KARAKTERISTIK SIFAT FISIK PATI TAPIOKA MODIFIKASI GANDA DENGAN HIDROKSIPROPILASI DAN IKAT SILANG
ALI THONTHOWI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Sifat Fisik Pati Tapioka Modifikasi Ganda dengan Hidroksipropilasi dan Ikat Silang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2014 Ali Thonthowi NIM F24090080
ABSTRAK ALI THONTHOWI. Karakteristik Sifat Fisik Pati Tapioka Modifikasi Ganda dengan Hidroksipropilasi dan Ikat Silang. Dibimbing oleh DIDAH NUR FARIDAH. Modifikasi ganda pati tapioka dengan metode hidroksipropilasi dan ikat silang dilakukan untuk mengatasi kekurangan sifat pati tapioka asli sehingga lebih luas aplikasinya pada pengolahan makanan. Modifikasi ganda diterapkan dengan kombinasi konsentrasi propilena oksida (8%, 10%, dan 12%) dan sodium trimetafosfat (STMP) : sodium tripolifosfat (STPP) (2 % : 5 %). Pati tapioka hasil modifikasi ganda memiliki suhu gelatinisasi lebih rendah (66.00 - 68.00oC) dibandingkan dengan pati tapioka asli (68.45oC). Pati tapioka modifikasi ganda memiliki viskositas puncak yang lebih tinggi pada tingkat yang berbeda dari konsentrasi propilen oksida (>5735cP), sedangkan viskositas puncak pati tapioka asli lebih rendah (5635cP). Nilai viskositas setback untuk pati termodifikasi memiliki nilai yang lebih tinggi (3136-3564cP) dan untuk pati alaminya (1192cP). Viskositas breakdown pati tapioka hasil modifikasi ganda lebih rendah (6981530cP) dibandingkan dengan pati alaminya (4089cP). Pada pH asam, viskositas puncak menurun pada tingkat yang berbeda dari penambahan konsentrasi propilen oksida. Pati tapioka hasil modifikasi ganda dengan konsentrasi propilen (10-12%) dan campuran STMP : STTP (2%:5%) memiliki sifat tahan panas, asam dan pengadukan. Kata kunci : pati tapioka, hidroksipropilasi, modifikasi ganda, ikat silang
ABSTRACT ALI THONTHOWI. Physical Characteristics of Dual Modified Tapioca Starch with Hidroxypropylation and Cross-linked. Supervised by DIDAH NUR FARIDAH. Dual modified tapioca starch using hydroxypropylation and cross-linking method was carried out to overcome the lack of native tapioca starch properties in food processing application. The modifications applied were: combined propylene oxide (8%, 10%, and 12%) and the ratio of sodium trimetaphosphate (STMP): sodium tripolyphosphate (STPP) is (2%: 5%). Dual modified tapioca starch had lower gelatinization temperature (66.00 - 68.00oC) than that of native tapioca starch (68.45oC).The modified tapioca starches also had higher peaks viscosity (> 5735cP) than that of native tapioca starch (5635cP). Setback viscosity of modified tapioca starch was higher values (3136-3564cP) than the native (1192cP). Breakdown viscosity was lower values (698-1530cP) than native starch (4089cP). At acidic pH, viscosity decreased at different levels of temperature change compared with that of normal pH. Dual modified tapioca starch with propylene concentration (10-12%) and a mixture of STMP: STTP (2%: 5%) have a heat-resistant properties, acid and shear. Keywords: tapioca starch, hydroxypropylation, double modification, crosslinking
KARAKTERISTIK SIFAT FISIK PATI TAPIOKA MODIFIKASI GANDA DENGAN HIDROKSIPROPILASI DAN IKAT SILANG
ALI THONTHOWI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Skripsi ini diberi judul Karakteristik Sifat Fisik Pati Tapioka Modifikasi Ganda dengan Hidroksipropilasi dan Ikat Silang Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Didah Nur Faridah, S.TP, M.Si selaku dosen pembimbing, dan Indofood Riset Nugraha. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, kakak, adik, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2014 Ali Thonthowi
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
2
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
3
METODE
4
Bahan
4
Alat
4
Prosedur Analisis Data
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
7
Hasil
7
Pembahasan
7
SIMPULAN DAN SARAN
15
Simpulan
15
Saran
15
DAFTAR PUSTAKA
15
LAMPIRAN
20
RIWAYAT HIDUP
21
DAFTAR TABEL 1 Kadar fosfor dan derajat subtitusi 2 Kadar air dan pH pati tapioka 3 Profil gelatinisasi pati tapioka hasil modifikasi hidroksipropilasi dan ikat silang pada berbagai kombinasi konsentrasi menggunakan Rapid Visco Analyzer (RVA) 4 Pengaruh konsentrasi propilena oksida dan campuran STMP:STPP terhadap kejernihan pasta pati tapioka hasil modifikasi hidroksipropilasi dan ikat silang 5 Derajat kristalinitas (%) granula pati tapioka hasil modifikasi hidroksipropilasi dan ikat silang 6 Besar perubahan %W absorpsi pada pati native dan termodifikasi
9 9
12
13 15 16
DAFTAR GAMBAR 1 Granula pati tapioka di bawah mikroskop polarisasi (perbesaran 400x, 1 skala = 10 µm) 2 Profil gelatinisasi pati tapioka hasil modifikasi hidroksipropilasi dan ikat silang menggunakan RVA pada berbagai kombinasi konsentrasi propilena oksida dan campuran STMP : STPP 3 Profil gelatinisasi pati tapioka hasil modifikasi hidroksipropilasi dan ikat silang menggunakan RVA pada berbagai kombinasi konsentrasi propilena oksida dan campuran STMP : STPP dengan perlakuan asam (pH 3,5) 4 Difaktogram kristal tapioka sebelum dan sesudah modifikasi ganda 5 Grafik penambahan % W absorpsi pada pati alami dan termodifikasi
10
11
13 14 15
DAFTAR LAMPIRAN 1 Sifat birefringence dan morfologi pati tapioka hasil modifikasi hidroksipropilasi dan ikat silang
20
PENDAHULUAN Latar Belakang Pati alami memiliki kelemahan dalam sifat fisik maupun sifat kimianya sehingga mendorong untuk dilakukan modifikasi untuk memperbaiki sifat aslinya. Pati yang dimodifikasi akan mengalami perubahan komposisi dan sifat fisikokimianya (Das et al. 2010). Modifikasi pati dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satu yang sering digunakan adalah dengan dimodifikasi secara kimia dengan menggunakan metode hidroksipropilasi dan ikat silang, karena dapat meningkatkan konsistensi pasta, kelembutan dan kejernihan, serta memiliki stabilitas yang tinggi pada proses beku-cair dan penyimpanan pada suhu rendah sehingga aplikasinya lebih luas dalam pengolahan pangan (Singh et al. 2007). Modifikasi ganda merupakan modifikasi pati dengan hidroksipropilasi dan ikat silang yang nantinya akan menghasilkan pati resisten tipe 4. Hidroksipropilasi pati adalah proses eterifikasi pati menggunakan pereaksi propilena oksida pada kondisi basa. Granula pati alami mengalami proses eterifikasi gugus hidroksipropil (-OCH2CH2CH3) pada derajat substitusi yang rendah, menggantikan tempat gugus hidroksil (Ratnayake dan Jackson 2008). Modifikasi ini meningkatkan stabilitas selama penyimpanan dingin, kejernihan dan tekstur pasta pati (Wurzburg 1989). Ikat silang berperan di mana sejumlah kecil senyawa yang dapat bereaksi dengan lebih dari satu gugus hidroksil ditambahkan ke polimer pati, reaksi ikat silang melibatkan penggantian ikatan hidrogen antara rantai pati dengan gugus fosfat dari reagen STMP (Sodium trimetaphosphat) dan STPP (Sodium tripoliphosphat), membentuk jembatan ikat silang melalui ikatan kovalen yang lebih kuat dan permanen. Pati ikat silang memiliki kemampuan yang baik dalam mempertahankan viskositas (Wurzburg 1989). Pati yang dimodifikasi ikat silang termasuk ke dalam pati resisten tipe 4 (RS4) (Tester dan Karkalas 2002). Pati tapioka terdiri atas 17% amilosa dan 83% amilopektin (Rickard et al. 1992). Granula tapioka berbentuk semi bulat dengan salah satu bagian ujungnya mengerucut dengan ukuran 5-35 μm (Rickard et al., 1992). Tapioka memiliki karakteristik yang lebih baik terkait dengan kemampuan mengembang (swelling power), suhu gelatinisasi, dan kelarutan dibanding pati lainnya (Pomeranz, 1991; Wurzburg, 1989). Menurut Pomeranz, kandungan amilosa pati dapat mempengaruhi swelling power, yang pada gilirannya akan mempengaruhi modifikasi ganda. Berdasarkan keunggulan-keunggulan yang dimiliki terkait dengan amilosa, daya kembang yang tinggi dan rata- rata ukuran granula yang besar tapioka cocok dimodifikasi dengan cara modifikasi ganda yaitu dengan hidroksipropilasi dan ikat silang. Menurut Wattanachant et al., (2003) reaksi hidroksipropilasi akan melemahkan ikatan antar molekul pati sehingga pereaksi ikat silang dapat lebih banyak bereaksi dengan molekul pati. Modifikasi ganda menghasilkan pasta pati dengan puncak viskositas yang tinggi dan stabilitas yang lebih baik dibandingkan pati alaminya (Wu dan Seib 1990).
