Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
KARAKTERISTIK SIFAT-SIFAT PRODUKTIVITAS AYAM KAMPUNG BETINA FASE PRODUKSI PADA POPULASI DASAR SELEKSI (Characteristic of Productivity Traits of Hen of Kampung Chicken at Base Selection Population) TIKE SARTIKA dan BENNY GUNAWAN Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002
ABSTRACT The aim of the research was to study the characteristic productivity traits of hen of Kampung chicken at base selection population, which determine the fixed selection criteria at selection program to get sustainable genetic gain. The total of 333 hens of Kampung chicken (pullet) ± 5 months old from Cianjur, Jatiwangi, Depok, Bogor 1 and Bogor 2: 100, 84, 52, 56 and 41 hens each, were used as material of the research. They were housed in wires individual cages completed with feed and water trough. Ration with 17.26% protein content and water were given ad libitum. The measurement of productivity were: the age of first lay (UPB), hen body weight at first lay (BI), the first egg weight (BTP), average of egg weight (BT), and egg production during 6 months (PT). Data were analyzed by simple linier model and multivariable analysis using Principle component analysis (PCA). Productivity of Kampung chicken at base selection population showed that the Cianjur flock produced higher productivity compared to the other flocks. It showed UPB more quickly, BI, BTP, BT were higher than those of the other flocks, except PT during 6 month was not significantly different compared to the others. The result of the grouping based on principal component score, showed that the hen of Kampung chicken from Cianjur had highest productivity with a value of 33%, while other Hen from Jatiwangi, Depok, Bogor-1 and Bogor-2 had lower score, namely: 10.32, 6.41, 4.17 and 8.13%, respectively. The coefficient of variance from that parameter was 9.58 – 17.47%, except for egg production was the highest (47.46%). It is recommended that, the selection of Kampung chicken based on egg production trait needed to be done, although, the heritability was low. Hopefully, the selection response has a positive value. Key Words: Kampung Chicken, Productivity, PCA ABSTRAK Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan karakteristik sifat-sifat produktivitas ayam Kampung pada populasi dasar seleksi, yang merupakan langkah awal untuk menentukan kriteria seleksi yang tepat dalam pelaksanaan program seleksi/perbaikan mutu yang berkelanjutan. Sebanyak 333 ekor ayam Kampung betina dara (pullet) umur ± 5 bulan yang didatangkan dari Cianjur, Jatiwangi, Depok, Bogor 1 dan Bogor 2 masingmasing sebanyak 100, 84, 52, 56 dan 41ekor, digunakan sebagai materi penelitian. Ayam-ayam tersebut dikandangkan dengan menggunakan kandang individu yang terbuat dari kawat, dan dilengkapi dengan tempat pakan dan air minum. Pemberian pakan dengan kandungan protein 17,26% dan air minum dilakukan secara ad-libitum. Produktivitas ayam Kampung yang diukur adalah umur pertama bertelur (UPB), bobot induk saat bertelur (BI), bobot telur pertama (BTP), rataan bobot telur (BT) dan produksi telur selama enam bulan (PT). Analisis data menggunakan model statistik linier sederhana dan analisis Multivariabel yaitu dengan Principal Component Analysis (PCA) atau Analisis Komponen Utama (AKU). Produktivitas ayam Kampung pada populasi dasar seleksi diperoleh bahwa secara umum ayam yang berasal dari Cianjur mempunyai produktivitas lebih tinggi dari ayam Kampung lainnya. Dalam hal ini umur pertama bertelur (UPB) lebih cepat, bobot induk (BI), bobot telur pertama (BTP) dan rataan