan nilai dari data yang error dilakukan interpolasi. Data yang biasanya sering mengalami error adalah data pada tekanan 1-3 db. Analisis validasi data CTD dan satelit dengan Model INDESO Validasi dilakukan dengan membandingkan antara data lapang CTD dan data satelit dengan data hasil model INDESO. Untuk melakukan validasi data digunakan software Microsoft Excel 2010. Data model INDESO divalidasi dengan data suhu dan salinitas dari CTD pada titik koordinat yang sama. Data SSH (Sea Surface Height) dari model INDESO divalidasi dengan data SSH yang didapatkan dari data satelit. Dalam melakukan validasi maka harus dilakukan list data untuk membandingkan data model, CTD dan satelit (syntax pada lampiran). Validasi data dilakukan pada 7 titik stasiun dan dilakukan dengan melihat nilai RMSE (Root Mean Square Error). RMSE digunakan untuk mengetahui penyimpangan antara data model dengan data lapang. Berikut adalah persamaan untuk menghitung nilai RMSE (Wilks 1995) : √ ∑
(1)
RMSE = Root Mean Square Error n = Jumlah sampel = Nilai prediksi (data model) = Nilai aktual (data CTD dan satelit) Tinggi rendahnya nilai RMSE menunjukkan kedekatan nilai hasil prediksi dengan nilai aktual. Nilai RMSE yang tinggi menunjukkan bahwa nilai hasil prediksi jauh dengan nilai aktual data, sedangkan nilai RMSE yang rendah menunjukkan bahwa data prediksi dekat dengan nilai aktual (Swarinoto dan Husain 2012). Analisis data CTD Analisis data dilakukan menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel 2010, Matlab versi R2010a, dan Ocean Data View (ODV) 4.7.6. Microsoft excel
7 2010 digunakan untuk menggabungkan data dari 7 stasiun yang akan di analisis dan menghitung ∆T untuk menentukan lapisan massa air.
Gambar 2 Data salinitas yang sudah di filter (merah) dan sebelum di filter (biru) pada Stasiun 16 Data salinitas yang digunakan harus melalui proses filter menggunakan Matlab versi R2010a agar hasil yang didapatkan menjadi lebih halus (data hasil filter hingga tekanan 75 db pada Lampiran 1). Sebelum di filter data suhu, salinitas, densitas dan oksigen disusun terlebih dahulu menggunakan Microsoft Excel 2010 kemudian simpan data dengan format .txt. Untuk memanggil dan memplotkan data suhu, salinitas, densitas, dan oksigen dibuat syntax pada Matlab versi R2010a. Pada bagian salinitas ditambahkan syntax tambahan untuk memfilter data (Lampiran 2). Masukan format data dalam bentuk .txt kemudian pilih run untuk menampilkan hasil plot data asli dengan data hasil filter (Gambar 2). Filter yang digunakan adalah medfilt1 yaitu melaksanakan filter median satu dimensi untuk vektor x. Nilai salinitas harus di filter terlebih dahulu sebelum diolah di ODV agar noise atau spike dari data CTD dapat diminimalisir untuk visualisasi data. ODV 4.7.6 digunakan untuk menampilkan profil menegak dari suhu potensial, salinitas, densitas potensial, oksigen, TS, TO, dan SO. Selain itu, digunakan untuk membuat section dari suhu potensial, salinitas, densitas potensial, dan oksigen. Lapisan massa air ditentukan dengan melihat perubahan gradien suhu setiap satu meter kedalaman. Menurut Wyrtki (1961), lapisan tercampur ditandai dengan perubahan gradien suhu < 0,03 ˚C tiap 1 meter kedalaman. Lapisan lapisan termoklin memiliki gradien suhu ≥ 0,1 ˚C dan gradien densitas ∆σ0 ≥ 0,02 kg m-3 dengan titik acuan densitas permukan (Thomson dan Fine, 2003; Kara et al., 2000; dan Cisewski et al., 2005 dalam Suteja 2011). Selain itu, inti dari lapisan termoklin dapat diketahui dengan menentukan letak suhu 20 ˚C. Pada lapisan termoklin terlihat bahwa penurunan suhu tidak drastis terhadap kedalaman melainkan terdapat tahap-tahap penurunan suhu yang disebut dengan step like (Matsuno et al. 2005). Lapisan dalam ditentukan dengan cara melihat secara
8 visual profil menegak dari suhu dan densitas dimana nilai suhu dan densitas tidak menurun secara tajam terhadap kedalaman. Identifikasi jenis massa air yang berada pada lokasi penelitian dapat diketahui dengan metode diagram TS, TO dan SO. Setiap massa air memiliki karakteristik yang berbeda dengan massa air lainnya. Dari diagram TS, TO dan SO dapat diketahui kisaran nilai suhu, salinitas, densitas, oksigen dan kedalaman tiap massa air. Analisis model INDESO Ferret digunakan untuk membuat visualisasi dan analisis sirkulasi arus model INDESO dari massa air di Teluk Tomini. Data sebaran suhu dan salinitas di overlay dengan data sebaran rata-rata arus (u dan v). Data suhu, salinitas, dan arus (u dan v) yang digunakan merupakan data rata-rata selama satu bulan yaitu pada bulan Mei 2015. Sebelum dibuat sebaran nilai suhu, data suhu dari model harus dikurangi dengan nilai 273,15 terlebih dahulu untuk membuat sebaran suhu dengan derajat Celcius karena data suhu dari model INDESO memiliki derajat Fahrenheit.
Gambar 3 Diagram alir analisis data CTD, satelit dan model INDESO
9
HASIL DAN PEMBAHASAN Validasi Suhu, Salinitas dan Sea Surface Height (SSH) Validasi nilai suhu dan salinitas dilakukan menggunakan data lapang yaitu data dari CTD dengan data dari model INDESO (tabel perbandingan data suhu dan salinitas terdapat pada lampiran). Validasi data digambarkan dalam bentuk diagram batang. Data yang divalidasi merupakan data yang diambil pada 7 titik stasiun (STOKAS 15, 16, 21, 24, 25, 28, 29) dengan koordinat yang sama antara stasiun CTD dengan model INDESO selama 1 bulan yaitu bulan Mei 2015. Diagram batang validasi nilai suhu dan salinitas dapat dilihat pada Gambar 4. Berdasarkan diagram batang suhu (Gambar 4a) secara umum terlihat bahwa nilai suhu dari data CTD dengan data model memiliki pola yang sama yaitu semakin rendah seiring dengan bertambahnya kedalaman. Diagram batang salinitas dari data CTD dengan data model (Gambar 4b) menunjukkan pola yang hampir sama yaitu nilai salinitas akan bertambah seiring dengan bertambahnya kedalaman. a
b
Gambar 4 Validasi data suhu (˚C) dan salinitas (psu) dari CTD dan model
10 Data suhu dan salinitas yang didapat dari CTD dengan data dari model memiliki perbedaan nilai yang terlihat dari perbedaan letak titik data CTD dengan data model pada setiap kedalamannya. Tabel 4 memperlihatkan perbedaan nilai suhu, salinitas dan SSH. Pada stasiun 15, nilai suhu dari lapang memiliki rata-rata 22,31 ˚C, sedangkan data model memiliki rata-rata 22,39 ˚C dengan nilai RMSE 1,21. Pada stasiun 16, nilai suhu dari lapang memiliki rata-rata 23,66 ˚C sedangkan data model memiliki rata-rata 23, 93 ˚C dengan nilai RMSE 0,97. Pada stasiun 21, nilai suhu dari lapang memiliki rata-rata 23,63 ˚C, sedangkan data model memiliki rata-rata 24, 13 ˚C dengan nilai RMSE 1,31. Pada stasiun 24, nilai suhu dari lapang memiliki rata-rata 25,08 ˚C, sedangkan data model memiliki rata-rata 25,33 ˚C dengan nilai RMSE 0,95. Pada stasiun 25, nilai suhu dari lapang memiliki rata-rata 25,05 ˚C, sedangkan data model memiliki rata-rata 25, 98 ˚C dengan nilai RMSE 1,24. Pada stasiun 28, nilai suhu dari lapang memiliki rata-rata 26,60 ˚C, sedangkan data model memiliki rata-rata 27,34 ˚C dengan nilai RMSE 1,27. Dan pada stasiun 29, nilai suhu dari lapang memiliki rata-rata 23,92 ˚C, sedangkan data model memiliki rata-rata 24, 19 ˚C dengan nilai RMSE 0,62.