2 Lim dan Seib (1993) menyelidiki bahwa modifikasi ikat silang akan memberikan hasil lebih baik dalam mempertahankan viskositas bila menggunakan campuran garam fosfat (Sodium trimetaphosphat (STMP) dan Sodium tripoliphosphat (STPP)) dibandingkan hanya menggunakan STMP. Hasil penelitian Wattanachant et al., (2002), menunjukkan bahwa campuran garam fosfat 2% STMP dan 5% STPP lebih efisien dalam hidroksipropilasi ikat silang pati sagu dibandingkan dengan menggunakan POCl3 atau epiklorohidrin. Modifikasi ganda ini dipengaruhi oleh prosedur pembuatannya. Telah dilaporkan bahwa pati gandum yang dimodifikasi dengan hidroksipropilasi kemudian ikat silang memiliki suhu gelatinisasi yang lebih rendah dan lebih toleran terhadap proses beku-cair, dan konsistensi pasta yang lebih baik dibandingkan dengan pati alaminya (Hung dan Morita 2005). Wang dan Wang (2000) melaporkan bahwa pati jagung hasil reaksi hidroksipropilasi yang diikuti reaksi ikat silang memiliki viskositas, suhu onset, suhu puncak, dan entalpi gelatinisasi yang lebih tinggi, serta memiliki kecenderungan retrogradasi yang lebih rendah dibandingkan dengan pati jagung hasil ikat silang yang diikuti hidroksipropilasi, tetapi pati jagung hasil ikat silang yang diikuti hidroksipropilasi lebih tahan terhadap serangan enzim maupun senyawa kimia. Dengan sifat-sifat tersebut, maka pati hasil modifikasi ganda dapat berfungsi sebagai produk pengental dan penstabil makanan, seperti tercantum di dalam Standar CODEX (1995) dengan INS No.1442 sebagai hydroxypropyl distarchphosphate. Penelitian ini diharapkan akan memberikan informasi terkait karakteristik sifat fisik pati tapioka hasil modifikasi ganda dengan hidroksipropilasi dan ikat silang, dan dapat menjadi dasar pengembangan ingredien pangan fungsional yang berbahan baku tapioka untuk meningkatkan nilai tambah tapioka . Perumusan Masalah 1. Pati tapioka alami memiliki kelemahan dalam sifat fisik sehingga mendorong dilakukannya modifikasi ganda untuk memperbaiki karakteristik sifat fisiknya. 2. Modifikasi ganda dengan hidroksipropilasi dan ikat silang.menggunakan propilen oksida dan STTP : STMP dapat merubah karakteristik sifat fisiknya sehingga perlu dilakukan analisis (1) profil gelatinisasi pati dengan Rapid Visco Analyzer (RVA); (2) morfologi pati dengan mikroskop polarisasi dan SEM (Scanning Electron Microscope); (3) perubahan daerah kristalin dengan difraksi sinar X; (4) kadar fosfor; (5) kejernihan pasta pati; (6) swelling power.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk modifikasi tapioka dengan hidroksipropilasi dan ikat silang dan mempelajari karakteristik sifat fisiknya, sehingga dapat dikembangkan untuk diaplikasikan pada proses pengolahan sebagai bahan tambahan pangan, ataupun ingredient pangan yang sesuai.
3 Manfaat Penelitian Manfaat hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai modifikasi ganda tapioka dengan metode hidroksipropilasi dan ikat silang dan dapat menjadi acuan pembuatan pati termodifikasi untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku pada industri pangan dan diolah sebagai produk pangan yang memiliki nilai fungsional.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini berfokus pada pengujian terhadap sifat fisik, yaitu kombinasi metode hidroksipropilasi dan metode ikat silang menggunakan campuran STMP dan STPP pada berbagai konsentrasi. Pati tapioka diperoleh dari singkong kultivar UJ-5 yang dipanen pada umur 10 bulan di Balai Penelitian Tanaman Kacangkacangan dan Umbi-umbian (BALITKABI) Malang. Pati tersebut kemudian dimodifikasi ganda dengan hidroksipropilasi dan ikat silang. Pati hasil modifikasi tersebut selanjutnya dianalisis sifat fisiknya.
METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan bulan Oktober 2013 sampai Februari 2014. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bahan dan Alat Pati yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari ekstraksi singkong kultivar UJ-5 (umur panen 10 bulan). Bahan untuk modifikasi pati adalah: garam fosfat (Sodium trimetaphosphat (STMP) dan Sodium tripoliphosphat (STPP), dan propilena oksida, dari Sigma-Aldrich Chemical, natrium sulfat (Na2SO4), asam hidroklorida (HCl), natrium hidroksida (NaOH), asam sulfat (H2SO4), natrium fosfat dihidroksi (Na2 H2PO4), dan reagen vanadat-molibdat. Instrumen yang digunakan untuk analisis pati tapioka adalah Spektrofotometer UV-Vis spectronic 20D+, difraksi sinar X, Rapid Visco Analyzer (RVA), mikroskop polarisasi, Scanning Electron Microscope (SEM). Peralatan lain yang digunakan dalam analisis adalah inkubator bergoyang, crucible, blender, mortar, pH meter, penggiling tepung, refrigerator, freezer, termometer, neraca analitik, inkubator, oven tanur, sentrifus, kertas saring, ayakan 100 mesh, oven, sudip, erlenmeyer, aluminium foil, pipet mohr, pipet tetes, penangas air (waterbath), pipet mikro, alat sentrifus, tabung sentrifus, kaca arloji, gelas piala, tanur, labu takar, dan alat-alat gelas lainnya.