bobot telurnya (BT) lebih besar, dan hanya produksi telur (PT) selama 6 bulan tidak berbeda dibandingkan dengan kelompok lainnya. Hasil pengelompokan berdasarkan skor komponen utama menunjukkan bahwa ayam Kampung yang berasal dari Cianjur memiliki produktivitas tinggi dengan skor 33%, sedangkan kelompok lainnya seperti ayam dari Jatiwangi, Depok, Bogor-1 dan Bogor-2 hanya sebesar 10,32, 6,41, 4,1% dan 8,13%. Dari peubah produktivitas tersebut diperoleh nilai koefisien keragaman berkisar 9,58 – 17,47% kecuali untuk sifat produksi telur selama 6 bulan cukup tinggi yaitu sebesar 47,46%. Untuk itu seleksi berdasarkan sifat produksi telur
576
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
walaupun nilai heritabilitasnya rendah perlu dilakukan dan diharapkan mempunyai respons seleksi yang positif. Kata Kunci: Ayam Kampung, Produktivitas, PCA
PENDAHULUAN Indonesia banyak memiliki ternak unggas lokal yang berpotensi tinggi untuk dikembangkan. Salah satunya adalah ayam Lokal atau ayam Kampung. Populasi ayam Kampung pada tahun 2006 mencapai 298,4 juta ekor, sebagian besar (70%) dipelihara secara tradisional dan hanya 30% yang dipelihara dengan mengikuti program intensifikasi ayam buras/INTAB (DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN, 2006). Kontribusi ayam Kampung dalam menyumbangkan daging dan telur di Indonesia tidaklah sedikit. Sumbangan ayam Kampung terhadap produksi daging sebesar 322,8 ribu ton atau 16% terhadap produksi daging secara nasional, sedangkan terhadap daging unggas kontribusi ayam Kampung sebanyak 31%. Begitu pula produksi telurnya sebanyak 181,1 ribu ton atau 15,97% terhadap produksi telur secara keseluruhan (DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN, 1998). Hal ini mengindikasikan bahwa ayam Kampung memiliki peranan yang cukup besar dalam pembangunan peternakan di Indonesia. Oleh karena itu, dalam menyongsong era millenium baru, dimana persaingan pasar akan terbuka, pengembangan ayam Kampung menjadi alternatif untuk lebih diperhatikan keberadaannya. Bila dilihat potensi pasarnya, ayam Kampung mempunyai potensi pasar yang cukup besar. Daging ayam Kampung mempunyai rasa dan tekstur yang khas sehingga disukai oleh sebagian besar masyarakat Indonesia bahkan dapat dikatakan telah mempunyai segmen pasar tersendiri. Pada masakan tertentu seperti ayam goreng Ny. Suharti, Mbok Berek dan ayam bakar Taliwang hanya cocok menggunakan ayam Kampung dan masakan tersebut disukai turis mancanegara, sehingga ayam Kampung dapat dikatakan telah go International (DIWYANTO, 1998). Permasalahan pada ayam Kampung salah satunya adalah mempunyai produktivitas rendah. Oleh karena itu untuk dapat menyediakan daging ayam Kampung yang berkesinambungan dalam jumlah yang
memadai diperlukan upaya peningkatan produktivitas ayam Kampung tersebut terutama dalam penyediaan bibit melalui seleksi. Kemampuan ayam Kampung dalam menghasilkan telur per ekor induk selama periode tertentu sangat bervariasi, karena ayam Kampung memiliki keragaman fenotipe maupun genotipe pada setiap individu cukup tinggi (MANSJOER, 1989; SULANDARI et al., 2006). Dengan memanfaatkan keragaman tersebut, usaha seleksi untuk memperbaiki produktivitas ayam Kampung diharapkan mempunyai respons seleksi yang positif. Untuk itu diperlukan kriteria seleksi yang tepat dengan mempelajari kinerja ayam Kampung betina fase produksi pada populasi dasar seleksi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan karakteristik sifat-sifat produktivitas ayam Kampung berasal dari beberapa daerah di Jawa Barat, yang merupakan langkah awal dalam menentukan kriteria seleksi yang tepat untuk pelaksanaan program seleksi/perbaikan mutu yang berkelanjutan. MATERI DAN METODE Penelitian ini dilakukan pada awal dimulainya seleksi ayam Kampung di Balitnak, akan tetapi data masih representatif untuk dikemukakan sebagai dasar penentuan kriteria seleksi. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayam Kampung betina dara (pullet) umur ± 5 bulan sebanyak 333 ekor, masing-masing dari Cianjur sebanyak 100 ekor, Jatiwangi sebanyak 84 ekor, Depok sebanyak 52 ekor, Bogor 1 (Cigudeg) sebanyak 56 ekor, dan Bogor 2 (Ciawi) sebanyak 41 ekor. Ayam-ayam tersebut dikandangkan dengan menggunakan rangkaian kandang individu yang terbuat dari kawat, dengan ukuran panjang x lebar x tinggi adalah 45 x 24 x 42 cm3 dan dilengkapi dengan tempat pakan dan air minum. Pakan yang diberikan selama percobaan berlangsung merupakan pakan jadi layer yang dicampur dengan dedak gandum (pollard),
577
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
jagung, kacang hijau, gabah, mineral wonder dan starbio, dengan kandungan protein 17,26%, Energi Kasar 16,1 MJ. Pemberian pakan dilakukan secara ad-libitum. Pengukuran produktivitas ayam Kampung dilakukan terhadap umur pertama bertelur (UPB), bobot induk saat bertelur (BI), bobot telur pertama (BTP), rataan bobot telur (BT) dan produksi telur selama enam bulan (PT). Analisis data menggunakan model statistik linier sederhana sebagai berikut:
Sy1). b) Produktivitas sedang, apabila memiliki skor komponen utama pertama (SK-1) yang berada dalam interval: rata-rata SK-1 dikurang satu simpangan baku dan rata-rata SK-1 ditambah satu simpangan baku ⎯γ1 – Sy1 ≤ ⎯γh1 ≤ ⎯γ1 + Sy1)). c) Produktivitas rendah, apabila memiliki skor komponen utama pertama (SK1) lebih kecil daripada rata-rata SK-1 dikurang satu simpangan baku ((γh1 <.⎯γ1 – Sy1). HASIL DAN PEMBAHASAN
Yij = µ + αi + βij (STEEL DAN TORRIE, 1980) dimana: Yij = respon pengamatan µ = rataan umum αi = pengaruh asal lokasi ke i βij = ragam dari perlakuan ke i, ulangan ke j
Koefisien keragaman baik di dalam kelompok maupun antar lokasi dapat dihitung berdasarkan perbandingan nilai standar deviasi terhadap rataan dari masing-masing lokasi, dihitung dalam persen. Dalam rangka melihat keterkaitan berbagai karakter produktivitas maka dilakukan pula analisis Multivariabel yaitu dengan Principal Component Analysis (PCA) atau Analisis Komponen Utama (AKU) (BENGEN, 1998). Kemudian dengan menggunakan nilai skor komponen utama, pengelompokan ayam Kampung berdasarkan produktivitas dapat ditentukan berdasarkan: a) Produktivitas tinggi, apabila memiliki skor komponen utama pertama (SK-1) lebih besar daripada rata-rata SK-1 ditambah satu simpangan baku (γh1 > γ1 =
Umur pertama bertelur (UPB), bobot induk saat bertelur (BI), bobot telur pertama (BTP), rataan bobot telur (BT) dan produksi telur selama enam bulan (PT) ayam Kampung pada populasi dasar seleksi tertera pada Tabel 1. Berdasarkan asal ayam Kampung tersebut rataan UPB secara statistik nyata berbeda (P < 0,05). Ayam Kampung yang berasal dari Cianjur nyata paling cepat bertelur (P < 0,05) yaitu pada umur 166,9 hari, dan secara statistik berbeda nyata dengan kelompok lainnya kecuali dengan kelompok Jatiwangi tidak berbeda nyata. Rataan UPB ayam Kampung kelompok Depok, Bogor-1 dan Bogor-2 tidak berbeda nyata, namun demikian Bogor-1, UPBnya dicapai paling lama yaitu sebesar 183,14 hari. Bila dilihat nilai koefisien keragaman UPB dari setiap kelompok asal ternak ternyata cukup rendah yaitu berkisar 6,1 – 12,18%. Hal tersebut menandakan bahwa UPB bukan merupakan kriteria utama untuk dilakukannya seleksi.