Gambar 5 Validasi nilai Sea Surface Height (m) dari satelit dengan model INDESO Validasi data salinitas memiliki nilai RMSE yang lebih kecil dibandingkan validasi data suhu. Pada stasiun 15, nilai salinitas dari lapang memiliki rata-rata 34,18 psu, sedangkan data model memiliki rata-rata 34,30 psu dengan nilai RMSE 0,16. Pada stasiun 16, nilai salinitas dari lapang memiliki rata-rata 34,13 psu, sedangkan data model memiliki rata-rata 34,18 psu dengan nilai RMSE 0,14. Pada stasiun 21, nilai salinitas dari lapang memiliki rata-rata 34,08 psu, sedangkan data model memiliki rata-rata 34,25 psu dengan nilai RMSE 0,25. Pada stasiun 24, nilai salinitas dari lapang memiliki rata-rata 33,95 psu, sedangkan data model memiliki rata-rata 34,19 psu dengan nilai RMSE 0,30. Pada stasiun 25, nilai salinitas dari lapang memiliki rata-rata 33,94 psu, sedangkan data model memiliki rata-rata 34,21 psu dengan nilai RMSE 0,33. Pada stasiun 28, nilai salinitas dari lapang memiliki rata-rata 34,09 psu, sedangkan data model memiliki rata-rata 34,21 psu dengan nilai RMSE 0,19. Dan pada stasiun 29, nilai salinitas dari
11 lapang memiliki rata-rata 34,09 psu, sedangkan data model memiliki rata-rata 34,23 psu dengan nilai RMSE 0,20. Tabel 4 Nilai RMSE validasi data suhu (˚C), salinitas (psu) dan SSH (m) Parameter
Stasiun
Suhu (˚C)
STOKAS 15 STOKAS 16 STOKAS 21 STOKAS 24 STOKAS 25 STOKAS 28 STOKAS 29
Salinitas (psu)
STOKAS 15 STOKAS 16 STOKAS 21 STOKAS 24 STOKAS 25 STOKAS 28 STOKAS 29
SSH (m)
Min 8,62 8,54 7,95 9,42 10,38 15,41 8,59 33,62 33,81 33,50 33,12 32,78 33,49 33,59
Lapang Max Rata-rata 29,45 22,31 29,60 23,66 30,36 23,63 30,56 25,08 30,48 25,50 30,26 26,60 30,15 23,92 34,60 34,18 34,61 34,13 34,57 34,08 34,56 33,95 34,56 33,94 34,57 34,09 34,61 34,09
Min 8,6 8,47 8,39 9,51 11,39 16,98 8,45 33,84 33,61 33,30 33,09 33,17 33,46 33,63
Model Max Rata-rata 29,2 22,39 30,22 23,93 31,61 24,13 31,66 25,33 31,54 25,98 31,16 27,34 30,92 24,19 34,64 34,30 34,67 34,18 34,63 34,25 34,63 34,19 34,63 34,21 34,65 34,21 34,65 34,23
0,46
Satelit 0,49
0,66
Model 0,69
0,48
RMSE
0,68
Validasi nilai SSH (Sea Surface Height) dari data satelit dengan data model pada 7 titik stasiun ditunjukkan pada Gambar 5. Gambar 5 memperlihatkan bahwa data satelit dengan data model memiliki perbedaan nilai. Data model menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan data satelit pada setiap stasiunnya. Validasi data SSH dari satelit dengan data model memiliki nilai RMSE yang kecil, sama halnya dengan validasi salinitas. Nilai rata-rata SSH dari satelit pada seluruh stasiun adalah 0,48 dan rata-rata model adalah 0,68 dengan nilai RMSE 0,22. Nilai RMSE pada validasi suhu berkisar 0,62-1,31, RMSE validasi salinitas berkisar 0,14-0,33 dan RMSE validasi SSH 0,22. Nilai RMSE yang rendah menunjukkan bahwa data prediksi dekat dengan nilai aktual (Swarinoto dan Husain 2012). Profil Menegak Massa Air Teluk Tomini merupakan perairan semi tertutup dan termasuk laut dalam. Profil menegak dari suhu, salinitas, densitas dan oksigen pada 7 stasiun penelitian digambarkan dengan tekanan mencapai 500 db yang memperlihatkan stratifikasi massa air di perairan teluk (Gambar 6). Tabel 5 menujukkan ketebalan lapisan massa air di teluk. Perairan Teluk Tomini dibedakan menjadi 3 lapisan yaitu lapisan tercampur, lapisan termoklin dan lapisan dalam berdasarkan perubahan nilai suhu setiap 1 meter kedalaman.
1,21 0,97 1,31 0,95 1,24 1,27 0,62 0,16 0,14 0,25 0,30 0,33 0,19 0,20
0,22
12 Tabel 5 memperlihatkan lapisan tercampur paling tebal berada pada stasiun STOKAS 21 yang mencapai tekanan 58 db dan paling tipis terdapat pada stasiun STOKAS 28 yang hanya mencapai tekanan 13 db. Berdasarkan profil menegak suhu diketahui bahwa semakin bertambahnya kedalaman maka nilai suhu semakin rendah dengan nilai suhu maksimum pada lapisan tercampur tertingi di stasiun STOKAS 24 dengan nilai 30,56 ˚C dan nilai suhu minimum terendah pada stasiun STOKAS 15 dengan nilai 29,02 ˚C. Hal ini sesuai dengan pendapat Wyrtki 1961 yang menyatakan bahwa di seluruh wilayah, suhu akan terus menurun dari permukaan ke lapisan yang lebih dalam. Penurunan nilai suhu terjadi karena penetrasi cahaya semakin kecil seiring bertambahnya kedalaman (Sidabutar et al. 2014). Nilai suhu pada lapisan tercampur yang berkisar 29,02-30,56 ˚C juga sesuai dengan BRKP dalam laporan Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumberdaya Mineral 2004 yang menyatakan bahwa nilai suhu permukaan di Teluk Tomini sepanjang tahunnya berkisar 27-30 ˚C.