4 Metode penelitian Ekstraksi Pati Singkong Umbi segar dikupas, dicuci bersih kemudian diparut menggunakan rasprer. Hasil dari parutan ditambahkan air bersih dan disaring hingga menghasilkan suspensi pati. Suspensi kemudian diendapkan dahulu selama 3 jam. Setelah itu dipisah hingga tersisa endapan pati yang berwarna putih. Endapan tersebut dilarutkan kembali dengan air bersih dan diendapkan kembali selama 12 jam, selanjutnya air yang terpisah dibuang kembali dan endapan pati dikeringkan dengan menghamparkan di atas loyang dan dimasukkan ke dalam oven dengan suhu rata-rata 40oC kurang lebih selama 8 jam untuk mendapatkan kadar air antara 12- 14%. Endapan pati kering kemudian diayak manual dengan ayakan ukuran 100 mesh. Modifikasi kombinasi hidroksipropilasi dan ikat silang Proses modifikasi menggunakan metode yang telah dikembangkan oleh Wattanachant et al. (2003) dan Aziz et al. (2004) dengan perbedaan konsentrasi pereaksi yang digunakan. Pati garut (100 g bk) dilarutkan pada larutan natrium sulfat 10% hingga diperoleh larutan suspensi 40% (b/v). Sambil diaduk pH ditingkatkan menjadi 10,5 dengan menambahkan NaOH 5%. Propilena oksida ditambahkan dengan konsentrasi 8%, 10%, dan 12% (v/b). Suspensi diaduk 30 menit pada suhu kamar (25 o C). Suspensi ditempatkan pada inkubator goyang (suhu 40 o C; 200 rpm) selama 24 jam. Setelah itu ditambahkan campuran STMP dan STPP dengan perbandingan konsentrasi 2% : 5% (b/b). Suspensi diaduk kembali selama 30 menit pada suhu kamar dan kemudian pH diturunkan menjadi 5.5. Suspensi ditempatkan kembali pada inkubator goyang (suhu 40o C; 200 rpm) selama 24 jam. Selanjutnya dilakukan sentrifugasi (2000 xg :15 menit), selanjutnya endapan dicuci dengan air destilata sebanyak 5 kali. Endapan dikeringkan pada suhu 40oC sampai kadar air 10-12%, dihaluskan, dan disaring dengan ayakan 100 mesh. Prosedur Analisis Data Penetapan rendemen pati Rendemen pati adalah persentase pati yang dihasilkan dari umbi garut segar, dihitung dengan cara menimbang bobot pati yang dihasilkan dari proses ekstraksi dibandingkan dengan bobot umbi garut segar sebagai bahan dasar dikalikan 100%. Kadar Air (AOAC 2006) Pengukuran kadar air pati dilakukan dengan menggunakan metode pengeringan. Pada metode ini, sampel ditimbang sebanyak 5 g, kemudian dimasukkan ke dalam cawan yang telah dikeringkan terlebih dahulu selama 2 jam dan ditimbang. Contoh selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 110oC
5 selama 24 jam atau hingga diperoleh bobot kering yang tetap. Contoh dikeluarkan dari oven dan kemudian dimasukkan ke dalam desikator hingga dingin, selanjutnya dilakukan penimbangan dengan menggunakan neraca analitik. Kadar air pati ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Kadar air (%bb)
=
( x – y ) *100% (x–a)
Keterangan: x = bobot cawan dan sampel sebelum dikeringkan (g), y = bobot cawan dan sampel setelah dikeringkan (g), a = bobot cawan kosong (g) Analisis Profil Gelatinisasi Pati (RVA Standar 2) Profil gelatinisasi pati tapioka alami dianalisis dengan menggunakan Rapid Visco Analyzer (RVA). Sebanyak 3,0 g sampel (berat kering) ditimbang dalam wadah RVA, lalu ditambahkan 25,0 g akuades. Pengukuran dengan RVA mencakup fase proses pemanasan dan pendinginan pada pengadukan konstan (160 rpm). Pada fase pemanasan, suspensi pati dipanaskan dari suhu 50oC hingga 95oC dengan kecepatan 6oC/menit, lalu dipertahankan pada suhu tersebut (holding) selama 5 menit. Setelah fase pemanasan selesai, pasta pati dilewatkan pada fase pendinginan, yaitu suhu diturunkan dari 95oC menjadi 50oC dengan kecepatan 6oC/menit, kemudian dipertahankan pada suhu tersebut selama 2 menit. Instrumen RVA memplot kurva profil gelatinisasi sebagai hubungan dari nilai viskositas (cP) pada sumbu y dengan perubahan suhu (oC) selama fase pemanasan dan pendinginan pada sumbu x Data yang diperoleh dari pengukuran RVA adalah suhu awal gelatinisasi, viskositas puncak atau maximum viscosity, viskositas pada 95oC atau hot paste viscosity, viskositas breakdown, viskositas setelah mencapai suhu 50oC, viskositas akhir setelah dipertahankan di 50oC atau cold paste viscosity, viskositas setback atau setback viscosity, dan stabili tas pengadukan pada 50oC. SAG (oC) adalah suhu pada saat nilai viskositas mulai terbaca yang menandakan pati mulai mengalami gelatinisasi. Viskositas puncak diukur saat pasta pati mencapai viskositas maksimum selama fase pemanasan. Viskositas breakdown menunjukkan kestabilan viskositas terhadap pemanasan yang dihitung dari selisih antara viskositas puncak dengan viskositas pada 95oC. Setback viscosity menunjukkan kecenderungan pati untuk mengalami retrogradasi yang dihitung sebagai selisih antara viskositas pada suhu 50oC dengan viskositas pada suhu 95oC. Tipe profil gelatinisasi pati selanjutnya ditentukan berdasarkan pengelompokan oleh Schoch dan Maywald (1968). Analisis Morfologi granula Pati tapioka dibuat suspensi encer dengan melarutkan 1 sudip sampel dalam + 20 mL air. Selanjutnya beberapa tetes suspensi diambil dan diletakkan di atas sebuah gelas objek. Gelas penutup dipasang, lalu preparat diamati dengan menggunakan mikroskop polarisasi cahaya pada skala pembesaran 200 kali dan gambar yang teramati dipotret dengan kamera dan foto granula pati yang