Tabel 1. Rataan produktivitas ayam Kampung betina pada populasi dasar seleksi Asal ayam
Jumlah sampel
Kelompok Cianjur
Rataan karakter produktivitas UPB (hari)
100
a
166,90
ab
BI (gram) c
1659,5
b
BTP (gram) 40,31
c
29,91
a
BT (gram)
PT (butir)
44,46
c
53,94a
38,00
a
55,15a
Jatiwangi
84
172,96
Depok
52
180,77c
1430,0ab
29,17a
38,09a
52,19a
56
c
a
ab
b
53,91a
Bogor -1 Bogor -2
41
Total sampel
333
Koefisien keragaman (%)
183,14
1367,2
31,66
41,59
a
1355,7
b
33,51
38,80
a
49,66a
174,93
1485,2
33,65
40,74
53,44
9,58
14,66
17,47
10,53
47,46
179,95
bc
1453,8
Huruf (superscript) yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P < 0,05) UPB = umur pertama bertelur; BTP = bobot telur pertama; BI = bobot induk saat bertelur; BT = rataan bobot telur; PT = produksi telur selama 6 bulan
578
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
Bobot induk (BI) ayam Kampung yang berasal dari Cianjur nyata lebih besar (P < 0,05) dibandingkan dengan BI saat bertelur dari kelompok lainnya, sedangkan BI terkecil diperoleh pada kelompok Bogor, baik Bogor-1 maupun Bogor-2. Selain itu kelompok asal Bogor tersebut tidak berbeda nyata dengan kelompok asal Depok. Koefisien keragaman BI saat bertelur juga rendah sebesar 14,66%. Besarnya BTP akan menentukan berat telur yang dihasilkan selanjutnya. Rataan BTP pada populasi dasar sebesar 33,65 g dengan koefisien keragaman sebesar 17,47%. Berdasarkan analisis statistik menunjukkan bahwa BTP pada kelompok Cianjur nyata (P < 0,05) lebih besar dari kelompok lainnya dan BTP terkecil yaitu diperoleh ayam Kampung yang berasal dari kelompok Jatiwangi dan Depok. Selain itu BTP ayam Kampung pada kelompok Jatiwangi dan Depok tidak berbeda nyata dengan kelompok Bogor. Total rataan bobot telur yang dihasilkan pada populasi dasar sebesar 40,74 g dengan koefisien keragaman sebesar 10,53%. Analisis statistik menunjukkan bahwa rataan bobot telur yang dihasilkan oleh ayam Kampung yang berasal dari Cianjur nyata (P < 0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan rataan BT yang dihasilkan oleh kelompok lainnya. Rataan BT ayam Kampung yang berasal dari Jatiwangi, Depok dan Bogor2 tidak berbeda nyata, sedangkan rataan BT pada Bogor1 berbeda nyata (P < 0,05) dengan kelompok lainnya. Rataan produksi telur selama enam bulan (PT) dari beberapa lokasi tersebut tidak berbeda nyata. Besarnya rataan produksi telur pada total populasi sebesar 53,44 butir/ekor/6 bulan atau sebesar 29,04%. Koefisien keragaman untuk produksi telur cukup tinggi yaitu pada total populasi diperoleh sebesar 47,46%. Secara umum Produktivitas ayam Kampung pada populasi dasar seleksi diperoleh bahwa ayam yang berasal dari Cianjur mempunyai produktivitas lebih tinggi dari ayam Kampung lainnya. Dalam hal ini umur pertama bertelur (UPB) lebih cepat, bobot induk (BI), bobot telur pertama (BTP) dan rataan bobot telurnya (BT) lebih besar, dan hanya produksi telur (PT) selama 6 bulan tidak berbeda dibandingkan dengan kelompok lainnya. Dari peubah produktivitas tersebut diperoleh nilai koefisien keragaman berkisar