Gambar 6 Profil menegak parameter oseanografi (suhu, salinitas, densitas, dan oksigen) dari 7 stasiun pengukuran CTD di Teluk Tomini pada bulan Mei 2015 Profil menegak dari salinitas menunjukkan bahwa seiring dengan bertambahnya kedalaman maka salinitas akan semakin tinggi dengan nilai salinitas pada lapisan tercampur berkisar 32,8-33,8 psu sesuai dengan BRKP dalam laporan Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumberdaya Mineral 2004 yang menyatakan bahwa rata-rata salinitas permukaan di perairan Teluk Tomini sepanjang tahunnya berkisar 32-34 psu. Sama halnya dengan profil menegak dari salinitas, profil menegak dari densitas juga menunjukkan bahwa semakin bertambahnya kedalaman maka nilai densitas akan semakin tinggi dan
13 homogen pada lapisan dalam dengan nilai pada lapisan tercampur 20-21 kg/ dan pada lapisan dalam mencapai 27 kg/ . Hal ini sesuai dengan pernyataan Wyrtki 1961 bahwa massa air di bagian permukaan kepulauan Sumatra, Jawa, Sulawesi dan Filiphina memiliki densitas dibawah 22 kg/ . Profil menegak dari oksigen memperlihatkan fluktuasi yang sangat jelas namun secara umum terlihat bahwa semakin bertambahnya kedalaman maka nilai oksigen akan semakin rendah dengan nilai pada lapisan tercampur 3,9-4,2 ml/L pada stasiun yang berada di dalam teluk hingga mulut teluk, sedangkan stasiun STOKAS 15 yang berada di luar teluk dan termasuk dalam wilayah Laut Maluku memiliki nilai oksigen yang jauh lebih tinggi yaitu 5,4–6 ml/L. Tingginya nilai oksigen pada STOKAS 15 sesuai dengan penelitian Saraswati (siap terbit) di Laut Maluku pada waktu pengambilan data yang sama yaitu pada bulan Mei 2015 menunjukkan nilai oksigen di lapisan tercampur berkisar 4,1–6 ml/L (Gambar 7). Suhu maksimum tertinggi di lapisan termoklin terdapat pada stasiun STOKAS 21 dengan suhu 29,27 ˚C dan suhu minimum terendah pada stasiun STOKAS 24 dengan suhu 15,04 ˚C. Salinitas dan densitas memiliki kesamaan profil yaitu nilai semakin tinggi seiring bertambahnya kedalaman dengan nilai salinitas di lapisan termoklin berkisar 33,8-34,5 psu dan nilai densitas berkisar 2125,8 kg/ . Nilai oksigen di lapisan termoklin berkisar 2,4-4 ml/L di bagian dalam hingga mulut teluk dan di bagian luar teluk, oksigen memiliki nilai 3,7– 5,75 ml/L. Lapisan termoklin merupakan lapisan yang berada di bawah lapisan tercampur dengan ciri khas penurunan nilai suhu secara drastis. Kedalaman lapisan termoklin sangat dipengaruhi oleh sirkulasi di lapisan tercampur (Sidabutar et al. 2014). Lapisan termoklin memiliki konsekuensi penting untuk biologi dan kimia dimana gelombang internal menyebar di sepanjang lapisan ini (Hadikusumah dan Lekatele 2011).
Gambar 7 Profil menegak oksigen di Teluk Tomini (kiri) dan Laut Maluku (kanan) Penentuan letak suhu 20 ˚C diperlukan untuk mengetahui inti dari lapisan termoklin. Pada setiap stasiun terlihat bahwa letak suhu 20 ˚C berada pada tekanan yang berbeda berkisar antara 117–128 db. Letak inti lapisan termoklin yang berbeda menunjukkan bahwa ketebalan lapisan termoklin pada setiap stasiun bervariasi.
14 Tabel 5 Lapisan massa air di Teluk Tomini Lapisan
Tercampur
Termoklin
Suhu 20 ˚C
Dalam
Suhu Min (˚C) Suhu Max (˚C) Suhu Rata-rata (˚C) Tekanan (db) Suhu Min (˚C) Suhu Max (˚C) Suhu Rata-rata (˚C) Tekanan (db) Tekanan (db) Suhu Min (˚C) Suhu Max (˚C) Suhu Rata-rata (˚C) Tekanan (db)
STOKAS 15
STOKAS 16
STOKAS 21
STOKAS 24
STOKAS 25
STOKAS 28
STOKAS 29
29,02
29,54
29,40
30,25
30,21
29,99
29,90
29,47
29,60
30,36
30,56
30,49
30,26
30,15
29,20
29,60
29,79
30,44
30,38
30,15
29,97
0-32
0-27
0-58
0-28
0-20
0-13
0-15
16,27
15,59
15,11
15,04
15,48
16,22
15,50
27,74
29,26
29,27
28,02
28,57
27,30
27,89
22,17
22,01
21,27
20,56
21,13
21,82
20,76
55-157
32-173
59-177
66-198
66-175
61-143
57-202
124
117
124
124
128
120
127
8,13
7,78
7,40
7,76
7,68
7,78
8,19
16,19
15,52
15,02
14,94
15,45
16,67
15,44
11,07
10,81
9,96
10,33
10,41
11,04
10,46
158-500
174-500
178-500
199-500
176-495
144-500
203-500
Lapisan dalam merupakan lapisan paling bawah yang memiliki suhu paling rendah. Pada lapisan dalam, nilai suhu maksimum paling tinggi terdapat pada stasiun STOKAS 28 dengan nilai 16,67 ˚C dan suhu minimum paling rendah terdapat pada stasiun STOKAS 21 dengan nilai 7,40 ˚C. Nilai suhu pada lapisan ini cenderung konstan dengan perubahan nilai yang sangat kecil karena pengaruh arus pada lapisan ini kecil (Sidabutar et al. 2014). Nilai salinitas berkisar antara 34,5-34,6 psu dan nilai oksigen berkisar 2,1–3,4 ml/L di bagian dalam hingga mulut teluk, sedangkan di bagian luar teluk oksigen memiliki nilai 3,25–3,7 ml/L sesuai dengan penelitian Saraswati (siap terbit) yang menunjukkan nilai oksigen di lapisan dalam Laut Maluku berkisar 3,5–3,7 ml/L. Nilai densitas pada lapisan ini berkisar 25,5-27 kg/ tidak sesuai dengan pernyataan Wyrtki 1961 bahwa massa air di lapisan dalam kepulauan Sumatra, Jawa, Sulawesi dan Filiphina memiliki densitas berkisar antara 27,2 – 27,8 pada kedalaman 400-600 meter. Irisan Melintang (Cross Section) Massa Air Cross section suhu Teluk Tomini diperlihatkan pada Gambar 8 dimana section dibuat dari bagian dalam teluk menuju keluar teluk yang berhubungan dengan Laut Maluku. Terlihat bahwa pada lapisan tercampur nilai suhu paling
15 tinggi dan garis konturnya renggang yang menujukkan bahwa pada lapisan ini suhu cenderung homogen namun ketebalan lapisan pada setiap stasiun berbeda. Lapisan termoklin dapat diketahui dengan garis kontur yang rapat yang menunjukkan bahwa perubahan nilai suhu drastis terhadap kedalaman. Berdasarkan irisan melintang, rentang nilai suhu di Teluk Tomini berkisar antara 8-30 ˚C dimana suhu tertinggi terdapat di lapisan tercampur.