6 dihasilkan dicetak pada film (Ridal, 2003). Ukuran granula pati dibaca dari gambar (dalam satuan μm). Morfologi permukaan granula pati tapioka sebelum dan setelah modifikasi diamati di bawah Scanning Electron Microscope (SEM). Serbuk pati diletakkan di atas tempat sampel dengan menggunakan double-tape. Sampel kemudian dilapisi dengan emas, lalu dimasukkan ke dalam instrumen SEM JOEL JSM-6510LA. Struktur pati diamati di layar monitor dengan menggunakan skala pembesaran 500 dan 800 kali. Analisis Fosfor (Metode Vanadat-Molibdat) Timbang 2-3 g tapioka ke dalam cawan porselin, tapioka diabukan dengan memasukkan ke dalam tanur listrik suhu maksimum 550oC selama 12 jam. Kemudian buat menjadi larutan abu dengan cara menambah kan 40-50 ml HCL encer (1+1) secara bertahap, pindahkan pada gelas piala dan dipanaskan 60 menit. ditambahkan 10 ml HCL encer (1+1) dan sarung menggunakan kertas saring, tampung dalam labu takar 100 ml. Tepatkan larutan abu dalam labu takar hingga 100 ml dengan akuades. Pereaksi vananadat-molibdat dibuat dengan melarutkan 20 g amonium molibdat dalam 400 ml akuades hangat (50oC), lalu didinginkan. Di gelas piala lainnya, 1.0 g amonium vanadat dilarutkan dalam 300 ml air destilata mendidih, kemudian didinginkan. Perlahan- lahan tambahkan 140 ml asam nitrat pekat sambil diaduk. Larutan molibdat dimasukkan kedalam larutan vanadat dan diaduk. Diencerkan sampai 1 liter dengan air destilata. Larutan fosfor standar. Ditimbang tepat 3.834 g potassium dihidrogen fosfat, dilarutkan dalam air destilata dan diencerkan sampai volume 1 liter. Ambil 25 ml larutan tersebut, dimasukkan dalam labu takar 250 encerkan sampai tanda tera. Pembutan kurva standar Larutan standar fosfat 0; 1.25; 2.0; 2.5; 3.0; 3.75 ml dimasukkan dalam seri labu takar 50 ml, masing-masing diencerkan sampai volume 30 ml dengan akuades. ditambahkan 1.25 ml pereaksi vanadat-molibdat ke dalam masingmasing labu takar dan tepatkan sampai tanda tera dengan akuades didiamkan 10 menit, diukur absorbansi pada panjang gelombang 400 nm. Analisis sampel Diambil 5 ml larutan abu, dimasukkan dalam labu takar 50 ml. Ditambahkan 20 ml akuades dan 1.25 ml pereaksi vanadat molibdat dan diencerkan dengan akuades sampai tanda tera, didiamkan 10 menit, diukur absorbansi pada panjang gelombang 400 nm. Kadar fosfor dalam sampel dihitung dengan rumus sebagi berikut : (%) P2O5 = Absorbansi sampel – b x V. Larutan abu x 0.1 a W
7 (%) P = (%) P2O5 x BM P BM P2O5 keterangan : P = konsentrasi fosfor dari kuva standar (mg/50ml) W = berat contoh pada saat pengabuan (g) Derajat substitusi Derajat substitusi dihitung berdasarkan persamaan yang diuraikan dalam (Matoz dan Pérez 2003) sebagai berikut: S = 162P / (3100-102P) dimana P adalah kadar fosfor (% basis kering) di pati diubah. Stabilitas terhadap asam Pengukuran stabilitas terhadap asam dilakukan menggunakan metode yang dikembangkan oleh Wattanachant et al., (2002), yaitu membandingkan pola gelatinisasi larutan pati hasil modifikasi pada kondisi pH 3.5. Larutan pati diuji menggunakan RVA dengan prosedur standar. Untuk mengatur pH hingga mencapai pH 3.5 dilakukan penambahan larutan asam asetat 0.003% menggunakan pH meter. Kejernihan pasta Pengukuran kejernihan pasta menggunakan metode yang dikembangkan oleh Kerr dan Cleveland (1959) dalam Wattanachant et al.,. (2002). Larutan pati 1% dipanaskan dalam water bath dengan suhu 95oC selama 30 menit sambil diaduk, selanjutnya didinginkan sampai mencapai suhu 25oC selama satu jam. Kejernihan pasta diukur menggunakan spektrofotometer dengan besaran persen transmitan (%T) pada 650 nm dan air destilata digunakan sebagai blanko. Difraksi sinar-X Kristalinitas granula pati dapat dideteksi melalui difraksi sinar-X (Zobel, 1988). Instrumen yang digunakan adalah difraktometer Philips menggunakan monokromatik radiasi kobalt, 31 kV, 26 mA, 4-detik waktu yang konstan dan kecepatan kertas dari 1 cm/menit. Difraktogram ini direkam di 2θ = 4-30° dengan kecepatan scan 1 °/menit. Swelling power Pengukuran swelling power menggunakan metode yang di kembangkan oleh Nugraha (2014), sampel pati ditimbang sebesar 2-3 gram kemudian letakkan pada cawan kering yang telang diketahui beratnya, kemudian disimpan dalam desikator yang di dalamnya sudah diberi larutan K2SO4 jenuh atau KCl dan
8 diamati pertambahan berat sampel dengan ditimbang selama kurun waktu 6, 12, 24 48, 72 jam dan dihitung dengan rumus berikut, (%) W absorpsi = bobot setelah t (jam) – bobot cawan dan sampel (g) x 100% bobot sampel (g) HASIL DAN PEMBAHASAN Rendemen Rendemen pati dihitung berdasarkan perbandingan bobot pati kering yang dihasilkan dengan umbi yang sudah dibersihkan kulitnya sebelum dilakukan ekstraksi. Ekstraksi pati dilakukan melalui proses pemarutan dan penyaringan. Banyaknya jumlah pati yang dapat keluar dari jaringan selama proses pemarutan akan berpengaruh terhadap jumlah pati yang dihasilkan. Selain itu juga proses penyaringan dan pencucian ampas akan berpengaruh terhadap jumlah pati yang keluar. Pada saat pati sudah dikeringkan dilakukan penggilingan dan pengayakan, pada proses tersebut dapat terjadi kehilangan granula pati sehingga akan berpengaruh terhadap rendemen pati yang dihasilkan. Rendemen pati yang dihasilkan pada penelitian ini adalah sebesar 25.49% dengan kadar air 12.47%. Menurut Sabrina (1990), faktor-faktor yang mempengaruhi kadar pati dalam umbi ubi kayu adalah umur tanam, varietas, dan keadaan tanah. Umur panen optimal setiap ubi kayu untuk menghasilkan rendemen pati tertinggi bervariasi tergantung oleh beberapa faktor. Pemanenan lebih cepat atau lebih lambat akan memberikan hasil yang kurang maksimal. Menurut Eris (2005), ubi kayu yang digunakan untuk memproduksi tapioka biasanya mempunyai umur panen antara 9-12 bulan dengan rendemen sekitar 15-30%. Menurut Balagopalan et al. (1988), kadar pati tertinggi berada pada pemanenan umur 10-11 bulan. Umur panen ubi kayu yang digunakan pada penelitian ini dipanen ketika berumur 10 bulan, tepat pada umur panen tersebut merupakan waktu yang optimal untuk memperoleh pati, sehingga menghasilkan rendemen yang cukup tinggi. Kadar Fosfor dan Derajat Subtitusi (DS) Pengukuran kandungan fosfor dilakukan untuk membuktikan terbentuknya jembatan fosfat pada rantai amilosa. Tabel 1. menunjukkan bahwa dimodifikasi pati yang terkandung fosfor dalam kisaran 0,029-0,076%. Menurut Lim dan Seib, tingkat fosfor maksimum yang diijinkan dalam modifikasi pati komersial adalah 0,4% (U.S. Regulation). Dalam proses modifikasi ganda dalam studi ini menunjukkan bahwa penggunaan konsentrasi garam fosfat dengan rasio 2% STMP : 5% STPP gabungan dengan konsentrasi propilena oksida dari 8-12%, menghasilkan pati fosfat dengan kadar <0,4%. Nilai DS tertinggi dimilliki oleh pati modifikasi ganda dengan perlakuan propilen oksida 10% dan 2% STMP : 5% STPP yaitu sebesar 0.004 dengan kadar fosfor tertinggi yaitu 0,076%. Nilai DS menunjukkan berapa persen kelompok fosfat membentuk jembatan cross-link dalam rantai amilosa, yang berkaitan erat dengan tingkat fosfor dalam granula tersebut (Maulani et al., 2013). Pembentukan ikatan silang dipengaruhi oleh jenis dan konsentrasi senyawa polifungsional yang