9,58 – 17,47% kecuali untuk sifat produksi telur selama 6 bulan cukup tinggi yaitu sebesar 47,46%. Variasi produksi telur tersebut yang terendah adalah 6 butir/ekor/6 bulan dan yang tertinggi 124 butir/ekor/6 bulan. Oleh karena itu seleksi berdasarkan sifat produksi telur akan efektif, walaupun sifat produksi telur tersebut mempunyai nilai heritabilitas yang rendah. Berdasarkan FAIRFULL dan GOWE (1990) bahwa heritabilitas untuk produksi telur hanya sebesar 0,21. Akan tetapi SUWINDRA et al., (1993) membuktikan bahwa seleksi terhadap ayam Kampung Bali dengan kriteria seleksi produksi telur >100 butir/ekor/6 bulan selama 3 generasi menghasilkan respons seleksi pada generasi ketiga cukup baik yaitu meningkat 11,53% dari rataan produksi telur tetuanya, yaitu dari 88,46 menjadi sebesar 98,66 butir/ekor/6 bulan. Dalam rangka melihat keterkaitan berbagai karakter produktivitas terhadap performans ayam Kampung yang berasal dari berbagai kelompok maka dilakukan Analisis Komponen Utama (AKU). Secara umum informasi yang diberikan dari hasil Analisis Komponen Utama, diantaranya matriks korelasi antar semua peubah (Tabel 2). Hasil analisis korelasi terhadap karakter-karakter produktivitas ayam Kampung betina umur satu tahun ditunjukkan dengan adanya variasi keeratan korelasi antar karakter produktivitas, dengan nilai korelasi berkisar 0,009 – 0,697. Hubungan yang paling tinggi keeratannya diperlihatkan oleh bobot telur pertama (BTP) dengan rataan bobot telur selama enam bulan (BT) dengan nilai korelasi sebesar 0,697, sedangkan hubungan yang paling rendah keeratannya (dapat dikatakan tidak mempunyai hubungan) adalah antara BTP dengan produksi telur selama enam bulan (PT) dengan nilai korelasi sebesar 0,009. Tabel 2. Nilai Korelasi (Pearson) antara semua peubah BTP BT UPB BI
PT
BTP
BT
UPB
0,009 0,141 -0,212 0,116
0,697 -0,110 0,446
-0,015 0,460
-0,215
UPB = Umur pertama bertelur; BTP = Bobot telur pertama; BI = Bobot induk saat bertelur; BT = Rataan bobot telur; PT = Produksi telur selama 6 bulan
579
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
Karakter yang mempunyai korelasi negatif yaitu antara UPB dengan PT, UPB dengan bobot induk (BI), UPB dengan BTP dan UPB dengan BT. Dengan kata lain bila UPB lambat, produksi telurnya berkurang, bobot induk (BI) lebih kecil sehingga mendapatkan BTP dan rataan BT lebih kecil. Berdasarkan hasil analisis AKU diketahui bahwa sifat produksi telur (PT) berbeda kelompok dengan bobot induk (BI), bobot telur pertama (BTP) dan rataan bobot telur (BT) (Gambar 1) dan berkorelasi negatif dengan umur pertama bertelur (UPB). Hal yang sama diperoleh FAIRFULL dan GOWE (1990). Hubungan antara UPB dengan bobot induk (BI), UPB dengan bobot telur pertama (BTP) dan UPB dengan rataan bobot telur (BT) juga berkorelasi negatif. Dengan kata lain apabila UPB lambat, produksi telurnya berkurang, bobot induknya lebih kecil sehingga menghasilkan BTP dan rataan BT yang kecil. PARKHURST dan MOUNTNEY (1987) mengemukakan bahwa UPB yang lebih cepat, produksi telurnya lebih banyak tetapi umur produksinya lebih pendek. UPB yang ideal untuk ayam Kampung adalah umur 22-23 minggu, ayam yang terlalu cepat atau terlalu lambat bertelur memiliki masa produksi yang pendek (SUDARYANI dan SANTOSA, 1995). Demikian pula untuk bobot induk, karena bobot induk yang terlalu besar tidak baik digunakan sebagai ayam petelur, biasanya alat reproduksinya seringkali tertutupi lemak abdomen sehingga produksi telurnya rendah. Sebaliknya bobot induk yang terlalu kecil akan lambat untuk mencapai dewasa kelamin dan