Gambar 8 Cross section suhu potensial Teluk Tomini dari dalam teluk hingga mulut teluk pada bulan Mei 2015 Suhu pada lapisan tercampur berkisar 28-30 ˚C dimana pada lapisan tercampur terlihat adanya perbedaan nilai suhu pada stasiun yang berada di bagian dalam teluk dengan stasiun yang berada di mulut teluk dan diluar mulut teluk. Lapisan tercampur paling tipis terdapat pada stasiun STOKAS 28 yang merupakan stasiun di bagian tengah teluk. Suhu pada bagian dalam teluk yaitu STOKAS 21, 24, 25, 28 dan 29 mencapai 30 ˚C, sedangkan nilai suhu pada stasiun STOKAS 15 dan 16 yang merupakan stasiun di mulut teluk dan diluar Teluk Tomini lebih rendah dengan nilai sekitar 29 ˚C. Hal ini dikarenakan stasiun STOKAS 16 merupakan stasiun yang berada paling dekat dengan Laut Maluku sedangkan STOKAS 15 merupakan stasiun yang berada di luar teluk sehingga suhunya terpengaruh oleh suhu massa air dari Laut Maluku. Nilai suhu di dalam teluk yang mencapai 30 ˚C sesuai dengan BRKP dalam laporan Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumberdaya Mineral 2004 yang menyatakan bahwa nilai suhu permukaan di Teluk Tomini sepanjang tahunnya berkisar 27-30 ˚C. Penelitian yang dilakukan oleh Kasim 2010 juga menunjukkan bahwa suhu permukaan Teluk Tomini yang merupakan perairan semi tertutup relatif lebih tinggi dibandingkan daerah semi terbuka di sekitar mulut teluk. Suhu pada lapisan termoklin berkisar antara 15-29 ˚C pada tekanan 40-200 db dengan ketebalan yang berbeda pada setiap stasiunnya. Lapisan ini terlihat dengan garis kontur yang lebih rapat dibandingkan dengan lapisan diatasnya
16 maupun lapisan yang berada di bawahnya. Terlihat bahwa lapisan paling tipis terdapat pada stasiun STOKAS 28 yang berada di bagian tengah teluk dengan tekanan mencapai 143 db dan lapisan paling tebal berada pada stasiun STOKAS 29 lapisan termoklin mencapai tekanan 202 db. Ketebalan lapisan termoklin bervariasi dari bagian dalam teluk hingga luar teluk. Garis kontur yang renggang pada lapisan di bawah termoklin menunjukkan lapisan dalam dimana suhu tidak berubah secara drastis. Selain itu, nilai suhu pada lapisan ini cenderung homogen hal itu terlihat jelas dengan garis kontur yang renggang pada tekanan lebih dari 170 db sampai 500 db. Semakin dalam maka perubahan nilai suhu semakin kecil. Lapisan ini merupakan lapisan yang paling tebal dengan suhu 8-16 ˚C pada tekanan 170-500 db. Section salinitas dapat dilihat pada Gambar 9. Semakin dalam nilai salinitas semakin tinggi dengan rentang nilai 32,8-34,6 psu namun pada lapisan dalam terlihat bahwa nilai salinitas cenderung homogen. Dari section dapat dilihat terdapat kontur yang rapat di bagian permukaan hingga tekanan 50 db yang menandakan salinitas di lapisan permukaan bervariasi. Stasiun STOKAS 15, 21, 24, 25, 28 dan 29 pada lapisan permukaan memiliki rentang nilai salinitas 33,133,6 psu, sedangkan STOKAS 15 yang berada di mulut teluk memiliki nilai salinitas yang lebih tinggi yaitu 33,8 psu. Nilai salinitas terendah berada pada stasiun STOKAS 25 dengan nilai 32,8 psu. Nilai salinitas pada lapisan permukaan di bagian dalam teluk hingga mulut teluk memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan stasiun yang berada di luar teluk. Nilai salinitas pada lapisan tercampur ini sesuai dengan BRKP dalam laporan Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumberdaya Mineral 2004 yang menyatakan bahwa rata-rata salinitas permukaan di perairan Teluk Tomini sepanjang tahunnya berkisar 32 - 34 psu. Pada stasiun STOKAS 15, 21, 24, 25, 28 dan 29 terlihat perubahan nilai salinitas hingga kedalaman 50 db sedangkan pada STOKAS 16 salinitas cenderung homogen hingga tekanan 50 db. Salinitas pada tekanan 50-125 db masih mengalami perubahan nilai namun perubahan nilai yang terjadi tidak terlalu besar. Hal ini terihat dari garis kontur yang lebih renggang dibandingkan pada tekanan kurang dari 50 db. Nilai salinitas pada tekanan ini cenderung menyebar secara merata pada seluruh stasiun baik di dalam teluk hingga ke mulut teluk dengan nilai 34-34,5 psu. Salinitas perairan pada stasiun di dalam teluk cenderung homogen pada tekanan lebih dari 125 db yaitu 34,5-34,575 psu namun pada tekanan 350-450 db terdapat massa air dengan salinitas yang lebih tinggi yang bernilai 34,6 psu pada stasiun yang berada dekat dengan mulut teluk yaitu STOKAS 29, stasiun di mulut teluk yaitu stasiun STOKAS 16 dan stasiun di luar teluk yaitu STOKAS 15. Hal ini menunjukkan adanya massa air dari Laut Maluku yang memasuki perairan Teluk Tomini karena menurut Atmadipoera et al. (2009) massa air SPSLTW di Laut Maluku yang merupakan pintu masuk Arlindo memiliki nilai salinitas 34,534,6 psu.
17
Gambar 9 Cross section salinitas Teluk Tomini dari dalam teluk hingga mulut teluk pada bulan Mei 2015 Gradasi warna dan garis kontur pada cross section dari densitas (Gambar 10) menunjukkan bahwa semakin dalam maka densitas akan semakin tinggi dan cenderung homogen pada lapisan dalam. Nilai densitas pada lapisan permukaan berkisar 20-21 kg/ . Terdapat sedikit perbedaan nilai antara stasiun di dalam teluk dengan stasiun yang berada di sekitar mulut teluk. Pada stasiun di dalam teluk yaitu stasiun STOKAS 21, 24, 25 dan 28 nilai densitas berkisar 20–20,5 kg/ . Stasiun di dekat mulut teluk hingga di luar teluk yaitu STOKAS 29, 16 dan 15 memiliki nilai densitas yang lebih tinggi yaitu 21 kg/ . Hal ini sesuai dengan pernyataan Wyrtki 1961 bahwa perbedaan nilai densitas pada bagian permukaan laut tropis relatif kecil dan di bagian permukaan kepulauan Sumatra, Jawa, Sulawesi dan Filiphina memiliki densitas dibawah 22. Perubahan nilai densitas pada lapisan di bawah lapisan permukaan terjadi secara cepat terlihat dari rapatnya garis kontur. Densitas masih mengalami perubahan nilai secara cepat hingga tekanan 150 db. Kisaran nilai densitas pada lapisan ini adalah 21 – 25 kg/ . Pada lapisan ini nilai densitas tersebar merata dari bagian dalam teluk hingga luar teluk. Section densitas di lapisan dalam yaitu pada tekanan lebih dari 200 db memperlihatkan bahwa massa air semakin homogen dengan nilai 26 – 27 kg/ . Pada lapisan dalam sebagian besar densitas bernilai 26,5 kg/ yaitu pada stasiun di dalam maupun di luar teluk, namun pada tekanan 475 - 500 db pada stasiun STOKAS 21 terdapat massa air dengan densitas mencapai 27 kg/ . Hal ini berbeda dengan Wyrtki 1961 yang menyatakan bahwa massa air di lapisan dalam memiliki densitas berkisar antara 27,2 – 27,8 pada kedalaman 400 - 600 meter.