9 dapat membentuk ikatan dengan gugus -OH pada rantai pati, kondisi pH dan suhu tertentu (Kusnandar, 2010). Tabel 1. Kadar fosfor dan derajat subtitusi Perlakuan
%P
DS
Native
0,029±0,000
-
PO 8%;STMP 2%;STPP 5%
0,032±0,001
0,001±0,000
PO 10%;STMP 2%;STPP 5%
0,076±0,001
0,004±0,000
PO 12%;STMP 2%;STPP 5%
0,044±0,000
0,002±0,000
PO = propilen oksida; STMP = sodium tri meta phosphate; STPP = sodium tri poly phosphate
Kadar air dan pH Kadar air pati hasil modifikasi hidroksipropilasi berkisar antara 7.82 8.19% (bb), seperti disajikan pada Tabel 2. Kadar air pati hasil modifikasi sangat dipengaruhi oleh kondisi proses terutama pada saat pengeringan. Suhu oven yang digunakan adalah rata-rata 40oC dan pengeringan dilakukan selama 8 jam. Dari hasil pengujian terhadap pH terdapat kecenderungan semakin tinggi konsentrasi propilena oksida dan campuran STMP:STPP semakin tinggi nilai pH- nya, nilai pH pati hasil modifikasi berada pada kisaran 7.04-7.26 (Tabel 2). Proses modifikasi hidroksipropilasi dan taut silang menyebabkan perubahan pH pati alami yang cenderung asam (pH pati alami 5.6) menjadi netral cenderung basa. Perubahan pH tersebut disebabkan pada saat proses pembuatan modifikasi ganda dilakuakn penambahan NaOH sampai diperoleh pH 10,5 sebelum ditambahkan propilen oksida dan setelah penambahan STMP dan STPP nilai pH diturunkan sampai pH 5,5. Tabel 2. Kadar air dan pH pati tapioka Perlakuan
Kadar air (%bb)
pH
Native
12.47
5.60
PO 8%; STMP 2%:STPP 5%
7.82
7.04
PO 10%; STMP 2%:STPP 5%
7.78
7.21
PO 12%; STMP 2%:STPP 5%
8.19
7.26
PO = propilen oksida; STMP = sodium tri meta phosphate; STPP = sodium tri poly phosphate
Karakterisasi Pati Singkong Bentuk Granula Pati Pati pada umumnya diidentifikasi dengan Polarized Light Microscope (mikroskop cahaya terpolarisasi) untuk melihat ukuran, bentuk, dan posisi hilum. Berdasarkan hasil pengamatan visual hasil pemotretan dengan menggunakan mikroskop cahaya terpolarisasi yang dilakukan pada perbesaran 400 kali, menunjukkan bahwa granula pati dari tapioka yang dihasilkan pada penelitian ini
10 baik native maupun yang telah dimodifikasi masih memiliki sifat birefringencenya. Tapioka memiliki bentuk granula pati yang seragam, yaitu bulat, oval, dan terpancung. Penampakan granula pati dapat dilihat pada Gambar 1.
a
b
c
d
e
f
g
h
(a) native, (b) PO 8%;STMP 2%:STPP 5%, (c) PO 10%;STMP 2%:STPP 5%, (d) PO 12%;STMP 2%:STPP 5%, SEM (750x) , (e) native, (f) PO 8%;STMP 2%:STPP 5%, (g) PO 10%;STMP 2%:STPP 5%, (h) PO 12%;STMP 2%:STPP 5%.
Gambar 1. Granula pati tapioka di bawah mikroskop polarisasi (perbesaran 400x, 1 skala = 10 µm), Menurut Taggart (2004), di bawah mikroskop, granula pati akan merefleksikan cahaya terpolarisasi dan memperlihatkan pola maltose cross (pola silang), yang dikenal dengan sifat birefringence. Pola ini ditunjukkan warna birukuning sebagai bias indeks refraksi granula pati. Menurut French (1984), indeks granula pati dipengaruhi oleh struktur molekul amilosa di dalam pati. Bentuk heliks dari amilosa dapat menyerap sebagian cahaya yang melewati granula pati. Sifat birefringence ini akan hilang bila pati sudah tergelatinisasi. Mikroskop cahaya terpolarisasi selain untuk mengamati bentuk dan ukuran granula pati, juga bermanfaat untuk mengamati kondisi proses dan modifikasi pati. Pada pati tapioka hasil penelitian ini pola maltose cross masih nampak utuh. Dengan perbesaran 750x menggunakan Scanning Electron Microscopy granula pati tapioka menunjukkan tidak adanya perubahan yang signifikan antara pati native dengan hasil modifikasi. Hal ini menandakan integritas granula pati masih terjaga, dan menunjukkan bahwa proses pembuatan tapioka tidak merusak granula pati. Profil Gelatinisasi Pati Tapioka Pola gelatinisasi tapioka termodifikasi menggunakan Rapid Visco Analyser (RVA) disajikan pada Gambar 2. Data profil gelatinisasinya disajikan pada Tabel 3. Pola gelatinisasi menunjukkan bagaimana perubahan viskositas pati selama proses pengolahan pada suhu tinggi dan pada saat suhu diturunkan secara terkendali. Pola gelatinisasi juga merupakan salah satu cara untuk memprediksi
11 sifat fungsional pati dan pengembangan aplikasinya di dalam produk secara optimal (Chen, 2003). Pati tapioka termasuk kedalam tipe A, dicirikan dengan puncak pasta yang tinggi dan diikuti dengan pengenceran yang cepat selama pemanasan. Pati dengan karakteristik pasting tipe A cenderung tidak tahan proses pemanasan dan pengadukan. Tipe B memiliki kemampuan pengembangan yang sedang yang ditunjukkan dengan lebih rendahnya viskositas puncak dibandingkan dengan viskositas akhir. Viskositas mengalami penurunan yang tidak terlalu tajam selama pemanasan. Setelah dilakukan modifikasi hidroksipropilasi dan taut silang, profil gelatinisasi mengalami perubahan terutama viskositas yang semakin meningkat dan menurunnya suhu gelatinisasi dibandingkan dengan pati tapioka alami. 9000
120
8000
PO12
100
PO8
6000
PO10
5000
80 60
4000 3000
suhu (oC)
viskositas (cP)
7000
40 native
2000
20
1000 0
0 0
4
8 12 waktu (menit)
16
PO8 = PO 8%;STMP 2%;STPP 5% ; PO10 = PO 10%;STMP 2%;STPP 5% ; PO12= PO 8%;STMP 2%;STPP 5%