akhirnya menurunkan produksi telur (LEESON et al., 1991). Pada penelitian ini rataan bobot induk ayam Kampung adalah 1,497 kg, sedangkan MANSJOER (1985) mendapatkan bahwa bobot dewasa ayam Kampung betina 1,4 – 1,6 kg. Dari karakter sifat-sifat produksi, diketahui bahwa ayam Kampung yang berasal dari Cianjur mempunyai performans yang lebih tinggi dibandingkan kelompok lainnya. +2 PT
BI BT BTP
-1
+1
UPB
BT = Bobot telur BTP = Bobot telur pertama BI = Bobot induk PT = Produksi telur UPB = Umur pertama bertelur
-2
Gambar 1. Lingkaran korelasi karakter produktivitas pada sumbu 1 dan sumbu 2
Untuk mengetahui ragam (akar ciri) dari individu populasi ayam Kampung berdasarkan kemiripan produktivitas, hasil analisis AKU memperlihatkan bahwa sebagian besar informasi keragaman karakter produktivitas terpusat pada sumbu utama 1, 2, dan 3. Kualitas informasi yang disajikan oleh ketiga sumbu utama tersebut ditentukan oleh besarnya ragam (akar ciri) masing-masing sebesar 2,140, 1,179 dan 0,829. Hasil tersebut menjelaskan kontribusi komponen 1, 2 dan 3 masingmasing sebesar 42,8, 23,6 dan 16,6% terhadap ragam total. Ragam kumulatif yang dapat
Tabel 3. Analisis Komponen Utama (AKU)/Principal Component Analysis(PCA) Matriks korelasi dari analisis ragam Akar ciri/eigen value
2,1400
1,1795
0,8297
0,5743
0,2765
Proporsi
0,28
0,236
0,166
0,115
0,055
Kumulatif
0,428
0,664
0,830
0,945
1,000
Variable
PC1
PC2
PC3
PC4
PC5
PT
0,165
0,655
-0,719
0,018
0,164
BTP
0,577
-0,245
0,051
-0,398
0,668
BT
0,583
-0,220
-0,234
-0,237
-0,708
UPB
-0,191
-0,678
-0,618
0,316
0,152
BI
0,514
0,063
0,209
0,828
0,057
UPB = Umur pertama bertelur; BTP = Bobot telur pertama; BI = Bobot induk saat bertelur; BT = Rataan bobot telur; PT= Produksi telur selama 6 bulan
580
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
dijelaskan sebesar 83% (Tabel 3). Berdasarkan hasil analisis korelasi antar peubah, maka diketahui bahwa karakter bobot telur pertama (BTP), rataan bobot telur selama enam bulan (BT) dan bobot induk (BI) berkorelasi sangat besar terhadap pembentukan komponen utama pertama (PC1), yaitu mempunyai nilai pembobot sebesar 0,577 (BTP), 0,583 (BT) dan 0,514 (BI). Pada pembentukan komponen utama kedua (PC2) yang paling berperan adalah peubah produksi telur (PT) dan UPB dengan nilai pembobot masing-masing sebesar 0,655 (PT) dan –0,678 (UPB). Hal ini sejalan dengan Gambar 1. Lingkaran korelasi karakter produktivitas yang menjelaskan hal tersebut. Komponen utama pertama (PC1) dalam pengkajian ukuran produktivitas ayam Kampung dapat dinyatakan dalam persamaan: Y1 =
0,165 PT + 0,577 BTP + 0,583 BT – 0,191 UPB + 0,514 BI
Hasil pengelompokan berdasarkan nilai skor komponen utama (Tabel 4), sebagian besar ayam Kampung pada populasi dasar seleksi termasuk kategori produktivitas sedang, yaitu pada kelompok Cianjur, Jatiwangi, Depok, Bogor-1 dan Bogor-2 masing-masing sebesar 59,0; 78,97; 74,36; 73,81 dan 76,42%. Ayam Kampung yang mempunyai produktivitas tinggi hanya sebagian kecil saja dan produktivitas tinggi terbesar diperoleh pada ayam Kampung yang berasal dari Cianjur yaitu sebesar 33,33%, sedangkan pada kelompok Jatiwangi, Depok, Bogor-1 dan Bogor-2 diperoleh masing-masing sebesar 10,32, 6,41, 4,17 dan 8,13%. Ayam Kampung yang mempunyai produktivitas rendah terbesar yaitu diperoleh pada kelompok ayam yang berasal dari Bogor1 yaitu sebesar 22,02%, kemudian Depok sebesar 19,23%, Bogor-2 sebesar 15,45%, Jatiwangi sebesar 10,71% dan terendah diperoleh pada kelompok ayam yang berasal dari Cianjur yaitu sebesar 7,67%.