18
Gambar 10 Cross section densitas Teluk Tomini dari dalam teluk hingga mulut teluk pada bulan Mei 2015 Section oksigen yang ditampikan pada Gambar 11 memiliki gradasi warna yang bervariasi yang menunjukkan bahwa nilai oksigen di perairan teluk bervariasi secara vertikal. Nilai oksigen di bagian permukaan hingga tekanan 50 db berkisar 4,0 - 4,2 ml/L pada stasiun yang berada di dalam teluk hingga mulut teluk dan cenderung homogen. Stasiun STOKAS 15 yang merupakan stasiun di luar teluk memiliki kandungan oksigen yang paling tinggi dibandingkan stasiun lain yaitu 5,5 - 6 ml/L dengan perubahan nilai oksigen secara cepat. Tingginya nilai oksigen menunjukkan bahwa massa air di Laut Maluku memiliki kandungan oksigen yang lebih tinggi dibandingkan dengan massa air yang berada di dalam perairan teluk. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Saraswati (siap terbit) yang menunjukkan bahwa nilai oksigen di Laut Maluku pada lapisan tercampur berkisar diatas 4,3 – 6,0 ml/L. Kandungan oksigen pada lapisan ini adalah yang paling tinggi dibandingkan dengan lapisan-lapisan yang ada di bawahnya. Tingginya nilai oksigen pada lapisan permukaan sebagian besar disebabkan oleh proses fotosintesis dan dari udara (Hill dalam Atmadipoera 1991). Kadar oksigen yang tinggi dapat juga dipengaruhi oleh kondisi perairan yang jernih sehingga proses fotosintesis berlangsung dengan baik (Patty 2013). Oksigen mengalami perubahan nilai secara cepat pada tekanan 50 - 90 db di stasiun STOKAS 21, 24, 25 dan 28 sedangkan pada stasiun STOKAS 29 dan 16 yang berada di mulut teluk, perubahan nilai oksigen secara cepat berlangsung pada tekanan yang berbeda yaitu berkisar 35 - 75 db. Nilai oksigen pada ketebalan ini berkisar antara 2,7 - 4 ml/L. Pada STOKAS 15, perubahan nilai secara drastis terjadi mulai dari lapisan permukaan hingga tekanan 120 db dengan rentang nilai oksigen pada stasiun ini adalah 4 – 6 ml/L. Perubahan nilai oksigen secara drastis pada lapisan ini mungkin terjadi karena pada tekanan ini sudah tidak ada lagi interaksi dengan udara dan juga lemahnya pengadukan massa air yang terjadi. Ayubi et al. (2013) menyatakan bahwa angin pada bulan Mei yang termasuk
19 dalam musim peralihan I yang berhembus tidak terlalu kencang dan arahnya pun tidak tetap sehingga kekuatan pencampuran lemah.
Gambar 11 Cross section oksigen Teluk Tomini (atas) dan Laut Maluku (bawah) pada bulan Mei 2015 Section memperlihatkan nilai oksigen yang berfluktuasi secara horizontal pada perairan yang berada di bagian dalam teluk dengan perairan yang berada di mulut teluk pada tekanan 150 – 500 db. Pada tekanan lebih dari 150 db, perairan dibagian dalam teluk yaitu stasiun STOKAS 21, 24, 25 dan 28 memiliki kadar oksigen yang lebih rendah dibandingkan dengan perairan di mulut teluk dan di luar teluk yaitu STOKAS 29, 16 dan 15. Pada bagian dalam teluk kandungan oksigen cenderung rendah dan homogen karena sirkulasi massa air berlangsung lambat akibat kurangnya suplai air segar yang masuk ke bagian dalam teluk sedangkan oksigen dikonsumsi di dalam perairan (Atmadipoera 24 Mei 2016,
20 komunikasi pribadi). Nilai oksigen pada stasiun yang berada di dalam teluk berkisar 2,1-2,5 ml/L sedangkan untuk stasiun yang berada di mulut teluk memiliki nilai oksigen 2,4-2,6 ml/L pada STOKAS 29 dan 2,4 - 2,7 pada STOKAS 16. Tingginya oksigen pada bagian mulut teluk yaitu stasiun STOKAS 16 yang mencapai 2,4 ml/L pada tekanan 300 - 500 db menunjukkan adanya masukan massa air dari Laut Maluku. Stasiun STOKAS 15 memiliki nilai oksigen yang lebih tinggi dibandingkan stasiun yang lainnya sama seperti pada lapisan tercampur maupun termoklin. Nilai oksigen pada stasiun ini memiliki rentang yang cukup besar dibandingkan stasiun lain dengan kisaran nilai 3,4 – 3,9 ml/L. Pada setiap lapisan, nilai oksigen di stasiun STOKAS 15 yang berada di luar teluk memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun lainnya dengan perubahan nilai oksigen secara drastis sejak lapisan permukaan hingga tekanan 120 db. Nilai oksigen di lapisan permukaan pada stasiun yang berada di dalam teluk hingga stasiun yang berada di mulut teluk cenderung homogen dan tersebar secara merata. Lapisan dimana terjadi perubahan nilai oksigen secara drastis pada stasiun di dalam teluk hingga mulut teluk terjadi pada tekanan yang berbeda dimana pada stasiun yang berada di bagian dalam teluk perubahan oksigen secara drastis terjadi hingga tekanan yang lebih dalam dibandingkan stasiun yang berada di mulut teluk. Pada lapisan dalam dimana nilai oksigen cenderung homogen, stasiun di bagian dalam teluk memiliki nilai oksigen yang lebih rendah dibandingkan dengan stasiun yang berada di mulut teluk dan di luar teluk. Diagram TS, TO, dan SO Dalam menentukan jenis massa air diperlukan diagram TS, TO, dan SO (Gambar 12) untuk mengetahui karakteristik dari massa air yang terdapat di dalam sebuah perairan. Karakteristik suatu perairan dapat diketahui dari sifat fisika maupun kimianya seperti suhu, salinitas, konduktivitas, oksigen terlarut dan kandungan nutrien dimana suhu dan salinitas yang memilki peranan penting dalam mencerminkan kondisi massa air (Haikal et al. 2012). Setiap massa air memiliki karakteristik yang berbeda baik dari nilai suhu, salinitas dan nilai σ0. Massa air yang berada pada σ0 < 22 mewakili lapisan tercampur. Pada lapisan ini massa air memiliki rentang nilai suhu 27 - 30,5 ˚C. Nilai salinitas memiliki rentang 33 - 34,2 psu dengan nilai salinitas lebih rendah berada pada stasiun STOKAS 15 dan STOKAS 16 yang merupakan stasiun di mulut teluk. Untuk nilai oksigen pada stasiun STOKAS 16, 21, 24, 25, 28, dan 29 memilki rentang 3 - 4,2 ml/L sedangkan nilai oksigen pada stasiun STOKAS 15 yang merupakan stasiun yang berada di luar mulut teluk nilai oksigen sangat tinggi mencapai 5,3 - 6 ml/L. Hal ini terjadi karena stasiun STOKAS 15 merupakan stasiun yang berada paling dekat dengan Laut Maluku sehingga memiliki karakteristik dari perairan Laut Maluku. Massa air pada 22 < σ0 < 25 yang mewakili lapisan termoklin memiliki nilai suhu dengan kisaran 17,5 - 27 ˚C dan salinitas berada pada nilai 34 - 34,55 psu. Dari rentang nilai suhu yang jauh terlihat bahwa terjadi penurunan suhu secara drastis pada lapisan ini. Nilai oksigen pada lapisan ini berkisar 2,4 - 3,6 ml/L pada stasiun STOKAS 16, 21, 24, 25, 28, dan 29 sedangkan nilai oksigen
21 pada stasiun STOKAS 15 tetap memiliki nilai yang lebih tinggi yaitu 3,9 - 5,9 ml/L.
Gambar 12 Diagram TS, TO dan SO massa air di Teluk Tomini bulan Mei 2015 Lapisan dalam diwakili dengan massa air yang berada pada 25 < σ0 < 27 yang memiliki rentang nilai suhu 7,5 - 17,5 ˚C. Nilai salinitas pada stasiun STOKAS 21, 24, 25, dan 28 berkisar 34,52 - 34,57 psu sedangkan pada stasiun STOKAS 15, 16 dan 29 terlihat massa air dengan nilai nilai salinitas yang lebih tinggi yaitu 34,57 - 34,60 psu. Nilai oksigen pada lapisan ini berkisar 2,1 - 2,6 ml/L pada stasiun STOKAS 16, 21, 24, 25, 28, dan 29 dan 3,3 - 3,9 ml/L pada stasiun STOKAS 15. Berdasarkan diagram TS, TO, dan SO terlihat jelas perbedaan nilai oksigen massa air Laut Maluku dengan massa air Teluk Tomini. Massa air Laut Maluku memiliki nilai oksigen yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai oksigen di dalam teluk. Menurut Wyrtki 1961, massa air yang memasuki Laut Maluku adalah Northern Subtropical Lower Water yang memiliki ciri salinitas maksimum, Northtern Intermediate Water dengan ciri salinitas dan oksigen minimum dan Southern Intermediate Water dengan ciri salinitas dan oksigen minimum. Ilahude dan Gordon 1996 menyatakan bahwa massa air yang memasuki Laut Maluku adalah North Pacific Intermediate Water, South Pacific Subtropical Water, dan North Pacific Subtropical Water.