Gambar 2. Profil gelatinisasi pati tapioka hasil modifikasi hidroksipropilasi dan ikat silang menggunakan RVA pada berbagai kombinasi konsentrasi propilena oksida dan campuran STMP : STPP. Gambar 2 memperlihatkan pada setiap level konsentrasi propilena oksida terdapat kenaikan viskositas pati tapioka dibandingkan dengan pati alaminya. Deetae et al. (2008) melaporkan bahwa kombinasi modifikasi antara ikat silang dan fosforilasi menyebabkan peningkatan viskositas yang disebabkan reaksi ikat silang dapat mempertahankan granula dari kerusakan karena tingginya penyerapan air dan reaksi fosforilasi akan memperlambat kerusakan tersebut. Tabel 3 menjelaskan bahwa pada pH netral, suhu yang dibutuhkan untuk mencapai gelatinisasi dari pati hasil modifikasi lebih rendah dibandingkan dengan pati alaminya. Pati alami membutuhkan suhu 68.5oC untuk mencapai gelatinisasi, sedangkan pati hasil modifikasi membutuhkan suhu gelatinisasi yang lebih rendah (< 68oC). Tingkat yang semakin tinggi dari substitusi hidroksipropil ditunjukkan dengan rendahnya suhu gelatinisasi (Miyazaki et al. 2006). Hung dan Morita
12 (2005) melaporkan bahwa pati gandum yang dihidroksipropilasi kemudian diikat silang memiliki suhu gelatinisasi yang lebih rendah. Nilai viskositas breakdown dan viskositas setback menentukan kestabilan pasta pati selama pengolahan baik pada suhu tinggi maupun suhu rendah. Pati modifikasi ganda memiliki viskositas breakdown yang lebih rendah (698-1530cP) dibandingkan dengan pati alaminya (4089cP), hasil ini menunjukkan proses modifikasi ganda terhadap pati menghasilkan pasta pati dengan puncak viskositas yang tinggi dan stabilitas terhadap panas dan pengadukan yang lebih baik dibandingkan pati alaminya. Nilai viskositas setback untuk pati termodifikasi memiliki nilai yang lebih tinggi (3136-3564cP) dan untuk pati alaminya (1192cP). Hal ini menunjukkan bahwa pati yang telah dimodifikasi memiliki kecenderungan mengalami retrogradasi. Tabel 3. Profil gelatinisasi pati tapioka hasil modifikasi hidroksipropilasi dan ikat silang pada berbagai kombinasi konsentrasi menggunakan Rapid Visco Analyzer (RVA). pH netral
pH 3,5
Parameter Native
PO8
PO10
PO12 Native PO8
PO10 PO12 7,8
Waktu gelatinisasi (menit)
5.93
8.33
7.33
7.27
6
9,6
8,47
Suhu awal gelatinisasi ( oC)
68.5
67.3
66.65
65.2
68.45 68
66.45 66
Viskositas Puncak (cP)
5635
5735
5317
6593
5841
2459
4004
2721
Viskositas akhir setelah holding pada suhu 95 oC (cP)
1546
4979
4619
5063
1713
2439
3210
2609
Viskositas Breakdown (cP)
4089
756
698
1530
4128
20
794
112
Viskositas akhir setelah holding pada suhu 50 oC (cP)
2738
8178
8183
8199
2890
4347
6443
4939
Viskositas Setback (cP)
1192
3199
3564
3136
1177
1908
3233
2330
Kejernihan pasta Data kejernihan pasta pati hasil modifikasi dibandingkan dengan pati alaminya disajikan pada Tabel 4. Dari tabel tersebut terlihat adanya penurunan nilai kejernihan pasta (%T λ650 ) pati hasil modifikasi dibandingkan dengan pati alaminya. Terdapat kecenderungan penurunan nilai kejernihan pasta dengan semakin meningkatnya konsentrasi propilen oksida. Wattanachant et al. (2003) menyebutkan bahwa kejernihan pasta pati sagu secara signifikan menurun setelah diberi perlakuan modifikasi ganda hidroksipropilasi dan ikat silang. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut, pasta pati yang dipanaskan sampai melampaui suhu gelatinisasinya akan menyebabkan terlarutnya amilosa dari bagian pati ke bagian air. Pati alami memiliki suhu gelatinisasi yang paling tinggi diikuti dengan pati modifikasi ganda. Apabila kedua jenis pati ini dipanaskan hingga melampaui suhu gelatinisasi pati asalnya, maka amilosa yang
13 terlarut pada pati yang dimodifikasi lebih banyak dibandingkan pati alami (Teja et al., 2008). Dalam hal ini pati modifikasi memiliki amilosa terlarut paling banyak. Bila suhu pasta pati kemudian diturunkan hingga 25°C, amilosa terlarut cenderung berestrukturisasi/saling bergabung dengan amilosa yang lain (dikenal sebagai proses retrogradasi). Oleh karena itu, saat dianalisa dengan spektrofotometer, pada pasta pati yang dimodifikasi terdapat lebih banyak partikel-partikel amilosa sehingga menyerap lebih banyak sinar. Akibatnya adalah pasta pati yang dimodifikasi memiliki tingkat kekeruhan yang lebih tinggi daripada pati yang tidak termodifikasi (Teja et al., 2008). Tabel 4. Pengaruh konsentrasi propilena oksida dan campuran STMP:STPP terhadap kejernihan pasta pati tapioka hasil modifikasi hidroksipropilasi dan ikat silang Perlakuan
Kejernihan pasta (%T λ650)
Native
46,35±0,494
PO 8%; STMP 2%:STPP 5%
17,55±0,070
PO 10%; STMP 2%:STPP 5%
12,25±0,212
PO 12%; STMP 2%:STPP 5%
10,30±0,282
PO = propylene oksida; STMP = sodium tri meta phosphate; STPP = sodium tri poly phosphate
Stabilitas terhadap asam Profil gelatinisasi pati modifikasi pada pH asam (3.5) dapat dilihat pada Tabel 3, dan gambaran profil kurva RVA disajikan pada Gambar 5. Gambar 5 memperlihatkan terjadinya penurunan viskositas puncak pasta pati pada berbagai tingkat perubahan suhu dengan adanya perlakuan asam (pH 3.5) dibandingkan dengan yang tidak diberi perlakuan asam, dimana ditunjukkan oleh kurva yang lebih rendah meskipun polanya relatif mirip. Viskositas breakdown dan viskositas setback pati modifikasi pada pH 3.5 mengalami penurunan, kecuali untuk perlakuan dengan propilena oksida 10% yang mengalami peningkatan viskositas breakdown bila di bandingkan dengan viskositas breakdown pada pati tanpa perlakuan asam. Menurut Wattanachant et al. (2002) perlakuan asam akan menurunkan viskositas pasta dan konsistensi dari pati hasil modifikasi. Pada pati tapioka yang dimodifikasi dengan propilena oksida 10% dengan konsentrasi STMP 2%:STPP 5%, terjadi perbedaan pola kurva dimana pada pH 3.5 viskositas puncak tercapai lebih tinggi tetapi selanjutnya mengalami penurunan cukup tajam (viskositas breakdown tinggi), pada saat suhu diturunkan viskositas meningkat kembali dengan nilai viskositas setback yang lebih rendah dibandingkan dengan tanpa perlakuan asam. Perbedaan yang terjadi pada perlakuan konsentrasi propilena oksida 10% disebabkan perlakuan tersebut memiliki nilai derajat substitusi (DS) yang lebih tinggi dari pada PO8 dan PO12. Hal ini diduga keberadaan gugus hidroksipropil dan jembatan fosfat di dalam granula pati dapat lebih mempertahankan struktur
14 granula dari kerusakan akibat adanya hidrolisis asam. Akan tetapi jika dilihat secara umum pada pati tapioka yang dimodifikasi dengan propilena oksida 10% dengan konsentrasi STMP 2%:STPP 5% memiliki kestabilan profil gelatinisasi, baik diberi perlakuan asam maupun tidak.