Tabel 4. Pengelompokan produktivitas ayam Kampung pada populasi dasar seleksi berdasarkan nilai skor komponen utama pertama (PC1), kedua (PC2) dan ketiga (PC3) Produktivitas (%)
Asal ayam Cianjur Jatiwangi Depok Bogor-1 Bogor-2 Cianjur Jatiwangi Depok Bogor-1 Bogor-2 Cianjur Jatiwangi Depok Bogor-1 Bogor-2 Cianjur Jatiwangi Depok Bogor-1 Bogor-2
PC1
PC2
PC3
Total (PC1+PC2+PC3)
Tinggi
Sedang
Rendah
59,00 0 0 0 0 13,00 19,05 15,38 10,72 9,76 28,00 9,53 23,07 28,57 21,95 33,33 10,32 6,41 4,17 8,13
40,00 80,95 75,00 85,71 87,80 73,00 77,38 75,00 66,07 78,05 64,00 78,57 73,08 69,64 63,41 59,00 78,97 74,36 73,81 76,42
1,00 19,05 25,00 14,29 12,20 14,00 3,57 9,62 23,21 12,19 8,00 11,90 3,85 1,79 14,64 7,67 10,71 19,23 22,02 15,45
581
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
KESIMPULAN Kinerja ayam Kampung pada populasi dasar seleksi yang didasarkan pada performan produktivitas, yang paling beragam adalah sifat produksi telur (47,46%). Untuk itu seleksi berdasarkan sifat produksi telur walaupun nilai heritabilitasnya rendah perlu dilakukan dan diharapkan mempunyai respons seleksi yang positip. Berdasarkan hasil analisis AKU, diketahui bahwa karakter bobot telur pertama (BTP), rataan bobot telur selama enam bulan (BT) dan bobot induk (BI) berkorelasi sangat besar terhadap pembentukan komponen utama pertama (PC1), yaitu mempunyai nilai pembobot sebesar 0,577 (BTP), 0,583 (BT) dan 0,514 (BI). Pengelompokan sifat produktivitas, diperoleh bahwa ayam Kampung, dari Cianjur mempunyai performans yang paling baik dibandingkan dengan kelompok lainnya. DAFTAR PUSTAKA BENGEN, D.G. 1998. Sinopsis Analisis Statistik Multivariabel/Multidimensi. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN. 2006. Buku Statistik Peternakan, Ditjennak, Departemen Pertanian, Jakarta. DIWYANTO, K. 1998. Pemanfaatan plasma nutfah ayam kampung dalam menghadapi krisis moneter. Warta Plasma Nutfah Indonesia. 6: 6 – 7. FAIRFULL R.W. and R.S. GOWE. 1990. Genetics of egg production in chickens, chapter 29. In: Poultry Breeding and Genetics. Developments in Animal and Sciences, 22. CRAWFORD, R.D. 1990. Elsevier Science Publishers B.V, Netherlands. pp. 705 – 759.
582
LEESON, S., L.J. CASTON and O.J. SUMMERS, 1991. Significance of physiological age of Leghorn pullets in terms of subsequent reproductive characteristics and economic analysis. Poult. Sci. 70: 37 – 43. MANSJOER, S.S. 1985. Pengkajian sifat-sifat produksi ayam Kampung serta persilangannya dengan ayam Rhode Island Red. Disertasi. Program Pascasarjana IPB. Bogor. MANSJOER, S.S. 1989. Pengembangan ayam Kampung di Indonesia. Prosiding Seminar Peran Unggas Kampung di Indonesia, Lustrum V, Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro, Semarang. PARKHURST, C.R. and G.J. MOUNTNEY. 1987. Poultry Meat and Egg Production, An AVI Book, Published by Van Nostrand Reinhold, New York, USA. STEEL, R.G.D. dan J.H. TORRIE. 1980. Prinsip dan Prosedur Statistika. Edisi kedua. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. SUDARYANI, T. dan H. SANTOSA. 1995. Pembibitan Ayam Buras. Penebar Swadaya, Jakarta. SULANDARI, S., M.S.A, ZEIN, T. SARTIKA and S. PARYANTI. 2006. Molecular Characterization of Indonesian local chicken based on HVI, Dloop mitochondria analysis. Research report of the project competitive research, Indonesian Research Centre (LIPI), Indonesia. SUWINDRA, I.N., K. ASTININGSIH dan I.K.A. WIYANA. 1993. Seleksi dan pembibitan ayam Kampung di daerah Bali. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.