22
Gambar 13 Perbesaran diagram TS massa air di Teluk Tomini bulan Mei 2015 Berdasarkan diagram TS tidak terlihat adanya massa air Northern Subtropical Lower Water, Southern Intermediate Water, North Pacific Intermediate Water, South Pacific Subtropical Water, dan North Pacific Subtropical Water. yang memasuki perairan teluk. Pada penelitian ini ditemukan 2 jenis massa air yang memasuki perairan Teluk Tomini (Gambar 13). Massa air yang ditemukan memiliki karakteristik yang berbeda (Tabel 6). Pada tekanan 380 – 400 db dan σ0 26,3 – 26,55 terdapat massa air dengan suhu 10,5 – 12 °C, salinitas 34,54 – 34,59 psu dan oksigen 2 – 2,5 ml/L. Massa air ini menunjukkan Northtern Intermediate Water namun dengan ketebalan yang sangat tipis karena menurut Wyrtki 1961, massa air Northtern Intermediate Water yang memiliki rentang suhu 9 – 12 °C, salinitas 34,4 34,6 ‰ dan oksigen 2 – 3,3 ml/L terdapat pada kedalaman 250 – 400 m. Masukan massa air dari Laut Maluku ke Teluk Tomini yang terdeteksi pada lapisan dalam di stasiun yang terletak di mulut teluk memiliki rentang nilai salinitas 34,56 - 34,60 dan oksigen 2,3 – 3,5 ml/L pada σ0 26,6 – 26,95 dan tekanan 390 – 400 db merupakan massa air South Pacific Subtropical Lower Thermocline Water (SPSLTW) yang memiliki ciri salinitas tinggi pada lapisan bawah termoklin. Hal ini sesuai dengan hasil yang didapat Atmadipoera et al. (2009) bahwa massa air SPSLTW yang memasuki perairan Indonesia memiliki nilai 34,60 pada pintu masuk jalur timur Arlindo pada σ0 26
23 sampai 27. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Wyrtki 1961 yaitu massa air Laut Maluku memiliki salinitas 34,5 - 34,6. Berdasarkan gambar diagram TS yang sudah diperbesar (Gambar 12) diketahui pula suhu dari massa air Laut Maluku yang memasuki Teluk Tomini memiliki rentang nilai 8,5 – 10,2 ˚C. Nilai suhu yang didapat berbeda dengan Wyrtki 1961 yang menyatakan bahwa massa air Laut Maluku yang memiliki salinitas 34,5 - 34,6 berada pada suhu 5 - 7 ˚C namun sesuai dengan hasil Ilahude dan Gordon 1996 yang menyatakan massa air dari Pasifik Selatan di Laut Maluku dengan nilai salinitas lebih tinggi berada pada suhu 10 - 14 ˚C. Tabel 6 Karakteristik massa air yang memasuki Teluk Tomini Jenis
NIW
Tekanan (db) 380 - 400
Suhu Potensial (˚C) 10,5 - 12
SPSLTW
390 - 440
8,5 - 10,2
Massa Air
Sifat Massa Air Salinitas (psu) 34,54 - 34,59
Densitas (kg/m^3) 26,3 - 26,55
Oksigen (ml/L) 2 - 2,5
34,56 - 34,60
26,6 - 26,95
2,3 - 3,5
Sirkulasi Arus dari Model INDESO Pola sirkulasi arus di Teluk Tomini dari model INDESO digambarkan pada kedalaman 9,6 m, kedalaman 109,7 m dan 222,5 m pada bulan Mei 2015. Arus pada kedalaman 9,6 m mewakili lapisan permukaan, arus pada kedalaman 109,7 mewakili lapisan termoklin dan 222,5 m mewakili lapisan bawah termoklin. Pola sirkulasi arus pada bulan Mei 2015 di perairan Teluk Tomini pada lapisan tercampur yaitu pada kedalaman 9,6 m (Gambar 14) menunjukkan arah arus di bagian luar teluk hingga mulut teluk menuju ke arah utara dan sebagian menuju ke arah barat untuk memasuki perairan dalam teluk Tomini. Arus yang masuk ke dalam teluk berada pada bagian utara dari teluk kemudian memutar di bagian paling barat dari teluk dan keluar menuju mulut teluk dari bagian tengah dan selatan teluk. Pada bagian dalam teluk terlihat adanya perputaran arus, hal ini dikarenakan arus yang masuk kedalam menabrak datatan sehingga dibelokkan. Arah arus di perairan sekitar mulut Teluk Tomini yang menuju ke arah utara sesuai dengan hasil penelitian Rizal et al.(2009) yang menunjukkan bahwa arus permukaan pada muson barat dan timur menuju ke Samudera Pasifik melalui Laut Maluku dan Laut Buru. Kecepatan arus yang lebih besar berada pada bagian mulut teluk yang mengarah ke barat, bagian dalam teluk yang mengalami perputaran arus dan bagian selatan teluk yang mengarah ke mulut teluk. Pada bagian barat teluk dan bagian tengah teluk terlihat kecepatan arus yang lebih kecil. Sirkulasi arus pada Gambar 14 juga memperlihatkan adanya perbedaan nilai suhu dan salinitas di bagian luar teluk, mulut teluk dan bagian dalam teluk. Massa air yang berada di luar teluk bagian selatan memiliki nilai suhu yang lebih rendah dibandingkan massa air yang berada di mulut teluk dan di dalam teluk. Di luar teluk bagian selatan terlihat massa air dengan suhu 27,8 – 29 ˚C. Ilahude dan Gordon 1996 menyatakan bahwa suhu permukaan pada muson tenggara di Laut Maluku memiliki nilai suhu antara 26,1 – 27 ˚C. Suhu pada bagian mulut teluk berkisar 29,4 - 30,6 ˚C sedangkan di dalam teluk suhu lebih tinggi dengan nilai
24 berkisar 31,2 – 32,4 ˚C. Nilai salinitas pada bagian luar teluk berkisar 33,6 – 33,8 psu dan di bagian mulut teluk cenderung lebih tinggi dengan nilai bekisar 33,75 34 psu sedangkan di dalam teluk cenderung lebih rendah dengan nilai berkisar 39 - 33,55 psu. Nilai salinitas permukaan di Laut Maluku menurut Ilahude dan Gordon 1996 pada muson tenggara memiliki nilai 34,1 – 34,4 psu.
Gambar 14 Sirkulasi arus dari model INDESO di Teluk Tomini bulan Mei 2015 dengan sebaran nilai suhu (a) dan salinitas (b) pada kedalaman 9,6 m Pola sirkulasi arus Teluk Tomini pada kedalaman 109,7 m (Gambar 15) menunjukkan aliran arus menuju selatan di bagian mulut teluk dan sebagian arus berbelok ke barat untuk memasuki Teluk Tomini melewati bagian selatan teluk. Arus yang masuk kedalam teluk akan berputar di dalam teluk kemudian sebagian massa air keluar menuju mulut teluk. Pada kedalaman ini pun terlihat adanya perputaran arus di dalam teluk. Kecepatan arus pada kedalaman ini lebih rendah dibandingkan dengan kecepatan arus di bagian permukaan. Kecepatan arus yang lebih besar terdapat pada bagian mulut teluk dan bagian sebelah barat teluk yang mengalami perputaran arus. Arah arus yang didapat berbeda dengan hasil yang
25 didapat dari penelitian Rizal et al. (2009) yang menujukkan bahwa arah arus pada kedalaman 100-200 m di Laut Maluku saat muson barat dan timur menuju ke arah utara yaitu ke Samudera Pasifik namun sesuai dengan pernyataan Gordon dan McClean dalam Rizal et al. (2009) yang menyatakan bahwa arus pada kedalaman 117,5 m pada muson barat yang melalui Laut Maluku menuju ke selatan.