7000
120 PO10
100
5000
PO12
4000
PO8
80 60
3000 native
2000
suhu (oC)
viskositas (cP)
6000
40 20
1000 0
0 0
4
8
12 waktu (menit)
16
20
PO8 = PO 8%;STMP 2%;STPP 5% ; PO10 = PO 10%;STMP 2%;STPP 5% ; PO12= PO 8%;STMP 2%;STPP 5%
Gambar 3. Profil gelatinisasi pati tapioka hasil modifikasi hidroksipropilasi dan ikat silang menggunakan RVA pada berbagai kombinasi konsentrasi propilena oksida dan campuran STMP : STPP dengan perlakuan asam (pH 3,5). Pola Difraksi sinar X dan kristalinitas Pola kristalin pati tapioka hasil pengukuran difraksi sinar X termasuk ke dalam Tipe A (Gambar 4.). Pola tersebut tidak mengalami perubahan setelah pati dimodifikasi secara ganda,
native PO8 PO10 PO12
PO8 = PO 8%;STMP 2%;STPP 5% ; PO10 = PO 10%;STMP 2%;STPP 5% ; PO12= PO 8%;STMP 2%;STPP 5%
Gambar 4. Difraktogram kristal tapioka sebelum (native) dan sesudah modifikasi ganda.
15 Berdasarkan perhitungan % kristalinitas yang ditunjukkan pada Tabel 5 pati tapioka yang dimodifikasi dengan hidroksipropilasi dan ikat silang mengalami penurunan derajat kristalinitas dibandingkan dengan pati alaminya. Menurut Maulani et al. (2013), terjadinya penurunan % kristalinitas tersebut mencirikan bahwa kepadatan daerah kristalin semakin berkurang dan terjadi peningkatan di daerah amorf. Berkurangnya kepadatan di daerah kristalin diduga disebabkan terbentuknya jembatan ikat silang antar percabangan rantai amilopektin yang mengurangi terbentuknya ikatan hidrogen antar rantai. Selain itu, masuknya gugus hidroksipropil maupun gugus fosfat dapat menyebabkan gangguan pada struktur kristalin granula pati hasil modifikasi. Perubahan struktur kimia granula pati hasil modifikasi hidroksipropilasi dan taut silang diperlihatkan oleh variabel-variabel pengamatan seperti kandungan fosfor, DS, derajat hidroksipropilasi, dan derajat ikat silang. Tabel 5. Derajat kristalinitas (%) granula pati tapioka hasil modifikasi hidroksipropilasi dan ikat silang Perlakuan
Tipe kristalin
Derajat kristalinitas (%)
Native
A
29,47
PO 8%; STMP 2%:STPP 5%
A
24,79
PO 10%; STMP 2%:STPP 5%
A
25,73
PO 12%; STMP 2%:STPP 5%
A
29,64
PO = propylene oksida; STMP = sodium tri meta phosphate; STPP = sodium tri poly phosphate
Untuk lebih menjelaskan perubahan sifat tersebut perlu dilakukan pengujian pengukuran spektrum Fourier Transform Infra Red (FTIR) yang bertujuan untuk mengetahui posisi gugus fungsi hidroksipropil dan ester fosfat di dalam struktur granula pati akibat dari reaksi hidroksipropilasi dan taut silang. Swelling Power 4 native
3.5
∆ uptake
3
PO10
2.5
PO8
2 1.5 1
PO12
0.5 0 0
6
jam
24
48
72
PO8 = PO 8%;STMP 2%;STPP 5% ; PO10 = PO 10%;STMP 2%;STPP 5% ; PO12= PO 8%;STMP 2%;STPP 5%
Gambar 5. garfik penambahan % W absorpsi pada pati native dan termodifikasi.
16 Swelling power dipengaruhi oleh kemampuan molekul pati untuk mengikat air melalui pembentukan ikatan hidrogen. Setelah gelatinisasi ikatan hidrogen antara molekul pati terputus dan digantikan oleh ikatan hidrogen dengan air. Sehingga pati dalam tergelatinisasi dan granula-granula pati mengembang secara maksimal. Proses mengembangnya granula pati ini disebabkan banyaknya air yang terserap kedalam tiap granula pati dan granula pati yang mengembang tersebut mengakibatkan swelling power menjadi meningkat (Herawati, 2009). Perbedaan karakteristik kapasitas pembengkakan dan solubilitas mengindikasikan perbedaan gaya pengikat dari granula pati (Nwokocha et al., 2009). Interaksi yang kuat akan mengurangi masuknya air ke dalam interior granula sehingga menurunkan swelling power dan solubilitas (Chung et al., 2010). Tabel 6. Besar perubahan %W absorpsi pada pati native dan termodifikasi
(jam) 0 6 24 48 78
native 0 0,2056 2,6494 3,2494 3,5628
%W absorpsi PO8 PO10 PO12 0 0 0 0,2168 0,2436 0,0725 1,7344 1,7853 0,4012 2,2726 2,3920 0,8435 2,5318 2,6904 1,4622
%W absorpsi menunjukkan penambahan presentase berat sampel pati yang menunjukkan adanya penyerapan air pada granula pati yang mengakibatkan swelling power meningkat. Jika dilihat dari grafik dan tabel, data yang ada menjelaskan bahwa besar swelling power antara pati native dan yang termodifikasi mengalami penurunan, hal ini disebabkan karena semakin banyak pengikatan fosfat oleh molekul amilosa di dalam granula pati yang semakin menyebabkan pembengkakan menjadi terbatas ( Putri, 2014) . Simpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa modifikasi ganda dapat merubah sifatsifat fisik pati tapioka. Profil gelatinisasi pati tapioka modifikasi ganda termasuk tipe B, menunjukkan sifat yang lebih stabil selama pengolahan, meskipun memiliki kecenderungan retrogradasi. Penambahan pereaksi garam fosfat STPP dan STMP meningkatkan kandungan fosfor dalam granula. Tingginya kandungan fosfor dalam granula meningkatkan nilai derajat substitusi (DS). Modifikasi ganda pati tapioka tidak berpengaruh nyata terhadap penampakan granula, dilihat dari hasil pengamatan dengan mikroskop polarisasi dan Scanning Elektron Microscope (SEM). Modifikasi ganda terhadap pati tapioka tidak menyebabkan perubahan pola kristalin tapi menurunkan % kristalinitasnya. Perubahan sifat fungsional pati hasil modifikasi ganda ditunjukkan dengan menurunnya suhu gelatinisasi pati, meningkatnya viskositas puncak, viskositas pada 95oC, dan viskositas akhir. Pada pH asam, viskositas puncak menurun pada tingkat yang berbeda dari penambahan konsentrasi propilen oksida. Pati tapioka hasil modifikasi ganda dengan
17 konsentrasi propilen (10-12%) dan campuran STMP : STTP (2%:5%) memiliki sifat tahan panas, asam dan pengadukan.
Saran Penelitian ini perlu dilanjutkan untuk mengetahui sifat resisten pati tapioka ( kadar pati resisten dan daya cerna pati), hal ini perlu dilakukan karena pati hasil modifikas ini termasuk ke dalam pati resisten tipe 4 (RS4) yang selanjutnya dapat diaplikasikan pada berbagai jenis produk pangan seperti mayones, salad dressing, saos tomat, pie filling, atau minuman sari buah.