Gambar 15 Sirkulasi arus dari model INDESO di Teluk Tomini bulan Mei 2015 dengan sebaran nilai suhu (a) dan salinitas (b) pada kedalaman 109,7 m Perbedaan nilai suhu dan salinitas (Gambar 15) pada kedalaman 109,7 m di bagian mulut teluk dengan di bagian dalam teluk memiliki perbedaan walaupun perbedaan nilai tersebut tidak terlalu besar. Suhu pada bagian mulut teluk cenderung lebih rendah dengan nilai berkisar 21,4-22,6 ˚C dibandingkan dengan suhu di dalam teluk dengan nilai berkisar 22,8-24,2 ˚C sedangkan di tengah teluk bagian selatan terlihat ada massa air yang memiliki nilai suhu lebih tinggi berkisar 23,8-24 ˚C. Nilai salinitas pada bagian mulut hingga tengah teluk cenderung lebih rendah dengan nilai bekisar 34,5-34,54 psu dibandingkan di dalam teluk yang cenderung lebih tinggi dengan nilai berkisar 34,58-34,64 psu. Kecepatan arus yang kecil di bagian mulut teluk menyebabkan massa air dengan salinitas yang
26 lebih rendah tidak meyebar hingga ke bagian dalam teluk. Di tengah teluk bagian selatan terlihat pula massa air yang memiliki nilai salinitas lebih rendah dengan nilai 34,52-34,56 psu. Pola sirkulasi arus Teluk Tomini pada kedalaman 222,5 m (Gambar 16) yang merupakan lapisan bawah termoklin menujukkan aliran arus menuju utara di bagian mulut teluk dan sebagian arus berbelok ke barat untuk memasuki Teluk Tomini melewati bagian utara teluk. Arus yang masuk kedalam teluk akan mengalami perputaran di bagian dalam teluk namun kecepatan perputarannya tidak terlalu besar dibandingkan dengan perputaran di kedalaman 9,6 m dan 109,7 m. Sama dengan kedalaman sebelumnya, kecepatan arus yang memasuki teluk lebih tinggi pada bagian mulut teluk.
Gambar 16 Sirkulasi arus dari model INDESO di Teluk Tomini bulan Mei 2015 dengan sebaran nilai suhu (a) dan salinitas (b) pada kedalaman 222,5 m Pada Gambar 16 terlihat bahwa nilai suhu pada bagian mulut teluk lebih tinggi dibandingkan bagian dalam teluk dan nilai salinitas di bagian mulut teluk pun menunjukkan nilai yang lebih tinggi. Suhu pada bagian luar teluk berkisar 15 – 15,8 ˚C. Pada bagian mulut teluk nilai suhu berkisar 16,2 – 16,4 ˚C sedangkan
27 di bagian dalam teuk suhu terlihat lebih rendah dengan nilai 14,8 – 15,3 ˚C. Nilai salinitas di luar teluk berkisar 34,58 – 34,61 psu. di bagian mulut teluk nilai salinitas lebih tinggi dibandingkan dengan salinitas di bagian dalam teluk. Kisaran nilai salinitas di mulut teluk adalah 34,59 – 34,62 psu sedangkan nilai salinitas di bagian dalam teluk berkisar 34,57 – 34,59 psu. Berdasarkan sirkulasi arus dari model INDESO pada ketiga kedalaman terlihat bahwa arus yang masuk ke dalam teluk akan berputar kemudian menuju keluar teluk. Magnitude arus pada kedalaman 109,7 m dan 222,5 m yang memasuki bagian dalam teluk mengalami reduksi sehingga kecepatannya berkurang. Hal ini memperkuat dugaan bahwa pengadukan di bagian dalam teluk lemah yang menyebabkan oksigen yang sangat rendah dan nilai salinitas yang cenderung lebih kecil dibandingkan di bagian mulut hingga luar teluk pada lapisan termoklin hingga lapisan dalam. Suplai massa air segar kedalam teluk pun terbatas hanya dari mulut teluk bagian utara sehingga bagian dalam teluk tidak mendapat masukan massa air baru yang menyebabkan stratifikasi massa air relatif kuat dan cenderung homogen.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Teluk Tomini yang merupakan perairan semi tertutup dan berhubungan langsung dengan jalur Arlindo memiliki ketebalan rata-rata dari lapisan tercampur 26 db. Lapisan tercampur paling tebal berada pada stasiun 21 yang merupakan stasiun di bagian teluk paling barat kemudian ketebalan lapisan tercampur mulai berkurang pada stasiun yang berada di tengah teluk dan kembali menebal pada stasiun yang berada di mulut teluk dan luar teluk. Lapisan termoklin dari stasiun yang berada di dalam teluk hingga keluar teluk memiliki ketebalan yang bervariasi pada tekanan 32 – 202 db. Suhu 20 ˚C berada pada kisaran kedalaman 117-128 db. Perbedaan ketebalan lapisan massa air pada teluk dipengaruhi oleh besar kekuatan pengadukan oleh angin dan arus yang berbeda pada masingmasing stasiun. Cross section dari salintas dan oksigen memperlihatkan nilai salinitas dan oksigen yang lebih tinggi pada stasiun di mulut hingga luar teluk. Perbedaan nilai tersebut menujukkan adanya masukan massa air dari Laut Maluku. Berdasarkan diagram TS diketahui bahwa terdapat 2 jenis massa air yang memasuki perairan Teluk Tomini yaitu massa air Northtern Intermediate Water, dan South Pacific Subtropical Lower Thermocline Water (SPSLTW). Pola sirkulasi berdasarkan model INDESO menunjukkan arah yang berbeda pada tiap kedalaman yang mewakili setiap lapisan. Pada kedalaman 9,6 m yang arah arus di bagian mulut teluk menuju ke arah utara, pada kedalaman 109,7 m menujukkan aliran menuju selatan, dan pada kedalaman 222,5 m arah arus di bagian mulut teluk menuju ke arah utara. Arus dari mulut teluk memasuki perairan dalam teluk Tomini melewati bagian utara dan selatan teluk. Magnitude arus pada kedalaman 109,7 m dan 222,5 m yang memasuki bagian dalam teluk mengalami reduksi sehingga pengadukan di bagian dalam teluk lemah.
28 Saran Penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan data CTD yang mewakili musim sehingga dapat memberikan hasil yang lebih baik dan karakteristik perairan dapat diketahui pada setiap musim yang berbeda. Untuk data model juga ditambahkan menjadi data setahun agar terlihat perbedaan arah arus maupun sebaran salinitas dan suhu pada setiap bulannya.
DAFTAR PUSTAKA Ayubi MAA, Surbakti H, Mbay NLO. 2013. Identifikasi Massa Air di Perairan Timur Laut Samudera Hindia. Maspari J. 5(2):119-133. Atmadipoera AS, Molcard R, Madec G, Wijffels S, Sprintall J, Koch-Larrouy A, Jaya I, Supangat A. 2009. Characteristics and variability of the Indonesian Throughflow water at the outflow straits. Deep-Sea Res I. 56:1942-1954. Atmadipoera AS. 1991. Suatu Studi Tentang Topografi Dinamik di Perairan Selatan Jawa-Sumbawa pada Bulan Maret-April 1990. [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumberdaya Mineral. 2004. Laporan Penyelidikan Potensi Sumberdaya Mineral Perairan Teluk Tomini, Gorontalo. (ID) : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan Bandung. Copernicus Marine Environment Monitoring Service. 2017. Quality Information Document for Global Analysis and Forecasting Product from Coupled System GLOBAL_ANALYSIS_FORECAST_PHYS_001_015. (diunduh 6 September 2016). Tersedia pada : http://www.marine.copernicus.eu Fieux M, Andrié C, Charriaud E, Ilahude AG, Metzl N, Molcard R, Swallow JC. 1996. Hydrological and Chlorofluoromethane Measurement of the Indonesian Throughflow Entering the Indian Ocean. J Geophys Res. 101(C5):12433-12454. Gordon AL, dan Illahude AG.1996.Thermocline stratification within the Indonesian seas. J Geophys Res. 101(C5):12401-12409. Hadikusumah . 2010. Massa Air Subtropical di Perairan Hamahera. J Ilmu dan Tek Kel Trop. 2(2):92-108. Hadikusumah dan Lekalete JD. 2011. Kenaikan Lapisan Termoklin Akibat Tsunami 2004 di Perairan Nangro Aceh Darussalam. J Ilmu dan Tek Kel Trop. 3(1):115-133. Haikal VM, Taofiqurohman A, Riyantini I. 2012. Analisis Massa Air di Perairan Maluku Utara. J Perik dan Kel. 3(1):1-9. Illahude AG dan Gordon AL. 1996. Thermocline Startification Within the Indonesian Seas. J Geophys Res. 101(C5) : 12401-12409.
29 Kasim F. 2010. Analisis Distribusi Suhu Permukaan Menggunakan Data Citra Satelit Aqu-Modis dan Perangkat Lunak Seadas di Perairan Teluk Tomini. J Ilm Agropol. 3(1):270-276. Kusnandar, Mara MN, Yundari, Satyahadewi N, Debataraja NN. 2013. Mengatasi Missing Data Hasil Pengukuran Satelit Altimetri Topex, Jason 1 dan Jason 2 dengan Metode Kalman Filter. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika UNY, Yogyakarta, 9 September 2013. Laksana TG. 2013. Perbandingan Algoritma Neural Network (NN) dan Support Vector Machines (SVM) Dalam Peramalan Penduduk Miskin di Indonesia. J Online ICT STMIK IKMI. 1(1). Matsuno T, Shimizu M, Morii Y, Nishida H, Takaki Y. 2005. Measurement of the Turbulent Energy Dissipation Rate Around the Shelf Break in the East China Sea. J Oceanogr. 61:1029-1037. McTaggart KE, Johnson GC, Johnson MC, Delahoyde FM, Swift JH. 2010. Notes on CTD/O2 data acquisition and processing using Sea-Bird hardware and software (as available). Go-Ship IOCCP Rep 14:1-10. Naulita Y. 1998. Karakteristik Massa Air Pada Perairan Lintasan Arlindo [tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Patty SI. 2013. Distribusi Suhu, Salinitas dan Oksigen Terlarut di Perairan Kema, Sulawei Utara. J Ilmiah Platax. 1(3):148-157. Purmadi RM. 2015. Formasi dan Karakteristik Eddies yang Dibangkitkan Oleh ARLINDO Lombok Dari Model INDESO [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Rizal S, Setiawan I, Muhammad, Iskandar T, Wahid MA. 2009. Simulasi Pola Arus Baroklinik di Perairan Indonesia Timur Dengan Model Numerik Tiga-Dimensi. J Matemat Sains. 14(4):113-119. Sidabutar HC, Rifai A, Indrayanti E. 2014. Kajian Lapisan Termoklin di Perairan Utara Jayapura. J Oseanogr. 3(2):135-141. Swarinoto YS dan Husain. 2012. Estimasi Curah Hujan Harian Dengan Metode Auto Estimator (Kasus Jayapura dan Sekitarnya). J Meteorol Geofis. 13(1):53-61. Sea-Bird. 2014. SBE 911 Plus CTD.[internet].(diperbaharui Desember 2014 [diunduh 26 November 2015]). Tersedia pada: http://www.seabird.com/sbe911plus-CTD Setyadji B dan Priatna A. 2011. Distribusi Spasial dan Temporal Plankton di Perairan Teluk Tomini, Sulawesi. J Bawal. 3(6) : 387-395. Sprintal J dan Liu WT. 2005. Ekman Mass and Heat Transport in Indonesian Seas.Oceanogr. 18(4):88-97. Suteja Y, Purba M, Atmadipoera AS. 2015. Pencampuran Tubulen di Selat Ombai. J Ilmu dan Tek Kel Trop. 7(1):71-82.
30 Suteja Y. 2011. Pencampuran Turbulen Akibat Pasang Surut Internal dan Implikasinya Terhadap Nutrtien di Selat Ombai [tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Wilks DS. 1995. Statistical Method in the Atmospheric Sciences. Sandiego (US) : Academic Press Inc. Wyrtki K. 1961. Scientific Results of Marine Investigations of the South China Sea and the Gulf of Thailand. Naga Report Volume 2. California (US): University of California.
31
LAMPIRAN Lampiran 1 Tabel data salinitas CTD dan hasil filter hingga tekanan 75 db
32 Lampiran 2 syntax filtering data salinitas load St_24.txt dept=St_24(1:745,1); grid on; figure(2) salinitas_f=medfilt1(salinitas,35); %filter untuk vektor x salinitas_f(1)=salinitas(1); plot(salinitas,dept,'blue','linewidth',1) hold on plot(salinitas_f,dept,'red','linewidth',2) legend('Original', 'Filtered') hold on set(gca,'YDir','reverse'); ylabel('Tekanan (dbar)'); xlabel('Salinity (PSU)'); title('Ulangan ke-1'); xlim([33.1 34.6]); ylim([0 745]); grid on
median
satu
dimensi
Lampiran 3 syntax list data suhu, salinitas dan SSH cd (lokasi file) ferret use suhu_tomini.nc sh da list VOTEMPER[l=@ave,k=1:32,x=longitude,y=latitude] list/file=suhu16.txt list SSH[l=@ave,x=longitude,y=latitude] use salinitas_tomini.nc sh da list VOSALINE[l=@ave,k=1:32,x=longitude,y=latitude] lis/file=sal16.txt Lampiran 4 syntax pola sirkulasi arus INDESO cd (lokasi file) ferret use tomini.nc sh da fill VOTEMPER[l=@ave,k=8,d=1] vector/ov/xskip=1.5/yskip=1.5/len=0.5 U[l=@ave,k=8,d=1] V[l=@ave,k=8,d=1] go land_detail thick frame/file=suhutom8.gif
Lampiran 5 Tabel perbandingan data suhu CTD dengan model
33
Lampiran 6 Tabel perbandingan data salinitas CTD dengan model
34
35
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 22 Mei 1994 sebagai putri kedua dari Ayah Suryo Santoso dan Ibu Rini Ismawati. Penulis menyelesaikan pendidikan di SMAN 3 Cibinong pada tahun 2012 dan diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2012 melalui jalur SNMPTN Tulis. Selama menjalani masa perkuliahan penulis merupakan anggota dalam Himpunan Mahasiswa dan Teknologi Kelautan (HIMITEKA) periode 2013/2014. Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Sosiologi Umum (2015) dan Oseanografi Terapan (2016). Penulis juga pernah menjadi panitia divisi Dana dan Usaha Temu Alumni FPIK 2014. Selain itu penulis tertarik dalam bidang seni dengan menjadi juara 3 dalam cabang Cilapik, FMAC 2016 sebagai vokalis.