DAFTAR PUSTAKA
Aziz A, Daik R, Ghani MA, Daud NIN, Yamin BM. 2004. Hydroxypropylation and acetylationof sago starch, Malays J Chem 6: 048-054. BeMiller JN, Whistler RL. 1996. Carbohydrates. Di dalam Fennema OR (Eds.)Food Chemistry. New York (US): Marcel Dekker. BeMiller JN. 1997. Starch modification: challenges and prospects. Starch/Starke49: 127-131. doi: 10.1049/cc-82-0088. BeMiller JN. 2011. Pasting, paste, and gel properties of starch– hydrocolloidcombinations, Carbohydr Polym. 86: 386-423. doi: 10.1016/j.carbpol.2011.05.064. Chen Z. 2003. Physicochemical properties of sweet potato starches and theirapplication in noodle products [Thesis]. Wageningen (NL): Wageningen University. Chung H-J, Liu Q, Hoover R. 2010. Effect of single and dual hydrothermal treatmens on the crystaline structure, thermal properties, and nutritional fractions of pea, lentil, and navy bean starches. Food Research International 43:501-508 Code of Federal Regulation (CFR). 2009. Part 172 : Food Additives permitted fordirect addition to food for human consumption. Sec. 172.892: Food starch-modified. Title 21, Volume 3. Das AB, Singh G, Singh S, Riar CS. 2010. Effect of acetylation and dual modification on physico-chemical, rheological and morphological characteristics of sweet potato (Ipomoea batatas) starch. Carbohydr Polym. 80: 725–732. doi: 10.1016/j.carbpol.2009.12.018. Deetae P, Shobsngob S, Varanyanond W, Chinachoti P, Naivikul O, Varavinit S. 2008. Preparation, pasting properties and freeze–thaw stability of dual modified crosslink-phosphorylated rice starch. Carbohydr Polym. 73: 351–358. doi: 10.1016/j.carbpol.2007.12.004. Eris, F. R. 2005. Produksi Bersih Pada Industri Tapioka. Tugas Mata Kuliah Teknologi Produksi Bersih. Sekolah Pasca Sarjana. Program studi Teknologi Industri Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
18 Faridah DN, Prangdimurti E, Adawiyah DR. 2008. Pangan Fungsional dari Umbi Suweg dan Garut: Kajian Daya Hipokolesterolemik dan Indeks Glikemiknya.Laporan Penelitian Hibah Bersaing, LPPM-IPB, Bogor. French D. 1984. Organization of Starch Granules. Di dalam Whistler RL, BeMiller JN, Paschall EF (eds.). Starch : Chemistry and Technology. New York (US): Academic Press, Inc. Herawati, H. 2010. Standarisasi pati termodifikasi untuk produk pangan.Makalah disampaikan pada acara PPIS–BSN 2010, Jakarta, 11 November 2010. Herawati, H. 2011. Potensi pengembangan produk pati tahan cerna sebagai pangan fungsional. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 30(1): 31−39. Lim, S. and Seib, P. A. 1993.Preparation and pasting properties of wheat and waxy corn starch phosphates. Cereal Chem. 70: 137-144. Maulani, R.R, Fardiaz D, Kusnandar F, Sunarti T. C.2013. characterization of chemical and physical properties of hydroxypropylated and cross-linked arrowroot (Marantha arundinacea) starch. Published by ITB Journal Publisher, ISSN: 2337-5779, doi: 10.5614/j.eng.technol.sci. Miyazaki M, Hung PV, Maeda T, Morita N. 2006. Recent advances in applicationof modified starches for breadmaking. Trend Food Sci Tech. 17: 591-599. doi : 10.1016/j.tifs.2006.05.002. Nwokocha LM, Aviara NA, Senan C, Williams PA. 2009. A comparative study of some properties of cassava (Manihot esculenta, Crantz) and cocoyam (Colocasia esculenta, Linn) starches. Carbohydrate polymers 76:362-367 Pomeranz, Y.(1991). Functional properties of food components (2nded.). New York: Academic Press, Inc. Purwani, E.Y., M.T. Suhartono, H. Herawati, and P.P. Dewi. 2010. Type of resistant starch affected butyrate production byClostridiumbutyricumBCC B2571. International Seminar on Emerging Issues and Developments in Foods and Ingredients, Jakarta, 29−30 September 2010. Sabrina, E. 1990. Karakterisasi Tepung Singkong Dari Beberapa Varietas Ubi Kayu. [Skripsi]. Jurusan Teknologi Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Singh J, Kaur L, Singh N. 2004. Effect of acetylation on some properties of corn and potato starches, Starch/Starke 56 : 586-601. doi: 10. 1002/star.200400293. Singh J, Kaur L, McCarthy OJ. 2007. Factors influencing the physico-chemical, morphological, thermal and rheological properties of some chemically modified starches for food applications – A review. Food Hydrocol. 21: 1-22. doi : 10.1016/j.foodhyd.2006.02.006. Smolka GE, Alexander RJ. 1985. Modified starch, its method of manufacture and the salad dressings produced therewith. US Patent. 4562086. Swinkles JJM. 1985. Sources of starch, its chemistry and physics. Di dalam Van Beynum GMA, Roles JA (Eds.). Starch Conversion Technology. New York (US): Marcell Dekker Inc. Taggart P. 2004. Starch as an ingredient: manufacture and applications. Di dalam Eliasson AC (Eds). Starch in food. Structure, function, and application. Cambridge (GB): Woodhead Publishing: 363-392.
19 Wang X, Conway PL, Brown IL, Evans AJ. 1999. In vitro utilization of amylopectin and high-amylose maize (amylomaize) starch granules by humans colonic bacteria. App Environ Mycrobiol. 65: 4848-4854. Wang YJ, Wang L. 2000. Effect of modification sequence on structures and properties of hydroxypropylated and crosslinked waxy maize starch. Starch/Starke 52(11): 406-412. doi: 10.1002/1521-379X(200011)52. Wattanacant S, Muhammad SKS, Hasyim DM, Rahman RA. 2002. Characterization of hydroxypropylated crosslinked sago starch as compared to commercial modified starches. Songklanakarin Journal Science and Technology 24(3): 439-450. Wattanachant S, Muhammad K, Hashim DM, Rahman RA. 2003. Effect of crosslinking reagents and hydroxypropylation levels on dual-modified sago starch properties. J. Food Chem. 80:463-471. Woo K, Seib PA. 1997. Cross-linking of wheat starch and hydroxypropylated wheat starch in alkaline slurry with sodium trimetaphosphate. Carbohydr Polym. 33: 263-271. pii:S0144-8617(97)0037-4. Woo K. 1999. Cross-linked, RS4 Type Resistant Starch: Preparation and Properties. Kansas (US): Kansas`State University. Wu Y, Seib PA. 1990. Acetylated and hydroxypropylated distarch phosphate fromwaxy barley: Paste properties and freeze-thaw stability. Cereal Chem. 67: 202–208. Wurzburg OB. 1989. Modified Starches: Properties and Uses, 4th Printing, Boca Raton (FL): CRC Press. Yeh AI, Yeh SL. 1993. Some characteristics of hydroxypropylated and cross linked rice starch. Cereal Chem. 70(5): 596 – 601. Zobel H. 1988. Molecules to granules: A compressive starch review. Starch/ Starke 40: 44-50. doi:10.1002/star.19880400203.
20 Lampiran 1 Sifat birefringence dan morfologi pati tapioka hasil modifikasi hidroksipropilasi dan ikat silang
native
PO8
PO10
PO12
native
PO8
PO10
PO12
21 RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Semarang pada tanggal 26 Mei 1992 dari ayah Suslani dan ibu Sugiastuti. Penulis adalah putra kedua dari tiga bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA 3 Semarang dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis anggota Himpunan Mahasiswa Peduli Pangan Indonesia 2012, pengajar TOGA (Tanaman Obat Keluarga) Seafast Center IPB, dan pada tahun 2013 menerima beasiswa penelitian dari Indofood Riset Nugraha.